Buletin Peternakan Vol. 33(3): 154-161, Oktober 2009
ISSN 0126-4400
PERBAIKAN PAKAN KAMBING BLIGON MENGGUNAKAN DAUN KETELA SEBAGAI SUPLEMEN FEED IMPROVEMENT OF BLIGON GOATS DIET USING CASSAVA LEAF AS SUPLLEMENT Kustantinah*, Arif Nur Wibowo, dan Hari Hartadi
Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Fauna No.3 Bulaksumur, Yogyakarta, 55281 INTISARI Produk sisa hasil pertanian khususnya dari pohon ketela, adalah sangat mudah didapatkan diseluruh Indonesia. Bagian yang digunakan sebagai pakan hewan adalah daun, kulit batang, umbi (segar maupun kering/gaplek dan kulit umbi). Penggunaan daun ketela pohon untuk pakan ternak adalah terbatas, karena adanya kandungan antinutrisi yaitu asam sianida (HCN) dan juga tanin. Produk ketela pohon banyak dijumpai pada saat musim kering, dimana ketersediaan hijauan untuk ruminansia pada umumnya terbatas. Untuk meningkatkan penggunaan produk ketela pohon, maka dilakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari penggunaan produk ketela pohon (Manihot esculenta Crantz) sebagai suplemen pakan kambing Bligon. Didalam penelitian ini digunakan 24 ekor kambing Bligon betina dewasa dalam kondisi bunting awal yang dibagi secara acak menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu kontrol (K: pakan basal sesuai dengan apa yang biasa diberikan petani), perlakuan 1 (T.1: pakan basal sesuai kontrol dan diberi pakan tambahan daun ketela pohon) dan perlakuan 2 (T.2: pakan basal sesuai kontrol dan diberi pakan tambahan daun ketela pohon dan gaplek). Pakan kelompok K sesuai dengan yang diberikan peternak, kelompok T.1 ditambah dengan 300 g daun ketela pohon dan pada kelompok T.2 ditambah dengan 260 g daun daun ketela pohon dan 200 g gaplek. Hasil penelitian menunjukkan kenaikan konsumsi EE dan TDN. Suplementasi daun ketela pohon dan gaplek dapat meningkatkan kecernaan BK, BO, PK, EE dan TDN namun menurunkan kecernaan SK. Efek anti koksidia yang diharapkan dari produk ketela pohon tidak muncul secara optimal yang ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan jumlah oosista koksidia dalam feses kambing, meskipun terjadi penurunan (1.666,67 pada T.1 dan 2.500 pada T.2) dibandingkan dengan K (5.000). (Kata kunci: Kambing Bligon, Daun ketela pohon, Suplemen pakan, Coccidiostat) ABSTRACT Agricultural by-product, especially from cassava plants, can be found easily at all over Indonesia. Parts of cassava (Manihot esculenta Crantz) plant that can be used for animal feed are leaves, stem covering, tuber (in dry or wet condition, with or without skin). Cassava leaves cannot be used freely as animal feed, because of the persistence of anti-quality, i.e. Cyanide Acid (HCN) and tannin substance. Cassava leaves can be found easily in the dry season, when generally the presence of forage as ruminant’s diet is so limited. This research had to be done to observe potency of cassava leaves as supplement for Bligon goat’s diet. This research used 24 mature early pregnant Bligon goats. The goat divided into 3 treatments, those are : K as Control Diet (conventional diet which usually be given by the farmers); T1 or Treatment 1 (Control Diet+300 g cassava leaves); and T2 or Treatment 2 (Control Diet+260 g cassava leaves+200 dried cassava tuber). The result showed that cassava leaves supplementation increased EE and TDN consumption. From total consumption, cassava leaves and dried cassava tuber increased DM, OM, CP, EE, and TDN digestibility, but reduced CF digestibility. The effect of anti-coccidia didn’t appear optimally which shown by there was no significant differences of the amount of coccidian oocyste in the goat feces. However, the amount of coccidian oocyste in the feces reduced (1666.67 on the T1 and 2500 on the T2) as compare to those on the K (5000). (Key words: Bligon Goat, Cassava leaves, Feed Supplement, Coccidiostat)
Pendahuluan Hijauan pakan ternak yang digunakan oleh petani peternak di Indonesia untuk ternaknya, khususnya untuk ternak kambing sangat beragam
_________________________________ * Korespondensi (corresponding author): Telp. +62 812 156 9213 E-mail:
[email protected]
spesiesnya, baik dari rumput, dedaunan, leguminosa maupun limbah pertanian. Pada musim penghujan, jenis pakan yang digunakan berkisar 3 sampai 5 jenis tanaman dan didominasi rerumputan, akan tetapi keadaan ini berbeda pada musim kemarau. Pada Musim kemarau, jenis pakan yang diberikan sangat beragam, dapat lebih dari 22 jenis hijauan (Ernawati, 2003; Rahmawati, 2004). Hijauan pakan tersebut biasanya digunakan sebagai pakan basal
154
Kustantinah et al.
