PERANCANGAN SISTEM DETEKSI POSISI PENGHUNI PADA PROSES EVAKUASI GEDUNG BERTINGKAT DENGAN TEKNOLOGI RFID Phoolan Devi, Arief Rahman Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak Kebakaran merupakan salah satu bencana yang seringkali menyebabkan besarnya jumlah kerugian material dan korban jiwa. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya peralatan pendukung yang disediakan oleh bangunan. Terdapat dua macam sistem perlindungan bangunan terhadap bencana kebakaran yakni sistem proteksi aktif dan pasif. Salah satu contoh sistem proteksi pasif adalah adanya sistem deteksi posisi penghuni. Adanya sistem deteksi ini penting karena dapat mempercepat waktu evakuasi karena tim penyelamat dapat mengetahui posisi setiap penghuni. Sistem deteksi posisi penghuni dengan menggunakan teknologi infra merah sudah pernah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya. Tetapi teknologi ini masih perlu dikembangkan lagi karena kurang akurat dan kurang spesifik dalam mengidentifikasi penghuni terutama ketika penghuni bergerak secara bersamaan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk penggunaan teknologi aplikatif lain yang dapat meng-cover kekurangan teknologi tersebut. Salah satunya adalah teknologi RFID (Radio Frequency Identification) yang dapat dimanfaatkan untuk perancangan sistem deteksi posisi penghuni. Sistem deteksi posisi penghuni ini terdiri dari hardware dan software yang disebut dengan SES (Smart Evacuation System). Berdasarkan hasil uji coba, diperoleh bahwa sistem dapat melakukan fungsi utamanya yakni mendeteksi posisi penghuni yang bergerak dari satu area ke area lain. Selain itu, sistem juga mampu menampilkan jalur penyelamatan terpendek serta memberikan notifikasi ke penghuni dan pihak terkait dengan menggunakan SMS gateway. Kata kunci : Evakuasi Gedung Bertingkat, Kebakaran, RFID, Deteksi Posisi Penghuni
ABSTRACT Fire is one of disaster that often leads to the large amount of material losses and casualties. It is caused by a lack of support tools provided by the building so that occupants can’t take immediate response when fire happen. There are two kinds of building protection systems on fire disaster, that is active and passive protection system. The example of passive protection system is to use the occupant position detection system. This detection system is important because it can accelerate evacuation time by knowing occupant’s position. Occupant position detection system using infrared technology has been developed before. But this technology must be developed again since infrared technology is less accurate and less specific in identifying the occupants, especially when they move together. Therefore, there must be another applicative technology that can cover the weaknesses of previous technology. One of them is RFID (Radio Frequency Identification) technology that can be used to design an occupant position detection system. This occupant position detection system consist of hardware and software called SES (Smart Evacuation System). Based to the test result, this system can be used as expected, to detect the occupant position that always move from one area to another. Beside, this system is also capable in displaying the shortest path route and notification to the occupants and other parties by using SMS gateway. Keywords : Building Evacuation, Fire, RFID, Occupant Position Detection
1.
Pendahuluan Kebakaran merupakan bencana yang unpredictable sehingga sering menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian ini meliputi kerugian material dan keselamatan jiwa manusia. Berdasarkan data yang diperoleh, kerugian material yang dialami oleh korban
kebakaran di wilayah DKI Jakarta mencapai 1,2 triliun terhitung sejak tahun 1998 sampai dengan 2008. Sedangkan untuk korban jiwa mencapai 323 orang dan 757 orang luka-luka (Situs MP2KI). Data terbaru menunjukkan bahwa 736 kebakaran terjadi di DKI Jakarta terhitung sampai dengan 2 Oktober 2011
(Nugroho, 2011). Sedangkan di Surabaya terjadi 220 kejadian kebakaran terhitung sampai 16 September 2011 (Soetantini, 2011). Dari banyak kejadian kebakaran tersebut, salah satunya adalah termasuk kebakaran pada bangunan gedung. Banyaknya jumlah kebakaran di gedung disebabkan oleh masih banyaknya pengelola gedung bertingkat yang belum melengkapi alat pemadam api ringan (APAR) di dalam gedung. Padahal seharusnya pembangunan gedung bertingkat harus memenuhi peraturan standar yang diatur oleh Badan Standarisasi Nasional yang salah satunya mengatur tentang perlindungan terhadap bahaya kebakaran. Salah satu proses yang berperan penting dalam penyelamatan penghuni jika terjadi kebakaran gedung adalah proses evakuasi yang dilakukan oleh tim penyelamat. Proses evakuasi terdiri dari dua fase utama yakni fase preevakuasi dan fase movement. Fase pre-evakuasi merupakan fase sebelum penghuni gedung meninggalkan ruangannya, sedangkan fase movement merupakan fase dimana penghuni mulai berjalan menuju assembly point (Sukrisno, 2010 ; Adhipradana dkk, 2009 ; Rahman & Mahmood, 2008).
