PERAN KOMUNIKASI ORANGTUA ANAK, KECERDASAN EMOSI, KECERDASAN SPIRITUAL, TERHADAP PERILAKU BULLYING
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Program Studi Sains Psikologi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Psikologi
oleh : YUNIAR ARFIANI S. 300 080 046
PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
1
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH
PERAN KOMUNIKASI ORANGTUA ANAK, KECERDASAN EMOSI, KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING
Disusun: YUNIAR ARFIANI S. 300 080 046
Telah disetujui Oleh:
Pembimbing Utama
Pembimbing Kedua
Dr. Yadi Purwanto, MM
Dr. Sri Lestari, S. Psi, M. Si
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER SAINS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
2
PERAN KOMUNIKASI ORANGTUA ANAK, KECERDASAN EMOSI, KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING Yuniar Arfiani Yadi Purwanto Sri Lestari Fakultas Magister Psikologi, UMS
ABSTRACT The aims of the study are to determine: The relationship of parent-child communication, emotional intelligance and spiritual intelligent of bullying behavior; The communication level of parent-child, emotional intelligence, spiritual intelligence and bullying behavior on the subject of study; Frequency and percentage of bullying behavior. The subject of the study is 122 students of SMA N 1 Weru and SMK IPTEK Weru Sukoharjo. The sampling technique used is cluster random sampling. Data was collected using bullying behavior scale, parent-child communication scale, emotional intelligence scale and spiritual intelligence scale. The data was analyzed using regression analysis. This result showed significant relationship among parent-child communication, emotional intelligence, spiritual intelligence towards bullying behavior, significant negative behavior between parent-child communication and bullying behavior, significant negative relationship between emotional intelligence and bullying behavior, significant negative relationship between spiritual intelligence and bullying behavior. Parent-child communication level in the subjects is categorized as moderate, emotional intelligence of subjects is categorized as moderate, spiritual intelligence of subjects is categorized as moderate, bullying behavior on the subjects is categorized as moderate. Key words: Parent-child communication, emotional intelligence, spiritual intelligence, bullying behavior PENDAHULUAN Fenomena bullying
kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti telah
lama orang
lain
sehingga
korban
merasa
tak
berdaya.
menjadi bagian dari dinamika sekolah. tertekan, Umumnya
orang
lebih
trauma
dan
mengenalnya (Riauskina dkk.. 2005)
dengan
istilah-istilah
seperti Priyatna
penggencetan,
pemalakan,
(2010)
mengutip
pengucilan, Laporan Komnas Perlindungan Anak,
intimidasi
dan lain-lain. Istilah bullying anak-anak
sendiri
memiliki
makna
lebih
yang
mengalami
tindak
luas, kekerasan sejumlah 871 anak, 80% di
mencakup berbagai bentuk penggunaan antaranya di bawah 1
usia 15 tahun.
Selanjutnya menambahkan bahwa anak
dalam bentuk tawuran antar pelajar atau
yang mengalami eksploitasi dan perlakuan
yang terjadi di Bandung yaitu dengan
salah lainnya yang tersebar di 12 kota
adanya Geng Motor yang telah menelan
besar sebanyak 39.861. Hal ini sungguh
korban
menyedihkan, mengingat bahwa anak-
maupun yang mengalami luka ringan
anak merupakan generasi penerus bangsa
sampai
yang harus sehat jasmani dan rohaninya.
perawatan di rumah sakit. Pada tingkat ini
baik
serius
yang
meninggal
hingga
dunia
memerlukan
Banyak kejadian bullying yang
sering terjadi bullying karena dalam usia
dilakukan oleh guru seperti kasus guru
remaja ini sebagai masa transisi dalam
olah raga di Sukabumi dengan cara
perkembangan manusia sehingga remaja
menendang siswa kelas III SMP yang
biasanya ingin kelihatan lebih dihargai,
bernama Agus hingga meninggal dunia,
punya
kasus di Jember seorang guru menganiaya
memperlihatkan siapa jati dirinya (Ehan,
Indah kelas III SMP sehingga anak
2005)
kekuasaan
dan
ingin
dilarikan ke rumah sakit, di Mataram guru
Fenomena kekerasan di sekolah
membenturkan muridnya yang bernama
yang dilakukan oleh teman sebaya di
Khairunnisa ke tembok dan memukul
Indonesia terus bermunculan. Mulai dari
wajahnya karena tidak bisa menyelesaikan
peristiwa IPDN (Institut Pemerintahan
soal-soal, kasus lain di Serang seorang
Dalam Negeri) dengan klimaks kejadian
guru
orang
meninggalnya salah seorang praja akibat
muridnya. Bullying bisa terjadi pada
dianiaya oleh seniornya di lingkungan
semua tingkatan sekolah mulai dari TK
kampus. Kasus seorang siswi SLTP di
sampai dengan SMA, bahkan sampai
Bekasi yang gantung diri karena tidak kuat
dengan Perguruan Tinggi. Pada tingkat
menerima ejekan teman-temannya sebagai
SLTA bullying paling sering terjadi yaitu
anak
memperkosa
sembilan
2
tukang
bubur.
