PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang :
a. bahwa wilayah pesisir dan laut merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang sangat strategis karena memiliki potensi sumberdaya yang belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga perlu dikelola berdasrkan prinsip-prinsip keterpaduan, terkoordinasi dan berkelanjutan; b. bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan laut perlu dikendalikan agar tecipta keseimbangan antara pemanfaatan dan perlindungan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043 ); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3062); 7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319); 8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 10. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 11. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 12. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 13. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3633); 14. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 15. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
2
16. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 17. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Lembata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 180, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3901), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 52 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Lembata (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 18. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 19. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Rote Ndao di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4184); 20. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4271); 21. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 22. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 23. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 24. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3
25. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 26. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 27. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupatan Nagakeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4, Tambaha Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4678); 28. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Sumba Tengah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4692); 29. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Sumba Barat Daya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4678); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294); 31. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 33. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tatacara Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
4
34. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Perencanaan dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Lintas Damai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4209); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4210); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4211); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4230); 43. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
5
44. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 45. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 46. Keputusan Presiden Nomor 32 Pengelolaan Kawasan Lindung;
Tahun 1990
tentang
47. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir laut; 48. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2001 Nomor 091 Seri D Nomor 091); 49. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 9 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 – 2020 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2005 Nomor 099 Seri E Nomor 058); 50. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2006 Nomor 003 Seri E Nomor 001). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT.
6 BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1.
Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. 3. 4.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Timur. Pengelolaan adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi dimana ke arah darat sampai batas administrasi wilayah pesisir dan ke arah laut sampai 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau perairan kepulauan. Wilayah Laut adalah jalur laut sejauh 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal lurus daratan dan pulau-pulau, yaitu garis-garis lurus yang menghubungkan titik terluar pada garis air rendah dari daratandan pulau-pulau terluar dan laut yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal lurus tersebut. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut adalah proses perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan antar sektor dan antar pemerintah dengan pemerintah daerah, ekosistem darat dan laut, ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang peruntukannya ditetapkan bagi berbagai bidang kegiatan. Konservasi adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlajutan keadaan, sifat dan fungsi ekologis sumber daya pesisir agar senantiasa tersedia dalam kondisi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan makluk hidup lainnya, pada waktu sekarang dan yang akan datang. Pulau adalah daerah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang berada di atas permukaan air pada waktu air pasang. Pulau Kecil adalah pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km 2 atau lebarnya kurang dari 10 Km beserta kesatuan ekosistem di sekitarnya yang terpisah dari pulau induk. Laut adalah ruang wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Masyarakat Pesisir adalah sekelompok orang yang bertempat tinggal di wilayah pesisir yang terdiri dari masyarakat adat dan masyarakat lokal yang merupakan komunitas nelayan, pembudidaya dan lainnya. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat pesisir dalam kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Zona adalah ruang yang penggunaannya telah disepakati bersama antar berbagai stake holder dan telah ditetapkan status hukumnya. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang merupakan suatu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
5.
6.
7.
8. 9.
10. 11.
12.
13.
14. 15. 16.
7
BAB II AZAS, TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Pengelolaan wilayah pesisir dan laut berdasarkan azas ; a. keberlanjutan; b. keterpaduan; c. berbasis masyarakat;
d. e. f. g. h.
kesatuan wilayah dan ekosistem; keseimbangan; pemberdayaan masyarakat pesisir; akuntabel dan transparan; pengakuan terhadap kearifan lokal.
Pasal 3 Pengelolaan wilayah pesisir dan laut bertujuan untuk : a. mewujudkan system pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara tertib, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; b. mewujudkan pemerataan manfaat ekonomi sumber daya pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir; c. memelihara kelestarian fungsi-fungsi ekosistem pesisir agar tetap dapat menunjang pembangunan secara berkelanjutan; d. mewujudkan masyarakat sadar hukum dalam pengelolaan pesisir dan laut. Pasal 4 Sasaran pengelolaan wilayah pesisir dan laut adalah : a. terkoordinasinya kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara sinergis antar sektor dan antar Kabupaten/Kota; b. terwujudnya rencana penetapan dan koordinasi prioritas-prioritas pengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam rangka pemanfataan sumber daya pesisir dan laut secara efisien dan konsisten; c. tercapainya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya dan pelestarian fungsi-fungsi ekologis wilayah pesisir dan laut; d. terakomodasinya aspirasi dan kepentingan-kepentingan masyarakat local melalui upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lau secara berkelanjutan; e. terwujudnya akuntabilitas dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
BAB III RUANG LINGKUP Pasal 5 Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini adalah pengelolaan seluruh wilayah pesisir dan laut yang meliputi perencanaan, pemanfataan, konservasi dan pengendalian. 8
BAB IV PENETAPAN BATAS WILAYAH LAUT Pasal 6
(1) (2)
(3)
(4)
Penentuan batas wilayah laut dilakukan bersama-sama dengan Provinsi yang berbatasan langsung sesuai ketentuan yang berlaku. Batas wilayah laut berupa daftar titik-titk koordinat geografis yang dihubungkan dengan garis lurus dan menunjukan batas luar wilayah laut kewenangan Provinsi.
