1
Perbandingan Efek Kelasi Ekstrak Etanol Daun Mangifera Foetida L. Dosis 0,25 mg dan 0,5 mg pada Serum Penderita Talasemia Fitriana Nur Rahmawati*, Erni H. Purwaningsih**, Adisti Dwijayanti** *Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009 **Staf Pengajar Ilmu Farmasi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak: Talasemia β mayor merupakan jenis talasemia terbanyak di Indonesia yang mencapai 50% dari semua jenis talasemia. Jenis ini merupakan bentuk talasemia terberat dan memiliki morbiditas serta mortalitas yang tinggi akibat penumpukan zat besi dalam tubuh setelah transfusi berulang. Agen kelasi deferoksamine yang lazim diberikan cukup mahal dan menimbulkan banyak efek samping. Mangiferin yang terkandung dalam ekstrak air daun Mangifera foetida L. dilaporkan memiliki efek kelasi terhadap serum penderita talasemia. Akan tetapi polifenol seperti mangiferin diekstrak lebih baik apabila digunakan pelarut etanol. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan efek kelasi ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. pada serum penderita talasemia secara ex vivo. Penelitian eksperimental laboratorik ini dilakukan pada tujuh serum penderita talasemia dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011 yang diencerkan hingga mengandung feritin setara dengan 100 µM besi. Terdapat tujuh kelompok perlakuan yaitu serum; mangiferin 100 µg; serum dan mangiferin 100 µg; serum dan ekstrak etanol 0,5 mg; serum dan ekstrak etanol 0,25 mg; ekstrak etanol 0,5 mg; ekstrak etanol 0,25 mg. Efek kelasi dinilai dari absorban yang diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 280 nm. Hasil dianalisis dengan uji One-Way Anova dan didapatkan bahwa ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 dan 0,25 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni 100 µg (p=0,063 dan p=0,116). Tidak ada perbedaan efek kelasi antara dosis 0,5 dan 0,25 mg (p=0.753).Efek kelasi ekstrak etanol ini lebih baik daripada ekstrak air. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh kelarutan bahan aktif dalam zat pelarut. Kata kunci: Mangifera foetida L.; mangiferin; ekstrak etanol; kelasi besi; talasemia Abstract: Thalassemia β mayor is the most frequent type of thalassemia in Indonesia (the estimated prevalence is 50% among all types) and the most severe one. It has higher morbidity and mortality due to iron overload after repeated transfusions. The regularly used chelating agent, deferoxamine is expensive and have many side effects. Mangiferin in water extract of Mangifera foetida L. leaves has already proven ex vivo as chelating agent to thalassemic patients’s serum. However, the most suitable solvent for achieveing the highest yield of phenolic compound like mangiferin is etanol solution. The aim of this study was to prove that the etanol exctract of Mangifera foetida L. leaves has a chelating effect to thalassemic patients’s serum. This study used 7 serum from thalassemic patients in Department of Child Health Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 that have been diluted so as contained ferritin equivalent to 100 µM iron. Seven group of experiment was made: serum; mangiferin 100 µg; serum and mangiferin 100 µg; serum and etanol extract 0,5 mg; serum dan etanol extract 0,25 mg; etanol extract 0,5 mg; etanol extract 0,25 mg. The chelating effect was measured by serum absorbance using spectrophotometer at 280 nm wave long. The results was analysed using One-Way Anova and showed that the etanol extract of Mangifera foetida L. leaves has the same chelating effect as mangiferin 100 µg (p=0,063 and p=0,116). There
2
was no difference between etanol extract 0,5 and 0,25 mg (p=0.753). The chelating effect of etanol extract is better than water extract. This differences allegedly was attributed to the solubility of the active ingredient in solvent. Keywords: Mangifera foetida L.; mangiferin; etanol extract; iron chelating agent; thalassemia Pendahuluan Talasemia merupakan penyakit keturunan akibat kelainan biosintesis α- atau β1
