ANALISA PEGAPLIKASIAN ETHERNET OVER SDH (EoS) PADA PERANGKAT NOKIA SOLUTIONS NETWORK (NSN) SURPASS 7070 SERIES SEBAGAI BENTUK MODERNISASI JARINGAN NIRKABEL BERGERAK Setiyo Budiyanto ST,MT dan Zaenuddin Email:
[email protected] ABSTRAK Pada jaman dahulu, media transmisi menggunakan kabel tembaga berkembang menjadi serat optic yang memiliki kecepatan dan kapasitas yang lebih besar. Perkembangan teknologi itulah permintaan para pengguna layanan semakin meningkat bersamaan dengan besarnya kapasitas yang di minta, maka teknologi Ethernet over SDH (EoS) adalah solusinya. Berdasarkan hasil pengukuran laju kedatangan paket akan berpengaruh terhadap nilai throughput, Nilai delay transfer paket juga berpengaruh terhadap nilai throughput, Routing yang dilewati juga berpengaruh terhadap nilai delay. Kata Kunci : Surpass 7070, Troughput, Delay, Routing ABSTRACT In antiquity, the transmission medium using copper wires develop into fiber optic which has a speed and larger capacity. The development of technology that users demand services is increasing along with the size of the requested capacity, the technology of Ethernet over SDH (EOS) is the solution. Based on the results of measurements of packet arrival rate will affect the value of throughput, packet transfer delay value also affects the throughput, routing which passed also affects the delay value. Keywords : Surpass 7070, E1, Troughput, Delay, Routing (EOS) untuk optimalisasi bandwith pada jaringan backbone. Analisa ini dilakukan dimulai dari perancangan, implementasi, pengukuran,penganalisaan, hingga membuat simpulan. Perbedaan jaringan berbasis Ethernet Over SDH dengan jaringan SDH tradisional adalah interface antara CPE dan router menggunakan Ethernet. Dengan melakukan hal tersebut bandwidth pelanggan dapat di atur dalam tingkatan minimal 64 kbps. Berlawanan dengan tingkatan yang tidak flexible dengan menggunakan interface SDH (modul E-1). Walaupun pelanggan jumlahnya banyak dapat di layanani dengan menggunakan satu interface Ethernet pada PE Router sedangkan SDH banyak dan mahal. Pada Laporan Tugas Akhir ini akan dilakukan analisis Implementasi Ethernet Over SDH (EoS) untuk mengefisiensikan layanan data pada jaringan backbone. Analisa ini dilakukan dimulai dari perancangan, implementasi, pengukuran, penganalisaan, hingga membuat simpulan.
I. Pendahuluan Pada era globalisasi ini, perkembangan dunia telekomunikasi semakin pesat. Hal ini di sebabkan kebutuhan masyarakat akan komunikasi juga semakin meningkat. Pada jaman dahulu, media transmisi menggunakan kabel tembaga berkembang menjadi serat optic yang memiliki kecepatan dan kapasitas yang lebih besar. Begitupun kegiatan komunikasi dapat di lakukan hanya dengan peralatan sederhana, misalnya telepon benang atau kentongan. Namun seiring perkembangan zaman, kegiatan komunikasi di lakukan dengan peralatan yang semakin kompleks, semakin modern dan tentunya semakin mahal. Permintaan pengguna layanan pun semakin mening Sistem jaringan yang di pakai dalam komunikasi pada awalnya adalah Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) lalu berkembang menjadi Synchronous Digital Hierarchy (SDH). Namun sistem ini memiliki kelemahan akan tingginya biaya interface, skabilitas yang buruk, perubahan yang lambat serta biaya yang besar untuk penyewaan tempat. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Komunikasi dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai cara yang kompleks, namun sekarang ini perkembangan teknologi telah merubah cara kita berkomunikasi secara drastis. Perkembangan teknologi itulah permintaan para pengguna layanan semakin meningkat bersamaan dengan besarnya kapasitas yang di minta, untuk mencari solusinya teknologi Ethernet over SDH (EoS) merupakan jawaban yang tepat. Maka dalam proposal Tugas Akhir ini akan dilakukan analisis Implementasi Ethernet Over SDH
II. Teori Pendukung Dalam penelitiannya tugas akhir ini didukung dengan beberapa teori – teori diantaranya yaitu teori – teori tentang SDH (Syncronous digital Hierarchy). Pada bab ini menjelaskan tentang arsitektur dari teknologi SDH, menjelaskan beberapa type Perangkat Surpass, menjelaskan tentang bagaimana metode multiplexing pada SDH, serta teknologi EoS (Ethernet over SDH) itu sendiri.
