PERANCANGAN BUKU VISUAL SEBAGAI MEDIA INFORMASI TENTANG MUSEUM DI SURABAYA
Sadewa ragil putra Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Telp./Fax (031) 5931147
Abstrak Di
penghujung
tahun
2009,
Kementrian
Kebudayaan
dan
Pariwisata
(Kemenbudpar) melepas sebuah program baru, sebuah program yang terkait langsung dengan pariwisata pusaka budaya yaitu Tahun Kunjung Museum (TKM) 2010,karena selama ini hampir semua program Kementrian Budaya dan Pariwisata lebih berat ke urusan pariwisata alam. Program yang dibarengi dengan mereposisi museum tersebut diharapkan menambah gairah masyarakat berkunjung ke museum sehingga museum menjadi lebih semarak dan hidup dalam pengelolaannya.Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan momentum awal memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang dilaksanakan selama 5 tahun (2010-2014). Di kota besar seperti Surabaya, diakui atau tidak keberadaan benda – benda cagar budaya seringkali rawan berubah, bahkan rawan tergusur karena kurangnya kesadaran masyarakat, intervensi kekuatan komersial maupun kurangnya dukungan dana serta ketidak konsistenan sikap pemerintah kota dalam melindungi benda – benda cagar budaya yang dimiliki. Sebagai kota metropolitan yang berkembang pesat, Surabaya dalam 5 – 10 tahun terakhir bukan saja tampil makin gemerlap dan modern, tetapi juga makin seragam : seolah – olah tidak ada lagi kekhasan dan akar sejarah kota yang tersisa pelan, namun pasti benda – benda cagar budaya yang semestinya dilindungi mulai tergusur dan kawasan yang seharusnya dipertahankan peruntukkannya sebagai kawasan budaya, itu pun tak lagi steril dari pengaruh kekuatan komersial. Untuk memperkenalkan sebuah budaya, Buku merupakan media yang sangat tepat. Buku memiliki karakter bersifat abadi dan tidak termakan zaman, salah satu manfaat dari buku adalah dapat menceritakan pada kita tentang masa lalu. Buku juga dapat mengajarkan penemuan-penemuan yang dilakukan oleh ahli di masa lampau. Buku
informasi adalah buku dengan topik tertentu sebagai sebuah peristiwa penting seperti sejarah ataupun suatu budaya yang valuable untuk diketahui oleh masyarakat dan juga difungsikan sebagai buku untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang Bangunan Cagar Budaya, media yang digunakan adalah Buku. Perancangan buku ini ditujukan kepada masyarakat umum, yang mana melalui perancangan buku tersebut berusaha ditanamkan nilai-nilai yang dapat membantu audiens mengenal sejarah kota Surabaya sebagai kota pahlawan dan elemen-elemen yang membangunnya. Elemen-elemen yang dimaksud di sini adalah museum-museum yang memiliki kaitan sejarah dengan kota Surabaya. Diharapkan, melalui cara tersebut akan timbul sense of belong di dalam diri audiens terhadap museum, serta wawasan tentang sejarah akan bertambah dan kesadaran bersejarah mereka akan berkembang sehingga mereka tidak hidup sebagai generasi anomali sejarah. Dan dengan adanya buku yang memuat tentang museum-museum bersejarah, kemungkinan masyarakat akan menjadi tahu untuk sedikit demi sedikit bergerak ikut melestarikan salah satu bentuk cagar budaya Surabaya. Kata Kunci : Museum dan Buku sebagai media informasi.
