PERANAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA PADA ASPEK EKONOMI DAN AKSES TERHADAP LAHAN DI DESA TAJUG, PONOROGO
YANITHA RAHMASARI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MAYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Industri Tepung Tapioka pada Aspek Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan di Desa Tajug, Ponorogo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Yanitha Rahmasari NIM I34090015
4
ABSTRAK YANITHA RAHMASARI. Peranan Industri Tepung Tapioka pada Aspek Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan di Desa Tajug, Ponorogo. Dibimbing oleh HERU PURWANDARI. Industri tepung tapioka merupakan industri yang berkembang pada bidang pertanian. Industri tersebut mengolah singkong menjadi tepung tapioka. Keberadaan industri tepung tapioka memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitar, khususnya memberikan perekonomian yang lebih tinggi bagi rumahtangga masyarakat pada sektor industri dibandingkan dengan rumahtangga masyarakat pada sektor non-industri. Selain berpengaruh pada tingkat ekonomi rumahtangga masyarakat, adanya industri ini juga memberikan peluang usaha baru bagi masyarakat. Tingkat ekonomi yang berbeda setelah masuknya industri juga memberikan pengaruh pada akses terhadap bangunan dan lahan bagi masyarakat. Kata kunci: ekonomi, hak akses, industri tepung tapioka
ABSTRACT YANITHA RAHMASARI. The Role of Tapioca Starch Industry Economic Aspects and Access to Land in Rural tajug, Ponorogo. Supervised By HERU PURWANDARI. Starch industry is a growing industry in the field of agriculture. The industry is processing of cassava into starch. The presence of starch industry influence the community and its surrounding, particularly giving the higher level of economy for households in the public sector compared to the public household in nonindustrial sectors. Not only giving an effect on the level of the household economy, the industry also provides new business opportunities for the community. A Different economic levels that created after the entry of the industry is also an impact to the access on buildings and land for the people. Key words: economic, acess right, tapioka starch industry
PERANAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA PADA ASPEK EKONOMI DAN AKSES TERHADAP LAHAN DI DESA TAJUG, PONOROGO
YANITHA RAHMASARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
-
.- -
Judul Skripsi Nama NIM
Peranan Industri Tepung Tapioka pada Aspek Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan di Desa Tajug, Ponorogo Yanitha Rahmasari 134090015
Disetujui oleh
Heru Purwandari, SP, M Si
Pembimbing
Diketahui oleh
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
19
JUL 2 13
Judul Skripsi Nama NIM
: Peranan Industri Tepung Tapioka pada Aspek Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan di Desa Tajug, Ponorogo : Yanitha Rahmasari : I34090015
Disetujui oleh
Heru Purwandari, SP, M Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah industri, dengan judul Peranan Industri Tepung Tapioka pada Aspek Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan di Desa Tajug, Ponorogo. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih dan rasa hormat yang mendalam penulis ucapkan kepada Ibu Heru Purwandari, SP, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, dukungan, dan selalu sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, ayahanda Djoko Muryanto, ibunda Ninik Tri Soewitaningsih, teman terdekat Bella Ardikara Ramadhan yang telah memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan yang besar kepada penulis. Tidak lupa kepada teman satu bimbingan, Firda Emiria Utami dan Alfiana Rachmawati yang telah banyak membantu, memberikan kritik dan saran untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman tersayang dan seperjuangan Dini Dwiyanti, Adia Yuniarti, Siti Khatidjah, Nina Lucellia, Suci Ariyanti, serta seluruh teman-teman KPM 46 dan KPM 45 yang telah bersedia menjadi teman berdiskusi dan bertukar opini yang secara sukarela menemani penulis dalam suka dan duka saat menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang telah membacanya.
Bogor, Agustus 2013 Yanitha Rahmasari NIM I34090015
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
PENDEKATAN TEORITIS
5
Tinjauan Pustaka
5
Kerangka Pemikiran
9
Hipotesis Penelitian
10
Definisi Konseptual
11
Definisi Operasional
11
PENDEKATAN LAPANGAN
13
Metode Penelitian
13
Lokasi dan Waktu Penelitian
13
Teknik Pengumpulan Data
14
Teknik Pengolahan Data dan Analisa data
15
GAMBARAN UMUM
17
Gambaran Umum Desa Tajug
17
Kondisi Geografis dan Infrastruktur Desa Tajug
17
Kependudukan Desa Tajug
18
Tata Guna Lahan di Desa Tajug
20
Karakteristik Responden
21
INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI DESA TAJUG
23
Sejarah Berdirinya Industri Tepung Tapioka
23
Peranan Industri Bagi Komunitas Lokal
23
xii
PERANAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA PADA ASPEK EKONOMI MASYARAKAT DI DESA TAJUG
25
Pendapatan Sektor Industri dan Non-Industri
25
Tingkat Peralihan Mata Pencaharian
26
Tingkat Ekonomi Desa Tajug, Ponorogo
30
TINGKAT EKONOMI DAN PENGARUHNYA PADA PEMBENTUKAN AKSES SUMBERDAYA
31
Akses Terhadap Bangunan
31
Hubungan Tingkat Ekonomi dan Hak Akses Terhadap Bangunan
32
Akses Terhadap Lahan Sawah
32
Hubungan Tingkat Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan Sawah
33
SIMPULAN DAN SARAN
37
Simpulan
37
Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
39
RIWAYAT HIDUP
56
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Status kepemilikan sumberdaya Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dari sektor industri dan non industri di Desa Tajug Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dari sektor industri dan non industri di Desa Tajug Jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2012 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Tajug tahun 2012 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Tajug tahun 2012 Luas dan persentase penggunaan lahan di Desa Tajug tahun 2012 Jumlah dan persentase karakteristik responden menurut jenis pendidikan dan usia responden di Desa Tajug Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan di Desa Tajug Jumlah dan persentase responden menurut tingkat peralihan mata pencaharian di Desa Tajug Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pekerjaan yang dimiliki di Desa Tajug Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan utama di Desa Tajug Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan sampingan di Desa Tajug Jumlah dan persentase responden menurut tingkat ekonomi di Desa Tajug Jumlah dan persentase tingkat akses responden pada sektor industri dan non-industri terhadap bangunan di Desa Tajug Jumlah dan persentase korelasi antara tingkat ekonomi responden industri non-industri terhadap hak akses bangunan di Desa Tajug Jumlah dan persentase tingkat akses responden pada sektor industri dan non-industri terhadap lahan sawah di Desa Tajug Jumlah dan persentase korelasi antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-industri terhadap hak akses sawah Jumlah dan persentase responden menurut pendistribusian lahan sawah Desa Tajug
9 15 15 18 19 19 20 21 25 27 28 28 29 30 31 32 33 34 di 35
DAFTAR GAMBAR 1
Bagan kerangka analisis peranan industri tepung tapioka terhadap struktur ekonomi dan akses terhadap lahan masyarakat pedesaan.
10
xii
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Jadwal pelaksanaan penelitian Kuesioner Panduan pertanyaan wawancara mendalam Peta Desa Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo Kerangka sampling rumah tangga industri Uji statistik rank spearman Dokumentasi
41 42 49 50 51 54 55
PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan akan dibahas mengenai alasan yang mendasari penelitian ini. Pemikiran tersebut dijelaskan melalui latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Latar belakang yang disusun menggambarkan permasalahan umum dalam penelitian disertai dengan fakta-fakta yang mendukung terhadap peranan indutsri tepung tapioka pada aspek ekonomi dan hak akses terhadap lahan di desa. Kemudian permasalahan umum dijabarkan menjadi permasalahan-permasalahan khusus yang ditulis dalam perumusan masalah. Tujuan penelitian merupakan jawaban yang diharapkan terhadap permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Sementara kegunaan penelitian merupakan manfaat yang diharapkan oleh peneliti setelah penelitian ini dilakukan. Latar Belakang Pembangunan dalam suatu negara berkembang selalu didasarkan pada pembangunan ekonomi dan pemanfaatan sumberdaya alam. Indonesia memiliki berbagai macam sumberdaya alam yang bisa dimanfaatkan. Menurut Macklin (2009), pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses untuk meningkatkan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertumbuhan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi negara. Pemanfaatan sumberdaya alam yang efisien dalam suatu negara akan diikuti dengan pembangunan negara yang semakin modern. Kondisi modern ini jelas mempengaruhi kepribadian masyarakat dan lingkungannya. Dalam pembangunannya, sebagai upaya dalam mencapai tahap negara yang modern, Indonesia harus terlebih dahulu melalui tahap tinggal landas. Tahapan ini merupakan perpindahan dari sektor primer yaitu pertanian, menjadi sektor sekunder yaitu industri. Perkembangan industri terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia salah satunya pada aspek sosial ekonomi dan akses terhadap lahan. Berger dalam Endang Sutrisna (2008), salah satu usaha guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri. Sektor ini diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang yaitu struktur ekonomi dengan titik berat industri yang maju didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Dengan pemahaman tersebut berarti industrialisasi merupakan satu fase dari keseluruhan pembangunan ekonomi. Seperti yang dinyatakan oleh Sunarjan (1991), bahwa pembangunan nasional yang telah dilakukan oleh Indonesia berusaha meningkatkan laju pertumbuhan di sektor industri, sehingga diharapkan akan ada keseimbangan antara sektor pertanian dan sektor industri. Umumnya telah diketahui bahwa ekonomi pedesaan di Indonesia, khususnya Jawa, didasarkan pada usaha pertanian. Tetapi dari data hasil penelitian1 menunjukkan bahwa dalam separuh jumlah desa yang diteliti ternyata sektor non pertanian memberikan sumbangan lebih dari 50% dari total pendapatan. Di Sentul, produktivitas lahannya rendah 1
Penelitian ini dituliskan dalam buku Ranah Studi Agraria: Penguasaan Lahan dan Hubungan Agraris
2
dan banyak penduduk menjadi tukang becak, kuli, serta buruh perusahaan genteng. Melihat sumbangan pendapatan kegiatan non pertanian lebih besar dari sektor pertanian sangat cocok apabila keberadaan industri juga meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat. Harapan pemerintah semenjak adanya industri adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketersediaan sarana infrastruktur, peningkatan kualitas SDM, pemicu sektor informal, dan sampai pada mencegah arus urbanisasi penduduk ke kota karena permasalahan kepadatan penduduk di kota-kota besar. Menurut Kristanto (2004), industralisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-negara maju. Namun, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi, banyak industri di daerah pedesaan yang tidak memberikan peningkatan terhadap kesempatan kerja masyarakat sekitar, karena tenaga kerja yang diserap harus memiliki pendidikan tinggi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Annastasia (2011), menurut responden yang berstatus sebagai penduduk asli, kesempatan kerja di wilayah kampung tangsi dirasa sangat sulit karena persaingan kerja dengan masyarakat pendatang. Sehingga, kesempatan kerja hanya dirasakan oleh masyarakat pendatang. Munculnya industri juga menghantarkan modernisasi khususnya didaerah pedesaan. Menurut Schoorl (1980), dalam bidang ekonomi modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri yang besar, dimana produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang sarana produksi diadakan secara massal. Menurut Yustika (2000) dalam Umi Darojah, sejarah telah mencatat bahwa industrialisasi di Indonesia pada akhirnya juga menggeser aktivitas ekonomi masyarakat, yang semula bertumpu kepada sektor pertanian untuk kemudian bersandar kepada sektor industri. Kebijakan pemerintah yang terus mendorong untuk mengembangkan sektor industri (termasuk industri kecil) ini telah menyebabkan kesempatan kerja di sektor industri kecil semakin lama juga semakin terbuka. Industrialisasi yang dijalankan harus bertumpu dan berkaitan dengan sektor pertanian, sehingga jika sektor industri sudah tumbuh pesat tidak lantas mematikan sektor pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakatnya. Dalam penelitiannya, Gandi (2011) menyatakan bahwa setelah adanya industri ketersebaran pekerjaan lebih ke bidang non pertanian seperti bidang perdagangan, jasa transportasi, penyedia akomodasi/makanan dan minuman. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Muray (2011), masuknya industri batu bata tidak menyebabkan mata pencaharian di sektor pertanian mati, melainkan masih ada masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani walaupun lahan yang digarap masyarakat bukanlah lahan milik sendiri. Keberadaan industri dianggap memberikan dampak positif maupun negatif terhadap masyarakat sekitar. Menurut Saeni R (2004), industrialisasi yang pada hakekatnya adalah modernisasi, juga membawa dampak dibidang kependudukan yaitu terjadinya urbanisasi, perpindahan penduduk dari desa ke kota. Dengan demikian, pembangunan industri yang terus menerus akan berimplikasi pada berkurangnya lahan masyarakat sekitar industri dan perubahan ekonomi masyarakat. Kondisi seperti digambarkan di atas juga menyebabkan kebutuhan
3
lahan semakin meningkat baik untuk keperluan industri maupun untuk pemukiman baru akibat banyaknya pendatang. Kenyataan ini menyebabkan penduduk asli yang umumnya petani semakin terpinggirkan dan sebagian besar beralih mata pencaharian. Implikasi lain yang akan terjadi adalah akses akan lahan yang akan berubah, karena migrasi yang terjadi, sehingga memberikan kesempatan bagi penduduk pendatang untuk masuk ke desa baru yang secara tidak langsung akan ikut merubah hak akses terhadap lahan karena kebutuhan masyarakat akan lahan sebagai pemenuh kebutuhan hidupnya juga semakin meningkat. Penelitian Annastasia (2011) juga menyebutkan bahwa setelah adanya industri di Desa Sukadanau, masyarakat pendatang lebih banyak daripada masyarakat asli yang mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin banyak. Peningkatan kebutuhan tempat tinggal dan pembangunan untuk berusaha di sektor non industri juga berimplikasi pada perbedaan akses tiap masyarakat terhadap lahan sebagai sarana penunjang hidup. Menurut Ostrom dan Schlager (1996) dalam Satria (2009), akses seseorang dalam sumberdaya alam ditentukan oleh hak kepemilikannya. Sehingga dalam setiap orang memiliki hak akses yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Tantri (2007), masuknya industri di daerah Cilacap salah satunya di area kelautan, mengakibatkan nelayan memiliki akses yang berbeda terhadap area penangkapan dan berimplikasi pada hasil penangkapan setiap nelayan yang juga berbeda. Keberadaan industri salah satunya berada di Desa Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo. Di Desa ini terdapat industri yang mengolah singkong menjadi tepung tapioka. Secara geografis industri ini terletak di pinggiran kota Ponorogo dengan luas wilayah sebesar 137.85 Ha dengan jumlah penduduk sebayak 2 776 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 1 356 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 1 420 jiwa. Secara administratif, Desa Tajug terbagi atas 5 Rukun Warga (RW) dan 14 Rukun Tetangga (RT). Industri tepung tapioka yang berdiri sejak tahun 1994 ini telah menyerap tenaga kerja tetap dari masyarakat sejumlah 208 jiwa. Tenaga kerja ini bekerja dalam bidang produksi, office boy, tenaga begging, dan tenaga sift. Industri seluas 12 ha ini adalah industri terbesar dan satu-satunya yang berada di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Keberadaan industri yang ditengah tengah masyarakat desa yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dirasa akan memberikan pengaruh terhadap masyarakat dibidang ekonomi dan hak akses terhadap lahan masyarakat. Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan utama penelitian yakni bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan akses terhadap sumberdaya alam setelah adanya pengembangan industri di desa.