1
2.1
SDH (Synchronous Digital Hierarchy) Sebelum kemunculan SDH, standar transmisi yang ada dikenal dengan PDH (Plesiochronous Digital Hierarchi) yang sudah lama ditetapkan oleh ITU-T. Suatu jaringan plesiochronous tidak menyinkronkan jaringan tetapi hanya menggunakan pulsa-pulsa detak (clock) yang sangat akurat di seluruh simpul penyakelarnya (switching node) sehingga laju slip di antara berbagai simpul tersebut cukup kecil dan masih bisa diterima). Mode operasi seperti ini barangkali memang merupakan suatu implementasi yang paling sederhana karena bersifat menghindari pendistribusian pewaktuan di seluruh jaringan. Ternyata bahwa PDH tidak begitu cocok untuk mendukung perkembangan teknik pengendalian dan pemrosesan sinyal untuk masa kini yang makin banyak dibutuhkan oleh perusahaanperusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Dalam PDH, sebuah peralatan transmisi tertentu umumnya hanya menangani dengan baik satu fungsi tertentu saja dalam jaringan, sementara dalam SDH, ada integrasi dari berbagai tipe peralatan yang berbeda-beda yang mampu memberikan kebebasan baru dalam perancangan jaringan. Sudah bukan merupakan berita baru bahwa SDH dapat dipergunakan untuk transmisi optik kapasitas besar, pengaturan lalu lintas komunikasi dan restorasi jaringan
Adanya 7.2 G dalam VC-12 dengan satu STM-4/STM-1 port interface Layanaan data 2M, 35/45M, 155M, STM-1, STM-4, STM-16, 10/100BT dan GBE. GFP (Generic Framing Prosedur), LCAS (Link Kapasitas Penyesuaian Skema) dan
VCAT (Penggabungan Virtual) 2.2.2. Perangkat Surpass 7070 Surpass 7070 suatu perangkat yang hemat biaya yang mencakup seluruh jajaran aplikasi jaringan yang di perlukan untuk inti dari sebuah daerah dan metro. Pada pernagkat ini telah di optimalkan dan tealah mengikuti standar internasional yang tekhnologinya berorientasi masa depan. Manfaat operator menggunakan perangkat ini adalah membantu operator mencapai keseimbangan layanan data, memberikan operator keunggulan kompetitif dengan mengangkut layanan Ethernet yang fleksibel dari pelanggan bisnis menggunakan tekhnologi SDH yang handal, selain itu juga perangkat ini adalah perangkat terbaik di kelasnya. Fitur utama pada perangkat ini adalah : Adannya 160G dalam VC-4 dan 10G dalam VC-12 Layanan data Layanaan data 2M, 35/45M, 155M, STM-1, STM-4, STM-16, 10/100BT, GBE, dan 10GBE. GFP, LCAS dan dukungan dari Rangkaian virtual untuk skalabilitas optimal layanan Ethernet. Dukungan layanan concatenated (VC-4-4c, VC-4-16c, VC-4-64c) Berbagai STM-64 interface, termasuk varian WDM
2.2 Beberapa Type Perangkat Surpass Dalam NMS Siemens terdapat banyak jenis NE (Network Element) dari 7035, 7070 dan 7080. Yang membedakan NE tersebut adalah kapasitas saluran optic yang tersedia. Seperti 7080 bisa di isi dengan kapasitas 340Gb VC4 dan 40Gb Vc12 atau VC3, lalu 7070 160Gb VC4 dan 40Gb VC12 atau VC3. Di bawah ini adalah beberapa NMS Siemens: 2.2.1 Perangkat Surpass 7035 Series
2.3 Struktur Frame SDH Surpass hiT 7035 suatu perangkat yang dapat mendukung berbagai macam data termasuk Ethernet, perangkat ini juga mendukung Ethernet layer 2 fungsi switching dan menyediakan transportasi data yang efisien. Manfaat operator menggunakan perangkat ini adalah peningkatan pendapatan dari layanan baru di tambah dengan pengurangan yang signifikan dalam biaya operasi dan modal membuka sumber baru keuntungan, selain itu perangkay ini juga meningkatkan carrier daya saing pasar melalui fleksibilitas layanan yang leih tinggi, penyediaan layanan yang lebih tinggi, dan perlindungan investasi. Fitur utama pada perangkat ini adalah : Adanya 15.2 G dalam VC-12 dengan satu STM-16/STM-4 port interface
Struktur frame terendah yang didefinisikan dalam standar SDH adalah STM-1 (Synchronous Transport Module level 1) dengan laju bit 155,520 Mbit/s (155 Mbps). STM-4 (Synchronous Transport Module level 4) dengan laju bit (622 Mbps). STM-16 (Synchronous Transport Module level 16) dengan laju bit 2488,32 Mbps (2,5 Gbps), STM-64 (Synchronous Transport Module level 64) dengan laju bit 9.953,280 Mbps (10 Gbps). kecepatan transmisi untuk level STM-N yang lebih tinggi juga telah distandarisasi sebagai kelipatan bulat (1, 4, 16 dan 64) dari N x 155,520 Mbps, Untuk besar kapasitas STM-N dapat dilihat pada tabel 2.1
2
dengan aligning. TU tersebut digabungkan untuk membentuk TUG (Tributary Unit Group). Kemudian menambahkan POH pada TUG sehingga terbentuk VC orde tinggi.