Abstract At the end of 2009, the Ministry of Culture and Tourism released a new program that is directly related to tourism cultural heritage. It is Tahun Kunjung Museum (TKM) 2010. As we know, almost all the programs the Ministry of Culture and Tourism is harder to tourism affairs nature. The program that is accompanied by repositioning of the museum is expected to add excitement to the museum, so that people visit to the museum become more vibrant and alive in its management. Tahun Kunjung Museum (TKM) 2010 is the momentum of the early launch of Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) carried out for 5 years (2010-2014). In big cities such as Surabaya, the existence of objects - objects of cultural heritage are often prone to change, even vulnerable displaced because of the lack of public awareness, intervention and lack of commercial strength and consistency of
government financial support in protecting objects - objects of cultural heritage assets. As a rapidly growing metropolitan city, Surabaya in 50-10 years, not only appear more glamorous and modern, but also more uniform: as - though no more specifics and historical roots of the left slowly, but surely objects - objects of cultural heritage which should be protected from eviction and area allocation should be maintained as a cultural area, it was no longer sterile from the influence of commercial forces. To introduce a culture, Book is the perfect medium. The book has a timeless character and inedible era; one of the benefits of the book is that it can tell us about the past. Books can also teach the discoveries made by experts in the past. The book is a book with information on a particular topic as an important event such as history or a culture that is Valuable to be known by the public and also functioned as a book to be saved in the long term. Therefore, to introduce to the public on Heritage Building, the media used is a book. The design of this book is addressed to the general public, in which the values of it can help the audience to know the history of Surabaya city as a city of heroes and the elements that build it. Elements that referred here are museums that have a history with Surabaya. Hopefully, through this way, the audience will have a sense of belong to the museums, the historical awareness will increase, and they will grow as a generation of historical anomaly. And with the book that contains the historic museums, people will gradually move to preserve one of the cultural heritages of Surabaya. Keywords: Museums and the book as a medium of information.
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam memperingati 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional,pada tahun 2008 Indonesia mencanangkan program Visit Indonesia Year.Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah wisatawan dengan cara menjual semua aspek wisata yang ada di Indonesia. Karena program tersebut berhasil meningkatkan jumlah wisatawan sebesar 6,43 juta orang dari tahun 2007 yang berjumlah 5,5 juta orang,maka program Visit Indonesia Year dilanjutkan ke tahun 2009 1 ,namun dengan tema/aspek wisata yang lebih
1
Badan Pusat Statistik Nasional
spesifik yaitu, Marine Tourism & Mice. Di tahun ini pun terjadi keberhasilan yaitu dengan tumbuhnya sektor pariwisata Indonesia sebanyak 1,38% dari tahun sebelumnya 2 . Di penghujung tahun 2009, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) melepas sebuah program baru, sebuah program yang terkait langsung dengan pariwisata pusaka budaya yaitu Tahun Kunjung Museum (TKM) 2010,karena selama ini hampir semua program Kementrian Budaya dan Pariwisata lebih berat ke urusan pariwisata alam. Program yang dibarengi dengan mereposisi museum tersebut diharapkan menambah gairah masyarakat berkunjung ke museum sehingga museum menjadi lebih semarak dan hidup dalam pengelolaannya. Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar budaya atau jati dirinya, maka museum dapat memberi inspirasi tentang hal-hal penting dari masa lalu yang harus diketahui untuk menuju ke masa depan. Oleh karena itu, untuk menempatkan museum pada posisi sebenarnya yang strategis, diperlukan gerakan bersama untuk penguatan, pemahaman, apresiasi dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada semua tataran komponen masyarakat bangsa Indonesia, baik dalam skala lokal, regional maupun nasional. Gerakan bersama tersebut dinamakan Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM). Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan momentum awal memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang dilaksanakan selama 5 tahun (2010-2014). Salah satu kegiatan dalam program GNCM adalah revitalisasi museum untuk mewujudkan museum Indonesia yang dinamis dan berdaya guna sesuai dengan standar ideal pengelolaan dan pemanfaatan museum. Dengan program GNCM, tahun 2014 akan terwujud museum Indonesia yang menarik dan informatif serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Surabaya sendiri memiliki banyak sekali museum yang tersebar di berbagai lokasi. Namun hanya 7 saja yang masuk data Dinas Pariwisata sebagai museum yang memenuhi persyaratan 3 . Dari 7 museum tersebut yang masuk data Dinas Pariwisata Surabaya dan memenuhi syarat tersebut adalah 4 : 1. Museum House of Sampoerna, 2. Museum Kesehatan dr Adhyatma, 3. Museum Nahdlatul Ulama, 4. Museum Kajian Etnografi Unair, 5. Museum Rudi Isbandi, 6. Museum TNI-AL Loka Jaya Srana, 7. Museum 10 November
2
antaranews.com Direktorat Permuseuman, Kecil Tetapi Indah: Pedoman Pendirian Museum. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Ditjenbud, Depdikbud. 1999/2000 4 Dinas Kebudayaan & Pariwisata Surabaya 3
Tapi, kenyataannya, Jumlah kunjungan ke museum tidaklah semenarik minat dan keinginan berkunjung ke tempat-tempat wisata bernuansa modern seperti mal atau pusat hiburan. Dari segi jumlah kunjungan, dalam rentang beberapa tahun terakhir, jumlah kunjungan masyarakat Indonesia secara general ke museum tampak terus mengalami penurunan 5 .
