i
PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP SUMBANGAN EKONOMI KELUARGA
WULAN MUSTIKA I34120137
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Sumbangan Ekonomi Keluarga adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Wulan Mustika NIM. I34120137
v
ABSTRAK WULAN MUSTIKA. Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Sumbangan Ekonomi Keluarga. Di bawah bimbingan MAHMUDI SIWI. Program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan perempuan kepala keluarga. Kota Cimahi merupakan salah satu kota yang mengimplementasikannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik perempuan, peran perempuan dalam keluarga, serta peran perempuan peserta program PEKKA terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Hasil dari penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata baik dari karakteristik responden peserta PEKKA, peran dalam keluarga maupun peran dalam program PEKKA. Data kualitatif menjelaskan bahwa meskipun tidak secara langsung, program PEKKA telah memberikan kesempatan perempuan untuk memiliki penghasilan tambahan bagi keluarga dengan mengadakan kegiatan pelatihan, pendampingan, pemberian modal, dan magang.
Kata kunci:
Peran perempuan, Program pemberdayaan, Sumbangan pendapatan ABSTRACT
WULAN MUSTIKA. The Role of Women in Community Empowerment Program and its Influence to Their Family Economic Contribution. Supervised by MAHMUDI SIWI. The women family headed empowerment program (PEKKA) is a program that aims to improve women’s empowerment. Cimahi is one of city that implementating this program. The research was conduct to know the influence of the characteristics of women, the role of women in the family, and the role of women in the PEKKA Program to women’s economic contribution to fulfill the family needs. The result of this research is there is no real influence of the entire variabel to their family economic contribution. The quallitative datas explained that even though it wasn’t directly, women have given the opportunity for having the extra income for the family with training activities, giving financial capital, and internship program. Keywords:
Role of Women, Empowerment program, Economic contribution
vii
PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP SUMBANGAN EKONOMI KELUARGA
WULAN MUSTIKA I34120137
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang telah memberikan nikmat yang tak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Sumbangan Ekonomi Keluarga. Puji dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga beliau, dan para sahabat serta pengikutnya hingga hari akhir. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Mahmudi Siwi SP, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan, semangat, dan bimbingan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan cinta, hormat dan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang tua tercinta Ayahanda Ahmad Saepudin dan Ibunda Yanti Murdiyanti, Adik Riyadh Ahmad Faridz tersayang serta semua keluarga yang selalu mendukung, memberikan semangat dan kasih sayang yang tidak pernah berkurang kepada penulis. Terimakasih penulis tujukan kepada Ibu Kokom selaku Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi, Ibu Ami dan seluruh staff Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMPPKB) Kota Cimahi, seluruh pendamping lapang PEKKA setiap kelurahan di Kota Cimahi, juga seluruh anggota PEKKA Kota Cimahi yang telah banyak membantu penulis dan memberikan berbagai pelajaran berharga dalam proses penulisan skripsi ini. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan sebimbingan “Beskem Foundation” Widya Hasian Situmeang, Yunita Wini Damayanti, Yudhiansyah Eka Saputra, dan Riza Riyanda yang selalu memotivasi dan menyemangati penulis. Terimakasih untuk seluruh semangat, bantuan, candatawa dan kebersamaan untuk seluruh teman-teman SKPM 49, Lamboys (Yunita, Nastuti, Citra, Annisa, Dinda, Gita, Patra, dan Hamzah), Pimpinan Kabinet Gercep, Himasera 2015, Jurnalistik Himasiera 2015, Keluarga Cisarua, Keluarga Besar Yayasan Sanggar Juara, akang- teteh Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) serta semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2016
Wulan Mustika
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Masyarakat Gender dan Pembangunan Peran Perempuan dalam Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Perempuan dalam Program Pemberdayaan Pengeluaran dan Konsumsi Rumah Tangga Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian PENDEKATAN LAPANG Lokasi dan Waktu Penelitian Metode penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Penentuan Responden dan Informan Teknik Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Wilayah Kota Cimahi Kondisi Demografi dan Sosial Budaya Kondisi Ekonomi GAMBARAN UMUM PROGRAM PEMBERDAYAAN KEPALA KELUARGA (PEKKA) KARAKTERISTIK KELUARGA RESPONDEN Umur Responden Tingkat Pendidikan Responden Pekerjaan Responden Jumlah Anggota Keluarga Responden Status Responden dalam Keluarga Status Perkawinan Responden Ikhtisar PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA Peran Reproduktif Keluarga Responden Peran Produktif Keluarga Responden Peran Sosial Keluarga Responden Akses dan Kontrol Keluarga Responden Ikhtisar
xiii xv xvi xvi 1 1 3 3 4 5 5 5 7 9 12 12 13 14 16 17 17 17 18 19 19 20 23 23 26 28 29 31 31 32 33 33 34 34 35 37 37 39 40 42 46
xiv
PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN Kesejahteraan Perempuan Akses Perempuan Kesadaran Kritis Perempuan Partisipasi Perempuan Kontrol Perempuan Ikhtisar KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA Pemenuhan Kebutuhan Sandang Keluarga Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga Pemenuhan Kebutuhan Papan Keluarga Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Keluarga Ikhtisar PENGARUH PERAN PEREMPUAN TERHADAP SUMBANGAN EKONOMI KELUARGA Ikhtisar PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN Ikhtisar PENGARUH PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN Ikhtisar PENGARUH PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEKKA TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN Ikhtisar SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
47 47 48 49 51 51 52 53 53 54 55 56 57 58 59 61 63 64 65 67 69 70 71 71 72 73 75 85
xv
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Tiga model pengembangan masyarakat Klasifikasi peran gender Alat analisis gender Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian Definisi operasional karakteristik keluarga Definisi operasional peran perempuan Definisi operasional peran perempuan dalam program pemberdayaan Definisi operasional kontribusi perempuan dalam ekonomi rumah tangga Luas tanah menurut penggunaan di Kota Cimahi tahun 2012-2015 Luas wilayah dan kepadatan penduduk di Kota Cimahi tahun 2014 Jumlah penduduk dan sex ratio di Kota Cimahi tahun 2014 Rasio beban tanggungan Kota Cimahi Tahun 2014 Jumlah dan persentase penduduk Kota Cimahi di atas usia 15 tahun yang bekerja menurut sektor tahun 2012-2014 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut umur tahun 2016 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut tingkat pendidikan tahun 2016 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut pekerjaan tahun 2016 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut jumlah anggota keluarga tahun 2016 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut status responden dalam keluarga Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut status perkawinan responden tahun 2016 Persentase profil aktivitas produktif keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Persentase profil aktivitas sosial keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Persentase profil akses terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Persentase profil kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Nilai toleransi dan VIF pengaruh peran perempuan dan pengaruhnya terhadap sumbagan ekonomi keluarga Nilai signifikansi pengaruh peran perempuan terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga Nilai signifikansi pengaruh peran perempuan terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga Hasil uji regresi variabel karakteristik keluarga terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga Hasil uji regresi peran perempuan dalam keluarga terhadap sumbangan ekonomi keluarga
6 8 11 16 18 19 20 21 22 23 24 24 25 26 29 30 31 32 32 32 35 37 39 40 59 59 60 63 65
xvi
30 Hasil uji regresi peran perempuan dalam program PEKKA terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga
69
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17
18
19
Prospek peran perempuan dalam era global (Hubeis 2010). Kerangka pemikiran Piramida penduduk Kota Cimahi tahun 2015 Sebaran umur responden peserta PEKKA Kota Cimahi Tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan jumlah anggota keluarga tahun 2016 Sebaran peran perempuan dalam sektor reproduktif responden peserta PEKKA Kota Cimahi Tahun 2016 Sebaran peran perempuan dalam sektor produktif keluarga responden peserta PEKKA Kota Cimahi Tahun 2016 sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan peran sosial yang dikerjakan perempuan tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan akses perempuan terhadap sumberdaya dan manfaat tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat dalam keluarga tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kesejahteraan perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut akses perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kesadaran kritis perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut partisipasi perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kontrol perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga tahun 2016 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan sandang keluarga tahun 2016 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga tahun 2016 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan papan keluarga tahun 2016
11 15 27 32 33 38 40 42 44 45 47 49 50 51 52
53
54
55
56
xvii
20 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan anak tahun 2016 21 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga tahun 2016
56
57
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Gambaran Lokasi Penelitian Tulisan Tematik Dokumentasi Penelitian
76 77 82
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya, yakni mulai dari aspek intelektual (sumber daya manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial1. Beberapa program diantaranya diperuntukkan bagi sektor pertanian. Namun di Indonesia, pertanian justru menjadi lambang kemiskinan akibat orientasi pembangunan yang mengedepankan sektor manufaktur non pertanian dan properti (Busyairi 2008), meskipun pertanian merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan negara terutama di pedesaan. Menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi No. 3 tahun 2015 mengenai Pendampingan Desa, yang dimaksud dengan pemberdayaan desa adalah: “Upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.”
Hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah program pemberdayaan dan pembangunan adalah hadirnya kesetaraan gender. Perempuan terkadang dikesampingkan peran dan keterlibatannya dalam sebuah program pemberdayaan dan pembangunan dengan anggapan perempuan tidak memiliki kemampuan yang cukup dibandingkan dengan laki-laki. Adanya stereotipe atau pelabelan yang mengakibatkan ketidakadilan pada perempuan, menurut Handayani dan Sugiarti (2008) akibat pelabelan ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah merupakan kodrat. Perempuan identik dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas. Hubeis (2010) menyatakan bahwa perempuan diminta berpartisipasi dalam pembangunan, tetapi pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai kodrati perempuan tetap dituntut dilakukan sendirian oleh perempuan. Peran ganda seolah-olah hanya milik perempuan. Hal ini mengakibatkan perempuan ‘rumahan’ menjadi risau karena menganggap dirinya tidak dapat berpartisipasi dalam konteks yang lebih luas. Amal (1989) yang dikutip Ihromi (1995) menjelaskan berbagai pandangan dari feminisme marxis yang memiliki perspektif wanita sebagai ‘kelas sosial’ tersendiri karena pekerjaan yang mereka lakukan. Dalam sistem kapitalisme, pekerjaan wanita yang hanya memproduksi barang yang bernilai guna sederhana (simple-use values), misalnya makanan yang dimasak sendiri dan berbagai hasil sederhana lainnya yang tidak memperoleh penghargaan yang semestinya, dan bahkan diremehkan sebagai bukan pekerjaan atau pekerjaan yang ‘non-produktif’. Hal yang dianggap ganjalan oleh paham Feminisme Marxis ini membuat pendapat bahwa wanita juga diberi kesempatan untuk memiliki peran dalam kegiatan 1
Rahayu. Tanpa tahun. Pembangunan Perekonomian Nasional Melalui Pemberdayaan Masyarakat Desa. [internet]. Diunduh pada Rabu, 9 September 2015, 20.18. dapat diunduh di : http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/Mixed/Pemberdayaan-masyarakat-desa.pdf
2
ekonomi. Tidak menutup kemungkinan, Feminisme Marxis pun membuka kesempatan pada kaum perempuan untuk memiliki peran dalam sebuah program pemberdayaan. Adanya isu pengarusutamaan gender (PUG) menempatkan perempuan pada posisi yang tidak lagi dalam situasi ketidakadilan, salah satunya dalam peran dan partisipasinya dalam pogram pemberdayaan. Menurut pendapat Hubeis (2010) bahwa pemahaman gender dalam konteks Gender and Development (GAD) adalah pencapaian kesetaraan dan kesederajatan atau kesederajatan dan keadilan dalam tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Sajogyo (1983) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa menyertakan wanita di pedesaan dalam proses pembangunan bukanlah berarti hanya sebagai suatu tindakan perikemanusiaan yang adil belaka. Tindakan berupa mengajak, mendorong wanita di pedesaan dalam pembangunan berarti pula memanfaatkan sumber manusiawi dengan potensi tinggi. Dikutip dari Hubeis (2010) pemberdayaan perempuan sebagai kebijakan pemerintah bertujuan untuk memampukan perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan secara aktif tanpa menghapus peran reproduktif mereka. Berdasarkan posisi perempuan dalam konteks keluarga, peran yang ditampilkan oleh perempuan sangat tergantung pada proses interaksi yang terjadi di lingkungan keluarga yang merupakan kelompok primer. Hingga perempuan tidak saja bekerja di sektor domestik, melainkan dapat menerima program pemberdayaan. Kota Cimahi merupakan salah satu daerah yang melaksanakan program pemberdayaan bagi masyarakatnya. Kota Cimahi ditetapkan menjadi kota administratif setelah memisahkan diri dari Kabupaten Bandung pada tahun 1976 dan resmi menjadi kota otonom pada tahun 2001. Sejalan dengan upaya pengarusutamaan gender, salah satu program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Cimahi salah satunya adalah Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) yang digagas menurut pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 26 tahun 2009 tentang pedoman pelaksanaan peningkatan peranan wanita menuju keluarga sehat dan sejahtera. Salah satu program yang dilaksanakan dalam implementasi P2WKSS adalah Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Data susenas tahun 2014 menurut BPS, menunjukkan terdapat 14,84 persen rumah tangga dikepalai oleh perempuan. Program ini digagas untuk memberdayakan perempuan kepala keluarga dalam rangka ikut berkontribusi membangun tatanan masyarakat yang sejahtera, adil gender, dan bermartabat.2 Menarik untuk diteliti mengenai pengaruh dari peran perempuan dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) terhadap sumbangan ekonomi keluarga.
Perumusan Masalah Program P2WKSS merupakan upaya untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan sebagai implementasi dari pengarusutamaan gender (PUG). 2
PEKKA. Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga. Tersedia pada : http://www.pekka.or.id/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=101&It emid=468&lang=id
3
Salah satu program yang dilaksanakan adalah PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) yang bertujuan untuk meningkatkan peran perempuan dalam sektor diluar kegiatan reproduktif. Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) sebagai anggota komunitas sosial perempuan juga melakukan kegiatan sosial yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam masyarakat. Sehingga perlu diketahui mengenai bagaimana peran perempuan dalam program pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) tersebut? Pemberdayaan perempuan menurut Hubeis (2010) merupakan kebijakan pemerintah untuk berpartisipasi dalam pembangunan secara aktif tanpa menghapus peran reproduksi mereka. Menurut Suharto (2010), pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Selanjutnya, program pemberdayaan yang dilaksanakan tentu diharapkan dapat mengubah peran perempuan baik di dalam keluarganya maupun di lingkungan sosial. Menurut pendekatan Women in Development (pendekatan perempuan dalam pembangunan) yang diperkenalkan oleh United States Agency for International Development (Moser 1989) dalam Sihite (2007), pemberrdayaan perempuan memiliki anggapan bahwa perempuan merupakan sumberdaya yang belum dimanfaatkan yang dapat memberikan sumbangan ekonomi dalam pembangunan. Padangan ini dampaknya besar karena menjadi awal upaya mempopulerkan proyek peningkatan penghasilan bagi perempuan. maka perlu diketahui bagaimana keberhasilan program PEKKA dalam meningkatkan peran perempuan dan kontribusinya dalam perekonomian keluarga? Sejalan dengan hal tersebut, Hubeis (2010) menyatakan bahwa peran wanita dalam dukungan dan kesempatan wanita untuk mendapatkan pekerjaan sangat strategis dalam memampudayakan wanita dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Selain itu, penyediaan kesempatan kerja kepada wanita memiliki nilai tambah dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa. Selain sektor pekerjaan formal, sektor pekerjaan informal yang dapat diciptakan oleh program pemberdayaan juga bermanfaat bagi perempuan. Maka setelah adanya program pemberdayaan untuk perempuan, perlu diketahui mengenai bagaimana tingkat pendapatan perempuan dan kontribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis peran perempuan dalam program pemberdayaan masyarakat dan pengaruhnya terhadap sumbangan ekonomi keluarga. 1. 2. 3.
Menganalisis peran perempuan dalam program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Menganalisis keberhasilan program PEKKA dalam meningkatkan peran perempuan dan sumbangannya terhadap perekonomian keluarga. Menganalisis tingkat pendapatan perempuan dan kontribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga.
4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat untuk mahasiswa selaku pengamat dan akademisi, masyarakat, dan pemerintah. Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu: 1.
Bagi Mahasiswa Penelitian ini memberikan tambahan khazanah pengetahuan mengenai peran perempuan dalam sebuah program pemberdayaan masyarakat dan dampaknya terhadap keluarganya.
2.
Bagi Masyarakat Penelitian ini membantu kepada masyarakat untuk menyikapi keberadaan program pemberdayaan yang dapat bermanfaat khususnya bagi kaum perempuan.
3.
Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pemberdayaan atau program pengembangan yang dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelangsungan hidup masyarakat khususnya kaum perempuan sehingga kebijakan yang dibuat dapat bermanfaat.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan) (Suharto 2010). Ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kemudian, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife 1995) dalam Suharto (2010). Dalam Suharto (2010) dikemukakan pula pendapat Parsons et al. (1994) yang mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada: (1) sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi perubahan sosial yang lebih besar. (2) sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. (3) pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orangorang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan. Dikutip dari Ratnawati (2011) pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras (hard working), kemandirian (self-reliance), hemat (efficiency), keterbukaan (open mind), sikap tanggung jawab (responsible), adalah merupakan bagian pokok dari pemberdayaan ini. Selain itu, tujuan dari pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil) (Suharto 2010). Selain itu disebutkan pula penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan (Suharto 2010). Pemungkinan merupakan upaya untuk menciptakan suasana atau iklim memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Penguatan yaitu dengan memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah. Perlindungan untuk melindungi masyarakat dari penindasan kelompok kuat. Penyokongan dengan memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya, serta pemeliharaan situasi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antar berbagai kelompok dalam masyarakat. Menurut Suharto (2010), pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Berikut model pengembangan masyarakat yang disampaikan pada Tabel 1:
6
Tabel 1 Tiga model pengembangan masyarakat PARAMETER
PENGEMBANGAN MAYARAKAT LOKAL
PERENCANAAN SOSIAL
AKSI SOSIAL
Kemandirian, integrasi dan kemampuan masyarakat (tujuan proses) Keseimbangan, kurang kemampuan dalam relasi dan pemecahan masalah
Pemecahan masalah sosial yang ada di masyarakat (tujuan tugas/hasil) Masalah sosial nyata: kemiskinan, pengangguran, kenakalan remanja
Perubahan struktur kekuasaan, lembaga dan sumber (tujuan proses & tugas) Ketidakadilan, kesengsaraan, ketidakmerataan, ketidaksetaraan
Asumsi mengenai kepentingan masyarakat
Kepentingan umum atau perbedaan-perbedaan yang dapat diselaraskan
Kepentingan yang dapat diselaraskan atau konflik kepentingan
Konflik pengertian yang tidak dapat diselaraskan: ketiadaan sumber
Konsepsi mengenai kepentingan umum Orientasi terhadap struktur kekuasaan
Rational-unitary
Idealist-unitary
Realist-individualist
Struktur kekuasaan sebagai kolaborator, perwakilan
Struktur kekuasaan sebagai pekerja dan sponsor
Struktur kekuasaan sebagai sasaran aksi, dominasi elit kekuasaan harus dihilangkan
Sistem klien atau sistem perubahan
Masyarakat secara keseluruhan
Seluruh atau sekelompok masyarakat, termasuk masyarakat fungsional
Sebagian atau sekelompok anggota masyarakat tertentu
Konsepsi mengenai klien atau penerima pelayanan Peranan masyarakat
Warga masyarakat atau Negara
Konsumen
Korban
Partisipan dalam proses pemecahan masalah Pemungkin, koordinator, pembimbing
Konsumen atau penerima pelayanan Peneliti, analis, fasiltator, pelaksanaan program Mobilisasi organisasi formal
Pelaku, elemen, anggota Aktivis advokasi: agitator, broker, negotiator Mobilisasi organisasi masa dan politik Katalisasi dan pengorganisasian masyarakat untuk mengubah struktur kekuasaan Konflik atau unjuk rasa, konfrontasi atau tindakan langsung, mobilisasi massa, analisis kekuasaan, mediasi, agitasi, negosiasi, pembelaan
Orientasi Tujuan
Asumsi mengenai struktur masyarakat dan kondisi masalah
Peranan pekerja social Media perubahan
Mobilisasi kelompokkelompok kecil
Strategi perubahan
Pelibatan masyarakat dalam perencanaan masalah
Penentuan masalah dan keputusan melalui tindakan rasional para ahli
Teknik perubahan
Konsensus dan diskusi kelompok, partisipasi, brain storming, role playing, bimbingan dan penyuluhan
Advokasi, andragogy, perumusan kebijakan, perencanaan program
Sumber: Suharto (2010)
7
Ismawan (2003) yang dikutip Baroroh (2009) menyebutkan terdapat 5 (lima) program pengembangan yang dapat disusun untuk mendorong keberhasilan penyelenggaraan kelompok swadaya yang disalurkan melalui tenaga-tenaga pendamping kelompok, yaitu (1) Program pemberdayaan sumberdaya manusia yang meiputi berbagai kegiatan pendidikan dan latihan untuk anggota maupun untuk pengurus yang mencakup pendidikan dan latihan. (2) Program pengembangan kelembagaan kelompok dengan membantu menyusun peraturanperaturan. (3) Program pemupukan modal swadaya dengan membangun sosial dan kredit anggota dengan menghubungkan masyarakat dengan lembaga keuangan. (4) Program pengembangan usaha, dan (5) Program penyediaan informasi tepat guna. Pemberdayaan (empowerment) wanita merupakan upaya penguatan terhadap ketidakberdayaan mereka agar mampu menolong diri sendiri, mandiri, serta mengembangkan self reliancenya (Elizabeth 2007). Dalam penelitiannya, pemberdayaan wanita merupakan proses transformasi yang lebih aplikatif untuk menangkap berbagai perubahan alokasi sumber-sumber ekonomi, distribusi manfaat, dan akumulasi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan rumah tangga. Partisipasi perempuan menjadi faktor yang penting dalam sebuah program pemberdayaan, di mana perempuan ikut merumuskan sendiri program atau kegiatan apa yang tepat yang harus mereka lakukan, bagaimana proses pelaksanaannya, melaksanakan kegiatan sendiri sesuai dengan peraturan yang mereka buat, serta ikut melakukan evaluasi tentang apa yang mereka lakukan (Pratama 2013). Gender dan Pembangunan Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri biologis (Nugroho 2008). Gender menurut Sugandi (1996) dalam Muslikhati (2004) adalah suatu sistem hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditetapkan secara bilogik, melainkan merupakan rekayasa sosial berdasar nilai sosial dan budaya yang hidup dalam masyarakat dan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, politik, budaya, hankam dan iptek. Sedangkan menurut Puspitawati, Dkk (2012) gender mengacu pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Termasuk dalam konsep gender adalah harapanharapan masyarakat mengenai ciri-ciri, sikap, dan perilaku perempuan dan laki-laki (feminimitas dan maskulitas). Peran dan harapan tersebut dapat dipelajari, dapat berubah dari waktu ke waktu dan bervariasi menurut budaya masing-masing masyarakat. Sedangkan menurut Handayani dan sugiarti (2008) pemahaman dan pembeda antara konsep gender adalah sifat yang elekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Dalam konteks pemberdayaan, hal yang sering disinggung oleh berbagai pihak adalah pemahaman mengenai gender yang dibuat seakan-akan kata gender adalah perempuan dan menunjuk pada biologis perempuan. Hubeis (2010) menyebutkan bahwa pemahaman gender dalam konteks GAD (Gender and
8
Development) adalah pencapaian kesetaraan dan kesederajatan dan keadilan, dalam tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Maka, dengan kata lain ketika berbicara tentang gender berarti membicarakan adalah tentang relasi sosial perempuan dan laki-laki. Berbicara tentang gender tidak sama dengan berbicara tentang jenis kelamin biologis perempuan dan laki-laki. Memasuki era reformasi, pemerintah mengeluarkan Inpres No.9/2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan. Ruang lingkup Pengarusutamaan Gender mencakup aspek-aspek, diantaranya (1) Pembentukan, (2) Pelaksanaan, kemudian (3) Pembentukan mekanisme pelaksanaan pengarusutamaan gender yang membentuk forum komunikasi, kelompok kerja, panitia pengarah (steering committee), dan tim penggerak pengarusutamaan gender (gender focal point). Setelah itu, dilakukan (4) Pemantauan, dan (5) Monitoring dan Evaluasi. Nugroho (2008) menjelaskan bahwa setelah adanya kebijakan ini, paradigma pembangunan Indonesia mengalami sebuah pergeseran penting, ke arah pembangunan yang meletakkan kesetaraan gender di intinya (mainstream). Pergeseran paradigma ini berjalan bersamaan dengan pergeseran paradigma pembangunan dan pembangunan perempuan pada khususnya, dari paradigma Women in Development (Perempuan dalam Pembangunan) ke Gender and Development (Gender dan Pembangunan). Women in Development (pendekatan perempuan dalam pembangunan) diperkenalkan oleh United States Agency for International Development yang memiliki anggapan bahwa perempuan merupakan sumberdaya yang belum dimanfaatkan yang dapat memberikan sumbangan ekonomi dalam pembangunan. Padangan ini dampaknya besar karena menjadi awal upaya mempopulerkan proyek peningkatan penghasilan bagi perempuan (Moser 1989) dalam Sihite (2007). Fakih (1996) mengemukakan pandangan tentang WID dan Developmentalism. WID dianggap sebagai bagian dari diskursus pembangunan. Gagasan ini dianggap sebagai satu-satunya jalan guna memperbaiki status dan nasib perempuan di dunia ketiga. Namun, kemudian banyak orang yang menyangsikannya. WID yang merupakan strategi arus utama developmentalism lebih menghasilkan perjinakkan dan pengekangan perempuan dunia ketiga dibanding membebaskannya. Asusmsi utama WID adalah penyebab keterbelakangan perempuan adalah karena mereka tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa WID merupakan strategi dan diskursus developmentalism untuk melanggengkan dominasi dan penindasan perempuan di Dunia Ketiga dengan upaya menjinakkan (cooptation) dan pengekangan (regulation) perempuan. Gender and Development (GAD) menekankan pada kesadaran tentang kesetaraan gender (gender equality) dalam menilai kesuksesan pembangunan. Wawasan ini melihat bahwa pembanguna gender harus ditujukan untuk mengubah
9
hubungan gender yang eksploitatif menjadi hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang (Muslikhati 2004) Selain pendekatan dari Woman in Development (WID) dan Gender and Development (GAD) pendekatan lainnya yang dikemukakan oleh Hubeis (2010) adalah, diantaranya: 1. Pendekatan Kesejahteraan (Social Welfare Approach) yang merupakan pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Tujuan peningkatan kesejahteraan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dan keluarganya. 2. Pendekatan Penyamaan Hak adalah pendekatan pertma dari pendekatan WID. Yang ditujukan untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Pendekatan ini diarahkan pdaa upaya pencapaian kesamaan pengembangan peran perempuan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan seperti halnya laki-laki. 3. Pendekatan Anti Kemiskinan merupakan pendekatan kedua dari WID yang memusatkan perhatian pada upaya pendistribusian kebutuhan dasar masyarakat dengan cara yang lebih adil. Diarahkan kepada perempuan yang berpendapatan rendah agar dapat meningkat produktivitasnya. 4. Pendekatan Efisiensi merupakan pendekatan ketiga dari WID yang memusatkan perhatian pada upaya mengatasi kemerosotan perekonomian dunia dengan mempertimbangkan kontribusi perempuan sebagai bagian penting dalam pembangunan ekonomi. 5. Pendekatan Penguatan dilatarbelakangi oleh kegagalan pendekatan persamaan hak dalam meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Ditujukan untuk meningkatkan kembali peran perempuan dalam pembangunan.
Peran Perempuan dalam Pembangunan Istilah peran mengacu pada norma berperilaku yang berlaku untuk suatu posisi dalam struktur sosial. Dalam bentuk ideal peran adalah suatu kombinasi dari peran yang dirumuskan dan peran yang diharapkan ditambah dengan peran yang diterima (Hubeis 2010). Sebelum membahas mengenai peran perempuan dalam pembangunan, perlu dipahami pula peran gender dalam kehidupan masyarakat. Hubeis (2010) pun menjelaskan adanya tiga peran gender untuk perempuan dan laki-laki yang diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Peran Reproduktif (Peran Domestik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan seperti menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Peran ini bersifat rutin dan dilakukan dalam rumah tangga, sehingga tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan produktif karena tidak dibayar (unpaid work)
10
2. Peran Produktif menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan (petani, nelayan, konsultasi, jasa, pengusaha, dan wirausaha). Pembagian kerja dalam peran produktif dapat memperlihatkan dengan jelas perihal perbedaan tanggung jawab antara lakilaki dan perempuan. Jenis pekerjaan yang dinilai sebagai pekerjaan produktif terkait pada pekerjaan yang diperhitungkan melalui sistem perhitungan nasional. 3. Peran Masyarakat (sosial) adalah peran yang terkait dengan kegiatan jasa dan partisipasi politik. Kegiatan jasa yang bersifat relawan biasanya dilakukan oleh perempuan. Sedangkan peran politik adalah peran yang terkait dengan status dan kekuasaan seseorang pada organisasi tingkat desa atau tingkat yang lebih tinggi.
Tabel 2 Klasifikasi peran gender Gender
Reproduktif
Produktif
Perempuan
Peran utama : Istri, Acap diasumsikan ibu, ibu rumah tidak memiliki tangga (keluarga) peran produktif pembantu (turut) mencari nafkah keluarga.
Laki-laki
Bapak kepala Peran rumah tangga. mencari keluarga.
Sosial Manajemen, jasa penyuluhan, terkait pada aspek peran reproduktif pekerja tidak dibayar (informal)
utama: Kepemimpinan nafkah politik ketahanan/militer pekerja dibayar
Sumber : Hubeis (2010) Mosse (2002) menuturkan bahwa ibu rumah tangga di seluruh dunia melakukan bermacam tugas yang memiliki kesamaan. Yaitu, mata rantai rumah dengan penghuninya. Selain itu, mereka ikut memberi sedikit penghasilan bagi keluarga dengan upah yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa, meskipun perempuan memuiliki usaha keras dalam mendapatkan pekerjaan dan upah, mereka hanya mendapat bayaran yang rendah. Pekerjaan rumah sudah menghabiskan waktu perempuan sebanyak 12-16 jam dalam satu hari. Penelitian Suman (2007) menyebutkan bahwa kaum perempuan memiliki tanggung jawab pekerjaan domestik yang lebih besar dibanding kaum laki-laki. Perasaan bertanggung jawab ini membuat mereka merasa mahal untuk berlama-lama meninggalkan rumahnya. Sampai saat ini masih banyak anggapan masyarakat bahwa peran reproduktif merupakan peran kewajiban perempuan. Namun, pada saat yang sama perempuan dituntut untuk memiliki peran produktif dan sosial pula. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa peran perempuan dalam pembangunan dianggap penting. Pasca keikutsertaan negara Indonesia dalam Millenium Developmental Goals yang salah satu poinnya mencetuskan kesetaraan gender, Indonesia mulai menggalakan program guna memberdayakan perempuan. Peranan
11
perempuan mulai mendapatkan perhatian dan dilibatkan dalam kebijakan dan program-program pemerintahan di berbagai negara berkembang sejak tahun 1970an, namun peranan mereka hanya terbatas pada peranan kesejahteraan keluarga yang menitikberatkan kepada peran pengasuhan (motherhood) (Sihite 2007). Selain itu, menurut Sihite (2007) ideologi patriarki menempatkan perempuan hanya sebagai pekerja cadangan. Kerja produktif bagi perempuan apalagi yang sudah menikah merupakan pekerjaan kedua karena pekerjaan utama mereka adalah sebagai istri dan ibu rumah tangga. Oleh karena itu, perempuan sering dibayar murah daripada laki-laki. Berdasarkan pada penelitian Elizabeth (2008) dalam hal pengambilan keputusan, pria dan wanita sebetulnya berperan seimbang, meski sekilas terlihat adanya pembagian. Suami dan istri bersama-sama memberikan keputusan, meski pria masih mendominasi. Selain ketiga peran yang dipaparkan sebelumnya, Hubeis (2010) mengemukakan pula analisis peran perempuan dalam keluarga. Diantaranya: 1. Peran Tradisi yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi dengan pembagian kerja yang sangat jelas yaitu perempuan bekerja di rumah dan lakilaki di luar rumah. 2. Peran Transisi yang mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan dan urusan rumahtangga tetap tanggung jawab perempuan. 3. Dwiperan yang memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, yaitu menempatkan peran domestik dan publik dalam posisi sama penting. Yang membutuhkan dukungan moral dari suami. 4. Peran Egalitarian yang menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar. 5. Peran Kontemporer merupakan dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian.
Peran Domestik/ PD
PD
PD > PP
Pekerjaan produktif tidak langsung
Perempuan PD = PP
PP Peran Publik / PP Pekerjaan Produktif Langsung
PD + PP Alternatif Peran
Keterangan : PD PP
PD < PP Variasi Peran
: Peran Domestik : Peran Publik
Gambar 1 Prospek peran perempuan dalam era global (Hubeis 2010). Meskipun perempuan berpartisipasi dalam kegiatan publik, pekerjaan domestik masih tetap tidak berubah. Bedanya hanya pada tingkat pelaksanaan yang
12
apakah sepenuhnya bertanggungjawab atau memperoleh bantuan dari anggota keluarga lain. Muslikhati (2004) menyatakan dalam sebuah keluarga istri bertanggung jawab terhadap pemenuhan keluarga yang ada di rumah, berbeda dengan suami yang menjadi pihak yang bertanggung jawab penting dalam pemenuhan kebutuhan keluarga di luar rumah. Namun, selain pertan utama istri dalam keluarga tersebut, keterlibatan perempuan dalam kehidupan umum (publik) juga diperlukan dalam rangka memajukan masyarakat. Pemberdayaan Perempuan Ratnawati (2011) menyebutkan bahwa pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota msyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Disebutkan pula bahwa perempuan wajib diberdayakan karena perempuan dianggap mempunyai kepentingan yang sama dalam pembangunan, dan juga merupakan pengguna hasil pembangunan yang haknya sama dengan laki-laki. Pengarusutamaan gender bermakna sebagai penguatan keterlibatan aktif perempuan dalam pembangunan dengan menghubungkan kemampuan dan kontribusi mereka dengan isu-isu pembangunan makro atau agenda pembangunan nasional (Hubeis 2010). Langkah-langkah pemberdayaan perempuan dimulai dari penyadaran kritis tentang hak dan kewajibannya, serta upaya untuk mencerdaskan perempuan dan memberikan ruang dan kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam setiap tahapan pelaksanaan program pemberdayaan. Namun, pemberdayaan tak serta-merta dapat dilakukan tanpa adanya upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas perempuan. Menurut Hubeis (2010) peningkatan kualitas dan kuantitas perempuan khususnya di bidang ekonomi dapat dilakukan melalui kegiatan peningkatan kemampuan dan profesionalisme, etos dan produktivitas kerja, kewirausahaan, manajemen dan kepemimpinan. Selain itu perlu diciptakan iklim yangr kondusif agar wanita dapat berperan dalam pembangunan secara optimal. Perempuan harus dapat meningkatkan akses modal/kredit, informasi pasar, dan jaringan produksi serta pemasaran. Dan adanya upaya untuk memperoleh dukungan berbagai pihak dalam dunia usaha, dengan menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kemandirian, antara lain dengan kemitraan usaha. Perempuan dalam Program Pemberdayaan Menurut Anwar (2007) kehadiran program pemberdayaan kesejahteraan keluarga sebagai program pembangunan masyarakat merupakan peluang yang berharga bagi wanita yang aktif membangun dirinya sendiri dan lingkungannya dalam upaya mereka mencapai dan meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka sendiri dan keluarga binaannya. Secara psikologis, perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri demi pengembangan dirinya yang akan turut berpengaruh pada pengembangan lingkungannya. Maka, pemberdayaan dianggap menjadi salah satu upaya peningkatan aktualisasi diri perempuan. Menurut Ihromi (1995) dikutip dalam Anwar (2007) perempuan dalam keluarga berpenghasilan rendah memiliki potensi yang terbatas untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya. Isna dan Firdaus (2004) mengemukakan salah satu teknik analisis yang dikembangkan sebagai metode pemberdayaan perempuan dengan lima kriteria analisis kesejahteraan milik Sarah Hlupekile Longwe (Teknik Longwe), diantaranya : kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol. Merupakan alat untuk melihat tahapan pemberdayaan. Semakin bertahap dari
13
pemberdayaan sampai penguasaan. Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) teknik longwe merupakan kategori analitis yang dinamis, satu sama lain berhubungan dengan sinergis, saling menguatkan dan melengkapi, serta memiliki hubungan hierarkis. Lima kriteria analisis tersebut merupakan tingkatan yang bergerak memutar seperti spiral. Semakin tinggi tingkat kesetaraan otomatis semakin tinggi tingkat keberdayaan. Selain teknik Longwe, dikutip dari Prastiwi dan Sumarti (2012) menjelaskan dua teknik lain, yaitu teknik model Harvard dan teknik model Moser. Model Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development yang didasarkan pada efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Komponen dasar dalam model Harvard yaitu : Profil kegiatan (produktif, reproduktif, dan sosial budaya) yang didasarkan pada pembagian kerja dan data terpilah, profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol, serta analisis siklus proyek. Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) teknik analisis Moser berguna untuk memahami lima butir kriteria analisis (kesetaraan, keadilan, anti kemiskinan, efisiensi, penguatan, atau pemberdayaan), sehingga dapat menginterpretasikan pembangunan perempuan sebagai suatu proses yang penting dan bagian integral dari proses pembangunan. Tabel 3 Alat analisis gender Teknik Longwe 1. Penguasaan (Kontrol) 2. Partisipasi dalam pengambilan keputusan. 3. Kesadaran Kritis 4. Akses terhadap sumber daya dan manfaat 5. kesejahteraan
Model Harvard 1. Pembagian kerja Produktif, Reproduktif, dan Sosial Budaya. 2. Akses dan Kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam masyarakat. 4. Analisis siklus proyek.
Pengeluaran dan Konsumsi Rumah Tangga Menurut BPS (2012) rumah tangga merupakan konsumen atau pemakai barang dan jasa sekaligus juga pemilik faktor-faktor tenaga kerja, lahan, modal, dan kewirausahaan. Pengeluaran dan konsumsi dilakukan untuk mempertahankan taraf hidup. Pengeluaran konsumsi umumnya dibelanjakan untuk kebutuhan-kebutuhan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani. Penelitian yang dilakukan Haryanto (2008) menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima oleh suami dan istri tidak ada pemisahan, dimana pendapatan suami selalu diberikan kepada istri. Pendapatan yang mereka peroleh mereka anggap sebagai pendapatan keluarga. Pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga menurut BPS (2014) merupakan salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Pengeluaran rumah tangga
14
dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan. Perubahan pendapatan seseorang akan berpengaruh pada pergeseran pola pengeluaran. Dengan kata lain, rumah tangga yang lebih sejahtera akan cenderung memenuhi kebutuhan bukan hanya untuk makanan melainkan kepada bentuk kebutuhan bukan makanan dan ditabung. Berdasarkan penelitian Handayani dan Artini (2009) banyaknya jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk bekerja. Semakin banyak anggota keluarga yang tidak bekerja maka tanggungan keluarga juga lebih besar sehingga mengharuskan seseorang bekerja lebih keras.