Tabel 2.1 kapasitas port STM-N STANDAR FRAME STM-1 STM-4 STM-16 STM-64
STANDAR KECEPATAN 155,520 Mbps (155Mbps) 622,080 Mbps (622 Mbps) 2488,32 Mbps (2,5 Gbps) 9.953,280 Mbps (10 Gbps)
3. Multiplexing orde tinggi Multiplexing orde tinggi diperoleh dengan melakukan multiplexing VC orde tinggi untuk membentuk frame STM-N. VC orde tinggi bisa didapat dari multiplexing orde rendah atau langsung melalui pemetaan container C-3 dan C-4. Seperti halnya multiplexing orde rendah, VC orde tinggi tersebut ditambahkan pointer untuk membentuk AU (Administrative Unit) sesuai dengan VC-nya (aligning). Selanjutnya AU tersebut digabungkan untuk membentuk AUG (Administrative Unit Group). Frame STM-N dibentuk dengan melakukan multiplexing AUG.
2.4 Multiplexing Pada SDH Fungsi utama multiplexing adalah untuk memultipleks sinyal digital yang mempunyai bitrate rendah ke sinyal digital yang mempunyai bitrate yang lebih tinggi dan mentransmisikan informasi yang besar itu secara e fisien. Di dalam sistem SDH dikenal tiga tahapan proses multiplexing yang tergantung dari sinyal masukan yang dikirimkan. Proses tersebut terdiri atas :
2.5 Ethernet Over SDH Saat ini jaringan eksisting yang ada mayoritas menggunakan teknologi SDH. Dengan menggunakan jaringan Synchronous Digital Hierarchy (SDH) Tradisional dimana antara CPE (Customer Premises Equipment) dan router masih menggunakan SDH. Sedangkan kebutuhan pelanggan mayoritas meninginkan layanan IP, maka sistem jaringan seperti ini mempunyai beberapa kendala seperti harga peralatan yang tinggi, skalabilitas yang buruk, tidak flexible pada saat penambahan bandwidth di pelanggan. Namun bukan berarti jaringan SDH akan tamat riwayatnya, untuk menjawab kompetisi tersebut telah dikembangkan teknologi baru yang berbasis SDH yang disebut Next Generation SDH ini memungkinkan layanan paket seperti layanan berbasis ethernet untuk dialirkan melalui jaringan SDH eksisting. Konsep Ethernet over SDH atau yang lebih dikenal sebagai EOS merupakan konsep yang dapat mengalirkan berbagai layanan termasuk ethernet kedalam jaringan SDH. Ethernet Over SDH membantu untuk mengembangkan jaringan SDH agar menjadi jaringan data yang berefisiensi tinggi. Berikut Merupakan gambaran dari implementasi EoS yang dapat dilihat pada gambar 2.3.
1. Mapping Mapping adalah proses pemetaan sinyal-sinyal PDH yang akan dibawa melalui jaringan SDH. Pertama sinyal–sinyal PDH dimasukkan ke dalam container tertentu (C-n) sesuai dengan laju bit masing-masing. Kemudian C-n ditambahkan POH (Path Overhead) untuk membentuk Virtual Container (VC-n). Proses ini yang disebut dengan mapping. POH berfungsi untuk memantau kualitas dan mengidentifikasi tipe dari Container. VC merupakan elemen dasar yang akan dikontrol dan diatur dalam sistem SDH. Ada beberapa jenis VC yaitu VC-11,VC-12, VC-2 disebut dengan VC orde rendah dan VC-3 dan VC-4 disebut sebagai VC orde tinggi. 2. Multiplexing orde rendah Multiplexing orde rendah adalah membentuk VC orde tinggi dengan melakukan multiplexing VC orde rendah. Untuk multiplexing VC orde rendah pertama kali dilakukan adalah dengan menambahkan pointer untuk membentuk TU (Tributary Unit) sesuai dengan VC-nya yang disebut
3
pelanggannya. Akan tetapi dalam usaha untuk memberikan yang terbaik, penyelenggara Telekomunikasi mempunyai beberapa hambatan, seperti masih mahalnya biaya operasional (seperti mahalnya peralatan yang diperlukan) yang masih harus ditanggung oleh penyelenggara Telekomunikasi. Dengan menggunakan Jaringan Synchronous Digital Hierarchy (SDH) Tradisional dimana antara CPE (Customer Premises Equipment) dan router masih menggunakan SDH. Sistem jaringan seperti ini mempunyai beberapa kendala seperti harga peralatan yang tinggi, skalabilitas yang buruk, tidak flexible pada saat penambahan bandwidth dipelanggan. Dalam jaringan transport di metropolitan, teknologi Ethernet merupakan tantangan dalam menyalurkan paket data. Jaringan Ethernet menawarkan biaya penggelaran, pemeliharaan yang lebih murah dan memberikan layanan data yang lebih baik dibandingkan dengan jaringan existing seperi SDH. Peningkatan kebutuhan akan layanan-layanan berbasis data menjadi pendorong pengembangan Ethernet. Namun bukan berarti jaringan SDH akan tamat riwayatnya, untuk menjawab kompetisi tersebut telah dikembangkan teknologi baru yang berbasis SDH yang disebut Next Generation SDH, dimana menyediakan layanan-layanan Ethernet diatas jaringan SDH. Untuk memberikan solusi akan permasalahan tersebut, maka akan dilakukan suatu perencanaan implementasi jaringan berbasis Ethernet over SDH pada suatu wilayah melalui suatu penyelenggara telekomunikasi. Dengan membuat suatu perencanaan jaringan berbasis Ethernet, diharapkan akan menjadi solusi dimasa yang akan datang sebagai backbone jaringan yang lebih efisien dalam menyalurkan paket data.
