PERANCANGAN MODEL WUJUD VISUAL TOKOH PEWAYANGAN DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DAN WATAK TOKOH SEBAGAI ACUAN DESAIN KARAKTER DALAM KARYA DKV Toto Haryadi1, Khamadi2 1,2 Dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Dian Nuswantoro 1
[email protected],
[email protected] ABSTRACT Shadow puppets is an arts which is still preserved until now. Recently, shadow puppets can be collaborated with tehcnology through act of revitalization. This is shown by many artworks in the field of Visual Communication Design which adapt shadow puppets. The figures of shadow puppets become main part which is referred for designing of digital artwork, especially “character design”. On the other side, revitalization of puppets in form of character design is more concerned with aesthetic aspect than typical identity ones. Whereas, each figure has its own identity and temper which different from each other. This encourages the researchers to look for relation between visual form with typical identity of puppet figures. The analysis of puppet visual form is required by taking sample based on the classification of the puppet figures, namely: ‘denawa’, ‘punggawa’, ‘gagahan’, ‘satria’, ‘putran’, ‘putren’, ‘bayen’, ‘dagelan’, and ‘kewanan’. The analysis is based on parameters such as: face expression, position and size of body, clothes, and attributes. The results of analysis are used to create reference or framework, which is implemented for designing of character in accordance with selected figures. Keywords: shadow puppets, revitalization, artwork, character design Pendahuluan Wayang kulit purwa merupakan salah
banyolan (Murtiyoso, 2004:79). Penyampaian
satu kesenian Jawa yang mendapat apresiasi
lakon pewayangan kini bukan lagi menjadi
di tingkat internasional sebagai Masterpiece
bagian utama, melainkan telah bergeser ke
of Oral and Intangible Heritage of Humanity
penciptaan efek-efek audio visual dalam
(Susetya,
pertunjukan,
pertunjukan, dan yang paling tampak atau
wayang kulit mengandung integrasi seni
dominan yakni sabetan (Darmoko: 2004:84).
peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni
Efek visual yang dihasilkan dari
sastra, seni lukis, seni pahat, serta seni
sabetan dilakukan menggunakan boneka
perlambang (Kuning, 2011).
wayang, yang merupakan wujud perpaduan
2007:8).
Sebagai
Saat ini, pertunjukan wayang kulit
unsur seni rupa dan seni perlambang. Boneka
mengalami pergeseran yang awalnya sebagai
wayang dibuat dengan visualisasi tertentu
tuntunan kini lebih dominan sebagai tontonan
serta mengandung makna tertentu. Proporsi
(Soetarno, 2011:11). Pertunjukan wayang
wayang kulit digambar menggunakan rasio
lebih
antara 1:3-1:4 (Haryanto, 1991:32). Unsur
menonjolkan
aspek
sabetan
dan
seni rupa dalam boneka wayang tampak pada
melainkan melambangkan watak manusia
visual wayang yang mengalami perubahan
(Bastomi, 1995:9). Setiap tokoh memiliki
signifikan. Di zaman Hindu wayang kulit
visualisasi wajah yang berbeda. Perbedaan
digambar realistis mengacu pada relief Candi
tersebut bisa dijadikan petunjuk dalam
Penataran,
Islam,
menentukan watak melalui bentuk mata,
wayang digambar stilasi dekoratif serta bisa
hidung, mulut, warna muka, serta posisi sikap
digerakkan bagian tangannya. Puncaknya,
wajah (Soekatno, 1992:23).
sedangkan
di
zaman
saat ini terdapat ± 350 tokoh dengan wujud visual yang berbeda (Haryanto, 1991:26). Fenomena maraknya penciptaan karya
Demi mendukung upaya revitalisasi wayang melalui desain karakter dalam karya DKV, maka diperlukan acuan. Hal ini
desain komunikasi visual (DKV) bertemakan
mendorong
wayang merupakan wujud upaya kreatif
framework atau referensi dengan harapan agar
generasi muda yang patut diapresiasi. Hal ini
hasil akhir desain karakter wayang tidak
menunjukkan bahwa wayang kulit bisa
hanya memiliki tampilan visual yang bagus,
bersinergi dengan kemajuan teknologi, yang
tetapi juga menyampaikan identitas dan watak
merujuk pada revitalisasi wayang. Salah satu
yang khas sesuai dengan tokoh wayang yang
bentuk revitalisasi tersebut yaitu yang dikenal
diadaptasi. Dari referensi tersebut, nantinya
dengan istilah ‘desain karakter’.
diimplementasikan
Di sisi lain, proses desain karakter sebagai upaya revitalisasi wayang kurang memperhatikan
esensi
penting
peneliti
untuk
dalam
merumuskan
desain
tokoh
wayang digital sesuai dengan penggayaan visual dan proporsi yang ditentukan.
yang
terkandung pada tokoh pewayangan. Setiap
Metode Penelitian
perancang memiliki cara dan sudut pandang
Penelitian dilakukan menggunakan
yang berbeda, sehingga desain karakter yang
metode
dihasilkan juga menyampaikan informasi
dilakukan dengan pencarian literatur berupa
yang berbeda. Padahal, identitas dan watak
buku dan jurnal wayang, observasi di sanggar
tokoh wayang menjadi nilai utama sehingga
wayang, serta wawancara kepada dalang.
patut dijadikan referensi yang diharapkan bisa
Selain itu, penyebaran kuisioner dilakukan
menyampaikan nila-nilai tertentu.
untuk mendukung penelitian agar referensi
Wujud
visual
tokoh
wayang
kualitatif.
