PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan dan pe ningkatan kualitas pembangunan, penyelenggeraan pemerintahan Daerah yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta berorientasi kepada pelayanan umum, perlu adanya pedoman penglolaan keuangan Daerah yang efektif, efisien, transparan dan bertanggung jawab; b. bahwa sehubungan dengan huruf a tersebut diatas, dan dalam rangka melaksankan kebijaksanaan keuangan Daerah sesuai dengan pengelolaan keuangan publik serta sebagai pelaksanaan lebih lanjut Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, perlu menetapkan Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang -undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan retribusi Daerah (Lembara n Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4848); 2. Unda ng-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3811); 3. Undang -undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Le mbaran Negara Negara Republik Indoneisa Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 5. Undang -undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 6. Undang -undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indoneisa Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republilk Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4024); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Yahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4025); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4026); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027); 15. Perturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 97, Tamba han Lembaran Negara Nomor 4122); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Pajak Daera h (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah; 19. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 1999 tentang Dana Cadangan Daerah; 20. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propins i Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran
Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 3. Gubernur adalah Kepala Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Wakil Gubernur adalah Wakil Kepala Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 6. Persetujuan DPRD adalah persetujuan dengan mrkanisme Panitia Khusus. 7. Perangkat Daerah adalah orang/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Gubernur dan Membantu Gubernur dalam Penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari Sekretaris Daerah, Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan. 8. Sekertaris Daerah adakah Sekretaris daerah Propinsi daerah Khusus Ibukota Jakarta. 9. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelengaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut dalam Kerangka anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah. 10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana Keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. 11. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan keuangan daerah adalah Gubernur yang karena Jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah dan pelaksanaan kewenangan tersebut kepada APBD. 12. Perangkat Pengelola Keuangan Daerah adalah perangkat Daerah yang bertanggungjawab kepada Gubernur dan membantu Gubernur dalam pengelolaan Keuangan Daerah. 13. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah pejabat, dan atau pegawai unit Daerah yang berdasarkan peraturan perundang -undangan yang berlaku dari kewenangan tertentu dalam kerangka pengelolaan keuangan Daerah. 14. Badan Perencanaan Daerah adalah unsure penunjang Pemerintah daerah dibidang perencanaan. 15. badan Pengawasan daerah adalah unsurpenunjang Pemerintah Daerah di bidang Pengawasan. 16. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah lainnya.
17. Kas Daerah adalah tempat penyimpangan uang dan surat berharga milik Daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum daerah. 18. Pemegang Kas adalah orang yang ditunjuk da n diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap unit kerja Pengguna Anggaran Daerah. 19. Pengguna Anggaran Daerah adalah Pejabat pemegang kekuasaan penggunaan anggaran belanja Daerah. 20. Tim Anggaran adalah Tim yang ditetapkan oleh Gubernur yang bertugas menyususn strategi dan prioritas APBD bersama -sama dengan Panitia Anggaran dan menyiapkan rancangna APBD. 21. Panitia Anggaran adalah alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. 22. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan Daerah yang menjadi hak Daerah yang menjadi hak Daerah dalam Periode tahun anggaran tertentu. 23. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Daerah yang menjadi beban Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu. 24. Pembiayaan adalah trans aksi keuangan Daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. 25. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu. 26. Pengeluaran Daerah adalh sebuah pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu. 27. Dana Perimbangan adalah Dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapaatn dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam rangka Pelaksanaan desentralisasi. 28. Dana Cadangan Daerah adalah Dana yang disediakan dari sisa anggaran lebih tahun lalu dan atau sumber pendapatan Daerah. 29. Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun Lalu adalah selisih lebih realisasi penerimaan terhadaprealisasi pengeluaran Daerah dan merupakan komonen pembiayaan. 30. Barang Daerah adalah semua barang yang dimiliki dan atau dikuasai Daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 31. Utang adalah jumlah uang yang wajib dibayar Daerah sebagai akibat penerimaan uang, barang dan atau jasa sebagai pinjaman Daerah atau akibat lainnya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. 32. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi hak Daerah atau kewajiban pihak lain kepada Daerah sebagai akibat penyerahan uang peraturan perundang -undangan yang berlalu. 33. Pinjaman Daerah adalah semua Transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang, barang dan atau jasa sehingga Daerah dibebani kewajiban untuk mebayar kembali, tidak termasuk kredit dagang jangka pendek. 34. Rencana Strategis atau dokumen Perencanaan Daerah lainnya yang disahkan oleh DPRD dan Kepala Daerah, Yang selanjutnya disebut Renstra, adalah rencana lima tahunan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan daerah. 35. Perencanaan Program dan Kegiatan adalah Perencanaan Operasional yang disusun pada setiap tahun anggaran.