Gambar 2.2 Konfigurasi Ethernet over SDH Jaringan EOS (Ethernet Over SDH) umumnya didefenisikan sebagai bridge dari suatu jaringan atau menghubungkan wilayah yang terpisah juga menghubungkan LAN dan WAN atau backbone network yang umumnya dimiliki oleh service provider. Jaringan ini, secara harfiah berarti jaringan komunikasi data yang berskala metro, seperti kota besar Jakarta dengan menggunakan teknologi Ethernet sebagai protokol Transmisii datanya. Sehingga teknologi ini merupakan salah satu perkembangan dari teknologi Ethernet yang dapat menempuh jarak yang luas berskala perkotaan dengan dilengkapi berbagai fitur yang seperti terdapat pada jaringan Ethernet umumnya, di mana terdapat dua jenis Ethernet yang di bedakan berdasarkan kecepatan daya akses datanya, yaitu : 1.
2.
2.6
Hadirnya EoS. SDH ( Syncronous Digital Hierarchy) merupakan teknologi yang sebelumnya ada dibandingkan dengan teknologi EOS (Ethernet over SDH). Teknologi ini menyajikan kapasitas transfer yang bervariasi, dimulai dari kapasitas 2,048 Byte, 155 Mbps, 622 Mbps, 2,5 Gbps, hingga 10 Gbps, namun pada penggunaannya seringkali memiliki beberapa kendala, misalnya untuk membutuhkan kapasitas sebesar 50 Mbps, dalam implementasinya agak sulit karena tidak ada port yang menyediakan kapasitas sebesar 50 Mbps, oleh sebeb itu teknologi EoS dihadirkan guna melengkapi keterbatasn tersebut, dengan menyediakan beberapa port yang dapat dapat diseting sesuai dengan keinginan, dimulai dari 2Mbps hingga 100 Mbps untuk tipe Fast ethernet, dan 1000 Mbps (1 Gbps) untuk tipe GE (Giga byte ethernet). Secara umum, network element dalam arsitektur jaringan EOS (Ethernet Over SDH) dapat dibagi menjadi: 1. Synchronous Digital Hierarchy (SDH) 2. Network Element (NE)
Fast Ethernet : memiliki kecapatan akses data 100 Mbps menggunakan elektrik interface Gigabit Ethernet : bias juga di sebut Gibit Ethernet.Gibit Ethernet memiliki kecepatan akses 1000 Mbps atau 1 Gbps. Dengan menggunakan fiber
optik interface. Ethernet over SDH merupakan kelanjutan dari pengembangan teknologi SDH yang banyak di pakai pada saat ini sebagai hirarki pemultiplekan yang berbasis pada transmisi sinkron. Ethernet over SDH membantu untuk mengembangkan jaringan SDH agar menjadi jaringan data yang berefisiensi tinggi. Setiap penyelenggara Telekomunikasi berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada para
4
3.
sewaktu-waktu ada sirkit yang down dan terhapus dapat, untuk tampilan loginnya terlihat seperti pada gambar 3.1
Network Maintenance Service (NMS)
SDH (Syncronous Digital Hierarchy) merupakan teknologi yang sebelumnya telah ada, yang terdiri dari beberapa NE (Network Element) yang saling terhubung dengan menggunakan fiber optik sebagai media transmisinya, selain itu juga dilengkapi dengan NMS sebagai sistem managemen jaringannya, EoS merupakan card tambahan yang dapat di insert kedalam slot – slot pada setiap Network element yang ada, pada card EoS menyediakan 9 buah port yang dapat diseting kapasitasnya sesuai dengan spesifikasi yang diberikan. 2.6.1 Keuntungan Jaringan EoS Ada beberapa keuntungan dapat di nikmati jika suatu jaringan SDH menggunakan EoS antara lain : Kehandalan – EoS merupakan byte overload dalam setiap frame, terus menerus memonitor untuk masalah yang mungkin mempengaruhi performance sinyal. Recovery – Perlindungan switching otomatis memiliki standar wawib lajukurang dari 50 ms. Bandwidth management – Dengan adanya struktur LCAS memungkinkan dapat diatur sesuai penggunaan.
