PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang :
a. bahwa Pemerintah berkewajiban melayani setiap warga masyarakat untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Pemerintah Kabupaten Luwu Timur merupakan Organisasi publik yang dijalankan oleh Lembaga Eksekutif dan diawasi oleh Lembaga Legislatif yang senantiasa melahirkan kebijakan-kebijakan yang berdampak langsung maupun tidak langsung; c. bahwa keterlibatan atau partisipasi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kebijakan publik, akan membangun kemitraan antar Lembaga Eksekutif, Lembaga Legislatif dan publik untuk secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; d. bahwa sebagai upaya untuk menciptakan iklim yang kondusif di daerah dalam hal pelayanan publik agar setiap warga masyarakat mampu memahami hak dan kewajibannya, maka diperlukan payung hukum yang memberi pengaturan secara jelas; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pelayanan Publik dan Partisipasi Masyarakat;
Mengingat:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4270); 1
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undag-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG PELAYANAN PUBLIK PARTISIPASI MASYARAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. 3. Bupati adalah Bupati Luwu Timur. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu Timur, yang selanjutnya disebut DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang struktural kepegawaian Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur. 6. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat Daerah Kabupaten Luwu Timur yang sejalan dengan peraturan perundang-undangan.
2
7. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya di sebut penyelenggara adalah semua unsur kepegawaian struktural di kepemerintahan Daerah Kabuapten Luwu Timur. 8. Publik adalah seluruh elemen orang perseorangan baik secara individu maupun kelompok yang bertempat tinggal di Kabupaten Luwu Timur. 9. Prosedur adalah urutan langkah-langkah mulai dari proses perencanaan sampai selesainya pelaksanaan dari setiap kegiatan. 10. Prosedur berdampak publik adalah segala prosedur pengelolaan Pemerintahan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta lembaga-lembaga lainnya yang menggunakan dana pemerintah. 11. Badan Publik adalah penyelenggara pemerintahan di Daerah, Legislatif dan lembaga-lembaga lain yang yang menggunakan dana atau melakukan perjanjian pemberian kerja dengan pemerintah serta lembaga-lembaga yang menerima dan menggunakan dana dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 12. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan secara aktif setiap warga atau kelompok publik dalam proses perencanaan pembangunan, perumusan dan pengawasan kebijakan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pembinaan masyarakat. 13. Kebijakan daerah adalah aturan, arahan, acuan ketentuan dan pedoman dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, Keputusan Bupati/Bupati, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 14. Persentase kepuasan publik merupakan analisis data dan informasi menyangkut tingkat kepuasan masyarakat yang dihasilkan dari analisis ilmiah dengan merujuk kepada tinggi rendahnya asumsi masyarakat tentang harapan dan kebutuhan yang didapatkan publik dari penyelenggara pelayanan publik terhadap masyarakat. 15. Komisi pelayanan publik merupakan lembaga yang berfungsi sebagai sosial kontrol, baik dalam hal menerima pengaduan maupun dalam menyelesaikan sengketa pelayanan publik dan tentunya bersifat independen. 16. Sengketa pelayanan publik merupakan permasalahan yang timbul akibat dari kegagalan atau kelalaian penyelenggara dalam hal pelayanan terhadap publik yang berakibat kerugian terhadap publik. 17. Proses aduan publik merupakan proses kegiatan yang tersistematis dan terukur sesuai tingkat kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sengketa publik yang dimaksud. BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Asas Pasal 2
