PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang
:
a.
b.
c. Mengingat
bahwa hutan hak di Bulukumba memiliki peran dan fungsi ekologi dan ekonomi yang sangat signifikan, yaitu menjaga dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu perlu upaya-upaya pengendalian degradasi hutan hak dalam bentuk pengaturan, pembinaan dan pengendalian terhadap usaha-usaha pemanfaatan hutan hak; bahwa peraturan daerah Kabupaten Bulukumba tentang pengelolaan hutan hak dan hasil hutan bukan kayu yang ada selama ini perlu ditinjau kembali, untuk disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan peraturan perundang-undangan yang baru; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang pengelolaan hutan hak;
: 1. 2.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2004; 7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 10. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 1
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaiman telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembarang Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang Kehutanan kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3769); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4969); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 4 Tahun 2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam Lingkup Pemerintah Daerah Kab. Bulukumba (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 4 Seri D); 18. Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 10 Tahun 2005 tentang transparansi dan partisipasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Kab. Bulukumba (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 10); 19. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 02 Tahun 2006 tentang Penerimaan Sumbangan pihak ketiga kepada Daerah; 20. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 02 Tahun 2007 tentang PokokPokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA dan BUPATI BULUKUMBA MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN HUTAN HAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bulukumba. 2. Bupati adalah Bupati Bulukumba. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 2
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16.
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
24. 25. 26.
Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba. Instansi teknis adalah Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang dibentuk berdasarkan aturan yang berlaku dan ditunjuk serta diberikan tugas dalam memberikan pelayanan dibidang kehutanan. Kepala SKPD adalah Kepala SKPD yang diberi tugas dibidang kehutanan. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kas umum daerah adalah Kas umum daerah Kabupaten Bulukumba. Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut BPN adalah Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bulukumba. Kelompok tani adalah sekumpulan orang yang melakukan usaha dibidang kehutanan. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau badan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama atau bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, kongsi, koperasi, yayasan dan organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya. Sumbangan adalah pembayaran yang dilakukan oleh orang atau badan usaha yang telah menerima pelayanan pemberian izin usaha kehutanan. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada diluar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas/titel hak atas tanah. Hutan hak berfungsi konservasi adalah kawasan hutan hak dengan cirri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan hak berfungsi lindung adalah kawasan tertentu yang terletak pada areal kiri kanan sempadan sungai/mata air dan kemiringan tertentu yang karena keadaan dan sifat fisik wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidroorologis yaitu mengatur tata air, mencegah bajir dan erosi, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah. Hutan hak berfungsi produksi adalah kawasan hutan hak yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Pengelolaan adalah upaya terpadu pemanfaatan hutan yang meliputi tahap pemetaan, inventarisasi, perencanaan, pemungutan/pemanenan, pemanfaatan, pengusahaan, pengawasan, dan pengendalian. Pemanfaatan hutan hak adalah bentuk kegiatan/usaha untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan hak untuk kesejahteraan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan pemanfaatan jasa lingkungan. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya Pemanfaataan hasil hutan bukan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak megurangi fungsi pokok hutan. Pemanfaataan jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dalam hutan hak dengan tidak merusak lingkungan dan tidak megurangi fungsi pokok hutan. Izin Pemanfaatan Hutan Hak adalah Izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang diberikan kepada orang pribadi atau Badan untuk melakukan usaha pemanfaatan hutan hak yang terdiri atas izin pemanfaatan hasil hutan kayu, izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan izin pemanfaatan jasa lingkungan. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disebut IUPHHK adalah Izin usaha untuk melakukan pengambilan hasil hutan kayu meliputi pemanenan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran untuk jangka waktu dan volume tertentu dalam hutan hak. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disebut IUPHHBK adalah Izin usaha yang diberikan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu antara lain rotan, madu, buahbuahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan dan lain sebagainya dalam hutan hak. Izin Usaha Pemanfaataan Jasa Lingkungan yang selanjutnya disebut IUPJL adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dalam hutan hak dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. 3
27. 28. 29. 30. 31. 32.
33.
34. 35. 36. 37.
