Perbandingan Agreget Alternatif Pecahan Batu Gamping
PERBANDINGAN AGREGAT ALTERNATIF PECAHAN BATU GAMPING (KLASTIK SILIKLASTIK) DAN BATU KRAKAL (ANDESIT) TERHADAP KUAT TEKAN BETON Antón Ariyanto ABSTRAK Pemukiman atau rumah tinggal dan perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan kebutuhan akan rumah tinggal yang sudah dilakukan belum juga dapat menjangkau sebagian masyarakat, khususnya yang berlokasi di daerah-daerah. Walaupun mempunyai sumber material, tetapi masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat untuk bahan bangunan, terutama bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan beton. Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen portland atau bahan tambah kimia). Selama ini baru sebatas pemanfaatan batu gamping (klastik siliklastik) untuk fondasi. Selain itu dianggap sudah dapat menggantikan fungsi dari batu kali sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kuat tekan beton dengan agregat pecahan batu gamping (klastik siliklastik) dan beton dengan agregat batu alam krakal (andesit) pada umur 28 hari, mengetahui pengaruh variasi faktor air semen (fas) terhadap kelecekan beton segar dan kuat tekan beton pada setiap variasinya. Pada penelitian ini digunakan agregat dengan pecahan batu gamping (klastik siliklastik) dan beton dengan agregat batu alam krakal (andesit) dengan variasi nilai faktor air semen. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur beton 28 hari. Benda uji yang digunakan berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Penelitian ini menggunakan 3 buah sampel untuk tiap variasi nilai faktor air semen. Variasi nilai faktor air semen yang digunakan adalah 0,35; 0,40; dan 0,45. Dari hasil penelitian kuat tekan tertinggi rata-rata untuk beton dengan agregat batu krakal (andesit) didapat pada nilai faktor air semen 0,35 yaitu sebesar 36,95 MPa. Sedangkan kuat tekan tertinggi rata-rata untuk beton dengan agregat batu gamping (klastik siliklastik) didapat pada nilai faktor air semen 0,40 yaitu sebesar 18,12 MPa. Hasil kuat tekan rata-rata keseluruhan pengujian untuk beton dengan agregat batu krakal (andesit) dengan nilai faktor air semen 0,35; 0,40; dan 0,45 berturut-turut sebesar 36,95 MPa; 33,55 MPa; dan 31,71 MPa. Sedangkan untuk beton dengan agregat batu gamping (klastik siliklastik) dengan nilai faktor air semen 0,35; 0,40; dan 0,45 berturut-turut sebesar 13,80 MPa; 18,13 MPa; dan 13,65 MPa. Kata kunci : Klastik Siliklastik, Fas, Andesit ABSTRACT Residential and housing is one of the basic human needs. Meeting the demand for housing that has been done yet to reach some people, especially those located in the regions. Although it has the source material, but still not used optimally by the community for building materials, especially materials needed to manufacture concrete. Most of the material for the concrete is local ingredients (except for Portland cement or chemical additives). So far only limited use of limestone (clastic siliclastic) for the foundation. Also considered was to replace the function of the rock times before. This study aimed to compare the strength of concrete with limestone aggregate fractions (clastic siliclastic) and concrete with natural stone aggregate Krakal (andesite) at 28 days, knowing the Antón Ariyanto, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pasir Pengaraian-Riau e-mail :
[email protected]
Page 1
influence of water cement factor (fas) to kelecekan fresh concrete and compressive strength of concrete on any variations. This research utilizes aggregate with limestone fragments (clastic siliclastic) and concrete with natural stone aggregate Krakal (andesite) with variation values of water cement factor. Compressive strength testing done on the concrete age of 28 days. The samples used in the form of a cylinder with a diameter of 150 mm and 300 mm high. There were 3 samples for each variation of the water factor cement. Variations of water cement factor used is 0.35, 0.40, and 0.45. From the highest compressive strength results on average for concrete with stone aggregate Krakal (andesite) obtained at 0.35 cement water factor value that is equal to 36.95 MPa. While the highest compressive strength average for concrete with limestone aggregate (clastic siliclastic) obtained at 0.40 cement water factor value that is equal to 18.12 MPa. Results The average compressive strength of the overall test for concrete with stone aggregate Krakal (andesite) with cement water factor value of 0.35, 0.40, and 0.45 respectively at 36.95 MPa, 33.55 MPa, and 31 , 71 MPa. As for concrete with limestone aggregate (clastic siliclastic) with cement water factor value of 0.35, 0.40, and 0.45 respectively at 13.80 MPa, 18.13 MPa, and 13.65 MPa. Keywords: Clastic Siliclastic, Fas, Andesit 1. PENDAHULUAN Pemukiman atau rumah tinggal dan perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan kebutuhan akan rumah tinggal yang sudah dilakukan belum juga dapat menjangkau sebagian masyarakat, khususnya yang berlokasi di daerah-daerah. Walaupun mempunyai sumber material, tetapi masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat untuk bahan bangunan, terutama bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan beton. Beton sejak dulu dikenal sebagai material dengan kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk, mudah diproduksi secara lokal, relatif kaku, dan ekonomis. Tapi di sisi lain, beton juga menunjukan banyak keterbatasan baik dalam proses produksi maupun sifat-sifat mekaniknya, sehingga beton pada umumnya hanya digunakan untuk konstruksi dengan ukuran kecil dan menengah. Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen portland atau bahan tambah kimia). Fenomena yang terjadi di Yogyakarta saat ini adalah penggunaan batu gamping sebagai pondasi, hal itu sudah terjadi hingga beberapa dekade. Page 2
Hasil bangunan yang menggunakan pondasi batu gamping (klastik siliklastik) ini hingga beberapa tahun ternyata masih nampak kokoh. Hal itu membuktikan bahwa batu gamping dapat menjadi alternatif pengganti batu kali yang relefan digunakan saat ini. Dalam hal ini, peneliti sebagai akademisi dibidang teknik sipil berusaha menggali kualitas pecahan batu gamping (klastik siliklastik) sebagai pembanding agregat kasar batu krakal (andesit) pada campuran beton. Sehingga diharapkan memberi khasanah baru pada dunia struktur terutama bidang struktur beton. Mengingat batu gamping (klastik siliklastik) memiliki daya serap yang besar terhadap air, maka dilakukan penelitian kuat tekan beton dengan beberapa variasi faktor air semen (fas) untuk mengetahui kelecakan beton dan kuat tekan beton. Beton adalah bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen, agregat dan air serta bila perlu ditambah dengan bahan aditive atau admixture. Selain agregat alam seperti kerikil dan pasir dapat juga digunakan bahan alternatif yaitu agregat buatan, seperti limbah beton dan pecahan genteng. Nawy (1985) mendefinisikan beton sebagai sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material JURNAL APTEK Vol. 3 No. 1 Januari 2010
Perbandingan Agreget Alternatif Pecahan Batu Gamping
pembentuknya. Dalam SK SNI T-15-1991-03 beton dapat didefinisikan sebagai campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk massa padat. Secara umum beton merupakan hasil reaksi antara semen hidraulik dengan air. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya berkisar antara 60%-70% dari berat campuran beton. Agregat yang digunakan dapat berupa agregat alami atau agregat buatan. Secara umum berdasarkan ukurannya agregat dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm. Agregat halus adalah batuan yang ukuran butirnya lebih kecil dari 4,80 mm. Kuat Tekan Beton Nilai kuat tekan beton seringkali menjadi parameter utama mengenai kinerja beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan silinder beton dapat dihitung dengan persamaan berikut: fc'
Hubungan antara faktor air semen dan kuat tekan dapat dilihat pada persamaan Abrams yaitu: fc'
A (B
1, 5 x
)
.................................................. (2)
Dengan : A,B x
= konstanta = faktor air semen
Umur Beton Kekuatan tekan beton akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur beton. Kekuatan beton akan naik secara linier sampai umur 28 hari. Tetapi setelah melewati umur 28 hari peningkatan umur beton sudah tidak signifikan. Pada penelitian ini pengujian dilakukan pada umur beton 28 hari. Dan untuk struktur yang menghendaki kekuatan awal yang tinggi, maka campuran beton dikombinasikan dengan semen khusus atau dengan penambahan bahan kimia. Perkembangan kekuatan tekan untuk mortar dan beton yang menggunakan berbagai jenis semen dapat dilihat pada Gambar
P .................................................. (1) A
Dengan : fc’ = kuat tekan beton (MPa) P = beban maksimum (N) A = luas benda uji (cm²) Faktor Air Semen Faktor air semen (fas, w/c) adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara berat air dan berat semen. Pada beton mutu tinggi dan sangat tinggi, pengertian w/c bisa diartikan sebagai water to cementitious ratio, yaitu rasio berat air terhadap berat total semen dan aditif cementitious yang umumnya ditambahkan pada campuran beton mutu tinggi.
