JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Perancangan Antena Mikrostrip PIF-A pada Frekuensi CDMA 800 MHz dan 1900 MHz Untuk Sistem Ambient Electromagnetic Harvesting M Ardista Abriansyah(1), Wirawan(2) dan Eko Setijadi(3) Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected](1)
[email protected](2)
[email protected](3) Abstrak—Radiasi gelombang elektromagnetik bebas di alam ini terdapat banyak sekali yang belum dipergunakan untuk kepentingan lebih lanjut, salah satunya adalah radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari frekuensi CDMA. Pada penelitian dirancang sistem yang dikenal dengan ambient electromagnetic harvesting yang dapat digunakan untuk mencatu daya pada perangkat berdaya rendah dengan menggunakan gelombang elektromagnetik bebas dari frekuensi CDMA sebagai sumber energi. Sistem ini terdiri dari perangkat power harvester dan antena penerima mikrostrip PIFA yang dalam perancangannya dibantu menggunakan software CST Studio Suite 2011. Dari pengukuran antena mikrostrip PIFA didapatkan hasil parameter VSWR antena sebesar 1.4 pada frekuensi 870 MHz dan 1.746 pada frekuensi 1986 MHz dengan Gain antena 2.77 dBi. Sedangkan dari hasil pengujian sistem ambient electromagnetic harvesting mampu mengambil tegangan rata-rata 1.3 Volt. Kata Kunci—Antena Mikrostrip, Harvester, Wireless Power Transfer
P
PIFA,
CDMA,
Power
I. PENDAHULUAN
eningkatan kebutuhan akan telekomunikasi membuat para pelaku bisnis dunia telekomunikasi melakukan investasi yang tidak kecil. Para operator telekomunikasi, khususnya operator CDMA membangun ribuan BTS yang tersebar hampir di berbagai daerah. Banyaknya jumlah BTS tersebut membuat masyarakat dapat menikmati layanan telekomunikasi yang disediakan oleh operator telekomunikasi CDMA dengan coverage area yang cukup luas. Namun pada kenyataannya, kegunaan BTS seharusnya tidak hanya sebagai untuk pemancar sinyal telekomunikasi saja, tetapi gelombang elektromagnetik bebas yang dipancarkan oleh BTS selama 24 jam penuh juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan secara kontinyu. Dengan penggunaan power yang lebih kecil dan area cakupan yang lebih luas dari GSM, gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh BTS CDMA diharapkan dapat menghasilkan energi yang lebih kontinyu untuk dipanen di banyak wilayah. Sistem bernama ambient electromagnetic harvesting adalah suatu sistem yang digunakan untuk menangkap sumber elektromagnetik bebas yang ada di alam (gelombang transmisi CDMA) untuk kemudian diolah dan dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan untuk mengatasi permasalahan kelangkaan sumber energi yang akan kita alami beberapa tahun ke depan [1].