Pengumpulan
yang dihasilkan dapat diimplementasikan
mengandung banyak makna, mulai dari raut
dalam
wajah hingga kaki. Hal ini berhubungan
pewayangan sesuai kebutuhan.
dengan unsur perlambang, bahwa wayang bukan
melambangkan
fisik
manusia,
data
perancangan
desain
karakter
Landasan Teori
berbeda sesuai dengan kebutuhan. Sebagai
1. Wayang Kulit Dan Tokoh Pewayangan
contoh yaitu lakon Parta Krama yang
Wayang kulit merupakan salah satu
menceritakan pernikahan Arjuna dengan
dari sekian banyak jenis wayang yang ada di
Subadra dengan melibatkan tokoh-tokoh
Indonesia. Kesenian wayang terpusat di
wayang yakni Kresna, Baladewa, Karna,
daerah Jawa, yang tersebar di berbagai daerah
Gatotkaca, dan sebagainya (Ismurdyahwati
sepanjang Jawa Barat hingga Jawa Timur.
et.al, 2007).
Wirastodipuro
(Haryadi,
Penjelasan
et.al
di
atas
menunjukkan
2013:52-53) mendefinisikan wayang kulit
hubungan yang sangat erat antara tokoh
sebagai suatu pertunjukan yang dilaksanakan
pewayangan dengan lakon. Karena jumlah
oleh masyarakat Jawa dengan media berupa
tokoh wayang sangat banyak, perlu strategi
boneka wayang dari kulit kerbau, dimainkan
agar bisa mengenal dan mempelajari tokoh
dan dipimpin oleh dalang di depan bentangan
wayang secara efektif. Salah satunya yaitu
kelir yang diterangi blencong, yang mengacu
klasifikasi tokoh wayang berdasarkan lakon
pada adegan dalam suatu cerita dengan musik
induk atau lakon besar yakni: 1) Purwacarita;
tradisional gamelan, jika dilihat dari belakang
2) Punakawan; 3) Lokapala; 4) Ramayana;
layar akan terlihat bayang-bayang wayang
dan 5) Mahabharata (Kuning, 2011).
sehingga sering disebut wayang bayang-
Lakon Purwacarita membahas perihal
bayang. Wayang kulit juga biasa dikenal
asal-usul kehidupan para dewa, dengan tokoh
dengan nama wayang kulit purwa. Istilah
di dalamnya yakni Batara Guru, Batara
‘purwa’ berarti: mula-mula atau permulaan,
Wisnu,
cerita yang bersumber dari kitab Ramayana
Punakawan
dan Mahabarata (KBBI, 2008: 1620). Kedua
melainkan sekumpulan tokoh yang terdiri dari
kitab tersebut berasal dari India lalu diadaptasi
Semar,
oleh Prabu Jayabaya dalam Pustaka Raja
Lokapala
Purwa, yang telah menjadi rujukan para
Ramayana, dengan tokoh di dalamnya yakni
dalang (Kuning, 2011:15). Dengan kata lain,
Arjuna Sasrabahu, Sumantri, Parasurama,
wayang kulit mendapat pengaruh cukup
Sukesi,
signifikan dari India baik dari segi lakon
merupakan lakon tentang kisah kepahlawanan
(cerita) maupun tokoh serta penokohannya.
Rama, dengan tokoh didalamnya meliputi
Penyampaian lakon (cerita) pada
Batara
Indra,
bukan
Gareng,
sebagainya.
merupakan
Petruk,
merupakan
dan
dan
dan
induk
sebagainya.
lakon,
Bagong,.
dari
lakon
Ramayana
Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Rahwana,
pertunjukan wayang diwujudkan melalui
dan
sebagainya.
gerakan dan percakapan antar tokoh. Setiap
merupakan lakon konflik Pandawa dengan
lakon diperankan oleh tokoh wayang yang
Kurawa
dalam
Terakhir,
Mahabarata
memperebutkan
tahta
kerajaan, dengan tokoh Pandawa, Kurawa, Kresna, Srikandi, Sengkuni, dan sebagainya.
Penerapan seni rupa dalam wujud visual wayang dilihat dari bentuk wayang dan sunggingan
serta
tata
warna
(Suara
Merdeka:2014). Bentuk wayang mencakup
2. Wujud Visual Wayang Wujud visual wayang menyangkut
ukuran tubuh, penggambaran raut muka,
penerapan seni rupa dan seni perlambang pada
posisi tangan, serta atribut busana. Dilihat dari
hampir seluruh bagian tubuh boneka wayang.
ukuran
Setiap tokoh wayang memiliki wujud visual
diklasifikasikan dari denawa hingga bayen.
tubuh,
wujud
visual
wayang
yang berbeda sesuai dengan klasifikasinya. Boneka wayang kulit yang saat ini digunakan dalam pertunjukan mengalami perubahan bentuk dan wujud visual sejak zaman kerajaan Kediri (pra Majapahit) hingga
kerajaan
Mataram (Haryanto, 1991:30). Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Periodisasi Perkembangan Wayang Kulit Sumber: Haryadi (2013:13-17) Pembagian Periode I Pra Majapahit (± 400 – 903 M)
Gambar 1. Perbandingan ukuran wayang Sumber: (Pramana, et.al: 2007, 185)
Anatomi bagian tubuh wayang juga
Wujud Visual
menyimpang dari logika modern, karena dalam satu wujud tokoh wayang terdapat sudut
pandang
samping, II Kerajaan Kediri – Majapahit (± 903 – 1478 M)
depan,
penggambaran bawah,
serta
tampak atas.
