PERANCANGAN TAMAN TERAPI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH ALAM DAN SAINS AL-JANNAH, CIPAYUNG, JAKARTA TIMUR
NURINA WIDYAYU ARFIANTI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN
NURINA WIDYAYU ARFIANTI. Perancangan Taman Terapi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, Cipayung, Jakarta Timur. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO. Ruang terbuka baik itu berupa ruang terbuka hijau atau taman merupakan suatu ruang luar yang tidak hanya berfungsi secara ekologis tetapi dapat juga berfungsi sebagai sarana penyembuhan. Ruang penyembuhan (healing spaces) dapat ditemukan di lingkungan alami. Salah satu bentuk pemanfaatan ruang luar sebagai media penyembuhan (terapi) terdapat pada fasilitas lembaga pendidikan formal, khususnya sekolah alam. Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berbasis pada alam. Selain anak-anak normal, dalam sekolah ini terdapat pula anak berkebutuhan khusus (ABK) diantaranya seperti penyandang autisme, asperger syndrome, ADHD/ADD (Attention-deficit hyperactivity disorder), cerebral palsy, disleksia, down syndrome, spinal muscular atrophy, hearing loss, gangguan belajar, dan lain-lain. Dengan berbagai keterbatasan itulah, anak berkebutuhan khusus ini tidak dapat berkembang secara normal seperti anak-anak pada umumnya. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan terapi yang dilakukan di dalam ruangan. Studi ini dilakukan untuk membuat rancangan ruang luar atau taman yang dapat memberikan fungsi-fungsi terapi bagi anak berkebutuhan khusus. Manfaat yang dapat diperoleh dari studi ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam pengembangan taman atau ruang luar sebagai ruang terapi penyembuhan dan memberikan gambaran suatu desain taman terapi yang ideal. Studi dilakukan di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, yang terletak di jalan Jambore No.4 Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Studi dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2009 yang meliputi kegiatan persiapan, pengumpulan data dan informasi, pengolahan data, dan penyusunan laporan hingga Juli 2010. Perancangan taman terapi di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah ini diperuntukkan terutama bagi anak berkebutuhan khusus. Tapak akan dikembangkan menjadi taman yang dapat memberikan fungsi-fungsi terapi dimana anak berkebutuhan khusus tersebut dapat belajar, tumbuh dan berkembang, serta memperoleh kesenangan seperti semua anak-anak lain yang tidak memiliki keterbatasan. Taman terapi yang dikembangkan merupakan taman terapi yang interaktif dan berorientasi pada alam, memotivasi anak-anak untuk mengeksplorasi lingkungan dan melakukan berbagai aktivitas seperti bermain dan lain-lain. Konsep taman terapi yang dikembangkan terinspirasi dari proses metamorfosis yang terjadi pada kupu-kupu. Dalam biologi, metamorfosis dapat diartikan sebagai perubahan yang sangat besar dalam bentuk dari satu taraf atau tingkatan ke tingkatan selanjutnya dalam kehidupan suatu organisme. Secara filosofis proses metamorfosis ini memiliki makna bahwa setiap manusia harus mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Proses metamorfosis ini dianalogikan sebagai proses terapi anak berkebutuhan khusus
dimana dalam prosesnya anak berkebutuhan khusus akan mengalami perubahan dari tidak bisa atau kurang bisa menjadi bisa atau lebih bisa. Taman terapi dirancang pada lahan seluas 256 m2 terdiri atas ruang terapi dan ruang non terapi (ruang penerimaan). Ruang terapi terdiri dari ruang terapi indoor dan ruang terapi outdoor.. Ruang terapi outdoor terbagi ke dalam empat sub ruang, yaitu ruang terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Pada ruang terapi sensorik anak berkebutuhan khusus dapat menstimulasi indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan dengan faslitas yang ada. Fasilitas yang terdapat pada ruang terapi sensorik ini adalah jalur refleksi, texture table, sensory garden, serta wind chimes. Pada ruang terapi motorik anak berkebutuhan khusus dapat menstimulasi kemampuan motorik, pergerakan, dan keseimbangannya. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di ruang ini adalah undulating grassy slope, tangga, ramp, stepping log, balance beam, serta permainan anak. Terdapat pula jembatan lengkung yang selain sebagai penghubung antar ruang juga memiliki fungsi terapi, yaitu untuk melatih keseimbangan dan perspektif terhadap posisi. Ruang terapi kognitif dan ruang terapi sosial ini terletak di bagian selatan tapak. Pada ruang terapi kognitif terdapat outdoor stage dan planter box sedangkan pada ruang terapi sosial terdapat tempat duduk dan plaza dengan motif kupu-kupu yang dilengkapi dengan pergola sebagai penaung. Sirkulasi di dalam tapak hanya diperuntukkan bagi manusia. Pola sirkulasi berbentuk organik dengan garis lengkung dengan ukuran yang bervariasi, yaitu 1 m – 1,2 m. Jalur sirkulasi terbuat dari material berupa perkerasan (concrete), kayu, dan batu kerikil. Selain itu pada jalur sirkulasi tersebut akan dibentuk motif kupu-kupu. Kombinasi material dan motif kupu-kupu tersebut selain memberikan penampakan visual yang baik juga memiliki nilai terapi yang dapat dimanfaatkan. Vegetasi pada zona terapi lebih diarahkan kepada vegetasi yang dapat memberikan fungsi terapi. Vegetasi yang digunakan merupakan vegetasi dengan penampakan menarik, memiliki bunga atau daun dengan variasi bentuk; warna; dan tekstur, beraroma, tidak berduri atau bergetah. Terdapat pula vegetasi non terapi, yaitu vegetasi peneduh, vegetasi pembatas, dan vegetasi estetis. Pada zona non terapi vegetasi yang digunakan merupakan vegetasi estetis yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas estetika tapak. Kata kunci: Rancangan taman, taman terapi, anak berkebutuhan khusus (ABK)
PERANCANGAN TAMAN TERAPI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH ALAM DAN SAINS AL-JANNAH, CIPAYUNG, JAKARTA TIMUR
NURINA WIDYAYU ARFIANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul
Nama NIM
: Perancangan Taman Terapi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, Cipayung, Jakarta Timur. : Nurina Widyayu Arfianti : A44051193
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Qodarian Pramukanto, Dip. Env. M, MS. NIP. 19620214 198703 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perancangan Taman Terapi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, Cipayung, Jakarta Timur”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan baik moril dan materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Keluarga tercinta, papa dan mama, Sudarmanta Tri Widada dan Siti Chofifah, adik-adik tersayang, Pungki Retna Windradi dan Ardian Nur Wijayanta, bude Siti Choiriyah, dan kakak tersayang Almh. Annisa Lukita Ningtiyas, serta seluruh keluarga. Terima kasih untuk doa, semangat, dan lautan cinta dan kasih sayang yang tiada tara;
2.
Ir. Qodarian Pramukanto, Dip. Env. M, MS. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dan nasehatnya dalam penyusunan skripsi ini;
3.
Dr. Ir. Andi Gunawan, M. Agr.Sc. dan Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku dosen penguji atas saran dan masukan untuk skripsi ini;
4.
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS selaku pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan nasehatnya selama masa studi penulis;
5.
Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah tempat penulis melakukan penelitian, Bapak kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, Kepala Humas Yayasan Masdalifah, Kepala Unit Inklusi beserta staf baik terapis maupun pengajar yang telah membantu penulis dalam penyediaan informasi dan data untuk skripsi;
6.
Resa Maharani, Muhammad Mudhofir, dan Yosep Permata yang telah membantu penulis dalam pengukuran;
7.
Teman-teman seperjuangan bimbingan (Rachma Kania, Azi Muhammad Alif Hidayah,
Handika
kebersamaannya;
Gani,
dan Dina
Larastini)
atas semangat
dan
8.
Teman-teman ARL 42, terima kasih untuk kebersamaan, keceriaan, semangat, dan kenangan yang tidak akan terlupakan;
9.
Kakak kelas ARL 40 dan 41, adik kelas ARL 43 dan 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu;
10. Seluruh dosen, staf administrasi, dan pegawai Departemen Arsitektur Lanskap; 11. Teman-teman Harmony 2 Lorong Ceria (Verdha, Diah, Nisa, Septi, Riana, Meta, Ima, Sella, Mitha, dan Santia) atas semangat, kebersamaan, canda, dan tawa yang menemani penulis menyelesaikan skripsinya; 12. Arsyad Khrisna, terima kasih untuk kebersamaan, semangat, dan bantuan yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna, karena itu penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2010
Nurina Widyayu Arfianti
RIWAYAT HIDUP
Nurina Widyayu Arfianti, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 4 Oktober 1987. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sudarmanta Tri Widada dan Siti Chofifah. Penulis menempuh pendidikan semasa kecil di TK Teladan, Pare, Jawa Timur pada tahun 1992 dan TK Sukaseuri, Cikampek pada tahun 1993. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan dasarnya di SDN Sarimulya IV (1993-1999), selanjutnya meneruskan pendidikan tingkat menengah pertama di SLTP Pupuk Kujang, Cikampek (1999-2002), dan melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMAN 1 Purwakarta (2002-2005). Semasa sekolah penulis aktif sebagai pengurus OSIS SLTP Pupuk Kujang di Divisi Kerohanian dan ekstrakulikuler paduan suara SMAN 1 Purwakarta. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi. Penulis pernah menjadi anggota dan pengurus PSM Agriaswara Divisi Kesejahteraan. Selain itu, penulis pernah menjadi anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) Divisi Keprofesian dan asisten pada mata kuliah Teknik Studio (ARL210) di Departemen Arsitektur Lanskap.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ...................................................................... 1.2 Tujuan .................................................................................. 1.3 Manfaat ................................................................................ 1.4 Kerangka Pikir .....................................................................
1 2 2 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap ................................................................................ 2.2 Perancangan Lanskap ........................................................... 2.3 Ruang Terbuka Hijau............................................................ 2.4 Lanskap Terapeutik .............................................................. 2.5 Anak Berkebutuhan Khusus ................................................. 2.6 Taman Terapi bagi Anak Berkebutuhan Khusus ................... 2.7 Rusk Play Garden.................................................................
4 4 7 7 9 10 13
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Studi ...................................................... 3.2 Bahan dan Alat ..................................................................... 3.3 Tahapan Studi....................................................................... 3.3.1 Persiapan .................................................................... 3.3.2 Inventarisasi ............................................................... 3.3.3 Analisis....................................................................... 3.3.4 Sintesis ....................................................................... 3.3.5 Perencanaan ................................................................ 3.3.6 Perancangan ............................................................... 3.4 Batasan Studi........................................................................
17 17 18 18 18 24 24 25 25 27
BAB IV INVENTARISASI 4.1 Aspek Fisik dan Biofisik ...................................................... 4.1.1.Letak, Luas dan Batas ................................................. 4.1.2 Aksesibilitas dan Sirkulasi .......................................... 4.1.3 Iklim ........................................................................... 4.1.4.Tanah.......................................................................... 4.1.5 Topografi .................................................................... 4.1.6 Hidrologi dan Drainase ............................................... 4.1.7 Vegetasi dan Satwa ..................................................... 4.1.8 Fasilitas dan Utilitas ................................................... 4.1.9 Elemen Visual dan Akustik ......................................... 4.2 Aspek Sosial.........................................................................
29 29 30 33 35 36 37 40 41 42 45
4.2.1 Latar Belakang Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah .... 4.2.2 Pengguna .................................................................... 4.2.3 Aktivitas ..................................................................... 4.3 Aspek Terapi ........................................................................ 4.3.1 Fasilitas Terapi ........................................................... 4.3.2 Program dan Aktivitas Terapi ..................................... 4.3.3 Anak Berkebutuhan Khusus ........................................
45 46 46 47 47 49 54
BAB V ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik ...................................................... 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas ................................................ 5.1.2 Aksesibilitas dan Sirkulasi .......................................... 5.1.3 Iklim ........................................................................... 5.1.4 Tanah.......................................................................... 5.1.5 Topografi .................................................................... 5.1.6 Hidrologi dan Drainase ............................................... 5.1.7 Vegetasi dan Satwa ..................................................... 5.1.8 Fasilitas dan Utilitas ................................................... 5.1.9 Elemen Visual dan Akustik ........................................ 5.2 Aspek Sosial ........................................................................ 5.3 Aspek Terapi ....................................................................... 5.4 Sintesis Aspek Fisik dan Biofosik, Sosial, dan Terapi ........... 5.5 Program Ruang ....................................................................
63 63 64 64 66 66 67 67 69 69 70 70 71 74
BAB VI KONSEP 6.1 Konsep Umum .................................................................... 6.2 Pengembangan Konsep ......................................................... 6.2.1 Konsep Tata Ruang..................................................... 6.2.2 Konsep Sirkulasi ........................................................ 6.2.3 Konsep Vegetasi ........................................................ 6.2.4 Konsep Aktivitas ........................................................ 6.2.5 Konsep Fasilitas ......................................................... 6.3 Diagram Konsep ...................................................................
76 77
77 81 82 84 86 88
BAB VII PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 7.1 Site Plan Taman Terapi ........................................................ 7.1.1 Ruang Terapi .............................................................. 7.1.2 Ruang Non Terapi ...................................................... 7.2 Rancangan Taman Terapi .................................................... 7.2.1 Rancangan Sirkulasi ................................................... 7.2.2 Rancangan Vegetasi.................................................... 7.2.3 Rancangan Fasilitas .................................................... 7.3 Daya Dukung Taman Terapi ................................................
90 92 94 94 104 105 110 122
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan .............................................................................. 8.2 Saran .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
123 124 125
LAMPIRAN ...........................................................................................
127
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data .......................................................
20
2. Kriteria Desain Fungsional Taman Terapi .......................................
22
3. Komposisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ...............................
48
4. Komposisi Staf Unit Inklusi .............................................................
49
5. Matriks Program, Aktivitas, dan Fasilitas Terapi ..............................
54
6. Analisis Sintesis Aspek Fisik dan Biofisik, Sosial, dan Terapi .........
71
7. Matriks Hubungan Fungsi, Ruang, dan Aktivitas ..............................
75
8. Konsep Vegetasi, Fungsi, dan Kriteria..............................................
85
9. Konsep Program, Aktivitas, dan Fasilitas Terapi ..............................
87
10. Fasilitas dan Kebutuhan Ruang .......................................................
88
11. Matriks Hubungan Kedekatan Ruang ..............................................
89
12. Jenis Ruang, Fungsi, Aktivitas, dan Fasilitas yang Direncanakan ....
90
13. Vegetasi Terapi dan Nilai Terapeutik yang Dapat Dimanfaatkan .....
107
14. Vegetasi yang Direncanakan pada Tapak.........................................
108
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pikir Studi ........................................................................
3
2. Sensory Garden di Lucas Garden School ........................................
12
3. The Leichtag Family Healing Garden .............................................
13
4. Site Plan Rusk Play Garden .............................................................
15
5. Perspektif Rusk Play Garden ............................................................
16
6. Peta Lokasi Studi .............................................................................
17
7. Tahapan Studi ..................................................................................
28
8. Kondisi Tapak ..................................................................................
30
9. Orientasi Tapak ................................................................................
30
10. Aksesibilitas Menuju Lokasi ...........................................................
31
11. Aksesibilitas pada Lokasi ................................................................
32
12. Aksesibilitas dan Sirkulasi Sekitar Tapak ........................................
33
13. Peta Aksesibilitas dan Sirkulasi.......................................................
33
14. Kondisi Iklim Tapak .......................................................................
34
15. Peta Iklim .......................................................................................
35
16. Peta Tanah ......................................................................................
36
17. Kondisi Topografi Lokasi................................................................
37
18. Peta Topografi.................................................................................
37
19. Hidrologi dan Drainase ...................................................................
38
20. Saluran Drainase Tertutup di Sekitar Tapak.....................................
39
21. Peta Hidrologi dan Drainase ............................................................
39
22. Vegetasi dan Satwa .........................................................................
40
23. Peta Persebaran Vegetasi dan Satwa ...............................................
41
24. Fasilitas ..........................................................................................
42
25. Kondisi Visual Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah .........................
43
26. Kondisi Visual di Sekitar Tapak ......................................................
44
27. Peta Visual dan Akustik ..................................................................
44
28. Struktur Organisasi Unit Inklusi ......................................................
47
29. Terapi Okupasi ................................................................................
50
30. Fisioterapi .......................................................................................
52
31. Peta Analisis Topografi ...................................................................
66
32. Peta Analisis Vegetasi dan Satwa....................................................
68
33. Peta Analisis Visual dan Akustik ....................................................
69
34. Filosofi Konsep ..............................................................................
77
35. Bagan Terapi Anak Berkebutuhan Khusus ......................................
79
36. Modifikasi Tapak ............................................................................
80
37. Ilustrasi Ruang Terapi .....................................................................
81
38. Ilustrasi Sirkulasi Dalam Tapak ......................................................
83
39. Diagram Konsep .............................................................................
89
40. Site Plan.........................................................................................
91
41. Rancangan Taman Terapi ...............................................................
95
42. Rancangan Taman Terapi (CAD) ...................................................
96
43. Blow Up Ruang Terapi Sensorik .....................................................
97
44. Ilustrasi Persepktif Ruang Terapi Sensorik .....................................
97
45. Blow Up Ruang Terapi Motorik .....................................................
99
46. Ilustrasi Perspektif Ruang Terapi Motorik ......................................
100
47. Blow Up Ruang Terapi Kognitif dan Sosial ...................................
100
48. Ilustrasi Perspektif Ruang Terapi Kognitif ......................................
101
49. Ilustrasi Perspektif Ruang Terapi Sosial .........................................
101
50. Ilustrasi Perspektif Keseluruhan .....................................................
102
51. Potongan A-A’ ...............................................................................
102
52. Potongan B-B’ ...............................................................................
103
53. Potongan C-C’ ...............................................................................
103
54. Potongan D-D’ ...............................................................................
104
55. Referensi Motif Kupu-Kupu pada Jalur Sirkulasi ...........................
104
56. Jenis Vegetasi yang Digunakan pada Ruang Terapi ........................
106
57. Jenis Vegetasi yang Digunakan pada Ruang Non Terapi ................
107
58. Detail Penanaman Pohon ................................................................
108
59. Detail Penanaman Ground Cover ...................................................
108
60. Planting Plan .................................................................................
109
61. Hardscape Plan .............................................................................
111
62. Detail Pintu Gerbang ......................................................................
112
63. Detail Pagar ...................................................................................
113
64. Detail Jalur Refleksi .......................................................................
113
65. Detail Jalur Sirkulasi ......................................................................
114
66. Detail Pergola ................................................................................
115
67. Detail Texture Table .......................................................................
115
68. Detail Undulating Grassy Slope .....................................................
116
69. Detail Arbor ...................................................................................
117
70. Detail Tangga dan Ramp ................................................................
117
71. Detail Jembatan Lengkung .............................................................
118
72. Detail Kolam ..................................................................................
118
73. Detail Stepping Slope dan Balok Keseimbangan .............................
119
74. Detail Alat Permainan (Play Equipment) ........................................
120
75. Detail Outdoor Stage ......................................................................
120
76. Detail Plaza ....................................................................................
121
77. Detail Bangku Taman.....................................................................
121
78. Detail Planter Box ..........................................................................
122
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Program Terapi ................................................................................
129
2. Daftar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) .......................................
137
3. Staff Unit Inklusi..............................................................................
138
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ruang terbuka termasuk taman tidak hanya dapat memberikan fungsi
secara ekologis, tetapi juga sebagai sarana untuk penyembuhan. Ruang penyembuhan (healing spaces) merupakan suatu ruang dengan desain dan setting tertentu yang dapat memberikan fungsi terapi dan digunakan sebagai area penyembuhan. Pada dasarnya, ruang penyembuhan (healing spaces) dapat ditemukan di lingkungan alami. Berdasarkan beberapa fakta, sejak masa lampau lingkungan alam (nature) telah digunakan sebagai ruang penyembuhan. Beberapa rumah sakit pada masa lampau diletakkan dalam kompleks biara (monasteries), dengan jamujamuan (herbs) dan ibadah sebagai fokus penyembuhan (Hebert, 2003). Manusia sebagai makhluk yang berasal dari alam tentunya lebih menyukai hal-hal yang alami. Namun seiring dengan perkembangan teknologi seperti obatobatan dan operasi, fokus penyembuhan kemudian beralih kepada obat-obatan. Ruang penyembuhan
lebih terfokus ke bangunan-bangunan seperti fasilitas
perawatan atau medical centre yang tidak diimbangi dengan adanya taman-taman atau ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai ruang terapi. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan mengingat manfaat yang dapat diberikan ruang luar. Salah satu bentuk pemanfaatan ruang luar sebagai media penyembuhan (terapi) terdapat pada fasilitas lembaga pendidikan formal, khususnya sekolah alam. Sekolah Alam merupakan sekolah dengan sistem pendidikan yang mengutamakan pendidikan akhlak (sikap hidup), falsafah ilmu pengetahuan (logika berpikir), dan leadership (kepemimpinan) dengan penyampaian materi yang mencakup aspek kognitif, emosional dan psikomotorik, dan merupakan inovasi pendidikan dengan memanfaatkan alam sebagai pembelajaran (Matta, 2003). Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berbasis pada alam. Selain anak-anak normal, dalam sekolah ini terdapat pula anak berkebutuhan khusus (ABK) diantaranya seperti penyandang autisme, asperger syndrome, ADHD/ADD (Attention-deficit hyperactivity
2
disorder), cerebral palsy, disleksia, down syndrome, spinal muscular atrophy, hearing loss, gangguan belajar, dan lain-lain. Anak berkebutuhan khusus tersebut membutuhkan perlakuan yang khusus atau terapi untuk proses penyembuhannya. Dengan berbagai keterbatasan itulah, anak-anak ini pada umumnya tidak dapat berkembang secara normal seperti anak-anak pada umumnya. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan terapi. Kebanyakan terapi yang dilakukan bagi anak-anak tersebut merupakan terapi di dalam ruangan. Sangat jarang terdapat fasilitas terapi yang memanfaatkan alam atau lingkungan luar. Padahal lingkungan alami atau ruang luar dapat menjadi media penyembuh yang baik (natural healer) apabila didesain sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, studi ini dilakukan untuk membuat desain atau rancangan suatu ruang luar atau taman yang dapat memberikan fungsi-fungsi terapi bagi anak yang berkebutuhan khusus tersebut.
1.2
Tujuan Studi ini bertujuan untuk :
1.
Menyusun konsep desain taman terapi yang ideal dan dapat memberikan fungsi terapi bagi penggunanya serta memiliki kualitas estetika yang baik.
2.
Merancang taman terapi bagi anak berkebutuhan khusus yang memiliki kualitas lingkungan yang baik serta dapat memberikan fungsi terapi berbasis program dan aktivitas terapi.
1.3
Manfaat Manfaat dari hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang manfaat taman atau ruang luar sebagai ruang terapi penyembuhan dan memberikan gambaran suatu desain taman terapi yang ideal, dapat memberikan fungsi terapi, dan memiliki kualitas estetika yang baik. Selain itu, hasil studi ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam merancang taman terapi sejenis untuk dikembangkan di tempat lain.
3
1.4
Kerangka Pikir Sekolah Alam dan Sains merupakan salah satu institusi pendidikan dimana
di dalamnya terdapat anak berkebutuhan khusus seperti penyandang autisme, asperger syndrome, ADHD/ADD (Attention-deficit hyperactivity disorder), cerebral palsy, disleksia, down syndrome, spinal muscular atrophy, hearing loss, gangguan belajar, dan lain-lain. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut mendapatkan terapi yang dilakukan di dalam ruangan untuk proses penyembuhan dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Desk study dilakukan untuk mengetahui teori-teori mengenai taman terapi, review taman terapi yang pernah dibuat, dan mendapatkan rumusan kriteria desain fungsional bagi anak berkebutuhan khusus. Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik dan biofisik tapak, sosial , dan terapi. Aspek terapi yang dilakukan didapatkan melalui konsultasi dan konfirmasi dengan terapis. Analisis dan sintesis dilakukan setelah tahap desk study dan inventarisasi dilakukan, selanjutnya dilakukan perumusan konsep taman terapi dan dilanjutkan dengan tahap perancangan taman terapi bagi anak berkebutuhan khusus.
SEKOLAH ALAM DAN SAINS AL-JANNAH
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
DESK STUDY
INVENTARISASI Fisik & Biofisik Sosial Terapi
Konsultasi & konfirmasi dengan terapis
ANALISIS-SINTESIS
KONSEP
PERANCANGAN TAMAN TERAPI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Gambar 1 Kerangka Pikir Studi
TERAPI (dalam Ruang)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lanskap Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang
beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi unsur utama atau unsur mayor dan unsur penunjang atau unsur minor (Simond, 1983). Unsur mayor adalah unsur yang relatif sulit untuk diubah, sedangkan unsur minor adalah unsur yang relatif mudah untuk diubah. Lanskap atau wajah bumi apabila dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-karakter lanskap tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk karena adanya kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam, seperti bentukan lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Derajat kesatuan atau harmoni dari elemen-elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang ditimbulkan, tetapi juga dari keindahan.
2.2
Perancangan Lanskap Perancangan lanskap merupakan suatu perluasan dari perencanaan tapak
dan termasuk dalam proses perencanaan tapak. Perancangan lebih ditekankan pada seleksi komponen-komponen rancangan, bahan-bahan tumbuh-tumbuhan, dan kombinasi-kombinasinya sebagai pemecahan masalah terhadap kendalakendala yang ada di tapak (Laurie, 1984). Simonds (1983) menyatakan bahwa perancangan akan menghasilkan ruang tiga dimensi. Perhatian perancangan ini ditujukan pada penggunaan volume atau ruang. Setiap ruang atau volume memiliki bentuk, ukuran, bahan, warna, tekstur, dan kualitas lainnya. Semua hal tersebut dapat mengekspresikan dan mengakomodasikan fungsi-fungsi yang ingin dicapai. Dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah dua dimensi sedangkan dunia perancangan adalah pemikiran secara tiga dimensi. Pengorganisasian ruang yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda terhadap psikologis manusia. Dampak tersebut dapat berupa timbulnya rasa takut, keriangan, gerak dinamis, ketegangan, keheningan, dan lain-lain.
5
Reid (1993) menyatakan bahwa terdapat tujuh elemen desain dalam perancangan. Elemen-elemen tersebut adalah titik, garis, bidang, bentuk, pergerakan, warna, dan tekstur. Seorang desainer perlu mengkombinasikan elemen-elemen tersebut dengan menggunakan prinsip-prinsip desain untuk menciptakan desain ruang luar yang baik. Pengaplikasian prinsip-prinsip desain sebaiknya dimulai sejak tahap awal perencanaan hingga tahap akhir desain. Prinsip-prinsip desain tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Unity, merupakan suatu kesatuan dan kepaduan yang diperoleh dari penyusunan beragam elemen lanskap yang diorganisasikan dalam satu kesatuan tema. Unity atau kesatuan dapat dilakukan dengan pengulangan atau repetisi dari garis, bentuk, tekstur, atau warna.
2.
Harmony, merupakan keserasian antara elemen dan keadaan sekitarnya. Elemen-elemen yang menyatu, berhubungan, dan cocok satu sama lain merupakan
suatu
yang
harmonis,
sedangkan
elemen-elemen
yang
mengganggu integritas satu sama lain merupakan suatu ketidakharmonisan. 3.
