JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.I, No.1, Januari, 2012
PERBANDINGAN KADAR KATEKIN DARI BEBERAPA JENIS KUALITAS TEH HITAM (Camellia sinensis L.[O] Kuntze) DI PUSAT PENELITIAN TEH DAN KINA (PPTK) GAMBUNG Siti Uswatun Hasanah, Syarif Hamdani, Adang Firmansyah
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
Abstrak Katekin merupakan salah satu senyawa metabolit dalam teh yang diketahui memiliki aktivitas farmakologis. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kadar katekin dari tiga kualitas teh hitam di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Ciwidey. Ekstraksi katekin dimulai dengan maserasi menggunakan aseton, diikuti dengan fraksinasi menggunakan air-etil asetat. Analisis katekin dilakukan pada fraksi etil asetat menggunakan KLT dan spektrovotometri UV. Hasil menunjukkan bahwa semua teh dalam penelitian ini memberi bercak pada KLT (Rf 0,9) dan memberikan λ maks serta bentuk spektrum yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa semua teh hitam mengandung katekin dengan masing-masing besarnya kadar katekin teh kualitas 1 (BOP), teh kualitas 8 (BP 2) dan teh kualitas 15 (BBL) secara berurutan adalah 18.290 ppm, 18.055 ppm dan 12.290 ppm. Disimpulkan bahwa semakin baik kualitas teh hitam maka semakin besar katekin yang terkandung. Kata kunci: Teh hitam, Katekin, KLT, Spektrofotometri UV. Abstract Catechin is one of metabolite compound in tea, which is known has pharmacological activity. This research aimed to analyze level of catechin in various kind of black tea that produced at Tea and Quinine Research Centre, Gambung, Ciwidey. Extraction of catechin begun by maseration by aceton, followed by fractination used water-ethyl acetate. Analisis of catechin has been done from ethyl acetate fraction used TLC and Spectrophotometer UV. The result showed that all types of tea gave spot on TLC (Rf 0,9) and gave same λ max as well as spectral form. It showed that all types of tea in this research had catechin with each level of catechin on top quality black tea (BOP), quality black tea 8 (BP 2) and quality black tea 15 (BBL) respectively were 18,290 ppm, 18,055 ppm and 12,290 ppm. It was conclude that better quality of black tea would has high level of catechin. Key words: Black tea, Catechin, TLC, Spectrophotometric UV.
PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu minuman yang sangat populer di dunia. Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh (Camelia sinensis L. [O] Kuntze). Berdasarkan proses pengolahannya, secara tradisional produk teh dibagi menjadi 3 jenis, yaitu teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Teh hijau banyak dikonsumsi oleh masyarakat Asia terutama Cina dan Jepang, sedangkan teh hitam lebih populer di negara-negara Barat. Sementara, teh oolong hanya diproduksi di negara China. Teh sebagai minuman kesehatan tradisional dipercaya memiliki berbagai khasiat, diantaranya sebagai
obat anti hipertensi, anti diare, obat penghilang rasa sakit, bahkan air seduahan biji tanaman kering teh dapat digunakan sebagai obat anti jamur (Ross, 2005). Perkebunan teh Indonesia merupakan perkebunan dengan produktivitas yang tinggi. Hal ini berdasarkan data Dinas Perkebunan Jawa Barat tahun 2008 yang dimuat pada surat kabar harian Pikiran Rakyat edisi 29 April 2009 yang menyebutkan bahwa produktivitas kebun teh Jawa Barat pada tahun 2008 adalah sebanyak 4 ton pucuk kering/ha/tahun. Sementara produktivitas teh rakyat 874 kg/ha. Perkebunan negara rata-rata 2.098 kg/ha, dan perkebunan
7
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.I, No.1, Januari, 2012
besar swasta rata-rata 1.382 kg/ha. Produktivitas ini pula yang menjadikan Indonesia menempati posisi sebagai negara produsen teh curah terbesar ke lima di dunia setelah India, Cina, Sri Langka dan Kenya. Selain sebagai negara produsen, Indonesia juga merupakan negara pengekspor teh curah terbesar kelima setelah Sri Langka, Kenya, Cina dan India (Indriani, 2009). Tanaman teh yang tumbuh di Indonesia sebagian besar merupakan varietas Assamica yang bersal dari India, berbeda dengan tanaman teh yang tumbuh di Jepang dan Cina yang merupakan teh varietas Sinensis. Teh varietas Assamica memiliki kelebihan dalam hal kandungan katekinnya (zat bioaktif utama dalam teh) yang lebih besar (Rustanti, 2009). Kandungan katekin dalam daun teh Indonesia yaitu sebanyak 7,02-11,60% sedangkan di negara lain berkisar antara 5,06-7,47% atau 1,34 kali lebih tinggi (Indriani, 2009). Katekin merupakan suatu metabolit sekunder yang memiliki sifat sebagai antioksidan. Katekin merupakan suatu senyawa polifenolik yang termasuk dalam keluarga flavonoid. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar di alam. Flavonoid merupakan senyawa dengan kerangka dasar C6C3-C6 (Indriani, 2009).