Penetapan batas wilayah laut sebagai hasil dari penentuan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan ke dalam peta dengan skala tertentu. Batas wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB V PENGELOLAAN Bagian Pertama Perencanaan Pasal 7 (1)
(2)
Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi atas prakarsa Pemerintah Daerah, sektor swasta dan masyarakat pesisir. Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir disusun menurut tahap-tahap yang terdiri dari : rencana strategis, rencana Zonasi, rencana pengelolaan dan rencana tahunan yang merupakan satu kesatuan dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 8
(1) Rencana strategis pengelolaan wilayah pesisir dan laut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. (2) Rencana strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat : a. isu pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang aktual, persamaan visi dan identifikasi misi serta strategi untuk menyelesaikan isu tersebut, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan memberikan landasan yang konsisten untuk penyusunan rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana tahunan; b. identifikai indikator kinerja sehingga dapat mengukur tingkat keberhasilan pengelolaan wilayah pesisir dan laut; c. standar perencanaan yang konsisten, sinergis dan terpadu serta merupakan alat pengendali pembangunan di wilayah pesisir dan laut bagi Provinsi, Kabupaten/Kota, masyarakat setempat dan dunia usaha. 9
(3) Jangka waktu rencana strategis wilayah pesisir dan laut Provinsi berlaku selama 15 tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
Pasal 9 (1) Penyusunan dan penetapan rencana zonasi berpedoman pada rencana strategis. (2) Rencana zonasi mengindikasikan alokasi penggunaan sumber daya pesisir dan laut berdasarkan daya dukungnya. (3) Rencana zonasi digunakan untuk mamandu pemanfaatan dan mencegah konflik pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut. (4) Rencana zonasi terdiri dari : a. zona konservasi; b. zona pemanfaaatan umum; c. zona tertentu; dan d. alur. (5) Rencana zonasi berisi : a. kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan; b. kegiatan-kegiatan yang dilarang; dan c. kegiatan yang memerlukan izin. (6) Zona-zona sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Zona Rinci. (7) Masa berlaku rencana zonasi selama 15 (lima belas) tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali.
Pasal 10 (1) Rencana pengelolaan disusun berdasarkan : a. kebijakan-kebijakan dan orientasi dalam rencana strategis dan rencana zonasi; b. aspirasi para pemangku kepentingan. (2) Rencana pengelolaan ditujukan untuk : a. membangun kerjasama antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat; b. menjadi dasar yang disepakati untuk melakukan peninjauan secara sistematik terhadap usulan pembangunan; c. merumuskan tata cara pengawasan, evaluasi dan perbaikan rencanarencana pengelolaan wilayah pesisir dan laut; d. mengkoordinasikan inisiatif-inisiatif perencanaan. (3) Jangka waktu rencana pengelolaan wilayah pesisir dan laut berlaku selama 5 tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. Pasal 11 (1) Rencana tahunan pengelolaan wilayah pesisir dilakukan dengan mengarahkan penetapan pelaksanaan kegiatan untuk mewujudkan rencana pengelolaan dengan memperhatikan kearifan lokal dan partisipasi masyarakat. (2) Rencana tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat jadwal kegiatan dan penganggarannya.
10
Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 12 (1)
(2)
Pemanfaatan wilayah pesisir dan laut meliputi kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pendayagunaan sumber daya alam pesisir dan laut serta penetapan sempadan pantai dengan memperhatikan akses publik. Pemanfaatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan wilayah pesisir dan laut wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pasal 13
(1) Pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya pesisir dan laut dapat diberikan kepada perorangan atau badan hukum. (2) Pemanfaatan dan pengusahaan meliputi pengusahaan permukaan laut, kolom air dan dasar laut. Pasal 14 (1)
(2)
(3)
Pemanfaatan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk kepentingan antara lain : a. konservasi; b. penelitian dan pengembangan; c. pendidikan dan pelatihan; d. marikultur; e. kepariwisataan; dan f. pertanian. Pemanfaatan dan pengusahaan perikanan dapat dilakukan di pulaupulau kecil yang tidak memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan ekosistem. Pemanfaatan pulau-pulau kecil dilakukan melalui upaya identifikasi, inventarisasi, pemberian nama dan pengusahaan secara efektif.
Pasal 15 (1) (2)
(3)
Penetapan batas sempadan pantai disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik-oseanografi, kebutuhan ekonomi dan budaya. Penetapan batas sempadan pantai memperhatikan ketentuan : a. perlindungan terhadap gempa dan atau tsunami; b. perlindungan pantai dari erosi, intrusi dan abrasi; c. perlindungan sumber daya buatan dari bahaya badai, banjir dan bencana alam lainnya; d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir; e. pengaturan ruang untuk saluran air limbah dan air kotor; dan f. perlindungan hak akses publik. Penetapan batas sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Gubernur sesuai ketentuan yang berlaku.
