PERBANDINGAN GLMM UNIVARIAT, BIVARIAT, DAN REDUKSI DENGAN PCA PADA DATA LONGITUDINAL DENGAN RESPON BIVARIAT 1)
A. A. R. Fernandes1) dan Solimun1) Staf Pengajar Program Studi Statistika Jurusan Matematika FMIPA UB ABSTRAK
Pada penelitian kuantitatif khususnya penelitian di bidang kesehatan kerap kali menggunakan data longitudinal yang menggunakan pengukuran berulang pada beberapa individu dalam beberapa periode waktu. Salah satu metode yang digunakan untuk data longitudinal dengan respon kuantitatif adalah General Linear Mixed Model (GLMM). Penelitian yang menggunakan dua variabel respon dapat diselesaikan dengan menggunakan tiga metode, yaitu pertama dengan menggunakan kedua peubah respon secara sekaligus dengan Bi-respon GLMM, kedua dengan menggunakan kedua peubah respon secara parsial Unirespon GLMM, dan ketiga menggunakan reduksi PCA-GLMM (Jacqmin-Gadda, 2000, dan Hermanussen, 2008). Penelitian ini menggunakan satu data primer dan satu data simulasi. Sehingga pada penelitian ini akan membandingkan manakah di antara ketiga metode yang terbaik untuk analisis data longitudinal dengan bi-respon menggunakan GLMM univariat, GLMM bivariat, dan PCA-GLMM. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (a) Pada kondisi korelasi rendah (korelasi antara 0.00 hingga 0.30), GLMM univariat lebih layak untuk digunakan. (b) Pada kondisi korelasi sedang (korelasi antara 0.31 hingga 0.60), GLMM Bivariat dan GLMM reduksi PCA sama layak untuk digunakan, dan (c) Pada kondisi korelasi tinggi (korelasi antara 0.61 hingga 0.90), GLMM Bivariat adalah pilihan terbaik dalam membentuk model GLMM pada data longitudinal. Kata kunci: GLMM, Univariat, Bivariat, dan Reduksi PCA ABSTRACT In medical research, eventually researcher using the longitudinal data dealing with repeated measurement in each patient as a subject in several period of time. One of the suitable method dealing with longitudinal data with quantitative response is General Linear Mixed Model (GLMM). There are three method when longitudinal data analysis using two response, the first option using bi-response GLMM, the second option using partial uniresponse GLMM, and the third option using PCA-GLMM (Jacqmin-Gadda, 2000, and Hermanussen, 2008). This research using one primary data and the simulation data. The aim of this research is to compare which one is the best method for bi-respon longitudinal data using univariate-GLMM, bivariateGLMM, and PCA-GLMM. This research obtain that: First, univariate-GLMM is the best solution when the condition of correlation between the response around 0.00 until 0.30 (or low correlation), Second, BivariateGLMM and PCA-GLMM are the best solution when the condition of correlation between the response around 0.31 until 0.60 (or medium correlation), and Third, Bi-variate GLMM is the best solution when the condition of correlation between the respons aroun 0.61 until 0.90 (or high correlation). Keywords: GLMM, Univariate, Bivariate, dan PCA Reduction PENDAHULUAN Perkembangan analisis data longitudinal sebagai salah satu rumpun di ilmu statistika, semakin meningkat penggunaannya terutama penelitian di bidang kesehatan. Melalui penggabungan data cross-sectional dan data deret waktu, penggunaan data longitudinal lebih informatif, variatif dan lebih unggul dalam mempelajari perubahan dinamis [1]. Menurut Verbeke dan Molenberghs [2], analisis dua tahap (two-stage analysis) merupakan alternatif pendekatan analisis data longitudinal. Analisis ini dilakukan dengan merangkum vektor pengukuran berulang (repeated measurement) untuk setiap unit cross-sectional (subyek) ke dalam bentuk vektor penduga koefisien regresi subyek-spesifik pada tahap pertama dan menghubungkan penduga tersebut dengan peubah bebas yang diketahui menggunakan teknik regresi multipeubah pada tahap kedua. Penggabungan kedua tahap ini ke dalam model statistik tunggal disebut General Linear Mixed Model (GLMM). Pada penelitian bidang kesehatan, kerap kali ditemukan lebih dari satu peubah respon pada hasil observasi yang saling berhubungan dan satu set peubah bebas yang berasal dari pasien yang diteliti dalam beberapa periode waktu dengan respon yang digunakan bersifat kuantitatif. Jacqmin-Gadda, et al. (2000), menganalisis data longitudinal berupa dua peubah respon menggunakan General Linear Mixed Model (GLMM) secara simultan (respon bivariat) dan membandingkannya jika dikerjakan secara parsial (respon univariat). 1
Hermanussen M [3] menggunakan reduksi variabel dari bivariat menjadi univariat menggunakan Principal Component Analysis (PCA) sebagai respon dalam General Linear Mixed Model (GLMM). Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan diperoleh adalah sebagai berikut: Mendapatkan model General Linear Mixed Model (GLMM) terbaik di antara respon univariat, multivariat dan reduksi variabel menggunakan PCA Manfaat penelitian adalah sebagai berikut: (1) Sebagai alternatif penyelesaian masalah pada analisis data longitudinal dengan respon ganda, (2) Pemilihan model terbaik pada General Linear Mixed Model (GLMM) diharapkan agar dapat digunakan sebagai alternatif bagi para peneliti di bidang analisis data longitudinal.