Perbaikan Pakan Kambing Bligon Menggunakan Daun Ketela sebagai Suplemen
tanpa adanya pakan tambahan. Ketela pohon merupakan tanaman tahunan. Produk ketela pohon yang biasa digunakan sebagai pakan ternak adalah daun, batang yang masih muda, kulit batang, kulit umbi, umbi dalam bentuk basah atau kering (gaplek) dan ampas sisa pembuatan pati yaitu onggok. Manihot esculenta (ketela pohon) adalah tanaman yang tumbuh dapat mencapai 4 meter tingginya dengan bagian akar yang dapat dimakan, karena mengandung pati yang cukup tinggi dan secara umum digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan di negara-negara tropik dan sub tropik (Keir et al., 1997). Daunnya dapat digunakan untuk hewan dalam bentuk segar, kering ataupun dibuat silase untuk penyimpanannya. Persentase daun dalam bentuk segar pada saat panen adalah 40,8% dari tanaman (Keir et al., 1997). Daun ketela pohon merupakan produk yang kaya akan protein, mencapai 17,5-24% (Hartadi et al., 1997; Ernawati, 2003; Zubaidah, 2005), sehingga dapat digunakan sebagai suplemen sumber protein, sedangkan gaplek, yang merupakan produk utama dari ketela pohon mempunyai kandungan energi dalam bentuk TDN cukup tinggi, yaitu mencapai 84%, sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Dalam pemanfaatan produk ketela pohon, yang harus diperhatikan adalah adanya kandungan asam sianida dan tanin. Daun ketela pohon mengandung HCN sekitar 0,077% sampai 0,084%, sedangkan Widyastuti (2005) dan Zubaidah (2005) mendapatkan angka yang cukup tinggi yaitu 0,58% sampai 0,63%. Ngamsaeng et al. (2006) menemukan nilai kandungan condensed tannin (CT) daun ketela pohon termasuk medium yaitu 2,2% BK dan crude saponin (SC) 1,7% BK. Kiyothong dan Wanapat (2003) menunjukkan bahwa kandungan CT dari daun ketela pohon dapat mencapai 3,3% (BK), dan kandungan PK bervariasi dari 20,6, 21,7 dan 29% berturut-turut menurut Kiyothong dan Wanapat (2003), Ngamsaeng et al. (2006) dan Keir et al. (1997). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi daun ketela pohon antara lain menggunakan methode In Vitro Gas Test dan juga produksi VFA totalnya. Produksi gas selama 48 jam inkubasi didalam cairan rumen sebesar 83,0 ml/g BK (Ngamsaeng et al., 2006) dan produksi VFA sebesar 49 mmol/liter. Keir et al. (1997) mendapatkan nilai produksi gas selama 48 jam fermentasi sebesar 34,1 ml/g BK pada daun ketela segar, dengan potensial produksi gas (parameter b ml/g BK) sebesar 52,2, sedangkan Ngamsaeng et al., (2006) mendapatkan nilai sebesar 86,1 ml/g BK. Produksi ketela pohon di Kabupaten Gunungkidul mencapai 668.039,67 ton per tahun, dengan luas lahan 52.500 ha (BPS, 2003). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
155
penggunaan produk ketela pohon oleh petani belum optimal, disebabkan banyak terjadi keracunan (Kustantinah, unpublished). Tujuan penelitian yang dilakukan adalah peningkatan penggunaan produk ketela pohon, terutama daun sebagai suplemen sumber protein, untuk menghindari terjadinya problem keracunan yang disebabkan oleh asam sianida maka daun ketela pohon dikeringkan terlebih dahulu selama 4 hari. Selain digunakan sebagai sumber protein, maka daun ketela pohon juga mengandung tanin (Kustantinah et al., 2008; Kustantinah et al., 2005). Tanin ternyata dapat digunakan sebagai agen anti parasit gastro intestinalis yaitu koksidia dan cacing (Seng Sokerya dan Preston 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek pengunaan produk ketela pohon (daun dan umbi