Peraturan Dearah ini disusun berdasarkan atas asas: a. profesionalisme; b. kepentingan Umum; c. partisipatif; d. kemudahan; e. kecepatan; dan 3
f. ketepatan Waktu. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3
Perda pelayanan publik ini bertujuan untuk: a. memberikan jaminan akan hak dan kewajiban serta kewenangan semua elemen yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik. b. mewujudkan tata laksana penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
pelayanan
publik
Bagian ketiga Ruang Lingkup Pasal 4
Ruang lingkup pelayanan publik meliputi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah, baik yang berorientasi profit maupun non profit. BAB III JENIS DAN KATEGORI SIFAT PELAYANAN Pasal 5
Jenis-jenis pelayanan publik yang diatur: a. pelayanan administrasi yang mengatur tentang segala hal yang terkait tentang dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, baik untuk kepentingan di dalam daerah maupun untuk kepentingan diluar daerah. b. pelayanan dalam bidang jasa yang mengatur tentang berbagai bentuk pelayanan jasa yang diperlukan oleh publik. Pasal 6
Kategori sifat pelayanan adalah : a. pelayanan terbuka untuk mendapatkan pelayanan secepatnya kepada publik tatkala sangat beralasan untuk dipercepat. b. pelayanan bertahap/berjenjang untuk mendapatkan pelayanan yang memberikan tempo beberapa hari kepada publik dengan alasan keterbatasan sarana dan prasarana layanan yang dibutuhkan. c. pelayanan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b selanjutnya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan/atau Keputusan Bupati. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN PUBLIK DAN PENYELENGGARA Bagian Pertama Hak Publik Pasal 7 Publik berhak: a. memperoleh informasi tentang kebijakan Pelayanan Publik; b. menerima pelayanan yang baik serta turut berpartisipasi dalam perencanaan dan perumusan tata laksana pelayanan kebijakan publik yang baik;
4
c. mendengarkan, mengetahui, mengusulkan penetapan kebijakan publik; dan
proses perumusan dan
d. menyampaikan dan menyebarluaskan informasi dalam rangka proses sosialisasi dan partisipasi. Bagian Kedua Kewajiban Publik Pasal 8 Publik dalam melaksanakan partisipasinya wajib berlaku tertib dan mematuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Hak Penyelenggara Pasal 9 Penyelenggara memiliki hak: a. memberikan pelayanan tanpa di hambat pihak lain yang bukan wewenang/ tugasnya. b. melakukan kerjasama dan tidak mendapat tekanan dari publik. c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayanan publik. d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang telah dilaksanakan. e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan . Bagian Keempat Kewajiban Penyelenggara Pasal 10 Penyelenggara memiliki kewajiban: a. memberikan pelayanan yang sistematis sesuai dengan standar dan mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. memberikan pelayanan yang mengedepankan kepentingan daripada kepentingan golongan maupun kelompok;
umum
c. memberikan pelayanan yang tidak merugikan kepentingan umum; d. memberikan pelayanan yang efisien kepada publik; e. memberikan pelayanan yang relevan dengan kebutuhan yang diinginkan publik; f. melakukan sosialisasi publik tentang aturan dan mekanisme pelayanan publik yang sah menurut peraturan perundang-undangan; dan g. mengarahkan publik untuk ikut menyukseskan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dengan memahami hak dan kewajiban publik. Bagian Kelima Perilaku Penyelenggara Dalam Pelayanan Publik Pasal 11 Perilaku Penyelenggara adalah : a. adil dan tidak diskriminatif/tidak membeda-bedakan; b. cermat, santun dan ramah; 5
