PERANAN ZEOLIT DALAM PELEPASAN NITROGEN DARI PUPUK TERSEDIA LAMBAT (SLOW RELEASE FERTILIZERS)
NURUL HIKMAH A.24101097
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
SUMMARY
Nurul Hikmah. The Utilization of Zeolite on Nitrogen Release from Slow Release Fertilizers. Suwardi and Astiana Sastiono as advisors. Nitrogen is one of plant nutrients which are most important for plant growth. However, nitrogen is easy leaching from the soil as nitrate, volatilizing as ammonia gas, or change to other forms which can not be absorbed by crops. To increase the nitrogen efficiency, the fertilizer is made as slow release form. Zeolite is mineral which has capability to adsorb nitrogen as ammonium ion. By making the precise mixture of zeolites and nitrogen as slow release fertilizer, it expecting to improve the release of nitrogen according to the time and amount that required by crops. The objectives of
this research were (a) to compare the
nitrogen release of the slow release fertilizer (SRF) formula and the mixture of urea and zeolite; and (b) to compare the nitrogen release of SRF formula and prill urea as well as granule urea. The experiment was carried out by using aerobe incubation method during 14 weeks. The codes of SRF which used in this research are A, B, C, D with contained of 22% N; E, F, G, H (32% N), K (36% N), prill and granule urea (45% N), P1 (6% N), P2(18% N), P3 (15% N), and without nitrogen as control. The fertilizers were given
equivalent to 50 mg/kg and put its into plastic bottle
containing equivalent to100g oven-dry soil. The fertilizer and soil then mixed homogenously and watered until field capacity. The soil in the plastic bottle covered by polyethylene plastic and then incubated in the room temperature. The nitrogen as ammonium and nitrate, electrical conductivity (EC), and pH were analyzed at 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 14 week of incubation period. The results indicate that ammonium had been detected at the first week incubation and decrease until near zero at the third week incubation. Meanwhile, the nitrate showed a continuous increase during the incubation period. The slowest nitrogen release showed by SRF B formula (urea mixture with zeolite in the ratio of 50:50). This value is still lower compared with the other 3 types of
commercial SRF. Zeolite in the SRF adsorbed ammonium that released by fertilizers. During the ammonium in the soil solution is still high, the ammonium which is adsor bed by zeolite would not immediately release into soil. After ammonium turned into nitrate, the ammonium adsorbed in the zeolite cavities released into the soil solution. Keywords : ammonium, nitrate, slow release fertilizer, zeolite .
RINGKASAN
Nurul Hikmah. Peranan Zeolit dalam Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizers). Dibawah bimbingan Suwardi dan Astiana Sastiono. Salah satu unsur pupuk yang terpenting bagi tanaman adalah nitrogen (N). Nitrogen merupakan unsur yang muda h hilang melalui pencucian baik dalam bentuk nitrat, menguap ke udara dalam bentuk gas amoniak, dan berubah ke bentuk-bentuk lain yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Salah satu usaha untuk mengurangi kehilangan nitrogen adalah dengan membuat pupuk tersebut dalam bentuk tersedia lambat (slow release). Zeolit merupakan mineral yang memiliki kemampuan menjerap nitrogen dalam bentuk ion ammonium. Pembuatan pupuk nitrogen dengan campuran zeolit dalam jumlah yang tepat diharapkan dapat membantu mengendalikan pelepasan unsur nitrogen sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk (a). Mengetahui laju pelepasan nitrogen dari formula slow release fertilizer (SRF) campuran antara urea dan zeolit. (b). Membandingkan laju pelepasan nitrogen formula SRF dengan pupuk urea pril dan urea granul. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan metode inkubasi tertutup selama 14 minggu. Jenis dan kadar nitrogen pupuk yang digunakan dalam penelitian adalah: A, B, C, D dengan kadar nitrogen 22%; E, F, G, H (32% N), K (36% N), urea pril dan urea granul (45% N), P1 (6%N), P2(18%N), P3 (15%N), dan tanpa nitrogen sebagai kontrol. Pupuk N setara dengan 50 mg/kg dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berisi tanah setara 100 g berat kering mutlak (BKM). Tanah dan pupuk dicampur merata lalu dilembabkan sampai mencapai kadar air kapasitas lapang. Tanah dalam wadah plastik ditutup dengan plastik polyethylene kemudian diinkubasi pada suhu kamar. Pada minggu ke- 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 14 inkubasi, kadar amonium, nitrat, pH dan EC dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa amonium terbentuk sangat cepat pada minggu ke-1 inkubasi dan menurun mendekati nol pada minggu ke-3. Sementara itu laju pembentukan nitrat meningkat selama masa inkubasi. Laju
pelepasan nitrogen pada pupuk yang paling lambat terjadi pada formula SRF B yang mengandung campuran urea:zeolit dengan perbandingan 50:50. Nilai ini lebih lambat dari 3 jenis pupuk pembanding yang ada di pasaran. Zeolit yang dicampur dengan pupuk urea mengikat amonium yang dilepaskan pupuk pada saat penguraian. Amonium yang dijerap zeolit tidak segera dilepas ke dalam larutan tanah selama jumlah amonium dalam tanah masih tinggi. Setelah amonium dalam tanah berubah menjadi nitrat, persediaan amonium dalam rongga-rongga zeolit dilepaskan ke dalam larutan tanah. Kata kunci: amonium, nitrat, slow release fertilizer, zeolit.
PERANAN ZEOLIT DALAM PELEPASAN NITROGEN DARI PUPUK TERSEDIA LAMBAT (SLOW RELEASE FERTILIZERS)
NURUL HIKMAH A.24101097
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
: Peranan Zeolit dalam Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizers)
Nama
: Nurul Hikmah
Nomor Pokok : A24101097
Menyetujui Pembimbing Skrips i I
Pembimbing Skripsi II
Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. NIP.131 664 410
Dr. Ir. Astiana Sastiono , M.Sc. NIP.130 779 513
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham MAgr. NIP.130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan di kota Meulaboh (Aceh Barat) pada tagggal 24April 1983 dari ibunda Linda Wati dan Ayah Hartanto Hadiono. Penulis adalah anak kedua dari 4 bersaudari (Nurhasanah, Nurul Hikmah, Ainun Mardiah, dan Puteri Azmi). Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Panaragan Kidul2 bogor tahun 1989 dan lulus pada tahun 1995. kemudian melanjutka n pendidikan di SMPN 11 Bogor sampai dengan tahun 1998, dan melanjutkan ke SMUN 6 Bogor dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis lulus seleksi masuk ke Instit ut Pertanian Bogor melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama kuliah di IPB penulis aktif megikuti berbagai kegiatan di kampus, beberapa diantaranya adalah, anggota Kebun Mahasiswa Pecinta Tanaman Obat Agrifarma, Anggota Paduan Suara Agria Swara, anggota redaksi majalah HUMUS, penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) sebagai Staf di Biro Seni dan bakat.
Bogor, Maret 2006
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Peranan Zeolit dalam Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizers) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari Dr.Ir. Suwardi dan Dr.Ir. Astiana Sastiono sebagai pembimbing skripsi. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beliau yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan sumbangan pemikiran kepada penulis. Penulis juga ucapkan banyak terimakasih kepada mama, papa, ka Fera, adikku ainun dan putri yang tersayang. Kepada sahabatku Trilia dan rekan-rekan seangkatan
yang
tidak
dapat
disebutkan
satu
persatu,
penulis
sangat
berterimakasih atas bantuan moril maupun spiritual yang telah diberikan. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Atas segala kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya. Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan-Nya.
Bogor, Maret 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL...........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
iv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian..............................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nitrogen sebagai Unsur Pupuk.........................................................
4
2.2. Pengembangan Slow Release Fertilizers dengan Pemanfaatan Zeolit 12 III. BAHAN DAN METODE
IV.
V.
3.1. Tempat dan Waktu...........................................................................
22
3.2. Bahan dan Alat.................................................................................
22
3.3. Metode Pene litian.............................................................................
23
3.4. Pelaksanaan Percobaan ....................................................................
24
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pelepasan Nitrogen Pupuk menjadi Amonium ........................
25
4.2. Laju Pelepasan Nitrogen menjadi Amonium dan Nitrat ..................
28
4.3. Perubahan pH, EC dan Sifat-Sifat Kimia Tanah selama Inkubasi...
29
4.4. Mekanisme Slow Release pada SRF yang di buat dari Urea dan Zeolit.................................................................................
31
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan.......................................................................................
33
5.2. Saran.................................................................................................
33
VI. DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
35
LAMPIRAN .............................................................................................
37
DAFTAR TABEL
Teks 1.
2.
Halaman
Jenis Pupuk SRF, Perbandingan Urea dan Zeolit, dan Kandungan Nitrogen...............................................................................
18
Pupuk Pembanding Urea Pril (UP), Urea Granul (UG) dan SRF Produk Import (P1, P2, P3) .....................................................................
19
Lampiran 1.
Metode Analisis Tanah yang Digunakan dalam Penelitian....................
30
2.
Perubahan pH selama 14 Minggu Inkubasi ............................................
30
3.
Perubahan EC selama 14 Minggu Inkubasi............................................
30
4.
Hasil Analisis Kimia Tanah Awal..........................................................
31
5.
Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah Menurut (PPT) .....
31
6.
Hasil Analisis Kimia Tanah setelah Inkubasi selama14 Minggu...........
32
7.
Hasil Analisis Amonium dan Nitrat selama 14 Minggu Periode Inkubasi...................................................................................................
33
.
DAFTAR GAMBAR
Teks 1.
2.
3. 4.
Halaman
Laju Pelepasan Nitrogen menjadi Amonium dari Pupuk SRF, Urea Prill (UP), Urea Granul (UG), selama 14 Minggu Waktu Inkubasi................