kering/gaplek) sebagai suplemen sumber protein dan sumber energi pada ruminansia kecil dan juga sebagai anti koksidia (Coccidiostat) saluran pencernaan. Materi dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (on farm) di lakukan di Dusun Wonolagi, Desa Ngleri Lor, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Pohon ketela ditanam secara tumpang sari dengan tanaman yang lain di dusun Gombang, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Ternak yang digunakan adalah ternak yang dipelihara oleh Kelompok Wanita Tani Sumber Rejeki. Kelompok tani ini merupakan binaan Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UGM. Jumlah ternak yang digunakan adalah 24 ekor kambing Bligon dewasa, dalam keadaan bunting awal, yang dikelompokkan secara acak, menjadi 3 kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah T1: suplementasi 300 g daun ketela (PK 21,6%, TDN 67,4%) dan T2 suplementasi 260 g daun ketela dan 200 g gaplek (PK 13,1%, TDN 75%) dan Kontrol (tanpa suplemen) dimana pakan basal sesuai dengan yang biasa digunakan oleh petani (Tabel 1). Masing-masing perlakuan terdiri dari 8 ekor ternak. Ternak dikandangkan secara individual, dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Ransum diberikan selama 2 bulan. Koleksi data konsumsi dan feses dilakukan selama 15 hari berturut-turut. Spesies hijauan yang diberikan petani sebagai pakan basal diamati dan jumlah yang diberikan dicatat setiap hari. Selama koleksi data, diambil sampel pakan sesuai dengan spesies hijauan yang diberikan, sisa pakan dan feses. Variabel yang diamati adalah spesies hijauan yang diberikan petani selama percobaan, dan komposisi kimia, konsumsi nutrien bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK),
Buletin Peternakan Vol. 33(3): 154-161, Oktober 2009
ISSN 0126-4400
Tabel 1. Susunan ransum percobaan (ration of diet) Items Pakan basal (basal diet) Hijauan yang tersedia di lapangan dan biasa digunakan petani peternak (forage available in the field that usually used by farmer) Suplemen (g apa adanya) (supplement (g as fed)) Daun ketela pohon kering (dried cassava leave) Gaplek/ubi ketela pohon kering (dried cassava tuber) Suplemen (%) (supplement (%)) Protein kasar (crude protein) Total digestible nutrient ekstrak eter (EE), serat kasar (SK), dan total digestible nutrients (TDN), kecernaan in vivo, dan jumlah oosista koksidia di dalam feses yang dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan, UGM. Data konsumsi pakan kecernaan nutrien dan jumlah oosista koksidia dalam feses, dianalisis menggunakan analisis variansi pola searah, apabila terdapat perbedaan karena perlakuan, dilakukan uji Duncan’s (Astuti, 1981). Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau, yaitu bulan Agustus sampai dengan Oktober, pada musim ini spesies hijauan yang digunakan petani untuk pakan ternak cukup banyak. Jumlah spesies hijauan pakan ternak yang digunakan petani peternak selama penelitian berlangsung mencapai 20 jenis tanaman. Apabila dipilahkan, maka dapat dibagi menjadi spesies rumput, leguminosa, limbah pertanian dan daundaunan (Tabel 2). Jenis rumput yang biasa digunakan petani adalah rumput raja, rumput lapangan dan rumput ilalang, sedangkan leguminosa adalah: Leucaena leucocephala, Gliricidia maculata. Limbah pertanian yang banyak dimanfaatkan adalah jerami kacang tanah, jerami jagung, daun kacang benguk, daun kacang panjang dan daun kacang kedelai. Jenis daun-daunan adalah: pisang, beringin, sambi, mahoni, sawo, jambu air, nangka dan pepaya. Penelitian terdahulu, Ernawati (2003) dan Rahmawati (2004) mengidentifikasi spesies pakan yang diberikan peternak sejumlah 22 jenis hijauan pakan ternak di Desa Kwarasan, Kabupaten Gunungkidul dengan waktu yang berbeda. Hijauan pakan ternak, biasanya diberikan dalam keadaan segar, dengan BK berkisar antara 17–49,2%, sedangkan rumput yang diberikan kandungan proteinnya relatif masih cukup bagus, berkisar antara 10–12% kecuali untuk rumput
