PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS NOMOR : 7 TAHUN 1992 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DI RUMAH POTONG HEWAN DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS, Menimbang
:
a. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas Nomor 2 Tahun 1982 Jo Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pemotongan Ternak dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas secara keseluruhan bentuk dan materinya sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan dewasa ini; b. bahwa untuk tertib administrasi dan sejalan dengan usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas dipandang perlu untuk mencabut Peraturan Daerah dimaksud huruf a dan menggantikannya dengan Peraturan Daerah yang baru.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah ; 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan;
3. Undang-undang Nomor 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah; 4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan; 5. Keputusan Menteri Peternakan Nomor 555/KPTS/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Potong Hewan; 6. Keputusan Menteri Peternakan Nomor 295/KPTS/TN.240/5/1989 tentang Pemotongan Babi dan penanganan daging babi dan hasil ikutannya; 7. Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Menteri Peternakan Nomor 18 Tahun 1989 05/INS/UM/3/79 tentang Pencegahan dan larangan pemotongan ternak sapi/kerbau bunting dan atau sapi/kerbau betina masih produktif; 8. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas Nomor 7 Tahun 1985 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS TENTANG PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DI RUMAH POTONG HEWAN DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. c. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Musi Rawas. d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. e. Dinas Peternakan adalah Dinas Peternakan Kabupaten Rawas.
Daerah Tingkat II Musi
f. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. g. Dokter Hewan adalah Dokter Hewan yang ditunjuk untuk suatu Rumah Potong Hewan atau Dokter Hewan Pemerintah yang ditunjuk. h. Rumah Potong Hewan adalah Kompleks bangunan yang didirikan atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat penyembelihan/ pemotongan umum, termasuk pekarangannya yang terdiri dari bangunan gedung, kantor, kandang ternak, laboratorium, kebun rumput dan peralatan lainnya. i. Kepala Rumah Potong Hewan adalah Kepala Rumah Potong Hewan bersangkutan dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. j.
yang
Petugas Pemeriksa/juru periksa Dokter Hewan Pemerintah yang ditunjuk atau Pegawai negeri Sipil lain yang berada dibawah pengawasan dan tanggung jawab Dokter Hewan yang dimaksud untuk melakukan pemeriksaan orte mortum di Rumah Potong Hewan atau ditempat pemotongan hewan yang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Kepala Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas atau usul Kepala Dinas Peternakan Tingkat II yang bersangkutan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan.
k. Jagal adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan tukang potong hewan atau penjual daging sebagai mata pencaharian tetap, baik yang memotong sendiri atas nama pribadi maupun atas nama orang lain atau Badan Hukum. l. Juru Pungut adalah Juru Pungut Retribusi Pemotongan Hewan Ternak baik didalam Rumah Potong hewan maupun diluar rumah Potong hewan. m. Juru Kebersihan, keamanan dan tekhnisi Rumah Potong hewan sebagai karyawan tetap/bulanan yang memperoleh uang jasa dari penghasilan Rumah Potong hewan. n. Hewan Ternak adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, pemeliharaan, babai hutan, ayam buras dan ayam ras.
domba/biri-biri,
babi
o. Daging adalah semua bagian dari hewan ternak yang telah dipotong-potong termasuk pula anak dalam kandungan tetapi tidak termasuk bagian tubuh berupa tanduk, kuku dan kulit.
p. Pemotongan Darurat adalah Pemotongan Hewan Ternak diluar Rumah potong Hewan akibat : a). Hewan sakit tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. b). Kecelakaan yang menghawatirkan sehingga memungkinkan hewan tersebut akan mati. c). Semua bagian dari hewan ternak yang telah dipotong dana dada yang lazim dimakan manusia tetapi tidak termasuk bagian tubuh berupa tanduk, kuku dan kulit termasuk isi rongga perut. d). Hewan hasil perburuan. q. Pemotongan Hajatan adalah pemotongan hewan ternak diluar Rumah Potong Hewan untuk kepentingan hajatan/persedekahan/pelaksanaan adat. r. Pemotongan Korban adalah pemotongan hewan ternak untuk upacara keagamaan bagi agama Islam dan untuk upacara agama lainnya yang disamakan serta untuk kepentingan sosial. s. Tempat penjualan daging adalah bangunan menjajakan/menawarkan dan menjual daging.
para
jagal untuk
menyimpan,
Pasal 2 Peraturan Daerah ini tidak berlaku lagi bagi penjualan daging yang dibuat tahan lama dengan jalan menjemur, diberi rempah-rempah digarami, dipanggang, dimasak atau ditutup rapat-rapat sehingga tidak kemasukan hawa.