Kerangka Pemikiran Pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya dalam bidang ekonomi. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat tersebut adalah adanya Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). PEKKA merupakan program pembangunan khusus yang memberdayakan perempuan yang berada di garis kemiskinan dan menjadi kepala keluarga. Program ini diselenggarakan dengan pendekatan pemberdayaan dengan sistem pendampingan terhadap perempuan kepala keluarga dengan satuan kelompok. PEKKA telah memperluas komunitas atau kategori perempuan yang diberdayakan seperti perempuan yang ditinggalkan oleh suami tanpa kepastian dan kabar; perempuan hamil dan memiliki anak serta ditinggalkan suami; perempuan lajang yang menanggung beban keluarga; dan para istri yang memiliki suami yang mengalami cacat atau sakit menahun. Berdasarkan hasil penjajagan, Program PEKKA yang dilaksanakan di Kota Cimahi dilaksanakan dengan jumlah peserta 50 orang yang mengikuti kegiatan pembinaan dan pelatihan dalam jasa jahit menjahit, keterampilan perca dan usaha perseorangan. Setiap individu memiliki peran yang berbeda dan khas baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial, dapat pula terpengaruh dari karakteristik keluarganya sendiri. Peran perempuan dalam kehidupannya berupa peran reproduktif, yang melaksanakan pekerjaan yang selalu dilakukan perempuan di rumah. Seperti mengatur keuangan, membuat makanan, membersihkan rumah, dan kegiatan lainnya. Selain peran reproduktif, keadaan-keadaan tertentu dapat memungkinkan perempuan sudah dapat memiliki peran produktif dan sosial. Perempuan dapat menentukan keputusan yang akan dipilih, memiliki kesempatan untuk memimpin, dan diberikan kepercayaan untuk menjalankan sebuah kegiatan sosial politik secara mandiri. Pengukuran peran perempuan dalam keluarga dianalisis menggunakan teknik analisis Harvard. Model ini menganalisis pembagian peran dalam keluarga yang dibedakan antara perempuan dan laki-laki yang terbagi dari beberapa peran, diantaranya peran reproduktif, produktif, dan sosial politik. Adanya perbedaan peran perempuan dalam keluarga diduga pula dapat berpengaruh pada peran perempuan dalam program PEKKA. Peran perempuan dalam program PEKKA diukur dengan Model Longwe. Teknik analisis Longwe yang dikutip dari Handayani dan Sugiarti (2005) melihat keberdayaan perempuan dalam 5 dimensi yaitu tingkat kesejahteraan, tingkat akses, tingkat kesadaran kritis, tingkat partisipasi, dan tingkat kontrol.
15
Gambar 2 menunjukkan bahwa diduga terdapat pengaruh dari karakteristik keluarga terhadap peran perempuan di dalamnya. Selain itu, peran perempuan dalam keluarga diduga berpengaruh pada peran perempuan dalam program pemberdayaan. Sesuai dengan tujuannya, peran perempuan dalam program PEKKA ditujukan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga. Maka keikutsertaan perempuan dalam pemberdayaan masyarakat dapat memberikan kontribusi dalam perekonomian keluarga. Menurut BPS, pemenuhan kebutuhan terbagi kedalam pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan. Untuk membedakan kedua kategori tersebut secara rinci maka dikategorikan pemenuhan sandang, pemenuhan pangan, pemenuhan papan, pemenuhan pendidikan anak, dan pemenuhan kesehatan keluarga.
Karakteristik Keluarga (X1) X1.1. Umur responden X1.2. Tingkat pendidikan responden X1.3. Pekerjaan responden X1.4. Status responden dalam rumah tangga XI.5 Status perkawinan responden
Tingkat Kontribusi Perempuan dalam Perekonomian Keluarga (Y) :
Tingkat Peran Perempuan dalam Keluarga (X2) :
Y1 Pemenuhan Sandang Y2 Pemenuhan Pangan Y3 Pemenuhan Papan Y4 Pemenuhan Pendidikan Anak. Y5 Pemenuhan Kesehatan Keluarga
X2.1 Peran Reproduktif X2.2 Peran Produktif X2.3 Peran Sosial Kemasyarakatan X2.4 Akses X2.5 Kontrol
Tingkat Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan (X3) : X3.1 Kesejahteraan X3.2 Akses X3.3 Kesadaran Kritis X3.4 Partisipasi X3.5 Kontrol (penguasaan).
Keterangan : : Pengaruh
Gambar 2. Kerangka pemikiran
16
Hipotesis Penelitian Pada penelitian ini diduga bahwa peran perempuan dalam program pemberdayaan masyarakat berpengaruh terhadap sumbangan ekonomi keluarga. 1. 2. 3.
Diduga terdapat pengaruh karakteristik keluarga perempuan penerima program dengan tingkat kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga. Diduga terdapat pengaruh tingkat peran perempuan dalam keluarga dengan tingkat kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga. Diduga terdapat pengaruh tingkat peran perempuan dalam program pemberdayaan dengan tingkat kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga.
17
PENDEKATAN LAPANG Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan, diantaranya adalah: 1. Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) merupakan program unggulan pemberdayaan perempuan kota Cimahi yang bertujuan untuk memampudayakan perempuan kepala keluarga untuk meningkatkan pendapatan keluarga. 2. Kota Cimahi memiliki ciri pedesaan, yang menggambarkan daerah berhubungan langsung dengan perkotaan, karena pemenuhan kebutuhan Kota Cimahi masih bergantung pada Kota Bandung. Menurut Tjondronegoro (2008) hubungan daerah pedesaan dan perkotaan pada umumnya berhubungan tidak semata-mata ditentukan oleh letak dan jarak, tetapi dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan daerah pedesaaan yang berorientasi pada kota. Cakupan wilayah penelitian diantaranya adalah Kelurahan Cigugur Tengah, Kelurahan Cibeber, Kelurahan Setiamanah, Kelurahan Karang Mekar, Kelurahan Citeureup serta Kelurahan Baros yang tersebar di tiga kecamatan di Kota Cimahi, yaitu Kecamatan Cimahi Tengah, Cimahi Utara, dan Cimahi Selatan. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu empat bulan, terhitung mulai bulan Februari 2016 sampai dengan Juni 2016 Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode kuantitatif merupakan survei dilaksanakan sekaligus untuk menguji substansi dan susunan pertanyaan dalam rancangan kuesioner (Effendi dan Tukiran 2014). Menurut Handayani dan Sugiarti (2008) pendekatan kuantitatif secara mendasar mengikuti pendekatan positivisme, bahwa realitas dapat dipecah menjadi bagian-bagian. Penelitian kuantitatif yang akan menggunakan metode survei menggunakan kuesioner ditujukan untuk mendapatkan informasi akurat mengenai karakteristik keluarga responden, peran perempuan di dalam keluarga dan program pemberdayaan masyarakat, serta kontribusi ekonomi perempuan di dalam keluarga. Menurut Bogdan dan Taylor (1973) dalam Sihite (2007) metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk memahami individu secara personal. Data kualitatif diperoleh dengan wawanacara mendalam dan ditambahkan dengan observasi dan studi dokumentasi terkait, sekaligus untuk menguji substansi dan susunan pertanyaan dalam rancangan kuesioner. Selain hal-hal tersebut, wawancara mendalam yang dibantu dengan panduan pertanyaan wawancara ditujukan untuk mendapatkan informasi lebih dalam dari informan. Hasil dari wawancara
18
mendalam akan dipaparkan ke dalam catatan harian lapang yang kemudian disajikan dalam bentuk kutipan dan matriks. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara survei, observasi, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor kelurahan, kantor kecamatan dan kantor pemerintahan Kota Cimahi, serta buku, internet, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal-jurnal penelitian dan laporan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini, seperti dokumen mengenai lokasi penelitian, program pemberdayaan masyarakat, dan dokumen pendukung lainnya. Secara rinci, data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 4 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian No. 1. 2.
3.
4.
Kebutuhan Data Gambaran umum lokasi penelitian Gambaran umum Program Pemberdayaan Perempuan (Program PEKKA)
Keadaan masyarakat Kota Cimahi, Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan. a. Peran Perempuan penerima program di dalam dan luar lingkungan keluarga. b. Sumber pendapatan keluarga
Sumber Data Sekunder Data monografi desa Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana Kota Cimahi, Pengurus PEKKA kota Cimahi Elit desa, BPS, monografi masyarakat desa, hasil setempat, tokoh penelitian masyarakat akademis
Metode Pengumpulan Data Studi dokumen
Masyarakat setempat, pihak korporasi, tokoh masyarakat, elit desa Masyarakat setempat, tokoh masyarakat, elit desa.
Studi literatur, survei (kuesioner), wawancara mendalam (daftar pertanyaan dan diskusi) Studi literatur, survei (kuesioner), wawancara mendalam
Primer -
Hasil penelitian akademis.
Hasil penelitian akademis.
Studi dokumen, wawancara mendalam.
Studi dokumen, survei (kuesioner), wawancara mendalam (daftar pertanyaan)
19
Teknik Penentuan Responden dan Informan Sumber data primer dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisa dalam penelitian ini adalah rumah tangga perempuan yang menjadi peserta program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili kondisi rumahtangganya sebagai rumahtangga penerima program dan responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Pemilihan responden dilakukan melalui metode sensus berdasarkan dengan jumlah anggota penerima program PEKKA yang diketahui setelah melakukan penjajagan yaitu sebanyak 42 orang yang tersebar di beberapa kelurahan di Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan. Sementara itu, pemilihan terhadap informan akan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball) yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah petugas kecamatan, aparatur desa, dan tokoh masyarakat setempat, yang dianggap mengetahui dengan jelas mengenai pelaksanaan program PEKKA di Kota Cimahi. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2013 dan SPSS for windows 21. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2013. Kemudian SPSS for windows 21 digunakan untuk membantu dalam uji statitistik yang akan menggunakan uji regresi. Uji regresi merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel tergantung dengan variabel bebas. Uji regresi dalam penelitian ini digunakan untuk melihat dampak dari peran perempuan dalam program pemberdayaan masyarakat terhadap sumbangan ekonomi keluarga, dengan formula sebagai berikut : Y = a + b1x1+b2x2+b3x3 Keterangan : Y X1 X2 X3
: Sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga : Karakteristik keluarga : Peran perempuan dalam keluarga : Peran perempuan dalam program PEKKA
Data kuantitatif didapatkan melalui pertanyaan yang diajukan berdasarkan Kuesioner. Sebelumnya telah dilakukan uji coba kuesioner terhadap 10 responden. Dari hasil uji kuesioner tersebut akan dilihat validitas dan realibilitasnya sebagai acuan untuk perbaikan kuesioner. Untuk menguatkan kuesioner sebagai salah satu instrumen, dilakukan uji reabilitas dengan hasil alpha sebagai berikut:
20
Tabel 5 Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian Cronbach's Alpha 0,807
N of Items 237
Dalam penentuan nilai alpha, jika nilai alpha > 0.90 maka realibilitas sempurna, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90, maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.50 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai alpha < 0.5 maka reliabilitas dianggap rendah. Tabel hasil uji realibilitas menunjukkan bahwa kuesioner penelitian ini memiliki reliabilitas dengan alpha 0,807 yang berarti kuesioner memiliki reliabilitas tinggi. Data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam kepada informan untuk mendapatkan data mengenai pelaksanaan Program PEKKA, kegiatan yang dilakukan, serta sikap dan pendapat informan terhadap pelaksanaan program PEKKA yang akan dipaparkan pada catatan lapang. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Data kualitatif dicatat dan dipaparkan kedalam catatan harian yang telah tersedia. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan, dalam bentuk kutipan atau matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Seluruh hasil penelitian pada akhirnya akan dituliskan dalam rancangan skripsi
Definisi Operasional Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi menjadi pengukuran karakteristik responden, peran responden dalam keluarga, peran responden dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) Kota Cimahi, dan Berikut ini adalah definisi operasional yang digunakan dari berbagai variabel yang akan di analisis dalam penelitian ini :
Karakteristik Keluarga Responden Karakteristik keluarga responden ialah ciri khas yang dimiliki oleh masingmasing keluarga responden. Indikator yang digunakan adalah umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, status responden dalam keluarga, dan status perkawinan responden.
21
Tabel 6 Definisi operasional karakteristik keluarga responden. No X1.1
X1.1
X1.2
Variabel Umur
Tingkat Pendidikan
Jumlah anggota keluarga
X1.3
Jenis Pekerjaan
X1.4
Status Responden dalam Keluarga
X1.5
Definisi Operasional Lama waktu hidup respinden (dalam tahun) semenjak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir Jenjang Sekolah Formal yang ditempuh perempuan
Banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah Usaha yang dilakukan responden untuk mendapatkan uang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga
Tanggung jawab responden dalam keluarga
Status Perkawinan responden
Indikator Usia responden hingga ulang tahun terakhir
Skala Pengukuran
Interval
Jumlah tahun responden mengikuti pendidikan formal
Ordinal
Jumlah anggota keluarga
Interval
1. Petani 2. Buruh Tani 3. Buruh Pabrik 4. Pegawai Negeri 5. Pegawai Swasta 6. Pedagang 7. Ibu Rumah Tangga 8. Lainnya 1. kepala rumah tangga 2. ibu rumah tangga
Nominal
1. menikah
Nominal
Nominal
2. janda
Peran Perempuan dalam Keluarga Gender Framework Analysis (GFA) dalam teknik Harvard merupakan suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yaitu mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain, yaitu : profil aktivitas, profil akses, dan profil kontol (Overholt et al. 1986) dalam Handayani dan Sugiarti (2008).
22
Tabel 7 Definisi operasional peran perempuan No
Variabel
Definisi Operasional
Indikator
Skala Pengukuran
X2.1.1
Peran Reproduktif
Peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan. Pekerjaan yang tidak dibayar (unpaid work)
Jumlah pekerjaan yang perempuan lakukan di dalam rumah tangga
Interval
X2.1.2
Peran Produktif
Pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan. Merupakan jenis pekerjaan yang dinilai sebagai pekerjaan produktif.
Jumlah kegiatan pekerjaan yang menghasilkan penghasilan dan yang tergolong pekerjaan produktif.
Interval
X2.1.3
Peran Sosial Kemasyarakatan
Peran yang terkait dengan kegiatan jasa. Seperti kegiatan jasa yang bersifat relawan.
Banyaknya jenis pekerjaan sosial yang dikerjakan responden.
Interval
X2.2.1
Profil Akses
Peluang yang dimiliki oleh perempuan untuk menikmati sesuatu, yang dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku dalam mengakses sumberdaya dan manfaat dari program pemberdayaan masyarakat.
Banyak sumber daya yang dapat diakses secara langsung oleh responden
Interval.
X2.3
Profil Kontrol
Perempuan mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumberdaya tertentu. Sumberdaya dapat berupa materi (bernilai ekonomis, politis, sosial, dan waktu)
Jumlah manfaat yang dapat dikontrol oleh responden.
Interval
23
Peran Perempuan dalam Program Pemberdayaan Tabel 8 Definisi operasional peran perempuan dalam program pemberdayaan No
Variabel
Definisi Operasional
Indikator
Skala Pengukuran
X3.1
Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan material yang diukur dari pendapatan yang diperoleh responden.
Jumlah pendapatan responden dari berbagai sumber (rupiah/bulan)
Interval
X3.2
Akses
Peluang yang dimiliki perempuan untuk menikmati sesuatu yang dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku dalam mengakses sumberdaya dan manfaat dari program pemberdayaan masyarakat.
jumlah peluang keterlibatan responden dalam mengakses program pemberdayaan masyarakat
Interval
X3.3
Kesadaran Kritis
Sejauhmana peranperan perempuan yang terlibat ke dalam pembangunan.
Sikap responden mengenai peran perempuan dalam program pemberdayaan
Interval
X3.4
Partisipasi
Keterlibatan atau keikutsertaan aktif perempuan mulai dari penetapan kebutuhan, formulasi proyek, implementasi, monitoring dan evaluasi. Perempuan mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumberdaya tertentu. Sumberdaya dapat berupa materi (bernilai ekonomis, politis, sosial, dan waktu
Tingkat partisipasi responden di dalam program pemberdayaan.
X3.5
Kontrol
Tingkat kontrol responden terhadap sumberdaya dalam program pemberdayaan
Interval
Interval
24
Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Rumah Tangga Menurut BPS (2014) pengeluaran rumah tangga dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan. Perubahan pendapatan seseorang akan berpengaruh pada pergeseran pola pengeluaran. Semakin tinggi pendapatan, cenderung akan tinggi pengeluaran bukan makanan. Tabel 9 Definisi operasional kontribusi perempuan dalam ekonomi rumah tangga No
Skala Pengukuran
Variabel
Definisi Operasional
Indikator
Y1.1
Pemenuhan Sandang
Upaya mencukupi kebutuhan jasmani seseorang berupa jasa dan barang (pakaian, akses,dll)
Jumlah pengeluaran responden dalam pemenuhan sandang, dibandingkan dengan pengeluaran dari sumber pendapatan lain.
Interval
Y1.2
Pemenuhan Pangan
Upaya mencukupi kebutuhan jasmani seseorang dengan memberi nutrisi baik berupa makanan dan minuman,
Jumlah pengeluaran responden dalam pemenuhan pangan, dibandingkan dengan pengeluaran dari sumber pendapatan lain.
Interval
Y1.3
Pemenuhan Papan
Upaya mencukupi kebutuhan aman dan perlindungan kepada seseorang berupa rumah sebagai tempat berlindung yang layak huni.
Jumlah pengeluaran responden dalam pemenuhan papan, dibandingkan dengan pengeluaran dari sumber pendapatan lain.
Interval
Y1.4
Pemenuhan Pendidikan Anak
Presentase jumlah pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk biaya pendidikan.
Jumlah pengeluaran responden dalam pemenuhan pendidikan anak, dibandingkan dengan pengeluaran dari sumber pendapatan lain.
Interval
Y1.5
Pemenuhan Kesehatan Keluarga
Rata-rata jumlah kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Angka kunjungan mengikuti pola kesakitan yang terjadi di masyarakat dan tersedianya fasilitas kesehatan.
Jumlah pengeluaran responden dalam pemenuhan kesehatan keluarga, dibandingkan dengan pengeluaran dari sumber pendapatan lain.