Gambar 1. Struktur Katekin Katekin pada tanaman teh merupakan kelas flavonoid dengan kerangka flavan-3-ol. Katekin banyak ditemukan pada tanaman teh (Camellia sinensis) dan beberapa tanaman coklat. Katekin merupakan epimer dari
epicatechin dan biasanya ditemukan di alam dalam bentuk isomernya yaitu (-)-epicatechin dan (+)-catechin. Katekin merupakan konstituen utama pada daun teh. Jenis katekin yang umumnya terdapat dalam daun teh diantaranya: (-)-epigallocatechin gallate (EGCG), (-)epicatechin (EC), (-)epicatechin gallate (ECG) dan (-)-epigalllocatechin (EGC). Kandungan katekin dalam teh hitam sekitar 10% dari berat kering (Indriani, 2009). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar katekin pada berbagai jenis kualitas teh hitam di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Ciwidey. Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi ilmiah mengenai kadar katekin yang terbanyak dari berbagai jenis kualitas teh hitam (Camellia sinensis) yang terdapat di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung Ciwidey. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam (Camellia Sinensis L.[O] Kuntze) kualitas 1 (BOP), kualitas 8 (BP 2) dan kualitas 15 (BBL), silica gel 60 GF254 dan katekin standar. Bahan kimia yang digunakakan adalah FeCl3 (Merck), aseton (Merck), kloroform (Merck), etil asetat (Merck), etanol (Merck), asam asetat glasial (Merck) dan metanol (Merck). Metode Ekstraksi teh Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar (Agoes, 2007). Ekstraksi teh dilakukan dengan cara maserasi. Pada masing-masing simplisia sebanyak 500 gram ditambahkan aseton sampai simplisia terendam. Ekstraksi dilakukan selama 3 x 24 jam, kemudian diulang kembali dengan menggunakan aseton yang baru sebanyak satu
8
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.I, No.1, Januari, 2012
kali. Ekstrak cair yang diperoleh dipekatkan sehingga didapat ekstrak kental. Fraksinasi Ekstrak kental yang didapat difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair. Pada proses ekstraksi cair-cair digunakan air dan kloroform 1 : 1, diperoleh fraksi air dan fraksi kloroform. Fraksi air dipekatkan dengan rotary evaporator. Fraksi air yang telah diuapkan difraksinasi kembali dengan menggunakan pelarut etil asetat, fraksi etil asetat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Analisis senyawa Analisis kualitatif dilakukan dengan metoda kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etanol : aquadest : etil asetat (2 : 1 : 1% v/v). Hasil KLT diperiksa di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm serta menggunakan penampak bercak FeCl3. Analisis kualitatif dilakukan menggunakan spektrofotometer UV/Vis dengan membandingkan hasil pengukuran λmaks dari senyawa katekin standar dengan sampel. Pengukuran λmaks katekin standar dilakukan pada daerah UV dan λmaks yang mendekati λmaks yang disebutkan dalam literatur (280 nm) dapat dinyatakan sebagai λmaks senyawa katekin. Sampel yang diuji diukur berdasarkan pada λmaks yang diperoleh dari standar katekin. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV. Diawali dengan pembuatan kurva baku. Kurva baku dibuat menggunakan katekin standar dengan dilakukannya serangkaian pengenceran menggunakan pelarut metanol pro analisis, sehingga diperoleh titik-titik yang membentuk garis lurus dengan masing-masing titik berada pada rentang absorbansi 0,2 – 0,8; sesuai dengan hukum Lambert-Beer. Dari titik-titik tersebut diperoleh suatu persamaan garis. Absorbansi sampel diukur dengan terlebih dahulu sampel
diencerkan menggunakan pelarut metanol pro analisis dan diperoleh absorbansi sampel yang berada pada rentang kurva baku yang telah dibuat. Konsentrasi setiap sampel yang diukur dapat diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi pada persaman garis yang diperoleh dari kurva baku. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Hasil ekstraksi simplisia teh hitam kualitas 1 (BOP), kualitas 8 (BP 2) dan kualitas 15 (BBL) diperoleh hasil bahwa teh hitam kualitas 1 (BOP) memiliki nilai rendemen yang lebih besar dibandingkan teh hitam kualitas 8 (BP 2) dan teh hitam kualitas 15 (BBL), terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Ekstraksi dan Rendemen Ekstrak Kualitas teh hitam Teh hitam kualitas 1 (BOP) Teh hitam kualitas 8 (BP 2) Teh hitam kualitas 15 (BBL)