Bagian Ketiga Konservasi Pasal 16 11
(1) Konservasi dilakukan dengan tujuan untuk : a. menjaga kelestarian ekosistem pesisir; b. melindungi jalur migrasi ikan dan biota laut lainnya; c. melindungi habitat biota laut; dan d. melindungi situs budaya. (2) Kawasan konservasi yang mempunyai ciri khas sebagai kesatuan ekosistem ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi : a. sumber daya ikan; b. jalur migrasi mamalia laut dan spesies langka; c. tempat pemijahan ikan; d. daerah tertentu yang diatur dengan hokum adat; dan e. ekosistem pesisir yang unik dan atau rentan terhadap perubahan. (3) Kawasan konservasi dibagi atas 3 (tiga) zona, yaitu : a. Zona Inti; b. Zona Penyangga; dan c. Zona Pemanfaatan Terbatas. Pasal 17 (1) (2)
Kawasan konservasi pesisir, suaka perikanan dan Kawasan Konservasi Laut Daerah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Kawasan Konservasi Laut Daerah yang bersifat lintas Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut oleh Gubernur sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 18
Proses penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah dilaksanakan melalui konsultasi, perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian. Bagian Keempat Pengendalian Pasal 19 (1) Kegiatan pemanfaatan sumber daya pesisir di dalam zona atau zona rinci dikendalikan dengan sistem perizinan. (2) Zona Rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengindikasikan jenis dan jumlah izin yang akan diberikan. (3) Sistem perizinan mengacu pada dokumen perencanaan dan diatur lebih lanjut oleh Gubernur. Pasal 20 (1) Setiap pengusahaan sumber daya pesisir dan laut wajib memperoleh izin dari Pejabat yang berwenang. (2) Pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib : a. memberdayakan masyarakat sekitar lokasi usahanya; b. mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan/atau masyarakat lokal; c. melakukan rehabilitasi terhadap lingkungan hidup yang tercemar. (3) Tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. BAB VI MITIGASI BENCANA Pasal 21 (1) Mitigasi bencana pesisir dan laut mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan wilayah pesisir dan laut. (2) Dalam keadaan darurat, Gubernur berwenang mengambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku. 12
BAB VII JAMINAN LINGKUNGAN Pasal 22 (1) Setiap orang dan atau koorporasi yang melakukan usaha wajib : a. membuat kajian lingkungan hidup; b. membuat rencana rehabilitasi dan perlindungan lingkungan hidup; c. melaksanakan pemulihan di lokasi usaha yang mengalami pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. (2) Dalam hal usaha yang berdampak merugikan orang lain atau pihak-pihak tertentu wajib memberikan ganti kerugian sesuai ketentuan yang berlaku. (3) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan terhadap lingkungan wajib memberikan jaminan pemulihan lingkungan sessuai ketentuan yang berlaku. BAB VIII PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR Bagian Pertama Hak Masyarakat Pesisir Pasal 23 Masyarakat pesisir memiliki hak ekonomis, ekologis, memperoleh informasi, pendidikan dan pelatihan serta hak untuk mengetahui setiap usaha. Pasal 24 (1) Hak-hak masyarakat adat untuk mengusahakan wilayah pesisir dan laut yang telah dimanfaatkan secara turun temurun dan berkelanjutan tetap diakui, dihormati dan dilindungi. (2) Hak masyarakat lokal yang tidak termasuk dalam masyarakat adat dapat diakui sepanjang telah menunjukan pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan. (3) Hak pengusahaan perairan laut diberikan pada masyarakat di wilayah pesisir dan laut yang dialokasikan untuk pemanfaatan umum, kecuali pada kawasan konservasi laut, suaka perikanan, alur pelayaran dan kawasan tertentu. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pesisir Pasal 25 Masyarakat pesisir berkewajiban untuk : a. mengembangkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang ramah lingkungan; b. mematuhi program pengelolaan pesisir dan laut; c. memperhatiakan keberlanjutan ekosistem pesisir dan sumberdaya alam pesisir dan laut dalam pemanfaatannya; d. melakukan pengawasan dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan laut.
Bagian Ketiga Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Non Pemerintah 13
Pasal 26 Lembaga swadaya masyarakat dan organisasi non pemerintah berperan untuk : a. penguatan kapasitas kelembagaan dan mendorong kemandirian bagi peningkatan peran serta masyarakat; b. memberikan saran pendapat; c. menyampaikan informasi dan atau laporan.
Bagian Keempat Peran Perguruan Tinggi Pasal 27 Perguruan Tinggi berperan untuk : a. memberikan dukungan ilimiah; b. membantu penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pelatihan dan penyuluhan dalam rangka pengelolaan sumber daya pesisir dan laut.
Bagian Kelima Pengembangan Kemitraan Pengelolaan wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan dengan pola kemitraan antara Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Pengusaha dan Organisasi Non Pemerintah. BAB IX ORGANISASI PENGELOLA WILAYAH PESISIR DAN LAUT
Pasal 29 (1) (2)
(3)
Dalam rangka mengintegrasikan kegiatan-kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dibentuk organisasi pengelola. Organisasi Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas pokok membantu penyusunan dan perumusan kebijakan serta strategi pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Strukttur dan keanggotaan organisasi pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 30 (1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap pengelolaan pesisir dan laut dilakukan oleh Gubernur. (2) Pembinaan dan Pengawasan teknis operasional dilakukan oleh instansi terkait sesuai ketentuan yang berlaku.
