Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN DISIPLIN KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI Rina Sulistiyowati1, Wahyudi Sutopo2 1Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2Dosen Program Studi Magister Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta 57126 Telp. 0271- 632110 Email:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Tulisan ini disusun untuk mendeskripsikan pentingnya mengetahui filsafat ilmu, paradigma dan metode ilmiah dalam menelusuri perkembangan disiplin keilmuan teknik industri. Perkembangan ilmu teknik industri yang semakin pesat tidak lepas dari perkembangan kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan pengembangan kurikulum maka terjadi proses belajar mengajar yang tertata sehingga muncul lulusan teknik industri yang lebih professional. Dan menghadirkan organisasi – organisasi professional di Indonesia dan di Dunia. Kata kunci ; filsafat ilmu, metode ilmiah, paradigma PENDAHULUAN Keilmuan Teknik Industri di dunia dan di Indonesia berkembang sangat pesat. Program Studi Teknik Industri pertama kali dibuka di Pensylvania University pada tahun 1906. Di Indonesia Program Studi Teknik Industri pertamakali dibuka di Universitas Sumatera Utara pada tahun 1965, kemudian diikuti oleh Institut Teknologi Bandung pada tahun 1971 dan universitas – universitas yang lain. Sampai dengan bulan April tahun 2015 di Indonesia terdapat 210 Program Studi Teknik Industri dan 4 Program Studi Teknik dan Manajemen Industri yang sudah terakreditasi (BAN-PT , 2015). Perkembangan ilmu teknik industri yang semakin pesat dikarenakan keinginan para ahli teknik industri untuk mengetahui dan mempelajari ilmu teknik industri secara mendalam. Langkah awal yang digunakan oleh seseorang untuk mengetahui ilmu pengetahuan disebut sebagai filsafat. Dimana ilmu merupakan pengetahuan yang secara obyektif diakui kebenarannya (rasional – empiris) dan diperoleh melalui suatu metoda sistematik (metoda ilmiah) (Suriasumantri,1990) . (Gie,1987) Ilmu pengetahuan memiliki ciri yaitu, pertama Empiris cara memperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan, kedua Sistematis dimana beberapa data yang terkumpul mempunyai hubungan yang teratur, ketiga Objektif adalah bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi, keempat Analitis yaitu berusaha membeda – bedakan peranan dari bagian – bagian pengetahuan ilmiah dan yang kelima Verfikatif dimana ilmu pengetahuan dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun. Keinginan yang mendalam untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya belum diketahui dapat diartikan sebagai filsafat ilmu. Pada zaman modern,ilmu pengetahuan diperoleh dengan menggunakan metode penelitian ilmiah. Suatu prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu dapat diartikan metode ilmiah (Suriasumantri,1990). Seperangkat keyakinan dasar (basic believes) yang berhubungan dengan sesuatu yang pokok atau prinsip dapat dipandang sebagai paradigma (Denzim dan Lincoln:1994). Paradigma dibagi menjadi tiga elemen antara lain yang pertama Ontology yaitu berkaitan dengan pertanyaan dasar tentang hakekat realitas, kedua Epistemology yang mempertanyakan tentang bagaimana cara mengetahui sesuatu dan apa hubungan antara peneliti dengan pengetahuan dan ketiga Methodology yang memfokuskan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Dalam mengembangkan ilmu harus melalui suatu proses dan metode yang dapat dikatakan sebagai langkah – langkah metode ilmiah, yaitu pertama Perumusan pertanyaan penelitian, kedua Penyusunan kerangka berpikir, ketiga Perumusan hipotesis, keempat Pengujian hipotesis dan kelima Penarikan kesimpulan. METODE PENULISAN Dari latar belakang yang ada maka dalam artikel ini dilakukan perumusan masalah mengenai kontribusi filsafat dalam perkembangan disiplin keilmuan teknik industri. Kemud ian menentukan tujuan dan mengumpulkan informasi melalui literature buku, jurnal dan website mengenai filsafat, ilmu, ilmu pengetahun, paradigma, metode penelitian. Mempelajari disiplin ilmu teknik industri dan perkembangannya, kurikulum pendidikan tinggi, mempelajari bidang keminatan di Program Studi
1
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Sarjana Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mencari informasi mengenai organisasi – organisasi yang tumbuh sebagai perkembangan dari keilmuan teknik industri melalui website. Sehingga dapat diketahui kontribusi filsafat ilmu terhadap perkembangan keilmuan teknik industri. Kemudian diperoleh simpulan bahwa dengan mempelajari filsafat ilmu maka seorang ahli teknik industri akan terus menggali tentang ilmu – ilmu yang dapat berkembang dari disiplin ilmu teknik industri. PEMBAHASAN Disiplin Ilmu Teknik Industri dan Perkembangannya Mesin uap yang ditemukan oleh James Watt pada akhir abad 18 dapat dikatakan sebagai awal dari perkembangan ilmu teknik industri. Pada saat itu mulai terjadi perubahan yang sangat fundamental dari sistem produksi yang bersifat industri rumah tangga menjadi sistem fabrikasi. Disiplin ilmu teknik industri selain memanfaatkan ilmu matematika dan fisika juga memanfaatkan ilmu sosial. Melibatkan unsur manusia sebagai unsur utama disamping unsur material dan mesin merupakan keunikan yang dimiliki disiplin ilmu teknik industri dibandingkan dengan ilmu kerekayasaan yang lain.. Sehingga objek kajian teknik industri merupakan sistem integral yang dapat digambarkan seperti Gambar 1.
Gambar 1. Sistem Integral sebagai objek Kajian teknik Industri (Senator, 2007)
Pada awal perkembangan keilmuan teknik industri objek yang dikaji adalah pabrik dan semua yang berhubungan dengan produksi. Dalam perkembangannya kajian ilmu teknik industri merambah ke hampir semua sektor termasuk sektor jasa. Objek kajian yang dipelajari dalam teknik industri semakin luas dan dapat dilihat dalam gambar. 2.
Gambar 2. Kelompok Bidang Keminatan Disiplin Ilmu Teknik Industri (Program studi Teknik Industri UNS, 2015)
2
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 2 mengilustrasikan tentang bidang keminatan yang terdapat pada Program Studi Teknik Industri Universitas Sebelas Maret. Ilmu - Ilmu Teknik Industri mempelajari mengenai perencanaan dan perancangan. Dari perencanaan dan perancangan kemudian dibagi menjadi beberapa bidang keminatan, yaitu dalam perencanaan dipelajari mengenai Optimasi dan Perancangan Sistem Informasi, Sistem logistik dan Bisnis dan Sistem kualitas. Dan perancangan meliputi Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, Perencanaan dan Perancangan Produk dan Sistem produksi. Seorang ahli teknik industri dalam melihat suatu permasalahan bisa dimulai dari perencanaan atau perancangan, tergantung dari sisi kebutuhan perbaikan atau solusi yang dibutuhkan. Di Indonesia perkembangan keilmuan teknik industri tidak lepas dari perkembangan kurikulum pendidikan tinggi. Perjalanan kurikulum Pendidikan tinggi di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu pertama Kurikulum Berbasis Isi merupakan Kurikulum yang mengutamakan ketercapaian penguasaan IPTEKS (Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 056/U/1994, kedua Kurikulum Berbasis Kompetensi yang mengutamakan pencapaian kompetensi,sebagai wujud usaha untuk mendekatkan pendidikan pada kondisi pasar kerja dan industri dan ketiga Kurikulum Perguruan Tinggi didasarkan pada pencapaian kemampuan yang telah disetarakan untuk menjaga mutu lulusannya dan mengembangkan KKNI. Perguruan tinggi di Indonesia melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan kurikulum yang ada, sehingga tercapai lulusan yang sesuai dengan tujuan kurikulum. Lulusan – lulusan yang professional semakin banyak dan persaingan semakin ketat kemudian muncullah beberapa organisasi – organisasi yang mewadahi profesionalisme tiap bidang dalam ilmu teknik industri. Di Indonesia muncul beberapa organisasi yang berdiri untuk mewadahi dan mengukur professional bidang dalam ilmu teknik industri. Organisasi keilmuan teknik industri yang hadir di Indonesia tidak terlepas dari hadirnya organisasi – organisasi keilmuan teknik industry di dunia. Perkembangan organisasi keilmuan teknik industry di Indonesia dan di dunia dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Perkembangan berdirinya Organisasi keilmuan Teknik Industri
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa perkembangan organisasi yang berhubungan dengan disiplin keilmuan teknik industry sangat pesat di era tahun 1950 – 2000. Di Indonesia organisasi keilmuan teknik industri mulai muncul dan berkembang pada era Tahun 1950 – 2000. Kemudian muncul lembaga – lembaga sertifikasi professional sebagai bagian dari organisasi – organisasi yang telah ada. Dengan sertifikasi professional maka seorang Teknik industri menjadi lebih professional dalam bidangnya dan bersaing menjadi professional - profesional yang berkompetensi.