Peristiwa
STIP
(Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) yang juga
untuk menyakiti secara psikologis ataupun
memakan korban, Agung Bastian Gultom
fisik terhadap seseorang/sekelompok orang
yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh
yang
seniornya. Tewasnya Reza 13 tahun di
seseorang/sekelompok orang yang lebih
lorong SMPnya dibilangan Bandung pada
‘kuat’ (Djuwita, 2007).
lebih
‘lemah’,
oleh
23 November 2006 akibat duel maut
Priyatna (2010) mengemukakan
sebagai buntut dari saling cemooh antar
tidak ada penyebab tunggal dari bullying.
siswa. Atau bahkan Genk Nero dari Pati
Banyak faktor yang terlibat dalam hal ini,
yang terdiri dari kumpulan anak-anak
baik itu faktor pribadi anak, keluarga,
perempuan yang melakukan kekerasan
lingkungan, bahkan sekolah – semua turut
sterhadap
mengambil peran. Semua faktor tersebut,
teman
sebayanya
(Kabarindonesia, 2008). Pelaku bullying
baik
dalam dunia pendidikan dapat dilakukan
kolektif,
semua komponen, tidak hanya anak didik,
seorang
tapi juga guru yang seharusnya berperan
melakukan tindakan bullying.
sebagai
pendidik
memberikan
dan
memberi anak
Monks
individu
maupun
kontribusi
kepada
sehingga
(2002)
akhirnya
dia
mengemukakan
perkembangan sosial anak pertama kali
bermakna bagi anak didik sebagai generasi
ditanamkan oleh orang tua dalam keluarga
bangsa.
edukatif
bersifat
lebih
penerus
nilai-nilai
diharapkan
yang
Teror
yang
berupa
melalui aturan-aturan, sikap dan tindakan
kekerasan fisik atau mental, pengucilan, yang dilihat oleh anak dari orang tua intimidasi,
perpeloncoan,
sebenarnya didekatnya. Oleh karena itu komunikasi
adalah contoh klasik dari apa yang dalam keluarga bersifat mutlak,
karena
biasanya disebut bullying. Perilaku ini sering
disebut
juga
sebagai
saat
peer
pertama
pendidikan
victimization dan hazing, yaitu usaha
3
anak
umumnya
mendapatkan berasal
dari
keluarga. Di dalam keluarga segala bentuk
yang ditandai dengan saling pengertian,
dan cara penanaman aturan atau perhatian
saling percaya, mencintai dan memberi
kepada anak diberikan. Terlepas dari
semangat dalam meraih prestasi belajar.
pengaruh
lingkungan,
Djamarah (2004) menyatakan yang
sebenarnya
menjadikan permasalahan adalah banyak orangtualah yang paling berperan dalam orangtua
yang
sudah
merasa
dapat
pendidikan anak. Orangtua mempunyai mewujudkan komunikasi yang efektif peran penting dalam pembentukan watak dengan anaknya, memperhatikan masalah dan kepribadian anak, oleh karena itu anak
pendidikan
dengan
mendukung,
selalu menginginkan adanya kesempatan
mendorong dan memotivasi anak untuk
yang banyak untuk memperoleh perhatian,
belajar lebih giat agar anak mendapatkan
dukungan, bimbingan, keteladanan untuk
prestasi belajar yang baik. Didukung oleh
membentuk kepribadiannya.
pendapat Santrock (2002)
bahwa anak
Canger
usia remaja awal sedang mengalami usia
bahwa
goncang dan mengalami pertumbuhan
interaksi positif anak dengan keluarga
yang cepat dalam segala segi, baik
berpengaruh
jasmaniah
Penelitian (Hurlock,
Bled
2001)
dan
menunjukkan
terhadap
keberhasilan
maupun
rohaniah
sering
pendidikannya. Anak yang mempunyai
menganggap bahwa perhatian orangtuanya
potensi di atas rata-rata pada siswa SLTA
sebagai salah satu paksaan yang harus
dan
dipenuhi oleh anak tanpa memberikan
berprestasi
tinggi
lebih
sering
berinteraksi dengan keluarga dibandingkan
kelonggaran
remaja yang berprestasi rendah. Bentuk
emosinya menjadi tidak stabil. Kondisi itu
interaksi
tentu saja akan mempengaruhi proses
tersebut
diantaranya
ada
sehingga
menyebabkan
perkembangan perilaku anak.
komunikasi yang lancar, ada kesamaan ide artinya saling memberi, saling menerima
4
Penelitian Patterson (Berkowitz,
anak. Semakin kurang kesempatan anak
1995), setelah lebih dari satu dekade
untuk berkomunikasi bersama orangtua
melakukan
(misalnya,
observasi
keluarga,
bersenda
gurau,
diskusi,
menyimpulkan bahwa para orangtua anak-
musyawarah keluarga), maka semakin
anak anti sosial memiliki kekurangan
besar
dalam empat fungsi penting “ manajemen”
mengalami
: (1) mereka tidak secara efektif memantau
perkembangan sosialnya. Hal ini karena
aktivitas anak-anaknya baik di rumah
orang tua tidak banyak memberi arah,
maupun di luar rumah, (2) mereka tidak
memantau, mengawasi, dan membimbing
bisa
anak
secara
mendisiplinkan memadai,
tindak
(3)
antisosial
mereka
tidak
pula
kemungkinannya kekurangan
dalam
dalam
menghadapi
permasalahan.
