PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a.
bahwa untuk memberikan pedoman dan memberikan kejelasan dalam penyusunan rencana usaha penyediaan tenaga listrik bagi pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik, perlu disusun tata cara penyusunan rencana usaha penyediaan tenaga listrik;
b.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; Mengingat
: 1.
Undang-Undang
Nomor
30
Tahun
2009
tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
-2Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052); 2.
Undang-Undang Pemerintahan
Nomor Daerah
23
Tahun
(Lembaran
2014
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang
Nomor
9
Tahun
2015
(Lembaran
Negara
RepublikIndonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530); 3.
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5281) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Kegiatan
(Lembaran Nomor
75,
Usaha
Negara
Penyediaan
Republik
Tambahan
Tenaga
Indonesia
Lembaran
Listrik
Tahun
Negara
2014
Republik
Indonesia Nomor 5530); 4.
Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 132) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor
105
Tahun
2016
tentang
Perubahan
atas
Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 289); 5.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tata Cara Permohonan Wilayah
Usaha
Penyediaan
Tenaga
Listrik
Untuk
Kepentingan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1186) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
-3Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tata Cara Permohonan Wilayah
Usaha
penyediaan
Tenaga
Listrik
Untuk
Kepentingan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 385); 6.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha
Ketenagalistrikan
(Berita
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 1524) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha
Ketenagalistrikan
(Berita
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 706); 7.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1970) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 35 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral
Pendelegasian
Nomor
35
Wewenang
Tahun Pemberian
2014 Izin
tentang Usaha
Ketenagalistrikan Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242);
-48.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 24 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Umum
Ketenagalistrikan
(Berita
Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1151); 9.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 782);
10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 38 Tahun 2016 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
untuk
Skala
Kecil
(Berita
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1812); MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN
MENTERI
ENERGI
DAN
SUMBER
DAYA
MINERAL TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Rencana
Usaha
Penyediaan
Tenaga
Listrik
yang
selanjutnya disingkat RUPTL adalah rencana pengadaan tenaga
listrik
meliputi
pembangkitan,
transmisi,
distribusi, dan/atau penjualan tenaga listrik kepada konsumen dalam suatu wilayah usaha. 2.
Rencana
Umum
selanjutnya
Ketenagalistrikan
disingkat
RUKN
Nasional adalah
yang
rencana
pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang disusun oleh pemerintah pusat yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional.
-53.
Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi yang selanjutnya
disebut
RUKD Provinsi adalah rencana
pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang disusun oleh pemerintah daerah provinsi yang meliputi bidang pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayahnya. 4.
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan tenaga
listrik
distribusi,
meliputi
dan
pembangkitan,
penjualan
tenaga
transmisi,
listrik
kepada
konsumen. 5.
Usaha
Distribusi
Tenaga
Listrik
adalah
pengadaan
penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau dari pembangkitan ke konsumen. 6.
Usaha Penjualan Tenaga Listrik adalah kegiatan usaha penjualan tenaga listrik kepada konsumen.
7.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang selanjutnya disingkat IUPTL adalah izin untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
8.
Badan Usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.
9.
Wilayah Usaha adalah wilayah yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat badan usaha distribusi dan/atau penjualan tenaga listrik melakukan usaha penyediaan tenaga listrik.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagalistrikan. 11. Direktur
Jenderal
adalah
direktur
jenderal
yang
melaksanakan tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan
pengusahaan,
keteknikan,
di
bidang
keselamatan
lingkungan di bidang ketenagalistrikan.
pembinaan, kerja,
dan
-6BAB II USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN UMUM Pasal 2 (1)
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha:
(2)
a.
pembangkitan tenaga listrik;
b.
transmisi tenaga listrik;
c.
distribusi tenaga listrik; dan/atau
d.
penjualan tenaga listrik.
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(3)
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jenis usaha: a.
pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik yang dilakukan dalam 1 (satu) kesatuan usaha;
b.
pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik yang dilakukan dalam 1 (satu) kesatuan usaha; atau
c.
pembangkitan tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik yang dilakukan dalam 1 (satu) kesatuan usaha. Pasal 3
(1)
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
2
dilaksanakan setelah mendapat IUPTL. (2)
Dalam hal IUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
untuk
Usaha
Distribusi
Tenaga
Listrik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, atau Usaha Penyediaan Tenaga Listrik secara terintegrasi sebagaimana dimaksud
-7dalam Pasal 2 ayat (3), harus dilengkapi penetapan Wilayah Usaha yang ditetapkan oleh Menteri dan RUPTL. (3)
Untuk
memperoleh
penetapan
Wilayah
Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Usaha harus menyusun RUPTL. Pasal 4 (1)
Usaha Distribusi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, atau Usaha Penyediaan Tenaga Listrik secara terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), dilaksanakan dalam 1 (satu) Wilayah Usaha.
(2)
Dalam 1 (satu) Wilayah Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terdapat 1 (satu) Badan Usaha.
(3)
Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan Badan Usaha pemegang Wilayah Usaha.
(4)
Badan Usaha pemegang Wilayah Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam menjalankan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki IUPTL.
(5)
Pemegang Wilayah Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menyediakan tenaga listrik atau jaringan distribusi
tenaga
listrik
dengan
tingkat
mutu
dan
keandalan yang baik di dalam Wilayah Usahanya. Pasal 5 Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan RUKN, RUKD Provinsi, dan RUPTL. Pasal 6 (1)
Pemegang IUPTL dapat melakukan pembelian tenaga listrik, sewa jaringan tenaga listrik, dan interkoneksi jaringan tenaga listrik.
-8(2)
Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan tenaga listrik oleh pemegang IUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan pemegang IUPTL lainnya dilakukan berdasarkan RUPTL. BAB III PENYUSUNAN RUPTL Bagian Kesatu Umum Pasal 7
RUPTL disusun dengan memperhatikan prinsip efisiensi, transparansi, dan partisipasi. Pasal 8 (1)
RUPTL
harus
disusun
oleh
Badan
Usaha
yang
mengajukan permohonan penetapan Wilayah Usaha. (2)
RUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Usaha sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
Usaha
Penyediaan
Tenaga
Listrik
untuk
kepentingan umum. (3)
Penyusunan RUPTL oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan
dengan
memperhatikan RUKN dan RUKD Provinsi. (4)
Dalam hal belum terdapat RUKD Provinsi, penyusunan RUPTL oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan RUKN. Bagian Kedua Sistematika dan Format RUPTL Pasal 9
(1)
RUPTL
untuk
Usaha
Distribusi
Tenaga
Listrik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, paling sedikit memuat:
-9a.
pendahuluan;
b.
strategi pengembangan sistem distribusi tenaga listrik;
(2)
c.
kondisi Usaha Distribusi Tenaga Listrik;
d.
rencana Usaha Distribusi Tenaga Listrik;
e.
kebutuhan investasi dan indikasi pendanaan; dan
f.
analisis risiko.
RUPTL
untuk
Usaha
Penjualan
Tenaga
Listrik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d, paling sedikit memuat:
(3)
a.
pendahuluan;
b.
strategi penjualan tenaga listrik;
c.
kondisi Usaha Penjualan Tenaga Listrik;
d.
rencana Usaha Penjualan Tenaga Listrik;
e.
kebutuhan investasi dan indikasi pendanaan; dan
f.
analisis risiko.
RUPTL
untuk
Usaha
Penyediaan
Tenaga
Listrik
terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), paling sedikit memuat: a.
pendahuluan;
b.
strategi
pengembangan
infrastruktur
penyediaan
tenaga listrik dan penjualan tenaga listrik; c.
strategi
pemanfaatan
sumber
energi
baru
dan
sumber energi terbarukan; d.
kondisi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, yaitu; 1)
pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik;
2)
pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik; atau
3)
pembangkitan tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, dan penjualan tenaga listrik.
e.
ketersediaan sumber energi primer;
f.
rencana penyediaan tenaga listrik;
g.
biaya pokok penyediaan tenaga listrik;
h.
kebutuhan investasi dan indikasi pendanaan; dan
i.
analisis risiko.
- 10 (4)
Dalam hal pemegang IUPTL memiliki 2 (dua) Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum berupa Usaha Distribusi Tenaga Listrik dan Usaha Penjualan Tenaga Listrik dalam 1 (satu) Wilayah Usaha, RUPTL
untuk
Usaha
Distribusi
Tenaga
Listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan RUPTL untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat digabung. Pasal 10 (1)
Penyusunan RUPTL untuk Usaha Distribusi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan sistematika dan format sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran
I
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2)
Penyusunan RUPTL untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan sistematika dan format sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran
II
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3)
Penyusunan RUPTL untuk Usaha Penyediaan Tenaga Listrik terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan sistematika dan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Ketiga Kurun Waktu RUPTL Pasal 11
(1)
RUPTL untuk Usaha Distribusi Tenaga Listrik atau Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) disusun untuk kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan.
- 11 (2)
RUPTL
untuk
Usaha
Penyediaan
Tenaga
Listrik
terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), disusun untuk kurun waktu 10 (sepuluh) tahun ke depan. Pasal 12 RUPTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 disusun berdasarkan
analisis
kebutuhan
tenaga
listrik
dengan
menggunakan asumsi/target jumlah pelanggan. Bagian Keempat Pengesahan RUPTL Pasal 13 (1)
RUPTL disahkan oleh Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Menteri mengesahkan RUPTL yang IUPTLnya diterbitkan oleh Menteri.
(3)
Gubernur
mengesahkan
RUPTL
yang
IUPTLnya
diterbitkan oleh Gubernur. (4)
Pengesahan RUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan pemberian IUPTL.
(5)
Badan Usaha pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha, yang IUPTLnya dikeluarkan oleh Gubernur, wajib menyampaikan salinan RUPTL yang telah disahkan oleh Gubernur kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengesahan RUPTL. Pasal 14
(1)
Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan verifikasi atas RUPTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2)
Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat mengikutsertakan Direktur Jenderal.
- 12 (3)
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan perbaikan, Badan Usaha pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha harus memperbaiki RUPTL sesuai rekomendasi hasil verifikasi. Pasal 15
(1)
Badan Usaha pemegang IUPTL harus menyampaikan perbaikan RUPTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) kepada Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 22 (dua puluh dua) hari kerja sejak rekomendasi hasil verifikasi diterima oleh Badan Usaha.
(2)
Berdasarkan
penyampaian
perbaikan
RUPTL
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya mengesahkan RUPTL dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak perbaikan RUPTL diterima secara lengkap dan benar. Bagian Kelima Perubahan RUPTL Pasal 16 (1)
RUPTL dievaluasi secara berkala setiap 1 (satu) tahun oleh Badan Usaha pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha.
