PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK DAERAH KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. b.
c. Mengingat
: 1. 2. 3. 4.
5.
6. 7. 8.
bahwa pengaturan tentang Pajak Daerah Kota Medan selama ini telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 tahun 2002. bahwa dengan berkembangnya situasi dan kondisi Kota Medan serta dinamisasi perekonomian masyarakat, khususnya perusahaan industri yang menggunakan tenaga listrik, dipandang perlu merevisi Peraturan Daerah No. 4 tahun 2002 dimaksud khusus yang berkaitan dengan Pajak Penerangan Jalan. bahwa untuk memenuhi maksud tersebut diatas, perlu meningkatkan satu Persatuan Daerah. Undang – Undang Nomor 8 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota – Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Undang – Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian sengketa Pajak ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor, 40 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3634). Undang – Undang Nomo4 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 nomo4 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685 Juga Undang – Undang nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Atas Undang – Undang nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 nomor 240) Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 No. 42 Tambahan Lembaran Negara No. 3685). Jo. Undang Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomo4 60) Undang – Undang Nomor 25 Tahun 199 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran negara Tahun 1999 Nomo4 77). Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1973 tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Peraturan Pemerintah nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban Keuangan Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomo4 84 Tahun 1993 tentang Bentuk peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman tata cara pemungutan Pajak daerah Keputusan menteri dalam Negeri Nomor 172 Tahun 1997 tentang Kriteria Wajib pajak Yang Wajib Menyelengarakan Pembukuan dan tata Cara Pembukuan. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 173 Tahun 1997 tentang tata cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomo4 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Pendapatan Lainnya. Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN Menetapkan :
PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN TENTANG PAJAK DAERAH KOTA MEDAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kota Medan b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Medan c. Kepala Daerah adalah Walikota Medan d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah adalah Kepala Dnas Pendapatan Daerah Kota Medan f. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu dibidang perpajakan Daerah dan atau Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan Perundang – Undangan yang berlaku. g. Kas Daerah adalah kas Daerah Kota Medan h. Wajiba Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menurut Ketentuan Peraturan Daerah ini ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan i. Badan adalah suatu bentuk Badan uswaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komoditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negera atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma,
j. k.
l. m.
n. o.
p. q.
r. s. t. u.
v. w.
x.
kongsi, koperasi, yayasan, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di Hotel Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap / istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama kecuali untuk pertokoaan dan perkantoran. Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di Restoran Restoran atau Rumah Makan adalah tempat yang disediakan untuk menyatap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga. Penyelenggaraan Hiburan adalah orang pribadi atau badan Hukum yang bertindak untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggung jawabnya menyelengarakan sesuatu hiburan. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menhadiri sesuatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmati atau mempergunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelengara hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para pemai) dan petugas yang menhadairi untuk melakukan pengawasan. Tanda masuk adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dipergunakan untuk menonton, menggunakan atau menikmati hiburan Harga Tanda Masuk yang selanjutnya disingkat HTM adalah harga atau nilai nominal yang tertera atau tidak tertera pada tanda masuk yang digunakan untuk menikmati / menggunakan fasilitas hiburan. Pajak reklame adalah pungutan Daerah atas penyelenggaraan reklame Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. Panggung / lokasi reklame adalah suatu serana atau tempat pemasangan satu atau beberapa buah rekalame Izin adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan ata kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Penyelenggaraan reklame adalah perorangan atau badan hukum yang menyelengarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
y. z.
å. ä. ö. aa. bb. ff. dd.
ee. ff. gg.
hh. ii.
jj. kk. ll.