Penyimpangan tersebut lebih jelasnya: 1) wajah (kecuali biji mata), dada, pinggul, lutut, dan betis digambar tampak samping; 2) bola mata, pundak, dan perut digambar tampak
III Kerajaan Demak – Mataram – Penjajahan Belanda (± 1478 – 1945 M)
IV Pasca kemerdekaan (± 1945 - sekarang)
depan; dan 3) telapak kaki digambar tampak bawah; dan 4) jari dan kuku pada kaki digambar tampak atas (Haryanto, 1991:32).
jarak, serta waktu. Objek hasil sistem ini berupa still picture yang dibatasi oleh frame. Berbeda
dengan
NPM,
RWD
didukung teori Relativitas Einstein bahwa ruang dan waktu merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sistem RWD menggambar objek dari segala arah, jarak, dan waktu. Sistem ini sangat cocok dengan senirupa Gambar 2. Contoh proporsi dan anatomi Bima Sumber: Rekonstruksi (Haryadi: 2013, 38)
tradisi
Indonesia,
yang
tidak
mementingkan aspek keindahan, melainkan aspek bercerita dengan memanfaatkan cara
3. Bahasa Rupa
wimba dan tata ungkapan.
Bahasa rupa atau juga disebut bahasa
Perbedaan yang cukup mendasar
gambar merupakan suatu cara berkomunikasi
antara sistem NPM dengan RWD yakni
lewat medium gambar, yang diungkapkan
penggambaran
melalui
menitikberatkan pada mimik wajah, sehingga
imaji
dan
(Ismurdyahwati,
et.al,
tata
ungkapan
2007:368).
objek.
NPM
lebih
Imaji
muncul istilah sudut pengambilan gambar
memiliki dua cakupan, yakni imaji abstrak
seperti: Close Up, Medium Shot, Long Shot,
serta imaji kasat mata. Imaji kasat mata lebih
dan sebagainya. Sedangkan RWD lebih
sering digunakan dalam membaca bahasa
menitikberatkan pada gestur, sehingga banyak
gambar, yang dibedakan menjadi Isi Wimba
karya rupa tradisi yang menggambar manusia
dan Cara Wimba (Tabrani, 2005:9). Isi
tampak utuh dari kepala hingga kaki.
Wimba yaitu objek yang digambar, sedangkan Cara Wimba yaitu cara menggambar objek. Pengaplikasian ilmu bahasa rupa dalam gambar dua dimensi representatif dibagi menjadi dua sistem, yakni: Naturalis Perspektif Momenopname atau NPM dan Ruang Waktu Datar atau RWD (Tabrani, 2005:131). NPM merupakan sistem temuan barat yang bersifat modern, dilandasi oleh ilmu matematika (perspektif) dan fisika (fotografi), yang digambar dari satu arah,
Hasil Kuisioner Penyebaran mahasiswa
DKV
kuisioner Udinus
kepada
60
bertujuan
mengetahui pemahaman mahasiswa terhadap tema pewayangan. Secara lebih detail yakni pengetahuan mahasiswa tentang cerita dan tokoh wayang, karya DKV bertema wayang yang penah dilihat dan/atau dibuat, serta penggayaan visual dan proporsi yang dipilih. Hasil kuisioner adalah sebagai berikut:
Epos / wiracerita wayang apa saja yang Anda ketahui? Pilihan Jumlah 33 a Mahabharata 38 b Ramayana 0 c Lokapala 3 d Lainnya
Prosentase 55,00% 63,33% 0,00% 5,00%
Siapa saja tokoh pewayangan yang Anda ketahui? a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y
Pilihan Yudhistira Werkudara Arjuna Nakula Sadewa Kresna Karna Duryudana Dursasana Sengkuni Baladewa Drupadi Dewi Kunti Abimanyu Srikandi Gatotkaca Buto Cakil Rama Sinta Anoman Rahwana Semar Gareng Petruk Bagong Lainnya
Jumlah 30 40 47 43 30 13 18 10 15 9 18 20 20 30 51 35 36 36 44 25 42 43 44 43 5
Prosentase 50,00% 66,67% 78,33% 71,67% 50,00% 21,67% 30,00% 16,67% 25,00% 15,00% 30,00% 33,33% 33,33% 50,00% 85,00% 58,33% 60,00% 60,00% 73,33% 41,67% 70,00% 71,67% 73,33% 71,67% 8,33%
Pernahkah Anda melihat karya desain komunikasi visual yang bertema wayang? Pilihan a b
Pernah Tidak pernah
Jumlah 48 11
Prosentase 80,00% 18,33%
Bagaimana sikap Anda terkait semakin maraknya revitalisasi wayang yang diwujudkan dalam bentuk karya desain komunikasi visual? Pilihan Sangat a mendukung b Biasa saja Tidak c mendukung
Jumlah
Prosentase
54
90,00%
5
8,33%
0
0,00%
Pernahkah Anda membuat portfolio / karya desain komunikasi visual bertema wayang? Pilihan Jumlah Prosentase 10 16,67% a Pernah 50 83,33% b Tidak pernah Apakah Anda tertarik untuk mengerjakan suatu project / portfolio / karya desain komunikasi visual yang mengadaptasi tema pewayangan sebagai upaya revitalisasi kesenian tradisional? Pilihan Jumlah Prosentase 48 80,00% a Tertarik 11 18,33% b Tidak tertarik Jika Anda diminta untuk merevitalisasi wayang ke dalam bidang desain komunikasi visual, karya berupa apa saja yang akan Anda buat? Pilihan Jumlah Prosentase 27 45,00% a Desain Grafis 20 33,33% b Advertising 17 28,33% c Multimedia 23 38,33% d Animasi 26 43,33% e Game 8 13,33% f Lainnya Berkaitan dengan pertanyaan no. 8, dari ketiga wujud visual karakter wayang Arjuna di bawah ini mana yang Anda pilih? Pilihan Jumlah Prosentase 9 15,00% a Tradisional 25 41,67% b Realis 27 45,00% c Eksperimental
Masih berkaitan dengan pertanyaan sebelumnya, proporsi tubuh desain karakter mana yang menjadi prioritas Anda? Pilihan Jumlah 14 a Realism 18 b Semi-deformed 27 c Deformed 6 d Super-deformed