Interest, merupakan perasaan keingintahuan dan ketertarikan. Interest dapat dicapai dengan mengintroduksi bentuk, ukuran, tekstur, dan warna yang beragam; mengubah arah, pergerakan, bunyi, atau kualitas cahaya.
4.
Simplicity, merupakan hasil dari pengurangan atau pengeliminasian hal-hal yang tidak perlu dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari desain. Simplicity dapat menyebabkan kemonotonan apabila dilakukan secara ekstrim.
5.
Emphasis, merupakan sesuatu yang dominan atau signifikan di dalam tapak atau lanskap. Emphasis dapat diciptakan dengan kontras, penggunaan elemen unik, framing, dan fokalisasi.
6.
Balance, merupakan penyamaan perhatian atau penekanan visual pada suatu komposisi lanskap. Keseimbangan akan menimbulkan perasaan damai dan keamanan. Susunan yang tidak seimbang akan menimbulkan konflik atau pertentangan dari sudut visual.
7.
Scale and Proportion, merupakan perbandingan relatif dari tinggi, panjang, luas, massa, dan volume antara satu elemen dan elemen lainnya atau antara
6
satu elemen dengan ruang. Skala dan proporsi dapat dimanipulasi oleh seorang desainer untuk menimbulkan beragam respon emosional pada ruang. 8.
Sequence, merupakan rangkaian atau urutan. Ruang-ruang dan peristiwa atau kejadian yang berhubungan merupakan suatu urutan. Suatu rangkaian atau urutan yang memasukkan unsur discovery atau penemuan merupakan suatu hal yang efektif dalam suatu desain lanskap. Menurut Reid (1993), pendekatan tradisional untuk desain arsitektur
lanskap biasanya dimulai dengan riset yang menyelidiki tujuan akhir dari klien, parameter-parameter dari tapak, dan kebutuhan dari pengguna potensial. Sementara Simonds (1983) menguraikan proses perencanaan dan perancangan dalam arsitektur lanskap terdiri dari penerimaan tugas, pengumpulan data, analisis, sintesis, pelaksaan, dan pemeliharan. Booth (1990) menyatakan bahwa proses desain umumnya memiliki tahap-tahap sebagai berikut: 1. Penerimaan proyek 2. Riset dan analisis a. Persiapan rencana dasar b. Inventarisasi tapak (pengumpulan data) dan analisis (evaluasi) c. Wawancara dengan pemilik d. Pembentukan program 3. Desain a. Diagram fungsi ideal, b. Diagram fungsi keterhubungan tapak c. Rencana konsep (Concept plan) d. Studi tentang komposisi bentuk e. Desain awal f. Desain Skematik g. Rencana utama (Master plan) h. Pembuatan desain 4. Gambar-gambar konstruksi a. Rencana pelaksanaan (Layout plan) b. Rencana pembentukan muka lahan (Grading plan) c. Rencana penanaman (Planting plan)
7
d. Detail konstruksi 5. Pelaksanaan 6. Evaluasi setelah konstruksi 7. Pemeliharaan Selanjutnya Booth (1990) juga menyatakan bahwa banyak tahap-tahap tersebut yang saling tumpang tindih dan saling membaur sehingga susunannya menjadi tidak jelas dan tidak nyata. Lebih jauh lagi, beberapa dari tahapan tersebut bisa paralel satu dengan yang lainnya dalam hal waktu, dan muncul secara serentak. Dengan kata lain, tidak ada satupun tahap dari proses desain yang muncul secara terpisah dari yang lainnya.
2.3
Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah semua ruang yang ditanami tanaman
alami seperti lapangan rumput, stepa, sabana, hutan raya hingga yang buatan seperti halaman rumah, jalur hijau, taman bermain, pemakaman, dan taman lingkungan pada pemukiman (Nurisjah dan Pramukanto, 1995). Dijelaskan lebih lanjut pula bahwa fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah: 1. Areal perlindungan bagi berlangsungnya fungsi dan penyangga kehidupan. 2. Sarana menciptakan kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan. 3. Sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi. 4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan dari perencanaan. 5. Sarana pendidikan dan penelitian. 6. Habitat satwa dan perlindungan plasma nutfah. 7. Sarana memperbaiki kualitas lingkungan hidup perkotaan. 8. Pengatur sistem air.
2.4
Lanskap Terapeutik Lingkungan, baik yang alami maupun buatan mempengaruhi setiap orang
yang menggunakannya. Berdasarkan Attention Restorative Theory oleh Kaplan dan Kaplan tahun 1989, taman sebagai ruang luar dapat merestorasi orang apabila memiliki empat sifat, yaitu berbeda dari yang lainnya atau kaya, luas, memiliki daya tarik, dan sesuai (Said, 2003). Sejak masa lampau, terdapat fakta-fakta yang
8
menerangkan bahwa lingkungan alami (nature) merupakan sesuatu yang hal yang penting dan berdampak pada manusia. Alam dipercaya memliki kekuatan untuk menyembuhkan dan ruang penyembuhan (healing spaces) dapat ditemukan di alam seperti, musim semi (healing spring), hutan kecil, bebatuan, gua dan sebagainya. Lingkungan alami, cahaya matahari, dan udara segar merupakan komponen esensial penyembuhan dalam setting ruang luar pada masa medieval monastic, pavilion-style pada abad 19, dan sanatorium pada awal abad 20 (Marcus dan Barnes, dalam Hebert, 2003). Beberapa rumah sakit pada masa lampau diletakkan dalam kompleks biara (monasteries),
dengan jamu-jamuan (herbs)
dan ibadah sebagai
fokus
penyembuhan. Seiring dengan berkembangnya teknologi seperti operasi dan obatobatan, fokus penyembuhan beralih ke obat-obatan. Dijelaskan pula oleh Marcus dan Barnes (dalam Hebert, 2003) bahwa rumah sakit dan fasilitas perawatan dibangun dan dikelilingi oleh jalan dan lapangan parkir tanpa ada penekanan terhadap alam. Marcus dan Barnes (dalam Stigsdotter dan Grahn, 2002) mendefinisikan healing garden sebagai taman yang dengan cara yang berbeda dapat mempengaruhi pengunjung dalam hal yang positif.
Roger Ulrich, seorang
psikolog lingkungan menjelaskan bahwa sebuah taman seharusnya mengandung banyak elemen alami seperti vegetasi/tanaman, bunga, dan air (Marcus dan Barnes, dalam Vappa, 2002). Dijelaskan pula bahwa dengan menamai suatu taman dengan healing garden, maka taman tersebut harus memiliki unsur terapeutik dan manfaat yang besar bagi penggunanya. Dalam mendesain suatu healing garden atau taman terapi, terdapat dua tujuan harus dicapai yaitu proses penyembuhan itu sendiri dan mendesain suatu lingkungan luar yang dapat menunjang proses tersebut (Hebert, 2003). Pengenalan lingkungan alami pada penataan ruang perawatan (healthcare setting) dijelaskan dalam beberapa variasi, yaitu contemplative garden, restorative garden, healing garden, dan therapeutic garden. Contemplative garden merupakan taman yang dapat digunakan untuk menenangkan jiwa. Nancy Gerlach-Spriggs mendeskripsikan restorative garden sebagai tempat yang dapat digunakan dalam penyembuhan setelah sakit, Healing garden, menurut Roger S.
9
Ulrich merupakan taman yang dapat merestorasi penggunanya dari stress dan mempunyai pengaruh yang positif baik bagi pasien, pengunjung, maupun perawat. Sedangkan therapeutic garden merupakan suatu taman yang lebih dari sekedar nyaman. Taman ini berimplikasi pada penggunanya untuk melakukan suatu hal dengan tujuan tertentu. Sebagai contoh, pada taman ini terdapat ramps, curbs, atau berbagai variasi permukaan yang didesain bagi pasien untuk melatih keahlian motorik. Marcus dan Barnes
(1999) mengidentifikasi tiga aspek dari proses
penyembuhan yang dapat diberikan oleh alam atau taman, yaitu: 1. Memberikan pertolongan atau memperingan gejala fisik. 2. Mengurangi stress. 3. Memperbaiki suasana secara keseluruhan. Ulrich dan Addoms (1981) juga menyatakan bahwa elemen-elemen lanskap seperti vegetasi, air, sabana, ruang terbuka, dan lainnya sangat berhubungan dengan tingkat penyembuhan atau restorasi.
2.5
Anak Berkebutuhan Khusus Kata handicapped banyak digunakan untuk menjelaskan seseorang yang
berbeda dari orang lain, yang mengakibatkan keterbatasan kemampuan, prestasi, atau fungsi-fungsi hidup lainnya (Kraus, 1977). Dijelaskan pula bahwa kata disable lebih tepat digunakan karena menekankan pada ketidakmampuan secara fisik atau mental secara lebih spesifik daripada handicapped. Namun dalam banyak literatur, kata handicapped lebih populer dan lebih banyak digunakan. Dalam Kraus (1977) dijelaskan bahwa pada tahun 1960 White House Conference on Children and Youth mendefinisikan anak berkebutuhan khusus (disabled/handicapped children) sebagai seseorang yang tidak dapat bermain, belajar, bekerja, atau melakukan sesuatu yang dapat dilakukan anak-anak lain seusianya; atau yang terhalangi atau terhambat dalam pencapaian kemampuan fisik, mental, dan sosial secara penuh; baik oleh ketidakmampuan yang pada awalnya kecil namun menghambat, atau oleh kerusakan serius pada beberapa area fungsi yang mengakibatkan kemungkinan kerusakan secara permanen. Dijelaskan secara lebih lanjut dalam Kraus (1977) bahwa di dalam kategori cacat fisik
10
(physical disability) terdapat beberapa kelompok atau jenis yang berbeda-beda. Hal tersebut mencakup seseorang yang mengalami kerusakan penglihatan, pendengaran, atau kesulitan berbicara; dan orang-orang dengan kerusakan tulang (orthopedic) dan saraf (neurological), termasuk kelumpuhan yang diakibatkan oleh kerusakan otak bawaan seperti cerebral palsy, infeksi seperti poliomyelitis atau tuberculosis, gangguan metabolis seperti muscular dystrhophy, atau trauma yang disebabkan oleh kecelakaan, terbakar, dan patah tulang. Dijelaskan pula bahwa beberapa kondisi dapat menyebabkan ketidakmampuan baik sebagian ataupun secara total, tunggal ataupun berganda, dan dapat mempengaruhi seseorang di semua umur, ras, agama, dan kondisi sosioekonomi atau wilayah.
2.6
Taman Terapi bagi Anak Berkebutuhan Khusus Taman penyembuhan atau taman terapi dapat ditemukan dalam berbagai
variasi
pada
penataan
fasilitas
perawatan
(healthcare
setting).
Taman
penyembuhan atau taman terapi ini tidak hanya dapat ditemukan di rumah sakit, tetapi juga dapat ditemukan pada psychiatric hospitals, rehabilitation centers, Alzheimer treatment centers, hospital and setting for children, nursing homes, AIDS and cancer treatment centers dll. Ruang luar (outdoor spaces) yang terdapat pada setting tersebut bermacam-macam, meliputi landscape ground, entry garden, courtyard, plaza, roof garden, roof terrace, healing garden,meditation garden, viewing garden, private garden, nature trail and preserve, dan atriums (Hebert, 2003). Taman merupakan tempat bermain anak-anak dan dapat berperan sebagai lingkungan penyembuhan (healing environment) bagi anak-anak. Anak-anak dapat memperoleh manfaat dari healing garden, baik untuk pemulihan dari operasi, trauma, perkelahian yang menyebabkan luka atau kesakitan, maupun kerusakan secara fisik atau mental. Taman penyembuhan atau taman terapi dapat dijadikan tempat untuk berlatih dan meningkatkan kemampuan atau skill anak-anak sekaligus mempelajari skill yang baru. Taman penyembuhan (healing garden) bagi anakanak dapat didesain dengan beberapa asumsi yang diadaptasi dari Moore et al
11
(1987) dan Marcus dan Barnes (1999) dalam Hebert (2003). Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bermain di ruang luar (outdoor) merupakan faktor kritis dalam pengembangan kesehatan anak. 2. Kualitas lingkungan bermain dapat mempengaruhi persepsi anak-anak terhadapnya dan kisaran serta kedalaman bermain. 3. Permainan di alam (nature plays) merupakan bagian yang penting dalam perkembangan anak. 4. Intervensi pemimpin atau terapis dalam permainan dapat memperluas kisaran bermain. 5. Anak-anak dengan semua kemampuannya mempunyai hak yang sama dalam bermain. 6. Indoor atau outdoor links merupakan hal yang penting untuk menghubungkan pengguna dengan lingkungan luar (outdoor environment). Beberapa tipe terapi dapat diterapkan pada taman terapi,
diantaranya
adalah Terapi Bermain, Terapi Holtikultur, Terapi Hewan, Terapi Alam dan Sensori Integrasi. Beberapa macam terapi tersebut dapat dikombinasikan untuk menciptakan healing garden atau taman terapi bagi anak-anak (Hebert, 2003). Selain itu, dijelaskan pula bahwa terdapat beberapa tipe healing garden bagi anakanak, yaitu taman terapi formal, taman terapi bermain dan hortikultur non-formal, informal strolling garden, community based, dan taman serbaguna (Moore dalam Marcus dan Barnes, 1999). Berikut ini adalah beberapa contoh taman terapi bagi anak-anak yang terdiri dari therapeutic garden dan healing/strolling garden (Hebert, 2003). 1. Institute for Child and Adolescent Development, Wellesly, Massachusetts Taman ini didesain oleh Douglas Reed, ASLA dan menerima penghargaan ASLA President’s Award for Excellence. Taman ini diperuntukkan bagi anakanak yang menderita gangguan emosional dan perilaku yang diakibatkan oleh trauma. Tujuan utama dibuatnya taman ini adalah untuk membantu anak-anak mengungkapkan perasaan yang sulit mereka ungkapkan atau artikulasikan. Taman
ini
memberikan
pengalaman-pengalaman
yang
meliputi
12
safety/security,
eksplorasi,
pengasingan
(seclusion),
discovery,
dan
pengambilan resiko (risk taking). 2. Lucas Garden School Taman yang terletak di daerah suburban dan dekat dengan rumah sakit (pediatric hospital). Taman ini dibuka sebagai sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak dengan beragam kebutuhan khusus (multiple disabilities). Taman ini didesain untuk mendukung berbagai aktivitas. Terdapat sensory garden, texture table, splash table, swinging garden bench, shade house, lapangan rumput, outdoor stage, serta area untuk potting and propagating seed, earthworm breeding farm, palm garden, butterfly and bird garden, secret garden dan lain-lain. Sensory garden pada taman ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Sensory Garden di Lucas Garden School (Sumber: www.google.com)
3. The Leichtag Family Healing Garden Taman ini terletak di Children’s Hospital and Health Center di San Diego, California. Taman terapi ini berbentuk informal strolling garden yang didesain oleh Topher Delaney. Taman ini menggunakan elemen-elemen taman seperti warna, tekstur, bentuk, dan skala dari sudut pandang anak-anak. Warna-warna yang indah serta tekstur dan bentuknya menarik anak-anak dan menghilangkan kekhawatiran anak-anak dari rumah sakit. Pada taman tersebut
13
terdapat fitur-fitur unik, seperti patung brontosaurus setinggi 20 kaki pada bagian entrance, dinding konstelasi (Constellation Wall) dengan 12 zodiak yang dapat menyala pada malam hari, dan kincir angin di bagian tengah yang apabila angin bertiup cukup kencang akan membuat lempeng berwarna berubah menjadi warna putih. Pada sore hari, ShadowWall membentuk bayangan hewan pada lantai. Namun sayangnya dalam taman ini sedikit yang bisa dilakukan oleh anakanak. Taman ini kurang menyediakan fasilitas untuk anak-anak bermain secara aktif seperti menggali pasir, memindahkan batu-batuan dan lain-lain sehingga anak-anak cepat merasa bosan. Selain itu, pada taman tersebut terdapat banyak material-material keras dibandingkan pohon dan hijauan. Leichtag Family Healing Garden tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 The Leichtag Family Healing Garden (Sumber: www.google.com)
2.7
Rusk Play Garden Salah satu contoh taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang
terkenal adalah The Rusk Institute of Rehabilitation Medicine yang bertempat di New York University Medical Center. Tim terapis dari Rusk bekerjasama dengan firma Johansson & Walcavage yang sekarang disebut Johansson Design Collaborative untuk mendesain ruang luar bagi anak-anak yang dapat memperkaya kemampuan mereka untuk belajar, tumbuh, dan berkembang, serta
14
memiliki kesenangan seperti anak-anak lainnya. Taman ini menyediakan perawatan komprehensif bagi orang dewasa atau anak-anak dengan berbagai keterbatasan fisik. Tujuan dari perawatan yang dilakukan di taman ini adalah membantu pasien untuk mandiri secara fisik, sosial, emosional, dan vokasional. Hal tersebut dapat dicapai melalui kerjasama antara pasien dan keluarga, dokter, perawat, terapis, dan lainnya (Sinnen, 2001). Anak-anak yang melakukan terapi di tempat ini terdiri dari berbagai macam keterbatasan meliputi cerebral palsy, limb deficience, amputasi, spinal cord injury, spina bifida, muscular dystrophy, tumor otak, dan trauma. Desain yang ada pada taman terapi tersebut akan memotivasi anak-anak dan menyediakan peluang bagi mereka untuk mengeksplor dan melakukan aktifitas yang akan menstimulasi rasa ingin tahu, membangkitkan kemandirian, spontanitas dan kreatifitas secara fisik, kognitif, sosial, dan sensori. Desain Rusk Play Garden mengintegrasikan elemen sensori alami seperti daun, rumput, bunga, air, batuan, pohon, matahari, bayangan, pasir, dengan elemen yang dapat merangsang pergerakan seperti berlari, memanjat, berguling, berputar, dan lain-lain. Dijelaskan dalam Johansson, 2004 bahwa konsep utama yang terintegrasi dalam desain taman tersebut adalah alami, variasi dan tantangan, interaktif, dan skala. Anak-anak memerlukan lingkungan sekitar yang alami dan aktifitas bermain alami pula, seperti berlari dan berguling menuruni bukit berumput. Selain itu, anak-anak memerlukan variasi pilihan dan tantangan yang dapat dilakukan contohnya dengan membuat luncuran (slide) yang dapat diakses melalui dua cara, yaitu dengan ramp pada salah satu sisinya dan tangga pada sisi lain. Fitur-fitur interaktif yang meliputi bak pasir dan taman dapat diakses dengan mudah, dimana pada tempat ini anak-anak dapat duduk dan menggali tanah, kebun buah, dan bunga dimana anak-anak dapat menanam, ayunan yang dapat menstimulasi pergerakan dan lainnya. Ketika anak-anak keluar menuju taman, mereka akan menemukan tempat terbuka dengan langit yang luas dan beragam warna, aktivitas, dan tantangan untuk dijelajahi. Berikut ini adalah site plan dari Rusk Play Garden yang dapat dilihat pada Gambar 4.
15
Gambar 4 Site Plan Rusk Play Garden (Sumber: Johansson, 2004)
Terapi yang dilakukan pada taman tersebut meliputi integrasi sensori (tactile, auditory, dan visual), integrasi sistem vestibular, integrasi kognitif, pendidikan lingkungan dan sains, serta pengembangan sosial. Terapi integrasi sensori yang berupa tactile atau perabaan dapat diperoleh dari pengalaman anak merasakan variasi tekstur permukaan rumput, pasir, kayu, air, batu, daun, dan bunga serta merasakan panas sinar matahari. Sensor auditory dapat distimulasi melalui suara kicauan burung, lebah, gesekan daun, air dan lain-lain. Kemampuan visual anak dapat distimulasi dengan melihat ikan berenang, kupu-kupu terbang, perubahan cahaya dan bayangan. Terapi integrasi sistem vestibular menstimulasi keseimbangan, koordinasi, kemampuan motorik, pergerakan, dan gravitasi. Bukit berumput, jembatan, terowongan, ramp, slide, dan tangga akan menstimulasi pergerakan anak dan merasakan pengalaman yang berbeda. Objek yang interaktif serta pengalaman-pengalaman yang didapat oleh anak-anak di taman tersebut dapat membantu mensintesiskan kemampuan kognitif anak dengan fungsi fisiknya. Melalui hal tersebut anak-anak akan belajar mengenai kemampuan merencana, hubungan sebab akibat, dan inisiasi. Dalam pendidikan lingkungan dan sains, anak-anak akan belajar mengenai alam serta hubungan antara satu
16
elemen natural dengan lainnya, seperti air, udara, bumi, cahaya, hewan, dan manusia yang dilakukan melalui terapi hortikultur. Taman ini juga mendukung interaksi sosial antara anak dengan kemampuan, umur, dan gender yang berbeda. Terdapat ruang yang dapat menampung grup kecil anak-anak, area bermain pasif, area bermain aktif, dan grup besar dengan aktifitas aktif. Terdapat fasilitas penyimpan peralatan dan permainan, meja dan kursi, bangku dan seating area di seluruh penjuru taman. Suasana taman berupa perspektif secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Perspektif Rusk Play Garden (Sumber: Johansson, 2004)
BAB III METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu Studi Studi ini dilakukan di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah yang terletak di
jalan Jambore No.4 Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Peta lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Peta Lokasi Studi (Sumber: www.google.com dan www.google-earth.com)
Studi dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yaitu tahap persiapan, invetarisasi data, analisis-sintesis, perencanaan, dan perancangan. Studi ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 hingga Desember 2009 dengan kegiatan meliputi persiapan, pengumpulan data dan informasi, pegolahan data, dan penyusunan skripsi hingga bulan Juli 2010.
3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam studi ini adalah literatur-literatur terkait
mengenai taman terapi yang diperoleh dari studi pustaka/desk study, data primer
18
maupun sekunder yang diperoleh dari pengamatan, serta wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak yayasan, sekolah, dan terapis. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain theodolit, meteran, alat tulis, alat gambar,
kamera,
dan
komputer
beserta
software
pendukung
seperti
AutoCAD2006, CorelDRAW X3, Adobe Photoshop CS2, Google SketchUp, Microsoft Word 2007, dan Microsoft Excel 2007.
3.3
Tahapan Studi Studi ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan-tahapan tersebut
meliputi persiapan, inventarisasi data, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Tahapan studi tersebut dijelaskan dalam Gambar 7. Berikut adalah proses-proses yang dilakukan dalam setiap tahapan studi.
3.3.1 Persiapan Pada tahap persiapan dilakukan proses administrasi dan perizinan serta desk study atau studi pustaka. Proses administrasi dan perizinan yang dilakukan meliputi pembuatan surat izin penelitian dan proses perizinan kepada pihak terkait. Sedangkan studi pustaka merupakan suatu tahap pengumpulan data sekunder yang meliputi pengumpulan berbagai literatur yang berisi studi mengenai taman terapi/penyembuhan (healing garden) yang pernah dilakukan sebelumnya serta yang terkait dengan topik penelitian. Desk study/studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Studi pustaka tersebut meliputi review teori mengenai taman terapi/penyembuhan (healing garden), review taman terapi yang pernah dibuat serta perumusan kriteria desain taman terapi yang fungsional khususnya bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Literatur yang dikumpulkan terdiri dari buku, jurnal ilmiah, laporan penelitian, serta artikel baik dari media cetak ataupun internet.
3.3.2 Inventarisasi Pada tahap inventarisasi dilakukan pengumpulann data serta penghayatan pada tapak (feel of the land). Pengambilan data meliputi aspek fisik dan biofisik,
19
aspek terapi, dan aspek sosial. Data yang diperoleh dapat berupa data primer ataupun sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung yang dilakukan di tapak, seperti mengamati kondisi umum tapak, visual tapak, aksesibilitas, pemotretan, serta wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak yayasan, sekolah, dan terapis. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur, baik dari buku, jurnal ilmiah, laporan penelitian, serta artikel baik dari media cetak ataupun internet yang berhubungan dan mendukung kegiatan penelitian. Data-data yang diperoleh dari tahap inventarisasi ini akan digunakan dalam tahap analisis untuk menentukan potensi dan kendala yang ada di dalam tapak. Inventarisasi data dilakukan dengan cara sebagai berikut : a.
Observasi lapang, yaitu untuk mengetahui kondisi lapangan secara langsung yang meliputi kondisi fisik dan biofisik, karakter lanskap/tapak dan lingkungan sekitarnya, serta aktivitas yang dilakukan pengguna tapak. Data yang diperoleh dari observasi lapang ini berupa data primer yang dilengkapi pula dengan foto-foto penunjang tapak.
b. Wawancara, yaitu untuk memperoleh data serta informasi dari pihak-pihak terkait yakni pihak sekolah dan terapis mengenai aspek lanskap/tapak, terapi, serta pengguna. Data yang diambil berupa program, aktivitas, dan fasilitas terapi yang terdapat pada tapak serta aspek pengguna tapak. c. Studi Pustaka, yaitu untuk mendapatkan data sekunder sebagai penunjang yang tidak didapatkan dari observasi lapang. Studi pustaka yang dilakukan meliputi review teori mengenai taman sebagai media terapi/penyembuhan (healing garden), review taman terapi yang pernah dibuat serta perumusan kriteria desain taman terapi yang fungsional khususnya bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, definisi anak-anak berkebutuhan khusus serta berbagai jenis dan karakteristiknya, dan lain-lain. Studi pustaka diperoleh dari literatur berupa jurnal ilmiah, buku/textbook, artikel, dll baik dari media cetak maupun internet. Berikut ini adalah penjelasan serta rincian data yang akan diinventarisasi dalam bentuk tabel jenis, bentuk, dan sumber data.
20
Tabel 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data No. 1.
Jenis Data Aspek Fisik dan Biofisik Lokasi tapak Tanah Topografi dan kemiringan Iklim Hidrologi dan drainase Vegetasi dan satwa Kualitas tapak Aksesibilitas dan sirkulasi Fasilitas
2.
3.
Aspek Sosial
Aspek Terapi
Interpretasi Data
Letak, luas, dan batas tapak Jenis tanah Kontur dan kemiringan lahan Curah hujan, suhu udara rata-rata dan kelembaban relatif udara Kondisi hidrologi dan drainase, pola hidrologi dan drainase Jenis dan persebaran Visual (good view, bad view), audio Jaringan jalan dan fasilitas, pola sirkulasi Jenis, tata letak bangunan, fungsi, Latar belakang Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah
Sumber Data
Observasi lapang, instansi terkait Balai Penelitian Tanah Observasi lapang Observasi lapang Data Sekunder Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang, instansi terkait Wawancara
Pengguna tapak
Observasi lapang, wawancara
Aktivitas dan intensitas pengguna tapak
Observasi lapang, wawancara
Fasilitas terapi
Observasi lapang, wawancara
Program dan aktivitas terapi
Observasi lapang, wawancara
Deskripsi jenis data dan informasi yang terdapat pada Tabel 1 diuraikan sebagai berikut:
3.3.2.1 Aspek Fisik dan Biofisik 1. Lokasi tapak. Data yang diambil mencakup letak, luas, dan batas tapak. Letak tapak diperoleh dari observasi lapang dan pencarian dari sumber sekunder seperti dari instansi terkait, internet dll. Luas dan batas tapak diperoleh melalui observasi lapang dengan cara pengukuran menggunakan
theodolit yang
kemudian dilanjutkan dengan pengolahan menggunakan AutoCAD Land Development. Hasil yang akan diperoleh berupa peta dasar (basemap) tapak.
