PERAN MEDIA RELATIONS MENGATASI KRISIS LEDAKAN TABUNG GAS 3 KG LPG PADA PT.PERTAMINA (PERSERO) Panji Adityo Nugroho Universitas Bina Nusantara, Jakarta, 021-6333537,
[email protected]
Muhammad Adi Pribadi, S.E., M.Comm., MIB ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui upaya dan kendala apa saja yang dialami Media Relations dalam menangani krisis yang menimpa Pertamina. Metodologi penelitian dilakukan menggunakan metodologi kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam, data sekunder berupa dokumen-dokumen diperoleh dari PT.Pertamina (Persero). Analisis menggunakan metode reduksi data, penyajian data, dan interpretasi data. Hasil yang dicapai bahwa penyebab krisis disebabkan oleh kombinasi dari kondisi rumah pengguna yang sempit dan tidak aman, faktor kesalahan manusia, kesalahan alat, dan kurangnya pemahaman masyarakat menggunakan gas LPG 3 kg. Dalam menangani krisis, media relations melakukan penanganan secara above the line dan below the line.Contact Center Pertamina berperan sebagai pendukung penting bagi media relations. Disimpulkan, walaupun upaya media relations dalam menangani krisis sudah maksimal, namun tidak banyak masyarakat mengetahui upaya-upaya penanganan yang dilakukan oleh media relations. Contact center sebagai peran pendukung justru lebih berperan dalam memberikan informasi dan menyelesaikan krisis dibandingkan media relations.(PAN). Kata kunci : media relations, reputasi, ledakan gas LPG 3kg, kualitatif, contact center. Objectives of the research is to to determine the effort and constraint experienced by Media Relations when handling crisis that befell Pertamina. The study was conducted using qualitative methodology. Primary data obtained through interviews, and secondary data in the form of documents obtained from PT.Pertamina (Persero). Analysis is done using the method of data reduction, data presentation, and data interpretation. The achieved result is that the cause of the crisis caused by a combination of the cramped and unsafe home conditions, human error, equipment error, and lack of public understanding of the use of LPG 3 kg. In dealing with the crisis, media relations handling it with above the line and below the line strategy. Pertamina Contact Center act as an important support for media relations. Conclusions, despite the media relations efforts in addressing the crisis, not many people know the efforts undertaken by media relations. Contact center as a supporting role was more instrumental in providing information and help in resolving the crisis than media relations.(PAN). Keywords : media relations, reputation, 3 kg LPG gas explosion, qualitative , contact center.
PENDAHULUAN Saat ini, siapa yang tidak menggunakan LPG untuk memasak ? Di Indonesia, masyarakat sudah berbodong-bondong berpindah ke LPG, dimana sebelumnya masih banyak masyarakat menggunakan minyak tanah. Perpindahan ini dikarenakan adanya program konversi minyak tanah ke LPG yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2007. Namun pada awalnya program konversi ini tidak berjalan semulus yang diharapkan pemerintah.Masih banyak saja hal yang menghambat. Salah satunya adalah faktor masyarakat yang sudah terlalu lama menggunakan minyak tanah.Untuk menjelaskannya, kita perlu melihat kondisi Indonesia di masa lalu. Achmad Faisal, mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT.Pertamina (Persero), dalam buku “Selamat Tinggal Minyak Tanah, Selamat datang LPG” menjelaskan bahwa sejak dahulu masyarakat Indonesia hampir seluruhnya menggunakan kayu bakar untuk memasak. Terutama mereka yang tinggal di pedesaan dan sebagian di perkotaan. Kemudian, pemerintah pada tahun 60-an mulai memperkenalkan minyak tanah pada masyarakat. Ini merupakan akibat dari over