TINJAUAN TEORI General Linear Mixed Model (GLMM) Verbeke dan Molenberghs [2], data longitudinal pada praktiknya menggunakan fungsi regresi linier pada setiap subyek (subyek-spesifik). Kombinasi analisis dua-tahap ke dalam model statistik tunggal disebut General Linear Mixed Model (GLMM). Diggle, et. al. [4], General Linear Mixed Model (GLMM) diperoleh dari analisis dua tahap, sehingga analisis pendekatannya menggunakan fungsi regresi linier pada setiap subyek (subyek-spesifik). Model General Linear Mixed Model (GLMM), diperoleh: = + + (1) di mana = matriks (nixp) peubah bebas yang diketahui. Model tersebut mengasumsikan vektor pengukuran berulang (repeated measurements) mengikuti model regresi linier dengan parameter populasispesifik, (yaitu, sama untuk semua subyek) dan parameter subyek-spesifik , diasumsikan bersifat acak sehingga biasa disebut efek acak (Molenbergh dan Verbeke [2]). GLMM dengan Dua Peubah Respon Thiebaut, et al. [5], mendefinisikan General Linear Mixed Model pada dua peubah respon dengan Gaussian adalah model campuran dari komponen acak, orde ke-1 dari auto-regressive, AR(1) dan komponen residual. Misalkan
=
(k = 1,2) dengan : =
+
, merupakan vektor respon untuk subyek i, dengan =
+
=
adalah vektor pengukuran
, maka k
. Jika dua data longitudinal bersifat bebas, maka dapat digunakan dua model berikut
+
(2)
= + + + (3) di mana: ~ N (0, ) dan ~ N (0, ) ~ N(0, ) dan ~ N(0, ) ~ N(0, ) dan ~ N(0, ) = matrik ( x ) peubah bebas yang diketahui = vektor berdimensi berisi efek tetap (fixed effect) = matrik peubah bebas yang diketahui, memodelkan peubah respon disusun berdasarkan waktu untuk subyek ke-i. = vektor efek acak (random effect) berdimensi q, dengan ≤ ) = 2ni - (t), proses stokastik yang memungkinkan hubungan antara pengukuran (vektor realisasi orde-1 dari auto-regressive) AR (1). = matrik identitas berdimensi . Menurut Weiss [6], secara umum model General Linear Mixed Model (GLMM) pada dua peubah respon, sebagai berikut: = + + (4) dengan: ~ N(0, ), ~ N(0, ), dan ~ N(0, G) G = matriks peragam pada dua peubah respon. di mana: =
,
=
,
=
,
=
, dan
2
=
adalah 2
= i
adalah vektor komponen residual diasumsikan bebas.
=
=
(t) =
adalah matrik kovarian dari komponen residual.
adalah fungsi kovarian dari dua peubah respon dengan orde-1 dari auto-regressive yang berasal dari
nilai
yang merupakan vektor realisasi dari proses dua peubah respon.
=
= , sehingga nilai
merupakan notasi produk Kronecker.