3
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Kontribusi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Teknik Industri Filsafat ilmu mempunyai kontribusi dalam pengembangan Ilmu Teknik Industri. Dengan pemahaman yang mendalam mengenai filsafat maka seorang mahasiswa atau lulusan teknik industri akan terus menggali ilmu – ilmu yang berhubungan dengan disiplin Ilmu Teknik Industri sehingga akan diperoleh pengetahuan – pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan ke dalam dunia kerja dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan cara – cara baru yang bisa menghasilkan sesuatu yang efektif dan efisien. Hal tersebut tidak terlepas dari sumber – sumber ilmu dimana ilmu datang dari Tuhan, bahwa Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar kemapuan kita sebagai manusia yaitu suatu ilmu yang ada pada saat ini pasti sebagai manusia kita dapat menemukan ilmu yang lebih mendalam dengan menggunakan akal dan pikiran yang kita miliki seiring dengan bertambahnya keingintahuan manusia akan suatu ilmu pengetahuan. Sebagai manusia kita mempunyai hati nurani untuk menjadikan umat manusia lebih maju dengan terus menggali dan mengembangkan ilmu teknik industri maka ilmu teknik industri di masa depan akan menjadi semakin luas dan semakin pesat untuk menjawab kebutuhan pasar kerja dan industri global. Dengan hadirnya organisasi – organisasi keilmuan teknik industri yang kemudian muncul lembaga – lembaga sertifikasi sebagai bagian dari organisasi tersebut. Dari sertifikasi yang diperoleh dari lembaga – lembaga sertifikasi professional maka seorang yang berkecimpung dalam ilmu teknik industri akan lebih berkompetensi dibidangnya. SIMPULAN Filsafat ilmu berkontribusi dalam perkembangan keilmuan teknik industri dengan menerapkan ide – ide baru dalam disiplin ilmu teknik industri yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Perkembangan keilmuan Teknik Industri tidak lepas dengan penerapan kurikulum pada pendidikan tinggi yang akan menghasilkan lulusan teknik industri mampu bersaing di pasar kerja dan industri global. Perkembangan keilmuan teknik industri semakin pesat dengan hadirnya organisasi – organisasi yang berhubungan dengan keilmuan teknik industi secara bertahap di Indonesia maupun di dunia Organisasi – organisasi yang hadir kemudian melahirkan lembaga – lembaga sertifikasi agar menghasilkan seorang teknik industri yang professional dalam bidangnya dengan memberikan sertifikasi professional dalam bidang yang diminati. PUSTAKA Nur Bahagia, Senator. (2007). Pengantar Teknik Industri. Bandung: Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. S. Suriasumantri, Jujun. (1990). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar harapan. The Liang Gie. Dikutip dari buku Surajiyo. (2007). Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.,p.59 Lastoro Simatupang, Lono. (2006). Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Arikunto, S. (2002) . Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Denzim, Norman K., and Lincoln, Yvonna S.(Editor).(1994). Handbook of qualitative research. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage. Rodliyah, Ainur.(2013). Tugas Etika Profesi “Organisasi Perhimpunan Ergonomi” Indonesia.: Universitas Brawijaya Fakultas Teknik Malang. Wignjosoebroto, Sritomo. Peran Strategis Teknik Industri Bagi dunia Industri di Indonesia dalam menghadapi Persaingan di Era Pasar Bebas. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional. Peran dan kesiapan Sektor Industri menyongsing Diberlakukannya Otonomi Daerah secara Penuh dan Era Perdagangan Bebas. Dies Natalias universitas Islam Sultan Agung (UNISULA) Semarang ke- 39, Pada tanggal 27 Juni 2001 di Semarang. Samadhi, Ari. Pendidikan dan keilmuan Teknik Industri Masa Depan di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Teknik Industri Konvensi Nasional I, BKTI-PII. Hotel Borobudur Jakarta. 29 Juni 2012. Tim Kurikulum dan Pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2014). Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi. Direktorat jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. www.iea.cc/about/index.html. History or The IEA. Diunduh pada April 2015 www.bksti.org/profil-bksti/. Profil BKSTI. Diunduh pada April 2015
4
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
http://www.elalog.eu/sites/default/files/130605_ELA_statutes_2013_ENG.pdf, International Non-profit Association STATUTES. Diunduh pada April 2015 http://www.sole.org/, Welcome to SOLE. Diunduh pada april 2015 www.ali.web.id/about.php?type=About. Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Diunduh pada April 2015 www.apics.org/sites/apics-supply-council/about-apics-scc. About APICS Supply Chain Council. Diunduh pada April 2015 www.humanfactors.com/about_us/index.asp. About us. Diunduh pada April 2015
5
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK KELAPA SAWIT SEI BARUHUR PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI Krismas Aditya Harjanto Sinaga1, Baju Bawono2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Babarsari No. 43 Yogyakarta 55281 (0274) 487711, Fax : (0274) 485223 1
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sei Baruhur yang terletak di kecamatan Torgamba, kabupaten Labuhanbatu Selatan, provinsi Sumatera Utara. Pabrik ini mengolah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit (kernel). Pabrik berencana menambah kapasitas olah menjadi 60 ton TBS/jam karena adanya peningkatan produksi kelapa sawit pada masa tanaman kelapa sawit mencapai usia produktif (n+8 sampai n+13). Dalam penambahan kapasitas olah diperlukan penambahan mesin dan perluasan area stasiun produksi. Untuk itu diperlukan usulan rancangan tata letak yang baru untuk mendukung penambahan kapasitas olah pabrik. Perancangan tata letak dilakukan untuk mendapatkan tata letak terbaik pada kapasitas olah yang baru. Dalam penelitian ini digunakan metode Relationship Diagramming untuk mendapatkan alternatif tata letak awal. Kemudian dilakukan perbaikan terhadap alternatif tata letak awal dengan metode Pairwise Exchange untuk mendapatkan usulan tata letak terbaik. Usulan tata letak dari setiap alternatif dibandingkan dengan point scoring. Hasilnya dipilih usulan tata letak alternatif pertama yang mendapat nilai sebesar 191. Kata kunci: pairwise exchange, relationship diagram, tata letak PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam dunia industri manufaktur, tata letak secara nyata mempunyai peran penting dalam meningkatkan kapasitas produksi terutama menyangkut efisiensi waktu, tempat, dan biaya. Perancangan tata letak meliputi pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area yang tersedia untuk penempatan mesin-mesin, bahan-bahan perlengkapan untuk operasi, dan semua peralatan yang digunakan dalam proses operasi. (James M.Apple, 1990). Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sei Baruhur PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) mengolah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit (kernel) dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam. PKS Sei Baruhur memiliki stasiun utama dan stasiun pendukung berjumlah 11 stasiun untuk proses produksinya. Kapasitas pengolahan PKS dihitung dari kemampuan PKS dalam mengolah TBS selama 1 jam. Berdasarkan kemampuan mengolah TBS dan pertimbangan pabrikasi, PKS Sei Baruhur tergolong dalam Interim line mill, yang mana pada saat ini PKS Sei Baruhur memiliki kapasitas olah 30 ton TBS/jam namun lahannya telah disiapkan untuk 60 ton TBS/jam. Sebuah PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam minimal membutuhkan pasokan bahan baku TBS sebanyak 600 ton/hari. TBS terutama dari 2 perkebunan seinduk yaitu perkebun Sei Baruhur dengan luas areal tanaman 5927,58 Ha dan perkebunan Sei Kebara dengan luas areal tanaman 5926,02 Ha serta perkebunan masyarakat (pihak ke-3). Berdasarkan data produksi selama tahun 2014, PKS Sei Baruhur telah mengolah TBS sebanyak 166.473.800 kg, dimana pasokan TBS terendah terjadi pada bulan juni sebanyak 11.698 ton sedangkan pasokan tertinggi pada bulan september sebanyak 16.493 ton. Dalam 1 siklus produksi kelapa sawit, produksi maksimal terjadi pada masa n+8 sampai dengan n+13. Berdasarkan profil produksi TBS tahun 2014 dan penentuan produksi puncak, kapasitas terpasang PKS yang dibutuhkan seharusnya di atas 30 ton TBS/jam karena kapasitas terpakai 41,62 ton/jam sehingga kapasitas olah menjadi – 11,62 ton/jam. Rumusan Masalah Berdasarkan perbedaan waktu tanam kelapa sawit, masa produksi puncak, perencanaan waktu tanam ulang (replanting) dari luas areal yang dimiliki oleh PTPN III maka akan dilakukan penambahan
6
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
(extension) kapasitas olah dari 30 ton TBS/jam menjadi 60 ton TBS/jam secara line proses sehingga perlu perencanaan tata letak agar diperoleh proses produksi yang efektif. Tujuan Penelitian a. Menganalisis tata letak PKS awal dengan kapasitas 30 ton TBS/jam. b. Menganalisis tata letak PKS tambahan menjadi kapasitas 60 ton TBS/jam. c. Merancang tata letak gabungan dengan kapasitas 60 ton TBS/jam. Batasan Masalah Usulan perubahan tata letak PKS dari kapasitas 30 ton TBS/jam ke 60 ton TBS/jam secara line proses hanya pada lantai produksi. METODOLOGI Untuk membuat rancangan tata letak PKS dilakukan beberapa tahap penelitian: a. Meninjau lokasi untuk mengetahui tata letak awal PKS. b. Melakukan penelitian serta pengumpulan data dan informasi tentang proses produksi dan tata letak PKS dengan metode interview dan observasi. c. Menghitung kebutuhan mesin dan alat pendukung serta kebutuhan luas tiap stasiun. d. Membuat alternatif tata letak awal menggunakan Activity Relationship Chart (ARC). e. Melakukan perbaikan pada alternatif tata letak awal dengan metode Pairwise Exchange. f. Membandingkan tata letak dari setiap alternatif dengan Point Scoring lalu memilih usulan tata letak yang mendapat nilai terbesar. Dalam perencanaan pabrik kelapa sawit ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, antara lain kapasitas olah, tata letak, rancangan, dan organisasi pabrik. (Ponten M.Naibaho, 1998) 1. Kapasitas olah (1.1) L P V J
= luas areal (Ha) = produksi TBS (ton/Ha) = produk tertinggi (distribusi panen, %) = jam olah (jam/bulan)
Pada kenyataannya kapasitas olah terpasang jarang tercapai. Oleh sebab itu dalam perencanaan perlu diperhitungkan kapasitas olah efektif 85 % dari kapasitas olah terpasang, maka dibuatlah rumus perencanaan PKS : (1.2) 2.
