PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE BERBASIS WAVELET Wikaria Gazali1; Haryono Soeparno2 1 2
Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Bina Nusantara Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 email:
[email protected]
ABSTRACT The growing popularity of digital image use by people in various fields of science requires high quality digital images are used. On the other hand, the presence of noise in the digital image caused by various sources that the decreasing quality of the digital image. To handle this problem, need to be improved by reducing image noise in digital image so that image quality can be improved. Wavelet Transform can be used to process digital image enhancement. With the Wavelet Transform, the digital image can be decomposed into several components. Next to the components of noise reduction surgery is performed using Context-Based Spin Cycle Bayes Shrink. The results obtained then inverse wavelet transformed into the image of the intensity noise has been reduced significantly. Result of image noise reduction process is relatively much higher quality than the previous image is tainted by the presence of noise. Keywords: digital image, wavelet transform, context-based Bayes Shrink spin cycle
ABSTRAK Semakin populernya penggunaan citra digital oleh masyarakat di berbagai bidang keilmuan, menuntut tingginya kualitas citra digital yang digunakan. Di lain pihak, kehadiran noise pada citra digital yang disebabkan oleh berbagai sumber menyebabkan turunnya kualitas citra digital. Untuk menangani masalah ini, perlu dilakukan perbaikan citra dengan mengurangi noise pada citra digital agar kualitas citra dapat diperbaiki. Transformasi Wavelet dapat digunakan untuk proses perbaikan citra digital. Dengan Transformasi Wavelet, citra digital dapat diuraikan menjadi beberapa komponen. Selanjutnya, terhadap komponen-komponen ini dilakukan operasi pengurangan noise dengan metode Context-Based Cycle Spin Bayes Shrink. Hasil yang didapat kemudian ditransformasi invers wavelet menjadi citra yang intensitas noisenya telah tereduksi dengan signifikan. Citra hasil proses pengurangan noise relatif jauh lebih berkualitas daripada citra sebelumnya, yang tercemar oleh kehadiran noise. Keywords: citra digital, transformasi wavelet, context-based cycle spin Bayes Shrink
76
Jurnal Mat Stat, Vol. 10 No. 1 Januari 2010: 76-86
PENDAHULUAN Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah menjadi saksi datangnya era baru ilmu pengetahuan tentang pengambilan citra. Mulai dari pengambilan citra dari satelit, pengambilan gambar dengan sinar X, hingga pengambilan gambar CT, MRI, dan PET dengan bantuan komputer yang modern, penglihatan manusia dengan mata telanjang kini tidak lagi dibatasi oleh masalah waktu, ruang, skala, dan visibilitas. Berkat kemajuan di bidang teknologi pencitraan ini, bidang-bidang lain pun ikut merasakan manfaat yang cukup signifikan. Dalam dunia fotografi, munculnya kamera digital membuat orang semakin mudah mengambil gambar yang berkualitas tinggi. Dunia kedokteran mungkin salah satu bidang yang merasakan manfaat paling signifikan dari perkembangan teknologi pencitraan. Gambargambar medis yang dahulu tidak mungkin didapatkan seperti gambar otak dan berbagai organ dalam tubuh manusia, kini bisa didapatkan dengan teknik radiografi atau ultrasonografi, melalui prosesproses scanning. Kehadiran gambar-gambar medis ini tentunya akan sangat membantu para praktisi dunia kedokteran dalam melakukan tugasnya, misalnya untuk menganalisis adanya penyakit atau kelainan tertentu dalam tubuh pasien. Walau demikian, citra pun tidak lepas dari adanya masalah. Salah satu masalah yang umum ditemui pada citra, baik digital maupun analog adalah munculnya noise pada citra. Noise pada citra adalah variasi acak, yang biasanya tidak diinginkan, pada tingkat keterangan atau informasi warna pada sebuah citra. Noise ini bisa berasal dari banyak sumber. Pada gambar astronomis, noise bisa bersumber dari ketidak-homogenan atmosfer dalam hal ketebalan, temperatur, indeks bias, dan lainnya. Dalam