Gambar Error! No text of specified style in document.. Proporsi Waktu Evakuasi pada Hostel Evacuation (Sumber : Rahman dkk, 2007)
Dalam proses evakuasi, seringkali terdapat beberapa kendala yang membuat proses evakuasi berjalan lambat yakni tim penyelamat tidak mengetahui posisi penghuni yang terjebak di dalam gedung. Oleh karena itu, diperlukan sistem deteksi penghuni untuk memudahkan proses evakuasi. Sebelumnya, sudah ada penelitian yang membahas tentang sistem deteksi penghuni gedung dengan memanfaatkan teknologi infra merah (Arifianto, 2011). Namun dalam pelaksanaannya, terdapat kelemahan utama dari sistem ini yakni sistem tidak mampu mengidentifikasi secara spesifik penghuni yang
melewati sensor dan hasil identifikasi sistem tidak akurat jika penghuni bergerak secara bersamaan. Padahal kenyataannya, penghuni akan bergerak secara bersamaan (berkelompok) saat terjadi kebakaran di dalam gedung. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif teknologi selain infra merah. Salah satu teknologi yang bisa digunakan adalah teknologi RFID. RFID merupakan salah satu teknologi yang memanfaatkan gelombang radio spektrum elektromagnetik. Berdasarkan pada kemampuan reader RFID untuk mengidentifikasi secara detail data yang melekat pada tag RFID, maka bisa dikembangkan alternatif pemanfaatan RFID dalam sistem deteksi penghuni gedung. Dengan menggunakan teknologi RFID, maka pergerakan penghuni pada setiap ruangan dan setiap lantai pada gedung bertingkat akan dapat diidentifikasi. Hal ini akan memudahkan building management dan tim penyelamat untuk melakukan pemantauan dan penyelamatan jika terjadi kebakaran. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang algoritma sistem deteksi, merancang sistem deteksi posisi penghuni dengan integrasi software dan hardware RFID, serta melakukan uji coba prototype sistem deteksi posisi penghuni pada gedung amatan. Adapun batasan yang digunakan adalah bahaya penelitian adalah kebakaran, jalur keluar yang dipertimbangkan adalah jalur evakuasi, dan sistem berlaku untuk gedung penghuni tetap. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Sistem Proteksi Gedung Tingginya potensi kerugian akibat kebakaran yang terjadi pada bangunan bertingkat tinggi dan kompleksnya proses evakuasi penghuni gedung bertingkat membuat pihak pengelola gedung bertingkat perlu melakukan antisipasi bahaya kebakaran yang tidak bisa diprediksi. Pembangunan gedung bertingkat di Indonesia harus memenuhi standar bidang konstruksi dan bangunan yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Salah satu peraturan standar yang diatur oleh Badan Standarisasi Nasional adalah mengenai perlindungan terhadap bahaya kebakaran di bangunan bertingkat yang meliputi tata cara perencanaan, pemasangan, serta pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran (Sukrisno, 2010 ; Rahman, 2004).
2
Untuk meminimalisir korban dan kerugian akibat bencana kebakaran di bangunan bertingkat, diperlukan langkah antisipasi yang meliputi langkah teknis dan administratif. Cara yang paling efektif untuk mengurangi dampak kebakaran adalah dengan melakukan kompartementasi yakni membuat volume ruang yang kecil serta mengurangi volume dan permukaan yang mudah terbakar. Adapun prinsip dasar perlindungan terhadap kebakaran adalah sebagai berikut (Muhadi, 2008) : Pembatasan besar dan lama kebakaran dengan membatasi benda yang terbakar. Pembatasan resiko penyebaran api dengan mengatur penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar serta jaringan yang mungkin merupakan sumber terjadinya kebakaran seperti instalasi listrik, gas, dan pemanas. Petunjuk evakuasi sehingga semua orang dapat meninggalkan bangunan dalam waktu singkat. Petunjuk pemadaman api jika memungkinkan untuk dilakukan sejak awal terjadi kebakaran sebelum mengambil langkah evakuasi. 2.2 Evakuasi Salah satu standar perlindungan bangunan terhadap bahaya kebakaran adalah standar rencana evakuasi yang merupakan tahapan kritis untuk menyelamatkan penghuni. Evakuasi merupakan pergerakan seseorang dari tempat yang berbahaya yang disebabkan oleh ancaman dari suatu kejadian yang bisa mengakibatkan petaka (Adhipradana dkk, 2009). Ada dua fase yang menentukan proses evakuasi gedung yakni fase pre-evakuasi dan fase movement. Fase preevakuasi merupakan tahap dimana penghuni belum meninggalkan ruangan, sedangkan fase movement merupakan tahap dimana penghuni mulai bergerak meninggalkan ruangan untuk menuju titik aman (assembly point). Fase preevakuasi memberikan kontribusi besar pada total waktu evakuasi dan merupakan fase yang sangat kritis karena penghuni gedung cenderung mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap bunyi peringatan tanda bahaya (alarm) palsu (Adhipradana dkk, 2009). Fase movement umumnya membutuhkan waktu lama, meskipun tidak selama fase pre-evakuasi, apalagi untuk kasus evakuasi di bangunan bertingkat. Hal ini karena penghuni terlalu lama dalam mencari jalan keluar, ditambah lagi dengan banyaknya
penghuni yang keluar secara bersamaan yang tentunya menghambat arus keluar gedung (Sukrisno, 2010). 2.3 RFID RFID merupakan proses identifikasi objek dengan menggunakan frekuensi transmisi radio. Teknologi ini bersifat fleksibel, mudah digunakan, sesuai untuk operasi otomatis, dan mampu menyediakan tingkat keamanan yang tinggi. Di dalam pengoperasiannya, teknologi RFID tidak memerlukan kontak langsung, dapat beroperasi di berbagai kondisi lingkungan, dan mampu menyediakan tingkat integritas data yang tinggi (Wiharta dkk, 2008). Secara umum, sistem RFID terdiri dari tags, readers, application software, computing hardware, dan middleware (Ngai dkk, 2008).
