Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS BTS BERBASIS ANTENA SINGLEBAND DAN MULTI-BAND UNTUK MENDUKUNG KESTABILAN JARINGAN
Adith I.S1, Agnes E.T2, Basuki R.H3, Ahmad S4, Binti M5 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, 4,5 Politeknik Negeri Malang 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected]
Abstrak Perangkat BTS berperan penting dalam dunia telekomunikasi terutama terhadap kestabilan jaringan. Antena sektoral multi-band mulai menggantikan peran antena sektoral single-band yang banyak digunakan pada BTS. Antena sektoral menjadi salah satu faktor penentu hasil coverage area yang mendukung kestabilan jaringan. Hasil perubahan penggunaan antena membutuhkan evaluasi pada sisi kinerja antena sektoral, perbandingan coverage area, dan perbandingan budget calculation antara antena multi-band dan single-band pada BTS. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan kinerja antena pada faktor rx level sinyal & throughput , membandingkan coverage area yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan antena single-band kemudian membandingkan budget calculation penggunaan antena. Pengujian throughput dan pengukuran rx level signal memanfaatkan drive test sehingga optimasi keberhasilan antena multi-band dipasangkan untuk memperoleh data sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan dan menentukan efisien perangkat pada area urban. Pengumpulan data BTS diperoleh dari salah satu operator di Indonesia. Pengambilan sampel sebanyak 8 BTS pada area kota Malang. Perbandingan kinerja antena sektoral ditinjau pada 3 faktor yaitu coverage area, Rx level sinyal/RSCP, dan Throughput jaringan. Hasil dari penelitian menunjukkan perbandingan efektifitas jaringan yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan antena sektoral single-band pada sisi coverage area antena menunjukkan hasil dari antena single-band lebih jauh dibandingkan antena multi-band. Sedangkan pada sisi rx level sinyal yang terukur pada proses drive test jaringan 2G yang dihasilkan oleh antena multi-band lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 80,19%, untuk jaringan 3G yang dihasilkan antena single-band lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 91,84%.
Kata kunci : antena single-band, antena multi-band. 1.
Antena sektoral multi-band mulai banyak menggantikan antena sektoral single-band pada beberapa base station. Penggunaan antena singleband yang membutuhkan banyak antena pada base station dirasa kurang praktis. Teknologi antena multiband yang lebih maju menjadi salah satu faktor meningkatnya penggunaan antena tersebut. Antena sektoral multi-band hanya membutuhkan satu antena saja untuk menjangkau wilayah satu sektor pada base station dengan frekuensi 900 MHz,1800 MHz, 2100MHz, sedangkan untuk antena sektoral singleband membutuhkan satu antena disetiap frekuensinya. Penggunaan antena sektoral multi-band yang lebih ringkas, sehingga dapat meminimalisasi penuhnya space disetiap kaki menara pemancar yang digunakan.
Pendahuluan
Perangkat dan sistem penunjang telekomunikasi berperan vital dalam jaringan. Base station yang tersebar hampir diseluruh Indonesia menjadi ujung tombak stabilnya jaringan. Penggunaan perangkat yang menggunakan teknologi terbaru sangat membantu kualitas jaringan. Penambahan site pada titik-titik tertentu juga bertujuan untuk menjangkau wilayah yang belum terjangkau jaringan sehingga kemungkinan adanya blank spot semakin kecil. Pemilihan perangkat yang dipasang di base station harus disediakan dengan kebutuhan jaringan. Penggunaan antena single-band yang hanya mampu memancarkan dan menerima sinyal pada frekuensi satu saja mulai digantikan dengan antena multi-band yang mampu mengirim dan menerima sinyal pada beberapa frekuensi sekaligus menjadi solusi untuk optimasi jaringan yang akan datang.
Penelitian berikut adalah melakukan pengujian untuk mengevaluasi coverage area dan rx level sinyal yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan membandingkan budget calculation
D-54
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang penggunaan antena. Pengujian coverage area dengan Rx level signal memanfaatkan drive test sehingga optimasi keberhasilan antena multi-band dipasangkan untuk memperoleh data sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan dan menentukan efisien perangkat pada area urban.
2.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
3.
Metode Pengujian Tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Dasar Teori
2.1
Antena
Antena adalah suatu piranti yang digunakan untuk memancarkan dan menerima gelombang radio atau elektromagnetik. Pemancaran merupakan satu proses perpindahan gelombang radio atau elektromagnetik dari saluran transmisi ke ruang bebas melalui antena pemancar. Sedangkan penerimaan adalah satu proses penerimaan gelombang radio atau elektromagnetik dari ruang bebas melalui antena penerima. Karena merupak perangkat perantara antara saluran transmisi dan udara, maka antenna harus mempunyai sifat yang sesuai dengan saluran pencatunya (Balanis,1886) Gambar 1. Tahapan penelitian 2.1.1
Keterangan Gambar 1 adalah :
Antena Single-band 1.
