PERAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA SEK TOR INFORM AL (Studi K asus Pada Pedagang Warung Nasi Di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menempuh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos)
Disusun Oleh
RAHM I GARNASIH (106032201119)
JURUSAN SOSIOLOGI FAK ULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF H IDAYATULLAH JAK ARTA 2011
ABSTRAK
Rahmi Garnasih. Peran Modal Sosial dalam Pemberdayaan uan pada Sektor Informal (Studi Pada Pedagang Warung Nasi di Kampung Lio Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok) Skripsi, Jakarta: Jurusan Sosiologi, Fakultas ilmu Sosial dan Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Modal sosial terdiri dari beberapa elemen, yaitu norma, trust , dan jarin gan. Semuanya akan diteliti melalui gambaran sektor informal dilihat dari perempuan yang bekerja sebagai pedagang Nasi di Kampung Lio Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok. Permasalahan penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini yaitu mengetahui gambaran modal sosial dan peranannya terhadap pemberdayaan perempuan pada sektor informal. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui gambaran modal sosial dan peran pemberdayaan perempuan pedagang nasi di Kampung Lio Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok. Selanjutnya, penelitian ini dapat berguna sebagai masukan menentukan kebijakan yang tepat oleh stakeholder terhadap pemberdayaan perempuan, khususnya pedagang perempuan. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan meto pengumpulan data, wawancara dan observasi pedagang perempuan yang berlokasi di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok. Penelitian ini menghasilkan jawaban tindakan yang diakui oleh pedagang mencerminkan norma informal berlanjut kepada timbulnya trust diantara pedagang dan pihak-pihak yang berinteraksi dengan pedagang sehingga adanya nilai-nilai yang dibangun bersama (sosiabilitas). Aturan -aturan informal yang berlaku di kelompok pedagang mampu mereka patuhi bersama, meskipun tidak ada perjanjian tertulis. Sehingga aturan-aturan informal tersebut menjadi normanorma tersendiri yang berkembang serta dilaksanakan secara bersama-sama. Maka, peran norma dikelompok pedagang sebagai pembentuk aturan -aturan informal yang mengiringi proses interaksi diantara pedagang dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan pedagang, khususnya pedagang masakan matang. Peran jaringan di kelompok pedagang nasi diantaranya adalah bertambahnya jumlah pelanggan, pedagang mudah memperoleh bahan -bahan baku, perilaku saling membantu diantara pedagang, pedagang mendapatkan rasa aman, pedagang memperoleh dukungan dari anggota keluarganya dalam menjalankan usahanya.
K ATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat llah SWT yang telah memberikan segala karunia besar-Nya kepada kita semua, penggenggam setiap kejadian, pengangkat setiap kemuliaan dan penye urna kebahagiaan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai hamba pilihan yang membimbing umatnya untuk menemui jalan Tuhan -Nya dan seluruh keluarga, sahabat serta um at-Nya sepanjang zaman. Dengan rasa puji syukur penulis panjatkan kehadirat-Nya dengan sifat Rahman, Rahim -Nya serta meyakini bahwa Allah SWT memiliki kuasa diatas keinginan hamba-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Peran Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Perempuan Pada Sektor Informal (Studi Kasus Pada Pedagang Warung Nasi di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok”. Dengan selesainya skripsi ini, penulis ucapkan terimakasih kepada pihakpihak yang telah membantu, memberikan dorongan serta motivasinya, diantaranya :
1. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik beserta para pembantu Dekan.
2. Bapak Zulkifly, Ph. D, Ketua Jurusan Sosiologi. 3. Ibu Joharotul Jamilah, M. Si, Sekretaris Jurusan Sosiologi 4. Bapak Jajang saprijal, yang telah banyak membantu dalam mengurus nilai 5. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya serta banyak memberikan masukkan kepada penulis mengenai penelitian yang penulis kerjakan semoga Allah SWT memberikan kesehatan kepada beliau serta membalas ibadah beliau.
amal
6. Bapak Hendro Prasetyo, Ph. D, Dosen Penasehat Akademik, Kepada Dosen Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 7. Bapak/Ibu Dosen Fakuktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis sewaktu berada di bangku kuliah.
8. Pimpinan dan segenap karyawan Perpusatakaan Utama dan
ustakaan
Ushuluddin yang telah memfasilitasi penulis dalam mencari bahan literatur berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
9. Para informan yang telah bersedia penulis wawancarai berkaitan dengan pengumpulan data dalam penulisan skripsi. 10. Kepada Orang Tua Penulis, Ayahanda Tukiman (Alm) yang
lu
berjuang untuk anak-anaknya semoga amal ibadahnya selama beliau hidup di terima Allah SWT. Amin dan Ibunda Isah Sariyah
yang selalu
mendo’akan penulis setiap nafasnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan, kesehatan kepada beliau dan semoga apa yang beliau inginkan selama ini untuk ibadah berangkat ke Tanah Suci di kabulkan. Amin.
11. Kepada kakak-kakak tersayang Sri Utami, SE, Wiwik Puji Widodo, Bdn Suliyanti, Drs. Mas’ad Hadianto. Terimakasih untuk sem
jasa-jasa
kalian tak kan pernah ku lupakan.
12. Kepada ponakan ku Firdha, Erinda, Dania, Jelita, Dina, Adlian dan sepupu ku semuanya Ika, Putri, Lintang terima kasih atas hari-harinya.
13. Kepada Oman Hidayatur Rahman yang telah memberikan motivasi dan doa yang tak pernah putus, semoga kebaikannya di balas oleh Allah SWT.
14. Seluruh teman -teman angkatan 2006 Sosiologi, Kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN), Kosan Sri Makmur, teman -teman asrama, Tya Kristya Anyarani, Mitri Handayani, Lesti Trianasari, Jehan, Betri, Ilham, Bima, Ones dan kepada orang yang pernah hadir dalam hidup ku. Terima kasih untuk teman -teman ku semua yang telah memberikan motivasi kepada
penulis. 15. Kepada semua teman -teman dan orang-orang yang belum bisa disebut satu persatu namun tak mengurangi rasa terimakasih penulis.
Depok,
Mei 2011
Rahmi Garnasih
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ................................................................................................................. i KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii DAFTAR ISI.............................................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A. .................................................................................................... L atar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. .................................................................................................... P embatasan dan Perumusan Masalah ....................................................... 7
C. .................................................................................................... T ujuan Penelitian ........................................................................................ 7
D. .................................................................................................... M anfaat Penelitian ....................................................................................... 7
E. .................................................................................................... T injauan Penelitian sejenis ........................................................................ 7
F. ..................................................................................................... M etodologi Penelitian ................................................................................................................... 1 1 G. .................................................................................................... S istematika Penulisan
................................................................................................................... 1 5 BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................................................................................................................... 1 6 A. .................................................................................................... M odal Sosial
................................................................................................................... 1 6 1. ............................................................................................... P engertian Peran
............................................................................................................. 1 6 2. ............................................................................................... P engertian Modal Sosial
............................................................................................................. 1 8 3. ............................................................................................... D imensi Modal Sosial
............................................................................................................. 2 3 4. ............................................................................................... P eran dan Fungsi Modal Sosial
............................................................................................................. 2 4 B. .................................................................................................... P emberdayaan
................................................................................................................... 2 5 1. ............................................................................................... P engertian Pemberdayaan ............................................................................................................. 2 5 2. ............................................................................................... T ujuan Pemberdayaan
............................................................................................................. 2 7 3. ............................................................................................... T ahapan Pemberdayaan
............................................................................................................. 2 8 4. ............................................................................................... S trategi Pemberdayaan
............................................................................................................. 3 1
C. .................................................................................................... P emberdayaan Perempuan
................................................................................................................... 3 2 1. ............................................................................................... P engertian Pemberdayaan Perempuan
............................................................................................................. 3 1 2. ............................................................................................... T ujuan Pemberdayaan Perempuan
............................................................................................................. 3 4 3. ............................................................................................... C iri Khas Pemberdayaan Perempuan ............................................................................................................. 3 6 D. .................................................................................................... S ektor Informal
................................................................................................................... 3 7 1. ............................................................................................... P engertian Sektor Informal
............................................................................................................. 3 8 2. ............................................................................................... J enis-jenis Sektor Informal ............................................................................................................. 4 0 BAB III MODAL SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA SEKTOR INFORMAL ...................................................................................................................................... 4 0 A. ......................................................................................................... G ambaran Obyek Penelitian
......................................................................................................................... 4 0 1. ..................................................................................................... J umlah dan Mata Pencaharian Penduduk di Kel. Pancoran Mas Kec.Pancoran Mas Depok ................................................................................................................... 4 2 2. ..................................................................................................... K ondisi Ekonomi Penduduk di Kel. Pancoran Mas Kec. Pancoran Mas
Depok ................................................................................................................... 4 4
3. ..................................................................................................... K ondisi Sosiologis Penduduk di Kel. Pancoran Mas Kec. Pancoran Mas
Depok ................................................................................................................... 4 7 B. Gambaran Umum Pedagang Jenis Masakan Matang di Kampung Lio Pasar Depok Lama Kelurahan Pancoran Mas Depok ......................................................................................................................... 5 1 C. Gambaran Modal Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Pada Sektor Informal ......................................................................................................................... 5 5
1. .......................................................................................................... K eterikatan Terhadap Aturan Informal di dalam Kelompok Pedagang
......................................................................................................................... 5 5 2. .......................................................................................................... I mplikasi Trust terhadap Pemberdayaan Perempuan
......................................................................................................................... 6 0 3. .......................................................................................................... J aringan Personal Perempuan Pedagang
......................................................................................................................... 6 5
D. Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan Perempuan ............................................................................................................................... 6 9
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................................... 7 1 A. ......................................................................................................... K esimpulan ......................................................................................................................... 7 1 B. .......................................................................................................... S aran ......................................................................................................................... 7 3 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................................... 7 4 LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 7 6
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Gejala sosial terkait dengan perempuan yang bekerja di sektor informal bukanlah hal yang asing lagi di masyarakat, terutama di daerah pekotaan (Urban). Sektor informal telah terbukti menjadi kutub pengaman bagi masyarakat miskin terutama di Negara-negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia.1 Kegiatan yang dilakukan oleh perempuan di sektor informal merupakan kesempatan bagi perempuan untuk melakukan aktifitas produksi di tengah -tengah kondisi ekonomi yang kurang mendukung bagi kelompok miskin. Tujuan kegiatan yang dilakukan oleh perempuan semata-mata tidak
1
Ratih Dewayanti & Erna Ernawati Chotim, Marjinalisasi & Eksploitasi Perempuan Usaha Mikro Di Pedesaan Jawa, (Bandung: Yayasan AKATIGA, 2004)
terlepas dari pentingnya kelangsungan hidup dari para
keluarga yang
dimilikinya.
Kegiatan perempuan di sektor informal memainkan peranan penting di dalam pembangunan masyarakat yang mencerminkan pemberdayaan. Pada dasarnya, konsep pemberdayaan menyangkut kekuatan sosial dan informal tentang sumber-sumber keuangan.
Pengembangan sumber daya bagi perempuan atau pemberdayaan terhadap perempuan secara umum akan dapat meningkatkan peranan perempuan Indonesia dalam pembangunan Negara ini. Ini merupakan kesempatan bagi perempuan untuk dapat arena bekerja di ruang publik pada masa transisi yakni ke arah industrialisasi, yang terutama terjadi di daerah
perkotaan. Tabel di bawah ini akan memberikan gambaran betapa pentingnya peranan perempuan di sektor informal karena kaum perem
n ternyata lebih
banyak memberikan kontribusi di sektor informal di bandingkan dengan lakilaki. 2
2
Aida Vitalaya Hubeis, Akses Perempuan Terhadap Sumber Permodalan, Makalah Yang Disampaikan Dalam Acara Silaturahmi Dan Semiloka Nasional Perempuan Parlemen se Indonesia, Jakarta 22-24 November 2006 , di gedung Nusantara IV DPR RI dan Hotel Sahid Jakarta.
Tabel 1.1
Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Dan Jenis Kelamin Tahun 2001-2004 Status Pekerjaan Formal
Informal
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Kesenjangan Gender Perempuan Laki-laki Kesenjangan Gender
2001
2002
2003
2004
25,90 36,14 10,24
24,75 33,55 8,80
23,57 31,89 8,32
24,73 33,40 8,67
74,10 63,86 10,24
75,25 66,45 8,80
76,43 68,11 8,32
75,27 66,60 8,67
Program pemberdayaan untuk perempuan pernah berhasil dilakukan di Bangladesh. Program ini salah satu model pemberdayaan bagi perempuan lapis bawah (miskin). Pada awalnya Muhammad Yusuf pendiri Grameen Bank, memulai gerakannya dengan memodali 27 dolar AS pada 42 nasabah perempuan untuk usaha-usaha kecil pembuatan kursi di desa Jobra. Bangladesh. Atas keberhasilannya, Komite Nobel Norwegia pada tahun
6
telah menganugrahkan hadiah Nobel bagi penggagas dan pendiri Grameen
Bank, Muhammad Yusuf.3 Organisasi pemberdayaan seperti Grameen Bank, tentunya dalam melaksanakan program -programnya memiliki hub ungan-hubungan dan nilainilai tertentu dengan para anggotanya. Keberhasilan suatu program pemberdayaan sebenarnya tak luput dari luas jaringan program tersebut, nilai 3
M. Amin Azis, Republika, 6 Desember 2006.
dan norma yang dianut para anggota organisasi pemberda
Singkatnya,
jaringan, nilai dan norma adalah elemen penting dari modal sosial karena tanpanya sepertinya akan sia-sia belaka. Pemberdayaan merupakan usaha mendapatkan akses atau jalur atas sumber daya ekonomi, politik dan budaya agar dapat mandiri. 4 Proses pemberdayaan perempuan di Depok menyangkut budaya yang terdapat di dalamnya nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, seperti niai ekonomi yakni mendapatkan penghasilan, nilai politik yakni ikut serta dalam pengambilan keputusan baik di dalam keluarga maupun masyarakat dan nilai
sosial yakni membantu sesama anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Nilai sosial tersebut merupakan aspek modal sosial yang mempengaruhi
proses
pemberdayaan
karena
sasaran
pemberdayaan
perempuan di Depok yang para perempuannya. Sebagaimana yang diungkapkan Fukuyama bahwa “..... Kenyataan bahwa nilai-nilai moral dan aturan sosial bukanlah semata-mata kekangan
sewenang-wenang atas pilihan individu: sebaliknya, itulah prasyarat bagi setiap jenis kerja sama. 5 Permasalahan yang melatar belakangi para pedagang perempuan yaitu sempitnya lahan kerja formal untuk perempuan di
Pasar Depok
Lama, sebab mayoritas para perempuan di sana matoritas lulusan SMP.