21
Kurva Kumulatif Pembentukan Nitrat dari 9 Jenis Pupuk Formula SRF, Urea Prill (UP), Urea Granul (UG) Terhadap Jumlah Nitrogen yang Diberikan.......................................................................................
22
Laju (NH4++ NO3-) antara Formula SRF, Urea Prill (UP) dan Urea Granul yang Dihasilkan ..........................................................................
23
Laju Nitrogen Pupuk SRF (B), Urea Prill (UP), Urea Granul (UG), dan SRF Produk Import...........................................
24
Lampiran 1.
Pupuk Urea Prill dan Pupuk Urea Granul...............................................
34
2.
Pupuk Slow Release Fertilizers (SRF)....................................................
34
3.
Model Inkubasi (Keadaan Aerob)...........................................................
34
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu unsur pupuk yang terpenting bagi tanaman adalah nitrogen (N). Unsur nitrogen merupakan unsur yang paling tidak efisien pemanfaatannya karena mudah hilang melalui pencucian baik dalam bentuk nitrat, menguap ke udara dalam bentuk gas amoniak, dan berubah ke bentuk-bentuk lain yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Berbagai usaha untuk meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen telah dilakukan misalnya dengan pembuatan urea tablet. Pupuk ini tidak populer di masyarakat karena dalam pengaplikasiannya harus dibenamkan ke dalam tanah. Keberhasilan pembuatan pupuk tersedia lambat SRF (slow release fertilizer) merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan efisiensi pupuk nitrogen dan sekaligus meningkatkan produksi tanaman. Usaha memperlambat pelepasan nitrogen dari pupuk dapat menurunkan pencemaran lingkungan karena nitrogen dalam bentuk nitrat yang masuk ke perairan merupakan salah satu sumber pencemar air. Nitrogen dalam bentuk anorganik (nitrat, nitrit, dan amoniak) merupakan indikator pencemaran air. Nitrifikasi banyak berpengaruh terhadap kualitas lingkungan karena oksidasi dari NH4+ yang stabil menjadi NO 3- yang mudah larut dapat menyebabkan pencemaran nitrat terhadap air tanah. Konsentrasi nitrat yang tinggi dalam air dapat memacu pertumbuhan mikroba, alga, plankton, enceng gondok, dan tumbuhan air lainnya akibat proses penyuburan air oleh nitrat (Hardjowigeno, 2003).
Nitrogen yang diserap tanaman dapat berasal dari nitrogen anorganik dan organik. Nitrifikasi merupakan perubahan dari amonium menjadi bentuk nitrat Bentuk amonium dan nitrat keduanya dapat digunakan oleh tanaman. Perubahan dari bentuk-bentuk nitrogen dalam tanah harus diperhitungkan dalam menentukan dosis pupuk agar kebutuhan tanaman akan nitrogen dapat diprediksi dengan lebih akurat. Nitrifikasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan peningkatan jumlah kehilangan N. Jenis pupuk N yang banyak dijumpai di pasaran di Indonesia adalah dalam bentuk urea (CO(NH2) 2). Pupuk ini mudah larut dalam air dan menguap ke udara sehingga dalam penggunaannya sebaiknya ditempatkan di bawah permukaan tanah untuk mengurangi penguapan gas NH3. Dalam prakteknya, untuk mengurangi kehilangannya petani sering melakukan pemupukan padi dua atau tiga kali dalam satu musim tanam, selain itu petani perlu mengatur sifat-sifat tanah seperti kelembaban tanah sehingga efisiensi pupuk urea dapat ditingkatkan. Nitrogen merupakan pupuk yang rendah efisiensinya. Nitrogen yang diberikan ke dalam tanah, hanya sekitar 30-40% diambil oleh tanaman, dan 60% hilang dalam proses volatilisasi menjadi gas amoniak (De Datta, 1987). Peningkatan efisiensi pemupukan ini dapat dilakukan antara lain dengan memperbaiki teknik aplikasi pemupukan dan perbaikan sifat fisik dan kimia pupuk melalui perubahan sistem kelarutan hara, bentuk dan ukuran pupuk serta formulasi kadar hara pupuk. Melalui usaha tersebut diharapkan kelarutan dan pelepasan hara dapat lebih diatur sehingga faktor kehilangan hara dapat dikurangi dan pencemaran terhadap lingkungan menjadi lebih kecil (Astiana, 2004).
Salah satu usaha untuk mengurangi kehilangan nitrogen adalah dengan membuat pupuk tersebut dalam bentuk slow release. Zeolit merupakan salah satu bahan yang dapat mengikat nitrogen sementara. Zeolit memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi (antara 120-180 me/100g) yang berguna sebagai pengadsorpsi, pengikat dan penukar kation (Suwardi, 2000). Pupuk dalam bentuk slow release dapat mengoptimalkan penyerapan nitrogen oleh tanaman karena SRF dapat mengendalikan pelepasan unsur nitrogen sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman, serta mempertahankan keberadaan nitrogen dalam tanah dan jumlah pupuk yang diberikan lebih kecil dibandingkan metode konvensional. Cara ini dapat menghemat pemupukan tanaman yang biasanya dilakukan petani tiga kali dalam satu kali musim tanam, cukup dilakukan sekali sehingga menghemat penggunaan pupuk dan tenaga kerja (Suwardi, 1991). Dengan pemanfaatan zeolit sebagai campuran urea diharapkan dapat membantu mengendalikan kehilangan nitrogen dari pupuk. Pembuatan SRF dari bahan zeolit dengan jumlah yang tepat diharapkan dapat mengendalikan pelepasan unsur nitrogen sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman dan mempertahankan keberadaan nitrogen dalam tanah, sehingga jumlah pupuk yang diberikan lebih efisien dari metode konvensional dan dapat menghemat biaya. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pelepasan nitrogen dari formula slow release fertilizer (SRF) campuran urea dan zeolit serta membandingkan laju pelepasan nitrogen formula SRF dengan pupuk urea pril dan urea granul.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nitrogen Sebagai Unsur Pupuk 2.1.1. Nitrogen di dalam Tanah Nitrogen (N) merupakan unsur hara yang penting bagi tanaman, sehingga bila kekurangan atau jumlah unsur tersebut tidak cukup, maka tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Nitrogen merupakan salah satu unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah paling banyak namun keberadaannya dalam tanah sangat mobil sehingga mudah hilang dari tanah melalui pencucian maupun menguap ke udara. Nitrogen merupakan unsur hara penentu produksi
atau sebagai faktor
pembatas utama produksi (Sanchez, 1993). Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0.02% sampai 2.5% dalam lapisan bawah dan 0.06% sampai 0.5% pada lapisan atas (Alexander, 1977). Nitrogen dalam tanah berasal dari: (1) mineralisasi N dari bahan organik dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan N2 atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non simbiotik), (3) melalui hujan dan bentuk presipitasi yang lain, (4) pemupukan (Soepardi, 1983; Leiwakabessy, 1988). Proses laju dekomposisi yang tinggi dari bahan organik, belum tentu dapat memenuhi kebutuhan tanaman karena unsur N memiliki kelemahan diantaranya adalah mudah hilang, dan mencemari lingkungan. Unsur N yang ditemukan dalam tanah secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bentuk N-organik dan N-inorganik. Bentuk N-organik
meliputi asam amino atau protein asam amino bebas, gula amino dan senyawa kompleks yaitu amonium yang berasosiasi dengan lignin dan polimer -polimernya (Tisdale et al. , 1985). Bentuk N-inorganik terdapat dalam bentuk amonium (NH4+), nitrat (NO3 -), nitrit (NO2 -), oksida nitrous (N2O), oksida nitrit (NO) dan gas N2 akibat perombakan mikrobia. N 2O dan N2 adalah bentuk yang hilang dari tanah dalam bentuk gas sebagai akibat proses denitrifikasi (Leiwa kabessy, 1988). Nitrogen yang tersedia bagi akar tumbuhan di dalam tanah dominan berada dalam bentuk sebagai ion nitrat (NO3 -) dan ion amonium (NH4 +). Kedua bentuk nitrogen ini, sebagian besar merupakan hasil perombakan sisa-sisa bahan organik tumbuhan dan hewan oleh jasad renik. Ion nitrat bermuatan negatif, karena itu tidak terikat oleh liat dan partikel humus dalam tanah. Apabila tidak diabsorpsi oleh tumbuhan, nitrat ini dapat tercuci ke lapisan tanah yang lebih dalam atau tercuci ke sungai dan lautan. Nitrogen yang berada dalam bentuk N-organik agar tersedia tanaman,
harus
mengalami
dekomposisi
menjadi
N-inorganik.
bagi Proses
dekomposisi ini disebut sebagai mineralisasi yang terdiri dari tiga tahap, yaitu: aminisasi (transformasi protein menjadi amina), amonifikasi (transformasi amina menjadi amonium), dan nitrifikasi (tranformasi amonium menjadi nitrat) (Sanchez, 1979; Tisdale et al. , 1985). Mineralisasi terjadi melalui 3 tahap reaksi utama: 1. aminisasi 2. amonifikasi 3. Nitrifikasi
Berlangsung di bawah aktifitas mikroorganisme yang heterotrof dipengaruhi oleh bakteri autotrof
Mikroorganisme Heterotrof butuh senyawa C-organik sebagai sumber energi. Mikroorganisme Autotrof memperoleh energi dari oksidasi garam-garam an-organik dan memperoleh karbon dari CO2 udara sekitarnya. Aminisasi adalah pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) ole h
bermacam-macam mikroorganisme (hidrolisis protein da n
pembebasan amina-amina dan asam-asam amino). Aminisasi : protein
R-NH2 + CO2 + energi +lain-lain.