21
2. Tanah. Data yang diambil mencakup jenis tanah yang terdapat di lokasi tapak. Data ini berupa data sekunder yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanah (Balitan). Data jenis tanah yang diperoleh akan digunakan dalam proses analisis untuk menentukan kesesuaiannya dengan vegetasi. 3. Topografi dan kemiringan. Data yang diambil mencakup kontur dan kemiringan tanah pada tapak. Data tersebut diperoleh melalui observasi lapang dengan cara pengukuran menggunakan theodolit yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan menggunakan AutoCAD Land Development. 4. Iklim. Data yang diambil mencakup curah hujan, suhu udara rata-rata, dan kelembaban relatif udara. Data iklim tersebut merupakan data sekunder yang akan digunakan untuk dalam proses analisis untuk menentukan tingkat kenyamanan pada tapak. 5. Hidrologi dan drainase. Data yang diambil mencakup kondisi dan pola hidrologi dan drainase yang terdapat pada tapak. Data tersebut diperoleh melalui observasi lapang di tapak. 6. Vegetasi dan satwa. Data yang diambil mencakup jenis dan persebaran vegetasi dan satwa. Pengambilan data dilakukan melalui observasi lapang di tapak. 7. Kualitas tapak. Data yang diambil mencakup kualitas yang terdapat pada tapak yaitu secara visual maupun audio. Kualitas tapak secara visual mencakup good view dan bad view yang ada di dalam atau di luar tapak. Sedangkan kualitas audio mencakup suara-suara yang terdapat di dalam atau di luar tapak yang dapat memberikan efek baik secara positif atau negatif bagi pengguna tapak. Data tersebut diperoleh melalui observasi lapang. 8. Aksesibilitas dan sirkulasi. Data yang diambil mencakup jaringan jalan dan fasilitas serta pola sirkulasi di dalam tapak. Data ini diperoleh melalui observasi lapang untuk mengetahui jalan keluar masuk lokasi tapak, fasilitasfasilitas yang ada di jalan tersebut, dan pola sirkulasi di dalam tapak baik sirkulasi kendaraan maupun manusia. 9. Fasilitas. Data yang diambil mencakup jenis-jenis, tata letak, dan fungsi fasilitas yang terdapat dalam tapak. Data tersebut diambil melalui observasi lapang serta data dari instansi terkait.
22
3.3.2.2 Aspek Sosial Dalam aspek sosial, data-data yang diinventarisasi mencakup latar belakang Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, pengguna tapak, aktivitas serta intensitas pengguna di dalam tapak. Pengambilan data tersebut dilakukan melalui survey atau observasi lapang dan wawancara kepada pihak terkait. Data mengenai latar belakang Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah didapatkan dari wawancara kepada pihak terkait, dalam hal ini pihak yayasan selaku pendiri sekolah. Sedangkan data mengenai pengguna, aktivitas, dan intensitas pengguna tapak diperoleh dari observasi di lapang secara langsung.
3.3.2.3 Aspek Terapi Dalam aspek terapi, data-data yang diinventarisasi mencakup program, aktivitas, serta fasilitas terapi yang ada di dalam tapak. Pengambilan data tersebut dilakukan melalui observasi lapang dan wawancara pada pihak terkait, dalam hal ini terapis. Selain itu, dilakukan pula studi pustaka mengenai teori yang terkait dengan taman sebagai media terapi/penyembuhan (healing garden), kriteria desain fungsional taman terapi serta review taman terapi yang pernah dibuat khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus, definisi anak-anak berkebutuhan khusus serta berbagai jenis dan karakteristiknya, dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa kriteria desain taman terapi yang diambil dari beberapa sumber.
Tabel 2. *) Kriteria Desain Fungsional Taman Terapi Sumber/Literatur Clare Cooper Marcus and Marni Barnes (Healing Gardens: Therapeutic Benefits and Design Recommendation, 1999)
Kriteria/Prinsip Desain 1. Menyediakan keragaman ruang 2. Meratanya elemen hijau 3. Mendorong latihan/gerak tubuh 4. Menyediakan pengalihan yang positif melalui elemen-elemen natural seperti tanaman, bunga, dan air 5. Meminimalisasi gangguan seperti kebisingan, asap, dan pencahayaan buatan 6. Meminimalisasi ambiguitas dengan menghindari desain yang abstrak
23
Tabel. 2 (lanjutan) Sumber/Literatur
Kriteria/Prinsip Desain
T. C. McDowell (The Sanctuary Garden, 1998 dalam Healing by Design: Healing Gardens and Therapeutic Landscapes)
1. Pintu masuk yang mengundang pengunjung untuk masuk ke dalam taman 2. Elemen air dapat memberikan efek psikologis, spiritual, dan fisik 3. Penekanan pada fitur alami seperti penggunaan batu, kayu, pagar alami, screens, trelliss, angin, suara, dll 4. Penggunaan warna dan pencahayaan yang kreatif yang memberikan kenyamanan dan keindahan bagi pengunjung 5. Mengintegrasikan seni untuk memperkaya taman 6. Fitur taman menarik dan menyediakan habitat bagi satwa liar 1. Peluang untuk membuat pilihan, mencari privasi, dan memperoleh pengalaman 2. Peluang yang mendorong seseorang untuk berkumpul bersama dan merasakan dukungan sosial 3. Peluang untuk pergerakan dan latihan fisik 4. Berhubungan dengan alam 5. Dapat terlihat 6. Mudah diakses 7. Memiliki sense of security 8. Nyaman secara fisiologis 9. Tenang 10. Familiar 11. Desain tidak ambigu 1. Desain untuk keamanan, keselamatan, dan pengawasan 2. Menyediakan Corner of the World 3. Menciptakan variasi ruang yang khusus 4. Desain ruang untuk aktivitas sensori integrasi 5. Stimulasi aktivitas motorik kasar 6. Stimulasi kemampuan motorik halus 7. Menyediakan ruang bebas untuk manipulasi/kreasi 8. Menyediakan aktivitas untuk pengerahan tenaga 9. Desain ruang untuk terapi bermain 10. Menyediakan tanda-tanda visual untuk orientasi 11. Desain dengan kondisi pencahayaan spesial 12. Menyediakan pintu masuk yang aman dan terpelihara 13. Desain yang fleksibel 14. Desain mengakomodasi semua anak 15. Menyediakan fitur informasi 16. Memilih site furnitureyang tepat 17. Desain untuk interaksi dengan alam yang maksimal 18. Memilih tanaman yang tepat dan dapat menstimulasi 19. Menyediakan tempat penyimpanan yang memadai 20. Membuat hubungan yang kuat antara indoor dan outdoor 21. Desain tidak ambigu 22. Pemeliharaan mudah
Clare Cooper Marcus (Gardens and Health)
Bonnie B. Hebert (Design Guidelines of Therapeutic Garden for Autistic Children, 2003)
24
Tabel. 2 (lanjutan) Sumber/Literatur Ismail Said (Garden as Restorative Environment for Hospitalised Children, 2008)
Kriteria/Prinsip Desain 1. Ruangan/kamar rumah sakit berada pada satu level dengan taman untuk memudahkan aksesibilitas dan pengawasan perawat 2. Variasi alat-alat permainan 3. Vegetasi merupakan bagian dari komposisi taman yang berfungsi untuk membangkitkan kesan familiar dan mendatangkan satwa-satwa 4. Jalur sirkulasi yang memudahkan pasien untuk kembali ke kamar rumah sakit 5. Kondisi taman yang melindungi anak-anak dari gangguan luar 6. Pengalaman langsung dengan faktor-faktor iklim mikro yang mempengaruhi respon
3.3.3 Analisis Pada tahap analisis, data-data yang diperoleh akan dikelompokkan menjadi potensi dan kendala tapak. Potensi merupakan segala sesuatu di dalam dan luar tapak yang bersifat positif dan menguntungkan bagi tapak dan penggunanya. Potensi yang terdapat pada sebuah tapak sebisa mungkin dikembangkan atau dipertahankan. Sedangkan kendala merupakan segala sesuatu yang terdapat di dalam dan luar tapak yang bersifat mengganggu dan menghambat pengguna tapak sehingga sebaiknya segera ditanggulangi. Potensi dan kendala tersebut dianalisis dan dikaitkan dengan aspek terapi. Program, aktivitas, serta fasilitas terapi yang terdapat di dalam tapak dianalisis berdasarkan kriteria desain taman terapi yang ideal dan fungsional yang telah didapatkan melalui studi pustaka. Tahap analisis ini kemudian akan menghasilkan hasil analisis mengenai kesesuaian program, aktivitas, serta fasilitas terapi yang sudah ada dengan kriteria desain taman terapi fungsionalnya.
3.3.4 Sintesis Hasil yang diperoleh dari tahap analisis kemudian dikembangkan secara lebih lanjut menjadi suatu konsep taman terapi yang dapat memberikan fungsifungsi terapi yang menyeluruh dan optimal bagi penggunanya. Segala potensi dan amenity yang terdapat pada tapak dimanfaatkan serta dikembangkan, sedangkan kendala dan danger signal dicari pemecahannya. Dari tahap sintesis ini akan dihasilkan zonasi tapak atau pembagian ruang pada tapak
25
3.3.5 Perencanaan Pada tahap ini dilakukan pengembangan konsep yang dibuat berdasarkan hasil sintesis yang telah dilakukan. Konsep tersebut terbagi ke dalam dua macam, yakni konsep dasar dan konsep pengembangan. Konsep dasar merupakan konsep yang dibuat dengan acuan berupa fungsi utama yang akan dikembangkan dalam tapak. Dalam penelitian ini, konsep dasarnya adalah berupa taman yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan kegiatan terapi bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Sedangkan konsep pengembangan merupakan konsep yang dikembangkan sebagai penunjang konsep utama, yang meliputi konsep sirkulasi dan vegetasi/tata hijau yang merupakan bagian dari lanskap secara keseluruhan. Pada tahap perencanaan ini, konsep dikembangkan secara lebih lanjut sehingga menghasilkan konsep ruang, konsep vegetasi, konsep sirkulasi, tata letak fasilitas, serta program dan aktivitas yang akan dilakukan pada tapak. Tahap ini akan menghasilkan rencana tapak (site plan), gambaran aktivitas pada tapak, jalur sirkulasi, penataan elemen lanskap baik hardscape maupun softscape, dll.
3.3.6 Perancangan Pada tahap
ini dilakukan proses perancangan yang dimulai dengan
pembuatan functional diagrams, yaitu merupakan penggambaran diagram konsep taman terapi (bubble diagrams) yang menggambarkan ruang-ruang, program dan aktivitas, dan fasilitas yang terdapat pada setiap ruang, serta hubungan antar ruang. Proses desain kemudian dilanjutkan dengan preliminary design, yang merupakan pengembangan dari diagram konsep taman terapi yang telah dibuat. Diagram konsep digunakan sebagai acuan dalam pembentukan ruang pada lanskap yang meliputi lantai, dinding, dan atap. Elemen lanskap berupa elemen lunak dan keras diterapkan pada rancangan. Selain itu, prinsip-prinsip desain yang meliputi balance, focalization, simplicity, rhythm, proportion, dan unity diterapkan dalam tahap ini. Tahap selanjutnya adalah final design yang merupakan penggambaran desain tapak secara mendetail yaitu rencana lanskap keseluruhan. Proses desain dilanjutkan dengan design development dimana pada tahap ini visualisasi desain digambarkan secara tiga dimensi dalam bentuk perspektif yang dilengkapi dengan gambar potongan. Pada tahap ini digambarkan
26
pula detail konstruksi elemen-elemen lanskap baik elemen lunak maupun elemen keras. Pada tahap perancangan, akan dihasilkan produk berupa grafis yang yang meliputi rencana tapak lengkap dengan render (site plan), dan design development (DD) yang meliputi gambar potongan, perspektif, planting plan, dan planting design, dan detail konstruksi. Desain taman terapi tersebut dibuat sesuai dengan tujuan dan konsep yang telah dikembangkan pada tahap perencanaan serta mempertimbangkan kriteria desain fungsional dan kapasitas desain bagi anakanak. Berikut ini adalah penjabaran grafis yang akan dihasilkan:
3.3.6.1 Functional Diagram
Gambar konsep (Bubble diagram) Merupakan suatu gambar yang menjabarkan ruang-ruang, program dan aktifitas, dan fasilitas yang terdapat pada setiap ruang, serta hubungan antar ruang yang mengacu pada konsep dasar yang telah dibuat yaitu sebagai taman terapi. Gambar konsep ini digambarkan secara sederhana dalam bentuk bubble.
3.3.6.2 Final Design
Gambar rencana tapak (Site plan) Merupakan penggambaran desain tapak secara lebih mendetail yang disebut dengan site plan atau rencana lanskap. Pada final design ini rencana lanskap digambarkan secara lebih lengkap dan mendetail meliputi keseluruhan tapak.
3.3.6.3 Design Development
Gambar potongan Merupakan visualisasi desain secara dua dimensi yang menggambarkan potongan dari elemen atau bentang lanskap.
Gambar perspektif Merupakan visualisasi desain secara tiga dimensi yang menggambarkan baik tapak secara keseluruhan maupun area-area tertentu.
Gambar rencana penanaman (Planting plan)
27
Merupakan suatu gambar yang menjabarkan rencana penanaman pada tapak. Gambar rencana penanaman ini meliputi titik penanaman vegetasi pada tapak, jenis dan jumlahnya.
Gambar desain penanaman (Planting design) Merupakan suatu gambar yang menjabarkan desain penanaman berbagai vegetasi yang terdapat di dalam tapak. Dalam gambar desain penanaman ini digambarkan pula konstruksi penanaman vegetasi, lubang tanam, ukuran bola akar, dan media penanaman yang digunakan.
Gambar detail konstruksi Merupakan suatu gambar yang menggambarkan detail konstruksi setiap elemen-elemen lanskap yang terdapat di dalam tapak baik elemen lunak maupun elemen keras.
3.4
Batasan Studi Batasan studi ini adalah perancangan dengan gambar detail yang meliputi
gambar tampak, potongan, perspektif, planting plan, planting design, dan detail konstruksi. Perancangan taman terapi ini dilakukan di salah satu spot/area yang terdapat di dalam kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah yang telah ditentukan oleh pihak sekolah.
28
PERANCANGAN TAMAN TERAPI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Persiapan Administrasi dan Perizinan
Desk Study (Kriteria Desain Fungsional)
Inventarisasi ASPEK FISIK DAN BIOFISIK
ASPEK TERAPI
ASPEK SOSIAL
Analisis-Sintesis
PROGRAM DAN AKTIvITAS TERAPI
Kriteria Desain Fungsional *
Desk study/ studi pustaka
Konsultasi & konfirmasi dengan terapis
Terapi Dalam Ruang: Terapi Fisio (Physiotherapy) Terapi Okupasi dan Sensori Integrasi Terapi Wicara Terapi Okupresur Terapi Luar Ruang: Terapi Hidro
Konsep KONSEP TAMAN TERAPI
Konsep Ruang Terapi Konsep Sirkulasi Konsep Vegetasi Konsep Aktivitas Konsep Fasilitas
Perencanaan & Perancangan Site plan Taman Terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus DD (Design Development)
Potongan
Perspektif
Planting plan
Gambar 7 Tahapan Studi
Planting design
Detail konstruksi
BAB IV INVENTARISASI
4.1
Aspek Fisik dan Biofisik
4.1.1 Letak, Luas, dan Batas Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah terletak di jalan Jambore No.4 Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Secara administratif kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah ini termasuk ke dalam kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah terletak pada ketinggian + 67 meter di atas permukaan laut dan secara geografis terletak sekitar 6⁰21’44,26” Lintang Selatan dan 106⁰54’21,05” Bujur Timur. Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah memiliki luas wilayah + 3 Ha. Sekolah ini secara umum berbatasan dengan pemukiman dan kebun campuran. Kompleks ini dikelilingi oleh tembok dan pagar sebagai pembatas dengan ketinggian yang bervariasi. Sebelah timur berbatasan langsung dengan jalan yang merupakan akses utama menuju lokasi. Sebelah barat berbatasan dengan ruang terbuka hijau berupa kebun campuran dan kolam pemancingan. Sebelah utara berbatasan dengan permukiman penduduk dan kebun campuran. Sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan pemukiman penduduk. Perancangan taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus dilakukan di salah satu area atau spot yang terdapat di dalam kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, tepatnya di bagian timur kompleks sekolah. Tapak berbentuk memanjang dengan luas area + 256 m2 atau 38 m x 6,7 m. Tapak terletak dekat dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang, dan area pertanian sekolah (kebun tanaman obat). Tapak berbatasan langsung dengan bangunan kolam renang dan klinik di sebelah utara. Sebelah selatan tapak berbatasan dengan jalan. Sebelah barat tapak berbatasan dengan jalan sekaligus area parkir. Sedangkan sebelah timur tapak berbatasan dengan tembok pembatas menuju pintu keluar kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah dan bangunan. Tapak yang akan dirancang pada saat ini merupakan lahan kosong yang tidak digunakan. Pada area ini terdapat banyak timbunan material dan sisa-sisa pondasi bangunan. Timbunan material dan sisa-sisa pondasi bangunan tersebut
30
tersebar di seluruh tapak. Terdapat tangga yang terbuat dari concrete yang menghubungkan tapak dengan pos satpam yang berada di luar tembok pembatas. Selain terdapat banyak material dan sisa-sisa pondasi bangunan, tapak ditumbuhi banyak rumput liar yang tumbuh menyebar memenuhi sebagian besar tapak. Kondisi dan orientasi tapak dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.
(a)
(b)
Gambar 8 Kondisi Tapak (a. Lokasi Tapak sebelah Utara; b. Lokasi Tapak sebelah Selatan) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Gambar 9 Orientasi Tapak
4.1.2 Aksesibilitas dan Sirkulasi Aksesibilitas menju Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah tergolong cukup mudah. Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan, baik kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
31
Selain itu, terdapat fasilitas kendaraan antar jemput bagi siswa-siswi Al-Jannah, yaitu bagi siswa-siswi TK, SD, dan SMP. Lokasi studi berjarak + 10 km dari pusat kecamatan, sedangkan dari pusat OTODA berjarak + 20 km. Dari arah Bogor, Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama + 1,5 jam. Akses utama menuju lokasi tersebut adalah melalui jalan Jambore yang berbatasan langsung dengan jalan alternatif Cibubur yang berjarak + 3 km dari pintu tol Cibubur. Jalan ini merupakan jalan arteri yang dilalui oleh beberapa trayek angkot dan bus antar kota. Jalan Jambore sendiri merupakan jalan lingkungan dengan lebar + 5 m. Jalan ini dapat dilalui oleh dua mobil yang saling berlawanan arah. Selain itu terdapat pula kendaraan umum berupa ojek yang melintasi jalan ini. Kondisi jalan tersebut dapat dikatakan cukup baik walaupun pada beberapa bagian segmen jalan terdapat lubang-lubang dan berbatu. Jalan ini sudah diaspal dan terdapat jaringan listrik serta lampu-lampu penerangan di sepanjang jalan tersebut. Kondisi jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.
(a)
(b)
Gambar 10 Aksesibilitas Menuju Lokasi (a. Kondisi Jalan Jambore; b. Jaringan Listrik Jalan) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Sekolah alam dan sains Al-Jannah sendiri memiliki satu buah pintu gerbang utama (entrance) yang langsung menghubungkan jalan dengan welcome area yang terletak di sebelah timur lokasi. Selain itu terdapat satu buah pintu keluar yang juga terletak di sebelah timur. Pintu gerbang utama ini diperuntukkan bagi pengendara kendaraan bermotor dan pejalan kaki, sedangkan pintu keluar umumnya hanya dipergunakan bagi kendaraan bermotor. Aksesibilitas pada lokasi dapat dilihat pada Gambar 11.
32
(a)
(b)
Gambar 11 Aksesibilitas pada Lokasi (a. Pintu Masuk (Entrance) Al-Jannah; b. Pintu Keluar AlJannah) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Sirkulasi di dalam kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah secara umum merupakan sirkulasi terbuka. Pejalan kaki dapat mencapai area-area di dalam tapak melalui semua jalur sirkulasi yang ada. Sedangkan kendaraan bermotor berupa mobil hanya dapat melalui beberapa jalur sirkulasi yang ada. Bangunan-bangunan atau area-area yang terdapat di tapak dihubungkan dengan ruang terbuka yang diberi perkerasan berupa paving block atau concrete. Selain itu terdapat pula jalur sirkulasi yang dibuat khusus bagi pejalan kaki terbuat dari susunan batu-batuan ataupun paving block. Tapak dapat diakses langsung dari pintu masuk (entrance) Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah melalui jalur sirkulasi berupa jalan yang terdapat di dalam kompleks sekolah. Jalan tersebut memiliki lebar + 8 m dengan kondisi baik dan terawat. Selain melalui jalan tersebut, tapak juga dapat diakses melalui jalan setapak yang terdapat di antara lapangan dan area pertanian yang terletak di sebelah barat tapak. Aksesibilitas dan sirkulasi di sekitar tapak dapat dilihat pada Gambar 12. Lokasi tapak yang terletak dekat dengan pintu keluar Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah membuat sirkulasi di sekitar tapak memiliki intensitas yang cukup tinggi pada waktu-waktu tertentu, yakni ketika waktu pulang sekolah. Sirkulasi tersebut terbagi menjadi dua, yaitu sirkulasi pengendara bermotor dan sirkulasi pejalan kaki namun tidak terdapat pemisahan jalur sirkulasi menuju tapak. Sirkulasi di sekitar tapak tersebut didominasi oleh sirkulasi bagi pengendara kendaraan bermotor yang mengarah ke pintu keluar kompleks sekolah. Peta aksesibilitas dan sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 13.
33
(a)
(b)
Gambar 12 Aksesibilitas dan Sirkulasi Sekitar Tapak (a. Jalan Utama Menuju Tapak; b. Jalan Menuju Pintu Keluar) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Gambar 13 Peta Aksesibilitas dan Sirkulasi
4.1.3 Iklim Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari BPS Kotamadya Jakarta Timur Dalam Angka 2007, secara umum lokasi studi memiliki iklim panas dengan suhu rata-rata 27 hingga 35 derajat Celcius, curah hujan sebesar 163,70
34
mm/tahun, dan kelembaban 75,40 %. Tapak yang akan dirancang memiliki kondisi iklim dan cuaca yang relatif sama. Kondisi iklim pada tapak lebih dipengaruhi iklim mikro tapak. Laurie (1984) menyebutkan bahwa iklim mikro merupakan iklim spesifik suatu tapak yang tercipta dari topografi, vegetasi, keterbukaan terhadap angin, pola-pola bayangan yang disebabkan oleh bangunan dan pepohonan, ketinggian dari muka laut, dan hubungan tapak terhadap suatu kawasan air yang luas. Iklim mikro yang terdapat pada tapak yang akan dirancang diciptakan dari pola bayangan dari bangunan dan pohon serta permukaan atau perkerasan. Kondisi iklim mikro di tapak secara umum terasa panas. Pada pagi hari sebagian area tapak yaitu di sebelah utara dan timur tapak relatif teduh. Hal ini disebabkan oleh adanya bangunan yang menimbulkan bayangan apabila terkena sinar matahari. Namun pada siang hari, tapak terasa panas karena selain terekspos sinar matahari juga karena pada tapak tidak terdapat vegetasi. Vegetasi yang terdapat di sekitar tapak seperti di area pertanian (kebun tanaman obat) tidak menghasilkan naungan yang sampai ke tapak. Sedangkan vegetasi berupa sebatang pohon yang berada sebelah timur tapak menghasilkan naungan namun dengan intensitas yang kecil. Perkerasan berupa aspal yang terdapat di sekitar tapak memantulkan cahaya matahari pada siang hari sehingga memperkuat kesan panas pada tapak. Kondisi iklim pada tapak ini dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
(a)
(b)
Gambar 14 Kondisi Iklim Tapak (a dan b. Naungan di Sekitar Tapak) (Sumber: Survei, Juli 2009)
35
Gambar 15 Peta Iklim
4.1.4 Tanah Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Balai Pusat Penelitian Tanah tahun 1982, kecamatan Cipayung Jakarta Timur termasuk ke dalam jenis tanah latosol coklat kemerahan. Jenis tanah ini memiliki ciri-ciri tekstur yang halus dan berdrainase baik. Tanah di kawasan tersebut memiliki bahan induk tanah berupa tufa volkan intermedier dan fisiografi atau bentuk wilayah berupa dataran volkan (datar sampai berombak). Berdasarkan ciri-ciri dan sifat yang dimilikinya tanah tersebut cocok atau sesuai untuk pertanian dan perkebunan. Berikut ini merupakan peta tanah pada lokasi yang dapat dilihat pada Gambar 16.
36
Gambar 16 Peta Tanah
4.1.5 Topografi Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah ini terletak pada ketinggian + 67 meter di atas permukaan laut. Kompleks sekolah ini memiliki topografi yang menurun dari sebelah Timur mengarah ke sebelah Barat. Bentukan lahan sudah tidak sepenuhnya alami karena terdapat bagian yang di-cut and fill untuk membuat bangunan serta perkerasan. Bentukan lahan dibuat berteras-teras dimana antara satu bagian teras dengan yang lainnya dihubungkan melalui tangga dan ramp dengan kemiringan yang bervariasi seperti yang terlihat pada Gambar 17 berikut. Tapak yang akan dirancang sendiri memiliki bentukan yang datar. Bentukan tersebut bukan merupakan bentuk yang alami karena adanya grading untuk membuat bangunan dan perkerasan. Peta topografi pada lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 18.
37
(a)
(b)
Gambar 17 Kondisi Topografi Lokasi (a. Bentukan Lahan Bertingkat; b. Ramp Penghubung) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Gambar 18 Peta Topografi
4.1.6 Hidrologi dan Drainase Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah memiliki sumber air bersih yang berasal dari sumur artesis yang dipompa dengan menggunakan jet pump. Air tersebut kemudian ditampung ke dalam bak-bak penampungan yang terdapat di setiap bangunan dan beberapa lokasi untuk kemudian didistribusikan untuk
38
berbagai penggunaan seperti MCK (Mandi, Cuci, Kakus), wudhu, memasak, dan menyiram tanaman. Selain sumber air bersih yang berasal dari sumur artesis, sumber air juga didapatkan dari air hujan. Air hujan yang jatuh dapat diserap oleh tanah dan digunakan untuk menyiram tanaman. Air hujan yang jatuh juga dapat masuk ke tanah melalui sela-sela paving block dan menjadi sumber air tanah. Sisa-sisa air hujan yang tidak terserap oleh tanah akan mengalir di permukaan (run off) dan kemudian masuk ke saluran-saluran drainase yang tersedia. Sistem pembuangan air yang terdapat di Sekolah Alam dan Sains AlJannah dilakukan melalui sistem drainase tertutup dan terbuka seperti yang dapat dilihat pada Gambar 19. Sistem drainase tertutup yang terdapat di lokasi tersebut berupa inlet-inlet dan saluran drainase yang terbuat dari pipa dengan berbagai ukuran. Selain sistem drainase tertutup pada beberapa lokasi terdapat pula sistem drainase terbuka, yaitu pada area di sekitar masjid dan taman. Saluran-saluran drainase baik yang tertutup maupun yang terbuka mengarah pada satu lokasi yang merupakan titik terendah pada kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, yaitu selokan yang berada pada area kolam di bagian Barat.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 19 Hidrologi dan Drainase (a. Inlet Drainase di Jalur Pedestrian; b. Inlet Drainase di Jalan; c. Saluran Drainase di Kolam; d. Saluran Drainase Terbuka) (Sumber: Survei, Juli 2009)
39
Sistem drainase pada tapak terbagi menjadi dua, yaitu sistem drainase tertutup dan terbuka. Pada bagian Selatan tapak terdapat saluran drainase tertutup seperti yang dapat dilihat pada Gambar 20. Saluran drainase tersebut ditanam di dalam tanah yang kemudian menuju ke selokan pada area kolam di bagian barat. Air hujan yang turun dapat meresap ke dalam tanah atau masuk melalui inlet-inlet drainase dan mengalir melalui saluran tertutup. Selain itu, air hujan juga dapat mengalir di permukaan tanpa melalui saluran khusus (run off). Aliran hidrologi dan drainase mengalir ke arah Barat yaitu menuju saluran drainase yang terdapat di area kolam yang merupakan titik terendah pada lokasi studi. Peta hidrologi dan drainase dapat dilihat pada Gambar 21.