4
Ratih Dewayanti & Erna Ermawati Chotim, Marjinalisasi & Eksploitasi Perempuan Usaha Mikro Di Pedesaan Jawa, (Bandung: Yayasan AKATIG A, 2004) hlm.25 5 Francis Fukuyama, Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru, (Jakarta: PT. Gramedia, 2005), hlm. 17
Mereka pun harus memenuhi keluarganya yang dari tingkat ekonomi masih di bawah. Maka, untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi para perempuan harus mempunyai skill yang dimiliki. Para perempuan harus menciptakan, membangun serta menggali potensi-potensi yang ada di dalam diri mereka. Pada tulisan in potensi perempuan yang akan digali adalah keterampilan perempuan di Depok dalam berdagang. Di balik kegiatan berdagang apakah terdapat cerminan modal sosial yang berpengaruh pada pemberdayaan perempuan di sektor informal. Keikutsertaan para perempuan di sektor informal yang berada di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok ternyata memberikan banyak fungsi bagi pengembangan
diri
perempuan.
Mereka
semulanya
belum
dapat
mengidentifikasi potensi yang ada di dalam dirinya kin dapat mengenali potensi diri mereka masing-masing sehingga para perempuan dapat mengaplikasikannya melalui keterampilan yang mereka kuasai. Kegiatan pemberdayaan perempuan di Depok juga mempengaruhi secara psikologi khususnya dalam hal membangun kepercayaan diri perempuan terhadap dirinya maupun dihadapan orang lain. Pemberdayaan
perempuan juga sebagai proses pendidikan bagi perempuan,
ususnya di
tingkat akar rumput akan menjadi kekuatan bagi para perempuan untuk mentransformasikan dirinya baik secara ide maupun praktis. Konsep teori modal sosial yang digunakan oleh Coleman berasal dari tindakan individu sebagai hasil interaksinya dan kemudian
mendatangkan manfaat bagi publik. “Sebagai atribut dari struktur sosial di mana seseorang terlibat di dalamnya, kapital sosial /
sosial bukanlah
kepemilikan pribadi yang bermanfaat hanya bagi orang-orang yang memilikinya.” 6 Manfaat bagi publik/kebersamaan merupakan salah penting yang menjadi nilai utama modal sosial. Dengan
satu aspek ian, perihal
manfaat bersama yang ada di dalam konsep modal sosial
modal
sosial dengan modal fisik maupun modal manusia (human capital).7 Selanjutnya,
Coleman
dalam
tulisan
Zulkifly
mengidentifikasikan konsep modal sosial ke dalam tiga
Al
Humami
l, “kewajiban dan
harapan yang bersandar pada kepercayaan atau kesetiaan (trustworthiness) dalam lingkungan sosial; saluran informasi yang bersumber dari kapabilitas
struktur sosial; dan norma-norma yang disertai sanksi-sanksi efektif.” 8 Beragamnya modal sosial di wilayah Depok yang dapat meningkatkan pemberdayaan perempuan pada sektor informal tentu saja sangat menarik untuk di kaji lebih lanjut. Modal sosial atau kontribusi para perempuan di sektor informal di Depok akan menentukan apakah terdapat hubungan modal sosial dengan pemberdayaan perempuan, dapat didasarkan pada formasi
6
Laura Evelyn R. Sihombing, Kehidupan Sebuah Kampung Tua Jakarta: Studi Tentang Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Komunitas Kampung Luar Batang – Jakarta Utara, (Depok: FISIP UI), hlm. 22 7 Zulkifli Al-Humami, Kapital Sosial Pedagang Kaki Lima (PKL): Studi tentang Sosiabilitas Kumintas Pedagang Angkringan di Kota Yogyakarta, (Depok: Fisip UI, 2006),hlm. 18 8 Zulkifli Al-Humami, Kapital Sosial Pedagang Kaki Lima (PKL): Studi tentang Sosiabilitas Kumintas Pedagang Angkringan di Kota Yogyakarta,, hlm. 23
modal sosial dengan pemberdayaan perempuan dan kondisi riil di daerah
Depok. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar penulisan ini mempunyai arah terfokus maka masalah akan dibatasi pada tiga elemen modal sosial yaitu trust (kepercayaan), normanorma dan jaringan.
Sedangkan perumusan masalahnya, antara lain:
1. Bagaimana gambaran modal sosial dan pemberdayaan perempuan pedagang nasi pada sektor Informal di Pasar Depok Lama Pancoran Mas
Depok? 2. Apakah modal so sial berperan atau memberi kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan pada sektor Informal di Pasar Depok Lama
Pancoran Mas Depok?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui gambaran modal sosial dan pemberdayaan perempuan pedagang warung nasi di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok?
b. Untuk mengetahui apakah modal sosial memberi kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan pada sektor Informal di Pasar Depok Lama
Pancoran Mas Depok.
D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan baru dalam peran modal sosial dalam pemberdayaan perempuan pada sektor informal.
b. Manfaat Praktis Penelitian ini penulis berharap bisa memberikan informasi bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang peran modal sosial dalam pemberdayaan perempuan pada sektor informal (studi kasus pedagang nasi di Pasar
Depok Lama Kel. Pancoran Mas Kec. Pancoran Mas.
E. Tinjauan Penelitian Sejenis
Sebelum penelitian ini memasuki tahap pengambilan data di lapangan, peneliti berusaha mencari penelitian yang sudah pernah dilakukan dan tentunya memiliki kajian yang hampir sama. Pertama , penelitian dengan judul “Peranan Modal Sosial Terhadap Program Pemberdayaan Perempuan Usaha Kecil (PPEPUK) Kelurahan Jelambar Baru Kecamatan Grogol Pertamburan Jakarta Barat)”. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa pasca sarjana Universitas Indonesia, Andi Almah Aliuddin. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitiannya adalah penelitian evaluatif untuk mengevaluasi program atau proyek yang telah berakhir, untuk pemilihan informan utama diambil dengan teknik purposive. Permasalahan penelitiannya
adalah peran modal sosial dalam
pelaksanaan proyek PPEPUK di kelompok Melati dan Lesatari, kemudian akan dianalisis ke dalam tiga hal yakni pelaksanaan proyek PPEPUK, identifikasi modal sosial yang berkembang di dua kelompok dan terakhir peran modal sosial terhadap pelaksanaan proyek PPEPUK. Teori yang digunakan adalah modal sosial menurut Uphoff karena bentuk modal sosial yang dipaparkan dapat menganalisa dinamika kelompok, di mana bentuk modal sosial terdiri dari peran, aturan dan prosedur. Temuan lapangan atau hasil penelitian yang diperoleh Andi berdasarkan analisa pelaksanaan dan identifikasi modal sosial bahwa unsurunsur modal sosial seperti kepercayaan, kerjasama, solidaritas
dan
kedermawanan mendorong tindakan kelompok dalam melaksanakan kegiatan proyek PPEPUK, sehingga mampu menciptakan kerjasama positif demi keberlanjutan usaha dari keberhasilan proyek PPEPUK serta proyek di
dalamnya.9 Kedua, penelitian yang berjudul “Kapital Sosial Pedagang Kaki Lima (PKL): Studi Tentang Sosiabilitas Komunitas Pedagang Angkringan di Kota Yogyakarta”, Penelitian ini merupakan tesis yang dikerjakan Zulkifli AlHumami. Metode yang d igunakan adalah pendekatan kualitatif dan data diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengamatan lapangan, subyek penelitian adalah para pedagang angkringan yang tergabung dalam kelompok angkringan Demangan. Sementara itu yang menjadi fokus penelitian Zulkifli yakni melihat: a) bagaimana para pedagang angkringan membangun jaringan
sosial-ekonomi; b) bagaimana para pedagang angkringan membangun dan mengembangkan kepedulian sosial; dan c) bagaimana para pedagang angkringan membangun dan memelihara kepercayaan sosial. Untuk
menjawab
pertanyaan -pertanyaan
penelitian,
Zulkifli
menggunakan teori jaringan James Colemen, relasi-relasi merujuk pada Robert D. Putnam, dan Francis Fukuyama untuk teori norma-norma (nilainilai) Kooperatif. Hasil yang di dapatkan zulkifli yaitu para ped agang angkringan
9
membangun
jaringan
sosial-ekonomi
secara
kolektif
Andi Almah Aliuddin, Peranan Modal Sosial Terhadap Program Pemberdayaan Usaha Kecil (Studi Kasus Pada Proyek Penguatan Pengembangan Ekonomi Perempuan Usaha Kecil (PPEPUK) Kelurahan Jelambar Baru Kecamatan Grogol Pertamburan Jakarta Barat), (Depok: FISIP UI, 2004.
(komunalistik) yang berakar pada ikatan-ikatan sosial, dan norma-norma sosial masyarakat Jawa, Yakni kesetiakawanan dan kerukunan membangun kepedulian sosial diantara sesama pedagang angkringan, serta norma-norma kelompok menjadi pedoman oleh komunitas pedagang angkr
bagi
perilaku sosial-ekonomi mereka yang selanjutnya menjadi dasar bagi penciptaan kepercayaan sosial. 1 0 Ketiga , penelitian yang dilakukan oleh Laura Evelyn R. Sihombing
dengan judul “Kehidupan Sebuah Kampung Tua Jakarta (Studi Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Komunitas Kampung Luar Batang – Jakarta Utara)”. Metode pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif -eksplanatif yakni selain memberikan gambaran peneliti juga memberikan sejumlah penjelasan tentang kondisi penduduk Kampung Luar Batang. Peneliti live in di lokasi penelitian dengan tujuan mendapatkan gambaran yang lebih spesifik, peneliti juga melakukan
mendalam
kepada orang-orang dan berbagai kelompok/institusi (formal dan informal) dalam kampung. Pertanyaan penelitian yang ingin di jawab oleh peneliti ialah: bagaimana bentuk modal sosial yang terdapat dalam komunitas Kampung Luar Batang; apakah buruknya pengelolaan lingkungan kampung berkaitan dengan lemahnya modal sosial komunitas kampung?; bagaimana kemungkinan
10
pemberdayaan
bentuk
modal
sosial
tersebut
yang
Zulkifli Al-Humami, Kapital Sosial Pedagang Kaki Lima, (Studi Tentang Sosiabilitas Komunitas Pedagang Angkringan di Kota Yoyakarta), Depok: FISIP UI, 2006.
memungkinkan
komunitas
kampung
berpartisipasi
secara
aktif
dan
mengambil keuntungan dari proses pembangunan?11 Hasil penelitian Laura Evelyn R. Sihombing adalah komunitas Kampung Luar Batang memiliki potensi modal sosial yang tinggi dalam kelompok keagamaan, ikatan sosial yang erat, rasa kebersamaan, didukung dengan nilai sejarah kampung yang berharga, serta pengetahuan lokal yang dimiliki komunitas. Akan tetapi potensi modal sosial yang dimiliki oleh komunitas Kampung Luar Batang ternyata belum mampu membawa
penduduk kampung ke taraf hidup yang lebih baik. Tinjauan -tinjauan penelitian di atas telah memberikan beberapa
referensi serta contoh -contoh tentang rujukan penelitian sejenis, hingga peneliti dapat melihat secara seksama perbandingan -perbandingan dari penelitian satu dengan yang lain. Oleh karenanya, peneliti dapat terhindar dari kemiripan fokus penelitian -penelitian yang telah ada sebelumnya. Peneliti memfokuskan pada menggambarkan modal sosial d sektor informal dalam pemberdayaan perempuan dan apakah modal sosial berperan terhadap pemberdayaan perempuan pada sektor informal d Pasar Depok
Lama Pancoran Mas Depok. F. Metodologi Penelitian 1. Waktu dan L okasi Penelitian
11
Laura Evelyn R. Sihombing, Kehidupan Sebuah Kampung Tua Jakarta (Studi Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Komunitas Kampung Luar Batang – Jakarta Utara), Depok: FISIP UI, 2003.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai Maret 2011. Dengan catatan penelitian berakhir jika data-data yang diperlukan telah rampung. Lokasi penelitian dilakukan di Sektor Informal Pasar Depok Lama
Pancoran Mas Depok. Penulis memilih lokasi di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok karena lokasi tersebut tidak jauh dari rumah penulis hingga mudah untuk sering observasi di lokasi tersebut dan mayoritas pedagang perempuan warung nasi berada di Sektor Informal Pasar Depok Lama Pancoran Mas
Depok.
2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun dan menggali data, baik berupa kata-kata maupun tulisan dari orang-orang yang diamati guna mendapatkan data-data yang diperlukan kemudian mengolah dan menganalisanya secara deskriptif. Kata deskriptif berasal dari bahasa Inggris “ description ” yang berarti penggambaran, kata kerjanya adalah “ to describe” artinya menggambarkan.12 Penelitian
deskriptif merupakan
penelitian
yang dimaksudkan
untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya.
12
M. Meden Ridwan, ed. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, (Bandung: Nuansa, 2001), h.229.
Jadi, dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan alasan karena penelitian kualitatif bertujuan untuk menentukan dan menggali data dari yang diamati oleh penulis, di mana penulis tidak hanya meneliti perilaku subyek akan tetapi penulis berusaha menyelami kehidupan
keseharian, seperti cara pedagang memasak masakan yang akan dijual, melihat aparat keamanan saat mereka meminta retribusi kepada pedagang dan lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi yaitu sebuah metode pengumpulan data berupa pengamatan dan pencatatan secara sistematik mengenai fenomena-fenomena yang diselidiki. 13 Observasi juga bisa dikatakan cara untuk memperoleh data dalam bentuk mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasi observasi. Teknik observasi yang peneliti lakukan bersifat langsung yaitu mendatangi sektor informal di Kelurahan Pancoran Mas Depok yang mana terdapat informan sebagai observer/partisipan .
13
1999)
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
b. Wawancara/Interview Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh
pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan yang diwawancara (Interviewee) yang memberikan pertanyaan atas jawaban pertanyaan itu.14 Penelitian ini menggunakan wawancara terbuka tak berstruktur dengan cara mengajukan pertanyaan yang tidak terikat dan lebih bebas berdasarkan
pedoman
pertanyaan yang dimiliki oleh
penulis untuk
memperluas informasi yang dibutuhkan. Untuk mendukung analisa tersebut, penulis melakukan wawancara secara langsung kepada 1 orang pemilik warung nasi tegal yaitu Ibu Wati yang berasal dari Jawa , 1 orang pedagang nasi uduk yaitu Ibu Ipah yang berasal dari Jawa, 1 orang pemilik warung sunda yaitu
Tika yang berasal
dari Sunda, 1 orang pedagang gado -gado yang berasal dari Betawi, 1 orang pemilik warung bebek yaitu Mba Dian yang berasal dari
1 orang
pedagang soto yaitu Mba Iyah yang berasal dari Betawi dan 6 orang pelanggan warung nasi. 3 pelanggan warung nasi. Para pelanggan di jadikan informan untuk memperkuat data yang dibutuhkan. Semuanya informan
berjumlah 9 orang. c. Dokumentasi
14
Imam Prayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), cet ke-2, h. 167.