Letak PKS Pembangunan pabrik dianggap berhasil jika fasilitas seperti sumber air cukup tersedia, lokasi pabrik mudah dijangkau, tersedia tempat pembuangan air limbah, terhindar dari gangguan alam seperti banjir dan longsor. 3. Rancangan Instalasi PKS 4. Organisasi pabrik Data yang diperlukan dalam perancangan usulan tata letak pabrik kelapa sawit antara lain: data umum perusahaan, data luas lahan yang tersedia, data fasilitas produksi, uraian proses produksi. Proses produksi adalah proses transformasi yang mengubah input yang berupa bahan baku, mesin, peralatan, modal, energi, tenaga kerja menjadi output sehingga memiliki nilai tambah. Bahan baku atau bahan utama yang digunakan untuk proses produksi CPO dan inti di PKS Sei Baruhur adalah buah kelapa sawit yaitu tandan buah segar (TBS). Uraian proses produksi pada PKS Sei Baruhur terdiri dari beberapa tahapan: penimbangan, perebusan, pemipilan, pengadukan dan pelumatan, pengepresan, penyaringan, serta pemurnian seperti terlihat pada gambar 1.
7
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
TBS Jembatan Timbang JJK ke Lapangan
Loading Ramp
Uap
Sterilizer
Hopper
Condensate
Thresser Loose Fruits Digester
JJK
Incinerator Abu Janjang
Screw Press Minyak
Ampas Press Depericarper
Sabut
Vibrating Screen Air Panas
Biji Polishing Drum
Crude Oil Tank
Nut Silo
Clarifier Tank
Nut Cracker
Sludge + Oil
Uap Sludge Tank
Oil Pneumatic Separating Column
Pure Oil Tank
Cangkang
Oil Purifier
Clay Bath Kernels +Cangkang
Sludge Separator/ Decanter
Vacuum Driver
Cangkang
Kernel Silo
Boiler
Kernel (IKS)
20 kg/cm2 Steam Power House
CPO (MKS)
Effluent
B.P. Vessel Steam (3-4 kg/cm2)
Uap ke proses pengolahan
Gambar 1. Bagan Alir Proses Pengolahan Kelapa Sawit di PKS (Iyung Pahan, 2008)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tata letak awal fasilitas di PKS Sei Baruhur terdiri dari 11 area baik sebagai stasiun produksi maupun sebagai stasiun pendukung. Karena terjadi penambahan kapasitas olah dari 30 ton/jam menjadi 60 ton/jam maka diperlukan penambahan beberapa mesin dan perluasan area. Sebuah PKS dengan kapasitas 60 ton/jam dengan asumsi jam kerja pabrik 20 jam/hari maka kapasitas olahnya menjadi 60 ton/jam x 20 jam/hari = 1200 ton/hari. Kebutuhan waktu untuk 1 siklus proses produksi adalah 168 menit. Dengan demikian jumlah siklus proses produksi dalam satu hari ada 8 siklus. Jumlah siklus dalam sehari: 20 jam/hari x 60 = 1200 menit : 168 menit = 7,142 ≈ 8. Sedangkan kapasitas olah per siklus adalah 150 ton. Kapasitas olah tiap siklus: 1200 ton/hari : 8 siklus/hari = 150 ton/siklus. Maka terjadi penambahan beberapa mesin dan peralatan adalah seperti terlihat dalam tabel 1 Tabel 1. Data Kapasitas dan Jumlah Mesin di PKS Sei Baruhur
Mesin/ Peralatan
Kapasitas
Lama
Baru
Jembatan Timbang
50 ton
1 buah
2 buah
Loading Ramp
600 ton
1 buah
2 buah
Transfer Carriage
3 lori
2 buah
4 buah
Lori
3,5 ton
52 buah
104 buah
6 buah
8 buah
8 lori
3 buah
6 buah
Tipler
1 lori
1 buah
2 buah
Digester
3500 liter
4 buah
8 buah
Rail Track Sterilizer
8
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Screw Press
12 ton
4 buah
8 buah
Nut Silo
30 ton
3 buah
6 buah
Boiler
25kg
1 buah
2 buah
Tabel 2. Data Stasiun dan Ukurannya
Dimensi Panjang(m) Lebar(m)
Stasiun Stasiun Penerimaan Buah
Luas(m2)
110
42
4620
Stasiun Rebusan
27
16
432
Stasiun Pemipilan
11
8
88
Stasiun Pengempaan
10
9
90
Stasiun Pemurnian
20
18
360
Stasiun Pemisahan Biji
18.5
9
166.5
Stasiun Kernel
24.2
20
484
Boiler House
42
20
840
Power House
20
18
360
Palm Oil Storage
40
35
1400
Perencanaan Layout menggunakan ARC Activity Relationship Chart (ARC) dibuat berdasarkan pertimbangan frekuensi aliran perpindahan material antar tiap stasiun dan digunakan untuk mengetahui derajat hubungan kesamaan antar stasiun. ARC antar departemen dapat dilihat pada gambar 2. 1. Stasiun Penerimaan Buah 2. Stasiun Rebusan 3. Stasiun Pemipilan 4. Stasiun Pengempaan 5. Stasiun Pemurnian 6. Stasiun Pemisahan Biji 7. Stasiun Kernel 8. Boiler House 9. Power House 10. Boiler Water Treatment 11. Palm Oil Storage
A 3 A 6 A 6 A 6 U A 6 E 5 A 7 O U -
I 2 E 5 U A 6 U A 5 U 5 A 3 X 9
O O U 7 U 7 X 9 I 5 U X 9
U O U 7 U I 5 U U -
U 7 O U I 5 U U -
Gambar 2. ARC PKS Sei Baruhur
9
I 8 X 9 I 5 U E 6
U E 8 U I 5
O U U -
U U -
I 8
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 3. Tingkat Kedekatan Hubungan antar Stasiun
No
Tingkat Kedekatan
Area A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Stasiun Penerimaan Buah Stasiun Rebusan Stasiun Pemipilan Stasiun Pengempaan Stasiun Pemurnian Stasiun Pemisahan Biji Stasiun Kernel Boiler House Power House Boiler water Treatment Palm Oil Storage
E
2 3,1 4,2 5,6,3 4 7,8,4 6 9,10,6 8 8
I 3,7,11
4,9 9,1 9,11 9 9 1
2 11 8 7 2
6,5,4,3
5
O
U
4,9 5,6,7
5,6,8,10 10,11 5,6,7,8,10,11 7,8,10 6,7,10,3,1 10,11,5,3,1 9,10,11,5,4,3 4,3,1 7 11,7,6,5,4,3,2,1 10,7,6,3,2
1 2 2 2 10,1 9
4,1
X 8
8
11,5,2 11 9,8
Perancangan Initial Layout untuk Tata Letak Alternatif 1 Tahap-tahap untuk membuat initial layout alternatif tata letak pertama 1.
Memasangkan dua area dengan derajat kedekatan tertinggi pada ARC. Berdasarkan derajat kedekatan tertinggi kita dapat menentukan dua area yang menjadi prioritas pertama sebagai penyusun initial layout. Dipilihlah stasiun penerimaan buah (1) dan stasiun rebusan (2) dengan derajat kedekatan A. 1
2.
2
Area kedua dipilih berdasarkan derajat kedekatan tertinggi terhadap dua stasiun yang sudah masuk ke layout. Jika tidak ada pilih derajat kedekatan berikutnya (tie-breaking rule) yaitu E, I, O, U, X. Area
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1
I
O
U
U
I
U
O
U
I
2
A
E
O
O
O
X
E
U
U
1
2 3
Setelah mendapatkan derajat kedekatan tertinggi yaitu area nomor 3 (stasiun pemipilan) selanjutnya area tersebut diletakkan dominan dekat are 2 karena memiliki derajat kedekatan yang lebih besar. 3.
Tahap selanjutnya memilih area lain berdasarkan derajat kedekatan tertinggi terhadap area yang sudah masuk ke layout Area 1 2 3 4 6 7 8 9 5 10
3 I A
4 O E A
5 U O U A U U X I
6 U O U A
7 I O U U A
8 U X U U A E
9 O E I I I U A
10 U U U U U U A O U
10
11 I U U I U U X X E U
7 1
2
6
8
3
4
9
11
5
10
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Perancangan Initial Layout untuk Tata Letak Alternatif 2 Pada perancangan alternative kedua, area yang menjadi prioritas utama adalah stasiun pamipilan (3) dan stasiun pengempaan (4). Tahap-tahap untuk membuat initial layout alternatif tata letak kedua 1. Memasangkan dua area dengan derajat kedekatan tertinggi pada ARC. Berdasarkan derajat kedekatan tertinggi kita dapat menentukan dua area yang menjadi prioritas pertama sebagai penyusun initial layout. 3
2.
4
Memasangkan dua area dengan derajat kedekatan tertinggi pada ARC. Berdasarkan derajat kedekatan tertinggi kita dapat menentukan dua area yang menjadi prioritas pertama sebagai penyusun initial layout. Dipilihlah stasiun pemipilan (3) dan stasiun pengempaan (4) dengan derajat kedekatan A Area 1 2 5 6 7 8 9 10 11 3
3.