=rx
, dan
=rx
,
adalah nilai exp
.Simbol
Pemilihan Model Terbaik Jika pada hasil pemeriksaan diagnostik terdapat beberapa model yang layak digunakan maka perlu dipilih satu model terbaik yang akan digunakan pada data. Pemilihan model terbaik dapat dilakukan dengan menghitung nilai AIC (Akaike’s Information Criterion), dengan rumus : AIC = nln( + 2m (5) di mana: n = banyaknya pengamatan = penduga ragam sisaan. m = banyaknya parameter yang diduga dalam model Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC terkecil (Thiebaut, et al. [5]).
METODE PENELITIAN Data yang diperoleh adalah yang pertama data primer pasien penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang terdaftar dalam pasien rawat inap di RSSA Malang. Dalam bidang kesehatan, kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) dan kadar Hemoglobin (HbA1c) diketahui saling berkorelasi. Diabetes Mellitus Tipe 2 terutama timbul pada orang dewasa tetapi kadang pada masa remaja dan kebanyakan penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 berbadan gemuk. Penelitian ini dilakukan dua terapi pengobatan, yaitu dengan menggunakan terapi oral anti diabetes (OAD) dan terapi insulin. Terapi yang dilakukan penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 bertujuan untuk menurunkan kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) antara 90-130mg/dl dan kadar Hemoglobin (HbA1c) kurang dari 8%. Kadar HbA1c menunjukkan jumlah gula yang terikat oleh protein di dalam sel darah merah. Karena sel darah merah hidup sampai dengan 3 bulan, maka uji HbA1c menunjukkan kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan terakhir. Data kedua adalah data simulasi (bangkitan) dengan berbagai kondisi korelasi antara dua variabel respon yaitu (1) korelasi rendah (nilai mutlak r (koefisien korelasi antara kedua variabel respon) dalam rentang 0.00.30), (2) korelasi sedang (nilai mutlak r dalam rentang 0.31-0.60), dan (3) korelasi tinggi (nilai mutlak r dalam rentang 0.61-0.90). 1. Eksplorasi data dari kedua peubah respon secara parsial dan simultan: a. Eksplorasi profil individu. b. Eksplorasi model marginal: Struktur rata-rata (efek tetap), Struktur ragam dan Struktur korelasi dari dua peubah respon.
2. Pembentukan model tentatif dengan penentuan jumlah efek tetap awal dan efek acak sementara (ETtentatif dan EAtentatif) serta nilai korelasi dari dua peubah respon ( ). 3. Pemeriksaan Pendugaan parameter efek tetap pada model awal menggunakan metode Maximum Likelihood (ML). Apabila diperoleh nilai -2loglikelihood (-2lnLML) yang konvergen , maka beranjak ke tahap selanjutnya, namun bila kondisi ini tidak dipenuhi kembali ke tahap pembentukan model awal (Tahap 2). 4. Pemeriksaan signifikansi penduga parameter efek tetap pada model awal menggunakan uji F, bila terdapat efek tetap (selain efek tetap waktu) yang tidak signifikan maka kembali ke Tahap 2 dan membentuk kembali model awal tanpa mengikutsertakan efek tetap selain waktu yang tidak signifikan tersebut ke dalam model. 5. Pembentukan model marginal :
a. Struktur ragam (efek acak) : b. Struktur rata-rata (efek tetap):
3
c. Struktur korelasi 6. Pendugaan model marginal: a. Pendugaan terhadap komponen ragam yang sesuai menggunakan penduga REML. b. Pendugaan parameter efek tetap yang sesuai menggunakan penduga Maximum Likelihood (ML). 7. Pembentukan model akhir. 8. Menghitung nilai AIC. 9. Interpretasi model. Pembentukan model longitudinal dengan dua peubah respon menggunakan General Linear Mixed Model (GLMM) menggunakan bantuan software SAS 9.1.3. HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Pada data primer pasien penderita Diabetes Mellitus Tipe 2, terdapat dua respon penelitian yaitu: kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) dan kadar Hemoglobin (HbA1c) Eksplorasi Data Kadar Glukosa Plasma Puasa/FPG) Eksplorasi Profil Individu ini menggambarkan bagaimana perubahan respon kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) terhadap waktu pada setiap subyek yang diamati, adapun kesimpulan terhadap keragaman perubahan respon di dalam subyek dan antar subyek merupakan informasi lain yang dapat diperoleh dari eksplorasi ini. Profil individu yang terbentuk disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Profil Individu Respon FPG Dari Gambar 1 menunjukkan perubahan kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) berbeda-beda pada pasien yang diamati pada pengukuran. Profil individu yang terbentuk juga menunjukkan pengaruh perubahan waktu (bulan) terhadap perubahan kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) untuk setiap pasien berbeda. Antara pengamatan pada setiap pasien tidak menunjukkan keragaman yang tinggi, hal ini terlihat dari grafik yang terbentuk untuk setiap pasien memiliki pola yang relatif konstan terhadap waktu. Eksplorasi Distribusi Marjinal dilakukan melalui eksplorasi terhadap struktur rata-rata, struktur ragam dan struktur korelasi. Kesimpulan terhadap efek tetap pada model tentatif akan diperoleh dari hasil eksplorasi struktur rata-rata, sedangkan struktur ragam memberikan kesimpulan awal mengenai perlu atau tidaknya menyertakan efek acak selain efek tetap ke dalam model tentatif.