Ekstrak kental (g)
Rendemen (%)
31,81
6,36
14,73
2,94
23,21
4,64
Hasil tersebut menyatakan bahwa senyawa yang terkandung dalam teh hitam kualitas 1 (BOP) lebih banyak tertarik dibandingkan pada dua kualitas lainnya. Tetapi pada teh hitam kualitas 15 (BBL) memiliki nilai rendemen lebih besar dibandingkan teh hitam kualitas 8 (BP 2). Hal tersebut dimungkinkan karena pada teh hitam kualitas 15 (BBL) banyak mengandung pengotor yang dapat tertarik oleh aseton, mengingat bahwa teh hitam kualitas 15 (BBL) adalah sisa hasil sortasi yang dapat bercampur dengan pengotor.
9
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.I, No.1, Januari, 2012
Fraksinasi Ekstrak kental aseton yang diperoleh ditambahkan air hangat (500C). Fraksi air yang diperoleh difraksinasi dengan pelarut kloroform dan etil asetat menggunakan ekstraksi cair-cair bertujuan untuk menghilangkan senyawasenyawa non polar dan menarik katekin. Fraksi air dari hasil fraksinasi dengan kloroform dan fraksi etil asetat dievaporasi dan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Fraksinasi Dengan Pelarut Air dan Pelarut Etil Asetat Kualitas teh Fraksi Fraksi etil hitam air asetat Teh hitam kualitas 7,4 ml 3,0 gram 1 (BOP) Teh hitam kualitas 3,4 ml 2,8 gram 8 (BP 2) Teh hitam kualitas 11,4 ml 1,5 gram 15 (BBL) Pada tabel 2 diperoleh data bahwa hasil evaporasi fraksi air tidak dapat dijadikan gambaran pada kualitas teh hitam mana yang lebih banyak tertarik oleh air, karena hasil evaporasi bukanlah ekstrak kental melainkan masih berupa cairan yang memiliki volume dan kepekatan yang berbeda, sedangkan hasil evaporasi fraksi etil asetat berbeda pada setiap kualitas teh. Secara tidak langsung dapat diketahui perbedaan kadar katekin dari setiap kualitas, yang akan lebih jelas terlihat pada pengujian secara kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV. Analisis senyawa Kualitatif Pada fraksi etil asetat dilakukan pemantauan dengan menggunakan KLT. Hasil KLT menunjukkan Fraksi etil asetat memberikan kromatogram yang baik dengan pengembang etanol : aquadest : asam asetat (2 : 1 : 1 % v/v) yang diperlihatkan dengan adanya sebuah bercak pada plat KLT dengan tinggi bercak (spot) yang
sama dengan tinggi katekin standar dan diperoleh nilai Rf sebesar 0,9. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
R f : 0,9 0,9 0,9 0,9
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Hasil KLT Keterangan: (a) Hasil KLT Fraksi Etil Asetat dengan pengembang etanol : aquadest : asam asetat (2 : 1 : 1% v/v); (b) Hasil KLT Fraksi Etil Asetat dengan penampak bercak FeCl3; (c) Hasil KLT Fraksi Etil Asetat dengan menggunakan sinar UV 254 Dari gambar 2 diperoleh Hasil pemeriksaan KLT menggunakan sinar UV 254 nm dihasilkan dua buah bercak pada ketiga kualitas teh hitam begitu pula dengan katekin standar. Untuk lebih meyakinkan maka plat KLT diuji dengan pereaksi semprot FeCl3, sebagai penampak bercak untuk golongan fenol. Hasil pengujian dengan pereaksi semprot FeCl3 hanya terdapat sebuah bercak yang berwarna biru kehitaman. Terjadinya perbedaan jumlah bercak antara analisis secara langsung dan analisis dengan menggunakan bantuan sinar UV dikarenakan adanya perbedaan kadar dari dua bercak tersebut. Hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer pada katekin standar menghasilkan panjang gelombang (λ) maksimum 275 nm, sedangkan hasil pengukuran panjang gelombang (λ) maksimum sampel teh kualitas 1 (BOP) 272,6 nm, teh hitam kualitas 8
10
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.I, No.1, Januari, 2012
(BP2) 273,2 nm, dan teh hitam kualitas 15 (BBL) 271,6 nm.