(2)
Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan perubahan, hasil perubahan dan alasan atau hasil kajian diperlukannya perubahan dicantumkan dalam dokumen RUPTL.
(3)
Perubahan RUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan analisis kebutuhan tenaga listrik dengan menggunakan asumsi/target atas: a.
jumlah penduduk;
b.
pertumbuhan penduduk;
c.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB);
- 13 d.
pertumbuhan
Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB);
(4)
e.
inflasi; dan
f.
rasio pelanggan rumah tangga.
Dalam
penyusunan
perubahan
RUPTL,
selain
berdasarkan pada asumsi/target sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyusunan perubahan RUPTL juga didasarkan pada data historis. (5)
Data historis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), paling sedikit menggunakan data 10 (sepuluh) tahun terakhir.
(6)
Data tahun terakhir pada data historis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), paling lama data 2 (dua) tahun sebelum tahun perencanaan.
(7)
Dalam hal Badan Usaha belum memiliki data historis 10 (sepuluh) tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (5), perubahan RUPTL dapat disusun berdasarkan analisis
kebutuhan
tenaga
listrik
sesuai
dengan
asumsi/target jumlah pelanggan. Pasal 17 (1)
RUPTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) disampaikan oleh Badan Usaha pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha kepada Menteri atau Gubernur sesuai
dengan
kewenangannya
untuk
memperoleh
pengesahan. (2)
Permohonan pengesahan RUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis dengan menggunakan format surat permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 18
(1)
Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan verifikasi atas permohonan pengesahan RUPTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
- 14 (2)
Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat mengikutsertakan Direktur Jenderal.
(3)
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan perbaikan, Badan Usaha harus memperbaiki RUPTL sesuai rekomendasi hasil verifikasi.
(4)
Badan Usaha harus menyampaikan RUPTL yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 22 (dua puluh dua) hari kerja sejak rekomendasi hasil verifikasi diterima oleh Badan Usaha.
(5)
Berdasarkan
penyampaian
RUPTL
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya mengesahkan RUPTL dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak RUPTL yang telah diperbaiki diterima secara lengkap dan benar. Pasal 19 (1)
Dalam hal tertentu, Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya dapat memerintahkan kepada Badan Usaha pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha untuk mengubah RUPTL.
(2)
Berdasarkan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha wajib mengubah RUPTL.
(3)
RUPTL
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2),
disampaikan oleh Badan Usaha pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha kepada Menteri atau Gubernur sesuai
dengan
kewenangannya
untuk
memperoleh
pengesahan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah mendapat perintah perubahan RUPTL.
- 15 (4)
Permohonan
pengesahaan
RUPTL
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis dengan
menggunakan
format
surat
permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2). (5)
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan verifikasi dan pengesahan dengan
Ayat (5) ini dihapus, dan di atur ulang di Psl. 20 baru, krn kalau mengacu ke Psl. 18 mjd tidak pas terkait jangka waktu penyampaian, seharusnya kurang dari 22 hari.
mengikuti
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 18. Pasal 20 (1)
Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan verifikasi atas permohonan pengesahan RUPTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4).
(2)
Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat mengikutsertakan Direktur Jenderal.
(3)
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan perbaikan, Badan Usaha harus memperbaiki RUPTL sesuai rekomendasi hasil verifikasi.
(4)
Badan Usaha harus menyampaikan RUPTL yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak rekomendasi hasil verifikasi diterima oleh Badan Usaha.
(5)
Berdasarkan
penyampaian
RUPTL
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya mengesahkan RUPTL dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak RUPTL yang telah diperbaiki diterima secara lengkap dan benar.
- 16 Pasal 21 Pemegang
IUPTL
yang
memiliki
Wilayah
Usaha
wajib
melaksanakan RUPTL yang telah disahkan oleh Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di dalam Wilayah Usahanya. Pasal 22 (1)
Pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha selain badan usaha milik Negara, wajib menyampaikan laporan setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri melalui Direktur Jenderal atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik berdasarkan RUPTL yang telah disahkan.
(2)
Dalam hal pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha berupa badan usaha milik Negara, pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha berupa badan usaha milik Negara
wajib menyampaikan
laporan perkembangan
pelaksanaan RUPTL kepada Menteri melalui Direktur Jenderal setiap 4 (empat) bulan. (3)
Dalam hal tertentu apabila diperlukan, Direktur Jenderal atas
nama
Menteri
atau
Gubernur
sesuai
dengan
kewenangannya dapat meminta Pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk menyampaikan laporan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik berdasarkan RUPTL yang telah disahkan. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 23 Direktur Jenderal atas nama Menteri atau Gubernur sesuai dengan
kewenangannya
melaksanakan
pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan RUPTL.
- 17 BAB V SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 24 Pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha yang tidak melaksanakan
dan/atau
tidak
memenuhi
kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 22 Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 25 (1)
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pemegang IUPTL
yang
memiliki
Wilayah
Usaha
wajib
menyampaikan salinan RUPTL yang telah disahkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. (2)
Direktur
Jenderal
melakukan
verifikasi
RUPTL
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterima salinan RUPTL secara lengkap. (3)
Dalam hal RUPTL yang telah disahkan belum sesuai dengan
ketentuan
dalam
Peraturan
Menteri
ini,
pemegang IUPTL yang memiliki Wilayah Usaha wajib melakukan
perubahan
untuk
disesuaikan
dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. (4)
Perubahan RUPTL sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan perubahan RUPTL dalam Peraturan Menteri ini.
- 18 BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Peraturan
Menteri
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan.
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
IGNASIUS JONAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR
- 19 No.
Pemroses
Nama
Jabatan
1.
Pemrakarsa
Andy Noorsaman Sommeng
Dirjen Ketenagalistrikan
2.
Pemeriksa I
M. Teguh Pamudji
Sekretaris Jenderal KESDM
3.
Pemeriksa II
Arcandra Tahar
Wakil Menteri ESDM
Paraf
- 20 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK SISTEMATIKA DAN FORMAT PENYUSUNAN RUPTL UNTUK USAHA DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK I.
PENDAHULUAN Pendahuluan paling sedikit memuat: 1. Latar Belakang
Berisi uraian perlunya disusun RUPTL oleh Badan Usaha sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalam Wilayah Usahanya. 2. Landasan Hukum
DRAFT
Berisi uraian landasan hukum dan regulasi yang menjadi dasar dalam penyusunan RUPTL. 3. Visi dan Misi Perusahaan
Berisi visi dan misi Badan Usaha yang melaksanakan penyusunan RUPTL. 4. Tujuan dan Sasaran Penyusunan RUPTL
Berisi uraian tujuan dan sasaran penyusunan RUPTL. 5. Proses Penyusunan RUPTL dan Penanggungjawabnya
Berisi uraian urutan proses penyusunan RUPTL mulai dari acuan yang digunakan yaituRUKN dan/atau RUKD, kemudian proses proyeksi kebutuhan tenaga listrik mulai dari sumber data, variabel yang digunakan, penentuan asumsi/target, metode dan tools yang digunakan dalam pemodelan, danpada akhirnyapenentuan rencana pembangunan sistem Distribusi Tenaga Listrik. Penanggungjawab
berisi
unit-unit
dalam
Badan
Usaha
yang
bertanggung jawab dan terlibat dalam proses penyusunan RUPTL.
- 21 6. Ruang Lingkup dan Wilayah Usaha
Berisi uraian ruang lingkup perencanaan dalam RUPTL dan peta rencana Wilayah Usaha yang sedang diajukan berikut penjelasannya, atau peta Wilayah Usaha berikut penjelasannya dalam halRUPTL diajukan dalam rangka perubahan RUPTL. 7. Sistematika Dokumen RUPTL
Berisi uraian singkat sistematika penulisan dokumen RUPTL. II.
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Menguraikan strategi pengembangan sistem distribusi tenaga listrik jangka pendek, dan jangka menengah yang paling sedikit memuat: 1. strategi untuk melayani pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik; 2. strategi pengembangan sistem distribusi; dan Dalam
hal
ditambahkan
RUPTL
diajukan
strategi
dalam
percepatan
rangka
elektrifikasi
perubahan daerah
yang
RUPTL, belum
berlistrik. III.
KONDISI USAHA DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DRAFT
Bab ini ditujukan khusus dalam rangka penyusunan perubahan RUPTL, untuk RUPTL yang disusun oleh Badan Usaha yang baru akan berusaha di bidang Distribusi Tenaga Listrik, maka ketentuan dalam Bab III ini dapat diabaikan. Bab ini menguraikan data perkembangan tahunan kondisi Usaha Distribusi Tenaga Listrik 10 (sepuluh) tahun terakhir. Data kondisi Usaha Distribusi Tenaga Listrik paling sedikit memuat uraian data realisasi fisik, operasi dan keandalan sistem distribusi yang terdiri dari data realisasi panjang Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah (JTR), kapasitas dan jumlah trafo gardu distribusi,susut/losses distribusi, pemakaian sendiri gardu distribusi, System Average Interruption Duration Index (SAIDI) dan System Average Interruption Frequency Index (SAIFI). Data realisasi fisik sistem distribusi mengacu format sebagaimana pada Tabel 1, sebagai berikut:
- 22 Tabel 1 Realisasi Fisik Sistem Distribusi Uraian
Satuan
Panjang JTM
kms
Panjang JTR
kms
Kapasitas trafo gardu distribusi
MVA
Jumlah trafo gardu distribusi
unit
Tahun *)P-10
Tahun P-9
realisasi
fisik
…dst.
Tahun P-1
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Selain
dalam
bentuk
tabel,
data
sistem
distribusi
digambarkan dalam bentuk diagram satu garis (single line diagram) dan dalam suatu peta. Data realisasi operasi sistem distribusi mengacu format sebagaimana pada Tabel 2, sebagai berikut: Tabel 2 DRAFT
Realisasi Operasi Sistem Distribusi Uraian
Satuan
Susut/losses distribusi
GWh
Persentase susut/lossesdistribusi
%
Pemakaian sendiri gardu distribusi
GWh
Persentase pemakaian sendiri gardu distribusi
%
Tahun *)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Data realisasi keandalan sistem distribusi mengacu format sebagaimana pada Tabel 3, sebagai berikut:
- 23 Tabel 3 Realisasi Keandalan Sistem Distribusi Uraian
Tahun *)P-10
Satuan
System Average Interruption Duration Index(SAIDI)
jam/ pelanggan
System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
kali/ pelanggan
Tahun P-9
... dst.