supply dari kilang-kilang minyak milik Pertamina. Pada awalnya mereka menolak memakai minyak tanah (mitan) karena telah terbiasa menggunakan kayu bakar. Bahkan di Jakarta hingga tahun 70-an masih banyak ditemukan rumah-rumah tangga yang memakai kayu bakar untuk masak seharihari. Mitan kurang diminati. Hal ini membuaat Pertamina pun memaksa para agen mitan untuk menjual ekstra keras pada masyarakat, agar bisa menghabiskan jatah mitan yang mereka terima. Bila tidak, kuota mitan para agen tersebut akan dipotong untuk bulan yang akan datang. Lama kelamaan, masyarakat menyadari penggunaan mitan lebih praktis daripada kayu bakar. Maka dimulailah era penggunaan mitan di Indonesia. Di kota besar dan kecil hingga perkampungan. Seiring dengan makin banyaknya kilang BBM, produksi mitan pun menjadi semakin banyak. Minyak tanah tidak lagi menjadi sesuatu yang asing bagi rakyat Indonesia. Minyak tanah dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga seperti memasak dan penerangan atau sebagai bahan bakar utama industri kecil dan nelayan. Minyak tanah juga dijadikan sebagai bahan baku pabrik obat pem-basmi nyamuk, campuran cat, dan dipakai sebagai bahan pembersih di bengkel-bengkel dan industri karena sifatnya yang mampu menghilangkan lemak.Ini berbeda dengan tren di luar negeri. Minyak tanah bukanlah kebutuhan bahan bakar pokok rumah tangga karena ia hanya digunakan untuk menggerakkan mesin pemanas di musim dingin. Melimpahnya ketersediaan minyak tanah di Indonesia pada masa lalu serta kebutuhan masyarakat akan bahan bakar murah yang mendesak, menjadikan pemerintah saat itu mau tidak mau memilih memasarkan produk sampingan kilang itu secara massal. Ini dianggap cara termudah memenuhi kebutuhan masyarakat, sekaligus jadi solusi termurah menyalurkan minyak tanah. Namun di saat bersamaan mengubah pola pikir masyarakat pengguna minyak tanah yang sudah akut tidaklah mudah.LPG masih dianggap bahan bakar mahal karena ia diposisikan sebagai bahan bakar kalangan menengah atas. Selain itu komponen seperti kompor gas dan tabung ukuran 12 kg misalnya, masih dianggap merepotkan dan tidak ekonomis. Masalah lainnya faktor 'ketakutan' terhadap penggunaan gas yang menghantui masyarakat awam yang jumlahnya tidaklah sedikit. Padahal dengan pertimbangan keamanan, Pertamina memasarkan LPG dengan memberikan pembau dari senyawa sulfur. Tujuannya, agar keberadaan atau kebocoran LPG gampang dideteksi. Faktorfaktor itulah yang menjadikan konsumsi LPG di Indonesia rendah. Sebagai contoh, di tahun 2004 penggunaan LPG tak lebih dari 0,5 % dari jumlah penduduk. Itu sama artinya hanya 1,1 juta ton per tahun saja.Angka ini berbanding jauh dengan 3 juta ton produksi LPG yang ada di Indonesia, yang berarti masih tersisa 1,9 juta ton LPG yang belum termanfaatkan. Kemudian beralih kembali ke tahun 2007, dengan dukungan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah bekerjasama dengan Pertamina membuat program konversi minyak tanah ke LPG, yang dimulai di pulau Jawa dan Bali, dan akan dilanjutkan ke Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Alasan menggunakan jenis tabung 3 kg pun merujuk kepada konsumsi minyak tanah masyarakat, dimana masyarakat biasanya membeli minyak tanah sebanyak 5 liter.Bila diubah menjadi perbandingan angka, maka 1 liter mitan setara dengan 0,57 kg gas LPG. Bila dihitung dengan cermat, ini berarti 5 liter mitan setara dengan 3 kg LPG. Proses program konversi ini sendiri sampai dengan akhir Desember 2012 akumulasi distribusi paket perdana telah mencapai 53,9 juta paket dan telah melebihi dari rencana awal sebesar 52,9 juta paket (jumlah rencana sesuai dengan hasilrapat dengan Wakil Presiden RI tanggal 3 Nopember 2009). Dengan cakupan wilayah 316 kabupaten/kota di 23 propinsi di Indonesia.