Gambar 1. Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar dan Beton untuk Berbagai Tipe Portland Cement (Mulyono, 2003). Agregat Kasar Batu Gamping (Klastik Siliklastik) Batuan sedimen atau biasa disebut sebagai batuan endapan terbentuk karena mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga membentuk suatu lapisan endapan
Antón Ariyanto, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pasir Pengaraian-Riau e-mail :
[email protected]
Page 3
bahan padat yang secara fisik diendapkan oleh angin, air, atau es. Batuan sedimen dapat juga terbentuk dari bahan-bahan terlarut yang secara kimia terendapkan di lautan, danau atau sungai. Berdasarkan proses pembentukannya, batuan sedimen dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu: a. Klastik, yang dibagi menjadi siliklastik, piroklastik dan kapur, b. Kimiawi, yang dibagi menjadi evaporit, kapur dan lainnya, c. Organik, yang dibagi menjadi kapur dan gambut. Sedimen klastik tersusun dari fragmenfragmen dan bagian-bagian kecil yang terbawa dalam keadaan padat. Sedimen-sedimen siliklastik terdiri dari bagian-bagian kecil silikat (batu, pasir dan lempung). Batuan piroklastik terdiri dari material-material vulkanik (tuff, lapili). Sedimen klastik kapur tersusun dari fragmen-fragmen batu kapur yang dibawakan Agregat Kasar Batu Krakal (Andesit) Agregat kasar batu krakal (andesit) terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air. Agregat ini mempunyai rongga udara minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat kurang kuat. Slump Nilai slump menunjukkan tingkat kelecakan beton. Semakin tinggi nilai slump maka semakin mudah tingkat pengerjaan beton. Tabel 3.1 menunjukkan nilai slump untuk berbagai pengerjaan beton.
Tabel 1. Nilai Slump Untuk Berbagai Pekerjaan Beton Uraian Dinding, pelat pondasi, pondasi telapak bertulang Pondasi telapak tidak bertulang, kaison, struktur bawah tanah Pelat, kolom, balok, dinding Pengerasan jalan
Pembetonan masal
Slump (cm) Maksimum Minimum 12,5
5,0
9,0
2,5
15,0 7,5 7,5
7,5 5,0 2,5
Sumber : PBI, 1971
2. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Adapun bahan-bahan yang disiapkan pada penelitian ini adalah: 1. Semen Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland normal (type I) merek Semen Gresik kemasan 40 kg. 2. Agregat halus Agregat halus yang dipakai adalah pasir yang berasal dari Sungai Progo, Kulonprogo. 3. Agregat kasar a) Andesit Agregat kasar jenis batu krakal (andesit) yang digunakan ialah berasal dari Sungai Progo, Kulonprogo. b) Klastik Siliklastik Agregat kasar jenis pecahan batu gamping (klastik siliklastik) yang digunakan ialah berasal dari Desa Sindet, Jetis, Bantul. 4. Air Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari saluran air bersih Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini dari mulai pemeriksaan bahan dan pengujian benda uji, antara lain:
Page 4
JURNAL APTEK Vol. 3 No. 1 Januari 2010
Perbandingan Agreget Alternatif Pecahan Batu Gamping
1. Mesin uji tekan beton Merk Hung Ta berkapasitas maksimum 2000 KN. 2. Cetakan beton berbentuk silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. 3. Saringan/ayakan, dengan ukuran 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; 0,15 mm. 4. Oven, digunakan untuk mengeringkan sampel dalam pemeriksaan bahan-bahan yang akan digunakan dalam campuran beton. 5. Timbangan, untuk mengetahui berat dari bahan-bahan penyusun beton. 6. Mesin Los Angeles, untuk menguji tingkat keausan agregat kasar. 7. Gelas ukur, untuk menakar volume air. 8. Cangkul, cethok dan talam, digunakan untuk menampung dan menuang adukan beton ke dalam cetakan. 9. Mistar dan kaliper, digunakan untuk mengukur dimensi dari alat-alat dan benda uji yang digunakan. 10. Piknometer, digunakan untuk pemeriksaan berat jenis. C. Cara Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai dari pembuatan mix design kemudian pemeriksaan bahan susun hingga pengujian kuat tekan benda uji. Secara garis besar penelitian meliputi: 1. Pemeriksaan bahan susun agregat halus: pemeriksaan gradasi agregat halus (pasir), pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat halus, pemeriksaan kadar lumpur agregat halus, pemeriksaan kadar air agregat halus, pemeriksaan berat satuan agregat halus (pasir). 2. Pemeriksaan bahan susun agregat kasar: pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat kasar, pemeriksaan keausan agregat kasar, pemeriksaan kadar lumpur agregat kasar, pemeriksaan kadar air agregat kasar, dan pemeriksaan berat satuan agregat kasar. 4. Perancanagan bahan susun beton yang berupa: air, semen, pasir, krakal/batu gamping (klastik siliklastik).