BAB II PENDIRIAN, PEMILIKAN DAN PENYELENGGARAAN RUMAH POTONG HEWAN Pasal 3 (1) Pendirian, pemilikan atau penggunaan tempat potong hewan, tempat pengulitan, tempat pembersihan lambung dan usus serta tempat-tempat yang diperuntukan bagi penyimpanan atau mengerjakan hasil potongan hanya diatur dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud ayat (1) pasal ini ditunjuk Rumah Potong Hewan ditempat-tempat tertentu oleh Bupati Kepala Daerah.
BAB III LARANGAN DAN PENGECUALIAN Pasal 4 Dilarang memotong hewan ternak diluar Rumah Potong Hewan kecuali yang ditentukan dalam pasal 5 dan pasal 6 Peraturan daerah ini.
Pasal 5 (1) Dalam hal-hal menurut cara-cara keagamaan perlu memotong hewan ternak untuk selamatan atau kegiatan sosial lainnya (bukan korban), maka pemotongan hewan itu dan segala pekerjaan yang berhubungan dengan itu boleh diselenggarakan di luar
Rumah Potong Hewan setelah mendapat Izin dari Kepala Dinas Peternakan atau Pejabat lain yang ditugaskan untuk itu oleh Bupati Kepala Daerah, kecuali yang dalam radius Rumah Potong Hewan harus memenuhi ketentuan yang berlaku. (2) Izin dimaksud ayat (1) pasl ini dapat diberikan jika menurut Kepala Dinas Peternakan atau Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati Kepala Daerah mempertimbangkan apabila pemotongan hewan tersebut dilaksanakan di Rumah Potong Hewan akan mengakibatkan banyak kesulitan bagi pemohon dan Izin inipun baru dapat diberikan setelah biaya-biaya pemeriksaan dibayar lunas serta hewan yang akan dipotong telah dinyatakan baik oleh Juru Periksa atau Dokter Hewan Pemerintah.
Pasal 6 (1) Pemotongan darurat dapat dilakukan di luar Rumah Potong Hewan. (2) Jika terjadi pemotongan hewan secara darurat, maka pemiliknya atau yang berhak atas hewan itu diwajibkan dengan segera melaporkan hal ini secara tertulis kepada Kepala Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Pemerintah. (3) Kepala Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Pemerintah atau Juru Periksa yang ditunjuk olehnya setelah menerima pemberitahuan yang dimaksud ayat (2) pasal ini harus segera pergi mendatangi ketempat dimana pemotongan darurat itu dilaksanakan. (4) Setelah hewan yang dipotong darurat itu diperiksa oleh Kepala Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Pemerintah atau Juru Periksa, maka pemilik atau yang berhak atas hewan itu diwajibkan mengangkut hewan tersebut ke Rumah Potong Hewan atas petunjuk Kepala Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Pemerintah atau Juru Periksa. Pasal 7 Orang atau Badan Hukum atau yang berhak atas hewan yang mati tidak karena dipotong, diwajibkan dengan segera melaporkan hal itu secara tertulis kepada Kepala Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Pemerintah dengan menyebutkan tempat hewan itu mati, selanjutnya Kepala Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Pemerintah datang ketempat tersebut untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian sebab-sebab kematian hewan dimaksud. Pasal 8 (1) Dilarang memasuki Rumah Potong Hewan tanpa Izin Kepala Dinas Peternakan atau Pejabat lain yang ditugaskan oleh Bupati Kepala Daerah. (2) Dilarang didalam Rumah Potong Hewan : a. Mengganggu ketentraman. b. Melepaskan anjing. c. Merokok ditempat-tempat yang telah diberitahukan secara tertulis oleh Kepala Dinas Peternakan atau petugas Rumah Potong Hewan. d. Membuang segala kotoran, sampah-sampah diluar tempat yang telah ditentukan. e. Merusak bangunan-bangunan atau perbuatan yang menyebabkab kerusakan pada bangunan itu. f. Melakukan perbuatanyang dapat mengganggu keamanan, ketertiban atau kelancaran kegiatan di Rumah Potong Hewan.