3
I
A
U
U
U
U
I
U
U
4
O
E
A
A
U
U
I
U
I
4 2
Selanjutnya memilih area lain berdasarkan derajat kedekatan tertinggi terhadap area yang sudah masuk ke layout Area 3 4 2 1 6 7 8 9 5 10
1 I O A
2 A E
5 U A O U U U X I
6 U A O U
7 U U O I A
8 U U X U A E
9 I I E O I U A
10 U U U U U U A O U
11 U I U I U U X X E U
5 3
4
6
8
1
2
7
9
Analisis Usulan Tata Letak Baru Tabel 4. Alternatif 1
Dari
Menuju
Area
2
3
1
16
4
2 3 4
16
Skor 4
5
6
7
8
9
10
11 20
8 16
1 0
0
16
16
1
26 0
5 16
6
16
0
16
4
4
40
4
8
12
4
36
8
7
8 16
8 9
16
32
1
1
10
0
Total Skor
191
11
10
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 5. Alternatif 2
Dari
Menuju
Area
2
3
4
1
16
4
1
16
8
2 3 4
Skor
16
5
6
7
8
9
10
11 21
1
1
26
0 16
16
0
8
5
0
16
4
36 8
16
6 7
16
4
8
0 16
8 9
36 8 16
32
1
1
10
0
Total Skor
184
Dipilih tata letak alternatif 1 dengan skor 191 7 1
2
6
8
3
4
9
11
5
10
SIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dipilih tata letak alternatif 1 dengan skor 191. Untuk kapasitas 60 ton/ jam diperlukan penambahan 1 jembatan timbang, 1 loading ram, 1 tranfer carriage, 2 rail track, 3 rebusan, 1 boiler dan dilakukan perluasan area pada stasiun penerimaan buah dan stasiun rebusan. PUSTAKA Apple, James M, 1990, Tataletak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Naibaho, Ponten M, 1998, Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Pahan, Iyung, 2008, Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Penebar Swadaya, Jakarta.
12
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
13
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KUALITAS DAN PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN BAKU SAMBAL PECEL MADIUN Vinsensius Widdy Tri Prasetyo1, Syafril Syafar2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Madiun Jl. Manggis 15-17 Madiun 63161 Telp: (0351) 453328 Email:
[email protected] ABSTRAK Madiun adalah salah satu kota yang berada di wilayah Jawa Timur yang memiliki makanan khas yaitu “Sambal Pecel”. Mengingat bahwa sambal pecel adalah makanan yang banyak disukai oleh masyarakat kota Madiun maka sambal pecel juga harus memiliki komposisi tertentu yang harus dipenuhi guna menjaga kualitas rasa karena kualitas rasa menggambarkan kemampuan dari produk tersebut untuk meningkatkan penghasilan. Mengingat sambal pecel berfungsi sebagai makanan, maka produk tersebut harus memiliki beberapa kondisi tertentu yang harus dipenuhi guna dapat menunjang fungsinya tersebut, seperti pengolahan dan penyajiannya, dimana pengolahan dan penyajiannya sehingga sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas sambal pecel Madiun dan menentukan komposisi bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan sambal pecel yang optimum dengan menggunakan metode desain eksperimen Taguchi dengan mengambil sampel sebanyak 100 ibu-ibu rumah tangga di wilayah Madiun sebagai responden. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa kualitas produk sambal pecel berdasarkan persepsi konsumen adalah sambal pecel yang beraroma daun jeruk, berwarna cokelat kemerahan, mempunyai rasa pedas manis, serta produk yang berstruktur sedang, dan berdasarkan hasil eksperimen diperoleh komposisi bahan baku sambal pecel yang tepat yaitu komposisi dengan level produk ke dua. 1,2
Kata kunci: kualitas, sambal pecel, komposisi, bahan baku PENDAHULUAN Pembuatan suatu produk dimulai dari ketika seorang perancang produk menerima informasi yang diperlukan dan diharapkan oleh konsumen dan kemudian menterjemahkannya dalam bentuk spesifikasi, komposisi, tolerensi, dan dimensi produk. Produk yang dihasilkan memiliki karakteristik tertentu yang menggambarkan performansi yang diiinginkan konsumen yang merupakan ukuran kualitas. Kualitas mengandung banyak makna. Terdapat elemen-elemen kualitas, yaitu: 1) kualitas mencakup jasa, proses, produk, lingkungan, dan manusia (Prawirosentono, 2004), 2) kualitas meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan dari pelanggan (Purnawarman, 2004), 3) kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah yang mungkin saat ini produk mempunyai kualitas yang baik mungkin saat mendatang dianggap kurang berkualitas (Soejanto, 2009). Dalam pengembangan produk diperlukan suatu dimensi untuk mengukur suatu kualitas suatu produk. Dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk manufaktur, antara lain (Gaspersz, 2005): a. Kinerja (performance) yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. c. Kehandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai. d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification) yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. e. Daya tahan (durability) yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan. g. Estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya (Yamit, 2004). Suatu produk dapat menarik minat konsumen apabila produk tesebut diolah dengan kondisi yang sebaik mungkin seperti penggunaan bahan yang berkualitas serta cara penyajiannya (Tjiptono, 2008). Pengolahan adalah suatu proses untuk menjadikan suatu produk awal menjadi produk akhir yang dapat digunakan atau dikonsumsi. Setelah dilakukan pengolahan dan menjadi suatu produk kemudian produk
14
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
tersebut disajikan, penyajian produk dapat menggunakan berbagai cara salah satunya yaitu dengan menggunakan kemasan dan kemudian produk tersebut dipasarkan ke konsumen. Madiun adalah salah satu kota di provinsi Jawa Timur yang memiliki makanan yang khas yaitu “Sambal Pecel”. Sambal pecel yang ada di Madiun tentu saja tidaklah sama dalam hal kualitas rasa. Ada masyarakat yang mengatakan sambal pecel yang telah mereka rasakan adalah enak dan ada juga yang mengatakan kurang enak. Selain itu, produk sambal pecel yang telah terjual di pasaran di kota Madiun sangat bervariatif dalam hal merek, cara pengolahan dan penyajiannya (Sutriani , 2009). Mengingat sambal pecel dijadikan sebagai ikon kota Madiun maka sambal pecel harus memiliki kualitas rasa dan komposisi tertentu yang harus dipenuhi maka sambal pecel harus memiliki beberapa kondisi tertentu yang dipenuhi guna dapat menunjang fungsinya sehingga dapat menjadikan produk tersebut memiliki kualitas sekaligus menjadikan produk sambal pecel yang diinginkan oleh konsumen. Oleh karena itu diperlukan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas sambal pecel Madiun serta menentukan komposisi bahan baku yang tepat dalam proses pembuatan sambal pecel sesuai dengan persfektif konsumen. METODE PENELITIAN Desain eksperimen yang dilakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode eksperimen Taguchi. Rancangan penelitian eksperimental Taguchi dimulai dari proses desain parameter yang merupakan salah satu fase perancangan produk atau proses (Yasin, 2008). Peubah yang diamati penelitian ini adalah kualitas sambal pecel dengan karakteristik aroma, warna, rasa, dan struktur sambal pecel. Adapun yang menjadi responden penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga dengan mengambil sampel sejumlah 100 responden. Tahap-tahap desain eksperimen Taguchi mencakup beberapa tahap seperti pada gambar 1(Soejanto, 2009). Mulai Keinginan Konsumen Definisi Karakteristik Kualitas Penentuan Faktor Terkendali Penentuan Level Faktor Terkendali
Penentuaan Ortogonal Array Pelaksanaan Eksperimen Analisis Hasil Eksperimen dan Penentuan Kombinasi Selesai
Gambar 1. Alur pemecahan masalah
Alur penelitian ini diawali dari identifikasi keinginan konsumen terkait dengan karakteristik sambal pecel. Tujuan dari identifikasi ini untuk mengetahui karakteristik sambal pecel seperti apa yang diinginkan oleh konsumen sebagai dasar untuk penentuan level faktor dalam perancangan eksperimen dan kualitas sambal pecel menurut perfektif konsumen. Namun sebelum penentuan level faktor dilakukan identifikasi faktor-faktor terkendali dalam proses pembuatan sambal pecel, dan selanjutnya penentuan level faktor. Setelah level faktor telah ditentukan selanjutnya penentuan ortogonal arry. Orthogonal array merupakan suatu matrik yang berisi sekumpulan rancangan eksperimen dengan pengaturan kombinasi yang bermacam-macam sesuai dengan parameter proses/produk. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan eksperimen pembuatan sambal pecel sesuai dengan karakteristik, faktor terkendali, dan level faktor yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Produk hasil eksperimen dianalisis dengan metode survei dengan cara memberikan sambal pecel eksperimen kepada konsumen/masyarakat sebagai responden
15
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
untuk dikonsumsi dan setelah itu responden diminta untuk memberi tanggapan dari masing-masing sampel sambal pecel. Dari hasil analisis tersebut dilakukan pembahasan untuk menetapkan kombinasi komposisi produk sambal pecel bahan baku sesuai dengan levelnya. HASIL DAN DISKUSI Identifikasi Kualitas Rasa Sambal Pecel Menurut Persepsi Konsumen Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode survei kepada responden diperoleh persepsi harapan mengenai sambal pecel berdasarkan karakteristik aroma, warna, rasa, dan struktur dari sambal pecel. Berdasarkan gambar 1 sampai dengan gambar 4 menunjukkan bahwa menurut persepsi konsumen banyak yang menyukai sambal pecel yang beraroma daun jeruk purut (30%), warna cokelat kemerahan (38%), dengan rasa yang pedas manis (72%), dan yang berstruktur sedang (52%). Informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi persepsi konsumen ini dijadikan masukan untuk penentuan komposisi sambal pecel.