globin. Kelainan yang terjadi pada gen α-globin dikenal sebagai talasemia α sedangkan kelainan pada gen β-globin dikenal sebagai talasemia β.2 Pada tahun 2006 tercatat 3.653 penderita talasemia di Indonesia dan angka ini meningkat hingga 8,3 persen pada tahun 2009, sedangkan prevalensi karier talasemia mencapai 3-8%, sehingga diperkirakan 3000 bayi penderita talasemia lahir setiap tahunnya.3 Jenis talasemia yang banyak ditemukan di Indonesia adalah talasemia β
mayor
sebanyak 50%.4 Talasemia β mayor merupakan bentuk terberat yang menimbulkan kelainan darah seperti anemia kronik sampai kelainan berbagai organ tubuh. Sampai saat ini satusatunya pengobatan talasemia β adalah transfusi darah untuk mempertahankan kadar hemoglobin (Hb) sekitar 10 gr%.5 Namun transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan penumpukan zat besi di dalam jaringan tubuh dan merusak berbagai organ tubuh seperti jantung, hati, limpa, tulang, dan pankreas.6 Untuk mengatasi efek tersebut dibutuhkan terapi kelasi besi yang mampu membuang kelebihan zat besi dalam tubuh yaitu deferoxamine. Sayangnya, obat tersebut mahal dan menimbulkan banyak efek samping, mulai dari reaksi lokal hingga komplikasi neurosensorik. Oleh karena itu, mengingat efek samping yang serius dari deferoxamine dibutuhkan agen kelasi lain yang lebih aman dengan menggunakan tanaman.7 Melalui suatu penelitian in vitro, mangiferin yang merupakan zat aktif dari pohon mangga (Mangifera indica L.) diketahui memiliki potensi sebagai agen kelasi karena mampu mengikat Fe.8 Selain itu berdasarkan penelitian ex vivo9 menggunakan serum penderita talasemia, mangiferin yang terkandung dalam ekstrak air daun mangga bacang (Mangifera foetida L.) terbukti memiliki efek kelasi terhadap besi. Penggunaan mangiferin dalam ekstrak air daun mangga bacang (Mangifera foetida L.) dilakukan karena harga mangiferin murni sangat mahal, sehingga tidak akan terjangkau oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ex vivo tersebut efek kelasi yang setara dengan
3
mangiferin murni 100 µg tercapai pada dosis 1,125 mg.9 Pada penelitian ini digunakan pelarut etanol sebagai pengganti air untuk melihat apakah efek kelasi ekstrak etanol daun mangga bacang (Mangifera foetida L.) akan lebih baik dibandingkan dengan ekstrak air pada serum penderita talasemia. Metode Desain penelitian adalah studi eksperimental di laboratorium untuk menguji efektivitas ekstrak etanol daun Mangifera foetida L.sebagai agen kelasi pada serum penderita talasemia yang diperoleh dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM secara ex vivo. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Desember 2012 di Laboratorium Departemen Ilmu Farmasi Kedokteran FKUI. Bahan daun mangga diperoleh dari kawasan Depok dan telah diidentifikasi oleh Pusat Peneilitan Biologi, LIPI Bogor; mangiferin produksi Changyba Huir Biological-tech China; dan sampel serum pasien talasemia pascatransfusi dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Alat yang digunakan antara lain Spektrofotometer UV VIS Optima 3000, alat sentrifugasi, parafin film, mikroliter pipet, kuvet, neraca analitik Mettler AE 200, vortex, rak tabung, microtube, dan peralatan gelas seperti tabung reaksi, spatula, gelas ukur, kaca arloji, labu erlenmeyer serta kaca pengaduk. Penentuan Dosis Ekstrak Pada penelitian sebelumnya, dalam 400 g daun kering Mangifera foetida L. didapatkan ekstrak kental sebanyak 85 g. Nilai rendemen ekstrak sebesar 21,25%. Dari penelitian in vitro digunakan dosis mangiferin sebesar 100 µg, setara dengan 15 mg ekstrak kental Mangifera foetida L. Dalam Mangifera foetida L. terkandung 2,56% mangiferin.10 Untuk selanjutnya dosis ekstrak etanol Mangifera foetida L. ditentukan sebesar 0,25 mg; 0,5 mg; dan 0,75 mengingat bahwa penelitian yang dilakukan oleh Departemen Farmasi FKUI mengenai kadar ekstrak air yang bermakna klinis sebesar 0,375 mg; 0,75 mg; dan 1,125 mg.9 Persiapan Sampel Tujuh serum penderita talasemia pascatransfusi dengan kadar feritin yang berbedabeda digunakan pada penelitian ini. Kadar feritin tersebut kemudian dikonversi terlebih dahulu menjadi kadar Fe. Berdasarkan literatur dalam 100±60 ng/mL feritin terkandung 30