Kayu Bulat Rakyat adalah Kayu dalam bentuk gelondongan yang berasal dari pohon yang tumbuh diatas hutan hak dan atau lahan masyarakat. Moratorium pemanfaatan hutan hak adalah ketetapan Bupati melakukan jedah tebang/membatasi penebangan kayu pada wilayah tertentu yang berdasarkan analisa dampak lingkungan, akan terjadi kerawanan sosial terhadap masyarakat umum. Penerbit Surat Keterangan Pengangkutan Sahnya Hasil Hutan adalah pejabat yang ditetapkan untuk menerbitkan dokumen Surat Keterangan Pengangkutan Sahnya Hasil Hutan oleh Pejabat yang berwenang. Surat Keterangan Pengangkutan Sahnya Hasil Hutan, adalah dokumen resmi yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku. Kayu Olahan adalah kayu yang telah diubah bentuknya dari bahan baku kayu bulat dan atau bahan lainnya melalui proses pengolahan seperti gergajian, moulding, plywood, veneer, dan sebagainya. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sumbangan pengusaha kepada Daerah dan untuk tujuan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disebut Penyidik adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan pemerintah Kabupaten Bulukumba yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba yang memuat ketentuan pidana. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Pemanfaatan lahan dibawah tegalan adalah......... Subyek sumbangan adalah.............. Obyek sumbangan adalah........... BAB II HUTAN HAK Paragraf Kesatu Status dan Fungsi Pasal 2
(1) Tanah yang telah dibebani alas titel atau hak atas tanah berupa sertifikat hak milik, hak guna usaha atau hak pakai, dapat ditunjuk sebagai Hutan hak sesuai dengan fungsinya. (2) Fungsi hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu: a. fungsi konservasi; b. fungsi lindung; dan c. fungsi produksi. (3) Penunjukan fungsi hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada RTRW melalui proses sebagai berikut : a. inventarisasi hutan hak; b. pemetaan hutan hak; dan c. penunjukan hutan hak. Paragraf Kedua Inventarisasi dan Penunjukan Hutan Hak Pasal 3 (1) Inventarisasi hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dilakukan melalui survey mengenai keadaan fisik, kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat dengan melibatkan pemegang hak. (2) Inventarisasi hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi teknis. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi hutan hak akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. 4
Pasal 4 (1) Berdasarkan peta RTRW dan hasil inventarisasi hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Kepala SKPD menyiapkan peta hutan hak. (2) Berdasarkan peta hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menunjuk hutan hak. (3) Tatacara penunjukan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Paragraf Ketiga Perubahan Status Pasal 5 (1) Hutan hak yang berfungsi konservasi dan lindung dapat diubah statusnya menjadi kawasan hutan. (2) Bupati mengajukan usulan perubahan status hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Kehutanan setelah ada kesepakatan dengan pemegang hak dan pihak-pihak yang terkait serta mendapat rekomendasi dari Gubernur. (3) Menteri Kehutanan menetapkan hutan hak yang berfungsi konservasi dan/atau lindung sebagai kawasan hutan negara apabila usulan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui. (4) Dalam hal hutan hak ditetapkan statusnya menjadi kawasan hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah memberikan kompensasi kepada pemegang hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf Keempat Pengelolaan Hutan Hak Pasal 6 (1) Pengelolaan Hutan hak dilakukan oleh pemegang hak tanah. (2) Dalam hal terdapat hutan hak yang kosong/kritis dan Berdasarkan RTRW yang mempunyai fungsi sebagai hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi, maka pemegang hak wajib menghijaukan dengan tanaman kayu-kayuan/perkebunan dengan pola agroforestry. (3) Orang pribadi, kelompok tani, atau badan usaha yang mengelola hutan hak dengan hak-hak masyarakat sesuai hukum adat, dapat diberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) oleh BPN. Pasal 7 (1) Dalam hal hutan hak yang telah ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dan/atau dihijaukan dengan tanaman kayu-kayuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) sebagai fungsi konservasi, lindung atau produksi, maka Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif kepada pemegang hak. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan motivasi pemegang hak dan/atau masyarakat baik secara individu maupun kelompok untuk mempertahankan hutan hak agar tetap berfungsi konservasi, lindung, dan atau produksi. (3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan program dan kemampuan Daerah. (4) Insentif sebagaiman dimaksud pada ayat (3), dapat diberikan melalui prioritas program pembangunan daerah, antara lain: subsidi, pinjaman lunak, kebijakan fiskal, pengaturan, kegiatan bibit desa, kemudahan pelayanan dan pendampingan. Paragraf Kelima Pemanfaatan Hutan Hak Pasal 8 (1) Pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya. 5