Prosentase 23,33% 30,00% 45,00% 10,00%
serta dengan kedua kerisnya. Kecerobohan Cakil diceritakan dalam pertunjukan wayang yakni mati terkena kerisnya sendiri, atau selalu mati ketika bertarung dengan satria yang dijumpainya sehingga berumur pendek. Posisi anjujur (kedua lengan lurus ke bawah) di atas juga menunjukkan karakter Cakil yang bebas bergerak, sesuai dengan kemampuan
Analisis Wujud Visual Wayang Nama-nama
tokoh
yang
akan
dianalisis berpedoman pada hasil kuisioner
sabet dalang yang memainkannya. 2. Punggawa Bima
dan besarnya prosentase. Selain itu juga didasarkan
pada
1)denawa
diwakili
diwakili
Bima;
klasifikasinya, Cakil;
yakni:
2)punggawa
3)gagahan
diwakili
Gatotkaca; 4)satria diwakili Arjuna; 5)putran diwakili Abimanyu; 6)putren diwakili Sinta; 7)wanara diwakili Anoman; dan 8)dagelan diwakili Petruk. Penjelasan: 1. Denawa Cakil
Bima
terkenal
dengan
kegagahannya. Watak Bima yaitu pendiam, tenang, siaga, tidak gentar, tidak banyak tanya, kuat, gagah, gesit, dewasa, tidak sombong, tetapi mudah emosi dan tidak sabar membasmi kemungkaran dengan senjata terkenalnya yakni Gada Rujakpolo dan kuku pancanaka.
Meskipun
secara
umum
punggawa berkarakter banyak tertawa, hal ini Penjelasan: Cakil sebagai tokoh raksasa yang antagonis, suka menantang, tergesa-gesa, licik, sombong, beringas, lincah, dan gesit. Cakil digunakan dalam perang melawan satria (perang kembang) yang ditantang melalui suaranya yang gegap dan nada tinggi,
tidak berlaku bagi Bima. Gaya bicara Bima yang to the point disampaikan dengan suara besar dan berat (mantap). Posisi mathenteng (lengan
depan
diletakkan
di
pinggul)
memperkuat watak Bima yang keras kepala dan sulit diajak kompromi.
didukung perkataannya yang santun dengan
3. Gagahan Gatotkaca
suara besar namun ringan. Kesederhanaan Arjuna tampak pada tidak adanya perhiasan yang terpasang pada lengan, tangan, kaki, dan badan, yang menunjukkan Arjuna sudah meninggalkan kemewahan duniawi. 5. Putran Abimanyu Penjelasan: Sebagai anak Bima, Gatotkaca memiliki ciri fisik hampir sama dengan Bima, khususnya bagian raut muka dan dedeg sehingga beberapa sifat Bima juga dimiliki Gatotkaca, yakni: kuat, berani, pendiam, tenang, dan gesit. Gatotkaca masih memiliki emosi dan cenderung sedikit kasar dibanding tokoh
Penjelasan: Abimanyu merupakan anak dari
punggawa. Kelebihan yang dimiliki yaitu bisa
Arjuna dan Subadra. Keberanian Abimanyu
terbang, dengan posisi siaga malang kerik (A).
tidak diragukan karena juga mewarisi watak
satria,
namun
lebih
halus
dari
Arjuna. Abimanyu menjadi pahlawan dalam 4. Satria Arjuna
Bharatayuda, namun mati di usia 16 tahun saat mematahkan formasi Chakrawyuha (formasi spiral). Abimanyu belum dewasa dan belum bisa meninggalkan nafsu dan kemewahan duniawi, namun di sisi lain tetap tenang, kalem, serta patuh. 6. Putren Sinta
Penjelasan:
Arjuna
sebagai
penengah
Pandawa memiliki watak yang berbeda dengan Bima. Arjuna merupakan satria yang pendiam, tenang, sederhana, lemah gemulai, dan
cerdas.
disalahgunakan
Sifat untuk
lembutnya
kadang
memikat
wanita,
Penjelasan: Sinta merupakan tokoh dalam
8. Dagelan Petruk
cerita Ramayana, istri Rama. Sinta dikenal sebagai
tokoh
yang
senantiasa
setia
mendampingi Rama dalam senang maupun susah. Dari pemaparan di atas Sinta memiliki watak yang sabar, tenang, hati-hati, dan sederhana. 7. Wanara Anoman Penjelasan:
Petruk
merupakan
tokoh
Punakawan yang terkenal lucu. Sebagai abdi, Petruk memiliki watak yang bijaksana, yakni: suka memberi petunjuk, berderma, sabar, berani, namun suka bercanda. Model Adaptasi Wujud Visual Wayang
Analisis yang telah dilakukan pada Penjelasan: Anoman merupakan tokoh dalam
tokoh Cakil, Bima, Gatotkaca, Arjuna,
Ramayana, dalam segmen pencarian Sinta
Abimanyu, Sinta, Anoman, dan Petruk
yang diculik Rahwana ke negeri Alengka.
merupakan langkah awal dari proses desain
Anoman
karakter.
juga
muncul
dalam
cerita
Meskipun
peneliti
hanya
Mahabharata sebagai saudara tunggal Bayu
menganalisis
dengan Bima, yang mana berpengaruh pada
sebenarnya inti dari analisis wujud visual
kesamaan beberapa watak kedua tokoh
yaitu
tersebut yakni: kuat, gesit, bergerak cepat,
perancang karya ketika akan mengadaptasi
serta siaga melaksanakan tugas. Anoman juga
tokoh pewayangan. Tanpa bisa menganalisis
termasuk
wujud
tokoh
wayang
khusus
yang
delapan
memberikan
visual,
tokoh
tersebut,
pemahaman
perancang
tidak
kepada
akan
berwajah putih, bertubuh putih, sebagai
menemukan identitas dan watak khas dari
lambang tokoh yang suci, bertindak jujur dan
tokoh yang akan diadaptasi. Dari analisis
utama.
kedelapan tokoh tersebut, akan dibuat tabulasi sebagai
bentuk
framework
atau
model
(kerangka acuan) yang bisa diadaptasi untuk membuat desain karakter.