gambar medis, noise bisa berasal dari gerakan spontan dan ketidak-homogenan jaringan atau organ. Pada penglihatan malam (night vision), noise bersumber dari fluktuasi panas, temperatur, dan radiasi inframerah. Dalam pengambilan gambar secara umum, munculnya noise bisa disebabkan oleh gangguan suhu yang muncul secara alamiah pada alat pengambilan gambar, atau kondisi pengambilan gambar yang kurang baik. Hasilnya adalah citra digital dengan bintik-bintik yang membuat image tampak kasar dan tidak halus. Ketika memperhatikan citra yang tercemar noise semacam ini, bahkan penglihatan manusia pun dapat mengalami kesulitan mendeteksi fitur atau pola penting, meskipun penglihatan manusia adalah yang paling lebih superior dan efisien. Hal ini mungkin saja berakibat fatal secara klinis bila sampai terjadi kesalahan interpretasi gambar oleh praktisi dunia kedokteran, seperti misalnya dalam pendeteksian tumor. Selain itu, beberapa operasi pemrosesan citra yang penting, seperti perbaikan kontras (contrast enhancement), penyamaan histogram (histogram equalization), dan perbaikan sisi (edge enhancement), mungkin terganggu oleh kehadiran noise pada citra. Oleh karena itu, pengurangan noise pada citra telah menjadi topik penting sejak awal kemunculan pemrosesan sinyal dan gambar. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, dibutuhkan suatu aplikasi pemrosesan citra digital untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan keberadaan noise pada citra digital tersebut. Setelah diproses untuk direduksi intensitas noise-nya, diharapkan kualitas citra digital yang rendah karena kehadiran noise tersebut dapat ditingkatkan. Dengan demikian, diharapkan pula masalah-masalah yang mungkin timbul dari penggunaan citra yang terkontaminasi oleh noise dapat dihindari atau diminimalisir.
Perancangan Program …... (Wikaria Gazali; Haryono Soeparno)
77
METODE PENELITIAN Wavelet adalah sekumpulan fungsi dalam ruang L2(R) yang memiliki sifat-sifat berenergi terbatas, merupakan fungsi band-pass serta merupakan hasil translasi dan dilasi dari sebuah fungsi tunggal. Kumpulan fungsi ini memiliki bentuk umum sebagai berikut.
ψ a ,b ( t ) =
1 a
⎛t −b ⎞ ⎟ ⎝ a ⎠
ψ⎜
(1)
Kumpulan fungsi pada persamaan (1) dihasilkan melalui proses translasi oleh parameter b dan proses dilasi (skala) oleh parameter a pada fungsi wavelet induk ψ(t). Tiap-tiap fungsi hasil translasi dan dilasi disebut wavelet anak. Wavelet digunakan untuk membagi sebuah fungsi atau sinyal kontinu menjadi komponen-komponen frekuensi yang berbeda dan mempelajari tiap komponen dengan resolusi yang sesuai dengan skalanya.
Transformasi Wavelet Diskrit Transformasi wavelet adalah proses transformasi (dekomposisi) suatu sinyal ke dalam bentuk superposisi dari fungsi wavelet, yang merupakan hasil dilasi dan translasi fungsi tunggal wavelet induk. Transformasi wavelet dapat dipandang sebagai bentuk representasi waktu-frekuensi untuk sinyal yang kontinu terhadap waktu (sinyal analog). Secara singkat, dalam Transformasi Wavelet, sebuah sinyal dilewatkan pada filter lolos tinggi dan lolos rendah, yang menyaring bagian (subband) berfrekuensi tinggi dan rendah dari sinyal. Prosedur ini diulang-ulang dan setiap kalinya beberapa bagian dari sinyal yang koresponden dengan frekuensi tertentu dihilangkan dari sinyal (didownsample). Operasi demikian disebut juga sebagai dekomposisi. Secara garis besar, Transformasi Wavelet terbagi dua, yaitu Transformasi Wavelet Kontinu dan Wavelet Diskrit. Transformasi Wavelet yang digunakan dalam makalah ini adalah Transformasi Wavelet Diskrit. Pada Transformasi Wavelet Diskrit, parameter geser dan skalanya bersifat diskrit. Koefisien-koefisien wavelet dari sinyal diskret f(x) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Cmn = ∫
∝
−∝
f ( x )ψ mn ( x ) dx
(2)
dan persamaan sintesanya
f ( x ) = ∑ m , n Cmnψ mn ( x )
(3)
dapat digunakan untuk menghasilkan kembali fungsi f(x) dari koefisien-koefisien waveletnya. Untuk dapat membuat wavelet induk ψ(x), terlebih dahulu kita harus menentukan fungsi skala φ(x) yang memenuhi persamaan beda 2 skala.