Namun program konversi ini tidak berjalan semulus sesuai harapan pemerintah dan Pertamina.Hal ini dikarenakan maraknya kasuk meledaknya gas-gas LPG 3 kg di Indonesia pada kisaran tahun 2008 sampai tahun 2011, dimana pada tahun 2008 terjadi 60 kasus, kemudian turun menjadi 52 kasus pada 2009. Tapi kemudian jumlahnya meningkat tajam hingga pertengahan 2010, mencapai 245 kasus. Kasus-kasus ledakan gas ini sangat menggegerkan masyarakat, hingga membuat reputasi Pertamina menjadi sangat menurun. Dari data yang ada, didapatkan hasil bahwa kasus ledakan tersebut banyak terjadi karena faktor human error. Akibat kasus tersebut, Pertamina bahkan sampai dituduh menjual bom kepada masyarakat. Dampaknya, Pertamina mengalami krisis yang berat di dalam perusahaan. Menurut Fearn-Banks dalam Wigley dan Zhang (2011:2), krisis adalah situasi atau kejadian besar dengan dampak negatif yang secara potensial memengaruhi sebuah organisasi atau industri, termasuk publiknya, produknya, jasanya atau nama baik. Krisis menyela transaksi bisnis yang normal dan kadangkadang dapat mengancam keberadaan organisasi Sebagai perusahaan yang sudah berdiri selama 55 tahun, tentunya sangat penting bagi PT.Pertamina (Persero) untuk membangun dan menjaga reputasinya kepada semua kalangan yang terkait, baik kepada kalangan internal perusahaan, maupun kepada kalangan eksternal.Dalam mengatasi krisis, hal ini bisa dilakukan oleh Media Relation melalui manajemen reputasi yang baik. Berkat manajemen reputasi yang dilakukan oleh Media Relations Pertamina, jumlah kasus yang terjadi merosot tajam hanya menjadi 15 kasus yang terjadi sepanjang tahun 2011.Hal ini sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai melalui kegiatan Media Relations menurut Iriantara (2011 :90-91), Meningkatkan kesadaran, misalnya kesadaran merek (brand-awareness) pada publik, mengubah sikap, misalnya mengubah sikap dari anti menjadi netral dan dari netral menjadi mendukung terhadap tindakan yang dilakukan organisasi, dan mendorong tindakan, misalnya mendorong untuk mendukung kebijakan proses produksi yang ramah lingkungan yang dilakukan organisasi Dari latar belakang tersebut, penulis memutuskan akan meneliti bagaimana peran Media Relations dalam mengatasi krisis ledakan tabung gas.Rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Upaya apa yang diambil oleh Media Relations dalam mengatasi krisis yang disebabkan oleh kasus ledakan LPG 3 kg yang terjadi di masyarakat ? Kendala apa yang dihadapi Media Relations dalam mengatasi krisis yang disebabkan oleh kasus ledakan LPG 3 kg yang terjadi di masyarakat ? Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui dan memahami peran Media Relations dalam mengatasi krisis yang disebabkan oleh kasus ledakan LPG 3 kg yang terjadi di masyarakat dan u ntuk mengetahui kendala apa saja yang dialami Media Relations dalam mengatasi krisis yang disebabkan oleh kasus ledakan LPG 3 kg yang terjadi di masyarakat.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif. Kirk dan Miller dalam Hikmat (2011:38) menyebutkan, pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Moleong dalam Hikmat (2011:37) berpendapat metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati. Metode Kualitatif dipergunakan dengan beberapa pertimbangan.Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda..Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Moleong juga menambahkan bahwa penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan.Dengan kata lain tidak harus menggunakan desain yang telah disusun secara ketat atau kaku, sehingga tidak dapat diubah lagi. Hal itu karena beberapa hal.Pertam, tidak dapat dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan ganda di lapangan. Kedua, tidak dapat diramalkan sebelumnya apa yang akan berubah karena hal itu akan terjadi dalam interaksi antara peneliti dengan kenyataan. Bermacam sistem nilai yang terkait berhubungan dengan cara yang tidak dapat diramalkan. Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data