Gambar Error! No text of specified style in document.. Sistem RFID (Sumber : Winarsih & Mahendra, 2009)
Tag RFID (transponder) terdiri dari IC (Integrated Circuit) yang mempunyai memori yang berupa chip mikroprosesor. Setiap tag mempunyai identitas (ID) yang dapat disiarkan ke reader yang beroperasi dalam frekuensi yang sama dan berada di bawah tag protocol yang sama (Ngai dkk, 2008). Sedangkan reader RFID (basestation / interrogator) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk membaca dan menulis data dari dan ke tag RFID yang kompatibel. Pada dasarnya, reader ini bertanggung jawab untuk memberi energi dan berkomunikasi dengan tag RFID. Reader ini merupakan sistem nervest pusat dari keseluruhan sistem perangkat keras RFID yang bertanggung jawab untuk menjaga integritas sistem secara keseluruhan (Ngai dkk, 2008; Want, 2006 ; Wiharta dkk, 2008). 2.4 Permasalahan Shortest Path Shortest path problem adalah permasalahan untuk mencari lintasan dari suatu simpul tertentu, simpul asal, menuju simpul tujuan, agar lintasan yang dipilih merupakan lintasan dengan bobot yang paling sedikit. Persoalan ini sering
3
digunakan untuk merepresentasikan masalah dimana harus mencari jalan yang paling singkat dari suatu tempat untuk mencapai tempat lain (Handoyo, 2010). Beberapa algoritma yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah shortest path adalah : 1. Algoritma Dijkstra untuk menyelesaikan masalah lintasan satu pasang, satu asal, satu tujuan. 2. Algoritma Bellman-Ford untuk menyelesaikan masalah lintasan satu asal dan bobot boleh negatif. 3. Algoritma A* untuk menyelesaikan masalah lintasan satu pasang dengan cara heuristik untuk mempercepat pencarian. 4. Algoritma Floyd-Warshall untuk menyelesaikan masalah lintasan semua pasangan. 5. Algoritma Johnson untuk menyelesaikan masalah lintasan semua pasangan pada graf sparse.
sistem yang terdiri dari perancangan hardware dan software, integrasi sistem, pengujian sistem, serta analisis dan interpretasi data. Studi literatur penelitian ini membahas tentang sistem proteksi gedung, evakuasi, RFID, permasalahan shortest path, dan SMS gateway. Sedangkan di dalam merancang arsitektur sistem deteksi posisi penghuni perlu diidentifikasi terlebih dahulu entitas-entitas yang terlibat dalam perancangan sistem. Entitas di dalam penelitian ini didefinisikan sebagai apapun yang terlibat di dalam sistem. Entitas dalam sistem ini adalah building management, pemadam kebakaran, rumah sakit, tag and reader RFID, sistem alarm, penghuni, bangunan, dan safety officer. Setelah menentukan entitas apa saja yang terlibat dalam sistem, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kerangka umum sistem. Api dan Tanda Bahaya Jumlah Penghuni Gedung Layout Gedung Amatan
Sistem Deteksi Posisi Penghuni Gedung Bertingkat dengan Teknologi RFID 1. Identifikasi Posisi Tiap Penghuni
2. Notifikasi Penghuni Terjebak ke Pihak Terkait
3. Penentuan Jalur Penyelamatan Terpendek
4. Evaluasi Performansi Evakuasi
Posisi Update Tiap Penghuni Jumlah dan Identitas Penghuni di Setiap Blok dan Lantai Penghuni yang Masih Terjebak
2.5 SMS Gateway SMS gateway adalah suatu sistem yang digunakan sebagai jembatan penghubung masuk ataupun keluarnya informasi yang diinginkan antara handphone sebagai media pengirim ataupun penerima dengan jaringan komputer ataupun jaringan internet sebagai media penyimpanan ataupun layanan informasi. Untuk pengertian yang lebih sederhana, SMS gateway merupakan suatu sistem penghubung antara handphone dengan komputer sebagai pengatur masuk dan keluarnya informasi yang telah ditetapkan oleh sistem kerja SMS gateway (Kurniawan, 2008). Skema sistem server pada SMS gateway secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3. Jaringan Umum Client-Server SMS Gateway (Sumber : Kurniawan, 2008)
3.
Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yakni studi literatur, perancangan arsitektur
Database Penghuni Database Pihak Terkait
Rute Penyelamatan Terpendek
Gambar 4. Kerangka Umum Sistem
Perancangan arsitektur sistem terdiri dari perancangan hardware dan software. Perancangan hardware meliputi penentuan tipe komponen tag dan reader RFID serta perancangan peletakannya. Sedangkan perancangan software terdiri dari penentuan database, interface, dan algoritma. Setelah hardware dan software tersebut jadi, kemudian dilakukan integrasi untuk selanjutnya dilakukan pengujian sistem. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk menguji apakah sistem deteksi dapat berjalan sesuai dengan yang seharusnya atau tidak. Setelah dilakukan uji coba, langkah terakhir adalah melakukan analisis dan interpretasi data terkait perancangan dan pengujian sistem deteksi. 4. Hasil 4.1 Mekanisme Umum Sistem Sistem deteksi posisi ini terdiri dari hardware dan software yang kemudian diintegrasikan dengan sistem perhitungan jalur terpendek dan SMS Gateway. Perancangan hardware (RFID) terdiri dari peletakan tag dan reader. Karena sistem dirancang untuk diterapkan pada gedung yang mempunyai penghuni permanen seperti gedung perkantoran,
4
maka tag RFID dirancang untuk dipasang pada ID card masing-masing penghuni. Sedangkan perancangan peletakan reader didasarkan pada optimalisasi fungsi dan biaya. Karena biaya investasi untuk mengaplikasikan sistem dengan teknologi RFID ini relatif mahal, maka tidak memungkinkan untuk meletakkan reader di setiap pintu ruangan. Alternatif solusinya adalah dengan meletakkan reader pada setiap pintu masuk dan keluar blok. Ketika terjadi kebakaran, akan ada trigger berupa SMS dari safety officer untuk mengaktifkan stopwatch perhitungan waktu evakuasi yang sudah terintegrasi dengan software. Tetapi dalam penelitian ini trigger tersebut tidak dibahas secara detail karena berada di luar scope penelitian. Stopwatch akan terus berjalan selama penghuni melakukan evakuasi dan software akan melakukan update (refresh) posisi penghuni setiap 3 detik untuk mengetahui posisi penghuni yang terkini. Setelah evakuasi berjalan selama 8 menit (titik acuan bahwa kondisi sudah kritis dan perlu dilakukan penyelamatan), maka software akan otomatis mengaktifkan sistem SMS Gateway yang sudah terintegrasi dengan sistem. SMS Gateway dikirimkan kepada penghuni dan pihak terkait (PMK, safety officer, dan rumah sakit). SMS Gateway ke penghuni berisi notifikasi bahwa sudah ada regu penyelamat yang akan datang menyelamatkan. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mendukung keberhasilan proses penyelamatan. Sedangkan SMS Gateway ke pihak terkait berisi notifikasi jumlah dan posisi penghuni yang terjebak. Sistem SMS ini menggunakan kode-kode tertentu yang mudah dimengerti dan cukup singkat untuk ditulis dalam SMS. Selain terintegrasi dengan sistem SMS Gateway, sistem deteksi juga terintegrasi dengan perhitungan jalur penyelamatan terpendek. Tujuan dari penentuan jalur ini adalah untuk memudahkan tim penyelamat untuk melakukan proses penyelamatan. Notifikasi jalur terpendek ke tim penyelamat tidak diberikan melalui SMS karena terlalu kompleks. Sebagai solusinya, notifikasi jalur akan diinformasikan melalui interface software. Jadi tim penyelamat yang ingin mengetahui jalur terpendek harus melihat interface software server. Dalam satu kali penyelamatan bisa terdapat beberapa tim penyelamat yang ditugaskan untuk menyelamatkan penghuni yang terjebak di lokasi yang berbeda-beda.
Server
Client
Client
Client
Reader
Reader
Reader Penghuni dengan tag RFID
Penghuni dengan tag RFID
Penghuni dengan tag RFID
Gambar 5. Alur Informasi Sistem
Berdasarkan gambar, dapat dilihat bahwa informasi berawal dari tag yang dibawa oleh penghuni. Tag akan dideteksi oleh reader yang terhubung dengan komputer client. Interface di komputer client ini akan menampilkan ID dan nama penghuni yang dideteksi, serta waktu penghuni tersebut dideteksi. Semua komputer client akan terhubung ke komputer server sebagai pusat pemantauan dan pusat database. Setelah terdeteksi, kemudian dilakukan mapping ID yakni melakukan penyesuaian antara ID number yang ada pada tag dengan ID penghuni yang terhubung dengan database penghuni. Jika mapping ID berhasil, sistem server akan secara otomatis melakukan updating posisi penghuni. Ketika belum semua penghuni mencapai assembly point dan status evakuasi menyatakan perlu dilakukan penyelamatan segera, maka sistem akan menampilkan report evakuasi yang mencakup nama dan lokasi penghuni terjebak, serta rute penyelamatan terpendek. Kalkulasi rute penyelamatan terpendek ini dilakukan di luar software dan hasilnya di-input-kan ke database software. Kemudian posisi penghuni yang terjebak dan rute penyelamatan terpendek tersebut akan diinformasikan ke safety officer untuk selanjutnya dilakukan penyelamatan. Setelah proses penyelamatan selesai, langkah terakhir adalah melakukan evaluasi evakuasi oleh building management.
5
4.2 Perancangan Software Software sistem deteksi posisi penghuni dirancang untuk dapat menampilkan display posisi penghuni ter-update, mengetahui jumlah dan posisi penghuni yang terjebak, menampilkan jalur penyelamatan terpendek, serta memberikan notifikasi penyelamatan ke penghuni dan pihak terkait. Berikut adalah algoritma sistem yang digunakan : Start
Reader membaca tag RFID
ID tag teridentifikasi?