Masalah Masyarakat Surabaya menganggap perlu adanya upaya pelestarian museum, mereka menganggap bahwa buku merupakan media yang paling sesuai untuk hal tersebut. Buku visual merupakan pilihan media yang cocok untuk merangkum kesenian wayang suket. Buku memiliki berbagai kelebihan dibanding dengan media-media informasi lainnya. Keberadaan buku dan internet tetap saling melengkapi. Artinya keberadaan dua-duanya saling melengkapi karena masing-masing punya kelebihan dan sisi kekurangannya sendiri . Namun ada beberapa hal yang membuat buku memiliki nilai “lebih” dibandingkan televisi, radio, atau internet.6 Diantaranya adalah : 1. Buku Selalu Up To Date. Buku selalu menyimpan informasi akurat, meskipun sudah berumur ratusan tahun. Bahkan semakin tua tulisan sebuah buku, buku adalah benda yang semakin dicari untuk mengetahui data peradaban yang ada ketika itu. 2. Buku Selalu Kaya Imajinasi Buku membuat pembaca menjadi orang yang kaya dengan imajinasi dan otomatis akan merangsang kita untuk mengembangkan ide-ide kreatif. 3. Buku Memiliki Bahasan Yang Lengkap Di dalam buku, kita bisa mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang sebuah topik. Jika menonton televisi atau browsing di internet, topik yang ditampilkan seringkali masih ada di kupasan luar, tidak mendalam, dan diambil hanya dari satu sudut pandang saja. Dari sini maka buku dikatakan sebagai jendela dunia. 4. Buku Mudah Dibawa. Buku dapat dibawa kemana saja, dibaca dimana saja, dan dapat dibaca berulang-ulang. 5. Membaca Buku Lebih Santai.
5
Sumber: Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Depbudpar 2009
Duduk di depan monitor untuk membaca sesuatu di website dalam waktu yang lama seringkali membuat orang merasa tersiksa. Jika melihat televisi, kita harus tetap berada di depan televisi dan tidak bisa ditinggal. Maka kesimpulannya adalah, meskipun internet dan televisi memiliki keuntungan dan kelebihan yang banyak, internet dan televisi tetap tidak akan dapat menggantikan buku.
Batasan Masalah 1. 2.
Objek perancangan visual ini memberikan informasi secara deskriptif mengenai 7 museum di Surabaya. Informasi yang diangkat mengenai lokasi, sejarah, sebagian koleksi dan suasana museum tersebut.