(a)
(b)
Gambar 20 Saluran Drainase Tertutup di Sekitar Tapak (a. Saluran Drainase Tertutup di Selatan Tapak; b. Saluran Drainase Tertutup pada Jalan) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Gambar 21 Peta Hidrologi dan Drainase
40
4.1.7 Vegetasi dan Satwa Vegetasi yang terdapat di kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah ini cukup banyak dan beragam. Vegetasi yang terdapat di sana terdiri dari berbagai strata, yaitu pohon, semak, dan groundcover. Vegetasi-vegetasi tersebut menyebar di area-area seperti welcome area, lapangan parkir, lapangan olahraga, area masjid, dan area pertanian seperti yang terlihat pada Gambar 22. Beberapa vegetasi juga ditanam di sela-sela bangunan dan ditanam sejajar dengan tembok pembatas. Pada kompleks sekolah ini juga terdapat satwa liar dan satwa yang dipelihara. Satwa-satwa yang dipelihara tersebut diantaranya adalah angsa, burung kasuari, dan siamang. Satwa-satwa tersebut berada di dalam kandang yang diletakkan di dekat lapangan voli. Terdapat pula beberapa burung merpati yang diletakkan di dekat area kolam.Selain satwa-satwa yang dipelihara tersebut terdapat pula burung dan serangga seperti kupu-kupu. Tapak yang akan dirancang merupakan lahan kosong sehingga di dalamnya tidak terdapat banyak vegetasi dan satwa. Tapak terlihat ditumbuhi rumput-rumput liar yang menyebar menutupi kurang lebih 2/3 dari seluruh permukaan tapak. Selain itu, pada tapak tidak terlihat adanya satwa baik satwa liar maupun satwa budidaya. Pada tapak hanya terlihat serangga-serangga kecil seperti semut. Peta persebaran vegetasi dan satwa dapat dilihat pada Gambar 23.
(a)
(b)
Gambar 22 Vegetasi dan Satwa (a. Vegetasi di Area Lapangan; b. Vegetasi di Area Parkir) (Sumber: Survei, Juli 2009)
41
Gambar 23 Peta Persebaran Vegetasi dan Satwa
4.1.8 Fasilitas dan Utilitas Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah memiliki sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran. Sarana dan prasarana tersebut antara lain berupa bangunan Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak (KB dan TK), bangunan Sekolah Dasar (SD), Unit Inklusi, bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP), laboratorium (komputer, sains, dan bahasa), green house, masjid, kolam renang, lapangan basket dan futsal, perpustakaan, taman dan area bermain, area pertanian (tempat pembibitan dan penanaman), gazebo, dan area outbond seperti yang terlihat pada Gambar 24. Selain sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran, terdapat pula fasilitas pelengkap seperti lapangan parkir, kantor pengelola yayasan, kantin, koperasi, dan klinik. Utilitas yang terdapat pada Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah diantaranya berupa jaringan listrik, air dan telepon yang digunakan untuk kepentingan sekolah.
42
Kondisi tapak eksisting merupakan lahan kosong dimana tidak terdapat penggunaan di dalamnya sehingga pada tapak tidak terdapat adanya fasilitas. Namun, pada tapak terdapat utilitas berupa jaringan listrik.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 24 Fasilitas (a. Ruang Kelas SD; b. Green House; c. Kolam Renang; d. Area Pertanian) (Sumber: Survei, Juli 2009)
4.1.9 Elemen Visual dan Akustik Kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah dikelilingi oleh tembok pembatas disekelilingnya. Oleh karena itu, pemandangan yang terdapat di lokasi tersebut merupakan pemandangan yang berasal dari dalam kompleks sekolah. Secara umum kualitas visual Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah baik karena ditata dan dikelola dengan baik. Pemandangan yang baik (good view) yang terdapat pada area sekolah ini diantaranya terletak pada area penerimaan (welcome area), lapangan, taman, area musholla, dan lain-lain. Sedangkan pemandangan yang kurang baik (bad view) tampak pada area yang terletak dekat dengan pintu keluar Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah. Area ini merupakan lahan kosong dan tampak tidak terawat. Area tersebut ditumbuhi oleh rumputrumput liar dan banyak terdapat puing-puing atau sisa-sisa material. Kondisi visual Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah tersebut dapat dilihat pada Gambar 25.
43
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 25 Kondisi Visual Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah (a, b, dan c. Good view; d. Bad view) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Akustik yang terdapat di dalam Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah didominasi oleh bunyi-bunyian yang berasal dari dalam kompleks sekolah. Bunyibunyian tersebut berasal dari pengguna di dalam sekolah, seperti suara orang bercakap-cakap, suara langkah kaki orang yang sedang berjalan atau berlari, dan suara kendaraan bermotor yang melintas. Selain bunyi-bunyian yang berasal dari aktivitas pengguna dalam kompleks sekolah, terdapat pula bunyi-bunyian yang berasal dari satwa seperti suara burung dan siamang. Bunyi-bunyian yang berasal dari luar kompleks sekolah relatif tidak terdengar dari dalam karena sekolah dikelilingi oleh pembatas berupa tembok dan vegetasi penghalang (barrier). Kualitas secara visual di sekitar tapak adalah berupa pemandangan terdapat di sebelah barat laut, barat, dan tenggara tapak. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 26. Pemandangan yang terlihat di sebelah barat laut tapak berupa ruang terbuka hijau berupa lapangan dengan vegetasi yang tertata. Pemandangan di sebelah barat tapak berupa kebun tanaman obat keluarga, sedangkan di sebelah tenggara tapak terdapat pemandangan berupa kombinasi vegetasi dan bangunan. Pemandangan di sebelah timur tapak kurang bagus karena berbatasan langsung dengan tembok pembatas dan bagian belakang bangunan.
44
Selain kualitas tapak secara visual terdapat pula kualitas secara audio (bunyi-bunyian atau akustik). Bunyi-bunyian atau akustik dihasilkan dari aktivitas yang terdapat di sekitar tapak, seperti suara orang bercakap-cakap, suara langkah kaki orang yang sedang berjalan atau berlari, dan suara kendaraan bermotor yang melintas. Peta visual dan akustik di sekitar tapak dapat dilihat pada Gambar 27.
(a)
(b)
Gambar 26 Kondisi Visual di Sekitar Tapak (a. View Kebun Tanaman Obat Keluarga; b. View ke Arah Tenggara tapak) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Gambar 27 Peta Visual dan Akustik
45
4.2
Aspek Sosial
4.2.1 Latar Belakang Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah didirikan pada tahun 2001 di bawah naungan Yayasan Masdalifah. Sekolah ini didirikan di atas lahan seluas + 3 Ha dimana di dalamnya terdapat tiga jenjang pendidikan, yaitu Pra Dasar (KB dan TK), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah ini menggunakan berbagai metodologi pembelajaran terkini seperti Student Active Learning (SAL), Moving Class (indoor dan outdoor), dan Accelerated Learning dalam proses belajar mengajar. Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah menggunakan Kurikulum Nasional yang dikembangkan berdasarkan visi dan misi pendidikan Al-Jannah, yaitu Islam, Alam, dan Sains. Islam menjadi dasar nilai semua proses dan tujuan pembelajaran. Alam mencakup semua aspek kehidupan yang menjadi media, sarana, dan tujuan pembelajaran yang harus digali dan diperlakukan dengan baik oleh manusia. Sedangkan sains menjadi karakter dan unggulan utama sebagai alat untuk menggali berbagai rahasia Allah di alam semesta. Ketiga pilar inilah yang melandasi kurikulum Al-Jannah yang diorganisir secara terpadu (integrated) dan berbasis kompetensi (competence based). Pada tahun 2003, Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah membuka Program Inklusif, yaitu program pendidikan khusus yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa bersama anak-anak normal lainnya. Anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut diantaranya adalah penyandang autisme, asperger syndrome, ADHD/ADD (Attention-deficit hyperactivity disorder), cerebral palsy, disleksia, down syndrome, spinal muscular atrophy, hearing loss, gangguan belajar, dan lain-lain. Untuk mendukung program inklusif tersebut dalam memberikan pelayanan yang terpadu, maka didirikanlah lembaga yang bernama Al-Jannah Support Centre (AJSC). Pada lembaga ini anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan berbagai macam terapi yang akan membantu anak berkebutuhan khusus mengelola potensi yang ada di dalam diri mereka sesuai dengan kapasitasnya untuk bisa hidup mandiri. AJSC ini kemudian berganti nama menjadi Unit Inklusi pada tahun 2009.
46
4.2.2 Pengguna Pengguna Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah sebagian besar adalah siswa, yang terdiri dari siswa TK, SD, dan SMP. Selain siswa terdapat sejumlah pegawai yang terdiri dari staf pengajar TK, SD, SMP, staf pegawai Yayasan Masdalifah, staf Unit Inklusi, staf keamanan atau satpam, serta staf pengelola. Penggunaan sekolah dimulai pada pukul 07.20 WIB hingga pukul 16.00 WIB pada hari Senin hingga Jum’at bagi siswa. Sedangkan untuk para guru dan staf pegawai masih menggunakan sekolah hingga hari Sabtu. Tapak yang akan dirancang sendiri merupakan lahan kosong sehingga di dalamnya tidak terdapat penggunaan yang spesifik.
4.2.3 Aktivitas Aktivitas yang terdapat di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu aktivitas formal, semi formal, dan informal. Aktivitas formal merupakan aktivitas yang terkait dengan sistem pendidikan atau kurikulum, seperti kegiatan belajar mengajar, terapi, berolahraga, dan outbond. Sedangkan aktivitas semi formal merupakan kegiatan ekstra kurikuler yang merupakan sarana pengembangan bakat siswa. Kegiatan ekstra kurikuler yang terdapat di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah adalah pramuka, taekwondo, futsal, renang, band, lukis, D’Scientis, penulis cilik, Al-Qur’an Club, teater, English Club, dan kungfu-wushu. Aktivitas informal merupakan aktivitas lain di luar aktivitas formal dan semi formal, seperti contohnya bermain, mengobrol, duduk-duduk, dan lain-lain. Pusat aktivitas pengguna terkonsentrasi pada area-area aktif seperti area gedung sekolah, area kantor yayasan, lapangan olahraga, area outbond dan area pertanian. Pada tapak yang akan dirancang sendiri tidak terlihat adanya aktivitas penggunaan. Penggunaan di sekitar tapak diantaranya terlihat di jalan, area parkir, dan area pertanian yang terletak di depan tapak serta komplek kolam renang dan klinik yang berbatasan langsung dengan tapak dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi.
47
4.3
Aspek Terapi
4.3.1 Fasilitas Terapi Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah memiliki sebuah fasilitas yang bernama Unit Inklusi, yaitu suatu lembaga yang merupakan pusat pelayanan terapi dan edukasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Lembaga ini berdiri sekitar tahun 2003, kurang lebih 2-3 tahun setelah didirikannya Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah. Lembaga ini dahulu bernama Al-Jannah Support Center yang kemudian berganti nama menjadi Unit Inklusi pada tahun 2009. Unit Inklusi ini dipimpin oleh seorang kepala lembaga. Secara struktural kepala lembaga Unit Inklusi ini berada dibawah kepala sekolah TK, SD, dan SMP, dan Litbang (Penelitian dan Pengembangan). Struktur organisasi Unit Inklusi Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah dapat dilihat pada Gambar 28. Yayasan Masdalifah
Kepala Sekolah TK
Kepala Sekolah SD
Kepala Sekolah SMP
Penelitian & Pengembangan (Litbang)
Kepala Unit Inklusi
ProgramPendidikan Individu (PPI)
Wicara
Fisioterapi
Terapis
Okupresur
Bimbingan Konseling (BK)
Okupasi Terapi & Sensori Integrasi (SI)
Gambar 28 Struktur Organisasi Unit Inklusi (Sumber: Survei, Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, Juli 2009)
Unit Inklusi terletak di kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, tepatnya di dalam area Sekolah Dasar (SD). Lembaga ini menyediakan pelayanan terapi dan edukasi bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) yang terdiri atas anakanak penyandang autisme, asperger syndrome, ADHD/ADD (Attention-deficit hyperactivity disorder), cerebral palsy, disleksia, down syndrome, spinal
48
muscular atrophy, hearing loss, gangguan belajar, dan lain-lain. Pada tahun ajaran 2009 ini terdapat 51 anak berkebutuhan khusus dengan diagnosis yang berbedabeda. Komposisi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Unit Inklusi ini memiliki sarana yang dapat mendukung program terapi dan edukasi bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu berupa ruangan pendukung belajar dan ruang terapi yang terdiri atas ruang sensori integrasi dan okupasi terapi, ruang fisioterapi, ruang terapi wicara, ruang PPI atau Program Pendidikan Individu. Selain ruang-ruang terapi tersebut terdapat ruang pendukung seperti ruang konseling dan ruang konsultasi. Selain sarana tersebut, Unit Inklusi ini memiliki 5 orang terapis, 4 orang Bimbingan Konseling (BK), dan 5 orang guru PPI (Program Pendidikan Individu). Terapis yang terdapat di Unit Inklusi ini terbagi ke dalam 4 bidang, yaitu Okupasi Terapi dan Sensori Integrasi, Fisioterapi, Okupresure, dan Wicara. Komposisi staf Unit Inklusi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Komposisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Jenis ABK Jumlah Siswa (Anak Berkebutuhan Khusus) 1. ADD 3 2. ADHD 2 3. Autism 19 4. Cerebral Palsy 5 5. Disleksia 1 6. Down Syndrome 6 7. Gifted 1 8. Hiperaktif 4 9. Kognitif Rendah 1 10. Learning Disorder 1 11. PDD-NOS 1 12. Slow Learner 3 13. Spinal Muscular Atrophy (SMA) 1 14. Super Aktifitas 1 15. Tuna Rungu 2 (Sumber: Survei, Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, Juli 2009) No.
49
Tabel 4. Komposisi Staf Unit Inklusi No.
Staf
Jumlah
1. 2.
4 BK (Bimbingan Konseling) Terapis Okupasi Terapi dan Sensori Integrasi 1 Fisioterapi 1 Okupresure 1 Wicara 1 PPI (Program Pendidikan 3. 5 Individu) (Sumber: Survei, Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah, Juli 2009)
4.3.2 Program dan Aktivitas Terapi Terdapat lima jenis program dan aktifitas terapi yang dilakukan bagi anak berkebutuhan khusus di Unit Inklusi. Program dan aktivitas terapi tersebut terdiri atas Terapi Okupasi, Sensori Integrasi, Fisioterapi, Terapi Okupresure, dan Terapi Wicara. Program dan aktivitas terapi yang dilakukan berbeda-beda pada setiap anak berkebutuhan khusus (disabled children). Setiap anak berkebutuhan khusus akan menjalani penilaian atau assessment terlebih dahulu untuk mengetahui jenis program dan aktivitas terapi yang dibutuhkan anak tersebut, kemudian baru dilakukan terapi. Terapi dilakukan selama 30 menit setiap satu kali terapi. Terapi dilakukan secara individu dimana pada saat terapi satu orang terapis menangani satu anak berkebutuhan khusus. Selain itu, anak berkebutuhan khusus juga didampingi oleh seorang shadow theacher yang mendampingi dan membantu anak tersebut dalammelakukan semua kegiatan di sekolah. Berikut ini adalah program dan aktivitas terapi yang dilakukan bagi anak berkebutuhan khusus di Unit Inklusi:
4.3.2.1 Terapi Okupasi Occupation didefinisikan sebagai aktivitas yang familiar dan dilakukan manusia secara rutin. Occupation diklasifikasikan dalam beberapa bagian yaitu; bekerja/produktifitas, bermain, leisure (aktifitas waktu luang) dan self care (mempertahankan
keberadaan
dirinya
dalam
lingkungan
sosial)
(www.putrakembara.com, 2009). Terapi okupasi merupakan bagian dari rehabilitasi medik yang bertujuan membantu individu dengan kelainan dan atau
50
gangguan fisik, mental maupun sosial, dengan penekanan pada aspek sensomotorik dan proses neurologis. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara memanipulasi, memfasilitasi, dan menginhibisi lingkungan, sehingga individu mampu mencapai peningkatan, perbaikan, dan pemeliharaan kualitas hidupnya. Melalui terapi okupasi ini diharapkan anak-anak berkebutuhan khusus dapat mencapai
kemandirian
dalam
aktivitas
produktifitas
(sekolah/akademik),
kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan penggunaan waktu luang (leisure) serta bermain sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Terapi okupasi merupakan salah satu terapi bagi anak berkebutuhan khusus yang terdapat di Al-Jannah. Terapi ini dilakukan di ruang terapi okupasi dan sensori integrasi seperti yang terlihat pada Gambar 29. Terapi okupasi ini juga melatih kemampuan motorik halus seperti memegang pensil, menulis, meronce, kemampuan aktivitas sehari-hari seperti berpakaian, makan, dan ke toilet secara mandiri dan lain-lain.
(a)
(b)
Gambar 29 Terapi Okupasi (a. Terapi Okupasi pada ABK; b. Ruang Terapi Okupasi dan Sensori Integrasi) (Sumber: Survei, Juli 2009)
4.3.2.2 Terapi Sensori Integrasi Otak merupakan pusat syaraf yang berperan dalam mengatur semua jalannya informasi dan menggunakan setiap informasi yang masuk tersebut untuk menentukan respon terhadap perubahan lingkungan. Pada anak berkebutuhan khusus, terdapat gangguan pada sistem sensori sehingga setiap informasi berupa rangsangan yang masuk tidak dapat diolah sebagaimana mestinya sehingga respon yang dihasilkannya menjadi tidak terarah. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi anak untuk mengetahui keberadaan dirinya dan hubungannya dengan lingkungan. Terapi Sensori Integrasi (SI) ini berfungsi untuk menstimulasi, mengintegrasi, dan mengembangkan semua indera yang terdiri dari indera penglihatan (visual),
51
pendengaran (auditory), perabaan (tactile), penciuman, dan keseimbangan (vestibular)
sehingga
membantu
anak
berkebutuhan
khusus
dalam
pengorganisasian semua informasi dan merespon lingkungannya. Namun, berdasarkan wawancara dengan terapis, terapi sensori integrasi di Unit Inklusi ini masih minim. 4.3.2.3 Fisioterapi Fisioterapi (physiotherapy) berasal dari kata fisik dan terapi. Yang dimaksud dengan fisik adalah tubuh dan anggota geraknya, sedangkan terapi sendiri berarti memulihkan. Sehingga fisioterapi dapat diartikan sebagai pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh. Fisioterapi merupakan terapi yang dilakukan untuk membantu anak berkebutuhan khusus mengembangkan kemampuan motorik kasar (gross motor skill). Kemampuan motorik kasar ini meliputi otot-otot besar pada seluruh tubuh yang memungkinkan tubuh melakukan fungsi berjalan, melompat, jongkok, lari, menendang, duduk tegak, mengangkat, dan melempar bola. Kemampuan motorik kasar sangat penting karena membuat tubuh bisa melakukan aktivitasnya, menjaga keseimbangan, koordinasi, dan lain-lain. Kemampuan motorik kasar juga sangat berhubungan dengan fungsi fisik lainnya. Contohnya, kemampuan anak untuk menopang tubuh bagian atasnya akan berpengaruh pada kemampuannya menulis (motorik halus, fine motor skill). Anak-anak dengan kemampuan motorik kasar yang kurang, akan mempunyai kesulitan dengan kemampuan lain seperti menulis, duduk segera dari keadaan berbaring, memperhatikan aktivitas kelas, dan menulis di papan tulis. Bagi anak-anak tersebut aktivitas-aktivitas ini sangat memeras tenaga (Angel’s Wing, 2008). Oleh karenanya dilakukan fisoterapi untuk melatih, mengembangkan, dan memulihkan kemampuan motorik kasar anak-anak berkebutuhan khusus.
52
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 30 Fisioterapi (a dan c. Fisioterapi pada Anak Cerebral Palsy; b. Streching dan Pemijatan d. Latihan dengan Menggunakan Bola) (Sumber: Survei, Juli 2009)
Selain itu terdapat pula Hydrotherapy atau terapi air, yaitu fisioterapi yang menggunakan air sebagai media. Penggunaan air sebagai media terapi akan menyebabkan efek gravitasi terhadap tubuh di dalam air bekurang karena daya apung air sehingga pergerakan otot-otot menjadi lebih ringan. Hal tersebut akan membantu
anak
berkebutuhan
khusus
dalam
melakukan
latihan
fisik
(www.gadingpluit-hospital.com, 2006). Selain itu, terapi dengan media air (hydrotherapy) ini dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk menarik anak berkebutuhan khusus melakukan terapi sambil bermain.
4.3.2.4 Terapi Okupresur Acupressure atau Terapi Okupresur merupakan metode penyembuhan yang menggunakan jari atau bagian tubuh lain untuk menekan titik-titik tertentu pada tubuh. Penekanan pada titik-titik atau bagian-bagian tertentu pada tubuh tersebut dapat mengurangi ketegangan otot, memperlancar sirkulasi darah, dan membuat tubuh merasa rileks (www.acupressure.com, 2009). Terapi Okupresure ini dilakukan pada anak penyandang autism, ADHH/ADD, dan PDDNos untuk
53
membantu merilekskan atau menenangkan dari sikap tantrums atau mengamuk, mengurangi ketegangan otot, dan memperlancar sirkulasi darah.
4.3.2.5 Terapi Wicara Terapi Wicara (speech therapy) merupakan terapi yang dilakukan untuk membantu seseorang menguasai komunikasi bicara dengan lebih baik. Terapi ini biasa diberikan kepada anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay), anak-anak dengan hambatan tumbuh kembang khusus (autisma, down syndrome, tuna rungu, cerebral palsy), serta orang dewasa yang mengalami gangguan bicara lainnya seperti gagap (stuttering) (Angel’s Wing, 2008). Terapi wicara dilakukan pada organ bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang bersifat
fungsional. Terapis akan memberikan
latihan-latihan (Oral Peripheral Mechanism Exercises) maupun Oral-Motor Activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan. Selain itu, dilakukan pula latihan pengucapan atau artikulasi yang meliputi cara dan tempat pengucapan (Place and Manner of Articulation). Kesulitan pada artikulasi atau pengucapan biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Selain itu terapi wicara juga dilakukan untuk Phonology (bahasa bunyi), Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata, Morphology (perubahan pada kata), Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa, Discourse (Pemakaian bahasa dalam konteks yang lebih luas), Metalinguistics (bagaimana cara bekerja suatu bahasa) dan Pragmatics (bahasa dalam konteks sosial).
54
Tabel 5. Matriks Program, Aktivitas, dan Fasilitas Terapi Program Terapi Okupasi
Sensori Integrasi
Fisioterapi
Contoh Aktivitas Terapi 1. Melatih kemampuan motorik halus (memegang pensil, menulis) 2. Koordinasi tangan (meronce, menggunting 3. Melepas dan memasang puzzle 4. Menyusun balok dan mengimitasi desain balok 5. Melatih kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, toileting)
Fasilitas Ruang terapi, meja dan bangku, kertas, pensil Ruang terapi, tali, manikmanik, gunting Puzzle Balok kayu mainan
1. Stimulasi indera penglihatan (visual), koordinasi mata dan tangan 2. Stimulasi indera pendengaran (auditory), mengenal suara 3. Stimulasi indera perabaan (tactile) 4. Stimulasi indera penciuman 5. Stimulasi keseimbangan (vestibular), respon terhadap ketinggian, gerakan berputar, dan berayun 1.Stretching, pemijatan
Ruang terapi
2. Melatih kemampuan otot motorik kasar (duduk tegak, jongkok, berjalan, melompat)
Toilet
Ruang terapi Ruang terapi Ruang terapi Ruang terapi, ayunan
Ruang terapi, matras, bola Ruang terapi, bangku, matras
3. Melatih keseimbangan
Ruang terapi, balok/papan keseimbangan
Terapi Hidro
Melatih pergerakan otot di dalam air
Terapi Okupresur
Pemijatan atau penekanan pada titiktitik tertentu pada tubuh Melatih pergerakan otot organ bicara, artikulasi, pengembangan kosa kata, dan tata bahasa
Kolam renang, pelampung Ruang terapi, matras
Terapi Wicara
Ruang terapi, meja dan bangku
4.3.3 Anak Berkebutuhan Khusus Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah khususnya Unit Inklusi memiliki berbagai macam anak berkebutuhan khusus (ABK), diantaranya anak-anak penyandang ADD/ADHD, autism, cerebral palsy, disleksia, down syndrome, PDD-NOS, dan spinal muscular atrophy (SMA). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing jenis ABK tersebut.
55
4.3.3.1 ADD/ADHD (Attention-deficit hyperactivity disorder) ADHD atau ADD merupakan gangguan perkembangan neurobehavioral yang ditandai terutama oleh adanya masalah perhatian (attention) dan hiperaktifitas, dimana setiap perilaku tersebut biasanya terjadi bersamaan. ADHD terjadi pada 3 sampai 5% anak secara global dengan gejala yang muncul dimulai sebelum anak berumur tujuh tahun. Tujuh puluh lima persen kasus ADHD disebabkan oleh faktor genetik. Selain itu terdapat pula interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya ADHD diantaranya adalah alkohol dan asap rokok selama masa kehamilan yang akan menyebabkan hypoxia atau kekurangan oksigen pada janin. Selain itu, komplikasi pada masa kehamilan dan kelahiran termasuk kelahiran prematur juga memiliki peranan (www.wikipedia.com, 2009). ADD/ADHD memiliki tiga karakteristik, yaitu inattention (kurang atau tidak memperhatikan), hyperactivity (hiperaktif), dan impulsivity (impulsif). Gejala dan tanda pada anak dengan ADD/ADHD tergantung pada karakteristik yang dominan. Anak dengan ADD/ADHD mungkin saja kurang atau tidak memperhatikan tetapi tidak hiperaktif dan impulsif; atau hiperaktif dan impulsif tetapi dapat memperhatikan; atau juga kurang atau tidak memperhatikan, hiperaktif dan impulsif yang merupakan bentuk umum ADD/ADHD. Berikut ini adalah gejala-gejala dari inattention (kurang atau tidak memperhatikan), hyperactivity (hiperaktif), dan impulsivity (impulsif). Inattention (kurang atau tidak memperhatikan): 1.