4
M Fe.11 Oleh karena kadar Fe berbeda-beda pada semua sampel, dilakukan pengenceran untuk mendapatkan kadar Fe yang sama yaitu 200 µM sesuai dengan penelitian sebelumnya.9 Namun setelah diuji coba, grafik absorban yang ditampilkan tidak dapat terbaca karena memiliki puncak absorban yang terlalu tinggi. Kadar Fe tersebut kemudian diturunkan menjadi 100 µM agar grafik absorban bisa terbaca. Larutan mangiferin 1mg/mL yang akan digunakan sebagai kontrol dibuat dengan menambahkan mangiferin murni dengan larutan pengencer yang terdiri atas etanol 70% proanalitik dan aquades dengan perbandingan 1:1. Tujuan pembuatan larutan ini adalah agar didapatkan kadar 100 µg mangiferin dalam 100 µl larutan. Perhitungan Hasil Hasil dilihat dari absorban tiap perlakuan yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS Optima 3000 pada λ 200-500 nm. Pada setiap grafik absorban terbentuk puncak pada λ 280 nm. Nilai absorban didapatkan dari perbedaan antara nilai puncak grafik dan awal grafik. Setelah didapatkan semua nilai absorban semua kelompok perlakuan, dihitung nilai yang setara dengan kadar mangiferin bebas pada mangiferin murni dan ekstrak etanol menggunakan rumus data mangiferin dan data ekstrak serta dianalisis empat kelompok berikut: nilai absorban kelompok serum (kontrol negatif), data mangiferin (kontrol positif), data ekstrak etanol 0,25 mg, dan data ekstrak etanol 0,5 mg. Uji normalitas data yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk. Setelah terbukti bahwa data terdistribusi normal, dilanjutkan uji Significancy Test Homogeneity of variances kemudian dilanjutkan dengan uji One Way Anova serta Post Hoc. Hasil Ekstrak etanol daun Mangifera foetida L.dosis 0,25 mg dan 0,5 mg yang akan diuji efeknya sebagai agen kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia pasca transfusi, terlebih dahulu dicari nilai absorban setiap kelompok perlakuan. Grafik nilai absorban salah satu kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Grafik absorban serum dengan ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. Keterangan: Grafik salah satu sampel, terdiri dari (1) Mangiferin, (2) Serum, (3) Serum dan c
mangiferin, (4) Serum dan Ekstrak 0.5 mg, (5) Serum dan Ekstrak 0.25 mg, (6) Ekstrak 0.5 mg, (7) Ekstrak 0.25 mg Dari hasil nilai absorban tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus berikut untuk mendapatkan data nilai yang setara dengan mangiferin bebas pada kelompok esktrak dan mangiferin:
6
Hasil nilai perhitungan dari rumus tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Mangiferin dan Data Ekstrak Tiap Sampel Serum Penderita Talasemia Nilai yang Setara dengan Mangiferin Bebas Serum
Mangiferin
ke-
Ekstrak
Ekstrak
0,5 mg
0,25 mg
1
0.600
0.320
-0.179
2
-0.406
-0.564
-0.592
3
0.675
0.327
0.208
4
0.499
0.018
0.482
5
0.283
-0.012
0.098
6
1.352
0.463
0.700
7
0.464
-0.214
0.133
Data dari tujuh sampel pada keempat kelompok perlakuan kemudian diuji normalitasnya menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang dipakai kurang dari 50. Dari uji tersebut didapatkan p>0,05 sehingga semua data memiliki distribusi normal. Sebelum uji hipotesis dengan uji statistik One Way Anova, dilakukan terlebih dahulu uji varians. Dari hasil significancy test homogeneity of variances (Lavene Statistic) didapatkan p=0,975 yang artinya tidak ada perbedaan varians pada data yang dibandingkan. Tabel 2. Hasil uji statistik dengan uji One Way Anova
Dilakukan uji Post Hoc untuk melihat kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna pada uji One Way Anova.