Amonifikasi adalah pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino oleh mikrorganisme. +
Amonifikasi: R-NH2 + HOH NH3 + HOH
R-OH+ + NH3 + energi. NH4OH
NH4+ + OH-
Amina-amina dan asam-asam amino yang dibebaskan di manfaatkan oleh golongan bakteri heterotrop yang lain dan membebaskan senyawa amonium. Senyawa amonium yang dihasilkan dapat: 1. di konversi ke nitrit selanjutnya diubah menjadi nitrat. 2. diambil langsung oleh tanaman.
3. dipakai langsung oleh bakteri dalam melanjutkan proses dekomposisi, dan difiksasi oleh mineral liat tertentu dari tipe 2:1. Nitrifikasi adalah perubahan dari amonium (NH4+)menjadi nitrit (oleh bakteri Nitrosomonas), kemudian menjadi nitrat (oleh Nitrobacter). Proses oksidasi biologi ini dibedakan dalam 2 tahap yaitu:
1. perubahan amonium menjadi nitrit; oleh bakteri nitrosomonas (tergolong bakteri obligat autotrof). 2 NH4+ + 3 O2
2 NO2- + 4 H+ + H2 O.
2. dan nitrit menjadi nitrat; oleh golongan bakteri obligat autotrof (nitrobakter). 2 NO2- + O2
2NO 3-
Tiga hal penting dari proses nitrifikasi: •
reaksi ini butuh oksigen, oleh sebab itu proses ini berlangsung di tanahtanah yang aerasinya baik (proses aerobik).
•
Reaksi ini membebaskan H+ , yang merupakan sebab terjadinya pengasaman tanah bila dipupuk dengan pupuk-pupuk NH4+ seperti pupuk buatan N-organik seperti urea.
•
Oleh karena bakteri-bakteri yang memegang peranan dalam proses ini, maka kecepatan perubahan dan jauhnya perubahan ini berlangsung dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses nitrifikasi ialah; (1) jumlah NH4+
di dalam tanah, oleh karena NH4+merupakan bahan baku untuk proses nitrifikasi maka syarat utama ialah harus tersedia NH4+. Sumber ini dapat berasal dari (1) proses dekomposisi bahan organik maupun dari pupuk amonium yang diberikan ke tanah, (2) populasi mikroorganisme, (3) reaksi tanah, (4) aerasi tanah, dan (5) kelembaban tanah (Leiwakabessy, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses mineralisasi N-organik antara lain: (1) nisbah C/N dan jenis senyawa penyusun bahan organik, (2) kemasaman tanah (3) aerasi tanah, (4) kandungan mineral liat, (5) suhu, (6) kelembaban tanah (Sanchez, 1979), (7) kapur aktif dalam tanah, (8) penambahan pupuk ke dalam tanah (Soepardi, 1983).
Unsur nitrogen, yang diberikan dalam bentuk garam-garam amonium ataupun nitrat di dalam tanah akan diuraikan menjadi bentuk ion NH4 + dan NO3-. Selama suasana lingkungan tidak memungkinkan untuk proses nitrifikasi, kation NH4+ dapat diadsorpsi dan ditahan oleh koloid tanah sehingga tidak tercuci oleh air perkolasi seperti halnya dengan bentuk NO3-. Bentuk NH4+ ini dapat ditahan oleh tanah untuk waktu yang panjang apabila syarat untuk proses nitrifikasi tidak sesua i. Tetapi bentuk N-NH4+ tidak menjamin terbebasnya unsur ini dari pencucian. Tergantung dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah, apakah banyak NH4+ yang dapat diikat ataukah sedikit. Pada tanah-tanah dengan KTK kecil maka hanya sebagian kecil saja dari NH4+ yang diberikan dapat diikat oleh tanah sedangkan sisanya akan tercuci ke lapisan bawah. Segera setelah NH4+ dinitrifikasi maka akan mudah sekali tercuci oleh karena bentuk NO3- tidak diikat oleh tanah. Di daerah-daerah dengan curah hujan yang besar maka bentuk nitrat ini akan hilang tercuci dari dalam tanah dan pada musim kemarau yang kuat ia akan bergerak lagi ke lapisan-lapisan di atasnya bersamasama dengan pergerakan air ke atas secara kapiler.
2.1.2. Kehilangan Nitrogen Kehilangan nitrogen dalam ta nah terutama disebabkan oleh proses denitrifikasi, volatilisasi, penguraian, pencucian, aliran permukaan, diserap oleh tanaman, serta pemanenan (Tisdale et al. ,1985). Oleh karena
itu, usaha
meningkatkan efisiensi pemupukan N merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Besarnya kehilangan dari pupuk N yang diberikan, diperkirakan 20-40% di India, 37% di California, 68% di Lousiana, 25% di Filipina dan 52-71% di Indonesia (Ismunadji dan Sismiyati, 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya denitrifikasi dan penguapan antara lain: (1) jumlah dan sifat bahan organik, (2) kelembaban, (3) aerasi, (4) pH tanah, (5) suhu, (6) kadar dan bentuk N dalam tanah juga tekstur tanah (Tisdale, Nelson, dan Beaton, 1985). Denitrifikasi adalah perubahan nitrogen dari keadaan teroksidasi seperti nitrat (N O3 -) dan nitrit (NO2 ) menjadi bentuk yang lebih tereduksi seperti gas-gas oksida nitrit (NO), oksida nitrous (N2 O) dan unsur nitrogen bebas (N2 ). Proses ini terjadi jika tanah dalam keadaan anaerob dimana konsentrasi oksigen berkurang atau sedikit sehingga menimbulkan dekomposisi anaerobik. Kehilangan terbesar terjadi dalam bentuk nitrous oxide, pada pH 4.9-5.6, sedangkan pada pada pH 7.37.9 adalah dalam bentuk gas N2 dan sedikit nitrous oxide (Leiwakabessy, 1988). Kehilangan
melalui proses denitrifikasi ini dapat mencapai lebih dari 20%
(Leiwakabessy dan Sutandi, 1992). Volatilisasi merupakan salah satu penyebab kehilangan nitrogen tanah yang dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu penguapan melalui sistem kapiler tanah
dimana NH 4+ yang terlarut dalam air bergerak ke lapisan atas dan hilang melalui proses evaporasi dan kedua disebabkan penempatan pupuk amonium yang kurang tepat di permukaan tanah menyebabkan penguapan secara langsung akibat suhu yang tinggi. Pelepasan dari pupuk urea yang diberikan ke dalam tanah dapat mencapai 10-15% (Leiwakabessy, 1988). Dengan demikian hilangnya N melalui volatilisasi salah satunya dapat dikurangi dengan menggunakan pupuk lepas terkendali (slow release). Kehilangan
nitrogen melalui proses pencucian terutama
terjadi pada
tanah yang bertekstur kasar dengan KTK yang rendah dan pada umumnya tercuci dalam bentuk nitrat (Black, 1973). Bentuk NO3- ini sangat mudah tercuci karena dalam keadaan larut di tanah, tidak terikat dan tidak dapat membentuk senyawa sukar larut. Menurut Buckman dan Brady (1969), bentuk N-NH 4+ agak tahan terhadap pencucian karena dapat difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Fiksasi ini terjadi di dalam kisi-kisi kristal seperti halnya K+ pada mineral liat tipe 2:1, misalnya montmorilonit, ilit, dan vermikulit. 2.1.3. Efisiensi Serapan Pupuk Nitrogen Urea (CO(NH 2)2) merupakan pupuk nitrogen yang telah lama dan banyak digunakan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman pangan. Efisiensi serapan pupuk N di daerah tropika oleh tanaman padi sawah relatif rendah 30-50%. Hal ini menunjukan bahwa lebih dari 50% pupuk yang diberikan tidak dapat diambil oleh tanaman padi (Prasad dan De Datta, 1979). Efisiensi pupuk urea yang rendah tersebut disebabkan oleh kehilangan akibat denitrifikasi, pencucian, terbawa aliran permukaan dan volatilisasi amonia yang masih relatif tinggi.
Urea termasuk pupuk yang higrokopis (mudah menarik uap air) pada kelembaban 73%.
Untuk dapat diserap tanaman, nitrogen dalam urea harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi amonium (N-NH4+) dengan bantuan enzim urease melalui proses hidrolisis. Namun bila diberikan ke tanah, proses hidrolisis tersebut akan cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap sebagai amoniak (Soepardi dan Djokosudardjo, 1980). Pemberian urea dengan disebar akan cepat terhidrolisis (dalam 2-4 hari) dan ini rentan terhadap kehilangan melalui volatilisasi NH3 karena perubahan harian dalam pH air genangan sebagai hasil dari aktivitas biologi. Pada pH >7 N hilang dalam bentuk N bebas dan pada pH <6 akan mendorong kehilangan N dalam bentuk N2O (nitrit) (Soepardi, 1983). Dalam tanah, urea dihidrolisis dengan cepat oleh enzim Urease menjadi amonium karbamat dan segera terurai menjadi NH3dan CO 2. Amonia yang dihasilkan selanjutnya akan dihidrolisis dan dioksidasikan sampai dengan terbentuk nitrat (Sanchez,1976). Reaksi perombakan urea menjadi nitrat yang terjadi dalam tanah adalah sebagai berikut: CO (NH2) 2 + H2O → H2NCOONH 4 H2NCOONH 4 → 2NH3 +CO2 NH3 +2H2O → NH4+ +H2O+OH 2NH4+ + 3O2 → 2NO2-+ 2H2 O +4H+ +Energi 2NO2- + O2 → 2 NO3 - + Energi. Salah
satu cara untuk mengurangi kehilangan N adalah dengan
memodifikasi bentuk fisik dan kimia pupuk urea sehingga diharapkan dapat memperlambat proses hidrolisis. Pembuatan pupuk urea dalam bentuk ukuran
butiran besar dapat meningkatkan ketersediaan pupuk sehingga dapat bertahan lebih lama dan banyak diserap tanaman serta lebih sedikit yang hilang di bandingkan dengan urea prill. Beberapa contoh bentuk baru dari pupuk urea antara lain; urea super granul, urea briket yang diaplikasikan dengan cara di benamkan sedalam 15 cm dari lapisan atas (Prasad dan de Datta, 1979). 2.2. Pengembangan Slow Release Fertilizer dengan Pemanfaatan Zeolit 2.2.1. Mineral Zeolit Mineral zeolit diketahui pertama kali pada tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi swedia bernama Freiherr Axer Frederick Cronsteadt. Nama
zeolit
berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata; Zein (mendidih) dan Lithos (batuan) yang artinya batu mendidih. Karena mineral ini mengeluarkan buih bila dipanaskan, sehingga kelihatan seperti mendidih (Gottardi, 1978; Mumpton, 1984). Zeolit merupakan mineral kristalin dari kelompok tektosilikat, yaitu alumino-silikat terhidrasi dengan kation alkali dan alkali tanah seperti kalium, natrium, kalsium dan magnesium yang mengisi rongga -rongga kerangka aluminosilikat dan mempunyai struktur tiga dimensi. Susunan strukturnya adalah (Si, Al)O4 tetrahedral, memiliki pori yang berisi molekul air dan kation yang dapat dipertukarkan. Zeolit dicirikan oleh kemampuannya menyerap dan mengeluarkan air serta menukarkan bagian kationnya tanpa merubah struktur kristalnya (Mumpton, 1977).