Tidak memperhatikan detail atau membuat kesalahan/kecerobohan
2.
Memiliki masalah untuk tetap fokus, mudah teralih/terdistraksi
3.
Tidak mendengarkan ketika berbicara kepadanya
4.
Kesulitan untuk mengingat sesuatu dan mengikuti instruksi
5.
Sulit diatur dan cenderung tidak menyelesaikan pekerjaan
6.
Sering kehilangan benda atau mainan Hyperactivity (hiperaktif):
1.
Gelisah dan menggeliat secara konstan
2.
Sering meninggalkan bangku atau kursi pada situasi yang mengharuskan untuk duduk dengan tenang
56
3.
Berkeliaran secara konstan, sering berlari atau memanjat dengan tidak sepantasnya
4.
Berbicara secara berlebihan, memiliki kesulitan untuk bermain dengan tenang Impulsivity (impulsif):
1.
Langsung menjawab pertanyaan tanpa bisa menunggu namanya dipanggil terlebih dahulu
2.
Kesulitan untuk menunggu giliran
3.
Sering menginterupsi
4.
Mengganggu orang lain dalam percakapan atau permainan
5.
Ketidakmampuan menahan emosi, meledak-ledak, mengamuk/tantrums
Gejala ADD/ADHD dapat diminimalisasi melalui edukasi, terapi perilaku (behaviour therapy), latihan, dukungan di rumah dan sekolah, pengobatan, serta asupan nutrisi yang baik (www.helpguide.org, 2008).
4.3.3.2 PDD-NOS PDD-NOS merupakan singkatan dari Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified. Seseorang dengan diagnosa PDD-NOS memiliki gejala yang berada pada spektrum autisme namun tidak termasuk ke dalam kategori spesifik autisme. PDD-NOS biasanya lebih ringan daripada autism dan memiliki gejala yang hampir sama, dengan beberapa gejala tampak dan yang lainnya tidak. Gangguan ini sering disebut juga dengan atypical autism. PDD-NOS termasuk ke dalam definisi DSM-IV yang meliputi kasus yang ditandai dengan kerusakan atau gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan atau bentuk perilaku dan ketertarikan yang stereotip, namun tidak seluruhnya ciri-ciri autism tampak pada PDD-NOS.
4.3.3.3 Autism Autism dideskripsikan pertama kali oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Menurut Autism Society of America, autism merupakan gangguan perkembangan kompleks
yang
merupakan
akibat
dari
gangguan
neurological
yang
mempengaruhi fungsi otak. Penyandang autism dicirikan dengan kesulitan dalam komunikasi baik verbal dan non-verbal, interaksi sosial, dan melakukan aktivitas
57
pada waktu luang atau bermain. Orang dengan autism mungkin menunjukkan gerakan tubuh yang berulang-ulang, respon yang tidak biasa terhadap orang atau barang, dan menghindari perubahan rutinitas (Hebert, 2003). Terdapat tiga definisi yang menjelaskan tentang autism, yaitu definisi Autism Society of America, Individuals with Disabilities Education Act (IDEA), dan Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) yang ditulis oleh American Psychiatric Association (APA). Definisi yang paling sering digunakan adalah definisi Diagnostic and Statistical Manual (DSM, IV). Definisi autism tersebut adalah sebagai berikut; A. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1, 2, dan 3 yang meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu pokok dari kelompok 2, dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3. 1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling sedikit dua di antara yang berikut ini: a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur, dan gerak isyarat untuk melakukan interaksi sosial. b. Ketidakmampuan mengembangkan hubungan pertemanan sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain. d. Kekurangmampuan dalam hubungan emosional secara timbal balik dengan orang lain. 2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit satu di antara yang berikut ini: a. Keterlambatan
atau
kekurangan
secara
menyeluruh
dalam
berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gestur atau mimik muka sebagai cara alternatif dalam berkomunikasi). b. Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.
58
c. Penggunaan bahasa yang repetitif (diulang-ulang) atau stereotip (meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik (aneh). d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. 3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, dan stereotip seperti yang ditunjukkan oleh paling sedikit satu di antara yang berikut ini: a. Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun fokus. b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik
(kebiasaan
tertentu)
yang
nonfungsional
(tidak
berhubungan dengan fungsi). c. Perilaku gerakan stereotip dan repetitif (seperti terus-menerus membuka-tutup genggaman tangan, memuntir jari atau tangan, atau menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks). d. Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda. B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari pokok berikut ini: 1. Interaksi sosial 2. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial 3. Permainan simbolik atau imajinatif C. Sebaiknya tidak disebut dengan istilah Gangguan Rett, Gangguan Inegratif Kanak-kanak, atau Sindrom Asperger (Peeters, 2004).
4.3.3.4 Cerebral Palsy Cerebral palsy (CP) diidentifikasi pertama kali oleh seorang ahli bedah bernama William Little pada tahun 1860. Cerebral palsy merupakan salah satu gangguan neurological yang tampak pada saat bayi atau awal masa kanak-kanak dan mempengaruhi pergerakan tubuh dan koordinasi otot secara permanen. Walaupun Cerebral palsy mempengaruhi pergerakan otot, hal tersebut tidak
59
disebabkan oleh masalah pada otot maupun saraf. Cerebral palsy disebabkan oleh keabnormalitasan pada salah satu bagian otak yang mengontrol pergerakan otot. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada masa kehamilan (75%), kelahiran (5%), atau setelah kelahiran sampai berumur 3 tahun (15%). Cerebral palsy seringkali disertai oleh gangguan sensasi, persepsi, kognitif, komunikasi dan tingkah laku karena epilepsi dan masalah otot dan tulang sekunder (www.wikipedia.com). Cerebral palsy diklasifikasikan menjadi tiga yang merefleksikan area otak yang mengalami kerusakan. Ketiga klasifikasi tersebut adalah: 1.
Spastic Spastic atau kekakuan merupakan tipe cerebral palsy yang paling umum, yang terjadi pada 70 sampai 80% dari semua kasus. Penderita cerebral palsy dengan tipe ini mengalami kekakuan pada alat geraknya.
2.
Ataxic Ataxic merupakan tipe cerebral palsy yang disebabkan oleh kerusakan pada bagian cerebellum (otak kecil). Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang jarang terjadi, yaitu hampir 10 % dari semua kasus. Penderita cerebral palsy dengan tipe ini mengalami hypotonia (kelemahan pada otot) dan tremors. Kemampuan motorik seperti menulis, mengetik, atau menggunakan gunting, dan keseimbangan ketika berjalan terganggu.
3.
Athetoid/dyskinetic Athetoid/dyskinetic merupakan tipe cerebral palsy dimana penderita tidak dapat mengontrol gerak ototnya. Penderita athetoid akan kesulitan untuk bertahan pada suatu posisi, baik ketika duduk maupun berjalan. Oleh karena itu, mereka tidak dapat memegang objek. Cerebral palsy tidak dapat disembuhkan, tetapi berbagai macam terapi
dapat menolong seseorang dengan CP untuk hidup lebih efektif. Terapi yang dapat dilakukan diantaranya adalah fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, pengobatan untuk meredakan rasa sakit atau mengendurkan otot yang kejang.
4.3.3.5 Disleksia Disleksia merupakan sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada anak tersebut dalam melakukan
60
aktifitas membaca dan menulis. Gangguan tersebut bukan suatu bentuk ketidakmampuan secara fisik, seperti karena adanya masalah penglihatan, tapi mengarah kepada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut (www.wikipedia.com). Anak-anak disleksia memiliki beberapa ciri atau gejala. Gejala-gejala disleksia antara lain sulit mengeja, sulit membedakan huruf b dan d, kekurangan atau kelebihan huruf dalam menulis, sulit mengingat arah kiri dan kanan, sulit membedakan waktu (hari ini, kemarin, dan besok), sulit mengingat urutan, sulit mengikuti instruksi verbal, sulit berkonsentrasi, mudah teralih perhatiannya, sulit berkomunikasi karena bahasanya kaku dan tidak berurutan, seringkali mengalami kesulitan berhitung terutama apabila disampaikan dalam bentuk cerita, tulisannya sulit dibaca, dan kurang percaya diri. Disleksia ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut: 1.
Genetik/keturunan
2.
Memiliki masalah pendengaran sejak dini
3.
Faktor Kombinasi (www.conectique.com, 2008)
4.3.3.6 Down Syndrome Down syndrome merupakan kelainan kromosom yang disebabkan oleh adanya kehadiran kromosom lebih pada kromosom 21 yang disebabkan oleh kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri pada saat pembelahan. Down syndrome ini sering disebut juga dengan trisomi 21. Kelainan ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Kelainan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti genetik, masalah selama kehamilan, saat kelahiran, setelah kelahiran, dan kemiskinan. Down syndrome akan berdampak pada keterbelakangan fisik dan mental anak. Penderita akan sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil, mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal fold) dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Selain itu, tanda klinis pada bagian tubuh lain tampak pada
61
tangan yang pendek termasuk ruas-ruas jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar dan lapisan kulit yang tampak keriput (dermatoglyphics). Selain secara fisik, kelainan kromosom ini juga dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan pada sistem organ yang lain (www.wikipedia.com, 2009).
4.3.3.7 Spinal Muscular Atrophy (SMA) Spinal muscular atrophy (SMA) merupakan suatu gangguan yang mempengaruhi kontrol pergerakan otot. Hal tersebut disebabkan oleh hilangnya sel saraf, yang disebut dengan saraf motor (motor neuron) yang terdapat di spinal cord dan bagian otak yang terhubung dengan spinal cord akibat adanya mutasi genetik. Hilangnya saraf motor tersebut akan menimbulkan kelemahan dan pengecilan pada otot yang digunakan untuk beraktivitas seperti merangkak, berjalan, duduk, dan mengontrol pergerakan kepala. Pada kasus spinal muscular atrophy yang berat, otot-otot yang digunakan untuk bernafas dan menelan juga terpengaruh (www.wikipedia.com, 2009). Spinal muscular atrophy terbagi ke dalam beberapa subtipe berdasarkan tingkat keparahan dan usia timbulnya gejala. Tiga tipe dari gangguan tersebut berpengaruh pada anak sebelum usia 1 tahun. Berikut ini adalah tipe-tipe dari Spinal muscular athrophy: 1.
Tipe 0, merupakan tipe yang paling parah dari spinal muscular atrophy yang terjadi sebelum kelahiran. Tanda-tanda yang timbul adalah berkurangnya gerakan janin pada 30 sampai 36 minggu kehamilan. Setelah lahir, bayi menunjukkan sedikit pergerakan dan mengalami kesulitan dalam bernafas dan menelan.
2.
Tipe I , disebut juga Werdnig-Hoffman disease. Merupakan tipe dari spinal muscular atrophy dimana gejala terlihat pada saat kelahiran atau bulan-bulan pertama kelahiran. Bayi akan mengalami kesulitan dalam bernafas dan menelan makanan serta tidak dapat duduk tanpa sandaran.
3.
Tipe II, merupakan tipe spinal muscular atrophy dimana lemah otot terjadi pada usia 6 sampai 12 bulan. Anak dengan tipe ini dapat duduk tanpa sandaran walaupun tidak dapat berdiri atau berjalan tanpa bantuan.
62
4.
Tipe III, disebut juga Kugelberg-Welander disease merupakan tipe yang relatif ringan dibandingkan tipe 0, I, dan II. Gejala timbul pada awal masa kanak-kanak (diatas 1 tahun) dan awal masa dewasa. Seseorang dengan tipe ini dapat berdiri dan berjalan tanpa bantuan, tetapi akan kehilangan kemampuan tersebut pada akhirnya.
5.
Tipe IV dan Finkel, merupakan tipe spinal muscular atrophy yang terjadi pada saat dewasa, biasanya setelah usia 30 tahun. Gejala yang timbul mencakup lemah otot, tremor, dan twitching dari yang ringan, sedang, hingga berat.
BAB V ANALISIS SINTESIS
5.1
Aspek Fisik dan Biofisik
5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang, dan area pertanian (kebun tanaman obat). Letak tapak yang berdekatan dengan bangunan kolam renang dan area pertanian merupakan suatu potensi karena area-area tersebut merupakan salah satu pusat konsentrasi aktivitas pengguna Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah. Selain itu, pihak sekolah memiliki rencana untuk memindahkan dan membangun Unit Inklusi pada tapak tersebut sehingga taman terapi yang akan dibuat nantinya dapat menyatu dengan fasilitas terapi dalam ruang (Unit Inklusi). Letak tapak yang tepat bersebelahan dengan pintu keluar kompleks sekolah merupakan suatu kendala yang memerlukan pemikiran dan pertimbangan dalam desain. Letak tapak yang dekat dengan pintu keluar tersebut memiliki intensitas sirkulasi kendaraan bermotor yang cukup tinggi pada jam pulang sekolah sehingga mungkin akan dapat membahayakan pengguna. Hal tersebut perlu diperhatikan karena pada tapak akan dibuat taman terapi bagi anak berkebutuhan khusus dimana keamanan merupakan hal yang penting. Tapak yang akan dirancang memiliki bentuk yang memanjang dengan luas area + 256 m2. Berdasarkan tinjauan literatur arsitektur lanskap (Cooper dan Marcus, 2002) dan ilmu kesehatan atau keperawatan (Lau, 2002 dalam Said, 2006) menyatakan bahwa tidak ada studi empiris yang menguji ukuran standar ruang luar bagi setiap anak. Dijelaskan secara lebih lanjut dalam Said, 2006 bahwa dalam masa perkembangan anak-anak 2
disarankan ukuran ruang luar
2
sebesar 9,3 m atau 100 ft setiap anak (Greenham, 1988; Striniste dan Moore, 1989) dan 7,4-9,3 m2 atau 80-100 ft2 setiap anak (Frost, 1985). Diungkapkan pula dalam Said, 2006 bahwa Moore mengevaluasi lima taman terapi anak untuk menentukan kriteria desain yang dapat memberikan manfaat penyembuhan dengan ukuran taman berkisar antara 143 m2 hingga 739 m2 dengan pengguna yang bervariasi seperti pasien, orang tua dan saudara, serta staf.
64
Berdasarkan hal tersebut, luas tapak yang akan dirancang tidak terlalu besar, namun cukup untuk dapat dikembangkan sebagai taman terapi bagi anak berkebutuhan khusus. Pengembangan tapak menjadi taman terapi dioptimalkan semaksimal mungkin sehingga fungsi-fungsi terapi yang diinginkan dapat tercapai. Bentuk tapak yang memanjang dengan ukuran 38 m x 6,7 m membuat tapak terasa sempit. Hal tersebut cukup menyulitkan karena tapak akan dikembangkan untuk taman terapi yang dapat mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif sehingga membutuhkan ruang yang lebih luas. Modifikasi bentuk tapak dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.
5.1.2 Aksesibilitas dan Sirkulasi Tapak terletak di bagian depan ujung kompleks Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah dan dapat diakses langsung dengan mudah dari pintu masuk (entrance). Jalan tersebut memiliki kondisi yang baik dan lebar yang memadai. Selain itu, tapak juga dapat diakses melalui jalan setapak yang terdapat di antara lapangan dan area pertanian. Kemudahan untuk mengakses tapak tersebut merupakan potensi yang perlu dipertahankan dan dimanfaatkan dalam pengembangan tapak. Sirkulasi menuju tapak tersebut dibagi menjadi sirkulasi kendaraan bermotor dan sirkulasi pejalan kaki dimana tidak terdapat pemisahan kedua jenis sirkulasi tersebut. Sirkulasi di dalam tapak sendiri akan direncanakan khusus bagi pengguna taman terapi dimana tidak terdapat sirkulasi untuk kendaraan bermotor di dalamnya. Selain itu, pemilihan material pedestrian path di dalam tapak perlu disesuaikan dari segi desain maupun fungsi untuk terapi, kenyamanan, dan keamanan pengguna tapak.
5.1.3 Iklim Lokasi memiliki iklim panas dengan suhu rata-rata berkisar antara 27 hingga 35 derajat Celcius. Menurut Laurie (1984), kisaran suhu yang nyaman bagi manusia adalah antara 10 hingga 26,6 derajat Celcius. Berdasarkan hal tersebut, secara umum suhu di lokasi termasuk ke dalam kategori tidak nyaman bagi manusia. Kondisi iklim mikro di tapak sendiri terasa panas. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya vegetasi pada tapak sehingga tidak tercipta naungan
65
dan membuat tapak terasa panas. Selain itu, ekspos sinar matahari pada tapak dengan intensitas yang tinggi membuat suhu di tapak tinggi. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan ketidaknyamanan dan mengganggu aktivitas pengguna tapak. Oleh karena itu perlu diciptakan suasana teduh yang dapat dicapai baik dengan peneduh alami berupa vegetasi atau peneduh buatan seperti pergola dan lain-lain. Curah hujan pada lokasi tidak terlalu tinggi, yaitu sebesar 163,70 mm/tahun. Curah hujan yang tidak terlalu tinggi tersebut bukan merupakan suatu masalah karena sistem drainase pada tapak berfungsi dengan baik. Selain itu, untuk memaksimalkan penyerapan air hujan ke dalam tanah dapat digunakan kombinasi antara vegetasi dan perkerasan yang mampu menyerapkan air ke dalam tanah, contohnya paving block. Perkerasan dengan tekstur yang kasar dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna agar tidak licin ketika hujan. Lokasi memiliki kelembaban sebesar 75,40 %. Menurut Laurie (1984), kelembaban yang nyaman bagi manusia adalah antara 40 hingga 75 %. Persentase kelembaban tersebut berada di atas kisaran kelembaban yang nyaman bagi manusia. Hal tersebut dapat diatasi dengan pengaturan sirkulasi udara, yaitu pengaturan massa vegetasi, tata letak bangunan, dan menciptakan koridor-koridor serta menyediakan ruang-ruang terbuka di dalam tapak. Pengaturan masuknya sinar matahari juga dapat dilakukan untuk mengatur kelembaban tapak. Kenyamanan tapak dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan THI atau Thermal Humidity Index, dimana THI dihitung dengan rumus: THI = 0,8T + (RH x T)/500 Dengan suhu rata-rata sebesar 31 derajat Celcius dan kelembaban udara sebesar 75,40 %, maka akan didapat nilai THI sebesar 29,47. Nilai THI tersebut berada di atas kisaran nyaman yaitu sebesar 27, sehingga dapat disimpulkan bahwa tapak tidak atau kurang nyaman. Penambahan dan pengaturan vegetasi dapat dilakukan untuk menambah kenyamanan tapak.
66
5.1.4 Tanah Tapak memiliki jenis tanah latosol cokelat kemerahan yang memiliki tekstur halus dan drainase baik. Tanah tersebut memiliki konsistensi gembur, permeabilitas tinggi, mudah meresapkan air menjadi air tanah, dan dapat menahan air dengan cukup baik. Tanah latosol cokelat kemerahan tersebut cocok atau sesuai untuk pertumbuhan tanaman, baik tanaman pertanian ataupun perkebunan. Hal tersebut merupakan suatu potensi yang dapat dikembangkan dimana pada tapak tersebut dapat ditanami dengan vegetasi yang sesuai, baik dilihat dari lingkungan tumbuhnya maupun fungsi yang ingin dicapai dalam tapak.
5.1.5 Topografi Tapak memiliki topografi atau bentukan lahan yang datar seperti yang terlihat pada Gambar 31. Hal tersebut bukanlah suatu kendala dalam pengembangan tapak. Bentukan tapaknya yang datar merupakan potensi karena akan memudahkan dalam perencanaan dan perancangan tapak. Tapak dapat digunakan untuk berbagai aktivitas mulai dari pasif hingga aktif.
Gambar 31 Peta Analisis Topografi
67
Namun, bentukan tapak yang datar dapat menyebabkan kemonotonan sehingga perlu diciptakan keragaman ruang untuk memecah kemonotonan tersebut. Keragaman ruang tersebut dapat diciptakan melalui penataan bentuk lahan dan berbagai elemen tapak sehingga akan memiliki kualitas visual yang lebih menarik dan fungsi yang lebih tinggi. Penataan bentuk lahan tersebut dapat dilakukan dengan membuat area-area dengan variasi level ketinggian. Contohnya antara lain seperti membuat bukit kecil, ramp atau slide yang selain memecah kemonotonan juga berfungsi untuk terapi. Selain melalui penataaan bentukan lahan dan elemen tapak, keragaman ruang juga dapat tercipta dari aktivitas yang beragam di dalam tapak.
5.1.6 Hidrologi dan Drainase Sistem drainase pada tapak terbagi menjadi sistem drainase tertutup dan terbuka. Sistem drainase tertutup pada tapak berupa saluran drainase tertutup yang terletak di sebelah Selatan tapak. Saluran drainase tersebut dalam kondisi baik dan dapat menampung serta mengalirkan air menuju saluran pembuangan utama yang terletak di bagian belakang atau Barat kompleks Sekolah Alam dan Sains AlJannah. Selain melalui saluran drainase tertutup, air dapat mengalir dan meresap ke dalam tanah tanpa melalui saluran khusus (drainase terbuka). Hal tersebut dikarenakan kondisi tapak eksisting masih berupa tanah sehingga penyerapan air ke dalam tanah relatif baik. Dalam perencanaan dan perancangan tapak tersebut sebagai taman terapi, diperlukan variasi dan kombinasi penutup tanah baik dari hard material maupun soft material yang dapat meresapkan air ke dalam tanah. Kombinasi tersebut akan memberikan kesempatan terjadinya penyerapan air ke dalam tanah selain berfungsi terapi yang dapat diperoleh dari keragaman tekstur penutup tanah tersebut.
5.1.7 Vegetasi dan Satwa Vegetasi yang terdapat pada tapak hanya berupa rumput-rumput liar. Penanaman vegetasi pada tapak perlu dilakukan. Selain untuk memperbaiki kondisi iklim mikro, vegetasi yang ditanam akan disesuaikan dengan fungsi yang ingin dicapai di dalam tapak. Pemilihan dan peletakan vegetasi tersebut
68
didasarkan pada fungsi-fungsi seperti vegetasi peneduh, pembatas, maupun vegetasi yang dapat menunjang proses terapi. Selain didasarkan pada fungsinya, pemilihan dan peletakan vegetasi juga tetap mempertimbangkan nilai-nilai estetika. Pada tapak tidak terdapat satwa-satwa liar maupun satwa budidaya yang dapat mengganggu dan membahayakan pengguna. Satwa yang ada di dalam tapak hanya berupa serangga-serangga kecil seperti semut dan lain-lain yang tidak membahayakan. Satwa dapat digunakan untuk menunjang proses terapi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menghadirkan satwa pada tapak seperti misalnya dengan membuat kolam yang berisi ikan, membuat sarang burung, dan lain-lain. Selain itu, ruang-ruang terbuka di sekitar tapak dapat berpotensi sebagai sumber satwa. Ruang-ruang terbuka tersebut dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32 Peta Analisis Vegetasi dan Satwa
69
5.1.8 Fasilitas dan Utilitas Tapak merupakan lahan kosong dimana di dalamnya tidak terdapat fasilitas-fasilitas tertentu. Pada tapak terdapat utilitas berupa jaringan listrik. Dalam pengembangannya sebagai taman terapi, tapak tersebut perlu ditambah fasilitas untuk menunjang kegiatan dan proses terapi.
5.1.9 Elemen Visual dan Akustik Pada tapak terlihat beberapa pemandangan yang mengarah ke sekitar tapak. Pemandangan tersebut diantaranya berupa area pertanian (kebun tanaman obat), jalan, kompleks bangunan kolam renang, dan kombinasi antara vegetasi dan bangunan.
Gambar 33 Peta Analisis Visual dan Akustik
Selain itu, akustik atau bunyi-bunyian yang terdapat di dalam tapak dihasilkan dari aktivitas di sekitar tapak, seperti suara orang bercakap-cakap, suara langkah kaki orang yang sedang berjalan atau berlari, dan suara kendaran bermotor yang melintas. Bunyi-bunyian tersebut dinilai masih dapat ditoleransi dan tidak mengganggu. Namun walaupun demikian, lokasi tapak terletak tepat di
70
sebelah jalan menuju pintu keluar yang ramai oleh lalu lalang kendaraan bermotor pada jam-jam tertentu. Hal tersebut dapat diatasi dengan meletakkan penghalang (barrier) untuk meredam suara kendaraan bermotor. Selain untuk meredam suara kendaraan bermotor pada jam-jam tertentu, vegetasi tersebut juga berfungsi sebagai penghalang (barrier) pandangan terhadap lalu lalangnya kendaraan bermotor. Peta analisis visual dan akustik dapat dilihat pada Gambar 35.
5.2
Aspek Sosial Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pihak sekolah, Unit
Inklusi, dan terapis, diketahui bahwa pengetahuan tentang taman terapi atau terapi ruang luar masih minim. Terapi anak berkebutuhan khusus dilakukan di dalam ruangan, seperti terapi okupasi dan sensori integrasi, terapi wicara, terapi okupresure, dan fisioterapi. Terapi yang dilakukan di luar ruangan adalah terapi air atau hydrotherapy. Terapi tersebut dilakukan di kolam renang. Anak berkebutuhan khusus tersebut melakukan kegiatan terapi selama 30 menit dalam satu kali terapi. Diluar waktu terapi, anak berkebutuhan khusus tersebut melakukan kegiatan belajar baik di kelas maupun di luar kelas bersama anak-anak lainnya. Kegiatan belajar yang dilakukan di luar kelas contohnya seperti kegiatan outbond. Dapat dilihat bahwa waktu anak-anak tersebut untuk melakukan kegiatan terapi sangat terbatas. Dengan adanya taman terapi diharapkan akan dapat menunjang kegiatan dan proses terapi yang telah dilakukan di dalam ruangan. Selain itu, taman terapi dapat digunakan juga sebagai sarana anak untuk bermain sambil melakukan kegiatan terapi sehingga anak tidak merasa jenuh dan bosan.
5.3
Aspek Terapi Unit Inklusi merupakan suatu lembaga pusat pelayanan terapi dan edukasi
bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah. Unit Inklusi ini terletak di area bangunan Sekolah Dasar (SD) dimana di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas yang mendukung program terapi dan edukasi bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu ruang terapi okupasi dan sensori integrasi, ruang fisioterapi, ruang terapi wicara, ruang PPI (Program Pendidikan Individu), ruang
71
konseling, ruang konsultasi, dan toilet. Aktivitas terapi seperti terapi okupasi, fisioterapi, terapi wicara, terapi okupresure dilakukan di ruang-ruang terapi tersebut. Namun berdasarkan wawancara dari terapis, terapi sensori integrasi masih minim dilakukan. Terapi sensori integrasi ini merupakan terapi yang berfungsi untuk menstimulasi, mengintegrasi, dan mengembangkan semua indera yang terdiri dari indera penglihatan (visual), pendengaran (auditory), perabaan (tactile), penciuman, dan keseimbangan (vestibular). Hal tersebut dapat diatasi dengan menyediakan sarana untuk terapi sensori integrasi pada taman terapi yang akan dibuat. Selain itu, terapi-terapi yang telah ada dan dilakukan dapat ditambahkan atau dimodifikasi sehingga dapat diterapkan di taman atau ruang luar.