Kawasan / zone adalah batasan – batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan wilayah tersebut yang dapat dipergunakan untuk pemasangan reklame Nilai jual objek pajaka reklame adalah keseluruhan pembayaran / pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame termasuk dalam hal ini adalah biaya / harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran / ongkos perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi pengangkutan, dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame rampung, dipancarkan, dipergerakan, ditayangkan dan atau terpasang ditempat yang telah dizinkan : Nila strategis lokasi reklame adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha. Pajak penerangan jalan adalah pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listri kuntuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah Penerangan Tenaga Listrik adalah setiap orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN mapun bukan PLN Penggunaan Tenaga Listrik PLN yang selanjutnya disebut pelanggan PLN adalah setiap orang pribadi atau badan yang menggunakan tenga listrik dari PLN Perusahaan Listrik Negera yang selanjutnya disebut PLN adalah PT. PLN (Persero) Cabang Medan Kegiatan Industri adalah suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh Pelanggan PLN dan orang atau badan Pengguna Tenaga Listrik yang berasal dari bukan PLN dimana Tenaga Listrik tersebut dipergunakan untuk menggerakkan, mengerjakan, mengolah, merubah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Penggunaan Tenaga Listrik bukan PLN adalah tenaga listrik yang dihasilkan dari / oleh pembangkit tenaga Listrik bukan PLN yang dimiliki dan atau dikelloa oleh orang pribadi atau badan. Pajak Parkir adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan tempat parkir Tempat Parkir adalah tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkatian dengan pokok usaha mapun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk tempat penyediaan penitipan kendaraan bermotor dangarasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Harga Tanda Parkir yang selanjutnya disingkat dengan HTP adalah harga atau nilai nominal yang digunakan atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Pembayaran adalah jumlah dieterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik Hotel, Restoran, penyelenggara Hiburan atas penggunakan tenaga listrik PLN dan atau Penyelenggara Tempat Parkir. Pajak yang tertuang adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam Tahunan atau dalam bagian Tahun Pajak menurut Peraturan perundang – Undangan perpajakan daerah. Yang seharusnya dibayar adalah termasuk pemberian potongan harga dan tiket Cuma – Cuma Pemungutan adalah suatu rangkaian mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang
mm.
nn.
oo. pp.
qq. rr.
ss. tt. xx.
yy.
zz. aaa.
bbb.
tertuang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib Retribusi serta pengawasan penyetoran. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang tertuang menurut peraturan perundang – undangan perpajakan daerah. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang tertuang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang dapat disingkat SKPD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang tertuang. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak yang tertuang, jumlah kredit pajak. Jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat singkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat singkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang tertuang atau tidak seharusnya tertuang. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pajak yang tertuang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak tertuang dan tidak ada kredit pajak. Surat Tagihan Daerah, yang dapat disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Keputusan Pembentulan adalah surat keputusan untuk membentulkan kesalahan tulis. Kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. Putusan Banding adalah Badan penyelesaian Sengketa pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukansecara teratura untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba setiap Tahun Pajak Berakhir. Penyidikan Tindak Pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi daerah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang terjadi serta menentukan tersangkanya. BAB II PAJAK HOTEL Pasal 2 Dengan nama Pajak Hotel dipungut Pajak atas pelayanan di Hotel Pasal 3 (1) Objek Pajak Hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel termasuk : a. fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggarahan (hostel) losmen dan rumah penginapan. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar minimal 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atautinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan antara lain telepon, faksimili, teleks, fitocopy, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel. c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum antara lain pusat kebugaran, pub, diskotic, yang disediakan atau dikelola hotel d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel e. Penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disetai dengan fasilitas penyantapannya di Hotel. (2) Dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah : a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya baik bangunan, pekarangan dan menagementnya yang tidak menyatu dengan hotel. b. Pelayanan tinggal d Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil i asrama dan pondok pesantren c. Fasilitas olahraga dan hiburan disediakan di Hotal yang dipergunakan oleh bukan tamu Hotel dengan pembayaran. d. Pertokoan, perbankan, perkantoran, salon yang dipakai oleh umum di Hotel e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Pasal 4 (1) (2)
Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan Wajib Pajak Hotel adalah Pengusaha Hotel sebagaimana tersebut pada pasal 3 ayat (1)
Pasal 5 Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada Hotel Pasal 6 Tarif Pajak Hotel adalah sebesar 10 % (sepuluh persen) Pasal 7 Besarnya Pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 5. Pasal 8 (1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah (2) Masa Pajak Hotel adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim (3) Pajak Hotel tertuang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan pelayanan Hotel dilakukan. BAB III PAJAK RESTORAN Pasal 9 Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajaka atas setiap pelayanan di Restoran Pasal 10 (1) Objek Pajak restoran adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di Restoran termaduk bar, café, rumah makan, Buffet, kantin, kedai nasi/kopi dan meliputi penjualan makanan / minumandi tempat yang disertai tempat penyantapan mapun yang diantar / dibawa pulang (take away). (2) Dikecualikan dari objek Pajak restoran adalah : a. Pelayanan jasa boga / ketering b. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau Rumah makan yang pendapatan brutonya tidak melebihi batas Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan c. Penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas penyantapan di Hotel. Pasal 11 (1) (2)
Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan Restoran. Wajib pajak restoran adalah pengusaha restoran sebagaimana tersebut pada pasal 10 ayat (1)
Pasal 12 Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran Pasal 13 Tarif Pajak Restoran adalah sebesar 10 % (sepuluh persen) Pasal 14 Besarnya Pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 13 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 12. Pasal 15 (1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah (2) Masa pajak restoran adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim (3) Pajak restoran tertuang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan pelayanan restoran dilakukan. BAB IV PAJAK HIBURAN Pasal 16 Dengan nama Pajak Hiburan, dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan Hiburan. Objek Pajak Hiburan adalah setiap penyelenggarakan hiburan berupa : a. Pertunjukkan Film b. Pertunjukan kesenian, sirkus, pameran seni, Busana, Kecantikan dan sejenisnya c. Pertunjukan musik dan tari d. Discotik e. Karaoke f. Klab malam g. Permainan Billayard h. Permainan Ketangkasan, taman hiburan keluarga, permainan anak – anak, vidio game, play station dan sejenisnya. i. Pantai pijat, salon kecantikan dan wisma pangkas. j. Mandi uap dan sejenisnya k. Pertandingan olahraga l. Taman rekreasi, kolam renang, kolam pemancingan dan sejenisnya m. Persewaan permainan Internet Pasal 18 (1) (2)
Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
Pasal 19 Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan sebagaimana ditetapkan dalam HTM. Pasal 20 Tarif pajak hiburan adalah untuk setiap jenis hiburan yang ditetapkan sebagai berikut : a.
Pertunjukkan di Bioskop Klasmen Bioskop
AH Utama AH AI BH BI C D Keliling
Besar pajak 30 % dari HTM 28 % dari HTM 26 % dari HTM 24 % dari HTM 20 % dari HTM 17 % dari HTM 13 % dari HTM 10 % dari HTM
b. Ketentuan klasmen dan besarnya harga tanda masuk untuk masing – masing Bioskop di Kota Medan akan ditetapkan lebih lanjtu dengan Surat Keputusan Kepala Dinas c. Tata cara pengadaan / perforsi tanda masuk / karcis tontonan dan pembayaran dimuka (PDM) Pajak Hiburan Tetap dan insidentil dakan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. d. Untuk pertunjukan keseniian, antara lain kesenian tradisional, pertunjukan sirkus, pameran seni: 1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 15 % (lima belas perseratus) dari HTM 2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 10 % (sepuluh perseratus) dari HTM. e. Untuk pameran Busana, Konteks kecantikan, pertunjukan / pagelaran musik dan tari 1. Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus) dari HTM 2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari HTM. f. Untuk discotik, disco, bar, karaoke, klab malam dan sejenisnya ditetapkan sebesar 30 % (tiga puluh perseratus) dari HTM atau jumlah pembayaran untuk menonton dan atau menikmati hiburan di luar harga makanan / minuman yang telah dikenakan Pajak Hotel dan atau Pajak Restoran. g. Untuk diskotiq, Disco, Bar, Klab malam yang tidak menggunakan tanda masuk dan atau tidak membayar untuk menonton atau menikmati hiburan dipungut pajak sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) untuk setiap pengunjung diluar harga makanan / minuman yang telah dikenakan Pajak Hotel dan atau Pajak Restoran. h. Untuk permainan Billayard
1.
i.
j. k.
l. m. n.