Data primer di penelitian ini yang didapat oleh penulis dengan memperoleh data-data yang dikumpulkan secara langsung dari lapangan melalui wawancara kepada Manager Fungsi Media PT.Pertamina (Persero) maupun kepada masyarakat pengguna LPG 3 kg dan juga pengguna LPG 3 kg yang memiliki masalah kebocoran gas dan menghubungi Pertamina. Data sekunder yang diperoleh oleh penulis merupakan data berupa dokumen-dokumen yang didapat dari PT.Pertamina (Persero) yang dapat menunjang isi dan hasil penelitian. Menurut Kuncoro (2009 : 148), data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder yang diperoleh oleh penulis merupakan data berupa dokumen-dokumen yang didapat dari PT.Pertamina (Persero) yang dapat menunjang isi dan hasil penelitian. Sumber data didapat dari wawancara yang mendalam dengan narasumber dari pihak internal perusahaan dalam mengetahui peran Media Relation PT Pertamina (Persero), yaitu Manager Fungsi Media, Ibu Wianda Pusponegoro.Wawancara juga dilakukan dengan masyarakat yang menjadi target konversi gas LPG dan juga pengguna LPG 3 kg yang memiliki masalah kebocoran gas dan menghubungi Pertamina. Teknik wawancara menurut Hikmat (2011:79-80) merupakan teknik pencarian data/ informasi mendalam yang diajukan kepada responden/informan dalam bentuk pertanyaan susulan setelah teknik angket dalam bentuk pertanyaan lisan. Teknik ini sangat diperlukan untuk mengungkap bagian terdalam (tersembunyi) yang tidak dapat terungkap lewat angket. Alat yang digunakan dalam teknik ini recorder, panduan wawancara, dan catatan penelitian Untuk mendukung penelitian, studi dokumentasi digunakan untuk pengumpulan data Menurut Meleong seperti yang dijelaskan Hikmat (2011:83), dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.Studi dokumentasi dalam hal ini data statistic dan data- data resmi lainnya yang dapat menunjang isi penelitian ini. Dalam melakukan observasi, penulis melakukan observasi secara non partisipan karena penulis tidak terlibat secara langsung dan mengikuti kegiatan Media Relations PT. Pertamina (Persero). Nasution dalam Hikmat (2011:73 ) menjelaskan teknik observasi ilmiah adalah kegiatan mengamati dan mencermati serta melakukan pencatatan data atau informasi yang sesuai dengan konteks penelitian. Teknik observasi diharapkan dapat menjelaskan atau menggambarkan secara lúas dan rinci tentang masalah yang dihadapi. Teknik observasi dapat menjelaskan secara luas dan rinci tentang masalah-masalah yang dihadapi karena data observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat, dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia, dan sistem sosial, serta konteks tempat kegiatan itu terjadi.” Dalam melakukan wawancara, penulis melakukan pengumpulan dan pencatatan data dengan menggunakan bantuan alat perekam dan buku catatan dengan alat tulis agar penulis dapat membandingkan hasil rekaman dengan catatan yang penulis ambil sewaktu wawancara berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Peran media relations di dalam mengatasi krisis yang disebabkan ledakan tabung gas LPG sudah cukup efektif.Hal ini bisa dilihat dari jumlah kecelakaan yang menurun secara drastis pada periode tahun 2010-2011, dimana dari 245 kasus dapat menurun drastis hingga menjadi 15 kasus saja. Hal ini tidak terlepas dari usaha Media Relations yang mengadakan sosialisasi secara above the line maupun secara below the line agar pesan yang disampaikan dapat mengenai semua lapisan masyarakat. Tidak hanya Media Relations, Contact Center 500-000 Pertamina juga mempunyai peran sebagai pendukung Media Relations dalam mengatasi krisis. Dalam menangani krisis, Contact Center mempunyai peran pendukung untuk mencegah kejadian ledakan dapat bertambah dengan menangani kasus kebocoran LPG 3 kg di seluruh Indonesia. Contact Pertamina bekerja 24 jam bersama SR LPG dan agen untuk memberikan solusi dan bantuan soal kebocoran gas yang dialami masyarakat. Pertamina mengalami krisis dalam perusahaan disebabkan oleh banyaknya kasus ledakan LPG 3 kg yang menimpa masyarakat.Akibatdari krisis tersebut tingkat kepercayaan masyarakat pada Pertamina menjadi sangat menurun dan kemungkinan program konversi gagal menjadi semakin besar.Bila konversi gagal, tentunya Pertamina akan mengalami kerugian besar yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan. Ledakan gas itu sendiri disebabkan oleh 4 faktor.Pertama, ledakan disebabkan oleh selang dan regulator milik masyarakat yang masa pakainya sudah harus diganti.Yang kedua, minimnya ventilasi di dalam