Gambar 2. Aroma sambal pecel menurut persepsi konsumen
Gambar 3. Warna psambal pecel menurut persepsi konsumen
Gambar 4. Rasa sambal pecel menurut persepsi konsumen
Gambar 5. Struktur sambal pecel menurut persepsi konsumen
Penentuan Komposisi Produk Sambal Pecel Penentuan komposisi produk sambal pecel merupakan hal yang penting sehingga sambal pecel memiliki kondisi untuk dapat menjadikan produk tersebut memiliki kualitas yang diinginkan oleh konsumen. Adapun hasil analisis dalam tahapan penentuan komposisi sambal pecel, adalah sebagai berikut: Faktor terkendali yang berpengaruh terhadap pembuatan produk sambal pecel Faktor terkendali merupakan faktor yang mempengaruhi proses pembuatan dan kualitas sambal pecel. Adapun faktor terkendali yang dimaksud adalah sebagai berikut,
16
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 1. Faktor terkendali pembuatan sambal pecel
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Faktor-faktor terkendali Bahan utama kacang tanah Penggunaan daun jeruk purut Penggunaan buah jeruk purut Penggunaan buah asam Penggunaan garam Penggunaan bawang putih Penggunaan gula merah (gula jawa) Penggunaan cabai merah besar Penggunaan kencur Penggunaan cabai rawit
Penentuan level produk sambal pecel Penentuan level produk digunakan untuk membuat berbagai kombinasi komposisi bahan bahan pembuatan sambal pecel. Dalam penelitian ini kombinasi level produk sebanyak 4 level tingkatan. Berdasarkan 4 level produk ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan eksperimen. Adapun ke 4 level produk sambal pecel seperti tabel 2 berikut, Tabel 2. Penentuan level produk sambal pecel
No.
Faktor
Level I
Level II
Level III
Level IV
5 kg
5 kg
5 kg
5 kg
1.
Kacang Tanah
2.
Penggunaan daun jeruk purut
10 lembar
15 lembar
25 lembar
30 lembar
3.
Penggunaan buah jeruk purut
1 buah
1 buah
2 buah
2 buah
4.
Penggunaan asem
100 gram
150 gram
200 gram
250 gram
5.
Penggunaan garam
5 sendok teh
5 sendok teh
5 sendok teh
5 sendok teh
6.
Penggunaan bawang putih
150 gram
200 gram
250 gram
300 gram
7.
Penggunaan gula merah (gula jawa)
750 gram
1000 gram
1250 gram
1500 gram
8.
Penggunaan cabai merah besar
250 gram
250 gram
500 gram
500 gram
9.
Penggunaan kencur
100 gram
125 gram
150 gram
175 gram
10.
Penggunaan cabai rawit
250 gram
250 gram
500 gram
500 gram
Setelah faktor terkendali dan level produk ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah menentukan orthogonal array seperti pada tabel 3 berikut, Tabel 3. Orthogonal array
Faktor terkendali 5 6 7
Produk
1
2
3
4
A
1
1
1
1
1
1
B
1
2
1
2
1
C
1
3
2
3
D
1
4
2
4
8
9
10
1
1
1
1
2
2
2
2
2
1
3
3
3
3
3
1
4
4
4
4
4
Keterangan : A, B, C dan D adalah sampel produk yang akan dibuat dalam eksperimen 1 sampai 10 merupakan faktor-faktor terkendali 1, 2, 3,dan 4 merupakan level
17
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Analisis karakteristik kualitas pada data eksperimen Analisis karakteristik kualitas dilakukan pada data hasil eksperimen ke empat level produk dengan menggunakan metode Larger-The-Better dan diperoleh hasil perhitungan signal to noise ratio dari masing-masing karakteristik sambal pecel, sebagai berikut, Tabel 4. Signal to Noise Ratio Keterangan A
Aroma B C
D
Karakteristik sambal pecel tiap level produk warna Rasa A B C D A B C D
A
Struktur B C
D
0,004 0,001 0,003 0,002 0,016 0,002 0,313 0,003 0,003 0,003 0,251 0,000 0,029 0,000 0,250 0,003 S/N LTB 23,79 29,84 24,76 26,82 18,00 27,91
5,05 25,97 24,89 35,61
6,00 34,35 15,33 36,57
6,01 25,38
Tabel 4 di atas berdasarkan signal to noise ratio menunjukkan bahwa komposisi bahan baku sambal pecel produk sesuai dari karakteristiknya responden memilih produk B. Hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan S/NLTB masing-masing level produk pada tiap karakteristik mempunyai nilai yang paling besar. Analisis varian Analisis varian digunakan untuk menganalisis perbedaan kualitas sambal pecel dari masing-masing karateristik produk baik secara keseluruhan maupun berdasarkan level produk dari data persepsi konsumen tiap level produk. Dari hasil perhitungan analisis varian masing-masing karakteristik diperoleh rekapitulasi perhitungan, seperti tabel 4 berikut, Tabel 4. Rekapitulasi hasil perhitungan anova
Karateristik
Fhitung anova
Significant B
Aroma Warna Rasa Struktur
Multiple Comparisons of significant between level product A B C C D C D D
40,573
0,000
.177
.107
.000
.000
.000
.000
6,953
0,000
.276
.093
.501
.000
.978
.001
48,916
0,000
.000
.311
.861
.000
.000
.782
343,076
0,000
.000
.000
.000
.000
.000
.770
Berdasarkan analisis varian karakteristik produk hasil eksperimen seperti pada tabel 4 di atas dapat diperoleh hasil bahwa dari masing-masing karakteristik (aroma, warna, rasa, dan struktur produk) secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan secara nyata antar level produk. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi semua karakteristik yang dicapai hasil perhitungan (0,000) lebih kecil dari 0,05. Namun demikian bila dilihat dari nilai signifikansi yang dicapai pada multiple comparisons nampak bahwa tidak semua level produk mempunyai perbedaan, penjelasan detailnya sebagai berikut, Tabel 5. Interpretasi multiple comparisons between level product
A-B
Multiple Comparisons of significant between level product (A,B,C, and D) A-C A-D B-C B-D
sama
sama
berbeda
berbeda
berbeda
berbeda
sama
sama
sama
berbeda
sama
berbeda
Karateristik
C-D
Aroma Warna
18
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Rasa berbeda
sama
sama
berbeda
berbeda
sama
berbeda
berbeda
berbeda
berbeda
berbeda
sama
Struktur
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, maka disimpulkan: 1. Kualitas produk sambal pecel berdasarkan persepsi konsumen adalah sambal pecel yang beraroma daun jeruk, berwarna cokelat kemerahan, mempunyai rasa pedas manis, serta berstruktur sedang. 2. Komposisi bahan baku sambal pecel yang tepat menurut perfektif konsumen yaitu komposisi dengan level produk B dengan rincian komposisi untuk proporsi kacang tanah 5 kg, yaitu: penggunaan daun jeruk purut 15 lembar, penggunaan buah jeruk purut 1 ¼ buah, buah asam 150 gram, garam 5 sendok teh, bawah putih 200 gram, gula merah (gula jawa) 1 kg, cabai merah besar 250 gram, kencur 125 gram, dan cabai rawit 250 gram. PUSTAKA Gaspersz, Vincent., (2005), Total Quality Management, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Prawirosentono, Suyadi., (2004), Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management Abad 21, Studi Kasus dan Analisis, Jakarta: Bumi Aksara. Purnawarman, Trioso., (2004), Strategi Pemasaran dan Pengendalian Mutu Produk, (ONLINE), http://www.ekofood.com/strategipemasaran4.htm , 9 September 2006. Soejanto, Irwan., (2009), Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi, Yogyakarta: Edisi Pertama.Graha Ilmu. Sutriani, Lidia Yoma., (2009). Analisis Produk Sambal Pecel Melalui Faktor-Faktor Terkendali Dengan Menggunakan Metode Taguchi. Madiun: Teknik Industri Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Tjiptono, Fandy., (2008), Strategi Pemasaran, Edisi Ketiga. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Yamit, Zulian., (2004), Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Yogyakarta: Ekonesia. Yasin, V., (2008). Peningkatan Kualitas melalui Desain Eksperimen. Jurnal Teknik Industri. Universitas kristen Petra. Vol. 3, No. 2. Pp. 50-58
19
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS KAPASITAS PRODUKSI PLANT 3 PADA MESIN TURBO MIX Annisa Mulia Rani ST.MT Jurusan Teknik Industri , Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl. Cempaka Putih Tengah NO: 27 Jakarta Pusat 10510 email
[email protected] ABS TRAK PT X adalah perusahaan industri yang bergerak di bidang pengecoran logam. Seiring dengan meningkatnya konsumen yang menggunakan produk ini, maka PT.X mengembangkan perusahaan dengan mendirikan Plant 3. Perluasan plant 3 berada satu lokasi dengan plant 1 dan plant 2. Dalam plant 3 ini terdapat mesin moulding Disamatic 2013 MK4A buatan Denmark dengan work center pouring , making mould dan mesin Turbo mix dengan work center mixing sand. Sehingga diperlukan perhitungan kapasitas produksi yang diperlukan dalam menentukan perencanaan kapasitas produksi sehingga hasil yang diperoleh dapat mengoptimalkan penggunaan plant 3. Perhitungan kapasitas dilakukan setelah melakukan pengujian keseragaman data dan kecukupan data pada waktu proses yang telah diukur dan penentuan waktu baku pada tia-tiap pekerjaan. Kemudian ditentukan production rate untuk mendapatkan kapasitas. Setelah melakukan perhitungan diperoleh bahwa kapasitas work center sand plant (dengan mesin Turbo Mix) adalah sebanyak 102.143 mould/bulan. Dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh bahwa tersebut dapat diketahui kapasitas work center pouring adalah 85.575 mould/bulan dan making mould adalah 92.400 mould/bulan . Sehingga dalam perencanaan kapasitas produksi, sebaiknya perusahaan memperhatikan kapasitas pada work center pouring dengan kapasitas yang lebih besar pada making mould dan mixing pasir. Kata kunci : Kapasitas, Mixing, Pengukuran Waktu PENDAHULUAN Indonesia merupakan Negara berkembang dalam perindustrian. Di dalam perindustrian semua aspek aspek –aspek tersebut menjadi input serta pendukung dalam berproduksi. Salah