5.4
Sintesis Aspek Fisik dan Biofisik, Sosial , dan Terapi Sintesis dilakukan pada potensi dan kendala pada setiap asepek yang
diamati. Potensi yang ada dimanfaatkan atau dikembangkan sedangkan kendala yang ada dicari pemecahannya. Analisis dan sintesis aspek fisik dan biofisik, sosial, dan terapi secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis Sintesis Aspek Fisik dan Biofisik, Sosial, dan Terapi Analisis No
Sintesis
Aspek Potensi
Aspek Fisik dan Biofisik 1 Letak, Luas, Letak tapak Batas dekat pusat konsentrasi aktivitas pengguna Sekolah Alam dan Sains AlJannah. Unit Inklusi akan dipindahkan ke tapak sehingga taman terapi akan menyatu dengan Unit Inklusi. Tapak cukup luas untuk dikembangkan taman terapi.
Kendala
Pemanfaatan
Pemecahan
Letak tapak tepat bersebelahan dengan pintu keluar kompleks sekolah yang memiliki intensitas tinggi pada jam pulang sekolah yang dapat membahayakan pengguna tapak.
Tapak dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk dikembangkan sebagai taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Diperlukan pemikiran dan pertimbangan dlam desain, seperti misalnya dengan membuat pembatas yang membatasi antara tapak dengan jalan dll.
72
Tabel 6. (lanjutan) No . 2
Aspek Aksesibilitas, Sirkulasi
Analisis Potensi Tapak mudah diakses, jalan dalam kondisi baik dan memadai.
Kendala Jalur sirkulasi kendaraan bermotor dan sirkulasi pejalan kaki menuju tapak tidak dipisah.
Suhu pada tapak terasa panas karena tidak ada vegetasi dan ekspos sinar matahari yang tinggi, kelembaban dan THI berada di atas kisaran nyaman bagi manusia.
3
Iklim
Curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu sebesar 163,70 mm/tahun
4
Tanah
Tekstur tanah halus dan berdrainase baik. Konsistensi tanah gembur, permeabilitas tinggi, mudah meresapkan air menjadi air tanah dan menahannya. Sesuai untuk pertumbuhan tanaman.
-
Sintesis Pemanfaatan Pemecahan Kemudahan Dilakukan mengakses pemisahan tapak jalur sirkulasi dipertahankan antara dan kendaraan dimanfaatkan bermotor dan dalam pejalan kaki. pengembangan tapak Curah hujan Kondisi iklim yang tidak yang tidak terlalu tinggi nyaman diatasi bukanlah suatu dengan masalah apabila penambahan drainase tapak vegetasi pada berfungsi tapak. dengan baik. Kelembaban Oleh karena itu diatur melalui kondisi pengaturan drainase harus sirkulasi udara dipertahankan. dan pengaturan Kombinasi masuknya perkerasan dan sinar matahari. vegetasi dapat Penggunaan digunakan elemen taman untuk seperti pergola memaksimalka dan gazebo n penyerapan dapat air ke dalam menciptakan tanah. nuansa teduh. Tanah dapat ditanami dengan vegetasi yang sesuai baik dilihat dari lingkungan tumbuhnya maupun fungsi yang ingin dicapai dalam tapak.
73
Tabel 6. (lanjutan) No . 5
Aspek Topografi
Analisis Potensi Kendala Topografi atau Topografi datar bentukan lahan menyebabkan yang datar. kemonotonan
6
Hidrologi, Drainase
Saluran drainase tertutup pada tapak dalam kondisi baik, air dapat meresap ke dalam tanah dengan baik.
-
7
Vegetasi, Satwa
-
Tidak terdapat vegetasi dan satwa dalam tapak.
8
Fasilitas, Utilitas
-
Tidak terdapat fasilitas pada tapak. Utilitas yang terdapat pada tapak berupa jaringan listrik.
Sintesis Pemanfaatan Pemecahan Memudahkan Menciptakan dalam keragaman perencanaan ruang melalui dan penataan perancangan bentuk lahan tapak. Dapat dan berbagai digunakan elemen tapak untuk berbagai serta aktivitas aktivitas dari pada tapak. pasif hingga aktif. Saluran drainase dipertahankan dan dipelihara agar sistem drainase tidak terganggu. Menggunakan penutup tanah dengan kombinasi vegetasi dan perkerasan agar penyerapan air tidak terganggu. Penanaman vegetasi perlu dilakukan. Vegetasi yang ditanam didasarkan pada fungsinya. Perlu dilakukan pembangunan fasilitas dan utilitas yang dapat menunjang kegiatan dan proses terapi.
74
Tabel 6. (lanjutan) No . 9
Aspek Visual, Akustik
Analisis Potensi -
Aspek Sosial
-
Aspek Terapi
Aktifitas terapi meliputi terapi okupasi , fisioterapi, terapi wicara, terapi okupresure, dan terapi PPI.
5.5
Kendala Viewke sebelah Timur kurang bagus (tembok pembatas dan bagian belakang bangunan). Pada jam-jam tertentu seperti jam pulang sekolah terlihat lalu lalang kendaraan bermotor. Pengetahuan tentang taman terapi atau terapi ruang luar yang masih terbilang minim. Waktu kegiatan terapi terbatas.
Terapi sensori integrasi masih minim dilakukan.
Sintesis Pemanfaatan Pemecahan Penanaman vegetasi penghalang (barier) untuk menghalangi pandangan terhadap lalu lalang kendaraan bermotor dan meredam suara kendaraan bermotor. Dengan adanya taman terapi diharapkan akan dapat menunjang kegiatan dan proses terapi yang dilakukan di dalam ruang. Selain itu, sebagai sarana terapi sambil bermain anak. Aktifitas terapi Taman terapi tersebut sebagai sarana dipertahankan terapi ruang dan luar dioptimalkan. mengakomodas i aktivitas terapi sensori integrasi.
Program Ruang Program ruang merupakan rencana-rencana ruang yang akan diterapkan
pada tapak yang mengakomodasi fungsi, aktivitas, dan fasilitas yang akan dikembangkan. Program ruang ini dibuat berdasarkan analisis dan sintesis yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun fungsi-fungsi yang akan dikembangkan pada tapak adalah sebagai berikut: 1.
Fungsi Terapi Fungsi terapi merupakan fungsi utama yang akan dikembangkan dalam tapak dimana tapak akan mengakomodasi kegiatan terapi anak berkebutuhan khusus. Anak-anak tersebut
dapat
melakukan kegiatan terapi atau
75
memperolah manfaat terapi sambil bermain. Fungsi terapi yang akan dikembangkan diimplementasikan dalam elemen-elemen yang terdapat di taman terapi tersebut. 2.
Fungsi Penerimaan Fungsi penerimaan merupakan fungsi pendukung yang berkaitan dalam menunjang aktivitas yang dilakukan di taman. Fungsi penerimaan ini diterapkan dalam ruang penerimaan (welcome area). Fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas disesuaikan dengan kebutuhan
ruang dan fasilitas yang akan diakomodasi dan kapasitas tapaknya. Ruang-ruang yang akan dibentuk pada tapak terdiri atas ruang terapi dan ruang non terapi. Ruang terapi merupakan ruang yang mengakomodasi semua fungsi dan kegiatan terapi anak-anak berkebutuhan khusus. Ruang terapi ini terbagi menjadi ruang terapi dalam ruang (indoor) dan ruang terapi luar ruang (outdoor) dimana di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung aktivitas terapi dan bermain anak-anak berkebutuhan khusus. Sedangkan ruang non terapi merupakan ruang yang mengakomodasi fungsi selain terapi. Ruang non terapi ini berfungsi sebagai ruang penerimaan (welcome area) yang diwujudkan dalam pintu gerbang taman. Hubungan antara fungsi, ruang, dan aktivitas yang terbentuk pada tapak akan dijelaskan pada Tabel 7. Berdasarkan fungsi dan ruang-ruang tersebut, terdapat beberapa aktivitas yang dapat berlangsung dalam tapak. Aktivitasaktivitas tersebut adalah terapi, bermain, duduk-duduk, dan bercakap-cakap atau bersosialisasi.
Tabel 7. Matriks Hubungan Fungsi, Ruang, dan Aktivitas Ruang dan Aktivitas Sub Ruang Aktivitas Ruang terapi dalam Terapi ruang (indoor) Ruang terapi luar Terapi, bermain, dudukruang (outdoor) duduk, bercakap-cakap
Ruang Ruang Terapi
Ruang Non Terapi
Keterangan
Ruang Penerimaan
:
Sangat dekat Sedang atau cukup dekat Tidak ada hubungan
Masuk ke dalam taman terapi
Terapi
Fungsi Penerimaan
BAB VI KONSEP
6.1
Konsep Umum Perancangan taman terapi di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah ini
terutama
diperuntukkan
bagi
anak
berkebutuhan
khusus.
Tapak
akan
dikembangkan menjadi taman yang dapat memberikan fungsi terapi dimana anak berkebutuhan khusus tersebut dapat belajar, tumbuh dan berkembang, serta memperoleh kesenangan seperti semua anak-anak lain yang tidak memiliki keterbatasan. Taman terapi yang akan dikembangkan ini merupakan taman terapi yang interaktif bagi anak-anak dan berorientasi pada alam.Taman terapi ini akan memotivasi anak untuk mengeksplorasi lingkungannya dan melakukan berbagai aktivitas seperti bermain dan lain-lain. Selain itu, taman terapi ini juga akan menstimulasi sensori anak baik penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan, melatih kemampuan motorik, keseimbangan, kemampuan kognitif serta sosial anak. Taman terapi yang akan dikembangkan di Sekolah Alam dan Sains AlJannah ini terinspirasi dari proses metamorfosis yang terjadi pada kupu-kupu. Dalam biologi, metamorfosis dapat diartikan sebagai perubahan yang sangat besar dalam bentuk dari satu taraf atau tingkatan ke tingkatan selanjutnya dalam kehidupan suatu organisme. Secara filosofis proses metamorfosis ini memiliki makna bahwa setiap manusia harus mengalami perubahan dalam hidupnya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Proses metamorfosis ini dianalogikan sebagai proses terapi anak berkebutuhan khusus dimana dalam prosesnya anak berkebutuhan khusus akan mengalami perubahan dari tidak bisa atau kurang bisa menjadi bisa atau lebih bisa. Perubahan tersebut dapat dilihat dari segi kemampuan sensorik, motorik, kognitif, dan sosial yang diperoleh melalui treatment atau terapi yang diberikan, baik berupa terapi di dalam ruang maupun di luar ruang. Filosofi konsep taman terapi tersebut dapat dilihat pada Gambar 34.
77
Proses Metamorfosis Telur
Kepompong
Ulat
Kupu-Kupu
Analogi Tidak/ kurang bisa
Bisa/lebih bisa
TERAPI
Gambar 34 Filosofi Konsep
Taman terapi dikembangkan berdasarkan program dan aktivitas terapi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan. Terapi anak berkebutuhan khusus yang dikembangkan pada tapak terdiri dari terapi di dalam ruangan (indoor) dan terapi di luar ruang luar (outdoor). Anak berkebutuhan khusus akan mendapatkan terapi baik di dalam maupun di luar ruangan. Terapi-terapi dalam ruangan seperti terapi okupasi, sensori integrasi , fisioterapi, terapi okupresur, dan terapi wicara akan dilengkapi dan ditunjang dengan terapi luar ruangan. Terapi yang dilakukan di luar ruangan terdiri dari terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Konsep terapi ruang luar yang dikembangkan pada taman terapi ini terdiri dari terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Terapi-terapi tersebut disusun berdasarkan alur atau sekuens terapi anak berkebutuhan khusus, yaitu secara berurutan terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Alur atau sekuens terapi anak berkebutuhan khusus yang dibuat tersebut bersifat tidak mengikat seperti yang terlihat pada Gambar 35. Anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti alur atau skenario terapi yang dibuat ataupun dapat dengan bebas memilih dan melakukan aktivitas terapi yang dibutuhkan atau diinginkan. Hal tersebut disebabkan karena terdapat perbedaan kebutuhan terapi di antara anak berkebutuhan khusus. ABK
Terapi Indoor
Terapi Outdoor Sensorik Motorik Kognitif Sosial
Gambar 35 Bagan Terapi Anak Berkebutuhan Khusus
78
Berdasarkan alur atau sekuens terapi yang dibuat terapi sensorik merupakan fase pertama terapi. Terapi sensorik merupakan terapi yang berfungsi untuk stimulasi dan integrasi indera anak yang terdiri dari indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan. Sebagai tempat masuk dan diprosesnya informasi, indera tersebut sangat penting. Melalui indera-indera tersebut semua informasi yang berasal dari lingkungan masuk untuk kemudian diproses dan direspon. Fase terapi yang kedua merupakan terapi motorik dimana pada terapi ini fungsi motorik atau gerak anak berkebutuhan khusus distimulasi dan dilatih. Setelah dilakukan terapi pada fungsi sensorik dan motorik, terapi dilanjutkan pada terapi kognitif dimana pada terapi kemampuan brpikir anak akan distimulasi. Fase terapi yang terakhir merupakan terapi sosial dimana anak berkebutuhan khusus akan distimulasi dalam hal bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
6.2
Pengembangan Konsep
6.2.1 Konsep Tata Ruang Berdasarkan konsep umun yang direncanakan, tapak akan dikembangkan menjadi taman yang dapat memberikan fungsi-fungsi terapi kepada anak berkebutuhan khusus, dimana anak berkebutuhan khusus tersebut dapat belajar, tumbuh dan berkembang, serta memperoleh kesenangan seperti anak normal lainnya yang tidak memiliki keterbatasan. Berdasarkan konsep tersebut, fungsifungsi terapi akan dimaksimalkan dalam tapak. Taman terapi didesain untuk mengakomodir berbagai macam kebutuhan dan aktivitas terapi ruang luar yang akan dilakukan pada taman tersebut yaitu terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Untuk mengakomodasi aktivitas terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial baik yang aktif maupun pasif, diperlukan ruang yang lebar. Tapak eksisting dengan bentuk memanjang seluas + 256 m2 dengan lebar 6,7 m dan panjang 38 m akan dimodifikasi bentuknya. Tapak yang memanjang tersebut dimodifikasi dengan mengubah bentuk serta ukuran panjang dan lebarnya tanpa mengubah luasannya. Tapak yang telah dimodifikasi memiliki luas yang sama dengan tapak eksisting namun dengan ukuran lebar sebesar 11 m dan panjang 23,26 m. Modifikasi bentuk tapak tersebut dilakukan untuk memudahkan pengaturan ruang
79
dan sirkulasi sehingga pemanfaatan tapak sebagai taman terapi dapat dioptimalkan. Selain untuk mengoptimalkan fungsi terapi, perubahan bentuk tapak tersebut juga memperhatikan kondisi lingkungan sekitar tapak. Bentuk tapak setelah dimodifikasi dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36 Modifikasi Tapak
Konsep ruang yang akan dikembangkan adalah untuk mengakomodasi aktivitas bagi penggunanya. Berdasarkan fungsinya, ruang di dalam tapak akan dibagi menjadi dua, yakni ruang terapi dan ruang non terapi. Konsep metamorfosis sebagai konsep umum dari taman terapi diterapkan pada setiap ruang dalam bentuk aktivitas atau kegiatan terapi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan. Melalui aktivitas terapi yang dilakukan inilah diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat mengalami kemajuan atau perubahan ke arah yang lebih baik.
6.2.1.1 Ruang Terapi Ruang terapi merupakan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan terapi bagi anak berkebutuhan khusus. Ruang ini terbagi menjadi dua yaitu ruang terapi indoor dan ruang terapi outdoor dimana ruang terapi outdoor terbagi lagi ke
80
dalam empat sub ruang yang terdiri dari ruang terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Penjabaran tiap-tiap ruang terapi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Ruang Terapi Indoor Area ini merupakan area yang diperuntukkan bagi aktivitas terapi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan di dalam ruangan (indoor). Pada ruang terapi indoor terdapat fasilitas berupa gedung terapi dimana di dalamnya terdapat ruang-ruang terapi indoor, ruang staf, ruang konseling dan konsultasi, serta toilet. Seperti yang telah dijelaskan dalam konsep terapi, konsep metamorfosis pada setiap ruang diterapkan dalam bentuk aktivitas yang dilakukan. Begitu pula pada ruang terapi indoor ini, konsep metamorfosis diterapkan pada aktivitas terapi di dalamnya. Setelah mengikuti aktivitas b. Ruang Terapi Outdoor Area ini merupakan ruang yang diperuntukkan bagi aktivitas terapi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan di luar ruangan (outdoor). Ruang terapi outdoor ini terbagi ke dalam empat sub ruang, yakni sebagai berikut. 1. Sub ruang terapi sensorik Sub ruang terapi sensorik merupakan ruang yang didesain untuk melakukan kegiatan terapi sensori indera anak yang meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan. Indera penglihatan akan distimulasi melalui variasi bentuk, warna, dan cahaya dari elemen keras maupun elemen lunak di dalam taman. Indera pendengaran anak akan distimulasi dengan suara-suara alami seperti suara gemerisik daun, gemericik air, atau suara hewan. Indera penciuman anak akan distimulasi melalui aroma berbagai elemen yang terdapat di taman, seperti aroma bunga, rumput, dan tanah. Indera perabaan anak akan distimulasi melalui variasi tekstur elemen-elemen yang terdapat pada taman seperti tekstur rumput, semak, bunga, kayu, batu, tanah, dan air. Dengan stimulasi pada indera-indera tersebut diharapkan anak akan memperoleh pemahaman tentang konsep gelap-terang, besar-kecil, halus-kasar, dan lain-lain. Untuk memberikan fungsi-fungsi terapi tersebut, pada sub ruang terapi sensorik
81
ini terdapat fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung kegiatan terapi sensorik. Fasilitas-fasilitas tersebut diantaranya seperti sensory garden, texture table, jalur refleksi, arbor, dan wind chimes. 2. Sub ruang terapi motorik Sub ruang terapi motorik merupakan ruang yang didesain untuk menstimulasi kemampuan motorik kasar, keseimbangan, koordinasi, serta pergerakan anak berkebutuhan khusus. Pada ruang ini anak akan dirangsang
untuk
mengembangkan
kemampuan
geraknya
dengan
menyediakan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan adanya pergerakan atau latihan fisik sekaligus menantang bagi anak untuk bereksplorasi terhadap diri dan lingkungannya. Untuk mendukung fungsi terapi tersebut, pada sub ruang motorik ini terdapat fasilitas-fasilitas seperti undulating grassy slope, stepping log, jembatan lengkung, balok keseimbangan, dan permainan anak (play equipment). 3. Sub ruang terapi kognitif Sub ruang terapi kognitif merupakan ruang yang didesain untuk menstimulasi kemampuan berpikir anak. Selain untuk menstimulasi kemampuan berpikir, anak-anak juga dapat belajar mengenai ilmu alam dan lingkungan. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalam sub ruang terapi kognitif ini diantaranya seperti outdoor stage dan potting area berupa planter box. 4. Sub ruang terapi sosial Sub ruang terapi sosial merupakan ruang yang didesain untuk memfasilitasi interaksi dan sosialisasi anak dengan teman sebaya, terapis, shadow teacher, maupun orang tua. Pada ruang ini terdapat fasilitasfasilitas yang dapat menunjang kegiatan interaksi dan sosialisasi serta bermain anak yang terdiri dari plaza, pergola, dan bangku taman.
6.2.1.2 Ruang Non Terapi Ruang non terapi merupakan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan selain terapi. Pada ruang non terapi ini terdapat welcome area yang merupakan pintu masuk menuju taman terapi. Sebagai welcome area atau ruang penerimaan,
82
area ini terletak di bagian depan tapak. Ukuran atau proporsi runag yang direncanakan untuk ruang ini kecil karena tidak ada aktivitas khusus didalamnya selain berfungsi sebagai pintu masuk menuju taman terapi. Pada ruang ini terdapat fasilitas berupa pintu gerbang taman. Gambar 37 berikut menyajikan gambaran konsep ruang pada taman terapi tersebut.
Gambar 37 Konsep Ruang
6.2.2 Konsep Sirkulasi Sirkulasi yang direncanakan di dalam tapak merupakan sirkulasi penghubung antar ruang di dalam taman dan hanya diperuntukkan bagi manusia. Sirkulasi tersebut dibuat dengan pola organik yang menghubungkan antara ruang satu dengan ruang lainnya. Sirkulasi berupa pathway tersebut akan dibuat dari kombinasi material yang berbeda-beda, seperti misalnya perkerasan yang berupa concrete, batu kerikil, kayu, atau elemen lunak seperti rumput. Material-material dengan variasi tekstur yang berbeda tersebut memiliki nilai-nilai terapi yang dapat dimanfaatkan dan dieksplorasi oleh anak berkebutuhan khusus. Konsep sirkulasi dikembangkan berdasarkan konsep terapi yang telah dibuat. Sirkulasi dibuat berdasarkan alur atau skenario terapi, yaitu terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Ruang terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial dihubungkan melalui jalur sirkulasi. Namun berdasarkan konsep terapi bahwa anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti atau tidak mengikuti alur terapi, maka jalur sirkulasi tersebut dibuat bercabang sehingga pengguna (ABK) dapat mencapai ruang yang diinginkan sesuai dengan terapi yang ingin dilakukan.
83
Berikut ini merupakan gambar konsep sirkulasi di dalam tapak yang akan disajikan dalam Gambar 38. Ruang Terapi Outdoor Sensorik
Motorik
Kognitif
Sosial
Ruang Terapi Indoor
Gambar 38 Konsep Sirkulasi Dalam Tapak
6.2.3 Konsep Vegetasi Vegetasi merupakan elemen yang penting dalam perencanaan dan perancangan tapak. Konsep vegetasi yang dikembangkan adalah vegetasi yang dapat mendukung aktivitas pengguna dan memberikan kenyamanan bagi pengguna tapak. Pada tapak, konsep vegetasi tersebut di bagi ke dalam dua jenis, yaitu vegetasi terapi dan vegetasi non terapi.
6.2.3.1 Vegetasi terapi Vegetasi terapi merupakan vegetasi yang dapat berfungsi atau memiliki nilai terapi. Nilai-nilai terapi dari vegetasi tersebut antara lain adalah berupa tekstur, warna, dan aroma yang bervariasi yang dapat menstimuli setiap indera pada anak. Selain untuk stimulasi indera, vegetasi yang beraneka ragam tersebut dapat merangsang kemampuan kognitif anak dalam mengenali bentuk dan jenisnya.
6.2.3.2 Vegetasi non terapi Vegetasi non terapi merupakan vegetasi yang tidak dimaksudkan untuk kegiatan terapi, namun vegetasi ini dapat menunjang tapak dan memberikan kenyamanan bagi pengguna tapak. Vegetasi non terapi tersebut dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: a. Vegetasi estetis Vegetasi estetis merupakan vegetasi yang digunakan untuk memberikan nilai estetika pada tapak. Penataan vegetasi estetik ini terdapat di sekitar bangunanbangunan atau elemen-elemen taman lainnya.
84
b. Vegetasi penyangga Vegetasi penyangga merupakan vegetasi yang berfungsi untuk melindungi aktivitas serta fasilitas yang ada di dalam tapak dari gangguan luar. Gangguan luar yang dimaksud antara lain berupa kebisingan yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas di luar tapak, gangguan keamanan, atau juga gangguan pemandangan yang kurang baik. Vegetasi penyangga juga digunakan untuk memberikan kenyamanan pada pengguna tapak dengan menciptakan iklim mikro yang baik.
Tabel 8. Konsep Vegetasi, Fungsi,dan Kriteria Konsep Vegetasi Vegetasi Terapi
Vegetasi Non Terapi
Fungsi Memberikan fungsi terapi berupa stimulasi indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan
1. Estetika 2. Memberikan kenyamanan (mengatur iklim mikro) 3. Pembatas atau barier
Kriteria 1. Vegetasi memiliki variasi warna pada daun atau bunga 2. Beraroma 3. Vegetasi memiliki variasi tekstur daun atau batang 4. Tidak berduri 5. Tidak beracun atau memiliki getah 1. Memiliki penampakan visual yang menarik (bentuk/arsitektur tajuk, bunga, dan warna) 2. Berbunga 3. Tajuk lebar sehingga dapat memberikan keteduhan
Vegetasi 1. Tanaman berbunga 2. Tanaman aromatik 3. Tanaman berdaun indah
1. Tanaman peneduh 2. Tanaman pembatas 3. Tanaman berbunga
6.2.4 Konsep Aktivitas Konsep aktivitas yang akan dikembangkan pada tapak disesuaikan dengan konsep umum tapak sebagai taman terapi. Aktivitas yang akan dikembangkan di tapak bersifat aktif dan pasif. Aktivitas-aktivitas tersebut terdiri dari aktivitas terapi, yaitu terapi sensorik; motorik; kognitif; dan sosial; bermain, duduk-duduk, dan mengobrol atau bercakap-cakap. Aktivitas terapi yang direncanakan tersebut merupakan modifikasi dan penambahan dari terapi dalam ruangan yang telah dilakukan. Berikut ini adalah penjabaran dari setiap aktivitas yang dapat dilakukan di tapak.
85
1.
Terapi Aktivitas terapi merupakan aktivitas utama yang dilakukan di tapak. Aktivitas terapi yang dapat dilakukan di tapak di antaranya adalah melakukan stimulasi indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan melalui sensory garden, texture table, wind chimes; berjalan di jalur refleksi; melatih pergerakan dan keseimbangan dengan berjalan di atas stepping log, balok keseimbangan, dan jembatan lengkung; dan stimulasi kemampuan motorik kasar anak dengan berjalan dan mendaki bukit berumput (undulating grassy slope), belajar bersama di outdoor stage dan melakukan kegiatan hortikultur pada potting area.
2.
Bermain Aktivitas bermain merupakan salah satu aktivitas yang terdapat pada tapak yang dikembangkan untuk mengakomodasi kegiatan bermain bagi anak berkebutuhan khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dapat bermain di area permainan dimana di dalamnya terdapat fasilitas berupa permainan anak (play equipment) yang merupakan penggabungan antara tangga horizontal, tangga, dan panjatan tali (rope). Fasilitas ini selain mengakomodasi kegiatan bermain anak juga merupakan salah satu sarana terapi untuk melatih kemampuan motorik dan ketangkasan anak.
3.
Duduk-duduk Duduk-duduk merupakan salah satu aktivitas yang terdapat dalam tapak. Aktivitas duduk-duduk ini dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan yang memerlukan pengerahan tenaga. Untuk mendukung aktivitas tersebut disediakan fasilitas berupa bangku taman yang dilengkapi dengan pergola untuk memberikan keteduhan dan kenyamanan pada pengguna.
4.
Mengobrol atau bercakap-cakap Aktivitas mengobrol atau bercakap-cakap dapat dilakukan pada area sosial dimana pada area tersebut terdapat fasilitas berupa tempat duduk dan pergola. Aktivitas mengobrol atau bercakap-cakap ini dapat dilakukan antara anak berkebutuhan khusus, terapis, shadow teacher dan orang tua.