Metode Penelitian 1. Data Primer : 2. Observasi langsung Observasi merupakan pengamatan langsung pada Padepokan Akar Rumput, dan buku visual lain sebagai acuan dan pembanding. - Depth Interview - Kuisioner Kuisioner berupa sejumlah pertanyaan yang disebarkan pada 50 orang responden yang mewakili target audience untuk Buku Visual Museum. 2. Data Sekunder : - Data dari berbagai perpustakaan - Data dari internet berupa artikel atau berita - Data dari surat kabar
Sumber Data - Literatur dari buku, artikel, maupun internet yang mencakup semua hal tentang museum serta kajian teori yang mendukung judul penelitian ini. - Observasi, wawancara, dan kuisioner adalah sumber data yang bersifat mencari data dari konsumen baik mengenai persepsi serta respon mereka terhadap museum.
Pembahasan
Di
penghujung
tahun
2009,
Kementrian
Kebudayaan
dan
Pariwisata
(Kemenbudpar) melepas sebuah program baru, sebuah program yang terkait langsung dengan pariwisata pusaka budaya yaitu Tahun Kunjung Museum (TKM) 2010,karena selama ini hampir semua program Kementrian Budaya dan Pariwisata lebih berat ke urusan pariwisata alam. Program yang dibarengi dengan mereposisi museum tersebut diharapkan menambah gairah masyarakat berkunjung ke museum sehingga museum menjadi lebih semarak dan hidup dalam pengelolaannya.Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan momentum awal memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang dilaksanakan selama 5 tahun (2010-2014). Di kota besar seperti Surabaya, diakui atau tidak keberadaan benda – benda cagar budaya seringkali rawan berubah, bahkan rawan tergusur karena kurangnya kesadaran masyarakat, intervensi kekuatan komersial maupun kurangnya dukungan dana serta ketidak konsistenan sikap pemerintah kota dalam melindungi benda – benda cagar budaya yang dimiliki. Sebagai kota metropolitan yang berkembang pesat, Surabaya dalam 5 – 10 tahun terakhir bukan saja tampil makin gemerlap dan modern, tetapi juga makin seragam : seolah – olah tidak ada lagi kekhasan dan akar sejarah kota yang tersisa pelan, namun pasti benda – benda cagar budaya yang semestinya dilindungi mulai tergusur dan kawasan yang seharusnya dipertahankan peruntukkannya sebagai kawasan budaya, itu pun tak lagi steril dari pengaruh kekuatan komersial. Untuk memperkenalkan sebuah budaya, Buku merupakan media yang sangat tepat. Buku memiliki karakter bersifat abadi dan tidak termakan zaman, salah satu manfaat dari buku adalah dapat menceritakan pada kita tentang masa lalu. Buku juga dapat mengajarkan penemuan-penemuan yang dilakukan oleh ahli di masa lampau. Buku informasi adalah buku dengan topik tertentu sebagai sebuah peristiwa penting seperti sejarah ataupun suatu budaya yang valuable untuk diketahui oleh masyarakat dan juga difungsikan sebagai buku untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang Bangunan Cagar Budaya, media yang digunakan adalah Buku. Perancangan buku ini ditujukan kepada masyarakat umum, yang mana melalui perancangan buku tersebut berusaha ditanamkan nilai-nilai yang dapat membantu audiens mengenal sejarah kota Surabaya sebagai kota pahlawan dan elemenelemen yang membangunnya. Elemen-elemen yang dimaksud di sini adalah museummuseum yang memiliki kaitan sejarah dengan kota Surabaya. Diharapkan, melalui cara tersebut akan timbul sense of belong di dalam diri audiens terhadap museum, serta wawasan tentang sejarah akan bertambah dan kesadaran bersejarah mereka akan berkembang sehingga mereka tidak hidup sebagai generasi anomali sejarah. Dan dengan adanya buku yang memuat tentang museum-museum bersejarah, kemungkinan
masyarakat akan menjadi tahu untuk sedikit demi sedikit bergerak ikut melestarikan salah satu bentuk cagar budaya Surabaya.