Rumus umum zeolit menurut Gottardi (1978) adalah: (Mx+My2+) (Al(x+2y) Sin-(x+2y) O2n ).mH2O M+dan M2+ adalah kation monovalen (Na, K) dan divalent (Mg, Ca, Sr, dan Ba), x dan y adalah bilangan tertentu, m adalah jumlah molekul air kristal dan n adalah muatan ion logam. Mineral zeolit mempunyai susunan porous serta mempunyai saluran dan rongga yang teratur dalam ukuran tertentu yang bersambungan. Sebagai kristal aluminosilikat terhidrasi dengan kation alkali ataupun alkali tanah, zeolit memiliki struktur dalam tiga dimensi yang tidak terbatas dalam bentuk-bentuk rongga. Unit struktur kristal zeolit terdiri dari kelompok senyawa tetrahedral alumina dan silikat yang bentuknya tergantung dari perbandingannya menurut jenis dan spesies zeolit. Struktur yang dimiliki zeolit menyebabkan mineral zeolit mempunyai karakter yang spesifik (Mumpton, 1984). Struktur kristalnya terbuka dengan volume ruang hampa cukup besar de ngan garis tengah antara 2-8 Angstrom tergantung dari tipe atau jenis mineral zeolit. Volume dan ukuran garis tengah ruang hampa dalam kisi-kisi kristal inilah yang menjadi dasar sebagai penyaring molekul dalam penggunaan mineral zeolit (Gottardi, 1978). Zeolit dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf, sedangkan zeolit sintetis direkayasa oleh manusia secara kimia dari bahan baku tertentu (Suwardi, 2002). Beberapa contoh zeolit alam antara lain; mor denit, klinoptilolit, heulandit , laumontit, khabasit (Breck, 1974). Jumlah dan komposisi kation dalam zeolit tergantung dari jenis
zeolit dan lingkungan pembentukannya, misalnya mordenit umumnya banyak mengandung kalsium sedangkan klinoptilolit mengandung kalium. Zeolit yang terbentuk pada lingkungan marin, mengandung banyak natrium sedangkan zeolit yang terbentuk pada lingkungan volkanik mempunyai kadar kalium dan magnesium tinggi.
Indonesia sebagai daerah vulkanis, sampai saat ini deposit yang telah diketahui tidak kurang dari 47 lokasi yang tersebar dari pulau Sumatera, Jawa, Lombok, dan Sumba. Lokasi yang telah diteliti secara intensif adalah di daerah Jawa Barat yaitu Bayah (Banten selatan), Cikembar (Sukabumi), Nanggung (Bogor) dan Cikalong (Tasikmalaya) (Suwardi, 1991). Mineral zeolit di alam telah
banyak ditemukan dalam beberapa jenis.
Tetapi hanya 10 jenis yang memiliki nila i ekonomis baik dalam bidang industri maupun dalam bidang pertanian yaitu analsim, khabasit, klinoptilolit, erionit, heulandit, laumontit, mordenit dan phillipsit, wairakit dan natrolit. Dari ke 10 jenis tersebut hanya 5 jenis yang telah terbukti bermanfaat untuk pertanian, yaitu klinoptilolit,mordenit, erionit, kabasit, dan philipsit. (Suwardi, 2002). Pada prinsipnya penggunaan zeolit didasarkan atas sifat-sifat mineralogi, fisik dan kimia yang dimiliki mineral ini yang akan diuraikan berikut ini. •
Sifat Mineral
Sifat mineral zeolit dapat dipelajari dengan menggunakan bantuan alat mikroskop polarisasi, DTA (Diffrential Thermal Analysis). Beberapa sifat yang
dapat ditetapkan antara lain meliputi struktur kristal, volume rongga, rasio Si/ Al ukuran rongga dimensi saluran, jumlah tetrahedral dan arah sumbu kristal. Kandungan mineral sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, bahkan dalam satu deposit kandungan zeolit bervariasi dari lapisan atas ke lapisan bawah. Jenis yang umum ditemukan dan ditambang adalah klinoptilonit dan mordenit. Beberapa bentuk struktur kristal zeolit; kubik, hexagonal dan monoklin tetapi yang lebih dominan adalah monoklin (Suwardi, 2002). •
Sifat Kimia
Sifat kimia zeolit antara lain pH, daya hantar listrik, kapasitas tukar kation (KTK), susunan kimia. Hasil analisis zeolit dari beberapa lokasi (Suwardi, 1997) menunjukan bahwa pH zeolit berkisar 6.3-8.2 (rata-rata 7.2), dimana pH terendah (6.3) terdapat pada zeolit dari Lampung dan tertinggi (8.2) dari Nanga Panda. Daya hantar listrik zeolit sangat rendah berkisar dari 0.02-0.15 dS/m (rata-rata 0.06 dS/m), karena dalam larutan sedikit mengeluarkan garam-garam yang dapat menghantarkan listrik, sehingga zeolit banyak dimanfaatkan sebagai media tumbuh tanaman.
KTK zeolit berkisar antara 71.9-167 me/100g (rata-rata 104.6
me/100g) dengan KTK terendah (71.9 me/100g) terdapat pada zeolit dari Cikembar dan tertinggi (167 me/100g) dari Nanga panda. Semakin tinggi KTK zeolit menunjukan sifat zeolit semakin baik. Zeolit terutama terdiri dari SiO2 , A12O3 , K2O, CaO, Na2 O, MnO, Fe 2O3, MgO. Zeolit dari Indonesia kaya akan K2O dan CaO. Sifat kimia zeolit terpenting
yang dimanfaatkan dibidang pertanian adalah sifat adsorbsi dan sifat pertukaran kation. a. Sifat adsorpsi
Adsorpsi dapat diartika n sebagai suatu proses melekatnya molekulmolekul atau zat pada permukaan zat yang lain atau terkonsentrasinya berbagai substansi terlarut dalam larutan antara dua buah permukaan. Zeolit memiliki kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Adsorpsi molekul oleh zeolit dapat terjadi bila air dihilangkan dari kristal zeolit melalui pemanasan dengan suhu antara 350-400 ºC (Mumpton, 1984). Dalam hal ini, berbagai molekul adsorbate yang berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter rongga dapat diadsorpsi, sedangkan molekul yang berdiameter lebih besar dari pori-pori zeolit
akan tertahan. Akibat dari
pemanasan maka air akan menguap, pada keadaan demikian, rongga maupun saluran-saluran dalam zeolit akan dapat berfungsi sebagai penyaring molekul (Astiana, 1993). Zeolit yang telah kehilangan air dari rongganya dinamakan zeolit yang telah teraktivasi yang dapat berfungsi sebagai pengadsorpsi kation yang efektif.
b. Sifat pertukaran kation Pertukaran kation merupakan proses dimana kation-kation yang diadsorpsi dapat ditukar dengan kation-kation lainnya. Pertukaran kation zeolit pada dasarnya adalah fungsi dari derajat substitusi silika oleh aluminium dalam struktur kristal zeolit. Semakin banyak jumlah aluminium menggantikan posisi silika maka
semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan, sehingga makin tinggi KTK zeolit tersebut dan penetralan dilakukan oleh kation alkali tanah. Susunan kation yang dapat dipertukarkan pada zeolit tergantung pada komposisi mineralnya. Kation-kation yang dapat dipertukarkan ataupun molekul air yang terdapat pada zeolit tidak terikat secara kuat dalam kerangka karenanya dapat dipisahkan atau dipertukarkan secara mudah dengan cara pencucian dengan larutan yang mengandung kation lain (Mumpton, 1984). Oleh karena itu zeolit merupakan salah satu dari banyak bahan penukar kation yang mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi. kapasitas tukar kationnya dapat mencapai 200 sampai 300 me/100g. Kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama merupakan fungsi dari tingkat penggantian Al untuk Si dalam struktur rangka. Dalam prakteknya, lingkungan pertukaran dalam zeolit tergantung pada beberapa faktor, yaitu: (1) tipologi kerangka (konfigurasi saluran), (2) ukuran dan bentuk (kemampuan berpolarisasi) kation, (3) kerapatan muatan pada saluran dan rongga, (4) valensi dan kerapatan muatan ion, (5) konsentrasi dan komposisi elektrolit pada larutan luar (Barrer, 1976). Fraksi ukuran butir mineral zeolit yang digunakan ternyata mempengaruhi nilai kapas itas tukar kation, dimana butir berukuran 48 sampai 60 mesh nilainya adalah 96.5 sampai 115.1 me/100g dan ukuran 200 mesh nilainya adalah 109.9 me/100g. Penggerusan mineral zeolit yang lebih halus, menyebabkan kerusakan pada struktur kristal sehingga nilai kapasitas tukar kationnya turun. Ukuran butir yang terbaik untuk digunakan sebagai penukar kation dalam reaksi pertukaran adalah 48 sampai 60 mesh (Astiana dan Wiradinata, 1989).