Yaitu dengan mencari data-data yang tertulis, baik berupa buku, jurnal, ataupun lainnya. Teknik ini dilakukan dengan cara mengkategorikan (mengklasifikasikan) kemudian mempelajari bahan -bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian dan mengambil data atau informasi yang dibutuhkan. Sumbernya berupa dokumen, buku, majalah, Koran dan lain-lain. Data yang diambil adalah data sekunder.
4. Instrumen Penelitian Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan pedoman wawancara, kamera digital dan tape recorder untuk mendukung kegiatan wawancara agar lebih mudah mengolah data hasil wawancara.
5. Sumber Data a. Data Primer. Yaitu data dari hasil observasi dan wawancara sektor informal b. Data Sekunder. Yaitu berupa dokemen, buku -buku tertentu, majalah dari berbagai literature yang berhubungan dengan penelitian.
F. Sistematika Penulisan Bab I, bab ini membahas pendahuluan yang menguraikan Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Tinjauan Penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II, bab ini membahas tentang tinjauan teoritis yang terdiri dari :
Pengertian Modal Sosial, Dimensi Modal Sosial, Peran dan Fungsi Modal Sosial, Pengertian, Tujuan, Tahapan, Strategi Pemberdayaan Perempuan. Bab III, bab ini membahas Tentang Gambaran Modal Sosial Dan Pemberdayaan Perempuan Pada Sektor Informal berlokasi di Pasar Depok
Lama Pancoran Mas Depok. Bab IV, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Peran 1. Pengertian Peran Peran mempunyai kaitan yang sangat erat dengan status (kedudukan), walaupun terlihat berbeda tetapi keduanya sangat mempunyai hubungan erat, sebab seseorang dapat dikatakan berperan manakala seseorang tersebut mempunyai kedudukan atau status.
Peran atau sering juga disebut role, peran adalah seperangkat harapanharapan yang dikenakan individu tertentu yang mempunyai kedudukan sosial tertentu. Menurut David Berry harapan merupkan hubungan dari normanorma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan; peran itu ditentukan oleh norma dalam masyarakat, berarti seseorang diwajibkan untuk melakukan halhal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan dan tingkah laku. 15 Peran yang penulis sebutkan di depan berkaitan dengan
idu. Tapi
yang akan penulis bicarakan adalah peran modal sosial dalam pemberdayaan perempuan pada pedagang warung nasi di Pasar Depok Lama Pancoran Mas
Depok.
Manusia dalam masyarakat diungkapkan sebagai pelaku dari perananperanan sosial, istilah peranan menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai lakon. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat jadi peranan sosial adalah bagian dari fungsi masyarakat. Karena manusia dalam kehidupannya menempati kedudukan -kedudukan tertentu, oleh karena itu mereka merasa bahwa setiap
kedudukan
yang mereka tempati itu
menimbulkan harapan -harapan (expectattions) tertentu dari orang -orang sekitar. Misalnya dalam setiap peranan yang berkaitan seseorang
diharapkan
dapat
menjalankan
pekerjaan,
kewajiban -kewajiban
yang
berhubungan dengan peranan yang dip egangnya. 15
N. Grass WS. Massa dan AW. MC. E achen, “Exploration Role analysis” dalam David Berry pokok -pokok pikiran dalam sosiologi, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995), Cet. 3, h. 99100.
Dari penjelasan di atas tentang peranan, dapat disimpulkan beberapa aspek: 1 6
1. Peranan sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat. Fungsi pada umumnya adalah suatu pengertian menunjukkan pengaruh khas dari satu bagian terhadap keseluruhan. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama mengemban tugas umum, ialah mencakupi kepentingan umum yang berupa kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib ketentraman dan keamanan.
2. Peranan sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah ditentukan. Jika
peranan
sosial
ditinjau
dari
sudut
lain
yakni
bagaimana
pelaksanaannya, peranan sosial adalah seperangkat pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang harus diikuti oleh indiviu yang bersngkutan.
3. Peranan sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu. 4. Pelaku peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat. Sama halnya dengan suatu pementasan sebuah drama, pelaku -pelaku yang menjalankan peranan sosial diberi tempat dalam suatu tangga masyarakat.
5. Dalam peranan sosial terkandung harapan-harapan yang khas dari masyarakat. Setiap peranan sosial adalah sejumlah harapan yang hendak diwujudkan. 6. Dalam peranan sosial ada gaya khas tertentu 7. Setiap peranan dipegang individu mempunyai harapan yang berbeda-beda 16
Hendropuspito, Drs. D. Sosiologi Sistematik , h. 179 -181.
B. Modal Sosial 1. Pengertian Modal Sosial Konsep modal sosial dalam Buku Rahmat Rais. Mainstream ilmu sosial sebagai alat yang sistematis untuk menjelaskan
na pertama kali
diusung dilakukan oleh James Colemen (1988). 17 Kemudian konsep tersebut semakin di populerkan oleh Putnam (1993, 1995, 1999), Fukuyama (1995) dan ilmuwan sosial lainnya dalam buku Rahmat Rais pada akhir-akhir ini World
Bank
sebagai
institusi keuangan
internasional yang
menyalurkan bantuan ke negara dunia ketiga juga tertar
banyak
dengan kajian yang
menggunakan konsep modal sosial. 1 8 Pierre Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai “sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk
pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata
in: keanggotaan
dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”. 1 9 Dalam
pengertian
ini
transformasi dari hubungan
modal
sosial
sosial yang
menekankan
sesaat
dan
pertetanggaan, pertemanan, atau kekeluargaan, menjadi
17
pentingnya
rapuh,
seperti yang
Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), hlm. 116 18 Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah . 19 George Ritzer, Teori sosiologi Modern, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007)
bersifat jangka panjang yang diwarnai oleh perasaan kewajiban terhadap orang lain.
James Coleman dalam buku Rahmat Rais mendefinisikan modal sosial sebagai “sesuatu yang memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek
struktur
sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut”. Dalam pengertian ini, bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat dan melahirkan kontrak sosial. 20 Putnam (1993) dalam buku Rahmat Rais mengkaji tentang kehidupan politik di Italia menemukan bahwa modal sosial merupakan unsur utama pembangunan masyarakat madani (civic community). Modal sosial tersebut mengacu
pada
aspek-aspek
utama
organisasi
sosial
seperti
trust
(kepercayaan), norma-norma (norms), dan jaringan -jaringan (networks) yang dapat meningkatkan efisiensi dalam suatu masyarakat melalui fasilitasi tindakan yang terkoordinasi. 21 Menurut Putnam, kerjasama mudah terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarisi sejumlah modal sosial yang substansial dalam bentuk aturan -aturan, pertukaran timbal balik dan jaringan
antar warga.
20
Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009 ) 21 Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009)
Fukuyama (1995) dalam In Trust: the Social Capital Value and the Creation of Prosperity mengkaji bidang ekonomi menyatakan bahwa social capital yang berintikan kepercayaan (trust ) merupakan dimensi dari kehidupan
yang
sangat
menentukan
dalam
menuju
keberhasilan
pembangunan ekonomi. Hal ini berbeda dengan modal material atau modal ekonomi, modal sosial justru semakin bertambah apabila semakin dikelola dan dipergunakan dengan baik. Penggunaan modal sosial
meningkatkan
efesiensi dalam pengelolaan suatu kegiatan pembangunan secara umum.2 2 Menurut Fukuyama, kepercayaan (Trust ) muncul jika di masyarakat itu membagi nilai (shared Values) sebagai dasar dari kehidupan untuk menciptakan pengharapan umum dan kejujuran. Dengan kepercayaan, orang tidak akan mudah curiga yang sering menjadi penghambat dari kesuksesan suatu tujuan. Di samping itu, jaringan (networks) memiliki dampak yang sangat positif dalam usaha peningkatan kesejahteraan ekonomi dan mewujudkan tujuan bersama. Dari pandangan di atas memberi pemahaman bahwa modal sosial ini
berupa elemen pokok yang mencakup, antara lain: a. Trust (saling percaya)
22
Fukuyama F, Trust: The Social Virtues and Creation of Prosperty, dalam Buku Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , hlm. 114
Elemen ini meliputi kejujuran, keadilan, toleran, keramahan dan saling
menghormati.23
Sebagaimana
dijelaskan
Fukuyama
(1995),
kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan
norma- norma yang dianut bersama. Fukuyama (1995) kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-
aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan -hubungan juga bersifat kerjasama. 2 4
b. Jaringan sosial (social networks). Elemen ini meliputi dengan pertukaran timbal balik, solidaritas dan kerja sama. 2 5 Infrastruktur dinamis dan modal sosial berwujud jaringanjaringan kerjasama antar manusia . Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan
memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan -jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal. Putnam berargumen bahwa jaringan -jaringan sosial yang erat akan
23
Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), hlm. 116. 24 (http://kuntum2008.multiply.com/journal), di akses 13 maret 2011. 25
Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), hlm. 116.
memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dan partisipasinya itu. c. Pranata (institutions)
Elemen ini yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (share
value), norma dan aturan -aturan.2 6
Norma terdiri dan pemahaman-
pemahaman, nilai-nilai, harapan -harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan
dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan d iterapkan untuk mendukung iklim kerjasama. 27 Berbagai pandangan tentang modal sosial itu bukan sesuatu yang bertentangan. Ada keterkaitan dan saling mengisi sebagai sebuah alat analisa penampakan modal sosial di masyarakat. Modal sosial bisa berwujud sebuah mekanisme yang mampu mengolah potensi menjadi sebuah kekuatan riil guna menunjang pengembangan masyarakat.
2. Dimensi Modal Sosial Modal sosial berbeda dari modal lainnya. Apabila modal manusia (human capital) dapat dilihat dan diukur dari pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai oleh seseorang maka modal sosial hanya dapat dirasakan dari
26
Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), hlm. 116. 27 Edi Suharto, Modal Sosial dan Kebijakan Publik , di Akses 13 Maret 2011, (http://kuntum2008.multiply.com/journal).
kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum dalam sebuah masyarakat
atau bagian-bagian di dalamnya. Menurut Fukuyama modal sosial ditransmisi melalui mekanismemekanisme kultural, tradisi atau kebiasaan sejarah. Modal sosial dibutuhkan untuk menciptakan komunitas moral yang tidak bisa diperoleh atau dibentuk seperti dalam pembentukan modal manusia. Penanaman dan pengembangan modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas dan dalam konteksnya sekaligus mengadopsi kebajikan -kebajikan seperti kejujuran, kesetiaan dan kemandirian. 28
Coleman menggambarkan dimensi modal sosial secara rinci dengan mengemukakan bahwa dimensi modal sosial inhern dalam struktur relasi sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi dan menetapkan norma-norma serta sanksisanksi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut. 29
3. Peran dan Fungsi Modal Sosial Tak selalu jelas apa alasan sebenarnya dalam fungsi sosial dalam
perkembangan. Mungkin alasannya bermacam -macam dan berbeda-beda
28
Agus Supriono, Modal Sosial: Definisi, Dimensi dan Tipologi, di akses 13 Maret 2011, http://oceannaz.wordpress.com/2010/07/29/modal-sosial-sebagai-modal-dasar-dalampemberdayaan-masyarakat/. 29
Coleman, J.S., Social Capital In The Creation of Human Capital, dalam Buku Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009 ).
secara individual, namun diduga ada kesamaannya di seluruh dunia, menurut pandangan masing-masing apa yang diharapkan modal sosial:3 0
a.
Modal sosial dapat membantu dalam mempersiapkan perempuan untuk
suatu pekerjaan. Perempuan yang telah mempunyai kemampuan terhadap dirinya untuk melakukan pekerjaan sebagai mata pencaharian atau setidaknya mempunyai dasar untuk mencari nafkahnya. Makin tinggi keahlian yang dimiliki, makin besar harapannya memperoleh pekerjaan yang baik.
b. Modal sosial dapat membantu dalam memberikan keterampilan dasar. Orang yang telah mempunyai kemampuan dasar pada dirinya itu adalah suatu bekal untuk lebih meningkatkan keterampilan yang dimilikinya.
c.
Modal sosial dapat membantu dalam membuka kesempatan memperbaiki
nasib. Pemberdayaan perempuan sering dipandang sebagai jalan
itas
sosial. Melalui pemberdayaan dapat menggali kemapuan apa yang dimiliki perempuan untuk memperbaiki nasib mereka.
d. Modal sosial dapat membantu dalam menyediakan tenaga perdagangan yang propesional.
30
Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , (litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009)
e. Modal Sosial dapat membantu dalam memecahkan masalah -masalah sosial. f. Modal sosial dapat membantu dalam mentransmisi kebudayaan.
g. Modal sosial dapat membantu dalam membentuk manusia yang sosial. h. Modal sosial dapat membantu dalam mentransformasi kebudayaan.
C. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan Pemberdayaan berasal dari kata asing “empowerment”, secara bahasa pemberdayaan berarti penguatan dan secara teknisi isti ah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pengembangan.31 Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individuindividu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ing
dicapai oleh
sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan
dalam
kemampuan
dalam
memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
31
Agus Ahmad Syafi’I, Manajemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang Masyarakat baru, 2001), h. 70
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.32 Menurut Payne dalam buku pemikiran-pemikiran dalam pembangunan kesejahteraan sosial karangan Isbandi Rukminto Adi dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya unt
mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan
melalui peningkatan
kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara lain melalui transfer daya dari lingkungan.33 Sementara itu menurut Jim Ife “pemberdayaan penyediaan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka lebih baik. 34 Pemberdayaan menurut Gunawan Sumohadiningrat adalah “u
untuk membangun daya yang dimiliki dhu’afa dengan mendorong, memberikan motivasi, dan meningkatkan kesadaran tentang potensi yang dimiliki mereka, serta berupaya untuk mengembangkannya.3 5
32
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 60 33 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam pembangunan kesejahteraan sosial, (Jakarta: LP FEUI, 2002), hlm. 162. 34 Jim Ife, Community Development, (Longman, Australia, 2005), hlm. 182. 35 Gunawan Sumohadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pengembangan Masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat sering dipahami sebagai perwujudan dari
pengembangan masyarakat (Community Development) yang lahir dari tradisi pendidikan massa (Mass Education) dan berbasis pada bidang pekerjaan sosial (social Work) , serta memiliki kemiripan cakupan dengan pendidikan luar sekolah, namun Community Development berkembang menjadi disiplin ilmu yang mandiri.