Hasil Font judul
AaBbCcDdEeFfGgHhIi JjKkLlMmNnOoPpQqR rSsTtUuVvWwXxYyZz 1234567890 Body text
Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Hh Ii Jj Kk Ll Mm Nn Oo Pp Qq Rr Ss Tt Uu Vv Ww Xx Yy Zz 1234567890 Pembabagan
Layout grid Menggunakan 2 grid
Desain cover
Daftar isi
Isi buku Museum 10 November
Gambar 5.16 Layout dan Isi Buku Museum 10 November
Museum Kesehatan
Gambar 5.17 Layout dan Isi Buku Museum Kesehatan
1.1.1.1 Museum Kajian Etnografi
Gambar 5.18 Layout dan Isi Buku Museum Kajian Etnografi
1.1.1.2 Museum Nahdlatul Ulama
Gambar 5.19 Layout dan Isi Buku Museum NU
1.1.1.3 Museum Rudi Isbandi
Gambar 5.20 Layout dan Isi Buku Museum Rudi Isbandi
1.1.1.4 Museum TNI AL
Gambar 5.21 Layout dan Isi Buku Museum TNI AL
1.1.1.5 House Of Sampoerna
Gambar 5.22 Layout dan Isi Buku House of Sampoerna
Pembatas Buku
Untuk alternatif output desain menyertakan pembatas buku sebagai media tambahan dari buku visual ini.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dalam merancang sebuah promosi atau perkenalan sebuah obyek atau mengenai produk tertentu, pemahaman perancang akan obyek promosi serta pemahaman desainer akan obyek desain sangat penting. Hal ini mengingat seorang desainer harus mampu menyampaikan pesan secara tepat yang juga disertai strategi yang optimal untuk menyasar target audien dengan efektif. Dalam perancangan ini, penulis mempelajari pemahaman –pemahaman yang harus dimiliki dalam merancang sebuah proses tersebut. Dalam hal ini, penulis masih belajar memahami pemahaman-pemahaman yang diperlukan dalam merancang sebuah prosestersebut. Pertama, pemahaman yang dimaksud dalam hal ini adalah pemahaman mengenai atribut objek desain yang bertemakan budaya dan sejarah suatu obyek dalam suatu wilayah, sehingga kita dapat mengetahui apa yang akan disampaikan dalam obyek yang kita bahas kepada audiens. Karena jika, tidak maka akan menyebabkan miss komunikasi, sehingga apa yang ingin kita sampaikan tidak maksimal. Dalam hal ini objek desain tersebut adalah museum di Surabaya.
Ada tujuh museum di Surabaya yang sering dikunjungi masyarakat, yakni : Museum 10 November di Tugu Pahlawan, Museum Nahdlatul Ulama (NU), Museum TNI-AL Loka Jaya Srana,
Museum House of Sampoerna, Museum Kesehatan dr Adhyatma MPH, Museum Kajian Etnografi Unair dan Museum Rudi Isbandi.
Sayang, eksistensi museum-museum di Surabaya selama ini masih terpinggirkan. Mereka terkesan tidak punya daya pikat agar dikunjungi banyak warga. Bahkan ketika penulis mencoba memberikan angket tentang museum di Surabaya kepada audiens, sebagian besar dari mereka hanya tahu sedikit tentang museum yang pernah mereka ingat. Padahal jumlah tujuh museum tersebut hanya yang terdata di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya saja, sedangkan nyatanya, masih banyak museum di Surabaya yang memiliki koleksi bernilai historis. Selanjutnya adalah bagaimana cara kita untuk menyampaikan pesan yang ingin kita sampaikan dengan efektif kepada audiens melalui banyak media yang tersedia, salah satunya buku. Sesuai dengan latar belakang dan tujuan penulis membuat buku visual museum di Surabaya ini sebagai media informasi tentang adanya Museum-museum yang menarik di Surabaya .Penulis mendapat banyak pemahaman-pemahaman baru yang bermanfaat mengenai target audiens dan komunikasi. Dengan adanya hal tersebut pula, komunikator dapat lebih mudah dalam menentukan pembentukan visual yang cocok atau sesuai dengan khalayak sasaran. Dan yang terakhir adalah eksekusi dari desain yang nantinya akan diaplikasikan ke dalam media yang digunakan.