Gambar 3. Hasil Spektrum katekin standar dan sampel Dari Gambar 3 di atas memperlihatkan adanya pergeseran panjang gelombang maksimum sampel ke arah panjang gelombang yang lebih kecil dari standar. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya senyawa lain yang mengganggu pada pengukuran, sehingga diperlukan energi yang lebih besar untuk dapat mengeksitasi elektron pada kromofor yang terdapat pada struktur katekin. Kuantitatif Tabel 3. Konsentrasi Katekin Pada Berbagai Kualitas Teh Hitam Kualitas teh hitam Teh hitam kualitas 1 (BOP) Teh hitam kualitas 8 (BP 2) Teh hitam kualitas 15 (BBL)
Konsentrasi Katekin (ppm) 18,290 18,055 12,290
Dari hasil analisis secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer memberikan informasi bahwa kadar katekin pada teh hitamkualitas 1 (BOP) memiliki kandungan katekin paling banyak dibandingkan dengan teh hitam kualitas 8 (BP 2) dan teh hitam kualitas 15
(BBL). Hasil selengkapnya terlihat pada Tabel 3 di atas. Perbedaan hasil kadar katekin pada jenis kualitas teh tersebut dikarenakan adanya perbedaan komponen pada masing-masing kualitas teh. Untuk teh hitam kualitas 1 (BOP) lebih terdiri atas sobekan-sobekan daging daun dibandingkan tulang/tangkai daun dan biasanya berasal dari daun teh muda. Pada teh hitam kualitas 8 (BP 2) lebih banyak terdiri atas tulang/tangkai daun dibandingkan sobekan daging daun, sedangkan pada teh hitam kualitas 15 (BBL) terdiri atas tulang/tangkai daun dan serabut, tidak terdapat daging daun. Dari hasil penelitian ini, pada kualitas teh hitam yang banyak mengandung daging daun memiliki kandungan katekin yang lebih banyak dibandingkan dengan kualitas teh hitam yang lain. Hal tersebut dikarenakan pada bagian daging daun adalah tempat terjadinya biosintesis katekin (Ashihara dkk, 2010 ). Proses biosintesis katekin dipengaruhi oleh salah satu enzim, yaitu chalcone synthase (CHS) yang berlimpah di daun terutama pada bagian daging daun. Enzim chalcone synthase (CHS) berkerja membentuk narigenin-chalcone, yang selanjutnya nerigeninchalcone diubah menjadi senyawa lain dengan bantuan enzim chalcone isomerase (CHI), flavanone 3-hydroxylase (F3H), flavonoid 3’,5’hydroxylase (F3’,5’H). Enzim-enzim inilah yang kemudian banyak menghasilkan katekin pada teh hitam kualitas 1 (BOP). KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil teh hitam kualitas 1 (BOP) memiliki kadar katekin yang lebih besar dibandingkan dengan teh hitam kualitas 8 (BP 2) dan teh hitam kualitas 15 (BBL), sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik kualitas teh hitam maka semakin besar kadar katekin yang terkandung di dalamnya.
11
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.I, No.1, Januari, 2012
DAFTAR PUSTAKA Agoes, Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam, Penerbit ITB, Bandung, hlm 12-14. Ashihara, Hiroshi., Deng, Wei-Wei., Mullen, William., & Crozier, Alan., 2010, Distribution and biosinthesis of flavan-3-ols in Camellia sinensis seedlings and expression of genes encoding biosynthetic enzymes, Phytochemistry, 559-566. Indrariani, Dwita, 2009, Isolasi Catechin Sebagai Metabolit Sekunder dari Daun Teh (Camellia sinensis var.Assamica), Institut Teknologi Bandung. Ross, I. A., 2005, Camellia sinensis L., In I. A. Ross, Medicinal Plants of the World, Vol 3 Chemical Constituents, Traditional and Modren Medicinal Uses (PP.1-27), New Jersey Humana Pess Inc. Rustanti, Elly, 2009, Uji Efektivitas Antibakteri dan Identifikasi Senyawa Katekin Hasil Isolasi dari Daun Teh, Universitas Islam Negeri (UIN), Malang.
12