36. Proyek Tahun Jamak (Multi Years Project) adalah proyek fisik yang merupakan satu kesatuan dalam kontrak induk yang penyelesaiannya/pelaksanaannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun anggaran. BAB II ASA UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pasal 2 Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, ekonomis, efektif, efisien, transparan, dan bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan asa demokrasi, keadilan dan kepatutan. Pasal 3 APBD merupakan dasar pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu. Pasal 4 Tahun Anggaran APBD sama dengan Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 5 (1) Semua penerimaan dan Pengeluaran Daerah dalam rangka disentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. (2) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah yang tidak berkaitan dengan Pelaksanaan Dekonsentrasi atau tugas Pembantuan merupakan penerimaan dan Pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Pasal 6 (1) Jumlah Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. (2) Jumlah Belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja yang bersangkutan. (3) Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya ketersediaan penerimaan daalm jumlah yang cukup. (4) Setiap pejabat Daerah dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut. Pasal 7 (1) Gubernur dapat mengusulkan penyediaan anggaran untuk membiayai Belanja Tidak Tersangka. (2) Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan pada bagian anggaran Belanja Tidak Tersangka dalam APBD. (3) Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam keputusan Gubernur dan diberitahukan kepada DPRD paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan Gubernur. BAB III PENGELOLA KEUANGAN DAERAH Pasal 8 (1) Gubernur adalah Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah. (2) Wakil Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Gubernur selaku pemegang kekuasaan umum pengelolaan Keuangan Daerah apabila Gubernur berhalangan. Pasal 9 (1) Selaku pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Gubernur mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada Sekretaris Daerah dan untuk Perangkat Pengelola Keuangan Daerah.
(2) Untuk dapat melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pengelola Keuangan Daerah ditetapkan oleh Gubernur guna melaksanakan anggaran. (3) Pengaturan tugas pokok dan fungsi setiap Perangkat Pengelola Keuangan Daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. (4) Pemegang Kas tidak boleh merangkap sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Daerah lainnya. BAB IV PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD Bagian Pertama Struktur APBD Pasal 10 (1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas : a. Pendapatan Daerah; b. Belanja Daerah; c. Pembiayaan; (2) selisih Lebih Anggaran Pendapatan Daerah terhadap Anggaran Belanja Daerah dalam periode satu tahun anggaran disebut Surplus Anggaran. (3) Selisih Kurang Anggaran Pendapatan daerah terhadap Anggaran Belanja Daerah dalam periode satu tahun anggaran disebut Defisit Anggaran. (4) Jumlah Anggaran Pembiayaan sama dengan jumlah Surplus/Defisit Anggaran. Pasal 11 (1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dirinci menurut kelompok pendapatan dan jenis pendapatan. (2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dirinci menurut unit organisasi, fungsi, kelompok belanja dan jenis belanja. (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c dirinci menurut sumber pembiayaan. Pasal 12 (1) Format Struktur APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini merupakan bagian tak perpisahkan dengan Peraturan Daerah ini. (2) Rincian lebih lanjut struktur APBD dan daftar kode rekening ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Pasal 13 Pembentukan, penambahan dan Penggunaan Dana Cadangan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menyelenggarakan Proyek tahun Jamak. (2) Alokasi anggaran untuk proyek tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prioritas pada setiap tahun anggaran selama pelaksanaan. Bagian Kedua Pembiayaan Pasal 15 (1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat melakukan pinjaman baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri dengan prinsip kehati-hatian. (2) Jenis pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penggunaannya diatur sebagai berikut :
a. Pinjaman jangka panjang hanya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana yang merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali serta memberi manfaat bagi pelayanan masyarakat; b. Pinjaman jangka panjang tidak boleh digunakan untuk belanja administrasi umum dan belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik. c. Pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan keuangan Daerah. (3) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan pada anggaran pembiayaan. Pasal 16 (1) Batas maksimum jumlah pinjaman jangka panjang, jumlah kumulatif pokok pinjaman Daerah yang wajib di bayar tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen)dari jumlah Penerimaan Umum APBD tahun sebelumnya, dan berdasarkan proyeksi penerimaanserta pengeluaran Daerah tahunan selama jangka waktu pinjaman, Debt Service Coverage Ratio (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua setengah). (2) Batas Maksimum pinjaman jangka pendek adalah 1/6 (satu per enam) jumlah APBD tahun anggaran berjalan, dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan Daerah untuk membayar kembali pinjaman tersebut pada waktunya. Pasal 17 Pemerintah Daerah dilarang melakukan perjanjian yang bersifat peminjamna yang mengakibatkan beban atas keuangan Daerah. Pasal 18 Semua pembayaran yang menjadi kewajiban Daerah yang jatuh tempo atas pinjaman Daerah merupakan prioritas untuk dianggarkan dalam APBD. Pasal 19 Tata cara pengelolaan pinjaman Daerah ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Pasal 20 Pemerintahan Daerah dapat menggali sumber-sumber pembiayaan lain melalui kerjasama dengan pihak lain berdasarkan prinsip saling menguntungkan atas persetujuan DPRD. Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah dapat menerbitkan obligasi, melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal/pembelian saham atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut menguntungkan bagi Daearah. (2) Penerbitan Obligasi dan Investasi sebagaima na dimaksud pada ayat (1) dicantumkan pada anggaran pembiayaan dan ditetapkan dengan keputusan Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD. Pasal 22 Pemerintah Daerah dapat mendepositokan dana yang belum terpakai dalam Tahun Anggaran berjalan dengan tetap memperhatikan aspek keamanan dan menguntungkan serta terjaminnya likuiditas Keuangan Daerah. Pasal 23 Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas pengelolaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21 dan 22 serta setiap akhir tahun anggaran melaporkan hasil pelaksanaan dimaksud dengan DPRD. Bagian Ketiga Proses Penyususnan APBD Pasal 24
(1) APBD disusun dengan pendekatan kinerja yang m,emuat : a. sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja; b. standart pelayanan yang diharapkan dan diperkirakan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan. c. Bagian pendapatan APBD yang membiayai administrasi umum, belanja operasi, pemeliharaan saran dan prasarana publik, serta belanja modal/pembangunan. (2) Untuk mengukur kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dikembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya yang akan ditentukan lebih lanjut dengan keputusan Gubernur. Pasal 25 (1) Untuk menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD. (2) Arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan analisis terhadap dokumen perencanaan Daerah dan pokok-pokok pikiran DPRD yang merupakan aspirasi masyarakat. (3) Arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan selambat-lambatnya pada akhir bulan Juni. Pasal 26 (1) Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pemeritah Daerah bersama -sama DPRD menyusun Strategi dan Prioritas APBD. (2) Berdasrkan Strategi dan Prioritas APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah terlebih dahulu menyusun program dan kegiatan selambatlambatnya pada bulan Agustus. (3) Berdasarkan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dengan pertimbangan kondisi ekonomi serta keuangan Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan rancangan APBD. (4) Mekanisme Penyiapan rancangan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Bagian Keempat Proses Penetapan APBD Pasal 27 (1) Tim Anggaran Pemerintah Daerah membahas pra rancangan APBD bersama Panitia Anggaran DPRD. (2) Gubernur menyampaikan rancangan APBD kepada DPRD untukmendapat persetujuan. (3) Rancangan APBD memerlukan persetujuan DPRD untuk ditetapkan menjadi APBD dalam sidang Paripurna. (4) Penetapan APBD dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan. (5) Format Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam lampiran II Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian tak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini. Pasal 28 (1) Apabila rancangan APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah berkewajiban menyempurnakan rancangan APBD tersebut yang harus disampaikan kembali kepada DPRD dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan. (2) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah disampaikan penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
memperoleh persetujuan DPRD, maka Pemerintah Daerah menggunakan APBD tahun sebelumnya sebagai dasar pengelolaan Keuangan Daerah. Bagian Kelima Perubahan APBD Pasal 29 (1) Perubahan APBD dilakukan dengan pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi. (2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan sehubungan dengan : a. penyesuaian akibat tidak tercapainya target peneerimaan Daerah dari yang telah ditetapkan: b. penyesuaian akibat Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat strategis. c. Terjadinya kebutuhan yang mendesak. (3) Gubernur menyampaikan rancangan Perubahan APBD kepada DPRD untuk mendapat persetujuan (4) Rancangan Perubahan APBD ditetapkan menjadi Perubahan APBD dalam sidang Paripurna DPRD. (5) Perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun angaran berakhir dengan mempertimbangkan penyelesaian pelaksanaanAPBD pada akhir tahunanggaran yang bersangkutan. (6) Format Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana tercantum dalam lampiran III Peraturan daerah ini merupakan bagian tak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini. Bagian Keenam Pergeseran APBD Pasal 30 (1) Gubernur dapat melakukan pergeseran APBD. (2) Pergeseran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan pada rincian kegiatan dalam satu kegiatan. (3) Pergeseran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada DPRD. (4) Mekanisme pergeseran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku. BAB V KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR Bagian Pertama Gaji dan Tunjangan Pasal 31 (1) Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan gaji yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya. (2) Besarnya gaji pokok Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Gubernur dan Wakil Gubernur tidak dibenarkan menerima penghasilan dan atau fasilitas rangkap dari Negara. (4) Tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya sebagimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan perundang -undangan yang berlaku bagi pejabat Negara, kecuali ditentukan lain dengan peraturan perundang -undangan. Bagian Kedua