Tidak
Ya
Sistem membaca ID tag
Mapping ID berhasil?
Tidak
ID tidak ada dalam database
Ya
Tidak
N = 1?
N=0 Penghuni dengan ID tag tersebut pergi dari area reader ybs
Ya
N=1 Penghuni dengan ID tag tersebut berada di area reader ybs
Update posisi penghuni
Finish
Gambar 6. Algoritma Sistem
Keterangan : N = kode biner yang bisa dibaca oleh reader, yang menunjukkan lokasi penghuni yang membawa tag. Untuk membuat software sistem deteksi ini diperlukan database penghuni, pihak terkait, dan layout gedung amatan yang akan digunakan sebagai acuan perhitungan jalur penyelamatan terpendek. Perhitungan jalur penyelamatan terpendek ini dilakukan dengan menggunakan algoritma Dijkstra. Adapun input dari perhitungan jalur penyelamatan ini adalah jarak antar node yang terdapat di layout gedung amatan. Dalam hal ini, layout gedung yang digunakan adalah layout gedung Teknik Industri ITS. Alasan pemilihan gedung ini sebagai gedung amatan adalah karena aspek biaya dan
kemudahan jika sistem ini diaplikasikan. Hal ini karena untuk menerapkan sistem pada gedung bertingkat yang sebenarnya akan membutuhkan banyak biaya dan kompleksitasnya tinggi. Untuk dapat memperoleh hasil deteksi yang bisa menunjukkan posisi orang berada di ruangan mana, seharusnya reader ditempatkan di setiap pintu ruangan. Tetapi terdapat kendala yakni jarak antar pintu yang relatif dekat (sekitar 2 meter), padahal jari-jari jarak jangkauan reader yang akan digunakan pada kondisi riil adalah sekitar 3-5 meter. Artinya, jika reader dipasang di setiap pintu, besar kemungkinan gelombang reader akan berpotongan satu sama lain sehingga proses deteksi tidak bisa berjalan maksimal. Selain itu, jika reader ditempatkan di setiap pintu, maka kebutuhan reader akan semakin banyak yang akan berbanding lurus dengan biaya investasi yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, dilakukan optimalisasi penempatan reader hanya pada titik-titik tertentu yang dianggap mewakili area (lantai dan blok ruangan) tertentu. 4.3 Interface Software Software SES (Smart Evacuation System) dibagi ke dalam 2 jenis yaitu server dan client. Server digunakan untuk mengontrol keseluruhan sistem deteksi yang meliputi database, burning card, dan simulasi evakuasi. Atau dengan kata lain server adalah pusat dari banyak client. Sedangkan client digunakan untuk mengatur sistem deteksi di titik-titik dimana reader ditempatkan. Di dalam interface server terdapat beberapa form diantaranya form connect, pegawai, petugas, area, burning card, log pegawai, cari pegawai, simulasi evakuasi, setting GSM modem, emergency officer, dan report evakuasi. Berikut adalah tampilan utama interface server :
Gambar 7. Tampilan Form Log Pegawai
6
Selain server, juga terdapat form client yang pada dasarnya lebih sederhana jika dibandingkan dengan form server karena cakupan fungsinya pun lebih sempit. Dalam interface client hanya terdapat dua form yakni form setting dan maincontrol sebagai berikut :
Gambar 8. Tampilan Setting Client
Software SES terhubung dengan database yang dapat diakses di http://localhost/phpmyadmin/ yang merupakan satu kesatuan dengan XAMPP. Semua database yang dibutuhkan dibuat di phpmyadmin yang meliputi database area, emergency, inbox SMS, log area, outbox SMS, pegawai, dan petugas. 4.4 Hardware Adapun hardware yang dibutuhkan untuk membuat sistem deteksi ini adalah RFID yang terdiri dari tag dan reader, serta modem GSM yang digunakan untuk SMS gateway. Tag yang digunakan dalam prototyping adalah Mifare 1K yang sudah satu paket dengan reader-nya yakni ACR120. Tag yang dipilih adalah tag dengan kapasitas 1K karena data yang akan disimpan tidak terlalu banyak sehingga cukup digunakan tag dengan kapasitas tersebut. Sedangkan reader yang digunakan adalah ACR120 dengan jarak jangkauan maksimal 5 cm. Modem yang digunakan dalam prototyping adalah modem GSM Wavecom M1306B yang merupakan modem yang khusus digunakan untuk SMS gateway. 4.5 Pengujian Sistem Pengujian ini hanya dilakukan untuk mengetahui apakah sistem dapat berfungsi atau tidak, jadi hanya dilakukan uji coba prototype tanpa simulasi total. Dalam pengujian ini, dibuat satu skenario untuk seorang penghuni yang
membawa tag dan bergerak dari area A, B, E, K, dan berhenti di I. Berdasarkan tampilan server dan form evakuasi hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem dapat berfungsi dengan baik karena mampu mendeteksi posisi penghuni dan informasi dari komputer client dapat sampai ke komputer server sesuai dengan yang diharapkan. Perhitungan waktu penyelamatan menunjukkan waktu untuk penyelamat menemukan penghuni adalah 15,39 detik dan waktu total penyelamatan adalah 34,92 detik. Hal ini jelas lebih cepat jika dibandingkan dengan penyelamatan dimana penyelamat tidak mengetahui posisi penghuni, meskipun dalam pengujian ini tidak dilakukan perbandingan karena memang tidak dilakukan simulasi eksisting dan perbaikan. 4.6 Biaya Prototyping Biaya prototyping perlu diperhitungkan sebagai bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan sistem ini di dunia riil. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian hardware, pembuatan software, dan lain-lain seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 1. Biaya Prototyping
Untuk mengaplikasikan sistem di dunia riil, harus dilakukan kalkulasi ulang yang menyesuaikan dengan gedung yang menjadi objek. Misalkan untuk gedung sejenis gedung Perpustakaan ITS yang mempunyai 6 lantai akan membutuhkan biaya sebagai berikut : Tabel 2. Perkiraan Biaya Penerapan
Pada kasus di atas, akan dipasang 4 reader pada setiap lantai karena ada 4 titik penting yang mewakili area atau blok tertentu di dalam gedung. Karena diterapkan pada sistem riil, dibutuhkan reader ultra high frequency dengan jangkauan lebar, yakni sampai dengan 5 meter dengan kecepatan transfer data yang tinggi.