2. Tujuan Pemberdayaan Sedangkan tujuan pemberdayaan masyarakat adalah mendir masyarakat atau membangun kemampuan untuk memajukan diri kearah kehidupan yang lebih baik secara seimbang. Karenanya pemberdayaan
masyarakat adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu bermanfaat bagi dirinya.36 Tujuan
utama
pemberdayaan
adalah
memperkuat
kekuasaan
masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil). Guna melengkapi pemahaman mengenai pemberdayaan perlu diketahui konsep mengenai kelompok lemah dan ketidakberdayaan yang dialaminya. Beberapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:
36
Agus Ahmad Syafi’I, Manajemen Masyarakat Islam, hlm. 39.
a. Kelompok lemah secara struktural, baik lemah secara ke
gender, maupun
etnis. b. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.
c. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi atau keluarga. 37 Untuk itu setiap pembeedayaan masyarakat harus diarahkan untuk
peningkatan martabat manusia sehingga menjadi masyarakat yang maju dalam berbagai aspek. Proses pemberdayaan masyarakat pada akhirnya akan bertujuan pada penyediaan sebuah ruang bagi masyarakat untuk mengadakan pilihan. 38
3. Tahapan Pemberdayaan Adapun untuk pemberdayaan masyarakat terdiri dari 3 tahapan yaitu:
a. Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.
b.
M emperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam rangka ini diperlukan langkah -langkah lebih positif dan nyata, serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi semakin berdaya dalam memanfaatkan peluang dan kemampuannya. 37
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hlm. 60. Syamsudin, RS, Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Islam Dalam Dakwah Islam, (Bandung: K.P Hadid, 1999), hlm. 28. 38
c. Memberdayakan juga dalam arti menanggulangi. 39 Sedangkan menurut Adi ada tujuh tahapan pemberdayaan masyarakat. Berikut adalah bagan model tahapan pemberdayaan. a. Tahap Persiapan Pada tahap ini ada dua tahapan yang harus dikerjakan, yaitu : pertama,
penyiapan petugas. Yaitu tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa dilakukan oleh community worker, dan kedua, pentiapan lapangan yang pada
dasarnya diusahakan dilakukan secara non-direktif. b. Tahap Pengkajian ( Assesment ) Pada tahap ini yaitu proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melalui tokoh -tokoh masyarakat (key person ), tetapi juga dapat melalui kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.
c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah (exchange agent ) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Tahap Pemformulasi Rencana Aksi 39
Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: PT. Bina Rena Patiwara) Cet. Ke-2, hlm. 165.
Pada tahap ini agen perubah membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
isamping itu juga
petugas membantu untuk memformulasikan gagasan mereka
dalam bentuk
tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.
e. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerjasama antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng saat di lapangan. f.
Tahap Evaluasi Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program
pemberdayaan
masyarakat yang sedang berjalan
sebaiknya
dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
g.
Tahap Terminasi Tahap terminasi merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan proyek harus segera
berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan -lahan mengurangi kontak dengan komunitas
sasaran. 4. Strategi Pemberdayaan Person menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literature yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu -lawan -satu antara pekerja sosial dank lien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan.40 Strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara indi idual, meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowermwnt setting ) mikro, mezzo, dan
makro. a) Aras mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan dan konseling. Tujuan utamanya adalah membim bing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering di sebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas.
b) Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media
40
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 66.
intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan
dan
sikap -sikap
klien
agar
memiliki
kemampuan
memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c) Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strateg Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak. 41
D. Pemberdayaan Perempuan 1. Pengertian Pemberdayaan Perempuan Menurut Srihartini, memberdayakan masyarakat diartikan upaya untuk meningkatkan harkat martabat lapisan masyarakat
dalam kondisi
sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
41
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hlm. 66-67.
keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan mendirikan masyarakat. 4 2 Sedangkan pemberdayaan perempuan menurut Mely G Tan berarti “meningkatkan keinginan, tuntunan, membagi kekuasaan (sharing power) dalam posisi setara ( equal), representasi serta partisispasi dalam pengambilan keputusan, yang
menyangkut
kehidupan
berkeluarga,
bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. 43 Menurut Adik Wibowo dalam buku perempuan dan pemberdayaan mengemukakan bahwa pemberdayaan perempuan adalah pembekalan, peningkatan serta pembinaan potensi atau aktualisasi perempuan sehingga lebih mampu mempergunakan kesempatan yang ada, mampu berperan serta secara aktif dan mampu menjadi mitra kaum laki-laki dalam mengisis pembangunan.44
Kemudian pemberdayaan perempuan dilihat dari aspek Agama Islam, menurut Al-Qur’an misi risalah Islam adalah pemberdayaan mengajak orang berbuat baik, mencegah orang berbuat mungkar, menghala kan yang baikbaik, mengharamkan yang bururk-buruk, mengatasi himpitan -himpitan hidup dan melepaskan belenggu -belenggu yang bisa memberangus orang. Bahkan
42
Srihartini, Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Jurnal PMI, September, 2003, hlm. 45. Mely G. Tan, Perempuan dan Pemberdayaan: Makna Fakta, Dalam Smita Noto Susanto dan E. Kristi Poerwandari, Perempuan dan Pemberdayaan (Jakarta: Obor dan Harian Kompas, 1997), hlm.12. 44
Adik Wibowo, Memampukan Wanita Agar Menggunakan Hak Reproduksi, dalam Smita Noto dan harian Kompas, 1997), hlm. 163 .
menurut
Al-Qur’an,
pendusta
agama
adalah
mereka
yang
tidak
mengembangkan dan memberdayakan.45 Pemberdayaan wanita didefinisikan sebagai upaya peningkatan kemampuan wanita untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi politik, sosial dan budaya agar wanita-wanita dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan permasalahan sehingga mampu membangun
kemampuan dan konsep diri. 46 Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberdayaan perempuan
d alah
membina, mengembangkan, maupun memandirikan baik secara individu maupun komunitas perempuan agar dapat terlepas dari permasalahan yang menimpanya dan dapat mengeluarkan potensi yang ada dalam dirinya.
2. Tujuan Pemberdayaan Perempuan Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat
khususnya
kelompok
yang
lemah
yang
memiliki
ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil). 47
45
Agus Ahmad Syafi’I, Manajemen Masyarakat Islam, hlm. 47. Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Wanita Nelayan Oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Bagian Proyek Pemberdayaan Sosial Ekonomi Ma yarakat Pesisir, 2001, hlm. 20. 47 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, hlm. 60. 46
Sedangkan Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan
(empowerment ), pada intinya, ditujukan guna : “ to help clients gain power of dicision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising power, by increasing capacity and selfconfidence to use power and by transferring power from the environment”.
(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemamp
dan rasa
percaya diri lingkungannya).48 Sedangkan menurut Agus Ahmad Syafe’i, tujuan pemberdayaan masyarakat itu adalah mendirikan masyarakat itu adalah mendirikan masyarakat atau membangun kemampuan untuk menjauhkan diri kea rah yang lebih baik secara kesinambungan. Lebih jelasnya, tujuan pemberdayaan perempuan adalah pertama , untuk merubah atau meminilimasirkan ideologi patriarki yaitu dominasi lakilaki atas perempuan. Kedua, merubah struktur dan pranata yang memperkuat dan melestarikan diskriminasi gender dan ketidaksamaan sosial (termasuk keluarga, kasta, kelas, agama, proses, dan pranata pendidikan, media, praktek,
48
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: LP FEUI, 2002), h. 54.
model-model pembangunan dan pranata pemerintahan). Ketiga, memberi
kesempatan bagi perempuan miskin untuk memperoleh akses dan penguasaan terhadap sumber-sumber material maupun informasi. Keempat, memperbaiki keadaan maupun posisi kaum perempuan artinya memperbaiki perempuan yang mapan dari segi pendidikan dan mempunyai pekerjaan dengan upah yang baik tetapi mengalami pelecehan, bahkan penganiayaan oleh laki-laki
(suami). 3. Ciri Khas Pemberdayaan Perem puan Hal yang paling krusial dari aktivitas pemberdayaan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan (ekonomi). Ket
adalah
hal tersebut
sering dijadikan standar pengukuran berdaya tidaknya kondisi atau objek. 49
a. Pendidikan Menciptakan dan perluasan kemudahan pengaksesan. Menciptakan infrastruktur pendidikan yang fleksibel bagi perempuan buruh industri, dan ibu rumah tangga. Hal ini guna mencapai optimalisasi dan peningkatan kontribusi perempuan. Dan menjadi salah satu tolak ukur berdayanya perempuan, mengingat taraf pendidikan
perempuan masih
tertinggal
dibandingkan laki-laki.
b. Kesehatan
49
Kebijakan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan , (Jakarta: KMNPP, BKKBN, UNFPA, 2003), hlm. 93.
Bukti tingginya kematian ibu menuntut perbaikan sistematik infrastruktur kesehatan perempuan. Kesejahteraan sarana dan prasarana kesehatan yang dapat mengcover seluas mungkin masyarakat yang bersifat “ramah perempuan” terutama bagi kesehatan reproduksi wanita, penerapan urgensi kesehatan ibu secara konsisten dari pusat sampai daerah -daerah terpencil, semua itu akan melahirkan semangat pelayanan kesehatan yang
simpatik dan penuh tanggung jawab. c. Hukum, Sosial, Politik, dan Ekonomi Hal terakhir ini dianggap sebagai kunci terpenuhinya berbagai ruang lingkup dalam semangat untuk selalu menjadi orang yang produktif dan berguna bagi orang lain. Keadaan ini akan memberikan kesempatan
perempuan
menjadi manusia
merdeka
yang
dapat
mengekspresikan
kemampuan guna memenuhi kepentingan perempuan.
E. Sektor Informal 1. Pengertian Sektor Informal Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart (1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada di luar pasar tenaga terorganisasi. Apa yang digambarkan oleh Hart memang dirasakan belum cukup dalam memahami sektor informal yang sesungguhnya. Ketidakjelasan definisi sektor informal tersebut sering dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak arbiter yang
terlihat apabila seseorang menyusuri jalan -jalan suatu kota Dunia ketiga: pedagang kaki lima, penjual Koran, pengamen, pengemis, pedagang asongan, dan lain -lain. Mereka merupakan pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil dengan pendapatan rendah dan tidak tetap. Untuk lebih memahami pengertian akan sektor informal,
baiknya
kita melihat aktifitas-aktifitas informal yang tidak hanya terbatas pada
pekerjaan-pekerjaan dipinggiran kota besar, tetapi bahkan juga meliputi berbagai macam aktifitas ekonomi. Aktifitas-aktifitas informal tersebut merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan
dah untuk
dimasuki. Berdasarkan pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, padat karya dan teknologinya bersifat adaptif. Keterampilan dapat diperoleh di luar sistem sekolah formal, dan tidak terkena secara langsung oleh Regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif.
2. Jenis-jenis Sektor Informal Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan, yaitu:
1. Sah, terdiri atas: a. Kegiatan -kegiatan primer dan sekunder-pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.
b. Usaha tersier dengan modal yang relative besar. Seperti: perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.
c. Distribusi kecil-kecilan pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain. d. Transaksi pribadi, Seperti, pengemis e. Jasa yang lain, Seperti: pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain -lain
2. Tidak sah, terdiri atas: a. Jasa – kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah, barang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran dan
lain-lain. b. Transaksi – pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian dan lain-lain. 50
50
Pondokinfo, Sektor Informal: Permasalahan dan Upaya Mengatasinya, di Akses 13 Maret 2011, http://www. Pondokinfo . com
BAB III MODAL SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA SEK TOR INFORMAL A. Gambaran Obyek Penelitian Kel. Pancoran Mas Kec. Pancoran Mas Depok adalah tempat yang dipilih peneliti untuk menjadi lokasi penelitian ini berlangsung. Keuntungan dari peneliti dalam penelitian lokasi penelitian ini adalah peneliti mengetahui benar keadaan lokasi karena peneliti sudah tinggal di daerah selama 20 tahun lamanya. Oleh karenanya, peneliti sangat mengetahui keadaan fisik, penduduk, ekonomi dan sosial dari lokasi Kelurahan Pancoran Mas Depok. Kelurahan Pancoran Mas Depok merupakan salah satu kelurahan yang berada pada wilayah Kecamatan Pancoran Mas Depok dengan luas + 430 Ha, dengan batas wilayah:
-
Sebelah Utara
: Kelurahan Kemiri Muka
-
Sebelah Timur
: Kelurahan Tirta Jaya
-
Sebelah Selatan
: Kelurahan Ratujaya
-
Sebelah Barat
: Kelurahan Pancoran Mas dan Tanah Baru
Pemanfaatan dan penggunaan lahan di Kelurahan Pancoran Mas Depok adalah sebagai berikut:
-
Perumahan, pemukiman
: 230
Ha
-
Perusahaan
:3
Ha
-
Pertanian
:-
Ha
-
Sarana olah raga
:1
Ha
-
Sarana ibadah
: 2,7
Ha
-
Sarana Umum / Jalan
: 193,3 Ha
-
Lainnya
:-
Ha51
Secara fisik Kelurahan Pancoran Mas Depok berada di pingg jalan raya. Selain itu di Kelurahan ini juga berdekatan dengan pasar, meskipun setiap jalan raya di Kelurahan ini tidaklah terlalu besar, akan tetapi tetap menjadi keuntungan bagi para warganya karena mereka dapat dengan mudah bermobilitas karena fasilitas jalan raya tersebut. Kendaraan -kendaraan umum angkutan kota atau yang lebih dikenal dengan sebutan angkot juga melintasi
tiap-tiap jalan raya yang ada di Kelurahan Pancoran Mas Depok, seperti D 05 Jurusan Terminal depok – Bojong Gede. Keberadaan angkot ini juga sangat bermanfaat terutama bagi anak sekolah, para karyawan,
orang tua
manula, ibu -ibu rumah tangga karena tiap paginya angkot-angkot ini selalu laris dipenuhi oleh para penumpangnya yang hendak ke sekolah, ke pasar, rumah sakit, puskesmas, kantor dan lainnya. Ternyata jalan raya ini di Kelurahan ini juga dijadikan jalan alternative bagi pengendara roda dua dan
empat.
51
Laporan Tahunan Kelurahan Depok Tahun 2009, hlm 1 -2
a. Jumlah dan Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Pancoran Mas Depok. Penduduk yang tinggal di wilayah Kelurahan Pancoran Mas Depok bisa dikategorikan menjadi dua yaitu penduduk asli dan pendatang. Penduduk asli atau yang biasa disebut dengan orang asli adalah mereka yang sudah lama tinggal atau merupakan keturunan dari orang tuanya yang memang sudah puluhan tahun mendiami wilayah Kelurahan Pancoran Mas Depok, sedangkan pendatang adalah mereka yang sengaja datang untuk mencari tempat tinggal di sekitar wilayah Kelurahan Pancoran Mas Depok. Mulanya penduduk asli di wilayah ini adalah orang asli Depok, mereka memiliki tanah yang tidak sedikit luasnya selain itu mereka juga memiliki rumah petakpetakan untuk d ikontrakan bagi siapa saja yang bersedia (pendatang). Jumlah penduduk di Kelurahan pancoran Mas Depok sampai akhir bulan Desember 2009 tercatat 32.965 Jiwa dengan kategori jenis kelamin laki-laki sebanyak 16.803 jiwa dan perempuan sebanyak 16.16 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) berjumlah 8.119 KK. Jika
i data tersebut
jumlah perempuan lebih sedikit dibandingkan lak i-laki yang berselisih sekitar 640 jiwa. Di bawah ini terdapat data mata pencaharian
Pancoran Mas Depok.