Kontrol (Control) Ad libitum
Perlakuan (treatments) Perlakuan 1 Perlakuan 2 (Treatment 1) (Treatment 2) Ad libitum Ad libitum
-
300 -
260 200
-
21,60 67,40
13,10 75,00
ilalang, yaitu hanya sekitar 6%. Hijauan yang berasal dari limbah pertanian, memiliki kandungan PK cukup tinggi yaitu berkisar antara 7% (daun kacang kedelai dan jerami jagung) sampai 20,4% (daun kacang panjang. Delapan belas spesies hijauan yang diberikan untuk ternak, berdasarkan kandungan PK dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu yang mengandung PK tinggi (17-23,5), PK medium (13–16,3) dan PK rendah (6,3-10,9). Frekuensi pemberian jerami kacang tanah pada saat dilakukan penelitian (Agustus-Oktober) cukup tinggi atau bahkan paling tinggi dibandingkan hjauan pakan yang lain, hal ini disebabkan pada saat penelitian, para petani sedang panen kacang tanah. Rumput raja adalah jenis rumput yang paling sering diberikan karena petani mempunyai lahan rumput di sepanjang sungai Oya yang mengelilingi Dusun Wonolagi, dimana penelitian ini berlangsung. Hijauan dedaunan yang diberikan sangat bervariasi, ada sekitar 8 jenis (Tabel 2). Kandungan PK dari daun-daunan tersebut cukup tinggi, bahkan dapat mencapai 18,8% (daun pepaya), demikian juga untuk daun sawo, meskipun yang diberikan adalah daun yang cukup tua, akan tetapi nilai proteinnya mencapai 17,5% (Tabel 2). Daun pepaya terlihat mempunyai potensi yang cukup bagus sebagai pakan ternak, karena selain mengandung protein yang cukup tinggi, ternyata kandungan serat kasarnya rendah (19%), paling rendah dibandingkan kandungan serat dari daun-daunan yang lain. Pemanfaatan daun pepaya untuk ruminansia kecil ini sudah banyak dilakukan dan ternyata berpengaruh secara nyata terhadap keempukan daging kambing (Hastuti, 2004). Demikian juga efek daun pepaya terhadap produk olahan daging kambing (Ariastuti, 2004). Jenis pakan yang diberikan ke ternak oleh masyarakat Wonolagi ini mirip dengan pakan yang diberikan masyarakat Nglipar (Dusun Kwarasan, Kabupaten Gunungkidul). Kustantinah et al. (2005) mencatat bahwa petani peternak di dusun Kwarasan
156
Kustantinah et al.
Perbaikan Pakan Kambing Bligon Menggunakan Daun Ketela sebagai Suplemen
Tabel 2. Spesies hijauan pakan ternak yang dimanfaatkan petani untuk ternak kambing di dusun Wonolagi (species of feedstuffs using by farmer in Wonolagi village) No
Spesies tanaman (forage species)
Komposisi kimia dalam 100% BK (chemical composition in 100% DM) EE/Extract BK/DM BO/OM PK/CP SK/CF TDN* Ether
Rumput (grass) Rumput raja (king grass) 17,10 Rumput Lapangan (native grass) 21,50 Rumput Ilalang (congo grass) 33,40 Leguminosa (leguminoceae) 1 Lamtoro (leucaena leucocephala) 32,30 2 Gamal (gliricidia maculate) 18,10 Limbah pertanian (agricultural waste) 1 J. Kacang tanah (peanut haulm) 30,60 2 J. Jagung (corn stover) 29,80 3 D. Kc. benguk (kc benguk leaves) 20,50 4 D. Kc. panjang (kc panjang leaves) 16,40 5 D. Kac. kedelai (soybean leaves) 49,20 Dedaunan (leaves) 1 D. Pisang (banana leaves) 21,90 2 D. Beringin (beringin leaves) 18,10 3 D. Sambi (sambi leaves) 37,40 4 D. Mahoni (mahogany leaves) 29,00 5 D. Sawo (sawo leaves) 27,40 6 D. Jambu air (jambu air leaves) 32,00 7 D. Nangka (jack fruit leaves) 44,00 8 D. Pepaya (papaya leaves) 16,00 * TDN dihitung menggunakan persamaan Hartadi et al. (1997)). 1 2 3