Di ruangan yang memakai AC dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan 2. Di ruang yang tidak AC di pungut pajak sebesar 15 % (lima belas perseratus) dari HTM atau harga koin per meja untuk sekali permainan. Untuk permainan ketangkasan, Taman Hiburan Keluarga, Permainan anak – anak antara lain Vidio game, play station, mini train, kuda pusing, sampan pusing, speed boat, bom-bom car dan sejenisnya dipungut sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari HTM atau harga koin Usaha jasa panti pijat, mandi uap dan sejenisnya dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari HTM per jam, salon kecantikan dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari jumlah pembayaran Pertunjukan pertandingan olah raga antar klub dalam negeri dipungut pajak sebesar 15 % (lima belas perseratus) dari HTM, sedangkan pertandingan olahraga dengan dukungan antar bangsa dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus ) dari HTM. Taman rekreasi, kolam renang, pancintg dan sejenisnya dipungut pajak sebesar 10 (sepuluh perseratus ) dari HTM. Untuk jenis Hiburan yang tidak menggunakan Tanda Masuk dipungut pajak sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dari jumlah pembayaran. Untuk persewaan permainan internet dipungut sebesar 10 % (sepuluh perseratus) dari nilai sewa perjam Pasal 21
Besarnya pokok pajak Hiburan yang tertuang dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 20 masing – masing dari setiap jenis dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 19. Pasal 22 (1) pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah (2) Masa pajak hiburan adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim (3) Pajak hiburan tentang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan penyelenggaraan Hiburan dilakukan. BAB V PAJAK REKLAME Pasal 23 Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak setiap penyelenggaraan reklame Pasal 24 (1) Objek pajak reklame adalah setiap penyelenggaraan reklame meliputi : a. Reklame papan / Billboard / Megattron b. Reklame Kain c. Reklame Melekat (stiker) d. Reklame Berjalan
e. Reklame Udara f. Reklame Suara g. Reklame Film / Slide h. Reklame Peragaan i. Reklame Peragaan (2) Dikecualikan dari Objek Reklame adalah : a. Penyelenggaraan reklame melalui Televisi, Radio, dan wartawan harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya b. Dibuat atau diselenggarakan khusus untuk kepentingan umum dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. c. Diselenggarakan oleh perwakilan diplomatik, perwakilan konsulat, perwailan PBB, serta badan – badan khusus, badan – badan atau lembaga – lembaga organisasi internasional pada lokasi badan – badan yang dimaksud. d. Diselenggarakan oleh organisasi politik atau organisasi sosial politik yang semata – mata mengenai politik e. Diselenggarakan oleh suatu perusahaan pada kendaraan milik perusahaan tersebut yang semata – mata dan atau sebutan umum perusahaan yang bersangkutan dan luasnya tidak lebih dari ¼ M2, misalnya : Bus sekolah, KPUM, Rahayu, PT. Inalum, Provri, lain – lain. f. Ditempatkan pada suatu kendaraan yang berasal dari luar wilayah daerah dan berada di luar wilayah tersebut tidak lebih dari 7 (tujuh) jam berturut – turut. g. Khusus mengenai pemilikan dan atau peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak melebihi ¼ m2 dan diselenggarakan diatas tanah tersebut. h. Khusus dan semata – mata memuat nama dan atau sebutan dari pekerjaan atau perusahaan yang diselenggarakan diatas tanah atau bangunan dimana reklame tersebut diselenggarakan dengan ketentuan luasnya tidak melebihi ¼ M2. i. Merupakan reklame suara apabila menurut pendapat kepala Daerah penyelenggaraan termasuk golongan penjaja atau pengusaha kecil. Pasal 25 (1) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau memesan reklame . (2) Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame (3) Setiap penyelenggaraan reklame harus mendapat izin dari Kepala Daerah Pasal 26 (1) Dasar pengenaan reklame adalah nilai sewa reklame (2) Nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan pemasangan, lama pemasangan, nilai strategis, lokasi dan reklame. (3) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, maka nilai sewa reklame dihitung berdasarkan pemasangan, pemeliharaan nilai strategis, lokasi dan jenis reklame. (4) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga maka nilai sewa reklame ditentukan berdasarkan jumlah pembayaran untuk suatu masa pajak / masa
