PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGRI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pegawai Negri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsure aparatur Negara dan abdi masyarakat, dapat diwujudkan melalui pembinaan korps Pegawai Negri Sipil, termasuk kode etiknya; b. bahwa untuk menanamkan jiwa korps dan mengamalkan etika bagi Pegawai Negri Sipil, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentsng Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negri Sipil; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041 ) ssebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437; 4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851 ); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negri Sipil. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL. BABI KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreatifitas, kebanggan dan rasa memiliki Organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. 3. Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat Majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. 4. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan dengan butir-butir korps dan kode etik. 5. Pegawai Negeri Sipil adalah Calon Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. 6. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat yang berwenang menghukum atau Pejabat lain yang ditunjuk. BAB II PEMBINAAN JIWA KORPS PEGAWAI NEGRI SIPIL Pasal 2 Pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan, dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 3 Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk : a. membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemempuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil. b. Mendorong etos kerja Pegawai Negeri sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara, dan abdi masyarakat. c. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 4 Ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil mencakup : a. peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktifitas kerja dan profesionalitas Pegawai negri Sipil; b. partisipasi dalam penyusunan kebijaksanaan Pemerintah yang terkait dengan Pegawai Negeri Sipil; c. peningkatan kerja sama antar Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil; d. perlindungan terhadap hak-hak, sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan Negara. Pasal 5 Untuk mewujudkan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dan menjunjung tinggi kehormatan serta keteladanan sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari, Kode Etik dipandang merupakan landasan yang dapat mewujudkan hal tersebut. BAB III NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 6 Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi: a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; c. semangat nasionalisme; d. mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan; e. ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; f. penghormatan terhadap hak asasi manusia; g. tidak diskriminatif; h. profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; i. semangat jiwa korps. BAB IV KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 7 Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 8 Etika dalam bernegara meliputi: a. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan bernegara; c. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas; e. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa; f. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijaksanaan dan program Pemerintah; g. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efesien dan efektif; h. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar. Pasal 9 Etika dalam berorganisasi adalah : a. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku; b. menjaga informasi yang bersifat rahasia; c. melaksanakan setiap kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang; d. membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi; e. menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan; f. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas; g. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja; h. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi; i. berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja. Pasal 10 Etika dalam bermasyarakat meliputi : a. mewujudkan pola hidup sederhana; b. memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan ; c. memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif; d. tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat; e. berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas. Pasal 11 Etika terhadap diri sendiri meliputi :
a. b. c. d. e. f. g. h.
jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar; bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan; menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan; berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, ketrampilan, dan sikap; memiliki daya juang yang tinggi; memelihara kesehatan rohani dan jasmani; menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga; berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
Pasal 12 Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil meliputi : a. saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan; b. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil; c. saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi; d. menghargai perbedaan pendapat; e. menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil; f. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil; g. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya. BAB V KODE ETIK INSTANSI DAN KODE ETIK PROFESI Pasal 13 (1) Berdasarkan ketentuan kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini : a. Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing instansi menetapkan kode etik instansi; b. Organisasi Frofesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil menetapkan kode etiknya masing-masing. (2) Kode etik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan berdasarkan karakteristik masing-masing instansi dan organisasi profesi. Pasal 14 Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. BAB VI PENEGAKAN KODE ETIK
Pasal 15 (1) Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral; (2) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; (3) Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa : a. pernyataan secara tertutup; atau b. pernyataan secara terbuka. (4) Dalam pemberian sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. (5) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat mendelegasikan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada pejabat lain di lingkungannya sekurang-kurangnya pejabat struktural eselon IV. Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atas rekomendasi Majelis Kode Etik. Pasal 17 (1) Untuk menegakkan kode etik, pada setiap instansi dibentuk Mejelis Kode Etik. (2) Pembentukan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan. Pasal 18 (1) Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, terdiri dari : a. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota; b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan c. sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota. (2) Dalam hal Anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil. (3) Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka melanggar kode etik. Pasal 19 (1) Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melanggar kode etik. (2) Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
(3) Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat. (4) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak. (5) Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final. Pasal 20 Majelis Kode Etik wajib menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Pejabat yang berwenang sebagai bahan dalam memberikan sanksi moral dan/atau sanksi lainnya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1). Pasal 21 Kode etik profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 18 Oktober 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 18 Oktober 2004 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 142
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL I. UMUM Kelancaran tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional sangat dipengaruhi oleh kesempurnaan pengabdian aparatur negar. Pegawai Negeri Sipil adalah merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan merata kepada masyarakat. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional, diperlukan Pegawai Negeri sipil yang netral, mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, profesional dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, serta penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia. Agar Pegawai Negeri Sipil mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana tersebut di atas secara berdaya guna dan berhasil guna, diperlukan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan. Pembinaan jiwa korps akan berhasil dengan baik apabila diikuti dengan pelaksanaan dan penerapan kode etik dalam kehidupan sehari-hari Pegawai Negeri Sipil. Dengan adanya kode etik bagi Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain diatur mengenai nilai-nilai dasar yang terkandung didalam pembinaan jiwa korps dan kode etik yang memuat kewajiban Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara dan Pemerintah, terhadap organisasi, terhadap masyarakat, terhadap diri sendiri, dan terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil, serta penegakan kode etik.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Huruf a Etos kerja aparatur yang dimaksudkan disini adalah kegiatan atau upaya-upayauntuk menggali dan menerapkan nilai-nilai positif dalam organisasi/instansi Pemerintah yang disepakati oleh para anggota (Pegawai Negeri Sipil) untuk meningkatkan produktivitas kerja. Lingkup kegiatan etos kerja aparatur adalah bersifat off job relation, artinya kegiatan tersebut berada di luar kewenangankewenangan formal dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Nilai-nilai dasar dalam ketentuan ini merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang berlaku bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil tanpa membedakan dimana yang bersangkutan bekerja. Nilai-nilai dasar ini wajib dijunjung tinggi karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalm kehidupan masyarakat, bangsa, Negara dan Pemerintah. Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Yang dimaksud dengan wadah Korps Pegawai Republik Indonesia adalah wahana Pembinaan jiwa korps dalam rangka membangun sikap, tingkah laku, etos kerja, dan perbuatan terpuji yang harus dilaksanakan oleh setiap Pegawai Negeri Sipil dalam kedinasan dan kehidupan sehari-hari. Pasal 13 Ayat (1) Huruf a. Selain kode etik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing instansi dapat menetapkan kode etik instansi sesuai dengan sifat dan karakteristik yang menjadi tugas dan fungsi instansinya. Huruf b Selain kode etik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, dan kode etik instansi, masing-masing organisasi profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil dapat menetapkan kode etik organisasi profesi, umpamanya kode etik Jaksa, kode
etik Pemeriksa Bea dan Cukai, kode etik Dokter dan sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Pernyataan secara tertutup sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini disampaikan oleh Pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk oleh ruang tertutup.