satu industri yang berkembang di Indonesia adalah industri pengecoran logam. Industri pengecoran logam merupakan industri yang memanfaatkan bahan baku atau barang jadi yang compactable misalnya peralatan automotif, peralatan rumah tangga dan lain. PT. X adalah perusahaan industri yang bergerak di bidang pengecoran logam. PT. X sebagai salah satu produsen utama komponen otomotif yang memanfaatkan bahan baku ferrous casting. Adapun produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah general casting automotive component diantaranya brake drum, disk brake, fly wheel dan hub. PT X mempunyai banyak pelanggan, baik dari dalam negeri ataupun dari luar negeri. Seiring meningkatnya konsumen yang menggunakan produk ini, maka PT X mengembangkan usahanya dengan mendirikan Plant III, pluasan Plant III berada satu lokasi dengan Plant I dan Plant II. Pada daerah Plant III ini terdapat 4 work center yaitu work center melting (daerah kerja peleburan), work center moulding (daerah kerja percetakan), work center sand plant (daera persiapan pasir) dan work center shot blast (daerah kerja pembersihan). Work center moulding terbagi lagi menjadi moulding (percetakan), pouring, shake out dan trimming. Mesin yang digunakan adalah DISAMATIC 2013 MK4A buatan Denmark. Disamatic 2013 MK4A merupakan mesin moulding otomatis yang canggih. Perencanaan kebutuhan kapasitas produksi diarahkan untuk meningkatkan keuntungan yang maksimal. Kekurangan kapasitas akan menyebabkan kegagalan memenuhi target produksi, keterlambatan pengiriman ke pelanggan dan kehilangan kepercayaan. Hal ini akan mengakibatkan reputasi dari perusahaan akan menurun. Maka sebelum merencakana kapasitas produksi, perlu diketahui kapasitas efektif yang sebenarnya. Pada plant 3 tersebut diperlukan pengukuran kapasitas yang akurat, sehingga perlu dilakukan perhitungan kapasitas pada moulding center dan pouring center serta sand plant untuk mendapatkan peritungan yang akurat, sehingga perlu dilakukan perhitungan kapasitas pada moulding center dan poring center serta sand palant untuk mendapatkan perhitungan yang akurat sehingga dalam merencakan produksi mengetaui kapasitas dari mesin tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui waktu siklus, waktu normal, waktu baku yang diperlukan untuk setiap pekerjaan pada work center making mould, dan pouring. Kemudian mendapatkan nilai kapasitas actual(effective) mesin moulding dan sand plant yang berada pada plant 3 PT.X dan mengetahui kapasitas penentu, diantara work center making mould, dan pouring.
20
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
TINJAUAN PUSTAKA Bahan Pengecoran dan Proses Pengecoran Bahan pengecoran ini adalah besi cor. Besi cor adalah panduan besi yang mengandung carbon (C ), Silicon (Si), Mangan (Mn), Fosfor (F) dan Sulfur (S) (Surdia, 1976). Untuk melakukan pengecoran maka harus melakukan beberapa proses yang dilalui yaitu pencairan logam membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. (surdia, 1976) (Gambar 1). Bahan baku pengecoran dimasukkan ke dalam tungku. Pada tungku terjadi pencairan logam dengan temperature sangat tinggi. Setela logam mencair, logam dituangkan ke dalam ladel. Proses penuangan cairan logam dari furnace ke ladel disebut taping. Proses selanjutnya yaitu menuangkan cairan logam dari ladel ke dalam lubang basin/ke dalam cetakan mould. Proses ini disebut pouring. Setelah penuangan besi cor yang tela mencair dari ladel ke lubang basin kemudian dilakukan proses pembongkaran dengan cara coran dikeluarkan dari cetakan dan mengirimkan kembali pasir bekas ke sistem pengolahan pasir. Kemudian coran dibersikan, dilanjutkan dengan proses pemeriksaan. Bahan Baku
Sistem Pengolaan pasir PPpPpengolahan pasir PePengolahan pasr
Tungku
Ladel
Penuangan
Mesin Pembuat Cetakan
Pembongkaran nn
Pembersihan
Pemeriksaan Gambar 1 proses pengecoran logam
Sistem Produksi Sistem menurut Webster adalah kumpulan unsur-unsur yang saling beerinteraksi satu dengan yang lainnya untuk membentuk suatu kinerja dari sistem tersebut. Produksi menurut Gasperz adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi , dimana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbale balik(dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Sistem produksi merupakan gabungan dan interaksi dari berbagai faktor produksi dalam suatu wadah perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa yang mempunyai nilai guna dan daya guna (Tersine, 1985). Sistem produksi dalam perusahaan memerlukan suatu input yang kemudian diproses untuk menghasilkan output yang bernilai tambah. Beberapa input yang diperluakan adalah bahan baku, modal, tenaga kerja, informasi. Output pada sistem produksi adalah produk berbentuk barang atau jasa. Definisi Kapasitas Kapasitas adalah jumlah output (produk) maksimum yang dapat dihasilkan suatu fasilitas produksi dalam suatu selang tertentu (Kusuma, 1999). Maka perencanaan kapasitas berusaha untuk mengitegrasikan factor-faktor produksi untuk meminimasi ongkos fasilitas produksi. Kapasitas pabrik dapat juga diartikan laju produksi maksimum yang bisa diproduksi pada kondisi operasi tertentu yang diasumsikan misalnya jumlah sift per hari. Metode Pengukuran Kapasitas Metode pengukuran kapasitas dapat dikelompokkan menjadi tiga metode pengukuran yaitu : 1. Theoritical capacity (maximum capacity/design capacity) Merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufacturing yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi yang ideal seperti tiga shift per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada down time mesin, dan lain lain. Dengan demikian theoretical capacity di ukur berdasarkan pada jam kerja yang tersedia untuk melakukan pekerjaan tanpa suatu kesempatan untuk berhenti atau beristirahat.
21
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
2.
Demonstrated capacity (actual capacity, effective capacity) Merupakan tingkat output yang diharapkan berdasarkan pengalaman, yang mengukur produksi dari pusat kerja, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban kerja normal. 3. Rated capacity (calculated capacity/nominal capacity) Diukur berdasarkan penyesuaian kapasitas teoritis dengan factor produktivitas yang telah di tentukan oleh demonstrated capacity. Dihitung melalui penggandaan waktu tenaga kerja yang tersedia dengan factor utilisasi dan effesiensi. Sehingga dapat dituliskan persamaan matematisnya (Groover,1989) adalah sebagai berikut : PC = W * Sw * H * Pr
(1)
PC = Kapasitas produksi work center atau sekumpulan work center = Jumlah unit Produksi/bulan W = Jumlah work center secara tipikal terdiri dari mesin H = Jumlah jam tiap work center beroperasi Pr = Production rate Sw = Jumlah shift Perhitungan kapasitas diperlukan dalam merencanakan kapasitas sebagai langkah untuk menentukan sumber sumber daya atau tingkat kapasitas yang dibutuhkan oleh operasi manufacturing untuk memenuhi jadwal produksi atau output yang diinginkan, membandingkan kebutuhan produksi dengan kapasitas produksi dengan kapasitas yang tersedia dan menyesuaikan tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Perencanan kapasitas mencakup kebutuhan sumber daya manufacturing seperti jam mesin, jam tenaga kerja, fasilitas peralatan, ruang untuk tempat penyimpanan, rekayasa, energi, dan sumber-sumber daya keuangan. Kapasitas diperlukan dalam tujuan utama perencanaan dan pengendalian produksi (Gasperz, 2002) yaitu: 1. Memaksimalkan pelayanan terhadap konsumen 2. Meminimlkan insvestasi pada persediaan bahan baku, WIP, part, assembly, dan produk 3. Memaksimalkan efisiensi penggunaan resource Adapun tujuan perencanaan kapasitas adalah melihat kemampuan pabrik untuk memenuhi permintaan pasar seperti yang diramalakan. Jika tidak sesuai maka harus diputuskan apaka pabrik akan mempertinggi sumber daya yang dimilikinya. Pengukuran Waktu Pada dasarnya pengukuran waktu dibagi menjadi dua yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung (Sutalaksana, 1979). Adapun untuk metode pengukuran langsung dilakukan ketika pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua metode yang termasuk dalam pengukuran langsung adalah metode jam henti dan metode sampling pekerjaan. Sebaliknya metode tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada di tempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel yang tersedia dengan syarat mengetahui alur pekerjaan melalui elemen pekerjaan atau gerakan. Adapun untuk pengukuran langsung dilakukan dengan menggunakan jam henti atau stop watch. Metode ini banyak digunakan karena keserdehanaan dalam aturan pemakaiannnya. Aturan aturan dalam pengukuran langsung ini adala dengan memperhatikan berikut ini (Sutalaksana, 1979); 1. Langkah-langkah sebelum pengukuran Yaitu penetapan tujuan pengukuran, melakukan penelitian pendahuluan, memilih operator, melatih operator, mengurai pekerjaian atas elemen-elemen pekerjaan, menyiapkan alat-alat pengukuran 2. Melakukan Pengukuran waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan sebelumnya. Hal pertama yang dilakukan adala pengukuran pendauluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkattingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Setelah tahap pengukuran pendahuluan maka diikuti dengan menguji keseragaman data.