Tabel 2. Model / framework Adaptasi Wujud Visual Wayang Sebagai Acuan Desain Karakter
No
1.
Unsur rupa visual wayang
Ukuran tubuh
Klasifikasi Wayang Denawa
Punggawa
Sanggahan
Satria
Putran
Putren
Punakawan*
Kewanan*
Buto Cakil
Bima
Gatutkaca
Arjuna
Abimanyu
Sinta
Petruk
Anoman
Besar ideal
Besar, kuat, gagah
Cukup besar, kuat, gagah
kecil tapi kuat
Kecil
besar, perut buncit, bungkuk, Besar, kuat, serba panjang berekor (bangsa untuk hidung, kera) tangan, dan kaki
Ngore tunggal, terurai Muda, bersih, dan rupawan
Ngore panjang, terurai, rapi
Rambut dikuncir Gelung satria
Cantik dan bersih
Jelek, lucu, riang
kera
Liyepan sipit
Liyepan sipit
Thelengan atau lebar, Juling
Merah, Thelengan atau lebar
Kecil dan mancung ke bawah
Kecil dan mancung ke bawah
Besar dan panjang
Kecil (hidung kera)
kecil tapi kuat (lebih kecil dari satria)
Semakin ke kanan tinggi badan semakin kecil ukuran tubuhnya 2.
3.
Rambut
Ngore, Gimbal, terurai
Digelung, rapi
Gelung Supit urang
Gelung Supit urang
Muka / Wajah
Raksasa, Brewok, Jelek Menakutkan
Tenang, Tegas berwibawa
Tegas Pemberani
Bersih Tampan
a. Mata
Kriyipan sipit
Thelengan atau lebar
Thelengan atau lebar
Mancung ke depan
Mancung ke depan
Liyepan sipit Kecil dan mancung ke bawah
mingkem
mingkem
Mingkem santun
Mingkem kalem
Mingkem kalem
Gusen tertawa kecil
gusen prongosan bertaring
Hitam
Hitam
Hitam
Hitam
kuning
kuning
putih
b. Hidung
c. Mulut Warna d. muka
Besar dan mancung ke depan gusen prongosan bertaring Merah
No
Unsur rupa visual wayang
Posisi e. Hadap Muka
4.
5.
6.
Klasifikasi Wayang Denawa
Punggawa
Sanggahan
Satria
Putran
Putren
Punakawan*
Kewanan*
Buto Cakil
Bima
Gatutkaca
Arjuna
Abimanyu
Sinta
Petruk
Anoman
Longok menantang dengan dagu memanjang ke depan; congkak
Luruh menghadap ke bawah; tenang pendiam
Jangkahan/ rentang kaki Lebar (lincah (karakteristik dan gesit) gerakan)
Luruh menghadap ke bawah; pasif, pendiam
Luruh menghadap ke bawah; tenang pendiam
Luruh menghadap ke bawah; pasif, pendiam, sabar
Longok tegas
Longok menantang; siaga
Lampahan, berjalan pelan, hatihati
Lebar (gesit dan cepat)
Lampahan sempit, berjalan sangat pelan, sangat halus, hati-hati
Lebar (gesit dan cepat)
Tidak lebar tidak rapat, santai
Lebar (mantap dan gesit)
Anjujur (santai, bebas)
Gestur tangan / tubuh
Mathenteng Anjujur (santai, (keras kepala bebas dan tidak bisa bergerak) berkompromi)
Malang kerik (melawan, keadaan terbang)
Anjujur (santai, bebas)
Makidhupuh (posisi bersimpuh, bentuk kepatuhan)
Busana
Mewah
Sederhana
Busana khas raja
Sangat sederhana
Mewah
Sederhana (putri)
rampekan
poleng bang bintulu
katongan
bokongan
jarik
Jarik panjang
Panjang dan bebas
Pendek dan bebas
Panjang dan bebas
a.
Dodot (kain)
b. celana Atribut 7.
Lebar (gesit dan cepat)
Luruh menghadap ke bawah; tenang dan sabar
a. Gelang
Candrakirana √
√
Motif ular naga √
polos -
Panjang dan bebas Motif ular naga muda √
polos
Menuding/ tangan tudingan/ panuduh (memberi petunjuk/arahan yang tegas) Abdi dengan baju atasan hitam
Sederhana
jarik
poleng
Pendek berkantong, dermawan
Pendek dan bebas
sederhana -
Malang kadhak (siap berlari, berkelahi)
√
Satria, Candrakirana √
No
Unsur rupa visual wayang
Klasifikasi Wayang Denawa
Punggawa
Sanggahan
Satria
Putran
Putren
Punakawan*
Kewanan*
Buto Cakil
Bima
Gatutkaca
Arjuna
Abimanyu
Sinta
Petruk
Anoman
Kelat Bahu
√
√
√
-
√
-
-
√
c. Kalung
√
-
√
-
√
-
√
√
d. Sumping
√
√
√
-
√
-
√
√
-
√
-
-
-
-
√
Baju/Kutang Antakusuma
Panah Pasupati, Busur Gandiwa, Terompet Dewadatta.