rumah penduduk pengguna LPG 3 kg.Hal ini membut gas LPG yang bocor tidak bisa keluar, melainkan justru terakumulasi di dalam rumah penduduk. Ketiga, masih banyaknya masyarakat pengguna LPG 3 kg yang menggunakan tunggu kompor kayu bakar ataupun kompor minyak tanah bersamaan dengan penggunaan kompor LPG.Selain masih banyak dilakukan masyarakat, penggunaan kedua kompor atau tungku tersebut dilakukan dalam posisi yang saling berdekata.Faktor keempat yang menjadi penyebab ledakan adalah kurangnya pemahaman masyarakat dalam menggunakan kompor LPG.Salah satu contohnya, masih ada masyarakat yang menggunakan kompor menumpuk langsung kompor miliknya di atas LPG 3 kg tanpa menggunakan alas. Dengan mengetahui 4 faktor penyebab krisis tersebut, maka Media Relations dapat membuat strategi untuk mengendalikan krisis dan membantu mengembalikan kondisi perusahaan seperti semula. Dalam mengatasi krisis yang terjadi, Media Relations Pertamina mempunyai tujuan strategi untuk mengubah sikap, misalnya mengubah sikap dari anti menjadi netral dan dari netral menjadi mendukung terhadap tindakan yang dilakukan Pertamina.Tindakan yang dimaksud adalah sosialisasi penggunaan gas LPG 3 kg yang aman untuk menekan angka kasus kecelakaan karena ledakan gas yang terjadi.Dengan mendukung tindakan yang dilakukan Pertamina, hal ini akan mendorong masyarakat yang lain untuk mendukung tindakan sosialisasi yang dilakukan Pertamina, dan hal tersebut dapat membuat citra dan reputasi Pertamina kembali membaik.Namun sebelumnya masyarakat perlu sadar (aware) dan mengetahui tindakan-tindakan yang dilakukan Pertamina tersebut. Media Relations sendiri menggunakan strategi secara above the line dan below the line untuk melakukan sosialisasi penggunaan gas LPG 3 kg yang aman.Secara above the line, Media Relations melakukan upaya komunikasi dengan Press conference sebanyak 4 kali, termasuk di lokasi Depot LPG Pertamina, membuat konten untuk media elektronik iklan Radio dan Talkshow interaktif setiap minggu di Radio nasional dan lokal, Placement pamflet safety LPG dalam empat media cetak nasional dan Iklan sebanyak 130 insersi di 42 surat kabar lokal, dan safety LPG melalui Running Text di lima chanel TV nasional Sedangkan Strategi yang dilakukan secara below the line diantaranya melakukan berbagai macam kegiatan sosialisasi, pencetakan Buku Pintar untuk Juru Penerang dan didistribusikan ke seluruh Region Gas Domestik dan untuk pengguna, pembuatan sticker "PERINGATAN" untuk tabung LPG 3kg dan secara bertahap melakukan penempelan sticker "PERINGATAN" di tabung LPG 3 kg, pembuatan Leaflet keamanan LPG untuk masyarakat melalui Agen dan Pangkalan Pembentukan Komunitas Pengguna LPG 3 kg, sosialisasi melalui Karang Taruna dan Kelurahan bekerjasama dengan Pemadam Kebakaran, survey efektivitas sosialisasi safety LPG yang baik dan benar, dengan target area yang sudah lama dikonversi dan kepadatan penduduk yang tinggi. Pemilihan lokasi survey berdasarkan data historis yang menunjukkan insiden terjadi pada lokasi-lokasi dengan karakteristik tersebut, dan pembuatan video penggunaan LPG yang baik dan benar untuk didistribusikan ke masyarakat Selain itu, Contact Center Pertamina sebagai pendukung Media Relations bersifat membantu dengan melaksanakan tugas Media Relations untuk menyampaikan informasi kepada publik eksternal organisasi melalui sumber informasi tunggal. Menurut Iriantara (2011:181) dalam krisis Media Relations mempunyai peran untuk menyampaikan informasi pada publik internal dan publik eksternal organisasi melalui sumber informasi tunggal.Ini dikarenakan dalam krisis, informasi yang disampaikan organisasi harus berasal dari satu sumber untuk memperkecil kemungkinan terjadinya perbedaan informasi yang disampaikan pada publik. Perbedaan informasi karena berbedanya sumber akan makin mempertinggi tingkat krisis dan juga menunjukkan kepanikan organisasi dalam menghadapi krisis. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap pihak eksternal, Contact Center terbukti sangat membantu dengan menyediakan informasi seputar penanganan kasus-kasus yang terkait dengan tabung gas LPG 3 kg yang mengalami masalah. dari sisi masyarakat tidak ada kendala dalam mengatasi krisis.Hal ini dikarenakan masyarakat melihat adanya sumber informasi yang kredibel dalam bentuk channel 24 jam contact Pertamina, dimana masyarakat dapat mengikuti perkembangan informasi dan juga bisa menelpon untuk melaporkan keluhan. Namun ketika dilakukan wawancara untuk mengetahui efektivitas strategi , ternyata tidak semua responden mengetahui stratategi Media Relations yang dilakukan oleh Pertamina. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara antara penulis dengan para responden yang mengatakan bahwa selama ini para responden tidak pernah melihat upaya sosialisasi yang dilakukan Pertamina, baik secara above the line maupun secara below the line. Padahal berdasarkan wawancara dengan Ibu Wianda, upaya sosialisasi dilakukan secara setahun penuh.