Maka dari itu penulis mengusulkan sebuah sistem transfer energi nirkabel dengan memanfaatkan gelombang transmisi CDMA sebagai sumber energi potensial yang dapat mensuplai energi kepada beban. Salah satu pemanfaatan transfer energi nirkabel ini misalnya digunakan dalam pengisian baterai. Suplai energi diharapkan mampu menghidupi baterai secara kontinyu dan tidak memerlukan sumber energi tambahan lagi. II. POWER HARVESTER A. Low Power Energy Harvesting Pengertian dari energy harvesting merupakan suatu proses dimana energi dari berbagai macam sumber yang ada ditangkap dan dipanen. Sistem energy harvesting ini dapat diaplikasikan untuk catu daya bagi perangkat berkebutuhan daya rendah. Dalam aplikasinya, sistem energy harvesting dapat digunakan untuk menyuplai perangkat berkebutuhan daya rendah secara kontinyu dikarenakan terdapat banyak sekali sumber energi yang tersedia untuk dipanen. Sumber tersebut contohnya dapat berupa panel surya, photovoltaic, piezoelectric, turbin angin, dan gelombang elektromagnetik. Namun sumber energi yang paling potensial untuk dapat dipanen adalah sumber energi yang berasal dari getaran serta perbedaan temperatur dan intensistas cahaya [2]. Potensi pemanenan energi dari kedua sumber tersebut lebih besar dari gelombang elektromagnetik. B. RF Power Harvester IN
OUT V
V
Gambar. 1. Skema voltage doubler [1]
Power Harvester (PH) digunakan untuk mengubah gelombang elektromagnetik menjadi tegangan DC sekaligus menguatkannya. Pada prinsipnya PH memiliki kesamaan dengan rectifier modifikasi, namun pada PH terdapat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 konfigurasi dioda dan kapasitor yang menyerupai rangkaian voltage doubler [1]. Gambar 1 merupakan rangkaian dasar dari perangkat PH. Rangkaian ini dapat meningkatkan tegangan dua kali dari tegangan masukan dengan menggunakan dioda schottchy dan kapasitor 4.7 nF. C. Implementasi Rangkaian Power Harvester Bagian ini merupakan perangkat pemanen daya pada gelombang elektromagnetik bebas di udara yang kemudian untuk diubah ke dalam tegangan searah. PH ini merupakan rangkaian penyearah penuh yang terdiri dari dioda dan kapasitor. Dioda yang digunakan adalah jenis dioda schottky BAT-60A sedangkan untuk kapasitor digunakan nilai 4.7 nF.
Gambar. 2. Hasil fabrikasi power harvester
Pada penelitian ini, penguatan yang digunakan adalah sebesar lima tingkat penguatan. Skema pengukuran power harvester seperti dijelaskan pada gambar berikut :
BTS
2 A. Frekuensi Resonansi Frekuensi resonansi dari antena PIFA pada umumnya ditentukan oleh dua faktor utama yaitu, dimensi shorting element dan dimensi planar element yang berupa patch dan ground plane. Dua faktor ini tidak hanya mempengaruhi frekuensi radiasi dari antena, tetapi juga mempengaruhi performa dari antena. Faktor-faktor tersebut membuat antena menjadi sensitif terhadap perubahan keduanya. Selain itu ada juga faktor yang mempengaruhi performa antena PIFA serta dapat memberikan hasil yang berbeda pada simulasi, yaitu posisi dari probe feed. Impedansi dari antena PIFA dipengaruhi oleh jarak antara probe feed dan shorting wall. Semakin dekat letak probe feed dengan shorting wall maka impedansi akan menurun. Impedansi dapat ditingkatkan dengan meletakkan probe feed menjauhi shorting wall. Dengan adanya parameter ini, antena PIFA dapat mengatur impedansinya sendiri tanpa harus menambahkan rangkaian impedansi tambahan [3]. B. Dimensi Antena Dalam penentuan dimensi antena PIFA, perhitungan yang digunakan tidak sama dengan perhitungan dimensi antena mikrostrip pada umumnya. Pada antena PIFA perhitungannya menggunakan nilai λ/4 dari frekuensi kerja antena [3,4,5]. Frekuensi kerja antena mikrostrip PIFA dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut :
L W
Antena
Power Harvester
ADC
Gambar. 3. Skema pengukuran power harvester.
Pada pengukuran tegangan keluaran dari PH, digunakan Arduino minimum sistem downloader sebagai analog to digital converter. Dengan digunakannya downloader maka tegangan yang didapat oleh PH dapat tercatat secara langsung oleh komputer. III. ANTENA MIKROSTRIP PIFA Antena mikrostrip PIFA adalah antena yang terdiri atas sebuah ground plane, patch, probe feed dan shorting element. Shorting element berbahan konduktor tersebut dapat berupa kabel ataupun shorting wall yang menghubungkan antara patch dengan ground plane. Penambahan shorting element pada antena dimaksudkan untuk mendapatkan nilai impedansi input yang baik pada pengukuran dengan kondisi ukuran patch kurang dari λ/4 tanpa perlu penambahan rangkaian matching tambahan. Penyesuaian jarak antara probe feed dengan shorting element merupakan cara untuk mendapatkan impedansi yang baik [3]. Pada penelitian ini digunakan metode air gap sebagai pengganti substrat FR-04 yang sudah umum digunakan.
