TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Bligon Kambing
Bligon
(Jawa
Randu)
merupakan
kambing
hasil
persilangan antara kambing kacang dengan kambing Peranakan Ettawa (PE). Kambing Bligon memiliki bentuk tubuh yang agak kompak dan perototan yang cukup baik. Kambing jenis ini mampu tumbuh 50 sampai 100 g/hari (Sutama dan Budiarsana, 2010). Kambing Bligon memiliki ciri-ciri antara lain bobot tubuh yang lebih tinggi dibanding kambing kacang yakni antara 20 sampai 30 kg. Kambing ini berbulu hitam, coklat, coklat tua, coklat belang putih, sawo matang atau kombinasi dari berbagai warna tersebut. Bertelinga menggantung, panjang kaki sedang dan bulu kaki panjang maupun pendek. Kambing Bligon memiliki temperamen yang gesit dan lincah, memiliki kemampuan tinggi dalam mencari pakan sendiri bila dilepas. Kambing jantan memiliki libido yang cukup tinggi sehingga memudahkan dalam perkembangbiakannya (Basuki et al., 1980). Kambing Bligon disebut juga kambing Gumbolo atau Jawa Randu. Kambing ini merupakan hasil perkawinan silang antara kambing PE dan kambing Kacang. Kambing hasil persilangan ini lebih mirip kambing kacang. Moncongnya lancip, telinganya tebal dan lebih panjang daripada kepalanya, lehernya tidak bersurai, tubuhnya terlihat tebal dan bulu tubuhnya kasar. Sebagaimana kambing Kacang, kambing Bligon sangat
5
mudah pemeliharaannya karena jenis pakan apapun dimakannya, termasuk rumput lapangan. Kambing ini cocok dipelihara sebagai kambing potong karena anak yang dilahirkan cepat besar (Sarwono, 2004). Kambing Bligon merupakan kambing yang lazim dipelihara masyarakat petani ternak di Indonesia. Kambing Bligon sangat dikenal dan potensial dikembangkan karena memiliki laju reproduksi dan produktifitas induk yang baik (Utomo et al., 2005). Prawirodigdo et al. (2008) menyatakan bahwa kambing Bligon banyak dibudidayakan di daerah pesisir pantai utara, contohnya di Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Meskipun berpotensi sebagai tipe kambing dwiguna (perah dan pedaging), pemanfaatannya lebih dominan sebagai kambing tipe pedaging. Pakan kambing Bligon Pemberian pakan pada kambing harus memenuhi beberapa kebutuhan sebagai berikut, yaitu kebutuhan hidup pokok, kebutuhan untuk pertumbuhan, kebutuhan untuk reproduksi dan kebutuhan untuk laktasi (Murtidjo, 1993). Tillman et al. (1998) juga menyatakan bahwa pakan juga merupakan faktor utama bagi pertumbuhan, perkembangan, dan produksi ternak. Pemberian pakan pada ternak harus didasarkan pada kebutuhan ternak. Kambing termasuk ternak yang sangat aktif dalam memilih jenis pakan yang akan dimakan. Kambing lebih suka makan dedaunan serta ranting muda dan kulitnya. Kambing mengunyah pakannya lebih
6
sempurna daripada sapi sehingga lebih banyak bagian pakan yang dapat dimanfaatkan (Sutama dan Budiarsana, 2010). Penampilan ternak tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas bahan pakan akan tetapi jumlah pakan yang tersedia juga menjadi faktor pembatas di waktu tertentu (Aryanto et al., 2013). Jerami kacang tanah (rendeng). Hasil sisa tanaman pertanian atau yang disebut jerami adalah bagian tanaman diatas tanah atau pucuknya yang tersisa setelah hasil utamanya dipanen (Kamal, 1998). Bahan pakan ternak kambing dapat diperoleh dari daun-daun pohon dan limbah pertanian yang tidak dikonsumsi oleh manusia, misalnya jerami kacang tanah. Gardner et al. (2010) menyatakan bahwa daun kacang tanah banyak mengandung protein dan zat kapur, sehingga sangat baik diberikan sebagai makanan ternak. Daun kacang tidak boleh diberikan dalam keadaan segar (baru dipangkas) atau dalam jumlah yang berlebihan karena dapat menyebabkan kembung (bloat) bagi ternak (Marzuki, 2007). Konsentrat. Konsentrat didefinisikan sebagai bahan pakan yang kandungan serat kasarnya kurang dari 18% dan total digestible nutrientsnya lebih dari 60% berdasarkan bahan keringnya (Kamal, 1998). Konsentrat selain memiliki kandungan serat kasar rendah, juga memiliki energi tinggi dan mudah dicerna oleh ternak (Tillman et al., 1998). Hartadi et al. (2005) menyatakan bahwa konsentrat merupakan bahan pakan yang diberikan bersama pakan lain untuk meningkatkan keserasian nutrien dari
7
keseluruhan pakan dan diperlukan sebagai pakan pelengkap. Konsentrat berfungsi sebagai suplemen terhadap hijauan (hijauan segar dan atau jerami) sehingga dapat dicapai produksi maksimum (Blakely dan Bade, 1991). Selain itu, Sugeng (2003) menyatakan bahwa konsentrat juga berfungsi untuk meningkatkan dan memperkaya nilai nutrien pada bahan pakan lain yang nutriennya rendah.