5. Pengambilan benda uji beton segar, pengujian slump dan pembuatan benda uji dan perawatan. 6. Pengujian kuat tekan benda uji. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun Agregat Halus (Pasir) 1) Gradasi Agregat Halus (Pasir) Dari hasil pemeriksaan gradasi agregat halus yang berasal dari sungai Progo termasuk dalam daerah gradasi no. 1, yaitu pasir kasar dengan modulus halus butir sebesar 3,2. Dari hasil pemeriksaan (Tabel 5.1) kita sudah dapat menyimpulkan bahwa agregat pasir yang kita gunakan adalah masuk pada daerah gradasi 1 (pasir kasar). (lihat Gambar 2). Tabel 2. Pemeriksaan Gradasi Pasir
Gambar 2 Hasil Pengujian Gradasi Pasir 2) Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus Hasil pemerikasaan berat jenis pasir kering didapat sebesar 2,79, sehingga pasir ini masih tergolong agregat normal, dimana batas berat jenis agregat normal antara 2,5 sampai 2,7, sedangkan agregat berat memiliki berat jenis diatas 2,8. Agregat ini akan bisa menghasilkan beton dengan berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan antara 15 MPa sampai 40 MPa. Dan juga dapat disebut juga dengan beton normal. Penyerapan air dari keadaan kering menjadi keadaan jenuh kering muka
Antón Ariyanto, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pasir Pengaraian-Riau e-mail :
[email protected]
Page 5
adalah 0,9%. Agregat normal mempunyai kemampuan serap air kurang dari 2%, sehingga agregat yang kita gunakan termasuk agregat normal. 3) Kadar Lumpur Agregat Halus Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,0074) didapat sebesar 2,3%, lebih kecil dari batas yang ditetapkan (5%) untuk beton normal. Sehingga pasir dapat digunakan tanpa harus dicuci. 4) Kadar Air Agregat Halus Pemeriksaan kadar air ini dengan cara mengambil sampel pasir SSD yang langsung dari lapangan, sehingga dalam perhitungan dapat diperoleh jumlah air yang perlu ditambahkan atau dikurangkan, dalam penelitian ini pasir yang akan digunakan untuk adukan adalah pasir dalam keadaan jenuh kering muka yang didapat dari penelitian sebesar 0,9%. Kadar air dalam pasir ini menunjukkan bahwa agregat yang dipakai merupakan agregat yang normal, yang mana kadar air ini masih bisa dianggap masuk pada koridor yang normal. Dimana kadar air untuk agregat halus (pasir) pada umumnya antara 1%-2% saja. 5) Berat Satuan Agregat Halus Berat satuan pasir SSD (ditumbuk) didapat sebesar 1,4 gram/cm3. Berat satuan ini berfungsi untuk mengindikasikan apakah agregat tersebut porous atau mampat. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Hal ini akan berpengaruh juga nantinya pada proses pengerjaan beton bila dalam jumlah besar, dan juga berpengaruh pada kuat tekan beton, dimana apabila agregatnya porous maka bisa terjadi penurunan kuat tekan pada beton. B. Batu Krakal (Andesit) 1. Ukuran Agregat Ukuran agregat batu krakal (andesit) yang digunakan adalah agregat dengan ukuran Page 6
butir maksimum 20 mm dan ukuran butir minimum 10 mm. Hal ini bertujuan agar agregat yang dipakai bergradasi sela. Sehingga diharapkan akan lebih memudahkan pada proses pengerjaan pencampuran beton. 2. Berat Jenis dan Penyerapan Air Berat jenis batu krakal jenuh kering muka adalah 2,6, sehingga batu krakal ini tergolong agregat normal yaitu sekitar 2,5 sampai 2,7 (Tjokrodimuljo, 1995). Penyerapan air dari keadaan kering menjadi keadaan jenuh kering muka adalah 1,96%. Penyerapan air untuk agregat normal adalah maksimum 2%. Sebenarnya walaupun masih dikatakan normal, penyerapan air sebesar itu kurang baik khususnya untuk beton dengan kuat tekan yang tinggi, karena dengan asumsi penyerapan air yang tinggi maka pori-pori pada agregatnya besar atau banyak. Akan tetapi untuk pembuatan beton normal, nilai penyerapan air pada agregat ini masih bisa di tolerir. 