4
(1)
Dengan : L = Panjang dari patch antena W = Lebar dari patch antena Dimana λ adalah panjang gelombang dari frekuensi kerja antena PIFA. Nilai dari λ dapat dicari menggunakan rumus :
Dengan : c
c fc
(2)
= Kecepatan rambat cahaya (m/s)
f c = Frekuensi kerja (Hz)
C. Simulasi Antena Mikrostrip PIFA Dual Band Pada Frekuensi 800 MHz dan 1900 MHz Penelitian ini diawali dengan menentukan spesifikasi rancang bangun antena mikrostrip PIFA dual band. Simulasi awal dilakukan untuk antena mikrostrip PIFA single band 800 MHz berdasarkan perhitungan dimensi antena yang telah dilakukan. Setelah melakukan simulasi dengan optimal untuk frekuensi kerja 800 MHz, maka proses simulasi dilanjutkan untuk frekuensi kerja dual band. Skenario yang dilakukan untuk mendapatkan frekuensi kerja dual band dalam satu antena adalah dengan cara menambahkan sebuah slot pada patch antena frekuensi 800 MHz [6,7]. Teknik ini secara umum diilustrasikan seperti memasukkan sebuah patch antena frekuensi tinggi pada patch antena frekuensi rendah.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Tabel 1 merupakan hasil spesifikasi geometri antena mikrostrip PIFA dual band dari software CST Studio Suite 2011. Tabel 1. Hasil spesifikasi geometri antena mikrostrip PIFA dual band frekuensi 800 MHz dan 1900 MHz dari software CST Studio Suite 2011 Parameter
Dimensi (mm)
Patch width 800 MHz (W1) Patch length 800 MHz (L1) Patch width 1900 MHz (W2) Patch length 1900 MHz (L2) Slot width (Ls) Air Gap thickness (h) Shorting wall width (WS) Ground width (Wg) Ground length (Lg)
34 58 9.5 28 3.5 10 11 50 104
Ukuran geometri slot yang ditambahkan berdasarkan penghitungan frekuensi resonansi antena mikrostrip PIFA pada frekuensi 1900 MHz yang telah dilakukan. Bentuk geometri antena mikrostrip PIFA dual band untuk simulasi disajikan pada Gambar 4.
(a)
3 IV. PENGUKURAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Return Loss Hasil simulasi untuk return loss dari bentuk geometri antena mikrostrip PIFA dual band disajikan pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar. 6. Hasil return loss antena PIFA secara simulasi
Dari Gambar 6 dapat diketahui nilai return loss terendah pada band 800 MHz terletak pada frekuensi 868.8 MHz dengan nilai return loss -40,437 dB. Sedangkan untuk frekuensi 870 MHz sebagai acuan frekuensi tengah untuk band 800 MHz memiliki nilai return loss -36,338 dB. Pada band 1900 MHz, nilai return loss terendah didapat pada frekuensi 1987.2 MHz dengan nilai -33,462 dB. Sedangkan untuk frekuensi 1986 MHz sebagai acuan frekuensi tengah untuk band 1900 MHz memiliki nilai return loss -32,88 dB. Perbandingan hasil pengukuran menggunakan perangkat network analyzer jenis HP8714B dengan simulasi ditunjukkan pada Gambar 7.
(b) Gambar. 4. Bentuk geometri antena mikrostrip PIFA dual band : (a) tampak atas, (b) tampak samping
Dimensi dari antena mikrostrip PIFA inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini. Parameter-parameter di atas telah mengalami beberapa kali pengujian agar didapatkan antena yang dapat bekerja tepat pada frekuensi dual band 800 MHz dan 1900 MHz. Berikut ini hasil rancang bangun antena yang dibuat menggunakan bahan copper setebal 1 mm.