Gambar 2 Struktur Rata-rata Respon FPG Hasil eksplorasi struktur rata-rata data pada Gambar 2 memperlihatkan grafik perubahan waktu (bulan) terhadap perubahan kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) menunjukkan pola linier. Dengan demikian struktur efek tetap waktu linier akan dipertimbangkan pada pembentukan model tentatif pada tahap selanjutnya. Eksplorasi Data Kadar Hemoglobin (HbA1c) Berbeda dengan respon kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG), pada respon kadar Hemoglobin (HbA1c) terlihat dari hasil eksplorasi profil individu pada Gambar 3 memperlihatkan ketidakteraturan garis yang terbentuk sebagai hasil penggunaan unit waktu. Adanya perubahan kadar Hemoglobin (HbA1c) setiap waktu
4
pengamatan memberikan kesimpulan adanya pengaruh perubahan waktu (bulan) terhadap perubahan kadar Hemoglobin (HbA1c) pada pasien.
Gambar 3. Profil Individu Respon HbA1c Hasil eksplorasi struktur rata-rata pada Gambar 3 memperlihatkan grafik yang terbentuk menurun secara linier, hal ini menunjukkan terdapat pengaruh perubahan waktu (bulan) terhadap kadar Hemoglobin (HbA1c).
Gambar 4 Struktur Rata-rata Respon HbA1c Pembentukan Model Univariat Respon Kadar Glukosa Plasma Puasa/FPG Hasil pembentukan model univariat respon Kadar Glukosa Plasma Puasa/FPG disajikan pada Tabel 1, hasil tersebut menunjukkan pengujian efek tetap secara parsial menggunakan statistik uji t bagi efek tetap pada terapi oral anti diabetes (OAD) dan insulin. Tabel 1 Pendugaan Parameter Efek Tetap Model Respon FPG Parameter Intersep Waktu ij Usiai
Penduga 138.03 -3.6790 1.1761
Std.Error 26.7209 0.4056 0.5131
thitung
5.17 -9.07 2.29
P-value
<0.0001* <0.0001* 0.0249*
Keterangan: tanda * menyatakan signifikan pada taraf 5%.