Sarana dan Prasaran Pasal 32 (1) Gubernur dan Wakil Gubernur disediakan masing-masing : a. sebuah rumah jabatan beserta perlengkapannya; b. sebuah kendaraan dinas jabatan. (2) Apabila Gubernur dan Wakil Gubernur berhenti dari jabatannya, rukah jabatan beserta perlengkapannya dan kendaraan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah. Bagian Ketiga Biaya Operasional Pasal 33 (1) Dalam melaksankan tugasnya, Gubernur dan Wakil Gubernur karena jabatannya disediakan anggaran belanja. (2) Anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Biaya Rumah Tangga; b. Biaya Pembelian Inventaris Rumah Jabatan; c. Biaya Pemeliharaan Rumah Jabatan dan Inventaris yang digunakan; d. Biaya Pemeliharaan Kendaraan Dinas; e. Biaya Pemeliharaan Kesehatan; f. Biaya Perjalanan Dinas; g. Biaya Pakaian Dinas; h. Biaya Penunjang Operasional; (3) Besarnya anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI KEDUDUKAN KEUANGAN DPRD Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Pasal 34 (1) Kedudukan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD ditentukan oleh DPRD bersama sama Pemerintah Daerah. (2) Pimpinan DPRD menetapkan Surat Keputusan yang menyangkut pengaturan penggunaan anggaran DPRD sesuai dengan alokasi anggaran yang tersedia dalam APBD. Pasal 35 (1) Penghasilan tetap Pmpinan dan Anggota DPRD terdiri dari : a. Uang Representasi; b. Uang Paket; c. Tunjangan Jabatan; d. Tunjangan Komisi; e. Tunjangan Khusus; f. Tunjangan Perbaikan; g. Tunjangan Keluarga dan Beras; (2) Anggota DPRD dalam kedudukannya sebagai Ketua, Wakil Ketua dan anggota Panitia diberikan Tunjangan Panitia. (3) Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan Tunjangan Kesejahteraan. (4) Apabila Pimpinan atau Anggota DPRD meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan uang duka. Bagian Kedua Sarana da n Prasarana
Pasal 36 (1) Ketua DPRD disediakan rumah jabatan beserta perlengkapannya dan 1 (satu) unit kendaraan dinas jabatan. (2) Apabila Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD berhenti dari jabatannya, rumah jabatan beserta kelengkapannya dan kendaraan dinas jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kembali secara lengkap da dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah. (3) Pimpinan dan Anggota DPRD disediakan pakaian dinas sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah. (4) Ketua-ketua Fraksi dan Ketua -ketua Komisi disediakan masing-masing 1 (satu) unit kendaraan dinas jabatan. (5) Anggota DPRD dapat disediakan 1 (satu) kendaraan operasional selama menjabat sebagai anggota dewan. (6) Apabila Ketua Fraksi, Ketua Komisi dan Anggota DPRD berhenti dari jabatan atau keanggotaannya, kendaraan dinas jabatan atau kendaraan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah. Bagian Ketiga Biaya Kegiatan DPRD Pasal 37 (1) Anggaran Belanja Sekretariat DPRD dan dicantumkan dalam APBD. (2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, pada Belanja Sekretariat DPRD disediakan: a. Belanja Pegawai; b. Belanja Barang; c. Belanja Perjalanan Dinas; d. Belanja Pemeliharaan; e. Belanja Penumpang kegiatan dinas; (3) Besarnya Anggaran Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan kondisi kemampuan Keuangan Daerah. Bagian Keempat Pengelolaan Keuangan DPRD Pasal 38 (1) Pimpinan DPRD dan Sekretaris dPRD me nyusun Rencan Anggaran Belanja DPRD. (2) Anggaran Belanja DPRD dan Sekretariat DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD. (3) Pengelolaan Keuangan DPRD dilaksankan oleh Sekretaris DPRD berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PELAKSANAAN ANGGARAN DAN TATA USAHA KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama Penerimaan dan Pengeluaran APBD Pasal 39 Semua transaksi Keuangan Daerah baik Penerimaan Daerah maupun Pengeluaran Daerah dilaksanakan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Pasal 40
Penerimaan Daerah dalam satu Tahun Anggran adalh seluruh jumlah uang yang merupakan penerimaan Daerah yang selama tahun itu dimasukkan dalam Kas Daerah. Pasal 41 (1) Setiap Perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi pemungutan pendapatan tersebut. (2) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan, bunag atau nama lain sebagai akibat pengadaan barang dan jasa, penyimpanan dan atau penempatan uang Daerah merupakan pendapatn Daerah. (3) Semua Penerimaan Daerah disetor sepenuhnya dan tepat waktu ke Kas Daerah sesuai denga nperaturan perundang-undangan yang berlaku. Paasl 42 Gubernur berkewajiban melaksanakan semua peraturan mengenai pendapatan Daerah serta menagih semua piutang Daerah dan dipertanggungjawabkan tepat pada waktunya. Pasal 43 Pengeluaran Daerah dalam satu tahun Anggaran adalah seluruh jumlah uang yang merupakan pengeluaran Daerah yang selama tahun itu dikeluarkan dari kas Daerah. Pasal 44 Setiap pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi atau Surat Keputusan lainnya yang disamakan dengan itu oleh pejabat yang berwenang. Pasal 45 (1) Setiap pembebasan APBD harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. (2) Setiap orang yang diberi wewenang menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari penggunaan bukti tersebut. Pasal 46 (1) Pengguna Anggaran Daerah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran untuk melaksanakan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2). (2) Pembayaran yang membebani APBD dilakukan dengan Surat Perintah Membayar. (3) Bendahara Umum Daerah membayar brdasrkan Surat Perintah Membayar. Pasal 47 Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum Peraturan Daerah tentang APBD disetujui oleh DPRD dalam tahun yang berkenaan. Bagian Kedua Proses Penatausahaan dan Akuntansi Keuangan Daerah Pasak 48 (1) Penatausahaan da n Akuntansi Keuangan Daerah berpedoman kepada standart akuntansi keuangan pemerintah yang berlaku. (2) Penatausahaan Keuangan Daerah memuat sistem dan prosedur akuntansi yang meliputi dokumen, catatan, fungsi yang terkait dan prosedur penatausahaan dalam mekanisme Pengelolaan Keuangan Daerah. Bagian Ketiga Pengelolaan Barang dan Jasa Daerah Pasal 49 (1) Gubernur mengatur pengelolaan Barang dan Jasa Daerah. (2) {erangkat Dearah dan Sekretaris DPRD sebagai pengguna dan pengelola barang dan jasa bagi unit kerja yang dipimpinnya. Pasal 50