Tahun P-1
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan IV. RENCANA USAHA DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Menguraikan rencana pengadaan penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau dari pembangkitan ke konsumen per tahun selama jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan per sistem tenaga listrik. Bab ini paling sedikit memuat kebutuhan infrastruktur sistem distribusi DRAFT
yang terdiri atas JTM, JTR, dan gardu distribusi. Perhitungan kebutuhan infrastruktur
sistem
distribusi
tidak
terlepas
dari
rencana
Usaha
Penjualan Tenaga Listrik yang tercantum dalam RUPTL yang disusun oleh Badan Usaha Penjualan Tenaga Listrik yang bekerja sama dengan Badan Usaha distribusi tenaga listrik. Kebutuhan infrastruktur sistem distribusi dapat dihitung berdasarkan pada proyeksi penjualan tenaga listrik oleh Badan Usaha penjualan, jumlah dan jenis pelanggan serta jarak antara gardu induk atau pembangkit tenaga listrik ke pelanggan. Rencana pembangunan sistem distribusi mengacu format sebagaimana pada Tabel 4, sebagai berikut: Tabel 4 Rekapitulasi Rencana Pembangunan Sistem Distribusi Uraian Panjang JTM
Satuan Kms
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+4
- 24 -
Uraian Panjang JTR Kapasitas distribusi Jumlah distribusi
Tahun *)P
Satuan
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+4
Kms trafo
trafo
gardu
MVA
gardu
unit
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Tabel 5 Rincian Rencana Pembangunan JTM No.
Dari
Ke
Tegangan Panjang Target Konduktor Status*) (kV) (kms) COD
1. 2. ... dst.
DRAFT
TOTAL Keterangan: *) rencana/pengadaan/kontrak belum konstruksi/konstruksi Tabel 6 Rincian Rencana PembangunanJTR No.
Dari
Ke
Tegangan Panjang Target Konduktor Status*) (V) (kms) COD
1. 2. ... dst. TOTAL Keterangan: *) rencana/pengadaan/kontrak belum konstruksi/konstruksi
- 25 Tabel 7 Rincian Rencana PembangunanGardu Distribusi No.
Nama Gardu
Tegangan (kV/V)
Kapasitas (kVA)
New/ Extension
Target COD
Status*)
1. 2. ... dst. TOTAL
Keterangan: *) rencana/pengadaan/kontrak belum konstruksi/konstruksi V.
KEBUTUHAN INVESTASI DAN INDIKASI PENDANAAN Menguraikan proyeksi investasi yang diperlukan oleh Badan Usaha dalam melaksanakan rencana Usaha Distribusi Tenaga Listrik selama 5 (lima) tahun ke depan, antara lainkebutuhan investasi untuk pembangunan: 1. JTM; DRAFT
2. JTR; dan 3. gardu distribusi. Rekapitulasi kebutuhan investasi dalam rangka pembangunan sistem distribusi mengacu format sebagaimana pada Tabel 8, sebagai berikut: Tabel 8 Rekapitulasi Kebutuhan Investasi Pembangunan Sistem Distribusi (dalam Rp/USD) Uraian
Tahun *)P
JTM JTR Gardu Distribusi TOTAL Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+4
- 26 Selain kebutuhan investasi, perlu diuraikan indikasi sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut misalnya: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, anggaran internal badan usaha, Loan, Hibah, dan lain-lain. VI. ANALISIS RISIKO Menguraikan secara garis besar mengenai analisis risiko yang mungkin dihadapi olehBadan Usaha dalam kegiatan Usaha Distribusi Tenaga Listrik selama 5 (lima) tahun ke depan antara lain berupa profil risiko, pemetaan profil risiko, dan mitigasi risiko.
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
DRAFT
No.
Pemroses
Nama
IGNASIUS JONAN
Jabatan
1.
Pemrakarsa
Andy Noorsaman Sommeng
Dirjen Ketenagalistrikan
2.
Pemeriksa I
M. Teguh Pamudji
Sekretaris Jenderal KESDM
3.
Pemeriksa II
Arcandra Tahar
Wakil Menteri ESDM
Paraf
- 27 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SISTEMATIKA DAN FORMAT PENYUSUNAN RUPTL UNTUK USAHA PENJUALAN TENAGA LISTRIK I.
PENDAHULUAN Pendahuluan paling sedikit memuat: 1. Latar Belakang
Berisi uraian perlunya disusun RUPTL oleh Badan Usaha sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalam Wilayah Usahanya.
DRAFT
2. Landasan Hukum
Berisi uraian landasan hukum dan regulasi yang menjadi dasar dalam penyusunan RUPTL. 3. Visi dan Misi Perusahaan
Berisi visi dan misi Badan Usaha yang melaksanakan penyusunan RUPTL. 4. Tujuan dan Sasaran Penyusunan RUPTL
Berisi uraian tujuan dan sasaran penyusunan RUPTL. 5. Proses Penyusunan RUPTL dan Penanggungjawabnya
Berisi uraian urutan proses penyusunan RUPTL mulai dari acuan yang digunakan yaitu RUKN dan/atau RUKD, kemudian proses proyeksi kebutuhan tenaga listrik mulai dari sumber data, variabel yang digunakan, penentuan asumsi/target, metode dan tools yang digunakan dalam pemodelan, dan pada akhirnya penentuan rencana Usaha Penjualan Tenaga Listrik. Penanggungjawab
berisi
unit-unit
dalam
Badan
Usaha
bertanggungjawab dan terlibat dalam proses penyusunan RUPTL.
yang
- 28 6. Ruang Lingkup dan Wilayah Usaha
Berisi uraian ruang lingkup perencanaan dalam RUPTL dan peta rencana Wilayah Usaha yang sedang diajukan berikut penjelasannya, atau peta Wilayah Usaha berikut penjelasannya dalam hal RUPTL diajukan dalam rangka perubahan RUPTL. 7. Sistematika Dokumen RUPTL
Berisi uraian singkat sistematika penulisan dokumen RUPTL. II.
STRATEGI PENJUALAN TENAGA LISTRIK Menguraikan
strategi
penjualan
tenaga
listrik
untuk
melayani
pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik. III.
KONDISI USAHA PENJUALAN TENAGA LISTRIK Bab ini ditujukan khusus dalam rangka penyusunan perubahan RUPTL, untuk RUPTL yang disusun oleh Badan Usaha yang baru akan berusaha di bidang Penjualan Tenaga Listrik, maka ketentuan dalam Bab III ini dapat diabaikan. Bab ini menguraikan data perkembangan tahunan kondisi Usaha DRAFT
Penjualan Tenaga Listrik 10 (sepuluh) tahun terakhir. Data kondisi Usaha Penjualan Tenaga Listrik paling sedikit memuat data realisasi penjualan tenaga listrik, jumlah pelanggan, dan pendapatan penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan. Kelompok pelanggan dapat disesuaikan berdasarkan kelompok tarif tenaga listrik yang diterapkan oleh badan usaha terhadap pelanggannya. Data realisasi penjualan tenaga listrik mengacu format sebagaimana pada Tabel 1, sebagai berikut: Tabel 1 Realisasi Penjualan Tenaga Listrik (dalam TWh/GWh/MWh) Kelompok Pelanggan*) Rumah Tangga Industri
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
- 29 -
Kelompok Pelanggan*)
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Bisnis ... dst. TOTAL Pertumbuhan (%) Keterangan: *) Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki **) P adalah tahun awal perencanaan Data realisasi jumlah pelanggan mengacu format sebagaimana pada Tabel 2, sebagai berikut: Tabel 2 Realisasi Jumlah Pelanggan DRAFT
Kelompok Pelanggan*)
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst. TOTAL Pertumbuhan (%) Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan Data
realisasi
pendapatan
penjualan
tenaga
listrik
per
kelompok
pelanggan mengacu format sebagaimana pada Tabel 3, sebagai berikut:
- 30 Tabel 3 Realisasi Pendapatan Penjualan Tenaga Listrik (dalam Rp) Kelompok Pelanggan*)
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst. TOTAL Pertumbuhan (%) Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan DRAFT
IV. RENCANA USAHA PENJUALAN TENAGA LISTRIK Menguraikan rencana penjualan tenaga listrik kepada konsumen per tahun selama kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan per sistem tenaga listrik. Bab Rencana Usaha Penjualan Tenaga Listrik paling sedikit memuat: 1. Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik Menguraikan penyederhanaan
proyeksi proyeksi,
penjualan penjualan
tenaga tenaga
listrik. listrik
Untuk dapat
dikelompokkan paling sedikit dalam 4 (empat) kelompok pelanggan yaitu rumah tangga, industri, bisnis, dan publik (gabungan antara penerangan jalan umum, sosial, dan gedung pemerintah). Bagi Badan Usaha yang baru akan berusaha di bidang Penjualan Tenaga Listrik ataupun telah beroperasi namun kurang dari 10 (sepuluh) tahun, maka proyeksi penjualan tenaga listrik dapat dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan tenaga listrik dengan menggunakan asumsi/target jumlah pelanggan.
- 31 Bagi Badan Usaha yang telah beroperasi selama 10 (sepuluh) tahun atau lebih, maka proyeksi penjualan tenaga listrik dapat dihitung dengan pemodelan menggunakan metode ekonometri. Dalam pemodelan dengan metode ekonometri dibutuhkan beberapa data historis tahunan paling singkat data 10 (sepuluh) tahun terakhir, antara lain: a. jumlah penduduk; b. jumlah rumah tangga; c. indeks harga konsumen; d. inflasi; e. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per sektor; Nilai PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan,
dimana
hanya
sektor
PDRB
yang
mempengaruhi
konsumsi tenaga listrik saja yang digunakan dalam pemodelan. Berdasarkan sektor atau lapangan usahanya, sebagian besar PDRB tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok pelanggan sebagaimana terlihat pada Tabel 4. f.
penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan; DRAFT
g. pelanggan per kelompok pelanggan; h. pendapatan penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan; i.
tarif tenaga listrik rata-rata per kelompok pelanggan; atau Tarif tenaga listrik rata-rata diperoleh dengan membagi antara pendapatan penjualan tenaga listrik dengan penjualan tenaga listrik.
j.
rasio pelanggan rumah tangga. Rasio pelanggan rumah tangga adalah perbandingan jumlah pelanggan rumah tangga dengan jumlah rumah tangga pada suatu daerah.