BAB IV CARA PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DAN PENJUALAN DAGING Pasal 9 (1) Penyembelihan hewan ternak dilakukan dengan memotong urat besar dengan mengindahkan aturan-aturan agama Islam, antara lain menggunakan pisau yang tajam, membaca bismillah, memutuskan jalan nafas (hulgum) memeutuskan jalan makanan (mari) dan memutuskan urat nadi kecuali babi. (2) Pemotongan baru boleh dilanjutkan setelah hewan ternak tersebut mati karena kehabisan darah.
Pasal 10 Semua orang yang bekerja pada tempat pemotongan hewan ternak dan penjualan daging harus berpakaian bersih dan mereka tidak menderita penyakit menular atau penyakit kulit dan luka terbuka atau bernanah. Semua petugas yang terlibat dalam penanganan pemotongan hewan dan perdagangan daging harus sehat dan setiap 6 (enam) bulan sekali Dinas Kesehatan setempat berkewajiban memeriksa kesehatannya.
Pasal 11 Tempat-tempat penjualan daging harus dilengkapi dengan : a. Tempat penyimpanan yang mendapat hawa udara cukup dan hanya dipergunakan untuk menyimpan daging saja. b. Meja untuk meletakkan daging yang dilapisi oleh alumunium atau dibuat dari bahan yang tidak kemasukan air dan mudah untuk dibersihkan dan tidak berkarat. c. Cantelan daging dari logam yang digosok sampai mengkilat. d. Tempat penjualan daging babi harus terpisah dengan tempat penjualan daging hewan potong lainnya.
Pasal 12 Pengangkutan daging dilakukan dalam kendaraan angkutan yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan seng atau dalam keranjang yang tertutup rapat.
Pasal 13 (1) Semua alat-alat yang ada pada tempat penjualan daging dan yang besentuhan dengan daging harus dalam keadaan bersih. (2) Selama penjualan berlangsung, harus dijaga agar jangan sampai daging langsung kena sinar matahari, hujan, debu, serangga (lalat, langau, semut) atau pengaruh lainnya yang mengakibatkan berkurangnya nilai daging untuk dimakan. (3) Dilarang menyemproti daging yang akan dijual dengan air, menyelaputi dengan lemak/darah atau melakukan pengolahan semacam itu sehingga susunan daging itu berubah. (4) Pengusaha (tukang potong) dilarang menjual daging potongan hewan ternak kepada orang laiin untuk dijual kembali.
Pasal 14 (1) Daging yang nyata dalam keadaan tidak patut untuk dipergunakan harus dirampas dan dimusnahkan. (2) Perampasan dan pemusnahan daging hanya boleh dilakukan oleh Kepala Dinas Peternakan, Dokter Hewan Pemerintah, Juru Periksa dan petugas lain yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Peternakan. (3) Terhadap daging yang dirampas dan dumusnahkan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini tidak diberi ganti rugi.
BAB V LINGKUNGAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK Pasal 15 (1) Untuk tiap-tiap Rumah Potong Hewan oleh Bupati Kepala daerah ditetapkan lingkungan pemotongan hewan ternak yang pada umumnya mempunyai radius lima kilometer persegi sedangkan Rumah Potong Hewan itu sendiri sedapat mungkin merupakan pusat lingkungan tersebut. (2) Dalam lingkungan pemotongan dimaksud ayat (1) pasal ini dilarang memotong ternak diluar Rumah Potong Hewan yang ada/terletak dilingkungan itu. (3) Dikecualikan dari larangan pada ayat (2) pasal ini : a. Pemotongan ternak tersebut dalam pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Daerah ini. b. Pemotongan ternak yang tidak ada tempat pemotongan hewan ternak. (4) Dilarang memasukan daging kedalam lingkungan pemotongan hewan ternak. (5) Dikecualikan dari larangan pada ayat (4) pasal ini : a. Daging untuk dipergunakan sendiri akan tetapi beratnya tidak lebih dari 1 Kg. b. Daging yang telah diperiksa oleh Juru Periksa atau oleh Dokter Hewan Pemerintah atau petugas yang ditunjuk oleh Bupati Kepala Daerah dan dinyatakan baik untuk dipergunakan.