Pengguna barang wajib mengelola Barang Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang undangan yang berlaku. Pasal 51 (1) Perolehan barang Daerah berasal dari pembelian dengan dan yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD, hibah, bantuan, sumbangan, wakaf dan kewajiban Pihak ketiga. (2) Pengadaan barang dan atau jasa hanya hanya dapat dibebankan kepada APBD untuk pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi perangkat Daerah yang bersangkutan dan Sekretariat DPRD. (3) Prosedur dan mekanisme pengadaan barang dan jasa atas beban APBD diatur lebih lanjut dengan keputusan Gubernur Berdasarkan peraturan perundang -undangan yang berlaku. Pasal 52 Pencatatan Barang Daerah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan Pemerintah. Pasal 53 (1) Barang daerah yang digunakan untuk melayanikepentingan umum tidak dapat digadaikan, dibebani hak tanggungan, dan atau dipindahtangankan. (2) Gubernuur dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan Surat Keputusan tentang : a. penghapusan tagihan Daerah sebagian atau seluruhnya ; b. persetujuan penyelesaian sengketa perdata secara damai ; dan c. tindakan hukum lain mengenai barang milik Daerah, meliputi : menjual, menggadaikan, menghibakan, tukarguling dan atau memindah tangankan. Pasal 54 (1) Penghapusan barang tidak bergerak ditetapkan dengan Keputusan Gubernur setelah memperoleh persetujuan DPRD. (2) Penghapusan bangunan yang akan dibangun kembali (rehabilitasi total) sesuai peruntukan semula yang sifatnya mendesak atau membahayakan ditetapkan dengan keputusan Gubernur dan diberitahukan kepada DPRD. (3) Penghapusan barang bergerak ditetapkan dengan Keputusan Gubernur akan diberitahukan DPRD. Pasal 55 (1) Rumah Dinas yang dapat dijual adalah Rumah Dinas Golongan III. (2) Penjualan Rumah Dinas sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) harus mendapat perserujuan DPRD. Pasal 56 Pelepasan hak atas tanah dan bangunan milik Daerah dengan cara ganti rugi dan atau tukar mrnukar harus mendapat persetujuan DPRD. Pasal 57 Dalam hal pengelolaan Barang Daerah menghasilkan penerimaan, maka seluruh penerimaan tersebut di setor langsung ke Kas Daerah. Pasal 58 (1) Perangkat Daerah dan Sekretaris DPRD bertanggungjawab atas pengamanan Barang Daerah yang berada dalam kewenangannya. (2) Barang Daerah dapat di asuransikan sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah. BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama Umum
Pasal 59 Dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggungjawab kepada DPRD. Pasal 60 Pertanggungjawaban Gubernur terdiri dari: a. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran; b. Pertanggungjawaban akhir masa jabatan; c. Pertanggungjawaban untuk hal tertentu; Pasal 61 (1) Pertanggungjawaban Gubernur dinilai berdasarkan tolok ukur Renstra. (2) Setiap Daerah wajib menetapkan Renstra dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah Gubernur dilantik. (3) Renstra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Bagian Kedua Laporan Keuangan Daerah Pasal 62 Laporan Keuangan Daerah terdiri dari laporan triwulan dan laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran. Pasal 63 (1) Setiap triwulan Pemerintah Daerah menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBD sebagai pemberitahuan Kepada DPRD. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhir triwulan yang bersangkutan. (3) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran IV Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian tak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini. Pasal 64 (1) Pemerintah Daerah menyusun Laporan pertanggungjawaban paad setiap akhir tahun anggaran dalam bentuk perhitungan anggaran yang terdiri atas : a. Laporan Perhitungan APBD; b. Nota Perhitungan yang memuat tentang kinerja keuangan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah memuat antara lain: 1) Kinerja Daerah dalam rangka pelaksanaan program yang direncanakan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan. 2) Kinerja pelayanan yang dicapai. 3) Bagian Belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum, kegiatan operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik, belanja modal, belanja transfer, dan belanja tak tersangka. 4) Bagian belanja APBD yang digunakan untuk anggaran DPRD dan Sekretariat DPRD. 5) Posisi Dana Cadangan Daerah. c. Neraca Daerah d. Laporan Aliran Kas. (2) Format Dokumen pertanggungjawaban akhir tahun anggaran sebagaimana tercantum dalam lampiran V Peraturan Daerah dan merupakan bagian tak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini. Pasal 65