•
Sifat Fisik
Sifat-sifat fisik zeolit sangat beragam dan yang terpenting adalah warna, kerapatan isi, kadar air, besar dan jumlah rongga. Warna zeolit pada umumnya kehijau-hijauan sampai keabu-abuan, oleh karena itu zeolit juga disebut batu hijau. Selain itu, zeolit memiliki warna putih, putih kekuningan, merah muda, coklat kemerahan, dan hijau tua coklat kekuningan.
Perbedaan warna zeolit
disebabkan oleh jenis mineral pengotor yang ada di dalam zeolit dan kadar air. Mineral-mineral pengotor diantarannya mineral liat, kuarsa,dan feldspar. Mineral pengotor dapat berubah warna pada kadar air yang berbeda. Kerapatan isi atau bobot isi zeolit lebih ringan dibandingkan dengan mineral golongan silikat lainnya, yaitu berkisar antara 1.9-2.4g/cm3. Hal ini dikarenakan mineral zeolit memiliki struktur berongga. Bobot isi sangat erat hubungannya dengan volume rongga dalam zeolit. Volume rongga zeolit berkisar 20-50% dari volume zeolit, jika volume rongga zeolit semakin besar maka bobot isinya semakin rendah. (Suwardi, 1997).
2.2.2. Zeolit Sebagai Campuran Pupuk Zeolit sebagai mineral alam yang banyak terdapat di Indonesia mempunyai sifat-sifat yang spesifik antara lain penyerap dan penukar kation yang tinggi. Zeolit merupakan bahan alternatif yang diharapkan mampu untuk meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen. Salah satu aspek penggunaan zeolit dalam bidang pertanian adalah sebagai bahan campuran pupuk, khususnya pupuk nitrogen. Hal ini ber dasarkan pada selektivitas
adsorbsi zeolit yang tinggi terhadap ion
amonium yang mampu mengefisienkan penggunaan pupuk kimia nitrogen sehingga penyerapan pupuk menjadi lebih efisien. Oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai bahan pupuk penyedia lambat (slow release fertilizers). Penambahan zeolit pada pupuk nitrogen akan menjerap amonium yang dikeluarkan oleh pupuk. Jika konsentrasi nitrat dalam tanah menurun, amonium yang telah dijerap oleh zeolit akan dilepaskan kembali ke dalam larutan tanah, dengan cara demikian N yang diberikan kedalam tanah dapat tersedia dalam waktu yang lebih lama. Pupuk dalam bentuk slow release fertilizer (SRF), dapat mengoptimalkan penyerapan hara oleh tanaman dan mempertahankan keberadaan hara dalam tanah, karena SRF dapat mengendalikan pelepasan unsur sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Melalui cara ini, pemupukan tanaman, yang biasanya dilakukan pe tani tiga kali dalam satu kali musim tanam, cukup dilakukan sekali sehingga menghemat pe nggunaan pupuk dan tenaga kerja (Suwardi,1991). Beberapa hasil penelitian mengenai kegunaan zeolit sebagai bahan campuran pupuk nitrogen antara lain, hasil dari penelitian Mirza, (1995) dan Novalina, (1995) yaitu penelitian penggunaan zeolit sebagai bahan campuran dengan pupuk (Zeo-Urea Tablet) terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah pada tanah Aluvial Indramayu, Karawang, Grumusol Cianjur dan Latosol Subang yang memberikan hasil produksi tertinggi pada percobaan rumah kaca diperoleh pada aplikasi pupuk tablet zeolit urea (20/80) sebanyak 200 kg/ha pada tanah Grumusol Cianjur yaitu 9.36 ton gabah kering panen per hektar. Di daerah Subang pada pemberian pupuk zeolit urea (20/80) sebanyak 200 kg/ha yaitu 8.48 ton/ha,
Indramayu pada pemberian pupuk zeolit urea (20/80) sebanyak 200 kg/ha yaitu 8.18 ton/ha, dan Karawang pada pemberian pupuk zeolit urea (10/90), 200 kg/ha sebesar 7.08 ton/ha. Berdasarkan data dari hasil keseluruhan percobaan dan peningkatan hasil produksi yang diperoleh maka aplikasi pupuk tablet urea zeolit lebih baik dibandingkan urea tablet ataupun prill dengan takaran pemberian sebanyak 200 kg/ha. Takaran yang menguntungkan adalah dengan pemberian tablet urea zeolit (10/90) sampai (20/80) sebanyak 150 kg/ha dimana takaran N berkisar antara 60,75-54 kg, atau 200 kg/ha dengan kandungan N antara 72-81 kg tergantung dari jenis tanahnya. Tanah yang kurang subur membutuhkan takaran pemberian pupuk yang lebih tinggi. Hasil dari lapangan secara keseluruhan terlihat bahwa penggunaan tablet zeolit urea memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan hasil tanaman padi. Hal ini disebabkan karena pada urea prill dan urea tablet, tidak terdapat mekanisme pengikatan NH4+ selain oleh partkel tanah, sehingga konsentrasinya yang tinggi pada larutan tanah di tahap awal pemberian pupuk, menyebabkan persentase kehilangan pupuk lebih besar. Sedangkan pada perlakuan urea-zeolit tablet terdapat mekanisme pertukaran pada kisi-kisi kristal zeolit, sehingga pupuk yang diberikan akan dapat lebih efisien digunakan tanaman karena sebelum dimanfaatkan NH4+ terlebih dahulu dijerap oleh kristal zeolit yang menyebabkan efisiensi hara N lebih tinggi. Zeolit dapat mencegah terjadinya nitrifikasi karena mineral zeolit dapat menjerap NH4+ pada kisi-kisinya (diameter rongga klinoptilolit 3.9-5.4 Aº sedangkan diameter NH4+ 1.4 Aº ), sehingga bakeri nitrifikasi tidak dapat masuk karena ukuran tubuh dari bakteri tersebut 1000 kali lebih besar dari diameter rongga zeolit (Alexander, 1977).
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Juni 2005 sampai dengan Desember 2005. 3.2. Bahan dan Alat Pupuk SRF yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari campuran urea dengan zeolit dengan perbandingan seperti terlihat pada Tabel 1. Pupuk SRF diberi label A, B, C, D dengan perbandingan urea:ze olit 50%:50%, untuk E, F, G, H dengan perbandingan urea:zeolit 70%:30%, untuk K dengan perbandingan urea:zeolit 80:20%. Perbedaan dari jenis-jenis SRF tersebut selain perbandingan antara urea dan zeolit adalah jenis dan jumlah bahan perekat (binder). Tabel 1. Jenis Pupuk SRF, Perbandingan Urea dan Zeolit, dan Kandungan Nitrogen.
Jenis Pupuk A B C D E F G H K Keterangan:
Perbandingan Urea : zeolit ( %) 50 50 50 50 70 70 70 70 80
50 50 50 50 30 30 30 30 20
Nitrogen Dalam Dalam Pupuk Tanah (%) (mg/kg) 22 50 22 50 22 50 22 50 32 50 32 50 32 50 32 50 36 50
Jumlah Pupuk Tiap Botol (g) 0.022 0.022 0.022 0.022 0.015 0.015 0.015 0.015 0.014
SRF kelompok A, B, C, D dan SRF kelompok E, F, G, H dibedakan dalam hal jenis dan jumlah bahan perekatnya.
Sebagai pembanding digunakan urea prill, urea granul, dan tiga jenis SRF produk import P1, P2, dan P3 (Tabel 2). Tabel 2. Pupuk Pembanding Urea Prill (UP), Urea Granul (UG) dan SRF Produk Import (P1, P2, P3).
Jenis Pupuk UP UG P1 P2 P3 Kontrol Keterangan:
Nitrogen Dalam Pupuk Dalam Tanah (%) (mg/kg) 45 50 45 50 6 50 18 50 15 50 -
Jumlah Pupuk Tiap Botol (g) 0.010 0.010 0.083 0.027 0.033 -
UP (urea prill), UG (urea granul), P1, P2, P3 merupakan jenis pupuk SRF yang merupakan produk import dari negara Holand. Pupuk ini pada dasarnya di buat untuk diaplikasikan pada tanaman tahunan dengan jangka waktu ketersediaannya dalam tanah 6 sampai dengan 9 bulan.
Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah tanah yang biasa digunakan untuk menanam padi sawah di daerah Darmaga, Bogor. Tanah diambil dari jenis tanah Aluvial (order Inceptisol). Tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm kemudian dikeringudarakan dan diayak 4 mm untuk uji pelepasan nitrogen dari pupuk SRF melalui percobaan inkubasi. Untuk analisis sifat-sifat kimia di laboratorium, tanah ditumbuk dan diayak lagi melalui saringan 2 mm. 3.3. Metode Penelitian Urea dan zeolit dipersiapkan dalam bentuk bubuk (powder) dengan ukuran 60-100 mesh. Selanjutnya urea dan zeolit denga n perbandingan seperti Tabel 1, dicampur secara homogen dengan peralatan mixer kemudian ditambah binder. Selanjutnya SRF dibuat dalam bentuk granul dengan peralatan granulator dan rotary dryer
Pengukuran laju pelepasan nitrogen pupuk dilakukan dengan metode inkubasi di ruang terbuka di laboratorium. Tanah kering udara sebanyak 117,49 g atau setara 100 g (berat kering mutlak/BKM) dimasukan ke dalam wadah plastik berbentuk tabung silinder dengan diameter 6.00 cm dan tinggi 6.70 cm. Jenis dan jumlah pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah dalam wadah plastik disajikan pada Tebel 1. Setiap perlakuan diulang 3 kali.