Situasi
anak
berbagai
yang
tidak
memberikan penghargaan cukup untuk
menyenangkan ini akan memunculkan
tindak prososial, dan (4) mereka bersama
reaksi atau perilaku yang menyimpang
para anggota keluarga lainnya, tidak cakap
dalam diri anak terhadap lingkungannya.
dalam pemecahan masalah. Kekurangan-
Jika suasana keluarga yang kurang akrab
kekurangan ini muncul bersamaan, seperti
tersebut terus berlanjut, maka segala
disebutkan
perilaku anak sudah tidak ada yang
sebelumnya,
sehingga
kegagalan orang tua tertentu sering disertai
mengawasi
kekurangan lainnya.
mengontrol, sehingga anak tersebut akan
Para ibu dan ayah yang tidak
dan
tidak
ada
yang
bertindak semaunya dan tidak memiliki
mengawasi anak-anaknya secara memadai
kemampuan
sering tidak bisa mendisiplinkan anak, dan
keadaan tersebut besar kemungkinan anak
demikian pula orang tua yang tidak cakap
tersebut akan terjebak dalam penyerapan
menegakkan disiplin cenderung untuk
nilai-nilai
tidak
meneguhkan
perilaku
prososial
5
mengontrol
dan
diri.
perbuatan
Dalam
yang
menyimpang seperti perilaku kekerasan
Agustian (2003) setiap individu, tidak bisa
atau bullying (Berkowitz, 1995)
lepas
Selain komunikasi antara orangtua
dari
emosi
berpengaruh
pada
dan
emosi
tingkah
akan
lakunya.
dengan anak, determinan atau faktor yang
Remaja
dapat
bullying
diharapkan dapat bertindak secara terarah
diantaranya yaitu kecerdasan emosi dan
sebagai pondasi terbentuknya manusia
spiritual. Asumsi tersebut didukung oleh
yang berkualitas, menjadi orang dewasa
pendapat Goleman (2004) seseorang yang
bertanggung
memiliki
produktif, sehat secara fisik dan psikis
berpengaruh
terhadap
kecerdasan
emosi
dapat
dengan
kecerdasan
jawab,
peduli
emosi
oranglain,
menempatkan emosinya pada porsi yang
serta
tepat, memilah kepuasan dan mengatur
keberhasilan seseorang dalam kemampuan
suasana hati. Koordinasi suasana hati
pribadi dan sosial adalah kecerdasan
adalah inti dari hubungan sosial yang baik.
emosi.
emosional,
sebab
kunci
utama
Apabila seseorang pandai menyesuaikan
Selain kecerdasan emosi salah satu
diri dengan individu lain atau dapat
bentuk kecerdasan lain adalah kecerdasan
berempati, orang tersebut akan memiliki
sipiritual.
tingkat emosionalitas yang baik dan akan
memungkinkan seseorang berpikir kreatif,
lebih mudah menyesuaikan diri dalam
berwawasan jauh, membuat atau bahkan
pergaulan
lingkungannya,
mengubah aturan, yang membuat orang
kecerdasan emosional adalah kemampuan
tersebut dapat bekerja lebih baik. Secara
lebih yang dimiliki seseorang dalam
singkat
memotivasi
diri,
dalam
mengintegrasikan dua kemampuan lain
menghadapi
kegagalan,
mengendalikan
yang sebelumnya telah disebutkan yaitu IQ
sosial
serta
ketahanan
emosi dan menunda kepuasan,
serta
Kecerdasan
kecerdasan
spiritual
spiritual
mampu
dan EQ (Idrus, 2002). Ditambahkan oleh
mengatur keadaan jiwa. Ditambahkan oleh
Iman
6
(2005)
berkembangnya
ilmu
pengetahuan dan banyak penelitian yang
seseorang haruslah memiliki kecerdasan
telah dilakukan menghasilkan pengetahuan
spiritual (SQ).
baru untuk membuat kehidupan yang lebih baik.
Dahulu
untuk
Kecerdasan spiritual (SQ) dapat
menentukan
memfasilitasi dialog antara pikiran dan
keberhasilan seseorang dilakukan dengan
emosi, antara jiwa dan tubuh. Dia juga
tes Intelegence Quotient (IQ). Seiring
mengatakan bahwa kecerdasan spiritual
perkembangan zaman, IQ tidak bisa
juga dapat membantu sesorang untuk dapat
berdiri
melakukan transedensi diri. Pengertian lain
sendiri
untuk
menentukan
keberhasilan seseorang. IQ salah satunya
mengenai
harus ditopang dengan Emotional Quotient
kemampuan untuk memberi makna ibadah
(EQ). Terdapat pemikiran bahwa IQ
terhadap setiap perilaku dan kegiatan
menyumbang paling banyak 20% bagi
melalui langkah-langkah dan pemikiran
kesuksesan
80%
yang bersifat fitrah, menuju manusia yang
seperti
seutuhnya dan memiliki pola pemikiran
kecerdasan emosional, kecerdasan sosial
integralistik serta berprinsip hanya karena
dan kecerdasan spiritual.