penyelenggaraan reklame dengan memperhatikan biaya pemasangan, pemeliharaan nilai strategis, lokasi dan jenis reklame. (5) Hasil perhitungan nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud (2) dinyatakan dalam bentuk tabel dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 27 Tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh perseratus). Pasal 28 Besarnya pokok pajak reklame yang tertuang dihitung dengan cara mengalikan pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 27 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 26. Pasal 29 (1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah (2) Masa Pajak reklame adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu tahun takwim (3) Pajak reklame, tertuang dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan penyelengaraan reklame dilakukan. BAB VI PAJAK PENERANGAN JALAN Pasal 30 Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak kepada penggunaan tenaga listrik Pasal 31 (1) Objek pajak penerangan jalan adalah setiap penggunaan tenaga listrik dan PLN dan bukuan PLN (2) Dikecualikan dari objek penerangan jalan adalah : a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat – tempat yang digunakan oleh keduataan, konsulat, perwakilan Asing dan lembaga – lembaga Internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara. c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknik terkait. d. Penggunaan tenaga listrik yang khusus digunakan oleh badan sosial untuk kegiatan yang bersifat sosial. Pasal 32
(1) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN (2) Wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atua badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik. Pasal 33 (1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik (2) Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan : a. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dan bukan PLN dengan pembayaran nilai jual tenaga listrik adalah besarnya tagihan biaya penggunaan listrik / rekening lsitrik b. Dalam hal kapasitas listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut bayaran, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia dan penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik dan harga satuan listrik yang berlaku di Daerah. (3) Harga satuan listrik sebagaimana dimaksudkan ayat 2 huruf b ditetapkan olh Kepala Daerah dengan perpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku untuk PLN. Pasal 34 Tarif Pajak penerangan jalan ditetapkan sebagai berikut : a. Penggunaan tenaga listrik, yang berasal dari PLN, bukan untuk industri sebesar 10 % (sepuluh perseratus) b. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN, untuk industri sebagai berikut : 1. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 450 VA s/d 13,9 KVA sebesar 8 % (delapan perseratus) 2. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 14 VA s/d 24.999 KVA sebesar 4 % (empat perseratus) 3. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 25.000 KVA keatas sebesar 1,5 % (satu koma lima persen) c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN, bukan untuk industri ditetapkan 8 % (delapan perseratus). d. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN, untuk industri ditetapkan sebagai berikut : 1. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 450 VA s/d 13,9 KVA sebesar 8 % (delapan perseratus) 2. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 14 KVA s/d 24.999 KVA sebesar 4 % (empat perseratus) 3. Untuk industri yang memakai tenaga listrik dengan batas daya 25.000 KVA keatas sebesar 1,5 % (satu koma lima persen) Pasal 35 Besarnya Pokok pajak penerangan jalan yang tertuang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 34 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 33. Pasal 36
(1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam daerah tempat penggunaan tenaga listrik (2) Masa pajak penerangan jalan adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu (3) Pajak penerangan Jalan terutama masa pajak terjadi atau timbul pada saat diterbitkannya SKPD. BAB VII PAJAK PARKIR Pasal 37 Dengan nama pajak parkir dipungut pajak atas penyelenggaraan tempat parkir. Pasal 28 (1)
Objek Pajak parkir adalah setiap penyelengaraan tempat parkir diluar badan jalan dan tempat khusus parkir oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termaduk penyediaan tempat penit9pan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. (2) Dikecualikan dari objek pajak parkir adalah a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Daerah b. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsultasi, perwakilan warga negara asing dan lembaga – lembaga internasional dengan azas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara.