Pengaruh Pembatasan Pemberian Pakan Pada Kecernaan Pakan Penambahan jumlah bahan pakan yang dimakan mempercepat arus pakan dalam usus sehingga mengurangi daya cerna. Koefisien cerna yang tinggi didapat pada jumlah konsumsi yang sedikit lebih rendah dari kebutuhan pokok (Tillman et al., 1998). Perjalanan bahan pakan yang terlalu cepat di saluran pencernaan akan menyebabkan kurangnya waktu untuk mencerna zat-zat pakan secara menyeluruh oleh enzim-enzim pencernaan, sehingga nilai cerna bahan pakan tersebut menjadi rendah (Anggorodi, 1980). Penelitian Aboelmaaty et al. (2008) menunjukkan bahwa dengan penurunan pemberian pakan pada ternak kambing 50% dari rata-rata konsumsi sebelumnya selama 35 hari menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan. Namun demikian setelah pengembalian jumlah pakan selama 35 hari ternyata terjadi kompensasi pertambahan berat badan. Kompensasi pertambahan berat badan pada tiap ternak akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor yang mungkin
8
akan mempengaruhi kompensasi pertambahan berat badan antara lain adalah jenis atau bangsa ternak, tingkat stress, dan lama restriksi. Ternak yang kekurangan makanan atau gizi tentu pertumbuhannya melambat atau berhenti dan kehilangan berat, tetapi setelah mendapatkan makanan yang cukup, ternak tersebut sering mampu tumbuh kembali dengan cepat, bahkan dapat lebih cepat daripada laju pertumbuhan normalnya. Pertumbuhan semacam ini disebut pertumbuhan kompensatori atau pertumbuhan yang bersifat menyusul (Soeparno, 2009). Kamalzadeh dan Auoladrabiei (2009) menyatakan bahwa nilai kecernaan bahan organik, gross energy, protein kasar, dan metabolisme domba yang dibatasi pakannya diperoleh hasil yang lebih tinggi daripada domba yang diberikan pakan secara ad libitum.
Konsumsi Pakan Konsumsi pakan adalah sejumlah pakan yang dapat dikonsumsi ternak pada periode waktu tertentu. (Van Soest, 1994). Ternak ruminansia yang normal (tidak sakit atau sedang bereproduksi) mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok (Siregar, 1996). Menurut Aregheore (2001) bahwa konsumsi merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan jumlah dan efisiensi produktifitas ternak ruminansia dimana ukuran tubuh ternak sangat mempengaruhi konsumsi pakan. Kapasitas rumen akan menentukan tingkat konsumsi pakan karena
9
ternak akan berhenti makan apabila rumennya telah penuh terisi pakan meskipun kebutuhan nutriennya belum terpenuhi. Maksimalisasi pemanfaatan pakan, dipengaruhi jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi. Jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi umumnya tergantung pada sumber pakan yang tersedia, keadaan lingkungan serta interaksi antara ternak dengan bahan pakan (Tarigan, 2009). Pakan yang dikonsumsi menentukan jumlah zat–zat makanan yang tersedia bagi ternak dan selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas ternak tersebut. Namun yang menentukan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat komplek, karena banyak faktor yang terkait seperti sifat pakan, ternak dan faktor lingkungan, dimana makin baik kualitas makanannya, makin tinggi konsumsi pakan (Tarigan, 2009). Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa konsumsi BK harian kambing lokal asli daerah tropis yang diberikan pakan sekenyangkenyangnya adalah 1,8% sampai 4,7 % BB.