Interval
25
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Wilayah Kota Cimahi Kota Cimahi terletak diantara 107030’30” BT – 107034’30” dan 6050’00” 0 6 56’00” Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Cimahi yang sebesar 40,2 Km2 menurut UU No. 9 Tahun 2001 dengan batas-batas administratif sebelah utara yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Pada bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung. Untuk bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Marga Asih, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, dan Bandung Kulon Kota Bandung. Serta bagian barat berbatasan langsung dengan Kecamatan Padalarang, Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat Tabel 10 Luas lahan menurut penggunaan di Kota Cimahi tahun 2012-2015 Jenis Penggunaan Perumahan Teratur Perumahan Tidak Teratur Kuburan Pasar Toko, Warung, Kios Rumah Makan Bank Stasiun KA Industri Kantor Pemerintahan Bangunan Militer Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Tempat Peribadatan Jasa Pelayanan Umum Tanah Kosong Pertanian Tanah Basah Pertanian Tanah Kering Perikanan Kebun Campur Taman Kota Rawa dan sungai Jalan Tol Lain-lain Jumlah
2012 480,0 802,3 23,1 3,9 16,6 2,6 1,9 0,4 504,2 14,2 153,4 76,7 21,3 4,3 4,8 98,6 458,0 1094,4 9,1 141,7 24,3 17,1 27,5 45,14 4022,7
Luas Lahan (Ha) 2013 456,5 1500,8 18,8
2014 465,5 1501,9 18,8
26,3
26,3
4,8 0,5 500,4 4,9 143,1 54,7 17,7 3,6 4,8 122,3 568,7 1901,7 9,1 96,7 21,3 22,8 269,6 94,0 4041,9
4,9 0,5 500,6 5,9 143,1 54,7 3,6 4,8 133,5 568,7 1901,7 9,1 96,8 21,3 22,8 269,6 94,0 5848,6
Sumber : Kota Cimahi Dalam Angka 2015 (KCDA 2015)
26
Kondisi Demografi dan Sosial Budaya Diantara ketiga kecamatan di Kota Cimahi, Cimahi Selatan merupakan daerah terluas dengan luas 16,9 Km2 dan jumlah penduduk sebanyak 250 337 jiwa. Cimahi Tengah merupakan kecamatan dengan luas terkecil yaitu 10,0 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 579 015 jiwa. Secara keseluruhan pada tahun 2014 Kota Cimahi memiliki penduduk sebanyak 579 015 jiwa. Tingkat kepadatan Kota Cimahi tahun 2014 adalah 14 403 jiwa/Km2, dimana Cimahi Tengah memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya yaitu mencapai 16 967 jiwa/Km2. Tabel 11 Luas wilayah dan kepadatan penduduk di Kota Cimahi tahun 2014 Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
16,9 250.337 Cimahi Selatan 10,0 169.677 Cimahi Tengah 13,3 159.001 Cimahi Utara Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015)
14812,8 16976,7 119955,0
Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan atau sex ratio Kota Cimahi adalah 101,75. Ini berarti untuk setiap 100 perempuan terdapat sekitar 101 laki-laki. Tabel 12 Jumlah penduduk dan sex ratio di Kota Cimahi tahun 2014 Kecamatan Cimahi Selatan Cimahi Tengah Cimahi Utara Jumlah
Laki-laki N %
Perempuan n %
L+P n
%
Sex Ratio
124.724
42,6
126.063
43,9
250.337
43,2
98,5
87.234
29,8
82.443
28,7
169.667
29,3
105,8
80.517 292.475
27,5 100,0
78.484 286.990
27,4 100,0
159.001 579.005
27,5 100,0
102,6 101,7
Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015) Tabel 12 menunjukkan bahwa Kecamatan Cimahi Tengah memiliki sex ratio terbesar yaitu 105,8 yang berarti setiap 100 perempuan, terdapat sekitar 105 laki-laki. Secara keseluruhan, Kota Cimahi memiliki sex ratio 101,7 yang berarti setiap 100 perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Berdasarkan jumlah penduduk menurut rentang usia dalam piramida penduduk (gambar 3), penduduk Kota Cimahi terbanyak adalah pada tingkat usia 20-24 tahun. Laki-laki dalam tingkat usia tersebut berjumlah 28 570 jiwa dan perempuan berjumlah 27 542 jiwa. Sedangkan yang terendah adalah pada usia diatas 75 tahun pada laki-laki dengan jumlah 2434 jiwa, dan rentang usia 70-74 tahun pada perempuan dengan jumlah 3234 jiwa.
27
70-74 60-64 50-54 40-44 30-34 20-24 10-14 0-4 6
4
2
0 Perempuan
2
4
6
Laki-laki
Gambar 3 Piramida penduduk Kota Cimahi tahun 2015 Piramida penduduk pada gambar 2 menunjukkan penduduk terbanyak berada di rentang usia 20-24 tahun hingga 45-49 tahun yang berarti penduduk dalam usia produktif. Tabel 13 Rasio beban tanggungan Kota Cimahi Tahun 2014
Kecamatan
Usia 014 tahun
Usia 1564 tahun
Usia >65 Tahun
Rasio Beban Tanggungan
0-14 tahun Cimahi Selatan 60.046 169.593 9.153 35,41 Cimahi Tengah 40.667 115.114 8.140 35,33 Cimahi Utara 39.046 112.437 7.150 34,73 Kota Cimahi 139.769 397.174 24443 35,19 Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015)
> 65 tahun 5,40 7,07 6,36 6,15
Total 40,80 42,40 41,09 41,35
Menurut tabel 13, Kota Cimahi memiliki rasio ketergantungan untuk usia non-produktif 0-14 tahun sebesar 35,19 yang berarti setiap satu orang produktif menanggung 35 orang non produktif usia 0 sampai 14 tahun. Pada usia > 65 tahun Kota Cimahi memiliki rasio sebesar 6,15 yang berarti setiap satu orang produktif menanggung 6 orang non produktif usia di atas 65 tahun. Total rasio beban tanggungan Kota Cimahi adalah 41,35 yang berarti satu orang dalam usia produktif menanggung sebanyak 41 orang usia non produktif. Tiga kecamatan di Kota Cimahi memiliki rasio beban tanggungan yang hampir sama. Rasio beban tanggungan Kecamatan Cimahi Selatan untuk usia non produktif 0-14 tahun adalah 35,41 dan untuk usia di atas 65 tahun adalah 5,40. Rasio beban tanggungan Kecamatan Cimahi Tengah untuk usia non-produktif 0-14 tahun adalah 35,33 dan 7,07 untuk usia non produktif di atas 65 tahun. Kecamatan Cimahi
28
Utara memiliki rasio beban tanggungan 34,73 untuk usia non produktif 0-14 tahun dan 6,36 untuk usia di atas 65 tahun. Kondisi Ekonomi Kondisi ekonomi dilihat dari mata pencaharian penduduk Kota Cimahi. Mata pencaharian adalah pekerjaan yang dilakukan masyarakat kota Cimahi sebagai sumber nafkah pertama untuk mendapatkan penghasilan. Tabel 14 Jumlah dan persentase penduduk Kota Cimahi di atas usia 15 tahun yang bekerja menurut sektor tahun 2012-2014 Tahun Sektor 2012 2013 2014 n % n % n % Pertanian, Kehutanan, 4.328 1,8 3.737 1,6 2.698 1,1 Perburuan dan Perikanan Industri 67.600 29,1 73.597 31,8 75.912 31,1 Pengolahan Perdagangan Besar, Eceran, 65.327 28,1 65.773 28,4 67.535 27,6 Rumah Makan dan Hotel Jasa 57.233 24,6 55.343 23,9 60.559 24,8 Kemasyarakatan Pertambangan, Listrik, Gas, Air, Bangunan, Angkutan, 37.631 16,2 32.929 14,2 37.574 15,4 Pergudangan, Komunikasi, dan Ekonomi Jumlah 232.119 100,0 231.379 100,0 244.278 100,0 Sumber : Kota Cimahi dalam Angka 2015 (KCDA 2015) Berdasarkan data yang tersaji pada tabel, terlihat bahwa mayoritas penduduk Kota Cimahi bekerja pada Industri pengolahan dan perdagangan pada peringkat ke dua.
29
GAMBARAN UMUM PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA)3 Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) mulai digagas pada tahun 2000 dengan rencana awal sebagai respons dalam permintaan janda konflik Aceh untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan trauma mereka. PEKKA mendampingi Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) yang mencakup perempuan yang ditinggal/dicerai hidup suaminya, perempuan yang suaminya meninggal dunia, perempuan yang membujang atau tidak menikah dan memiliki tanggungan keluarga, perempuan yang bersuami tapi karena satu hal suaminya tidak menjalankan fungsi sebagai kepala keluarga, perempuan bersuami namun suaminya tidak hidup bersama secara berkesinambungan karena merantau atau poligami. Tujuan PEKKA adalah untuk pemberdayaan perempuan kepala keluarga dalam rangka ikut berkontribusi membangun tatanan masyarakat yang sejahtera, adil gender dan bermartabat. Secara khusus program ini memiliki tujuan untuk mencapai lima aspek dalam pemberdayaan perempuan, yaitu (1) peningkatan kesejahteraan melalui berbagai upaya peningkatan pendapatan keluarga melalui pengembangan usaha kecil mikro dan kegiatan simpan pinjam, (2) terbuka akses terhadap akses sumberdaya ekonomi baik yang tersedia di alam maupun yang tersedia melalui berbagai program pembangunan melalui peningkatan kemampuan untuk mengakses dan mengelolanya, (3) terbangun kesadaran kritis terhadap hak dan keberadaannya dalam sistem sosial, budaya, politik, dan ekonomi, (4) peningkatan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan di berbagai tingkatan mulai dari keluarga hingga di arena publik, (5) peningkatan kontrol perempuan dalam proses bermasyarakat terutama terkait dengan otonominya sebagai perempuan kepala keluarga dan sebagai warga negara. Kelima tujuan ini sama dengan analisis longwe yang menganalisis lima tingkatan pemberdayaan mulai dari kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol peserta perempuan di dalam program. PEKKA mengembangkan strategi pelaksanaan program untuk mewujudkan tujuan-tujuan khusus tersebut. Strategi ini kemudian disebut empat pilar pemberdayaan perempuan, yaitu membangun visi, peningkatan kemampuan, pengembangan organisasi dan jaringan, serta advokasi untuk perubahan. Kegiatan PEKKA dikembangkan berdasarkan permasalahan, kebutuhan, dan perkembangan komunitas perempuan kepala keluarga. Kegiatan tersebut dikembangkan dalam program tematik yang terdiri dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Usaha Kecil Mikro (UKM), penguatan hukum untuk keadilan, pendidikan sepanjang hayat, hak dan penguatan posisi politik dan hak kesehatan masyarakat. PEKKA sudah diimplementasikan di delapan provinsi, di 24 Kabupaten, serta di 58 Kecamatan di Seluruh Indonesia. “Pendampingan PEKKA Kota Cimahi dimulai tahun 2011, memang belum semua kelompok mendapatkan dana hibah. Kota Cimahi sendiri sudah memfasilitasi kegiatan dengan memenuhi kebutuhan sewa gedung 3
Didapat dari Laporan Perkembangan PEKKA Kota Cimahi
30
sekretariat, memasukkan karya PEKKA ke pameran dan menjadikan anggota PEKKA mitra untuk memenuhi kebutuhan Kota Cimahi seperti pembuatan seragam, souvenir, dan lain sebagainya.” (Ibu Ami, Kabid Pemberdayaan Perempuan BPMPPKB Kota Cimahi)
Program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) Kota Cimahi pertama kali digulirkan pada tahun 2011. Sebelumnya, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menggulirkan program yang sama di Cianjur, Subang, Sukabumi, dan Karawang. Pendamping lapang PEKKA melalui proses rekruitmen dengan kontrak kerja berdurasi satu tahun. Pemberdian stimulan pertama kali bertempat di Kelurahan Setiamanah Kota Cimahi berdasarkan domisili pendamping lapang PEKKA Kota Cimahi. “Dulu ibu ikut seleksi pendamping lapang PEKKA di Provinsi (Jawa Barat). Setelah itu, kita coba implementasi di Kelurahan Setiamanah, kebetulan ibu ada usaha konveksi jadi pelatihan awal itu ke kegiatan menjahit. Macammacam, buat goody bag, seragam, baju muslim, kerudung, taplak meja. Baru deh kita bikin sulam pita. Sampai sekarang masih berjalan, cuma dibebaskan kegiatannya setiap kelompok tapi tetap dibawah pendampingan.” (Ibu Kokom, Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi)
Cakupan PEKKA Kota Cimahi diantaranya aadalah perempuan yang ditinggal cerai hidup, perempuan yang suaminya meninggal dunia, perempuan yang membujang atau tidak menikah, perempuan yang bersuami namun karena suatu hal suaminya tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga, perempuan bersuami tetapi tidak mendapatkan nafkah lahir dan bathin selama satu tahun dan atau ditelantarkan, serta perempuan korban tidak kekerasan dan human trafficking. “sejauh ini implementasi PEKKA sudah sesuai sasaran, membantu perempuan kepala keluarga di Kota Cimahi untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Sebagai perempuan yang harus menghidupi keluarga, mengikuti program PEKKA merupakan salah satu upaya perempuan untuk bangkit. Pemerintah ( Kota Cimahi) terus berupaya untuk memberikan fasilitas yang lebih baik agar PEKKA bisa semakin maju.” (Ibu Ami, Kabid Pemberdayaan Perempuan BPMPPKB Kota Cimahi)
Produk yang dihasilkan PEKKA Cimahi diantaranya adalah hasil dari menjahit dan keterampilan seperti sulam pita, payet, menjahit baju, tas, dan goody bag serta hasil olahan pangan seperti keripik gajah, kue-kue kering, sumpia, warung bakso, dan produk tata boga lainnya.
31
KARAKTERISTIK KELUARGA RESPONDEN Responden dalam penelitian ini merupakan anggota PEKKA (program pemberdayaan perempuan kepala keluarga) di Kota Cimahi. Didapati 42 respoden yang sesuai dengan kriteria, yaitu merupakan anggota aktif PEKKA dan pernah mendapatkan bantuan dana dari PEKKA yang diberikan satu kali dalam satu kelompok PEKKA tiap kelurahan di Kota Cimahi. Umur Responden Kategori umur responden dalam penelitian ini didapatkan dari hasil perhitungan menggunakan aplikasi SPSS 21 dengan penentuan nilai mean, standard deviation, minimum, dan maximum. Dalam tabel 15 dijelaskan rentang usia 42 responden yang merupakan anggota PEKKA Kota Cimahi adalah sekitar usia 37 tahun hingga 64 tahun yang masih termasuk kepada usia produktif. Sebanyak 50 persen responden berusia diantara 37 – 48 tahun. Sedangkan 28,6 persen atau 12 orang diantaranya merupakan perempuan dengan usia sekitar 52 – 64 tahun, dan sisanya sejumlah 9 orang merupakan responden dengan usia diantara 49 – 51 tahun. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut umur tahun 2016 Golongan Umur 37-48 tahun 49-51 tahun 52-64 tahun Total
Jumlah (n) 21 9 12 42
Persentase (%) 50,0 21,4 28,6 100
Tidak ada syarat khusus rentang usia untuk menjadi anggota program PEKKA. Karena sesuai dengan tujuannya, PEKKA mewadahi perempuan yang menjadi kepala keluarga. Anggota PEKKA merupakan perempuan yang sudah menikah atau pernah menikah dan menjadi kepala keluarga disebabkan oleh beberapa hal dan tidak tergantung kepada usia peserta. “ibu mah ajak perempuan yang mau aja, asalkan sesuai syarat misalnya dia janda, atau memang suaminya nggak kerja dan nggak punya penghasilan. Yang bisa jahit ibu ajak kegiatan jahit, yang bisa masak kita fasilitasin untuk kegiatan pelatihan dan magang.” (Ibu Kokom, Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi)
32
Gambar 4 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut umur Tahun 2016 Data pada gambar 4 menunjukkan grafik umur responden peserta PEKKA. Paling tinggi responden berusia 46 tahun dan 52 tahun. Dalam grafik terlihat sebaran data menyebar normal sehingga terdapat kemungkinan adanya hubungan antara sub variabel usia terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan kepala keluarga. Tingkat Pendidikan Responden Pendidikan terakhir dihitung sampai dengan jenjang pendidikan terakhir yang berhasil diselesaikan oleh responden. Dibedakan mulai dari tidak taman sekolah dasar hingga tamat perguruan tinggi. Menurut pendidikan terakhir responden dalam tabel 16, terdapat 42,9 persen (18 orang) responden yang menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMA atau sederajat. Sebanyak 10 orang menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMP, dan 10 orang hanya hingga jenjang sekolah dasar. Terdapat 2 orang responden yang tidak menyelesaikan sekolah dan 2 orang lainnya merupakan respoden yang menyelesaikan jenjang perguruan tinggi. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut tingkat pendidikan tahun 2016 Pendidikan Terakhir responden Jumlah (n) Persentase (%) Tidak tamat SD 2 4,8 Tamat SD 10 23,8 Tamat SMP/sederajat 10 23,8 Tamat SMA/sederajat 18 42,9 Tamat Perguruan Tinggi 2 4,8 Total 42 100
33
Pekerjaan Responden Berdasarkan data dari 42 responden dalam tabel 17, sekitar 45,2 persen merupakan ibu rumah tangga yang tidak melakukan pekerjaan sampingan lain. Sedangkan 13 orang (31 persen) yang lain merupakan pedagang. Responden yang berprofesi sebagai pedagang ini merupakan pedagang yang memiliki warung kecil di rumah. Baik warung kelontong maupun warung yang menjual makanan seperti warung nasi khas sunda, warung lotek, warung nasi kuning, dan warung gorengan. Terdapat 9 orang responden (21,4 persen) memiliki pekerjaan dalam golongan lainnya yang kebanyakan memiliki pekerjaan sebagai penjahit baik penjahit rumahan maupun bekerjasama dengan PEKKA. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut pekerjaan tahun 2016 Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%) Pegawai swasta 1 2,4 Pedagang 13 31,0 Ibu rumah tangga 19 45,2 Lainnya 9 21,4 Total 42 100,0 Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah anggota keluarga responden merupakan angota keluarga yang tinggal dalam rumah yang sama dengan responden. Anggota keluarga tersebut adalah suami, anak, menantu, cucu, atau orang tua responden yang tinggal dalam rumah yang sama.
Gambar 5 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan jumlah anggota keluarga tahun 2016 Data pada gambar 5 menjelaskan bahwa paling tinggi responden memiliki anggota keluarga sebanyak 2 orang. Dan paling rendah adalah responden dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang.
34
Status Responden dalam Keluarga PEKKA merupakan program yang diperuntukkan bagi perempuan yang menjadi kepala keluarga, namun PEKKA juga dapat mengajak perempuan yang berada dalam kondisi kesulitan ekonomi meskipun bukan menjadi kepala rumah tangga dan masih memiliki suami, namun dengan syarat suami peserta sudah tidak mampu memberikan nafkah kepada keluarga sehingga perempuan mengambil alih peran sebagai kepala rumah tangga. Dalam penelitian ini, ibu rumah tangga merupakan perempuan yang masih memiliki suami dan kepala rumah tangga merupakan perempuan yang menghidupi keluarganya sendiri. Terdapat 18 responden (42,9 persen) yang menjadi kepala rumah tangga, dan 24 responden (57,1 persen) menjadi ibu rumah tangga namun menjadi anggota PEKKA Tabel 18 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut status responden dalam keluarga tahun 2016 Status dalam Keluarga Jumlah (n) Persentase (%) Kepala rumah tangga 18 42,9 Ibu rumah tangga 24 57,1 Total 42 100,0 Data dalam tabel 18 menunjukkan bahwa responden program PEKKA lebih banyak sebagai ibu rumah tangga dan bukan kepala rumah tangga yang merupakan sasaran dari program PEKKA di Kota Cimahi. Lebih dari separuh responden merupakan ibu rumah tangga yang masih memiliki suami dan masih bekerja, sehingga terlihat adanya perbedaan antara sasaran penerima program dan kenyataan yang ditemukan pada responden.
Status Perkawinan Responden Status perkawinan responden menunjukkan keadaan responden yang sudah menikah atau menjanda. Sebanyak 22 responden merupakan responden yang berstatus menikah dan masih tinggal bersama suami, dan 20 responden (47,6 persen) lainnya merupakan responden yang berstartus janda, dikarenakan perceraian hidup dan cerai mati. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden peserta program PEKKA Kota Cimahi menurut status perkawinan responden tahun 2016 Status Perkawinan Jumlah (n) Persentase (%) Menikah 22 52,4 Janda 20 47,6 Total 42 100,0 Berkaitan dengan status responden dalam keluarga, status perkawinan responden pun menunjukkan angka yang dominan pada perempuan yang masih berstatus menikah. Keadaan ini berbeda dengan tujuan PEKKA untuk memberdayakan perempuan kepala keluarga yang dominan berstatus janda.