86
6.2.5 Konsep Fasilitas Konsep fasilitas yang dikembangkan dalam tapak mengakomodasi fungsi dan aktivitas terapi anak-anak berkebutuhan khusus. Fasilitas yang dikembangkan dalam taman terapi tersebut adalah fasilitas yang mendukung seluruh aktivitas baik yang bersifat aktif maupun pasif, seperti aktifitas terapi sensorik; motorik; kognitif; dan sosial, bermain, duduk-duduk, dan mengobrol atau bercakap-cakap. Konsep program, aktivitas, dan fasilitas terapi yang disediakan di dalam tapak akan dijelaskan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Konsep Program, Aktivitas, dan Fasilitas Terapi Ruang Ruang Terapi Sensorik
Ruang Terapi Motorik
Program Terapi Terapi Sensorik
Terapi Motorik
Aktivitas Terapi 1. Stimulasi indera penglihatan, perabaan, penciuman
Fasilitas/Elemen Terapi Sensory garden
2. Stimulasi perabaan (mengenali berbagai macam tekstur)
Texture table
3. Berjalan di atas jalur refleksi, stimulasi perabaan, memperlancar sirkulasi darah
Jalur refleksi
4. Stimulasi persepsi gelapterang
Pergola
5. Stimulasi indera pendengaran 1. Melatih otot motorik kasar dengan berjalan atau mendaki bukit berumput
Wind chime
2. Melatih otot dan keseimbangan dengan berjalan atau meniti stepping log 3. Melatih keseimbangan dengan meniti balok keseimbangan
Stepping log
4. Berjalan, stimulasi persepsi terhadap posisi 5. Melatih otot motorik kasar dan ketangkasan, bermain 6. Melatih otot motorik kasar dengan menaiki atau menuruni tangga
Jembatan lengkung
7. Melatih kemampuan otot motorik kasar, menaiki atau menuruni ramp
Ramp
Undulating grassy slope
Balok keseimbangan
Play equipment Tangga
87
Ruang Terapi Kognitif
Ruang Terapi Sosial
Untuk
Terapi Kognitif
Terapi Sosial
8. Stimulasi persepsi gelapterang 1. Berkumpul atau belajar bersama di luar ruangan 2. Melakukan kegiatan hortikultur
Arbor
1. Bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman sebaya, orang tua, guru, atau terapis, mengobrol
Bangku taman
2. Stimulasi persepsi gelapterang 3. Berkumpul
Pergola
Outdoor stage Potting area (planter box)
Plaza kupu-kupu
mengakomodasi aktivitas dan fasilitas terapi yang akan
dikembangkan tersebut perlu diketahui kebutuhan ruang dari setiap fasilitas. Kebutuhan ruang setiap fasilitas akan dijelaskan pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Fasilitas dan Kebutuhan Ruang Lokasi
Ruang
R. Penerimaan R. Terapi Indoor
R. Penerimaan R.Terapi Indoor
R.Terapi Outdoor
R. Terapi Sensorik
R. Terapi Motorik
R. Terapi Kognitif R. Terapi Sosial
Menyebar
Semua Ruang
Fasilitas
Unit
Dimensi
Pintu gerbang Gedung terapi indoor Sensory garden Texture table Jalur refleksi Pergola Wind chime Undulating grassy slope
1 buah 1 buah
1,1 m² 46 m²
1 buah 1 buah 1 buah 2 buah -
15 m2 1,2 m² 8 m² 8 m² 19 m²
Stepping log Balok keseimbangan Jembatan lengkung Play equipment Tangga Ramp Arbor Outdoor stage Planter box Pergola Bangku taman Plaza kupu-kupu Jalur sirkulasi
1 buah 1 buah
2 m2 0,2 m2
1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah -
1,6 m² 4,5 m² 1,7 m² 2,5 m² 3,8 m² 8,4 m² 2 m² 9 m² 2 m² 12,6 m² 46,5 m²
88
6.3
Diagram Konsep Konsep tata ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas, dan fasilitas yang telah
dijabarkan akan digambarkan dalam bentuk diagram konsep. Diagram konsep tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 39 Diagram Konsep
Ruang penerimaan terdapat di bagian tapak. Kemudian terdapat ruang terapi sensorik yang terletak dekat dengan ruang penerimaan. Pengguna dapat langsung mengakses ruang terapi sensorik ini setelah memasuki taman. Proporsi ruang terapi sensorik cukup besar. Hal ini disebabkan terapi sensori integrasi masih kurang dilakukan. Setelah ruang terapi sensorik terdapat ruang terapi motorik dengan proporsi ruang yang paling besar. Proporsi ruang terapi ini paling besar karena aktivitas terapi yang dilakukan pada ruang terapi ini meliputi aktivitas-aktivitas aktif yang berfungsi untuk menstimulasi otot dan pergerakan anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu ruang terapi ini membutuhkan ruang yang besar. Terdapat pula ruang terapi kognitif dimana di dalamnya direncanakan terdapat outdoor stage dengan proporsi ruang ini tidak terlalu besar. Ruang terapi
89
sosial terletak bersebelahan dengan ruang terapi kognitif dan berdekatan dengan ruang terapi indoor yang terdapat di bagian pojok tapak. Berikut ini merupakan tabel yang menjelaskan hubungan kedekatan antar ruang di taman tersebut.
R. Penerimaan R. T. Sensorik R. T. Motorik R. T. Kognitif R. T. Sosial R. T. Indoor
Keterangan : ● Sangat dekat O Kurang dekat
● ● O ● O O
● ● O O
O ● ● O ●
● ● ● ● O
R. T. Indoor
R. T. Sosial
R. T. Kognitif
R. T. Motorik
R. T. Sensorik
R. Penerimaan
Tabel 11. Matriks Hubungan Kedekatan Ruang
O O O ● ●
O O ● O ●
BAB VII PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
7.1
Site Plan Taman Terapi Berdasarkan konsep tata ruang yang dibuat, ruang pada tapak dibagi ke
dalam dua ruang, yaitu ruang terapi dan ruang non terapi. Ruang terapi tersebut terbagi atas ruang terapi indoor dan outdoor, dimana ruang terapi outdoor terdiri atas empat sub ruang yaitu ruang terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial. Pada ruang non terapi terdapat welcome area yang berfungsi sebagai penerimaan. Jenis ruang, fungsi, aktivitas, fasilitas, serta persentase ruang yang direncanakan akan dijabarkan pada Tabel 12, sedangkan site plan taman terapi akan disajikan pada Gambar 40. Tabel 12. Jenis Ruang, Fungsi, Aktivitas, dan Fasilitas yang Direncanakan Zona Terapi
Ruang Indoor
Outdoor
Non Terapi
Welcome area
Sub Ruang -
Sensorik
Fungsi Terapi (Okupasi, Sensori Integrasi, Fisioterapi, Wicara) Terapi Sensorik
Motorik
Terapi Motorik
Kognitif
Terapi Kognitif
Sosial
Terapi Sosial
-
Penerimaan
Aktivitas
Fasilitas
Ruang (%) 18
Luas (m2) 46
Terapi dalam ruang, konsultasi
Gedung terapi indoor
Stimulasi indera penglihatan, pendengaran penciuman, dan perabaan, berjalan diatas jalur refleksi, duduk-duduk, bermain Berjalan, merangkak, mendaki bukit berumput, bermain, dudukduduk
Sensory garden, texture table, jalur refleksi, arbor, wind chimes
17,26
44,18
Undulating grassy slope, stepping log, balok keseimbangan , jembatan lengkung, alat permainan anak Outdoor stage, potting area
38
97,2
11,20
28,6
Plaza, pergola, bangku taman
15,12
38,7
Pintu gerbang
0,43
1,1
Duduk-duduk, belajar bersama, menanam, bermain Duduk-duduk, bercengkrama, mengobrol, bermain, relaksasi Masuk ke dalam taman
91
92
7.1.1 Ruang Terapi Ruang terapi merupakan ruang utama yang direncanakan pada tapak. Hal ini dikarenakan ruang terapi merupakan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan terapi dimana fungsi terapi tersebut merupakan fungsi utama yang akan dikembangkan pada tapak. Ruang terapi terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Ruang Terapi Indoor Ruang terapi indor merupakan ruang yang diperuntukkan bagi aktivitas terapi anak-anak berkebutuhan khusus di dalam ruangan. Aktivitas terapi dalam ruangan yang dilakukan terdiri dari terapi okupasi dan sensori integrasi, terapi wicara, terapi PPI (Program Pengembangan Individu), fisioterapi, dan terapi okupresure yang merupakan program dari sekolah. Ruang ini menempati 18 % dari keseluruhan total luas area tapak dimana pada ruang ini terdapat fasilitas berupa gedung terapi yang terletak di selatan tapak berbatasan langsung dengan tembok pembatas tapak.
b. Ruang Terapi Outdoor Ruang terapi outdoor merupakan ruang yang diperuntukkan bagi aktivitas terapi anak-anak berkebutuhan khusus di luar ruangan. Ruang ini memiliki proporsi ruang sebesar 81,58 % dari keseluruhan luas area tapak dimana dari proporsi tersebut terbagi lagi menjadi sub-sub ruang terapi outdoor. Berikut adalah penjelasan dari keempat sub ruang tersebut: 1.
Sub ruang terapi sensorik Ruang terapi sensorik merupakan ruang terapi yang didesain untuk melakukan kegiatan terapi sensori indera anak yang meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan. Ruang terapi sensorik ini memiliki proporsi ruang sebesar 17,26 % dari luas keseluruhan tapak. Pada ruang ini aktivitas terapi diarahkan pada stimulasi semua indera anak berkebutuhan khusus yang meliputi indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan. Stimulasi indera-indera anak berkebutuhan khusus tersebut dapat diperolah melalui fasilitas dan elemen-elemen baik keras ataupun lunak yang terdapat di ruang tersebut. Fasilitas yang terdapat di ruang terapi sensorik ini
93
adalah sensory garden, texture table, jalur refleksi, arbor, dan wind chimes. Elemen-elemen taman baik keras maupun lunak seperti batu-batuan, air, dan tanaman yang ditata pada ruang terapi sensorik ini juga berfungsi untuk menstimulasi
indera
anak
berkebutuhan
khusus
baik
penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan perabaan. 2.
Sub ruang terapi motorik Ruang terapi motorik merupakan ruang terapi yang didesain untuk melakukan kegiatan terapi yang menstimulasi kemampuan motorik, pergerakan, dan keseimbangan anak berkebutuhan khusus. Ruang terapi motorik ini memiliki proporsi ruang sebesar 38 % dari luas keseluruhan tapak. Aktivitas terapi pada ruang terapi motorik ini diarahkan pada aktivitas yang merangsang pergerakan anak. Fasilitas-fasilitas seperti undulating grassy slope, stepping log, jembatan lengkung, dan balok keseimbangan menstimulasi dan melatih kemampuan motorik kasar dan keseimbangan anak. Selain itu terdapat pula fasilitas berupa alat permainan anak yang merupakan penggabungan antara tangga horizontal, tangga, dan panjatan tali (rope).
3.
Sub ruang terapi kognitif Ruang terapi kognitif merupakan ruang terapi yang didesain untuk menstimulasi kemampuan berpikir anak. Ruang ini memiliki proporsi ruang sebesar 11,20 % dari luas keseluruhan tapak dengan fasilitas-fasilitas seperti outdoor stage dan potting area berupa planter box. Aktivitas pada ruang ini diarahkan pada kegiatan bermain sambil belajar melalui fasilitas-fasilitas yang tersedia.
4.
Sub ruang terapi sosial Ruang terapi sosial merupakan ruang yang didesain untuk memfasilitasi adanya interaksi dan sosialisasi anak baik dengan teman sebayanya, terapis, shadow teacher, maupun orang tua. Ruang terapi ini memiliki proporsi ruang sebesar 15,12 % dari keseluruhan luas tapak. Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada ruang terapi sosial ini seperti plaza, pergola, dan bangku taman dimana aktivitas yang terdapat di dalamnya lebih diarahkan pada aktivitas yang bersifat pasif, seperti duduk-duduk, bercakap-cakap, atau istirahat.
94
7.1.2 Ruang Non Terapi Ruang non terapi merupakan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan selain terapi. Pada ruang ini terdapat welcome area yang berfungsi sebagai penerimaan. Ruang penerimaan ini terletak di bagian depan tapak, berhadapan langsung dengan jalan. Ruang penerimaan ini memiliki tingkat penggunaan yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan ruang terapi. Pada ruang ini terdapat fasilitas berupa pintu gerbang taman dengan aktivitas terbatas yaitu memasuki area taman terapi.
7.2
Rancangan Taman Terapi Taman terapi dirancang pada lahan seluas 256 m2 dimana di dalamnya
terdapat ruang terapi indoor dan ruang terapi outdoor. Ruang terapi luar (outdoor) merupakan fokus utama dalam rancangan taman terapi ini. Pada ruang terapi indoor terdapat gedung terapi yang merupakan tempat kegiatan terapi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan di dalam ruangan. Sedangkan ruang terapi luar (outdoor) terbagi ke dalam empat ruang, yaitu ruang terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial dimana pada ruang-ruang terapi ini anak berkebutuhan khusus dapat melakukan kegiatan terapi sekaligus bermain di alam terbuka. Taman terapi anak berkebutuhan khusus tersebut dapat diakses melalui satu pintu masuk yang terdapat di sebelah barat taman. Pintu masuk tersebut berupa trellis yang dirambati tanaman yang berbatasan langsung dengan jalan di luar tapak. Setelah memasuki taman, pengguna dapat mengakses ruang-ruang terapi yang ada di dalam tapak. Pengguna dapat mengakses ruang terapi sensorik yang berada di sebelah utara tapak, ruang terapi motorik yang berada di sebelah timur tapak, maupun ruang terapi kognitif dan sosial yang berada di sebelah selatan tapak. Sirkulasi di dalam taman menghubungkan semua ruang. Sirkulasi di dalam taman berupa jalan yang hanya diperuntukkan bagi manusia. Sirkulasi dibuat organik dan bercabang sehingga pengguna dapat dengan bebas memilih untuk mengakses ruang-ruang di dalam taman tersebut. Gambar 41 dan 42 menyajikan gambar rancangan taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus secara keseluruhan.
95
96
97
Ruang terapi sensorik berada di bagian utara tapak dekat dengan pintu masuk taman. Pada ruang terapi sensorik ini pengguna yaitu anak berkebutuhan khusus dapat menstimulasi inderanya yang berupa penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan dengan faslitas yang ada. Fasilitas yang terdapat pada ruang terapi sensorik ini diantaranya adalah jalur refleksi, texture table, sensory garden, serta wind chimes yang digantung pada pergola.
Gambar 43 Blow Up Ruang Terapi Sensorik
Gambar 44 Ilustrasi Perspektif Ruang Terapi Sensorik
98
Jalur refleksi dirancang dengan lintasan yang berbentuk melingkar dengan susunan berupa sekuens dari batu kerikil dan balok kayu. Selain itu, jalur refleksi ini dilengkapi pula dengan pegangan atau hand rails yang memudahkan pengguna dalam menggunakan fasilitas tersebut. Lintasan jalur refleksi dibuat melingkar untuk mengoptimalkan fungsi terapi yang dapat diberikan di area yang relatif sempit. Selain jalur refleksi, pada ruang terapi sensorik ini terdapat texture table yang terletak di bawah pergola dengan bentuk melengkung mengikuti lintasan jalur refleksi dan pergola. Texture table ini merupakan fasilitas yang berfungsi untuk menstimulasi indera peraba anak berkebutuhan khusus. Fasilitas ini berbentuk meja yang terbagi menjadi lima kotak dimana setiap kotaknya dapat diisi dengan beragam material yang berbeda tekstur. Letaknya yang berada di bawah naungan pergola membuat anak berkebutuhan khusus yang menggunakan fasilitas ini merasa nyaman karena terlindungi dari panas sinar matahari
.
Selain itu, terdapat pula wind chimes yang digantung pada pergola. Wind chimes ini dapat mengeluarkan bunyi-bunyian apabila tertiup angin sehingga dapat menstimulasi indera pendengaran anak berkebutuhan khusus. Ruang terapi sensorik ini juga dilengkapi dengan sensory garden yang tersusun dari vegetasi dengan variasi jenis, warna, tekstur, serta aroma. Sensory garden ini berfungsi untuk menstimulasi indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan anak berkebutuhan khusus. Blow up dan ilustrasi perspektif dari ruang terapi sensorik dapat dilihat pada Gambar 43 dan 44. Ruang terapi motorik terdapat di bagian timur tapak berhadapan dengan ruang terapi sensorik. Pada ruang terapi motorik ini anak berkebutuhan khusus dapat menstimulasi kemampuan motorik, pergerakan, dan keseimbangannya. Pada ruang terapi ini tersedia fasilitas-fasilitas yang membantu anak berkebutuhan khusus dalam menstimulasi dan melatih kemampuan motorik kasarnya. Fasilitasfasilitas tersebut diantaranya adalah undulating grassy slope, tangga, ramp, stepping log, balok keseimbangan, serta permainan anak. Terdapat pula jembatan lengkung yang selain sebagai penghubung antar ruang juga memiliki fungsi terapi, yaitu untuk menstimulasi orientasi anak terhadap posisi juga untuk melatih keseimbangan.
99
Gambar 45 Blow Up Ruang Terapi Motorik
Undulating grassy slope merupakan bukit berumput yang dapat digunakan untuk melatih pergerakan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus dapat melatih pergerakan dan kemampuan otot motorik kasarnya dengan berjalan atau mendaki bukit berumput ini. Undulating grassy slope ini dibuat dengan ketinggian dan kemiringan yang telah disesuaikan dengan anak berkebutuhan khusus. Kemiringan dan ketinggiannya tidak terlalu besar namun cukup untuk memberikan tantangan bagi anak berkebutuhan khusus. Selain itu, tangga dan ramp yang terdapat di salah satu sisi undulating grassy slope dapat digunakan untuk melatih pergerakan dan kemampuan motorik anak berkebutuhan khusus. Antara tangga dan ramp terdapat perkerasan yang dilengkapi dengan arbor yang dapat berfungsi sebagai tempat untuk beristirahat setelah menaiki tangga. Pada ruang terapi motorik terdapat pula stepping log dan balok keseimbangan. Stepping log terbuat dari potongan balok kayu dengan ketinggian bervariasi yang disusun memanjang dengan pola tertentu. Balok keseimbangan yang terbuat dari kayu terletak di antara stepping log. Kedua fasilitas tersebut dapat melatih kemampuan otot motorik kasar dan keseimbangan. Anak
100
berkebutuhan khusus dapat pula bermain sambil melatih otot motoriknya dengan alat permainan anak yang merupakan penggabungan antara tangga horizontal dan panjatan tali (rope). Blow up dan ilustrasi perspektif dari ruang terapi motorik dapat dilihat pada Gambar 45 dan 46.
Gambar 46 Ilustrasi Perspektif Ruang Terapi Motorik
Ruang terapi berikutnya dalah ruang terapi kognitif dan ruang terapi sosial. Kedua ruang terapi ini terletak di bagian selatan tapak.. Pada ruang terapi kognitif terdapat outdoor stage dan planter box sedangkan pada ruang terapi sosial terdapat tempat duduk dan plaza dengan motif kupu-kupu yang dilengkapi dengan pergola sebagai penaung. Blow up dari ruang terapi kognitif dan sosial dapat dilihat pada Gambar 47 berikut.
Gambar 47 Blow Up Ruang Terapi Kognitif dan Sosial
101
Outdoor stage merupakan fasilitas yang dirancang sebagai tempat untuk berkumpul atau belajar bersama di luar ruangan. Outdoor stage dirancang bertingkat dan berbentuk menyerupai lingkaran terpotong. Di bagian belakang outdoor stage terdapat trellis yang dirambati tanaman Mandevillae sp. sebagai latar belakang (background). Pada ruang terapi kognitif terdapat pula planter box yang dapat digunakan sebagai tempat untuk menanam atau melakukan kegiatan hortikultur. Ilustrasi perspektif dari ruang terapi kognitif dapat dilihat pada Gambar 48 berikut.
Gambar 48 Ilustrasi Perspektif Ruang Terapi Kognitif
Pada ruang terapi sosial terdapat fasilitas berupa bangku taman yang terletak di pinggir plaza yang bermotif kupu-kupu. Bangku taman ini dilengkapi dengan pergola sebagai penaung untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna. Plaza dengan motif kupu-kupu terletak di tengah. Motif kupu-kupu pada plaza terbuat dari batu-batuan dengan warna yang disusun membentuk motif kupukupu. Pola kupu-kupu tersebut dapat memberikan nilai terapi yakni menstimulasi indera penglihatan anak berkebutuhan khusus. Ilustrasi perspektif dari ruang terapi kognitif dapat dilihat pada Gambar 49 berikut.
Gambar 49 Ilustrasi Perspektif Ruang Terapi Sosial
102
Taman terapi bagi anak-anak berkebutuhuan khusus di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 50 berikut. Pada gambar tersebut terlihat pagar dibuat mengelilingi taman terapi yang berfungsi sebagai pembatas dan melindungi pengguna terutama anak-anak dari gangguan aktivitas yang berasal dari luar tapak.
Gambar 50 Ilustrasi Perspektif Keseluruhan
Selain ilustrasi perspektif taman terapi secara keseluruhan, beberapa gambar potongan pada taman dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.
Gambar 51 Potongan A-A’
103
Gambar 52 Potongan B-B’
Gambar 53 Potongan C-C’
104
Gambar 54 Potongan D-D’
7.2.1 Rancangan Sirkulasi Sirkulasi di dalam tapak merupakan sirkulasi yang hanya diperuntukkan bagi manusia. Sirkulasi tersebut menghubungkan setiap ruang yang terdapat di dalam tapak. Pola sirkulasi berbentuk organik dengan garis lengkung dengan ukuran yang bervariasi, yaitu 1 m – 1,2 m. Jalur sirkulasi terbuat dari material berupa perkerasan (concrete), kayu, dan batu kerikil. Selain itu pada jalur sirkulasi tersebut akan dibentuk motif kupu-kupu sesuai dengan konsep taman terapi. Kombinasi material dan motif kupu-kupu tersebut
selain memberikan
penampakan visual yang baik juga memiliki nilai terapi yang dapat dimanfaatkan.
Gambar 55 Referensi Motif Kupu-Kupu pada Jalur Sirkulasi (Sumber: Google, 2010)
105
7.2.2 Rancangan Vegetasi Vegetasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari vegetasi terapi dan vegetasi non terapi. Vegetasi terapi merupakan vegetasi yang dapat berfungsi atau memiliki nilai terapeutik berupa tekstur, warna, dan aroma yang dapat menstimulasi indera anak. Sedangkan vegetasi non terapi terdiri dari vegetasi estetis dan vegetasi penyangga. Vegetasi estetis merupakan vegetasi yang digunakan untuk memberi nilai estetika pada tapak. Sedangkan vegetasi penyangga merupakan vegetasi yang berfungsi untuk melindungi aktivitas dari gangguan luar dan memberikan kenyamanan pada pengguna tapak. Vegetasi penyangga ini terdiri dari vegetasi pembatas dan vegetasi peneduh. Vegetasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari pohon, perdu, semak, dan groundcover.
7.2.2.1 Vegetasi Zona Terapi Pada zona terapi ini vegetasi lebih diarahkan kepada vegetasi yang dapat memberikan fungsi terapi, yaitu vegetasi yang memiliki nilai terapeutik berupa tekstur, warna, dan aroma yang dapat menstimulasi indera anak. Jenis vegetasi terapi dan nilai terapeutik yang dapat dimanfaatkan dapat dilihat pada Tabel 13. Vegetasi yang digunakan pada zona terapi ini terdiri dari vegetasi dari strata groundcover, semak, dan perdu. Secara fisik, vegetasi yang digunakan merupakan vegetasi dengan penampakan menarik, memiliki bunga atau daun dengan variasi bentuk; warna; dan tekstur, beraroma, tidak berduri atau bergetah. Jenis vegetasi yang digunakan diantaranya adalah melati (Jasminum sambac), kacapiring (Gardenia jasminoides), pandan (Pandanus amaryllifolius), taiwan beauty (Cuphea hyssopifolia), irish (Neomarica longifolia), dan lain-lain. Pada zona terapi ini terdapat pula vegetasi non terapi, yaitu vegetasi peneduh, vegetasi pembatas, dan vegetasi estetis yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna tapak dan memberi nilai estetika pada tapak. Vegetasi peneduh yang digunakan berupa pohon, dengan jenis pohon bunga kupu-kupu (Bauhinia blakeana) yang memiliki ketinggian sekitar 6 m dan memiliki lebar tajuk yang dapat mencapai 6 m pula. Sedangkan vegetasi estetis dan pembatas yang digunakan merupakan tanaman berbunga seperti pohon kamboja (Plumeria
106
rubra). Jenis-jenis vegetasi baik vegetasi terapi maupun vegetasi non terapi yang direncanakan di dalam tapak dapat dilihat pada Tabel 13.
Gambar 56 Jenis Vegetasi yang Digunakan pada Ruang Terapi (Sumber: Google, 2010)
Tabel 13. Vegetasi Terapi dan Nilai Terapeutik yang Dapat Dimanfaatkan
Groundcover
1
Kacang-kacangan
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Rumput gajah mini Taiwan beauty Iris Anggrek tanah Bawang brojol Kacapiring Soka Melati Pentas Pandan Walisongo Mandevilla Sirih Ceguk
Semak
Tanaman Rambat
Nama Lokal
Nama Latin
Arachis pintoii Axonopus compressuss dwarf Cuphea hyssopifolia Neomarica longifolia Spathoglotis plicata Zephyranthes sp. Gardenia jasminoides Ixora sp. Jasminum sambac Pentas lanceolata Pandanus amaryllifolius Schefflera sp. Mandevillae sp. Piper betle Quisqualis indica
•
•
• •
• • • •
• • • • • • • •
Aroma
No.
Warna
Jenis
Tekstur
Terapi
• • •
• • •
• • • •
107
7.2.2.2 Vegetasi Zona Non Terapi Pada zona non terapi ini vegetasi yang digunakan merupakan vegetasi estetis yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas estetika tapak. Vegetasi estetis yang digunakan pada zona ini berupa tanaman merambat berbunga yaitu alamanda (Alamanda cathartica) yang dirambatkan pada trellis dipintu masuk taman. Selain untuk meningkatkan kualitas estetika tapak, vegetasi ini juga berfungsi sebagai penarik pengguna untuk mengunjungi taman.
Gambar 57 Jenis Vegetasi yang Digunakan pada Ruang Non Terapi (Sumber: Google, 2010)
Tabel 14. Vegetasi yang Direncanakan pada Tapak
Estetik
Pembatas
Nama Latin
Peneduh
Jenis
No
Grounccover
1
Kacang-kacangan
Arachis pintoii
•
2
Rumput gajah mini
Axonopus compressus dwarf
•
3
Lili paris
Chlorophytum sp.
•
•
4
Ctenante
Ctenanthe oppenheimiana
•
•
5
Taiwan beauty
Cuphea hyssopifolia
•
•
6
Iris
Neomarica longifolia
•
•
7
Kucai mini
Ophiopoghon sp.
8
Anggrek tanah
Spathoglotis plicata
•
•
9
Bawang brojol
Zephyranthes sp.
•
•
10
Kacapiring
Gardenia jasminoides
•
•
11
Soka
Ixora sp.
•
12
Melati
Jasminum sambac
•
•
13
Pentas
Pentas lanceolata
•
•
14
Pandan
Pandanus amaryllifolius
•
15
Walisongo
Schefflera sp.
