PERBANDINGAN MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN DAN ANALISIS STATISTIK DALAM PENENTUAN JENIS IKAN AIR TAWAR MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK
ZULKARNAEN FAHMI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Zulkarnaen Fahmi NIM C552090081
ii
ABSTRACT
ZULKARNAEN FAHMI. The Comparison of Artificial Neural Network Models And Statistical Analysis In Determining The Types Of Freshwater Fishes Using Acoustic Descriptors. Supervised by INDRA JAYA and TOTOK HESTIRIANOTO.
Fisheries acoustic survey was one of holistic methods used to estimated the abundance of fish stocks to provide data and information for the fisheries management. Limitations of fisheries acoustic survey application that was in classifying the target backscattered acoustic energy (echo trace) into the classification of the target fishes in the species ranks. Therefore, it has developed a method of identification of fish species utilizing acoustic descriptors that can efficiently distinguish the structure of fish shoal. In this thesis, Hydroacoustic descriptor approach categorized as Volume Backscattering (Sv), Target Strength (Ts), Area Backscattering Strength (Sa), Skewness, Kurtosis, Height, Depth And Height Relative of Fish were used to classify Mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreochromis niloticus), and Patin (Pangasius hypothalamus). Model of artificial neural network were developed utilized architecture Backpropagation and Multi Layer Perceptron compared with Statistical method. Results of Cluster analysis showed that the identification and classification of the carp was determined by the descriptors Height, Relative Height, Skewness and Kurtosis. Tilapia could be identified only by depth, whereas catfish classification determined by all parameters except depth. Discriminant analysis showed the results of the identification accuracy of 68.3% carp, tilapia of 79.4% and catfish could be identified with accuracy of 87.4%. Overall, discriminant analysis could distinguish three types of freshwater fish with a precision of 77.5%. Application of ANN with Backpropagation neural network model (8-30-1) obtained the optimum level of accuracy of the identification of three types of fishes at 84.8%. While the development of the Multi Layer Perceptron with ANN model (8-3-6-5-1) obtained the degree of accuracy of identification and classification of carp, tilapia and catfish at 87.5%. In this thesis concluded that the application and development of the Multi Layer Perceptron ANN gives the best accuracy rate compared with ANN Backpropagation and Statistical Analysis. Keywords : identification, acoustic descriptor, artificial neural network.
iii
RINGKASAN
ZULKARNAEN FAHMI. Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TOTOK HESTIRIANOTO. Survey akustik perikanan merupakan salah satu metode holistik yang digunakan untuk menduga kelimpahan stok ikan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengelolaan sumberdaya perikanan. Keterbatasan aplikasi survey akustik perikanan yaitu dalam mengklasifikasi backscattered energy target akustik (echo trace) menjadi klasifikasi target ikan dalam tingkatan spesies. Oleh karena itu telah dikembangkan metode identifikasi spesies kawanan ikan dengan menggunakan parameter deskriptor akustik sehingga dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan yang berbeda. Dalam tesis ini dilakukan identifikasi dan klasifikasi ikan menggunakan ikan uji yaitu ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreochromis niloticus), dan Patin (Pangasius hypothalamus). Parameter deskriptor akustik yang diperoleh yaitu backscattering volume (Sv), target strength (TS), backscattering area (Sa), Skewness, Kurtosis, Tinggi, Kedalaman dan Ketinggian Relatif ikan. Permodelan Jaringan Saraf Tiruan dilakukan dengan mengembangkan arsitektur JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron yang dibandingkan dengan hasil Analisis Statistik menggunakan parameter masukan deskriptor akustik. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa identifikasi dan klasifikasi ikan mas sangat ditentukan oleh deskriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis. Ikan nila dapat diidentifikasi hanya dengan deskriptor Kedalaman, sedangkan klasifikasi ikan patin ditentukan oleh seluruh deskriptor kecuali parameter Kedalaman. Analisis diskriminan memperlihatkan hasil ketepatan identifikasi ikan mas sebesar 68,3%, ikan nila sebesar 79,4% dan ikan patin dapat diidentifikasi dengan ketepatan sebesar 87.4%. Secara keseluruhan analisis diskriminan dapat membedakan ketiga jenis ikan air tawar dengan ketepatan sebesar 77,5%. Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation dengan model jaringan saraf ideal (8-30-1) diperoleh tingkat ketepatan optimum identifikasi 3 jenis ikan uji sebesar 84,8%. Sedangkan pengembangan JST Multi Layer Perceptron dengan model jaringan saraf ideal (8-3-6-5-1) diperoleh tingkat ketepatan identifikasi dan klasifikasi ikan mas, nila dan patin sebesar 87,5%. Dalam tesis ini disimpulkan bahwa aplikasi dan pengembangan JST Multi Layer Perceptron memberikan tingkat ketepatan yang paling baik dibandingkan dengan JST Backpropagation dan Analisis Statistik. Kata kunci
: Identifikasi, deskriptor akustik, jaringan saraf tiruan.
iv
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
v
PERBANDINGAN MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN DAN ANALISIS STATISTIK DALAM PENENTUAN JENIS IKAN AIR TAWAR MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK
ZULKARNAEN FAHMI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 vi
Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Ir. Endi S Kartamihardja, M.Sc
vii
Judul Tesis
: Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik
Nama
: Zulkarnaen Fahmi
NIM
: C552090081
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian: 18 Agustus 2011
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Kajian mengenai aplikasi akustik perikanan di perairan umum Indonesia baru mulai dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap. Sedangkan penggunaan metode jaringan saraf tiruan untuk identifikasi jenis ikan air tawar termasuk relatif baru. Dengan selesainya penelitian dan tulisan tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan saran yang diberikan selama masa penelitian dan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan peneliti BRPPU Palembang dan staff teknisi BRPSI Jatiluhur yang sangat membantu dalam memberikan kemudahan selama pengambilan data di lapangan. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada pimpinan di lingkup P4KSDI, Balitbang KP yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan Magister di IPB yang sangat berguna dalam pengembangan kapasitas keilmuan dan karir penulis. Akhirnya dengan hati yang tulus dan penuh cinta kasih penulis sampaikan terima kasih kepada orang tua, istri (Mia Sumiati), anak (Jillan dan Fabian) dan saudara-saudara tercinta atas dukungan moral dan materil , pengertian, do’a serta kesabaran yang menyertai selama studi ini. Semoga seluruh dukungan yang diberikan bernilai ibadah dan diterima oleh Allah SWT.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung pada tanggal 12 November 1977, sebagai anak keenam dari pasangan Bapak Harun al Rasyid dan Ibu Djarehah Noor (alm.). Pendidikan Sekolah Dasar sampai atas ditempuh di Bandung. Setamat SMA pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan Strata-1 di Universitas Padjadjaran, Jatinangor pada Jurusan Management Sumberdaya Perairan, lulus pada tahun 2000. Penulis pernah terlibat dalam kegiatan survey topografi dan SIG untuk pemetaan lahan eksplorasi migas di Kalimantan dan Sumatera pada tahun 20012004. Sejak tahun 2005, penulis mengabdi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Perikanan, Balitbang KP, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sampai saat ini penulis terlibat secara aktif sebagai peneliti bidang sumberdaya perikanan, khususnya kegiatan penelitian pendugaan stok ikan dengan akustik di wilayah perairan umum daratan Indonesia. Pada tahun 2009, penulis menempuh program Magister pada program studi Teknologi Kelautan di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan minat Akustik dan Instrumentasi Kelautan dengan beasiswa tugas belajar dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
x
GLOSARI
DAFTAR ISTILAH Akustik
=
Ilmu tentang suara yang mempelajari sifat perambatan suara di dalam suatu medium.
Jaringan Saraf Tiruan
= Model yang dibuat untuk simulasi sistem saraf biologi.
Deskriptor Akustik
= Variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari pantulan akustik suatu obyek
Fungsi Aktivasi
= Fungsi yang spesifik menentukan langkah yang harus dilakukan oleh sebuah sel setelah menerima sinyal terbobot.
Iterasi
= Pengulangan yang dilakukan untuk pemrosesan data
Perambatan Balik
= Metode pelatihan terbimbing dimana galat
(Backpropagation)
dirambatkan balik ke lapisan dibawahnya dengan terlebih dahulu diberi bobot.
Perceptron Layar Jamak = Metode pelatihan terbimbing dimana setiap (Multi Layer Perceptron)
nilai keluaran jaringan akan selalu dibandingkan dengan target sampai diperoleh bobot dimana iterasi mencapai nilai yang sama antara keluaran dengan target yang diharapkan.
xi
DAFTAR ISI Halaman GLOSARI ................................................................................................... x DAFTAR ISI .............................................................................................. xi DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
I
PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar belakang ....................................................................... 1 1.2. Kerangka Pemikiran ............................................................... 2 1.3. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 4 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................... 5 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
II
TINJUAUAN PUSTAKA ................................................................. 7 2.1 Jaringan Saraf Tiruan ............................................................ 7 2.1.1 Sel Saraf Tiruan (Artificial Neural) ....................................... 8 2.1.2 Koneksitas Sel Saraf Tiruan (Topology) ................................ 9 2.1.3 Arsitektur JST Backpropagation ........................................... 9 2.1.4 Fungsi Aktivasi JST Backpropagation .................................. 10 2.1.5 Aturan pembelajaran (Learning Rule) Backpropagation ......... 11 2.1.6 Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) ......................... 13 2.1.7 Aturan pembelajaran JST MLP ................................................ 13 2.1.8 Proses Pengujian ...................................................................... 15 2.2 Deskriptor Akustik ................................................................. 15 2.3 Ikan Air Tawar ...................................................................... 16 2.3.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ................................................... 16 2.3.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .......................................... 18 2.3.3 Ikan Patin (Pangasius hypothalmus) ...................................... 20
III
METODE PENELITIAN ................................................................ 23 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 23 3.2. Bahan dan Alat ...................................................................... 23 3.3 Data Akustik .......................................................................... 23 3.3.1 Pengambilan Data Akustik ..................................................... 23 3.3.2 Pemrosesan Data Akustik ...................................................... 26 3.3.3 Analisis Nilai Deskriptor Akustik ......................................... 27 3.4 Jaringan Saraf Tiruan ............................................................. 28
xii
3.4.1 Arsitektur JST ........................................................................ 28 3.4.2 Rancangan Awal dan Pelatihan JST ....................................... 28 3.4.3 Rancangan Akhir dan Pelatihan JST ...................................... 30 IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 31 4.1 Pengambilan data akustik ikan ................................................. 31 4.2. Pengambilan data kualitas air ................................................. 34 4.3 Analisis Statistik ...................................................................... 35 4.3.1 Analisis Korelasi .................................................................... 35 4.3.2 Analisis Faktor ........................................................................ 36 4.3.3 Analisis Cluster ..................................................................... 40 4.3.4 Analisis Diskriminan ............................................................. 41 4.4 JST Backpropagation ............................................................. 44 4.5 JST Multi Layer Perceptron ................................................... 47
V
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 50 5.1 Simpulan ................................................................................ 50 5.2. Saran ..................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 51 LAMPIRAN ............................................................................................... 53
xiii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Pengaturan parameter untuk pengoperasian Simrad EY60 ............... 24 Tabel 2. Deksriptor akustik ........................................................................... 26 Tabel 3. Rangkuman nilai variance, skewness dan VMR ............................... 33 Tabel 4. Rangkuman nilai rataan data kualitas air .......................................... 34 Tabel 5. Matriks korelasi antar deskriptor akustik ......................................... 36 Tabel 6. Nilai Communalities........................................................................ 36 Tabel 7. Nilai Total Keragaman (Variance)................................................... 38 Tabel 8. Nilai Final Cluster ........................................................................... 40 Tabel 9. Nilai Test of Equality ...................................................................... 41 Tabel 10. Nilai Wilk’s Lambda ..................................................................... 42 Tabel 11. Nilai Matriks Struktur.................................................................... 42 Tabel 12. Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan ..................................... 44 Tabel 13. Nilai MSE dan %E JST-PR ........................................................... 45 Tabel 14. Hasil pengujian dan validasi JST Backpropagation ........................ 46 Tabel 15. Matriks Konfusi JST-PR................................................................ 47 Tabel 16. Matriks Konfusi JST-MLP ............................................................ 48 Tabel 16. Matriks Konfusi Pengujian Model JSTPR dan JST-MLP ............... 49
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1. Kerangka Penelitian ................................................................... 6 Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia ........................................................ 7 Gambar 3
Arsitektur JST Backpropagation ................................................ 10
Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner .................................................. 10 Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar ............................................... 11 Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron ...................................... 13 Gambar 7. Penampang lateral dan dorsal ikan ............................................. 24 Gambar 8. Letak dan Posisi Alat Penelitian ................................................. 25 Gambar 9. Skema Pengukuran Deskriptor Akustik ...................................... 27 Gambar 10. Rancangan Awal Arsitektur Backpropagation.......................... 29 Gambar 11. Rancangan Awal Arsitektur MLP .............................................. 29 Gambar 12. Diagram alir Metode Penelitian.................................................. 30 Gambar 13. Hubungan target strength dan panjang total ikan ....................... 32 Gambar 14. Kurva distribusi normal nilai target strength ikan ...................... 33 Gambar 15. Grafik Biplot Deskriptor Akustik ............................................... 39 Gambar 16. Diagram Pareto Nilai Normalize Importance of Variables .......... 43 Gambar 17. Grafik MSE vs Epoch JST-PR ................................................... 46 Gambar 18. Grafik MSE vs Epoch JST-MLP ................................................ 48
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 2. Pengukuran Morfometrik Ikan ................................................ 53 Lampiran 2. Echogram Ikan ........................................................................ 54 Lampiran 3. Pengukuran Kualitas Air ......................................................... 55 Lampiran 4. Citra X-Ray Ikan ..................................................................... 56 Lampiran 5. Analisis Statistik ..................................................................... 57 Lampiran 6. Source Code Jaringan Saraf Tiruan.......................................... 60
xvi
I
1.1.