Gambar 3.1 Tampilan Login TNMS Client Selain berfungsi sebagai sistem administrasi jaringan NMS juga mendukung untuk suksesnya sebuah integrasi, dengan bantuan create circuit customer, deteksi alarm, beberapa simulasi test diantaranya test loop guna memastikan titik pusat dari suatu masalah integrasi baik masalah configurasi maupun perangkat fisik.
III. PERANCANGAN ETHERNET OVER SDH ( EoS ) Sebelum melakukan implementasi perlu dilakukan beberapa tahapan-tahapan dalam perancangan dimulai dari melihat alokasi port yang akan digunakan menentukan kapasitas bandwith yang akan dibuat hingga proses penyambungannya kearah NE (Network Element) disisi tujuannya. Untuk melihat alokasi dan menentukan seberapa besar bandwith yang akan dibuat dapat dilihat melalui NMS (Network Management System) berikut adalah penjelasan NMS serta pengenalan tetang fitur apa saja yang terdapat didalamnya.
3.2 Element – Element pada NMS Pada NMS terdapat beberapa element – element diantaranya : NE (Network Element) NE merupakan semacam lemari besi yang didalamnya terdapat beberapa slot, slot berguna untuk tempat menginsert card yang dapat di insert sesuai kebutuhan. Slot ini dapat diisi dengan tipe card yang berspesifikasi SDH atau juga dapat diisi dengan jenis card yang berspesifikasi ethernet,mulai dari slot dengan kapasitas E1 hingga level STMN. Di bawah ini adalah contoh Gambar rak NE hiT 7070 series.
3.1 Network Management System (NMS) Network Management System (NMS) merupakan software yang berfungsi sebagai system administrasi jaringan khususnya jaringan backbone SDH. NMS yang digunakan dalam perancangan ini merupakan tipe TNMS client yang didalamnya terdapat beberapa jenis tipe perangkat, diantaranya Surpass 7070 SC/DC series,merupakan produk dari vendor jaringan Nokia Solution Network (NSN). Yang saling terintegrasi satu sama lain dengan jaringan-jaringan backbone SDH dari perangkat vendor jaringan lainnya. Untuk mengakses NMS yang ada diperlukan user id dan password user ini juga berguna untuk mengidentifikasi apabila
5
Trail Merupakan jalur yang dibuat untuk untuk menghubungkan trafik dari drop asal ke drop port tujuan. Trail dibuat dengan menggunakan kapasitas Port STM-1 yang dipecah ke level E1, yang berjumlah 63 kali E1. Di bawah ini adalah contoh gambar Trail STM-1 yang di pecah E1 menjadi 63 E1.
Gambar 3.2 Rak NE hiT 7070 series
Link Link Physical ini pada NMS adalah sebuah gambaran virtual jaringan fisik fiber yang mewakili kondisi sebenarnya di lapangan, biasa disebut juga ‘jaringan besar’ pada NMS. di PT. Indosat, Tbk sendiri, dalam menggelar jaringan fibernya menggunakan core STM-1, STM-16 dan STM-64
Gambar 3.4 Trail STM-1 3.3 Alur Diagram Perancangan Dalam perancangannya, EoS (Ethernet over SDH) dapat di gambarkan dalam sebuah diagram blok. Diagram blok yang menuliskan tentang bagaimana proses perancangan dari awal perancangan EoS itu sendiri hingga siapnya sirkit tersebut untuk di Integrasi. Untuk alur diagram pembuatannya dapat dilihat pada gambar 3.5.
Garis pada NMS yang berwarna hijau adalah garis yang menghubungkan antar NE satu ke NE yang lainnya yang merupakan gambaran koneksi dari NE satu ke NE yang lainnya, yang dilengkapi dengan kapasitas yang berbeda – beda, dengan satuan kapasitas STM-1,STM-4 hingga STM-64. Satuan kapasitas sebagai jalur untuk menghantarkan trafik dari drop to drop. Di bawah ini contoh Gambar link area Banda Aceh.