35
Ikhtisar Bab ini membahas tentang karakteristik responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016. Seluruh responden merupakan perempuan dalam usia produktif, yaitu 37-64 tahun. Tingkat pendidikan dominan adalah responden yang menyelesaikan pendidikan SMA/ sederajat. Pekerjaan hampir separuh responden (45,2 persen) merupakan ibu tumah tangga yang cenderung tidak memiliki penghasilan tetap. Berdasarkan tujuan PEKKA untuk meberdayakan perempuan kepala keluarga, responden menunjukkan status perkawinan dan status dalam keluarga yang terbalik dari tujuan PEKKA, yaitu dominan perempuan ibu rumah tangga yang memiliki suami bekerja dan perempuan dengan status perkawinan dominan menikah yang berarti masih memiliki suami dan bukan kepala keluarga dalam keluarganya.
36
37
PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA Peran perempuan dalam keluarga dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 peran, diantaranya peran reproduktif (peran domestik rumah tangga), peran produktif, dan peran sosial. Setiap peran dapat dikerjakan baik secara mandiri oleh perempuan dan laki-laki, atau dikerjakan secara bersama-sama. Peran Reproduktif Keluarga Responden Peran reproduktif dalam penelitian ini adalah peran yang dilakukan perempuan dan anggota keluarga lain yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga. Pekerjaan reproduktif disebut pula sebagai pekerjaan domestik yang dilakukan untuk menjamin pemeliharaan dan kelangsungan keluarga, diantaranya membersihkan rumah, belanja kebutuhan sehari-hari, memasak, mencuci piring, mencuci pakaian dan menyetrika, mengatur keuangan keluarga, mengasuh anak serta mendampingi anak belajar. Tabel 20 Persentase profil aktivitas rumah tangga keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Profil aktivitas Reproduktif Memasak Belanja kebutuhan sehari-hari mengatur keuangan keluarga Menyetrika pakaian Mencuci pakaian Mengasuh anak Mendampingi anak belajar Mencuci piring Membersihkan rumah
Pembagian Kerja (%) Perempuan 92,9
Laki-laki 0
Total
Bersama 7,1
100,0
88,1
2,4
9,5
100,0
81,0
7,1
11,9
100,0
76,2 71,4 71,4
0 0 0
23,8 28,6 28,6
100,0 100,0 100,0
71,4
0
28,6
100,0
64,3 59,5
0 4,8
35,7 35,7
100,0 100,0
Data pada tabel 21 menunjukkan profil aktivitas reproduktif sehari-hari. Seluruh kegiatan reproduktif dikerjakan mayoritas oleh perempuan. Hal ini terjadi karena meskipun masih ada responden yang tinggal bersama suami, namun kegiatan domestik tetap lekat dengan kehidupan perempuan sehingga tanggung jawab perempuan dalam menyelesaikan pekerjaan domestik rumah tangga lebih tinggi.
38
Gambar 6
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut peran perempuan dalam sektor reproduktif Tahun 2016
Berdasarkan data dalam gambar 6, peran perempuan dalam sektor reproduktif tergolong menyebar tidak merata. Hal ini dapat memungkinkan bahwa peran perempuan dalam sektor produktif tidak berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan perempuan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Peran perempuan dalam peran reproduktif paling tinggi adalah mengerjakan 9 jenis peran reproduktif secara mandiri dari 10 pekerjaan reproduktif. Kota Cimahi merupakan daerah di wilayah Jawa Barat dengan penduduk mayoritas suku sunda, dan seluruh responden PEKKA merupakan penduduk Kota Cimahi yang mayoritas bersuku sunda sehingga kontruksi gender yang terbentuk adalah persepsi bahwa perempuan mengerjakan pekerjaan domestik dan laki-laki bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah. Hal ini disimpulkan bersadarkan hasil wawancara mendalam yang menggambarkan bahwa hampir seluruh responden mengerjakan pekerjaan reproduktif rumah tangga secara mandiri tanpa dibantu anggota keluarga laki-laki. “..ah ibu mah nggak apa-apa kalau nggak di bantu juga, neng. Kan bapak udah kerja seharian jadi capek kalo harus bantuin ibu di rumah lagi...” (RDI, 41 tahun)
Meskipun pekerjaan domestik masih dianggap sebagai kewajiban perempuan, data dalam tabel 20 menunjukkan adanya keterlibatan laki-laki dalam mengerjakan pekerjaan reproduktif. Membersihkan rumah dan mencuci piring lebih banyak dikerjakan secara bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan. “... ya lumayan neng, ada yang bantuin ngepel. Atau kalau ibu lagi masak dibantuin cuci piringnya. Kadang nyuci baju juga sendiri-sendiri...” (Ibu DDE, 50 tahun) Tergambar bahwa anggota keluarga laki-laki hanya membantu pekerjaan
reproduktif sehingga tidak banyak pekerjaan rumah yang dikerjakan secara mandiri
39 oleh laki-laki. Selain dikerjakan secara mandiri oleh perempuan maupun laki-laki, pekerjaan domestik dapat dilakukan secara bersama-sama. Peran Produktif Keluarga Responden Dalam penelitian ini, peran produktif merupakan peran yang dimiliki oleh anggota keluarga yang merupakan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan untuk keluarga. Peran tersebut diantaranya adalah memiliki pekerjaan di luar rumah, menghasilkan barang untuk konsumsi keluarga, menghasilkan barang untuk diperjualbelikan, menghasilkan jasa untuk diperjualbelikan, menjadi tulang punggung keluarga, dan memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga. Menurut data pada tabel 21, aktivitas produktif tertinggi yang dilakukan perempuan secara mandiri adalah aktivitas menghasilkan barang untuk diperjualbelikan, kemudian tertinggi kedua adalah pekerjaan menghasilkan barang untuk konsumsi keluarga. Berdasarkan data kualitatif yang didapat responden kebanyakan memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang, baik skala warung besar maupun warung kecil di depan rumah. Aktivitas produktif yang paling rendah adalah menghasilkan jasa untuk diperjualbelikan. Tabel 21 Persentase profil aktivitas produktif keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Profil aktivitas produktif Menghasilkan barang untuk diperjualbelikan Menghasilkan barang untuk konsumsi keluarga Bekerja di luar rumah Menjadi tulang punggung keluarga Memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga Menghasilkan jasa untuk diperjualbelikan
Pembagian Kerja (%) Perempuan
Laki-laki
Total
Bersama
64,3
7,1
28,6
100,0
61,9
9,5
28,6
100,0
42,9
19,0
38,1
100,0
42,8
31,0
26,2
100,0
38,1
23,8
38,1
100,0
35,7
16,7
47,6
100,0
Responden mengaku bahwa berdagang merupakan kegiatan produktif yang paling mungkin dilakukan karena dapat dilakukan di rumah sehingga tidak membuat responden harus meninggalkan rumah dan meninggalkan kewajiban sebagai ibu rumah tangga, namun bisa memberikan penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.
40
Gambar 7
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut peran perempuan dalam sektor produktif Tahun 2016
Sebaran data pada gambar 7 menunjukkan bahwa skor perempuan yang melakukan pekerjaan di sektor produktif secara mandiri terbanyak adalah 6 poin. Sehingga data tidak menyebar merata dan diduga bahwa sub variabel peran perempuan dalam sektor porduktif tidak berpengaruh pada sumbangan pendapatan perempuan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Peran Sosial Keluarga Responden Peran sosial keluarga dalam penelitian ini mencakup pada kegiatan yang dilakukan di luar kegiatan rumah tangga dan pekerjaan produktif. Melingkupi kegiatan RT atau RW, kerja bakti, arisan, pengajian, syukuran, membantu acara tetangga, kegiatan politik, kegiatan pemberdayaan masyarakat, menjadi anggota kelembagaan formal, maupun menjadi ketua dalam sebuah kelembagaan. Data pada tabel 22 menunjukkan pembagian peran sosial keluarga responden. Pekerjaan sosial paling tinggi yang dilakukan hanya oleh perempuan adalah kegiatan menjadi peserta program pemberdayaan dan arisan. Sedangkan pekerjaan yang paling jarang dilakukan hanya oleh perempuan adalah mengikuti pekerjaan politik.
41 Tabel 22 Persentase profil aktivitas sosial keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Profil aktivitas produktif Menjadi peserta program pemberdayaan Arisan Pengajian Pertemuan RT/RW Menjadi anggota PKK Syukuran Mengikuti kegiatan dari sebuah lembaga Kerja bakti Membantu acara tetangga Mengikuti kegiatan politik
Pembagian Kerja (%) Perempuan
Laki-laki
Total
Bersama
85,7
0
14,3
100
85,7 81,0 69,0 66,7 64,3
0 0 16,7 0 11,9
14,3 19,0 14,3 33,3 23,8
100 100 100 100 100
59,5
0
40,5
100
57,7
28,6
14,3
100
47,6
16,7
35,7
100
47,6
0
52,4
100
Perempuan dalam keluarga responden peserta PEKKA juga lebih aktif di kegiatan kemasyarakatan dibanding laki-laki. Seperti menghadiri pertemuan RT/RW, menjadi anggota PKK, mengikuti kegiatan dari sebuah lembaga, dan kerja bakti. “ibu juga kader, suka ikutan posyandu sama PKK. Kadang bantuin bikin PMT buat kegiatan posyandu. Lumayan nambah pengalaman. Ibu juga suka ngaji tiap selasa bareng sama ibu-ibu lain gitu, ada pengajian rutin. Kalau bapak biasanya ikut pengajian malam jumat sama kerja bakti, itu juga kalau bapak ada di rumah.” (SMI, 38 tahun) Grafik pada gambar 8 menunjukkan bahwa peran perempuan dalam sektor sosial tidak tersebar secara merata. Responden terkumpul di skor 12,5 yang berarti dalam keluarga responden peran sosial yang dikerjakan secara mandiri oleh perempuan mayoritas dalam nilai yang paling tinggi. Kegiatan PEKKA pada kenyataannya diberikan terlebih dahulu kepada perempuan yang aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Pendamping lapang beranggapan bahwa perempuan yang aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya akan lebih bertanggung jawab terhadap program PEKKA. “ emang sengaja neng kader diduluin. Kalau kader mah ngga usah ditagih iuran juga pada langsung bayar. Ketemunya oge setiap hari sama ibu. Jadi nggak lupa bayar. Diajakin kegiatan juga gampang” (Ibu tuti, Ketua kelompok PEKKA Kelurahan Karang Mekar)
42
Gambar 8
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut peran perempuan dalam sektor sosial Tahun 2016
Perempuan memiliki peran yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dalam sektor sosial. Peserta PEKKA aktif dalam berbagai kegiatan sosial disamping harus mengerjakan aktivitas reproduktif secara mandiri dan turut andil dalam pekerjaan produktif untuk menambah pendapatan keluarga.
Akses dan Kontrol Keluarga Responden Dalam konteks ini, akses adalah peluang yang dimiliki oleh perempuan untuk menikmati sesuatu, yang dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap perilaku dalam mengakses sumberdaya dan manfaat dari program pemberdayaan masyarakat. Sedangkan kontrol adalah sejauhmana perempuan mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumberdaya tertentu. Sumberdaya dapat berupa materi (bernilai ekonomis, politis, sosial, dan waktu) dan diukur dengan berapa banyak sumberdaya yang mampu dikontrol oleh perempuan. Akses terhadap sumberdaya dan manfaat lebih banyak dinikmati oleh lakilaki dan perempuan secara bersama. Responden menganggap seluruh sumberdaya dan manfaat yang dimiliki keluarga merupakan hak dari setiap anggota keluarga sehingga harus dapat di akses secara adil oleh semua anggota keluarga.
43 Tabel 23 Persentase profil akses terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016
Akses Modal uang Sarana Produksi Lahan Tanah Pemegang kedudukan di kelompok sosial Pemegang kedudukan di masyarakat Pendapatan rumah tangga Bantuan dana Pemberdayaan Masyarakat Pendidikan Fasilitas umum Makanan Pakaian
Persentase pembagian Akses (%) Perempuan 42,9 42,9 42,9 40,5
Laki-laki 4,8 4,8 2,4 7,1
Bersama 52,4 52,4 54,8 50,0
Total 100 100 100 100
40,5
0
59,5
100
40,5
0
59,5
100
38,1
7,1
54,8
100
35,7
0
64,3
100
28,6
0
71,4
100
23,8 23,8 19,0 19,0
0 0 0 0
76,8 76,2 81,0 81,0
100 100 100 100
Data pada tabel 23 menjelaskan bahwa mayoritas akses terhadap sumberdaya dan manfaat rumah tangga digunakan oleh perempuan dan laki-laki secara merata. Sehingga kepemilikan lahan, modal usaha, pendidikan, sarana produksi dan pemberdayaan masyarakat dapat dimiliki oleh semua anggota keluarga. Berdasarkan grafik pada gambar 9, akses perempuan terhadap sumberdaya dan manfaat tidak tersebar merata dan cenderung dalam tingkat yang paling rendah. Dalam keluarga responden seluruh anggota keluarga cenderung diperbolehkan untuk mengakses sumberdaya dan manfaat secara bersama-sama. Modal uang dan sarana produksi lebih banyak dikendalikan bersama meskipun perempuan lebih dominan. Akses terhadap manfaat dari pendidikan, makanan, dan pakaian cenderung diakses secara bersama. Namun, Laki-laki terlihat tidak dominan dalam mengelola akses secara mandiri.
44
Gambar 9
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut akses perempuan terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga tahun 2016
Kontrol membatasi anggota keluarga untuk dapat mengendalikan sumberdaya dan manfaat. Perempuan dominan memiliki kontrol untuk pendapatan rumah tangga, modal uang, sarana produksi, dan kepemilikan tanah. Tabel 24 Persentase profil kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga responden peserta program PEKKA Kota Cimahi tahun 2016 Persentase Pembagian Kontrol (%) Kontrol Total Perempuan Laki-laki Bersama 50,0 14,3 35,7 100,0 Tanah Modal uang Sarana Produksi Lahan Pendidikan Pemberdayaan Masyarakat Bantuan dana Fasilitas umum Makanan Pakaian Pendapatan rumah tangga Pemegang kedudukan di kelompok sosial Pemegang kedudukan di masyarakat
50,0 50,0 50,0 23,8
9,5 7,1 16,7 0
40,5 42,9 33,3 76,2
100,0 100,0 100,0 100,0
31,0
0
69,0
100,0
33,3 23,8 19,0 19,0
0 0 0 0
66,7 76,2 81,0 81,0
100,0 100,0 100,0 100,0
59,5
9,5
31,0
100,0
42,9
0
57,1
100,0
40,5
0
59,5
100,0
45 Menurut tabel 25, presentase pembagian kontrol sumberdaya dan manfaat keluarga lebih banyak dimiliki oleh bersama (laki-laki dan perempuan). Hal ini terjadi karena untuk akses terhadap sumberdaya dan manfaat diupayakan merata dalam keluarga. Laki-laki dominan memiliki kontrol dalam kepemilikan lahan dan tanah. Kontrol bersama dilakukan terhadap seluruh sumberdaya dan manfaat yang dimiliki oleh keluarga responden. Sebanyak 50 persen responden memiliki kontrol yang dominan dalam penguasaan tanah, modal uang, sarana produksi, dan lahan. Merujuk pada wawancara mendalam dengan responden penguasaan tanah dimiliki perempuan dengan memiliki sertifikat kepemilikan tanah dan aset atas nama anggota keluarga perempuan. Modal uang dikuasai oleh perempuan karena dana PEKKA diberikan secara langsung kepada anggota PEKKA untuk dipergunakan sebagai modal usaha.
Gambar 10 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi berdasarkan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat dalam keluarga tahun 2016 Data pada gambar 10 menunjukkan bahwa kontrol perempuan terhadap sumberdaya dan manfaat dalam keluarga responden peserta PEKKA tersebar tidak merata dominan perempuan tidak memiliki kontrol yang dikuasai sendiri, namun dikuasai secara bersama dengan anggota keluarga laki-laki. Sebaran responden dalam pembagian kerja dalam rumah tangga menunjukkan adanya dualisme yaitu data banyak terkumpul di nilai terendah dan tertinggi. Untuk membuktikan adanya perbedaan antara perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dan kepala keluarga, maka data dikelompokkan dan dibuat tabulasi silang. Terlihat adanya perbedaan antara ibu rumah tangga dan kepala rumah tangga. Kepala rumah tangga memiliki peran reproduktif yang lebih tinggi daripada perempuan ibu rumah tangga. Begitu pula dengan peran produktif dan
46 peran sosial. Pembagian akses dan kontrol perempuan kepala rumah tangga pun lebih tinggi dibandingkan perempuan ibu tumah tangga. Dalam keluarga responden, peran perempuan kepala rumah tangga terlihat lebih dominan dalam melakukan peran-peran dalam rumah tangga baik dalam peran reproduktif (domestik), produktif, sosial, serta akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga. Ikhtisar Bab ini memaparkan pembagian kerja berdasarkan gender di dalam keluarga responden. Perempuan dominan mengerjakan pekerjaan domestik (reproduktif) yang identik dengan pekerjaan rumah tangga. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga cenderung dimiliki oleh laki-laki dan perempuan secara bersama. Perempuan yang menjadi kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan domestik, produktif, sosial, serta akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan mamfaat keluarga. Berbeda dengan perempuan ibu rumah tangga yang cenderung dominan mengerjakan pekerjaan domestik namun memiliki pembagian kerja merata untuk pekerjaan produktif, sosial, serta akses dan kontrol dalam keluarga.
47
PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN Keberdayaan perempuan dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) di Kota Cimahi ditinjau melalui analisis Longwe. Kerangka analisis ini terdiri dari lima tingkatan kesetaraan, yaitu: kesejahteraan, partisipasi, kesadaran kritis, akses, dan kontrol (Handayani, Sugiarti 2005). Lima tingkatan tersebut saling berhubungan, menguatkan, dan berhubungan hierarkis. Setiap tahapan tersebut harus dilewati untuk mencapai keberdayaan. Kesejahteraan Perempuan Kesejahteraan perempuan dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) dilihat dari pendapatan setiap bulan. Pendapatan dihitung dari total pemasukan uang yang didapat perempuan dari hasil kerja nafkah, kerja sosial, kerja serabutan, program pemberdayaan, dan sumber lain.
Gambar 11 Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kesejahteraan perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 Gambar 11 menunjukkan mayoritas perempuan peserta program PEKKA memiliki pendapatan di bawah Rp 2 000 000 yang berarti kesejahteraan dalam program PEKKA tidak tinggi. Sebaran pendapatan perempuan tidak merata. Mereka kebanyakan memiliki pekerjaan yang tidak terlalu berat dan tidak meninggalkan rumah. Pendapatan utama didapatkan dari hasil berjualan makanan, warung nasi, toko kecil, jasa jahit, rias pengantin, dan pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah lainnya. Sedangkan pendapatan lainnya didapatkan dari pekerjaan perempuan yang aktif menjadi kader PKK, kader posyandu, arisan, dan kegiatan pemberdayaan. Kegiatan pemberdayaan memberikan kesempatan kepada
48 perempuan yang memiliki kemauan dan keahlian menjahit untuk bergabung di sekretariat PEKKA dan meengerjakan pesanan-pesanan jahitan dalam partai besar, seperti membuat seminar kit, seragam, tas, dan berbagai aksesoris rumah lainnya. Biasanya, dalam kegiatan ini peserta program PEKKA mendapatkan penghasilan sebesar Rp 20 000 – Rp 50 000 setiap harinya. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan dari pendamping lapang PEKKA yang mengatakan : “ namanya juga perempuan, neng. Apalagi kebanyakan janda atau suaminya nggak kerja. Ibu harus muter otak gimana caranya mengajarkan mereka mandiri dengan keahlian, dan menghasilkan uang harian. Kan kasian kalau mereka ikutan pelatihan PEKKA tapi pulang nggak bawa uang, nanti makan apa? Kan anaknya harus jajan juga. Jadi kita usahakan mengadakan program yang bisa ngasih sedikitnya penghasilan tiap hari” (Ibu Kokom, Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi)
Program PEKKA telah tepat memberdayakan perempuan dengan pendapatan rendah yang berarti keluarga peserta program PEKKA mayoritas merupakan keluarga dengan pendapatan rendah dan berada dalam kondisi pra sejahtera. Peserta program PEKKA yang berstatus janda mengantungkan pemenuhan kebutuhan rumah tangganya kepada pendapatan kepala rumah tangga yang menjadi tanggung jawabnya. Terdapat pula 2 reponden yang memiliki pendapatan di atas Rp 4 000 000 setiap bulannya, dikarenakan mereka memiliki usaha dengan penghasilan cukup seperti menjadi karyawan swasta, perias pengantin, dan memiliki warung kelontong.