PENDAHULUAN
Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan
yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi Plasma Nutfah Indonesia melaporkan bahwa kekayaan plasma nutfah ikan di perairan umum daratan Indonesia mencapai 25% dari jumlah jenis ikan yang ada di dunia (Kartamihardja et al., 2008). Salah satu upaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara lestari sebagaimana diamanatkan dalam UU No 31 Tahun 2009 tentang Perikanan, maka diperlukan data dan informasi tentang kondisi stok ikan di suatu perairan. Survey akustik menggunakan echosounder kuantitatif telah umum digunakan untuk menduga kelimpahan dan biomass ikan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengelolaan sumberdaya perikanan (Simmonds dan MacLennan, 2005). Aplikasi hidroakustik untuk menduga stok ikan dapat memberikan data dan informasi mengenai kepadatan ikan, kedalaman dan topografi dasar perairan (Wijopriono et al., 2006). Penelitian mengenai klasifikasi dan identifikasi target akustik ikan untuk membedakan hingga tingkat spesies masih merupakan bidang yang masih luas dan berpotensi untuk dikaji. Kesulitan identifikasi spesies dalam akustik perikanan adalah keterbatasan dalam mengklasifikasi backscattered energy target akustik (echo trace) menjadi klasifikasi target ikan dalam tingkatan spesies. Identifikasi ikan dalam pengolahan data akustik secara konvensional dilakukan dengan mengidentifikasi gema (echo) pada echogram dalam besaran target strength oleh orang yang telah terlatih dan dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan. Metode ini sangat tergantung pada tingkat keahlian , pengalaman orang yang mengolah data akustik, dan memakan waktu yang banyak . Selain itu metode tersebut dapat menghasilkan bias yang relatif tinggi dan sulit untuk memperoleh data secara kuantitatif identifikasi sampai tingkat spesies (Charef et al., 2010). Aplikasi jaringan saraf tiruan (JST) menjadi salah satu terobosan besar dalam upaya meningkatkan akurasi pendugaan stok ikan dengan aplikasi
2
hidroakustik. JST memberikan solusi dalam efisiensi, efektivitas pengolahan data akustik,
bebas dari interpretasi data yang subyektif dan akurasi data yang
dihasilkan dapat teruji (Jech dan Michaels, 2006). Penggunaan JST dalam indentifikasi dan klasifikasi kawanan ikan di Indonesia telah dilakukan untuk identifikasi beberapa kawanan ikan pelagis di Indonesia. Jaya dan Sriyasa (2004) membandingkan aplikasi JST dan deskriptor akustik untuk mengidentifikasi kawanan ikan di Selat Bali dengan hasil yang cukup menjanjikan walaupun dengan data pelatihan yang terbatas. Selanjutnya, penelitian untuk memperoleh permodelan JST yang memberikan tingkat ketepatan optimum dalam identifikasi kawanan ikan pelagis di Indonesia telah dilakukan dengan menggunakan masukan parameter deskriptor akustik (Muhiddin, 2007). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan untuk pengembangan aplikasi JST dalam identifikasi beberapa jenis ikan air tawar ekonomis penting dengan metode akustik sorot terbagi. Data dan informasi mengenai karakteristik beberapa parameter deskriptor akustik ikan air tawar diharapkan dapat mengidentifikasi, jenis ikan tawar sampai tingkatan spesies sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan akurasi pendugaan stok ikan di perairan umum Indonesia.
1.2.
Kerangka Pemikiran Pendugaan stok ikan di suatu perairan dapat dilakukan dengan salah satu
metode holistik,
yaitu melakukan survey hidroakustik untuk dapat menduga
status stok ikan secara spasial secara cepat (rapid assessment). Kendala utama dalam aplikasi pendugaan stok dengan perangkat hidroakustik kuantitatif, adalah kesulitan dalam mengidentifikasi jenis ikan yang terekam dalam echogram. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat ketelitian dalam mengestimasi kelimpahan stok ikan di perairan umum tropis yang multispesies seperti di Indonesia. Oleh karena itu, maka dikembangkan suatu metode analisis pengolahan data akustik dengan mengekstrasi parameter deskriptor akustik yang dapat membedakan setiap jenis ikan. Deskriptor akustik tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan alat bantu statistik atau program jaringan saraf tiruan sehingga dapat diperoleh parameter karakteristik jenis ikan (Gambar 1).
3
Ikan dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) cara, yakni identifikasi ikan secara ex-situ dan in situ. Identifikasi ikan secara ex situ atau secara taksonomi adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi ikan dengan mengambil sampel ikan, dilihat ciri-ciri meristik dan morfometriknya (atau dilihat sampel DNA nya) serta mencocokannya dengan kunci identifikasi dan taksonomi. Identifikasi ikan secara in situ atau secara hidroakustik adalah suatu usaha untuk mengenali atau mengidentifikasi ikan dengan gelombang suara pada suatu area tertentu, dan waktu tertentu tanpa menyentuh ikan tersebut (Fauziyah, 2005). Penggunaan metode akustik untuk pendugaan stok sumberdaya perikanan terdapat kelebihan dan kekurangannya. Wudianto (2001) mengungkapkan beberapa kelebihan metode akustik dibanding metode lainnya antara lain : (1) metode akustik tidak tergantung pada ketersediaan data statistik perikanan seperti hasil tangkapan dan upaya penangkapan, (2) memiliki skala waktu yang lebih baik, (3) biaya operasional relatif rendah, (4) hasilnya memiliki ragam (variance) yang rendah untuk ketelitian yang tinggi, dan (5) memiliki kemampuan untuk mengestimasi kelimpahan absolut ikan. Adapun kekurangan metode akustik antara lain : (1) sulit dalam mengidentifikasi ikan berdasarkan spesies, (2) kurang teliti digunakan untuk sampling ikan dekat permukaan dan dasar, (3) relatif rumit dan kompleks, (4) diperlukan biaya awal yang tinggi, (5) diperlukan sampling biologi ikan dan (6) kemungkinan terjadi bias saat penentuan target strength dan kalibrasi. Metode identifikasi spesies kawanan ikan dengan menggunakan deskriptor akustik telah lama dikembangkan sehingga dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan pelagis yang berbeda (Diner et al., 1989; Georgakarakos dan Paterakis, 1993 dalam Muhiddin, 2007). Sistem pengolah sinyal akustik untuk identifikasi ikan dengan metode deskriptor akustik berisi program untuk transformasi citra digital, pengolahan citra digital, pengukuran dan komputasi deskriptor dan fungsi diskriminan untuk identifikasi spesies (Fauziyah, 2005). JST merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan dari sistem pemrosesan informasi pada jaringan sel saraf manusia (Lawrence, 1992). Keunggulan identifikasi dan klasifikasi ikan dengan JST yaitu memberikan hasil
4
yang lebih cepat, memperkecil peluang kesalahan identifikasi dan dapat menekan biaya operasi (Muhiddin, 2007). Identifikasi jenis ikan dengan JST dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu, input sinyal akustik yang terekam dalam echogram dan pemilihan deskriptor akustik yang akan digunakan dalam bentuk algoritma untuk mengidentifikasi ikan dan pemilihan arsitektur JST yang tepat untuk memberikan tingkat ketepatan yang optimum. Muhiddin (2007) menyebutkan bahwa permodelan JST Backpropagation dengan parameter masukan deskriptor akustik memberikan tingkat ketepatan optimum dalam identifikasi jenis kawanan ikan sebesar 70% - 100%. Charef et al. (2010) menggunakan arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) untuk mengidentifikasi kawanan ikan di Laut Cina Selatan dengan tingkat ketepatan sebesar 87.6 %, sedangkan Robotham et al. (2010) membandingkan aplikasi arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) dengan arsitektur Probabilistic Neural Network (PNN) dan Support Vector Machine (SVM). Hasil penelitian Robotham et al. (2010) menyebutkan hasil klasifikasi kawanan ikan pelagis di perairan Chili dengan menggunakan arsitektur PNN dan SVM memberikan tingkat ketepatan sebesar 89.5%, lebih baik dibandingkan dengan aplikasi arsitektur MLP yang memberikan tingkat ketepatan sebesar 79.4%. Jenis ikan air tawar ekonomis penting yang banyak terdapat di perairan umum seperti waduk dan danau di Indonesia antara lain ikan nila (O.niloticus), ikan patin (P. hypothalmus) dan ikan mas (C. caprio) (Umar dan Kartamihardja, 2006). Keberhasilan introduksi jenis ikan air tawar di perairan umum Indonesia sangat menarik untuk dikaji sejauh mana dinamika stok ikan tersebut di habitat barunya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif karakteristik beberapa jenis ikan air tawar ekonomis penting dengan metode akustik sorot terbagi. Selanjutnya aplikasi JST dilakukan dengan menggunakan input nilai deskriptor akustik yang dikembangkan untuk identifikasi spesies dari modifikasi rumusan Charef et al. (2010). Hasil akhir penelitian ini adalah data dan informasi karakteristik beberapa jenis ikan air tawar sehingga akan bermanfaat langsung dalam usaha pengkajian stok dan pelestarian sumberdaya ikan tersebut.
5
1.3.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian ini adalah : 1. Pengukuran kuantitatif beberapa parameter deskriptor akustik beberapa jenis ikan air tawar (nila, patin dan mas) dengan akustik sorot terbagi yang meliputi parameter Sv, Area Backscattering Strength, Target Strength,, Skewness, Kurtosis, Ketinggian, Ketinggian relatif dan Kedalaman ikan. 2. Pengembangan dan aplikasi program JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron (MLP) dalam penentuan jenis ikan air tawar dengan akustik sorot terbagi berdasarkan parameter deskriptor akustik yang diperoleh.
1.4.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengukur deskriptor beberapa jenis ikan air tawar (mas, nila, patin) dari echogram SIMRAD EY60. 2. Membandingkan program JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron (MLP) dengan model statistik dalam penentuan jenis ikan air tawar. 3. Menentukan karakteristik akustik ikan Mas, Nila dan Patin.
1.5.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam hal : 1. Peningkatan akurasi pendugaan stok ikan dengan metode akustik di perairan umum daratan Indonesia. 2. Peningkatan produktivitas penangkapan ikan target.
6
Gambar 1. Kerangka Penelitian
II
TINJUAUAN PUSTAKA
2.1 Jaringan Saraf Tiruan Sistem kecerdasan buatan yang dikenal dengan istilah JST, dalam bahasa Inggris disebut artificial neural network (ANN), atau juga disebut simulated neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut neural network (NN). JST adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia. JST merupakan salah satu sistem pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja jaringan saraf manusia dalam menyelesaikan suatu masalah dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya (Siang, 2005). Jaringan saraf manusia merupakan kumpulan sel-sel saraf (neuron). Neuron mempunyai tugas mengolah informasi. Komponen-komponen utama dari sebuah neuron dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Dendrit. Dendrit bertugas untuk menerima informasi. 2. Badan sel (soma). Badan sel berfungsi sebagai tempat pengolahan informasi. 3. Akson (neurit). Akson mengirimkan impuls ke sel saraf lainnya.
Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia
Hubungan antara sel saraf dipengaruhi oleh bobot (weight) yang menentukan besarnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf lainnya (Lawrence, 1992 dalam Muhiddin, 2007). Dendrit menerima sinyal dari neuron lain melalui celah sinaptik. Sinyal yang berupa impuls elektrik tersebut diperkuat/diperlemah
di
celah
sinaptik,
yang
selanjutnya
soma
akan
8
menjumlahkan sinyal-sinyal yang masuk. Apabila jumlah sinyal tersebut melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui akson. Jaringan saraf manusia memiliki daya komputasi yang menakjubkan dimana manusia dapat mengenali sinyal input yang agak berbeda dari yang diterima sebelumnya, yang digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf, yang bekerja secara simultan (Siang, 2005). JST dikembangkan untuk meniru sistem pemroses informasi
yang
memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf manusia. JST mampu mengenali kegiatan dengan berbasis pada data. Masukan data akan dipelajari oleh JST sehingga mempunyai kemampuan untuk memberi keputusan terhadap data yang belum pernah dipelajari. Definisi JST menurut Muhiddin (2007) antara lain sebagai berikut : 1. JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi 2. Struktur JST menyerupai struktur jaringan saraf biologi 3. Pemrosesan informasi pada setiap impuls saraf dilakukan secara paralel 4. Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematik yang dapat digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk.
2.1.1 Sel Saraf Tiruan (Artificial Neural) Sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lain, dimana output dari sel saraf itu sendiri ditentukan oleh 3 (tiga) hal yaitu pola hubungan antar neuron, metode untuk menentukan bobot penghubung dan fungsi aktivasi (Siang, 2005). Input dari sejumlah neuron (x1,x2,…xn) melalui penghubung dengan bobot hubungan (w1,w2,…wn) akan diterima oleh neuron Y sebagai fungsi penjumlahan. Selanjutnya impuls yang diterima Y akan ditentukan oleh fungsi aktivasi. Apabila nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) lebih kuat maka sinyal akan diteruskan. Nilai tersebut juga dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot dalam meningkatkan kualitas koneksi antar satu neuron dengan neuron lainnya.
9
Sel saraf tiruan baik berupa sel tunggal atau jamak terdiri dari parameter masukan (x), bobot (w), bias (b), masukan murni (net/n) dan fungsi transfer (F), serta keluaran yang berupa skalar (O). Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktifkan keluaran sel. Masukan murni untuk fungsi transfer F diperoleh dari penjumlahan berbobot n = x * w + b. 𝑂 = 𝐹(𝑥 ∗ 𝑤 + 𝑏)
1
2.1.2 Koneksitas Sel Saraf Tiruan (Topology) Pola komunikasi antar sel saraf tiruan terjadi dari sebuah sel saraf tiruan ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksitas yang terjadi antara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang terjadi dalam suatu JST. Bentuk koneksi yang terjadi antar sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory connections (bersifat menghambat pengiriman sinyal), dan exhibitory connections (bersifat mengirimkan sinyal ke sel saraf tiruan pada lapisan berikutnya). 2.1.3 Arsitektur JST Backpropagation Model JST Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai dalam pelatihan. JST Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Sebagai ilustrasi pada Gambar 3 di bawah ini terdapat arsitektur JSTB (JST Backpropagation) yang terdiri dari n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran. Pada layar masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi menerima informasi dari luar dalam bentuk file atau data hasil pengolahan dari program lainnya. Pada layar tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari layar masukan yang telah terlebih dahulu diberi bobot tertentu, sedangkan layar keluaran merupakan hasil yang diharapkan dari hasil pengolahan dari layar sebelumnya (layar tersembunyi).
10
Gambar 3. Arsitektur JST Backpropagation
2.1.4 Fungsi Aktivasi JST Backpropagation Fungsi aktivasi yang dipakai dalam JSTB merupakan fungsi yang kontinyu, terdiferensiasi dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi yang sering dipakai yaitu fungsi sigmoid biner (Gambar 4) yang memiliki interval nilai (0,1). 𝑓 𝑥 =
1 1 + 𝑒 −𝑥
(2)
Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner Fungsi lain yang dipakai adalah fungsi sigmoid bipolar (Gambar 5) yang mirip dengan fungsi sigmoid bipolar dengan interval nilai (-1,1). 𝑓 𝑥 =
2 − 1 1 + 𝑒 −𝑥
(3)
11
Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar 2.1.5 Aturan pembelajaran (Learning Rule) JST Backpropagation Pelatihan JSTB terdiri dari 3 tahapan yaitu fase propagasi maju, propagasi mundur dan perubahan bobot. Pada propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke layar tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit layar tersembunyi (zj) selanjutnya dipropagasikan maju ke layar di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan sampai menghasilkan keluaran jaringan (yk). 𝑛
𝑧𝑛𝑒𝑡 𝑗 = 𝑣𝑗𝑜 +
𝑥𝑖 𝑣𝑗𝑖
4
𝑖=1
1 1 + 𝑒 −𝑧_𝑛𝑒𝑡 𝑗
𝑧𝑗 = 𝑓 𝑧𝑛𝑒𝑡 𝑗 =
(5)
Berikutnya keluaran jaringan (yk) akan dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih antara nilai keluaran dan target adalah kesalahan (galat) yang terjadi. 𝑝
𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 = 𝑤𝑘𝑜 +
𝑧𝑗 𝑤𝑘𝑗
(6)
𝑖=1
𝑦𝑘 = 𝑓 𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 =
1 1 + 𝑒 −𝑦_𝑛𝑒𝑡 𝑘
(7)
Sehingga selisih kesalahan/galat antara keluaran jaringan dengan target yang harus dicapai dirumuskan sebagai berikut : 𝐸 = 𝑦𝑘 − 𝑡𝑘
(8)
12
Fase tahap kedua yaitu propagasi mundur, berdasarkan galat yk-tk, dihitung faktor δk yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. δk juga di pakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Faktor δ j dihitung disetiap unit dilayar tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit di layar dibawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung. 𝛿𝑘 = 𝑡𝑘 − 𝑦𝑘 𝑦𝑘 1 − 𝑦𝑘 ∆𝑤𝑘𝑗 = 𝛼 𝛿𝑘 𝑧𝑗
(9) (10)
𝑚
𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗 =
𝛿𝑘 𝑤𝑘𝑗
(11)
𝑘 =1
𝛿𝑗 = 𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗 𝑧𝑗 1 − 𝑧𝑗
(12)
∆𝑣𝑗𝑖 = 𝛼 𝛿𝑗 𝑥𝑖
(13)
Fase terakhir yaitu fase perubahan bobot, dimana setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar atasnya. Ketiga fase tersebut diiterasi hingga jaringan dapat mengenali pola yang diberikan yaitu jika kesalahan yang terjadi lebih kecil dari batas tolerasi yang diijinkan. Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran dirumuskan : 𝑤𝑘𝑗 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝑘𝑗 𝑙𝑎𝑚𝑎 + ∆𝑤𝑘𝑗
(14)
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi dirumuskan : 𝑣𝑗𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑣𝑗𝑖 𝑙𝑎𝑚𝑎 + ∆𝑣𝑗𝑖
(15)
Keterangan :
x1 …. xn y1 …. yn z1 …. zn vji wkj δ α
: Masukan : Keluaran : Nilai lapisan tersembunyi : Bobot antara lapisan masukan dan lapisan tersembunyi : Bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran : Galat informasi : Konstanta berkelanjutan
13
2.1.6 Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) Model jaringan perceptron ditemukan pertama kali oleh Rosenbatt (1962) dan Minsky – Papert (1969). Perceptron merupakan salah satu bentuk jaringan sederhana, perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu pola tipe tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear (Siang, 2005). Model JST MLP merupakan salah satu tipe arsitektur JST yang umum dan paling sederhana digunakan karena memiliki keunggulan dalam kecepatan dan ketepatan pengolahan data (Basheer,2000). JST MLP terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), x unit lapisan tersembunyi dan y unit keluaran (Gambar 6).
Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb. Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan memiliki sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0 atau 1. Algoritma yang digunakan oleh aturan perceptron ini akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalu proses pembelajaran. Fungsi aktivasinya dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan negatif.
2.1.7 Aturan Pembelajaran (Learning Rule) JST MLP Algoritma pelatihan perceptron akan membandingkan hasil keluaran jaringan dengan target sesungguhnya setiap kali pola dimasukkan. Jika terdapat perbedaan, maka bobot akan dimodifikasi.
14
Misalkan s sebagai vektor masukan, t adalah target keluaran, α adalah laju pemahaman, θ adalah nilai threshold. Algoritma untuk pelatihan perceptron adalah sebagai berikut : Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya wi = b = 0 ). Set laju pembelajaran α ( 0 < α ≤ 1) (untuk penyederhanaan set α =1). Kemudian set epoch = 0. Langkah 1 : Apabila vektor masukan yang respon unit keluarannya tidak sama dengan target (y ≠ t), lakukan langkah-langkah 2 – 6. Langkah 2 : Untuk setiap pasangan (s, t), kerjakan langkah 3 – 5. Pada langkah ini epoch = epoch + 1. Epoch atau iterasi akan berhenti jika y = t atau tercapainya epoch maksimum.
Langkah 3 : Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1, ..., n)
Langkah 4 : Hitung respon untuk unit output : 𝑛𝑒𝑡 =
𝑖
𝑥𝑖 𝑤𝑖 + 𝑏
1 𝑦 = 𝑓 𝑛𝑒𝑡 = 0 −1
(16) 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑛𝑒𝑡 > 𝜃 𝑗𝑖𝑘𝑎 − 𝜃 ≤ 𝑛𝑒𝑡 ≤ 𝜃 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑛𝑒𝑡 < −𝜃
(17)
Langkah 5 : Perbaiki bobot dan bias pola jika terjadi kesalahan, y ≠ t. Jika pada setiap
epoch
diketahui bahwa keluaran jaringan
tidak sama
dengan target yang diinginkan, maka bobot harus di ubah menggunakan rumus : Δwi = α t xi = t xi (karena α = 1)
(18)
Bobot baru = bobot(lama) + Δwi
(19)
Langkah 6 : Test kondisi berhenti, jika tidak terjadi perubahan bobot pada epoch tersebut.
15
2.1.8
Proses Pengujian Proses pengujian merupakan tahap penyesuaian terhadap bobot yang telah
terbentuk pada proses pelatihan. Algoritma untuk proses pengujian adalah sebagai berikut : Langkah 0 : Ambil bobot dari hasil pembelajaran, Langkah 1 : Untuk setiap vektor x, lakukan langkah 2 – 4, Langkah 2 : Set nilai aktivasi dari unit masukan, xi = si; i=1,….,n, Langkah 3 : Hitung total masukan ke unit keluaran, Net = xiwi + b, Langkah 4 : Gunakan fungsi aktivasi, Y = f(net).
2.2 Deskriptor Akustik Deskriptor akustik adalah variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari hambur balik gelombang akustik. Deskriptor akustik telah banyak dikembangkan dalam mengidentifikasi karakteristik jenis ikan berdasarkan klasifikasi sinyal hidroakustik suatu kawanan ikan (Reid et al., 2000). Deskriptor yang dihasilkan dikelompokkan kedalam 5 tipe deskriptor utama yaitu : 1. Positional Descriptors, yang menjelaskan posisi kawanan ikan horizontal dan vertikal 2. Morfometrik Descriptors, yang menjelaskan morfologi ikan target 3. Energetic Descriptors, yang menjelaskan total energi akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dan pusat massa kawanan ikan. 4. School Environment Descriptors, yang menjelaskan tentang jarak terpendek dan terjauh antat perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan 5. Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari jenis ikan yang diamati. Deskriptor akustik yang dihasilkan akan dianalisis dengan metode analisis komponen utama sehingga dapat ditentukan variabel-variabel bebas (deskriptor akustik) yang dapat berpengaruh dalam membedakan sekumpulan kawanan ikan (Haralabous & Georgakarakos, 1996).