Start
Menentukan Alokasi Port Ethernet
Pembuatan Gabungan
Penggabungan 8 E1 sisi Sigli
Hubungkan Local port ke Logical port
Penggabungan 8 E1 sisi Lamnyong
Permintaan tidak bisa lanjutkan
Permintaan tidak bisa lanjutkan
Hubungkan Sigli – Lamnyong di sisi SDH
Hubungkan Local port ke Logical port
Hasil penggabungan 8E1 Pastikan Clear Alarm
Pengetesan Link
End
Gambar 3.5 Alur Diagram Perancangan.
Gambar 3.3 Link
6
Pada Gambar 3.5 merupakan alur perancangan EoS (Ethernet over SDH) dimulai dari menentukan alokasi port ethernet yang akan digunakan, kemudian menggabungkan 8 level E1 menjadi 1 dengan kapasitas total 16 Mb dengan metode concatination di kedua network element, yaitu Network Element Sigli dan Network Element Lamnyong. Kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan local port dengan logical port di masing-masing Network Element tersebut. Setelah melakukannya di Network Element origin dan Network Element destinationnya kemudian menyambungkan ke2 Network Element tersebut di sisi SDH. Setelah ke-2 Network Element terhubung sirkit berarti telah selesai dibuat. Selanjutnya yaitu memastikan sirkit yang telah dibuat clear alarm. Apabila pada sirkit yang telah dibuat terdapat indikasi alarm maka lakukan pengecekan ulang perancangan dimulai dari awal hingga dipastikan bebas dari indikasi alarm. Selanjutnya adalah melakukan proses integrasi dan perhintungan dan analisa. Setelah membuat alur diagram perancangan langkah selanjutnya yaitu merancang dan mengimplementasikan nya sesuai dengan alur diagram yang telah dibuat pada gambar 3.5 dalam perancangan awalnya akan dimulai dengan menentukan alokasi port yang akan digunakan seperti yang akan dijelaskan pada pembahasan 3.6.
Pada Gambar 3.6 merupakan tampilan dalam dari sebuah NE. Terdapat beberapa jenis card diantaranya card IF4FE4GEB card tersebut merupakan card ethernet,sebuah card yang menyediakan 8 buah port dengan 4 buah port bertipe FE (fast ethernet) dan 4 buah port bertipe GE (gigabyte ethernet). Hal berikutnya ialah menentukan di port mana yang akan digunakan dengan memilih port yang kosong serta mebuat LCAS nya sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dan menghubungkannya ke local port SDH. 3.5 Konfigurasi di sisi Ethernet Service Hit 7070 Sigli – 7070 Lamnyong Dalam membuat crossconnect EoS ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya kita harus melakukan setting di masing-masing NE yang akan kita buat. Kemudian kita harus menentukan Bandwidht yang akan digunakan, serta parameterparameter lainnya. Berikut adalah cara melakukan setting disisi NE 7070 Sigli ke NE 7070 Lamnyong.
3.4 Menentukan alokasi Port Ethernet Hal Pertama yang dilakukan dalam perancangan ini adalah dengan melihat ketersediaan port ethernet yang ada pada lokasi yang akan dibuat. Apakah pada lokasi yang akan dibuat tersedia port dengan tipe IF4FE4GEB jika belum tersedia maka insert card ethernet pada slot yang kosong terlebih dahulu. untuk melihat ketersediaannya dapat diliat langsung pada gambar 3.6. Gambar 3.7 VC4 Subview
Gambar 3.6 Tampilan dalam Network element di NMS
3.8 Tampilan VC4 Mux aktif
7
hanya mengeluarkan kapasitas sebesar 2 Mbps kini dalam 1 port yang digunakan dapat menghantarkan kapasitas sebesar 16 Mbps, sesuai dengan kebutuhan.
3.6 Konfigurasi di sisi SDH Pada tahap ini penulis akan membuat trail dan membuat circuit menggunakan NMS NSN. 3.6.1 Trail VC4 Trail VC4 ini disebut juga sebagai jalur virtual, trail ini di buat untuk sirkit-sirkit service E1 yang akan digunakan, diibaratkan sirkit-sirkit E1 atau 2 mb tersebut menumpang melalui trail ini. Rata-rata trail ini dibuat hanya dalam kapasitas 1xSTM-1. 3.6.2 Circuit VC-12 (E1/2Mb) Circuit atau bisa di sebut sirkit ini adalah bagian terkecil dari transmisi SDH, sesuai dengan struktur multiplex SDH yaitu berkapasitas 2Mb. Dalam kasus ini penulis akan membuat sirkit 2MB x 8E1 (16Mb).
IV. ANALISA HASIL IMPLEMENTASI Analisa ini dilakukan untuk mengetahui hasil yang sebelumnya telah dirancang pada pembahasan sebelumnya. Dengan menlakukan pengukuran pada port ethernet yang sebelumnya telah dirancang. Ada beberapa data yang akan diukur untuk mengetahui kualitas dari konfigurasi yang telah dibuat diantaranya Bandwith,Throughput dan delay. Data – data tersebut diambil dan selanjutnya dianalisa untuk untuk mengetahui kualitas dari konfigurasi yang telah dibuat.untuk itu perlu dilakukan beberapa hal dimuai dari proses integrasi dari konfigurasi yang telah dibuat, pesiapan pengukuran hingga pengambilan datanya.