Keris Kalanadhah
Aji Ketughlindu, Aji Bayubraja, Aji Blabag Pengantolantol
Terbang, otot kawat tulang besi
Petapa yang khusyuk, Aji Palimunan (dapat menghilang ), Sepiangin, Mayabumi, Pengasih.
Kebal dari segala senjata, Wahyu Hidayat, Wahyu Cakraningrat
Membacakan mantra anti api untuk anoman, kebal terhadap api
protagonis
Protagonis tokoh sampingan
protagonis
protagonis
protagonis
b.
-
e. Praba
8.
Senjata
9.
Ajian / Kesaktian
10.
Peran tokoh
Dua keris (ladrangan dan gayaman)
Antagonis
Kuku pancanaka, Gada Rujakpala, Alugara,Kapa k Bargawa, Bargawasta
-
Pethel / Golok
Kuku Pancanaka
Berjalan secepat angin, Chiranjiwin (abadi), Moksa,Kebal terhadap api
Protagonis tokoh sampingan
Protagonis -tokoh sampingan
No
11.
Unsur rupa visual wayang
Watak
Klasifikasi Wayang Denawa
Punggawa
Sanggahan
Satria
Putran
Putren
Punakawan*
Kewanan*
Buto Cakil
Bima
Gatutkaca
Arjuna
Abimanyu
Sinta
Petruk
Anoman
kuat, berani, pendiam, tenang, dan gesit. masih memiliki emosi dan cenderung sedikit kasar dibanding satria, namun lebih halus dari tokoh punggawa
satria yang pendiam, tenang, berhatihati, sederhana, lemah gemulai, dan cerdas.
Pemuda pemberani, tenang, kalem, serta patuh
sabar, tenang, setia, hati-hati, sederhana, dan bisa bertanggung jawab
bijaksana, yakni: suka memberi petunjuk, berderma, sabar, berani, namun suka bercanda
tokoh yang suci, bertindak jujur dan utama, kuat, gesit, bergerak cepat, serta siaga melaksanakan tugas
tokoh berwujud raksasa yang suka menantang, tergesa-gesa, licik, sombong, beringas, lincah, dan gesit
pendiam, tenang, siaga, tidak gentar, tidak banyak tanya dan langsung berbuat, kuat, gagah, gesit, dewasa, tidak sombong, tetapi mudah emosi dan tidak sabar membasmi kemungkaran
Catatan: Breakdown beberapa tokoh wayang berdasarkan klasifikasi di atas bersifat pilihan. Tidak semua wujud visual perlu diadaptasi. Substansi dari paparan di atas yaitu desain karakter yang akan dibuat tetap mencerminkan identitas dan watak yang khas. Sebagai contoh: Bima dan Anoman memiliki ciri khas yakni kain poleng dan kuku pancanaka karena sama-sama keturunan Batara Bayu (saudara tunggal Bayu). Dalam hal ini, elemen visual juga boleh dikustomisasi, misalnya panah Arjuna bisa diganti dengan panah modern dalam game.
Model Skema Implementasi Wujud Visual Wayang ke dalam Desain Karakter Model wujud visual wayang berupa tabel 2 akan diadaptasi untuk proses desain karakter. Langkah awal yang perlu dilakukan yakni menentukan cerita wayang atau tokoh wayang yang akan diangkat, karena setiap tokoh menyampaikan pesan yang berbeda satu sama lain. Setelah itu, breakdown tokoh yang telah dipilih perlu dilakukan, untuk menentukan identitas dan watak yang khas dari tokoh tersebut. Hal ini merupakan aspek perlambang sebagai pedoman dalam membangun kepribadian tokoh. Bagian yang tidak boleh dilewatkan yakni transformasi dari bahasa rupa wayang (RWD) ke bahasa rupa desain karakter (NPM) untuk menyelaraskan sudut penggambaran tokoh dari satu arah. Berikutnya yakni aspek estetika desain khususnya penentuan gaya visual dan proporsi desain karakter, apakah mengadaptasi gaya Indonesia, barat, Jepang, atau gaya eksperimental lain dengan ukuran tubuh realis, semi deformasi, deformasi, atau bahkan super deformasi. Semua penjelasan tersebut akan dibuat model skema implementasi wujud visual wayang ke dalam desain karakter. Gambar 3. Model Skema Implementasi Wujud Visual Wayang ke dalam Desain Karakter
1. Desain Karakter Cakil RWD
NPM
atau
Cara Wimba (cara menggambarkan wayang)
1. Sudut pengambilan: aneka tampak a. Tampak depan: bola mata, pundak dan perut b. Tampak samping: wajah, dada, pinggul, lutut, dan betis c. Tampak atas: jari dan kuku d. Tampak bawah: telapak kaki 2. Penggambaran: stilasi dekoratif 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki 4. Arah lihat: kiri-kanan (sudut pandang dalang), sebagai tokoh antagonis 5. Gestur: tubuh anjujur (santai/bebas tapi siaga), penekanan pada gestur tubuh, ciri khas Indonesia
Hasil Desain Karakter
atau
Cara Wimba (cara menggambarkan desain karakter)
Cara Wimba (cara menggambarkan konsep desain karakter) Konsep transformasi
Hasil transformasi 1. Sudut pengambilan: satu arah, sudut wajar 2. Penggambaran: skematis 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki (cara barat cenderung fokus pada close up) 4. Arah lihat: kiri-kanan atau kanan-kiri, sudut pandang dalang (konsep protagonis-antagonis) 5. Gestur: penekanan pada ekspresi/mimik/roman muka (ciri seni barat). Dikombinasikan dengan gestur tubuh (ciri kesenian Indonesia)
1. Sudut pengambilan: satu arah tampak depan agak serong, sudut wajar 2. Penggambaran: skematis, gaya eksperimental sesuai hasil kuisioner 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki, proporsi deformed sesuai hasil kuisioner (RWD) 4. Arah lihat: kiri-kanan (sudut pandang dalang), sebagai tokoh antagonis 5. Gestur: roman muka kejam, beringas, raksasa menakutkan. Gestur tubuh memegang keris siap menyerang (NPM-RWD)
rambut gimbal muka merah mata kriyipan mulut bertaring, agak ke depan keris keris
jangkahan jinjit
2. Desain Karakter Bima Proses desain karakter Bima sama seperti proses desain karkater Cakil. Hanya saja terdapat perbedaan yakni arah lihat. Dari sudut pandang dalang, Cakil sebagai tokoh antagonis menghadap ke kanan, sedangkan Bima sebagai tokoh protagonis menghadap ke kiri. RWD