Kelurahan
Tabel II.1
Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Pancoran Mas Depok Pegawai Negeri Sipil (PNS)
861 orang
TNI / POLRI
268 orang
Pegawai Swasta
181 orang
Dagang
1380 orang
Tani
-
Wiraswasta
5355 orang
Jasa
447 orang
Lainnya
164 orang
Sumber: Laporan Tahunan Kelurahan Pancoran Mas Depok Tahun 2009 Untuk mata pencaharian petani nol karena lokasi penelitian bukanlah daerah pertanian. Para penduduk Kelurahan Pancoran Mas Depok bekerja sebagai wiraswasta sedangkan mata pencaharian pedagang di dalamnya terdapat berbagai jenis pedagang seperti pedagang masakan matang (nasi uduk,warteg/warnas, gado -gado, pecel lele,warung kopi, kacang hijau, dan mie instant), warung rokok, warung sembako, pedagang sayur, pedagang baju, pedagang elektronik dan lainnya. Bagi para penduduk yang di luar instituisi pemerintahan digolongkan ke dalam karyawan swasta, biasanya mereka bekerja untuk perusahaanperusahaan swatabdan sebaliknya bagi para penduduk yang terserap di institusi pemerintahan digolongkan ke dalam PNS (pegaw i negeri sipil).
Terdapat juga jenis mata pencahariaan ABRI di lokasi penelitian dan bagi mereka yang sudah tidak bekerja lagi disebabkan oleh usia senja digolongkan ke dalam pensiunan sedangkan untuk pembuka usaha yakni para penduduk yang dengan sengaja membuka usaha digolongkan ke dalam sawasta meliputi bengkel motor dan sepeda, depot gas, penjahit, wartel
arung telepon),
warnet (warung internet). Para penduduk yang masih pengangguran dan belum bekerja seperti pelajar digolongkan ke dalam lain-lain. Maka dapat disimpulkan penduduk yang tinggal di Kelurahan Pancoran Mas Depok memiliki jenis mata pencahariaan yang berneda-beda
antara satu dengan yang lain. Keanekaragaman itu menjadikan penduduk bekerja sesuai dengan pekerjaan dan kemampuannya masing-masing.
b. Kondisi Ekonomi Penduduk di Kelurahan Pancoran Mas Depok Telah
diuraikan
pada sub
bab
terdahulu
bahwa jenis mata
pencahariaan penduduk di Kelurahan Pancoran Mas Depok begitu beragam macamnya. Tiap -tap orang bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan kebutuhan pribadi sekalipun keluarganya. Memiliki mata pencaharian atau pekerjaan merupakan salah satu indicator penting untuk mengukur tingkat ekonomi seseorang karena pekerjaan atau profesi adalah salah satu pembentuk pelapisan sosial (social stratification) yang terjadi di dalam masyarakat.
Misalnya
perbandingan
antara
pekerjaan
buruh
dengan
pengusaha tentu akan sangat jauh perbedaannya bila diukur dari jumlah
penghasilan masing-masing, karena pengusaha kerapkali dianggap sebagai profesi terhormat bila dibandingkan dengan buruh. Jenis mata pencahariaan dari penduduk Kelurahan Pancoran Mas Depok begitu beragam mulai dari buruh, pedagang masakan matang, pembuka usaha, pegawai negeri, karyawan swasta, ABRI/POLRI, jasa dan lainnya. Tentunya setiap jenis pekerjaan yang dimiliki oleh setiap penduduk Kelurahan Pancoran Mas Depok memilki jumlah penghasilan yang tidak sama. Fakta yang ada di Kelurahan Pancoran Mas sebagai lokasi penelitian bahwa mayoritas penduduk yang dimiliki penghasilan cukup besar yaitu mereka yang bekerja sebagai karyawan tetap di perusahaan -perusahaan swasta ini bisa diukur dari jenis dan jumlah kepemilik
kendaraan pribadi,
fasilitas rumah tangga yang dimilikinya, tempat anak-anak mereka bersekolah. Sedangkan untuk pegawai negeri sipil meskipun mendapatkan tunjangan tetapi belum dapat menyamai kedudukannya dengan mereka yang
bekerja tetap di perusahaan-perusahaan swasta. Bagi penduduk yang terserap di sektor informal maka pilihan mereka jatuh pada berdagang atau berwiraswasta karena dengan
mereka
mendapatkan penghasilan di sektor informal. Bukan hanya itu saja di sektor informal para pedagang dan pewiraswasta bisa belajar kemandirian dalam mengelola usahanya seperti bagaiman mreka mengelola modal, keuntungan, kerugian dan sebagainya, semua itu dapat dikuasai mela
pengalaman
nantinya. Kemandirian tersebut dapat dilihat dari berapa lama bertahan menjalankan
usaha,
mengembangkan
usaha,
sampai
meningkatkan
kesejahteraan kualitas hidup. Meskipun kondisi ekonomi pedagang dari pewiraswasta di Kelurahan Pancoran Mas Depok masih di
dari
karyawan tetap perusahaan-perusahaan swasta jika melihat dari piramida di
bawah ini berdasarkan pengamatan. Gambar II.1 Lapisan Sosial Berdasarkan Profesi
Karyawan swasta PNS / ABRI Pedagang / Pewiraswasta
Buruh Sumber: Hasil Pengamatan Peneliti Maka, keadaan ekonomi dari para penduduk di Kelurahan Pancoran Mas Depok terbagi menjadi empat lapisan berdasarkan penghasilan dan kekayaan mereka. Lapisan pertama adalah lapisan ekonomi kelas atas ditempati oleh para karyawan swasta yang sudah menjadi karyawan tetap di perusahaan tersebut. Lapisan kedua adalah lapisan ekonomi kelas menengah ke atas diduduki oleh golongan pegawai negeri sipil dan ABRI, sedangkan lapisan ketiga adalah lapisan kelas menengah ke bawah
liki oleh
pedagang dan perwiraswasta dan lapisan inilah peneliti akan lebih banyak
berfokus karena responden dari penelitian ini tidak la
adalah para pedagang
masakan matang. Berikutnya, lapisan yang paling bawah
kelas bawah
ditempati oleh para buruh karena mata pencahariaan ini paling banyak
menyerap tenaga kerja di Kelurahan Pancoran Mas Depok bila
lihat dari
tabel mata pencaharian. Suatu kenyataan bahwa stratifikasi sosial berdasarkan tingkat ekonomi tidak dapat dipisahkan dari jenis mata pencaharian yang dimiliki. Stratifikasi pekerjaan juga ikut menentukan keadaan ekonomi seseorang.
c. Kondisi Sosiologis Penduduk di Kelurahan Pancoran Mas Depok Pada dasarnya keadaan pemukiman yang ada Kelurahan Pancoran Mas Depok dapat dibedakan menjadi tiga kategori; kategori pertama adalah pemukiman komplek, kategori kedua adalah pemukiman pinggir jalan raya; dan ketiga adalah pemukiman gang. Pemukiman komplek diperuntukan bagi para penduduk yang tinggal di dalam komplek, biasanya
ukiman
komplek ini dihuni oleh penduduk yang bekerja di perusahaan -perusahaan
swasta dan pemukiman di tunjukkan bagi para penduduk yang memiliki rumah di mana letaknya persis di pinggir jalan. Penghuni dari pemukiman ini adalah karyawan swasta, PNS, dan beberapa pedagang. Para pedagang memilih memiliki tempat tinggal di pinggir jalan raya pastinya dengan alasan kestrategiannya,
karena
akan
memudahkan
menarik
calon
beli.
Sedangkan yang ketiga adalah pemukiman gang, bagi mereka yang bertempat tinggal di dalam gang -gang yakni jalan yang tidak terlalu besar. Buruh,
pedagang kaki lima, dan pedagang makanan paling banyak tinggal di
pemukiman gang. Kategori pemukiman itu dibagi berdasarkan letak rumah
tempat
tinggal yang dihuni oleh masing -masing penduduk Kelurahan Pancoran Mas Depok. Kenyataanya pembagian kategori pemukiman tersebut mempengaruhi pola interaksi para penduduknya karena pada interaksi
uk yang
bermukim di wilayah komplek berbeda dengan penduduk yang bermukim pinggir jalan dan di gang begitupun sebaliknya. Karakter penduduk yang tinggal di pemukiman komplek cenderung individualis, hal ini ditandai dengan jarangnya mereka bergabung dengan masyarakat di sekitarnya pada kegiatan-kegiatan yang diadakan rukun tetangga dan rukun warga kerja bakti, pesta kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus, pemilihan ketua
RT/RW dan semacamnya. Untuk karakter penduduk dipemukiman pinggir jalan dapat dibagi dua yaitu pertama, mereka yang cenderung individualis dan kedua, mereka yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Karakter penduduk bermukim di pinggir jalan yang individualis tidak jauh berbeda dengan karakter penduduk yang bermukim di daerah komplek, biasanya mereka memiliki mobilitas sosial yang tinggi
lam mencapai
tujuan-tujuan hidupnya selain itu mereka juga ditunjang dengan kemampuan ekonomi yang mapan. Tetapi tidak semua penduduk bermukim di pinggir jalan memiliki karakter sosial yang cukup tinggi, ini
andai dari sikap
mereka yang dermawan karena mereka tidak sungkan -sungkan membantu biaya kegiatan -kegiatan yang diadakan di lingkungannya.
Sedangkan penduduk yang bermukim di gang memiliki keakraban yang kental, dapat dilihat dari seringnya komunikasi diantara mereka. Mereka saling mengenal satu sama lain mulai dari kepribadian
keadaan
ekonomi keluarga karena mereka sering saling bertukar informasi mengenai apa saja yang mereka ketahui, maka tidak jarang hingga menimbulkan gossip. Meskipun demikian mereka memiliki semangat kerja sama
kuat karena
jika ada salah satu dari mereka yang membutuhkan bantuan tenaga maka dengan segera mereka saling memberikan bantuan. Hal tersebut menjadikan karakter sosial yang positif dari penduduk di pemukiman gang. Melalui karakter-karakter sosial tersebut menciptakan pola-pola interaksi yang berbeda-beda pula diantara para penduduknya. Perbedaan pola interaksi penduduk dipemukiman komplek dengan penduduk di pemukiman gang. Penduduk di wilayah komplek sangat jarang bertegur sapa dengan para tetangganya karena itu tidak ada perilaku kerja sama diantara para penduduk di wilayah komplek. Mobilitas tinggi seprtinya tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengadakan kerja sama baik dalam bentuk apapun itu. Kalaupun ada berupa persaingan laten yang tampak diantara mereka, seperti gengsi contohnya. Lihat halnya dengan penduduk di pemukiman
pola
interaksi digambarkan dengan perilaku kerja sama yang sangat kental seperti membantu tetangga yang terkena musibah atau membentu tetangga yang
sedang mengadakan hajatan. Tidak hanya perilaku kerja sama saja yang ada di tengah -tengah masyarakat ini tetapi gejala persaingan pun juga terasa di lingkungan ini.
Biasanya mereka bersaing menyangkut kepemilikan barang-barang rumah tangga khususnya para ibu rumah tangga. Persaingan dimulai apabila salah seorang dari mereka membeli barang rumah tangga yang d
mewah
seperti mereka pun mulai merebak sampai akhirnya menciptakan persaingan terbuka. Akan tetapi untuk meredam persaingan tersebut bukanlah hal yang sulit karena akan dengan cepat meredam jika mereka berkumpul kembali pada kegiatan -kegiatan RT/RW. Untuk pola interaksi penduduk yang tinggal di pemukiman pinggir jalan raya/protokol itu sendiri bersifat campuran. Seperti telah digambarkan pada uraian sebelumnya bahwa penduduk yang tinggal di
ini
terbagi dua kategori penduduk yang cenderung individualis tentunya pola
interaksinya memiliki persamaan dengan penduduk yang tinggal dikomplek. Sedangkan penduduk yang memiliki kepedulian tinggiu justru mereka yamg paling sering bergabung dengan penduduk yang tinggal d gang-gang di setiap kegiatan -kegiatan yang berlangsung di wilayah mereka. Tipe dari penduduk ini mempunyai semangat kerja sama yang cukup
dan
sekaligus menghindari segala bentuk persaingan diantara mereka. Dengan demikian pola interaksi yang berkembang di Kelurahan Pancoran Mas Depok berdasarkan letak dari keberadaan tempat tinggal mereka apakah mereka tinggal di daerah komplek, pinggi jalan trotoar dan di
gang-gang. Melalui letak tinggal ternyata menggambarkan karakter sosial dari para penghuninya dan karakter sosial yang dimiliki oleh masing-masing penduduk nantinya akan mempengaruhinya pola interaksi diantara mereka.
B. Gambaran Umum Pedagang Warung Nasi di Pasar Depok Lama Kelurahan Pancoran Mas Depok Jumlah pedagang di Kelurahan Pancoran Mas Depok cukup banyak menurut data monografi kelurahan ada 1.380 orang. Jenis-jenisnya juga bermacam macam mulai dari pedagang masakan matang, pedagang sayuran, pedagang rokok sampai pedagang sembako. Untuk jumlah dari
masing-masing pedagang, memang belum tersedia data yang pasti. Kenyataan sosial yang ada memang bukan warung nasi pemilik perempuan saja yang berdagang di lokasi ini tetapi warung pedagang laki-laki juga ada yang memiliki mata pencaharian yang sama yakni menjadi pedagang. Berdasarkan pengamatan peneliti kebanyakan pedagang laki-laki memiliki warung rokok dan warung kopi, bubur kacang hijau, dan mie instan. Ini berbeda dengan warung pedagang perempuan karena kebanyakan mereka berdagang gado -gado, nasi uduk, nasi bebek, warung tegal dan warung nasi. Masing-masing dari mereka memiliki pelanggan dan biasanya berdasarkan waktu. Misalnya warung milik pedagang perempuan lebih ramai di waktu pagi dan siang hari, sedangkan warung milik pedagang laki-laki mulai akan ramai malam hingga dini hari terlebih jika
minggu datang
waktunya mereka berkumpul, mengobrol, atau sekedar melepas gurauangurauan ringan diantara mereka.