3.7 Proses pembuatan crossconnect EoS Setelah kita membuat atau mengetahui trail yang akan di gunakan, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan crossconnect virtual di sisi NMS. Di bawah ini adalah beberapa langkah-langkahnya.
Sebelum melakukan pengukuran ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan diantaranya memastikan terlebih dahulu sirkit yang dibuat telah sesuai dengan konfigurasinya, untuk memastikannya bisa dilakukan dengan test ping antara ke-2 sisi test ini di lakukan dengan melakukan ping ip pada sisi origin ke arah end site nya, apabila ip origin dapat melakukan ping ke arah ip disisi end site nya berarti sirkit yang dibuat bagus dan koneksi kearah sisi terjauh tidak ada masalah. Namun apabila belum mampu melakukan test ping, pastikan kembali jumperan – jumperannya dan konfigurasi setingan pada sisi NMS (Network Management System) serta dipastikan kembali sirkit yang akan di integrasi tidak ada indikasi alarm. karena apabila sirkit yang dibuat belum lurus proses pengukuran belum bisa dilakukan. Setelah memastikan sirkit yang dibuat tidak ada masalah atau sesuai konfigurasi, selanjutnya mempersiapkan pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan mengukur ke port fisik ethernet langsung dengan melakukan koneksi port ethernet dengan konektor RJ45. Pada gambar 4.1 merupakan konfigurasi yang digunakan untuk pengukuran pada sirkit yang telah dibuat.
Untuk mempercepat membuat crosconnect dan link clear alarm disini penulis menggunakan route automatic maka secara otomatis route akan mencari trail yang kosong dan clear alarm untuk menghubungkan NE Sigli ke NE Lamnyong.
Gambar 3.23 Crossconnect SDH to EoS Pada gambar 3.23 merupakan gambar dari konfigurasi yang telah dibuat sebesar 1x8E1 yang atau sebesar 16 Mbps, sirkit ini bukan lagi sirkit dengan kapasitas ber level VC-12 melainkan sirkit dengan satuan VG(VC 12-8V). sirkit tersebut tersusun atas 8E1 masing-masing E1 berkapasitas 2 Mbps, sehingga apabila digabungkan akan menghasilkan kapasiitas sebesar 16 Mbps. Kapasitas 16 Mbps inilah yang nantinya akan dihubungkan pada port ethernet yang akan digunakan disisi origin dan destinationnya, sehingga bila pada SDH pada umumnya dalam 1 port
Gambar 4.1 konfigurasi pengukuran
8
Pada gambar 4.3 merupakan hasil tes pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan file berkapasitas 20 MB sebagai file yang di transfer. Dari hasil pengujian dapat dihitung nilai throughputnya dengan persamaan :
4.1 Analisa Throughput di sisi Main Pada analisa selanjutnya ialah mengukur besarnya throughput pada konfigurasi yang telah dibuat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan konfigurasi seperti pada gambar 4.1 namun software yang digunakan berbeda. Pengukuran diukur dengan menghubungkan laptop disisi Sigli - Lamnyong, kemudian laptop disisi Lamnyong mencoba mengunduh file dari laptop disisi Sigli, dengan demikian konfigurasi yang sebelumnya telah dibuat seakan-akan telah terisi trafik yang membawa data dari Sigli kearah Lamnyong. Pada saat pengiriman data inilah pengukuran akan dilakukan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Wireshark. Sofware Wireshark di install di laptop disisi Lamnyong. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kapasitas beban yang ditreansfer dengan nilai yang berbeda-beda dimulai dengan file berukuran 20MB,40MB,60MB Hingga 80 MB. Tujuannya untuk mengetahui apakah kapasitas beban akan mempengaruhi hasil dari pengukuran.Setelah dilakukan pengujian didapatkan hasil seperti pada gambar 4.3. Selanjutnya percobaan akan dilakukan kembali namun menggunakan kapasitas file yang berbeda, di sini penulis mencoba mengukur jalur workingnya terlebih dahulu. File yang akan di transfer sebesar 20MB, setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil seperti pada gambar 4.2
Persamaan 1 :