ϕ ( x ) = 2 ∑ k h ( k )ϕ ( 2 x − k )
(4)
Fungsi wavelet ψ(x) dihubungkan dengan fungsi skala φ(x) melalui persamaan sebagai berikut.
ψ ( x ) = 2 ∑ k g ( k )ϕ ( 2 x − k )
(5)
g ( k ) = ( −1) h ( K − 1 − k ) , k = 0,1, 2,K , K − 1
(6)
di mana k
78
Jurnal Mat Stat, Vol. 10 No. 1 Januari 2010: 76-86
Koefisien-koefisien skala h(k) dan koefisien-koefisien wavelet g(k) pada persamaan di atas memainkan peranan utama dalam Transformasi Wavelet Diskrit. Untuk melakukan transformasi, kita tidak membutuhkan bentuk eksplisit dari ψ(x) dan φ(x), tetapi hanya bergantung pada nilai h(k) dan g(k). Tiap jenis wavelet memiliki nilai h(k) dan g(k) yang berbeda-beda. Jika kita memiliki koefisien-koefisien data (sinyal) c j ,k pada skala j dan koefisien-koefisien data
c j +1,n dan d j +1,n
pada skala j+1, maka koefisien-koefisien data pada skala j+1 ini dihubungkan
dengan koefisien-koefisien c j ,k pada skala j melalui persamaan sebagai berikut.
c j +1, n = ∑k c j , k h(k − 2n)
(7)
d j +1,n = ∑k c j ,k g (k − 2n)
(8)
di mana harga j berada antara 0 dan J. Persamaan (7) dan (8) di atas adalah algoritma rekursif untuk dekomposisi wavelet dengan menggunakan h(k) dan g(k). Kedua persamaan tersebut dapat dilihat sebagai proses melewatkan sinyal c j ,k pada pasangan filter H dan G, kemudian sinyal yang telah difilter tersebut di-downsampling dengan 2. Hasil pemfilteran dengan filter lolos bawah H adalah subband frekuensi rendah dengan nilai-nilai c j +1,n yang disebut nilai tren, dan hasil pemfilteran dengan filter lolos atas G adalah subband frekuensi tinggi dengan nilai-nilai d j +1, n yang disebut nilai fluktuasi. Nilai-nilai tren c j +1,n dapat dianggap sebagai sinyal pada skala j+1 untuk kemudian dilewatkan kembali pada pasangan filter H dan G. Proses demikian disebut dengan filter bank atau pohon wavelet dan contohnya ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Filter Bank (pohon wavelet) 3 Tingkat
Sedangkan algoritma rekursif untuk fungsi sintesis diberikan oleh persamaan berikut.
c j , n = ∑ n c j +1, k h ( k − 2 n ) + ∑ n d j +1, k g ( k − 2 n )
(9)
Transformasi Wavelet 2 Dimensi Sebuah citra diskrit f adalah matriks berukuran M baris dan N kolom dari angka real:
Perancangan Program …... (Wikaria Gazali; Haryono Soeparno)
79
⎛ ⎜ f =⎜ ⎜ ⎜⎜ ⎝
f1,1 f1,2 M
f 2,1 f 2,2 M
L L O
f N ,1 f N ,2 M
f1, M
f 2, M
L
f N ,M
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟⎟ ⎠
(10)
Sebuah Transformasi Wavelet 2 Dimensi dari sebuah citra diskrit dapat dilakukan kapanpun citra memiliki jumlah baris dan jumlah kolom yang genap. Sebuah level Transformasi Wavelet 1 tingkat dari sebuah citra f didefinisikan, menggunakan Transformasi Wavelet 1 Dimensi, dengan melakukan beberapa langkah berikut. Pertama, lakukan sebuah Transformasi Wavelet 1 Dimensi 1 tingkat pada setiap baris dari f, yang akan menghasilkan sebuah citra baru. Kedua, pada citra baru yang dihasilkan dari langkah pertama, lakukan Transformasi Wavelet 1 Dimensi yang sama pada setiap kolomnya. Kedua langkah ini dapat dibalik dan hasilnya akan tetap sama. Sebuah Transformasi Wavelet 1 tingkat dari sebuah citra f dapat disimbolisasikan sebagai berikut.
⎛ a1 ⎜ f →⎜ − ⎜ h1 ⎝
| |
v1 ⎞ ⎟ −⎟ d 1 ⎟⎠
(11) 1
1
1
1
di mana masing-masing sub-citra a , h , v , dan d memiliki M/2 baris dan N/2 kolom.