Pasal 39 (1)
Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir (2) Wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir (3) Setiap penyelenggaraan tempat parkir harus mendapat izin dari Kepal Daerah (4) Ketentuan tentang izin yang tersebut pada ayat 1 diatas diatur lebih lanjut dalam satu peraturan Daerah tentang perizinan dan atau keputusan Kepala Daerah yang mengaru untuk itu. Pasal 40 (1) (2)
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah penerimaan penyelenggaraan parkir yang berasal dari pembayaraan atas yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir sebagaimana ditetapkan dalam HTP. Besarnya pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakain tempat parkir yang disebut dengan HTP sebagaimana ayat (1) tersebut diatas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 41
Tarif pajak parkir adalah sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dario HTP. Pasal 42 Besarnya Pokok Pajak parkir yang tertuang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 41 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 40. Pasal 43 (1) Pajak yang tertuang dipungut di dalam Daerah (2) Masa pajak Parkir adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim (3) Pajak parkir terutama dalam masa pajak terjadi atau timbul pada saat kegiatan pembayaran penggunaan tempat parkir dilakukan. BAB VIII PENDAFTARAN DAN PENDATAAN Pasal 44 (1)
Pendaftaran dilakukan terhadap wajib pajak yang berdomisili di dalam maupun di luar Wilayah Daerah memiliki objek pajak di daerah. (2) Kegiatan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diawali dengan mempersiapkan formulir pendafataran dan diberikan kepada wajib pajak (3) Wajib pajak wajib mengisi formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap danbenar serta mengembalikannya ke Dinas Pendapatan Daerah. (4) Formulir pendaftaran yang dikembalikan oleh Wajib Pajak secara berurutan yang digunakan sebagai nomor pokok wajib pajak Daerah (NPWPD) bagi wajib Pajak. Pasal 45 (1)
setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD dan formulir lain yang disamakan dengan itu. (2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat 1 harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh wajib pajak kuasanya. (3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat 1 harus disampaikan kepada Daerah atau pejabat selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak (4) Bentuk isi dan pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan oleh kepala Daerah. BAB IX PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 46
(1) (2)
Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) Kepala Daerah atau pejabat menetapkan pajak tertuang dengan menerbitkan SKPD atau yang dipersamakan dengan itu. Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan SKPD Pasal 47
(1) (2)
(3)
(4)
(5) (6)
(7)
Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat 1 digunakan untuk menghitung memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang tertuang Dalam jangka waktu 5 (lima ) tahun sesudah saat tertuangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan a. SKPDKB b. SKPDKBT c. SKPDN SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf a diterbitkan : a. Apbila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang tertuang tidak atau kraung bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %(dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat di bayar untuk jangka waktu lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat tertuangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dantelah di tegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat tertuangkannya pajak c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang tertuang dithitung secara jabatan dan kenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus)dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %(dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat tertuangkannya pajak SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru yang semula terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang tertuang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus perseratus) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak tertuang sama besarnya dengan jumlah pajak yang telah distorkan. Apabila kewajiban membayar pajak tertuang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruf a dan b atau tidak sepuhnya dibayar dalam jangka waktu yang ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan. Penambahan jumlah pajak yang tertuang sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dieknakan pada wajib pajak apabila melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan
BAB X TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK Pasal 48 (1) (2) (3) (4)
pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD . Apabila pembayaran pajak diditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat – lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah. Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud apda ayat (1) dan (2) dilakukan dengan menggunakan SSPI Pembayaran pajak dengan sistem pembayaran sendiri, dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah pada tanggal 7, 14, 21 dan 28 berdasarkan SPTPD atau pajak yang telah dipungut dalam masa pajak, bilamana tanggal tersebut jatuh pada hari libur maka jadwal pembayaran dimundurkan pada tanggal berikutnya Pasal 49
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas (2) Kepala Daerah atau pejabat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak tertutang dalam kurun waktu terutama setelah memenuhi persyaratan yang dtentukan. (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut – turut dengan kenakian bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. (4) Kepala Daerah atau pejabat dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persayaratan yang dikenakan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. (5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) danayat (4), ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat. Pasal 50 (1)
Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam bukti penerimaan. (2) Bentuk jenis, isi dan ukuran tanda bukti pembayaran dan bukti penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB XI TATA CARA PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 51
(1) (2) (3)
SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD dicatat buku menurut jenis pajak sesuai dengan NPWPD Besarnya penetapan dan penerimaan pajak dihimpun dalam buku janis pajak dan atas dasar buku jenis dibuat daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan perjenis pajak Berdasarkan daftar penetapan, penerimaan dan tunggakan dibuat laporan realisasi penerimaan dan tunggakan per jenis pajak sesuai dengan masa pajak. BAB XII TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 52