Data untuk pemodelan proyeksi penjualan tenaga listrik mengacu format sebagaimana pada Tabel 4, sebagai berikut: Tabel 4 Data Untuk Pemodelan Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik
- 32 -
Uraian
Satuan
Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk Jumlah rumah tangga Indeks Harga Konsumen Inflasi PDRB Perkapita Pertumbuhan PDRB PDRB (Total) PDRB Bisnis PDRB Publik PDRB Industri PDRB Tambang PDRB Lainnya Penjualan Tenaga Listrik*) a. Rumah Tangga b. Industri c. Bisnis d. Publik Pelanggan*) a. Rumah Tangga b. Industri c. Bisnis d. Publik Pendapatan penjualan tenaga listrik*)
DRAFT
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
- 33 -
Uraian
Satuan
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
a. Rumah Tangga b. Industri c. Bisnis d. Publik Tarif Tenaga Listrik Rata-Rata*) a. Rumah Tangga b. Industri c. Bisnis d. Publik Rasio Pelanggan Rumah Tangga Keterangan: *)
Disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki DRAFT
**) P adalah tahun awal perencanaan Data dalam Tabel 4, kemudian diolah dalam suatu pemodelan ekonometri menggunakan tools tertentu sehingga diperoleh suatu persamaan matematika yaitu persamaan regresi yang terdiri dari variabel tak bebas di sisi kiri dan konstanta, koefisien serta variabel bebas di sisi kanan persamaan. Kriteria dapat digunakan atau tidaknya suatu variabel bebas dapat diukur dengan melihat beberapa parameter statistik. Variabel tak bebas merupakan penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan, sementara variabel bebas masing-masing pada umumnya dapat terdiri atas: a. Rumah tangga : PDRB per kapita, jumlah pelanggan rumah tangga dan tarif listrik rumah tangga b. Industri
: PDRB industri non-migas dan tarif listrik industri
c. Bisnis
: PDRB bisnis dan tarif listrik bisnis
d. Publik
: PDRB publik dan tarif listrik publik
- 34 Untuk menentukan nilai dari variabel tak bebas yakni besaran penjualan tenaga listrik sepanjang periode perencanaan, maka nilai variabel bebas sepanjang periode perencanaan perlu didefinisikan terlebih dahulu. Nilai variabel bebas yang digunakan harus mengacu pada asumsi/target yang dikeluarkan oleh instansi atau lembaga yang berkompeten (sesuai tugas dan fungsinya). Asumsi/target mengacu format sebagaimana pada Tabel 5, sebagai berikut: Tabel 5 Asumsi/Target Uraian
Satuan
Tahun *)P
Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk Jumlah rumah tangga Pelanggan Rumah Tangga
DRAFT
Rasio Pelanggan Rumah Tangga Inflasi PDRB Perkapita Pertumbuhan PDRB PDRB (Total) PDRB Bisnis PDRB Publik PDRB Industri PDRB Tambang PDRB Lainnya
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan.
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+4
- 35 Asumsi jumlah penduduk diperlukan untuk menentukan asumsi jumlah rumah tangga ke depan, dimana jumlah rumah tangga dan rasio pelanggan rumah tangga diperlukan untuk penentuan asumsi jumlah pelanggan rumah tangga ke depanyang menjadi salah satu variabel bebas persamaan penjualan tenaga listrik sektor rumah tangga. Asumsi Inflasi diperlukan sebagai dasar asumsi besaran tarif tenaga listrik ke depan. Asumsi/target PDRB Perkapita diperlukan sebagai salah satu variabel bebas persamaan penjualan tenaga listrik sektor rumah tangga. Asumsi/target PDRB per kelompok pelanggan diperlukan sebagai salah satu variabel bebas persamaan penjualan tenaga listrik untuk sektor bisnis, publik, dan industri. Hasil proyeksi penjualan tenaga listrik mengacu format sebagaimana pada Tabel 6, sebagai berikut: Tabel 6 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik DRAFT
(dalam TWh/GWh/MWh) Kelompok Pelanggan*)
Tahun **)P-10
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+4
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst. TOTAL Konsumsi tenaga listrik per kapita (kWh) Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan
- 36 2. Rencana Pembelian Tenaga Listrik Berdasarkan proyeksi penjualan tenaga listrik maka dapat dihitung besaran
tenaga
listrik
yang
akan
dibeli
dari
Badan
Usaha
pembangkitan tenaga listrik dan/atau dari Badan Usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi. Rencana pembelian tenaga listrik mengacu format sebagaimana pada Tabel 7, sebagai berikut: Tabel 7 Rencana Pembelian Tenaga Listrik (dalam MW dan TWh/GWh/MWh) Sumber Tenaga Listrik
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+4
PT … PT … … dst. TOTAL
DRAFT
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan 3. Proyeksi Jumlah Pelanggan Menguraikan proyeksi jumlah pelanggan yang dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok pelanggan, yaitu kelompok pelanggan rumah tangga, industri, bisnis dan publik (penerangan jalan umum, sosial,
dan
gedung
pemerintah).
Kelompok
pelanggan
dapat
disesuaikan berdasarkan kelompok tarif tenaga listrik yang diterapkan oleh badan usaha terhadap pelanggannya. Proyeksi jumlah pelanggan diperlukan untuk perencanaan kebutuhan material penyambungan dari jaringan distribusi ke pelanggan, antara lain kabel sambungan dan Alat Pengukur dan Pembatas (APP). Selain itu, proyeksi jumlah pelanggan diperlukan untuk perencanaan sistem distribusi yang terdiri dari panjang JTM dan JTR serta kapasitas dan jumlah trafo distribusi bagi Badan Usaha Distribusi Tenaga Listrik.
- 37 Proyeksi jumlah pelanggan dapat dilakukan menggunakan metode ekonometri sebagaimana proyeksi penjualan tenaga listrik di atas. Khusus untuk proyeksi pelanggan rumah tangga dihitung melalui perkalian antara target rasio pelanggan rumah tangga dengan jumlah rumah tangga. Hasil proyeksi jumlah pelanggan mengacu format sebagaimana pada Tabel 8, sebagai berikut: Tabel 8 Proyeksi Jumlah Pelanggan Kelompok Pelanggan*)
Tahun **)P-10
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+4
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst. TOTAL
DRAFT
Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan V.
KEBUTUHAN INVESTASI DAN INDIKASI PENDANAAN Menguraikan proyeksi investasi yang diperlukan oleh Badan Usaha dalam melaksanakan rencana Usaha Penjualan Tenaga Listrik selama 5 (lima) tahun ke depan, antara lain: 1. kebutuhan investasi untuk kabel sambunganpelanggan; atau 2. kebutuhan investasi untuk alat pengukur dan pembatas (APP); Selain kebutuhan investasi, perlu diuraikan indikasi sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut misalnya: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, anggaran internal badan usaha, Loan, Hibah, dan lain-lain.
- 38 VI. ANALISIS RISIKO Menguraikan secara garis besar mengenai analisis risiko yang mungkin dihadapi oleh Badan Usaha dalam kegiatan Usaha Penjualan Tenaga Listrik selama 5 (lima) tahun ke depan antara lain berupa profil risiko, pemetaan profil risiko, dan mitigasi risiko.
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
IGNASIUS JONAN
No.
Pemroses
Nama
Jabatan
1.
Pemrakarsa
Andy Noorsaman Sommeng
Dirjen Ketenagalistrikan
2.
Pemeriksa I
M. Teguh Pamudji
Sekretaris Jenderal KESDM
3.
Pemeriksa II
Arcandra Tahar
Wakil Menteri ESDM DRAFT
Paraf
LAMPIRAN III PERATURAN
MENTERI
ENERGI
DAN
SUMBER
DAYA
MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
SISTEMATIKA DAN FORMAT PENYUSUNAN RUPTL UNTUK USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK TERINTEGRASI I.
PENDAHULUAN Pendahuluan paling sedikit memuat: 1. Latar Belakang
Berisi uraian perlunya disusun RUPTL oleh Badan Usaha sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalam Wilayah Usahanya. 2. Landasan Hukum
Berisi uraian landasan hukum dan regulasi yang menjadi dasar dalam DRAFT
penyusunan RUPTL. 3. Visi dan Misi Perusahaan
Berisi visi dan misi Badan Usaha yang melaksanakan penyusunan RUPTL. 4. Tujuan dan Sasaran Penyusunan RUPTL
Berisi uraian tujuan dan sasaran penyusunan RUPTL. 5. Proses Penyusunan RUPTL dan Penanggungjawabnya
Berisi uraian urutan proses penyusunan RUPTL mulai dari acuan yang digunakan yaitu RUKN dan/atau RUKD, kemudian proses proyeksi kebutuhan tenaga listrik mulai dari sumber data, variabel yang digunakan, penentuan asumsi/target, metode dan tools yang digunakan dalam pemodelan, danpada akhirnya penentuan rencana penyediaan tenaga listrik. Penanggungjawab
berisi
unit-unit
dalam
Badan
Usaha
yang
bertanggung jawab dan terlibat dalam proses penyusunan RUPTL. 6. Ruang Lingkup dan Wilayah Usaha
Berisi uraian ruang lingkup perencanaan dalam RUPTL dan peta rencana Wilayah Usaha yang sedang diajukan berikut penjelasannya,
atau peta Wilayah Usaha berikut penjelasannya dalam hal RUPTL diajukan dalam rangka perubahan RUPTL. 7. Sistematika Dokumen RUPTL
Berisi uraian singkat sistematika penulisan dokumen RUPTL. II.
STRATEGI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PENJUALAN TENAGA LISTRIK Menguraikan strategi pengembangan infrastruktur penyediaan tenaga listrik dan penjualan tenaga listrik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang paling sedikit memuat: 1. strategi untuk melayani pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik; 2. strategi pengembangan kapasitas pembangkit; 3. strategi pengembangan transmisi dan gardu induk; 4. strategi pengembangan sistem distribusi; 5. strategi elektrifikasi daerah yang belum berlistrik; dan 6. strategi penurunan emisi gas rumah kaca.
III.