(1) Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dibacakan Gubernur di depan Sidang Rapat Paripurna DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. (2) Laporan Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran yang telah dibacakan Gubernur, kemudian diserahkan kepada DPRD, selanjutnya dilakukan penilaian sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Pasal 66 (1) Apabila Laporan Pertanggungjawaban sebagaiman dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) tidak disetujui DPRD, Gubernur berkewajiban menyempurnakan Laporan Pertanggungjawaban tersebut dan harus disampaikan kembali kepada DPRD dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan. (2) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah disampaikan penyempurnaan Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak untuk kedua kalinya, maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Nege ri dan Otonomi Daerah. Bagian Ketiga Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan dan Pertanggungjawaban Unruk Hal Tertentu Pasal 67 Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan dan Pertanggungjawaban Untuk Hal Tertentu yang berkaitan dengan Keuangan Daerah akan diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri. BAB IX PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KEUANGAN DAEARH Bagian Pertama Pengawasan DPRD Pasal 68 Pengawasan atas pelaksanaan APBD dilakukan oleh DPRD. Bagian Kedua Pengawasan Fungsional Dan Pemeriksaan Pasal 69 (1) Pengawasan fungsional dan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Daerah dilakukan oleh Badan Pengawasan Daerah. (2) Hasil Pengawasan fungsional dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan kepada DPRD. BAB X KERUGIAN KEUANGAN DAERAH Pasal 70 (1) Setiap Daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau kelalaian harus diganti oleh yang bersalah dan atau yang lalai. (2) Setiap Pemimpin Perangkat Daerah dan Sekretaris DPRD wajib segera melapo rkan kepada Gubernur setiap kerugian keuangan Daerah yang terjadi dilingkungannya. (3) Gubernur wajib melakukakn tuntutan perbendaharaan dan atau tuntutan ganti rugi atas setiap kerugian keuangan Daerah yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
(4) Penyelesaian kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 71 Untuk setiap perubahan yang menimbulkan kerugian Keuangan Daerah dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 72 Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah diatur, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sampai ada ketentuan lebih lanjut. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 73 (1) Hal-hal yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Gubernur. (2) Peraturan Daerah ini berlaku secara efektif mulai Tahun Anggaran 2003. Pasal 74 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundang. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Desember 2001 GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, SUTIYOSO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 20 Desember 2001 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI DAEARAH KHUSUS INUKOTA JAKARTA, H. FAUZI BOWO NIP. 470044314 LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2001 NOMOR 92
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH I. PENJELASAN UMUM Terciptanya Otonomi Daerah harus sebagai proses yang memerlukan transformasi paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daearh ditinjau dari aspek ekonomi, perubahan yang utama terletak pada pandangan bahwa sumber-sumber ekonomi yang tersedia di Daerah harus dikelola secara mandiri dan bertanggungjawab, dalam arti hasil-hasilny aharus lebih diorientasikan pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat di Daerah. Tugas pengelolaan sumber-sumber ekonomi, merupakan mandat masyarakat di Daerah yang menjadi kewajiban bagi manajemen pemerintahan di Daerah untuk melaksanakannya. Pandangan tersebut juga terkait dengan perlunya mekanisme pengelolaan Keuangan Daerah yang efisien dan efektif dalm rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Otonomi Daerah semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilasi menjadi sangat dominan untuk mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan, khususnya proses pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam kerangka sistem penyelenggaraan pemerintahan terlihat bahwa sistem pengelolaan keuangan pada dasarnya merupakan sub sistem dari sitem pemerintahan itu sendiri. Aspek pengelolaan Keuangan Daerah juga merupakan sub sistem yang diatur dalm Undamg-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 78 sampai dengan Pasal 86. dalam Pasal 80 Undang-undang tersebut ditetapkan bahwa perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah diatur dalam Undang-undang. Dengan pengturan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pendestribusian kewenangan, pembiayaan dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan Otonomi Daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang. Sejalan dengan hal tersebut sudah barang tentu pelaksanaan Otonomi Daerah tidak hanya dapat dilihat dari beberapa besar Daerah akan memperoleh dana perimbangan dari Pemerintah Pusat, tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolssn Keuangan Daerah ini mampu memberikan nuansa manajemen yang kebih adil, rasional, transparan, partisipatip dan bertanggungjawab. Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah yang dikenal selama ini cenderug bersifat sentralistik dan seragam sebagai akibat banyaknya prinsip pengaturan yang ditetapkan dan dikendalikan oleh Pemerintah Pusat. Hal tersebut dapat dikaji berdasarkan antara lain : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Penggusuran, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyususnan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1975 tentang contoh-contoh Cara Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 570-360 tanggal 28 Oktober 1981 tentang Program Pembinaan Anggaran Daerah dan Pengendalian Kredit Anggaran; 5. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 1984 tentang Langkah Pertama Pensinkronisasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 903-1316 tanggal 18 September 1985 tentang Penyempurnaan Bentuk dan Susunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 903-617 tanggal 18 September 1988. 7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 1996 tenatng bentuk dan susunan Anggaran Pendapatan Daerah. 8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Tugas Pemegang Kas Daerah Dalam Pengurusan Keuangan Daerah. Pelaksanaan pengelolaan Keuangan Daerah yang mengacu pada peraturan perundang undangan tersebut diatas masih banyak kelemahan karena kurang mencerminkan semangat desentralisasi, demokratisasi, dan akuntabilitas sehingga berdampak pada rendahnya kinerja pengelolaan keuangan di Daerah. Oleh karena itu, Pemerintahan di Daerah, perlu mempunyai instrumen atau sistem pengelolaan Keuangan Daerah yang sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan semangat Otonomi Daerah. Sebagaimana diketahui dalam Undang -undang Nomor 25 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 telah diatur ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dan lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat prinsip, norma, asa da landasan umum dalam pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan sistem da prosedur pengelolaan keuangan disusun dan ditetapkan oleh masing-masing Daerah dalam satu Peraturan Daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada Pemerintah di Daerah untuk lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam evaluasi dan perbaikan secara Kontinyu, serta pemutakhiran sistem prosedur pengelolaan Keuangan Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dalam rangka pelaksanaan lebih lanjut Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 serta Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 maka disusunlah Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketentuan mengenai Pe ngelolaan Keuangan Daerah tersebut antara lain mengtur sistem penyusunan dan penetapan anggaran, tat usaha, dan akuntansi keuangan, pertanggungjawaban, pengawasan dan pemeriksaan keuangan Daerah. II. PENJELASAN PERPASAL Pasal 1 : Cukup jelas. Pasal 2 : Cukup jelas. Pasal 3 : APBD sebagaimana dimaksud pada Pasal ini merupakan rencanapelaksanaan semua penerimaan Daerah dan semua pengeluaran Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisai bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Semua Pengeluaran Daerah dan ikatan yang membebani Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dansasaran yangditetapkan dalam APBD menjadi dasar bagi
Pasal 4 Pasal 5 ayat (1) Ayat (2) Pasal 6 ayat (1)
Ayat (2) Ayat (3)
Ayat (4) Pasal 7 ayat (1)
Ayat (2) Ayat (3) Pasal 8
Pasal 9 ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
pelaksanaan kegiatan, pengendalian, pengawasan dan pemeriksaan Keuangan Daerah. : Cukup jelas. : Cukup jelas. : Pelaksanaan Dekonsentrasi atau tugas Pembantuan di Daerah diberitahukan Kepada DPRD. : Penentuan jumlah anggaran pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat ini didasarkan pada potensi riil yang di perkirakan dapat dicapai untuk sumber pendapatan yang bersangkutan. : cukup jelas. : Yang dimaksud dengan adnya ketersediaan penerimaan dalam jumlah yang cukup adalah Daerah yang tidah boleh menganggarkan pengeluaran tanpa kepastian terlebih dahulu mengenai ketersediaan sumber pembiaayaannya dan mendorong Daerah untuk meningkatkan efisiensi pengeluarannya. : Cukup jelas. ; Yang dimaksud usull penyediaan anggaran untuk membiayai Belanja Tidak Tersangka adalah penyediaan anggaran yang tercantum dalam APBD dan penggunaannya ditetapkan dengan keputusan Gubernur dan diberitahukan kepada DPRD paling lambat satu bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini. Belanja tidak tersangka antara lain untuk penanganan bencana alam, bencana sosial dan belanja tidak tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam batas jumlah yang telah ditetapkan dalam APBD. : Cukup jelas : Cukup jelas : Yang dimaksud dengan Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah yang dapat dilaksanakan juga oleh Wakil Gubernur antara lain meliputi fungsi perencanaan umum, fungsi penyusunan program dan kegiatan, fungsi penyusunan anggaran, fungsi pemungutan pendapatan, fungsi perbendaharaan umum Daerah, fungsi penggunaan anggaran, fungsi pengendalian, fungsi pemeriksaan dan pertanggungjawaban. : Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengelolaan Keuangan Daerah, Gubernur mendelegasikan kewenangannya setidaktidaknya kewenangan yang berkaitan dengan tugas sebagai Bendahara Umum Daerah. Sekretaris Daerah dan atau Pimpinan Perangkat Pengelola Keuangan Daerah bertanggungjawab kepada Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah. : Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah merupakan salah satu syarat pelaksanaan Anggaran. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah antara lain : Bendahara; Pengguna Anggaran dan Pemegang Kas. : Yang dimaksud dengan Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Propinsi Daearh Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001
Ayat (4) Pasal 10
Pasal 11 ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Pasal 12 ayat (1) Ayat (2) Pasal 13
Pasal 14 ayat (1) Ayat (2)