BAB VI PEMERIKSAAN HEWAN TERNAK DAN PEMBERIAN TANDA PADA DAGING Pasal 16 (1) Kecuali hal-hal yang termasuk dalam pasal 5, pasal 6 dan pasal 15 ayat (3) huruf b Peraturan Daerah ini, dalam lingkungan pemotongan hewan ternak dilarang memotong hewan ternak tidak dengan izin juru periksa. (2) Untuk memberi izin dimaksud ayat (1) pasal ini baru dilakukan juru periksa apabila telah nyata baginya bahwa semua biaya-biaya telah lunas dibayar dan hewan ternak yang akan dipotong tersebut tidak produktif lagi. (3) Setelah hewan ternak diperiksa dan dianggap baik, maka juru periksa memberinya tanda pada salah satu tanduk atau apabila hewan tidak bertanduk, pemberian tanda dapat dilakukan pada salah satu kuku atau cakarnya.
Pasal 17
(1) Apabila pada waktu melakukan pemeriksaan dimaksud pasal 16 ayat (1) Peraturan Daerah ini ternyata hewan ternak yang diperiksa menderita atau diduga menderita penyakit ternak yang menular, maka juru periksa segera melaporkan hal ini kepada Kepala Dinas Peternakan dan pemberian izin untuk memotong hewan tersebut ditolak. (2) Penundaan pemberian izin memotong hewan berlaku juga bagi hewan ternak dalam keadaan payah.
Pasal 18 (1) Apabila juru periksa memberi izin untuk memotong, maka pemotongan hewan ini harus dilakukan selambat-lambatnya 24 jam setelah pemeriksaan dilakukan. (2) Apabila pemotongan hewan yang telah diperiksa tersebut tidak dilakukan pada waktu dimaksud ayat (1) pasal ini, maka pemotongan hanya boleh dilakukan setelah ada pemeriksaan baru.
Pasal 19 (1) Juru periksa bertugas untuk memeriksa/menguji kesehatan hewan ternak yang akan dipotong dan dagingnya. (2) Juru periksa berhak : a. Meminta pertolongan seperlunya dari mereka yang mengerjakan daging. b. Melakukan pengirisan-pengirisan, pemotongan-pemotongan apa saja dipandang perlu untuk keperluan pengujian daging.
yang
Pasal 20 (1) Setelah selesai dipotong, hewan ternak tersebut diperiksa oleh Juru periksa. (2) Hewan ternak yang telah selesai dipotong, oleh pemiliknya harus dilakukan sebagai berikut : a. Digantungkan pada alat-alat yang disediakan untuk keperluan ini menurut petunjuk yang diberikan oleh petugas Rumah Potong Hewan. b. Dibelah memanjang tetapi kedua bagian itu masih tergantung disatu tempat. c. Dikeluarkan terlebih dahulu semua alat-alat tubuh didalam rongga dada, rongga perut dan pinggang, kecuali buah pinggang. (3) Tempat pemotongan babi harus terpisah dengan tempat pemotongan hewan lainnya. Limbah dari proses pemotongan babi harus dimusnahkan/dibakar dirumah pemotongan hewan. Pasal 21 Sebelum dilakukan pemeriksaan/pengujian daging, dilarang melakukan pengirisanpengirisan atau pengambilan bagian-bagian dari hewan yang dipotong.
Pasal 22 Daging yang dinyatakan tidak baik adalah : a. Daging yang dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia.
b. Daging yang kotor oleh sebab apa saja sehingga tidak boleh dipergunakan sebagai makanan manusia. c. Daging yang menurut ketentuan umum harus dimusnahkan. d. Daging dari hewan yang mati karena tidak dipotong. e. Kulit hewan yang menderita penyakit kulit menular berdasarkan Keputusan Dokter Hewan. Pasal 23 (1) Pada waktu pemeriksaan daging, petugas pemeriksa harus memperhatikan petunjuk Kepala Dinas. (2) Petugas pemeriksa menemukan tanda-tanda daging yang sedang diperiksaada halhal yang mencurigakan atau ada kelainan-kelainan dari yang normal, maka petugas pemeriksa harus melakukan pemeriksaan secara mendalam. (3) Daging yang telah diuji dan dinyatakan sehat diberi tanda cap sehat dan daging yang dinyatakan layak konsumsi setelah melalui perlakuan khusus diberi tanda cap pula. (4) Pemberian tanda cap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, harus memakai tanda yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.