4
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas terdapat hubungan antara peran industri tepung tapioka terhadap ekonomi dan hak akses masyarakat terhadap tanah di Desa Tajug, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian mengenai Peranan Industri Tepung Tapioka terhadap Ekonomi dan Akses Lahan di Pedesaan, sebagai berikut : 1. Bagaimana peranan industri tepung tapioka terhadap ekonomi masyarakat di Desa Tajug? 2. Bagaimana hubungan ekonomi masyarakat akibat industri tepung tapioka dengan akses terhadap lahan pada masyarakat di Desa Tajug? Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu: 1. Menganalisis peranan industri tepung tapioka terhadap ekonomi masyarakat di DesaTajug. 2. Menganalisis hubungan ekonomi masyarakat akibat industri tepung tapioka dengan akses terhadap lahan pada masyarakat di Desa Tajug. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai peran industri tepung tapioka terhadap aspek ekonomi dan akses lahan di pedesaan. Penelitian ini juga berguna untuk: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya struktur ekonomi dan akses terhadap lahan akibat industri pedesan. 2. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai pembangunan di pedesaan, khususnya mengenai industrialisasi pedesaan. 3. Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam merumuskan pedoman dan kebijakan untuk pembangunan khususnya mengenai industri di pedesaan. 4. Bagi industri, sebagai gambaran mengenai keadaan industrialisasi di pedesaan sehingga para pihak yang berkecimpung di industri dapat dijadikan basis perencanaan maupun tindakan dalam membangun industri di pedesaan.
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Bagian ini akan menjelaskan mengenai acuan-acuan yang melandasi pemikiran terhadap permasalahan dalam penelitian. Beberapa acuan diperoleh dari laporan hasil penelitian, baik cetak maupun elektronik. Acuan tersebut memuat antara lain konsep industrialisasi, dampak industri terhadap sosial ekonomi, dan hak akses terhadap sumberdaya alam. Industri dan Industrialisasi Makin berkembangnya masyarakat dan maraknya program pembangunan pedesaan akan membawa konsekuensi dan pesatnya perubahan-perubahan pada masyarakat pedesaan. Salah satu strategi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah adalah melalui pendekatan industrialisasi. Sehingga melalui industrialisasi ini perubahan-perubahan kehidupan masyarakat diharapkan akan terjadi (Purwanto 2003). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Menurut Kristanto (2004), industralisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-negara maju. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Rpublik Indonesia tentang Industrialisasi Nomor 24 Tahun 2009, Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Sehingga industri dirasa akan memberi kontribusi terhadap keberlangsungan sosial ekonomi masyarakat di sekitar industri. Menurut Supardi (2003), strategi pembangunan perekonomian yang banyak dilakukan oleh negara berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya yaitu dengan mengembangkan industri-industri di berbagai wilayah. Industri yang banyak berkembang di Indonesia dapat diklasifikasikan kedalam berbagai bidang seperti dibawah ini beserta dampak yang ditimbulkannya. 1. Industri Pertanian Pembangunan pertanian yang ditunjukkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian yaitu dengan mengadakan pembaharuan dalam proses pengelolaannya dari penggunaan alat-alat tradisional ke penggunaan teknologi modern. Produk yang ditingkatkan ini memberikan keuntungan pada lingkungan melalui perbaikan lahan dan teknik pengolahan air, atau melalui frekuensi penggunaan lahan. Tetapi dalam hal ini, dapat pula menimbulkan dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari penggunaan teknoogi modern untuk meningkatkan produksi tersebut pada lingkungan, baik yang bersifat sementara maupun permanen. Dengan adanya komplikasi ekologi yang sering menyertai peningkatan hasil produksi, amak setiap pengaruh posistif dari peningkatan produksi tidak pula mengabaikan kemungkinan timbulnya hal-hal negatif.
6
2. Industri Pertambangan Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan baku mentah yang berasal dari hasil pertambangan. Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi, logam-logam mineral, bahan organik dan lain-lain. Pencemaran lingkungan sebagai akibat dari pengelolaan pertambangan umunya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, dan faktor biologis. Pencemaran ini biasanya lebih terjadi. 3. Industri Manufaktur Bertambahnya penduduk dengan cepat mengakibatkan tekanan pada sektor penyedian fasilitas tenaga kerja yang tidak mungkin dapat ditampung di sektor pertanian. Maka untuk perluasan kesempatan kerja, sektor industri manufaktur perlu ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Industri manufaktur yang banyak dilakuakan di kawasan yang mudah dijangkau, industri ini banyak membawa akibat rusaknya lingkungan hidup. Selain peningkatan produksi akan menambah perekonomian negara dan masyarakat yang bekerja di industri manufaktur, tetapi pada pengelolaannya banyak menimbulkan dampak negatif pada masyarakat yang hidup disekitarnya. 4. Industri Pariwisata Pembangunan pariwisata merupakan salah satu pembangunan yang perlu dikembangkan karena dari sektor ini dapat meningkatkan penerimaan devisa negara, memperluas lapangan kerja serta memperkenalkan kebudayaan bangsa dan lahan air. Penanaman modal di bidang pariwisata ini secara finansial akan menguntungkan bagi penyenggara dan secara langsung lebih menyejahterahkan masyarakat disekeliling objek pariwisata. Selain dikelompokkan menurut berbagai bidang, Biro Pusat Statististik juga mengkategorikan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan. Kategori tersebut yaitu : (1) Industri besar dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih; (2) industri sedang dengan jumlah pekerja 20-99 orang; (3) industri kecil yang mempekerjakan 5-19 orang; dan (4) industri kerajinan rumah tangg dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang. Menurut Supardi (2003), dalam masyarakat dampak terjadi pada suatu proyek pembangunan manusia sifatnya kompleks dan tidak sama untuk semua tempat. Dampak positif untuk suatu tempat dapat menjadi negatif untuk tempat lain. Selain itu juga dikenal apa yang disebut dampak langsung atau dampak tidak langsung, sebagai contoh misalnya akibat banyaknya proyek pembangunan industri dapat meningkatkan pendapatan, perubahan hubungan antar manusia seperti perpindahan mata pencaharian, perpindahan tempat pemukiman, mobilitas, dan sebagainya. Berbagai gambaran tersebut memberi gambaran bahwa keberadaan industri menimbulkan dampak saling kait-mengait. Satu pihak menilai adanya industri berdampak positif dan dilain pihak ternyata berdampak negatif. Dampak ini akan dirasa negatif apabila merugikan masyarakat sekitar dan akan berdampak positif apabila menguntungkan masyarakat. Berkembangnya industri di pedesaan tidak terlepas dengan alasan yang menganggap bahwa industri lebih penting untuk dikembangkan terutama dibandingkan dengan bidang pertanian, industri pedesaan dapat berfungsi sebagai
7
alat pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan ini industrialisasi pedesaan melalui mekanisme pasar dapat mengakumulasi dan mengalihkan modal dari sektor pertanian ke sektor industri. Industrialisasi dapat pula meningkatkan penyerapan angkatan kerja yang senantiasa bertambah di pedesaan2. Indusrialisasi pedesaan menampilkan peranan penting dalam pembentukan organisasi sosial yang bersifat industrial. Industrialisasi pedesaan juga berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit industrialisasi pedesaan bertujuan menganekaragamkan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan. Menurut Gandi (2011), industri yang didirikan di pedesaan sering kali untuk mendapatkan tenaga kerja murah, menghindari protes dan sekaligus karena diletakkan di pedesaan oleh peraturan pemerintah. Sehingga pedesaan mempunyai daya tarik tertentu (lahan, pasar, bahan baku, tenaga kerja, atau bahkan keterbelakangan masyarakatnya) bagi pembangunan industri. Dikemukakan lebih lanjut bahwa transformasi masyarakat dari tradisional ke taraf lebih modern diharapkan dapat dilakukan melalui proses modernisasi terutama dalam pembangunan ekonomi. Langkah ke arah lebih modern ini dapat dilakukan melalui perubahan pranata ekonomi masyarakat dari yang bersifat agraris menjadi masyarakat yang berciri industri. Dampak Industrialisasi terhadap Sosial Ekonomi Selain dapat meningkatkan produksi barang-barang dan meningkatkan nilai harga barang yang telah diolah, industrialisasi diperkirakan dapat juga mengatasi masalah kesempatan kerja yang semakin sedikit. Sunarjan (1991) menyatakan bahwa kehadiran industri menyebabkan perubahan-perubahan dalam sosial-ekonomi seperti perubahan pemanfaatan lahan, perubahan profesi dan perubahan pendapatan penduduk. Muchtadi dalam Dirgantoro (2001) menjabarkan sumber pendapatan adalah seluruh pendapatan yang berasal dari anggota rumah tangga dalam satu unit rumah tangga yang lazimnya berada dalam satu rumah. Dewi et al. (2003) mendefinisikan pendapatan total rumah tangga petani hutan rakyat merupakan pendapatan yang diterima oleh petani pengelola hutan rakyat, yaitu hasil dari usaha hutan rakyat ditambah hasil dari usaha selain hutan rakyat dikurangi pengeluaran total yang dikeluarkan oleh petani hutan rakyat. Adapun Rahardjo dalam Gandi (2011) menyatakan bahwa proses industrialisasi berpengaruh lebih yaitu membawa gejala ekonomi, berupa perkembangan infrastruktur dan perdagangan dengan proses kapitalisasi (akumulasi dan konsentrasi modal, persaingan ekonomi, gejala sosial berupa demokratisasi dan pertentangan kelas, serta gejala budaya berupa timbulnya gaya hidup yang produktif dan konsumtif, persepsi yang rasional, antisipatif dan pragmatis. Menurut Purwanto (2003) pembangunan industri di pedesaan akan membawa dampak seperti penyempitan lahan pertanian, peningkatan arus migrasi, terbukanya desa bagi kegiatan ekonomi dan munculnya peluang kerja dan berusaha di bidang non pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa masuknya indusrialisasi di pedesaan juga membuka peluang bagi peningkatan ekonomi 2
Definisi dan penjelasan mengenai industrialisasi pedesaan ini merupakan hasil simposium industrialisasi pedesaan yang dilakukan pada tahun 1990 di Institut Pertanian Bogor, yang disunting oleh Mangara Tambunan dan Sayogyo.
8
masyarakat. Masyarakat di sekitar pabrik dapat memanfaatkan peluang kerja yang terbuka dengan memasuki bidang-bidang pekerjaan yang ditawarkan oleh pabrik, dan para pemilik modal dapat memanfaatkan berbagai peluang usaha untuk mengakomodasi kebutuhan pembangunan pabrik dan kebutuhan para migran pekerja yang tinggal di sekitar kawasan industri seperti menyediakan jasa tempat pemondokan, transportasi ojek atau mendirikan toko dan warung untuk memenuhi kebutuhan para pekerja pabrik. Perubahan lingkungan dengan nilai atau pandangan hidup masyarakat mempengaruhi bentuk pencarian nafkahnya, pembangunan industri telah mendorong usaha seperti toko, warung dan tempat pemondokan dan uaha transportasi ojek. Anggapan bahwa industri mempunyai peranan penting dalam mengangkat perekonomian masyarakat didukung oleh pernyataan Hasmanto (2011) yang menyatakan bahwa adanya pembangunan industri maka akan memicu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti sektor jasa dan sektor pertanian. Sektor jasa juga berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran dan perdagangan, periklanan, dan transportasi yang kesemuanya akan mendukung lajunya pertumbuhan industri, berarti keadaan tersebut akan mengakibatkan meluasnya kesempatan kerja yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat (daya beli). Selain dalam hal ekonomi, hadirnya industri juga akan berpengaruh pada munculnya pemukiman baru guna menampung tenaga kerja untuk industri yang akan menimbulkan sektor kegiatan baru didaerah sekitarnya. Hak Akses Terhadap Sumberdaya Alam Sumberdaya alam memiliki potensi untuk dimiliki oleh semua orang. Setiap orang memiliki akses yang berbeda-beda dalam memanfaatkannya. Menurut Ostrom dan Schlanger dalam Satria (2009), terdapat empat tipe hak dalam pengelolaan sumberdaya alam, yaitu: 1. Hak akses (access right) adalah hak untuk memasuk wilayah sumberdaya yang memiliki batas-batas yang jelas untuk menikmati manfaat non ekstraktif. 2. Hak pemanfaatan (withdrawal right) adalah hak untuk memanfaatkan sumberdaya. 3. Hak pengelolaan (management right) adalah hak untuk turut serta dalam pengelolaan sumberdaya. 4. Hak eksklusi (exclusion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak tersebut dialihkan ke pihak lain; dan 5. Hak pengalihan (alienation right) adalah hak untuk menjual atau menyewakan sebagian atau seluruh hak kolektif tersebut di atas. Dalam hak-hak pengelolaan sumberdaya alam di atas terdapat aktor yang dapat memiliki hak-hak tersebut. Pengelompokan aktor dapat dilihat pada Tabel 1.
9
Tabel 1 Status kepemilikan sumberdaya Hak milik
Pemilik (Owner)
Pemilik (Proprietor)
Penuntut (Claimant)
Akses (Acces) Pemanfaatan (Withdrawal) Pengelolaan (Management) Eksklusi (Exclusion) Pengalihan (Alienation)
X X
X X
X X
X
X
X
X
X
Pemakai sah (Authorized user) X X
Pemasuk sah (Authorized entrant) X
X
ᵃSumber: Ostrom dan Schlager (1996) dalam Satria (2009)
Tabel 1 menunjukkan pihak yang hanya mendapat akses, maka statusnya hanyalah sebagai authorized entrant. Sementara itu, pihak yang memiliki hak ases dan hak pemanfaatan dikategorikan sebagai authorized usher. Adapun pihak yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan, hingga hak pengelolaan, maka dapat dikategorikan sebagai claimant. Pihak yang memiliki ketiga hak tersebut termasuk hak ekslusi, statusnya disebut propietor, dan bila memiliki semua hak tersebut beserta hak pengalihannya maka disebut sebagai owner. Status tersebut bersifat dinamis dan dapat berubah ubah setiap waktu. Dalam kebanyakan kasus masyarakat industri, lembaga yang mendukung tentang gugatan hak kepemilikan biasanya adalah negara (hukum negara). Namun, ini bukan satu-satunya sumber hak milik, terutama dalam hal lahan. Selain peraturan perundang-undangan, sebagian besar masyarakat dan agama telah menyusun berbagai bentuk hak dan aturan yang berkaitan dengan penggunaan dan tata cara pemanfaatan Kerangka Pemikiran Industri merupakan kegiatan mengolah barang setengah jadi menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Perkembangan industri yang kurang lebih telah 31 tahun pada akhirnya telah merambah daerah pedesaan. Adanya industri yang masuk desa merupakan pintu bagi desa untuk beralih mata pencaharian dari sektor pertanian menjadi sektor non pertanian. Dalam pembangunannya industri membutuhkan lahan untuk mengembangkan industri tersebut. Pembangunan yang terus menerus akan berimplikasi pada lahan produktif yang berada di sekitar industri. Keadaan ini memberikan perubahan terhadap ketersediaan lahan sebelum adanya industri dan setelah adanya industri di daerah tersebut. Kebutuhan pengembangan industri untuk memperluas lokasi produksinya baik sebagai sarana pergudangan maupun produksi sangat tinggi. Maka terjadilah perubahan pemilikan lahan yang diperoleh dari para penduduk asli pemilik lahan tersebut. Jual beli lahan pun tidak bisa dihindari. Selain itu, bentuk tindakan masyarakat atas dampak industri terutama karena kesempatan kerja industri yang meningkat dengan meningkatkan tingkat pendidikan. Hal ini
10
dilakukan karena untuk di industri biasanya menerapkan standar tingkat pendidikan. Selain itu adanya industri juga memberikan dampak pada desa-desa dimana industri itu berada. Salah satu hal yang dapat diamati adalah aspek ekonomi masyarakat. Keberadaan industri secara tidak langsung juga memberi pengaruh terhadap mata pencaharian. Dalam hal ini, masyarakat lebih tertarik untuk bekerja pada sektor industri dikarenakan pendapatan masyarakat akan dirasa akan lebih stabil dibanding dalam sektor pertanian. Hal lain yang akan dirasakan berubah adalah terbukanya akses usaha, karena kebutuhan pekerja dari sektor non-industri dalam hal pemukiman, rumah makan, toko, ataupun hal yang lain. Industri tidak hanya mencapai kegiatan mandiri saja, tetapi mempunyai tujuan pokok untuk meningkatkan ekonomi masyarakat disekitarnya. Perubahan profesi dari bidang pertanian ke industri dan non industri menyebabkan pula pada perubahan pendapatan. Perubahan ekonomi yang terdiri dari perubahan tingkat pendapatan, peralihan mata pencaharian, dan terbukanya peluang usaha juga secara tidak langsung memberikan implikasi terhadap penggunaan hak akses masyarakat terhadap lahan. Hal ini disebabkan karena pembangunan selain di sektor industri secara terus menerus meningkat. Pada penelitian ini, terdapat variabel yang diuji secara kualitatif dan kuantitatif. Variabel yang diuji secara kuantitatif adalah tingkat ekonomi ditunjukkan dengan tingkat pendapatan, peralihan mata pencaharian dari sektor pertanian ke industri, dan terbukanya peluang usaha yang akan berhubungan dengan hak akses terhadap sumberdaya alam khususnya lahan.