16
2.3 Ikan Air Tawar 2.3.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.3.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Phyllum Sub phyllum Class Sub Class Ordo Famili Genus Species
: Chordata : Vertebrata : Osteichthyes : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinidae : Cyprinus : Cyprinus carpio
Ikan mas berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang total dengan tinggi badan 3 : 1 (tergantung varietas). Bila dipotong di bagian tengah badan memilki perbandingan antara tinggi badan dan lebar badan 3 : 2 (tergantung varietas). Warna tubuh ikan mas juga tergantung dari varietas, ada merah, kuning, abu-abu, kehijauan, dan ada juga yang belang. Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung, dan tutup insang terletak di kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis cycloid. Pada bagian itu terlihat ada garis linea lateralis, memanjang mulai dari belakang tutup insang sampai pangkal ekor. Mulut kecil, membelah bagian depan kepala. Sepasang mata bisa dibilang cukup besar terletak di bagian tengah kepala di kiri, dan kanan. Sepasang lubang hidung terletak di bagian kepala. Sepasang tutup insang terletak di bagian belakang kepala. Selain itu, pada bagian bawah kepala memiliki dua pasang kumis sungut yang pendek. Ikan mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung panjang terletak di bagian punggung. Sirip dada sepasang terletak di belakang tutup insang, dengan satu jarijari keras, dan yang lainnya berjari-jari lemah. Sirip perut hanya satu terletak pada perut. Sirip dubur hanya satu terletak di belakang dubur. Sirip ekor juga hanya satu, terletak di belakang, dengan bentuk cagak. Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau strain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan
17
kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut: a) Majalaya : badan agak pendek dengan punggung tinggi, dinding perut tebal, warna hijau keabu-abuan, dan sisik di bagian punggung lebih gelap dibandingkan dengan sisik-sisik di bagian lainnya. b) Punten : badan pendek, mempunyai punggung tinggi, mata agak menonjol, dan gerakan lambat dan jinak. c) Taiwan : badan agak panjang, punggung agak bulat, sirip ekor bagian bawah dan sirip dubur bagian tepi berwarna kuning kemerahan, dan kurang jinak. d) Kumpay : badan panjang dengan warna sisik kuning emas, kuning kemerahan, ciri khas dari ikan mas varietas ini adalah sirip-siripnya sangat panjang. e) Sinyonya : badan panjang, mempunyai punggung pendek, ciri khas varietas ini mata pada ikan dewasa bermata sipit dan kurang menonjol, termasuk ikan mas yang jinak. f) Merah : badan panjang dengan punggung pendek, warna merah kekuningan, dan mata agak menonjol. g) Kancra domas : badan panjang, sisik bagian punggung berwarna gelap, warna tubuh coklat keemasan, atau coklat kemerahan, sisik-sisik kecilkecil dan tidak teratur. h) Kaca : badan berukuran sedang, dan sebagian badan tidak tertutup sisik, sisik hanya terdapat sepanjang garis rusuk (linea lateralis) dan dekat sirip.
2.3.1.2 Habitat Ikan mas memijah pada saat masuknya air baru dari saluran air, telur melekat pada kakaban dan rerumputan. Di alam, ikan mas akan memijah di perairan yang dangkal, atau dimana di areal perairan yang pada musim kemarau kekeringan, sedangkan pada musim hujan tergenang. Tergenangnya areal itu akan menimbulkan bau tanah yang dapat merangsang terjadinya pemijahan.
18
2.3.1.3 Kebiasaan Makan Ikan mas menyukai tempat hidup di perairan air tawar yang tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu kuat. Ikan mas dapat hidup baik pada ketinggian air 150-600 m di atas permukaan laut pada suhu 25-30 0C. Ikan mas termasuk jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik Larva ikan mas lebih suka makan rotifera, protozoa, dan udang-udangan, seperti Moina sp, dan Dapnia sp. Setelah berukuran 10 cm, makan Chironomidae, Oligochaeta, Epemenidae, Tubificidae, Molusca, dan bahan-bahan organik lainnya. Dilihat dari kebiasaan makan (feeding habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan yang biasa makan di dasar, ikan yang biasa makan di tengah perairan dan ikan yang biasa makan di permukaan. Ikan mas termasuk ikan yang memiliki kebiasaan di berbagai bagian perairan, di permukaan air, di tengah perairan, dan juga di dasar perairan. Namun ikan mas dewasa lebih cenderung pemakan dasar (bottom feeder) dengan mengaduk-ngaduk dasar perairan.
2.3.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.3.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Phyllum Sub-phyllum Kelas Ordo Sub-ordo Familia Genus Spesies
: Chordata : Vertebrata : Osteichtes : Percomorphi : Percoide : Cichlidae : Oreochromis : Oreochromis niloticus
Nila berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang dan tinggi badan 2 : 1. Kemudian jika dipotong di bagian tengah dari tubuhnya memiliki perbandingan antara tinggi dan tebal badan 4 :1. Jadi nila merah bisa dikatakan berbadan gepeng.
19
Tubuh nila merah terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Ketiganya memiliki perbandingan satu banding dua banding satu. Mulut, mata, hidung dan tutup insang terdapat pada kepala. Mulut kecil membelah bagian depan kepala. Sepasang mata besar berada di bagian atas kepala. Sepasang lubang hidung kecil berada di depan mata. Tutup insang menutup sebagian belakang kepala. Ikan nila termasuk ikan bersisik. Sisik berjenis ctenoid menutup seluruh permukaan badan. Pada bagian itu melekat warna. Warna nila berwarna macam, ada yang berwarna pink, ada yang berwarna albino, ada yang albino bercak merah, dan ada juga yang pink bercak hitam. Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip dada, sirip venteral, sirip ekor, sirip dubur, dan sirip punggung. Sirip punggung memanjang mulai dari belakang tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip dada sepasang dengan kecil dan memanjang. Sirip perut juga sepasang, tetapi kecil dan pendek. Sirip anus agak panjang. Sirip ekor membulat.
2.3.2.2 Habitat Habitat alami ikan nila terdapat di danau-danau. Ikan nila tidak menyukai badan perairan yang mengalir seperti sungai. Meskipun begitu, ikan nila menyukai lingkungan yang terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Dalam lingkungan dengan oksigen yang tinggi, ikan nila dapat bernafas baik dan mengambil makanan yang cukup cepat. Sedangkan dalam lingkungan dengan kandungan oksigen rendah, ikan nila tidak bisa bernafas dengan baik, dan mengambil makanan perlahan-lahan. ikan nila sangat toleran pada salinitas yang tinggi, tetapi tidak dapat memproduksi telur, sperma dan tidak dapat bertelur.
2.3.2.3 Kebiasaan makan Ikan nila termasuk omnivora atau ikan pemakan segala, baik tumbuhan maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada saat larva, setelah habis kuning telur, nila merah suka dengan phytoplankton. Besar sedikit atau saat benih sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera sp, Impusoria sp, Daphnia sp,
20
Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka dengan cacing, seperti cacing tanah, cacing darah dan tubifex. Atas dasar kebiasaan tempat makan, ikan nila merah adalah tipe ikan floating feeder. Ikan ini akan bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan. Meski begitu, terkadang nila merah juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan pada dasar perairan, pematang dan pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai mengadukngaduk atau merusak pematang seperti ikan mas. 2.3.3 Ikan Patin (Pangasius pangasius) 2.3.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus Spesies
: Chordata, : Vertebrata, : Pisces, : Teleostei, : Ostariophysi, : Siluroidei, : Pangasidae, : Pangasius, : Pangasius pangasius
Selain klasifikasi di atas, ada juga para ahli yang menglasifikasi lain, seperti Patin Siam dengan nama latin Pangasianodon hypophthalmus. Ikan patin bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi sekitar 4 : 1. Bila dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan perbandingan tinggi dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu ikan patin bertubuh tipis, atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya adalah ikan patin berpugung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor. Tidak seperti ikan mas dan nila, ikan tak bersisik, sehingga yang nampak hanya kulitnya saja. Namun kulit patin tidak halus seperti lele, tetapi agak kasar. Pada bagian itu terlihat warna tubuhnya. Warna tubuh patin seperti terbagi dua, yaitu punggung berwarna hijau, abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna putih perak. Pada bagian itu terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari kepala sampai ke pangkal ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala sampai ke ujung sirip dubur. Tubuh ikan patin terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Kepalanya kecil, dan gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil,
21
hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila dan mandibula, atau kumis. Inilah yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis seperti kucing). Pada rongga mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari tulang vomer. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala. Patin bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan sepasang sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat di atas perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan berjari-jari sirip 29 – 33. Selain kelima sirip, Patin memiliki adipose fin yang letaknya di belakang sirip punggung seperti halnya pada kelompok piranha. Patin Siam dan Patin Lokal dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bentuk sirip punggung, patil pada sirip dada. Patin Siam bertubuh lebih panjang dari Patin Lokal, tetapi memiliki sirip punggung dan memiliki patil yang lebih pendek. Atau Patin Lokal lebih pendek, hampir menyerupai tubuh ikan betutu. Selain itu, patin siam berdaging agak kuning. Sedangkan Patin Lokal berdaging putih dan rasanya lebih enak. 2.3.3.2 Habitat Ikan patin umumnya hidup di air tawar dan payau dengan aliran air yang tenang, terutama di sungai-sungai berlumpur atau berpasir. Kadang-kadang ikan ini masuk ke dalam rawa yang berdekatan dengan sungai besar. Ikan ini hidup subur di sungai, danau, waduk dan kolam. Penyebaran ikan patin meliputi Thailand, Burma, India Taiwan, Malaysia, Semenanjung Indocina, Sumatra dan Kalimantan. Ikan patin termasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah. Habitatnya di sungai-sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Jenis ikan patin di Indonesia cukup banyak, diantaranya Pangasius polyuranodon (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan rius, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riu scaring) Pangasius nasutus (pedado) dan Pangasius nieuwenhuisl (lawang). Ikan patin mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap amonia dan buangan nitrogen lainnya dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan buatan, seperti dalam sangkar terapung. Ikan ini juga mempunyai daya reproduksi,
22
benihnya dapat ditangkap di sungai-sungai besar dan baik untuk dikembangkan sebagai ikan kultur.
2.3.3.3 Kebiasaan makan Ikan patin dilihat dari kebiasaan makanan (food habbit), di habitat alami dan pada masa fase cenderung bersifat karnivora. Di dalam kolam-kolam pemeliharaan ikan ini bersifat omnivora, yaitu memakan segala macam pakan baik jasad-jasad hewani maupun nabati, misalnya macaM-macam buah-buahan dari tumbuhan pinggir sungai, biji-bijian, udang (Crustacea), Molusca, Copepoda, Ostracoda, Cladosera, Isopoda, Amphipoda, cacing dan sisa-sisa organisme lainnya. Jenis makanan yang dapat dimakan larva berumur sekitar 4 – 5 hari adalah organisme renik berupa plankton. Mula-mula larva ikan memakan plankton nabati (phytoplankton) yang berukuran 100 – 300 mikron, misalnya Brachionus calicyflorus, Synchaeta sp, Notholca sp, Polyarthra platiptera, Hexartha mira, Brachionus falcatus, Asplanchna sp, Chonchilus sp, Filina sp, Brachionus angularis, Karatella cochlearis dan Keratella quadrata. Larva ikan patin cenderung memangsa hewan-hewan kecil lain yang hidup di permukaan sediment atau yang melayang-layang di air, seperti larva insekta dan larva Crustacea. Selain itu ikan patin dikategorikan sebagai ikan "bottom feeder".
III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi atas pengumpulan data, pengolahan data dan pelaporan hasil kegiatan.
3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Scientific Echosounder Simrad EY-60 frekuensi 120 kHz (ES120-7C) b) Jaring berbentuk kerucut dengan diameter alas 1 meter dan tinggi 5 meter. Bahan jaring terbuat dari PVC (polyvinylchoride) dengan ukuran mata jaring 0,5 cm, sehingga diupayakan ikan tidak merasa stress selama masa pengambilan data. c) Ikan air tawar yaitu ikan nila (O. niloticus), ikan mas (C. caprio), dan ikan patin (P. hypothalmus).
3.3 Data Akustik 3.3.1 Pengambilan Data Akustik Pengambilan data akustik pada ikan air tawar dilakukan secara in situ dengan metode pengukuran aspek dorsal (vertical fixed beaming), dimana ikan ditempatkan pada jaring (net cage) yang telah dimodifikasi agar tingkat stress ikan dapat dikurangi akibat terbatasnya ruang gerak. Pengambilan data akustik untuk tiap jenis ikan sebanyak 5 ekor dengan panjang yang berbeda sampai 3 hari/jenis ikan
berlangsung 2
atau setara memperoleh kurang lebih 6.000 pola
kawanan yang terdeteksi oleh akustik (Lampiran 1). Setelah itu, ikan diukur panjang total (TL) dan berat untuk setiap ukuran untuk memperoleh hubungan panjang-beratnya. Selain itu diukur pula lebar penampang dorsal (B) dari masingmasing ikan yang diuji (Gambar 7). Untuk memperoleh data hubungan bentuk gelembung renang (swimbladder) ikan dengan nilai backscattering (σbs) maka dilakukan pengambilan foto rontgen ikan (foto X-Ray).