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil untuk nilai througput sebesar 855,784 Kbps, jadi dalam setiap detiknya jumlah file yang ditransfer kurang lebih sebesar 855,784 kb. Percobaan ini dilakukan berkali-kali menggunakan kapasitas file yang berbeda-beda sehingga didapatlah hasil seperti pada tabel 4.1 Tabel 4.1 hasil pehitungan througput Kapasitas Kapasitas Hasil EoS File yang di Perhitungan transfer Throughput 1 16 MB 20 MB 855,784 Kbps 2 16 MB 40 MB 1043,810 Kbps 3 16 MB 60 MB 1179,513 Kbps 4 16 MB 80 MB 1196,433 Kbps Tabel 4.1 menunjukan hasil dari pengukuran yang telah dilakukan, dapat dibaca dari total rata-rata 50 MB file yang ditransfer didapatkan nilai throughput sebesar 1068,885 kbps. NO
Gambar 4.2 Pengukuran di sisi Main
4.2 Analisa Pengukuran Delay di sisi Main Pada pengukura delay diperlukan beberapa teknik pengukuran, untuk teknik pengukurannya masih sama dengan menggunakan wireshark seperti pada pengukuran througput, kapasitas file yang ditransfer juga masih sama menggunakan kapasitas file yang digunakan untuk mengukur throughput, untuk capture hasil pengukurannya dapat dilihat pada gambar 4.1 Namun persamaan yang digunakan berbeda. Dalam perhitungan delay dapat digunakan persamaan : Persamaan II :
Gambar 4.3 Hasil pengukuran dengan kapasitas file 20 MB
9
Tabel 4.5 kategori latensi yang dihitung
Setelah dilakukan pengukuran dengan kapasitas yang berbeda-beda didapatkan hasil seperti pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil pengukuran delay NO Kapasitas Kapasitas Hasil EoS File yang d Perhitungan transfer Delay 1 16 MB 20 MB 1,1788 ms 2
16 MB
40 MB
0,9556 ms
3
16 MB
60 MB
0,8552 ms
4
16 MB
80 MB
0,8426 ms
dengan meningkatkan kapasitas file yang dikirim dimulai dari 20 MB,40MB,60MB hingga 80MB
1 2 3 4
16 Mb 16 Mb 16 Mb 16 Mb Ratarata
Delay (M) (ms)
Throug hput( M) (kbps)
Del ay (P) (ms )
Through put (P) (Kbps)
20 Mb 40 Mb 60 Mb 80 Mb 50 Mb
1,1788
855,784
785,788
0,9556
1043,810
0,8552
1179,513
0,8426
1196,433
0,9580
1062,136
1,27 9 1.08 1 1.02 7 1.00 3 1,09 75
Delay (M) (ms)
Delay (P) (ms)
1
20 Mb
1,1788
1,279
2
40 Mb
0,9556
1.081
3
60 Mb
0,8552
1.027
4
80 Mb
0,8426
1.003
Kategori Latensi Yang diukur Sangat bagus Sangat bagus Sangat bagus Sangat bagus
V. KESIMPULAN Setelah dilakukan perancangan, pengukuran dan analisa hasil di dapat beberapa simpulan diantaranya :
sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel 4.3 Ka pas itas file
Kapasitas file
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa dari hasil perhitungan nilai delay yang dihasilkan masih masuk dalam kategori sangat bagus, pada sisi proteksi juga masih masuk dalam kategori sangat baik, nilai delay pada sisi proteksi juga perlu diperhatikan, hal ini untuk mengantisipasi bila sewaktu-waktu rute main bermasalah dan trafik harus dilewatkan disisi proteksi agar tidak terjadi high latency. Karena nilai delay yang tinggi dapat berpengaruh juga terhadap nilai throughput yang dihasilkan.
selanjutnya pengukuran juga akan dilakukan
N Ban O dwi th EoS
NO
1.
Laju kedatangan paket akan berpengaruh terhadap nilai throughput, Apabila semakin besar nilai laju kedatangan maka nilai Throughput akan naik dan bila laju kedatangan paket bernilai kecil maka nilai througput akan turun.
2.
Nilai delay transfer paket juga berpengaruh terhadap nilai throughput, apabila nilai delay transfer paket bernilai tinggi, maka akan di dapat nilai throughput yang rendah. Dan bila nilai delay transfer paket kecil maka nilai throughput akan semain tinggi.
3.
Routing yang dilewati juga berpengaruh terhadap nilai delay, semakin jauh routing yang dilewati akan di dapat nilai delay yang semakin besar. Dan semakin dekat routing yang dilewati akan didapat nilay delay yang semakin rendah (semakin
931,152 979,495 1002,29 924,681
Pada hasil pengukuran disisi working dan proteksi terlihat kualitas layanan yang dilewatkan disisi main lebih baik jika dibandingkan dengan melewatkan trafik pada sisi proteksi. Jika trafik dilewatkan disisi proteksi yang jaraknya lebih jauh, nilai throughputnya semakin menurun dan untuk nilai delay nya semakin meningkat. Setelah melakukan pengukukuran, selanjutnya membandingkan nya dengan standar pengukuran yang ada. jika dibandingkan dengan standarisasi pada tabel 4.4 di dapatkan Hasil seperti pada tabel 4.5
baik).
10