Akses Perempuan Tingkat akses pada pendampingan dan pelatihan perempuan dalam program PEKKA dilihat dari frekuensi pendampingan dan pelatihan yang diikuti oleh responden. Pada program PEKKA Kota Cimahi, pendampingan dan pelatihan dilakukan secara mandiri oleh masing-masing pendamping lapang kelurahan. Selain itu, terdapat pula pendampingan yang berbentuk magang di beberapa sentra UMKM Kota Cimahi selama satu minggu dan dilaksanakan bergiliran.
49
Gambar 12
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut akses perempuan dalam program PEKKA tahun 2016 “waktu itu kita magang di Peyeum Ketan Istimewa, di Jalan SMP 1. Selama seminggu diajarkan cara packing peyeum siap jual, sayangnya kita tidak diajarkan cara membuat peyeumnya. Di akhir magang, ibu-ibu diajak pameran UMKM Cimahi di apartemen The Edge, bayaran upah magangnya lumayan neng buat tambah modal.” (Ibu KYI , 45 tahun)
Berdasarkan data pada gambar 12, tingkat akses responden berbeda-beda. Tidak menyebar secara merata. Dalam satu tahun, peserta PEKKA mayoritas mengikuti pelatihan dan pendampingan sebanyak 5 kali dan 15 kali. Perbedaan akses terhadap program PEKKA karena berbedanya sistem pelatihan dan pendampingan dari setiap kelompok di setiap kelurahan. Pendamping lapang kelompok PEKKA di setiap kelurahan melaksanakan pendampingan dan pelatihan sesuai dengan kesepakatan peserta PEKKA. Disesuaikan dengan potensi yang dimiliki anggota peserta PEKKA. Kesadaran Kritis Perempuan Pada tahap ini, perempuan dinilai dari kesadaran bahwa perempuan setara dengan laki-laki dalam konteks pekerjaan produktif. Perempuan pun menyadari, bahwa pere mpuan tidak hanya harus menyelesaikan tugasnya dalam peran reproduktif, namun juga peran produktif dan menyadari bahwa laki-laki pun dapat turut mengambil andil dalam pekerjaan reproduktif sebagai implementasi dari kesetaraan gender.
50
Gambar 13
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kesadaran kritis perempuan dalam program PEKKA tahun 2016
Berdasarkan data pada gambar 13, responden anggota PEKKA Kota Cimahi mayoritas telah memiliki kesadaran kritis yang tinggi (skor 40) dengan sebaran yang tidak merata. Responden menganggap bahwa meskipun mereka perempuan, mereka berhak untuk mendapatkan fasilitas dan kesempatan yang setara dengan laki-laki. Diperkuat dengan pernyataan salah satu responden: “perempuan tanpa laki-laki, ibu masih bisa jadi tukang parkir biar bikin dapur ngebul. Tapi kadang kalau laki-laki tanpa perempuan belum tentu bisa masak nasi buat makan sekeluarga. Kalau udah nggak punya suami, atau suaminya nggak kerja kita (perempuan) wajib banting tulang kerja untuk menghidupi anak-anak.” (Ibu EKI, 39 Tahun)
PEKKA telah menjadi wadah perempuan-perempuan yang memiliki keterbatasan ekonomi dikarenakan kondisi-kondisi tertentu seperti telah menjanda, suaminya tidak mampu bekerja, dan kondisi keluarga yang pra-sejahtera. Berkumpul dengan beberapa anggota lain yang memiliki pengalaman serupa dapat meningkatkan kesadaran kritis mereka. “sebenernya ngumpul-ngumpul gini tuh enak. Bisa sambil cerita biar nggak kesal. Ibu kalau sendirian di rumah suka kesal apalagi liat bapak yang nggak kerja. Di sini (PEKKA) kita saling menguatkan gitu, neng” (Ibu ERO, 57 tahun)
Terdapat pula responden yang memiliki kesadaran kritis yang rendah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah satu responden: “menurut ibu mah, perempuan nggak usah lah jadi ketua, jadi pemimpin gitu. Kalau laki-laki masih mampu mending laki-laki aja. Perempuan mah cukup jadi ibu rumah tangga aja, ngurus anak.”(Ibu WNA, 51 tahun)
51 Partisipasi Perempuan Partisipasi responden dilihat dari keikutsertannya dalam proses pelaksanaan program PEKKA. Hal ini dapat menjadikan indikator bagaimana keterlibatan perempuan dalam mengikuti program PEKKA. Pada program ini tidak semua anggota memiliki partisipasi yang tinggi, karena jumlah pendampingan dan pelatihan dari setiap kelompok berbeda. “...biasanya sebulan sekali kita ada kumpul, ibu tanya-tanya gimana kelanjutan usahanya, terus kita kumpulin uang setoran bulanan. Disitu kita saling cerita pengalaman dan kira-kira usaha apa yang memungkinkan. Kalau ada yang nggak jalan usahanya ibu datengin, siapa tahu punya jalan buat bantu. Kalau pelatihan biasanya ikut dari bu Kokom...” (Ibu Enok, Pendamping Lapang PEKKA kelurahan Baros).
Gambar 14
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut partisipasi perempuan dalam program PEKKA tahun 2016
Pendampingan biasanya dilakukan setiap bulan untuk meninjau keberlanjutan program PEKKA dan kegiatan anggotanya. Pelatihan dilakukan dalam lingkup PEKKA Kota Cimahi dengan berbagai kegiatan, namun berkonsentrasi pada kegiatan yang dekat dengan perempuan seperti menjahit, memasak, membuat kerajinan, dan sebagainya.
Kontrol Perempuan Kontrol perempuan peserta program PEKKA dalam penelitian ini diukur dengan sejauhmana perempuan dapat melibatkan dirinya dalam program tanpa adanya pihak-pihak yang mendominasi.
52
Gambar 15
Sebaran responden peserta PEKKA Kota Cimahi menurut kontrol perempuan dalam program PEKKA tahun 2016
Kontrol pada program PEKKA ini dilihat dari kuasa untuk menentukan kebutuhan kegiatan, pengambilan keputusan, dan pemanfaatan dana PEKKA Kota Cimahi. Dalam penentuan kebutuhan kegiatan, perempuan bukan hanya menentukan secara mandiri waktu pelatihan namun juga menentukan materi pelatihan yang dibutuhkan. Dana hibah PEKKA diberikan sebesar Rp 500 000 kepada setiap anggota PEKKA. Selain dalam bentuk uangg, ada pula yang memanfaatkan dana PEKKA dengan mengajukan pemenuhan kebutuhan usaha, seperti alat masak, alat jahit, dan sebagainya. Ikhtisar PEKKA bertujuan meningkatkan aspek-aspek seperti kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol peserta dalam program. Akses peserta berbeda dari setiap kelurahan karena jumlah pelatihan yang berbeda. Kesadaran kritis beragam dikarenakan pandangan peserta perempuan belum semuanya terbuka akan adanya kesetaraan gender sehingga masih terpengaruh akan konstruksi gender di sekitarnya. Partisipasi perempuan dalam program bergantung pada jumlah pelatihan dan pendampingan, namun semua mengikuti kegiatan secara rutin. Kontrol program hanya dimiliki oleh pengurus program karena anggota PEKKA hanya dilibatkan dalam kegiatan dan tidak dilibatkan pada proses perencanaan program dan perguliran dana program.
53
KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA Pemenuhan kebutuhan keluarga diukur dari pemenuhan kebutuhan pokok, seperti pemenuhan kebutuhan sandang, kebutuhan pangan, kebutuhan papan, kebutuhan pemenuhan pendidikan anak, dan pemenuhan kesehatan keluarga.
Gambar 16 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga tahun 2016 Data paga gambar 16 menunjukkan sebanyak 15 responden tidak memberikan sumbangan pendapatannya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sebanyak 2 responden memberikan sumbangan sebesar 20 persen dan 40 persen, dan 5 responden menyumbang 60 persen untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Mayoritas responden mampu memberikan sumbangan pemenuhan kebutuhan keluarga sebesar 100 persen. Pemenuhan Kebutuhan Sandang Keluarga Dalam penelitian ini, pemenuhan sandang diartikan sebagai pengeluaran keluarga terakhir untuk membeli pakaian, sandal, sepatu, seragam dan kebutuhan sandang lainnya. Kemudian diukur juga kontribusi perempuan untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan sandang tersebut. Dikarenakan responden memiliki tanggung jawab yang besar sebagai kepala keluarga, responden memberikan kontribusi dalam pemenuhan sandang keluarga. Sebanyak 15 responden tidak memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan sandang. Hal ini disebabkan pula kebutuhan sandang biasanya mendapatkan dana bukan dari pendapatan perempuan namun dari pendapatan lain, hal ini diperkuat dengan pernyataan responden:
54 “... biasanya kalau lebaran suka dikasih baju kokoh sama sarung, kadang gamis buat ibu dari bossnya suami. Atau dikasih sama anak yang udah kerja. Jadi ibu jarang beli sendiri...” (Ibu LBI, 57 tahun)
Gambar 17 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan sandang keluarga tahun 2016 Sebanyak 20 responden memberikan sumbangan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan sandang keluarga sepenuhnya (100 persen). Berdasarkan hasil wawancara mendalam, sandang yang dibeli mayoritas selama satu tahun sekali untuk kebutuhan hari raya. Sehingga perempuan berupaya untuk memenuhi kebutuhan sandang karena dianggap penting untuk membeli kebutuhan sandang pada hari raya. Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga Pemenuhan pangan dalam penelitian ini adalah total pengeluaran yang dikeluarkan setiap bulan untuk membeli bahan pangan seperti beras, sayuran, daging, ikan, telur, susu, bumbu-bumbuan, minyak, serta makanan atau minuman kemasan. Pemenuhan kebutuhan pangan biasanya dipenuhi oleh kepala keluarga karena dianggap merupakan kebutuhan paling utama yang harus dipenuhi dalam keluarga. “sebenernya kalau buat makan mah dari bapak. Kan bapak yang tanggung jawab. Tapi uangnya ibu yang atur. Buat beli beras berapa, buat masak berapa...” (Ibu RSH, 47 tahun)
55
Gambar 18 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga tahun 2016 Karena kondisi keluarga responden mayoritas bertumpu pada perempuan sebagai ibu rumah tangga bahkan sebagai kepala keluarga, perempuan memberikan sumbangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tingkat kontribusi perempuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan cenderung beragam. Responden paling banyak menyumbang 100 persen pendapatannya, dan sebanyak 17 responden tidak memberikan sumbangan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Hal ini terjadi karena sebagian responden masih menganggap bahwa pemenuhan kebutuhan pangan semestinya dipenuhi oleh laki-laki atau kepala keluarga. Pemenuhan Kebutuhan Papan Keluarga Pemenuhan kebutuhan papan keluarga dalam penelitian ini diukur dari bagaimana keluarga memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan rumah dan perawatannya seperti membayar sewa rumah per bulan, membayar tagihan listrik dan tagihan air, membayar uang kebersihan dan keamanan lingkungan, serta biaya perawatan rumah lainnya. Grafik pada gambar 19 menunjukkan data sebanyak 16 responden tidak memeberikan sumbangan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, dan 2 responden menyumbangkan sebesar 20 persen hingga 30 persen. Sebanyak 17 responden merupakan responden terbanyak dengan menyumbangkan pendapatannya untuk memenuhi seluruh kebutuhan papan keluarga.
56
Gambar 19 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan papan keluarga tahun 2016 Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Anak Pemenuhan pendidikan anak merupakan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikan anak seperti biaya sekolah, uang saku sekolah, biaya membeli buku dan alat tulis dan biaya les dan kegiatan ekstrakulikuler.
Gambar 20 Grafik responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan anak tahun 2016
57 Berdasarkan data pada gambar 20, mayoritas responden tidak memberikan sumbangan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sebanyak 10 responden memberikan sumbangan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan anak sepenuhnya. Pemenuhan Kesehatan Keluarga Pemenuhan kesehatan keluarga merupakan upaya memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan upaya perlindungan kesehatan keluarga seperti biaya berobat ke dokter atau rumah sakit, biaya membeli obat, biaya membeli vitamin serta upaya perlindungan kesehatan lainnya.
Gambar 21 Sebaran responden peserta program PEKKA Kota Cimahi berdasarkan persentase sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga tahun 2016 Perempuan cenderung tidak memberikan sumbangan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan karena responden menggunakan fasilitas puskesmas yang hanya memungut uang pendaftaran ketika membutuhkan perawatan dari dokter beserta obat. Sehingga mereka tidak mengeluarkan dana yang besar untuk memenuhi kebutuhan kesehatan keluarga. “kalau ke dokter mah ngga pernah, paling kalau sakit mah pada ke puskesmas. Bayar lima ribu uang pendaftaran. Nanti juga dapet obat gratis.” (Ibu TSN, 53 tahun)
Selain itu, program asuransi kesehatan pemerintah diakui oleh responden telah mampu membantu keluarga untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang cukup baik sehingga mereka tidak membutuhkan biaya yang besar ketika sakit. Hal ini dikarenakan pula terdapat fasilitas kesehatan gratis dari pemerintah sehingga keluarga responden tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Perempuan hanya mengerluarkan biaya kesehatan tambahan seperti multivitamin, alat kontrasepsi, dan obat-obatan warung.
58 Ikhtisar Bab ini menjelaskan sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Dualisme terlihat di semua aspek pemenuhan keburuhan keluarga. Hal ini terjadi karena perempuan yang menjadi kepala rumah tangga memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga dengan pendapatannya. Berbeda dengan perempuan ibu rumah tangga yang merasa bahwa pemenuhan kebutuhan keluarga masih menjadi kewajiban kepala rumah tangga sehingga pendapatannya tidak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok keluarga responden perempuan ibu rumah tangga dipenuhi oleh pendapatan dari suami dan sumber-sumber lain, pendapatan perempuan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat bukan pemenuhan kebutuhan pokok. pemenuhan pendidikan anak dan kesehatan keluarga cenderung rendah karena adanya program pemerintah yang meringankan biaya pendidikan dan kesehatan keluarga.
59
PENGARUH PERAN PEREMPUAN TERHADAP SUMBANGAN EKONOMI KELUARGA Dilakukan uji regresi linier berganda dari seluruh variabel terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Pengujian dilakukan dengan memasukkan seluruh variabel pengaruh (karaktersitik kerluarga responden, peran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan dalam program PEKKA) untuk dilihat pengaruhnya terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sebelum dilakukan uji pengaruh, dilakukan terlebih dahulu uji kolinearitas. Tabel 25 Nilai toleransi dan VIF pengaruh peran perempuan dan pengaruhnya terhadap sumbagan ekonomi keluarga
Model
Coefficientsa Unstandardized Standardized t Coefficients Coefficients B Std. Beta Error 12,485 10,149 1,230 1,003 ,250 ,521 4,014
Sig.
Collinearity Statistics Tolerance VIF
(Constant) ,226 Skor Peran ,000 ,994 1,006 Perempuan dalam keluarga Skor Peran ,000 ,317 2,441 ,019 ,994 1,006 Perempuan dalam Program PEKKA a. Dependent Variable: Sumbangan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan kebutuhan keluarga Dalam analisis regresi yang baik disyaratkan jika terjadi kolinearias atau multikolinearitas diantara variabel bebasnya. Jika nilai VIF (variance Inflation Factor) ≥ 10 atau memiliki nilai toleransi ≤ 0,1, maka dinyatakan terjadi multikolinearitas dalam model regresi. Data dalam tabel 25 menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi. Tabel 26 Nilai signifikansi pengaruh peran perempuan terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga Model Summaryc Model R R Square Adjusted R Std. Error of the DurbinSquare Estimate Watson b 2 ,589 ,346 ,313 32,95358 1,575
60 b. Predictors: (Constant), Skor Peran Perempuan dalam keluarga, Skor Peran Perempuan dalam Program PEKKA c. Dependent Variable: Sumbangan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan kebutuhan keluarga Pengujian terhadap model regresi memperoleh nilai R Square 0,346. Angka koefisien determinasi seluruh variabel pengaruh tersebut berarti bahwa pengaruh peran perempuan memberikan sumbangan sebesar 34,6 persen terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sebanyak 65,4 persen merupakan sumbangan dari variabel lain. Tabel 27
Nilai signifikansi pengaruh peran perempuan terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga ANOVAa df
Model
Sum of Mean F Sig. Squares Square Regression 22439,203 2 11219,601 10,332 ,000c 2 Residual 42351,611 39 1085,939 Total 64790,814 41 a. Dependent Variable: Sumbangan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan kebutuhan keluarga b. Predictors: (Constant), Skor Peran Perempuan dalam keluarga Data dalam tabel 28 menjelaskan pengaruh signifikan dari variabel pengaruh (karakteristik responden, peran perempuan dalam keluarga, dan peran perempuan dalam program PEKKA) terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Tabel anova diatas menunjukkan nilai signifikansi 0,000 yang berarti persamaan regresi dapat dipakai untuk memprediksi variabel pengaruh. Dari hasil pengujian variabel pengaruh, diperoleh model regresi sebagai berikut : Y = 12,485 + 1,003 X2 + 8,937 X3 Keterangan : Y X1 X2 X3
: Sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga : Karakteristik Keluarga : Peran perempuan dalam keluarga : Peran perempuan dalam program PEKKA
Nilai konstanta sebesar 12,485 berarti nilai pengaruh karakteristik keluarga, peran perempuan dalam keluarga, dan peran perempuan dalam program PEKKA senilai 12,485. Hal tersebut memperlihatkan meskipun tidak berpengaruh signifikan karena nilai signifikansi ≤ 0,05, nilai pengaruh paling besar adalah peran
61 perempuan dalam program PEKKA dan selanjutnya adalah peran perempuan dalam keluarga. Ikhtisar Pengujian terhadap model regresi memperoleh nilai R Square 0,346. Angka koefisien determinasi seluruh variabel pengaruh tersebut berarti bahwa pengaruh peran perempuan memberikan sumbangan sebesar 34,6 persen terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sebanyak 65,4 persen merupakan sumbangan dari variabel lain. Nilai konstanta sebesar 12,485 berarti nilai pengaruh karakteristik keluarga, peran perempuan dalam keluarga, dan peran perempuan dalam program PEKKA senilai 12,485. Hal tersebut memperlihatkan meskipun tidak berpengaruh signifikan karena nilai signifikansi ≤ 0,05, nilai pengaruh paling besar adalah peran perempuan dalam program PEKKA dan selanjutnya adalah peran perempuan dalam keluarga.