Penulis menemukan bahwa peran Contact Center sebagai pendukung Media Relations dalam menangani krisis sendiri bisa dibilang jauh lebih efektif dibandingkan peran Media Relations sendiri.Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan para responden, mereka mengatakan bahwa peran contact pertamina membantu karena memberikan mereka pengetahuan sekitar penanganan tabung gas lpg 3 kg yang bocor.Selain itu contact Pertamina juga mengirimkan agen kepada masyarakat yang mengalami kebocoran gas, dalam hal ini Ibu Ida dan Bapak Ferry.Hanya saja dalam kasus bapak Ferry agen tidak bisa datang pada hari itu juga karena terhalang faktor tidak terduga, yaitu libur Nyepi.Ibu Ida sendiri mengatakan bahwa teknisi memberikan informasi secara langsung kepada Ibu Ida, sedangkan Bapak Herry mengatakan instruksi petugas contact center cukup membantu karena memberi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menangani gas bocor, seperti menutup tabung gas dengan kain basah. Penulis berpendapat mengapa efektivitas sosialisasi safety LPG yang baik dan benar di area tempat tinggal para responden wawancara kurang baik dikarenakan lokasi para responden wawancara jarang terjadi insiden dan tidak mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi.Sedangkan berdasarkan data sekunder yang penulis dapatkan, pemilihan lokasi survey sosialisasi safety LPG dilakukan berdasarkan data historis yang menunjukkan insiden terjadi pada lokasi-lokasi dengan karakteristik area yang sudah lama dikonversi dan kepadatan penduduk yang tinggi.Dapat disimpulkan karena area tempat responden tinggal tidak memenuhi karakteristik survey, pihak Pertamina tidak mengkonsentrasikan upaya sosialisasinya, khususnya melalui strategi below the line, sehingga membuat para responden tidak mengetahui upaya komunikasi yang dilakukan oleh Pertamina.
SIMPULAN DAN SARAN 1.
2.
3.