Thresholding Thresholding merupakan salah satu metode pengurangan noise yang paling sederhana dan menjadi dasar bagi beberapa metode pengurangan noise yang lain. Untuk melakukan thresholding, terlebih dahulu ditetapkan sebuah nilai yang dianggap sebagai batas atau threshold. Nilai threshold ini ditetapkan sedemikian rupa supaya besarnya melebihi nilai-nilai fluktuasi kecil yang mewakili noise pada citra yang dianalisis. Kemudian, dilakukan operasi thresholding pada gˆ . Ada 2 jenis thresholding, yaitu hard thresholding dan soft thresholding. Rumus untuk hard thresholding adalah sebagai berikut. ⎧⎪ 0 jika y < λ (12) gˆ = Th ( y , λ ) = ⎨ ⎪⎩ y jika y ≥ λ sedangkan rumus untuk soft thresholding adalah berikut.
⎧ y − λ jika y ≥ λ ⎪ gˆ = Ts ( y, λ ) = ⎨ y + λ jika y ≤ λ ⎪ 0 jika y < λ ⎩
(13)
dengan y adalah nilai-nilai pada sinyal dan λ menyatakan nilai threshold.
BayesShrink BayesShrink merupakan sebuah algoritma untuk thresholding yang bergantung pada distribusi lokal dari koefisien-koefisien wavelet, yang mengusulkan penggunaan nilai threshold yang berbeda untuk sub-band dan level Transformasi Wavelet yang berbeda. Karena isi dari sub-band antara tingkatan yang satu dengan yang lain adalah berbeda, penggunaan beberapa threshold yang nilainya bergantung pada distribusi lokal dari nilai-nilai yang ada lebih masuk akal daripada menggunakan sebuah threshold uniform untuk semua subband-nya pada setiap tingkatan dekomposisi.
80
Jurnal Mat Stat, Vol. 10 No. 1 Januari 2010: 76-86
Pada BayesShrink, digunakan beberapa threshold yang berbeda untuk setiap sub-band yang berbeda pada level dekomposisi yang berbeda. BayesShrink mengadopsi pendekatan Bayesian yang berasumsi bahwa distribusi peluang dari sinyal asli diketahui dan berusaha mengoptimalkan nilai threshold dengan tujuan meminimalkan peluang resiko. Secara lebih rinci, diasumsikan koefisienkoefisien wavelet X sub j , berukuran M j dan terletak pada subband sub ∈ {horisontal, vertikal, diagonal} dari level dekomposisi j ∈ {1,2,...,J} dapat dimodelkan dengan distribusi Gaussian umum atau Generalized Gaussian Distribution (GGD). ∗ Untuk menentukan nilai threshold Bayes λˆBayes , parameter GGD, yaitu simpangan baku
σX
sub j
dan parameter bentuk β , perlu diestimasi. Parameter β tidak perlu secara eksplisit
∗ dimasukkan ke persamaan λˆBayes . Maka dari itu, kita cukup langsung mengestimasi
σX
sub j
. Model
sub sub observasi kita adalah Y j = X j + W , dengan X adalah sinyal asli, Y sinyal terkontaminasi dan W
adalah noise. Karena X dan W independen satu sama lain, maka berlaku
σ Y2 = σ X2 + σ 2 sub j
(14)
sub j
di mana σ 2 adalah ragam dari noise dan
σ Y2 = sub j
1 Mj
∑
Mj m
Y jsub ,m
σ Y2
sub j
adalah ragam dari Y yang dapat dihitung dengan
2
(15)
dengan M j adalah ukuran subband yang sedang dipermasalahkan. Nilai threshold optimal
λˆ jsub
dapat dihitung dengan rumus berikut.
σ2 sub ˆ λj = σX
di mana
σX
sub j
Jika
(16)
sub j
(
= max σ Y2sub − σ 2 ,0 j
)
σ 2 ≥ σ Y2 , maka diambil σ X sub j
(17)
sub j
= 0 . Hal ini berarti λˆ jsub = ∞, atau dalam prakteknya
λˆ jsub = max m =1,2,K, M Y jsub ,m . j
Secara ringkas, metode thresholding BayesShrink melakukan soft thresholding dengan threshold optimal yang bersifat adaptif, digerakkan oleh data, dan bergantung pada subband dan tingkatan dekomposisi, yang diberikan oleh rumus
λˆ jsub
⎧ σ2 , jika σ 2 < σ Y2sub ⎪⎪ j σ X sub =⎨ j ⎪ sub ⎪⎩max m =1,2,K, M j Y j , m , jika lainnya
(18)
untuk setiap subband sub ∈ {horisontal, vertikal, diagonal} dan tiap level dekomposisi j = 1, 2,K, J .