Selanjutnya, deskripsi tentang karasteristik pedagang beserta usaha dagang
yang
dilakukan atau digambarkan
Karakteristik pedagang meliputi: jumlah
pada uraian
di bawah ini.
penghasilan, usia, suku bangsa,
pendidikan terakhir dan lamanya dalam menjalankan usaha. Sedangkan karakteristik usaha dagang meliputi: jenis barang, tempat/lokasi berdagang, status hukum usaha, asupan modal dan pasokan barang. Tabel I Profil Informan Pedagang W arung Nasi
Nama
Suku Bangsa
Jenis Dagangan
Lamanya Pedagang Menjalankan Usaha
Ibu Wati
Jawa
Warung Tegal (Warteg)
11 Tahun
Ibu Ipah
Jawa
Nasi Uduk
9 Tahun
Ibu Ike
Betawi
Gado-gado
10 Tahun
Ibu Tika
Sunda
Warung Sunda (Warsun)
13 Tahun
a. Jumlah dan penghasilan per hari Jumlah pedagang warung nasi yang berlokasi di Pancoran Mas Depok berjumlah 60 orang perempuan diantaranya berdagang gado-gado, nasi uduk, warsun, warteg, soto ayam, soto betawi, warung bebek
dan
seluruhnya adalah perempuan sebagai obyek penelitiannya. Masin g-masing pedagang warung nasi ini memiliki penghasilan yang beragam setiap harinya
mulai Rp. 100.000, - sampai Rp. 500.000,- bahkan yang di bawah Rp. 100.000,- pun juga ada. Sebaliknya ada warung bebek yang penghasilannya mencapai lebih dari Rp. 500.000, - per harinya, menurut pengamatan peneliti warung bebek ini memang sudah terkenal bahkan sampai luar wilayah
Kelurahan Pancoran Mas Depok. b. Usia dan Lamanya Pedagang Menjalankan Usaha Usia dari para pedagang masakan matang ini pun beragam mulai dari usia 30 tahun hingga 50 tahun lebih. Melalui hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti bahwa banyak dari mereka (pedagang) yang memulai usahanya di usia 30 tahun ke atas atau dengan kata lain setelah mereka berkeluarga. Berkaitan dengan usia pedagang maka tidaklah lepas dari beberapa mereka menjalani usaha sebagai pedagang masakan matang. Lamanya mereka menjalani usaha sebagai pedagang juga bervariasi, ada yang tergolong baru yakni yang memulai usaha sekitar 1 -5 tahun dan ada juga yang sudah lama menggeluti usaha dagang masakan matang yakni sekitar 16 -20 tahun. Dengan demikian para pedagang masakan matang yang berlokasi di Kelurahan Pancoran Mas Depok dapat dibuat kesimpulan bahwa mereka bukan tergolong pedagang baru lagi.
c. Jenis Barang Dagangan Selayaknya pedagang adalah seorang atau mereka yang menjual barang dagangannya dan mereka tersebar di bebagai wilayah Pancoran Mas Depok. Oleh karenanya, jenis barang dagangan yang ditawarkan pun
beraneka macam diantaranya, gado -gado, nasi uduk, warsun, warteg, soto ayam, soto betawi, warung bebek.
d. Status Hukum Status hukum usaha dari tempat sepertinya kurang diperhatikan keresmiannya secara hukum oleh para pedagang warung nasi di Pasar Depok
Lama Pancoran Mas Depok, karena bagi mereka yang terpenting adalah mereka sudah melapor kepada pihak RT setempat untuk mendapatkan izin berdagang di wilayahnya maka itu sudahlah cukup.
e. Asupan Modal dan Pasokan barang Asupan modal bagi para pedagang sangat penting untuk keberlanjutan usaha yang mereka jalani. Asupan modal dapat berasal dari mana saja seperti, simpanan pribadi, pinjaman dari pihak keluarga, pinjaman bank dan lain-lain. Namun, para pedagang lebih memilih meminjam modal kepada keluarga. Dengan
demikian,
deskripsi
dari
obyek
penelitian
meliputi
karakteristik objek penelitian serta karakteristik usaha dari pedagang warung nasi yang ada di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok sebagai lokasi penelitian. Setiap deskripsi digambarkan melalui wawancara yang dilakukan
oleh peneliti kepada pedagang warung nasi di Pasar Depok Lama mengambil data dari laporan tahunan Kelurahan Pancoran Mas Depok.
dan
Pada bab ini peneliti akan membaginya kedalam empat sub bab. Pertama , sub bab keterikatan terhadap aturan informal di dalam kelompok pedagang untuk membahas aturan -aturan informal yang mengikat kelompok pedagang serta alasan mengapa norma tidak berhubungan pemberdayaan perempuan di sektor informal terhadap pem perempuan di sektor informal yang terwujud dalam kegiatan berdagang yang dilakukan oleh perempuan. Kedua , sub bab implikasi pemberdayaan
perempuan
trust
yang membahas peranan
trust
terhadap
didalam
pemberdayaan perempuan di sektor informal yang terwujud dalam kegiatan berdagang yang dilakukan oleh perempuan. Ketiga , sub bab luas jaringan
personal pedagang yang membahas luasnya jaringan yang dibentuk oleh kelompok pedagang dimana berawal dari proses interaksi yang dilakukannya serta membahas alasan -alasan mengapa jaringan tidak berhubungan terhadap pemberdayaan perempuan.
C. Gambaran Modal Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Pada Sektor
Informal 1. Bentuk Keterikatan Norma di dalam Kelompok Pedagang Kelompok pedagang di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok memiliki aturan -aturan dan tata cara mereka sendiri dalam menjalankan
usahanya. Aturan-aturan itu mengikat seluruh pedagang baik secara langsung atau tidak langsung. Kesepakatan yang telah dibuat harus dilaksanakan oleh pedagang dan kesepakatan tersebut tidak hanya ada dan
diantara
kelompok pedagang tetapi juga diantara pihak-pihak yang berhubungan dengan para pedagang khususnya pedagang warung nasi di lokasi penelitian,
misalnya pelanggan/pembeli, aparat, preman, dan pemasok bahan baku. Kerjasama yang terjalin diantara pedagang yang bisa digambarkan dari pedagang pasar Kelurahan Pancoran Mas antara Ibu Wati dan Ibu Ipah. Usaha Ibu Wati adalah warung nasi tegal atau disingkat Warteg, penghasilan per harinya bisa mencapai Rp. 400.000 s/d Rp. 500.000. Warung Bu Wati memang dikenal masakannya disamping rasanya yang menggugah selera,
harganya juga terjangkau. Sedangkan Bu Ipah adalah satu -satunya pedagang yang menjual nasi uduk akan tetapi penghasilan per har
tidak sebesar Bu
wati. Meskipun demikian keduanya kerap saling membantu. Ibu Wati sering memesan nasi uduk kepada Bu Ipah untuk penjelasan berikutnya, berikut adalah kutipan wawancara yang dila
oleh peneliti
kepada kedua informan tentang kerjasama yang terbangun diantara kedua
pedagang warung nasi tersebut. “saya memang suka memesan nasi uduk bikinan Bu Ipah karena saya sendiri kurang pandai membuat nasi uduk, mulanya saya punya pe nggan yang ingin membeli nasi uduk, Mba tetapi saya selalu bilang saya bikin nasi uduk dan setelah saya tahu kalau Bu Ipah menjual nasi uduk maka sejak itu saya selalu minta tolong buatin nasi uduk sama Bu Ipah.”52 “Wartegnya Bu wati kan pembelinya banyak lagian juga b nnya sampe malem kalau saya kan cuman sampesiang doank paling lama jam dah tutup kalo cepet yah jam 12 lah kira-kira. Bu Wati suka minta di bikinin nasi uduk katanya at langganannya saya mah seneng aja namanya rezeki masa ditolak yah kita bikinin aja eh dia ketagihan.”53
52 53
Wawancara dengan Ibu Wati, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok Wawancara dengan Ibu Ipah, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok
Penjelasan di atas menggambarkan hubungan sesama pedagang, selanjutnya peneliti akan menggambarkan hubungan pedagang dengan aparat atau preman. Keberadaan aparat keamanan dan preman di pasar sepertinya pemandangan yang sudah biasa, khususnya di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok. Kebetulan para pedagang di pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok acapkali berhubungan dengan aparat keamanan, mereka di tarik uang
keamanan oleh aparat sebagai uang keamanan selama pedagang berjualan di wilayah tersebut. Terlepas dari apakah pedagang merasa terganggu atau tidak dengan uang keamanan tersebut tetapi para pedagang tetap membayar uang keamanan tersebut karena pedagang ingin m endapatkan keamanan selama berdagang di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok. Untuk mengetahui apakah pedagang merasa terganggu dengan retribusi yang ditarik oleh aparat, di bawah ini adalah jawaban dari ibu Wati dan Bu Ipah. “saya sih ga masalah sama tarikan uang keamanan yang penting selama saya berdagang di sini warung saya jadi aman yah saya bayar uang keamanannya. Namanya juga kan semua nyari rezeki gitu dan yang penting halal.”54 “kalo tarikan uang keamanan dibilang terganggu sih, enggak ya, neng. Lagian gak gede-gede amat, kalo jumlah gede mah saya juga gak mampu bayar paling kalo pedagang gerobak kayak saya mah kena seribu atau ua ribu-an seharinya yah buat keamanan saya biar lancar dagangannya.”55
Uang keamanan mereka salah satu aturan yang berlaku diantara pedagang dengan aparat keamanan. Ternyata dibalik pungutan uang keamanan tersimpan harapan pedagang agar mereka mendapatkan rasa aman
54 55
Wawancara dengan Ibu Wati, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok Wawancara dengan Ibu Ipah, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok
sehingga usaha dapat berjalan lancar dan para pedagang berharap dengan adanya pungutan keamanan juga memberikan keteraturan dalam berdagang. Aturan pedagang dengan pedagang pada dagangan warung nasi dalam harga semuanya di tetapkan bersama, Namun bebas dalam
njual masakan
mereka meskipun sama jenisnya. Mereka pun saling menghargai untuk tidak menetapkan harga sendiri dan tidak saling menjatuhkan pedagang warung nasi lainnya. Kemudian diantara pedagang dan pembeli juga memiliki aturan tersendiri dan biasanya mengenai harga masakan yang harus dibayar dan persoalan piutang. Aturan membayar menentukan harga masakan terny ata ditentukan langsung oleh penjual dalam hal ini adalah
masakan
matang karena mereka sendiri yang mempunyai keputusan mengenai harga-
harga barang dagangannya. Biasanya pedagang memiliki aturan yang berbeda dengan para pembeli/pelanggannya, pedagang menerapkan aturan yang ketat kepada pembeli tidak tetap dan sebaliknya pedagang akan menerapkan aturan yang fleksibel kepada pembeli setianya. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Wati
mengenai aturan-aturan apa saja yang diterapkan bagi pelanggannya. “pokoknya gampang aja yang penting masakan yang dimakan tau yang dibeli oleh langganan saya harus dibayar sesuai dengan harga akanannya. Kalo masalah utang biasanya saya kasih sama pelanggan yang udah kenal kalo yang masih baru sih yah belum bisa ngutang.”56
Aturan para pedagang pasar Depok Lama dengan para pembelinya hampir tidak jauh berbeda dengan aturan -aturan pedagang dengan pemasok
56
Wawancara Bu Wati, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok
barang dan bahan -bahan mentah atau bahan matang, khususnya juga masalah piutang. Seperti pengakuan yang dipaparkan oleh Bu Ipah berikut ini. “Biasanya enak kalo punya pemasok langganan, kita bisa ngutang dulu trus bayarnya belakangan. Saya juga punya tukang sayur lang nan di pasar Depok juga sih, kalo saya lewat suka ditawarin bahan-bahan mentah buat bikin nasi uduk padahal masih ada stoknya di rumah karena gak bawa duit eh ma h dikasih utang.”
Hubungan
diantara
pemasok
bahan-bahan
mentah
langganannya yakni pedagang masakan matang terus dipel
dengan agar
berlangsung dan tidak terputus. Maka keberlangsungan hubungan an tara pemasok dengan pedagang merupakan harapan yang sebenar
diinginkan
oleh keduanya. Ciri khusus yang terdapat di dalam hubungan kelompok pedagang adalah bentuk expectation -diterjemahkan menjadi harapan – dimana harapan harapan itu lantas dibangun usai melakukan interaksi di dalam kelompok. Karena dasarnya mengukur norma pastinya melekat trust di dalamnya yang salah satu indikatornya yaitu adanya harapan-harapan positif untuk tujuan
bersama.5 7 Aturan-aturan yang tidak tertulis diantara pedagang masakan matang dengan sesama pedagang, pelanggan, aparat dan pemasok bahan-bahan mentah seperti dilakukan dengan sesuai dan kesepakatan masing-masing. Adanya perilaku saling mematuhi dan menghargai oleh aturan -aturan yang ada mengakibatkan kegiatan berdagang berlangsung sesuai dengan harapan setiap pihak meskipun aturan -aturan informal tidak dibuat hitam di atas putih 57
The World Bank, understanding and Measuring Social Capital a Multidiciplinary Tool for Practitioners, (Washinghton D.C.: World Bank, 2002) hlm. 44
layaknya perjanjian. Ini yang menjadikan aturan -aturan informal unik di kalangan pedagang karena aturan -aturan informal berwujud menjadi norma yang dipatuhi oleh pedagang dan semua pihak yang berhubungan dengan pedagang sehingga menciptakan kerjasama diantara mereka. Sebagaimana penjelasan Fukuyama, m eminjam pembahasan James S. Coleman, dalam “social Capital in the Creation Of Huma
Capital,
“American Journal of Sociology, Fukuyama mendefinisikan modal
l
(sosial capital) sebagai serangkaian nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok
memungkinkan
terjalinnya kerjasama diantara mereka. 58
Bentuk-bentuk dari norma-norma informal pada penelitian ini terbagi menjadi tiga, pertama adalah pelanggan membayar makanan sesuai dengan harganya, kedua , kerjasama di dalam kelompok pedagang misalnya ditandai oleh perilaku saling membantu diantara sesama pedagang. Ketiga , pedagang mendapatkan rasa aman karena mereka besedia membayar uang keamanan. Dengan kata lain bentuk norma informal pada penelitian ini adalah kejujuran, kerjasama dan rasa aman. Maka, pemberdayaan perempuan di sektor informal dalam
hal
berdagang
menjadi
kurang
meningkat.
Padahal
untuk
meningkatkan pemberdayaan perempuan dibutuhkan aturan -aturan formal yang mengikat di dalamnya. Meskipun demikian, ternyata modal sosial tetap menjalankan peranannya, bisa dilihat dari hubungan diantara keterikatan norma informal, 58
Francis Fukuyama, Trust Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran, 1995, Yogyakarta: Qalam. Hlm xii
implikasi Trust dan luas jaringan personal pedagang yang saling berhubungan satu sama lainnya. Sehingga mencerminkan modal sosial merupakan kumpulan beberapa entitas.