Antena single-band adalah antena yang mampu memancarkan dan menerima gelombang radio hanya pada satu frekuensi yang telah ditentukan, misal 790-860 MHz/880-960 MHz/1710-2690 MHz. Antena sektoral memiliki polaradiasi yang terarah dan sesuai dengan karakter beamwidth yang berbeda misal 60˚, 90˚, 180˚ yang berpengaruh terhadap coverage area. Keterarahan antena mempengaruhi titik fokus main lobe antena tersebut. Antena sektoral banyak digunakan pada base station untuk memenuhi coverage area yang diinginkan (Huawei Technologies, 2015)
2.
3.
4.
5. 2.1.2
Antena Multi-band
Antena multi-band merupakan antena yang mampu memancarkan dan menerima gelombang radio beberapa frekuensi yang telah ditentukan secara bersamaan dan menggunakan satu antena. Seri antena LTE terbaru mendukung desain multi-band, termasuk dual-band, triple-band, quad-band, dran penta-band. Frekuensi rendah antena ultrabroadband dukungan 690 MHz ke 960 MHz band, yang mencakup semua mainstream LTE 700/800/900 MHz. Frekuensi tinggi, ultrabroadband antena mendukung 1.710 MHz ke 2690 MHz, meliputi band utama LTE 1800/1900/2100/2300/2600 band MHz (Huawei Technologies, 2015).
6.
Tahap pertama yang dilakukan adalah Pengumpulan data BTS yang berbasis single-band dan multi-band. Tahap kedua yang dilakukan adalah pengelompokkan data BTS sesuai karakter yang akan dibandingkan. Tahap ketiga yang dilakukan adalah melakukan pengujian kinerja antena sektoral menggunakan drive test, pengujian parameter yang diukur adalah coverage area, rx level sinyal/RSCP dan throughput jaringan. Tahap keempat yang dilakukan adalah melakukan perhitungan budget pada BTS yang telah dikelompokkan . Tahap kelima yang dilakukan adalah perhitungan coverage area pada BTS yang telah dikelompokkan menggunakan metode walfisch-ikegami. Tahap keenam yang dilakukan adalah analisa dan kesimpulan.
4. Hasil Pengujian 4.1 Pengujian kinerja antena dengan metode drive test
Hasil pengujian jaringan dengan metode drive test dibagi menjadi 2 bagian, yaitu jaringan 2G dan jaringan 3G. Hasil pengujian jaringan 2G yang
D-55
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang menggunakan antena single-band dapat dilihat dalam Gambar 2. Hasil pengujian jaringan 3G yang menggunakan antena single-band dapat dilihat dalam Gambar 3. Hasil pengujian jaringan 2G yang menggunakan antena multi-band dapat dilihat dalam Gambar 4. Hasil pengujian jaringan 3G yang menggunakan antena multi-band dapat dilihat dalam Gambar 5.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347 ditunjukkan dengan warna merah. Hasil dari pengukuran tersebut menunjukkan 91,8% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 5,4% dalam kondisi cukup baik dan 3,8% dalam kondisi kurang baik.
Gambar 4 Hasil drive test jaringan 2G Gambar 4 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 2G. Hasil pengukuran menggunakan drive test diolah untuk memetakan rx level sinyal yang terukur pada rute. Rx level yang baik sesuai QoS operator berkisar antara -80 sampai 0 dBm ditunjukkan dengan warna hijau, untuk kategori cukup berkisar antara -90 sampai -80 dBm ditunjukkan dengan warna kuning, untuk kategori kurang berkisar antara -90 sampai -120 dBm ditunjukkan dengan warna merah. Hasil dari pengukuran tersebut menunjukkan 80,2% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 16,7% dalam kondisi cukup baik dan 3,1% dalam kondisi kurang baik.
Gambar 2. Hasil drive test jaringan 2G
Gambar 2 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 2G. Hasil pengukuran menggunakan drive test diolah untuk memetakan rx level sinyal yang terukur pada rute. Rx level yang baik sesuai QoS operator berkisar antara -80 sampai 0 dBm ditunjukkan dengan warna hijau, untuk kategori cukup berkisar antara -90 sampai -80 dBm ditunjukkan dengan warna kuning, untuk kategori kurang berkisar antara -90 sampai -120 dBm ditunjukkan dengan warna merah. Hasil dari pengukuran tersebut menunjukkan 74,1% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 17% dalam kondisi cukup baik dan 14,8% dalam kondisi kurang baik.