telah biasa memberikan rumput Raja, leguminosa, limbah pertanian dan daun-daunan. Frekuensi pemberian rumput raja yang paling tinggi (71,28%). Produk ketela pohon yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan umbi yang sudah dikeringkan, daun sudah dalam bentuk hay dengan BK cukup tinggi sekitar 85%, sedangkan kandungan proteinnya mencapai 21,6% sehingga digunakan sebagai sumber protein, sedangkan gaplek kandungan PK hanya sekitar 2%, akan tetapi TDN cukup tinggi yaitu 81% dengan ETN 92,9%, sehingga dapat digunakan sebagai pakan sumber energi (Tabel 2). Konsumsi dan kecernaan nutrien pakan Pengamatan konsumsi nutrien pakan dilakukan selama 15 hari secara berturut-turut. Dari nutrien BK/BO/PK dan SK, ternyata konsumsi nutrien untuk ke dua perlakuan (T1 dan T2) tidak memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Pakan basal yang ditambah dengan sumber protein (T1) atau ditambah sumber protein dan sumber energi (T2) tidak memberikan hasil yang berbeda apabila dibandingkan dengan pakan kontrol (K) yang merupakan pakan
157
83,40 81,00 91,80
10,10 12,40 6,30
30,00 29,20 40,60
1,60 1,50 0,90
55,50 56,30 54,00
89,70 89,10
19,10 23,50
19,40 24,80
2,40 2,82
69,10 62,60
88,50 88,90 92,00 87,00 93,20
13,40 6,80 17,20 20,40 6,80
25,20 28,80 23,20 27,00 43,40
0,40 1,20 1,40 3,00 1,70
51,90 49,00 65,30 58,10 49,70
87,50 14,10 31,10 4,60 56,10 85,70 11,10 33,00 2,50 52,00 95,30 16,30 19,60 0,50 66,20 2,00 59,70 92,10 11,10 29,80 94,40 17,50 26,60 1,60 65,50 91,90 10,90 34,00 3,10 56,10 85,90 12,90 23,50 2,30 60,40 85,80 18,80 19,00 70,00 (1997) (calculation of TDN adopted from Hartadi et al.
yang sesuai dengan yang diberikan petani, meskipun pakan perlakuan cenderung memberikan nilai yang lebih tinggi untuk T1 dan T2, berturutturut 35,8 dan 40,2 g/kg BB (Tabel 3). Konsumsi BK untuk ransum yang mendapatkan suplementasi berkisar antara 36-40 g/kg BB/hari, sedangkan konsumsi PK juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kebutuhan BK harian untuk kambing dengan BB 30-40 kg, dalam kondisi bunting awal berkisar antara 30,25 sampai 32,7 g/kg BB/hari (NRC, 1981). Ditinjau dari hal tersebut, maka konsumsi BK baik untuk kontrol maupun ransum perlakuan (T1 dan T2) lebih tinggi dibandingkan dengan referensi. Mulyanti (2004) mendapatkan angka konsumsi BK sekitar 29,2 gram/kg BB/hari untuk kambing betina dewasa dan juga kambing bligon, yang dipelihara oleh petani daerah Kwarasan. Meskipun tidak berbeda secara nyata, konsumsi BO dari T2 memberikan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain, yaitu 35,5 (T2) dan 31,6% (T1), hal ini kemungkinan disebabkan adanya efek penambahan gaplek sebagai suplemen sumber energi. Pemberian suplementasi sumber PK (T1) maupun sumber PK dan Energi (T2) ternyata juga
Buletin Peternakan Vol. 33(3): 154-161, Oktober 2009
tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi PK apabila dibandingkan dengan kontrol. Dari penelitian ini didapatkan bahwa konsumsi PK untuk kelompok K adalah 4,32 g/kg BB/hari, sedangkan T1 dan T2 memberikan nilai sekitar 5 g/kg BB/hari, sedangkan kebutuhan PK menurut NRC hanya sekitar 2,5 g/Kg BB/hari (NRC, 1981). Mulyanti (2004) menggunakan kambing bligon dengan kondisi fisiologi yang mirip, mencatat nilai sebesar 2,77 g/kg BB/hari. Hasil pengamatan konsumsi TDN menunjukkan pemberian suplementasi daun ketela saja tidak memberikan efek terhadap konsumsi TDN dibandingkan dengan kontrol, sedangkan suplementasi daun ketela dan gaplek (T2) memberikan kenaikan konsumsi TDN secara signifikan (P<0,05) (Tabel 3). Kenaikan ini cukup besar, mencapai 4,2 poin. Konsumsi TDN dalam penelitian ini adalah 19,6 g/kg BB/hari, 20,1 g/kg BB/hari dan 23,6 g/kg BB/hari berturut-turut untuk Kontrol, T1 dan T2. Pengamatan terhadap kecernaan nutrien menunjukkan bahwa kecernaan BK dan BO serta TDN untuk T2 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun T1. Hal ini tercermin dari konsumsinya, apabila diamati, maka konsumsi T2 juga lebih tinggi dibandingkan dengan T1 dan K meskipun tidak berbeda secara nyata (Tabel 3). Kecernaan serat kasar dari ransum T2, ternyata paling rendah dibandingkan K dan T1 yaitu sebesar 16,3% sedangkan kecernaan SK K dan T1 berkisar antara 22%, hal ini kemungkinan karena adanya efek penambahan gaplek. Gaplek mempunyai kandungan ETN cukup tinggi, yaitu sekitar 92,9%,
ISSN 0126-4400
sehingga dengan pemberian sebesar 200 g/hari kemungkinan sudah mempengaruhi lingkungan di dalam rumen, menjadi tidak menguntungkan untuk perkembangan mikrobia selulolitik, sehingga dapat menurunkan aktifitas mikrobia tersebut terhadap serat kasar pakan dan menyebabkan kecernaannya menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan Orskov dan Ryle (1990) yang mengatakan bahwa, mikrobia selulolitik merupakan mikrobia yang sangat rentan terhadap perubahan pH lingkungan. Pada saat pH mencapai <6,2 maka populasinya akan menurun, sehingga dapat menyebabkan rendah degradasi SK. Sokerya dan Preston (2003) menggunakan daun ketela pohon kering yang diberikan sebagai pakan tunggal atau dicampur dengan rumput (50:50 BK) pada kambing menunjukkan bahwa kecernaan BK pada daun ketela yang diberikan secara tunggal sebesar 70,3% dan meningkat menjadi 81% apabila daun ketela dicampur dengan rumput dengan imbangan yang sama (50:50), sehingga didapatkan kenaikan sebesar 11 poin, demikian pula kecernaan PK meningkat dari 78,6% menjadi 88,6% apabila pakan kambing merupakan campuran daun ketela dan rumput, terjadi kenaikan sebesar 10 poin. Penelitian yang dilakukan menunjukkan penambahan daun ketela sebanyak 300 gram akan meningkatkan kecernaan PK dari 9,8 (K) menjadi 14,0 (T1), sehingga didapatkan kenaikan sekitar 4 poin (Tabel 4). Kecernaan BK untuk pakan K adalah 71,2% sedangkan penambahan daun ketela sebesar 76,5%, nilai ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Sokerya dan Preston (2003), yang memperoleh nilai
Tabel 3. Konsumsi nutrien (g/kg BB/hari) (intake of nutrient (g/kg BW/day)) Nutrien (nutrient) BK (DM) ns BO (OM) ns PK (CP) ns SK (CF) ns EE (Extract Ethert) TDN ns non significant.
K 34,30 30,30 4,30 8,70 0,30 19,60
T1 35,80 31,60 4,90 9,00 0,60 20,10
T2 40,20 35,50 5,00 8,30 0,60 23,60
Tabel 4. Kecernaan nutrien pakan (%) (digestibility (%)) Nutrien (nutrient) K T1 T2 BK (DM) 72,20a 76,50b 81,30b BO (OM) 73,20a 78,90b 82,80b a b PK (CP) 9,80 14,00 10,40a a b SK (CF) 22,40 20,80 16,30b EE (Extract Ethert) 0,50a 2,20b 1,50c a b 72,50 81,30 84,60b TDN a,b,c Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) (different superscripts at the same column indicate significant differences (P<0.05)).
158
Kustantinah et al.