Allah (Agustian, 2003).
ditentukan
hidup, oleh
Zohar mengatakan
sedangkan
faktor
lain
dan
Marshal
(2001)
bahwa
spiritual
mampu
kecerdasan
Kasus-kasus pendidikan
spiritual
bullying
menimbulkan
adalah
di
dunia
berbagai
menjadikan manusia sebagai mahluk yang
pertanyaan ada apa gerangan dalam dunia
lengkap secara intelektual, emosional dan
pendidikan saat ini? Sesuatu pertanyaan
spiritual. Hal tersebut seperti juga yang
yang memerlukan jawaban oleh orang–
ditulis oleh Mudali (2002,) bahwa menjadi
orang yang berada di lingkup dunia
pintar tidak hanya dinyatakan dengan
pendidikan seperti guru, dosen, kepala
memiliki IQ yang tinggi, tetapi untuk
sekolah. Rektor ataupun siapa saja yang
menjadi
berada di lingkungan pendidikan yang
sungguh-sungguh
pintar
7
merupakan ujung tombak pembentukan
krisis saat ini. Hal tersebut ditandai dengan
karakter
bangsa.
merupakan
Hal
tersebut
juga
krisis moral atau buta hati yang terjadi di
rumah
bagi
segala
pekerjaan
bidang.
Meskipun
mereka
pemerintah sebagai stakeholder dalam
berpendidikan
pendidikan
membenahi
bermacam-macam gelar di depan maupun
merupakan
di belakang namanya, mereka hanya
pencetak sumber daya manusia unggul
mengandalkan logika dan mengabaikan
yang
suara
dunia
bagaimanakah
pendidikan
yang
merupakan
generasi
penerus
hati
sangat
yang
tinggi
dengan
sebenarnya
mampu
pembangunan negeri ke arah yang lebih
memberikan informasi sangat penting
baik.
untuk meraih keberhasilan. Ironisnya, pendidikan di Indonesia
Atas
dasar
pemikiran
tersebut
selain
mengetahui
selama ini terlalu menekankan arti penting
diharapkan
nilai akademik atau kecerdasan intelektual
empiris
semata. Mulai pendidikan tingkat dasar
komunikasi
sampai
sekali
emosional, kecerdasan spiritual terhadap
ditemukan pendidikan tentang kecerdasan
perilaku bullying, penelitian ini juga
emosi
mengetahui
tingkat
yang
integritas,
tinggi
mengajarkan
kejujuran,
kreativitas,
jarang
tentang
komitmen,
pelaku
antara
orangtua-anak,
frekuensi
ataupun
peran
kecerdasan
dan
persentase
korban
bullying.
mental,
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan
prinsip
masalah pada penelitian ini yaitu: apakah
kepercayaan dan penguasaan diri atau
ada hubungan antara komunikasi orangtua-
sinergi, padahal justru hal-hal itulah yang
anak, kecerdasan emosional, kecerdasan
terpenting. Akibatnya karakter dan kualitas
spiritual terhadap perilaku bullying? Dari
sumber daya manusia era 2000 masih patut
rumusan masalah peneliti tertarik untuk
dipertanyakan, yang berbuntut pada multi
mengadakan penelitian berjudul: Peran
kebijaksanaan,
ketahanan
visi,
keterkaitan
secara
keadilan,
8
komunikasi
orangtua-anak,
kecerdasan
subjek
(siswa)
sebagai
informasi
emosional, kecerdasan spiritual terhadap
tentang bahaya yang ditimbulkan oleh
perilaku bullying.
perilaku bullying, selain itu untuk para
B. Tujuan Penelitian
guru dan para orang tua dapat menjadi
1. Mengetahui
hubungan
komunikasi
panutan dan teladan yang baik bagi
orangtua-anak, kecerdasan emosi, dan
anak dengan menciptakan kultur yang
kecerdasan spiritual dengan perilaku
sehat, norma-norma etika dan moral
bullying
dalam pengasuhannya, sehingga siswa
2. Mengetahui
tingkat
orangtua-anak, kecerdasan
komunikasi
kecerdasan
spiritual
dan
dapat belajar dengan baik dan terhindar
emosi,
dari perilaku bullying.
perilaku
bullying pada subjek penelitian. 3. Mengetahui frekuensi dan prosentase
D. Definisi Operasional
perilaku bullying.
1.
adalah penggunaan kekuasaan atau
C. Manfaat Penelitian 1. Secara
teoritis,
ilmuwan
psikologi
Bullying
khususnya penelitian
bagi
kekuatan dalam bentuk perilaku
ini
menyakiti orang lain baik secara
menambah wawasan terhadap bidang
verbal
psikologi,
dilakukan
khususnya
psikologi
maupun
fisik
yang oleh
pendidikan yang berkaitan dengan
seseorang/sekelompok
hubungan komunikasi orangtua-anak,
kepada
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual
orang sehingga korban merasa
terhadap perilaku bullying
tertekan, trauma dan tidak berdaya.
2. Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan
dapat
orang
seseorang/sekelompok
2. Komunikasi orang tua dan anak
bermanfaat bagi
9
adalah
proses
interaksi
yang
menuju manusia yang seutuhnya
bersifat kekeluargaan antar anggota
dan
keluarga khususnya pada anak
integralistik serta berprinsip hanya
dengan
karena Allah.
orang
memperoleh
tua
dalam
memiliki
informasi,
pesan,
penyampaian
pendapat
serta
1. Skala bullying
pengungkapan
perasaan
anak
a. Fisik
pemikiran
E. ALAT PENGUMPULAN DATA
kepada orang tua atau dari orang
b. Verbal
tua kepada anak.
c. Psikologis
3. Kecerdasan emosi adalah
pola
2. Komunikasi Orang tua dan anak
kemampuan
seseorang
a. Rasa percaya
untuk mengenali dan mengelola
b. Sikap suportif
emosi diri sendiri dan dalam
c. Empati
berhubungan dengan orang lain,
d. Pengungkapan masalah
sehingga
mampu
bertindak
secara
berfikir tepat
dan
3. Kecerdasan Emosi
untuk
a. Mengenali emosi diri
mengembangkan diri
b. Mengelola emosi diri c. Memotivasi diri sendiri
4. Kecerdasan spiritual
d.Mengenali emosi orang lain. adalah
kemampuan
dalam e.Membina
menghadapi
dan
hubungan
dengan
memecahkan orang lain
permasalahan makna dan nilai 4. Kecerdasan Spiritual untuk
memberi
makna
ibadah a. Mempunyai kesadaran diri
terhadap
setiap
perilaku
dan b. Mempunyai visi
kegiatan melalui langkah-langkah c. Fleksibel dan pemikiran yang bersifat fitrah,
10
d. Berpandangan holistik
perilaku bullying dengan nilai rx1y sebesar
e. Sumber inspirasi
-0,364; p = 0,000 (p < 0,01). Berdasarkan
f. Melakukan refleksi diri
hasil
tersebut
pertama
F. HASIL
hipotesis
diterima,
minor
artinya
yang
komunikasi
Tujuan pertama penelitian ini yaitu
orangtua dan anak berkorelasi dengan
mengetahui hubungan antara komunikasi
perilaku bullying. Hasil ini mendukung
orangtua anak, kecerdasan emosional,
pendapat Gordon (Malik, 2003) bahwa
kecerdasan
perilaku
bagaimana corak perilaku anak sangat
bullying. Hasil analisis data menunjukkan
dipengaruhi oleh bagaimana hubungan
bahwa
orangtua-anak,
yang terjadi antara orangtua dengan anak.
kecerdasan emosional, dan kecerdasan
Hal ini berarti bahwa relasi orangtua
spiritual berpengaruh negatif terhadap
dengan anak dalam lingkungan keluarga
perilaku bullying dengan r = 0,566, Fregresi
akan
= 18,581; p = 0,000 (p < 0,01). Artinya
memberikan proses perkembangan anak
variabel
orangtua-anak,
pada umumnya dan perkembangan sosial
kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual
(kecerdasan sosial) anak. Menambahkan
bersama-sama berkorelasi dengan perilaku
uraian
bullying. Berdasarkan hasil analisis data
mengemukakan perkembangan sosial anak
menunjukkan bahwa hipotesis mayor yang
pertama kali ditanamkan oleh orang tua
diajukan
dalam keluarga melalui aturan-aturan,
spirituan
komunikasi
komunikasi
dalam
dengan
penelitian
ini
dapat
diterima.
memberikan
di
atas
kontribusi
Monks
dalam
(2002)
sikap dan tindakan yang dilihat oleh anak
Memperjelas pada tujuan pertama,
dari orang tua didekatnya. Oleh karena itu
berdasar hasil analisis data juga diketahui
komunikasi
hubungan positif yang sangat signifikan
mutlak,
antara komunikasi orangtua-anak dengan
mendapatkan
11
dalam
keluarga
karena saat
bersifat
pertama anak
pendidikan
umumnya
berasal dari keluarga. Di dalam keluarga
reaksi atau perilaku yang menyimpang
segala bentuk dan cara penanaman aturan
dalam diri anak terhadap lingkungannya.
atau perhatian kepada anak diberikan.