Gambar 5. Hasil drive test jaringan 3G Gambar 5 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 3G. Hasil pengukuran menggunakan drive test diolah untuk memetakan rx level sinyal yang terukur pada rute. Rx level yang baik sesuai QoS operator berkisar antara -80 sampai 0 dBm ditunjukkan dengan warna hijau, untuk kategori cukup berkisar antara -90 sampai -80 dBm ditunjukkan dengan warna kuning, untuk kategori kurang berkisar antara -90 sampai -120 dBm ditunjukkan dengan warna merah. Hasil dari pengukuran tersebut menunjukkan 88% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 11,7% dalam kondisi cukup baik dan 0,2% dalam kondisi kurang baik.
Gambar 3. Hasil drive test jaringan 3G Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 3G. Hasil pengukuran menggunakan drive test diolah untuk memetakan rx level sinyal yang terukur pada rute. Rx level yang baik sesuai QoS operator berkisar antara -80 sampai 0 dBm ditunjukkan dengan warna hijau, untuk kategori cukup berkisar antara -90 sampai -80 dBm ditunjukkan dengan warna kuning, untuk kategori kurang berkisar antara -90 sampai -120 dBm
D-56
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Hasil pengukuran throughput jaringan 3G dilakukan pada area sekitar BS sesuai dengan rute yang telah dilalui. Kategori throughput dalam kondisi baik berada pada nilai ≥0,02 Mbps, sedangkan pada kondisi buruk berada pada nilai ≤0,02 Mbps. Hasil pengukuran throughput jaringan 3G pada sisi downlink ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347 Sampel waktu pengambilan data
Baik
Buruk
Baik
Buruk
Pagi
52%
48%
53%
47%
Siang
66%
34%
67%
33%
Malam
66%
34%
68%
32%
Throughput downlink
Throughput uplink
Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran throughtput jaringan 3G. Waktu pengambilan data diambil berdasarkan 3 rentang waktu, yaitu pagi, siang dan malam hari. Hasil pegukuran terbaik didapatkan pada saat malam hari, hasil pengukuran menunjukkan 66% nilai throughtput downlink dalam keadaan baik dan 68% nilai throughtput uplink dalam keadaan baik. Hasil pengukuran terrendah didapatkan pada waktu pagi hari, hasil pengukuran menunjukkan nilai 52% nilai throughtput downlink dalam keadaan baik dan 53% nilai throughtput uplink dalam keadaan baik.
Gambar 6. Hasil pengukuran throughput downlink jaringan 3G
Gambar 6 adalah hasil pengukuran throughput uplink jaringan 3G, menunjukkan 66% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0,02 Mbps sampai 6 Mbps yang ditunjukkan dengan warna hijau, 34% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0 Mbps sampai 0,02 Mbps yang ditunjukkan dengan warna merah.
Tabel 2. Hasil pengukuran thoughput jaringan 3G Variasi kecepatan pengambilan data (Km/jam)
Baik
Buruk
Baik
Buruk
20-30
52%
48%
53%
47%
30-35
51%
46%
51%
45%
35-45
66%
34%
67%
33%
Throughput downlink
Throughput uplink
Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran throughtput jaringan 3G. Waktu pengambilan data diambil berdasarkan 3 rentang kecepatan, yaitu 20-30 km/jam, 30-35 km/jam dan 35-45 km/jam. Hasil pegukuran terbaik didapatkan pada nilai throughtput downlink pada kecepatan 35-45 km/jam sebesar 66% dan Hasil pegukuran terbaik didapatkan pada nilai throughtput uplink pada kecepatan 35-45 km/jam sebesar 67%.
Gambar 7. Hasil pengukuran throughput uplink jaringan 3G Hasil pengukuran throughput jaringan 3G pada sisi uplink ditunjukkan pada Gambar 4.6. Gambar 7 adalah hasil pengukuran throughput uplink jaringan 3G, menunjukkan 68% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0,02 Mbps sampai 6 Mbps yang ditunjukkan dengan warna hijau, 32% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0 Mbps sampai 0,02 Mbps yang ditunjukkan dengan warna merah.
4.2 Perbandingan coverage menggunakan metode walfisch-ikegami
area
Hasil keseluruhan perhitungan coverage area pada ke-8 sampel BTS dapat dilihat dalam Tabel 4.3.
Tabel 3. Hasil perhitungan radius coverage area
Tabel 1. Hasil pengukuran throughput jaringan 3G
D-57
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
No
Base Station
1
penurunan ketinggian posisi antena. Peningkatan tertinggi coverage area pada jaringan DCS terjadi pada base station 8, disebabkan oleh peingkatan posisi antena sektoral yang baru.
Freq (MHz)
Radius antena single-band (km)
Radius antena multiband (km)
900
1.057
0.875
1800
0.512
0.544
2100
0.461
0.472
900
1.422
0.914
1800
0.575
0.568
2100
0.493
0.493
900
1.045
0.942
1800
0.662
0.488
2100
0.450
0.424
900
0.974
0.835
1800
0.598
0.519
Perbandingan budget calculation untuk antena antena single-band dan antena multi-band ditinjau pada sisi antena dan kabel feeder yang digunakan.