24
Gambar 7. Penampang lateral dan dorsal ikan
Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan alat scientific echosounder SIMRAD EY-60 split beam dengan frekuensi tranducer 120 kHz (ES120-7C) yang memiliki sudut tranmisi (half beam width) 7o dan dioperasikan dengan pulse duration 0.128 ms. Jaring ikan ditenggelamkan sedalam kurang lebih 5 meter, dan posisi tranducer ditempatkan 0.5 meter di bawah permukaan air (Gambar 8). Pengaturan parameter akustik selama pengambilan data tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaturan parameter untuk pengoperasian Simrad EY60
Parameter
Nilai
Frequency
120 KHz
Pulse Duration
0.128 ms
Power transmit
50 watt
SV threshold
-70 dB
TS threshold
-80 dB
Echogram
TVG = 40 log R
25
Gambar 8. Letak dan Posisi Alat Penelitian
26
3.3.2 Pemrosesan Data Akustik Sinyal akustik yang terekam dalam echogram selanjutnya diolah untuk mengubah raw data dengan perangkat lunak Echoview 4.8. Data yang dihasilkan dari pemrosesan data berupa matriks data akustik (MDA) yang terdiri dari matriks data target strength dan backscaterring volume (Sv). Selanjutnya setiap file memuat
MDA dianalisis dengan menggunakan deskriptor akustik yang
dikembangkan untuk identifikasi spesies dari modifikasi rumusan Charef et al. (2010) seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Deksriptor akustik menurut Charef et al. (2010) yang telah dimodifikasi Formula Hitungan
Deskriptor akustik Energetik Sv (dB)
10 log10 𝜎𝑠𝑣 σsv = volume backscattering coefficients
TS (dB)
10 log10 𝜎𝑏𝑠 σbs = backscattering cross section
Sa (dB)
10 log10
Skewness
𝜎𝑏𝑠 𝛹𝑅2 Sa = area backscattering strength, Ψ = equivalent beam angle (steradians), R = range (m) 𝐾3 (𝐸 𝑆𝐷 )2
dimana 𝐾3 =
3 𝑖 (𝐸 𝑖 − 𝐸𝑛 )
𝑛
𝑛−1 (𝑛−2)
jika n=3; 0 jika n<3
Ei = Energi akustik sampel ke-i, En = Energi akustik sampel ke-n, ESD = Standar deviasi energi akustik Kurtosis
𝑛(𝑛 + 1) 𝑛 − 1 𝑛 − 2 (𝑛 − 3)
𝑖
𝐸𝑖 − 𝐸𝑛 𝐸𝑆𝐷
4
−
3 𝑛−1 2 𝑛 − 2 (𝑛 − 3)
Morfometrik Tinggi (m)
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑡𝑒𝑟𝑙𝑖 ℎ𝑎𝑡 = 𝑉𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙𝑎𝑘 ℎ𝑖𝑟 − 𝑉𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑐𝛾 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑡𝑒𝑟𝑙𝑖 ℎ𝑎𝑡 − 2 c = Kecepatan suara di air (m/s), γ = panjang pulsa (ms)
Bathymetrik 𝑛 𝐷𝑖 𝑖=1 𝑛
Kedalaman (m)
; Di = Kedalaman pada sampel i , n = Σ sampel
Ketinggian Relatif (m)
𝐾𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 + (𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 /2) ∗ 100 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛
27
Gambar 9. Skema Pengukuran Deskriptor Akustik
3.3.3 Analisis Nilai Deskriptor Akustik Analisis data statistik digunakan untuk mencari keeratan hubungan antar parameter deskriptor akustik dengan Analisis Faktor , mengelompokkan sampel ikan dengan nilai deskriptor akustik berdasarkan ukuran kemiripan (simmilarity) atau ketakmiripan (dissimilarity) dengan Analisis gerombol (Clusterring Analysis), dan Analisis Diskriminan (Discriminant Factor Analysis) unuk mengelompokkan individu ke dalam suatu obyek kelas berdasarkan sekumpulan peubah-peubah bebas (Fauziyah, 2005). Hasil analisis parameter deskriptor akustik menjadi pembanding dengan hasil yang diperoleh dari aplikasi JST Backpropagation dan MLP. Berdasarkan rekomendasi hasil penelitian Muhiddin (2007) aplikasi JSTB berbasis data deskriptor akustik disarankan untuk menguji terlebih dahulu nilai deskriptor yang diperoleh secara statistik agar dalam tingkat pembelajaran JST diperoleh hasil yang optimal parameter deskriptor yang signifikan dapat membedakan antara jenis ikan yang diuji cobakan.
28
3.4 Jaringan Saraf Tiruan 3.4.1 Arsitektur JST JST yang dipakai dalam penelitian ini yaitu tipe JSTB dengan 1 lapisan tersembunyi dengan 8 unit masukan, 1 lapisan tersembunyi, dan 3 unit keluaran. JSTB dipakai menggunakan model JST-PR (Pattern Recognition) dengan metode pelatihan scale conjugate gradient. Apabila jaringan telah memahami pola yang diberikan maka JST menguji keseluruhan data nilai deskriptor akustik yang diberikan. Proporsi perbandingan antara jumlah sampel pembelajaran dan sampel uji sebesar 70 : 30. Adapun JST MLP yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 8 unit masukan, 4 unit tersembunyi dan 3 unit keluaran. JST MLP menggunakan aturan pembelajaran terbimbing untuk pembanding hasil yang diperoleh dari arsitektur JST Backpropagation. 3.4.2 Rancangan Awal dan Pelatihan JST Nilai deskriptor akustik yang diperoleh masih dalam bentuk riil, oleh karena itu perlu dilakukan konversi nilai-nilai deskriptor akustik yang diperoleh dari bilangan riil menjadi bilangan biner atau bipolar. Formula untuk merubah bilangan riil menjadi bilangan biner/bipolar dalam JST dilakukan dengan rumus transformasi linier : 𝑥′ = dimana ,
𝑏 − 𝑎 (𝑥 − 𝑎) +𝑎 𝑏−𝑎 x' x a b
(20)
= bilangan biner/bipolar = bilangan riil = data minimum = data maksimum
Untuk menjalankan JSTB, mula-mula dilakukan penghitungan unit masukan keseluruhan yang sudah diboboti dengan bias. Setelah itu nilai tersebut diaktivasi dengan fungsi sigmoid biner dan bipolar agar dapat terkirim pada lapisan diatasnya (feed forward ). Apabila galat yang diperoleh masih besar dari learning rate, maka dilakukan backpropagation untuk merubah bobot sehingga pada setiap lapisan diperoleh hasil yang diharapkan.
29
Gambar 10. Rancangan Awal Arsitektur Backpropagation
Pada pelatihan JST MLP, iterasi terus dilakukan untuk semua data uji sampai diperoleh bobot dimana nilai keluaran sama dengan nilai target yang ditentukan, selanjutnya nilai bobot yang diperoleh digunakan untuk menguji data secara keseluruhan.
Gambar 11. Rancangan Awal Arsitektur MLP 3.4.3 Rancangan Akhir dan Pelatihan JST Apabila telah diperoleh hasil pelatihan JST dalam rancangan awal, maka nilai bobot baru untuk setiap lapisan dirubah menjadi nilai bobot yang sama dengan hasil dari perancangan awal. Setelah itu hasil dari masing-masing
30
arsitektur JST dibandingan dengan hasil perhitungan nilai deskriptor secara analitik (statistik).
Gambar 12. Diagram alir metode penelitian
IV
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan data akustik ikan Data akustik yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) jenis
ikan yaitu ikan mas, nila dan patin masing-masing sebanyak 5 ekor. Pengambilan data dilakukan menggunakan instrumen akustik bim terbagi (Simrad 120 kHz) pada bulan Januari, 2011 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur. Ikan mas yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai rataan panjang total sebesar 30,86 cm dengan nilai rataan berat sebesar 440 gram. Panjang total ikan nila yang digunakan memiliki nilai rataan sebesar 29,40 cm, dengan nilai rataan berat sebesar 615 gram. Sedangkan panjang total ikan patin dalam penelitian ini memiliki nilai rataan sebesar 36,98 cm dengan nilai rataan berat sebesar 394 gram. Rangkuman ukuran morfometrik ikan uji dapat dilihat pada lampiran 1. Hubungan nilai rataan target strength ikan mas dibandingkan dengan panjang total ikan memiliki koefisien korelasi sebesar (R2 = 0,996) dengan nilai rataan target strength untuk 1.910 sampel data sebesar -52,14 dB ± 4,50. Nilai rataan target strength untuk panjang total minimum ikan mas 26,3 cm yang memiliki berat 250 gram sebesar -63,72 dB, sedangkan nilai rataan target strength panjang total maksimum ikan mas 37 cm dengan berat 800 gram sebesar -52,58 dB (Gambar 12). Nilai korelasi hubungan target strength dan panjang total untuk ikan nila dengan jumlah sampel data yang sama diperoleh sebesar (R2 = 0,859) dengan nilai rataan target strength sebesar -60,79 dB ± 2,87. Panjang total minimum ikan nila sebesar 23,5 cm dengan berat 313 gram memiliki nilai rataan target strength sebesar -68.30 dB dan panjang total maksimum sebesar 38,5 cm dengan berat 1.073 gram memiliki nilai rataan target strength sebesar -59,62 dB (Gambar 12). Nilai rataan target strength ikan patin diperoleh sebesar -56,63 dB ± 4,22 dengan koefisien korelasi sebesar (R2 = 0,837). Ikan patin dengan panjang total minimum 31,5 cm dengan berat 235 gram memiliki nilai rataan target strength
32
sebesar -63,70 dB, sedangkan untuk panjang total maksimum 45 cm dengan berat 748 gram memiliki nilai rataan target strength sebesar -55,80 dB (Gambar 13).
Gambar 13. Hubungan target strength dan panjang total ikan
Ikan mas (C. caprio) adalah jenis ikan yang memiliki gelembung renang dengan 2 ruangan (2-chamber), sedangkan ikan nila (O. niloticus) dan ikan patin (P. pangasius) adalah jenis ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang (1- chamber). Perbedaan tipe gelembung renang ini sangat mempengaruhi terhadap nilai backscattering cross section, skewness, variance dari deskriptor target strength ikan. Menurut Frouzova et al. (2011) perbedaan tipe gelembung renang dapat dilihat salah satunya dari parameter variance dan skewness dari nilai target strength yang diperoleh. Distribusi normal nilai target strength ikan mas menunjukkan nilai keragaman (variance) sebesar 45,10 dengan nilai rataan target strength sebesar -52,14 dB, sedangkan nilai keragaman ikan nila dan patin masing-masing sebesar 25,15 dan 22,53 dengan nilai rataan target strength sebesar -60,79 dB dan -56,63 dB. Begitu pula dengan nilai skewness ikan mas diperoleh sebesar 0,74, sedangkan ikan nila dan patin sebesar 0,32 dan 0,43 (Gambar 14).
33
Gambar 14. Kurva distribusi normal nilai target strength ikan
Selain nilai variance dan skewness, analisis indeks sebaran data atau dikenal dengan Fano factor diperoleh nilai indeks VMR (variance mean ratio) untuk ketiga jenis ikan uji berada pada interval 0 sampai 1 dengan nilai VMR masing-masing sebesar 4,85e-05 (mas), 3,13e-06 (nila), dan 1,52e-05 (patin), sehingga dapat dikatakan sebaran data yang diperoleh berada dibawah nilai ratarata (under dispersed). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa nilai target strength ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang memiliki nilai keragaman yang lebih rendah daripada ikan yang memiliki 2 ruangan gelembung renang. Selain itu ikan yang memiliki 2 ruangan gelembung renang akan memiliki nilai target strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang. Sedangkan untuk kedua tipe gelembung renang tersebut memiliki nilai VMR yang sama (Tabel 3). Tabel 3. Rangkuman nilai variance , skewness dan VMR Jenis Ikan Mas Nila Patin
Type Variance Skewness Swimbladder 2- chambered > 50 > 0.5 1- chambered < 50 < 0.5 1- chambered < 50 < 0.5
VMR 0 < VMR< 1 0 < VMR< 1 0 < VMR< 1
34
4.2
Pengambilan data kualitas air Data kualitas air yang diukur selama pengambilan data akustik meliputi
parameter suhu, oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH). Pengambilan data kualitas air dilakukan dalam selang waktu 4 jam dari permukaan sampai dasar jaring (0-5 m). Suhu air yang terukur selama penelitian berkisar antara 26,62oC – 28,08oC dengan nilai rataan sebesar 27,34 oC. Suhu yang tertinggi terdapat pada kedalaman 3 meter, sedangkan suhu yang terendah terukur pada kedalaman 1 meter. Kadar oksigen terlarut tercatat pada interval 5,05 ppm – 5,79 ppm dengan nilai rataan sebesar 5,46 ppm. Sedangkan derajat keasaman yang terukur berkisar antara 7,51 – 8,07 dengan nilai rataan 7,80. Kadar pH air menunjukkan semakin ke dasar semakin basa, sedangkan oksigen terlarut menunjukkan nilai yang tertinggi pada kedalaman 2 meter selanjutnya menurun dengan bertambahnya kedalaman. Tabel 4 memperlihatkan rangkuman nilai rataan pengukuran kualitas air. Tabel 4. Rangkuman nilai rataan data kualitas air Kedalaman 0 1 2 3 4 5
pH 7,61 ±0,04 7,63 ±0,07 7,51 ±0,07 7,95 ±0,17 8,05 ±0,07 8,07 ±0,11
DO 5,34 ±0,03 5,05 ±0,09 5,79 ±0,18 5,61 ±0,28 5,52 ±0,19 5,47 ±0,30
Suhu 27,10 ±0,24 26,62 ±0,31 27,14 ±0,25 28,08 ±0,27 27,62 ±0,33 27,49 ±0,24
Hasil pengukuran kualitas air selama pengambilan data akustik, menggambarkan bahwa kondisi faktor lingkungan tidak menunjukkan anomali yang dapat menimbulkan stress terhadap ikan uji yang akan berpengaruh terhadap nilai akustik yang diperoleh. Hasil pengamatan kualitas air yang yang tercantum pada tabel 4 menunjukkan waduk Ir. H. Djuanda memiliki daya dukung lingkungan yang baik bagi pertumbuhan ikan dengan ketersediaan oksigen terlarut yang tinggi.