3. Keausan Butir Keausan batu krakal sebesar 36% lebih kecil dari batas maksimum yang ditetapkan (40%) untuk pembuatan beton dengan mutu beton K-125 – K225 atau kelas mutu II. 4. Kadar Lumpur Kondisi batu krakal pada pengujian ini langsung dari lapangan, tanpa proses pencucuian terlebih dahulu. Namun pada kenyataannya dari hasil pengujian didapat kadar lumpur sebesar 0,48%, sehingga dalam pemeriksaan kadar lumpur didapat kadar lumpur yang lebih kecil dari batas yang ditetapkan (1%). Jadi agregat ini tidak perlu lagi dicuci. Pada umumnya dilapangan pemeriksaan kadar lumpur pada agregat kasar jarang sekali dilakukan, biasanya hanya berdasarkan visualisasi saja. 5. Kadar Air Kadar air yang terdapat dalam batu krakal jenuh kering muka adalah 1,96%. Syarat JURNAL APTEK Vol. 3 No. 1 Januari 2010
Perbandingan Agreget Alternatif Pecahan Batu Gamping
kadar air maksimum untuk agregat normal adalah sebesar 2%, dari data yang didapat seperti diatas maka agregat ini masuk pada golongan agregat normal dan masih layak untuk di gunakan selama pada koridor beton normal, sekurang-kurangnya masuk beton kelas mutu II. 6. Berat Satuan Berat satuan batu krakal adalah 1,8 gram/cm3. Berat satuan ini berfungsi untuk mengindikasikan apakah agregat tersebut porous atau mampat. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Selain itu untuk agregat kasar, berat satuan ini digunakan untuk mengidentifikasikan jenis batuan dan kelasnya. Untuk berat satuan diatas 1,2 gram/cm3 agregat di katakan masuk dalam jenis agregat normal dan untuk berat diatas 2,8 gram/cm3 termasuk agregat untuk beton mutu tinggi. C. Batu Gamping (Klastik Siliklastik) 1. Gradasi Butir Ukuran agregat batu gamping (klastik siliklastik) yang digunakan adalah agregat dengan ukuran butir maksimum 20 mm dan ukuran butir minimum 10 mm. Hal ini bertujuan agar agregat yang dipakai bergradasi sela. Sehingga diharapkan akan lebih memudahkan pada proses pengerjaan pencampuran beton. 2. Berat Jenis dan Penyerapan Air Berat jenis batu gamping jenuh kering muka adalah 1,56, sehingga batu ini tergolong agregat ringan yaitu kurang dari 2,5. Penyerapan air dari keadaan kering menjadi keadaan jenuh kering muka adalah 23,84%, hal ini menunjukan bahwa penyerapan air agregat ini lebih besar dari penyerapan air untuk agregat normal yaitu maksimum 2%. Dari data diatas menunjukkan bahwa batu gamping pecah memiliki porousitas yang tinggi, dimana akan mempengaruhi kuat tekan beton, kelecakan dalam pengerjaan, dan kesulitan
dalam penentuan perbandingan air yang sesungguhnya. 3. Keausan Butir Keausan batu gamping sebesar 53,98% lebih besar dari batas maksimum yang ditetapkan (40%) untuk pembuatan beton dengan mutu beton K-125 – K225 atau kelas mutu II. Agregat ini masih bisa digunakan untuk beton kelas I atau beton mutu B0 dan B1. 4. Kadar Lumpur Kondisi batu gamping pada pengujian ini langsung dari lapangan pada kondisi setelah dipecah-pecah, tanpa proses pencucuian terlebih dahulu. Pada asumsinya batu ini tidak mengandung lumpur atau sangat sedikit. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,0074) dianggap 0%, sedangkan batas maksimum kadar lumpur adalah 1% untuk beton normal. Sehingga agregat dapat digunakan tanpa harus dicuci. Pada umumnya dilapangan pemeriksaan kadar lumpur pada agregat kasar jarang sekali dilakukan, biasanya hanya berdasarkan visualisasi saja. 5. Kadar Air Kadar air yang terdapat dalam batu gamping jenuh kering muka adalah 28,87%. Syarat kadar air maksimum untuk agregat normal adalah sebesar 2%, dari data yang didapat seperti diatas maka agregat ini tidak masuk pada golongan agregat normal. Kadar air yang tinggi akan berpengaruh buruk pada kuat tekan beton, karena pada saat beton mengering kandungan air yang terdapat pada agregat akan mensuplai bagian-bagian lain seperti pasta semen yang membutuhkan air. Pada saat itu akan terjadi rongga pada agregat karena sudah tidak mengandung air lagi atau terjadi penyusutan. Hal itu akan menimbulkan keretakan pada beton. 6. Berat Satuan Berat satuan batu gamping adalah 0,71 gram/cm3. Berat satuan ini berfungsi untuk
Antón Ariyanto, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pasir Pengaraian-Riau e-mail :
[email protected]
Page 7
mengindikasikan apakah agregat tersebut porous atau mampat. Semakin besar berat satuan maka semakin mampat agregat tersebut. Selain itu untuk agregat kasar, berat satuan ini digunakan untuk mengidentifikasikan jenis batuan dan kelasnya. Untuk berat satuan diatas 1,2 gram/cm3 agregat di katakan masuk dalam jenis agregat normal dan untuk berat diatas 2,8 gram/cm3 termasuk agregat untuk beton mutu tinggi. Berat satuan batu gamping ini porous dan termasuk dalam jenis agregat ringan, karena berat satuan dibawah 1,2 gram/cm3. D. Hasil Perencanaan Campuran Beton Perencanaan pengadukan beton dengan metode SK SNI T–15–1990–03 untuk kebutuhan bahan untuk 1 m³ beton proporsi bahan seperti yang terdapat pada Tabel 3. Direncanakan untuk campuran beton ini adalah dengan variasi fas 0,35; 0,40; 0,45; untuk tiap variasi agregat. Tabel 3. Kebutuhan Bahan Tiap 1 M³ Beton Batu Krakal
Tabel 4. Kebutuhan Bahan Tiap 1 M³ Beton Batu Gamping
Tabel 5. Kebutuhan Bahan Tiap 1 Adukan Beton Batu Krakal
Page 8
Tabel 6. Kebutuhan Bahan Tiap 1 Adukan Beton Batu Gamping
E. Hasil Uji Slump Beton Segar Batu Gamping Pecah Nilai slump didapat dari 1 kali pengujian slump. Uji slump dilakukan setelah selesai 1 kali pengadukan, dimana dalam penelitian ini dilakukan 3 kali pengadukan dengan kadar fas berbeda. Hasil uji slump disajikan dalam Tabel 7 Tabel 7. Hasil Uji Slump Beton Segar
Nilai slump yang dihasilkan berubah semakin meningkat sejalan dengan penambahan kadar fas. Hal ini terjadi karena ikatan antara agregat semakin baik dengan kadar fas yang semakin besar dan kelecakan pengerjaan beton pun semakin mudah. Pengaruh meningkatnya nilai slump ini juga dikarenakan oleh serapan agregat kasar. Dengan kata lain, agregat kasar batu gamping ini mempunyai daya serap air yang tinggi sehingga sangat berpengaruh pada kelecakan yang terjadi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa nilai slump akan semakin meningkat hingga titik tertentu dengan semakin bertambahnya kadar fas yang digunakan pada adukan beton dengan agregat batu gamping tersebut. F. Hasil Uji Tekan Beton Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat beton berumur 28 hari, dimana pada umur ini kekuatan beton dianggap mencapai 100%. Pengujian ini dilakukan untuk 3 buah benda uji silinder beton untuk setiap variasi dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Kekuatan tekan hasil uji beton diambil JURNAL APTEK Vol. 3 No. 1 Januari 2010