2100
0.483
0.450
Tabel 4. Hasil Perbandingan budget calculation
900
1.051
1.113
Single-band
Multi-band
Selisih
1800
0.621
0.577
Sampel BTS
2100
0.585
0.501
1
$ 4,006.00
$2,712.07
$ 1,293.93
900
0.887
1.094
2
$ 4,098.00
$2,682.07
$ 1,415.93
1800
0.512
0.567
3
$ 4,018.00
$2,479.57
$ 1,538.43
2100
0.439
0.492
900
0.973
0.933
1800
0.576
0.580
2100
0.535
0.503
900
0.707
0.630
1800
0.332
0.392
2100
0.299
0.340
Penurunan coverage area pada jaringan 3G terjadi pada base station 5, karena terjadi penurunan posisi antena sektoral yang baru dan gain antena yang lebih kecil pada antena multi-band. Peningkatan coverage area pada jaringan 3G tertinggi terjadi pada base station 6, disebabkan oleh semakin tingginya posisi antena sektoral multi-band dan nilai gain antena yang baru lebih tinggi.
BS 1
2 BS 2
3
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
BS 3
4
4.3
BS 4
5 BS 5
6 BS 6
7
Tabel 4 menunjukkan hasil perbandingan budget yang digunakan untuk BTS yang menggunakan antena single-band dan antena multiband. Rata-rata selisih antara antena single-band dan antena multi-band sebesar $ 1416.10. Penggunaan antena single-band lebih mahal dikarenakan masih membutuhkan kabel feeder banyak, sedangkan untuk antena multi-band telah menggunakan teknologi feederless sehingga lebih murah. Pada dasarnya harga antena single-band lebih murah dibandingkan antena multi-band, hanya saja harga kabel feeder yang terbilang mahal ($5/meter) mengakibatkan antena yang menggunakan feederless/ optic lebih murah.
BS 7
8
Perbandingan budget calculation
BS 8
Perbandingan coverage area yang dihasilkan dari perubahan antena single-band menjadi antena multi-band pada jaringan GSM mengalami penurunan terrendah terjadi pada base station 2, disebabkan oleh perubahan ketinggian posisi antena yang semakin rendah serta nilai gain antena multiband yang baru lebih kecil. Perubahan peningkatan coverage area pada jaringan GSM tertinggi terdapat pada base station 6, karena nilai gain pada antena multi-band yang baru lebih tinggi dan semakin tingginya posisi antena pada tower pemancar.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 1.
Penurunan coverage area pada jaringan DCS terjadi pada base station 3, karena terjadi nilai gain pada antena multi-band yang baru terpasang dan
D-58
Jaringan yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan antena sektoral single-band pada sisi rx level sinyal yang terukur pada proses drive test jaringan 2G
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
2.
3.
yang dihasilkan oleh antena multi-band lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 80,19%, untuk jaringan 3G yang dihasilkan antena singleband lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 91,84%. Data pengukuran throughput jaringan 3G menunjukkan hasil rata-rata kecepatan akses throughput uplink 61,3% dalam kondisi baik dan 62,6% nilai throughput downlink dalam kondisi baik. Coverage area yang dihasilkan oleh antena single-band lebih unggul dibandingkan antena multi-band, karena posisi ketinggian antena sektoral single-band lebih tinggi. Harga untuk antena dan feeder yang terhitung menunjukkan antena multi-band lebih murah dibandingkan antena singleband, karena antena single-band masih menggunakan banyak feeder sedangkan antena multi-band lebih murah karena telah menggunakan fiber.
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
2.
selanjutnya dapat menggunakan aplikasi probe atau G-Nite track pro. Peninjauan perangkat BTS lebih lengkap dan spesifik, maka pada penelitian selanjutnya akan didapatkan hasil yang lebih akurat.
Daftar Pustaka : Aisah. (2012): Panduan Praktikum Sistem Komunikasi Bergerak. Politeknik Negeri Malang. Ankit Dalela, Parul. (2013): Multiple antenna & diversity:smart antenna. International journal of scientific and research publications. India. Constantine A. Balanis. (1886): Antenna Theory: Analysis and Design. Huawei Technologies. (2015): Multi-Band & UltraBroadband.
5.2
Saran
Mohamad Hajj, At all. (2011): Designing a Partially Reflective Surface for Tri-band Sectoral Antennas. IEEE.
1.
Pengukuran drive test menggunakan aplikasi yang berbeda, maka penelitian
Seong-Youp Suh, At all. (2004): A Novel Low-profile, Dual-polarization, Multi-band Base-station Antenna Element – The Fourpoint Antenna. IEEE.
D-59