Pasal 24 (1) Tanpa mengurangi hal-hal yang ditetapkan dalam pasal 50 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dilarang menjual, menawarkan menyediakan daging untuk dijual yang keadaannya seperti dinyatakan pasal 22 Peraturan Daerah ini. (2) Juru periksa diperbolehkan memasuki pekarangan dan bangunan-bangunan yang menurut persangkaannya daging itu dapat membahayakan kesehatan, ia dapat memerintahkan yang empunya membawa daging tersebut dengan segera ke Rumah Potong Hewan untuk diperiksa lebih lanjut (3) Daging yang menurut pemeriksaan juru periksa membahayakan kesehatan, maka oleh Kepala Rumah Potong Hewan atau petugas lainnya diperintahkan untuk dimusnahkan di Rumah Potong Hewan atau ditanam ditempat lainnya yang tidak mengganggu kesehatan atau ketertiban umum.
Pasal 25 Terhadap pemotongan hewan ternak dalam lingkungan Rumah Potong Hewan yang dagingnya tidak untuk dijual tetap dilakukan pemeriksaan ternak dan dagingnya oleh Juru Periksa.
Pasal 26 (1) Setiap satu ekor hewan ternak yang dipotong di luar Rumah Potong Hewan akibat pemotongan luar biasa seperti pemotongan darurat, hajatan dan pemotongan kurban atau upacara keagamaan dikenakan Retribusi sebagaimana tercantum dalam pasal 33 ayat (1) huruf b Peraturan Daerah ini. (2) Setiap satu ekor hewan ternak yang dipotong secara luar biasa selain dikenakan ketentuan pada ayat (1) pasal ini dikenakan pula biaya tambahan berupa ongkos perjalanan Juru Periksa kecuali untuk pemotongan kurban atau upacara agama. (3) Biaya tambahan yang dimaksud ayat (2) pasal ini dihitung berdasarkan jarak perjalanan petugas/ Juru Periksa per kilo meter dengan tarif sebagai berikut :
a. Golongan I (0 sd 30 KM) = Rp. 50,-/ekor/Km b. Golongan I I (30 sd 60 KM) = Rp. 75,-/ekor/Km c. Golongan I II (60 sd 100 KM) = Rp. 100,-/ekor/Km.
Pasal 27 (1) Setiap satu ekor hewan ternak yang dipotong di Rumah Potong Hewan dikenakan biaya tambahan sebagai berikut : a. Sapi/Kerbau/Kuda sebesar ……….Rp.1.000,-/ekor. b. Kambing/Domba sebesar ……..….Rp. 300,-/ekor. c. Babi pemeliharaan sebesar ……….Rp. 400,-/ekor. (2) Biaya tambahan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dipergunakan untuk pembiayaan Rumah Potong Hewan antara lain untuk pembayaran listrik, pompa air dan honor/uang jasa petugas kebersihan, keamanan, tekhnisi yang selanjutnya disebut sebagai Dana Operasional Rumah Potong Hewan.
Pasal 28 Setiap satu ekor ternak babi pemeliharaan yang dipotong dalam Rumah Potong Hewan dikenakan biaya tambahan kayu bakar untuk rebusan air sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah).
BAB VII TEMPAT PENYIMPANAN DAGING UMUM DAN KANDANG-KANDANG HEWAN TERNAK PADA RUMAH POTONG HEWAN Pasal 29 (1) Pada Rumah Potong Hewan Penyimpanan Daging Umum.
dapat
digabungkan
dengan
tempat-tempat
(2) Apabila pada Rumah Potong Hewan tersedia fasilitas tempat Penyimpanan Daging Umum, maka dilarang membawa daging diluar Rumah Potong Hewan sebelum daging tersebut berada ditempat penyimpanan selama waktu yang ditentukan oleh Kepala Rumah Potong Hewan. (3) Larangan ini tidak berlaku bagi daging, babat dan usus dari hewan yang dipotong yang diperlukan untuk dijual pada saat itu juga.