Industri Tepung Tapioka
Keterangan : Hubungan
Tingkat Ekonomi 1. Tingkat Pendapatan 2. Tingkat Peralihan Mata Pencaharian 3. Tingkat terbukanya akses usaha
Tingkat akses terhadap lahan
Gambar 2 Bagan kerangka analisis peranan industri tepung tapioka terhadap aspek ekonomi dan akses terhadap lahan masyarakat pedesaan. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat disusun hipotesis yaitu : 1. Terdapat hubungan antara adanya industri dengan tingkat ekonomi masyarakat. 2. Terdapat hubungan antara tingkat ekonomi masyarakat setelah adanya industri dengan tingkat akses terhadap lahan.
11
Definisi Konseptual 1. Industri Pedesaan adalah masuknya industri atau bangunan di wilayah pedesaan sebagai tempat pengolahan barang mentah/ setengah jadi menjadi barang yang bernilai ekonomis lebih tinggi. 2. Industri tepung tapioka adalah industri pengolahan hasil pertanian (singkong) menjadi tepung tapioka sebagai campuran bahan makanan. Definisi Operasional Untuk mengarahkan pengumpulan, pengelolaan, dan analisis data dalam penelitian dirumuskan sejumlah definisi operasional sebagai berikut: 1. Tingkat ekonomi adalah jumlah total skor perhitungan dari dimensi variabel (tingkat pendapatan, tingkat peralihan mata pencaharian, dan tingkat terbukanya akses usaha) yang akan dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. Nilai tinggi dari masing-masing dimensi variabel akan diberi skor 2 dan nilai rendah dari masing-masing dimensi variabel akan diberi skor 1. Tingkat ekonomi akan dikategorikan rendah jika skor total dimensi variabel bernilai 3-4 dan tingkat ekonomi dikategorikan tinggi apabila skor total dimensi variabel bernilai 5-6. 2. Tingkat pendapatan adalah total pendapatan yang diterima oleh responden dari hasil pekerjaan di sektor industri ataupun sektor non-industri dan ditambah dari sektor pertanian ataupun sektor non-industri. Tingkat pendapatan disesuaikan dengan kondisi lapang dan dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. Tingkat pendapatan diukur dengan: 1. Rendah (skor 1) : Pendapatan antara Rp500 000-Rp1 500 000 2. Tinggi (skor 2) : Pendapatan > Rp1 500 000 3. Tingkat peralihan mata pencaharian adalah besarnya tingkat peralihan mata pencaharian dari sektor pertanian menjadi sektor industri. Peralihan mata pencaharian akan diukur dengan skala ordinal dan akan dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. Tingkat peralihan mata pencaharian diukur dengan: 1. Rendah (skor 1) : Tidak ada perubahan ke sektor industri. 2. Tinggi (skor 2) : Ada perubahan menjadi sektor industri. 4. Tingkat terbukanya akses usaha adalah banyaknya kesempatan bekerja bagi masyarakat untuk melakukan usaha selain dari sektor industri. Misalnya mendirikan toko, warung, rumah makan, pondokan ataupun mendirikan rumah, dan jasa transportasi. Tingkat terbukanya akses usaha akan dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. Tingkat terbukanya akses usaha diukur dengan: 1. Rendah (skor 1) : Jika hanya memiliki satu bentuk usaha 2. Tinggi (skor 2) : Jika memiliki lebih dari satu bentuk usaha 3. Tingkat akses terhadap lahan adalah tingkat akses masyarakat dari sektor industri dan non-industri terhadap lahan, akses tersebut bisa berupa pemanfaatan, pengelolaan, eksklusif, dan pengalihan. Tingkat akses terhadap lahan akan dikategorikan menjadi tinggi dan rendah sesuai kondisi lapang dan disesuaikan dengan teori Bundle Of Right dari Ostrom. Tingkat akses terhadap lahan dapat diukur dengan menghitung setiap pertanyaan Ya dan Tidak, dan skor untuk jawaban Ya = 1 dan Tidak = 0.
12
13
PENDEKATAN LAPANGAN Pendekatan lapangan menggambarkan mengenai pendekatan penelitian yang digunakan di lapangan. Pendekatan lapangan meliputi pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data. Pendekatan penelitian merupakan pendekatan yang dilakukan dalam melakukan penelitian, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Lokasi dan waktu penelitian menggambarkan mengenai pemilihan lokasi dan waktu yang diperlukan untuk penelitian mulai penyusunan proposal hingga laporan penelitian. Teknik pengumpulan data merupakan pendekatan yang digunakan dalam menggali data dan informasi baik melalui kuesioner ataupun wawancara terstruktur kepada responden dan informan. Teknik pengolahan dan analisis data merupakan pendekatan untuk menggambarkan cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang diajukan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan kemudian peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1989). Penelitian menggunakan metode survai dapat menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa yang sudah dirancang peneliti. Hubungan kausal yang dapat diuji dari hipotesa meliputi hubungan adanya peranan industri tepung tapioka terhadap ekonomi masyarakat, dan hubungan ekonomi masyarakat terhadap hak akses lahan masyarakat yang berupa sawah dan bangunan. Pengujian hipotesa di atas diharapkan mampu menjawab keterkaitan antara peranan tingkat ekonomi masyarakat dengan hak akes terhadap lahan dari pemilihan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitian survai dikarenakan metode ini dapat menjelaskan tujuan dari penelitian melalui generalisasi objek penelitian untuk populasi masyarakat yang tidak sedikit. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Tajug merupakan salah satu desa yang terkena pengaruh langsung dari keberadaan industri di Desa Tajug. Penelitian ini dilaksanakan pada periode bulan Maret-April 2013. Kegiatan penelitian meliputi pengambilan data lapangan baik primer maupun sekunder, mengetahui karakteristik masyarakat desa, menyebar beberapa panduan pertanyaan dan kuesioner, dan dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian (lihat lampiran 1).
14
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Semua data yang diperoleh nantinya akan didokumentasikan dalam bentuk catatan harian agar tidak terjadi distorsi informasi. Data primer dan data sekunder saling mendukung satu sama lain untuk menyempurnakan hasil penelitian. Semua metode yang digunakan bertujuan agar data yang diperoleh benar-benar akurat sehingga memudahkan peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini. Pengumpulan data primer dilakukan dengan: a. Kuesioner yaitu suatu instrumen penelitian dalam metode survey. Data-data yang dikumpulkan berupa data karakteristik responden dan rumahtangga, tingkat pendapatan, peralihan mata pencaharian, dan terbukanya akses usaha. b. Wawancara mendalam yang dilakukan dengan bantuan panduan pertanyaan. Data yang dikumpulkan mengenai peranan industri tepung tapioka. c. Observasi langsung yang dilakukan untuk memperoleh gambaran keadaan desa dan industri, serta kebutuhan dokumentasi. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari kajian pustaka dan analisis literatur-literatur yang terkait dengan kondisi desa, peta lokasi penelitian, keadaan industri, data jumlah penduduk dan dokumen-dokumen tertulis lainnya. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan (Lampiran 3) kepada informan maupun responden. Informan yang akan dipilih adalah kepala desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat yang mengetahui situasisituasi di sekitar desa. Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga di sekitar industri khususnya di Desa Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang terkena pengaruh langsung dari adanya industri. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga dengan unit sasaran adalah anggota rumahtangga yang bekerja pada sektor industri atau sektor non industri. Populasi dari sektor industri adalah seluruh kepala keluarga yang bekerja pada industri tepung tapioka yang berjumlah 208 jiwa. Pengambilan sampel pada masyarakat industri dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Sedangkan responden dari sektor non industri adalah kepala keluarga yang tinggal di Rukun Warga (RW) yang paling dekat dengan kegiatan industri, yaitu RW 02. Lokasi tersebut dipilih secara purposive dengan pertimbangan letak RW 02 yang paling dekat dengan industri tepung tapioka sehingga diharapkan pengaruh industri tepung tapioka dirasakan langsung oleh masyarakat di RW tersebut, hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dikarenakan populasi kepala keluarga di desa tersebut sangat besar yaitu 810 kepala keluarga dengan jumlah masyarakat sebesar 2 776 jiwa dan tidak memungkinkan untuk membuat kerangka sampling, maka dipilih dengan metode multistage random sampling yaitu 3 RT yang menjadi fokus utama penelitian yaitu RT 01/02, RT 02/02, dan RT 03/02. Informasi dan data penelitian diperoleh melalui responden dan informan. Responden adalah pihak yang memberikan keterangan mengenai dirinya dan keluarganya. Sedangkan informan adalah pihak yang memberikan keterangan dan informasi mengenai situasi-situasi yang terjadi di sekitarnya. Dalam pendekatan kuantitatif, sebelumnya populasi dibagi ke dalam subpopulasi berdasarkan tipe sumber mata pencahariannya yaitu pekerja industri dan non industri sehinggan
15
satuan elementer dalam masing-masing subpopulasi menjadi homogen. Hal ini bertujuan untuk menjawab tujuan dari penelitian yaitu membandingkan tingkat ekonomi masyarakat yang bekerja dari sektor dan sektor non industri. Dari subpopulasi akan diambil sample sebanyak 35 responden (Tabel 2). Tabel 2 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dari sektor industri dan non industri di Desa Tajug Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Bidang Pekerjaan Industri Non-Industri Jumlah % Jumlah % 35 100 25 71.4 0 0 10 28.6 35 100 35 100
Jumlah
(%)
60 10 70
85.7 14.3 100
Masing-masing subpopulasi yang telah diambil merupakan hasil dari teknik penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan bantuan program aplikasi Microsoft Excel. Pemilihan jumlah responden ini dikarenakan untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data dan pertimbangan biaya serta waktu. Pertimbangan lain yang menjadi alasan adalah besarnya sampel akan mencukupi presisi rencana analisa yang akan dilakukan.
Teknik Pengolahan Data dan Analisa data Unit penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat di Dea Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang bekerja pada sektor industri dan sektor non-industri. Sedangkan unit analisisnya adalah rumah tangga. Data yang dikumpulkan melalui survey lapangan akan dientry ke dalam Microsoft Excel 2007. Pengolahan dan analisis data statistik deskriptif berupa persentase, total skor, dan tabulasi silang. Kemudian diolah dan dianalisis menggunakan uji statistik tabulasi silang dan didukung dengan uji statistik korelasi Rank Spearman yang menggunakan SPSS for Windows versi 16.0 untuk mengetahui hubungan ekonomi terhadap hak akses terhadap lahan berupa bangunan dan sawah. Data kualitatif akan diolah melalui 3 tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan, sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah. Kemudian data akan disajikan dengan bentuk teks naratif, matriks, tabel, atau bagan setelah itu ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten. Pengujian variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi tabulasi silang dan didukung dengan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel dengan data berbentuk data ordinal. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menentukan hubungan antara kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen) yang ada penelitian ini, yaitu menguji hubungan antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non industri terhadap
16
akses lahan. Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negative (-). Korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah antara dua variabel yang diuji, yang berarti semakin tinggi variabel bebas (variabel independen) maka semakin tinggi pula variabel terikat (variabel dependen). Sementara itu, korelasi negatif menunjukkan hubungan yang tidak searah, yang berarti jika variabel bebas tinggi maka variabel terikat menjadi rendah. Klasifikasi keeratan hubungan dijelaskan oleh Guilford (dalam Rakhmat, 1997) yaitu (1) 0 – 0.199 : hubungan sangat lemah/sangat renda; (2) 0.200 – 0.399 : hubungan lemah/rendah; (3) 0.400 – 0.599 : hubungan yang sedang/cukup berarti; (4) 0.600 – 0.799 : hubungan yang nyata; (5) 0.800 – 1.000 : hubungan sangat tinggi/sangat kuat, dapat diandalkan Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 persen atau pada taraf nyata α 0.05, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai probabilitas (P) yang diperoleh dari hasil pengujian dibandingkan dengan taraf nyata untuk menentukan hubungan apakah hubungan antara variabel nyata atau tidak. Bila nilai P lebih kecil dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis diterima, terdapat hubungan nyata, dan nilai koefisien korelasi γs digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel. Sebaliknya bila nilai P lebih besar dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis tidak diterima, yang berarti tidak terdapat hubunagn nyata dan nilai koefisien korelasi γs diabaikan. Data ini selanjutnya akan dikuatkan dengan hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan sebagai data kualitatif. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.