7
Tabel 3. Hasil uji Post Hoc
Pada perbandingan antara kelompok kontrol positif dengan kelompok ekstrak 0,5 mg dan 0,25 mg ternyata didapatkan p>0.05 (p=0.063 pada dosis 0.5 mg dan p=0.116 pada dosis 0.25 mg). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun 0,25 mg dan 0,5 mg Mangifera foetida L. memiliki aktivitas yang tidak berbeda bermakna dengan kontrol positif yaitu mangiferin. Pembahasan Pada penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak etanol 0,25 mg dan 0,5 mg sama-sama memiliki efek kelasi terhadap serum penderita talasemia. Hal-hal yang menunjang efek tersebut antara lain adalah jumlah mangiferin yang terkandung dalam ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dan pemilihan pelarut. Pada penelitian ini, kadar mangiferin yang terkandung dalam ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dapat dihitung dengan mengalikan dosis dengan kadar mangiferin yang terkandung dalam daun Mangifera foetida L. yaitu 2,56% sesuai dengan penelitian Soetarno10. Pada penelitian tersebut kadar 2,56% pada daun Mangifera foetida L. didapatkan melalui prosedur ekstraksi, pemisahan, pemurnian dan karakterisasi senyawa murni menggunakan nheksana, aseton dan metanol. Kadar tersebut dipakai pada penelitian ini dikarenakan proses ekstraksi yang tidak jauh berbeda sehingga dianggap bahwa ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. pada penelitian ini memiliki kadar yang kurang lebih sama. Kadar mangiferin yang terkandung pada ekstrak etanol dosis 0,5 mg adalah 12,8 µg sedangkan pada ekstrak etanol dosis 0,25 mg adalah 6,4 µg. Untuk menentukan kadar mangiferin dalam ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. secara pasti harus dilakukan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
8
Pada penelitian sebelumnya oleh purwaningsih dkk9 yang menggunakan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dengan dosis 0,375 mg; 0,75 mg; dan 1,125 mg didapatkan dosis optimal yang memiliki efek kelasi sama dengan mangiferin adalah 1.125 mg, namun efek kelasi tersebut belum seefektif mangiferin murni di mana nilai absorban dari ekstrak air dengan dosis 1,125 mg (1.52) masih jauh lebih tinggi dibandingkan mangiferin murni (0.86). Hal tersebut dikarenakan kadar mangiferin yang terkandung dalam ekstrak air tersebut terlalu kecil yaitu 28.8 µg yang sangat jauh perbedaannya dibandingkan dengan jumlah mangiferin pada kontrol positif. Walaupun kadar mangiferin pada ekstrak air dan ekstrak etanol yang digunakan dalam penelitan ini ternyata tidak jauh berbeda namun efek kelasi yang dihasilkan bisa berbeda. Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan pelarut yang digunakan, bahwa pada ekstrak etanol terdapat zat yang juga dapat memberikan efek kelasi seperti tanin, saponin dan terpenoid. Untuk memastikan ikatan apa saja yang terbentuk harus dilakukan pengukuran dengan Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy. Pemilihan penggunaan pelarut didasarkan bahwa ekstraksi suatu zat dari tanaman sangat bergantung pada polaritas pelarut. Air dan etanol banyak digunakan karena toksisitasnya rendah dan hasil ekstraksinya tinggi, serta polaritas dari pelarut bisa dimodulasi dengan menggunakan campuran etanol/air dengan rasio tertentu. Penggunaan pelarut etanol dalam ekstraksi polifenol memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan pelarut air dikarenakan etanol lebih mudah menembus membran sel dan mengekstrak kandungan ekstrasel dari tumbuhan. Dalam hal polaritas, sebenarnya metanol memiliki polaritas yang lebih tinggi dibandingkan etanol, namun akibat toksisitasnya yang lebih tinggi, maka metanol kurang tepat untuk digunakan.12 Koffi et al13 menyatakan bahwa metanol, aseton, dan air merupakan pelarut yang tidak efisien dalam ekstraksi fenol karena kandungan fenol dalam ekstrak sering berhubungan dengan biomolekul lain (protein, polisakarida, terpen, klorofil, lipid). Selain itu, ditemukan juga bahwa penggunaan campuran etanol-air atau aseton-air lebih baik daripada hanya menggunakan etanol atau aseton saja.13 Penggunaan etanol murni sebagai pelarut justru menurunkan efisiensi ekstraksi dikarenakan polifenol memiliki beberapa gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik sehingga penambahan air akan bermanfaat dalam melarutkan gugus tersebut.14 Di sisi lain penggunaan air saja sebagai pelarut justru akan menghasilkan kadar polifenol yang rendah dikarenakan di dalam ekstrak air terdapat enzim polyphenol oxidase yang mendegradasi polifenol. Enzim tersebut tidak aktif apabila pelarut yang digunakan adalah metanol atau etanol.15