: Cukup jelas : Yang dimaksud satu kesatuan pada ayat ini adalah bahwa dokumen APBD merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja dan sumber-sumber pembiayaannya. Dalam satu tahun anggaran apabila jumlah pendapatan yang dianggarkan lebih besar daripada jumlah belanja yang dianggarkan selisihnya adalah surplus anggaran. Sebaliknya, jika dalam satu tahun anggaran jumlah pendapatan yang dianggarkan lebih kecil daripada jumlah belanja yang dianggarkan selisihnya adalah defisit anggaran. Surpulus dianggarkan untuk menutup sumber-sumber pembiaayaan yan berupa pengeluaran Daerah atau dialokasikan untuk sumbersumber pembiaayaan yang berupa penerimaan Daerah. Defisit dianggarkan untuk ditutup dari sumber-sumber pembiayaan yang berupa penerimaan Daerah. : Kelompok Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat ini meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Pertimbangan, dan lain-lain Pendapatan yang sah. Setiap kelompok pendapatan dirinci menurut jenis pendapatan misalnya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Setiap jenis pendapatan selanjutnya dirinci menurut ayat pendapatan. : Yang dimaksud dengan belanja menurut unit organnisasi adlah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti Guebrnur dan Wakil Gubernur, DPRDF dan Sekretariat DPRD, Sekretaris Daerah, dinas, Lembaga Teknis Daerah, dan Perangkat Daerah lainnya. Fungsi belanja misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya. Kelompok belanja terdiri dari belanja administrasi umum, belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik, belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik, belanja modal/pembangunan, belanja transfer dan belanja tidak tersangka. Jenis belanja terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan dinas. : Sumber-sumber pembiayaan yang merupakan penerimaan daerah anatara lain : sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, transfer dari dana cadangan, dan hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan. Sunber-sumber pembiayaan yang merupakan pengeluaran Daerah anatara lain: pembayaran utang pokok yang jatuh tempo, transfer ke dana cadangan, penyertaan modal, dan sisa lebih anggaran tahun yang bersangkutan. : Cukup jelas : Cukup jelas : Yang dimaksud dengan Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 1999. : Cukup jelas : Cukup jelas
Pasal 15 ayat (1)
Ayat (2) Huruf a
Huruf b Huruf c
Ayat (3) Pasal 16 ayat (1)
Ayat (2) Pasal 17
Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20
Pasal 21 ayat (1)
: Pinjaman Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berasal dari Pemerintah Pusat, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, masyarakat dan sumber lainnya. Pinjaman Dalam Negeri dapat berupa hutang obligasi (bond payable) atau bentuk hutang lainnya. Pinjaman Luar Negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau pinjaman multilateral melalui Pemerintah Pusat. : Yang dimaksud dengan “menghasilkan penerimaan” adalah hasil penerimaan yang berkaitan dengan pembangunan prasarana yang dibiayai dari pinjaman jangka panjang tersebut, baik yang langsung dan atau yang tidak langsung. : Cukup jelas : Pinjaman Jangka Pendek dapat digunakan untuk : a.membantu kelancaran arus kas untuk keperluan jangka pendek; b. dana talangantahap awal suatu investasi yang akan dibiayai dengan Pinjaman Jangka Panjang, setelah ada kepastian tentang tersedianya Pinjaman Panjang yang bersangkutan. Pemerintah Daearh dapat melakukan Pinjaman Jangka Pendek dengan persetujuan Pimpinan DPRD. : Cukup jelas : Yang dimaksud dengan “jumlah Kumulatif pokok Pinjaman Daerah yang wajib dibayar” adalah jumlah pokok pinjaman lama yang belum dibayar (termasuk akumulasi bunga yang sudah dikapitalisasikan) ditambah dengan jumlah pokok pinjaman lama yang akan diterima dalam tahun terbut. Yang dimaksud dengan penerimaan Umum adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dan Dana Pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaanya dinatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. Debt Service Coverage Ratio adalah perbandingan antara Penerimaaan Umum dikurangi Belanja Wajib dibagi dengan Penjumlahan Angsuran Pokok, Bunga, dan Biaya Pinjaman Lainnya yang jatuh tempo. Belanja Wajib adalah belanja yang harus dipenuhi atau tidak dapat dihindarkan. : Cukup jelas. : Yang dimaksud dengan penjaminan dalam pasal ini adalah menjamin pinjaman yang dilakukan oleh BUMD ataupun swasta dalam rangka pelaksanaan proyek Daerah. : Cukup jelas. : Cukup jelas. : Yang dimaksud dengan kerjasama dengan pihak lain adalah kerjasama dengan Kabupaten, Kota, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Pusat, dan pihak lain dalam rangka menunjang percepatan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan pembangunan. : Penyertaan modal atau bentuk investasi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat ini dicantumkan pada anggaran pembiayaan.
Ayat (2) Pasal 22
Pasal 23 Pasal 24 ayat (1)
Huruf a Huruf b Huruf c Ayat (2)
: Cukup jelas. : Depositokan dana yang belum terpakai ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan Pelaksanaannya diberitahukan kepada DPRD. : Cukup jelas. : Yang dimaksud dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan pencapaian hasil kerja dari perencanaan alokasi biaya yang ditetapkan dana merupakan indicator dan atau sasaran kinerja Pemerintah Daerah yang menjadi acuan laporan pertanggungjawaban kinerja Pemerintah Daerah. : Funngsi belanja misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainnya. : Standart pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. : Cukup jelas : Yang dimaksud dengan standar analisa belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Yang dimaksud dengan tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi. Yang dimaksud dengan standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang diberlakukan di daerah. Pedoman teknis penyusunan anggaran dengan pendekatan kinerja dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.