22
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Uji kecukupan dan Keseragaman Data Persamaan untuk mennetukan jumlah sampel minimum jika digunakan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat keyakinan 5% (Sutalaksana, 1979) adalah : NI =
N>
(2)
Dimana Ni = jumlah sampel data pengamatan yang seharusnya N = jumlah pengamatan observasi Xi = Data Pengamatan Dari hasil peritungan rumus diatas, jumlah sampel data pengamatan dianggap cukup apabila n lebi besar dari n’. Untuk mengetahui seragam tidaknya data pengamatan, dibuat visualisasi dalam bentuk control chart untuk memplot data-data pengamatn . Data dianggap seragam bila seluruh sampel data pengamatan berada dalam cakupan range antara batas atas dan batas bawah. Batas control yang umum digunakan sebesar 3σ dari nilai rata-rata, yang berarti bahwa dari keseluruan waktu pengamatan diharapkan data berada diantara batas atas dan batas bawah agar data bisa dimasukkan dalam perhitungan. Jika ada data yang diluar batas control maka data itu dikeluarkan(Sutalaksana, 9179) dan selnjutnya diitung lagi batas kontrolnya sampai tidak ada lagi data yang diluar batas control (Wignjoesoebroto, 2003). Untuk selanjutnya perhitungan batas control menggunakan ±3σ dengan rumus Perhitungan Waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga mendapatkan waktu baku. Metode untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul adala dengan menghitung waktu siklus rata-rata, waktu normal dan kemudian diperoleh waktu baku/standar. Adapun untuk waktu siklus rata-rata secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : (3) Ws = Waktu siklus ΣXi = Harga rata-rata dari sub grup ke-1 N = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan Dan Untuk waktu normal adala dengan melihat kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Maka untuk mendapatkan waktu normal diperlukan penyesuaian. Waktu normal dapat dituliskan sbb : Wn= Ws * p (4) Wn = Waktu normal Ws = Waktu siklus p = factor Penyesuaian Untuk menetukan factor penyesuaian diantarnya ada metode Shumard dimana nilai kelas performance kerja operator yang dinilai dibagi dengan nilai kelas normal. Tabel 1 Penyesuaian menurut metode Shumard
Penetapan waktu baku Waktu normal untuk suatu elemen waktu kerja adala menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal (sutalaksana,1979). Akan tetapi pada kenyataan di lapangan bahwa tidak bisa diharapkan operator tersebut akan mampu bekerja secara terus menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Operator akan sering mengentikan dan membutukan waktu-waktu khusus untuk melepas lelah. Maka waktu ini disebut waktu longgar
23
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODE PENELITIAN Metode penelitian ini didahului dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengambilan langsung data waktu dengan menggunakan stopwatch, kemudian setelah data dikumpulkan dilakukan uji kecukupan data dan keseragaman data, dan dilanjutkan dengan perhitungan waktu siklus normal dan baku. Setelah diperoleh waktu baku maka dapat dihitung laju produksi dan kapasitasnya dan dilanjutkan dengan analisa hasil pengukurankapasitas actual dan tahap akhir adalah saran dan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 metodelogi penelitian dibawah ini.
Gambar 2 metodologi penelitian
PEMBAHASAN Data dan Pengolahan Adapun untuk work center sand plant untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata untuk mixing pasir adalah sebagai berikut. Tabel 2 Data observasi waktu making mould (detik)
Satuan
H
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
1
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
2
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
3
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Puluhan
Garis tengah =
= 100
Uji keseragaman data = seragam Uji kecukupan Data = cukup Waktu siklus = 100 detik Adapun waktu normal mixing pasir yaitu Wn = factor penyesuaian * Ws = 1 * 100 = 100 detik
24
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Waktu Baku Standar deviasi dari waktu σ=
= 1,2
UCL Dan untuk waktu baku didapat dengan Waktu Baku = (waktu normal +(Faktor kelonggaran*waktu normal) =(100 + (0.4*100))= 140 detik Sehingga kapasitas mesin mixing pasir PC = W * H * Rp * Sw Pr = 1 jam / waktu baku = 3600 / 140 detik/mixing = 25,7 Maka PC = 1 * 7 jam * 26 mixing/jam * 3 Shift * 25 hari/bulan = 13.650 mixing/bulan Jumlah pasir sekali mixing = 1100 Kg Jika dikonversikan ke dalam kg maka = 13.650 mixing/bulan * 1100 kg/mixing = 15.015.000 kg/bulan Kuantitas Pasir Tabel 3 data observasi tebal mould (cm)
Satuan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
23
23
23
22.7
22.6
22.7
22.4
22.5
23
22.7
1
22.4
22.5
23
22.7
23.5
23
22
23
23.3
23.7
2
23.4
23
23.2
23.2
22.8
23.5
23.9
24
23.7
13
3
23.2
23.4
24
22.8
22.9
23.5
23
23.3
24
14
Puluhan
Garis tengah =
= 23.23
Standar deviasi dari waktu σ=
= 0.47
UCL = + 3 σ dan LCL = UCL = 13,95 + (3* 1.2) = 24.53 LCL = 13,95 - (3* 1.2) = 21.72
+3σ
Untuk uji keseragaman data =
N>
=
=1
Maka untuk kecukupan data telah terpenuhi, karena data yang ada adalah 40 data sehingga waktu siklus untuk melakukan making mould adalah 13,95 detik Dan adapun untuk Massa pasir mould = massa jenis pasir cetak * volume = 2.2 gr/cm3 * 60 cm * 48 cm* 23.13 = 146.551,68 gr Dan berdasarkan pengukuran diperoleh bahwa untuk membuat 1 mould dibutuhkan 147 kg pasir Maka berdasarkan perhitungan diatas, mesin turbo mix ini dapat mensuplai sebanyak 195 mould/jam, akan tetapi berdasarkan perhitungan penelitian sebelumnya bahwa untuk work center making mould
25
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
hanya mampu membuat 176 mould, dan pada pouring adalah 163 mould/jam (prosiding snast, pp annisa mulia rani, 165-168) sehingga tetap diperoleh kapasitas penentu disini adalah pada work center pouring. Walaupun mesin turbo mix dapat mensuplai lebih banyak. SIMPULAN Dari hasil penelitian diperoleh untuk mesin turbo mixing sand ini mempunyai Waktu siklus untuk mixing pasir 100 detik, Waktu normal untuk mixing pasir 100 detik , Waktu baku untuk mixing pasir 140 detik sehingga didapat Kapasitas untuk mixing pasir turbo mix 195 mould/jam, maka Kapasitas turbo mix dapat memenui permintaan work center mould yaitu 176 mould, akan tetapi semua bergantung kepada work center pouring yaitu hanya 85.575 mould/bulan (prosiding snast, pp annisa mulia rani, 165168) PUSTAKA Sutalaksana,Zulfikara, (1979), Teknik Perancangan Sistem Kerja, Bandung: Itb Nasution, Arman H, Dan Prasetyawan, Yudha, (2008), Perencanaan Dan Pengendalian Produksi. Edisi 1 , Yogyakarta Baroto, Teguh. (2002), Perencanaan Dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia Gasperz, Vincent, Production Planning And Inventory Control Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi Mrp Dan Jit Menuju Manufacturing 21, (2001), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kusuma, Hendra, (2002), Perencanaan Dan Pengendalian Produksi, Yogyakarta : Andi Edisi Ke-2 Annisa Mulia Rani (2014) Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (Snast) Issn: 1979911, Pp 165-168
26
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
MEKANISASI PROSES PENGGILINGAN DI INDUSTRI RUMAHAN KELANTING GISTING Firnando Anang Febrianto Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Babarsari No. 43 Yogyakarta 55281 Telp : (0274) 487711, Fax : (0274) 485223 Email:
[email protected] ABSTRAK Industri makanan ringan kelanting di daerah Gisting memiliki tingkat produktivitas yang cukup tinggi. Sebagai komoditi makanan ringan yang cukup populer di daerah Gisting permintaan akan makanan ringan ini sangatlah tinggi sehingga perlunya rekayasa industri untuk proses pembuatan makanan ringan ini agar dapat mengimbangi permintaan konsumen yang tinggi. Rekayasa industri pada proses pembuatan juga dapat menetapkan target produksi serta penjadwalan bahan produksi sehingga kegiatan proses produksi menjadi lebih teratur dan terencana. Pemilik Industri ingin mempercepat laju proses produksi sehingga mampu menambah kapasitas produksi. Untuk mempercepat laju proses produksi diperlukan rekayasa industri pada proses pembuatan klanting dengan salah satu cara mekanisasi pada proses penggilingannya. Perlunya penelitian di proses produksi untuk pengambilan data sebagai penunjang proses pembuatan alat penggiling dengan motor sebagai sumber tenaga utama penggeraknya maka digunakan beberapa metode seperti Metode Perancangan, Metode Rasional, Metode Kreatif, Metode Diagram Pohon, Quality Function Deployment. Dengan metode perancangan sebagai dasardasar perancangan sebagai tahap awal perancangan dimulai. Kemudian digunakan metode rasional untuk mempertimbangkan masalah-masalah yang muncul dengan cara informal atau ekspresi diri perancang. Dasar dan pertimbangan yang muncul