Gambar. 7. Perbandingan hasil pengukuran return loss dengan hasil simulasi.
Hasil pengukuran menunjukkan nilai return loss pada frekuensi 870,33 MHz sebesar -18.439 dB dan frekuensi 1986 MHz sebesar -18.69 dB. Hasil nilai return loss dari antena mikrostrip PIFA dual band dapat dikatakan baik untuk sistem ambient electromagnetic harvesting karena pada frekuensi kerja CDMA yang dirancang 870 MHz dan 1986 MHz memiliki nilai return loss yang lebih kecil dari -10 dB.
Gambar. 5. Hasil fabrikasi antena PIFA dual band
B. Analisis VSWR Hasil simulasi untuk VSWR dari bentuk geometri antena mikrostrip PIFA dual band disajikan pada gambar 8 di bawah ini.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
Gt (dBi ) Gs (dBi ) Pt (dBm) Ps (dBm)
(3)
Dengan : Gt = Gain antena uji (dBi) Gs = Gain antena referensi (dBi) Pt = Daya terima antena uji (dBm) Ps = Daya terima antena referensi (dBm)
Gambar. 8. Hasil VSWR antena PIFA secara simulasi
Dari Gambar 8 dapat diketahui jika nilai VSWR paling baik didapat pada band 800 MHz untuk frekuensi 868.8 MHz dengan nilai 1,0192. Sedangkan untuk frekuensi 870 MHz sebagai acuan frekuensi tengah untuk band 800 MHz memiliki nilai VSWR 1,032. Pada band 1900 MHz, dengan frekuensi 1986 MHz sebagai acuan frekuensi tengah memiliki nilai VSWR 1,0465. Perbandingan hasil pengukuran menggunakan perangkat network analyzer jenis HP8714B dengan simulasi ditunjukkan Gambar 9.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan antena referensi monopole dan sinyal generator yang bekerja pada frekuensi 870 MHz. Dengan sinyal generator ini, dapat diukur gain pada frekuensi 870 MHz yang dijadikan frekuensi sampel antena. Pengukuran gain dilakukan sebanyak lima kali dengan hasil gain rata-rata dari pengukuran sebesar 2.77 dBi. Tabel 2. Hasil pengukuran gain antena mikrostrip PIFA Daya Terima Antena Referensi (dBm)
Daya Terima Antena PIFA (dBm)
-37.34 -38.87 -36.78 -38.21 -36.53
-38.11 -39.42 -37.13 -38.77 -37.41
Gain Antena Referensi (dBi)
Gain Antena PIFA (dBi)
2.15
2.92 2.7 2.5 2.71 3.03
D. Analisis Level Daya Terima Pengukuran level daya terima dilakukan dengan menggunakan spectrum analyzer BK Precision di tempat yang berjarak 10 m dari BTS. Hasil pengukuran level daya terima dapat dilihat dari grafik di bawah ini.
Gambar. 9. Perbandingan hasil pengukuran VSWR dengan hasil simulasi.
Hasil pengukuran menunjukkan nilai VSWR pada frekuensi 870,33 MHz sebesar 1.402 dan frekuensi 1986 MHz sebesar 1.746. Hasil nilai VSWR dari antena mikrostrip PIFA dual band dapat dikatakan baik untuk sistem ambient electromagnetic harvesting pada frekuensi CDMA dengan bandwidth sebesar 507 MHz untuk frekuensi rendah dan 126 MHz untuk frekuensi tinggi. Adanya perbedaan antara hasil simulasi dan pengukuran disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tidak adanya jaminan untuk kemurnian dari material copper yang dijual di pasaran, proses penekukan shorting wall yang tidak sempurna serta proses pemotongan material copper yang telah diminimalisir kesalahannya dengan menggunakan mesin CNC Wire Cut. C. Analisis Gain Gain antena diukur dengan membandingkan daya terima antara antena referensi dengan daya terima antena hasil penelitian [8]. Perhitungan gain antena berdasarkan persamaan :
Gambar. 10. Hasil pengukuran level daya terima antena mikrostrip PIFA di dekat BTS.