Saran Kadang kita tidak menyadari media-media apa saja yang sebenarnya cuku menarik dalam sebuah promosi suatu instansi atau suatu produk tertentu. Gaya visual juga mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menarik minat konsumen. Dari hal-hal seperti inilah suatu strategi dapat digali untuk memperluas wacana bagi sebuah promosi tersebut. Seperti halnya mempertahankan sesuatu yang telah ada memang bukan sesuatu yang gampang. Apalagi itu adalah sebuah benda atau bangunan yang bernilai. Banyak sekali tantangan dan hambatan yang menjerat di saat kaki-kaki ini berusaha untuk melangkah. Beberapa permasalahan klasik kerap muncul dalam usaha mengenalkan bangunan tersebut.
Upaya pengenalan bangunan bersejarah seperti museum, punya tantangan tersendiri. Namun, yang namanya bangunan bersejarah seperti museum sesungguhnya bukan saja harus dilindungu, tetapi juga harus bias dijamin kelestariannya. Menjaga eksistensi warisan budaya agar tidak musnah digerus perubahan. Tidak sedikit museum yang terlantar dan bahkan yang ironis satu persatu nilai koleksi mulai hilang. Digantikan bangunan komersial baru yang modern dan megah. Dan tidak sedikit benda dan bangunan bersejarah seperti museum dan sejarahnya hanya tinggal kenangan. Padahal sebenarnya museum memiliki kekuatan untuk dijadikan sebagai salah satu obyek wisata. Potensi wisata dapat dijadikan sebuah sumber pendapatan yang sangat besar bagi sebuah daerah yang memilikinya, jika dapat diolah secara maksimal. Banyak peluang yang akan masuk jika sebuah daerah tersebut sudah terkenal akan potensi wisatanya. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi semua daerah untuk dapat memajukan potensi wisata, dengan tetap memelihara dan melestarikan kebudayaan lokal dan peninggalan sejarah, suatu daerah akan memiliki sebuah keunikan tersendiri. Sebuah buku yang dapat dilihat dari kualitas buku, gambar dan isinya serta pesan yang disampaikan dengan komunikasi yang tepat. Menjawab dari kekurangan dari aspekaspek yang telah di sebutkan di atas, maka Buku visual museum di Surabaya ini haruslah dapat menampilkan karakter dan keunikan dari masing-masing obyek wisata. Keberhasilan sebuah buku pada akhirnya tidak bergantung pada satu aspek saja. Banyak faktor yang saling berkaitan, seperti bagaimana nantinya buku ini sampai ke audien. Strategi penempatan media memungkinkan buku ini terbagi menjadi beberapa media turunan sesuai dengan penempatannya.
DAFTAR RUJUKAN Dimyati, Edi. 2010. 47 Museum Jakarta. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka. Sampoerna Foundation. 2007. The Sampoerna Legacy. Surabaya : House of Sampoerna. Departemen Kesehatan RI. 2004. Selayang Pandang Perjalanan Kesehatan Nasional. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. W. Iyan B. 2004. Anatomi Buku. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka. Rustan, Suriyanto. 2008. Layout dan penerapannya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.
Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka. Kasali, Rheinald. 1998. Membidik pasar Indonesia: Segmenting, Targeting, dan Positioning. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Direktorat Permuseuman. 2010. Kecil Tetapi Indah: Pedoman Pendirian Museum. Jakarta : Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Ditjenbud, Depdikbud. Eiseman, Leatrice. 2000. Pantone-Guide to Communicating with Color. Grafix Press, Ltd. Dewa Gde, S. 2010. “Surabaya, Megamuseum Kepahlawan”. Jawa Pos : Metropolis (Surabaya), 10 Februari.