c. profesional; d. tidak mempersulit; e. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; f. menjunjung tinggi penyelenggara;
nilai
akuntabilitas
dan
integritas
institusi
g. tidak menginformasikan dokumen yang wajib di rahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan h. sesuai dengan kepantasan dan tidak menyimpang dari prosedur. Bagian Keenam Biaya Pelayanan Publik Pasal 12 Terkait dengan penetapan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat memperhatikan hal-hal di bawah ini: a. kemampuan masyarakat yang membutuhkan pelayanan publik. b. ketika bentuk pelayanan tersebut terkait mengenai barang atau jasa harus mengikuti standar harga yang ada di daerah. c. pembebanan biaya, sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberlakukan pengurangan atau bahkan gratifikasi apabila sudah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V INFORMASI YANG WAJIB DIKETAHUI PUBLIK Bagian Pertama Penyampaian Informasi Pasal 13 Untuk mewujudkan pelayanan informasi publik yang profesional dan akuntabilitas maka setiap badan publik wajib: a. menunjuk petugas dokumentasi dan informasi; b. membuat dan memiliki sistem penyediaan informasi yang dapat mewujudkan ketersediaan dan pelayanan secara jelas, cepat dan tepat waktu; dan c. membuka akses informasi bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi publik. Pasal 14 Agar partisipasi publik dapat berjalan efektif, penyelenggara pemerintah daerah wajib mengumumkan secara luas dan terbuka prosedur pelibatan publik sesuai dengan mekanisme yang berlaku. BAB VI PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN Bagian Pertama Proses Pengambilan Kebijakan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Pasal 15 (1) Rapat di lingkungan pemerintah daerah jika menyangkut kebijakan publik dapat terbuka untuk umum. (2) Apabila agenda rapat menyangkut kebijakan khusus pemerintah daerah Kabupaten Luw Timur maka rapat tidak dapat di buka untuk umum dan kemudian hasilnya dapat di informasikan kepada publik. 6
(3) Rapat-rapat baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi yang diselenggarakan di Daerah, apabila diatur secara khusus oleh pemerintah Pusat dan Provinsi diberlakukan sama dengan rapat-rapat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. (4) Pada proses pengambilan keputusan yang erat kaitannya dengan kebijakan pelayanan publik, maka rapat tersebut dapat melibatkan unsur publik. Bagian Kedua Proses Pengambilan Kebijakan Dalam Lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 16 (1) Rapat di lingkungan DPRD membahas tentang pelayanan publik dapat melibatkan publik umum secara aktif dalam batas penyampaian ide dan gagasan. (2) Mekanisme rapat DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur dalam tata tertib DPRD. (3) Segala bentuk keputusan dan laporan dapat diakses oleh publik, sepanjang tidak menimbulkan polemik ditubuh Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur. BAB VII PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK Pasal 17 (1) Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. (2) Yang dimaksud dengan pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengawasan oleh atasan perundang-undangan;
langsung
sesuai
dengan
peraturan
b. pengawasan oleh pengawas fungsional dalam lingkup struktural. (3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh DPRD. BAB VIII HAK DAN WEWENANG PENGAWAS Bagian Pertama Hak Pengawas Pasal 18 (1) Pengawas penyelenggaraan pelayanan publik, internal maupun eksternal berhak melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. (2) Materi pengaduan ditetapkan oleh DPRD selaku pengawas eksternal yang meliputi: a. identitas pengadu; b. prosedur pengaduan; dan c. petunjuk tekhnis pemantauan dan evaluasi pengaduan dan penetapan sanksi kepada penyelenggara pelayanan publik.