KETERSEDIAAN SUMBER ENERGI DAN STRATEGI PEMANFAATANNYA Menguraikan data potensi sumber energi dan strategi pemanfaatan termasuk transportasinya untuk pembangkitan tenaga listrik berdasarkan DRAFT
jenis sumber energi yang akan dimanfaatkan dengan mengikuti kebijakan Pemerintah di bidang energi dan ketenagalistrikan, yaitu: 1. sumber energi baru; 2. sumber energi terbarukan; dan 3. sumber energi tak terbarukan. IV. KONDISI USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Bab ini ditujukan khusus dalam rangka penyusunan perubahan RUPTL, untuk RUPTL yang disusun oleh Badan Usaha yang baru akan berusaha di bidang Penyediaan Tenaga Listrik, maka ketentuan dalam Bab III ini dapat diabaikan. Bab ini menguraikan data perkembangan tahunan kondisi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 10 (sepuluh) tahun terakhir. Dalam hal Wilayah Usaha mencakup lebih dari 1 (satu) pulau besar, maka data
kondisi
Usaha
Penyediaan
Tenaga
Listrik
termasuk
peta
ketenagalistrikan dikelompokkan berdasarkan data keseluruhan dan per pulau besar. Adapun gambaran umum kondisi pasokan tenaga listrik termasuk peta ketenagalistrikan, rincian, dan rekapitulasi kondisi Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik dibuat untuk setiap provinsi dan dapat dimuat dalam suatu lampiran per provinsi yang tidak terpisahkan dari dokumen RUPTL. Data kondisi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik paling sedikit memuat: 1. Gambaran Umum Kondisi Pasokan Tenaga Listrik Menguraikan kondisi pasokan tenaga listrik 1 (satu) tahun terakhir dilengkapi
dengan
peta
ketenagalistrikan
meliputi
pembangkit,
transmisi dan gardu induk. 2. Kondisi Penjualan Tenaga Listrik Menguraikan data realisasi penjualan tenaga listrik, jumlah pelanggan, dan pendapatan penjualan tenaga listrik untuk melihat tarif rata-rata per kelompok pelanggan. Data realisasi penjualan tenaga listrik mengacu format sebagaimana pada Tabel 1, sebagai berikut: Tabel 1 Realisasi Penjualan Tenaga Listrik (dalam TWh/GWh/MWh) DRAFT
Kelompok Pelanggan*)
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst. TOTAL Pertumbuhan (%) Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan
Data realisasi jumlah pelanggan mengacu format sebagaimana pada Tabel 2, sebagai berikut:
Tabel 2 Realisasi Jumlah Pelanggan Tahun **)P-10
Kelompok Pelanggan*)
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst. TOTAL Pertumbuhan (%) Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan Data realisasi pendapatan penjualan tenaga listrik per kelompok pelangganmengacu format sebagaimana pada Tabel 3, sebagai berikut: DRAFT
Tabel 3 Realisasi Pendapatan Penjualan Tenaga Listrik (dalam Rp) Kelompok Pelanggan*)
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst. TOTAL Pertumbuhan (%) Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan
3. Kondisi Pembangkitan Menguraikan
datadetail
pembangkitan
tenaga
listrik
eksisting,
kapasitas terpasang, daya mampu netto (DMN), daya mampu pasok (DMP) tertinggi, jumlah unit pembangkit, produksi tenaga listrik dan konsumsi sumber energi primer. Komposisi kepemilikan pembangkit dapat terdiri dari pembangkit milik pemegang IUPTL sendiri, kerja sama antar pemegang IUPTL (IPP), kerja sama antar pemegang wilayah usaha (PPU), sewa, excess power, dan impor tenaga listrik dari negara lain. Rekapitulasi data realisasi kapasitas terpasang pembangkit mengacu format sebagaimana pada Tabel 4, sebagai berikut: Tabel 4 Rekapitulasi Realisasi Kapasitas Terpasang Pembangkit (dalam MW) Tahun **)P-10 Uraian*) Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
… dst. Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Tahun P-1
Milik Sendiri
Sewa
DRAFT
Kerja sama dengan IPP
Kerja sama dengan PPU
Excess Power
PLT... PLT... PLT… …dst. Impor Subtotal TOTAL
Keterangan: *)
Jenis dan kepemilikan pembangkit dapat disesuaikan
**) P adalah tahun awal perencanaan Rekapitulasi
data
realisasi
DMN
pembangkit
sebagaimanapada Tabel 5, sebagai berikut:
mengacu
format
Tabel 5 Rekapitulasi Realisasi DMN Pembangkit (dalam MW) Tahun **)P-10 Uraian*) Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
… dst. Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Tahun P-1
Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
Kerja sama dengan PPU
Excess Power
PLT... PLT... PLT... …dst. Impor Subtotal TOTAL
Keterangan: *)
Jenis dan kepemilikan pembangkit dapat disesuaikan
**) P adalah tahun awal perencanaan Rekapitulasi data realisasi DMP tertinggi pembangkit mengacu format sebagaimana pada Tabel 6 sebagai berikut: DRAFT
Tabel 6 Rekapitulasi Realisasi DMP Tertinggi Pembangkit (dalam MW) Tahun **)P-10 Uraian*) Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
… dst. Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Tahun P-1
Milik Sendiri
Sewa
PLT... PLT... PLT... …dst. Impor Subtotal TOTAL
Keterangan: *)
Jenis dan kepemilikan pembangkit dapat disesuaikan
**) P adalah tahun awal perencanaan
Kerja sama dengan IPP
Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Rekapitulasi data realisasi jumlah unit pembangkit mengacu format sebagaimana pada Tabel 7, sebagai berikut: Tabel 7 Rekapitulasi Realisasi Jumlah Unit Pembangkit (dalam Unit) Tahun **)P-10 Uraian*) Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
… dst. Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Tahun P-1
Milik Sendiri
Kerja sama dengan IPP
Sewa
Kerja sama dengan PPU
Excess Power
PLT... PLT... PLT… …dst. Impor Subtotal TOTAL
Keterangan: *)
Jenis dan kepemilikan pembangkit dapat disesuaikan DRAFT
**)
P adalah tahun awal perencanaan Data detail pembangkit tenaga listrik eksisting mengacu format sebagaimana pada Tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8 Pembangkit Tenaga Listrik Eksisting (dalam MW)
No.
Kabupaten/ Kota
Sistem Tenaga Listrik
Beban Puncak Sistem
Jenis
Lokasi/ Nama Pembangkit
Bahan Bakar
Jumlah Unit
Kapasitas Terpasang (MW)
DMN (MW)
DMP Tertinggi 1 tahun terakhir (MW)
COD
Status **)
Pemilik
1.
Milik Sendiri/ Sewa/IP P/PPU/E xcess Power *)
2.
Milik Sendiri/ Sewa/IP P/PPU/E xcess Power *)
… dst.
Milik Sendiri/ Sewa/IP P/PPU/ Excess
Titik Koordinat
Titik Koneksi
No.
Kabupaten/ Kota
Sistem Tenaga Listrik
Beban Puncak Sistem
Jenis
Lokasi/ Nama Pembangkit
Bahan Bakar
Jumlah Unit
Kapasitas Terpasang (MW)
DMN (MW)
DMP Tertinggi 1 tahun terakhir (MW)
COD
Status **)
Pemilik
Titik Koordinat
Power *) Impor
Keterangan: *)
hapus yang tidak perlu
**) operasi/rusak permanen/dll sesuai kondisi aktual Rekapitulasi data realisasi produksi tenaga listrik berdasarkan sumber energi primer mengacu format sebagaimana pada Tabel 9, sebagai berikut: Tabel 9 Rekapitulasi Realisasi Produksi Tenaga Listrik (dalam TWh/GWh/MWh) Tahun **)P-10 Uraian*) Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
… dst. Kerja sama dengan PPU
Excess Power DRAFT
Air Panas Bumi Biodiesel Biomassa Surya Bayu EBT Lain Gas BBM: HSD MFO IDO HFO Batubara Impor … dst. Impor Subtotal TOTAL
Tahun P-1
Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Titik Koneksi
Keterangan: *)
Jenis dan kepemilikan pembangkit dapat disesuaikan
**)
P adalah tahun awal perencanaan Rekapitulasi
data
realisasi
konsumsi
sumber
energi
primer
berdasarkan sumber energi primer mengacu format sebagaimanapada Tabel 10, sebagai berikut: Tabel 10 Rekapitulasi Realisasi Konsumsi Sumber Energi Primer Tahun *)P-10 Uraian
Satuan Milik Sendiri
Batubara Gas
Sewa
Kerja sama dengan IPP
… dst. Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Tahun P-1
Milik Sendiri
Sewa
Kerja sama dengan IPP
Kerja sama dengan PPU
Excess Power
Juta Ton MMBTU
BBM:
kL
HSD
kL
MFO
kL
IDO
kL
HFO
kL
Biomassa
Ton
Uap Panas Bumi
Ton
DRAFT
… dst. Subtotal TOTAL
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan 4. Kondisi Sistem Transmisi Paling sedikit memuat data realisasi fisik dan operasi sistem transmisi yang terdiri atas panjang jaringan transmisi, susut transmisi, kapasitas trafo gardu induk, jumlah trafo gardu induk,pemakaian sendiri gardu induk, dan beban puncak sistem tenaga listrik baik coincident maupun non-coincident. Data
realisasi
panjang
jaringan
transmisi
sebagaimana pada Tabel 11, sebagai berikut:
mengacu
format
Tabel 11 Realisasi Panjang Jaringan Transmisi (dalam kms) Tahun **)P-10
Uraian*)
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
500 kV 500 kV DC 275 kV 150 kV 70 kV TOTAL Keterangan: *)
Jenis tegangan dapat disesuaikan
**) P adalah tahun awal perencanaan Data realisasi susut transmisi mengacu format sebagaimana Tabel 12, sebagai berikut: DRAFT
Tabel 12 Realisasi Susut Transmisi Uraian
Tahun *)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Susut transmisi (GWh) Susut transmisi (%) Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Data
realisasi
kapasitas
trafo
Gardu
Induk
mengacu
format
sebagaimana pada Tabel 13, sebagai berikut: Tabel 13 Realisasi Kapasitas Trafo Gardu Induk (dalam MVA) Uraian*) 500/150 kV
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Tahun **)P-10
Uraian*)
Tahun P-9
… dst.