14
BAB XI PEMBIAYAAN Pasal 31 Pembiayaan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan yang berlaku. BAB XII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 32 (1) Setiap orang atau Badan usaha yang menggunakan ijin tidak sesuai dengan peruntukannya dikenakan sanksi administrasi. (2) Sanksi administrasi atas pelanggaran izin dapat berupa teguran, pembekuan, pembatalan dan atau pencabutan. (3) Ketentuan mengenai sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 33 (1) Barangsiapa melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (2), 20 ayat (2), 22 ayat (1) dan 25 diancam dengan kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Terhadap tindak pidana selain yang diatur dalam ayat (1) diancam pidana sesuai ketentuan yang berlaku. BAB XIV KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 34 (1) Selain Penyidik Umum, penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Iingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan atau bahan bukti lain; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan saksi ahli dalam hubungannya dengan 15
h. pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penyidik, penuntut umum, tersangka atau keluarganya; j. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, semua Peraturan Daerah dan peraturan pelaksanaannya yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. BAB XVI KETENTUAN LAIN-LAIN Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur sepanjang mengenai pelaksanaannya. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ditetapkan di Kupang pada tanggal 17 September 2007 GUBERNUR NUSA TANGGARA TIMUR,
PIET ALEXANDER TALLO
Diundangkan di Kupang pada tanggal 17 September 2007 Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR,
PARTINI HARDJOKUSUMO LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2007 NOMOR 004 SERI E NOMOR 002
16
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT I.
PENJELASAN UMUM
Bahwa wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting dan strategis bagi masyarakat baik dari segi ekonomis, ketahanan, pangan, ekonomi, keanekaragaman biologis, sosial budaya dan keindahan alam, maupun dari segi pencegahan terhadap erosi/abrasi, gelombang laut dan badai. Dalam wilayah pesisir dan aut terdapat berbagai jenis ikan dan kerang-kerangan sebagai sumber protein hewani, mangrive, terumbu karang, padang lamun dan esturia sebagai tempat memijah, mengasuh dan mencari makan berbagai biota laut. Selain itu habitat pesisr dan laut mempunyai keanekaragaman biologis yang memiliki keunikan tersendiri. Wilayah pesisir juga sebagai tempat pemukiman masyarakat, media transportasi laut serta sarana rekreasi dan penelitian. Disamping itu wilayah pesisir menyediakan sumber daya ekonomi untuk kegiatan perdagangan dan industri, sumber mineral, sumber energi, minyak dan gas bimu serta bahan-bahan tambang lainnya. Melihat pentingnya wilayah pesisir dan laut serta kebutuhan untuk menglolah dan melindungi sumber daya pesisir dan laut agar tetap terpelihara dan lestari, maka dibutuhkan tindakan penanggulangan sesegera mungki. Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan laut merupakan langkah aeal untuk menciptakan kerangka kerja bagi pengfelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Kerangka kerja ini dimaksudkan untuk mengembangkan visi, misi, strategi dan tujuan bagi pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu. Setelah mekanisme koordinasi serta terwujudnya partisipasi masyarakat, pendanaan dan aturan-aturan dilaksanakan, maka berbagai kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan wilayah pesisir dapat dikembangkan. Bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan laut merupakan bagian dari pengelolan lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, sebagai salah satu arah dan kebijakan masa depan mengatur pengamanan terhadap garis pantai terutama menjaga pelestarian tanaman bakau, biota laut, terumbu karang dan sejenisnya. Sedangkan dalam program ekonmi, maka arah kebijakan yang perlu antara lain adalah : (1) mengkoordinasikan pengelolaan sumber daya kelautan dan pesisir guna menghindari terjadinya degradasi sumber daya tersebut, (2) meningkatkan dan membina kepariwisataan yang berbasis alam budaya, teknologi dan lingkungan hidup.
Dari gunung-gunung hilir sungai, daerah-daerah aliran sungai, daerah-daerah sekitar dan sepanjang garis pantai, laut, pulau-pulau kecil sampai menuju ke arah laut lepas merupakan suatu ekosistem. Ekosistem adalah suatu komunitas tumbuhtumbuhan, hewan dan organisme laiunnya serta interaksi fungsional antar mereka maupun dengan lingkungannya seperti ekosistem mangrove, ekosistem estuari, ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang lamun. Pengelolaan ekosistem daerah-daerah sekitar dan sepanjang garis pantai semata-mata tanpa adanya perhatian terhadap gunung-gunung hilir sungai, daerah-daerah aliran sungai, laut, pulau-pulau kecil sampai menuju ke arah laut lepas tidak akan memperoleh hasil yang optimal, karena wilayah pesisir (coastal zone) adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, serta saling mempengaruhi. Dengan demikian, semua daerah tersebut seharusnya dipandang sebagai satu ekosistem dan semuanya perlu mendapatkan perhatian.