Gambar 10 menunjukkan jika antena mikrostrip PIFA dapat menerima sinyal CDMA dual band pada frekuensi 873 MHz dengan level daya terima sebesar -37.01 dBm dan sinyal pada frekuensi 887 MHz dengan level daya terima sebesar -47.35 dBm. Sedangkan pada frekuensi 1990 MHz memiliki level daya terima sebesar -43.41 dBm. E. Analisis Pengukuran Tegangan PH Pada penelitian ini pengujian power harvester dilakukan pada satu tempat netral, tidak dekat dengan BTS apapun, di Gedung Robotika ITS dan dua tempat lainnya dilakukan pada tempat di luar ruangan dekat BTS operator CDMA. Dua
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
operator CDMA tersebut masing-masing merepresentasikan untuk band 800 MHz dan band 1900 MHz. Dari hasil pengukuran tegangan keluaran di Gedung Robotika ITS didapatkan tegangan keluaran tertinggi sebesar 0.98 Volt dan tegangan keluaran rata-rata sebesar 0.97 Volt. Ripple yang tercatat pada proses pengukuran dikarenakan oleh ketidakstabilan feed dari antena. Tegangan yang diperoleh pada saat pengukuran power harvester di Gedung Robotika ITS adalah seperti yang dijelaskan pada Gambar 11.
Gambar. 13. Hasil pengukuran tegangan di dekat BTS CDMA 1900 MHz.
Gambar. 11. Hasil pengukuran tegangan di Gedung Robotika ITS
Hasil pengukuran tegangan keluaran yang diperoleh pada saat pengukuran power harvester di dekat BTS operator CDMA frekuensi 800 MHz di Keputih dijelaskan pada Gambar 12.
Gambar 13 menjelaskan hasil pengukuran tegangan keluaran yang diperoleh pada saat pengukuran power harvester di dekat BTS operator CDMA frekuensi 1900 MHz di Kertajaya. Dari hasil pengukuran tegangan di dekat BTS operator CDMA frekuensi 1900 MHz didapatkan tegangan keluaran tertinggi sebesar 1.23 Volt dan tegangan keluaran rata-rata sebesar 1.18 Volt. Besarnya tegangan keluaran awal yang berbeda jauh dengan tegangan keluaran lainnya dikarenakan pada saat mulai didapat tegangan awal terdapat tambahan tegangan dari tegangan sisa yang masih disimpan oleh kapasitor. F. Battery Charging Pada penerapan dari sistem ambient electromagnetic harvesting ini dapat digunakan pada proses pengisian baterai berjenis AA 1.2 Volt 1000 mAh. Dari ketiga hasil pengukuran tegangan dengan kondisi hambatan dalam dioda sebesar 12 Ω, maka dapat dicari daya yang dihasilkan. Di Gedung Robotika ITS
P
V 2 0.97 2 0.078W 12 R
Di dekat BTS operator CDMA frekuensi 800 MHz
P Gambar. 12. Hasil pengukuran tegangan di dekat BTS CDMA 800 MHz.
Dari hasil pengukuran tegangan di dekat BTS operator CDMA frekuensi 800 MHz didapatkan tegangan keluaran tertinggi sebesar 1.92 Volt dan tegangan keluaran rata-rata sebesar 1.44 Volt. Besarnya tegangan keluaran awal yang berbeda jauh dengan tegangan keluaran lainnya dikarenakan pada saat mulai terdapat tambahan tegangan dari tegangan sisa yang masih disimpan oleh kapasitor.