Induk
mengacu
Tahun P-1
275/150 kV 150/70kV 150/20kV 70/20kV TOTAL Keterangan: *)
Jenis tegangan dapat disesuaikan
**) P adalah tahun awal perencanaan Data
realisasi
jumlah
trafo
Gardu
format
sebagaimanapada Tabel 14, sebagai berikut: Tabel 14 Realisasi Jumlah Trafo Gardu Induk (dalam unit) Uraian*)
DRAFT
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
500/150 kV 275/150 kV 150/70kV 150/20kV 70/20 kV TOTAL Keterangan: *)
Jenis tegangan dapat disesuaikan
**) P adalah tahun awal perencanaan Data realisasi pemakaian sendiri GI mengacu format sebagaimana pada Tabel 15, sebagai berikut:
Tabel 15 Realisasi Pemakaian Sendiri GI Tahun *)P-10
Uraian
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Pemakaian sendiri GI (GWh) Pemakaian sendiri GI (%) Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Data realisasi beban puncak sistem tenaga listrik mengacu format sebagaimana pada Tabel 16,sebagai berikut: Tabel 16 Realisasi Beban Puncak Sistem Tenaga Listrik (MW) Tahun *)P-10
Uraian
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Beban Puncak Keterangan:
DRAFT
*) P adalah tahun awal perencanaan 5. Kondisi Sistem Distribusi Paling sedikit memuat data realisasi fisik, operasi dan keandalan sistem distribusi yang terdiri dari data realisasi panjang jaringan tegangan menengah (JTM), jaringan tegangan rendah (JTR), kapasitas dan jumlah trafo gardu distribusi, susut/losses distribusi, pemakaian sendiri gardu distribusi, System Average Interruption Duration Index (SAIDI) dan System Average Interruption Frequency Index (SAIFI). Data realisasi fisik sistem distribusi mengacu format sebagaimana pada Tabel 17, sebagai berikut: Tabel 17 Realisasi Fisik Sistem Distribusi Uraian Panjang JTM
Satuan kms
Tahun *)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Uraian
Satuan
Panjang JTR
kms
Kapasitas trafo gardu distribusi
MVA
Jumlah trafo distribusi
unit
gardu
Tahun *)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Data realisasi operasi sistem distribusi mengacu format sebagaimana pada Tabel 18, sebagai berikut: Tabel 18 Realisasi Operasi Sistem Distribusi Uraian
Satuan
Susut/losses distribusi
Tahun *)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
GWh DRAFT
Persentase susut/losses distribusi
%
Pemakaian sendiri gardu distribusi
GWh
Persentase pemakaian sendiri gardu distribusi
%
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Data
realisasi
keandalan
sistem
distribusi
mengacu
format
sebagaimana pada Tabel 19, sebagai berikut: Tabel 19 Realisasi Keandalan Sistem Distribusi Uraian System Average Interruption Duration Index (SAIDI)
Satuan jam/ pelanggan
Tahun *)P-10
Tahun P-9
... dst.
Tahun P-1
Uraian
Tahun *)P-10
Satuan
System Average Interruption Frequency Index (SAIFI)
Tahun P-9
... dst.
Tahun P-1
kali/ pelanggan
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan V.
RENCANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Menguraikan rencana pengadaan tenaga listrik meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik kepada konsumen per tahun selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun kedepan per sistem tenaga listrik. Perencanaan penyediaan tenaga listrik diawali dari prakiraan di sisi permintaan (demand side) kemudian dilanjutkan dengan prakiraan di sisi penyediaan (supply side). Dalam hal Wilayah Usaha atau rencana Wilayah Usaha mencakup lebih dari 1 (satu) sistem tenaga listrik atau provinsi, maka rincian dan rekapitulasi rencana penyediaan tenaga listrik dibuat untuk setiap sistem tenaga listrik atau provinsi dalam suatu lampiran per provinsi yang tak DRAFT
terpisahkan dari dokumen RUPTL. Infrastruktur pembangkit, jaringan transmisi, dan gardu induk baik eksisting maupun rencana harus ditampilkan dalam suatu peta yang dapat digabung dengan peta kondisi usaha penyediaan tenaga listrik. Dalam hal Wilayah Usaha atau rencana Wilayah Usaha mencakup lebih dari 1 (satu) pulau besar, maka rencana penyediaan tenaga listrik dalam RUPTL dikelompokkan berdasarkan berdasarkan rencana nasional dan rencana pulau besar. Bab rencana penyediaan tenaga listrik paling sedikit memuat: 1. Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik Menguraikan
proyeksi
penjualan
tenaga
listrik
yang
dapat
dikelompokkan dalam 4 (empat) sektor pemakai yaitu sektor rumah tangga, industri, bisnis dan publik (penerangan jalan umum, sosial, dan gedung pemerintah). Bagi Badan Usaha yang telah beroperasi selama 10 (sepuluh) tahun atau lebih, proyeksi penjualan tenaga listrik dapat dihitung dengan pemodelan menggunakan metode ekonometri, sedangkan bagi Badan
Usaha yang belum beroperasi ataupun telah beroperasi namun kurang dari 10 (sepuluh) tahun, proyeksi penjualan tenaga listrik dapat menggunakan analisis kebutuhan tenaga listrik berdasarkan target jumlah pelanggan. Dalam pemodelan dengan metode ekonometri dibutuhkan beberapa data historis tahunan paling singkat data 10 (sepuluh) tahun terakhir, antara lain: a. jumlah penduduk; b. jumlah rumah tangga; c. indeks harga konsumen; d. inflasi; e. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per sektor; Nilai PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan,
dimana
hanya
sektor
PDRB
yang
mempengaruhi
konsumsi tenaga listriksaja yang digunakan dalam pemodelan. Berdasarkan sektor atau lapangan usahanya, sebagian besar PDRB tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok pelanggan sebagaimana terlihat pada Tabel 20. f.
penjualan tenaga listrikper kelompok pelanggan;
g. pelanggan per kelompok pelanggan; DRAFT
h. pendapatan penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan; i.
tarif tenaga listrik rata-rata per kelompok pelanggan; tarif tenaga listrik rata-rata diperoleh dengan membagi antara pendapatan penjualan tenaga listrik dengan penjualan tenaga listrik
j.
rasio pelanggan rumah tangga. Rasio pelanggan rumah tangga adalah perbandingan jumlah pelanggan rumah tangga dengan jumlah rumah tangga pada suatu daerah.
Data untuk pemodelan proyeksi penjualan tenaga listrikmengacu format sebagaimana pada Tabel 20, sebagai berikut: Tabel 20 Data Untuk Pemodelan Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik Uraian Jumlah Penduduk
Satuan
Tahun **)P-10
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Uraian
Tahun **)P-10
Satuan
Pertumbuhan Penduduk Jumlah rumah tangga Indeks Harga Konsumen Inflasi PDRB Perkapita Pertumbuhan PDRB PDRB (Total) PDRB Bisnis PDRB Publik PDRB Industri PDRB Tambang DRAFT
PDRB Lainnya Penjualan Tenaga Listrik*) a. Rumah Tangga b. Industri c. Bisnis d. Publik Pelanggan*) a. Rumah Tangga b. Industri c. Bisnis d. Publik Pendapatan penjualan tenaga listrik*)
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
Uraian
Tahun **)P-10
Satuan
Tahun P-9
… dst.
Tahun P-1
a. Rumah Tangga b. Industri c. Bisnis d. Publik Tarif Tenaga Listrik RataRata*) e. Rumah Tangga f. Industri g. Bisnis h. Publik Rasio Pelanggan Rumah Tangga Keterangan: *)
Disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki DRAFT
**) P adalah tahun awal perencanaan Data dalam Tabel 20, kemudian diolah dalam suatu pemodelan ekonometri menggunakan toolstertentu sehingga diperoleh suatu persamaan matematika yaitu persamaan regresi yang terdiri dari variabel tak bebas di sisi kiridan konstanta, koefisien serta variabel bebas di sisi kanan persamaan. Kriteria dapat digunakan atau tidaknya suatu variabel bebas dapat diukur dengan melihat beberapa parameter statistik. Variabel tak bebas merupakan penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan, sementara variabel bebasmasing-masing pada umumnya dapat terdiri atas: a. Rumah tangga : PDRB per kapita, jumlah pelanggan rumah tangga dan tarif listrik rumah tangga b. Industri
: PDRB industri non-migas dan tarif listrik industri
c. Bisnis
: PDRB bisnis dan tarif listrik bisnis
d. Publik
: PDRB publik dan tarif listrik publik
Untuk menentukan nilai dari variabel tak bebas yakni besaran penjualan tenaga listrik sepanjang periode perencanaan, maka nilai variabel bebas sepanjang periode perencanaan perlu didefinisikan terlebih dahulu. Nilai variabel bebas yang digunakan harus mengacu pada asumsi/target yang dikeluarkan oleh instansi atau lembaga yang berkompeten (sesuai tugas dan fungsinya). Asumsi/target mengacu format sebagaimana pada Tabel 21, sebagai berikut: Tabel 21 Asumsi/Target Uraian
Satuan
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk Jumlah rumah tangga Pelanggan Rumah Tangga DRAFT
Rasio Pelanggan Rumah Tangga Inflasi PDRB Perkapita Pertumbuhan PDRB PDRB (Total) PDRB Bisnis PDRB Publik PDRB Industri PDRB Tambang PDRB Lainnya Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Asumsi jumlah penduduk diperlukan untuk menentukan asumsi jumlah rumah tangga ke depan, dimana jumlah rumah tangga dan
rasio pelanggan rumah tangga diperlukan untuk penentuan asumsi jumlah pelanggan rumah tangga ke depan yang menjadi salah satu variabel bebas persamaan penjualan tenaga listrik sektor rumah tangga. Asumsi Inflasi diperlukan sebagai dasar asumsi besaran tariftenaga listrik ke depan. Asumsi/target PDRB Perkapita diperlukan sebagai salah satu variabel bebas persamaan penjualan tenaga listrik sektor rumah tangga. Asumsi/target PDRB per kelompok pelanggan diperlukan sebagai salah satu variabel bebas persamaan penjualan tenaga listrik untuk sektor bisnis, publik dan industri. Hasil proyeksi penjualan tenaga listrik mengacu format sebagaimana pada Tabel 22,sebagai berikut: Tabel 22 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik (dalam TWh/GWh/MWh) Kelompok Pelanggan*) Rumah Tangga
Tahun **)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
DRAFT
Industri Bisnis ... dst. TOTAL Konsumsi tenaga listrik per kapita (kWh) Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan 2. Proyeksi Jumlah Pelanggan Menguraikan proyeksi jumlah pelanggan yang dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok pelanggan, yaitu kelompok pelanggan rumah tangga, industri, bisnis dan publik (penerangan jalan umum, sosial,
dan
gedung
pemerintah).