Perbandingan Agreget Alternatif Pecahan Batu Gamping
berdasarkan rata-rata tiga benda uji. Hasil pengujian kuat tekan beton dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton (Dengan Agregat Batu Krakal)
Tabel 9. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton (Dengan Agregat Batu Gamping)
Dari kedua tabel diatas terlihat kuat tekan tertinggi rata-rata yang dicapai oleh beton dengan agregat batu krakal (andesit) dengan nilai faktor air semen 0,35 sebesar 36,95 MPa. Sedangkan kuat tekan tertinggi yang dicapai oleh beton dengan agregat batu gamping (klastik siliklastik) hanya mencapai 18,12 MPa, pada nilai faktor air semen 0,40. Perbandingan kekuatan tekan untuk beton dengan agregat batu krakal (andesit) dan beton dengan agregat batu gamping (klastik siliklastik) yang menggunakan berbagai variasi faktor air semen (fas) dapat dilihat pada Gambar 3
Rendahnya nilai kuat tekan beton dengan agregat batu gamping ini disebabkan karena kekerasan agregat batu gamping lebih rendah dari kekerasan batu krakal. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji Los Angelos yang menunjukkan besarnya keausan agregat yang sampai sebesar 53,98%, ini sangat berpengaruh pada kuat tekan beton. Kuat tekan tertinggi rata-rata yang dicapai oleh beton dengan agregat batu krakal (andesit) cenderung menurun kuat tekannya seiring dengan meningkatnya nilai faktor air semen. Sedangkan kuat tekan tertinggi rata-rata yang dicapai oleh beton dengan agregat batu gamping (klastik siliklastik) kuat tekan beton yang dihasilkan mengalami peningkatan sampai dengan nilai faktor air semen 0,40 dan kemudian kuat tekan beton mengalami penurunan pada nilai faktor air semen 0,45. Hal ini disebabkan karena agregat batu gamping ini sangat porous dan sesuai hasil uji bahan diatas menyatakan bahwa penyerapan air yang terjadi sangat besar, sehingga pada pengerjaan betonnya pada fas yang rendah sangat sulit terutama pada proses pengadukan beton untuk mencapai beton yang homogen.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada teknisi laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Gahtan.., 2002, Membandingkan Penggunaan Agregat Batu Kali Dicampur Dengan Batu Bedhes Merah Pada Komposisi Perbandingan 100:0; 80:20; Dan 60:40; Sebagai Campuran Laston Untuk Lalau Lintas Sedang, Yogyakarta.
Gambar 3. Diagaram Kuat Tekan Beton untuk Berbagai Variasi Faktor Air Semen
Harditya, C., 2006, Pengaruh Variasi Kadar Superplastisizer Terhadap Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi Dengan Bahan Tambah Silicafume 10%, Yogyakarta.
Antón Ariyanto, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pasir Pengaraian-Riau e-mail :
[email protected]
Page 9
Ismanto, H., 2003, Pengaruh Persentasi Batu Keprus Gunung Kidul Dan Pasir Gunung Merapi Sebagai Campuran Agregat Terhadap Sifat-Sifat Lapis Lapis Pondasi Bawah (Sub Base), Yogyakarta. Mulyono, T., 2004, Teknologi Beton, Andi , Yogyakarta. Prasatya, E., 2005, Uji kuat Tekan Beton Ringan Dengan Agregat Kasar Batu Apung Menggunakan Bahan Tambah Silica Fume
Page 10
Dan Superplasticizer Dengan Kadar Fas 0,3; 0,35; 0,4; Dan 0,45, Yogyakarta. Syahrial, A., 2002, Membandingkan Penggunaan Agregat Batu Kali Dicampur Dengan Batu Bedhes Merah Dengan Komposisi Perbandingan 0:100; 20:80; Dan 40:60; Sebagai Campuran Laston Untuk Lalau Lintas Sedang, Yogyakarta. Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi Beton, Edisi Kedua, Nafiri, Yogyakarta
JURNAL APTEK Vol. 3 No. 1 Januari 2010