17
Keterpaduan antara pertimbangan ekonomidengan ekologi dalam pengambilan keputusan harus diperhatikan. Pembangunan yang mengabaikan pertimbangan ekologi hanya akan mendatangkan manfaat ekonomi jangka pendek tapi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan kerugian ekonomi dalam jangka panjang karena biaya pemulihan yang harus ditangguing di masa depan. Di masa sekarang pun, dalam tiap perhitungan manfaat pembangunan sudah seharusnya dimasukan perhitungan akuntansi sumberdaya alam (natural resources accounting), yang mencakup antara lain apa dan siapa yang dirugikan, berapa besar kerugian yang dan rencana rehabilitasi. Tanpa perhitungan ini maka manfaat ekonomi di masa sekarang sebenarnya tidak sebesar yang kelihatan karena di dalamnya tersirat kerugian yang harus ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat di kemudian hari. Sebaliknya, perlindungan lingkungan hidup tidak berarti menutup pembangunan ekonomi, kecuali untuk lokasi-lokasi tertentu yang ditetapkan sebagai daerah perlindungan terakhir. Pembangunan tetap diperlukan oleh negara, daerah dan masyarakat itu sendiri dengan memperhatikan adanya syaratsyarat tertentu. Selain itu, pembangunan yang langsung untuk kepentingan dan fasilitas umum seperti pembangunan pelabuhan penumpang internasional, nasional dan regional, merupakan kewenangan Pemerintah Daerah dengan tetap memperhatikan daerah perlindungan terakhir dan perlindungan lingkungan hidup. Pemberdayaan masyarakat benar-benar diberikan arti dan konsekuensi praktis. Pemberdayaan masyarakat hanya akan mencapai hasil yang diharapkan apabila benar-benar diambil langkah-langkah praktis, yang mencakup antara lain : a. Desentralisasi pengelolaan sumberdaya yang menjadi penopang masyarakat setempat, antara lain dengan pemberian hak pengelolaan sumberdaya alam kepada masyarakat lokal; b. Adanya pemberian suara yang efektif pada masyarakat mengenai penggunaan sumberdaya alam antara lain dengan adanya wakil masyarakat dalam badan-badan koordinasi pengelolaan pesisir dan laut; c. Hak masyarakat lokal sebagai kesatuan untuk memberikan persetujuan atau menolak rencana pembangunan di wilayahnya; d. Tanggungjawab sosial pengusaha untuk rencana pemberdayaan masyarakat lokal.
Bahwa Peraturan Daerah ini merupakan pengembangan otonmi daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut telah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk mengelola dan mengatur rumah tangganya termasuk dalam hal pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Peraturan Daerah ini juga bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam upaya penguatan kapasitasnya untuk mengelola sumber daya wilayah pesisir secara berkelanjutan. Kedudukaan Peraturan Daerah ini untuk memberikan pedoman dan mendorong Kabupaten dan Kota untuk membentuk Peraturan Daerah yang didsasarkan pada Sistem Pengelolaan Pesisir dan Laut Terpadu karena titik berat otonomi berada pada Daerah Kabupaten dan Kota sehingga kewenangan dan kewajiban untuk secara langsung mengatur masyarakatnya. Peraturan Daerah ini bertujuan untuk mendorong penguatan kelembagaan masyarakat yang dipandu dengan adanya kerangka kerja, prosedur dan prioritas pengelolaan sumber daya pesisir dan laut. Pengejawantahan penguatan kelembagaan masyarakat tersebut antara lain melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat pesisir. Oleh karena itu kerangka kerja, prosedur dan prioritas pengelolaan yang diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah dapat mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat pesisir. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut di atas, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
: Cukup jelas
18
Pasal 2 Huruf a
: Yang dimaksud dengan Asas berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. b. Yang dimaksud dengan Asas Keterpaduan adalah : - Keterpaduan antara pertimbangan ekonom dengan pertimbangan ekologi; - Keterpaduan antara ekosistem darat dengan ekosistem laut; - Keterpaduan antara ilmu pengetahuan dengan manajemen; - Keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan instansi terkait; - Keterpaduan perencanaan secara vertikal dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level pemerintahan yang berbeda seperti pusat, provinsi dan kabupaten/kota; - Keterpaduan antara pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat; - Keterpaduan antar negara di wilayah pesisir, laut dan pulaupulau kecil yang bertetangga; - Keterpaduan perencanaan Tata Ruang dilakukan secara partisipatif dan tranparan yang mengakomodir kepentingan arus bawah.
Huruf c :
Yang dimaksud dengan asas berbasis masyarakat adalah proses pengelolaan sumber daya pasir dan laut melalui desentralisasi pengelolaan sumber daya yang menjadi penopang masyarakat setempat dan melalui pemberian suara yang efektif pada masyarakat itu mengenai penggunaan sumber daya tersebut dengan prinsip-prinsip : sukarela bukan persyaratan atau keharusan; intensif, bukan sanksi; penguatan, bukan birokrasi; proses, bukan substansi; dan penunjuk arah bukan jalan spesifik.