7
Bagian Kedua Wewenang Pengawas Pasal 19 Wewenang Pengawas meliputi: a. pengawas internal melakukan evaluasi kinerja penyelenggara pelayanan publik setiap saat dan pengawas eksternal setiap 3 bulan sekali. b. jika ditemukan pengaduan maka pengawas eksternal penyelenggara pelayanan publik dapat segera mungkin untuk melakukan evaluasi. BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 20 (1) Partisipasi publik/masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat bermula pada perencanaan standar pelayanan yang diprogram oleh pemerintah daerah pada tahun yang telah berjalan maupun program yang akan ditetapkan oleh DPRD Kabupaten Luwu Timur pada tahun kedepannya, namun partisipasi ini hanya bersifat penyampaian ide dan gagasan yang dituangkan melalui surat maupun audensi secara pribadi ke DPRD sebagai perwakilan aspirasi rakyat. (2) Penjelasan ayat (1) dapat dijabarkan secara luas sesuai dengan interpretasi dan kesepakatan forum di DPRD Kabupaten Luwu Timur. (3) Mekanisme penyampaian ide dan gagasan tentang penyelenggaraan pelayanan publik akan diatur oleh DPRD Kabupaten Luwu Timur. BAB X KOMISI PELAYANAN PUBLIK Bagian Pertama Pembentukan Pasal 21 Untuk memaksimalkan efektifnya penanganan aduan dan sengketa pelayanan publik maka perlu untuk membentuk komisi yang bersifat independen yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah . Bagian Kedua Tugas dan Wewenang Pasal 22 (1) Komisi pelayanan publik yang telah terbentuk bertugas sebagai sosial kontrol secara terbuka dan aspiratif. (2) Dapat menerima aduan dari publik, melakukan verifikasi dan investigasi lapangan dan meneruskan sampai ke tahap penyelesaian sengketa publik. (3) Memberikan laporan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk, terkait tentang penyelesaian sengketa pelayanan publik serta tembusan kepada DPRD. (4) Membuat dan memberikan laporan pertanggungjawaban akhir masa jabatan. Pasal 23 Komisi pelayanan publik mempunyai kewenangan: a. meminta data dan informasi penyelenggara pelayanan publik;
secara
lisan
dan
tulisan
kepada
8
b. meminta laporan tertulis tentang tindak lanjut aduan dari masyarakat kepada penyelenggara pelayanan publik; c. melahirkan beberapa rekomendasi kepada penyelenggara pelayanan publik secara lisan dan tulisan dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan; dan d. menuntaskan sengketa yang telah berjalan. Bagian Ketiga Keanggotaan dan Kesektariatan Pasal 24 Komisi pelayanan publik beranggotakan 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur Akademisi, LSM, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Pers dan ditetapkan melalui uji kelayakan. Pasal 25 Komisi pelayanan publik berkedudukan di ibukota Kabupaten. Bagian Keempat Masa Jabatan dan Status Keanggotaan Pasal 26 Masa jabatan anggota komisi pelayanan publik selama 5 (lima) tahun. Pasal 27 Status keanggotaan Komisi Pelayanan Publik dinyatakan berakhir, apabila: a. mengundurkan diri dari tugas; b. meninggal dunia; dan/atau c. terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Bagian Kelima Struktur Organisasi Pasal 28 (1) Struktur organisasi komisi pelayanan publik terdiri dari ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota yang dipilih dari anggota komisi. (2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komisi pelayanan publik dibantu oleh 2 (dua) orang staf yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Keenam Pengaduan Pasal 29 (1) Komisi pelayanan publik wajib menyediakan sarana pengaduan yang bersifat online dan operator yang profesional dibidangnya. (2) Operator dan/atau staf berkewajiban menyampaikan pengaduan yang masuk kepada anggota komisi pelayanan publik. (3) Komisi pelayanan publik wajib menginformasikan call center pengaduan pelayanan publik kepada masyarakat.
9
Bagian Ketujuh Mekanisme Pengaduan Pasal 30 Pengaduan yang telah masuk akan diproses secara sistematis oleh komisi pelayanan publik dengan asumsi: a. Pengaduan dapat disampaikan secara individu maupun kelompok dengan mengedepankan asas keterbukaan. b. Pengaduan yang dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari sejak pengadu menerima pelayanan publik yang telah diatur pada pasal 30. c. Pengaduan disampaikan melalui call center atau datang langsung ke sekretariat yang telah disediakan dengan menyebutkan: a. nama dan alamat lengkap; b. uraian masalah yang didapatkan; c. solusi kongkrit yang diinginkan; d. dan mengirimkan surat aduan ke DPRD selaku pengawas eksternal dengan melampirkan uraian bukti-bukti bila ada; e. pihak operator call center penyelenggara komisi pelayanan publik berkewajiban memberikan bukti pengaduan berupa registrasi aduan yang bersifat online. Bagian Kedelapan Penyelesaian Pengaduan Pasal 31 (1) Dalam memeriksa materi pengaduan Komisi Pelayanan wajib berpedoman pada prinsip independen, non diskriminatif dan tidak memungut biaya. (2) Pengawas internal maupun eksternal saling penyelesaian pengaduan yang sudah diterima.