Ini sesuai dengan pendapat Berkowitz
Terlepas
(1995) yang mengatakan bahwa suasana
dari
sebenarnya
pengaruh
orangtualah
lingkungan, paling
keluarga yang kurang akrab yang terjadi
berperan dalam pendidikan anak. Orangtua
tersebut terus berlanjut, maka segala
mempunyai
perilaku anak sudah tidak ada yang
peran
yang
penting
dalam
pembentukan watak dan kepribadian anak,
mengawasi
oleh karena itu anak selalu menginginkan
mengontrol, sehingga anak tersebut akan
adanya kesempatan yang banyak untuk
bertindak semaunya dan tidak memiliki
memperoleh
kemampuan
perhatian,
dukungan,
dan
tidak
mengontrol
ada
diri.
yang
Dalam
bimbingan, keteladanan untuk membentuk
keadaan tersebut besar kemungkinan anak
kepribadiannya.
tersebut akan terjebak dalam penyerapan
Pada dasarnya, apabila anak kurang
nilai-nilai
dan
perbuatan
yang
memiliki kesempatan untuk berkomunikasi
menyimpang seperti perilaku kekerasan
bersama orangtua (misalnya, bersenda
atau bullying.
gurau, diskusi, musyawarah keluarga),
Hasil analisis data
menunjukkan
maka semakin besar pula kemungkinannya
hasil yang sangat signifikan yaitu nilai rx2y
anak
dalam
sebesar -0,442; p = 0,000 (p < 0,01).
perkembangan sosialnya. Hal ini karena
Berdasarkan hasil tersebut berarti bahwa
orang tua tidak banyak memberi arah,
kecerdasan emosional berkorelasi dengan
memantau, mengawasi, dan membimbing
perilaku bullying. Subjek pada umumnya
anak
berbagai
mampu mengenali perasaan-perasaan yang
tidak
dialami dan memiliki kepedulian dengan
menyenangkan ini akan memunculkan
orang lain. Dan apabila seseorang remaja
mengalami
dalam
permasalahan.
kekurangan
menghadapi Situasi
yang
12
memiliki kemampuan yang baik dalam
kemampuan
mengenali
yang
memahami, dan menghargai perasaan
kepedulian
orang lain, mampu membaca emosi orang
perasaan-perasaan
dialaminya dengan
dan
orang
memiliki lain
maka
ia
untuk
mengetahui,
akan
lain dan menunjukkan minat dan perhatian
memanfaatkan dengan baik saat mereka
bagi mereka dan mempu bekerjasam
menyaksikan atau mengalami peristiwa
secara konstruktif denga anggota dari
kekerasan.
kelompok sosial.
Ini sesuai dengan pendapat
Baron (Goleman, 2002) bahwa kecerdasan
Hasil analisis data
menunjukkan
emosi merupakan serangkaian kemampuan
hasil yang sangat signifikan yaitu nilai rx3y
pribadi,
yang
sebesar -0,490; p = 0,000 (p < 0,01).
mempengaruhi seseorang untuk berhasil
Berdasarkan hasil tersebut berarti bahwa
mengatasi
kecerdasan spiritual berkorelasi negatif
emosi,
dan
tuntutan
social
dan
tekanan
lingkungan.
dengan perilaku bullying. Kaitan dengan
Seseorang yang cerdas emosinya memiliki
tanggung
menampilkan
jawab
kesadaran
sosial
perilaku
bullying,
maka
kecerdasan
sosial
spiritual yang dimiliki seseorang dapat
dan
menjadi landasan keimanan yang kuat
kepedulian terhadap orang lain dalam
kepada
masyarakat dan ini kecil kemungkinannya
kegelisahan, emosinya cenderung stabil
sesorang
melakukan
dan dapat menentukan arah hidup yang
perilaku bullying ataupun perilaku yang
jelas. Bila spiritual telah menjadi pusat
dapat menyakiti orang lain. Ini sependapat
sistem mental kepribadian yang mantap,
dengan
pada
maka ia akan mendorong, mempengaruhi,
dilakukan
mengarahkan, mengolah, serta mewarnai
penelitian
tersebut
mampu
Capsambelis yang
mengemukakan
(2006) telah
bahwa
orang
Tuhan.
tidak
mengalami
yang
semua sikap dan tingkah laku seseorang.
memiliki kecerdasan emosional memiliki
termasuk diantaranya berkaitan dengan
13
kemampuan untuk mencegah terjadinya
kebenaran dan keadilan, benci terhadap
perilaku
kejahatan,
bullying.
mengemukakan yang
Zahrani
sesungguhnya manusia
mampu
kepribadian
(2005)
dirinya
dan
kezaliman.
Dorongan tersebut secara tidak langsung
menyeimbangkan dalam
kebatilan
merupakan salah satu modal yang dapat
memenuhi
mencegah seseorang melakukan bullying
segala kebutuhan tubuh dan kebutuhan
Hasil analisis data dapat diketahui
spiritualnya dengan sebaik-baiknya tanpa
bahwa tingkat komunikasi orangtua-anak
berlebihan
yang
pada subjek penelitian tergolong sedang
mampu
dilihat dari mean empirik sebesar 55,16
mewujudkan kesehatan diri dan jiwanya.