Kecernaan Pakan (Daya Cerna) Daya cerna (digestibility) adalah bagian nutrien pakan yang tidak diekskresikan dalam feses. Daya cerna didasarkan suatu asumsi bahwa nutrien yang tidak terdapat di dalam feses adalah habis dicerna dan diabsorpsi. Biasanya daya cerna dinyatakan dalam bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut koefisien cerna. Suatu
10
percobaan pencernaan dikerjakan dengan mencatat jumlah pakan yang dikonsumi dan feses yang dikeluarkan dalam satu hari (Tillman et al., 1998). Kecernaan merupakan banyaknya pakan yang dapat dicerna di dalam saluran pencernaan, sedangkan pencernaan pakan adalah serangkaian proses yang terjadi pada pakan selama di dalam saluran pencernaan (Kamal, 1998). Kecernaan
pada
ruminansia
dapat
ditentukan
dengan
menggunakan ternak secara langsung. Kecernaan pakan ditetapkan berdasarkan jumlah bahan pakan yang dimakan dikurangi jumlah (feses) yang dikeluarkan, demikian juga dengan nutrien yang tercerna. Penetapan kecernaan secara in vivo dilakukan menggunakan metode koleksi total atau total collection yang dibagi menjadi tiga periode yaitu periode adaptasi kandang dan pakan, periode pendahuluan, dan periode koleksi data masing-masing selama tujuh hari. Periode adaptasi dan periode pendahuluan ada kalanya dijadikan satu sehingga tidak ada batasan yang nyata. Koleksi data meliputi konsumsi selama 24 jam dari pukul 8.00 sampai pukul 8.00 pada hari berikutnya (Utomo, 2012). Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa periode koleksi berlangsung selama 5 sampai 15 hari dan selama periode ini feses dikumpulkan, ditimbang dan dicatat. Penelitian Ernawati (2003) menunjukkan bahwa kambing Bligon yang diberi pakan basal rumput dengan penambahan konsentrat yang ditambahkan daun lamtoro memiliki nilai kecernaan BK sebesar 70%. Arisanti (2007) dalam penelitiannya mendapatkan nilai kecernaan BK
11
sebesar 81,26% pada kambing Bligon yang diberikan konsentrat sumber protein. Penelitian Hadi (2008) menunjukkan bahwa kambing Bligon yang diberikan pakan jerami kacang tanah dengan penambahan rumput raja dan konsentrat sumber protein nilai kecernaan BK sebesar 83,05%. Tabel 1. Kecernaan pakan pada kambing Bligon Kecernaan Pakan No Ternak Suplemen Sumber BK (%) basal 1 Rumput Bligon Konsentrat+daun 70 (Ernawati, 2003) lamtoro 2 Rumput Bligon Konsentrat 81,26 (Arisanti, 2007) raja sumber protein 3 Jerami Bligon Konsentrat 83,05 (Hadi, 2008) kacang sumber protein tanah Meskipun ruminansia mempunyai kapasitas lambung yang besar tetapi jumlah yang dapat dimakan masih terbatas oleh kecepatan pencernaan dan sisa makanan yang dapat dikeluarkan dari saluran pencernaan. Akhir-akhir ini ditunjukkan bahwa ada hubungan yang dekat antara daya cerna dan kecepatan pencernaan dan ini bertanggung jawab pada hubungan yang dekat antara daya cerna ransum dan konsumsi makanan. Hubungan ini dapat ditentukan misalnya dengan makanan yang diketahui daya cernanya diberikan secara ad libitum kepada ruminansia. Makin banyak bahan yang dapat dicerna melalui saluran pencernaan yang berarti lebih cepat alirannya menyebabkan lebih banyak ruangan yang tersedia untuk penambahan makanan. Penambahan kecepatan konsumsi ini sesuai dengan bertambahnya daya cerna dari makanan (Tillman et al., 1998)
12
Beberapa faktor yang mempengaruhi daya cerna atau kecernaan diantaranya komposisi makanan, daya semu protein kasar, lemak, komposisi ransum, penyiapan makanan, faktor hewan, dan jumlah makanan (Tillman et al., 1998). Penambahan jumlah bahan makanan yang dimakan mempercepat arus makanan dalam usus sehingga mengurangi daya cerna. Kebutuhan untuk hidup pokok hewan biasanya dipakai sebagai perkiraan dalam mencoba pengaruh jumlah makanan terhadap daya cerna. Daya cerna yang tertinggi didapat pada jumlah konsumsi sedikit lebih rendah dari kebutuhan hidup pokok. Penambahan jumlah sampai 2 kali jumlah kebutuhan hidup pokok mengurangi daya cerna sekitar 1% sampai 2% (Tillman et al., 1998). Pada domba Sangsari yang diberikan perlakuan feed restriction memiliki nilai kecernaan bahan organik yaitu 66,9% dan protein kasar 65%. Nilai kecernaan tersebut lebih tinggi dibanding domba Sangsari yang diberikan pakan secara ad libitum yaitu 62,7% untuk kecernaan bahan organiknya dan 58,7% kecernaan protein kasarnya (Kamalzadeh dan Auoladrabiei, 2009).