62
63
PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN Karakteristik keluarga responden mencakup umur, tingkat pendidikan, pekerjaan responden, jumlah anggota keluarga responden,status responden dalam keluarga, dan status perkawinan responden. Sedangkan variabel yang dapat diuji secara statistik dengan analisis regresi adalah variabel usia responden dan jumlah anggota keluarga responden. Sebelum menguji regresi, signifikansi Anova dari variabel ini bernilai 0,035 yang berarti model regresi ini sudah layak untuk memprediksi karakteristik keluarga dan pengaruhnya terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Tabel 28 Hasil uji regresi variabel karakteristik keluarga terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant) Jumlah Anggota Keluarga
79,324
Std. Error 13,656
-10,373
4,751
Standardized Coefficients Beta -0,326
T
Sig.
5,809
,330
-2,183
0,035
Syarat dari regresi adalah T hitung > T tabel. Untuk sub variabel umur jumlah keluarga responden berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dengan nilai signifikansi 0,035 atau tingkat kepercayaannya di atas 97 persen. Sedangkan untuk sub variabel umur tidak berpengaruh karena nilai signifikansi > 0,05. Berdasarkan uji regresi di atas, maka model regresi dari variabel karakteristik keluarga responden adalah : Y = 79,324 – 10,373 X1.1 Keterangan : Y
: Sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga X1.1 : Jumlah anggota keluarga responden peserta PEKKA X1.2 : Umur responden peserta PEKKA Hasil uji di atas menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Variabel lain tidak dapat diukur secara regresi dikarenakan merupakan data nominal. Berdasarkan data kualitatif menunjukkan tidak terdapat pengaruh dari status perkawinan responden dan status responden dalam keluarga yang didukung dari pernyataan informan, bahwa:
64 “...untuk peserta PEKKA tidak menutup kemungkinan jika dia itu bukan janda dan kepala keluarga namun keluarganya berada dalam tingkat pra-sejahtera sehingga membutuhkan tenaga perempuan untuk bekerja di sektor produktif, sehingga PEKKA memfasilitasi kondisi tersebut...” Ibu AMI, BPMPPKB Kota Cimahi.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa meski pun responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dan memiliki suami, masih terdapat kemungkinan mereka memberikan sumbangan pendapatan yang sama besarnya dengan perempuan yang menjadi kepala keluarga atau berstatus janda.
Ikhtisar Hasil uji menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Variabel lain tidak dapat diukur secara regresi dikarenakan merupakan data nominal. Berdasarkan data kualitatif menunjukkan tidak terdapat pengaruh dari status perkawinan responden dan status responden dalam keluarga. Hal ini sejalan dengan BPS (2012) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mendorong keinginan seseorang untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan. Sub variabel umur jumlah keluarga responden berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dengan nilai signifikansi 0,035 atau tingkat kepercayaannya di atas 97 persen.
65
PENGARUH PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN Peran perempuan yang terbagi ke dalam tiga peran menunjukkan pekerjaan reproduktif, produktif, dan sosial yang dikerjakan oleh perempuan secara mandiri di dalam lingkup keluarga. Dalam penelitian ini diduga bahwa peran perempuan dalam keluarga berpengaruh pada sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan keburuhan keluarga. Jika diuji secara keseluruhan peran perempuan dalam keluarga tidak berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sehingga dilakukan pengujian secara terpisah kepada sub variabel untuk melihat kemungkinan pengaruh diantaranya. Seluruh sub variabel diuji dengan uji statistik regresi untuk mengetahui pengaruh peran perempuan dalam keluarga terhadap sumbangan pendapatan perempuan dalam keluarga. berdasarkan hasil uji anova signifikansi variabel peran perempuan dalam keluarga terhadap sumbangan pendapatan perempuan memiliki nilai 0,000 yang berarti model regresi ini sudah layak untuk memprediksi peran perempuan dalam keluarga terhadap sumbangan pendapatan perempuan. Tabel 29 Analisis regresi peran perempuan dalam keluarga terhadap sumbangan ekonomi keluarga Unstandardized Coefficients
Model (Constant) Peran perempuan sektor produktif
B 27,719
Std. Error 8,181
8,861
2,247
Standardized Coefficients Beta 0,529
t
Sig.
3,388
0,002
3,944
0.000
Pengaruh terdapat pada sub variabel peran perempuan dalam sektor produktif terhadap sumbangan pendapatan perempuan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Nilai signifikansi 0,000 yang berarti variabel tersebut sangat berpengaruh. Berdasarkan uji regresi yang telah dilakukan, maka didapatkan model regresi sebagai berikut : Y = 27,719 + 8,861 X1.2 Keterangan Y X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5
: Sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga : Peran reproduktif : Peran produktif : Peran sosial : Akses sumberdaya dan manfaat : Kontrol sumberdaya dan manfaat
66 Peran produktif dan peran sosial, serta akses dan kontrol tidak berpegaruh terhadap sumbanngan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Hal ini sejalan dengan pernyataan salah satu responden: “ ibu mah kerja ya kerja, masak ya masak. Ngurus rumah juga sendirian. Bapak kerja juga tapi kan hasilnya ngga banyak. Jadi sepinter-pinternya ibu ngatur waktu buat cari uang tambahan tapi ngurus rumah juga. Perempuan teh harus mandiri”(Ibu LSA, 47 tahun)
Selain itu, kondisi keluarga responden mengharuskan hampir seluruh responden mengerjakan semua pekerjaan rumah meskipun mereka harus bekerja. Pekerjaan perempuan pun beragam mulai dari menjadi pedagang, penjahit, penata rias, dan buruh. Hal ini mengakibatkan beragam pula pendapatan perempuan yang berpengaruh pada sumbangan perempuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Responden peserta program PEKKA berdasarkan hasil wawancara mendalam memberikan tanggapan mengenai peran ganda yang mereka jalankan dengan beragam. Perempuan yang menjadi kepala keluarga karena cerai hidup memaknai peran ganda sebagai suatu hal yang sangat penting dilakukan guna menunjukkan bahwa mereka mampu hidup tanpa suami dan menghidupi keluarganya secara mandiri. Berbeda dengan perempuan kepala keluarga yang mengalami cerai mati, kebanyakan memaknai peran ganda sebagai beban yang berat dan mereka sering menganggap dirinya tidak mampu melakukan peran sebagai ibu dan kepala keluarga sekaligus. Hal ini terjadi karena perbedaaan kesiapan mental dari responden yang berstatus janda karena cerai dan berstatus janda karena suami meninggal dunia. Diungkapkan oleh salah satu pendamping lapang: “kadang ya neng, kalau yang cerai karena meninggal mah lama bangkitnya. Dibandingin sama yang cerai hidup. Pasti keinginan untuk lebih kuat teh muncul gitu. Jadi kita juga harus pinter-pinter ngajaknya biar pada semangat. Kalau yang janda cerai mah diajakin kemana aja hayu. Yang penting bisa senang, kan kasian dia tertekan. Banyak kisahnya yang cerai mah. Kalau yang meninggal kadang diajak ngobrol tuh cepet kebawa perasaan neng. Jadi ngaruh ke kerjanya juga.” (Ibu Kokom, Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi).
Antisipasi dari pendamping lapang PEKKA terhadap kesiapan kerja dari peserta PEKKA Kota Cimahi adalah dengan memberikan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dari responden misalnya menjahit pakaian untuk peserta yang sudah mahir menjahit, memasang kancing untuk peserta yang belum terlalu mahir, sulam pita untuk peserta yang teliti dan dapat dikerjakan di rumah, serta memberikan bantuan modal kepada peserta yang tidak dapat bekerja di luar rumah sehingga dapat memiliki usaha secara mandiri di rumah. PEKKA pun tidak melarang pesertanya membuka usaha yang tidak jauh dari rumah dan bahkan dikerjakan di rumah. Karena pada hakikatnya perempuan dituntut untuk terlebih dahulu menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum melakukan pekerjaan lain.
67 Ikhtisar Pengaruh terdapat pada sub variabel peran perempuan dalam sektor produktif terhadap sumbangan pendapatan perempuan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Nilai signifikansi 0,000 yang berarti variabel tersebut sangat berpengaruh. Dengan interpretasi untuk menaikkan sumbangan pendapatan perempuan, perempuan harus meningkatkan 8 aktivitas produktif. Peran produktif dan peran sosial, serta akses dan kontrol tidak berpegaruh terhadap sumbanngan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. kondisi keluarga responden mengharuskan hampir seluruh responden mengerjakan semua pekerjaan rumah meskipun mereka harus bekerja. Pekerjaan perempuan pun beragam mulai dari menjadi pedagang, penjahit, penata rias, dan buruh. Hal ini mengakibatkan beragam pula pendapatan perempuan yang berpengaruh pada sumbangan perempuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Responden peserta program PEKKA berdasarkan hasil wawancara mendalam memberikan tanggapan mengenai peran ganda yang mereka jalankan dengan beragam.
68
69
PENGARUH PERAN PEREMPUAN DALAM PROGRAM PEKKA TERHADAP SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN Dalam penelitian ini, diduga bahwa peran perempuan dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) memiliki pengaruh terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Nilai signifikansi Anova variabel ini adalah 0,40 yang berarti model regresi ini sudah layak untuk memprediksi peran perempuan dalam program PEKKA dan pengaruhnya terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Tabel 30 Pengaruh peran perempuan dalam program PEKKA terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga Unstandardized Coefficients
Model (Constant) Kesejahteraan peserta program Kesadaran kritis peserta program
B -118,187
Std. Error 57,796
9,094
0,000
3,700
1,576
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
-2,045
0,048
0,323
2,189
0,035
0,461
2,348
0,024
Setelah dilakukan analisis regresi, maka didapatkan model regresi sebagai berikut: Ŷ = -118,187 + 9,094 X3.1 + 3,700 X3.3 Keterangan : Ŷ X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5
: Sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga : Kesejahteraan peserta program : Akses peserta program : Kesadaran kritis peserta program : Partisipasi peserta program : Kontrol responden peserta program
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari beberapa sub variabel antara peran perempuan dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) terhadap sumbangan ekonomi keluarga yang diukur dari kesejahteraan peserta program, akses peserta terhadap program, kesadaran kritis peserta program, partisipasi peserta program dan kontrol peserta salam program PEKKA Kota Cimahi terhadap pengeluaran peserta program untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.
70 Tujuan PEKKA Kota Cimahi pada dasarnya untuk meningkatkan kemampuan pesertanya dalam kegiatan ekonomi, kegiatan PEKKA tidak mengikat peserta responden untuk turut serta dalam seluruh kegiatan PEKKA dan memegang penuh kontrol terhadap kegiatan di dalamnya. “kita bebasin aja, maunya jualan apa berkelompok. Tapi kan kalau berkelompok teh suka susah ngumpulnya. Jadi mending dananya dipinjamkan secara individu dengan syarat kegiatan harus jalan biar mereka (peserta program PEKKA) punya pendapatan tetap. Kalau kelompok ini berhasil, tahun depan dananya digilir ke kelompok lain. Bertahap neng” (Ibu Reni, Pendamping Lapang PEKKA Kelurahan Citeureup)
Meski pun peserta tidak selalu terlibat langsung dalam kegiatan PEKKA yang berupa pelatihan, pendampingan dan kegiatan kelompok. PEKKA telah memfasilitasi peserta program untuk memiliki modal usaha mandiri sehingga mereka dapat membantu perekonomian keluarga dengan memiliki penghasilan sampingan. Ikhtisar Hasil uji regresi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari beberapa sub variabel antara peran perempuan dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) terhadap sumbangan ekonomi keluarga yang diukur dari kesejahteraan peserta program, akses peserta terhadap program, kesadaran kritis peserta program, partisipasi peserta program dan kontrol peserta dalam program PEKKA Kota Cimahi terhadap pengeluaran peserta program untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Untuk meningkatkan sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluara, perempuan harus meingkatkan kesejahteraan dan kesadaran kritis dalam program. Dari seluruh tujuan PEKKA, hanya aspek kesejahteraan dan kesadaran kritis yang berpengaruh. Sehingga PEKKA Kota Cimahi belum mampu memenuhi seluruh tujuan dari PEKKA untuk mensejahterakan perempuan kepala keluarga dan pemenuhan kebutuhan keluarganya.
71
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Seluruh responden merupakan perempuan dalam usia produktif, yaitu 3764 tahun. Tingkat pendidikan dominan adalah responden yang menyelesaikan pendidikan SMA/ sederajat. Pekerjaan hampir separuh responden (45,2 persen) merupakan ibu tumah tangga yang cenderung tidak memiliki penghasilan tetap. Berdasarkan tujuan PEKKA untuk meberdayakan perempuan kepala keluarga, responden menunjukkan status perkawinan dan status dalam keluarga yang terbalik dari tujuan PEKKA, yaitu dominan perempuan ibu rumah tangga yang memiliki suami bekerja dan perempuan dengan status perkawinan dominan menikah yang berarti masih memiliki suami dan bukan kepala keluarga dalam keluarganya. Perempuan dominan mengerjakan pekerjaan domestik (reproduktif) yang identik dengan pekerjaan rumah tangga. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat keluarga cenderung dimiliki oleh laki-laki dan perempuan secara bersama. Perempuan yang menjadi kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan domestik, produktif, sosial, serta akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan mamfaat keluarga. Berbeda dengan perempuan ibu rumah tangga yang cenderung dominan mengerjakan pekerjaan domestik namun memiliki pembagian kerja merata untuk pekerjaan produktif, sosial, serta akses dan kontrol dalam keluarga. PEKKA bertujuan meningkatkan aspek-aspek seperti kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol peserta dalam program. Akses peserta berbeda dari setiap kelurahan karena jumlah pelatihan yang berbeda. Kesadaran kritis beragam dikarenakan pandangan peserta perempuan belum semuanya terbuka akan adanya kesetaraan gender sehingga masih terpengaruh akan konstruksi gender di sekitarnya. Partisipasi perempuan dalam program bergantung pada jumlah pelatihan dan pendampingan, namun semua mengikuti kegiatan secara rutin. Kontrol program hanya dimiliki oleh pengurus program karena anggota PEKKA hanya dilibatkan dalam kegiatan dan tidak dilibatkan pada proses perencanaan program dan perguliran dana program. Dualisme terlihat di semua aspek pemenuhan keburuhan keluarga. Hal ini terjadi karena perempuan yang menjadi kepala rumah tangga memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga dengan pendapatannya. Berbeda dengan perempuan ibu rumah tangga yang merasa bahwa pemenuhan kebutuhan keluarga masih menjadi kewajiban kepala rumah tangga sehingga pendapatannya tidak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok keluarga responden perempuan ibu rumah tangga dipenuhi oleh pendapatan dari suami dan sumber-sumber lain, pendapatan perempuan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat bukan pemenuhan kebutuhan pokok. pemenuhan pendidikan anak dan kesehatan keluarga cenderung rendah karena adanya program pemerintah yang meringankan biaya pendidikan dan kesehatan keluarga.
72 Penelitian kualitatif menghasilkan beberapa fakta mengenai implementasi program PEKKA di Kota Cimahi. Kota Cimahi memberikan fasilitas yang digunakan untuk kegiatan PEKKA namun tidak banyak peserta yang dapat memanfaatkannya dikarenakan perbedaan kegiatan dari setiap kelompok PEKKA di setiap kelurahannya. Terdapat pula perbedaan kesiapan mental antara perempuan yang berstatus janda cerai hidup dan janda cerai mati. Kondisi ini membuat beberapa pendamping lapang memiliki kendala dalam mengelola kegiatan PEKKA agar dapat diterima oleh seluruh peserta PEKKA Kota Cimahi. Ditemukan adanya hubungan antara peran perempuan dalam keluarga terhadap sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, namun tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Hubungan diukur dari peran perempuan dalam sektor reproduktif, sektor produktif, sektor sosial, serta akses dan kontrol sumberdaya dan manfaat rumah tangga. Semakin tinggi peran perempuan dalam sektor produktif dan sosial, maka semakin tinggi pula tingkat sumbangan pendapatannya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Berdasarkan analisis program PEKKA Kota Cimahi, penelitian ini mengukur peran perempuan dalam program PEKKA Kota Cimahi menurut kesejahteraan peserta program, akses peserta terhadap program, kesadaran kritis peserta program, partisipasi peserta program serta kontrol peserta dalam program. Terdapat nilai uji regresi yang memperlihatkan bahwa peran perempuan dalam program pemberdayaan PEKKA Kota Cimahi berpengaruh terhadap sumbangan pendapatannya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Yaitu sub variabel kesejahteraan perempuan peserta program dan kesadaran kritis peserta program PEKKA. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang diajukan, diantaranya:. 1. Peserta program PEKKA sebanyak 57,1 persen merupakan ibu rumah tangga dengan pendapatan keluarga dan pemenuhan kebutuhan dipenuhi oleh suami. Maka diperlukan peninjauan kembali untuk peserta program PEKKA agar lebih tepat sasaran. 2. Perlunya peningkatan aktivitas kerja produktif perempuan sehingga dapat meningkatkan sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. 3. Perlunya peningkatan kesejahteraan peserta program PEKKA dan kesadaran kritis peserta program PEKKA mengenai kesetaraan gender yang dapat meningkatkan sumbangan pendapatan perempuan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.
73
DAFTAR PUSTAKA Anwar. 2007. Manajemen Pemberdayaan Perempuan : Perubahan sosial Melalui Pembelajaran Vocational Skills pada Keluarga Nelayan. Bandung[ID]: Penerbit Alfabeta. [BPS]. 2013. Badan Pusat Statistik. Dapat diakses melalui www.bps.go.id. _____. 2014. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Dapat diakses melalui www.bps.go.id Baroroh K. 2009. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap Pemberdayaan Perempuan Melalui Pelatihan Life Skill(Studi Kasus di Lembaga Advokasi Pendidikan Indonesia Yogyakarta). Jurnal Dimensia. 3 (1), 19-51. [Internet]. [Diunduh pada : Minggu, 22 November Pukul 00.12]. tersedia pada : http://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/3407 Effendi S, Tukiran. 2014. Metode Penelitian Survey. Jakarta[ID]: LP3ES Elizabeth R. 2007. Pemberdayaan Wanita Mendukung Strategi Gender Mainstreaming dalam Kebijakan Pembangunan Pertanian di Perdesaan. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi. 25(2), 126-135.[Internet] tersedia pada: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE25-2e.pdf Handayani, Artini. 2009. Kontribusi Pendapatan Ibu Rumah Tangga Pembuat Makanan Olahan terhadap Pendapatan Keluarga. Jurnal Piramida. V(1). [Internet]. Tersedia pada : http://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/view/2986/2144 Handayani, Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang [ID]: UMM Press. Haryanto. 2008. Peran Aktif Wanita dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin : Studi Kasus pada Wanita Pemecah Batu di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 9(2), 216227. [Internet] tersedia pada : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/155/6.%20Suge ng%20Haryanto%20%28Peran%20Aktif%20Wanita%29.pdf?sequence= 1&isAllowed=y Hubeis AVS . 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor[ID]: IPB Press. Ihromi TO. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan. Jakarta [ID]: Yayasan Obor Indonesia. Irfarinda M. 2015. Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Rumahtangga Pedesaaan. [Skripsi]. IPB[ID]: Institut Pertanian Bogor. Isna A, Firdaus S. 2004. Prospek Pemberdayaan Perempuan di Desa Tumiyang Kabupaten Banyuman (Studi Evaluasi Implementasi Program P2MD). Jurnal Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Politik FISP Unsoed. [Internet]. [Diunduh Pada Kamis, 17 Desember 2015, 19.00 WIB]. Tersedia pada :
74 journal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Pembangunan/article/viewFile/7 0/69 [KCDA]. 2015. Kota Cimahi dalam Angka. Tersedia pada : www.cimahikota.go.id. Mosse J. 2002. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta[ID]: Pustaka Pelajar Muslikhati S. 2004. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam. Jakarta[ID]: Gema Insani Press. Pratama. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberdayaan Perempuan Desa Joho di Lereng gunung Wilis. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik 1 (1), [Internet]. [Diunduh Pada Sabtu, 3 Oktober 2015]. Dapat diunduh di : http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers3%20Crisvi%20KMP%20V1%20N1%20Jan-April%202013.pdf.html Prastiwi, Sumarti. 2012. Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan CSR di Bidang Pemberdayaan Ekonomi Lokal PT. Holcim Indonesia, Tbk. Sodality, jurnal sosiologi pedesaan. [Internet] [diunduh pada Kamis, 17 Desember 2015, 2045 WIB]. Dapat diunduh di http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/5804 Ratnawati S. 2011. Model Pemberdayaan Perempuan Miskin Perdesaan Melalui Pengembangan Kewirausahaan. Jurnal Kewirausahaan 5 (2), 1-10. [Internet]. [Diunduh Pada Sabtu, 21 November 2015 pukul 17.58]. dapat diunduh di : http://lp3m.widyakartika.ac.id/lp3m/wpcontent/uploads/2012/10/MODEL-PEMBERDAYAAN-PEREMPUANMISKIN-PERDESAAN-MELALUI-PENGEMBANGANKEWIRAUSAHAAN.pdf Sajogyo P. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta [ID]: CV Rajawali Sihite R. 2007. Perempuan, Kesetaraan, dan Keadilan : Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta[ID] : PT RajaGrafindo Persada Suharto. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung[ID]: PT Refika Aditama. Suman A. 2007. Pemberdayaan Perempuan, Kredit Mikro, dan Kemiskinan : Sebuah Studi Empiris. Jurnal Ekonomi Manajemen Universitas Kristen Petra. (9)1, 62-72. [Internet]. Tersedia pada : http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/16636/16 628 Tjondronegoro. 2008. Ranah Kajian Sosiologi Pedesaan. Editor : Soeryo Adiwibowo, Melanie A. Sunito, Lala M. Kolopaking. Bogor[ID]: Fakultas Ekologi Manusia IPB.