Pasal 30 Pada Rumah Potong Hewan dapat disediakan tempat untuk mengurung/kandangkandang hewan ternak yang akan dipotong.
BAB VIII PEMUNGUTAN DAN BESARNYA RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN Pasal 31 (1) Retribusi pemotongan hewan ternak terdiri dari : a. Retribusi pemeriksaan hewan ternak potong dan daging. b. Retribusi pemotongwn/pemakaian Rumah Potong Hewan. c. Retribusi kandang hewan ternak/tambatan. d. Retribusi pemakaian rumput Rumah Potong Hewan.
(2) Penentuan batasan penarikan Retribusi dimaksud ayat (1) pasal ini, untuk per satu ekor hewan ternak dipergunakan rumusan matematis sebagai berikut : a. Sapi/Kerbau/kuda : 65 % x Bh (rata-rata) x Rp. 100,b. Kambing/Domba : 100 % x Bh (rata-rata) x Rp. 100,c. Babi pemeliharaan : 100 % x Bh (rata-rata) x Rp. 100,d. Ayam Ras : 100% x 0,85 kg x Rp. 100,e. Ayam Buras : 100% x 0,50 kg x Rp. 100,-
Pasal 32 (1) Untuk menjamin kelancaran pemungutan Retribusi Pemotongan Hewan Ternak, ditetapkan harga patokan penjualan daging dipasar perkilogram dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah dan ditinjau kembali setiap 2 (dua) tahun sekali. (2) Harga patokan daging dimaksud ayat (1) pasal ini ditentukan sebesar 95 % dari harga pasaran daging per kilogram di Ibukota Propinsi kecuali untuk daging babi hutan dan unggas. (3) Dalam upaya untuk meningkatkan disiplin Pemotongan Hewan Ternak di dalam Rumah Potong Hewan, maka terhadap Pemotongan Luar Biasa ditetapkan tarif Pemotongan Luar Biasa yang bersifat sedukatif dan lebih tinggi 30 % dari tarif dalam Rumah Potong Hewan, kecuali bagi pemotongan hajatan, kurban dan upacara agama. (4) Penentuan besarnya tarif Retribusi Pemotongan Hewan Ternak didasarkan pada Standar Berat Hidup Rata-rata (SBHR) yaitu untuk Sapi/Kerbau/Kuda 100 Kg, untuk Kambing/Domba 15 Kg, untuk babi pemeliharaan 35 Kg, Ayam Ras 0,85 Kg dan Ayam Buras 0,50 Kg.
Pasal 33 (1) Besarnya Retribusi Pemotongan Hewan Ternak sebagaimana dimaksud pasal 31 ayat (1) Peraturan Daerah ini adalah sebagai berikut : a. Tarif Retribusi didalam Rumah Potong Hewan : - Sapi/Kerbau/Kuda sebesar ……….Rp.6.500,-/ekor. - Babi pemeliharaan sebesar ……….Rp.3.500,-/ekor. - Kambing/Domba sebesar ……..….Rp.1.500,-/ekor. - Ayam Rassebesar……….……..….Rp. 85,-/ekor. - Ayam Buras sebesar…….……..….Rp. 50,-/ekor. b. Tarif Retribusi Pemotongan Luar Biasa : 1. Pemotongan Darurat untuk usaha : - Sapi/Kerbau/Kuda sebesar …….Rp.8.450,-/ekor. - Babi pemeliharaan sebesar …….Rp.4.550,-/ekor. - Kambing/Domba sebesar …..….Rp.1.950,-/ekor. - Babi Hutan sebesar………..….Rp. 500,-/ekor. 2. Pemotongan untuk hajatan : - Sapi/Kerbau/Kuda sebesar …….Rp.2.500,-/ekor. - Babi pemeliharaan sebesar …….Rp.2.000,-/ekor. - Babi Hutan sebesar ……..….Rp.500,-/ekor. - Kambing/Domba sebesar….….Rp. 1.000,-/ekor. 3. Pemotongan untuk kurban/upacara agama bebas Pajak Potong dan Retribusi. (2) Untuk tertibnya dan menjamin kepastian besarnya Retribusi dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan daftar penuntun yang merupakan lampiran tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Bagi setiap satu ekor Ayam Ras dan Ayam Buras yang dipotong di Rumah Potong Hewan atau Rumah Potong Keliling (mobil unit) selain dikenakan Retribusi sebagaimana tersebut pada pasal 33 ayat (1) huruf a dikenakan pula biaya Pembersihan Bulu sebesar Rp. 75,- per ekor.