Kelompok
pelanggan
dapat
disesuaikan berdasarkan kelompok tarif tenaga listrik yang diterapkan oleh badan usaha terhadap pelanggannya. Proyeksi jumlah pelanggan diperlukan untuk perencanaan kebutuhan material penyambungan dari jaringan distribusi ke pelanggan, antara lain kabel sambungan dan Alat Pengukur dan Pembatas (APP). Selain itu, proyeksi jumlah pelanggan diperlukan untuk perencanaan sistem distribusi yang terdiri dari panjang JTM dan JTR serta kapasitas dan jumlah trafo distribusi Proyeksi jumlah pelanggan dapat dilakukan menggunakan metode ekonometri sebagaimana proyeksi penjualan tenaga listrik di atas. Khusus untuk proyeksi pelanggan rumah tangga dihitung melalui perkalian antara target rasio pelanggan rumah tangga dengan jumlah rumah tangga. Hasil proyeksi jumlah pelanggan mengacu format sebagaimana pada Tabel 23, sebagai berikut: Tabel 23 Proyeksi Jumlah Pelanggan Tahun **)P
Kelompok Pelanggan*)
DRAFT
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Rumah Tangga Industri Bisnis ... dst TOTAL Keterangan: *)
Kelompok pelanggan disesuaikan dengan kelompok tarif tenaga listrik yang dimiliki
**) P adalah tahun awal perencanaan 3. Perencanaan Pembangkitan Tenaga Listrik Menguraikan
proyeksi
kebutuhan
pembangunan
pembangkit
daya/pembangkit,
berdasarkan
jenisnya,
rencana
neraca
daya,
proyeksi bauran energi (energy mix) pembangkitan, kebutuhan bahan bakar dan Proyeksi Emisi CO2. a. Proyeksi Kebutuhan Daya/Pembangkit
Setelah
memperoleh
proyeksi
penjualan
tenaga
listrik yang
merupakan prakiraan demand side, langkah selanjutnya adalah melakukan prakiraan supply side yaitu proyeksi kebutuhan daya/pembangkit pada suatu sistem tenaga listrik. Proyeksi kebutuhan daya/pembangkit dimulai dengan menghitung prakiraan produksi tenaga listrik (GWh) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan di sisi permintaan/pelanggan. Prakiraan produksi tenaga listrik diperoleh berdasarkan hasil proyeksi penjualan tenaga listrik dengan memperhitungkan pemakaian sendiri baik di pembangkit maupun di gardu induk serta susut (losses) tenaga listrik di jaringan transmisi dan sistem distribusi. Setelah diperoleh prakiraan produksi tenaga listrik, langkah berikutnya adalah menghitung prakiraan beban puncak (MW). Prakiraan beban puncak dihitung berdasarkan prakiraan faktor beban (load factor) yang diperoleh dari prakiraan kurva beban (load curve) ke depan. Prakiraan
beban
menghitung
puncak
prakiraan
kemudian
kebutuhan
dijadikan
acuan
daya/pembangkit
untuk dengan
menambahkan cadangan daya (reserve margin) menggunakan kriteria
keandalan
tertentu. DRAFT
Adapun
untuk
menentukan
kebutuhan tambahan daya/pembangkit (MW) dilakukan dengan menghitung selisih antara kebutuhan daya/pembangkit dengan kapasitas yang telah ada (eksisting). Dalam menghitung proyeksi kebutuhan
daya/pembangkit
harus
mempertimbangkan
penurunan kemampuan pembangkit (derating) dan rencana retired dan mothballed. Kriteria
keandalan
dalam
perencanaan
pembangkit
dapat
menggunakan metoda deterministik maupun metoda probabilistik. Penentuan cadangan dengan metoda deterministik adalah dengan menentukan
cadangan
dalam
MW,
dalam
persentase
atau
ditentukan dengan menggunakan skenario kapasitas terbesar tidak beroperasi. Kriteria keandalan N-2 dapat diterapkan untuk sistem kecil atau isolated, yaitu cadangan minimum harus lebih besar dari 1 (satu) unit terbesar pertama dan 1 (satu) unit terbesar kedua. Penentuan cadangan dengan metodaprobabilistik adalah dengan menghitung
Loss
of
Load
Probability
(LOLP).
LOLP
adalah
probabilitas dari suatu sistem pembangkitan berada pada kondisi dimana kapasitas pembangkitan yang tersedia lebih kecil daripada
beban
yang
dilayaninya.
Apabila
menggunakan
metoda
probabilistik maka LOLP paling besar adalah sebesar 0.274% atau setara dengan probabilitas beban puncak lebih besar dari kapasitas pembangkitan paling lama 1 (satu) hari saja dalam 1 (satu) tahun. b. Penentuan Jenis Pembangkit Proyeksi
kebutuhan
daya/pembangkit
sebagaimana
telah
dijelaskan di atas baru bersifat indikatif, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah penentuan jenis pembangkit sesuai fungsinya dalam pembebanan, yaitu sebagai pembangkit pemikul beban dasar (base load), beban menengah (midrange) dan beban puncak (peaking). Penentuan jenis pembangkit dapat dilakukan dengan suatu tools optimasi sistem tenaga listrik. Idealnya jenis pembangkit yang dipilih adalah pembangkit dengan biaya pokok penyediaan paling murah (least cost), namun perlu dipertimbangkan faktor dampak emisi terhadap lingkungan dan keberlanjutan pasokan sumber energi primer sehingga pilihan pembangkit dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan menjadi keharusan. Hal yang penting dan harus menjadi acuan dalam penentuan jenis DRAFT
pembangkit adalah kebijakan Pemerintah dalam bauran energi (energy mix). c. Neraca Daya Menguraikan supply-demand tenaga listrik dalam suatu tabel sehingga terlihat kecukupan rencana pasokan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik.Neraca daya terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yaitu kebutuhan, pasokan eksisting dan rencana tambahan pasokan. Neraca daya mengacu format sebagaimana pada Tabel 24, sebagai berikut: Tabel 24 Neraca Daya Uraian
Satuan/ Jenis
1. KEBUTUHAN a. Penjualan b. Pertumbuhan penjualan
GWh %
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Satuan/ Jenis
Uraian c. Produksi
GWh
d. Faktor beban
%
e. Beban puncak
MW
f. Total kebutuhan daya
MW
2. PASOKAN EKSISTING a. Total kapasitas terpasang
MW
b. Total daya mampu pasok (DMP) tertinggi:
MW
1. Milik sendiri:
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
... dst.
MW
2. Kerja sama antar pemegang IUPTL (IPP): PLT... PLT...
MW MW
DRAFT
MW
PLT...
MW
... dst.
MW
3. Kerja sama antar pemegang wilayah usaha (PPU):
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
... dst.
MW
4. Sewa:
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
... dst.
MW
5. Pembelian Power: PLT...
Excess
MW MW
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Satuan/ Jenis
Uraian PLT...
MW
PLT...
MW
... dst.
MW
6. Impor
MW
7. Retired dan Mothballed
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
PLT...
MW
... dst.
MW
3. TAMBAHAN PASOKAN (DMN) a. On Going dan Committed:
MW
1) Dikembangkan sendiri:
MW
(Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
... dst.
DRAFT
2) Kerja sama antar pemegang IUPTL (IPP):
... dst. MW
(Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
... dst.
... dst.
3) Kerja sama antar pemegang wilayah usaha (PPU):
MW
(Nama Proyek)
MW
(Nama Proyek)
MW
(Nama Proyek)
MW
... dst.
MW
4) Impor b. Rencana Tambahan: 1) Dikembangkan sendiri: (Nama Proyek)
MW MW MW PLT...
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Satuan/ Jenis
Uraian (Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
... dst.
... dst.
2) Kerja sama antar pemegang IUPTL (IPP):
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
... dst.
... dst.
… dst.
Tahun P+9
MW
(Nama Proyek)
MW
(Nama Proyek)
MW
(Nama Proyek)
MW
... dst.
MW
4) Unallocated:
Tahun P+1
MW
(Nama Proyek)
3) Kerja sama antar pemegang wilayah usaha (PPU):
Tahun *)P
MW DRAFT
(Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
(Nama Proyek)
PLT...
... dst.
... dst.
5) Impor
MW
4. REKAPITULASI a. Total pasokan (DMP tertinggi)
eksisting
MW
b. Total tambahan pasokan (DMN)
MW
c. Total daya sistem**)
MW
mampu
d. Reserve margin
MW
e. Reserve margin
%
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan **) c = a + b, asumsi DMP tertinggi tambahan pasokan = DMN tambahan pasokan
Neraca daya dibuat untuk setiap sistem tenaga listrik baik interkoneksi
maupun
isolated.
Untuk
sistem
isolated,
rekapitulasidalam tabel neraca daya dapat ditambahkan dengan nilai N-1 dan N-2. Setiap neraca daya dilengkapi dengan grafiknya. Berdasarkan neraca daya, kemudian dibuat rekapitulasi rencana penambahan pembangkit yang mengacu format sebagaimana pada Tabel 25, sebagai berikut: Tabel 25 Rekapitulasi Rencana Penambahan Pembangkit Tahun *)P
Tahun 1. Dikembangkan sendiri: PLT... PLT... PLT... ... dst. 2. Kerja sama antar pemegang IUPTL (IPP): PLT... PLT... PLT... ... dst. 3. Kerja sama antar pemegang wilayah usaha (PPU): PLT... PLT... PLT... ... dst. 4. Unallocated PLT... PLT... PLT... ... dst.
DRAFT
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
TOTAL
Tahun *)P
Tahun
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
TOTAL
5. Impor 6. TOTAL PLT... PLT... PLT... ... dst. Impor
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Adapun
untuk
rincian
rencana
pembangunan
pembangkit
mengacu format sebagaimana pada Tabel 26, sebagai berikut: Tabel 26 Rincian Rencana Pembangunan Pembangkit No.
Provinsi
Kabupaten/ Kota
Sistem Tenaga Listrik
Jenis
Lokasi/ Nama Pembangkit
Kapasitas (MW) DRAFT
Target COD
Status*)
Pengembang
Titik Koordinat
Titik Koneksi
Sendiri Kerja sama dengan pemegang IUPTL lain (IPP) Kerja sama dengan pemegang wilayah usaha lain (PPU) Unallocated Impor
*) rencana/pengadaan/kontrak belum konstruksi/konstruksi d. Proyeksi Bauran Energi (Energy Mix) Pembangkitan Menguraikan proyeksi bauran energi (energy mix) pembangkitan tenaga listrik berdasarkan rencana operasi pembangkit eksisting dan rencana sebagaimana tercantum dalam neraca daya. Energy mix dihitung berdasarkan prakiraan komposisi produksi tenaga listrik per jenis sumber energi primer. Prakiraan energy mix harus sejalan dengan kebijakan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dan energi.