7
5. Analisis 5.1 Analisis Perhitungan Shortest Path Perhitungan jalur terpendek dimanfaatkan untuk membantu safety officer dan PMK dalam melakukan penyelamatan penghuni yang terjebak. Area yang ada pada layout gedung amatan (gedung Teknik Industri ITS) disimbolkan dengan node untuk kemudian antar node dihubungkan dalam suatu jalur. Dalam hal ini, satu node digambarkan di titik dimana reader ditempatkan. Untuk penentuan alternatif jalur keluar, jika node tersebut tidak langsung terhubung dengan pintu keluar, maka perlu dibuat minimal dua alternatif jalur yang menghubungkan area tersebut dengan area lainnya. Hal ini sesuai dengan salah satu aturan algoritma yang digunakan dalam perhitungan, yakni algoritma Dijkstra. Tetapi pada kenyataannya, ada titiktitik tertentu yang hanya mempunyai satu alternatif jalur seperti titik A. Titik ini hanya mempunyai satu alternatif jalur keluar karena tidak ada jalur lain yang memungkinkan untuk dihubungkan. Hal ini karena layout gedung amatan mencakup area yang terdiri dari beberapa ruangan, sehingga kemungkinan alternatif jalur keluar menjadi lebih sedikit jika dibandingkan dengan node yang mewakili ruangan tertentu. Seharusnya, jika node area yang terbakar diketahui, maka untuk mendeteksi jalur penyelamatan terpendek dilakukan dengan mematikan node area yang terbakar tersebut sehingga jalur yang ditemukan tidak melalui area yang terbakar. Tetapi di dalam penelitian ini terbatas tidak untuk mendeteksi area yang terbakar karena hal itu sudah pernah dilakukan di penelitian sebelumnya dan fokus dari penelitian ini adalah untuk membuat sistem deteksi, bukan perhitungan jalur terpendek. 5.2 Analisis SMS Gateway SMS gateway digunakan untuk menyebarkan SMS dari server ke banyak nomor yang tersimpan dalam database dengan menggunakan perantara modem GSM. Database terdiri dari database penghuni dan pihak terkait yang terlibat (pemadam kebakaran, safety officer, dan rumah sakit) dengan format yang berbeda-beda. SMS ke penghuni berisi pemberitahuan bahwa sudah ada tim penyelamat yang meluncur ke lokasi sehingga diharapkan penghuni dapat tetap tenang. Sedangkan SMS ke rumah sakit berisi pemberitahuan bahwa ada sejumlah penghuni gedung yang masih dalam
proses penyelamatan sehingga membutuhkan pertolongan dari pihak rumah sakit. Dan yang terakhir adalah SMS ke pemadam kebakaran dan safety officer yang berisi informasi jumlah penghuni yang terjebak dan lokasi penghuni tersebut. Dalam prakteknya, SMS gateway ini dirancang untuk dapat beroperasi secara otomatis. Adapun trigger untuk aktivasi SMS gateway adalah stopwatch dalam software yang menunjukkan waktu evakuasi sudah berjalan selama 8 menit. 8 menit ini merupakan batas waktu evakuasi sampai dengan status dinyatakan berbahaya dan perlu dilakukan penyelamatan. Setelah 8 menit, sistem akan menunjukkan jumlah penghuni terjebak, lokasi penghuni, identitas penghuni, dan jalur penyelamatan terpendek yang dapat dilalui. Untuk jumlah penghuni dan lokasi penghuni terjebak akan secara otomatis dikirimkan melalui SMS gateway. Sedangkan untuk identitas lengkap penghuni terjebak dan jalur penyelamatan terpendek hanya akan ditunjukkan melalui interface software karena terlalu kompleks jika diinformasikan melalui SMS. 5.3 Analisis Software SES Software SES dibagi menjadi dua yakni server dan client yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda. Server digunakan untuk mengontrol keseluruhan sistem deteksi yang meliputi database, burning card, dan simulasi evakuasi. Atau dengan kata lain server adalah pusat dari banyak client. Pengoperasian server dirancang semi otomatis dengan meminimalisir peran operator. Dalam software SES ini, yang sudah diotomatisasi adalah proses refresh posisi update penghuni serta pengiriman SMS notifikasi ke penghuni yang terjebak dan pihak terkait. Sedangkan untuk otomatisasi aktivasi stopwatch waktu evakuasi oleh SMS dari safety officer belum diakomodasi dalam software ini karena batasan penelitian tidak mencakup integrasi aktivasi waktu evakuasi yang disebabkan oleh alarm kebakaran. Untuk selanjutnya, sistem ini dapat diintegrasikan dengan penelitian sebelumnya yakni adanya SMS dari safety officer ke sistem yang dapat mengaktivasi waktu evakuasi secara otomatis. SMS ini terdiri dari tiga yakni SMS bahaya kebakaran besar sehingga penghuni harus evakuasi, SMS bahaya kebakaran kecil sehingga penghuni tidak perlu evakuasi, dan