V 2 1.44 2 0.172W 12 R
Di dekat BTS operator CDMA frekuensi 1900 MHz
P
V 2 1.182 0.116W R 12
Sedangkan energi yang tersimpan dalam baterai :
W V .I .t
W 1.2WH
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Sehingga dari hasil daya yang telah dihitung dari hasil pembagian tegangan dan hambatan dapat dicari waktu yang diperlukan untuk mengisi baterai. Di Lab B304
t
W 1.2 15.38Jam P 0.078
Di dekat BTS operator CDMA frekuensi 800 MHz
t
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Eko Setijadi, ST.,MT.,Ph.D dan Bapak Dr.Ir. Wirawan, DEA selaku dosen pembimbing. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada PT. CST Malaysia dalam penggunaannya untuk simulasi antena mikrostrip PIFA. Serta ucapan terimakasih untuk rekan-rekan di Lab B 304 dan B 306 Teknik Elektro ITS yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
W 1.2 6.97 Jam P 0.172
Di dekat BTS operator CDMA frekuensi 1900 MHz
t
6
W 1.2 10.34 Jam P 0.116
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3]
V. KESIMPULAN Setelah melakukan simulasi, implementasi dan analisis data, maka dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. Antena mikrostrip PIFA dual band memiliki dimensi optimal berdasarkan simulasi sebesar 10.4 cm x 5 cm x 1 cm dengan return loss dan VSWR sebesar -18.439 dB dan 1.402 untuk frekuensi 870 MHz sedangkan untuk frekuensi 1986 MHz sebesar -18.69 dB dan 1.746. Bandwidth yang dihasilkan sebesar 507 MHz untuk frekuensi band rendah dan 126 MHz untuk frekuensi band tinggi. Antena mikrostrip PIFA dual band dapat digunakan sebagai antena penerima CDMA 800 MHz dan 1900 MHz dengan adanya level daya terima pada antena mikrostrip PIFA sebesar -37.01 dBm untuk frekuensi 873 MHz dan -43.41 dBm untuk frekuensi 1990 MHz. Sistem ambient electromagnetic harvesting dapat digunakan untuk transfer daya nirkabel dengan mengubah gelombang elektromagnetik bebas di udara seperti gelombang dari BTS operator CDMA menjadi sumber tegangan DC dengan hasil pengukuran di 3 kondisi berbeda menunjukkan bahwa sistem ini berjalan maksimal jika berada dekat sumber elektromagnetik. Pengukuran tegangan di gedung robot menghasilkan tegangan keluaran maksimal sebesar 0.98 V dan rata-rata 0.97 V dengan lama waktu proses charging sebesar 10.34 Jam, pengukuran tegangan di dekat BTS CDMA frekuensi 800 MHz menghasilkan tegangan keluaran maksimal sebesar 1.92 V dan rata-rata 1.44 V dengan lama waktu proses charging sebesar 6.97 Jam sedangkan pengukuran tegangan di dekat BTS CDMA frekuensi 1900 MHz menghasilkan tegangan keluaran maksimal sebesar 1.23 V dan rata-rata 1.18 V dengan lama waktu proses charging sebesar 10.34 Jam. Kestabilan posisi antena, posisi probe feed dan power harvester mempengaruhi hasil tegangan yang didapatkan. Semakin stabil perangkat, semakin stabil pula hasil tegangan keluaran.
[4] [5] [6] [7] [8]
Harrist, Daniel W, “Wireless Battery Charging System Using Radio Frequency Energy Harvesting”, University of Pittsburgh, 2004. Ghiglino, Cesar Meneses. “Ultra-Wideband (UWB) Rectenna Design for Electromagnetic Energy Harvesting”, Universitat Politecnica de Catalunya, Oktober 2003. Khoo, Choon Wee. ”Multi-Band Antenna for Handheld Tranceivers”, The University of Queensland, 2002. Wong, Kin-Lu. “Planar Antennas for Wireless Communications”, John Wiley & Sons, INC, 2003. Mishra, Kanchan., Garg, Deepak., Jaju, Mohit. “Design of a Compact PIFA for PCS Applications”, IEEE, 2006. Kumar, Girish dan Ray, K.P. “Broadband Microstrip Antennas”, Artech House, INC, 2003. James, J.R dan Hall, P.S, “Handbook of Microstrip Antennas”, IEE Elektromagnetic Waves series 28. Alaydrus, Mudrik., ”Antena Prinsip Dan Aplikasi”, Graha Ilmu, 2011.