berkoordinasi
dalam
(3) Komisi Penyelenggaraan Pelayanan Publik wajib memutuskan hasil evaluasi pengaduan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap. (4) Hasil keputusan yang dimaksud pada ayat (3) wajib diinformasikan kepada pengadu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diputuskan. BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 32 (1) Penyelenggara yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 10 dikenai sanksi teguran tertulis secara berturut turut dengan tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan. (2) Penyelenggara yang tidak mengindahkan, sebagaimana yang dimaksud dengan ayat (1) dapat dikenakan sanksi yang lebih tinggi sesuai dengan Peraturan Perundang undangan .
10
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 33 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua penyelenggaraan pelayanan publik di daerah ini harus sejalan dengan asas dan prinsip prilaku penyelenggaraan pelayanan publik. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Peraturan daerah ini, diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 35 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur.
Ditetapkan di Malili pada tanggal 31 Desember 2011 BUPATI LUWU TIMUR,
ANDI HATTA M.
Diundangkan di Malili pada tanggal 31 Desember 2011 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR,
BAHRI SULI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR TAHUN 2011 NOMOR 40
11
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DAN PARTISIPASI MASYARAKAT I.
UMUM Esensi dasar dari keberadaan pemerintah adalah untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban (maintain law and order) serta sebagai instrumen untuk mensejahterakan rakyat. Esensi yang universal tersebut juga secara eksplisit nampak dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi ”Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Ketentuan tersebut secara eksplisit mengamanatkan bahwa tugas pokok Pemerintah disemua tingkatan adalah untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban serta kesejahteraan seluruh rakyat. Demikian pula dengan Pemerintah Daerah (Pemda) mengemban misi mensejahterakan rakyat. Strategi pengembanan misi dimaksud adalah peningkatan indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) yang dapat diukur melalui keberhasilan perbaikan kondisi kesehatan, pendidikan, pendapatan masyarakat, kondisi lingkungan dst. Untuk mencapai tingkatan indeks pembangunan manusia Indonesia yang lebih tinggi kata kuncinya adalah ”pelayanan publik” (public services) yaitu sejauhmana kemampuan Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya secara optimal. Pelayanan publik yang disediakan Pemerintah Daerah seyogianya sesuai dengan kebutuhan rakyat itu sendiri. Itu berarti, tiap Daerah akan mempunyai keunikan sendiri-sendiri baik dari aspek penduduk, maupun karakter geografisnya. Masyarakat pantai dengan mata pencarian utama di perikanan akan berbeda dengan masyarakat pegunungan, ataupun masyarakat pedalaman, masyarakat daerah pedesaan akan berbeda kebutuhannya dengan masyarakat perkotaan. Pada dasarnya kebutuhan rakyat dapat dikelompokkan kedalam dua hal yaitu, (1). Kebutuhan dasar (basic needs) seperti air, kesehatan, pendidikan, lingkungan, keamanan, dsb dan (2). Kebutuhan pengembangan sektor unggulan (core competence) masyarakat seperti pertanian, perkebunan, perdagangan, industri dsb, sesuai dengan karakter daerah masing-masing. Daerah dalam konteks otonomi harus mempunyai kewenangan untuk mengurus urusan-urusan yang berkaitan dengan kedua kelompok kebutuhan di atas. Kelompok kebutuhan dasar adalah hampir sama di seluruh Indonesia, hanya gradasi kebutuhannya saja yang berbeda. Sedangkan kebutuhan pengembangan usaha penduduk sangat erat kaitannya dengan karakter daerah yang terbentuk dari sintesis antara PDRB (Product Domestic Regional Bruto), pola pemanfaatan lahan dan mata pencaharian penduduk. Berbeda dengan negara maju dimana pembangunan usaha masyarakat sebagian besar sudah dijalankan oleh pihak swasta, namun Indonesia sebagai negara berkembang, peran pemerintah masih sangat diharapkan untuk menggerakkan usaha masyarakat. Pemerintah masih 12