Perbaikan Pakan Kambing Bligon Menggunakan Daun Ketela sebagai Suplemen
Jumlah Oosista Koksidia dalam Feses (per gram feses) 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 K
T.1
T.2
Perlakuan
Gambar 1. Jumlah Oosista koksidia dalam feses (the number of coccidian oosysta in the feces) kecernaan BK 70% dan juga Theng Kouch et al. (2003) yang mendapatkan nilai sebesar 73% dimana daun ketela diberikan secara tunggal pada kambing. Hong (2002) memberikan 100, 75, dan 50% daun ketela ke kambing, mendapatkan kecernaan BK berturut-turut sebesar 79,3, 76,3 dan 78,3% akan tetapi daun ketela diberikan dengan cara digantung, cara ini sudah diketahui menunjukkan konsumsi pakan yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian secara diletakkan di tempat pakan. Oosista Koksidia Infeksi parasit didalam saluran pencernaan merupakan suatu problem yang serius pada ruminansia di negara tropis, termasuk di Indonesia dan biasanya berhubungan dengan kinerja ternak yang buruk, didalam penelitian ini parasit yang diamati adalah Coccidia. Parasit coccidia banyak didapatkan pada ternak yang selalu dipelihara di dalam kandang, seperti yang biasa dilakukan petani peternak di daerah Gunungkidul (Kustantinah et al., 2008). Selanjutnya peneliti tersebut menyebutkan bahwa, kambing Bligon yang diberi pakan tunggal rumput raja (ad libitum), penambahan 220 g BK atau 515 g BK daun ketela kering, ternyata mendapatkan jumlah Oosista koksidia per gram feses berturut turut 4.537, 1.442 dan 723. Dinyatakan pula bahwa daun ketela secara signifikan dapat menurunkan jumlah parasit coccidia didalam saluran pencernaan pada domba. Kondisi ini kemungkinan besar terjadi karena adanya efek CT atau komponen phenolik yang dikandung dalam daun ketela (Netpana et al., 2001). Jumlah oosista koksidia didalam feses berturut-turut 5.000, 3.333 dan 2.500 untuk kambing yang diberi pakan kontrol, T1, dan T2 (Gambar 1). Lin et al. (2003) menunjukkan pola yang sama dengan menggunakan daun ketela pohon
159
sebagai pakan tunggal untuk kambing, pemberian daun ketela pohon memberikan nilai sebesar 820±45 per gram feses dibandingkan pakan rumput guinea jumlah oosita koksidia sebanyak 4.043±207 per gram feses. Meskipun dalam penelitian yang dilakukan terjadi penurunan jumlah oosista koksidia didalam feses (Gambar 1), akan tetapi hal ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dalam penelitian menggunakan produk ketela ini ternyata efek coccidiostat yang diharapkan dari produk ketela (daun dan gapleknya) tidak muncul secara optimal, kemungkinan karena pemberian produk ketela, baik daun maupun umbinya dalam bentuk kering, dimana pengeringan daun dilakukan selama 4 hari dibawah sinar matahari secara langsung, sedangkan gaplek, dapat mencapai 4 sampai 5 hari, sehingga kandungan tanin yang diharapkan mempunyai efek coccidiostat sudah sangat berkurang akibat pengeringan. Hal ini sesuai dengan Kustantinah et al. (2004); Widyastuti (2005) dan Ahn et al. (1997) yang menyatakan bahwa, pengeringan dapat menurunkan kandungan tanin daun cassava dari segar 11% menjadi 4% apabila dikeringkan selama 4 hari. Meskipun demikian, dari hasil penelitian yang didapatkan dan penemuan Sokerya dan Rodriguez (2001) menunjukkan bahwa daun ketela mengandung komponen (khususnya CT) yang mempunyai efek anti parasit khususnya pada kambing. Penemuan ini telah banyak ditunjukkan dalam literatur Butter et al. (2000) dan Kahn et al. (2001). Kesimpulan Suplementasi produk ketela kering (daun dan umbi) yang diberikan pada kambing yang dipelihara KWT Sumber Rejeki, Dusun Wonolagi tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi
Buletin Peternakan Vol. 33(3): 154-161, Oktober 2009
nutrien kecuali konsumsi TDN, sedangkan efek coccidiostat saluran pencernaan yang diharapkan dari produk ketela pohon belum muncul secara optimal. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan kerjasama Higher Education Link antara Universitas Gadjah Mada dan IFRU-MLURIAberdeen University, UK yang merupakan program dari Department for International Development, UK melalui The British Council Indonesia. Daftar Pustaka Astuti, M. 1981. Rancangan Percobaan dan Analisa Statistik. Bagian Pemuliaan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ahn, J. H., R. Elliott, B. W. Norton. 