17
GAMBARAN UMUM Bagian ini akan dibahas mengenai lokasi penelitian yang akan memberikan gambaran umum mengenai kondisi geografis, kondisi kependudukan, tata guna lahan, gambaran industri tepung tapioka dan karakteristik respoden. Gambaran umum tersebut penting untuk diketahui sebagai bahan pengantar terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan. Gambaran umum mengenai kondisi geografis merupakan gambaran mengenai lokasi penelitian yang dilihat berdasarkan keadaan bentang alam. Gambaran umum mengenai kondisi kependudukan digunakan sebagai bahan acuan untuk mengetahui karakteristik penduduk di lokasi penelitian yang dilihat berdasarkan kelompok umur. Gambaran umum mengenai kondisi fisik menggambarkan ketersediaan fasilitas umum untuk kepentingan penduduk di lokasi tempat penelitian. Gambaran industri tepung tapioka menggambarkan kondisi serta sejarah sejak awal terbentuknya industri tepung tapioka. Gambaran Umum Desa Tajug Desa Tajug merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Desa ini memiliki luas lahan sebesar 137.85 Ha. Jumlah penduduk Desa Tajug sebanyak 2 776 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1 356 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 1 420 jiwa yang tersebar dalam 5 Rukun Warga (RW) dan 14 Rukun Tetangga (RT). Kondisi Geografis dan Infrastruktur Desa Tajug Desa Tajug merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Tajug, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur dengan luas wilayah 137.85 Ha area. Bentuk wilayah desa ini seluruhnya adalah daratan. Penggunaan lahan di Desa Tajug sebanyak 40.56 Ha sebagai lahan sawah, 12 Ha sebagai industri, dan 10.40 Ha sebagai penggunaan lain seperti perumahan, toko atau warung, dan sebagainya. Batas-batas wilayah Desa Tajug sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Mangunsuman, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jenangan, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Ronowijayan dan Desa Patihankidul, dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ronosentanan. Jarak pusat pemerintahan Desa Tajug dengan Kecamatan Siman sejauh 3 kilometer. Desa Tajug terbagi menjadi dua dusun, 5 Rukun Warga (RW), dan 14 Rukun Tetangga (RT). Pemilihan pembangunan industri tepung tapioka pada tahun 1994 di Desa Tajug dikarenakan dahulu desa Tajug adalah salah satu desa yang tertinggal di wilayah Kabupaten Ponorogo, sebutan Desa Tajug sebelum adanya industri tepung tapioka adalah kampung bodoh. Sebutan tersebut menggambarkan keadaan Desa Tajug yang dahulunya sangat tertinggal, dengan mayoritas penduduk yang tidak bersekolah. Banyaknya lahan kering yang tidak bisa menghasilkan apa-apa juga faktor lain yang mengakibatkan masyarakat bersedia menjual lahan kering tersebut kepada pihak industri. Sehingga dengan berkembangya industri tepung tapioka sampai saat ini memberikan efek yang lebih baik pada keadaan desa, khususnya infrastruktur desa.
18
Prasarana umum yang terdapat di Desa Tajug meliputi prasarana pemerintahan, sekolah, dan posyandu. Alat transportasi yang digunakan oleh masyarakat sekitar antara lain kendaraan bermotor roda dua sebanyak 515 buah, motor roda empat sebanyak 60 buah, truk sebanyak 11 buah, colt sebanyak 17 buah, dan becak sebanyak 9 buah. Di Desa Tajug juga masih terdapat wartel sebanyak satu buah, masyarakat yang memiliki TV dan elektronik lainnya sebanyak 535 keluarga. Prasarana transportasi darat seperti jalan aspal yang telah menghubungkan antar wilayah Rukun Warga (RW) dengan kondisi jalan yang baik. Sarana Desa Tajug meliputi 1 buah kantor desa, dan 15 buah pos kamling. Sarana pendidikan terdapat 1 buah Taman Kanak-kanak (TK), 2 buah Sekolah Dasar (SD), dan terdapat 1 buah perpustakaan desa. Sarana fasilitas kesehatan desa terdapat 1 buah rumah bersalin, 1 buah posyandu, dan 1 buah puskesmas. Sementara itu, untuk sarana peribadatan di Desa Tajug terdapat 1 buah masjid, dan terdapat 11 buah mushola. Sarana lain yang terdapat di Desa Tajug meliputi tempat rekreasi yaitu taman bermain bagi keluarga. Sarana perekonomian di desa terdapat 4 belas toko kelontong, 16 unit toko mracang, 2 unit kios, 4 unit rumah makan, dan 13 unit warung. Kependudukan Desa Tajug Jumlah warga Desa Tajug sebanyak 2 776 jiwa dimana rincian berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 1 356 jiwa dan perempuan sebanyak 1 420 jiwa. Jumlah kepala keluarga yaitu 818 KK dengan rincian jumlah KK lakilaki sebesar 762 KK dan jumlah KK perempuan sebesar 56 KK. Bedasarkan kepercayaan, sebagian besar penduduk beragama islam dengan jumlah 2 772 jiwa, dan kristen sebanyak 4 jiwa. Tabel 3 Jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2012 No. 1. 2. 3.
Usia (Umur) Usia belum produktif (0-14) Usia produktif kerja (15-59) Usia non produktif (60 - >75) Jumlah
Jumlah (Jiwa) 526
Persentase (%) 18.93
1 917
62.24
333
11.96
2 776
100
ᵃSumber: Profil desa dan kelurahan (2012)
Dari Tabel 3 terlihat bahwa bahwa penduduk usia produktif memiliki jumlah yang lebih besar dari pada jumlah penduduk lainnya. Besarnya penduduk usia produktif sebesar 62.24 persen di Desa Tajug menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Namun, yang terserap pada sektor industri hanya 208 orang dari Desa Tajug. Hal ini disebabkan pendidikan di Desa Tajug yang tergolong masih rendah. Sedangkan kependudukan Desa Tajug berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.
19
Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Tajug tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tingkat Pendidikan Buta aksara dan angka Tidak tamat SD Tamat SD/Sederajat Tidak tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tamat D1 Tamat D3 Tamat S1 Total
Jumlah (Jiwa) 73 63 558 154 616 228 8 5 5 1 710
Persentase (%) 4.26 3.68 32.63 9.00 36.02 13.33 0.46 0.29 0.29 100
ᵃSumber: Profil desa dan kelurahan (2012)
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Desa Tajug sudah memenuhi wajib belajar 9 tahun, walaupun sebagian lagi hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Hal ini disebabkan karena sebelum masuknya industri, perekonomian masyarakat Tajug masih sangat kurang. Rendahnya pendidikan tersebut akan mempengaruhi tingkat kesulitan akan akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga nantinya akan ikut mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat. Secara nyata, masyarakat Desa Tajug memiliki beragam jenis mata pencaharian. Secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Tajug tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Mata Pencaharian Pertanian Industri Perdagangan PNS Transportasi Pensiunan Kesehatan Pembantu rumahtangga
Jumlah (Jiwa) 1 352 208 106 45 45 45 11 20
(%) 48.77 7.42 3.81 1.62 1.62 1.62 0.39 0.72
Pertanian masih menjadi prioritas utama dalam mata pencaharian di Desa Tajug, hal ini dikarenakan memang sebagian besar wilayah desa tersebut adalah berupa lahan pertanian. Masih banyaknya mata pencaharian yang tergolong tidak menuntut pendidikan tinggi seperti sektor non-industri merupakan pilihan masyarakat yang tidak bisa bekerja pada sektor yang menuntut pendidikan tinggi dan berketrampilan tinggi seperti bekerja pada sektor industri. Aktivitas industri
20
juga mempengaruhi mata pencaharian dari masyarakat, masyarakat lebih tertarik pada sektor non pertanian walaupun pertanian juga memiliki bagian dalam pendapatan masyarakat. “...Dateng mriki kathah sawah mbak, tapi nggih cuma diagem nambah penghasilan sing utama yo kerjane dodolan onggok, warung, PNS, industri soalipun sawah kan mboten mesti panen, kadang panen kadang mboten mbak, dadi mboten mesti tergantung cuaca...”. (Bapak SPD, 50 tahun ketua RT, Desa Tajug). “...Desa Tajug memang terdapat banyak sawah, namun pertanian hanyalah sebagai penambah pendapatan dan yang utama pendapatan masyarakat dari jualan onggok (limbah pabrik), jualan makanan, PNS, dan industri. Pertanian hanya sebagai penambah pendapatan dikarenakan hasil pertanian tidak selalu ada, kadang panen dan kadang tidak ada panen tergantung cuaca...”. (Bapak SPD, 50 tahun ketua RT, Desa Tajug). Data mata pencaharian tersebut tidak selalu menunjukkan aktivitas mata pencaharian yang sebenarnya, karena pada kenyataan yang terjadi di lapangan terdapat masyarakat yang menerapkan lebih dari satu mata pencaharian yang terdiri dari mata pencaharian utama dan mata pencaharian sampingan seperti penerapan mata pencaharian sektor pertanian dan industri. Tata Guna Lahan di Desa Tajug Luas Desa Tajug sebesar 137.85 hektar area. Pembagian tata guna lahan Desa Tajug dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Luas dan persentase penggunaan lahan di Desa Tajug tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4.
Penggunaan lahan Lahan pertanian Industri Pemukiman Lain-lain
Luas lahan (Hektar) 40.56 12 33.3 51.99
(%) 29.42 8.7 24.1 37.71
ᵃSumber: Data Kecamatan Siman dalam Angka, 2012
Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan di Desa Tajug digunakan untuk lahan pertanian. Hal ini dikarenakan mata pencaharian disektor pertanian lebih besar walaupun sebagian besar sektor pertanian adalah sebagai mata pencaharian sampingan atau tambahan bagi penduduk. Hal lain juga disebabkan oleh sektor industri telah melakukan 3 kali periode Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga mengharuskan penduduk mencari mata pencaharian lain sebagai pemenuhan kebutuhan hidup yang akhirnya memilih pada sektor pertanian.
21
Karakteristik Responden Responden penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu responden yang bekerja pada sektor industri dan sektor non industri. Responden dari sektor industri merupakan responden yang tersebar di desa Tajug, sedangkan responden dari sektor non industri adalah responden yang berada pada RW 02. Pada sektor industri responden penelitian rata-rata berumur 20-40 tahun, sedangkan pada sektor non industri responden berumur rata-rata 41 tahun keatas. Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas pendidikan responden di Desa Tajug pada sektor industri adalah tamat SMA/sederajat yaitu sebesar 57.1 persen atau sebanyak 20 responden dan pada sektor non industri adalah mayoritas berpendidikan tamat SD/sederajat sebesar 51.4 persen atau sebanyak 18 responden. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase karakteristik responden menurut jenis pendidikan dan usia responden Jenis Karakteristik Pendidikan Tidak Sekolah Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat D3 Jumlah Usia 20-40 tahun > 40 tahun Jumlah
Non-Industri Jumlah (%) 3 8.6 18 51.4 7 20 6 17.1 1 2.9 35 100 16 45.8 19 54.2 35 100
Industri Jumlah (%) 0 0 3 8.6 12 34.3 20 57.1 0 0 35 100 17 48.5 18 51.5 35 100
Terjadi perbedaan yang signifikan pada tingkat pendidikan sektor industri dan non-industri. Pada sektor industri sebagian besar responden berada pada tingkatan tamat SMA. Hal ini dikarenakan pihak industri yang hanya mempekerjakan orang yang minimal berpendidikan ditingkat SMP dan SMA. Sedangkan bagi masyarakat yang bekerja di sektor non-industri mayoritas adalah lulusan SD, dikarenakan dalam pekerjaan sektor industri tidak diperlukan pendidikan tinggi untuk bekerja.
22
23
INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DI DESA TAJUG Sejarah Berdirinya Industri Tepung Tapioka Industri Tepung Tapioka bernama PT. Sorini Agro Asia Corporindo ialah perusahaan agroindustri yang bergerak di bidang pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. PT. Sorini Agro Asia Corporindo Ponorogo berdiri sejak tahun 1994 dan sekarang merupakan anak perusahaan dari CARGILL. Kapasitas produksi perusahaan PT. Sorini Agro Asia Corporindo sekitar 300-400 ton/hari. PT. Sorini Agro Asia Corporindo Ponorogo merupakan perusahaan pengolahan tepung tapioka terbesar di Ponorogo dengan aktivitas produksi sepanjang tahun. Perusahaan juga memanfaatkan produk samping dari proses pengolahan tepung tapioka, seperti onggok, bonggol, kulit singkong, dan limbah cair untuk dimanfaatkan kembali. Ampas padat (onggok) dapat dijual kembali ke perusahaan pengolah pakan ternak, kulit singkong dan bonggolnya sebagai bahan campuran bahan bakar Heat Transfer Coal (HTO Coal). Sementara hasil samping limbah cair dimanfaatkan sebagai campuran untuk pencucian bahan baku. PT. Sorini Agro Asia Corporindo Ponorogo berlokasi di Jalan Halim Perdana Kusuma No 15, Desa Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Luas keseluruhan perusahaan kurang lebih sekitar 12 hektar yang terdiri dari area kantor, area produksi, area limbah, area gudang penyimpanan tepung tapioka, area raw material, dan area penyimpanan batu bara. Area limbah merupakan area terbesar dari seluruh area yang lain, Sedangkan area kantor ialah area yang paling kecil. Area produksi berada di antara area raw material dan area gudang penyimpanan tepung tapioka. Tanah untuk pembagunan industri tepung tapioka pada tahun 1994 merupakan tanah yang dibeli oleh pihak industri dari masyarakat di Desa Tajug dan dari pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo. Warga sebanyak 37 orang telah menjual tanahnya kepada pihak industri, selain dari masyarakat, pihak industri juga membeli tanah dari pemerintah daerah. Alasan masyarakat menjual tanah pada tahun 1994 kepada pihak industri dikarenakan tanah tersebut merupakan tanah kering yang bagi masyarakat tidak menghasilkan apa-apa sehingga masyarakat lebih memilih untuk menjual tanah tersebut dan akhirnya memberikan penghasilan bagi masyarakat walaupun dalam jangka pendek. Sedangkan proses pemindah tanganan kepemilikan lahan dari pemerintah daerah kepada pihak industri bukan dengan proses jual beli tanah, melainkan melalui penggantian tanah di tempat lain. Hal ini disebabkan tanah pemerintah daerah merupakan tanah yang dipakai untuk tempat pembuangan sampah, sehingga pihak pemerintah meminta kepada pihak industri untuk mencari pengganti area pembuangan sampah tersebut di daerah lain. Peranan Industri Bagi Komunitas Lokal Setelah kurang lebih 20 tahun industri ini dibangun, masyarakat di sekitar industri merasakan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya industri ini adalah terserapnya tenaga kerja yang berasal dari Desa Tajug sebesar 208 tenaga kerja yang sebagian besar adalah lulusan SMA. PT. Sorini Agro Asia Corporindo
24
Ponorogo memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak 600 orang yang terdiri dari karyawan shift, karyawan non-shift, karyawan kontrak dan karyawan tetap. Pengaruh lain yang dirasakan oleh masyarakat adalah terbukanya lapangan pekerjaan baru pada sektor non-industri seperti pedagang limbah (onggok), pedagang makanan atau minuman, dan jasa transportasi. Selama industri ini berdiri kurang lebih 20 tahun, industri tepung tapioka tersebut sudah mengalami 3 kali pemindahtanganan atau pergantian kepemilikan dan sampai saat ini juga telah melakukan 3 kali pemutusan tenaga kerja (PHK). Puncak dari PHK tersebut adalah pada tahun 2010, dan ini diikuti oleh pergantian kepemilikan industri yang sampai saat ini dimiliki oleh perusahaan luar negeri. Sebelum terjadi PHK, tenaga kerja yang dapat diserap oleh industri kepada masyarakat di Desa Tajug adalah sebesar 400 tenaga kerja. Namun, setelah terjadi PHK pada tahun 2007, 2009, dan 2010 tenaga kerja yang tersisa adalah 208 tenaga kerja dari Desa Tajug. Tenaga kerja tersebut menempati posisi tengah sampai bawah dari mulai tenaga sift, tenaga begging, dan office boy. Industri tepung tapioka ini dari awal berdiri dan berproduksi tidak pernah mengambil bahan baku dari Desa Tajug. Hal ini disebabkan masyarakat di Desa Tajug tidak bisa memenuhi permintaan bahan baku yang berupa singkong setiap harinya. Hal lain yang menjadi faktor adalah keadaan Desa Tajug walaupun sebagian besar adalah sawah, namun sawah tersebut tidak cocok untuk ditanami singkong. Pada tahun 2009 pihak industri telah mencoba memberikan bibit gratis kepada seluruh masyarakat di Desa Tajug. Namun, hal ini tidak berlangsung lama dan tidak bisa sustainable dikarenakan bibit yang telah diberikan dan ditanam oleh masyarakat tidak bisa menghasilkan singkong dengan kualitas yang baik. Sehingga sampai sekarang pihak industri tidak pernah memberikan lagi bantuan kepada masyarakat berupa bibit singkong. Adanya industri tepung tapioka telah memberikan tambahan mata pencaharian bagi warga masyarakat di Desa Tajug. Salah satunya adalah munculnya penjualan onggok di Desa Tajug. Semenjak industri tersebut berproduksi, hasil sampingan yang berupa limbah padat telah menjadi tambahan pendapatan bagi masyarakat. pihak industri memberikan limbh padat (onggok) secara cuma-cuma. Pihak industri setiap harinya memberikan onggok tersebut dengan keadaan masih basah dan harus dikeringkan terebih dahulu untuk dijual kembali. Pihak industri memberikan 10 kg setiap harinya kepada setiap kepala keluarga di Desa Tajug. Sedangkan hasil sampingan berupa limbah cair digunakan oleh masyarakat sebagai sarana irigasi bagi sawah yang berada di Desa Tajug. Sumber irigasi ini merupakan sumber irigasi utama bagi sawah yang berada di Desa Tajug.