dan mean hipotetik 52,5. Kondisi sedang
Indiaksinya antara lain adanya keimanan
tersebut dapat penulis interpretasi bahwa
kepada
dalam
aspek-aspek yang terdapat pada variabel
melaksanakan ibadah kepada-Nya, cinta
komunikasi orangtua-anak yaitu aspek rasa
kepada orangtua, suka membantu orang-
percaya,
orang yang membutuhkan amanah, berani
pengungkapan
mengatakan kebenaran, menjauhi segala
sepenuhnya
menjadi
hal yang menyakiti manusia, dan adanya
kepribadian
subjek
pemahaman
khususnya dalam menjalin komunikasi
sesuai
disyariatkan,
kesehatan
maka
Alloh,
akan tubuh
dengan ia
cara
telah
konsisten
selalu dengan
menjaga tidak
sikap
supportif,
empati,
perasaan,
belum
bagian dalam
karakter
berperilaku
dengan orangtua.
membenaninya dengan suatu tugas yang
Kecerdasan
emosi
subjek
tidak sesuai dengan kemampuannya. Al-
penelitian tergolong sedang dengan mean
Ghazali (2000) mengemukakan dorongan
empirik 72,25 dan mean hipotetik 70.
yang berhubungan dengan aspek spiritual
Kondisi sedang tersebut diartikan aspek
dalam diri manusia, seperti dorongan
mengenali emosi diri, mengelola emosi
untuk beragama, taqwa, cinta kebajikan,
diri, memotivasi diri sendiri, mengenali
14
emosi orang lain, dan membina hubungan
Ketiga aitem tersebut merupakan aitem
dengan orang lain belum secara optimal
yang memiliki level atau tingkat perilaku
oleh sebagian besar subjek penelitian
bullying tinggi.
dalam berperilaku. Kecerdasan
Dilihat dari sumbangan efektifnya, spiritual
subjek
secara bersama-sama variabel komunikasi
penelitian tergolong sedang dengan mean
orangtua
empirik 82,18 mean hipotetik 77,5. Seperti
kecerdasan
pada variabel sebelumnya bahwasanya
sebanyak
aspek-aspek
pada variabel
bullying. Apabila dilihat secara rinci
kecerdasan spiritual yaitu kesadaran diri,
komunikasi orangtua anak menyumbang
mempunyai visi, fleksibel, berpandangan
sebesar 13,3%, kecerdasan emosi sebesar
holistik, menjadi sumber inspirasi, dan
17,6% dan kecerdasan spiritual sebesar
melakukan refleksi diri.
belum secara
24%. Dan masih ada 67,9% variabel-
optimal
besar
variabel lain yang mempengaruhi perilaku
oleh
yang ada
sebagian
subjek
anak,
kecerdasan
spiritual 32,1%
emosi,
menyumbang
terhadap
perilaku
penelitian dalam berperilaku. Adapun
bullying.
perilaku bullying pada subjek penelitian
Riauskina dkk (2005) bahwa perilaku
tergolong sedang dengan mean empirik
bullying dipengaruhi oleh faktor keluarga,
713,87
faktor sosial budaya, faktor sekolah dan
dan
Berdasarkan
mean analisa
hipotetik aitem,
702.
frekuensi
Sesuai
dengan
pendapat
faktor kelompok sebaya.
perilaku bullying yang paling sering
Berdasarkan hasil analisis varians
dilakukan yaitu: aitem no 2, tidak peduli
(anava) diperoleh
dengan pendapat orang lain (7,4%); aitem
(p<0,01). Hasil ini berarti ada perbedaan
no 1
teman
yang sangat signifikan perilaku bullying
(6,6%) dan aitem no 2 menolak teman
ditinjau dari asal sekolah. Nilai rata-rata
masuk menjadi anggota kelompok (3,3%).
perilaku bullying subjek SMA Negeri 1
membanding-bandingkan
15
F=28,620; p=0,001
Weru = 667,43; dan perilaku bullying
Adapun analisis tabulasi silang
subjek SMK IPTEK Weru = 749,54,
antara
dengan demikian perilaku bullying subjek
keterbukaan dengan ayah ibu diperoleh
dari SMK IPTEK Weru lebih tinggi
nilai chi-square sebesar 2,048 dan 1,949
dibandingkan subjek dari SMA Negeri 1
p>0,05 hal ini berarti bahwa keterbukaan
Weru.
dengan ayah ibu berkorelasi dengan Analisis
tabulasi
silang
perilaku
bullying
dengan
antara
perilaku bullying. Analisis tabulasi silang
perilaku bullying dengan jenis kelamin
antara perilaku bullying dengan kedekatan
diperoleh nilai chi-square sebesar 1,034,
ayah ibu diperoleh nilai chi-square sebesar
p>0,05 yang berarti bahwa tidak ada
2,054 dan 2,023 p>0,05 ini berarti bahwa
hubungan antara perilaku bullying dengan
perilaku bullying tidak ada hubungan
jenis kelamin, hal ini artinya tinggi
dengan kedekatan ayah ibu.
rendahya perilaku bullying seseorang tidak dipengaruhi
oleh
jenis
Hasil penelitian yang dilakukan
kelamin.