2. Bentuk Trust terhadap Pemberdayaan Perempuan Hubungan -hubungan informal yang terjalin terus berlanjut menjadi Trust . Selanjutnya dipelihara oleh masing-masing pihak baik diantara pedagang, pedagang dengan pembeli, pedagang dengan anggota keluarganya, pedagang dengan pemasok bahan -bahan baku dan pedagang dengan
aparat/preman. Sampai menimbulkan harapan -harapan yang berkembang di dalam kelompok pedagang.
Harapan-harapan yang dibangun bukan hanya untuk masa kini melainkan juga masa yang akan datang maka modal sosial menjadi tinggi dan modal sosial bukan sekedar partisipasi saja melainkan juga harpan -harapan positif. 5 9
Sebab harapan -harapan yang di bangun pada masa kini akan
bermanfaat untuk masa depan yang akan menimbulkan tindakan kolektif dan solidaritas didalam kelompok. Kamus Inggris Oxford mendefinisikan Trust sebagai “Confidence in or reliance on some quality or atributes of a person or thing, or the truth of a statment”.60 Trust sebagai kepercayaan/keyakinan yang dimiliki oleh
59
The World Bank, understanding and Measuring Social Capital a Multidiciplinary Tool for Practitioners, (Washinghton D.C.: World Bank, 2002) hlm. 31 60 Barbara A Misztal, Trust, Cambridge: Polity Press, 1999. Hlm. 16. Pada buku ini juga memaparkan konsep Trust menurut para ahli sosiologi ke dalam tiga pendekatan. dekatan pertama trust sebagai yang dimiliki individu seperti, perasaan, emosi dan nilai-nilai individu. Pendekatan kedua trust sebagai sesuatu yang dimiliki masyarakat seperti kolektivitas. Pendekatan
seseorang untuk berlaku jujur masih dalam kamus Inggris Oxford mendefinisikan trust dalam perspektif ekonomi sebagai “confidence in the ability and intention of a buyer to pay a future time
goods supplied
without presentpayment”.61 Giddens menambahkan trust sebagai “confidence vested in probable outcomes expresses a commitmen to something rather than just a cognitive under standing”.62 Jadi, trust bukan hanya di mengerti secara kognitife tetapi juga sebagai keyakinan untuk berkomitmen. Sedangkan barbara ikut menambahkan trust (mengutip dari wiliam, Lewis dan Weigert) bahwa motivasi menjadi hasil dari Trust karena alasan -alasan positif yang kuat dan menjadi alasan rasional yang baik sifatnya sehingga muncul keyakinan. Hubungan yang signifikan ini di tandai oleh trust sebagai hasil dari motivasi. Motivasi untuk alasan -alasan positf yang di lakukan oleh perempuan bekerja di sektor
informal sebagai wujud
dari bentuk
pemberdayaan perempuan. Jadi, ada kewajiban -kewajiban yang di lakukan di dalam berinteraksi dalam rangka mamperoleh tindakan kolektif sehingga kerjasama adalah hasil dari trust ketimbang sumber trust . Perilaku yang mencerminkan trust oleh pedagang warung nasi di Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok sebagai trust di dalam kehidupan ekonomi sekaligus hubungan sosial dari keterangan yang diberikan oleh pedagang membayar
igambarkan retribusi oleh
ketiga trust sebagai sistem sosial yang mempunyai nilai-nilai publik yang diberikan oleh anggota masyarakat atas yang dilakukan masyarakat, hlm. 14 -15. 61 Barbara A Misztal, T rust, Cambridge: Polity Press, 1999. 62 Barbara A Misztal, Trust, Hlm. 15.
aparat keamanan yang merupakan kewajiban dan pedagang harapan
agar
lokasi
berdagangnya
aman.
Pedagang
nyai menunaikan
kewajibannya untuk mendapatkan harapan rasa aman begitu pun aparat menunaikan kewajibannya agar harapan pedagang dapat terwujud dan proses berdagang berjalan sebagaimana mestinnya. Tidak hanya itu saja, timbulnya trust juga dapat dilihat perilaku pedagang yang dibantu oleh anggota keluarganya dalam menjalankan usahanya. Ketika peneliti menanyakan kepada Ibu Ike, Ibu Wati, dan ibu Tika alasan mengapa mereka mengajak anggota keluarganya dalam usaha dagang
yang dijalaninya itu dan berikut penuturannya. “ kebetulan dari kecil saya memang sudah dekat sama se pu saya ini, jadi udah enaka ja ama dia, cocok gitu lah, apalagi masih keluarga sendiri. Tiap pagi kita buka warung dan sama-sama melayani pembeli”.63 “Namanya juga sodara sendiri ya, Mba. Bukannya ga perc sama orang lain tapi kan kalo sama adik sendiri lebih percaya, sekalia agi-bagi rezeki”.64 “Saya senang ada sodara yang mau ngebantu saya. Karena lebih deket hubungannya jadi gak perlu malu-malu lagi. Kadang kalo sama orang lain saya punya pengalaman suka rada ribet kayak baru belum ada ulan kerja tapi udah mau pulang kampung, kadang balik kadang juga enggak. Yah begitulah, Mba”. 65
Hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh kelompok pedagang telah menjadi nilai-nilai bersama bagi mereka bahwa ikatan keluarga dianggap sebagai ikatan batin yang kuat dibandingkan dengan orang di luar keluarganya. Hubungan kekerabatan masih dianggap penting dan utama di
kalangan pedagang warung nasi karena anggota keluarga yang lain adalah
63
Wawancara Ibu Ike, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok Wawancara Ibu Wati, 20 Maret 2011 , Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok 65 Wawancara Ibu Tika, 20 Maret 2011 , Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok 64
bagian dari sebuah kalangan pedagang dengan anggota keluarganya. Dengan kata lain ikatan keluarga muncul sebagai perasaan yang kuat dan sudah te
rbentuk di dalam masyarakat, khususnya kelompok pedagang. Bentuk kepercayaan Kenyataanya bahwa hubungan kekerabatan bukan
hanya sekedar perasaan yang kuat melainkan rasionalitas dengan membayar tenaga anggota keluarga yang dikeluarkan dalam membant usaha pedagang masakan matang dilokasi penelitian, seperti yang dipaparkan Barbara bahwa “..... trust does not need to be based only on familia ity or passion. It can rely on rational expectations, as our trust in money ilustrate”.66 Meskipun banyak perdebatan tentang peran
keluarga sebagai
hubungan kekerabatan yang bisa menimbulkan trust seperti Fukuyama menjelaskan bahwa masyarakat familistik yang low – trust – trust rendah – seperti Cina,
Italy,
Prancis dan Korea Selatan karena perusahaan yang
berbasis keluarga akan menyulitkan mereka untuk merambah pasar-pasar baru yang lebih besar dan luar atau menerima keuntungan yang lebih besar, adanya anggapan bahwa keluarga besar akan mempunyai jumlah anggota keluarga yang banyak pula sehingga berapa jumlah yang
dibayar untuk
memberi makan disamping itu Fukuyama juga memaparkan bahwa negara Jepang dan Amerika mengalami krisis kepercayaan karena orientasi individualistiknya. 6 7
66
Barbara A Misztal, Trust , hlm. 20 Barbara A Misztal, Trust, hlm. 33-34
67
Sebenarnya
tidak
ada
maksud
dari
penelitian
ini
untuk
membandingkan tulisan Fukuyama dengan penelitian ini, lagipula akan terlalu naif karena sebagaimana diketahui bahwa tulisan Fukuyama terlalu makro cakupannya bila dibandingkan dengan penelitian ini. Peneliti hanya menjelaskan bahwa budaya menjadi perbedaan sendiri apa gi itu semua tidak dapat dipisahkan dari perekonomian karena modal sosial menjadi kompleks karena menyangkut persoalan kultural. Adapun trust yang dibentuk berawal dari norma-norma yang saling menuntungkan dan bermanfaat bagi kedua belah pihak (mutual benefit).68 Tindakan -tindakan sosial tidak hanya untuk kepentingan individu sementara akan tetapi juga bagi kepentingan bersama sehingga menghasilkan kerjasama yang mendatangkan manfaat.6 9 Demikian
juga,
tindakan
yang
dilakukan
oleh
pedagang
mencerminkan norma informal berlanjut kepada timbulnya trust diantara pedagang dan pihak-pihak yang berinteraksi dengan pedagang sehingga adanya nilai-nilai yang di bangun bersama (sosiabilitas). Selain itu, trust dapat menghubungi pemberdayaan perempuan karena trust memiliki aspek motivasi yang dapat mengeluarkan kekuatan yang dimiliki oleh perempuan yaitu ketika bekerja di sektor informal.
68
Zulkifli Al-Humami, Kapital Sosial Pedagang Kaki Lima (PKL): Studi tentang Sosiabilitas Kumintas Pedagang Angkringan di Kota Yogyakarta , hlm. 20 69 Laura Evelyn R. Sihombing, Kehidupan Sebuah Kampung Tua Jakarta: Studi Tentang Modal Sosial dalam Rangka Pemberdayaan Komunitas Kampu g Luar Batang – Jakarta Utara ,
hlm. 32
Hubungan trust dengan pemberdayaan perempuan dimulai dari nilainilai yang dibangun (sosiabilitas) di dalam kelompok pedagang dan pihakpihak yang berinteraksi dengan pedagang (sesama peadagang, kerabat, aparat keamananan, pelanggan, pemasok), kemudian ada kesempatan bersama diantara mereka sehingga terciptalah perilaku piutang
dalam kelompok
pedagang. Hubungan trust terhadap pemberdayaan perempuan sangat signifikan karena trust menimbulkan motivasi, ekspetasi serta hasrat yang kuat bagi perempuan agar hidup mandiri yakni kegiatan berdagangnya. Dengan demikian bentuk trust pada penelitian ini adalah motivasi, ekspetasi, dan hasrat yang kuat. C. Bentuk Jaringan Personal Perempuan Pedagang Jaringan terbentuk tidak dengan sendirinya melainkan ada proses terlebih dahulu yang harus dilalui yakni membangun hub norma karena keberhasilan modal sosial tidak hanya dil
berdasarkan dari aspek
jaringan saja melainkan aspek kognitif juga turut di sertakan di dalamnya. Pada dasarnya norma dan jaringan tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan meskipun memiliki sifat dimensi yang berbeda. Begitu pula jaringan yang berkembang di kelompok pedagang diawali dengan
norma-norma informal yang berfungsi sebagai aturan yang harus dipatuhi bersama agar tercapainya suatu kerjasama di dalam komunitas tersebut. Untuk melihat terbangunnya jaringan dalam rangka meningkatkan usaha dagang yang dijalani oleh pedagang maka peneliti melihat adanya
hubungan yang dibangun antara pedagang dengan pelanggan, pedagang dengan pemasok bahan -bahan mentah, sesama pedagang warung nasi dan pedagang dengan anggota keluarganya. Jika pada pembahasan sebelumnya sudah didapatkan data mengenai hubungan yang tercipta antara Bu Wati dengan Bu Ipah juga Bu Ipah dengan pemasok langganannya hingga membentuk suatu jaringan. Hubungan diantara pedagang dengan pelanggannya juga terjalin sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu Ike berikut ini. “Jika tiap pagi saya buka warung dan pembelinya datang saya suka sekedar tanya-tanya kabarnya bagaimana, sehat apa enggak, sekarang l sibuk apa aja. Yah seputar itulah walaupun sama pelanggan yang kebetulan lewat sini aja tapi gak beli saya juga suka negor kok kaya mau kemana, dah lama ga keliatan, kemana aja, mampir dulu. Namanya juga pedagang yah mesti ramah ama pembeli.”70
Ternyata kepandaian berbicara juga dibutuhkan oleh pedagang agar calon pembeli tertarik dengan apa yang ditawarkan. Sel in hubungan antara pedagang dan pelanggan selanjutnya adalah penuturan oleh Ibu Tika dan Irna mengenai hubungan yang tercipta diantara pedagang dengan anggota keluarganya. “Di warung saya ga sendiri saya juga dibantu sama sodara, keponakan, suami saya. Jadi gak terlalu berat juga sih Neng karena ada yang ngebantuin.”71 “Terus terang saya ga sanggup kalau mengerjakan semuanya sendiri selain ada orang yang bantuin saya juga ada keluarga yang ngebant di sini, adik saya. Dia juga suka bantuin saya di sini daripada diem aja di rumah.”72
70
Wawancara dengan Ibu Ike, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok Wawancara dengan Ibu Tika, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok 72 Wawancara dengan Ibu Irna, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok 71
Peran keluarga dalam usaha yang dilakukan oleh pedagang juga dirasakan oleh Ibu Tika seperti pengakuannya berikut ini. “kalau modal awal-awal saya pinjem sama keluarga kebetulan paman saya punya usaha bengkel alhamdulillah rame bengkelnya. Begitu saya kasih tau kalo saya pengen buka usaha dagang makanan, paman mau bantuin modalnyan lagian masih keluarga jadi dia percayalah istilahnya s a saya. Gak hanya itu aja kadang juga paman mesen makanannya kesini buat anak buahnya buat makan sianglah katanya.”73
Hubungan pedagang dengan pemasok bahan -bahan mentah maka jaringan berperan sebagai keuntungan bersama karena pedagang dengan pemasok saling bergantungan satu sama lainnya dan keduanya saling membutuhkan seperti pedagang membutuhkan bahan -bahan mentah dan pemasok membutuhkan pembeli, di samping itu pedagang memiliki keuntungan mempunyai pemasok langganan karena dapat memudahkan pedagang memiliki keuntungan mempunyai pemasok langganan karena dapat memudahkan pedagang dalam memperoleh bahan -bahan mentah bahkan berhutang hingga menjadi pelanggan tetap pemasok sehingga mendapatkan potongan harga jika membeli dalam jumlah banyak. Hubungan pedagang dengan aparat keamanan maka menciptakan jaringan yang berperan memberikan rasa aman bagi pedagang masakan matang. Sedangkan, hubungan pedagang dengan anggota keluarga atau kerabat jaringan memiliki peranannya terkait dengan tenaga tambahan, meminjam/asupan modal sekaligus sebagai pelanggan terdekat.