Pasal 34 (1) Setiap usaha memasukkan daging kedalam daerah untuk diperdagangkan harus disertai surat keterangan yang menyatakan bahwa daging tersebut berasal dari hewan yang tidak lebih dari 24 jam setelah pemotongan dan telah diperiksa serta dinyatakan baik oleh Juru Periksa setempat asal daging itu. (2) Daging dimaksud ayat (1) pasal ini harus diperiksa dan diuji oleh Juru Periksa setempat. (3) Hewan yang telah dipotong untuk diperdagangkan dari luar daerah harus dalam keadaan lengkap kepala, paru-paru, jantung, dan kaki, bila salah satu diantara alatalat tubuh itu tidak ada, maka hewan itu dapat dinyatakan tidak baik.
Pasal 35 Terhadap pengusaha yang mengedarkan, pengecer atau memasukkan daging ternak kedalam daerah sebagaimana dimaksud pasal 34 ayat (2) Peraturan Daerah ini dikenakan Retribusi khusus pengawasan/pemeriksaan daging masuk/keluar daerah yang besarnya sebagai berikut : a. Daging hewan ternak besar (Sapi/Kerbau/Kuda) sebesar Rp.200,- per kilogram. b. Daging hewan ternak kecil (Kambing/Domba/Babi) sebesar Rp.100,- per kilogram. c. Daging unggas (Ayam Ras/Ayam Buras) sebesar Rp.100,- per kilogram.
Pasal 36 (1) Pemungutan Retribusi Pemotongan Hewan ternak sebagaimana dimaksud pasal 31 ayat (1) Peraturan Daerah ini dilakukan oleh petugas Dinas Peternakan yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Peternakan sebagai Juru Pungut dan selanjutnya menyetorkan seluruh hasil pemungutan ke Kas Daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah sebagai penerimaan/pemasukan Keuangan Daerah. (2) Waktu penyetoran Retribusi dimaksud ayat (1) pasal ini dilakukan setiap hari oleh Juru Pungut atau selambat-lambatnya keesokan harinya apabila pada saat pemungutan jatuh pada hari libur. (3) Tata cara penyetoran Retribusi Pemotongan Hewan Ternak termasuk bentuk, format, warna, kode blanko/formulir penyetoran dan sistim pelaporan diatur lebih lanjut oleh Bupati Kepala Daerah.
Pasal 37 Kepada petugas pemungut sebagaimana dimaksud pasal 36 ayat (1) Peraturan Daerah ini diberikan Insentif sebesar 5 % (lima prosent) dari hasil Pemungutan Retribusi Pemotongan Hewan Ternak.
Pasal 38
(1) Pekerjaan sebagai Pemotong Hewan dan Pedagang Daging harus dengan Izin tertulis dari Bupati Kepala Daerah. (2) Izin yang dimaksud ayat (1) pasal ini dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati Kepala Daerah melalui Camat setempat. (3) Dalam surat permohonan dimaksud ayat (1) pasal ini harus memuat : a. Nama sipemohon b. Tempat dan tanggal lahir c. Alamat sekarang d. Agama e. Kebangsaan/kewarganegaraan f. Keterangan tempat berjualan daging g. Melampirkan surat keterangan kesehatan dari Dokter.
Pasal 39 (1) Surat Izin sebagai Pemotong Hewan atau Pedagang Daging dikeluarkan oleh Bupati Kepala Daerah yang pengelolaannya diserahkan kepada Kepala Dinas Peternakan. (2) Surat Izin dimaksud ayat (1) pasal ini berlaku untuk jangka waktu selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang atau dipernaharui kembali. (3) Surat Izin dimaksud ayat (1) pasal ini tidak dapat dipindah tangankan kecuali dengan persetujuan Bupati Kepala Daerah. (4) Bentuk dan format permohonan serta surat izin sebagai Pemotong Hewan atau Pedagang Daging akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati Kepala Daerah.