Huruf d
:
Yang dimaksud dengan asas kesatuan wilayah dan ekosistem adalah wilayah dan ekosistem merupakan dua pokok yang menyatu (convergent), di mana secara yuridis berlalakunya Peraturan Daerah ini terbatas pada wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur tetapi karena pencemaran dan pengrusakan di suatu tempat akan langsung memiliki dampak terhadap lokasi yang berdekatan maka sekalipun bukan merupakan hak pengelolaan namun Daerah memiliki hak untuk setidaknya mengetahui dan mengawasi kegiatan di lokasi yang kemungkinan besar akan berdampak pada Daerah.
Huruf e
:
Yang dimaksud dengan asas keseimbangan adalah tiap kegiatan yang dijalankan harus memperhatikan pemulihan fungsi ekosistem sehingga pengembangan dan pemanfaatan sumber daya mempertimbangkan kelestarian sumber daya yang ada.
Huruf f
:
Yang dimaksud dengan asas pemberdayaan masyarakat pesisir adalah kegiatan dijalankan bertujuan untuk membangun kapasitas dan kemampuan masyarakat melaksanakan dan mangawasi pelaksanaan kegiatan sehingga masyarakat memiliki akses yang adil dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut.
Huruf g :
Yang dimaksud dengan asas tanggunggugat (akuntabel) dan transparan adalah mekanisme kegiatan ditetapkan secara transparan, demokratis dapat dipertanggungjawabkan, menjamin kesejahteraan masyarakat serta memnuhi kepastian hukum, dijalankan oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta serta berbagai pihak lain yang berkepentingan.
19
Huruf h : Yang dimaksud dengan asas pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat lokal dalam pengelolaan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut adalah penerimaan oleh pemerintah tentang kenyataan adanya ketentuan-ketentuan memelihara lingkungan alam sekitar oleh kelompok masyarakat sekitar yang telah dijalani turun temurun dan telah menunjukan adanya manfaat yang diterima masyarakat maupun lingkungan. Pasal 3
: Cukup jelas
Pasal 4
: Cukup jelas
Pasal 5
: Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi pengelolaan pesisir dan ruang lautan yang masih terkena pengaruh oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan yang masih dipengaruhi laut sedangkan ke arah daratan disesuaikan sampai dengan batas kecamatan.
Pasal 6
: Dalam hal wilayah laut berbatasan langsung dengan wilayah laut Provinsi tetangga yang letaknya saling berhadapan yang lwbar lautnya kurang dari 24 (dua puluh empat) mil laut, batas luar wilayah laut masing-masing Provinsi ditetapkan melalui penarikan garis tengah. Dalam hal wilayah laut berbatasan langsung dengan wilayah laut Provinsi tetangga yang letaknya saling berdampingan, penentuan batas laut ditetapkan berdasarkan musyawarah. Penetapan batas wilayah laut secara defenitif diperlukan agar dijadikan sebagai acuan dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pasal 7 Ayat (1) Ayat (2)
: Cukup jelas : Rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana tahunan merupakan kesatuan dokumen perencanaan yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini.
Ayat (1)
: Yang dimaksud dengan rencana strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. Masa berlakunya disesuaikan dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Pasal 8
Ayat (2)
: Cukup jelas
Ayat (3)
: Cukup jelas.
Ayat (1)
: Yang dimaksud dengan rencana zonasi adlah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya dari masing-masing satuan disertai penetapan kisi-kisi tata ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan serta kegiatan yang dapat dilakukan setelah memperoleh izin. : Cukup jelas.
Ayat (2)
: Cukup jelas.
Ayat (3)
: Cukup jelas.
Pasal 9
20
Ayat (4) huruf a : Yang dimaksud dengan zona konservasi adalah bagian dari wilayah pesisir yang dicadangkan peruntukannya untuk tujuan perlindungan habitat, perlindungan plasma nutfah dan pemanfaatan secara berkelanjutan. Contoh : kawasan konservasi laut/daerah perlindungan laut (marine sanctuary), taman wisata laut dan lokasi-lokasi bersejarah.
Huruf b : Yang dimaksud dengan zona pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang diperuntukan bagi berbagai kegiatan. Pengertian zona pemanfaatan umum sama dengan istilah kawasan budidaya di dalam penataan ruang daratan. Huruf c :
Yang dimaksud dengan zona tertentu adalah zona yang mempunyai fungsi khusus. Contoh : zona untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
Huruf d : Yang dimaksud dengan alur adalah perairan yang dimanfaatkan untuk pelayaran. Contoh : alur laut kepulauan Indonesia, jalur pipa/kabel bawah laut dan jalur imigrasi biota laut. Ayat (5) Huruf a : Yang dimaksud dengan kegiatan yang diperbolehkan adalah kegiatan yang sesuai dengan rencana. Huruf
b
Huruf c :
:
Yang dimaksud dengan kegiatan yang dilarang adalah kegiatan bersifat destruktif dan bertentangan dengan rencana.