1. 2.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut: Krisis yang menimpa PT Pertamina (Persero) terjadi dikarenakan maraknya kasus ledakan abung gas LPG 3 kg di masyarakat.Penyebab ledakan gas sendiri disebabkan oleh kombinasi dari kondisi rumah pengguna yang sempit dan tidak aman, faktor kesalahan manusia, kesalahan alat, dan kurangnya pemahaman dalam menggunakan tabung gas LPG 3 kg di masyarakat. Dalam melakukan penanganan krisis, Media Relations melakukan penanganan secara above the line dan below the line.Dimana secara above the line, Media Relations melakukan upaya komunikasi dengan memanfaatkan media massa dengan melakukan press conference maupun membuat konten terkait penanganan LPG 3 kg di media elektronik maupun di media cetak.Adapun penanganan secara below the line dilakukan dengan mengedukasi masyarakat secara langsung di lapangan dengan mengadakan sosialisasi, membagikan buku pintar, dan membuat leaflet, dan membuat stiker penanganan LPG 3 kg.Upaya-upaya penanganan ini terhitung sukses karena berhasil menekan angka kasus ledakan yang mencapai 245 kasus di 2010 hingga hanya menjadi 15 kasus di tahun 2011.Contact Center Pertamina sendire berperan sebagai pendukung Media Relations, dimana Contact Center berperan menjadi perantara antara masyarakat dengan Pertamina dan membantu mencegah kasus ledakan bertambah dengan melakukan upaya pencegahan melalui edukasi secara informatif dan bekerja sama dengan petugas terpengecekan langsung terkait gas LPG 3 kg yang bocor yang terjadi. Walaupun upaya Media Relations dalam menangani krisis sudah maksimal, namun tidak semua masyarakat mengetahui upaya-upaya penanganan yang dilakukan oleh Media Relations. Hal disebabkan oleh penanganan krisis difokuskan pada area dengan jumlah kecelakaan yang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan penanganan krisis pada area dengan jumlah kecelakaan yang rendah tidak menjadi prioritas utama, dan menyebabkan masyarakat di area tersebut tidak mengetahui sosialisasi terkait penanganan LPG 3 kg yang baik dan aman. Saran yang bisa diberikan dari penulis terhadap PT.Pertasmina (Persero) adalah: Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dengan teori dan metode lain dan melihat permasalahan yang ada dari sisi lain. Dalam mengadakan sosialisasi penanganan krisis, upaya yang dilakukan Media Relations harus dilakukan secara merata dan tidak hanya terfokus di area-area tertentu saja.Ini perlu dilakukan untuk mencegah kecelakaan dapat terjadi kembali hanya karena area dengan jumlah kecelakaan yang
3.
rendah tidak mendapatkan informasi yang cukup, dan sebagai akibatnya krisis dapat kembali menimpa perusahaan. Memaksimalkan peran Contact Center dalam melakukan pencegahan kasus ledakan LPG 3 kg dan penanganan krisis kedepannya, dimana Contact Center mempunyai peran yang sejajar dengan Media Relations, tidak hanya sebagai pendukung dalam menangani krisis.
REFERENSI Ardianto, E. (2011). Handbook of Public Relations:Pengantar Komprehensif. Bandung : Simbiosa Rekatama Media Fill, C. (2009). Marketing Communications: Interactivity, Communities, and Content Fith Edition. New Jersey: Prentice Hall Hanson, R. E . (2011) Mass Communication: Living in a Media World, 3rd Edition.Washington DC :CQ Press Hikmat, M. (2011). Metode Penelitian:Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra.Yogyakarta : Graha Ilmu Iriantara, Y. (2011). Media Relations: Konsep, Pendekatan, dan Praktik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media Kriyantono, R. (2008). Public Relations Writing:Teknik Produksi Media Public Relations dan Publisitas Korporat.Jakarta:Prenada Media Kuncoro, M. (2009). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada Sosiawan, O. (2011). Selamat Tinggal Minyak Tanah, Selamat Datang LPG. Jakarta: Dian Rakyat Umar, H. (2007). Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Wardhani, D.(2008). Media Relations:Sarana Membangun Reputasi Organisasi.Yogyakarta : Graha Ilmu Widyatama. R. (2009). Pengantar Periklanan. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Bachri, B.S. Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada Penelitian Kualitatif Jurnal Teknologi Pendidikan. 10 (1): 56-57 Ferguson, D.P ; Wallace, J.D ; Chandler, R.C. Rehabilitating Your Organization’s Image: Public Relations Professionals’ Perceptions of the Effectiveness and Ethicality of Image Repair Strategies in Crisis Situations. Public Relations Journal . 6 (1): 2 Nabahan, C.R. Analisis Program Publisitas Wisata Budaya Tjong A Fie Mansion Dalam Meningkatkan Jumlah Wisatawan Domestik. Jurnal Ilmu Komunikasi Flow. 1 (3): 9-10 Wigley, S ; Zhang, W. A Study of PR Practitioners’ Use of Social Media in Crisis Planning. Public Relations Journal . 5 (3): 2
RIWAYAT PENULIS Panji Adityo Nugro lahir di Jakarta pada tanggal 31 Mei 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Ilmu Komunikasi dengan peminatan dalam Public Relations pada tahun 2013.