9
Pada percobaan ini pelarut etanol yang digunakan adalah pelarut dengan konsentrasi 70%. Penambahan air dalam menurunkan konsentrasi etanol juga perlu dipertimbangkan. Berdasarkan studi dari Jokic et al14 yang membandingkan antara penggunaan ekstrak air dan ekstrak etanol 50-80% dalam ekstrabilitas polifenol total dari kacang kedelai, didapatkan bahwa konsentrasi tertinggi dari polifenol ditemukan pada ekstrak etanol 50%, namun peningkatan konsentrasi dan penggunaan air justru semakin menurunkan efisiensi ekstrabilitas polifenol. Hal ini juga didukung dengan penemuan Spigno et al15 yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar air dalam solusi air-etanol (konsentrasi etanol di bawah 50%) maka terjadi penurunan ekstraksi polifenol. Rostango et al16 menemukan bahwa kandungan air di atas 60% menyebabkan penurunan ekstraksi, oleh karena itu penambahan air yang mampu meningkatkan ekstraksi polifenol berkisar antara 30-40%.12 Hal ini juga didukung oleh penelitian Tiwari et al17 yang menyatakan bahwa konsentrasi polifenol tertinggi didapatkan dari penggunaan ekstrak etanol 70%. Oleh karena itu dalam penelitian ini salah satu faktor yang mendukung efektivitas ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. sebagai agen kelasi adalah pemilihan pelarut yang tepat yaitu menggunakan pelarut etanol 70%. Di sisi lain walaupun efektivitas ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. baik dosis 0,5 mg maupun 0,25 mg sama dengan mangiferin murni, namun berdasarkan uji statistik ternyata ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. tidak lebih baik, padahal rerata nilai absorban dari ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. lebih rendah dibandingkan rerata nilai absorban mangiferin murni. Perlu analisis lebih lanjut apakah mangiferin dalam ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. mengikat Fe dalam serum secara langsung. Pada penelitian Andreu et al8 digunakan 100 µM besi (Fe) murni dalam bentuk solusi ion Ferri (FeCl3 +10 mM HCl) sehingga dapat dipastikan bahwa mangiferin berikatan dengan Fe secara langsung, sedangkan pada penelitian ini digunakan ferritin yang diidentikkan mengandung 100 µM besi (Fe). Oleh karena itu, belum dapat dipastikan apakah mangiferin benar-benar berikatan dengan Fe, atau justru berikatan dengan apoprotein sehingga memberikan hasil yang tidak maksimal. Hal tersebut juga didukung dengan puncak absorban pada spektrofotometer di mana pada penelitian Andreu et al8 kompleks mangiferin-besi memiliki puncak pada panjang gelombang 275 nm dan 380 nm. Pada penelitian ini, puncak kompleks mangiferin-besi terbentuk pada panjang gelombang 280 nm. Faktor yang mempengaruhi perbedaan puncak tersebut kemungkinan adalah mangiferin tidak berikatan dengan Fe secara langsung. Untuk
10
menentukan ikatan apa yang terbentuk dalam penelitian ini harus dipastikan dengan melakukan Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy. Kesimpulan Ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. 0,25 mg dan 0,5 mg memiliki efek kelasi terhadap kontrol negatif yaitu serum penderita talasemia (p=0.005 dan p=0.003). Ekstrak etanol dosis 0,25 mg memiliki efek yang sama dengan kontrol positif yaitu mangiferin murni (p=0.116) begitu juga dengan dosis 0,5 mg (p=0.063). Efek kelasi antara ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,25 mg dan 0,5 mg sama. (p=0,753). Saran Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur kadar mangiferin dalam ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Selain itu dilakukan juga uji menggunakan Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy) untuk memastikan apakah kompleks yang terbentuk adalah kompleks antara mangiferin dan Fe langsung atau bukan. Agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi ajuvan talasemia perlu juga dilakukan uji untuk menetapkan besarnya regimen dosis. Referensi 1. Benz EJ. Disorders of hemoglobin. In: Longo DL, editor. Harrison’s Hematology and Oncology. 17th Ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2010. p. 90-2. 2. Nusrat M. Jumlah Penderita Thalassemia Naik 8,3 Persen. KOMPAS [Internet]. 2009 March
5
[cited
2012
December
8].