73
Wawancara dengan Ibu Tika, 20 Maret 2011, Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok
Selain itu, pada pola diatas juga menggambarkan hubungan yang dibentuk oleh pedagang non makanan dimana pertama , jenis pedagang bukan makanan lainnya juga berhubungan dengan pemasok bahan -bahan mentah,
Kedua, pedagang bukan makanan lainnya juga berhubungan dengan aparat. Ketiga , pedagang bukan juga yang terpenting menciptakan hubungan dengan para pelanggannya. Jaringan di sektor informal ini belum mampu meningkatkan pemberdayaan perempuan karena tingkat jaringan yang tinggi hanya ada di tingkat kelompok pedagang kecil saja melainkan dibutuhkan tingkatan yang lebih luas seperti institusi-institusi formal agar jaringan yang dibangun tidak sebatas hubungan horisontal tetapi juga vertikal. Jaringan terbentuk di dalam kelompok pedagang berawal
i
interaksi yang dilakukan oleh para pedagang warung nasi di Pasar Depok
Lama Pancoran Mas Depok. Mereka berinteraksi dengan sesama pedagang makanan, pemasok bahan -bahan baku, kerabat dan aparat keamanan. Setelah pola interaksi terbentuk. Selanjutnya menimbulkan kepercayaan diantara mereka dan salah satu bentuk dari kepercayaan adalah pemberian hutang oleh peadagang dengan pelanggannya, selain itu pedagang juga dapat memperoleh pinjaman modal dari orang-orang terdekatnya/keluarga. Selanjutnya pola interaksi yang terbentuk layaknya yang telah dijelaskan di atas ternyata membentuk jaringan. Pola jaringan yang terbentuk pun hanya berupa hubungan personal bukan hubungan yang profesional, sehingga luas jaringan
personal
pedagang
belum
mampu
berkontribusi
terhadap
kekuatan
pemberdayaan perempuan di sektor informal.
D. Pemberdayaan Terhadap Perempuan di Sekt or Pemberdayaan perempuan yang di maksudkan dalam penelit penulis adalah para perempuan memberdayakan dirinya sendiri, mengambil keputusdan yang mereka ambil dan menggali potensi yang mereka miliki di
Pasar Depok Lama Pancoran Mas Depok. Dari keputusan yang mereka miliki untuk berdagang seperti yang dikemukakan Ibu Tika memutuskan untuk berdagang. “Mulanya saya jualan masakan padang karena memang saya dari sunda dan hobi saya memasak. Kata suami saya kenapa saya gak jualan nasi aja tapi masakan Sunda. Makanya saya akhirnya mutusin buat jualan nasi yang masakannya khas Sunda.” Keputusan yang para pedagang warung nasi termasuk bagian memberdayakan dirinya dan terdapat motivasi di dalam l
sekitar
baik keluarga maupun kerabat, selain para perempuan menggali potensi yang mereka miliki mereka pun juga bertambah dalam kepercayaan dirinya setelah mereka berdagang. Seperti yang dikemukakan Ibu Tika. “Yah namanya juga kita punya kegiatan ya itu, Mba semenjak saya berdagang saya ngerasa percaya diri aja.”
E. Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan Perempuan Kegiatan berdagang yang dilakukan oleh perempuan menjadikan mereka melakukan proses interaksi dengan orang-orang di sekitarnya. Hubungan -hubungan yang dibangun oleh para perempuan bekerja di informal, khususnya sebagai pedagang makanan matang bukanlah hubungan yang tanpa arti melainkan terdapat peran modal sosial
dalamnya. Melalui
peran modal sosial tersebut maka para perempuan dapat
mberdayakan
dirinya dengan terlibat di sektor informal. Untuk melihat peran modal sosial dalam pemberdayaan perempuan maka peneliti menggunakan instrumen penelitian dengan
wawancara.
Gejala serta fakta sosial yang ada dilapangan ternyata tidak sepenuhnya sama persis dengan yang ada di dalam tataran teori. Kesimpulan dari tindakan yang diakui oleh pedagang mencerminkan norma informal seperti membayar retribusi antar pedagang dengan aparat, menetapkan harga-harga masakan berlanjut kepada timbulnya trust diantara pedagang dan pihak-pihak yang berinteraksi dengan pedagang sehingga adanya nilai-nilai yang dibangun bersama (sosiabilitas). Aturan -aturan informal yang berlaku di kelompok pedagang mampu mereka patuhi bersama, meskipun tidak ada perjanjian tertulis. Sehingga aturan -aturan informal tersebut
menajadi
dilaksanakan
norma-norma
tersendiri
yang
secara bersama-sama. Maka, peran
berkembang
serta
norma dikelompok
pedagang sebagai pembentuk aturan -aturan informal yang mengiringi proses
interaksi diantara pedagang dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan
pedagang, khususnya pedagang warung nasi. Konsep
Bentuk
Temuan Lapangan
Norma
Norma terdiri dari nilai-nilai, harapan harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama.
Adanya aturan -aturan yang mengikat diantara anggota pedagang dengan pembeli.
Trust
Kejujuran, Keadilan, Toleran, Keramahan, dan Saling Menghormati.
Sosiabilitas (Nilai-nilai yang di bangun bersama)seperti pedagang memberi hutang kepada pembeli karena pembeli tersebut langganan di pedagang warung nasi.
Jaringan
Pertukaran timbal Pola interaksi yang balik, solidaritas dibentuk oleh pedagang dan kerja sama. warung nasi antara pedagang dengan pedagang, pedagang dengan pembeli, pedagang dengan aparat.
Pemberdayaan Perempuan
Serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu individu yang mengalami masalah
Kekuatan perempuan untuk berkontribusi di bidang ekonomi, kemandirian dalam membuat keputusan serta kepercayaan diri yang ada di dalam perempuan yang bekerja di Pasar Depok Lama khususnya
Sinkronisasi Dengan Teori Modal sosial sebagai seperangkat norma informal di dalam suatu kelompok. Kenyataanny wujud dari trust bukan hanya harapan yang berdasarkan kepercayaan semata. Melainkan juga terdapat Sosiabilitas. Modal sosial dapat dibagi menjadi dua menurut bentuknya, pertama modal sosial dimana konsep jaringan ada di dalamnya, kedua modal sosial dimana konsep jaringan ada di luar. Kekuatan pemberdayaan meliputi tiga hal yaitu kekuatan sosial, politik, dan psikologi
Sektor Informal
kemiskinan Sebagai bagian angkatan kerja yang berada di daerah pasar.
pedagang warung nasi. Kebanyakan status usaha yang dimiliki pedagang adalah ilegal. Kebanyakan dari mereka tidak meminta izin dulu minimal meminta izin kepada RT setempat.
Status usaha ilegal adalah salah satu ciri dari sektor informal.
Tabel di atas telah memberikan sejumlah gambaran data sosial yang sesuai dengan teori maupun yang tidak ada
fakta
teori. Sehingga
sejumlah data tersebut dapat memenuhi signifikansi penelitian ini yaitu manfaat teoritis yang bermanfaat bagi pemberdayaan sosial. Kesimpulan dari tabel di atas adalah tindakan yang diakui oleh pedagang mencerminkan norma informal berlanjut kepada
ulnya trust
diantara pedagang dan pihak-pihak yang berinteraksi dengan pedagang sehingga adanya nilai-nilai yang dibangun bersama (sosiabilitas). Aturanaturan informal yang berlaku di kelompok pedagang mampu mereka patuhi bersama, meskipun tidak ada perjanjian tertulis. Sehingga aturan-aturan informal tersebut menjadi norma-norma tersendiri yang berkembang serta dilaksanakan
secara bersama-sama. Maka, peran
norma dikelompok
pedagang sebagai pembentuk aturan -aturan informal yang mengiringi proses interaksi diantara pedagang dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan
pedagang, khususnya pedagang warung nasi.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Gambaran modal sosial sebagai konsep yang terdiri dari berbagai norma, trust
dan
jaringan
semuanya
akan
melalui peranannya
dalam
mempengaruhi pemberdayaan perempuan di sektor informal dilihat dari perempuan bekerja sebagai pedagang warung nasi di Pasar Depok Lama
Kelurahan Pancoran Mas Depok. Norma akan terus berlanjut karena norma dan nilai yang dibangun bukan dalam waktu singkat dan selesai dalam waktu yang relat
singkat pula karena
norma dan nilai-nilai bersama harus dipelihara oleh kelompok dengan se
an
rupa sehingga menimbulkan harapan -harapan positif di dalam kelompok pedagang. Saling memberikan harapan diantara pedagang
pihak-pihak
yang berhubungan dengan pedagang dalam rangka bisa digunakan dan bermanfaat pada masa yang akan datang. Selain itu trust dapat mempengaruhi pemberdayaan perempuan karena trust memiliki aspek motivasi yang dapat mengeluarkan kekuatan yang dimiliki oleh perempuan yaitu ketika bekerja di sektor informal.
Oleh karenanya, peran trust di kelompok pedagang, khususnya jenis pedagang warung nasi adalah menciptakan harapan -harapan positif diantara pedagang dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan pedagang. Tidak hanya itu saja, trust memberikan kontribusinya terhadap pola pemberdayaan yang dibangun sendiri oleh kelompok pedagang yakni berupa motivasi dibalik perilaku positif, motivasi untuk mencari sumber keuangan, berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok-kelompok kegiatan kemasyarakatan dan menentukan masa depannya sendiri. Setelah norma dan Trust terbentuk di kelompok pedagang Peran jaringan di kelompok pedagang warung nasi diantaranya adalah bertambahnya jumlah pelanggan, pedagang mudah memperoleh bahan-bahan baku, perilaku saling membantu diantara pedagang, pedagang mendapatkan rasa aman, pedagang
memperoleh dukungan dari anggota keluarganya dalam menjalankan usahanya. Akhirnya, pemberdayaan yang dibangun oleh kaum perempuan bekerja di sektor informal sebagai pedagang dalam penelitian ini dapat disimpulkan mereka berhasil dalam mempekerjakan diri mereka karena dengan bekerja perempuan dapat mengaktualisasikan dirinya melalui segala potensi yang dimilikinya itu. Meskipun fenomena perempuan bekerja terkadang menjadi
lema tersendiri bagi
mereka akan tetapi, mereka telah membuktikan bahwa mereka mampu bertahan hidup dengan kemandiriannya. Meskipun belum memberikan kontribusi untuk luas jaringan tetapi kaum perempuan dapat memberikan kontribusi untuk diri sendiri dan keluarga.
B. Saran Adapun saran yang diberikan peneliti terkait dengan peningkatan kualitas pemberdayaan perempuan di sektor informal:
1. Memfasilitasi akses perempuan pada sumberdaya seperti kerja sektor informal.
2. Memfasilitasi aturan -aturan
formal bagi usaha
informal yang
dilakukan oleh perempuan, melalui kebijakan pemerintah dalam perolehan modal usaha. 3. Memfasilitasi, memperluas dan memperkuat jaringan usaha sebagai komersial di sektor informal yang dilakukan oleh perempuan.
4. Memfasilitasi perempuan yang bekerja di sektor informal pelatihan pengembangan diri, keterampilan, manajemen keuangan, promosi,
pemasaran dan evaluasi usaha. 5. Adanya kerjasama antara lembaga ekonomi formal dengan informal dalam rangka mitra usaha.
6. Stakeholder yakni lembaga formal, lembaga non pemerintahan, institusi
pendidikan,
dan
sebagainya
yng
peduli
terhadap
pemberdayaan perempuan di sektor informal diharapkan membangun
jaringan dengan pedagang, khususnya pedagang perempuan.
DAFTAR PUSTAK A
Creswell, John W, Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, Jakarta: KIK, 2002. Dewayanti, Ratih dan Ernaermawati Khotim, Marginalisasi & Eksploitasi perusahaan Usaha Mikro di pedesaan Jawa. Bandung : Yayasan Akatiga, 2004. Friedmann, Jhon, Empeworment : The politicsof Alternative Development . UK: Blackwell publisher, 1992. Fukuyama, Francis, Trust Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran , Yogyakarta: Qalam, 1995. -------------------------, Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru. Jakarta: Gramedia, 2005. Hermanto, Zarida, Gambaran Umum Potensi dan Masalah Ekonomi Dan Sosial Sektor Informal Di Perkotaan, Dalam Buku Pengembangan tor Informal Pedagang kaki lima Di perkotaan , Jakarta: Dewan Riset Nasional dan Bappenas Bekerja Sama Dengan Pulitbang Ekonomi dan Pembangunan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1995. Kartasasmita, Ginandjar, Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Jakarta : Cides, 1996. Misztal, Barbara A, Trust , Cambridge: Polity Press, 1996. Pranarka, A. M. W dan Vidhyankadika Moeljarjo, Pemberdayaan Konsep, kebijakan dan implementasi . Jakarta: CSIS, 1996. Rais, Rahmat, Modal Sosial Sebagai Strategi Pengembangan Madrasah , Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009).
Rippnas, Kementrian Pemberdayaan Wanita . Jakarta, 2004. Suharsimi, Arikunto, Manajemen Penelitian , Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Sutrisno, Loekman, Kemiskinan, perempuan & Pemberdayaan, Yogyakarta: Kanisius. The
World Bank, Understanding and Measuring Social Capital a Multidiciplinary Tool for Practitioners, Washington D.C.: World Bank, 2002.
TESIS Almah, Andi Aliudin, Peranan Modal Sosial Terhadap Program Pemberdayaan Usaha Kecil (Studi Kasus Pada Proyek Penguatan Pengembangan Ekonomi Perempuan Usaha Kecil (PPEPUK) Kelurahan Jelambar Baru Kecamatan Grogol Pertamburan Jakarta Barat), Depok : FISIP UI, 2004. Evelyn, Laura R. Sihombing, Kehidupan Sebuah Kampung Tua Jakarta (Studi Modal Sosial dalam Konteks Pemberdayaan Komunitas Kamp g Luar Batang – Jakarta Utara). Depok: FISIP UI, 2003. Gustriandi, Noviar, Modal Sosial Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Dua Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional Flamboyan dan hlia Kota Pontianak). Depok : FISIP UI. Hidajat, Hubungan Antara kesempatan kerja dan Angkatan Kerja da Pengaruhnya Terhadap Gaya Kepemimpinan dalam Perusahaan di Indonesia, P2GS. Bandung: Universitas Pajajaran, 1978. Zulkifli, Al-Humami, Tesis Kapital Sosial Pedagang Kaki Lima (PKL) : Studi tentang Sosiabilitas Komunitas Pedagang Angkringan di ta Yogyakarta . Depok : FISIP UI, 2006.
ARTIKEL Amin, M. Aziz. Model Pemberdayaan Fakir Miskin . Jakarta: Republika.
MAKALAH Raphaela, Dewantari. Pendekatan Pemberdayaan . Makalah disampaikan pada kuliah program MPS UI tahun tidak dipublikasikan. Vitayala, Aida Hubeis, Akses Perempuan Terhadap Sumber Permodalan. Makalah yang disamapaikan dalam acara silaturahmi dan SemiLoka Nasional Perempuan Parlemen Se-Indonesia . Bertempat di Gedung Nusantara IV DPR RI dan Hotel Sahid Jaya. Jakarta, 22-24 November 2006.