PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2002. TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Parkir termasuk jenis pajak kabupaten; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir. Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950); 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997, Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang mulai berlakunya Undang-Undang 1950 Nomor 12, 13, 14, dan 15 Dari Hal
Pembentukan
Daerah-daerah
1
Kabupaten
di
Jawa
Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara tanggal 14 Agustus 1950); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138); 6. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Tahun 1997, Nomor 3 Seri D).
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN, MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TENTANG PAJAK PARKIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: a.
Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir.
b.
Tempat parkir adalah tempat yang disediakan untuk menyelenggarakan parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
c.
Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
d.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau, pembayaran pajak obyek pajak dan atau bukan obyek pajak, dan atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
2
e.
Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Bupati.
f.
Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak.
g.
Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
h.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
i.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
j.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2
Dengan nama pajak parkir dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan tempat parkir. Pasal 3 Obyek pajak adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan baik yang disediakan berkaitan pokok usaha maupun yang
3
disediakan sebagai suatu usaha termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Pasal 4 (1)
Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir.
(2)
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. BAB III DASAR PENGENAAN, TARIP DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 5
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Pasal 6 Tarip pajak ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen). Pasal 7 Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarip pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 8 Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah. BAB V MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG Pasal 9 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu bulan takwim.
4
Pasal 10 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di lokasi parkir. BAB VI SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 11 (1)
Setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD.
(2)
SPTPD wajib diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.
(3)
SPTPD wajib disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya masa pajak.
(4)
Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati. BAB VII TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 12
(1)
Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 11, Bupati menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
(2)
Apabila SKPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 13
(1)
Untuk wajib pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 12 digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.
(2)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan: a.
SKPDKB;
b.
SKPDKBT;
5
c. (3)
SKPDN.
SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam huruf a ayat (2) diterbitkan: a.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.
b.
apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak terutangnya pajak.
c.
apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(4)
SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam huruf b ayat (2) diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak dimaksud.
(5)
SKPDN sebagaimana dimaksud dalam huruf c ayat (2) diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(6)
Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ayat (2) tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(7)
Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
6
BAB VIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1)
Pembayaran pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2)
Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke kas daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.
(3)
Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 15
(1)
Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2)
Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3)
Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus dilakukan secara teratur dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4)
Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang dietentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(5)
Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Bupati. Pasal 16
(1)
Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam bukti penerimaan.
7
(2)
Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. BAB IX TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 17
(1)
Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2)
Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak terutang.
(3)
Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat. Pasal 18
(1)
Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.
(2)
Pejabat menerbitkan surat paksa segera setelah lewat 21 (duapuluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Pasal 19
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, Pejabat segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pasal 20 Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
8
Pasal 21 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib pajak. Pasal 22 Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penegihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati. BAB X PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 23 (1)
Bupati berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
(2)
Tata
cara
pemberian
pengurangan,
keringanan
dan
pembebasan
pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. BAB XI KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 24 (1)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2)
Kedaluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila : a.
diterbitkan surat teguran dan surat paksa; dan atau
b.
ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XII PEMERIKSAAN
9
Pasal 25 (1)
Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundangundangan perpajakan daerah dan retribusi.
(2)
Wajib pajak yang diperiksa wajib : a.
memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang.
b.
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. (3)
memberikan keterangan yang diperlukan.
Tata cara pemeriksaan pajak diatur lebih lanjut oleh Bupati. BAB XIII PENYIDIKAN Pasal 26
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a.
menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b.
meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang parpajakan daerah;
d.
memeriksa
buku-buku,
catatan-catatan
dan
dokumen-dokumen
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
10
lain
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
g.
menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf e;
h.
memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan; dan
k.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat polisi negara sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana yang berlaku. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 27
(1)
Wajib pajak yang karena kealpaan tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
(2)
Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana
11
penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. Pasal 28 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Pasal 29 (1) Wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya 4 (empat) kali pajak terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XV PELAKSANAAN Pasal 30 Pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh instansi teknis yang ditetapkan oleh Bupati. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 32 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sleman.
12
Ditetapkan di Sleman. Pada tanggal 22 Agustus 2002. BUPATI SLEMAN, Cap/ttd IBNU SUBIYANTO Dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sleman: Nomor
: 5/K.DPRD/2002
Tanggal
: 22 Agustus 2002
Tentang
: Persetujuan Penetapan 7 (tujuh) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tentang : 1.
Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2.
Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame,
3.
Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Nomor 11 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan,
4.
Pajak Parkir,
5.
Retribusi Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas,
6.
Tarif dan Tatalaksana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah bagi Peserta PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia dan Anggota Keluarganya,
7.
Izin Usaha Jasa Konstruksi, dan
Penundaan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tentang Retribusi Obyek dan Daya Tarik Wisata.
Diundangkan di Sleman. Pada tanggal 9 September 2002 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SLEMAN, Cap/ttd SUTRISNO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI B
13
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2002.
TENTANG PAJAK PARKIR
I.
UMUM
Berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membawa konsekuensi bagi daerah untuk menindaklanjuti dalam bentuk pengaturan-pengaturan di tingkat daerah.
Salah satu tindaklanjut daerah dari amanat dalam undang-undang Nomor 34 Tahun
2000
adalah
adanya
peluang
bagi
daerah
kabupaten
untuk
menyelenggarakan pungutan pajak parkir.
Pajak parkir merupakan amanat ayat (2) Pasal 2 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, yang mana definisi dari pajak parkir Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir, dan pengertian tempat parkir adalah tempat yang disediakan untuk menyelenggarakan parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Dasar alasan pengenaan pajak parkir tentu saja tidak dilatarbelakangi sematamata sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah, akan tetapi pengenaan pajak atas penyelenggaraan parkir ini juga merupakan salah satu implementasi dari
bentuk
pembinaan
dan
pengendalian
pemerintah
daerah
atas
penyelenggaraan tempat-tempat parkir yang dilaksanakan oleh pihak swasta, dan atas dasar pertimbangan-pertimbangan dimaksud maka perlu untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir.
14
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Yang dimaksud dengan wilayah daerah adalah Kabupaten Sleman. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas.
15
Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas.
********************************
16