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1 Gambaran lokasi penelitian
Peta Kota Cimahi
Batas-batas Kecamatan Cimahi Utara : Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat
: Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat : Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, Kecamatan Andir Kota Bandung. : Kecamatan Margaasih, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. : Kecamatan Padalarang, Kecamatan Batujajar, Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
77
Lampiran 2 Tulisan tematik KONSTRUKSI GENDER KOTA CIMAHI BERDASARKAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN RESPONDEN Kota Cimahi berada di wilayah Jawa Barat dan mayoritas warganya merupakan masyarakat suku sunda. Kegiatan responden sehari-hari terbilang sama dengan kegiatan masyarakat pada umumnya. Perempuan dalam rumah tangga mengurus segala kebutuhan rumah tangga mulai dari membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian, hingga mengasuh anak. Sedangkan kaum laki-laki bekerja di luar rumah, menjadi pegawai swasta, buruh, pedagang, tukang ojek, dan pekerjaan lainnya. Responden yang masih tinggal dengan suami, menganggap bahwa pekerjaan yang menyangkut dengan pemenuhan kebutuhan adalah tugas utama laki-laki. Sehingga laki-laki dianggap tidak perlu untuk melakukan kegiatan domestik, seperti pernyataan salah satu responden: “..ah ibu mah nggak apa-apa kalau nggak dibantu juga, neng. Kan bapak udah kerja seharian jadi capek kalau harus bantuin ibu di rumah lagi...” (Ibu RDI, 41 Tahun)
Terdapat pula responden yang mengaku kesal karena suaminya tidak bekerja sehingga ia merasa keberatan untuk membantu suami mencari nafkah karena beranggapan bahwa laki-laki lah yang seharusnya mencari nafkah. Hal ini menggambakan bahwa di Kota Cimahi pembagian peran antara laki-laki dan perempuan masih terlihat jelas yaitu perempuan sebagai ibu rumah tangga, dan lakilaki bertugas mencari nafkah. Berbeda dengan responden yang memiliki suami, responden yang telah berstatus sebagai janda tentunya memiliki pandangan lain terhadap pembagian kerja dalam rumah tangga. Hal ini terjadi karena perempuan terpaksa harus menjalani dua peran sekaligus, sebagai ibu rumah tangga dan sebagai kepala rumah tangga. Meski bekerja perempuan menganggap bahwa pekerjaan domestik tetap menjadi prioritas utama. Terlihat perbedaan antara perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga yang masih memiliki suami dan perempuan yang menjanda. Perempuan yang berstatus janda dan menjadi peserta program cenderung terbuka dan lebih menerima adanya kesetaraan gender dengan turut aktif dalam kegiatan yang mengharuskan mereka memiliki waktu yang lebih banyak di luar rumah. Sedangkan perempuan yang memiliki suami dan menjadi ibu rumah tangga cenderung lebih tertutup akan adanya kesetaraan gender karena masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan keluarganya kepada suami dan menganggap pekerjaan yang mereka lakukan hanyalah selingan semata dan bukan sumber pendapatan utama yang dapat diandalkan.
78
PEKKA KOTA CIMAHI DAN PELAKSANAANNYA Program PEKKA secara resmi dilaksanakan sejak tahun 2011 di Kota Cimahi berdasarkan perintah dari Pemprov Jawa Barat yang kini seluruh kabupaten dan kotanya telah melaksanakan program PEKKA. Setiap kota memiliki satu fasilitator yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Untuk Kota Cimahi, dikoordinatori oleh ibu Kokom yang mendampingi penyambung lapangan (PL) per kelurahan sebanyak satu orang. Pendamping lapang kelurahan di Kota Cimahi berjumlah 15 orang yang telah dibentuk sejak bulan September 2015. Di Kota Cimahi membina perempuan kepala keluarga dan perempuan yang rentan ekonomi untuk menambah pendapatan. Sejak tahun 2011 Kota Cimahi memenangkan perlombaan P2WKSS yang didalamnya menaungi program PEKKA dalam tingkat provinsi. Terlihat kemajuan yang signifikan dari KK binaan PEKKA setelah adanya program PEKKA. Perempuan anggota PEKKA kini lebih aktif dengan melakukan kegiatan untuk meningkatkan keadaan ekonomi mereka dengan cara berjualan maupun mengikuti berbagai inovasi kegiatan PEKKA yang dilakukan. Meskipun pemerintah Kota Cimahi tidak terjun langsung dalam pelaksanaan program, pemerintah Kota Cimahi berusaha membantu kegiatan PEKKA dengan memberikan kesempatan untuk PEKKA menyediakan kebutuhan Kota Cimahi (dalam hal ini pembuatan seminar kit, souvenir, dan barang-barang pameran). Kota Cimahi tidak terlibat secara lansgung terhadap pelaksanaan program PEKKA karena program PEKKA merupakan inisiasi dari Provinsi Jawa Barat sehingga semua kegiatan PEKKA berhubungan langsung dengan pemerintah provinsi, bukan dengan pemerintah Kota. Pembinaan PEKKA Kota Cimahi dipengaruhi secara langsung oleh Ibu Kokom, selaku pendamping lapang PEKKA Kota Cimahi. Sejak didaulat pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi Pendamping Lapang PEKKA Kota Cimahi, Ibu Kokom yang sebelumnya menjadi pengusaha konveksi mulai membuka kesempatan kepada anggota-anggota PEKKA untuk dapat berdaya. Sesuai dengan keahliannya, Sekretariat PEKKA digunakan Ibu Kokom untuk menjadi sentra pelatihan dan produksi konveksi, jahit-menjahit, dan sulam untuk PEKKA. Dilihat dari tingkat kesulitannya, karena tidak semua anggota PEKKA mampu menjahit pernah membuat kegiatan konveksi PEKKA mengalami kerugian dengan nominal yang cukup besar. Meskipun begitu, ibu Kokom tetap memperjuangkan keberadaan kelompok PEKKA baik yang berpusat di sekretariat, maupun yang berada di setiap kelurahan. Yang pertama kali harus diperhitungkan adalah bagaimana caranya membuat kegiatan yang memberdayakan PEKKA sekaligus menghasilkan pendapatan yang bisa dibawa pulang setiap hari. Karena keberadaan perempuan kepala keluarga mengharuskan mereka bekerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan.
79
Dibentuklah beberapa pelatihan dan program magang, yang bila diikuti oleh anggota akan memberikan penghasilan yang lumayan untuk digunakan sebagai modal awal. Modal itu biasanya digunakan untuk berjualan kecil-kecilan di rumah. Antusiasime anggota cukup tinggi, karena pelatihan yang dibuat sangat dekat dengan pekerjaan perempuan sehari-hari. Seperti pelatihan memasak, menyulam pita, dan membuat kue. Pada tahun 2012 beberapa kelompok PEKKA mendapatkan dana hibah. Meskipun belum semua kelurahan, beberapa kelurahan dengan potensi yang mumpuni sudah dapat membuat kelompok PEKKA masing-masing. Diantaranya, Kelurahan Cigugur Tengah, Cibabat, Citeureup, Karang Mekar, Baros, dan Leuwigajah. Kebanyakan hanya memfasilitasi dana dan membebaskan tiap anggota untuk membuat usaha. Namun, karena nominalnya pun tidak terlalu banyak dana tersebut terkesan kurang memadai untuk dijadikan modal usaha. Hal ini berbeda dengan sistem yang diterapkan oleh Ibu Kokom di sekretariat PEKKA pusat yang mewadahi anggota dari berbagai kelurahan. Dana disimpan dengan baik dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Seperti modal awal ketika ada pesanan, pinjaman kepada anggota, kebutuhan untuk pameran, dan lain-lain. Karena, dana PEKKA harus selalu ada dan dapat digunakan ketika dibutuhkan. Dalam pembinaan anggota pun beragam perlakukannya, ada yang melalui pendekatan dahulu karena perbedaan kondisi psikologi perempuan yang harus menjadi kepala keluarga. Ibu kokom terus membangun asas kekeluargaan di dalam lingkungan PEKKA karena tujuan PEKKA adalah untuk meningkatkan kemampuan ekonomi anggotanya.
PANDANGAN PENGURUS DAN ANGGOTA PEKKA KOTA CIMAHI TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM PEKKA Disela wawancara dengan kuesioner, sempat dilakukan wawancara mendalam mengenai peran para anggota PEKKA dalam keluarga maupun dalam program PEKKA. Ibu Tn merupakan anggota PEKKA sejak tahun 2011 yang telah mengikuti berbagai kegiatan PEKKA. Beliau mengikuti program PEKKA karena beliau merupakan seorang janda yang memiliki anak yang masih bersekolah. Meskipun sejak 4 bulan lalu beliau telah menikah kembali. Beliau tetap aktif dalam kegiatan PEKKA dan mencari nafkah sampingan dengan berjualan warung kecil di depan rumah dan menjahit. Ibu Tn dan keluarganya membagi pekerjaan rumah secara adil karena kebersihan rumah dianggap merupakan kewajiban seluruh anggota keluarga. Sedangkan mengatur keuangan dianggap merupakan kewajiban perempuan sebagai istri. Sehingga pendapatan suaminya diberikan kepada istri untuk diatur sedemikian rupa sehingga mencukupi kebutuhan keluarga. Responden lainnya yaitu ibu Hn dan ibu Rtn memiliki tanggapan yang serupa mengenai pembagian kerja di rumah. Dalam hal ini, mereka menyadari betul bahwa perempuan haruslah mampu setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek
80
dalam kehidupan. Ibu Rtn dan ibu Hn merupakan janda yang menghidupi keluarganya melalui berbagai usaha dengan tujuan untuk menyambung hidup agar tetap hidup layak. Kegiatan menjahit di sekretariat PEKKA kota Cimahi telah memberikan sumbangan ekonomi yang lumayan untuk keluarga mereka. Ketiga responden ini aktif mengikuti kegiatan di sekretaria PEKKA mulai dari mengikuti pelatihan, pameran, membuka usaha jahit, dan kegiatan organisasi lainnya. Ketiganya sepakat bahwa PEKKA telah membuka peluang mereka untuk berkontribusi aktif dalam organisasi dan tetap membantu perekonomian keluarga. Kegiatan PEKKA di setiap kelurahan beragam, salah satunya kelompok PEKKA di Kelurahan Baros. Kelompok PEKKA di Kelurahan Baros telah terbentuk sejak tahun 2012. Melalui pelatihan tata boga PEKKA yang pertama, dibentuk satu kelompok yang beranggotakan 10 orang untuk dibina dan diberikan dana hibah pada tahun 2013 dengan jumlah Rp. 15.000.000,00. Pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan tata boga bekerja sama dengan SMKN 3 Kota Cimahi dan magang di sentra pembuatan kue Yoel’s Cookies. Selain pelatihan tata boga, pernah kelompok PEKKA dibina untuk melakukan budidaya ikan lele namun terhenti karena kurangnya minat dan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki baik dari pembina lapang maupun dari anggotanya sendiri. Bentuk kerja dari kelompok PEKKA di kelurahan Baros adalah bentuk kerja mandiri, karena pembina lapang hanya memfasilitasi anggota kelompok untuk mendapatkan dana hibah PEKKA kemudian rutin membina. Karena masing-masing anggota PEKKA telah memiliki jenis usaha sendiri namun sering terhenti karena keterbatasan modal. Dana hibah diberikan secara langsung berupa uang tunai sebesar masing-masing Rp. 500.000,- maupun sesuai dengan kebutuhan peserta seperti penyediaan barang-barang produksi berupa alat masak, dan sebagainya. Respon anggota cukup baik, meskipun hasilnya tergantung individu. Beberapa anggota dapat mengembangkan usahanya sedangkan yang lainnya ada yang usahanya tidak berkembang karena dana hibah dianggap merupakan dana yang tidak perlu dikembalikan dan tidak bergulir. Kelompok PEKKA di Kelurahan Citereup bernama kelompok PEKKA Anggrek Bulan. Kelompok PEKKA di kelurahan ini mendapatkan dana hibah pada tahun 2012 sebanyak Rp. 15.000.000,-. Terdapat 10 anggota yang diberikan dana pinjaman sebanyak Rp. 500.000,-/orang yang menjalankan usaha sendiri-sendiri (tidak membentuk kelompok). Usaha yang dijalankan bermacam-macam, seperti warung kecil, usaha makanan dan kue basah juga jasa jahit. Perguliran dana hibah PEKKA sempat tersendat dikarenakan adanya isu berbau korupsi yang membuat seluruh pengurus PEKKA dimintai keterangan oleh kejaksaan. Tidak banyak pihak yang paham mengapa dana PEKKA dipermasalahkan. Terselip pula dugaan isu politik yang menyertai program PEKKA di kota Cimahi. Hal ini membuat kinerja kelompok PEKKA yang telah didanai menjadi macet dikarenakan keengganan pengurus untuk melanjutkan karena rentan.
81
Kelurahan Citeureup salah satunya. Anggota aktif di kelurahan ini menjadi berkurang, dan pembukuan menjadi kurang teratur sehingga banyak yang tidak mengembalikan pinjaman dana modal dari PEKKA sehingga mengakibatkan sulitnya membantu anggota PEKKA yang lain untuk mengembangkan usaha. Sebanyak empat kali pelatihan di kelurahan telah dilaksanakan, yaitu pelatihan tata boga di SMKN 3 Cimahi, TTUC, Pelatihan jahit dan sulam pita di kecamatan. Serta diadakan pula program magang di sebuah UMKM, yaitu Peyeum Ketan Istimewa. Dipaparkan pula kondisi perempuan kepala keluarga di kelurahan Citereup yang kebanyakan merupakan janda cerai mati. Kondisi ini menyulitkan pendamping lapang untuk melakukan pendekatan karena kondisi psikologis perempuan yang ditinggalkan suaminya yang meninggal sulit untuk bangkit, apalagi meningkatkan keadaan ekonomi keluarga. Hal ini jelas berbeda dengan spirit perempuan yang cerai hidup yang cenderung memiliki tekad kuat untuk membangun keluarga yang lebih baik setelah menyandang status sebagai kepala rumah tangga. Kelurahan cigugur tengah terbilang cukup disiplin dalam menerapkan sistem pinjaman dana hibah karena Ibu Hnn yang didaulat menjadi bendahara cukup aktif dalam mengumpulkan anggota setiap bulan untuk menanyakan progress dari usahanya dan mengambil iuran pinjaman sebesar Rp. 55.000/ bulan yang merupakan cicilan pinjaman dana dan iuran tetap sebanyak Rp. 5000 yang dibayarkan setiap bulan sebanyak 10 kali. Dana tersebut digulirkan kembali untuk pinjaman modal selanjutnya, atau dipinjamkan kepada anggota PEKKA lain yang belum mendapatkan dana sebelumnya. Namun, tidak semua anggota secara aktif melakukan kegiatan PEKKA dan mengembalikan dana pinjaman, dari 10 anggota yang mendapatkan dana hibah hanya 7 anggota yang masih aktif. Selain itu, beberapa anggota PEKKA sudah tidak mendapatkan dana pinjaman karena status ekonominya sudah berubah baik karena menikah kembali atau sudah memiliki pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya Kinerja program PEKKA di kelurahan Karang Mekar tidak jauh berbeda dengan kelurahan-kelurahan lain. Ibu Tti menjelaskan pengalamannya sebagai ketua kelompok PEKKA Karang Mekar saat menghadapi persidangan dari kejaksaan mengenai dana hibah PEKKA. Pada saat itu ibu Tti menjawab sekitar 18 pertanyaan mengenai PEKKA. Kendala dari permasalahan ini adalah ketidaktahuan pendamping, pengurus, dan anggota PEKKA dalam membuat proposal pengajuan dana. Sehingga mereka hanya mengikuti contoh yang diberikan BPMPPKB Kota Cimahi dan berakibat kemiripan seluruh proposal. Dijelaskan pula kondisi perempuan yang memiliki suami namun suaminya tidak memiliki pekerjaan. Beberapa anggota PEKKA Karang Mekar dalam kondisi tersebut sehingga merasa jenuh dan lebih memilih memiliki kegiatan di luar rumah. Seperti menjadi kader posyandu, PKK, dan kegiatan lainnya.
82
Lampiran 3 Dokumentasi penelitian
Gambar 6.1 Foto bersama setelah melaksanakan kegiatan PEKKA di Sekretariat PEKKA Kota Cimahi
Gambar 6.2 Kegiatan menjahit di sekretariat PEKKA Kota Cimahi
83
Gambar 6.3 Suasana wawancara dengan salah satu responden
Gambar 6.4 Salah satu responden sedang membuat pesanan makanan sebagai salah satu kegiatan PEKKA
84
Gambar 6.5 kegiatan peserta PEKKA di luar pelatihan dan pendampingan
85
RIWAYAT HIDUP Penulis Lahir di Kota Cimahi, 16 November 1994. Putri pertama dari pasangan Ahmad Saepudin dan Yanti Murdiyanti, memliki satu adik laki-laki bernama Riyadh Ahmad Faridz. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2006 di SDN Harapan III Kota Cimahi, dan sekolah menengah pertama di SMPN 2 Kota Cimahi pada tahun 2009. Setelah itu, penulis melanjutkan sekolah ke jenjang sekolah menengah atas di SMKN 11 Kota Bandung jurusan Teknik Komputer dan Jaringan dan lulus pada tahun 2012. Kemudian, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tulis dan meneruskan pendikan sarjana di departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Di samping mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjabat sebagai Presiden Komunitas mengajar Sanggar Juara pada tahun 2014 dan sebagai direktur divisi jurnalistik Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) 2015. Dalam kegiatan kepanitiaan penulis mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan sebagai staff divisi hubungan masyarakat dalam Connection 2014, serta staff divisi acara di the 2nd Connection dan Gebyar Nusantara 2015. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah komunikasi bisnis.