diposisikan sebagai penggerak utama (prime mover) pembangunan disegala bidang. Untuk itu maka kewenangan untuk menggerakkan usaha masyarakat pada sektor ekonomi masih sangat diharapkan peran Pemerintah; oleh karena itu Pemerintah Daerah disamping mempunyai kewenangan (otonomi) untuk menyediakan pelayanan kebutuhan dasar (basic services) juga mempunyai kewenangan untuk pengembangan sektor unggulan daerah (local core competence), seperti urusan pertanian, industri, perdagangan dan lain-lain. Motivasi dasar yang melatar belakangi pemberian kewenangan atau urusan pemerintahan kepada daerah, harus diterjemahkan menjadi kewenangan untuk ”melayani” sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan kebutuhan masyarakat adalah kebutuhan pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs) dan kebutuhan pengembangan sektor unggulan (core competence). Dengan demikian daerah memerlukan kewenangan (isi otonomi) yang memungkinkan daerah mampu menyediakan pelayanan pemenuhan kebutuhan pokok (basic services) dan kewenangan untuk melayani pengembangan sektor unggulan (core competence). Ada dua varian dari pelayanan yaitu pelayanan untuk menghasilkan barang dan jasa (public goods) yang secara langsung atau memprasyarati terciptanya kesejahteraan masyarakat seperti penyediaan jalan, terminal, jembatan, pasar, sekolah, irigasi, rumah sakit dan lain-lain yang dibutuhkan masyarakat; serta pelayanan menghasilkan peraturan (public regulations), berupa berbagai peraturan daerah yang dikeluarkan Pemerintah Daerah, seperti mewajibkan penduduk mempunyai akta perkawinan, akta kelahiran, KTP, KK, IMB, dan sebagainya yang pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan ”law and order” (ketenteraman dan ketertiban) dalam masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa betapapun luasnya otonomi yang diberikan kepada daerah, haruslah otonomi tersebut memungkinkan daerah mempunyai kewenangan untuk menghasilkan public goods dan public regulation yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Pelayanan publik merupakan pilar penyelenggaraan Pemerintahan yang berbasis kerakyatan. Jajaran birokrasi Pemerintahan di Kabupaten Luwu Timur sesungguhnya secara substansial telah terbangun pemahaman untuk mewujudkan pelayanan publik (public service) yang sesuai dengan koridor tata kelola Pemerintahan yang baik (good governance); namun pada tataran implementasinya belum menampakkan tata kelola Pemerintahan yang berorientasi pelayanan kepada masyarakat. Secara empirik penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur Pemerintah di Kabupaten Luwu Timur dewasa ini masih ditemukan banyak kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Dalam pemberian pelayanan masih sering ditemukan keluhan masyarakat yang disampaikan baik secara langsung maupun melalui media massa sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dalam menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik dalam praktiknya masih jauh dari harapan masyarakat. Kenyataan ini menjadi alasan fundamental lahirnya keinginan untuk menyusun perangkat hukum dalam rangka membangun pelayanan kepada publik (publik servicer) yang mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, akuntabiltas, responsibilitas diatas landasan paradigma baru yang menempatkan birokrasi bukan sebagai penguasa tetapi lebih sebagai pelayan masyarakat.