Hasil pengujian pada Tabel 1 terlihat bahwa slope waktu signifikan dan negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa seiring perubahan waktu, pasien memiliki perubahan respon FPG yang cenderung turun. Pengujian pada peubah penyerta yaitu usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon, hal ini memperlihatkan bahwa pasien dengan usia lebih tua memiliki respon FPG yang lebih tinggi daripada pasien dengan usia yang lebih muda. Model akhir diberikan sebagai berikut: = (138.03 + ) + (-3.6790 + )Waktuij + 1.1761 Model tersebut menjelaskan rata-rata keseluruhan tingkat kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) pada 35 pasien sebelum pengukuran adalah 138.03 mg/dl dan pengurangan ataupun penambahan kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) pasien tersebut dipengaruhi efek perubahan waktu (bulan). Adapun penambahan 1 tahun usia pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, berdasarkan model 4.2 dapat meningkatkan kadar Glukosa Plasma Puasa sebanyak 1.1761 mg/dl. Pembentukan Model Univariat Respon Kedua (Kadar Hemoglobin/HbA1c) Hasil pembentukan model univariat respon kadar Hemoglobin (HbA1c) secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Model akhir disajikan pada Tabel 2, hasil tersebut menunjukkan pengujian efek tetap secara parsial menggunakan statistik uji t bagi efek tetap pada terapi OAD dan insulin. Tabel 2. Pendugaan Parameter Efek Tetap Model Respon HbA1c Parameter Intersep Waktuij Jenis Kelamini Usiai
Penduga
Std.Error 0.6552 0.02147 0.2872
10.66 -9.33 -2.39
<.0001* <.0001* 0.0195*
0.04211
0.01370
3.07
0.0030*
6.9841 -0.2002 -0.6867
thitung
P-value
5
Keterangan: tanda * menyatakan signifikan pada taraf 5%. Model akhir diberikan sebagai berikut: = (6.9841+
+ (-0.2002+
)Waktuij - 0.6867Jenis Kelamini +
Model tersebut menjelaskan rata-rata keseluruhan tingkat kadar Hemoglobin (HbA1c) pasien pada 35 pasien sebelum pengukuran adalah 6.9841% dan pengurangan ataupun penambahan kadar Hemoglobin (HbA1c) pasien tersebut dipengaruhi efek perubahan waktu (bulan). Adapun penambahan 1 tahun usia pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, berdasarkan model diatas dapat meningkatkan kadar Hemoglobin sebesar 0.04211%. Pengujian pada peubah penyerta yaitu jenis kelamin, pengaruh jenis kelamin terhadap respon kadar Hemoglobin (HbA1c) adalah signifikan dan negatif. Jenis kelamin berupa peuabh boneka dengan 0 adalah wanita dan 1 adalah pria, hal ini mengindikasikan bahwa pasien wanita memiliki respon yang lebih baik daripada pasien berjenis kelamin pria. Pembentukan Model Univariat Respon dari hasil Reduksi dengan PCA Hasil pembentukan model univariat respon dari hasil reduksi dengan PCA secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Model akhir disajikan pada Tabel 3, hasil tersebut menunjukkan pengujian efek tetap secara parsial menggunakan statistik uji t bagi efek tetap pada terapi OAD dan insulin. Tabel 3 Pendugaan Parameter Efek Tetap Model dari hasil Reduksi dengan PCA Parameter Intersep Waktuij Jenis Kelamini Usiai
Penduga
Std.Error 0.4794 0.0245 0.0097
2.91 -0.53 -3.06
0.0043* 0.5942 0.0027*
0.4726
0.2043
2.31
0.0220*
1.3939 -0.0131 -0.0298
thitung
P-value
Keterangan: tanda * menyatakan signifikan pada taraf 5%. Model akhir diberikan oleh persamaan berikut: = (1.3939+
+ (-0.0131+
)Waktuij - 0.0298Jenis Kelamini + 0.4726Usiai + eij
Model tersebut menjelaskan rata-rata keseluruhan tingkat dari hasil Reduksi dengan PCA pasien pada 35 pasien sebelum pengukuran adalah 1.3939% dan pengurangan ataupun penambahan dari hasil Reduksi dengan PCA pasien tersebut dipengaruhi efek perubahan waktu (bulan). Adapun penambahan 1 tahun usia pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, berdasarkan model di atas dapat meningkatkan dari Respon hasil Reduksi dengan PCA sebesar 0.4726%. Pengujian pada peubah penyerta yaitu jenis kelamin, pengaruh jenis kelamin terhadap respon dari hasil Reduksi dengan PCA adalah signifikan dan negatif. Jenis kelamin berupa peuabh boneka dengan 0 adalah wanita dan 1 adalah pria, hal ini mengindikasikan bahwa pasien wanita memiliki respon yang lebih baik daripada pasien berjenis kelamin pria. Model Bivariat Hasil pembentukan model bivariat respon kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) dan kadar Hemoglobin (HbA1c) secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Model akhir disajikan pada Tabel 4, hasil tersebut menunjukkan pengujian efek tetap secara parsial menggunakan statistik uji t bagi efek tetap pada terapi OAD dan insulin. Tabel 4 Pendugaan Parameter Efek Tetap Model Bivariat Parameter