Pasal 40 Surat Izin dimaksud pasal 39 ayat (1) Peraturan Daerah ini tidak diberikan/ditolak apabila : a. Sipemohon tidak memenuhi syarat kesehatan yang dimaksud pasal 38 ayat (3) huruf g Peraturan Daerah ini. b. Tempat penjualan daging tidak tersedia lagi atau tidak memenuhi syarat sebagai tempat untuk penjualan daging. c. Dalam tahun sebelumnya sipemohon pernah dicabut sesuatu izinnya sebagai pemotong hewan atau sebagai pedagang daging karena melanggar ketentuanketentuan Peraturan Daerah ini atau ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Surat Izin itu sendiri, kecuali pencabutan izin tersebut atas permintaan sendiri.
BAB X PENGAWASAN Pasal 41 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Kepala Dinas Peternakan dan Kepala Rumah Potong Hewan serta Juru Periksa. (2) Dalam rangka pengawasan petugas pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal berhak memasuki tempat-tempat diluar Rumah Potong Hewan dimanaterdapat hewan ternak yang dipotong atau daging yang dijual.
BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 42 (1) Barangsiapa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang dimaksud pada pasal 4, pasal 10 sampai dengan pasal 13, pasal 15 ayat (2) dan ayat (3), pasal 16 ayat (1), pasal 22 dan pasal 29 ayat (2) Peraturan Daerah ini, diancam dengan Pidana Kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) pasal ini adalah pelanggaran. BAB XII PENYIDIKAN Pasal 43 (1) Selain Pejabat Penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 42 Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian serta melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda atau surat. e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. g. Mendatangkan orang pemeriksaan perkara.
ahli
yang
diperlukan
dalam
hubungannya
dengan
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya. i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
BAB XIII KEPEGAWAIAN Pasal 44 (1) Pada Rumah Potong Hewan dibentuk Unit Organisasi Rumah Potong Hewan.
(2) Unit Organisasi Rumah Potong Hewan dimaksud ayat (1) pasal ini dipimpin oleh Kepala Rumah Potong Hewan yang berpredikat sebagai Dokter Hewan atau petugas tekhnis yang ditunjuk dibantu oleh beberapa orang staf yang terdiri dari seorang Dokter Hewan, seorang Juru Pungut, beberapa orang Juru Periksa dan beberapa orang Staf Administrasi. (3) Kepala Rumah Potong Hewan berikut stafnya diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Dinas Peternakan. (4) Dalam pelaksanaan tugasnya Kepala Rumah Potong Hewan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Peternakan dan stafnya bertanggung jawab kepada Kepala Rumah Potong Hewan. Pasal 45 (1) Dalam hal pemeliharaan kebersihan, keamanan dan pekerjaan-pekerjaan tekhnis permesinan, Kepala Rumah Potong Hewan dibantu oleh petugas-petugas khusus Rumah Potong Hewan. (2) Oleh petugas-petugas khusus Rumah Potong Hewan dimaksud ayat (1) pasal ini adalah tenaga honorarium yang pembiayaannya dibebankan kepada Dana Operasional Rumah Potong Hewan.
Pasal 46 Susunan Organisasi dan Tata Kerja serta uraian tugas Rumah Potong Hewan akan ditetapkan oleh Kepala Dinas Peternakan.
BAB XIV PENUTUP Pasal 47 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaanya.
Pasal 48 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas Nomor 2 tahun 1964 beserta Peraturan Daerah Perobahan dan ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 49 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengtahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas. Ditetapkan di Lubuk Linggau pada tanggal 31 Oktober 1992. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS KETUA, Cap.- ttd
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II MUSI RAWAS,
Cap.- ttd
DRS. ISHAK SANI.
H. NANG ALI SOLICHIN, S.H
DISAHKAN : Dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Selatan Tanggal Nomor :
: 8 - 9 - 1993 670/SK/IV /1993
Sekretaris Wilayah / Daerah Ub. Kepala Biro Hukum, Cap. Ttd SOFIAN ACHMAD, S.H PEMBINA TK. I NIP. 440006893.
DIUNDANGKAN : Dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Musi Rawas Nomor : Seri :
10 pada tanggal : 26 - 10 - 1993 B Nomor : 2
SEKRETARIS WILAYAH / DAERAH, Cap.- ttd H. M. SOHE, Bsc. PEMBINA TK. I NIP. 440001261.