Desain Karakter
Transformasi RWD ke NPM
Cara Wimba (cara menggambarkan wayang)
Cara Wimba (cara menggambarkan desain karakter)
1. Sudut pengambilan: aneka tampak a. Tampak depan: bola mata, pundak dan perut b. Tampak samping: wajah, dada, pinggul, lutut, dan betis c. Tampak atas: jari dan kuku d. Tampak bawah: telapak kaki 2. Penggambaran: stilasi dekoratif 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki 4. Arah lihat: kanan-kiri (sudut pandang dalang), sebagai tokoh protagonis 5. Gestur: tubuh mathenteng (keras kepala, tanpa kompromi, siaga bertarung), penekanan pada gestur tubuh, ciri khas Indonesia
1. Sudut pengambilan: satu arah tampak depan agak serong, sudut wajar 2. Penggambaran: skematis, gaya eksperimental sesuai hasil kuisioner 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki, proporsi deformed sesuai hasil kuisioner (RWD) 4. Arah lihat: kanan-kiri (sudut pandang dalang), sebagai tokoh protagonis 5. Gestur: roman muka serius, tegas, menakutkan. Gestur tubuh memegang gada dan kuku pancanaka ditonjolkan siap bertarung (NPM-RWD)
gelung minangkara mata thelengan roman muka serius dan tenang badan gagah, siap berperang kuku pancanaka kain poleng
jangkahan lebar
3. Desain Karakter Gatotkaca Secara visual, desain karakter Gatotkaca memiliki beberapa kemiripan dengan Bima karena sama-sama bermata mentheleng, wajah serius, dan tubuh gagah. Perbedaanya pada beberapa atribut busana dan senjata. RWD
Desain Karakter
Transformasi RWD ke NPM
Cara Wimba (cara menggambarkan wayang) Cara Wimba (cara menggambarkan desain karakter) 1. Sudut pengambilan: aneka tampak a. Tampak depan: bola mata, pundak dan perut b. Tampak samping: wajah, dada, pinggul, lutut, dan betis c. Tampak atas: jari dan kuku d. Tampak bawah: telapak kaki 2. Penggambaran: stilasi dekoratif 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki 4. Arah lihat: kanan-kiri (sudut pandang dalang), sebagai tokoh protagonis 5. Gestur: tubuh malang kerik (sikap melawan, siap bertarung, posisi terbang), penekanan pada gestur tubuh, ciri khas Indonesia
1. Sudut pengambilan: satu arah tampak depan agak serong, sudut wajar 2. Penggambaran: skematis, gaya eksperimental sesuai hasil kuisioner 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki, proporsi deformed sesuai hasil kuisioner (RWD) 4. Arah lihat: kanan-kiri (sudut pandang dalang), sebagai tokoh protagonis 5. Gestur: roman muka serius, tegas, menakutkan. Gestur tubuh hendak menyerang dan sedang terbang (NPM-RWD)
gelung supit urang jamang (hiasan kepala) praba tali praba wajah serius mata thelengan tubuh gagah gestur malang kerik
jangkahan terbang
4. Desain Karakter Petruk Petruk mewakili punakawan yang memiliki fisik sedikit berlainan, sesuai dengan peran tokoh dagelan dalam wayang yakni sebagai hiburan. Berbeda dengan desain karakter Cakil, Bima, dan Gatotkaca, Petruk digambarkan lebih sederhana secara atribut menyesuaikan filosofi yang ada. RWD
Desain Karakter
Transformasi RWD ke NPM
Cara Wimba (cara menggambarkan wayang)
Cara Wimba (cara menggambarkan desain karakter)
1. Sudut pengambilan: aneka tampak a. Tampak depan: bola mata, pundak dan perut b. Tampak samping: wajah, dada, pinggul, lutut, dan betis c. Tampak atas: jari dan kuku d. Tampak bawah: telapak kaki 2. Penggambaran: stilasi dekoratif 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki 4. Arah lihat: kanan-kiri (sudut pandang dalang), sebagai tokoh protagonis 5. Gestur: tangan nuding (sikap menunjuk, memberi nasihat), penekanan pada gestur tubuh, ciri khas Indonesia
1. Sudut pengambilan: satu arah tampak depan agak serong, sudut wajar 2. Penggambaran: skematis, gaya eksperimental sesuai hasil kuisioner 3. Ukuran pengambilan: dari kepala hingga kaki, proporsi deformed sesuai hasil kuisioner (RWD) 4. Arah lihat: kanan-kiri (sudut pandang dalang), sebagai tokoh protagonis 5. Gestur: roman muka santai, kurang serius, suka bercanda. Gestur tubuh hendak menuding, siap memberi petunjuk (NPMRWD)
rambut kucir muka bercanda mata juling hidung sangat panjang mulut prengesan tangan menuding kantong golok / pethel
wayang. Penelitian ini lebih menekankan pada
Penutup Upaya revitalisasi kesenian wayang
proses adaptasi tokoh wayang ke dalam desain
kulit ke dalam karya DKV merupakan
karakter, sehingga fokus pada tahapan mulai
langkah awal mempertahankan kebudayaan
dari
nasional. Adaptasi tokoh pewayangan ke
diadaptasi, breakdown elemen visual tokoh
dalam
DKV
yang diadaptasi, transformasi bentuk dari
dan
bahasa rupa wayang RWD ke bahasa rupa
berbagai
ragam
memberikan
tambahan
pengalaman
bagi
karya wawasan
perancang
maupun
desain
pemilihan
karakter
cerita/tokoh
wayang
yang
NPM,
akan
yang
pelajar/mahasiswa. Hal ini menunjukkan
dilanjutkan dengan evaluasi. Breakdown
bahwa wayang kulit purwa dengan segala
wujud
keunikannya
dengan
menemukan identitas dan watak khas dari
perkembangan ilmu desain dan teknologi,
tokoh wayang. Transformasi RWD ke NPM
yang tidak membatasi para peneliti untuk
gaya visual dan proporsi yang akan diterapkan
mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan latar
dalam desain karakter. Sehingga karya yang
belakang keilmuan masing-masing.