3.4. Pelaksanaan Percobaan Pupuk urea dan formula SRF ditimbang sesuai dengan perlakuan kemudian dimasukan ke dalam wadah plastik yang telah berisi tanah setara 100 g BKM. Tanah dan pupuk dicampur merata lalu tanah dilembabkan sampai mencapai kadar air kapasitas lapang (38.69%). Tanah dalam wadah plastik ditutup dengan plastik polyethelene kemudian diinkubasi. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar dalam inkubator terbuka selama 14 minggu. Tiap periode waktu tertentu yaitu pada minggu ke - 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 14 setelah inkubasi, kadar amonium, nitrat, pH dan EC dianalisis. Tiap perlakuan diulang 3 kali dengan mengeluarkan seluruh isi tanah dari dalam wadah plastik dan kemudian diayak dengan saringan 2 mm sehingga butiran pupuk yang belum hancur akan berada di atas saringan. Karena jumlah perlakuan ada 15, maka jumlah wadah plastik sebanyak 15 x 3 x 8 =360. Penetapan kadar amonium dan nitrat dilakukan dengan mengekstrak tanah dengan 2 N KCl lalu ekstraktan diukur dengan FIA Star. Seluruh contoh tanah pada minggu ke 14dianalisis pH, EC, amonium, nitrat, P, K, KTK dan basa-basa. Jenis dan metode analisis disajikan pada Tabel Lampiran 1.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pelepasan Nitrogen Pupuk Menjadi Amonium Laju pelepasan nitrogen dari pupuk SRF menjadi amonium selama 14 minggu waktu inkubasi disajikan pada Gambar 1. Mulai minggu ke -1 pupuk dengan cepat berubah menjadi amonium. Jumlah nitrogen yang terlepas dari pupuk menjadi amonium pada tanah berkisar antara 10-30% dari jumlah nitrogen. Pupuk A, B, dan D yang memiliki perbandingan urea:zeolit = 50%:50% mempunyai laju perubahan menjadi amonium lebih lambat. Sementara itu pupuk F, G, H yang memiliki perbandingan urea:zeolit = 70%:30% memiliki laju yang sangat cepat. Ada kecenderungan yang jelas semakin tinggi kandungan zeolit laju pelepasan nitrogen menjadi amonium semakin lambat. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit dapat memperlambat laju pelepasan nitrogen menjadi amonium.
35
F
Release N-NH 4+ (%)
30
H UP G
25 20
C UG K D
15
B 10
A E
5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
waktu Inkubasi (minggu)
Gambar 1. Laju Pelepasan Nitrogen Menjadi Amonium dari Pupuk SRF, Urea Prill (UP), Urea Granul (UG) selama 14 Minggu Waktu Inkubas i
13
14
Berdasarkan gambar 1 di atas, terdapat penyimpangan untuk pupuk E yang memiliki kandungan zeolit 30% laju pelepasan nitrogen menjadi amonium lambat sementara itu pupuk C yang memiliki kandungan zeolit 50% mempunyai laju pelepasan nitrogen menjadi amonium yang cepat. Sampai minggu ke-8, hampir semua pupuk SRF tidak lagi menghasilkan amonium. Jumlah nitrat yang terbentuk hasil dari laju pelepasan nitrogen pupuk SRF selama 14 minggu waktu inkubasi disajikan pada Gambar 2. Pada minggu pertama pupuk dengan agak lambat berubah menjadi nitrat. Pada minggu ke -2 akumulasi pelepasan nitrogen pupuk menjadi nitrat semakin besar sampai minggu ke-3. Pada minggu ke-3 jumlah pelepasan nitrogen pupuk menjadi nitrat mencapai 45-65% dari nitrogen yang diberikan ke dalam tanah. Dari pupuk SRF yang dibuat dari campuran urea dan zeolit, campuran zeolit (50:50) memberikan jumlah nitrat paling kecil.
90 Release N-NO 3 (%)
H
K
100
D
80
E
UP A
70 60 50
C
40
G
F
UG
B
30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
waktu Inkubasi (minggu)
Gambar 2. Kurva Kumulatif Pembentukan Nitrat dari 9 Jenis Pupuk Formula SRF, Urea Prill (UP), Urea Granul (UG) Terhadap Jumlah Nitrogen yang Diberikan
14
Dari Gambar 2 terlihat bahwa dari 9 pupuk SRF, jumlah nitrat yang paling sedikit terbentuk adalah B yang diikuti C, dan F.
Hal ini menunjukan
bahwa formula SRF B (B) memiliki kecepatan proses pelepasan nitrogen yang paling lambat dibandingkan delapan jenis formula SRF lainnya. Jumlah nitrat yang terbentuk meningkat dari minggu ke minggu hingga 14 minggu waktu inkubasi. Makin tinggi kadar zeolit laju pelepasan nitrogen dari pupuk menjadi semakin lambat. Hal ini terkait dengan kemampuan zeolit yang terbatas menyerap nitrogen dalam bentuk amonium. Sedangkan dalam bentuk nitrat yang berupa anion ze olit tidak dapat mengikat. 4.2. Laju Pelepasan Nitrogen Menjadi Amonium dan Nitrat Laju pelepasan nitrogen pupuk menjadi amonium dan nitrat selama 14 minggu waktu inkubasi disajikan pada Gambar 3.
H K
Release (N-NH4+ + N-NO3 -) (%)
100 90
UP A
80
E
D
70
G
60
F
UG
50
C
40
B
30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
waktu Inkubasi (minggu)
+
-
Gambar 3. Laju (N-NH4 +N-NO 3 ) Antara Formula SRF, Urea Prill (UP) dan Urea Granul (UG) yang Dihasilkan.
14
Dari gambar 1, terlihat bahwa pada minggu pertama (N-NH4+ +N-NO 3-) yang terbentuk cukup banyak. Pada minggu kedua pelepasan nitrogen semakin cepat sampai minggu ke-3 jumlah nitrogen hampir mendekati 100%. Dari pupuk SRF yang dibuat dari campuran urea dan zeolit 50%:50% memberikan jumlah nitrogen paling lambat. Dari gambar Gambar 4, Laju pelepasan nitrogen dari pupuk yang dibuat dari campuran zeolit dan urea ternyata lebih baik dibandingkan dengan pupuk SRF produk import. Pupuk urea prill maupun urea granul merupakan pupuk yang paling cepat mengalami proses pelepasan nitrogen. Artinya pupuk ini melepaskan amonium dan nitrat dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan formula SRF campuran urea dan zeolit dan SRF import kecuali P1.
Release (N-NH 4 ++N-NO3 -) (%)
100 90
UP UG
80
B
70 60 50 40 30
P2
20
P3
P1
10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
waktu Inkubasi (minggu)
Gambar 4. Laju (N-NH4 + +N-NO3-) SRF (B), Urea Prill (UP), Urea Granul (UG), dan SRF Produk Import (P1,P2,P3)
13
14
Dari kenyataan di atas menunjukkan bahwa pupuk SRF yang dibuat dari campuran urea dan zeolit dapat digunakan sebagai pupuk SRF. Namun demikian pupuk SRF import ternyata lebih lambat dari SRF yang dibuat dengan campuran zeolit. Dari informasi yang ditulis pada kemasan pupuk SRF produk import menunjukkan bahwa pupuk tersebut memang ditujukan untuk penggunaan pada tanaman tahunan sehingga dibuat sangat lambat. Sedangkan SRF yang dikembangkan untuk penelitian ini dibuat untuk tanaman padi yang mempunyai umur sekitar 14 minggu. 4.3. Perubahan pH, EC dan Sifat-Sifat Kimia Tanah Selama Inkubasi Hasil pengukuran pH dan EC setiap minggu selama 14 minggu inkubasi disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Secara umum pH tanah cukup tinggi pada awal inkubasi dan kemudian menurun sejalan dengan waktu inkubasi. Hal ini sangat berkaitan dengan produksi amonium (bersifat basa) pada awal inkubasi menyebabkan peningkatan pH. Sejalan dengan waktu inkubasi terjadi penurunan jumlah amonium dan peningkatan nitrat. Karena nitrat bersifat asam, maka sejalan dengan waktu inkubasi pH tanah menurun. Sebaliknya nilai daya hantar listrik (EC) pada awal inkubasi rendah dan meningkat sejalan dengan waktu inkubasi. Perubahan pH dan EC tergantung dari proses nitrifikasi dari nitrogen menjadi amonium dan nitrat. Reaksi pembentukan nitrat akan membebaskan H+ merupakan sebab terjadinya pengasaman tanah (Leiwakabessy, 1988). Pemberian pupuk nitrogen ke dalam tanah dapat meningkatkan reaksi nitrifikasi dalam tanah dengan membebaskan ion hidrogen sehingga menurunkan pH tanah.dan menyebabkan
nitrat yang terbentuk tinggi. Nitrat yang merupakan anion dari asam kuat bila berada dalam jumlah yang tinggi dapat menghantarkan listrik yang ditunjukan dengan nilai EC yang tinggi. Hasil analisis sifat kimia tanah awal (Tabel Lampiran 4) menunjukkan bahwa tanah Aluvial yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai reaksi tanah yang masam (pH H2O 5.0), C-organik rendah (1.64%), N-total rendah (0.16%). Kriteria penilaian disajikan pada Tabel Lampiran 5. Analisis tanah sebelum perlakuan pupuk menunjukkan bahwa P-tersedia tinggi (13.1 ppm), Ca tinggi (11.33 me/100g), Mg tinggi (3.53 me/100g), sedangkan nilai dari K rendah (0.26 me/100g). Tanah-tanah di daerah tropika basah umumnya mempunyai kandungan K rendah. Nilai KTK tanah turun setelah dilakukan inkubasi, pada perlakuan semua pupuk yang diinkubasikan terlihat adanya penurunan nilai KTK pada saat minggu ke -14 (Tabel Lampiran 6) bila dibandingkan dengan nilai KTK tanah awal 23.85 me/100g. 4.4. Mekanisme Slow Release pada SRF yang Dibuat dari Urea dan Zeolit
Zeolit yang dicampur dengan pupuk urea mengikat amonium yang dilepaskan pupuk urea pada saat penguraian. Pengikatan akan lebih efektif jika jumlah zeolit yang dicampurkan ke dalam pupuk urea semakin banyak, karena kompleks jerapan yang dapat menangkap amonium semakin banyak.