Pembatasan Pakan dan Status Fisiologi Ternak Konsumsi pakan salah satu fungsinya adalah untuk menghasilkan energi. Energi makanan digunakan untuk aktivitas di dalam tubuh dan aktivitas luar. Aktivitas di dalam tubuh misalnya kerja jantung memompa
13
darah ke seluruh tubuh, kerja paru-paru untuk bernapas, kerja ginjal, pencernaan makanan dan metabolisme sel (Poedjiadi, 1994). Sehingga banyak sedikitnya asupan pakan dapat berakibat pada aktivitas di dalam tubuh. Dinyatakan oleh Pond et al. (2004) pakan yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan yang dibutuhkan, pakan yang berlebih ataupun kurang dapat berpengaruh pada fisiologis hewan. Status fisiologi/faali ternak diantaranya terdiri dari temperatur tubuh, frekuansi respirasi, dan frekuensi denyut nadi (pulsus) (Frandson, 1992). Salah satu tolok ukur dari pertumbuhan seekor ternak adalah dengan melihat kondisi fisiologi ternak. Untuk mengetahui status fisiologi dilakukan dengan mengukur suhu tubuh, frekuensi respirasi, dan frekuensi pulsus sebagai rangkaian dari aktivitas fisiologi ternak. Aktivitas fisiologi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah proses pencernaan makanan (Maynard dan Loosli, 1969; Anggorodi, 1980; Tillman et al., 1998; dan Soeharsono, 2010). Temperatur tubuh Temperatur
tubuh
terwujud
sebagai
akibat
terjadinya
keseimbangan antara produksi panas dan pelepasan panas tubuh (Swenson and Reece, 1993). Temperatur tubuh ternak bervariasi menurut umur, jenis kelamin, musim, temperatur lingkungan, gerakan dan makan (Swenson dan Reece, 1993). Untuk mengetahui temperatur tubuh selalu digunakan temperatur rektal karena paling dapat dipercaya untuk
14
mengetahui rata-rata temperatur tubuh (Frandson, 1992). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temperatur tubuh antara lain bangsa ternak, aktivitas, kondisi kesehatan ternak, dan kondisi lingkungan (Frandson, 1992). Panas diproduksi dalam tubuh salah satunya oleh aktivitas metabolik (Swenson and Reece, 1993). Berbagai reaksi kimia berperan membentuk panas tubuh, termasuk juga pada saat makan. Asupan makanan dapat meningkatkan pembentukan panas. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan temperatur tubuh. Peningkatan ini disebabkan oleh ketidakmampuan mekanisme pembuangan panas untuk mengatasi pembentukan panas yang sangat besar (Ganong, 2002). Penelitian Aryanto (2012) menunjukkan bahwa temperatur tubuh ternak kambing saat pakan dibatasi, sedikit berada di bawah kisaran normal, sedangkan pada kambing yang diberikan pakan ad libitum terjadi peningkatan temperatur tubuh. Frekuensi respirasi Frekuensi respirasi adalah banyaknya siklus nafas tiap menit. Frekuensi respirasi dapat menjadi indikator bagi status kesehatan. Frandson (1992) menyatakan bahwa sistem respirasi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan osigen jaringan yang didapat dari udara . Respirasi digunakan oleh ternak untuk melepas panas dalam usaha untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh dengan lingkungan. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi frekuensi respirasi menurut Swenson
15
dan Reece (1993) antara lain ukuran tubuh, umur, gerak otot, suhu lingkungan, kebuntingan, dan penuhnya digestivus. Frekuensi respirasi kambing saat pakan dibatasi rata-rata 22,16 kali/menit dan saat pakan diberikan secara ad libitum rata-rata 23,55 kali/menit (Aryanto, 2012). Frekuensi detak jantung (pulsus) Pulsus merupakan gelombang tekanan sistolik yang bermula di jantug dan menyebar ke seluruh jaringan arterial. Gelombang ini dapat dirasakan di dalam arteri di dekat permukaan tubuh, terutama apabila arteri dapat ditekan kearah tulang yang terdapat di dekatnya (Frandson, 1992). Denyut jantung berhubungan dengan tingkat metabolism. Makanan yang baru saja dimakan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme (Ganong, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi antara lain spesies ternak, umur, jenis kelamin, musim, dan temperatur tubuh (Kelly, 1984). Perbedaan detak jantung terjadi saat pakan dbatasi dan saat pakan diberikan sepuasnya. Detak jantung kambing saat pakan dibatasi rata-rata 74,33 kali permenit sedangkan pada pemberian pakan secara ad libitum rata-rata 85,45 kali permenit (Aryanto, 2012).
16