25
PERANAN INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA PADA ASPEK EKONOMI MASYARAKAT DI DESA TAJUG Pada bagian ini akan dijelaskan hasil dan pembahasan mengenai Peranan industri tepung tapioka terhadap ekonomi masyarakat di Desa Tajug. Kehadiran industri menimbulkan beragam perbedaan dibidang ekonomi masyarakat industri dan non-industri. Pada penelitian ini perbedaan yang dimaksud adalah tingkat pendapatan, perubahan mata pencaharian, dan peluang usaha bagi masyarakat yang bekerja pada sektor industri dan non-industri. Pendapatan Sektor Industri dan Non-Industri Adanya industri tepung tapioka di Desa Tajug secara nyata telah memberikan perbedaan pendapatan terhadap masyarakat yang bekerja pada sektor industri dan non-industri. Industri tepung tapioka sampai saat ini memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang bekerja pada sektor non-industri. Pengukuran tingkat pendapatan dilihat dari sebaran yang berada dilapangan. Perhitungan ini berasal dari pendapatan selama satu bulan. Dari hasil lapang, terlihat bahwa rumahtangga masyarakat yang berpendapatan rendah adalah responden yang berpenghasilan Rp500 000 sampai Rp1 500 000 per bulan, dan masyarakat yang berpendapatan tinggi adalah responden yang berpenghasilan lebih dari Rp1 500 000 per bulan. Pendapatan tersebut didapat dari pekerjaan seperti karyawan pabrik, pedagang, buruh tani, pegawai negeri sipil, buruh bangunan, dan penjual limbah pabrik tepung tapioka (onggok). Pada Tabel 8 ditunjukkan pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat yang bekerja pada sektor industri dan non-industri. Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan di Desa Tajug Kategori Rendah Tinggi Total
Industri Jumlah 0 35 35
(%) 0 100 100
Non-Industri Jumlah (%) 29 82.9 6 17.1 35 100
Rata-rata pendapatan rumahtangga pekerja industri di Desa Tajug adalah Rp1 500 000 sampai dengan Rp2 500 000. Seperti pada Tabel 7, menunjukkan bahwa seluruh responden (35 responden) yang bekerja pada sektor industri memiliki pendapatan lebih dari Rp1 500 000. Pendapatan ini diperoleh dari penghasilan selama satu bulan bekerja sebagai buruh industri ditambah berdagang ataupun bertani. Sedangkan responden yang bekerja pada sektor non-industri menunjukkan bahwa sebanyak 6 responden (17.1 persen) memiliki pendapatan dengan kategori tinggi yaitu rata-rata lebih dari Rp1 500 000. Rumah tangga yang pendapatannya lebih dari rata-rata lebih banyak bekerja sebagai pegawai negeri sipil, pensiunan pegawai negeri sipil, pegawai rumah sakit, dan pengusaha. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan responden. Sebanyak 29 responden (82.9 persen)
26
responden memiliki pendapatan rendah pada sektor non-industri, hal ini dikarenakan pekerjaan yang tidak tentu pengahasilannya. Rumahtangga yang memiliki pendapatan dibawah rata-rata lebih banyak bekerja sebagai buruh tani, penjual limbah pabrik (onggok), pedagang makanan, dan buruh bangunan “...Seumpami nyambut dhateng sabin utawi dagang nggih mboten tentu mba, kadang rame kadang sepi. Badhe nyambut dateng pabrik nggih mboten saged, lha wong sekolahe kathah gur sampe SD...”. (HRT, 49, RT 3 RW 2) “...Seumpama kerja di sawah atau berdagang pengahasilannya juga tidak pasti mba, kadang rame kadang sepi. Mau kerja di pabrik juga tidak bisa, soalnya sekolah Cuma sampai tamat SD...”. (HRT, 49, RT 3 RW 2) Faktor yang mempengaruhi responden hanya bisa bekerja pada sektor nonindustri adalah tingkat pendidikan yang masih rendah dengan mayoritas adalah lulusan SD/sederajat. Hal lain yang mempengaruhi adalah pihak industri yang semakin hari semakin memberikan peluang kecil bagi masyarakat untuk bisa bekerja pada sektor industri dikarenakan penurunan hasil produksi dan pihak industri yang membutuhkan pekerja berpendidikan tinggi. Tingkat Peralihan Mata Pencaharian Industri tepung tapioka merupakan perusahaan besar yang bergerak dibidang pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Seiring dengan perubahan waktu, perusahaan ini berkembang hingga mengekspor barang produksinya. Perkembangan tersebut tentunya memberikan pengaruh pada perubahan sektor pekerjaan. Adanya industri, menjadikan masyarakat lebih memilih bekerja pada sektor industri dikarenakan pendapatan mereka yang bisa lebih stabil dibandingkan dengan bekerja pada sektor pertanian ataupun sektor non-industri. Peralihan dari sektor pertanian menjadi sektor non-industri juga dipengaruhi oleh adanya industri. Responden yang tidak melakukan peralihan lebih banyak dilakukan oleh responden yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, pengusaha, dan petani pemilik lahan. Pendapatan yang sudah stabil dan kesempatan kerja di sektor industri yang semakin susah menjadikan mereka tidak ingin melakukan peralihan ke sektor industri ataupun sektor non-industri. Sedangkan bagi responden yang sekarang bekerja pada sektor industri tepung tapioka, memilih melakukan peralihan dari sektor pertanian ataupun sektor perdagangan karena mereka melihat ada peluang yang besar dan penghasilan yang pasti dari sektor industri. Hal lain yang mempengaruhi adalah tingkat pendidikan mereka yang sesuai untuk bekerja pada sektor industri. Bagi responden pada sektor non-industri yang melakukan peralihan adalah responden yang merasa kesempatan bekerja pada sektor industri lebih memberikan pendapatan yang lebih stabil. Hal lain yang mempengaruhi adalah dengan adanya industri tepung tapioka memberikan pekerjaan baru yaitu sebagai penjual limbah pabrik (onggok). Secara lebih rinci pada Tabel 9 adalah jumlah dan persentase reponden yang melakukan peralihan sesuai sektor mata pencaharian.
27
Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat peralihan mata pencaharian di Desa Tajug Kategori Pertanian ke nonindustri Pertanian ke industri Non-industri ke pertanian Non-industri ke industri Tidak ada Pertanian ke pertanian peralihan Non-industri ke nonindustri Total Ada peralihan
Industri Jumlah (%) 0 0
Non-Industri Jumlah (%) 23 65.7
29 0
82.9 0
0 0
0 0
6
17.1
0
0
0 0
0 0
6 6
17.1 17.1
35
100
35
100
Walaupun sampai saat ini di Desa Tajug telah ada industri, namun ada beberapa rumahtangga yang masih memilih bekerja sebagai petani gurem (dikonsumsi sendiri) namun ada juga yang bekerja sebagai petani yang menjual hasil panennya kepada pedagang. Para pekerja pada sektor pertanian, yang menjadi petani gurem adalah mereka yang bekerja sebagai buruh tani, sedangkan yang menjual hasil panennya kepada pedagang adalah mayoritas mereka yang memiliki tanah atau sebagai petani penggarap lahan sendiri. Pertanian masih bisa bertahan di Desa Tajug dikarenakan para masyarakat tersebut tidak ada pilihan lagi untuk memilih bekerja pada sektor lain yang menuntut pendidikan tinggi. Hal lain dikarenakan luas lahan di Desa Tajug mayoritas adalah lahan sawah sehingga pertanian masih bisa bertahan walaupun industri tepung tapioka memasuki desa. Sebagian besar lahan sawah yang berada di Desa Tajug adalah lahan sawah padi. Walaupun industri tepung tapioka berdiri kokoh di Desa Tajug, singkong bukanlah komoditi utama di wilayah ini, hal ini dikarenakan pihak industri yang tidak membeli bahan prouksi yaitu ingkong kepada masyarakat sekitar dikarenakan masyarakat sekitar tidak mampu memenuhi kebutuhan singkong setiap harinya. Hal lain yang mempengaruhi adalah singkong tidak cocok tumbuh pada lahan pertanian di daerah kering seperti di Desa Tajug. Peluang Berusaha Bagi Masyarakat Bagi kebanyakan masyarakat yang tinggal di dekat industri tepung tapioka, hadirnya industri telah mengakibatkan perkembangan perekonomian di Desa Tajug, dimana perkembangan ini membawa akibat lanjutan yaitu peluang berusaha di sektor non-industri tepung tapioka semakin meningkat. Pada data Kecamatan Siman dalam angka, menyatakan bahwa tahun 2009 masih terdapat 53 unit bentuk usaha yang didirikan oleh masyarakat Desa Tajug, namun pada tahun 2012 meningkat menjadi 151 unit. Sektor usaha non-industri di Desa Tajug ini meliputi, warung, pedagang, toko, bengkel, penyedia jasa transportasi, dan penyedia jasa komunikasi. Peluang usaha ini juga semakin beragam dari tahun ke
28
tahun. Namun, walaupun peluang berusaha dibidang non-industri meningkat, masyarakat di Desa Tajug tetap tidak meninggalkan pertanian. Hal ini dikarenakan memang sebagian besar wilayah desa Tajug saat ini adalah pertanian. Pertumbuhan sektor jasa dan perdagangan (sektor non-industri) disekitar sektor industri Desa Tajug salah satu dampak ekonomi akibat adanya aktivitas industri tepung tapioka. Pertumbuhan jenis dan jumlah sektor non-industri di Desa Tajug relatif besar, terutama warung makan/minum, toko bahan pangan, dan penjual onggok. Peluang usaha ini dihitung berdasarkan banyaknya satu responden dalam menjalankan usahanya. Banyak responden di Desa Tajug yang memiliki pekerjaan lebih dari satu jenis pekerjaan termasuk sebagai petani. Tabel 10 menjelaskan jumlah dan persentase responden sesuai dengan jumlah jenis pekerjaan yang dilakukannya. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pekerjaan yang dimiliki di Desa Tajug Jumlah Pekerjaan Satu jenis Lebih dari satu jenis Total
Industri Jumlah 17 18
(%) 48.6 51.4
35
100
Non-Industri Jumlah (%) 9 25.8 26 74.3 35
100
Tabel 10 menjelaskan bahwa mayoritas dari rumahtangga industri maupun non-industri sama sama memiliki lebih dari satu jenis pekerjaan dan selebihnya memiliki satu jenis pekerjaan. Responden yang memiliki lebih dari satu jeni pekerjaan merupakan jenis pekerjaan di sektor informal atau sektor non-industri. Sektor non-industri tersebut semakin bertambah jumlah dan jenisnya setelah adanya industri. Responden yang memiliki lebih dari satu jenis pekerjaan berarti memiliki pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Beragamnya jenis pekerjaan sesuai pekerjaan utama dan sampingan yang dilakukan oleh responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan utama di Desa Tajug No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Pekerjaan Buruh industri Buruh Tani Pedagang Bengkel Pedagang limbah pabrik (onggok) Buruh bangunan PNS Jasa transportasi Buruh aspal jalan Total
Industri Jumlah (%) 35 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 35
0 0 0 0 100
Non-Industri Jumlah (%) 0 0 7 20.0 10 28.6 2 5.7 2 5.7 8 2 1 3 35
22.9 5.7 2.9 8.6 100.0
29
Tabel 11 menjelaskan bahwa seluruh responden dari sektor industri seluruhnya memiliki pekerjaan utama sebagai buruh industri. Sedangkan pada sektor non-industri mayoritas pekerjaan utama yang dimiliki adalah pedagang dan buruh tani dengan sistem bagi hasil. Munculnya beragam jenis pekerjaan seperti pedagang, penjual limbah (onggok), jasa transportasi adalah akibat langsung akibat adanya industri. Sedangkan jeis pekerjaan seperti buruh bangunan, PNS dan buruh aspal adalah pekerjaan yang tidak dipengaruhi oleh adanya industri. Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan sampingan di Desa Tajug No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Pekerjaan Petani Buruh tani Pedagang Pedagang limbah pabrik (onggok) Buruh aspal jalan Tidak memiliki pekerjaan sampingan Total
Industri Jumlah (%) 11 31.4 0 0 7 20 0 0 0 17 35
0 48.8 100
Non-Industri Jumlah (%) 2 5.7 8 22.8 5 14.2 9 28.5 2 9 35
5.8 25.8 100
Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan sampingan responden adalah sebagai petani dengan status petani pemilik bagi responden dari sektor industri dan buruh tani bagi responden dari sektor non-industri. Sebanyak 2 responden dari sektor non-industri adalah sebagai pemilik lahan yang diperoleh dari hasil warisan orang tua. Hal ini sesuai dengan tata guna lahan yang berada di Desa Tajug sebagian besar adalah pertanian. Pekerjaan bertani pada responden sektor industri dijadikan sebagai pekerjaan sampingan dikarenakan kebutuhan waktu para responden di sektor industri sangat tinggi, sehingga pekerja pada sektor industri hanya bisa bertani pada hari sabtu atau minggu saja, dan sebagian lagi menyewakan lahan sawah mereka kepada penduduk untuk digarap dengan sistem bagi hasil. Hal ini dikarenakan masyarakat yang bekerja di sektor industri sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk bekerja di lain sektor. “...Iya mba, kulo mboten nyambut damel selain pabrik soalipun nyambut dhateng pabrik nggih sampun senin-jum’at, kadang malah sampe sabtu...”. (MNT 48, pekerja pabrik) “...Iya mbak, saya kerja tidak kerja selain pabrik karena kerja di pabrik juga senin sampai jum’at, kadang sampai sabtu juga...”. (MNT 48, pekerja pabrik) Tabel 11 dan 12 menunjukkan bahwa sebagian responden melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan responden dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan adanya peluang berusaha yang berada di Desa Tajug. Peluang usaha tersebut semakin bertambah saat masuknya industri tepung
30
tapioka di Desa Tajug, salah satu peluang usaha yang baru karena adanya industri tepung tapioka adalah pedagang hasil limbah industri yang biasa disebut onggok. Limbah tersebut masih bernilai ekonomi karena limbah dari industri tepung tapioka bisa dijadikan sebagai pakan ternak sapi atau kambing setelah dikeringkan. Apalagi pihak industri memberikan hasil limbah olahan secara sukarela tanpa harus memberikan kompensasi atau bayaran tertentu pada pihak industri. Hal ini juga yang menyebabkan semakin beragamnya jenis pekerjaan di Desa Tajug, Ponorogo. Tingkat Ekonomi Desa Tajug, Ponorogo Dari hasil lapangan yang ada, sesuai dengan tingkat pendapatan, peralihan mata pencaharian, dan peluang berusaha di Desa Tajug, menjukkan bahwa dari sektor industri menjadikan ekonomi pekerjanya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang bekerja pada sektor non-industri (Tabel 13). Pada masyarakat di Desa Tajug, tingkat ekonomi tinggi adalah masyarakat yang memiliki pendapatan lebih dari Rp1 500 000, melakukan peralihan menjadi sektor industri, dan memiliki lebih dari satu jenis usaha. Sedangkan masyarakat memiliki ekonomi rendah adalah masyarakat yang memilliki pendapatan kurang dari Rp1 500 000, tidak melakukan peralihan terhadap sektor industri, dan hanya memiliki satu jenis usaha. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat ekonomi di Desa Tajug Tingkat Ekonomi Tinggi Rendah Total
Industri Jumlah 35 0 35
(%) 100 0 100
Non-Industri Jumlah (%) 3 8.6 32 91.4 35 100
Tabel 13 menunjukkan bahwa responden pada sektor industri keseluruhan memiliki ekonomi tinggi. Sedangkan pada sektor non-industri mayoritas responden memiliki ekonomi rendah. Faktor yang mempengaruhi adalah pada sektor industri, penghasilan para pekerja setiap bulannya selalu diatas UMR Wilayah Ponorogo yaitu sebesar Rp925 000 per bulan, ditambah para pekerja yang memiliki pekerjaan sampingan berupa petani ataupun pedagang. Sedangkan pada masyarakat sektor non-industri yang pekerjaannya menghasilkan pendapatan yang tidak sama setiap bulannya menjadikan ekonomi masyarakat juga tidak melebihi ekonomi masyarakat industri. Adapun dari responden sektor non-industri yang memiliki ekonomi tinggi adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan buruh bangunan proyek. Jadi sangatlah nyata terjadi apabila rumahtangga masyarakat sektor industri memiliki ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga masyarakat di sektor non-industri.