Amonium yang
dijerap zeolit tidak segera dilepas ke dalam larutan tanah selama jumlah amonium dalam tanah masih tinggi. Setelah amonium dalam tanah berubah menjadi nitrat, persediaan amonium dalam rongga-rongga zeolit dilepaskan ke dalam larutan
tanah. Jadi zeolit berfungsi memperlambat proses perubahan amonium menjadi nitrat. Zeolit memiliki nilai KTK yang tinggi, yang berguna sebagai pengadsorpsi dan pengikat dan penukar kation, karena memiliki KTK yang tinggi maka semakin banyak jumlah kisi-kisi pertukaran di dalam zeolit, sehingga semakin banyak jumlah NH4+yang berasal dari formula SRF dan pupuk urea yang telah mengalami hidrolisis menjadi amonium dapat dijerap oleh kisi-kisinya. Penjerapan NH4+ini di dalam rongga / kisi-kisi zeolit, hanya bersifat sementara dan dengan mudah akan di berikan kepada tanaman pada saat diperlukan (Suwardi, 1991). Berdasarkan sifat pertukaran kation yang tinggi, zeolit dapat mengikat dan menyimpan sementara unsur-unsur hara dalam tanah kemudian melepaskan kembali ke tanah saat tanaman membutuhkan khususnya N karena sifat selektivitas adsorbsi zeolit yang tinggi terhadap ion amonium. Kemampuan zeolit dalam menyerap ion amonium, menghambat perubahan amonium menjadi nitrat sehingga kehilangan N dalam bentuk nitrat yang mudah tercuci air hujan dapat ditekan. Jika kadar N dalam larutan tanah berkurang, N yang diadsorbsi oleh zeolit akan dilepaskan secara perlahan untuk keperluan tanaman (Suwardi, 2002).
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1) Dari 9 jenis formula SRF, SRF B yang mengandung campuran urea:zeolit (50:50) mempunyai laju pelepasan nitrogen paling lambat. Bila dibandingkan dengan pupuk urea pril maupun urea granul, formula SRF B masih memiliki laju pelepasan nitrogen lebih lambat. Hal ini terkait dengan jumlah zeolit yang digunakan berbeda pada tiap formula SRF serta jenis dan jumlah bahan perekat yang digunakan untuk tiap formula SRF. 2) Dengan penambahan zeolit sebagai bahan campuran pupuk yang dibuat dalam bentuk granul, nyata dapat memperlambat laju pelepasan nitrogen yang berasal dari formula SRF karena disebabkan oleh kemampuan mineral zeolit untuk menjerap nitrogen yang diberikan dalam bentuk kation amonium pada kisi-kisi kristalnya, sehingga dapat mengurangi transformasi amonium menjadi bentuk nitrat secara biologik. 3) Pupuk dalam bentuk slow release fertilizer (SRF) dapat mengoptimalkan penyerapan hara oleh tanaman, karena SRF dapat mengendalikan pelepasan hara sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman, mempertahankan keberadaan hara dalam tanah dan jumlah pupuk yang diberikan lebih sedikit dibandingkan dengan metode konvensional serta dapat menghemat penggunaan pupuk dan tenaga kerja.
5.2. Saran Perlu diadakannya uji percobaan lapang ataupun di rumah kaca dengan suatu komoditi tanaman tertentu sehingga da pat diketahui besarnya produksi yang dihasilkan dari pemberian pupuk formula SRF dan juga membandingkannya dengan besarnya produksi yang dihasilkan dari pemberian pupuk urea granul serta pupuk urea prill.
VI. DAFTAR PUSTAKA Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd ed. Jhon Wiley and Sons. Inc. New York. Astiana. S. 2004. Penggunaan Baha n Mineral Zeolit Sebagai Campuran Pupuk Zeolit-Urea Tablet. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Astiana. S. 1993. Perilaku Mineral Zeolit dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Tanah (Disertasi). Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Astiana dan Wiradinata. 1989. Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Produksi Pertanian. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Barrer, R. M. 1976. Cation-Exchange Equilibria in Zeolites and Feldpathoid. In L. B. Sand F. A. Mumpton (ed.) Natural Zeolites, Occurrence, Properties, Use, Pergamon Press. Oxford. Black, C. A . 1973. Soil Plant Relationship. 2nd. Ed. Wiley Eastern Private Limited. New Delhi. Breck, D. W. 1974. Zeolites Molecular Sieves. Wiley Inter Science. Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soils. The Mac millan Co. New York. De Datta.1987. Advances in Soil Fertility Research and Nitrogen Fertilizer Management for Lowland Rice. Akademiai Kiado, Budapest. Gottardi, G. 1978. Mineralogy and Crystal Chemistry of Zeolites. P. 31-44. In Natural Zeolites: Occurrence, Properties, Use (Sand, L. B. and Mumpton, F. A. , eds. ). Pergamon Press, Oxford, New York. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta; Akademika Pressindo Ismunadji, M. dan R. Sismiyati. 1988. Hara Mineral Tanaman Padi. Dalam Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan tanah. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi, 1992. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Mirza, F. 1995. Efektifitas Pupuk Urea-Zeolit tablet terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) varietas IR-64 pada Tanah Aluvial Indramayu dan Karawang. Skripsi Mahasiswa (S1). Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Mumpton, F. A. 1977. Mineralogy and Geology of Natural Zeolites. Mineralogical Society of America, Short course notes, Vol. 4. s Mumpton, F. A. 1984. Natural Zeolites. In W. G. Pond and F. A. Mumpton (ed.) Zeo-Agriculture: Use of Natural Zeolites In Agriculture and Aquaculture. West View Press, Boulder, Colorado. Novalina. 1995. Efektifitas Pupuk Urea-Zeolit tablet terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah ( Oryza sativa L.) varietas IR-64 pada Grumusol Cianjur dan Latosol Subang. Skripsi Mahasiswa (S1). Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Prasad, R. And S. K. De Datta. 1979. Increasing Fertilizer Nitrogen Efficiency in Wett Land Rice, In Nitrogen and Rice. 1979. IRRI. Los Banos, Laguna, Philippines. Sanchez, P. A. 1979. properties and Management of Soil in Tropics. Jhon Wiley and Sons. New York. Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB. Bandung. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Bogor, IPB. Bogor. Soepardi, G., S. Sabiham, dan S. Djokosudardjo. 1980. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Bogor, IPB. Bogor. Suwardi. 1991. The Mineralogical and Chemical Properties of Natural Zeolite and Their Application Effect for Soil Amandement. A Thesis for the Degree of Master. Laboratory of Soil Science. Departement of Agriculture Chemistry, Tokyo University of Agriculture. Suwardi. 1997. Studies On agricultural utilization of Natural Zeolites in Indonesia. Dissertation. Graduate School of Agriculture. Tokyo University of Agriculture. Suwardi. 2000. Pemanfaatan Zeolit sebagai Media Tumbuh Tanaman Hortikultura. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Prosiding. Temu Ilmiah IV. PPI. Tokyo, Jepang; 1-3 September 1995. Suwardi. 2002. Pemanfaatan Zeolit untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan, Peternakan, dan Perikanan. Makalah disampaikan pada Seminar Teknologi Aplikasi Pertanian Bogor IPB. Tisdale, S. L. , W. L. Nelson and Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4rd ed. The Mac Millan PubL. Co. New York.
Tabel Lampiran 1. Metode Analisis Tanah yang Digunakan dalam Penelitian.