Available
from:
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/03/05/21122544/Jumlah.Penderita.Thalassemia.N aik.8.3.Persen 3. Bararah VF. Detik Health [Internet]. 2009 August 4 [cited 2012 December 8]. Available: Lakukan
Tes
Thalassemia
Sebelum
Menikah
http://www.detikhealth.com/read/2009/08/04/092022/1176879/766/lakukan-testhalassemia-sebelum-menikah 4. Bulan S. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak thalassemia beta mayor. Semarang: Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik Dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro, 2009. 5. Rund D, Rachmilewitz E. Medical progress β thalassemia. NEJM. 2005;353: 113.
11
6. Weather DJ, Clegg JB. The Thalassemia syndromes, 4th ed. Blackwell Scientific Publ. Oxford, 2001. p. 288-9. 7. Yaish HM. Pediatric thalassemia [Internet]. US: Medscape [Updated 2010 April 30, cited 2012
December
8].
Available:
http://emedicine.medscape.com/article/958850-
overview#a0104 8. Andreu GP, Delgado R, Velho JA, Curti C, Vercesi AE. Iron complexing activity of mangiferin, a naturally occuring glucosylxanthone, inhibits mitochondrial lipid peroxidation induced by Fe2+ - citrate. European Journal of Pharmacology. 2005; 513: 4755. 9. Purwaningsih EH, Hanani E, Amalia P, Krisnamurti DGB. The chelating effect of Mangifera foetida water extract on serum thalassemic patients. J Indon Med Assoc. 2011 August; 61(8): 321-5. 10. Soetarno S, Soediro I, Padmawinata K, Sukmana E. Isolasi dan karakterisasi mangiferin dari daun mangga arumanis dan pembandingan kadarnya pada daun tujuh kultivar Mangifera indica L. Acta Pharmaceutica Indonesia 1991; 16(4): 126-35. 11. Casiday R, Frey R. Iron use and storage in the body: ferritin and molecular representations. St. Louis: Department of Chemistry Washington University; November 2000
[cited
2013
January
1].
Available
from:
http://www.chemistry.wustl.edu/~edudev/LabTutorials/Ferritin/Ferritin.html 12. Tiwari P, Kumar B, Kaur G, Kaur H. Pytochemical screening and extraction: a review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. 2011; 1(1): 98-106 13. Koffi E, Sea T, Dodehe Y, Soro S. Effect of solvent type on extraction of polyphenols from twenty three Ivorian plants. Journal of Animal & Plant Sciences. 2010; 5(3): 550558. 14. Jokic S, Velic D, Bilic M, Bucic-kojic A, Planinic M, Tomas S. Modelling of the Process of Solid-Liquid Extraction of Total Polyphenols from Soybeans. Czech J Food Sci. 2010; 28(3): 206–12 15. Spigno G, Tramelli L, DeFaveri DM. Effects on extraction time, temperature and solvent on concentration and antioxidant activity of grape marc phenolics. Journal of Food Enginering. 2007; 81: 200-8 16. Rostango MA, Palma M, Barroso CG. Pressurized liquid extraction of isoflavones from soybeans. Analytica Chimica Acta. 2004; 522: 169-77
12
17. Mangifera foetida Lour. Malaysia: Globinmed [cited 2012 December 8]. Available from: http://www.globinmed.com/index.php?option=com_content&view=article&id=79438:ma ngifera-foetida-lour&catid=377:m