Penduga
Std.Error
thitung
Waktuij
-0.1930
0.04199
-4.60
Intersep Usiai
1.6191
0.03933
0.8016
0.01580
-1.27 2.49
P-value
0.0212*
<.0001* 0.0152*
Keterangan: tanda * menyatakan signifikan pada taraf 5%. Pengurangan kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) dan kadar Hemoglobin (HbA1c) pada 35 pasien tersebut dipengaruhi efek perubahan waktu (bulan). Adapun penambahan 1 tahun usia pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, berdasarkan model di atas dapat meningkatkan kadar Glukosa Plasma Puasa (FPG) dan kadar Hemoglobin (HbA1c) sebesar 0.03933. Pada dua peubah respon (bivariat) dengan memasukkan dua efek acak slope dapat diberikan pada persamaan berikut: (FPG) = -0.3891 + (-10.6992) + 28.0422 + (0.003165) + 6
(HbA1c) = -0.0124 + (-0.6204)
+ 14.9355 + (0.01774)
+
Perbandingan Model Dua Univariate dan Model Bivariat Secara Keseluruhan Hasil pendugaan parameter dan standard error dari model dua univariate dan bivariat untuk data pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 disajikan pada Tabel 5 (Lampiran 1). Berdasarkan Tabel 5 dapat dikatakan bahwa model dua peubah respon (bivariat) memiliki nilai penduga parameter dan nilai standard error yang cenderung kecil. Pemilihan model terbaik ini dapat ditunjukkan dengan nilai AIC (Akaike Information Criterion ) pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa untuk perbandingan keseluruhan model, GLMM dengan respon bivariat adalah model yang paling sesuai untuk digunakan pada data longitudinal 35 pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan dua peubah respon yang saling berkorelasi. Perbandingan Model GLMM Pada Data Simulasi Data kedua adalah data simulasi (bangkitan) dengan berbagai kondisi korelasi antara dua variabel respon yaitu (simulasi 1) korelasi rendah (nilai mutlak r (koefisien korelasi antara kedua variabel respon) dalam rentang 0.0-0.30), (simulasi 2) korelasi sedang (nilai mutlak r dalam rentang 0.31-0.60), dan (simulasi 3) korelasi tinggi (nilai mutlak r dalam rentang 0.61-0.90). Dua variabel respon yang digunakan adalah sama dengan data pertama yaitu kadar FPG dan kadar HbA1c. Tabel 6 pada Lampiran nilai AIC untuk ketiga model yaitu univariat, reduksi dengan PCA, dan bivariat pada 10 data simulasi 1 hingga 3. Dari Tabel 6 memperlihatkan bahwa pada kondisi korelasi antar respon pada data simulasi 1 pada kondisi korelasi rendah yaitu berkisar antara 0.0 hingga 0.30, model terbaik yaitu yang menghasilkan nilai AIC terkecil adalah model GLMM univariat, yaitu pembentukan model secara parsial dari kedua respon pengamatan. Pada data simulasi 2, yaitu dengan kondisi korelasi sedang yaitu berkisar antara 0.31 hingga 0.60, terlihat bahwa model GLMM Bivariat dan GLMM reduksi PCA secara keseluruhan memiliki nilai AIC yang lebih baik dibandingkan model GLMM Univariat. Dapat dikatakan pada kondisi korelasi sedang, model GLMM Bivariat maupun GLMM reduksi PCA sama baiknya, karena memiliki nilai AIC yang cenderung hampir sama. Pada data simulasi 3, yaitu dengan korelasi tinggi yaitu berkisar antara 0.61 hingga 0.90, memberikan hasil yang hampir sama dengan data simulasi 2, akan tetapi terlihat dengan jelas bahwa model GLMM Bivariat memiliki nilai AIC yang jauh lebih kecil dibandingkan GLMM reduksi PCA. Dapat disimpulkan, pada kondisi korelasi rendah, GLMM univariat lebih layak untuk digunakan. Pada kondisi korelasi sedang, GLMM Bivariat dan GLMM reduksi PCA sama layak untuk digunakan, dan pada kondisi korelasi tinggi, GLMM Bivariat adalah pilihan terbaik dalam membentuk model GLMM pada data longitudinal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: pada data simulasi (a) Pada kondisi korelasi rendah (korelasi antara 0.00 hingga 0.30), GLMM univariat lebih layak untuk digunakan. (b) Pada kondisi korelasi sedang (korelasi antara 0.31 hingga 0.60), GLMM Bivariat dan GLMM reduksi PCA sama layak untuk digunakan, dan (c) Pada kondisi korelasi tinggi (korelasi antara 0.61 hingga 0.90), GLMM Bivariat adalah pilihan terbaik dalam membentuk model GLMM pada data longitudinal. Saran 1. 2.