Sifat Tanah (Satuan)
Metode
pH H2O (1:5) C-Organik (%) N-Total (%) Nitrat-Amonium (ppm) P-tersedia Kandungan basa-basa (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me /100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) Daya Hantar Listrik (EC) (µS/cm)
Elektrometri Walkey dan Black Kjeldahl FIASTAR Bray 1 N NH4OAc N NH4OAc N NH4OAc N NH4OAc N NH4OAc EC meter
pH pH pH pH pH
7.0 7.0 7.0 7.0 7.0
Tabel Lampiran 2. Perubahan pH selama 14 Minggu Inkubasi Waktu Kontrol UP UG A B C D E F G H K P1 P2 P3
M1 6.30 5.92 5.97 5.85 5.87 5.95 5.90 5.86 6.13 5.96 6.03 5.91 6.34 6.33 6.26
M2 6.00 5.64 5.52 5.42 5.46 5.59 5.63 5.51 5.67 5.64 5.78 5.40 5.93 5.98 5.80
M3 5.93 5.71 5.56 5.36 5.31 5.52 5.60 5.44 5.60 5.53 5.03 5.03 5.90 5.90 5.80
M4 5.78 5.56 5.50 5.31 5.27 5.55 5.55 5.47 5.36 5.28 5.11 5.01 5.33 5.31 5.25
M6 5.65 5.38 5.43 5.29 5.28 5.42 5.32 5.40 5.38 5.31 5.02 5.00 5.31 5.32 5.25
M8 M10 5.44 5.38 5.42 5.21 5.15 5.23 5.25 5.27 5.32 5.64 5.23 5.37 5.41 5.38 5.36 5.29 5.25 5.25 5.24 5.22 5.66 5.84 5.53 5.46 5.35 5.31 5.29 5.32 5.29 5.26
M 14 5.26 5.15 5.18 5.11 5.11 5.13 5.11 5.18 5.02 5.09 5.00 5.01 5.36 5.37 5.30
Tabel Lampiran 3. Perubahan EC selama 14 Minggu Inkubasi (µS/cm) Jenis pupuk Kontrol UP UG A B C D E F G H K P1 P2 P3
M1 77.53 91.06 99.26 101.56 81.66 97.70 96.90 99.63 97.80 87.50 82.43 87.23 94.13 88.07 125.10
M2 104.37 149.96 134.43 138.80 121.83 137.80 137.96 129.80 134.16 136.53 127.70 121.73 129.33 118.10 149.37
M3 122.93 165.33 140.56 128.53 133.10 148.19 144.70 148.56 141.83 140.53 149.63 138.13 137.43 137.10 176.73
M4 130.40 158.70 148.16 145.56 141.60 146.76 148.66 151.13 141.63 157.46 154.63 151.50 152.97 157.53 193.80
M6 141.73 152.20 140.00 146.40 136.55 165.40 158.77 155.50 156.60 144.60 145.03 155.07 171.80 171.77 195.10
M8 138.17 153.60 135.03 160.97 153.93 152.23 164.87 164.53 151.23 153.67 176.43 165.40 167.63 172.90 195.27
M10 202.60 175.93 157.27 158.87 158.83 153.20 161.07 157.63 168.73 160.33 165.60 156.83 203.80 182.37 205.67
M14 172.00 149.60 146.10 146.83 147.47 154.90 152.60 152.03 157.20 153.73 142.27 141.73 241.00 218.33 243.33
Tabel Lampiran 4: Hasil Analisis Kimia Tanah Awal
KB
C-Org N-Total
C/N
------------(%) ---------1.64
0.16
Ca
Mg
K
Na
KTK Al
P
Fe
Cu
Zn
Mn
---------------- (me/100g) ---------------- ------------------- (ppm) --------------
64.7 10.25 11.3
3.53 0.26
0.3
23.9 0.04
13.1
6.38 0.12 8.15
16.1
Tabel Lampiran 5: Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) ( dalam Hardjowigeno,1992)
Sifat Kimia Tanah N-Total (%) C-Organik (%) C/N P Tersedia (Bray1.ppm) KTK (me/100g) K( me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) Na (me/100g) KB (%) Kejenuhan Al (%)
Reaksi Tanah pH H2O
Sangat Rendah < 0.1 < 1.0 <5 <4
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0.1-0.2 1-2 5-10 5-7
0.21-0.5 2.01-3.0 11-15 8-10
0.51-0.75 3.1-5.0 16-25 11-15
> 0.75 >5 > 25 > 16
<5 < 0.1 <2 < 0.3 < 0.1 < 20 <5
5-16 0.1-0.3 2-5 0.4-1.0 0.1-0.3 20-40 5-10
17-24 0.4-0.5 6-10 1.1-2.0 0.4-0.7 41-60 11-20
25-40 0.6-1.0 11-20 2.1-8 0.8-1 61-80 21-40
> 40 >1 > 20 >8 >1 > 80 > 40
Sangat masam < 4.5
Masa m 4.5-5.5
Agak masam 5.6-6.5
Netral 6.6-7.5
Agak alkalis 7.6-8.5
Alkalis 78.5
Tabel Lampiran 6. Hasil Analisis Kimia Tanah setelah Inkubasi selama 14 Minggu Jenis pupuk C-Org N-Total UP UG A B C D E F G H K P1 P2 P3 Kontrol
(%) 1.39 1.43 1.31 1.33 1.44 1.28 1.34 1.36 1.34 1.2 1.33 1.59 1.44 1.44 1.32
(%) 0.14 0.15 0.13 0.13 0.14 0.13 0.14 0.13 0.13 0.12 0.14 0.15 0.14 0.14 0.12
C/N
P Bray I
9.93 9.53 10.08 10.23 10.29 9.85 9.57 10.46 10.31 10.00 9.50 10.6 10.29 10.29 11.00
(ppm) 56.9 23.9 32.5 33.7 33.2 36.8 34.1 33.7 35.9 29.7 35.5 36.48 33.41 34.56 35.00
Basa-basa (me/100g) Ca 10.12 10.91 9.61 9.66 10.52 9.66 9.91 9.77 10.2 9.27 10.42 8.69 8.48 7.76 10.35
Mg 3.47 3.85 3.33 3.25 3.57 3.30 3.48 3.43 3.38 3.22 3.55 3.15 3.05 2.72 3.27
K 0.26 0.43 0.26 0.26 0.30 0.26 0.30 0.28 0.26 0.21 0.21 0.09 0.09 0.13 0.31
Na 0.50 0.68 0.38 0.32 0.42 0.38 0.40 0.32 0.3 0.28 0.26 0.13 0.13 0.17 0.42
KTK
KB
Al
(me/100g) 19.62 19.62 21.15 21.73 23.85 21.92 23.85 20.38 21.54 22.69 20.38 20.26 19.11 19.88 25.00
(%) 73.14 80.89 64.12 62.08 62.1 62.04 59.08 67.71 65.65 57.21 70.85 59.53 61.49 54.23 57.4
(me/100g) 0.04 0.04 0.08 0.08 0.04 0.08 0.12 0.12 0.08 0.12 0.04 0.16 0.19 0.16 0.04
Tabel Lampiran 7: Hasil Analisis Amonium dan Nitrat selam a 14 Minggu Periode Inkubasi (%) NITRAT (%) MINGGU
UP
UG
A
B
C
D
E
F
G
H
K
P1
P2
P3
I
14.89
24.58
15.40
16.10
20.20
17.09
20.20
21.66
23.00
14.84
18.21
5.26
10.21
11.06
2
84.53
69.26
73.15
67.74
81.71
79.23
75.66
82.11
94.85
80.73
76.61
2.75
4.76
22.11
3
102.63
61.20
57.95
63.44
64.09
64.73
65.60
62.75
71.10
65.88
82.46
18.04
5.74
31.59
4
62.39
64.76
60.01
56.64
73.29
88.29
63.00
56.36
71.04
67.35
63.40
55.83
18.18
49.94
6
65.49
80.03
69.71
55.65
65.74
68.06
83.83
70.51
79.23
88.75
88.30
45.12
21.12
55.63
8
65.85
46.79
56.09
64.84
58.55
68.08
67.84
64.34
74.51
48.51
24.20
19.91
16.85
47.05
10
72.08
78.64
70.40
31.41
95.49
94.39
100.98
102.51
57.81
143.44
125.56
20.62
45.21
37.74
14
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
17.43
24.22
82.61
AMONIUM (%) MINGGU
UP
UG
A
B
C
D
E
F
G
H
K
P1
P2
P3
I
41.19
51.03
25.68
29.99
43.66
37.98
25.90
52.18
43.70
51.65
40.04
11.66
31.33
44.36
2
0.54
0.54
5.19
2.58
0.46
1.19
1.19
1.70
5.59
7.20
1.04
24.36
18.98
53.09
3
1.59
2.15
0.03
0.00
0.00
0.00
0.44
0.28
0.00
0.00
0.00
4.19
3.95
4.38
4
0.00
0.00
0.00
0.00
5.84
0.00
0.56
0.00
0.00
0.20
0.00
0.00
2.68
2.73
6
0.03
0.00
0.00
0.09
0.00
0.00
0.00
0.26
0.75
0.00
0.00
0.00
2.08
0.00
8
0.14
0.35
2.39
3.04
0.00
0.21
0.00
0.13
1.88
4.00
1.95
0.40
2.33
3.11
10
0.00
1.79
2.46
8.54
1.65
2.50
0.00
0.44
0.69
9.65
1.28
0.12
0.11
0.00
14
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.13
0.33
0.22
TOTAL AMONIUM-NITRAT (%) MINGGU
UP
UG
A
B
C
D
E
F
G
H
K
P1
P2
P3
I
56.08
75.60
41.08
46.09
63.86
55.06
46.10
73.84
66.70
66.49
58.25
16.93
41.54
55.43
2
85.06
69.80
78.34
70.31
82.18
80.41
76.85
83.81
100.44
87.93
77.65
27.11
23.74
75.20
3
104.22
63.35
57.98
63.44
64.09
64.73
66.04
63.03
71.10
65.88
82.46
22.23
9.69
35.96
4
62.39
64.76
60.01
56.64
79.13
88.29
63.56
56.36
71.04
67.55
63.40
55.83
20.85
52.66
6
65.49
80.03
69.71
55.65
65.74
68.06
83.83
70.51
79.23
88.75
88.30
45.12
23.20
55.63
8
65.99
47.14
58.48
67.88
58.55
68.29
67.84
64.46
76.39
52.51
26.15
20.31
19.18
50.15
10
72.08
80.43
72.86
39.95
97.14
96.89
100.98
102.95
58.50
153.09
126.84
20.73
45.32
37.74
14
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
17.56
24.55
82.84
Gambar 1. Pupuk Urea Prill dan Pupuk Urea Granul
Gambar 2. Pupuk Slow Release Fertilizers (SRF)
Gambar 3. Model Inkubasi (Keadaan Aerob)