35
4.3
Analisis Statistik Data akustik yang tersimpan dalam format echogram dianalisis
menggunakan program pengolahan Echoview versi 4.8. Data yang diperoleh kemudian diekstraksi menggunakan metode Region Analysis untuk menghasilkan parameter deskriptor akustik untuk setiap pola kawanan (shoaling) ikan uji. Data yang dianalisis sebanyak 116 echogram, masing-masing 56 file echogram ikan nila, 40 file echogram ikan mas dan 20 file echogram untuk ikan patin. Deskriptor akustik yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel yang terbagi dalam 3 kategori yaitu deskriptor morfometrik (Tinggi), batimetrik (Kedalaman dan Ketinggian Relatif) dan energetik (Sv, TS, Sa, Skewness dan Kurtosis).
4.3.1
Analisis Korelasi Analisis korelasi dilakukan untuk menjelaskan keeratan hubungan antara
variabel deskriptor akustik yang dinyatakan dengan besar kecilnya koefisien korelasi. Pada sub bab ini akan dibahas hubungan antara deskriptor secara keseluruhan. Tabel 5 memperlihatkan hampir seluruh variabel deskriptor akustik memiliki korelasi satu sama lain kecuali untuk variabel tinggi kawanan ikan (H) terhadap posisi ketinggian terhadap dasar perairan (Ketinggian Relatif) dan variabel target strength (Ts) terhadap sebaran data (Kurtosis). Variabel kedalaman (Depth) berkorelasi secara negatif terhadap nilai Sv dan TS, artinya bahwa semakin dalam posisi kawanan ikan akan memberikan nilai Sv dan TS yang semakin kecil. Disisi lain nilai Sa kawanan ikan memberikan korelasi positif terhadap nilai Sv dan TS, sehingga dapat dikatakan semakin besar nilai Sa akan memberikan nilai Sv dan TS yang besar pula. Selain itu nilai Sa berkorelasi negatif secara signifikan terhadap ketinggian kawanan ikan terhadap dasar (Ketinggian Relatif), dimana hal ini dapat dijelaskan bahwa nilai Sa akan semakin besar bila posisi kawanan ikan semakin dekat ke permukaan. Namun posisi kawanan ikan terhadap dasar perairan tidak menentukan pengaruh perubahan tinggi kawanan ikan begitu pula ukuran sebaran data yang diperoleh tidak memberikan pengaruh terhadap nilai target strength yang diperoleh.
36
Tabel 5. Matriks korelasi antar deskriptor akustik Correlations
Deskriptor
Tinggi
Kedalaman
Ketinggian Relatif
Skewness
Kurtosis
Sv
TS
1
Tinggi Kedalaman Ketinggian Relatif
0,074**
1
-0,025
-0,765
**
1
-0,039
**
**
1
**
Skewness
0,499
Kurtosis
0,330**
-0,041**
0,153**
0,868**
1
**
**
**
**
**
1
Sv Target strength Sa
Sa
0,084
-0,660
0,153
0,445
0,185
0,109
-0,158**
-0,676**
0,480**
0,067**
0,022
0,879**
1
0,062**
-0,286**
-0,031*
-0,.041**
-0,106**
0,668**
0,555**
1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
4.3.2
Analisis Faktor Analisis Faktor dilakukan untuk melihat variabel deskriptor akustik yang
mencirikan tiap kawanan ikan uji. Analisis ini digunakan untuk mendistribusikan pembobotan pada komponen utama dengan mereduksi dimensi data sehingga mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh variabel deskriptor akustik. Hasil analisis faktor dapat dijelaskan melalui hasil communalities, total varians explains, dan rotated component matrix. Tabel 6. Nilai communalities Communalities Deskriptor Initial Extraction Tinggi 1,000 0,549 Kedalaman 1,000 0,855 Ketinggian Relatif 1,000 0,872 Skewness 1,000 0,912 Kurtosis 1,000 0,822 Sv 1,000 0,927 Target strength 1,000 0,858 Sa 1,000 0,889 Extraction Method: Principal Component Analysis.
37
Communalities menunjukkan jumlah varians dari variabel deskriptor akustik yang dapat dijelaskan oleh komponen factor yang terbentuk dalam analisis faktor.Semakin besar nilai communalities, maka semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Hasil analisis menunjukkan nilai communalities setiap deskriptor > 0.5 sehingga analisis komponen utama dapat dilakukan untuk setiap variabel deskriptor. Nilai communalities yang tinggi sebesar 0,912 dan 0,927 yang diperoleh oleh variabel Skewness dan Sv dapat menjelaskan keeratan hubungan diatas 90%, sedangkan variabel Tinggi hanya dapat menjelaskan keeratan hubungan kurang dari 55% (0,549) dan variabel lainnya dapat menjelaskan keeratan hubungan antara 80% - 90% (Tabel 6). Total Variance dapat menjelaskan dasar jumlah faktor yang diperoleh. Hasil analisis diperoleh untuk nilai eigenvalues di atas 1 ( > 1) diperoleh dengan 3 faktor. Dengan tiga factor, angka eigenvalues masih di atas 1, sebesar 1,238. Namun untuk 4 faktor angka eigenvalues sudah di bawah 1, sebesar 0,703 sehingga proses analisis factor berhenti pada 3 faktor saja. Dari 3 faktor yang terbentuk diperoleh nilai total varians kumulatif sebesar 83,457%. Varians faktor pertama diperoleh sebesar 40,859%, varians factor kedua diperoleh sebesar 27,216% dan varians faktor ketiga diperoleh nilai sebesar 15,473% (Tabel 7).
38
Tabel 7. Nilai Total Keragaman (Variance)
Total Variance Explained Initial Eigenvalues Component Total
% of Variance
Cumulative %
Extraction Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance %
Rotation Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance %
1
3,269
40,859
40,859
3,269
40,859
40,859
2,289
28,617
28,617
2
2,177
27,216
68,074
2,177
27,216
68,074
2,207
27,589
56,205
3
1,238
15,473
83,547
1,238
15,473
83,547
2,187
27,342
83,547
4
0,703
8,790
92,337
5
0,261
3,264
95,601
6
0,169
2,118
97,719
7
0,104
1,297
99,017
8
0,079
0,983
100,000
39
Gambar 15. Grafik Biplot Deskriptor Akustik
Komponent matrik hasil rotasi memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata dengan cara memperbesar faktor loading setiap deskriptor. Komponen pertama terdiri dari variabel deskriptor bathimetrik yaitu Ketinggian Relatif dan Kedalaman. Komponen kedua terdiri dari 3 deskriptor energetik yaitu Sv, Area Backscattering strength dan target strength, sedangkan komponen ketiga terdiri dari deksriptor morfometrik yaitu tinggi kawanan ikan dan deskriptor energetik yaitu Skewness dan Kurtosis (Gambar 15). Berdasarkan hasil analisis faktor maka dapat disimpulkan sesuai klasifikasi deskriptor akustik (Reid et. al, 2000) kawanan ikan dapat dibedakan berdasarkan pengelompokkan jenis deskriptor (batimetrik, energetik dan morfometrik). Namun pada hasil penelitian ini deskriptor morfometrik yang diperoleh (tinggi kawanan ikan) tidak dapat dibedakan secara jelas dengan kelompok deskriptor energetic (skewness dan kurtosis). Hal ini karena bentuk kawanan (shoaling) ikan uji tidak memberikan pola yang jelas seperti halnya gerombolan (schooling) ikan laut.
40
4.3.3
Analisis Cluster Analisis Cluster dilakukan untuk mengelompokkan ikan uji berdasarkan
kesamaan karakteristik deskriptor akustik yang diperoleh. Nilai deskriptor yang diperoleh akan diklasifikasikan menggunakan metode non hirarki sehingga parameter deskriptor yang berada dalam satu cluster akan memiliki kemiripan satu sama lain (Santoso,2002). Hasil analisis cluster menggunakan metode K-means Cluster diperoleh dari proses iterasi untuk mengelompokkan 5730 sampel diperoleh jarak minimum antar pusat cluster adalah 18,091 pada iterasi ke-25. Adapun hasil akhir dari proses clustering dijelaskan berikut ini : Tabel 8. Nilai Final Cluster Final Cluster Centers Cluster
Deskriptor Mas Zscore: Tinggi
Nila
Patin
0,55346 -0,08636
0,09888
Zscore: Kedalaman
-1,03217 0,64276
-0,73706
Zscore: Ketinggian Relatif
26,31494 -0,58021
0,65581
Zscore: Skewness
0,97181 -0,27982
0,32068
Zscore: Kurtosis
0,53970 -0,23440
0,26873
Zscore: Sv
-0,27529 -0,63991
0,73427
Zscore: Target strength
-0,24706 -0,62954
0,72236
-20,19531 -0,29921
0,34411
Zscore: Sa
Hasil keluaran akhir dari analisis cluster, pada cluster 1 variabel Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis memiliki nilai di atas rata-rata, sedangkan variabel lainnya memiliki nilai di bawah rata-rata total sampel. Cluster 2 hanya variabel Kedalaman yang memiliki nilai di atas rata-rata, sedangkan pada cluster 3 justru sebaliknya hanya variabel deskriptor Kedalaman yang berada di bawah rata-rata sampel (Tabel 8). Menurut Santoso (2002), nilai z-score menentukan kekuatan terhadap pembentukan cluster, jika nilai z-score semakin besar dan bernilai positif maka deksriptor tersebut berpengaruh semakin kuat terhadap kelompoknya, begitu pula sebaliknya jika z-score bernilai negatif. Berdasarkan kedelapan deskriptor yang diuji dengan analisis cluster dapat disimpulkan bahwa kekuatan pembentuk cluster 1 (Ikan Mas), ditentukan oleh deskriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis. Pembentukan
41
Cluster 2 (Ikan nila) hanya ditentukan oleh deskriptor Kedalaman, sedangkan pembentukan Cluster 3 (Ikan patin) ditentukan oleh hampir seluruh deskriptor akustik kecuali descriptor Kedalaman. 4.3.3
Analisis Diskriminan Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu
atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas (mutually exclusive/disjoint) dan menyeluruh (exhaustive ) berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Asumsi yang digunakan dalam analisis diskiminan pada penelitian ini adalah : (a)
Variabel deskriptor akustik harus berdistribusi normal dan (b) Matriks
varians-covarians variabel deskriptor akustik harus berukuran sama. Tabel 9. Nilai Test of Equality Tests of Equality of Group Means Deskriptor
Wilks' Lambda
F
df1
df2
Sig.
Zscore: Tinggi
0,956
131,835
2
5727
0,000
Zscore: Kedalaman
0,749
957,512
2
5727
0,000
Zscore: Ketinggian Relatif
0,818
639,083
2
5727
0,000
Zscore: Skewness
0,809
675,687
2
5727
0,000
Zscore: Kurtosis
0,900
317,301
2
5727
0,000
Zscore: Sv
0,925
232,761
2
5727
0,000
Zscore: Target strength
0,848
512,251
2
5727
0,000
Zscore: Sa
0,907
293,028
2
5727
0,000
Tabel 9 di atas berfungsi untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok ikan uji untuk setiap variabel deskriptor akustik. Jika nilai Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar grup, begitu pula sebaliknya bila nilai Sig. untuk F test < 0,05 (Santoso, 2002). Dari table 1 di atas diperoleh nilai setiap deskriptor akustik berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Hal ini berarti seluruh deskriptor akustik yang digunakan dalam penelitian ini dapat membedakan secara nyata setiap kelompok ikan uji.
42
Tabel 10. Nilai Wilk’s Lambda Wilks' Lambda Step
Number of Variables
Exact F Lambda
df1
df2
df3
Statistic
df1
df2
Sig.