Komposisi produksi tenaga listrik per jenis sumber energi primer mengacu format sebagaimana pada Tabel 27, sebagai berikut: Tabel 27 Komposisi Produksi Tenaga Listrik (GWh) Sumber Energi Primer
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
TOTAL
Air Panas Bumi Biodiesel Biomassa Surya Bayu EBT Lain Gas BBM: HSD DRAFT
MFO IDO HFO Batubara Impor TOTAL
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Adapun persentase energy mix mengacu format sebagaimana pada Tabel 28, sebagai berikut: Tabel 28 Energy Mix Pembangkitan Tenaga Listrik (%) Sumber Energi Primer Air Panas Bumi
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Sumber Energi Primer
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Biodiesel Biomassa Surya Bayu EBT Lain Gas BBM: HSD MFO IDO HFO Batubara … dst. Impor TOTAL DRAFT
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Selain dalam bentuk tabel, proyeksi energy mix pembangkitan perlu ditampilkan dalam bentuk grafik. e. Proyeksi Kebutuhan Bahan Bakar Pembangkit Menguraikan proyeksi kebutuhan bahan bakar dalam operasional pembangkit.
Proyeksi
kebutuhan
bahan
bakar
pembangkit
dihitung berdasarkan prakiraan komposisi produksi tenaga listrik per jenis sumber energi primer dan efisiensi pembangkit. Proyeksi kebutuhan bahan bakar pembangkit mengacu format sebagaimana pada Tabel 29, sebagai berikut: Tabel 29 Proyeksi Kebutuhan Bahan Bakar Pembangkit Sumber Energi Primer Biodiesel
Satuan kL
Tahun* )P
Tahun P+1
…dst .
TahunP +9
TOTAL
Sumber Energi Primer Biomassa
Satuan
Tahun* )P
Tahun P+1
…dst .
TahunP +9
TOTAL
Juta Ton
Gas
BBTU
BBM:
kL
HSD MFO IDO HFO Juta Ton
Batubara
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Karena skema bisnis jual beli gas berbeda dengan sumber energi primer lainnya, maka sebagai upaya pemenuhan kebutuhan bahan bakar pembangkit berbahan bakar gas, perlu dibuat rincian prakiraan
kebutuhan
pasokan
gas
per
pembangkit
dengan
mengacu format sebagaimana pada Tabel 30, sebagai berikut: DRAFT
Tabel 30 Prakiraan Kebutuhan Pasokan Gas (BBTUD) Pembangkit
Pemasok
PLTG …
…
PLTG …
…
PLTGU …
…
PLTGU …
…
PLTMG …
…
PLTMG …
…
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan f.
Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Menguraikan proyeksi emisi CO2 yang merupakan dampak dari operasional pembangkit. Proyeksi emisi CO2 diperoleh berdasarkan
produksi listrik terutama dari berbagai pembangkit berbahan bakar fosil.Proyeksi emisi CO2 dapat ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.Proyeksi emisi CO2 mengacu format sebagaimana pada Tabel 31, sebagai berikut: Tabel 31 Proyeksi Emisi CO2 (Juta tCO2) Sumber Energi Primer
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Biodiesel Biomassa Gas BBM: HSD MFO IDO HFO Batubara DRAFT
EBT Keterangan:
*) P adalah tahun awal perencanaan 4. Perencanaan Jaringan Transmisi Menguraikan rencana pembangunan jaringan transmisi per jenis tegangan. Kebutuhan panjang jaringan transmisi dan jenis tegangan yang digunakan dihitung dan ditentukan berdasarkan prakiraan jarak antara pusat pembangkit dengan pusat beban dimana akan dibangun gardu induk dengan mempertimbangkan susut (losses). Rekapitulasi rencana pembangunan jaringan transmisi mengacu format sebagaimana pada Tabel 32, sebagai berikut: Tabel 32 Rekapitulasi Rencana Pembangunan Jaringan Transmisi (kms) Tegangan (kV) 500 DC
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
TOTAL
Tahun *)P
Tegangan (kV)
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
TOTAL
500 275 150 70 TOTAL Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Adapun rencana detail pembangunan jaringan transmisi mengacu format sebagaimana pada Tabel 33, sebagai berikut: Tabel 33 Rencana Pembangunan Jaringan Transmisi Provinsi
Kabupate/ Kota
Dari
Ke
Tegangan (kV)
Konduktor
Panjang (kms)
Target COD
Sumber Pendanaan
Status*)
500 DC 500
DRAFT
275 150 70 TOTAL
*) rencana/pengadaan/kontrak belum konstruksi/konstruksi Perencanaan transmisi dilengkapi dengan prakiraan aliran daya per sistem tenaga listrik per tahun. 5. Perencanaan Gardu Induk Menguraikan rencana pembangunan gardu induk baik penambahan trafo per jenis tegangan maupun penambahan line bay.Kebutuhan gardu induk dan jenis tegangan yang digunakan dihitung dan ditentukan berdasarkan prakiraan kebutuhan beban pada suatu daerah.
Rekapitulasi rencana pembangunan gardu induk mengacu format sebagaimana pada Tabel 34, sebagai berikut:
Tabel 34 Rekapitulasi Rencana Pembangunan Gardu Induk (MVA) Tegangan (kV)
Tahun *)P
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
TOTAL
500 DC (Converter) 500/150 275/150 150/20 70/20 TOTAL Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan Adapun rencana detail pembangunan gardu induk mengacu format sebagaimana pada Tabel 35, sebagai berikut: Tabel 35
DRAFT
Rencana Pembangunan Gardu Induk Provinsi
Kabupate/ Kota
Gardu Induk
Tegangan (kV)
Baru/Ext/ Uprate
Kapasitas (MVA/LB)
Target COD
Sumber Pendanaan
Status*)
Titik Koordinat
500/1 50 275/1 50 150/2 0 70/20 TOTAL
*) rencana/pengadaan/kontrak belum konstruksi/konstruksi Perencanaan gardu Induk dilengkapi dengan capacity balance. 6. Perencanaan Sistem Distribusi Menguraikanrencana pengadaan penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau dari pembangkitan ke konsumen. Kebutuhan infrastruktur sistem distribusi dihitung berdasarkan pada proyeksi penjualan tenaga listrik, jumlah dan jenis pelanggan serta jarak antara sistem transmisi atau pembangkitan ke konsumen.
Rencana pembangunan sistem distribusimengacu formatsebagaimana pada Tabel 36, sebagai berikut: Tabel 36 Rencana Pembangunan Sistem Distribusi Tahun *)P
Uraian
Tahun P+1
… dst.
Tahun P+9
Panjang JTM (kms) Panjang JTR (kms) Kapasitas trafo gardu distribusi (MVA) Jumlah trafo gardu distribusi (Unit) Keterangan: *) P adalah tahun awal perencanaan VI. BIAYA POKOK PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Menguraikan
secara
garis
besar
mengenai
proyeksi
biaya
pokok
penyediaan (BPP) tenaga listrik oleh Badan Usaha dalam Wilayah DRAFT
Usahanya untuk melaksanakan kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik selama 10 (sepuluh) tahun ke depan. VII. KEBUTUHAN INVESTASI DAN INDIKASI PENDANAAN Menguraikan proyeksi investasi yang diperlukan oleh Badan Usaha dalam melaksanakan RUPTL 10 (sepuluh) tahun ke depan, antara lain terdiri atas: 1. kebutuhan investasi untuk pembangunan pembangkit; 2. kebutuhan investasi untuk pembangunan jaringan transmisi; 3. kebutuhan investasi untuk pembangunan gardu induk; 4. kebutuhan investasi untuk pembangunan sistem distribusi; 5. kebutuhan investasi untuk penambahan pelanggan; dan 6. kebutuhan investasi untuk pengembangan listrik perdesaan. Selain kebutuhan investasi perlu diuraikan indikasi sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut misalnya: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, anggaran internal badan usaha, Loan, Hibah, dan lain-lain.
VIII. ANALISIS RISIKO Menguraikan secara garis besar mengenai analisis risiko yang mungkin dihadapi oleh Badan Usaha dalam kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik selama 10 (sepuluh) tahun ke depan antara lain berupa profil risiko, pemetaan profil risiko, dan mitigasi risiko.
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
IGNASIUS JONAN
No.
Pemroses
Nama
Jabatan
1.
Pemrakarsa
Andy Noorsaman Sommeng
Dirjen Ketenagalistrikan
2.
Pemeriksa I
M. Teguh Pamudji
Sekretaris Jenderal KESDM
3.
Pemeriksa II
Arcandra Tahar
Wakil Menteri ESDM
DRAFT
Paraf
LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEDOMAN
PENYUSUNAN
RENCANA
USAHA
PENYEDIAAN
TENAGA LISTRIK SURAT PERMOHONAN PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KOP SURAT BADAN USAHA -------------------------------------------------------------------------------------------------Nomor
:
(kota),(tanggal)(bulan)(tahun)
Lampiran : Hal
: Permohonan Pengesahaan RUPTL PT … Tahun 20… s.d. 20…
Yang terhormat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ Gubernur … *) DRAFT
di Tempat Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014, dengan ini kami mengajukan permohonan pengesahan RUPTL Tahun 20… s.d. 20… (dokumen
RUPTL
terlampir)
distribusi/penjualan/terintegrasi/distribusidan
untuk penjualan*)
usaha tenaga
listrik
PT …… dengan IUPTL/IUPTL-S Nomor: **) …, dengan pokok-pokok sebagai berikut: ***) 1. Proyeksi Rata-Rata Pertumbuhan Kebutuhan
: …%
2. Total Rencana Pembangunan Pembangkit
: … MW
3. Target Bauran Energi Pembangkitan Akhir
: Batubara…%, EBT…%,
Tahun Periode RUPTL
Gas…%, BBM…%
4. Total Rencana Pembangunan Jaringan Transmisi : …kms 5. Total Rencana Pembangunan Gardu Induk
: … MVA
6. Total Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi : …kms 7. Total Rencana Pembangunan Gardu Distribusi
: … MVA
8. Total Kebutuhan Investasi
: … juta USD
Demikian
permohonan
kami,
atas
perhatian
Bapak/Ibu*)
Menteri/Gubernur*), kamisampaikan terima kasih. Hormat kami, (Jabatan) tanda tangan dan stempel
(Nama Lengkap) *)
coretyang tidak perlu
**) khusus pemegang IUPTL/IUPTL-S ***) disesuaikan dengan jenis usaha
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, DRAFT
IGNASIUS JONAN
No.
Pemroses
Nama
Jabatan
1.
Pemrakarsa
Andy Noorsaman Sommeng
Dirjen Ketenagalistrikan
2.
Pemeriksa I
M. Teguh Pamudji
Sekretaris Jenderal KESDM
3.
Pemeriksa II
Arcandra Tahar
Wakil Menteri ESDM
Paraf