TINGKAT EKONOMI DAN PENGARUHNYA PADA PEMBENTUKAN AKSES SUMBERDAYA Akses Terhadap Bangunan Akses terhadap sumberdaya bisa dimiliki oleh siapapun, tak terkecuali akses terhadap bangunan. Menurut Ostrom dan Schlanger dalam Satria (2009), hak akses masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dibagi menjadi lima yaitu hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak pengelolaan (management right), hak eksklusi (exclusion right), hak pengalihan (alienation right). Hak-hak tersebutlah yang akan menentukan aktor-aktor yang memiliki sumberdaya dan sampai sejauh mana aktor tersebut bisa memanfaatkan sumberdaya. Bangunan merupakan salah satu sumberdaya yang berhak dimiliki oleh siapapun. Tingkat akses terhadap bangunan masyarakat industri dan nonindustri Desa Tajug disajikan pada Tabel 15. Tabel 14 Jumlah dan persentase tingkat akses responden pada sektor industri dan non-industri terhadap bangunan di Desa Tajug No 1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat Akses Hak akses (access right) Hak pemanfaatan (withdrawal right) Hak pengelolaan (management right) Hak eksklusi (exclusion right) Hak pengalihan (alienation right) Total
Industri Jumlah (%) 0 0 0 0
Non-Industri Jumlah (%) 0 0 1 2.85
0
0
0
0
0
0
0
0
35
100
34
35
100
35
97.15 100
Hasil dari Tabel 15 menunjukkan bahwa pada responden rumahtangga industri dan non-industri mayoritas memiliki hak akses yang sama yaitu hak pengalihan (alienation right) terhadap bangunan yang mereka tinggali. Salah satu hal yang menjadi faktor hak akses adalah status penduduk responden yang mayoritas adalah penduduk asli yang sudah lama menetap di Desa Tajug, sehingga untuk akses bangunan mayoritas adalah milik sendiri yang responden dapatkan dari warisan ataupun membeli sendiri. “...dhateng mriki niku sedoyo dhalem meniko kagugan piyambak mbak, soalipun inggih pendudukipun kathah ingkang asli mboten pendatang, wonten pendatang inggih katha-kathah sampun kagungan dhalem dhateng mriki soale sampun dangu dhateng mriki. Dhalem ki sak nduwene mboh pie rupane omah, tapi kagungan piyambak, kathah nggih saking warisan utawi mundhut piyambak...” (SKN, 55 tahun) “...kalau disini itu semua rumah punya sendiri mbak, karena penduduk disini banyak yang asli bukan pendatang, ada pendatang tapi ya banyak
32
yang sudah punya rumah sendiri karena sudah lama disini. Rumah itu sepunyanya tidak tau bagaimna keadannya yang penting punya sendiri, banyak yang drai warisan atau membeli sendiri...”. (SKN, 55 tahun) Hubungan Tingkat Ekonomi dan Hak Akses Terhadap Bangunan Dari data yang tersebar dilapangan, adanya industri tepung tapioka terhadap tingkat ekonomi masyarakat industri dan industri memang menghasilkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat industri lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat ekonomi masyarakat non-industri. Dari Dari hasil olah data tabulasi silang hubungan tingkat ekonomi dan hak akses terhadap bangunan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah dan persentase korelasi antara tingkat ekonomi responden industri non-industri terhadap hak akses bangunan di Desa Tajug Hak Akses
Hak pengalihan (alienation right) Hak pengelolaan (management right) Jumlah
Ekonomi Industri Tinggi Rendah f % f % 35 100 0 0
Ekonomi Non industri Tinggi Rendah f % f % 3 100 31 96.8
0
0
0
0
0
0
1
35
100
0
0
3
100
32
3.2 100
Hasil pengujian dengan menggunakan uji tabulasi silang diperoleh bahwa pada masyarakat industri dan non-industri memiliki hak akses yang sama terhadap bangunan. Masyarakat yang memiliki ekonomi rendah ataupun tiggi pada kedua sektor memiliki hak akses yang sama, yaitu sebagai pemilik dari rumah yang ditinggali. Adapun satu responden yang memiliki hak sebagai pengelola dikarenakan responden tersebut adalah penduduk pendatang yang baru tiga bulan tinggal di Desa Tajug. Hasil pengujian tabulasi silang tersebut didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-industri dengan hak akses masyarakat terhadap bangunan di Desa Tajug, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0.108 untuk masyarakat non-industri dan 0.137 untuk masyarakat industri yang tidak sesuai dengan (p < 0.05) diantara dua buah variabel yang diuji. Berdasarkan fakta dilapangan, tingkat ekonomi masyarakat di Desa Tajug bukan alasan utama masyarakat untuk dapat mengakses bangunan, karena keadaan masyarakat yang memiliki ekonomi tinggi ataupun rendah samasama memiliki hak akses sampai pada hak pengalihan. Mayoritas bangunan yang dimiliki adalah warisan kedua orang tua yang memang hampir semua penduduk di Desa Tajug adalah penduduk asli. Akses Terhadap Lahan Sawah Lahan sawah merupakan area terbesar kedua setelah area pemukiman di Desa Tajug. Adanya industri yang masuk ternyata tidak menghilangkan mata pencaharian masyarakat sebagai petani, walaupun sebagian besar sektor pertanian
33
bukan menjadi mata pemcaharian utama, tapi sektor pertanian masih memberikan sumbangan penambahan nafkah bagi masyarakat sektor industri maupun sektor non-industri. Tingkat akses terhadap sawah masyarakat industri dan non-industri dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah dan persentase tingkat akses responden pada sektor industri dan non-industri terhadap lahan sawah di Desa Tajug No
Tingkat Akses
1.
Hak akses (access right) Hak pemanfaatan (withdrawal right) Hak pengelolaan (management right) Hak eksklusi (exclusion right) Hak pengalihan (alienation right) Total
2. 3. 4. 5.
Industri Jumlah (%) 5 14.3
Non-Industri Jumlah (%) 18 51.4
0
0
0
0
5
14.3
15
42.9
0
0
0
0
25
71.4
2
5.7
35
100
35
100
Hasil dari Tabel 17 memperlihatkan bahwa mayoritas responden dari sektor industri adalah sebagai pemilik (hak pengalihan/alienation right) dari lahan sawah yang dimiliki, sedangkan pada sektor non-industri mayoritas adalah sebagai pengelola (hak pengelolaan atau management right). ”...sawah meniko kathah kagunganipun tiyang pabrik kalian pegawai mbak, ingkang tumbas tiyang pabrik, soalipun ingkang saget tumbas nggih tiyang pabrik. Nek tiyang biasa mawon koyo kulo nggih mboten kuat mbak...” (YTK, 49 tahun) ”...sawah itu kebanyakan yng punya orang pabrik sama pegawai mbak, karena yang bisa beli ya orang pabrik. Kalo orang biasa seperi saya ya tidak kuat mbak buat beli...”. (YTK, 49 tahun) Hubungan Tingkat Ekonomi dan Akses Terhadap Lahan Sawah Ekonomi merupakan komponen penting dan sangat berpengaruh pada masyarakat di Desa Tajug. Setelah masuknya industri tepug tapioka keadaan desa semakin membaik. Apalagi sebelum adanya industri, Desa Tajug merupakan desa tertinggal dan seteah masuknya industri tepung tapioka Desa Tajug sudah berubah menjadi desa yang lebih maju. Walaupun ekonomi yang juga ikut membaik pada masyarakat sektor industri dan non-industri, masyarakat Desa Tajug juga tidak meninggalkan sektor pertanian. Lahan sawah yang ada di Desa Tajug mayoritas merupakan lahan produksi padi. Lahan pertanian di Desa Tajug tidak dipergunakan sebagai lahan sawah penghasil singkong dikarenakan lahan didaerah tersebut tidak terlalu cocok untuk tanaman singkong, singkong hanya
34
bisa tumbuh pada saat tertentu saja. Hal ini juga yang menjadi alasan bagi pihak industri untuk tidak embeli bahan produksi berupa singkong pada pihak masyarakat. Oleh karena itu, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai hubungan tingkat ekonomi terhadap akses lahan sawah di Desa Tajug setelah adanya industri tepung tapioka. Hasil pengujian hubungan antara tingkat ekonomi dan akses terhadap lahan sawah disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah dan persentase korelasi antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-industri terhadap hak akses sawah Hak Akses
Hak Pengalihan (alienation right) Hak Pengelolaan (management right) Hak akses (access right) Jumlah
Ekonomi Industri Tinggi Rendah f % f % 25 71.4 0 0
Ekonomi Non industri Tinggi Rendah f % f % 2 100 0 0
5
14.3
0
0
0
0
15
46.9
5
14.3
0
0
0
0
18
54.1
35
100
0
0
3
100
32
100
Hasil pengujian dengan menggunakan tabulasi silang memperlihatkan bahwa tingkat ekonomi seseorang mempengaruhi hak akses seseorang terhadap lahan sawah. Mayoritas responden yang memiliki ekonomi tinggi mempunyai hak akses sampai pada hak pengalihan (alienation right). Sedangkan pada responden sektor non-industri yang memiliki ekonomi rendah mempunyai hak akses sampai pada hak pengelolaan (management right). Hal ini bisa terjadi karena memang sebagian besar responden pada sektor non-industri khususnya pertanian adalah sebagai buruh tani. Hak akses (access right) merupakan responden yang tidak memiliki lahan sawah namun responden tesebut dapat mengakses lahan sawah yang ada di Desa Tajug. Sehingga bisa dilihat bahwa tingkat ekonomi seseorang dapat mempengaruhi hak akses seseorang terhadap lahan sawah. Pada sektor nonindustri sebanyak 4 responden yang memiliki tingkat ekonomi tinggi dengan hak pengalihan terhadap lahan sawah yang dimiliki adalah para responden yang memiliki pekerjaan sebagai PNS dan pedagang. Lahan sawah yang dimiliki biasanya mereka sewakan kepada penduduk untuk digarap. Hasil pengujian dengan menggunakan tabulasi silang tersebut juga didukung dengan uji korelasi Rank Spearman yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-industri dengan akses terhadap lahan sawah di Desa Tajug, yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0.005 (p < 0.05) bagi masyarakat non-industri dan probabilitas sebesar 0.02 (p < 0.05) bagi masyarakat industri. Nilai koefisien yang didapat sebesar 0.430 bagi masyarakat non-industri menunjukkan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0.400 – 0.599) diantara dua buah variabel yang diuji, begitu pula pada nilai koefisien pada masyarakat industri sebesar 0.390 yang menunjukkan hubungan lemah (0.200 – 0.399) diantara dua buah variabel yang diuji. Tingkat ekonomi masyarakat industri dan non-ndustri merupakan satu hal penting dalam menentukan tingkat akses masyarakat terhadap lahan sawah di Desa Tajug. Hal ini dikarenakan, sebagian besar lahan sawah yang ada di Desa Tajug dimiliki oleh
35
masyarakat industri karena hasil akumulasi penghasilan masyarakat industri selama bertahun-tahun. Pendistribusian lahan sawah di Desa Tajug dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut pendistribusian lahan sawah di Desa Tajug No. 1. 2. 3. 4.