1
1
0,749
1
2
5727
957,512
2
5727,000 0,000
2
2
0,587
2
2
5727
874,060
4
11452,000 0,000
3
3
0,467
3
2
5727
883,372
6
11450,000 0,000
4
4
0,431
4
2
5727
749,286
8
11448,000 0,000
5
5
0,376
5
2
5727
722,973
10
11446,000 0,000
6
6
0,353
6
2
5727
652,081
12
11444,000 0,000
7
7
0,341
7
2
5727
583,204
14
11442,000 0,000
8
8
0,340
8
2
5727
510,910
16
11440,000 0,000
Pada step 1, deskriptor yang dimasukkan hanya deskriptor Tinggi dengan angka Wilk’s Lambda adalah 0,749. Hal ini berarti 74,9% varians tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antar grup. Selanjutnya sampai pada step 8, dengan seluruh deskriptor akustik digunakan, angka Wilk’s Lambda turun menjadi 0,340. Penurunan angka Wilk’s Lambda tentu baik bagi model diskriminan, karena varians yang tidak dapat dijelaskan juga semakin kecil (dari 74,9% menjadi 34,0%). Dilihat dari kolom F dan signifikansinya, secara statistik seluruh deksriptor akustik berbeda secara siginifikan untuk ketiga kelompok ikan uji (Tabel 10). Tabel 11. Nilai Matriks Struktur Structure Matrix
Deskriptor Kedalaman Ketinggian Relatif Sa Tinggi Skewness Target strength Kurtosis Sv
Function 1
2 *
0,536 -0,406* 0,315* 0,203* 0,113 -0,261 0,010 -0,175
-0,385 0,374 0,169 0,135 0,625* 0,456* 0,439* 0,309*
43
Struktur matriks fungsi diskriminan yang menjelaskan korelasi antara variabel deskriptor akustik diperoleh hasil korelasi deskriptor Kedalaman pada fungsi 1 memiliki nilai 0,536, lebih besar dibandingkan pada fungsi 2 (-0,385) sehingga deskriptor Kedalaman dimasukkan sebagai variabel dalam fungsi diskriminan 1. Selain itu variabel deskriptor Ketinggian Relatif, Area Backscattering strength dan Tinggi juga masuk dalam fungsi diskriminan 1, sedangkan deskriptor Sv, Target strength, Skewness dan Kurtosis dimasukkan dalam fungsi diskriminan 2 (Tabel 11).
Gambar 16. Diagram Pareto Nilai Normalize Importance of Variables Nilai matriks struktur yang diperoleh dari analisis diskriminan dapat menjelaskan tingkat kontribusi dalam proses identifikasi dan klasifikasi. Dari kedelapan deskriptor yang digunakan, deskriptor Skewness dan Kedalaman memiliki persentase 15-20 %, diikuti deskriptor Target strength, Kurtosis dan Ketinggian Relatif memiliki kontribusi 10 – 15 %, dan deskriptor Sa, Sv dan Tinggi memiliki kontribusi dibawah 10% (Gambar 16).
44
Tabel 12. Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan Classification Resultsa Kode Ikan
Predicted Group Membership Mas
Original Count
%
Nila
Patin
Total
Mas
1304
303
303
1910
Nila
128
1516
266
1910
Patin
128
164
1618
1910
Mas
68,3
15,9
15,9
100,0
Nila
6,7
79,4
13,9
100,0
Patin
6,7
8,6
84,7
100,0
a. 77.5% of original grouped cases correctly classified.
Hasil klasifikasi yang dilakukan dengan metode analisis diskiminan diperoleh jumlah sampel ikan mas yang dapat diidentifikasi sebesar 68,3%, ikan nila yang dapat diidentifikasi sebesar 79,4%, dan ikan patin yang dapat teridentifikasi sebesar 87.4%. Secara keseluruhan model fungsi diskriminan yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan pengklasifikasian 3 kelompok ikan uji sebesar 77,5% (Tabel 12). Ketepatan identifikasi jenis ikan yang paling tinggi diperoleh oleh jenis ikan patin, hal ini dapat dijelaskan karena hampir seluruh variabel deskriptor akustik kecuali variabel Kedalaman dapat membedakan secara jelas dibandingkan dengan ikan mas dan nila. Ketepatan identifikasi jenis ikan nila sangat dipengaruhi oleh variabel deskriptor Kedalaman dimana ikan nila terdeteksi pada kedalaman 1-5 meter. Hal ini sesuai dengan sifat ikan nila sebagai hewan omnivora yang dapat beradaptasi sebagai ikan permukaan maupun ikan dasar. Sedangkan ketepatan identifikasi ikan mas ditentukan oleh variabel deksriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis seperti yang diperlihatkan dari hasil analisis Cluster. 4.4
JST Backpropagation Perancangan awal arsiteksur model JSTB menggunakan input deskriptor
akustik yang sama digunakan dalam analisis statistik sebelumnya. Untuk memperoleh model arsitektur JSTB yang optimum maka dilakukan asumsi sebagai berikut :
45
a. Penentuan metode pelatihan yang tepat Metode pelatihan JSTB bertujuan untuk mempercepat kerja jaringan saraf tiruan dalam mengenali suatu pola (Demuth & Beale, 1998 dalam Muhiddin, 2004; Adetiba et. al, 2011). Metode pelatihan backpropagation yang digunakan bertujuan untuk memperoleh nilai Mean Square Error (MSE) di bawah toleransi yang ditentukan dengan jumlah iterasi yang paling sedikit (minimum). Salah satu aplikasi JSTB untuk pengenalan pola yaitu menggunakan JSTPR (Pattern Recognition). JSTPR dapat mengenali pola dalam bentuk deretan vektor dengan baik
menggunakan
metode
pelatihan
Scaled
Conjugate
Gradient
Backpropagation. b. Penentuan jumlah neuron dalam lapisan tersembunyi JSTPR adalah jaringan 2 lapis feed-forward dengan input dan target masukan dalam bentuk biner dengan fungsi aktivasi pada layar tersembunyi menggunakan tansig dan fungsi aktivasi pada layar ouput menggunakan biner. Penentuan jumlah neuron yang menghasilkan nilai ketepatan yang tinggi menggunakan metode trial and error . Percobaan menggunakan berbagai jumlah neuron dari 1 – 100 neuron, diperoleh ketepatan pengenalan jenis ikan di atas 80 % kecuali untuk jumlah neuron 1 dan 80 yang hanya memberikan ketepatan akurasi sebesar 67,44 % dan 31,63 %. Nilai MSE yang paling kecil diperoleh pada penggunaan jumlah neuron sebanyak 50 yang memberikan nilai MSE sebesar 0,0783 dengan persentase error sebesar 15,58%. Tabel 13. Nilai MSE dan % E JST-PR No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Algoritma Pelatihan Scale Conjugate Gradient
Fungsi Pelatihan trainscg
Neuron 1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
MSE 0,1582 0,0917 0,0968 0,0778 0,0932 0,0783 0,1056 0,0952 0,2553 0,0927 0,0952
%E 35,23 19,65 18,49 15,34 18,72 15,58 22,90 19,76 68,37 18,48 19,65
46
Hasil aplikasi JSTPR dalam pengenalan 3 jenis ikan dengan 5730 sampel pola diperoleh nilai MSE dengan ketepatan yang paling tinggi yaitu model JSTPR dengan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi sebanyak 30 neuron (Tabel 13). Penggunaan 30 neuron pada lapisan tersembunyi JSTPR memberikan nilai MSE pada data uji sebesar 0,0809 dengan persentase error sebesar 16,16%. Nilai MSE yang diperoleh pada saat digunakan pada data uji diperoleh sebesar 0,0858 dengan persentase error sebesar 17,44%. Sedangkan nilai MSE yang diperoleh pada saat validasi model JST-PR sebesar 0,0778 dengan tingkat akurasi sebesar 84,66 % (Tabel 14).
Tabel 14. Hasil pengujian dan validasi JST Backpropagation Training Validasi Testing
Sampel MSE % Error 4010 8,09E-02 1,62E+01 860 7,78E-02 1,53E+01 860 8,59E-02 1,74E+01
Gambar 17. Grafik MSE vs Epoch JST-PR
Tingkat akurasi pengenalan 3 jenis ikan uji secara rinci dapat dilihat pada matrik konfusi. Pada saat pelatihan model JST-PR dengan 30 neuron memberikan ketepatan pengenalan jenis ikan mas sebesar 28,1%, ikan nilai sebesar 27,6% dan
47
ikan patin sebesar 28,4% dengan total akurasi sebesar 84,1%. Pada saat validasi model JST-PR diperoleh nilai akurasi pengenalan jenis ikan mas sebesar 27,1%, ikan nila sebesar 26,0% dan ikan patin sebesar 31,6% dengan total akurasi sebesar 84,8%. Dari hasil aplikasi model JST-PR dapat disimpulkan bahwa pengenalan 3 jenis ikan air tawar menggunakan input masukan deskriptor akustik dapat dikenali dengan baik (Tabel 15).
Tabel 15. Matriks konfusi JST-PR
Mas
Nila
% Prediction
4.5
Patin
% Prediction
Total
% Prediction
% Prediction
Training
28,10
27,60
28,40
84,10
Validasi
27,10
26,00
31,60
84,80
Testing
29,00
25,90
27,70
82,60
All
28,10
27,10
28,80
84,00
JST Multilayer Perceptron JST-MLP terdiri dari beberapa neuron yang terhubung dan mempunyai
input masukan dan keluaran dimana perceptron akan menghitung jumlah nilai perkalian penimbang dan masukan dari parameter permasalahan yang kemudian dibndingkan dengan nilai threshold. Aplikasi JST-MLP dikembangkan dengan menggunakan metode pelatihan Backpropagation. Hasil percobaan aplikasi model JST-MLP diperoleh model arsitektur yang memberikan nilai MSE yang paling kecil yaitu model JST-MLP (8-3-6-5-1), yaitu menggunakan 8 jenis masukan, 3 layar tersembunyi dan 1 keluaran. Besar nilai laju pelatihan ditentukan sebesar 0,5. Setelah 81 iterasi diperoleh nilai MSE sebesar 0,0692 dengan ketepatan akurasi sebesar 85,7% (Gambar 18).
48
Gambar 18. Grafik MSE vs Epoch JST-MLP Algoritma pelatihan yang digunakan dalam JST-MLP yaitu algoritma Levenberg-Marquard yang dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan algoritma pelatihan yang lain. Hasil identifikasi 3 jenis ikan uji dalam JST-MLP pada saat validasi diperoleh ketepatan penentuan jenis ikan mas sebesar 27,7%, ikan nila sebesar 27,8% dan ikan patin sebesar 30,2% (Tabel 16). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dari aplikasi JST yang memberikan nilai ketepatan yang lebih tinggi dalam penentuan 3 jenis ikan air tawar yaitu aplikasi JST-MLP dengan metode pelatihan Backpropagation. Tabel 16. Matriks konfusi JST-MLP Classification Resultsa Kode Ikan
Predicted Group Membership Mas
Count
Mas
Nila
Nila
1910
1595
Patin Mas
Total 1910
1587
Nila %
Patin
1730
1910 86,9
27,7
84,9
27,8
Patin a. 85,7% of original grouped cases correctly classified.