(2) Pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi pemegang hak dengan tidak mengurangi fungsi pokok hutannya. (3) Pemanfaatan hutan hak dapat berupa pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pemanfaatan jasa lingkungan. Pasal 9 (1) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi konservasi dapat berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu dan pemanfaatan jasa lingkungan. (2) Pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa: a. mengambil rotan; b. mengambil madu; c. mengambil tanaman obat-obatan; d. mengambil buah dan aneka hasil hutan lainnya; dan e. Perburuan satwa liar yang tidak dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa: a. usaha wisata alam; b. usaha olah raga dan tantangan; c. usaha pemanfaatan air; d. usaha perdagangan karbon; atau e. usaha penyelamatan hutan dan lingkungan. (4) Dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan hak yang berfungsi konservasi dilarang: a. engambil komoditas yang menjadi ciri khas tertentu dengan fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya; b. menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; c. menebang pohon; d. membangun sarana dan prasarana permanen; e. mengganggu fungsi konservasi; f. mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas hutan hak yang berfungsi konservasi; dan g. menambah jenis tumbuhan yang tidak asli. Pasal 10 (1) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dapat berupa pemanfaatan lahan, pemungutan hasil hutan bukan kayu dan pemanfaatan jasa lingkungan. (2) Pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa: a. pemanfaatan lahan dibawah tegakan; b. usaha budidaya tanaman obat; c. usaha budidaya tanaman hias; d. usaha budidaya tanaman jamur; e. usaha budidaya perlebahan; f. usaha perbenihan tanaman hutan; g. usaha budidaya sarang burung walet; atau h. usaha pemanfaatan kayu dengan system Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). (3) Pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain berupa : a. mengambil rotan; b. mengambil madu; c. mengambil buah dan aneka hasil hutan lainnya; atau d. perburuan satwa liar yang tidak dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antaralain berupa : a. usaha wisata alam; b. usaha olah raga dan tantangan; c. usaha pemanfaatan air; d. usaha perdagangan karbon; atau e. usaha penyelamatan hutan dan lingkungan. (5) Dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dilarang: a. menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; b. membangun sarana dan prasarana permanen; 6
c. menggangu fungsi lindung; d. mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas hutan hak yang berfungsi lindung; atau e. mengubah bentang alam dan lingkungan. Pasal 11 (1) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi produksi dapat berupa: a. pemanfaatan hasil hutan kayu; b. pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan c. pemanfaatan jasa lingkungan. (2) Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan dan pemasaran. (3) Pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antaralain berupa: a. usaha Budidaya tanaman kayu-kayuan sejenis; b. usaha Budidaya tanaman kayu-kayuan berbagai jenis; dan c. usaha Budidaya tanaman campuran kayu-kayuan dengan tanaman perkebunan (pola agroforestry). (4) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b anatara lain berupa: a. usaha budidaya tanaman obat; b. usaha budidaya tanaman hias; c. usaha budidaya tanaman pangan; d. usaha budidaya tanaman penghasil buah, getah, dan minyak atsiri; e. usaha budidaya tanaman rotan dan bambu; f. usaha budidaya jamur; g. usaha budidaya perlebahan; h. usaha budidaya sarang burung walet; i. usaha budidaya pesuteraan alam; j. usaha perbenihan tanaman hutan; dan k. usaha Penangkaran satwa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antaralain berupa: a. usaha wisata alam; b. usaha olahraga tantangan; c. usaha perdagangan karbon (carbon trade); d. usaha penyelamatan hutan dan lingkungan; dan e. usaha Pemanfaatan air. Paragraf Keenam Peredaran Hasil Hutan Hak Pasal 12 (1) Semua hasil hutan yang berasal dari hutan hak, yang dikuasai, dan/atau dimiliki, yang akan diangkut wajib dilengkapi dengan Surat Keterangan Pengangkutan hasil hutan yang berlaku sebagai Surat Keterangan Sahnya hasil hutan. (2) Surat keterangan pengangkutan hasil hutan diterbitkan oleh pejabat yang ditunjuk dimana hasil hutan tersebut ditebang dan akan diangkut. (3) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Pejabat yang berwenang berdasarkan usulan kepala SKPD. Pasal 13 (1) Pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas kebenaran isi dan penggunaan Surat Keterangan yang diterbitkan. (2) Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) setiap bulan wajib melaporkan Surat Keterangan yang telah diterbitkan kepada Kepala SKPD.