Lahan sawah Sewa menyewa Milik pribadi Warisan Tidak memiliki sawah Total
Masyarakat industri Jumlah % 5 14.28 20 57.12 5 14.3 5 14.3 35 100
Masyarakat non-industri Jumlah % 14 40.0 1 2.8 2 2.8 18 51.4 35 100
Tabel 18 menunjukkan mayoritas responden pada masyarakat industri adalah pemilik lahan sawah hasil pembelian pribadi. Sedangkan pada masyarakat non-industri mayoritas adalah sewa menyewa dengan sistem bagi hasil yang ditentukan oleh penyewa yang bersangkutan. Lahan sawah pada masyarakat industri tidak selalu sebagai sarana mata pencaharian, para masyarakat memiliki sawah selain sebagai mata pencaharian, kepemilikan sawah mereka dimaksudkan sebagai investasi bagi keluarga. Kepemilikan pribadi lahan sawah pada masyarakat industri mayoritas ada setelah pekerjaan responden tersebut sebagai pekerja pabrik. Setelah adanya industri masyarakat yang bekerja pada sektor industri bisa melakukan pembelian lahan dikarenakan adanya usaha masyarakat industri untuk mengakumulasi hasil pendapatan yang nantinya akan menjadi investasi masyarakat. Hal lain yang mendukung adalah bahwa harga lahan tanah di Desa Tajug sebesar Rp500 000 sampai Rp1 000 000. Masyarakat industri mulai bisa melakukan pembelian lahan sawah tersebut setelah bertahun-tahun bekerja pada sektor industri. ” ...dalem saget tumbas sawah meniko nggih sawetawisipun 15 tahun nyambut dhateng pabrik mba, jaman rumiyin sakderengipun dalem nyambut dhateng pabrik nggih mboten saget tumbas, wong penghasilanipun jaman rumiyin meniko sakedhik sanget...” (MRJ, 49 tahun) “...saya bisa beli sawah itu ya kira-kira setelah 15 tahun kerja di pabrik mbak, kalau jaman dulu sebelum kerja di pabrik ya nggak bisa beli, soalnya penghasilan jaman dulu sedikit banget...” (MRJ, 49 tahun)
36
37
SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan disajikan mengenai kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan akan menjelaskan mengenai industri tepung tapioka dan peranannya terhadap ekonomi masyarakat dan akses terhadap lahan. Sementara saran disajikan untuk mengetahui implikasi selanjutnya yang perlu dilakukan atau diperbaiki dalam meningkatkan penyadaran terhadap berbagai pihak. Simpulan Industri tepung tapioka adalah industri yang bergerak dalam bidang pertanian yang mengolah singkong menjadi tepung tapioka. Hasil limbah padat dari industri ini bisa memberikan peluang usaha baru bagi masyarakat di sekitar industri. Setelah masuknya industri pendapatan bagi pekerja sektor industri dan sektor non-industri juga berbeda. Mayoritas pendapatan pada responden dari sektor industri lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pada responden sektor non-industri. Hal ini dikarenakan pada sektor industri pendapatan pekerja sudah diatas UMR pekerja di Kabupaten Ponorogo. Sedangkan peluang kerja pada sektor non-industri juga semakin terbuka dengan adanya industri tepung tapioka. Peluang kerja tersebut berupa peluang kerja sebagai pedagang, warung makan dan penjual onggok (limbah pabrik tepung tapioka). Peluang kerja ini dapat dirasakan oleh semua responden yang bekerja di sektor industri maupun sektor non-industri. Berbeda dengan peluang pekerjaan di sektor industri hanya yang hanya bisa dimiliki oleh responden yang memiliki pendidikan tinggi saja. Peralihan mata pencaharian dari pertanian menjadi sekotr industri juga telah terjadi semenjak adanya industri tepung tapioka, tetapi mayoritas yang melakukan peralihan mata pencaharian merupakan responden yang bekerja di sektor industri. Sedangkan bagi para responden di sektor nonindustri masih melakukan pekerjaan sebagai petani ataupun buruh tani walaupun bertani hanya sebagai pekerjaan sampingan. Oleh karena itu adanya industri tepung tapioka memberikan dampak positif terhadap tingkat ekonomi responden, khususnya responden pada sektor industri. Tingkat ekonomi responden pada sektor industri menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan responden pada sektor non-industri. Tingkat ekonomi yang berbeda memberikan hak yang berbeda pula dalam hal akses terhadap lahan sawah yang dimiliki. Akibat hal tersebut tingkat ekonomi memiliki hubungan terhadap akses lahan sawah masyarakat. Sebagian besar responden dari sektor industri memperlihatkan kemampuan sebagai pemilik (owner) yang berarti kemampuan untuk menjual atau menyewakan sebagian atau seluruh hak kolektif yang dimiliki. Hal ini dikarenakan pada responden dari sektor industri memiliki kesempatan untuk melakukan akumulasi pendapatan untuk membeli lahan sawah. Sedangkan bagi responden dari sektor non-industri pendapatan yang kecil mempersulit mereka untuk melakukan akumulasi pendapatan. Hal yang dikhawatirkan adalah responden dari sektor industri bisa melakukan pembelian lahan pada masyarakat dari sektor non-industri yang mengakibatkan masyarakat non-industri kehilangan lahan sawah atau kehilangan mata pencaharian.
38
Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan: 1. Bagi pihak industri sebaiknya lebih memperhatikan masyarakat disekitar industri. Membuka lapangan pekerjaan yang bisa menguntungkan bagi masyarakat sekitar industri tepung tapioka. Optimalisasi lahan sawah yang menjadi mayoritas Desa Tajug sebagai pemasok bahan produksi yaitu singkong, sehingga lahan sawah yang dimiliki oleh masyarakat bisa memberikan hasil yang lebih maksimal apabila ada kemitraan tanaman singkong antara masyarakat dan pihak industri tepung tapioka. 2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengkaji lebih dalam pada mengenai peranan industri khususnya peranan industri tepung tapioka terhadap aspek ekonomi dan hak akses terhadap lahan disekitar industri. Seperti pada aspek penentuan lokasi penelitian dan pemilahan responden sehingga menjadi lebih homogen sehingga nantinya dapat menjadi masukan bagi lembaga-lembaga yang terkait.
39
DAFTAR PUSTAKA Darojah U. 2012. Perubahan Struktur Sosial Ekonomi dari ekonomi Pertanian ke Ekonomi Industri Pada Masyarakat Desa Kubangwungu Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes Tahun 1999-2010. Jurnal of Educational Social Studies. Volume 1. [internet]. [diunduh 27 Desember 2012]. Semarang [ID]: Universitas Negeri Semarang. Dapat diunduh dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess Dewi BS, Slamet BY, Slamet, Nurbaya L. 2003. Peranan Hutan Rakyat dan Sistem Pengelolaannya Terhadap Pendapatan Petani di Desa Wates dan Tambah Rejo Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus. Jurnal Hutan Rakyat. Vol.5 No.2. Yogyakarta [ID]: Pusat Kajian Hutan Rakyat Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada. Dirgantoro MA. 2001. Alokasi tenaga kerja dan kaitannya dengan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani sawi [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Gandi R. 2011. Pengaruh Industrialisasi pedesaan terhadap taraf hidup masyarakat di RW 01 dan RW 09 Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Hasmanto B. 2011. Evaluasi keterkaitan pengembangan industri terhadap masalah kependudukan dan pencemaran lingkungan (studi kasus Kawasan Berikat Nusantara Cakung dan Marunda, Jakarta). [disertasi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta [ID]: Andi Offset. Macklin B. 2009. Strategi Pembangunan Ekonomi Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam. [internet]. [diunduh 2 Januari 2013]. Jakarta [ID]. Dapat diunduh dari: http://onlinebuku.com/2009/05/05/strategipembangunanekonomi- melalui-pemanfaatan-sumber-daya-alam Muray AA. 2011. Dampak sosio-ekonomis dan ekologi kawasan industri batu bata (kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. [PP] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri. [internet]. [diiunduh 30 Oktober 2012]. Dapat diunduh dari: http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_24_2009.pdf Purwanto. 2003. Perubahan pola pencarian nafkah masyarakat petani di sekitar kawasan industri (Kasus di Desa Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur). [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Rakhmat J. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung (ID): PT. Remaja Rosdakarya. Satria A. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor [ID]: IPB Press Saeni R. 2004. Industri Pabrik dan Masyarakat Lokal di Pinggiran Kota Makassar (Kasus Komunitas Desa Sekitar PT. Kimia Makassar0. [Disertasi]. Makassar [ID]: Universitas Negeri Makassar. Schoorl JW. 1980. Modernisasi (Pengantar Sosiologi Pembangunan NegaraNegara Sedang Berkembang). Jakarta [ID]: PT. Gramedia. Singarimbun, M. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta [ID]: LP3ES.
40
Sunarjan YYFR. 1991. Industri dan perubahan kehidupan sosial ekonomi pedesaan (Studi kasus masuknya industri rokok kretek di Desa Garung Lor, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Supardi I. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Cetakan Ke-3. Bandung [ID]: PT Alumni. Sutrisna E. 2008. Dampak industrialisasi trhadap aspek sosial ekonomi masyarakat. Jurnal Industri dan Perkotaan. Volume XII. Nomor 1743 22. [jurnal]. [internet]. [diunduh 2 Januari 2013]. Jakarta [ID]. Dapat diunduh dari: http://ejournalunri.ac.id/index .php/JIP/article/view/575 Tantri Y. 2007. Akses nelayan terhadap sumberdaya pesisir di kawasan pertambangan (studi kasus: Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah). [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Wiradi G, White B, Collier WL, Soentoro M, Manning CA. 2009. Ranah studi agraria: penguasaan tanah da hubungan agraris (agraria studies: land tenure and agraria relatios). Jogjakarta. Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional.
41
Lampiran 1 Jadwal pelaksanaan penelitian Tabel 19 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013 Maret No.
Kegiatan Penyusunan Proposal
1. Skripsi 2. Kolokium
3. Revisi Proposal 4. Pengumpulan Data Pengolahan Data dan
5. Analisis Data 6. Penulisan Draft Skripsi 7. Uji Petik 8. Sidang Skripsi 9. Perbaikan Skripsi
1
2
3
April 4
1
2
3
Mei 4
1
2
3
Juni 4
1
2
3
Juli 4
1
2
42
Lampiran 2 Kuesioner Nomor Responden Tanggal Survei Tanggal entri data
KUESIONER PENELITIAN PENGARUH INDUSTRI PEDESAAN TERHADAP ASPEK EKONOMI DAN AKSES TERHADAP TANAH DI DESA TAJUG, PONOROGO Isilah kolom berikut dan beri tanda silang pada pilihan yang tersedia! I. Identitas Responden 1.
Nama
2.
Jenis Kelamin
3.
Usia (tahun)
4.
Alamat
5.
6. 7.
8.
a. Laki-laki
b. Perempuan
RT/RW : Desa : a. Bangunan sendiri b. Menumpang c. Kontrak/kost Status tempat tinggal d. Bebas sewa e. Dinas f. Rumah milik orang g. Lainnya, sebutkan.................................... Status penduduk a. Penduduk asli (jika jawaban a, lanjut b. Pendatang ke 8) Lama Tinggal
Pendidikan Terakhir
a. b. c. d. e. f. g. h.
Tidak sekolah/ tidak taman SD Tamat SD/ MI Tamat SMP/ MTs Tamat SMA/ Ma Pondok Pesantren PT tetapi tidak tamat D3 Sarjana/ Pascasarjana
43
a. Petani b. Buruh industri c. Berdagang 9. Pekerjaan Utama d. Ojek e. Becak Kosan f. Lainnya,sebutkan........................................ 10. Pekerjaan sampingan a. Petani (jika ada) b. Buruh industri c. Berdagang d. Ojek e. Becak f. Kosan g. Lainnya,sebutkan........................................ 11. Jelaskan alasan memilih pekerjaan utama dan sampingan.
II. Tanggungan dalam Keluarga Kolom berikut digunakan untuk mengisi jumlah tanggungan dalam keluarga No. Status dalam rumah tangga
Jumlah (Jiwa)
Usia (tahun)
1. Suami/istri 2. Anak 3. Orang tua (Ayah/Ibu) 4. Saudara
Jumlah individu dalam keluarga yang ditanggung biaya hidupnya oleh responden. Biaya hidup meliputi: biaya makan/konsumsi, biaya pendidikan, atau biaya pengeluaran lainnya. status dalam rumah tangga meliputi: anak, istri/suami, ayah, ibu, dan saudara.
44
IV. Dampak Industri (Ekonomi) A. Mengukur pendapatan kotor 1. Berapa pendapatan yang Bapak/ Ibu dapat dalam satu bulan? a. > Rp2 000 000 b.Rp1 000 000-Rp2 000 000 c. < Rp1 000 000 B. Tingkat Peralihan Mata Pencaharian 1. Apa mata pencaharian Bapak/ Ibu sebelum adanya industri? a. Pertanian b. Non-Pertanian Jika a, lanjut ke 3 2. Apa jenis pekerjaan Bapak/ Ibu tersebut? a. Petani b. Berdagang c. Mendirikan kost d. Jasa transportasi (ojek, sopir, dll) e. Buruh industri f. Mendirikan warung makan g. Lainnya,..................... 3. Apa mata pencaharian Bapak/ Ibu sesudah adanya industri? a. Pertanian b. Non-pertanian C. Mengukur Tingkat Peluang Terbukanya Usaha dan Tingkat Pemanfaatan Lahan (land use) atau Tata Guna Lahan. Pilihlah jawaban dari pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda checklist ( ) sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pilihan jawaban dibedakan menjadi: No. Pernyataan Ya Tingkat Terbukanya Peluang Usaha 1. Apakah Bapak/Ibu bekerja menjadi buruh industri? 2. Apakah Bapak/Ibu bekerja sebagi penjual makanan minuman/warung? 3. Apakah Bapak/Ibu bekerja sebagai tukang becak? 4. Apakah Bapak/Ibu menyewakann koskosan/pondokan? 5. Apakah Bapak/Ibu bekerja sebagai pedagang sayuran? 6. Apakah Bapak/Ibu bekerja sebagai sopir/ojek? 7. Apakah Bapak/Ibu bekerja sebagai buruh bangunan? 8. Apakah Bapak/Ibu bekerja sebagai petani?
Tidak
Keterangan
45
D. Mengukur Tingkat Akses Masyarakat terhadap Tanah Pilihlah jawaban dari pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda checklist ( ) sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Pilihan jawaban dibedakan menjadi: Apakah Bapak/Ibu memiliki No. Jenis aset YA 1. Lahan 2. Bangunan 3. Kebun 4. Sawah
TIDAK
Keterangan (Luas Lahan)
1. Jika responden memiliki lahan/tanah No. Pertanyaan Hak Akses (access right) 1. Apakah Bapak/Ibu menguasai tanah? 2. Apakah lahan Bapak/Ibu boleh digunakan? 3. Apakah Bapak/Ibu memiliki tanah? 4. Sampai Kapan tanah tersebut bisa dipakai oleh Bapak/Ibu? Hak Pemanfaatan (withdrawal right) 5. Apakah Bapak/Ibu dapat mengolah lahan tersebut? 6. Apakah Bapak/Ibu dapat menanami lahan tersebut dengan tanaman persawahan? 7. Apakah Bapak/Ibu dapat mendirikan bangunan diatas tanah tersebut? 8. Apakah Bapak/Ibu dapat memanfaatkan tanah tersebut?
Hak Pengelolaan (management right) 9.
Apakah Bapak/Ibu mengatur penggunaan tanah tersebut? 10. Apakah Bapak/Ibu mempunyai cara sendiri untuk menggunakan tanah tersebut? 11. Apakah Bapak/Ibu memperbolehkan orang lain mengelola lahan tersebut? 12. Apakah Bapak/Ibu mengelola sendiri lahan tersebut?
Hak Eksklusi (exclusion right) 13. Apakah Bapak/Ibu bisa melarang orang lain memiliki lahan tersebut? 14. Apakah Bapak/Ibu bisa mengusir orang lain jika ada yang memanfaatkan lahan tersebut? 15. Apakah jika ada yang mau memanfaatkan lahan tersebut, Bapak/Ibu bisa melarangnya?
Hak Pengalihan (alienation right) 16. Apakah Bapak/Ibu bisa menjual lahan tersebut kepada orang lain?
YA
TIDAK
Keterangan
46
17. Apakah Bapak/Ibu bisa mewariskan lahan? 18. Apakah Bapak/Ibu bisa menyewakan lahan tersebut?
2. Jika responden memiliki bangunan No. Pertanyaan
Hak Akses (access right) 1. 2. 3. 4.
Apakah Bapak/Ibu menguasai bangunan tersebut? Apakah bangunan Bapak/Ibu tersebut boleh digunakan? Apakah Bapak/Ibu memiliki bangunan? Sampai kapan bangunan tersebut bisa dipakai oleh Bapak/Ibu?
Hak Pemanfaatan (withdrawal right) 5. 6. 7.
Apakah Bapak/Ibu dapat mengubah bangunan tersebut? Apakah Bapak/Ibu berhak merenovasi bangunan tersebut? Apakah Bapak/Ibu dapat memanfaatkan bangunan tersebut?