30,2
85,4
49
Pengujian terhadap dua model JST yang diperoleh dengan menggunakan data acak sampel data ketiga jenis ikan uji dengan jumlah masing-masing sampel sebanyak 150 sampel, diperoleh ketepatan klasifikasi dan identifikasi jenis ikan menggunakan model JSTPR sebesar 95,6 %, lebih baik dibandingkan dengan model JST-MLP dengan nilai akurasi sebesar 95,1 %. Namun secara keseluruhan kedua model JST yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan akurasi klasifikasi dan identifikasi ikan diatas 90% (Tabel 17). Tabel 17. Matriks konfusi Pengujian Model JSTPR dan JST-MLP Additional Test Model JST
Jenis Ikan Mas
JST PR
Mas 30,7
Nila Patin Mas
JST MLP
Predicted Group Membership Nila
Patin
32,4 32,2 27,9
Nila Patin
a. 95,6 % of correctly classified by JST PR b. 95,1 % of correctly classified by JST MLP
33,8 33,8
V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Dalam tesis ini metode JST dan Analisis Statistik digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi jenis ikan mas, nila, dan patin. Hasil penelitian ini memberikan hasil bahwa : 1. Analisis diskriminan memberikan ketepatan identifikasi dan klasifikasi ikan sebesar 77.5 %. 2. Aplikasi JST Backpropagation dengan menggunakan JSTPR diperoleh ketepatan identifikasi dan klasifikasi ikan sebesar 84.8%. 3. Aplikasi JST-MLP dengan metode pelatihan Backpropagation diperoleh ketepatan identifikasi dan klasifikan ikan mas, nila dan patin sebesar 85.7% Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aplikasi dan pengembangan JST memberikan tingkat ketepatan yang lebih tinggi dengan menggunakan model arsitektur JST-MLP (8-3-6-5-1), dibandingkan dengan JST Backpropagation dan analisis statistik. 5.2 Saran Pemodelan Jaringan Saraf Tiruan untuk identifikasi dan klasifikasi jenis ikan air tawar perlu dilakukan uji coba terhadap jenis ikan lain, untuk melihat sejauh mana model JST dari hasil penelitian ini dapat melihat variasi dalam identifikasi dan klasifikasi jenis ikan air tawar di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adetiba E, Ekeh JC, Matthews VO, Daramola SA, Eleanya MEU. 2011. Estimating An Optimal Backpropagation Algorithm for Training An ANN with the EGFR Exon 19 nucleotide Sequence: An Electronic Diagnostic Basis for Non–Small Cell Lung Cancer(NSCLC). JETEAS. 2 (1): 74-78. (ISSN: 2141-7016) Basheer IA, Hajmeer M. 2000. Artificial neural networks: fundamentals, computing, design, and application. J Microbiol Methods. 43:3–31. Charef A, Ohshimo S, Aoki I, Absi NA. 2010. Classification Of Fish Schools Based On Evaluation Of Acoustic Descriptor Characteristics. Fisheries Science. 76:1-11. Demuth H, Beale M. 1998. Neural Network Toolbox for Use with MATLAB, User’s Guide Ver. 3.0. Boston. MathWorks Inc. 515 pp. Diner N, Weill A, Coail JY, and Coudevil JM. 1989. "Ines-Movies": A New Acoustic Data Acquisition and Processing System. ICES Journal of Marine Science, 45:255-267. Fauziyah. 2005. Identifikasi, Klasifikasi dan Analisis Struktur Spesies Kawanan Ikan Pelagis berdasarkan Metode Deskriptor Akustik. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB. 178 hal. Frouzova JK, Kubecka J, Mrkvicka T. 2011. Differences In Acoustic Target Strength Pattern Between Fish With One And Two Chambered Swimbladder During Rotation In The Horizontal Plane. Fisheries Research. 109:114-118. Georgakarakos S, Paterakis OA. 1993. "School": A Software for Fish School Identification. ICES Journal of Marine Science, 8:94-108. Haralabous J, Georgakarakos S. 1996. Artificial Neural Networks as a Tool for Species Identification of Fish School. ICES Journal of Marine Science, 53:173-180. Jaya I, Sriyasa W. 2004. Fish School Identification in the Bali Straits Using Acoustic Descriptors and Artificial Neural Networks Techniques. IReSES Journal of Remote Sensing and Earth Sciences. Vol. 1(4): 43-49. Jech JM, Michaels WL. 2006. A Multifrequency Method to Classify and Evaluate Fisheries Acoustics Data. Can J Fish Aquat Sci. 63:2225–2235. Kartamihardja ES, Purnomo K, Tjahjo DWH, Umar C, Sunarno MTD dan. Koeshendrajana S. 2008. Petunjuk Teknis Pemulihan Sumberdaya Ikan di Perairan Umum Daratan Indonesia. Jakarta. Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP. Lawrence, 1992. Introduction to Neural Networks and Expert System. California Scientific Software. 264 pp. Muhiddin AM, 2007. Permodelan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks) Untuk Identifikasi Kawanan Lemuru Dengan Menggunakan Deskriptor Akustik. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB. 165 hal.
49
Reid D, Scalabrin C, Petitgas P, Masse J, Auckland R, Carrera P, and Georgakarakos S. 2000. Standard protocol for the analysis of school based data from echosounder surveys. Fisheries Research, 47:125-136. Robotham A, Bosch P, Estrada JCG, Castilla J, Calvo IP. 2010. Acoustic Identification of small pelagic fish species in Chile using support vector machines and neural networks. Fisheries Research. 102:115-122. Umar C, Kartamihardja ES. 2006. Keanekaragaman Jenis Ikan dan Produksi Tangkapan di Perairan Waduk Ir. H Djuanda Jatiluhur. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur. 29-30 Agustus 2006. Santoso S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta. Penerbit Elex Media Komputindo. 342 hal. Siang JJ. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta. Penerbit Andi. 308 hal. Simmonds EJ, MacLennan DN. 2005. Fisheries Acoustic : Theory and Practice 2nd ed. London. Blackwell Science Ltd. 437 p. Wijopriono, Natsir M, Slotte A and Priatna A. 2006. Spatial Distribution and Shoaling Behaviour of Fishery Resources in the waters off western coast of Aceh : preliminary results from the post tsunami expedition 2005. IFRJ Indonesian Fisheries Research Journal. 12 : 15-25. Wudianto. 2001. Analisis sebaran dan kelimpahan ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker,1853) di perairan Selat Bali; kaitannya dengan optimasi penangkapan. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bogor. Sekolah Pascasarjana IPB. 221 hal.
50
Lampiran 1. Pengukuran Morfometrik Ikan Ikan Mas (Cyprinus carpio) No 1 2 3 4 5
TL 26,30 30,10 29,20 31,70 37,00
FL 21,50 25,50 23,20 27,00 31,00
DL 6,90 6,90 7,70 7,80 9,70
DL1 4,20 4,10 4,30 4,60 5,60
W 250 360 350 440 800
FL 20,00 21,50 21,80 27,40 31,50
DL 8,50 8,80 9,80 11,80 11,90
DL1 3,60 3,80 4,40 5,10 4,90
W 313 384 486 819 1073
FL 27,00 30,10 29,00 30,00 37,00
DL 6,40 6,30 5,70 6,90 8,60
DL1 2,70 3,15 3,40 2,90 4,30
W 235 336 315 336 748
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) No 1 2 3 4 5
TL 23,50 24,50 26,00 34,50 38,50
Ikan Patin (Pangasius pangasius) No 1 2 3 4 5
Keterangan : TL = FL = DL = DL1 = W =
TL 31,50 37,00 35,20 36,20 45,00
Total Length (cm) Fork Length (cm) Dorsal Length bag. tengah (cm) Dorsal Length bag. atas (cm) Bobot Ikan (gram)
51
Lampiran 2. Echogram ikan Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan Patin (Pangasius hypothalmus)
52
Lampiran 3. Pengukuran Kualitas Air
1. Derajat Keasaman (pH) Depth 0 1 2 3 4 5
01.00 WIB 7,62 7,72 7,37 8,09 7,93 8,10
05.00 WIB 7,65 7,67 7,51 8,14 8,03 8,14
09.00 WIB 7,65 7,64 7,56 8,02 8,09 8,14
13.00 WIB 7,63 7,64 7,54 7,94 8,13 8,18
17.00 WIB 7,58 7,64 7,54 7,84 8,09 7,97
21.00 WIB 7,56 7,50 7,53 7,68 8,04 7,90
2. Oksigen terlarut (mg/L) Depth 0 1 2 3 4 5
01.00 WIB 5,38 5,10 6,10 6,07 5,71 5,62
05.00 WIB 5,31 5,16 5,90 5,76 5,68 5,76
09.00 WIB 5,37 5,02 5,75 5,63 5,66 5,77
13.00 WIB 5,32 5,10 5,72 5,54 5,48 5,36
17.00 WIB 5,35 5,03 5,66 5,34 5,42 5,30
21.00 WIB 5,31 4,91 5,61 5,35 5,21 5,02
01.00 WIB 27,60 27,10 27,60 28,20 28,20 27,90
05.00 WIB 27,10 26,80 27,30 28,60 27,80 27,60
09.00 WIB 27,10 26,80 27,10 28,20 27,50 27,50
13.00 WIB 27,10 26,60 27,00 28,00 27,50 27,50
17.00 WIB 27,00 26,30 27,10 27,90 27,30 27,20
21.00 WIB 26,90 26,30 26,90 27,90 27,40 27,30
3. Suhu (oC) Depth 0 1 2 3 4 5
53
Lampiran 4. Citra X-Ray Ikan
a. Citra X Ray ikan Mas lateral aspect (kiri) dan dorsal aspect (kanan)
b. Citra X Ray ikan Nila lateral aspect (kiri) dan dorsal aspect (kanan)
c. Citra X Ray ikan Patin lateral aspect (kiri) dan dorsal aspect (kanan)
54
Lampiran 5. Analisis Statistik Analisis Faktor
Tinggi
Kedalaman
Correlation Matrix Ketinggian Skewness Kurtosis Relatif
Sv
Target strength
Sa
1
0.074
-0.025
0.499
0.33
0.084
-0.158
0.062
0.074
1
-0.765
-0.039
-0.041
-0.66
-0.676
-0.286
Ketinggian Relatif
-0.025
-0.765
1
0.153
0.153
0.445
0.48
-0.031
Skewness
0.499
-0.039
0.153
1
0.868
0.185
0.067
-0.041
Kurtosis
0.33
-0.041
0.153
0.868
1
0.109
0.022
-0.106
0.084
-0.66
0.445
0.185
0.109
1
0.879
0.668
-0.158
-0.676
0.48
0.067
0.022
0.879
1
0.555
0.062
-0.286
-0.031
-0.041
-0.106
0.668
0.555
1
Tinggi Kedalaman
Sv Target strength Sa
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Approx. ChiSphericity Square
0.64 34,938.13
df
28
Sig.
0
Rotated Component Matrix Component Ketinggian Relatif Kedalaman Sa Sv Target strength Skewness Kurtosis Tinggi
1 0.93
2 -0.006
3 0.081
-0.856
-0.347
0.035
-0.073 0.49 0.591
0.939 0.817 0.712
-0.038 0.138 -0.04
0.121 0.168 -0.229
-0.003 -0.109 0.133
0.947 0.884 0.692
55
Analisis Cluster
Initial Cluster Centers Cluster Tinggi Kedalaman Ketinggian
1 0.55 -1.03 26.31
2 0.18 -1.66 0.42
3 -0.88 -1.09 2.03
Skewness
0.97
-0.55
6.87
Zscore: Kurtosis Zscore: Sv
0.54 -0.28
-0.66 4.41
14.12 0.43
Zscore: Target strength Zscore: Sa
-0.25 -2.20
3.65 3.30
0.89 -1.83
Zscore: Zscore: Zscore: Relatif Zscore:
Final Cluster Centers Cluster 1 0.55
2 -0.09
3
Kedalaman Ketinggian
-1.03 26.31
0.64 -0.58
-0.74 0.66
Skewness Kurtosis Sv Target strength
0.97 0.54 -0.28 -0.25
-0.28 -0.23 -0.64 -0.63
0.32 0.27 0.73 0.72
-2.2
-0.3
0.34
Zscore: Tinggi Zscore: Zscore: Relatif Zscore: Zscore: Zscore: Zscore:
Zscore: Sa
0.1
ANOVA Cluster
Zscore: Zscore: Zscore: Relatif Zscore: Zscore: Zscore: Zscore: Zscore:
Tinggi Kedalaman Ketinggian
Mean Square 24.61 1,357.55 1,435.19
Skewness Kurtosis Sv Target strength Sa
257.49 180.571 1,345.97 1,302.68 297.394
Error
2 2 2
Mean Square 0.992 0.526 0.499
df 5,727.00 5,727.00 5,727.00
F 24.815 2,579.60 2,875.30
2 2 2 2 2
0.91 0.937 0.53 0.545 0.896
5,727.00 5,727.00 5,727.00 5,727.00 5,727.00
282.823 192.653 2,538.11 2,388.36 331.731
df
Sig. 0 0 0 0 0 0 0 0
56
Analisis Diskriminan
Eigenvalues Function
Eigenvalue
% of Variance
Cumulative %
Canonical Correlation
1
0.87
60.05
60.05
0.68
2
0.58
39.95
100
0.60
Wilks' Lambda Wilks' Lambda
Test of Function(s)
Chisquare
df
Sig.
1 through 2
0.34
6171.72
16
0
2
0.63
2602.91
7
0
Functions at Group Centroids Function Kode Ikan
1
2
mas
-1.306
0.129
nila
0.516
-0.987
patin
0.790
0.858
Classification Resultsa Kode Ikan
Predicted Group Membership Mas
Original Count
%
Nila
Patin
Total
Mas
1304
303
303
1910
Nila
128
1516
266
1910
Patin
128
164
1618
1910
Mas
68.3
15.9
15.9
100.0
Nila
6.7
79.4
13.9
100.0
Patin
6.7
8.6
84.7
100.0
a. 77.5% of original grouped cases correctly classified.
57
Lampiran 6. Source Code Jaringan Saraf Tiruan
Source Code JST Backpropagation load input_biner.txt load biner.txt p=input_biner'; t=biner'; net = newpr(p,t,30); net=train(net,p,t); [Y,Pf,Af,e,perf]=sim(net,p);
Source Code JST Multi Layer Perceptron load input_biner.txt load biner.txt p=input_biner'; t=biner'; net=newff(p,t,[3,6,5]); net.trainParam.lr = 0.5; net.trainParam.goal = 0; net=train(net,p,t); [Y,Pf,Af,e,perf]=sim(net,p);