Perancangan Program …... (Wikaria Gazali; Haryono Soeparno)
81
Algoritma Cycle Spin Salah satu masalah dengan penggunaan Transformasi Wavelet tradisional yang paling umum adalah sering munculnya artifak visual yang mengganggu, yaitu fenomena pseudo-Gibbs yang cenderung mudah diperhatikan pada bagian tepi. Hal ini muncul karena tidak adanya invariansi pergeseran dari basis wavelet. Untuk mengurangi masalah ini, dapat digunakan teknik cycle spin. Cycle spin mendapatkan atribut invariansi pergeseran dengan cara merata-ratakan semua pergeseran dari citra digital. Lebih lengkapnya, citra digital digeser secara vertikal, horisontal atau diagonal, kemudian dilakukan reduksi noise terhadap citra hasil pergeseran menggunakan metode thresholding wavelet, kemudian menggeser balik citra yang telah direduksi noisenya. Hal ini dilakukan sebanyak beberapa pergeseran, kemudian seluruh hasilnya dirata-ratakan. Karena pada dasarnya algoritma cycle spin adalah pengulangan, maka algoritma ini sangat konsumtif secara komputasi. Melakukan algoritma ini sebanyak K pergeseran untuk metode reduksi noise apapun akan memultiplikasi kompleksitas komputasi sebanyak K kali.
Context-Based Thresholding Untuk sebuah nilai threshold λ, operasi soft thresholding dan hard thresholding secara alami bersifat global dan non-adaptif. Mereka diaplikasikan pada koefisien-koefisien wavelet dengan cara yang sama tanpa memperhatikan lokasi atau konteksnya. Koefisien threshold hanya bergantung pada nilai koefisien noise dan independen terhadap koefisien tetangga atau konteksnya. Walaupun Transformasi Wavelet melakukan dekorelasi hingga batas tertentu, terbukti bahwa ada sejumlah redundansi dalam pohon dekomposisi wavelet. Faktanya, struktur citra natural pada umumnya memiliki kesamaan antara skala-skala resolusi dari koefisien-koefisien waveletnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ada dependensi hingga tingkat tertentu antara koefisien-koefisien wavelet yang bertetangga yang berkoresponden dengan sub-area beraktivitas tinggi pada citra. Maka, melakukan thresholding terhadap koefisien-koefisien ini secara independen merupakan hal yang kurang baik. Seperti dijelaskan di atas, tampaknya merupakan hal yang beralasan untuk mempertimbangkan beberapa konteks dari tiap koefisien wavelet sebelum melakukan thresholding. Ada banyak cara untuk mendefinisikan sebuah konteks yang sesuai untuk sebuah koefisien wavelet. Di sini akan dijelaskan sebuah operasi thresholding yang bersifat context-based dan terlokalisasi. Sebuah konteks sederhana, yang memuat koefisien-koefisien wavelet tetangga yang berpusat pada koefisien yang hendak di-threshold dipertimbangkan; yaitu, untuk setiap koefisien wavelet, didefinisikan oleh mask berukuran m × m yang berpusat pada Untuk konteks ini, nilai maksimum dari konteks ini adalah
M ij = max ( k , l )∈C mxm ( y i , j ) yk ,l
yi , j , konteksnya
yi , j , dinotasikan sebagai Cm×m ( yi , j ) .
M i , j yang didefinisikan sebagai berikut. (19)
Untuk sebuah nilai threshold λ, digunakan operator context-based soft dan hard thresholding yang telah termodifikasi berikut. Pertama, operator context-based hard thresholding. Kedua, ⎧⎪ y , jika yi , j ≥ λ atau M i , j ≥ λ gˆ = Thc ( yi , j , λ ) = ⎨ i , j ⎪⎩0, jika lainnya
(20)
Ketiga, operator context-based soft thresholding.