13
Sehubungan dengan itu, maka Peraturan Daerah tentang Pelayanan Publik dan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Luwu Timur secara jelas hendak meneguhkan konstruksi birokrasi sebagai pelayan publik (civil servants) yang berposisi sebagai pengabdi rakyat. Konstatasi demikian secara yuridis, lazimnya menciptakan hubungan hukum yang masuk pada wilayah hubungan penyelenggara pemerintahan dengan rakyat. Pada tataran demikian pelayan publik terkualifikasi dalam organisasi birokrasi yang harus berkiprah secara fungsional dalam melaksanakan tugasnya yang berorientasi pada aspek operasional pelayanan masyarakat. Kehendak kolektif untuk membangun pelayanan publik yang mengimplementasikan prinsip-prinsip good governance dengan tingkat profesionalitas tinggi, tentunya mutlak diformulasikan dalam bentuk produk hukum berupa Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Partisipasi Masyarakat sebagai pengejewantahan dari peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Peraturan Daerah ini secara praktis adalah produk dari kebijakan yang hendak menjadikan pelayanan publik yang benar-benar merakyat (demi rakyat). Dengan demikian, secara yuridis maupun secara filosofis Peraturan Daerah ini dibuat bukan untuk peraturan itu sendiri, tetapi pada akhirnya untuk kepentingan masyarakat luas. Hal tersebut menandakan bahwa pembentukan Peraturan Daerah ini telah berupaya semaksimal mungkin untuk mendasarkan pada pemikiran dan argumentasi keilmuan maupun praktek hukum, demi terbangunnya pelayanan publik yang berwatak kerakyatan serta berwawasan kepemerintahan yang baik dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dikontrol oleh kekuatan-kekuatan politik atau organisasi massa; namun apabila kekuatan-kekuatan politik dan organisasi massa yang ada kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi agregasi dan artikulasi kepentingan masyarakat, apalagi tidak ditunjang adanya peluang untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan (rule making) dan pengontrolan pelaksanaan keputusan, maka hal ini dapat mengakibatkan kekuasaan birokrasi menjadi semakin tidak terkontrol. Birokrasi yang tidak terkontrol akan memungkinkan aparat dapat dengan leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi, sehingga dapat mengkokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan negara. Oleh karena itu, perlu adanya alat pengendali bagi aparat birokrasi dalam menggunakan kekuasaannya berupa peraturan yang mengatur dan mengikat setiap penyelenggara pemerintahan di daerah ini. Selanjutnya, apabila penyelenggara pemerintahan berkehendak menyatukan tindakan dan kebijaksanaan dengan tata nilai yang hidup dan berkembang dimasyarakat, maka aparat birokrasi haruslah sensitif, responsif, dan akuntabel. Sensitifitas dan responsibilitas pada dasarnya merupakan wujud sikap tanggung jawab aparat birokrasi terhadap kepentingan masyarakat. Sedangkan akuntabilitas atau tanggung gugat merupakan perwujudan tanggung jawab publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, pada dasarnya pengertian tanggung gugat itu sendiri memiliki dua dimensi. Pertama, berupa pemberian kewenangan kepada aparat birokrasi untuk menjalankan kekuasaannya, dan Kedua, berupa pemberian keleluasaan kepada masyarakat untuk mengontrol kerja aparat birokrasi. Dengan demikian, pelaksanaan tugas aparat 14
birokrasi sebenarnya merupakan hubungan timbal balik antara kekuasaan yang dimiliki dengan tanggung gugat yang harus diberikan kepada masyarakat. Berdasarkan pemikiran demikian, maka dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan konsep tanggung gugat terdapat tiga aspek yang sangat menonjol, yakni (a) setiap pejabat pada masing-masing tingkat managerial harus memiliki tanggung jawab yang lebih besar, (b) setiap aparat birokrasi harus memiliki sikap responsif terhadap segala permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan prioritas; dan (c) setiap aparatur harus memiliki komitmen yang besar pada nilai dan standar moralitas yang tinggi dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan bagi kepentingan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pelayanan Publik dan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Luwu Timur.
II. PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 sampai dengan Pasal 35 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 60
15