(1) (2) (3)
Surat teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindak pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenisnya, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat. Pasal 53
(1)
Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenisnya, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa. (2) Pejabat menerbitakan Surat paksa segara setalah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis Pasal 54 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat paksa, pejabat segara menerbitkan surat perintah melaskanakan penyitaan. Pasal 55 Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 56 Setalah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segara secara tertulis kepada Wajib pajak
Pasal 57 Bentuk , jenis dan formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh kepala Daerah. BAB XIII PENGURANGAN KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 58 (1) (2)
Kepala Daerah atau Pejabat berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan keringanan dan pembebasan pajak. Tata cara pemberian pengurangannya, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB XIV TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 59
(1) Kepala Daerah atau Pejabat karena jabatannya atas permohonan wajib pajak dapat a. Menerbitkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitanya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung danatau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah . b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang tertuang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak kepada Kepala Daerah atau pejabat selambat – lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal diterima SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas (3) Kepala Daerah atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pembentulan, pembatalan pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan. BAB XV KEBERATAN DAN BANDUNG
Pasal 60 (1)
(2)
(3) (4) (5)
Wajib pajak dapat mengajukan keberatannya hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat atas suatu : a. SKPD b. SKPDKB c. SKPDKBT d. SKPDLB e. SKPDN Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh wajib Pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan. Kepala Daerah atau pejabat dalam rangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Daerah atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini tidak menunda kewajiban membayar pajak Pasal 61
(1) (2)
Wajib pajak padapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya Keputusan Keberatan. Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 62
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XVI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 63 (1)
wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran kepada kepala Daerah atau pejabat secara tertulis dengan menyebutkan sekurang – kurangnya : a. nama dan alamat wajib pajak b. Masa pajak c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak
(2) (3)
(4) (5) (6)
d. Alasan yang jelas Kepala Daerah atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas ) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan, pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Kepala Daerah atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). Apabila Pengembangan kelebihan pembayaran pajak dilakukan stelah lewat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Daerah atau pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 64
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaiamana dimaksud dalam pasal 63 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XVII KADALUARSA Pasal 65 (1) (2)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluarsa setalah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan daerah : Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau b. Ada pengakuan hutang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Pasal 66
(1)
Wajib pajak yang karena tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
(2)
Wajib pajak yang dengan menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang tertuang. Pasal 67
Tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 64 tidak dituntut setelah melampau jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak. BAB XIX PENYIDIKAN Pasal 68 (1)
(2)
(3)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintahan Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibanding perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut c. Meminta keternagan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebutr. d. Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah tersebut. e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen – dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap lahan bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah tersebut g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas seseorang dan atau dokumen yang dibawea sebagaimana dimaksud pada huruf e. h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi j. Menghentikan penyidikan k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancartan panyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertangung jawabkan Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikan kepada penuntut umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 69 (1) (2) (3) (4) (5)
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2002 tentang Pajak Daerah Kota Medan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lgi. Apabila wajib pajak belum membayar atau melunasi pajak terutang yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah yang sebelumnya telah ada maka pajak tersebut ditagih berdasarkan Peraturan Daerah ini. Hal – hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur kemudian dengan Keputusan Kepala Daerah sepanjang menyangkut tehnis pelaksanaannya. Terhadap petugas pemungut atau Dinas Pengelola Pajak Daerah diberikan upah pungut, yang besar dan atat caranya akan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Peraturan Daerah ini disebut Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah Kota Medan.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar supaya setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Medan. Ditetapkan di Medan Pada tanggal 23 Desember 2003 WALIKOTA MEDAN
Dto. Drs. H. ABILLAH, AK, MBA Diundangkan dalam lembaran Daerah Kota Medan Nomor : 1 seri : B Tanggal : 23 Desember 2003 SEKRETARIS DAERAH KOTA MEDAN Drs. H. RAMLI, MM PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 400023264