82
Jurnal Mat Stat, Vol. 10 No. 1 Januari 2010: 76-86
⎧ yi , j − λ , jika yi , j ≥ λ ⎪ y + λ , jika y ≤ −λ ∧ ⎪ i, j g = Tsc ( yi , j , λ ) = ⎨ i , j ⎪ yi , j , jika yi , j < λ dan Mi, j ≥ λ ⎪⎩ 0, jikka lainnya
(21))
H HASIL DA AN PEMB BAHASAN N Dalam penggujian masalaah, digunakaan 2 buah ciitra digital yang D y diberi G Gaussian wh hite noise aditif meenggunakan program Addobe Photoshop CS3. Masing-masin M ng dari citra digital terseebut akan diberi Gaussian G whitte noise denggan 3 tingkaat intensitas yang y berbedda. Kriteria yyang digunak kan untuk melakukkan pengukuran adalah Mean M Squaree Error (MS SE) dan Peak Signal to N Noise Ratio (PSNR). Nilai-nillai ini adalahh nilai hasil perbandingaan antara citrra yang berssih dengan ciitra hasil pem mrosesan program m aplikasi redduksi noise. Untuk U MSE, semakin keccil nilainya, maka m semakiin mirip citraa tersebut dengan citra aslinyaa. Sedangkaan pada PSN NR, semakin n besar nilaainya, maka semakin mirip m citra tersebut dengan citraa aslinya. C Citra digitall yang telah diberi Gausssian white noise aditif diproses meenggunakan program aplikasi reduksi nooise. Hasilnnya kemudiaan diperban ndingkan deengan citra digital asliinya dan selanjutnnya dihitung MSE dan PSNRnya. Haasil pengujian n program applikasi redukksi noise dap pat dilihat pada gam mbar-gambarr dan tabel-taabel berikut.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambaar 2 Pemrosesaan terhadap Lenna512.bmp dengan Bebeerapa Tingkataan Noise (aa) Citra dengaan noise 7% (bb) hasil prosess pada citra deengan noise 7% % (c)) Citra dengann noise 10% (d) hasil proses pada citra deengan noise 10% (e)) Citra dengann noise 12% (f) ( hasil prosess pada citra deengan noise 122%
Peranca angan Progra am …... (Wika karia Gazali; Haryono H Soe eparno)
83
Tabel 1 berikut b menuunjukkan perrhitungan MSE dan PSN NR dari gambbar-gambar teersebut. T Tabel 1 Hasil Pengujian P Redduksi Noise teerhadap Citra Lenna512.bm mp MSE No
Intennsitas noise
Sebelum m Pemrosessan
PSNR R Sessudah pemrrosesan
S Sebelum Pem mrosesan
Sesudah ppemrosesan
1
7%
675.12
42 23.66
19.84
21.86
2
10 %
1012.71
44 40.00
18.07
21.66
3
12 %
1261.10
45 53.02
17.12
21.57
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambbar 3 Pemroseesan terhadap Lenna.bmp dengan d Berbaggai Tingkatan Noise (aa) Citra dengaan noise 7% (bb) hasil prosess pada citra deengan noise 7% % (c)) Citra dengann noise 10% (dd) hasil prosess pada citra deengan noise 100% (e)) Citra dengann noise 12% (f) ( hasil prosess pada citra deengan noise 122%
Tabel 2, 3, dan 4 berrikut menunjuukkan perhittungan MSE dan PSNR dari d gambar-gambar terseebut. Tabel 2 Hasiil Pengujian Reduksi R Noise terhadap Citrra Lenna.Bmp p Saluran Redd
No
84
Intensitas noise
M MRE Sebelum Sesudah Pemrosesan pemrosesaan
PSNR Sebeluum Sesuudah Pemroseesan pemroosesan
1
7%
293.91
51.02
23.444
31.05
2
10 %
615.06
76.84
20.244
299.27
3
12 %
845.06
92.40
18.866
288.47
Jurrnal Mat Stat, Vol. V 10 No. 1 Januari 201 10: 76-86
Tabel 3 Hasil Pengujian Reduksi Noise terhadap Citra Lenna.Bmp Saluran Green
No
Intensitas noise
MRE Sebelum Pemrosesan
PSNR
Sesudah pemrosesan
Sebelum Pemrosesan
Sesudah pemrosesan
1
7%
290.12
65.97
23.50
29.94
2
10 %
619.47
100.20
20.21
28.12
3
12 %
862.89
123.85
18.77
27.20
Tabel 4 Hasil Pengujian Reduksi Noise terhadap Citra Lenna.Bmp Saluran Blue
No
Intensitas noise
1
MRE
PSNR
Sebelum Pemrosesan
Sesudah pemrosesan
Sebelum Pemrosesan
Sesudah pemrosesan
7%
304.34
66.01
23.30
29.93
2
10 %
664.79
94.43
19.90
28.38
3
12 %
935.40
109.21
18.42
27.75