dihasilkan tidak hanya memiliki nilai estetika,
bisa
berkolaborasi
Perancangan model wujud visual tokoh
pewayangan
dalam
pembentukan
visual
wayang
dilakukan
guna
tetapi juga menyampaikan pesan sesuai dengan tokoh yang diangkat.
identitas dan watak tokoh sebagai acuan desain karakter dalam karya DKV merupakan
Daftar Pustaka
langkah kecil untuk mengajak mahasiswa
Adi, F.N. (2014). Wayang dan Simbol
DKV dalam revitalisasi wayang kulit. Dengan
Keluhuran Moyang. (Suara Merdeka)
hasil berupa model atau framework, penelitian
Retrieved February 06, 2015, from
ini diharapkan mampu menggugah semangat
http://berita.suaramerdeka.com/wayan
mahasiswa dalam berkarya dengan tema
g-dan-simbol-keluhuran-moyangbagian-kedua/ Aulan,
B.
M.
Kepala Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa
(2013).
Perancangan
Ensiklopedia Digital Interaktif Tokoh
Indonesia.
DEPDIKNAS:
Jakarta. Kuning, B. (2011). Atlas Tokoh-Tokoh
Wayang Kulit Cirebon Pada Mobile
Wayang
Device. Tesis, Bandung: ITB
Silsilahnya. Yogyakarta: Narasi.
Bastomi,
S.
(1995).
Gemar
Wayang.
Semarang: Dahara Press. Darmoko.
(2004).
Pertunjukan
Seni
dalam Tinjauan
Riwayat
Sampai
Murtiyoso, B, dkk. (2004). Pertumbuhan dan Perkembangan
Gerak
Wayang
dari
Seni
Pertunjukan
Wayang. Surakarta: Citra Etnika. Pramana, M. et.al. (2007). Unsur Tasawuf
Estetika. Jurnal Sosial Humaniora,
dalam
Vol 8[2], p 83-89. Depok: UI.
Cirebon dan Surakarta. Jurnal Wimba,
Haryadi, T, et.al. (2013). Implementasi Teknik
Vol 1D[2], p 181-195. Bandung: ITB.
Sabetan Melalui Kinect (Studi Kasus
Pramana, M. I. (2007). Unsur Tasawuf dalam
Pengenalan Gerak Wayang Kulit
Perupaan Wayang Kulit Cirebon dan
Tokoh Pandawa). Jurnal TechnoCOM,
Surakarta. Tesis, Bandung: ITB.
Vol 12[1], p 51-64. Universtias Dian Nuswantoro: Semarang.
Perupaan
Wayang
Kulit
Purwadi. (2008). Seni Pedhalangan Wayang Purwa. Yokyakarta: Panji Pustaka.
Haryadi, T. (2013). Implementasi Teknik
Soekatno. (1992). Mengenal Wayang Kulit
Sabetan Melalui Kinect (Studi Kasus
Purwa: Klasifikasi, Jenis dan Sejarah.
Pengenalan Gerak Wayang Kulit
Semarang: Aneka Ilmu.
Tokoh Pandawa). Tesis, Bandung: ITB
Kulit Purwa Jawa. Jurnal Mudra, Vol
Haryanto, S. (1991). Seni Kriya Wayang Kulit: Seni Rupa, Sunggingan dan Tatahan. Jakarta: Grafiti.
Berdasar
26[1], p 1-16. Surakarta: ISI. Susetya, W. (2007). Dhalang, Wayang dan Gamelan. Yogyakarta: Narasi.
Ismurdyahwati, dkk. (2007). Kajian Bahasa Rupa
Soetarno. (2010). Gaya Pedalangan Wayang
Rekaman
Video
Tabrani, P. (2005). Bahasa Rupa. Bandung: Kelir
Pergelaran Wayang Kulit Purwa
Tjandra, M. (2012). Perancangan Permainan
dalam Lakon ‘Parta Krama’. Jurnal
Digital Kisah Dewa Ruci Sebagai
Wimba,
Media Pengenalan Wayang Bagi
Vol
Bandung: ITB.
1D[3], p
364-390.
Remaja. Tesis, Bandung: ITB