Hak Pengelolaan (management right) 8.
Apakah Bapak/Ibu mengatur penggunaan bangunan tersebut? 9. Apakah Bapak/Ibu mempunyai cara sendiri untuk menggunakan bangunan tersebut? 10. Apakah Bapak/Ibu memperbolehkan orang lain mengelola bangunan tersebut? 11. Apakah Bapak/Ibu mengelola sendiri lahan tersebut?
Hak Eksklusi (exclusion right) 12. Apakah Bapak/Ibu bisa mengusir orang lain jika ada yang memnfaatkan bangunan tersebut? 13. Apakah Bapak/Ibu bisa melarang orang lain memiliki bangunan tersebut? 14. Apakah jika ada yang mau menggunakan bangunan tersebut, Bapak/Ibu bisa melarangnya?
Hak Pengalihan (alienation right) 15. Apakah Bapak/Ibu bisa menjual bangunan tersebut kepada orang lain? 16. Apakah Bapak/Ibu bisa mewariskan bangunan tersebut? 17. Apakah Bapak/Ibu bisa menyewakan bangunan tersebut?
YA
TIDAK
Keterangan
47
3. Jika responden memiliki kebun No. Pertanyaan Hak Akses (access right) 1. 2. 3. 4.
Apakah Bapak/Ibu menguasai sebidang kebun? Apakah Bapak/Ibu memiliki kebun? Apakah kebun Bapak/Ibu bisa dimanfaatkan? Sampai Kapan kebun tersebut bisa dipakai oleh Bapak/Ibu?
Hak Pemanfaatan (withdrawal right) 5. 6. 7. 8.
Apakah Bapak/Ibu dapat mengolah kebun tersebut? Apakah Bapak/Ibu dapat menanami kebun tersebut? Apakah Bapak/Ibu dapat mendirikan bangunan diatas kebun tersebut? Apakah Bapak/Ibu dapat memanfaatkan kebun tersebut?
Hak Pengelolaan (management right) 9. 10.
11. 12.
Apakah Bapak/Ibu mengatur penggunaan kebun tersebut? Apakah Bapak/Ibu mempunyai cara sendiri untuk menggunakan kebun tersebut? Apakah Bapak/Ibu memperbolehkan orang lain mengelola kebun tersebut? Apakah Bapak/Ibu mengelola sendiri kebun tersebut?
Hak Eksklusi (exclusion right) 13.
14. 15.
Apakah jika ada yang memanfaatkan kebun tersebut, Bapak/Ibu bisa mengusirnya? Apakah Bapak/Ibu bisa melarang orang lain memiliki kebun tersebut? Apakah jika ada yang mau memanfaatkan kebun tersebut, Bapak/Ibu bisa melarangnya?
Hak Pengalihan (alienation right) 16. 17. 18.
Apakah Bapak/Ibu bisa menjual kebun tersebut kepada orang lain? Apakah Bapak/Ibu bisa mewariskan kebun? Apakah Bapak/Ibu bisa menyewakan kebun tersebut?
YA
TIDAK Keterangan
48
4. Jika responden memiliki sawah No. Pertanyaan Hak Akses (access right) 1. 2. 3. 4.
Apakah Bapak/Ibu menguasai sawah? Apakah Bapak/Ibu memiliki sawah? Apakah sawah Bapak/Ibu bisa dipakai? Sampai Kapan sawah tersebut bisa dipakai oleh Bapak/Ibu?
Hak Pemanfaatan (withdrawal right) 5. 6.
7. 8.
Apakah Bapak/Ibu berhak mengolah sawah tersebut? Apakah Bapak/Ibu berhak menanami sawah tersebut dengan tanaman persawahan? Apakah Bapak/Ibu berhak mendirikan bangunan diatas sawah tersebut? Apakah Bapak/Ibu dapat berhak memanfaatkan sawah tersebut?
Hak Pengelolaan (management right) 9. 10.
11. 12.
Apakah Bapak/Ibu dapat mengatur penggunaan sawah tersebut? Apakah Bapak/Ibu mempunyai cara sendiri untuk menggunakan sawah tersebut? Apakah Bapak/Ibu memperbolehkan orang lain mengelola sawah tersebut? Apakah Bapak/Ibu mengelola sendiri sawah tersebut?
Hak Eksklusi (exclusion right) 14. 15.
17.
Apakah Bapak/Ibu bisa melarang orang lain memiliki sawah tersebut? Apakah Bapak/Ibu bisa mengusir orang lain jika ada yang memanfaatkan sawah tersebut? Apakah jika ada yang mau memanfaatkan sawah tersebut, Bapak/Ibu bisa melarangnya?
Hak Pengalihan (alienation right) 18. 19. 20.
Apakah Bapak/Ibu bisa menjual sawah tersebut kepada orang lain? Apakah Bapak/Ibu bisa mewariskan sawah tersebut? Apakah Bapak/Ibu bisa menyewakan sawah tersebut?
YA TIDAK Keterangan
49
Lampiran 3 Panduan pertanyaan wawancara mendalam A. DATA DIRI INFORMAN 1. Nama Lengkap : 2. Jenis Kelamin : 3. Alamat : 4. Jenis Pekerjaan : 5. Hari/Tanggal : 6. Waktu : B. Pembangunan industri 1. Sejak kapan industri tersebut dibangun? 2. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu terhadap pembangunan industri? 3. Apakah pernah ada kebijakan pemerintah daerah/desa mengenai pemberian izin untuk membangun industri? Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu? 4. Sebelum adanya industri, bagaimana keragaman usaha perekonomian di desa ini? 5. Berapa luas lahan yang dulu? Berapa yang sekarang? Apabila berubah, karena apa? 6. Bagaimana gambaran makro tentang perubahan desa? 7. Bagaimana gambaran makro tentang jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar? A. DATA DIRI RESPONDEN 1. Nama Lengkap : 2. Jenis Kelamin : 3. Alamat : 4. Jenis Pekerjaan : 5. Hari/Tanggal : 6. Waktu : B. Dampak adanya industri 1. Apa dampak yang Bapak/Ibu rasakan setelah adanya industri? 2. Bagaimana tanggapan bapak/Ibu terhadap dampak yang dirasakan? 3. Setelah adanya industri, apakah Bapak/Ibu masih merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pribadi/keluarga? 4. Kesulitan apa yang dihadapi? Bagaimana solusinya? 5. Apakah adanya industri mempengaruhi kondisi ekonomi Bapak/Ibu? Jelaskan alasannya! 6. Bagaimana kondisi ekonomi Bapak/Ibu setelah masuknya industri? 7. Apakah pendapatan dari hasil industri/non industri mencukupi kebutuhan keluarga? Jika tidak, bagaimana cara memenuhi kebutuhan keluarga selain dari tersebut? 8. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan jika bekerja di luar sektor nonindustri? Mengapa? 9. Apa Bapak/Ibu mendirikan bangunan sebagai sarana berusaha (warung, kosan, dll)? 10. Berapa luas lahan yag dimiliki Bapak/Ibu sebelum dan sesudah adanya industri?
50
Lampiran 4 Peta Desa Tajug, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo
51
Lampiran 5 Kerangka sampling rumah tangga industri No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Nama Fajar Sutikno Heri Susanto Djaka S Sokiran Giman Didik Sulistianto Kusno Muh. Ferdiansyah Suyono Suprianto Jemiah Darmanto Edi S Poni Marji Mugiarto Bambang Prasetyo Soekarno Sumiatun Didik Wantoko Purtoko Bambang Suwito Mulyono Didik Hendriyanto Uripno Zainal Abidin Soewarno Keman Sokhibul Iman Mariadi Purwanto Iskandar Sudarto Marsudi Drajat Amron Puspianto Darijono Nardi Yoga Setyana Hadi Prayitno Mirsanto KAteno Azari Furqon Mahmud Rigan Imam Suroso
No. 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
Nama Putut El Soffi Sugiono Sutiawan Setya Hadi Jumadi Jumi Asri Sabariansyah Agus Sukoco Willy Ariesta Heri Widodo Agus Syahroni Meseno Yesy Mu'awaroh Khoirul Gumbreg Mulyono Suharno Bonangin Mujianto Hermanto Sugiman Suhodo Hanafi Bolo Samud Sholikin Nasrudin Hermawan Krisna Budi Prato Mawanto Bakroini Damanuri Nurodin Rawendren Indra Toikun Suwarto Darmanto Untung Riyanto Panut Munadi Kartono Giyarno Muklas Arifin Imron Syahroni Karto Unggul M
No. 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Nama Harsoyo Misno Eko Nurdianto Yatiman Jemuah Sodikun Jamron Tusiran Raminten Jupri Sadik Kadi Kromo Mejo Matrajimin Darwis Sayful Djono Dugel Kliwon Iswandi Parno Sutono Edi Suprayitno Mesio Karsonadi Somiran Nugroho Sibon Tunggul Kateman Gunung Paeran Muklas Mat Paudi Kadi Imam Soekadi Imam Murdiyi Dul Garis Nardi Manto Mulud Agus Didik Wantoko Roni Herdi KArim Kamis Harsoyo
52
No. 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193
Nama Jarno Kasan Jemiran Ganimin Bongkiji Sarudin Mikdi Ahmad Kasimun Jupri Darijono Suyud Kasanandar Yateko Setu Kosenin Rantiman Rebo Mat Jais Jemiran Meseran Dukut Rabun Toha Kamsir Sabil Bonandi Miskun Purtoko Marijan Brahim Mad Yani Iwan Totok Suprawoto Soeharjono Surono Sarmin Karno Kasan Jemiran Ganimin Bongkiji Sarudin Mikdi Loso Kasimun Jupri Kayat Suyud Kasanandar Setu
No. 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208
Nama Matkarman Winarto Ngarpun Marzuki Ibnul Qomaryah Tugi Samidi Suwarno Hadi Iskak Somo Suro Puji Surip Murlan
:
Respoden
53
Lampiran 6 Kerangka sampling rumah tangga non-industri No. Nama No. Nama 1 Jemadi 49 Kadimun 2 Sarmi 50 Sriyanto 3 Kasman 51 Boby Sugara 4 Budi Hartanto 52 Katiyem 5 Bibit 53 Marimun 6 Yatemi 54 Lami 7 Sipon 55 Tukiran 8 Siswanto 56 Juni 9 Tuki 57 Giman 10 Jinah 58 Saimin 11 Muhadi 59 Soeran 12 Suwandi 60 Sumaryanto 13 Wiji Astutik 61 Senen 14 Tumiran 62 Suwarni 15 Sumadi 63 Harimanto 16 Wijianto 64 Didik Nur Cahyono 17 Sukarno 65 Kabul 18 Misjo 66 Sadi 19 Muslimin 67 Supriyadi 20 Mansebi Tukiman 68 Bibit 21 Saiful 69 Sutrisno 22 loso 70 Sidut 23 Sobingin 71 Sulwiyoto 24 Iswadi 72 Arif 25 Sutomo 73 Nur Wakhid 26 Tukiji 74 Tolu 27 Jaeni 75 Boiran 28 Tukimin 76 Tumikun 29 Katiran 77 Wahyudi 30 Djemiyo 78 Solikin 31 Agus Widarto 79 Marwin 32 Boimin 80 Rofik Romdloni 33 Suratin 81 Mesti 34 Karmi 82 Kateni 35 Nuryani 83 Abdul Kamat 36 Imam Sukadi 84 Kasiyem 37 Didik Budi Utomo 85 Daman 38 Gufron Abdul Jalil 86 Adi 39 Saimin 87 Gimin 40 Supri 88 Kateno 41 Paiman 89 Marji 42 Sarmun 90 Tukimun 43 Boimin 91 Dhodik Sugiyanto 44 Moh Samsul 92 Tukinem 45 Edy Suprapto 93 Jemangin 46 Endang 94 Pandi 47 Domo 95 Ismun 48 Jemadi 96 Suprapti
No. 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137
Nama Niran Munadi Boirah Misenu Tukimin Joko Susilo winarsih Marju Tukinem Eni Setuwibowo Soi Munas Sutoyo Seni Kateni Purnomo Setiyoko Mariadi Muhni Parnu Yanto Juni Umi Hanik Fadil M Sumadi Suhartono Supeno Ambarwanto Sugito Yateno Mujariyanto Sumiyanto Tumiran Katir Supriyono Kuwat Widianto Sediono Irfan Nurohim Sodig Edy Soinem :
Respoden
54
Lampiran 6 Uji statistik rank spearman NON INDUSTRI Correlations Tingkat Ekonomi Spearman's rho
Tingkat_Ekonomi
Correlation Coefficient
Akses Terhadap Bangunan
1.000
.108
.
.536
35
35
Correlation Coefficient
.108
1.000
Sig. (2-tailed)
.536
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Akses Terhadap Bangunan
N
Correlations Tingkat Ekonomi Spearman's rho
Tingkat_Ekonomi Correlation Coefficient
Akses Terhadap Sawah
1.000
Sig. (2-tailed) N Akses Terhadap Tanah
Correlation Coefficient
.
.010
35
35
**
1.000
.010
.
35
35
.430
Sig. (2-tailed) N
**
.430
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
INDUSTRI Correlations Tingkat Ekonomi Spearman's rho
Tingkat Ekonomi
Correlation Coefficient
1.000
.137
.
.433
35
35
Correlation Coefficient
.137
1.000
Sig. (2-tailed)
.433
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Akses Terhadap Bangunan
Akses Terhadap Bangunan
N
Correlations Tingkat Ekonomi Spearman's rho
Tingkat Ekonomi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
*
1.000
.375
.
.027
35
35
Correlation Coefficient
.375*
1.000
Sig. (2-tailed)
.027
.
35
35
N Hub_Sawah
Akses Terhadap Sawah
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
55
Lampiran 7 Dokumentasi
Papan nama industri
Keadaan sekitar industri
Kantor kelurahan Desa Tajug
Kantor kelurahan Desa Tajug
Wawancara responden sektor non industri
Wawancara responden sektor industri
Keadaan prasarana jalan raya Desa Tajug
Wawancara responden sektor non industri
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Yanitha Rahmasari dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 02 Januari 1991. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan djoko Muryanto, SH dan Dra. Ninik Tri Soewitaningsih, MM. Penulis telah menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 3 Bangunsari Ponorogo, dilanjutkan di SMP Negeri 1 Ponorogo dan SMA Negeri 1 Ponorogo. Studi pendidikan dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalurmasuk Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah tergabung ke dalam UKMGentra Kaheman pada tahun 2010. Penulis juga aktif di dalam organisasi mahasiswa,yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) sebagai staf Kementerian Budaya, Olahraga, dan Seni (BOS) pada periode 2010-2011. Selain aktif di organisasi, penulis pun aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan dalam beberapa event di IPB diantaranya divisi kesekretariatan acara Olimpiade Mahasiswa IPB 2010 dan 2013, Gebyar Nusantara 2010, acara IPB Art Contest pada tahun 2011, koordinator humas Gebyar Nusantara pada tahun 2011 dan 2012, dan koordinator publikasi Indonesian Ecology Expo 2012 (INDEX 2012). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan diluar kampus, yaitu peserta Indonesian Youth Camp Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia tahun 2011, volunteer Suara Pemuda Anti Korupsi tahun 2011, volunteer Sayfestfille 2012, volunteer Mobile Panda WWF (World Wild Found), volunter Save Our Sharks WWF pada tahun 2013.