Program Studi (Prodi) Gizi Masyarakat
Berdasarkan analisis tabulasi silang antara
dan
perilaku bullyin dengan usia diperoleh chi-
Pertanian
square sebesar 3,957 p>0,05 yang berarti
bahwa
bahwa tidak ada hubungan antara perilaku
berpengaruh secara tidak langsung pada
bullying dengan jenis kelamin. Analisis
kenakalan
tabulasi silang antara perilaku bullying
pengasuhan yang dilakukan orang tua
dengan pendidikan diperoleh nilai chi-
terhadap
square sebesar 4,616 p>0,05 yang berarti
Pengasuhan yang dilandasi kekerasan baik
bahwa tingkat pendidikan orang tua tidak
itu kekerasan secara sadar maupun tidak
berkorelasi dengan perilaku bullying.
sadar mengakibatkan jiwa dan psikologi
Sumberdaya Bogor
Keluarga (IPB)
tekanan
anak
menunjukkan
ekonomi
pelajar
Institut
melalui
remajanya
keluarga,
gaya
tersebut.
remaja menjadi tertekan, selalu sedih,
16
tidak percaya diri, tidak berguna, tidak
perilaku bullying, namun ada
mampu mengendalikan diri, mendendam,
keterbatasan penelitian ini, antara lain
dan memberontak. Remaja yang seperti ini
1. Generalisasi dari
beberapa
hasil-hasil
tidak akan mampu untuk berpikir jernih,
penelitian ini terbatas pada populasi
tidak akan mampu menghargai diri sendiri
dimana penelitian ini dilakukan. Oleh
dan tidak akan mampu untuk mengelola
karena itu penerapan pada lokasi lain harus
dan
didasari penelitian ulang.
mengontrol
emosinya,
sehingga
reaksinya adalah pelampiasan powernya di
2. Masih adanya social desirability,
luar rumah dengan berperilaku nakal
yaitu
seperti memalak, mencuri,
free sex,
menjawab tidak jujur dan menampilkan
berkelahi atau tawuran, dan menyakiti
jawaban yang baik-baik tentang dirinya,
fisik
(2005)
apalagi tempat penelitian ini merupakan
menambahkan lingkungan rumah/keluarga
tempat kerja penulis sendiri sehingga
yang tidak harmonis yaitu sering terjadi
memungkinkan
pertengkaran antara suami istri yang
menampilakan jawaban yang baik tentang
dilakukan di depan anak-anak, atau sering
dirinya.
orang
lain.
Ehan
kecenderungan
subjek
subjek
untuk
untuk
terjadi tindak kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, anak yang
G. KESIMPULAN
terlalu dikekang atau serba dilarang atau
Berdasarkan hasil analisis data dalam
anak yang dilakukan permisif.
penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan ada
hubungan
negatif
yang
ini
maka
dapat
diambil
kesimpulan bahwa:
sangat
1. Ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara komunikasi orangtua-
signifikan komunikasi orangtua-anak,
anak, kecerdasan emosi, dan kecerdasan
kecerdasan
spiritual berpengaruh negatif terhadap
spiritual
17
emosi,
dengan
dan perilaku
kecerdasan bullying.
Artinya variabel komunikasi orangtua-
Djamarah, S.B. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
anak, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual
dapat
digunakan
Ehan. 2005. Bullying dalam Pendidikan. Depok: L.P.S.P3. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
sebagai
Goleman, D. 2004. Kecerdasan Emosional (terjemahan: Hermaya). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
prediktor perilaku bullying. Dengan demikian
hipotesis
mayor
yang
Hurlock, E.B. 2005. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan; Edisi kelima. (terjemahan: Istiwijayanti dan Soedjarno). Jakarta: Erlangga.
diajukan dapat diterima. 2. Berdasarkan hasil analisis diketahui kategori komunikasi orangtua anak subjek
penelitian
secara
Idrus, M. 2002. Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta, Psikologi phronesis. Jurnal Ilmiah dan Terapan, Vol.4,No.8,h 72-91 Desember 2002.
umum
tergolong sedang. Kecerdasan emosi tergolong sedang. Kecerdasan spiritual tergolong
sedang,
serta
Malik, M.A. 2003. Pengaruh Kualitas Orangtua-anak dan Konsep Diri Terhadap Kecerdasan Emosional Pada Siswa SMU di Makasar. Jurnal Intelektual Vol.1,No.1,h.5164
perilaku
bullying tergolong sedang. 3. Berdasarkan hasil analisis data rata-rata
Monks,F.J.2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.
perilaku bullying subjek SMK IPTEK lebih
tinggi
dibandingkan
perilaku
bullying subyek SMA N 1 Weru.
Priyatna, A. 2010. Let’s End Bullying. Memahami, Mencegah dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
DAFTAR PUSTAKA Agustian A.G. 2003. Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga
Riauskina, I.I. 2005. Kekerasan Terselubung di Sekolah: Hazing & Bullying. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Al Ghazali. 2000. Al-Asma’Al Husna. Bandung: Mizan.
Zohar D dan Marshall, S. 2001. SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan.
Berkowitz, L. 1995. Aggression. It’s causes,consequences and control. New York: Mc. Graw-Hill, Inc Capsambelis, C.T. 2006. Emotional intelligence: A Clue To Success Mei/Jun 2006. Psychological Bulletin Vol. 58, Edisi 3; pg 28,3 psg. 18
19