8
SMS alarm palsu sehingga penghuni tidak perlu evakuasi. Tetapi kelemahan dari sistem SMS ini adalah jika safety officer tidak tanggap dan tidak segera mengirimkan konfirmasi, atau kondisi ekstrimnya safety officer justru yang menjadi korban sehingga tidak bisa memberikan SMS konfirmasi. Meskipun jumlah safety officer tidak hanya satu dan kemungkinan terjadinya kejadian tersebut kecil, tetap harus diambil langkah alternatif untuk mengatasinya. Misalnya dengan adanya trigger aktivasi lain seperti sprinkler yang akan otomatis bekerja ketika ada panas api dalam jumlah tertentu. Sprinkler ini dapat diintegrasikan dengan sistem deteksi sehingga ketika sprinkler aktif, maka waktu evakuasi juga aktif. 5.4 Analisis Pengujian Sistem Pengujian sistem hanya bertujuan untuk mengetahui apakah sistem yang terdiri dari deteksi posisi penghuni, shortest path, dan SMS gateway bisa berfungsi dengan baik atau tidak. Oleh karena itu, tidak digunakan simulasi total di gedung yang sebenarnya karena beberapa faktor diantaranya biaya investasi yang mahal dan terlalu kompleksnya sistem jika dipasang di gedung yang sebenarnya. Selain itu, karena memang fokus dari pengujian ini hanyalah untuk mengetahui apakah sistem dapat berfungsi atau tidak, hanya dilakukan uji coba prototype tanpa simulasi total. Pada interface server, terdapat form simulasi evakuasi yang menunjukkan waktu countdown mulai dari starting evakuasi sampai dengan batas aman. Seharusnya, waktu evakuasi ini adalah selama 8 menit atau menyesuaikan dengan jenis dan kapasitas gedung yang terbakar, tetapi karena uji coba yang dilakukan hanya sebatas untuk menguji fungsi, waktu evakuasi dilakukan hanya selama 1 menit agar bisa segera melanjutkan ke langkah berikutnya yakni SMS gateway. 5.5 Analisis Kelebihan dan Kekurangan Berdasarkan hasil perancangan dan pengujian sistem, dapat diketahui bahwa sistem deteksi posisi penghuni dengan menggunakan teknologi RFID ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :
Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem
5.6 Analisis Implementasi Sistem Implementasi sistem deteksi dengan teknologi RFID di gedung bertingkat merupakan investasi yang besar karena biaya RFID sendiri yang sudah tinggi. Penempatan reader diletakkan di titik-titik tertentu yang mewakili area atau blok di dalam gedung. Di dalam implementasinya, diusahakan posisi reader tidak saling berdekatan sehingga tidak terjadi frequency overlap atau dua frekuensi reader berada dalam satu area. Hal ini karena adanya overlap dapat menyebabkan kesalahan informasi data yang diberikan sehingga tingkat akurasi akan berkurang. Selain penempatan reader, perlu juga dipertimbangkan bagaimana cara agar alat-alat yang membangun sistem deteksi ini tetap bisa digunakan meskipun pada kondisi kebakaran yang besar. Komputer server akan diletakkan di dalam bangunan sendiri yang terpisah dari gedung tetapi masih terhubung dalam satu jaringan dengan client yang merupakan titiktitik reader di dalam gedung. Bangunan ini dapat dibangun dengan bata tahan api sehingga tidak mudah terbakar. Sedangkan reader akan dilindungi oleh kaca tahan api (pyrex) yang dibuat dengan campuran senyawa boron sehingga masih bisa memancarkan sinyal. Dan kabel yang menghubungkan jaringan dilindungi dengan lapisan isolasi kabel yakni silicone rubber yang biasanya dilapisi dengan anyaman fiberglass atau untuk kabel dengan kawat ganda biasa diberi penyekat terhadap panas, minyak, dan kebakaran. Silicone rubber merupakan bahan sintetis yang mempunyai tahanan besar pada suhu tinggi yakni sampai dengan 150°C. Dengan cara tersebut, alat-alat pada sistem deteksi dapat tetap beroperasi meskipun terjadi kebakaran. 6.
Simpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap perancangan dan pengujian sistem deteksi, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
9
1. Sistem deteksi posisi penghuni dengan menggunakan teknologi RFID mampu meng-cover kelemahan sistem deteksi yang sudah diteliti sebelumnya karena dapat mendeteksi secara akurat identitas dan lokasi penghuni yang berada di dalam gedung bertingkat. 2. Kelebihan sistem deteksi ini adalah mampu mendeteksi posisi penghuni, menunjukkan jalur penyelamatan terpendek, dan memberikan notifikasi ke penghuni serta pihak terkait dengan SMS gateway. Sedangkan kelemahannya adalah biaya investasi yang mahal, keharusan penghuni membawa tag kemanapun penghuni tersebut bergerak, dan kestabilan SMS gateway yang sangat bergantung pada kualitas provider yang digunakan. 3. Biaya penerapan sistem deteksi posisi penghuni dengan teknologi RFID ini relatif mahal. Biaya prototyping yang dihabiskan adalah sebesar Rp. 4.850.000,00 dan biaya penerapan sistem untuk gedung 6 lantai adalah Rp 208.600.000,00. 4. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh hasil bahwa sistem deteksi posisi penghuni ini dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan yakni mendeteksi posisi penghuni, menampilkan jalur penyelamatan terpendek, dan notifikasi SMS gateway. 7. Daftar Pustaka Adhipradana, B., Rahman, A., & Dewi, R. (2009). Perancangan Prototype Direct Notification System untuk Meminimasi Pre-Evacuation Time pada Proses Evakuasi Gedung dengan Menggunakan Teknologi SMS Gateway. Arifianto, F. (2011). Perancangan Alat Penentu Posisi Penghuni Gedung dengan Menggunakan Teknologi Gelombang Infra Merah. ETAG. (2005). RFID and Identity Management in Everyday Life. Scientific Technology Options Assessment . Fakhri. (2008). Penerapan Algorithma Dijkstra dalam Pencarian Solusi Maximum Flow Problem. Strategi Algoritmik . Fikri, A. (2010). Aplikasi SMS Gateway untuk Layanan Informasi Registrasi Administrasi Mahasiswa. Handoyo, K. (2010). Aplikasi Shortest Path dalam Strategi Game "Mount & Blade : Warband". Probabilistik dan Statistik .
Kurniawan, H. F. (2008). Sistem Pengiriman Data pada Network Inventory dengan Menggunakan SMS Gateway. Ma, H., Wong, C., Yu, C., Yeh, C., Chiu, W., & Tsai, S. (2011). Mobile Phone Use for Aeromedical Evacuation in High-Rise Building Fires. Journal of Experimental and Clinical Medicine . Mahfudhi, M. (2010). Penerapan Algoritma Dijkstra pada Link State Routing Protocol untuk Mencari Jalur Terpendek. Strategi Algoritma . Muhadi. (2008). Pencegahan Resiko Kebakaran Gedung : Peran dan Tindakan Pusat Layanan Kebakaran dan Pertolongan Departemen Rhone. Ngai, E., Moon, K., Riggins, F., & Yi, C. (2008). RFID Research : An Academic Literature Review (1995-2005) and Future Research Directions. International Journal Production Economics Vol 112 , 510-520. Nugroho, A. S. (2011). Sampai September 2011, 736 Kebakaran di Jakarta. Retrieved Nopember 2011, from http://www.jurnas.com/ Rahman, A., & Mahmood, A. (2008). Simulating Human Cognitive Behaviors in Pre-Evacuation Planning. ITSSIM2008IEEE Kuala Lumpur . Rahman, A., Mahmood, A., & Schneider, E. (2007). Using Agent-Based Simulation of Human Behavior to Reduce Evacuation Time. Research Paper Universiti Teknologi PETRONAS . Rahman, V. (2004). Kebakaran, Bahaya Unpredictable, Upaya, dan Kendala Penanggulangannya . Reiner, J. (2005). RFID in Healthcare. A UPS Supply Chain Solutions White Paper . Situs MP2KI (Masyarakat Profesi Proteksi Kebakaran Indonesia. Soetantini, N. (2011). Sejak Januari 2011, Tercatat 220 Kebakaran di Surabaya. Retrieved Nopember 2011, from http://www.suarasurabaya.net/ Sukrisno, A. T. (2010). Perancangan Prototype Dynamic Exit Sign dengan Mengembangkan Metode Floyd-Warshall Algorithm pada Perancangan Proses Evakuasi Gedung Bertingkat. Tabak, V., Vries, B., & Dijkstra, J. (2008). RFID Technology Applied for Validation of An Office Simulation Model.
10
Vanany, I., & Shaharoun, A. (2009). Pengadopsian Teknologi RFID di Rumah Sakit Indonesia, Manfaat dan Hambatannya. Jurnal Teknik Industri Vol 11 No 1 , 82-94. Want, R. (2006). An Introduction to RFID Technology . IEEE CS and IEEE ComSoc . Ward, M. (2006). RFID : Frequency, Standards, Adoption, and Innovation. JISC Technology and Standards Watch . Wiharta, D., Ardana, P., & Maia, F. (2008). Kunci Pintu Otomatis Menggunakan Aplikasi RFID Card. Wikipedia. (2011). Retrieved Oktober 2, 2011, from wikipedia.com: http://www.wikipedia.com/ Winarsih, I., & Mahendra, R. (2009). Sistem Parkir Otomatis Menggunakan RFID Berbasiskan Mikrokontroler AT 89S51.
11