Dari keempat tabel di atas, tampak bahwa program aplikasi reduksi noise berhasil meningkatkan kualitas visual dari citra digital yang terkontaminasi oleh Gaussian white noise. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya angka MSE dan meningkatnya angka PSNR secara cukup signifikan antara citra yang masih terkontaminasi oleh noise dengan citra hasil pemrosesan oleh program aplikasi reduksi noise. Dari pengamatan dan persepsi visual oleh mata manusia pun, tampak bahwa ada penurunan intensitas noise yang cukup signifikan antara citra yang telah terkontaminasi oleh noise sebelum pemrosesan dan citra hasil pemrosesan, yang terlihat dari halusnya citra hasil pemrosesan oleh program aplikasi reduksi noise dibandingkan dengan citra sebelum pemrosesan. Kelebihan dari program aplikasi reduksi noise ini adalah hasil reduksi noise yang cukup signifikan. Sedangkan kelemahan utamanya adalah konsumsi waktu untuk proses reduksi noise yang cukup lama.
PENUTUP Kehadiran noise pada citra digital merupakan masalah yang cukup mengganggu. Selain menurunkan kualitas visual dari citra digital itu sendiri, efek lain yang lebih buruk mungkin terjadi bila terjadi kesalahan persepsi atas citra digital, terlebih bila kesalahan persepsi itu terjadi pada bidang-bidang yang kritis seperti dalam dunia kedokteran. Oleh karena itu, reduksi terhadap intensitas noise pada citra digital yang terkontaminasi noise merupakan hal yang esensial untuk dilakukan. Program aplikasi berhasil dengan baik dalam melakukan reduksi terhadap kehadiran noise pada citra digital. Dengan demikian, diharapkan masalah yang akan muncul akibat adanya noise pada citra digital dapat dicegah. Untuk perancangan program aplikasi serupa di masa depan, dapat digunakan metode lain yang hasilnya mungkin lebih baik. Beberapa metode yang mendapat perhatian penulis adalah metode Gaussian Scale Mixture yang dikemukakan oleh Portilla, Scale-Space Atoms oleh Bruni, dan fraktal wavelet oleh Ghazel.
Perancangan Program …... (Wikaria Gazali; Haryono Soeparno)
85
DAFTAR PUSTAKA Antoine, J.P. (2004). Two dimensional wavelets in their relatives, Cambridge, UK: Cambridge University Press. Baldock, R., and Graham J. (2000). Image processing and analysis, New York: Oxford University Press Inc. Bruni, V., Piccoli, B., and Vitulano, D. (2006). Time scale dependencies for image compression. Journal of Multimedia. 1(1), 44-55. Bruni, V., Piccoli, B., and Vitulano, D. (2008). Wavelet and partial different equations for image denoising. Electronic Letters on Computer Vision and Image Analysis, 6(2), 36-53. C. Yoon, B.J., and Vaidynathan, P.P. (2004). Wavelet-based denoising by customized thresholding. Accoustics, Speech, and Signal Processing, 2, 925-928. Debnath, L. (2002). Wavelet transforms and their applications, Boston: Birkhäuser. Elyasi, I., and Zarmehi, S. (2009). Elimination noise by adaptive wavelet threshold. World Academy of Science, Engineering and Technology, 56. Marpe, D. Context-based denoising of images using iterative wavelet thresholding, Berlin: University of Applied Sciences (FHTW Berlin). Miller, M., and Kingsbury, N. (2008). Image denoising using derotated complex wavelet coefficients. IEEE transactions on image processing, 17(9), 1500-1511. Schulte ,S., Huysmans, B., Pižurica, A., Kerre, Etienne E., and Philips, W. (2006). A new fuzzy based wavelet shrinkage image denoising technique. Lecture Notes in Computer Science, 4179, 1223. Vaseghi, S.V. (2006). Advanced digital signal processing and noise reduction, jilid ketiga, Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.
86
Jurnal Mat Stat, Vol. 10 No. 1 Januari 2010: 76-86