1997. Oven drying improves the nutritional value of Calliandra calothyrsus and Gliricidia sepium as supplements for sheep given low-quality straw. Department of Agriculture, The University of Quensland, Brisbane, Quensland 4072, Australia. Ariastuti, I. 2004. Kualitas fisik dan organoleptik kambing Bligon betina yang diberi pakan daun pepaya berbagai level. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2003. Gunungkidul Dalam Angka 2003. Kabupaten Gunungkidul, DIY. P 188. Ernawati, N.I. 2003. Evaluasi konsumsi dan kecernaan bahan organik kambing Bligon betina dewasa pada musim kering. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hastuti. 2004. Pengaruh pemberian daun pepaya terhadap kualitas fisik dan organoleptik daging kambing Bligon betina. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Keir, B., N.V. Lai, T.R. Preston and E.R. Orskov. 1997. Nutritive value of leaves from tropical trees and shrubs: 1. In vitro gas production and in sacco rumen degradability. Livest. Res. Rural Develop. 9(4). Kiyothong, K and M. Wanapat. 2003. Cassava Hay and Stylo 184 hay to replace concentrates in
ISSN 0126-4400
diets for lactating dairy cows. Livest. Res. Rural Develop. 15(11). Kustantinah, M.A. Lomax., B. Suhartanto, P.W. Soemitro, H. Hartadi and S. Zubaidah. 2004. Effect of drying process of cassava leaves on its degradability. Proc. 11th AAAP Congress, Malaysia. Kustantinah, H. Hartadi, L.M.Yusiati, R. Utomo, A. Agus, B. Suhartanto, F. Holil dan E. Dahono. 2005. Effect of supplementation of protein feeds to various roughages as a basal feed on the performance of Bligon goats. Small Ruminant Research and Development Workshop, Vietnam. Kustantinah, Y.D. Artikarini, H. Hartadi dan W. Nurcahyo. 2008. Penggunaan daun ketela pohon di dalam ransum untuk mengatasi endoparasit pada kambing yang dipelihara peternak. Buletin Peternakan 32(1):1-11. Lin, N.K, T.R. Preston, D.V. Binh and N.D. Ly. 2003. Effects of tree foliages compared with grasses on growth and intestinal nematode infestation in confined goats. Livestock research for rural development 15 (6). Available at http://www/cipav.org.co/-lrrd/ lrrd15/6/ lin156.htm. Mulyanti, S. 2004. Pengaruh penggunaan konsentrat sumber energi terhadap konsumsi nutrien kambing Bligon betina dewasa di Dusun Kwarasan Wetan, Desa Kedungkeris, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. NRC. 1981. Nutrient Requirements of Goats: Anggora, Dairy, and Meat Goat in Temperate and Tropical Countries. National Academic Press, Washington, D.C. Netpana, N. M. Wanapat, O. Poungchompu and W. Toburan. 2001. Effect of Condensed Tannins in Cassava Hay on Fecal Parasitic egg counts in Swamp buffaloes and cattle. Available at http://www.mekarn.org/prop.kk/-netp.htm. Accession date July 2008. Ngamsaeng, A., M. Wanapat and S. Khampa. 2006. Evaluation of local tropical plants by in vitro rumen fermentation and their effects on fermentation end products. Pakistan Journal of Nutrition 5(5). Orskov, E. R., and M. Ryle. 1990. Energy Nutrition Ruminant. Elsevier Applied Science. London. Rahmawati, Y.N. 2004. Pengaruh frekuensi pemberian pakan dan suplementasi konsentrat terhadap konsumsi energi kambing Bligon. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sokerya, S. and T.R. Preston. 2003. Effect of grass or cassava foliage on growth and nematode
160
Kustantinah et al.
Perbaikan Pakan Kambing Bligon Menggunakan Daun Ketela sebagai Suplemen
parasite infestation in goats fed low or high protein diets in confinement. Livest. Res. Rural Develop. 15(8). Tran Thi Thu Hong. 2002. Digestibility and N retention by goats fed graded levels of cassava (Manihot esculenta, Crantz) foliage. Available at http://www.mekarn.org-/prockk/ contents.htm. Theng Kouch, T.R. Preston and JL L. 2003. Studies on utilization of trees and shrubs as the sole feedtuff by growing goats, foliage preferences and nutrient utilization. Livest. Res. Rural Develop. (15). Available at
161
http://www.cipav.org.co-/lrrd157/kove-157. htm. Widyastuti, D. 2005. Pengaruh lama pelayuan terhadap komposisi kimia, kandungan anti kualitas, dan produksi gas daun ketela pohon, (Manihot esculenta, Crantz). Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Zubaidah, S. 2005. Efek lama pengeringan terhadap komposisi kimia, kecernaan in vitro, produksi gas dan kandungan anti kualitas daun ketela pohon (Manihot esculenta, Crantz). Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.