: Yang dimaksud dengan kegiatan yang memerlukan izin adalah kegiatan yang dilarang kecuali setelah memenuhi syarat-syarat teknis dan administrasi perizinan pengelolaan wilayah pesisir.
Ayat 6
: Cukup jelas
Ayat (7)
: Masa berlaku rencana zonasi Provinsi selama 15 (lima belas) tahun disesuaikan dengan rencana tata ruang terinci/detail dan evaluasi dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 10
Ayat (1)
: Yang dimaksud dengan rencana pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab dalam rangka koordinasi pengambilan keputusan antara berbagai lembaga/instansi mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di dalam zona. : Yang dimaksud dengan orientasi adalah penentuan arah yang hendak dicapai melalui prosedur dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Ayat (2) Huruf a : Pengertian masyarakat termasuk orang perorangan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi. Huruf b : Cukup jelas Huruf c : Cuup jelas Huruf d : Mengkoordinasikan inisiatif-inisiatif perencanaan dimaksudkan agar perencanaan sektor yang satu dan yang lainnya terintegrasi dalam kesatuan rencana. Ayat (3)
: Cukup jelas
21
Pasal 11
: Yang dimaksud dengan rencana tahunan adalah rencana yang memuat penataan waktu dan anggaran untuk satu tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi-instansi Pemeriantah Daerah guna mencapai tujuan pengelolaan sumber daya dan pembangunan di dalam zona.
Pasal 12 Ayat (1)
: Pemanfaatan sumber daya pesisir meliputi pemanfaatan bukan untuk tujuan usaha. Pemanfaatan bukan untuk tujuan usaha adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan minimum keluarga secara tradisional. Kegiatan pemanfaatan untuk tujuan usaha seperti : pertanian, budidaya perairan, pariwisata, pertambangan, industri, perdagangan, pemukiman kepadatan tinggi (perkotaan) dan pemukiman kepadatan rendah (pedesaan).
Ayat (2) Pasal 13 Ayat (1)
Ayat (2)
: Cukup jelas : Pemanfaatan bukan untuk tujuan usaha tidak diwajibkan untuk memiliki izin. : Cukup jelas.
Pasal 14
: Cukup jelas
Pasal 15 Ayat (1)
: : Yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Ayat (2) Huruf a Huruf b :
: Cukup jelas Cukup jelas
Huruf c : Yang dimaksud dengan bencana alam lainnya adalah longsor, kebakaran hutan dan tanah amblas. Huruf d : Cukup jelas Huruf e : Cukup jelas Huruf f : Pasal 16 Ayat (1)
Cukup jelas
Huruf a
:
Menjaga kelestarian ekosistem pesisir meliputi upaya untuk melindungi terumbu karang, padanglamun, mangrove, lahan basah, gumuk pasir, estuary, laguna, teluk, delta dan pulau sangat kecil.
Huruf b
:
Cukup Jelas.
Huruf c
:
Culup Jelas.
Huruf d
:
Situs budaya tradisional antara lain: tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologis, situs sejarah kemaritiman, tempat ritual keagamaan atau adapt.
:
Kawasan konservasi yang mempunyai ciri khas adalah kawasan yang memiliki keunikan berdasarkan data da informasi ilmiah.
Huruf a
:
Cukup Jelas.
Huruf b
:
Cukup Jelas.
Ayat (2)
22
Huruf c
:
Cukup Jelas.
Huruf d
:
Cukup Jelas.
Huruf e
:
Cukup Jelas.
Huruf a
:
Yang dimaksud dengan zona inti adalah bagian dari kawasan konservasi laut yang pemanfaatannya hanya untuk penelitian seperti: penelitian terhadap tutupan karang.
Huruf b
:
Yang dimaksud dengan zona penyangga adalah zona peralihan antara zona inti dan zona pemanfaatan terbatas.
Huruf c
:
Yang dimaksud dengan zona pemanfaatan terbatas adalah bagian dari kawasan konservasi laut yang pemanfaatannya hany untuk ekowisata dan perikanan tangkap yang bersifat tradisional.
Pasal 17 Ayat (1)
:
Contoh kawasan konservasi laut daerah: terumbu karang, padang lamun dan/atau hutan mangrove.
Ayat (2)
:
Cukup Jelas.
Pasal 18
:
Cukup Jelas.
Pasal19
:
Cukup Jelas.
Pasal 20
:
Cukup Jelas.
Pasal 21 Ayat (1)
:
Yang dimaksud dengan mitigasi adalah tindakantindakan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak dari suatu bencana terhadap jiwa dan/atau harta benda.
Ayat (3)
Dalam pelaksanaan tanggung jawab mitigasi bencana, Pemerintah Daerah berkonsultasi dengan Pemerintah. Ayat (2)
:
Yang dimaksud dengan keadaan yang membahayakan adalah bencana luar biasa yang terjadi di wilayah pesisir yang melampaui batas perkiraan, sehingga jika tidak diambil tundakan darurat dapat menjadi bencana yang lebih besar yang membahayakan keselamatan umum. Yang dimaksud dengan tidakan darurat adalah tindakan pertolongan pertama yang dilakukan untuk mengkoordinasikan upaya dalam penanggulangan bencana yang dihadapi berupa bantuan pangan, kesehatan, komunikasi, transportasi, sarana dan prasarana, serta keamanan.