7
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 14 (1) Pemegang hak atas tanah, berhak untuk : a. mendapatkan pelayanan; b. menikmati kualitas lingkungan; c. memanfaatkan hutan hak sesuai dengan fungsinya; dan d. memperoleh insentif. (2) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 (1) Pemegang hak berkewajiban untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. (2) Upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (3) Pemegang hak atas tanah wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap hutan hak, antara lain dalam bentuk perlindungan dari kebakaran, hama, penyakit, dan pendudukan atas hutan hak (okupasi). BAB IV KETENTUAN PERIZINAN Pasal 16 (1) Setiap orang pribadi, kelompok tani atau badan yang melakukan kegiatan/usaha pemanfaatan hutan hak wajib memiliki izin pemanfaatan hutan hak yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. (2) Izin Pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. izin pemanfaatan hasil hutan kayu; b. izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan c. izin pemanfaatan jasa lingkungan. (3) Izin pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan kepada pejabat yang berwenang. (4) Bentuk, tatacara dan persyaratan untuk memperoleh izin pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 17 (1) Pemberian izin pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diterbitkan oleh Kepala SKPD. (2) Setiap orang pribadi, kelompok tani atau badan usaha yang menerima pelayanan pemberian izin pemanfaatan hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Daerah Kab. Bulukumba Nomor 02 Tahun 2006 tentang Sumbangan Pihak Ketiga kepada Pemerintah Daerah. Pasal 18 Kayu yang berasal dari daerah lain yang dilengkapi dokumen yang sah dan dimasukkan ke wilayah Kab. Bulukumba untuk diolah dan/atau diperdagangkan, dipersamakan dengan kayu yang berasal dari hutan hak, akan dibuat kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2).
8
BAB V PENYIDIKAN Pasal 19 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah dapat diberikan kewenangan untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran terhadap ketentuan-ketantuan dalam Peraturan Daerah ini. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenan dengan tindak pidana retribusi daerah; e. melakukan penggeladaan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan; pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana yang dimaksud huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyelidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 20 Barangsiapa yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan, diancam pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku: 1. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 60 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Hutan Rakyat / Hutan Hak dan Hasil Hutan Bukan Kayu (Lembaran Daerah Nomor 24 Tahun 2001 Seri B Nomor 22); 2. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Usaha Kehutanan (Lembaran Daerah Nomor 37 Tahun 2002 Seri B Nomor 16); 3. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 35 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (Lembaran Daerah Nomor Tahun 2002 Seri B Nomor 17); 4. Ketentuan dalam Peraturan Daerah Kab. Bulukumba Nomor 25 Tahun 2001 tentang Pajak dan hasil bumi, perairan dan ternak yang diperdagangkan keluar daerah, sepanjang yang menyangkut hasil hutan kayu; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 9
Pasal 22 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur kemudian dengan Peraturan Bupati. Pasal 23 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bulukumba. Disahkan di Bulukumba Pada Tanggal 23 Juni 2008 BUPATI BULUKUMBA,
A. M. SUKRI A. SAPPEWALI Diundangkan di Bulukumba Pada tanggal 23 Juni 2008 SEKRETARIS DAERAH,
H. A. UNTUNG. AP LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008 NOMOR 07
10
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN HAK I.
UMUM Sumber daya hutan merupakan anugerah, sekaligus amanah, dari Tuhan Yang Maha Esa yang tak ternilai harganya, karena itu hutan harus senantiasa dijaga, dilindungi, dikembangkan dan dilestarikan agar dapat bermanfaat menopang penghidupan manusia, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Secara umum, hutan disamping memiliki fungsi ekonomi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan/maupun pemerintah, juga yang lebih penting dari itu ialah fungsi penyerasi, penyeimbang, dan pengendali lingkungan (fungsi ekologi). Demikian halnya dengan hutan hak, pada dasarnya juga memiliki fungsi ekonomi dan ekologi. Secara konsep, hutan hak memiliki fungsi konservasi, lindung, dan produksi, karena itu dalam pengelolaan hutan hak harus dijaga keseimbangan ketiga fungsi tersebut sebaik-baiknya agar dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin tanpa merubah atau mengurangi fungsi utamanya. Di Bulukumba terdapat hutan hak yang luasnya ± 22.263,10 Ha yang tersebar pada 9 Kecamatan, yaitu Kecamatan Gantarang, Ujung Loe, Bonto Bahari, Bonto Tiro, Herlang, Kajang, Bulukumpa, Kindang, dan Kecamatan Rilau Ale. Dengan luas dan sebaran yang hampir menyeluruh di wilayah Bulukumba, maka hutan hak mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi pembangunan daerah berkelanjutan, serta untuk mengendalikan keseimbangan lingkungan. Persoalannya selama ini hutan hak belum dikelola secara baik oleh Pemerintah daerah, sehingga belum memberikan kontribusi yang signifikan. Berkaitan dengan hal tersebut, dan dalam rangka otonomi daerah sesuai kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pengaturan hutan hak dalam bentuk peraturan daerah ini sangat mendesak dilakukan, disamping untuk kepentingan ekologi, juga memberi perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah, dan menjamin kepastian hukum bagi pelaku usaha kehutanan dan perkayuan. Peraturan Perundang-undangan daerah kabupaten Bulukumba mengenai pengelolaan maupun pemanfaatan hutan hak yang ada selama ini dipandang sudah tidak sesuai dan tidak mampu meningkatkan daya guna dan hasil guna hutan hak secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Tidak sesuai dengan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta tidak mampu mengendalikan degradasi hutan hak. Peraturan perundang-undangan daerah kabupaten Bulukumba yang dimaksud adalah :
11
1. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 60 Tahun 2001 tentang pengelolaan hutan rakyat/hutan hak dan hasil hutan bukan kayu (Lembaran daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 24 Tahun 2001 seri B Nomor 22) 2. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 34 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Kehutanan (Lembaran daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 37 Tahun 2002 seri B Nomor 16) 3. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 35 Tahun 2002 tentang Retribusi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (Lembaran daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 38 Tahun 2002 seri B Nomor 17) 4. Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 25 Tahun 2001 tentang Pajak Hasil Bumi, Perairan dan Ternak yang diperdagangkan keluar daerah Keempat Peraturan Daerah tersebut pengaturannya lebih menekankan pada aspek kewajiban kepada warga masyarakat daripada hak-haknya, kurang menjamin kepastian dan keberlanjutan berusaha, tumpang tindih (overlaping) dengan pungutan untuk negara, cenderung menimbulkan pungutan ganda terhadap satu objek, dan sebagainya. Berhubung dengan itu, maka keempat peraturan daerah tersebut mendesak untuk ditinjau kembali. Peraturan daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 60 tahun 2001 tentang Pengelolaan hutan rakyat/hutan hak dan hasil hutan bukan kayu, Peraturan daeah kabupaten Bulukumba Nomor 34 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha Kehutanan, dan Peraturan daeah kabupaten Bulukumba Nomor 35 Tahun 2002 tentang Retribusi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan, substansinya disatukan dan diakomodasi kedalam Peraturan daerah ini yang disesuaikan dengan perundang-undangan yang lain. Karena itu ketiga peraturan daerah tersebut dalam peraturan daerah ini dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Sementara untuk Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 25 Tahun 2001 tentang Pajak Hasil Bumi, Perairan dan ternak, yang diperdagangkan keluar daerah, sebagian ketentuan didalamnya dinyatakan tidak berlaku, yaitu pungutan/pajak untuk kayu hasil hutan, karena telah menimbulkan pungutan ganda bagi masyarakat. Peraturan Daerah ini tidak bermuatan pungutan retribusi karena dipandang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. Meski demikian, untuk lebih memberi penguatan terhadap maksud dan tujuan dari peraturan daerah ini, maka kepada pihak-pihak tertentu yang menjadi subjek dalam peraturan daerah ini, diberi beban pembayaran sumbangan atas pemberian perizinan yang diterimanya. Bedanya dengan pungutan lain, sumbangan ini tidak ditentukan secara sepihak dalam peraturan nilai besarnya, melainkan ditentukan bersama antar pihak sesuai kesepakatan. Hasil dari sumbangan dimaksud menjadi sumber pendapatan daerah dan karenanya disetor ke kas daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas 12
Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Pengelolaan hutan hak meliputi kegiatan : a. Menata dan menyusun perencanaan pengelolaan hutan b. Menghijaukan dengan tanaman kayu-kayuan c. Melindungi dan menjaga kelestarian fungsi hutannya d. Pemanfaatan hasil hutan e. Pemanfaatan jasa lingkungan Ayat (2) Yang dimaksud dengan agroforestry adalah Pola perhutanan dalam lahan usaha tani milik masyarakat dengan sistem tumpang sari antara tanaman kehutanan dengan tanaman perkebunan Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah terhadap hutan hak dilaksanakan secara serasi dan seimbang, sehingga meski pemegang hak dapat memanfaatkan hutan hak seoptimal, tetapi sejauh ini tidak sampai menimbulkan kerusakan lingkungan dan/maupun merubah fungsi pokok hutannya. Pasal 15 Cukup jelas 13
Pasal 16 Perpanjangan Izin Pemanfaatan Hutan Hak diberikan setelah sebelumnya dievaluasi dari segi pelaksanaan tanggung jawab. Pasal 17 Kesepakatan antara pihak pemberi dan penerima izin sifatnya sukarela, dan merupakan bentuk tanggung jawab dan kepedulian pihak pengusaha dibidang kehutanan terhadap upaya-upaya pelestarian lingkungan. Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas
14