•
Semak
Nama Lokal
Terapi
Fungsi
•
•
•
•
•
•
108
Tabel 14. (lanjutan)
Pohon
16 17
Bunga kupu-kupu Kamboja
Bauhinia blakeana Plumeria rubra
18 19 20 21
Alamanda Mandevilla Sirih Ceguk
Alamanda cathartica Mandevillae sp. Piper betle Quisqualis indica
Tanaman Rambat
Nama Latin
•
Estetik
Nama Lokal
Pembatas
No
Peneduh
Jenis
Terapi
Fungsi
• • • •
• • •
• •
•
Berikut ini adalah gambar rencana penanaman (planting plan) serta detail penanaman pohon dan ground cover pada taman terapi yang disajikan pada Gambar 58, 59, dan 60.
Gambar 58 Detail Penanaman Pohon
Gambar 59 Detail Penanaman Ground Cover
60
109
110
7.2.3 Rancangan Fasilitas Untuk menunjang seluruh aktivitas yang direncanakan, pada taman dirancang fasilitas-fasiitas yang dapat mengakomodasi kegiatan dan memberikan kenyamanan bagi pengguna.
Berikut
ini adalah fasilitas-fasilitas
yang
direncanakan dan dirancang pada taman terapi tersebut yang digambarkan dalan hardscape plan yang disajikan pada Gambar 61.
111
112
Fasilitas yang direncanakan pada tapak merupakan fasilitas yang dapat mengakomodasi seluruh aktivitas yang direncanakan pada tapak dan dapat memberikan kenyamanan pada pengguna. Spesifiksi dari fasilitas-fasilitas yang direncanakan terdapat di dalam tapak akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Pintu Gerbang Pintu gerbang taman terletak di bagian depan tapak, yakni di sebelah barat dan berbatasan langsung dengan jalan yang merupakan sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki. Pintu gerbang berhubungan langsung dengan jalur sirkulasi dalam taman berupa perkerasan yang menghubungkan setiap ruang dalam taman. Pintu gerbang taman memiliki lebar 2 m dengan tinggi 2,5 m. Pintu gerbang tersebut berbentuk trellis dengan bagian atas melengkung dan terbuat dari material berupa besi. Detail pintu gerbang dapat dilihat pada Gambar 62.
Gambar 62 Detail Pintu Gerbang
2.
Pagar Pagar terletak mengelilingi ketiga sisi tapak. Pagar terbuat dari material kayu dengan ketinggian 1,7 m. Panel kayu sepanjang 3m dihubungkan dengan balok kayu 10 cm x 10 cm dengan ketinggian 1,8 m. Fasilitas pagar ini berfungsi sebagai pembatas (barier) yang membatasi pandangan dan kebisingan dari luar tapak ke dalam tapak. Selain berfugsi sebagai pembatas, pagar ini berfungsi untuk memberikan kemanan bagi pengguna tapak
113
terutama anak-anak berkebutuhan khusus. Detail pagar dapat dilihat pada Gambar 63.
Gambar 63 Detail Pagar
3.
Jalur Refleksi Jalur refleksi merupakan salah satu fasilitas yang terdapat di ruang terapi sensorik. Jalur refleksi ini memiliki lebar 1 m dengan lintasan berbentuk setengah lingkaran sepanjang + 8,5 m.
Gambar 64 Detail Jalur Refleksi
114
Jalur refleksi ini disusun dari material berupa kombinasi batu dan kayu yang dapat menstimulasi indera peraba anak dan berfungsi untuk memperlancar peredaran darah. Lintasan jalur refleksi tersusun dari sekuens batu kerikil dan balok kayu. Selain itu, di pinggir jalur refleksi terdapat pegangan atau hand rails untuk memudahkan pengguna menggunakan jalur refleksi tersebut. Detail jalur refleksi dapat dilihat pada Gambar 64. 4.
Jalur Sirkulasi (Pathway) Jalur sirkulasi pada taman memiliki lebar 1 m hingga 1,2 m dan terbuat kombinasi material berupa batu tempel, kayu, concrete, dan batu kerikil. Penggunaan material batu tempel paling dominan pada jalur sirkulasi. Detail jalur sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 65.
Gambar 65 Detail Jalur Sirkulasi
5.
Pergola Pergola merupakan fasilitas yang digunakan untuk mengakomodasi aktivitas yang cenderung bersifat pasif seperti duduk-duduk. Pada taman terapi ini, pergola terdapat di ruang terapi sensorik dan ruang terapi sosial. Pergola tersebut merupakan fasilitas pendukung yang berfungsi untuk memberikan keteduhan dan kenyamanan bagi pengguna. Pergola terbuat dari material kayu dengan ketinggian 2 m pada ruang terapi sensorik (pergola 1) dan 2,4 m pada ruang terapi sosial (pergola 2). Detail pergola dapat dilihat pada Gambar 66.
115
Gambar 66 Detail Pergola
6.
Texture Table Texture table merupakan fasilitas yang terdapat pada ruang terapi sensorik. Fasilitas ini berupa meja yang terbuat dari perkerasan dengan tinggi 0,8 m.
Gambar 67 Detail Texture Table
Meja tersebut terbagi menjadi lima kotak dimana pada setiap kotak diisi dengan bahan-bahan atau material yang dapat menstimulasi indera peraba
116
anak. Bahan-bahan yang dapat diisikan pada texture table ini contohnya adalah batu-batuan, biji-bijian, dan lain-lain. Detail texture table dapat dilihat pada Gambar 67. 7.
Undulating Grassy Slope Undulating grassy slope merupakan fasilitas yang terdapat pada ruang terapi motorik. Fasilitas ini berupa bukit berumput dengan ketinggian 0,6 m yang melandai. Bukit berumput ini terletak pada salah satu sudut tapak yang dibatasi dengan tangga, arbor, dan ramp. Detail undulating grassy slope dapat dilihat pada Gambar 68.
Gambar 68 Detail Undulating Grassy Slope
8.
Arbor Arbor merupakan salah satu fasilitas yang terdapat pada ruang terapi motorik, tepatnya terletak di puncak bukit berumput. Arbor memiliki ketinggian 2,3 m dengan bagian atap berbentuk kubah berdiameter 2 m. Arbor terbuat dari material berupa besi. Tiang penyangga besi berdiameter 5 cm terdapat pada empat sisi arbor. Tiang tersebut ditanam pada pondasi berukuran 10 cm x 10 cm dengan ketinggian 30 cm. Bagian kubah juga terbuat dari besi dengan diameter 3 cm. Detail arbor dapat dilihat pada Gambar 69.
117
Gambar 69 Detail Arbor
9.
Tangga dan Ramp Tangga dan ramp merupakan fasilitas yang terdapat pada ruang terapi motorik. Fasilitas ini terletak pada salah satu sisi bukit berumput dan terletak berdekatan dengan arbor. Tangga terbuat dari material berupa perkerasan yang dilapisi dengan kayu. Terdapat enam anak tangga dengan bentuk melingkar dengan ketinggian setiap anak tangga 10 cm dengan lebar landasan + 30 cm. Ramp sepanjang 3,5 m dengan ketinggian 0,6 m terbuat dari concrete dengan lapisan batu kerikil di atasnya. Detail tangga dan ramp dapat dilihat pada Gambar 70.
Gambar 70 Detail Tangga dan Ramp
118
10. Jembatan Lengkung Jembatan merupakan fasilitas yang terdapat di ruang terapi motorik, tepatnya terletak di atas sebuah kolam. Jembatan ini memiliki lebar 0,8 m dan panjang 2 m dan terbuat dari material berupa kayu. Bentuk jembatan yang melengkung akan menstimulasi kemampuan perspektif anak terhadap posisi, keseimbangan, dan kemampuan geraknya. Detail jembatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 71.
Gambar 71 Detail Jembatan Lengkung
11. Kolam Kolam merupakan salah satu fasilitas yang berfungsi sebagai sensory garden. Kolam tersebut berbentuk alami atau organik dengan luas + 4 m2. Pinggiran kolam tersusun dari batu-batuan dengan ukuran yang bervariasi dan memiliki kedalaman 30 cm. Detail kolam dapat dilihat pada Gambar 72.
Gambar 72 Detail Kolam
119
12. Stepping Log dan Balok Keseimbangan Stepping log dan balok keseimbangan merupakan fasilitas yang terdapat pada ruang terapi motorik. Fasilitas tersebut merupakan fasilitas permainan anak yang dapat memberikan nilai dan fungsi-fungsi terapi, yaitu melatih kemampuan motorik, gerak dan otot, serat keseimbangan. Stepping log terbuat dari material berupa potongan balok-balok kayu dengan lebar dan ketinggian yang bervariasi dan disusun memanjang dengan pola tertentu. Lebar dan ketinggian balok-balok kayu tersebut yaitu 20 cm, 30 cm, 40 cm, dan 50 cm. Balok keseimbangan terbuat dari kayu dan terletak di antara stepping log dengan ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah. Balok keseimbangan dilengkapi dengan tali pegangan yang dikaitkan pada tiang penyangga setinggi 1,2 m. Detail stepping log dan balok keseimbangan dapat dilihat pada Gambar 73.
Gambar 73 Detail Stepping Log dan Balok Keseimbangan
13. Alat Permainan (Play Equipment) Fasilitas ini merupakan salah satu fasilitas yang terdapat pada ruang terapi motorik yang berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan bermain anak. Fasilitas permainan ini terbuat dari material kayu dan merupakan gabungan antara tangga, tangga horizontal, dan panjatan tali. Detail alat permainan anak dapat dilihat pada Gambar 74.
120
Gambar 74 Detail Alat Permainan (Play Equipment)
14. Outdoor Stage Outdoor stage merupakan salah satu fasilitas yang terdapat pada ruang terapi kognitif yang berfungsi sebagai tempat belajar atau berkumpul bersama di luar ruangan. Outdoor stage ini berbentuk lingkaran terpotong dengan jarijari 1,5 m dan terbuat dari concrete yang difinishing dengan menggunakan keramik. Detail outdoor stage dapat dilihat pada Gambar 75.
Gambar 75 Detail Outdoor Stage
15. Plaza Kupu-Kupu Plaza kupu-kupu merupakan salah satu fasilitas yang terdapat pada ruang terapi sosial. Plaza ini berbentuk lingkaran dengan diameter 4 m dan terbuat
121
dari concrete dimana pada plaza tersebut terdapat motif kupu-kupu yang tersusun dari batu-batuan. Detail plaza dapat dilihat pada Gambar 76.
Gambar 76 Detail Plaza
16. Bangku Taman Bangku taman juga merupakan fasilitas yang terdapat pada ruang terapi sosial.
Gambar 77 Detail Bangku Taman
Fasilitas ini direncanakan untuk mengakomodasi aktivitas yang bersifat pasif seperti duduk-duduk, istirahat, dan mengobrol atau bercakap-cakap. Bangku
122
taman terbuat dari material concrete dengan finishing. Bangku taman ini didesain memiliki sandaran dengan ukuran lebar 40 cm, tinggi sandaran 40 cm, dan dan ketinggian dari lantai 40 cm. Detail bangku taman dapat dilihat pada Gambar 77. 17. Planter Box Planter box ini merupakan fasilitas yang terdapat pada ruang terapi kognitif. Planter box ini terbuat dari pasangan batu bata yang difinishing dengan batu tempel. Planter box tersebut memiliki ketinggian 50 cm. Detail planter box dapat dilihat pada Gambar 78.
Gambar 78 Detail Potting Area (Planter Box)
7.3 Daya Dukung Taman Terapi Taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki luas keseluruhan + 256 m2. Dijelaskan dalam Said, 2006 bahwa dalam masa perkembangan anak-anak disarankan ukuran ruang luar sebesar 7,4-9,3 m2 atau 80-100 ft2 setiap anak (Frost, 1985) dan 9,3 m2 atau 100 ft2 setiap anak (Greenham, 1988; Striniste dan Moore, 1989). Berdasarkan asumsi bahwa kebutuhan ruang tiap anak adalah 9,3 m2, maka taman terapi tersebut dapat mengakomodasi + 27 orang anak.
BAB IX SIMPULAN DAN SARAN
9.1 Simpulan Simpulan dari
studi perancangan taman terapi
bagi
anak-anak
berkebutuhan khusus di Sekolah Alam dan Sains AL-Jannah ini adalah sebagai berikut : 1.
Konsep tata ruang berdasarkan proses metamorfosis kupu-kupu yang memiliki makna bahwa setiap manusia harus mengalami perubahan dalam hidupnya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya dapat diterapkan dalam rancangan taman ini.
2.
Rancangan taman terapi anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Alam dan Sains Al-Jannah dapat dituangkan ke dalam dua ruang yaitu ruang terapi dan ruang non terapi (ruang penerimaan). Ruang terapi terdiri dari ruang terapi indoor dan ruang terapi outdoor. Ruang terapi outdoor terdiri atas empat sub ruang terapi, yaitu ruang terapi sensorik, motorik, kognitif, dan sosial yang akan mengakomodasi kegiatan terapi di ruang luar.
3.
Konsep taman terapi dapat dikembangkan dalam rancangan taman terapi ini menstimulasi aspek sensorik (indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perabaan melalui sensory garden, texture table, wind chimes; berjalan di jalur refleksi); aspek motorik (melatih pergerakan dan keseimbangan dengan berjalan di atas stepping log dan jembatan lengkung; stimulasi kemampuan motorik kasar anak dengan berjalan dan mendaki bukit berumput atau undulating grassy slope); aspek kognitif (belajar bersama di outdoor stage dan melakukan kegiatan hortikultur pada potting area); aspek sosial (bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman sebaya,orang tua, guru, dan terapis), bermain, duduk-duduk, dan mengobrol atau bercakap-cakap.
124
9.2 Saran Pemanfaatan ruang
luar sebagai sarana terapi hendaknya
lebih
dioptimalkan. Hasil dari perancangan taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini dapat digunakan sebagai model dalam pengembangan taman terapi sejenis di tempat lain.
DAFTAR PUSTAKA
Booth, NK. 1990. Basic Elements of Landscape Architectural Design. Illinois: Waveland Press Inc. 283. Googleearth. 2009. Cibubur. [terhubung berkala]. www.google-earth.com Hebert, BB. 2003. Design Guidelines of Therapeutic Garden for Autistic Children [Thesis]. Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College. Johansson, S. 2004. Bringing Therapy Outdoors. Landscape Architect and Specifier New: 72-75. Kraus, RG. 1977. Recreation Today, Program Planning and Leadership. California: Goodyear Publishing Company Inc. 179. Laurie, M. 1984. Pengantar Kepada Arsitektur Pertamanan (Terjemahan). Bandung: Multi Matra Media Publishing Co. Ltd. 133. Marcus dan Barnes. 1999. Healing Garden: Therapeutic Benefits and Design Recommendation. Marcus, CC. 2000. Garden and Health. International Academy for Design and Health. Matta, A. 2003. Sekolah http://sekolahalam.blogspot.com.
Kehidupan.
[terhubung
berkala].
McDowell CF dan McDowell TC. 2008. The Sanctuary Garden. Di dalam: Kreitzer MJ. Healing by Design: Healing Garden and Therapeutic Landscapes. Informedesign : Implications, 02 (10): 1-6. Nurisjah, S dan Qodarian Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Program Studi Arsitektur Pertamanan. Jurusan Budi Daya Pertanian. IPB: Bogor. Peeters, T. 2004. Autisme, Hubungan Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan bagi Penyandang Autis (Terjemahan). Jakarta: Dian Rakyat. Reid, GW. 1993. From Concept to Form in Landscape Design. New York: International Thomson Publishing. 12-13, 82-94. Said, I. 2008. Garden as Restorative Environment for Hospitalised Children. Johor Darul Ta’zim: _____. 2003. Design Consideration and Construction Process of Children Therapeutic Garden [Prosiding]. Universiti Teknologi Malaysia. Simonds, JO. 1983. Landscape Architecture. New York: McGraw-Hill Publishing Company.
126
Sinnen, V. 2001. A Sensational Children’s Playgarden. Zolltexte. 42: 41-43. Stigsdotter, UA. dan Patrick Grahn. 2002. What Makes a Garden a Healing Garden. Amer. Hort. Therap. Assoc. 60-68. Vapaa, AG. 2002. Healing Gardens: Crearing Places for Restoration, Meditation, and Sanctuary [Thesis]. Virginia: College of Architecture and Urban Studies, Virginia Polytechnic Institute and State Unitversity. [Wikipedia]. 2009. Attention-deficit hyperactivity disorder. [terhubung berkala]. http://www. wikipedia.org [Wikipedia]. 2009. wikipedia.org
Cerebral
Palsy.
[terhubung
berkala].
http://www.
[Wikipedia]. 2009. Disleksia. [terhubung berkala]. http://www. wikipedia.org [Wikipedia]. 2009. wikipedia.org
Down
Syndrome.
[terhubung
berkala].
http://www.
[Wikipedia]. 2009. Spinal Muscular Atrophy. [terhubung berkala]. http://www. wikipedia.org
LAMPIRAN
128
Lampiran 1. Program Terapi
PROGRAM TERAPI WICARA
Beginning Program 1.
Behavior a. Kontak mata 1 detik saat dipanggil nama b. Duduk tenang mandiri selama sesi terapi
2.
Kemampuan Reseptif a. Imitasi gross motor 1 tahap b. Melakukan satu instruksi sederhana c. Identifikasi body part d. Identifikasi objek e. Identifikasi kata kerja f. Identifikasi orang-orang terdekat g. Identifikasi benda sekitar h. Identifikasi fungsi pada objek i. Identifikasi suara lingkungan j. Identifikasi kepemilikan
3.
Kemampuan Ekspresif a. Imitasi bunyi / suara / kata b. Melabel objek c. Melabel kata kerja d. Melabel fungsi e. Membuat pilihan f. Menjawab social question
Intermediate Program 1.
Behavior a. Dapat mempertahankan kontak mata selama 5 detik b. Menjawab ‘apa’ saat dipanggil namanya
129
c. Kontak mata saat dipanggil dari kejauhan d. Kontak mata saat dipanggil ketika bermain 2.
Kemampuan Reseptif a. Melakukan 2 instruksi b. Mengambil 2 objek c. Identifikasi emosi d. Identifikasi tempat e. Identifikasi profesi f. Identifikasi kategori g. Meletakkan sesuai preposisi h. Identifikasi gender i. Paham konsep ‘why-because’ dengan gambar j. Mengerti konsep ‘ya’ dan ‘tidak’ k. Paham konsep ‘apa yang hilang’ l. Paham konsep urutan
3.
Kemampuan Ekspresif a. Dapat mengimitasi 2 - 3 kata b. Dapat menjawab ‘what do you want’ dalam bentuk kalimat c. Dapat menjawab ‘tidak tahu’ d. Dapat bicara bergantian atau bertukar informasi “ saya punya… “ saya lihat… Tentang informasi sosial e. Dapat bertanya ‘apa’ dan ‘dimana’ f. Dapat menjawab tentang ‘apa’ dan ‘dimana’ g. Dapat menyampaikan pesan h. Dapat role play with puppets
Advanced Program 1.
Behavior a. Dapat mempertahankan kontak mata pada percakapan b. Dapat mempertahankan kontak mata pada group instruction
130
2.
Kemampuan Reseptif a. Dapat melakukan melakukan perintah 3 – 4 tahap b. Dapat melakukan perintah kompleks dari jauh c. Dapat memahami konsep ‘sama’ dan ‘beda’ d. Paham ‘plural-singular’ e. Paham tentang what, who, when, where, why pada satu situasi
3.
Kemampuan Ekspresif a. Dapat mengulang cerita b. Dapat bercerita tentang kejadian yang telah lalu c. Dapat mendengarkan dan bertanya tentang satu situasi atau cerita d. Dapat menjelaskan ‘how to do something’ e. Dapat mengoreksi pernyataan dengan alasan f. Dapat menggunakan kata kerja dengan tepat
Program Oral Motor 1.
Bibir a. Menutup mulut b. Menjepit spatula c. Gerakan buka – tutup d. Monyong e. Humming f. Menarik 2 sudut bibir (senyum) g. Menarik 2 sudut mulut (nyengir) h. Gerakan sekuensi monyong – nyengir
2.
Lidah a. Lidah keluar panjang b. Lidah keluar panjang, tahan c. Lidah ke kanan d. Lidah ke kanan, tahan e. Lidah ke kiri f. Lidah ke kiri, tahan g. Lidah ke atas
131
h. Lidah ke atas, tahan i. Gerakan lidah menyapu bibir j. Mendecak k. Gargle l. Gerakan sekuensi lidah ke kanan – kiri m. Gerakan sekuensi lidah keluar – masuk n. Gerakan sekuensi lidah ke atas – bawah 3.
Rahang a. Buka rahang lebar b. Buka rahang lebar, tahan c. Gerakan buka – tutup rahang d. Gerakan rahang ke kanan – kiri e. Menggigit f. Mengunyah
4.
Meniup
5.
Menghisap
6.
Fonasi
7.
Produksi Wicara
132
PROGRAM TERAPI OKUPASI
Kemampuan Motorik Kasar 1.
Anak mampu mengangkat tangan secara mandiri
2.
Anak mampu duduk jongkok dengan mandiri
3.
Anak mampu berjalan dengan mandiri
Kemampuan Motorik Halus 1.
Anak mampu koordinasi hand bilateral a. Meronce b. Menggunting
2.
Anak mampu graps dan reclese secara mandiri a. Memalu
3.
Anak mampu memanipulasi jari-jari secara mandiri a. Melepas jepitan b. Memasang jepitan
4.
Keterampilan memakai pensil a. Mengontrol gerakan b. Menjaga tekanan saat menulis c. Pola pegangan pensil yang konsisten dan benar (three jaw chuck) d. Ketahanan saat menulis
5.
Anak mampu mengimitasi (menirukan) dan mengkopi (menebalkan) a. I b. – c. O d. + e. Δ
133
Kemampuan Konsep, Persepsi, dan Kognitif 1.
Anak mampu mengimitasi desain balok
2.
Anak mampu memecahkan masalah (problem solving) a. Melepas puzzle dengan berbagai jenis dan jumlah berbeda b. Memasang puzzle dengan berbagai jenis dan jumlah berbeda
3.
Anak mampu memahami perbedaan ukuran
4.
Anak mampu menghitung dan berhitung secara mandiri
5.
Anak mampu menunjuk bagian tubuh, menggambar orang secara mandiri
Kemampuan Aktifitas Sehari-hari (ADL/Activity Daily Living) 1.
Anak mampu makan tanpa bantuan (sesuai dengan usia)
2.
Anak mampu berpakaian secara mandiri
3.
Anak mampu toileting secara mandiri
4.
Anak mampu berdandan, mencuci muka, dan mandi secara mandiri
Kemampuan Sosial dan Emosional (Produktifitas) 1.
Anak mampu melakukan interaksi sosial dengan teman di rumah dan sekolah
2.
Anak mampu bekerja sama dengan teman lain dalam menyelesaikan tugas atau aktifitas
3.
Anak mampu menggunakan media belajar atau media bermain sesuai dengan fungsi dan kegunaan
134
PROGRAM TERAPI SENSORI INTEGRASI (SI)
Dalam terapi Sensori Integrasi (SI) setiap anak mempunyai target antara lain: 1.
Meningkatkan kesiagaan tubuh (body awareness)
2.
Mengurangi tingkah laku yang bertentangan dengan kondisi normal
3.
Meningkatkan kewaspadaan dan interaksi dengan perubahan lingkungan
4.
Meningkatkan koordinasi mata tangan (eye hand coordinaton)
5.
Memperbaiki keterampilan dan interaksi dengan teman-teman
6.
Membantu perkembangan berbicara dan komunikasi
7.
Meningkatkan keterampilan persepsi dan bagaimana menggunakannya
8.
Menurunkan stimulasi pada diri sendiri
9.
Membantu mengurangi ketegangan, kegelisahan, dan mempersiapkan mental
10. Memberikan stimulasi secara pasif dan memfasilitasi perasaan dan mencari jalan keluar untuk melakukan atau menghasilkan ekspresi sesuai perasaan 11. Meningkatkan motivasi Aspek-aspek dalam terapi Sensori Integrasi (SI) antara lain: 1.
Peraba (tactile) a. Mengenal rasa : tajam >< tumpul asin >< asam manis >< pahit
2.
Pendengaran (auditory) a. Mengenal suara
3.
Penglihatan (visual) a. Koordinasi mata tangan (eye hand coordination)
4.
Keseimbangan (vestibular) a. Respon terhadap ketinggian b. Gerakan berputar c. Gerakan berayun d. Keseimbangan
5.
Oral arousal a. Respon terhadap tekstur makanan
135
6.
Olfactory system a. Respon terhadap objek yang diletakkan di mulut
7.
Proprioseptif a. Respon terhadap input proprioseptif yang disediakan lingkungan
136
Lampiran 2. Daftar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
No.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Raffi A. R Chandra Rahman Budiman Fitri / Salsabila Kusfa Sri Mulyana Diva Alif Rafi B. B Rey M. Rayyan Rafi Armanza Ismail M. Faja Reihan Alfi Syahrin Fahrezi Rahmadani Erick Renaldi Bima P Adli Nardi Putri Alfadhlan Andriano R Keyla Yasmin
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
22
Nazmi
3
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Auzan Kemal Avicena Ridho Haryangga M. Hafidz Dzulfan Adira Nauval Nasyar Alia Aisyah Cahya M. Rizky Iqbal Rivandi Luthfi Zakariya Endra Satya W Fahrezi Buzar Mervand Kemal P Shakil Nurjahid Fathan Syahlevi Fathan Dil Vito Rizky Mulya P M. Adhi M. Abid Acka
Kelas
3 3 3 3 3 4 4 5 5 4 4 6 6 6 PG Al-Biruni (2) TK B 2 TK B 3 TK B 3 TK A 3 TK B 1 TK A 2 PG Al-Biruni (2)
Diagnosa Tuna Rungu ADHD Hiperaktif Cerebral Palsy ADD Down Syndrome Cerebral Palsy Learning Disorder Autis Autis Ringan Hiperaktif Disleksia Autis Slow Learner Autis Autis Autis Autis Down Syndrome Tuna Rungu Cerebral Palsy Spimal Muscular Athrophy (SMA) Down Syndrome Down Syndrome Autis Hiperaktif Autis (Hyper) Autis Autis Slow Learner Cerebral Palsy Down Syndrome Autis Kognitif Rendah Slow Learner Hiperaktif Autis Ringan Autis (Hyper) ADD Autis ADHD PDD-NOS Autis Super Aktifitas
137
Lampiran 2. (Lanjutan)
No.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
45 46 47 48 49 50 51
Jordan Chia Dana Arsya Daulat Putri Nuraini Malikusaid
Kelas TK B 3 TK B 1 PG Al-Farabi (1) 7 9 9
Diagnosa ADD Cerebral Palsy Autis Autis (Hyper) Autis Down Syndrome Gifted
Lampiran 3. Staff Unit Inklusi
No. 1
2
3
4
Nama
Pendidikan/Bidang
Kepala Unit Inklusi Ima Rani, S. Psi
Psikologi (Ka. Inklusi)
BK Amar Supriyatna Dayu Ida Retnowati Rani Asdiniyah
Psikologi Psikologi Psikologi Psikologi
Terapis Moemin Rini Tini Ryan Nia
Okupresure (Koord. Terapis) Okupasi Terapi dan Sensori Integrasi Terapi Wicara Terapi Wicara Fisioterapi
PPI Dzulfiqor Alhumami Eti Fatimah Ira Sukmawati Dwi Kurniawati, S. Psi Nur Amalia
Psikologi Pendidikan Guru TK Pendidikan Guru SD Psikologi Pendidikan Luar Biasa