Pasal 22 Ayat (1)
:
Yang dimaksud dengan kajian lingkungan adalah persyarat teknis yang dilakukan seperti analisis dampak lingkungan, penyajian evaluasi lingkungan, audit lingkungan dan studi kelayakan. Yang dimaksud dengan rehabilitasi dan perlindungan lingkungan hidup adalah upaya untuk melindungi sumberdaya wilayah pesisir dan laut dari dampak negative pengelolaannya maupun kerusakan yang disebabkan oleh alam serta memulihkannya kepada keadaan semula.
Ayat (2)
:
Cukup Jelas.
Ayat (3)
:
Cukup Jelas.
23
Pasal 23
:
Yang dimaksud dengan hak masyarakat pesisir sebagai berikut : a. Hak ekonomi adalah hak masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan laut seperti budidaya, penangkapan, pemanfaatan jasa lingkungan dan sumberdaya alam lainnya di wilayah pesisir dan laut. b. Hak ekologis adalah hak masyarakat dalam memelihara ekosistem di wilayah pesisir dan laut bagi kelangsungan hidupnya dan generasi mendatang. c. Hak memperoleh informasi adalah hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang sumberdaya pesisir dan laut dan pemanfaatan baik lisan maupun terulis. d. Hak memperoleh pendidikan dan pelatihan adalah hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai dalam memanfaatkan sumberdaya alam pesisir dan laut secara berkesinambungan. e. Hak untuk mengetahui adalah hak masyarakat untuk mengetahui setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lainnya di wilayahnya serta memberi pertimbangan tengang pemanfaatan wilayah pesisir dan laut tersebut.
Pasal 24
:
Cukup Jelas.
Pasal 25
:
Cukup Jelas.
Pasal 26
:
Cukup Jelas.
Pasal 27
:
Cukup Jelas.
Pasal 28
:
Cukup Jelas.
24
asal 29 Ayat (1)
:
Keanggotaan Organisasi Pengelola terdiri dari unsur pemerintah, swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat dalam jumlah yang proporsional atas dasar prinsip keterwakilan. Fungsi Organisasi Pengelolaan : 1. Pada tahap perencanaan, Organisasi Pengelola berfungsi untuk : a. mengkoordinasikan perencana dan pemanfaatan ruang sumberdaya pesisir; b. memfasilitasi peran serta masyarakat dalam perumusan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir; c. mengupayakan transparansi pengususnan dokumen perencanaan ; dan d. memfasilitasi pelaksanaan mitigasi bencana diwilayah pesisir. 2. Pada tahap pelaksanaan, organisasi pengelola mempunyai fungsi untuk : a. mengkoordinasikan pemanfaatan ruang pesisir;
dan
pelaksanaan sumberdaya
b. menyebar luaskan informasi mengenai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir; c. mengkoordinasikan bantuan teknis dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir; d. memfasilitasi pelaksanaan pengawasan dan pengendalian khususnya terhadap kegiatan yang akan diterbitkan ijinnya; e. memfasilitasi penyelasaian sengketa dalam pemanfaatan ruang dan/atau sumberdaya pesisir; f. menyiapkan dan Informasi Pesisir;
menjalankan
Pusat
g. melakukan pengkajian terhadap kondisi lingkungan peisir, yang berkaitan dengan rencana pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir; h. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap dampak pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir; dan i. mengkoordinasikan upaya pentaatan masyarakat dan sektor-sektor terkait terhadap hukum di bidang pengelolaan wilayah pesisir. Pasal 30
:
Pembinaan adalah upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar kegiatan sesuai dengan rencana dan ketentuan.
25
Pasal 31
:
Cukup Jelas.
Pasal 32 Ayat (1)
:
Cukup Jelas.
Ayat (2)
:
Teguran diberikan pelanggaran Izin.
sebagai
peringatan
atas
Pembekuan dilakukan apabila wilayah pesisir yang dipakai sebagai dasar pertimbanganpemberian izin telah berubah. Pembatalan dilakukan apabila pemegang izin tidak memenuhi ketentuan dan syarat-syarat diberikannya izin atau kondisi wilayah pesisir mengalami kerusakan berat baik kualitas maupun kuantitas, sehingga tidak layak untuk keperluan apapun. Pencabutan dilakukan apabila pemegang izin terbukti menyalahgunakan haknya untuk tujuan yang menyimpang dari tujuan semula atau tidak melakukan perlindungan dan pemeliharaan sepatutnya atau selama berlakunya izin membiarkan sumberdaya pesisir menjadi rusak tanpa upaya untuk melakukan pencegahan atau penanggulangan. Ayat (3)
:
Cukup Jelas.
Pasal 33
:
Cukup Jelas.
Pasal 34
:
Cukup Jelas.
Pasal 35
:
Cukup Jelas.
Pasal 36
:
Cukup Jelas.
Pasal 37
:
Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 0004
26