Dari hasil penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut: GLMM Univariat, Bivariat, dan Reduksi PCA dapat digunakan sebagai penyelesaian masalah pada analisis data longitudinal dengan respon ganda, pada berbagai kondisi korelasi antar respon. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan respon multivariat yaitu respon yang menggunakan lebih dari dua. Karena pada beberapa penelitian di bidang kesehatan, tidak sedikit yang menggunakan respon lebih dari dua.
DAFTAR PUSTAKA 1. Hedeker, D. dan R.D. Gibbons. 2006. Longitudinal Data Analysis. John Wiley & Sons. New York. 2. Verbekke.G., dan Molenberghs.G. 2000. Linear Mixed Model for Longitudinal Data. Springer Series in statistics. New –York:Springer –Verlag. 3. Hermanussen, M. 2008. Principal Components in the Analysis of Longitudinal Growth Data. http://www.willi-will-wachsen.com/science.html 7
4. Diggle, P. J., P. J. Heagerty, K. Y. Liang, dan S. L. Zeger, 2002. Analysis Of Longitudinal Data. Second Edition. Oxford University Press Inc., New York. 5. Thiebaut, R., Jacqmin-Gadda H., Leport C., Katlama C., Costagliola D., Moing V.L., Morlat P., Chene G. 2003. Bivariate Longitudinal Model for the Analysis of the Evolution of HIV RNA and CD4 Cel Count in HIV Infection Taking Into Account Left Censoring of HIV RNA Measures. Journal of Biopharmaceutical Statistics Vol 13, No. 2. Page 271-282. 6. Weiss, R. E. 2005. Modeling Longitudinal Data. Springer Texts in Statistic New York.
8
Lampiran 1. Tabel 5. Perbandingan Pendugaan Parameter dan Standard Error FPG HbA1c Reduksi PCA (Satu Respon) (Satu Respon) (Satu Respon) Peubah Duga
S.E.
Terapi
-1.040
-1.040
Waktui
-3.679
0.406
Usiai AIC
1.176
0.513
Duga
S.E.
0.029
0.042
0.368
-0.200
769.3
0.014 0.021
Duga
Bivariat (Dua Respon)
S.E.
Duga
S.E.
1.394
0.479
-0.004
0.410
0.013
0.025
-0.194
0.021
0.030
0.010
406.2
0.039
0.009
316.4
Tabel 6. Nilai AIC Pada Ketiga Data Simulasi Data 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Rerata
Simulasi 1 (r 0.00-0.30)
Univariat
Reduksi PCA
Bi-variat
953.9
1135.0
2025.3
977.9 964.9 967.3 952.3 956.8 956.8 962.5 954.2 961.5 960.8
1137.2
2040.1
1145.6
1981.2
1140.0 1133.8 1122.2 1131.2 1136.6 1133.4 1136.8 1135.2
2037.8 1987.1 2019.1 1987.8 2001.2 1995.6 1991.2 2006.6
Simulasi 2 (r 0.31-0.60)
Univariat
Reduksi PCA
Bi-variat
961.6
922.6
915.6
952.8 963.1
933.2
898.4
966.4
949.8
Simulasi 3 (r 0.61-0.90)
Univariat
Reduksi PCA
Bi-variat
913.1
801.4
760.0
893.3 900.7
843.0
760.7
853.0
808.0
941.4
897.8
946.6
911.8
1012.4
953.4
963.0
920.7
887.5
819.0
738.4
894.3
834.4
832.5
948.5
942.0
897.8
906.0
938.3
902.8
932.8
912.5
958.8
980.4
955.9
912.7
930.9 956.3 950.5
899.6
918.8
931.6
967.1
933.9
930.4
9
896.5
902.8
820.8
866.2
819.0
1006.4 867.6
895.2
853.7
835.0 859.5 749.4
809.2