akan digunakan dalam metode kreatif untuk mencari solusi dan alternatif masalah. Beberapa ide yang muncul dalam metode kreatif direlasikan dengan tujuan masalah pada proses produksi dengan membentuk hirarki dengan metode diagram pohon. kemudian dilakukan pengumpulan ide, penilaian berdasarkan pembanding, serta diseleksi, alternatif mana yang akan dipilih dengan menggunakan metode Quality Function Deployment. Hasil yang perancangan berupa mesin penggiling kelanting dengan daya penggerak motor 3 phase dengan sistem transmisi belt dan pulley dan dengan sistem pengaduk spiral yang bertujuan mendorong adonan kelanting keluar. Mekanisasi proses penggilingan ini mampu mereduksi waktu penggilingan dari 120 menit menjadi 75 menit per 20 Kg singkong. Kata kunci: dasar perancangan, mesin penggilingan kelanting,metode kreatif, Quality Function Deployment PENDAHULUAN Kelanting salah satu makanan yang banyak ditemui di daerah Gisting. Makanan ini gurih dan renyah sehingga banyak diminati konsumen sebagai oleh-oleh atau sekedar makanan ringan biasa. Makanan ini terbuat dari singkong rebus yang digiling dengan bumbu kemudian dijemur hingga kering. Setelah kering langkah selanjutnya adalah penggorengan lalu ditiriskan. Home industri makanan kelanting yang cukup digemari di daerah Lampung memiliki potensi yang menarik dalam segi bisnis dimana permintaan konsumen per hari belum mampu di maksimalkan oleh produsen karena beberapa keterbatasan. Keterbatasan itu berupa masih banyaknya penggunaan sistem manual pada proses produksinya baik pada proses penggilingan, pencetakan, pengeringan, serta penggorengan. Melihat keterbatasan tersebut perlu adanya rekayasa industri agar kapasitas permintaan konsumen dapat dimaksimalkan. Penggunaan alat penggilingan singkong dalam pembuatan kelanting yang masih manual dengan memutar tuas untuk menggiling merupakan aspek dimana proses tersebut dapat ditingkatkan dengan menggunakan motor listrik yang sesuai, agar proses tersebut tidak memakan banyak tenaga, proses lebih cepat dalam produksinya sehingga produsen diharapkan mampu memenuhi kebutuhan maksimal konsumen dan menambah skala produksi dengan hasil yang terbaik. Mesin penggiling kelanting ini bekerja dengan motor listrik sebagai tenaga utama penggeraknya. Motor listrik tersebut ditransmisikan ke tuas penggerak sehingga tuas penggerak akan memutar screw penggilingan dimana screw tersebut akan menggiling serta mencampurkan bumbu dengan singkong yang bergerak dari hopper ke screw tersebut. Selain menggiling screw tersebut juga mendorong adonan kelanting tersebut menuju cetakan lubang kecil-kecil. Namun jika dirasa adonan masih belum halus dan
27
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
bumbu belum merata maka proses dapat diulang kembali hingga hasil yang diinginkan. Menurut produsen proses penggilingan biasanya dilakukan 4-5 kali agar hasil yang diinginkan tercapai. Tujuan Tujuan penulisan ini adalah mendapatkan mesin penggiling adonan pada industri kelanting untuk mendapatkan adonan kelanting yang lebih cepat dan mudah. DASAR TEORI Teori desain perancangan Perancangan adalah kegiatan awal suatu rangkaian dalam proses pembuatan produk. Sehingga, sebelum sebuah produk dibuat terlebih dahulu dilakukan proses perancangan yang nantinya menghasilkan sebuah gambar skets atau gambar sederhana produk yang akan dibuat. Dasar Kerja Mesin Penggiling Manual 1. Hopper berfungsi sebagai wadah bahan baku berupa singkong dan bumbu yang akan memasuki proses penggilingan. 2. Bodi mesin, digunakan untuk meletakkan seluruh isi mesin yang mendukung dalam proses penggilingan. 3. Besi poros berbentuk ulir, berfungsi untuk menggiling bahan bahan yang dimasukkan ke dalam mesin penggiling. 4. Cetakan berbentuk lubang-lubang berdiameter 5 mm yang berfungsi sebagai mencetak bahan dan keluarnya bahan dari proses penggilingan. 5. Engkol penggerak, berfungsi untuk menggerakkan besi poros mesin yang berbentuk ulir. Dasar Kerja Motor Bentuk dasar motor yang paling sederhana terdiri atas sebuah rotor, yang merupakan magnet permanen, dan sebuah stator, yang dililit oleh kumparan sehingga dapat membentuk magnet listrik. Jika stator diberi arus listrik, sisi-sisi rotor akan membentuk kutub-kutub magnet. Jika kutub magnet rotor dan stator sama kedua magnet akan tolak menolak sehingga menyebabkan rotor akan berputar. Metode Perancangan Metode Perancangan adalah berupa prosedur, teknik- teknik, bantuan-bantuan, atau peralatan untuk merancang. Metode perancangan menggambarkan macam-macam aktivitas perancang menggunakan atau mengkombinasikan proses perancangan secara keseluruhan. Beberapa metode perancangan tentu merupakan teknik khusus untuk membantu gagasan yang kreatif. Pada kenyataanya, pokok yang umum dari metode perancangan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu metode kreatif (creative methods) dan metode rasional (rational methods) (cross, 1994). Metode Kreatif Beberapa metode perancangan memiliki maksud untuk membantu mendorong pemikiran yang kreatif. Pada umumnya mereka berupaya untuk menambah ide-ide cemerlang dengan menghilangkan batasan yang menghalangi kreatifitas atau melebarnya area penelitian untuk penyelesaian yang akan dibuat. Cara-cara yang terdapat dalam metode ini antara lain : Brainstorming Metode ini adalah sebuah metode yang banyak membangkitkan sejumlah ide-ide, yang sebagian besar kemudian akan diseleksi. Brainstorming dapat merangsang timbulnya pemikiran-pemikiran baru dan berguna untuk mendapatkan ide-ide cemerlang dalam waktu minimum. Meskipun Brainstorming pada umumnya dilakukan oleh sebuah kelompok atau tim, namun perlu diperhatikan bahwa Brainstorming dapat pula dilakukan secara individu. Synectic Metode ini bertujuan untuk mengarahkan aktivitas pemikiran ke arah eksplorasi dan transformasi masalah perancangan. Synectic adalah suatu aktivitas kelompok yang mencoba membangun, mengkombinasikan, dan mengembangkan gagasan untuk memberikan solusi kreatif terhadap permasalahan perancangan. Synectic berbeda dengan Brainstorming dimana kelompok mencoba untuk bekerja bersama menghadapi solusi khusus daripada meningkatkan sejumlah besar ide- ide. Synectic lebih luas daripada Brainstorming dan lebih banyak persyaratannya.
28
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Metode Rasional Rational Methods,lebih menekankan pada memformalkan beberapa prosedur desain yang pada umumnya bersifat informal. Dalam Rational Methods terdapat tahapan-tahapan desain yang ditempuh serta terdapat metode yang dapat diterapkan demi membantu tercapainya tujuan pada tiap tahapan desain. Metode Diagram Pohon (Tree Diagram) Metode ini ditunjukan dalam suatu bentuk diagram dimana jalur-jalur sasaran yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki tujuan dan sub tujuan.Tujuan metode objective tree adalah untuk menjelaskan tujuan dan sub tujuan perancangan dan menjelaskan hubungan antar keduanya. Prosedur Penelitian Diagram Alir Penelitian Metodologi penelitian dalam bentuk diagram alir (flow chart) akan ditunjukkan dalam gambar.
Gambar 1. Diagram alir penelitian
29
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Sumber Data Data yang diperoleh berasal dari pemilik dan karyawan industri rumahan “Kelanting” milik Ibu Parjan di Kecamatan Gisting. Pengambilan dilakukan secara informal, yaitu melalui diskusi atau wawancara dengan pemilik dan karyawan. Pengambilan data ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan kelanting. Data Hasil Pengajuan Pertanyaan 1. Lama proses pembuatan kelanting Lama proses pembuatan kelanting di industri rumahan ini ± 1-2 hari untuk 20 kg ketela pohon. Rincian pembuatan sebagai berikut: Tabel 1. Proses Pembuatan Klanting
Proses Pengupasan singkong Pencucian singkong Pengukusan singkong Penggilingan Pencetakan Penjemuran Penggorengan
Waktu 60(menit) 30(menit) 120(menit) 120(menit) 60(menit) 1-2 hari 120(menit)
2.
Jumlah tenaga kerja Jumlah tenaga kerja di industri rumahan kelanting ada 3 orang. 3. Ukuran kelanting Diameter kelanting ± 8cm tidak seragam dan mempunyai tebal ± 5 4. Daya listrik industri rumahan Daya listrik rumah pemilik industri rumahan kelanting yaitu 900 watt. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama pihak home industri kelanting, alternatif yang perlu diputuskan bersama dalam perancangan mesin penggiling adonan adalah sebagai berikut Tabel 2. Alternatif Brainstorming
No 1
Ide Material Rangka
Keterangan Material yang digunakan harus dapat menahan beban dengan baik 2 Alat Penggiling Adonan Material yang digunakan harus kuat, aman dari zat- zat yang berbahaya dan tahan karat 3 Meja Material yang digunakan harus kuat dan harga terjangka 4 Mekanisme mesin Penggerak motor Daya listrik yang digunakan di home industri kelanting berjumlah 900 watt dan harga per Kwh Rp 275,00 PEMBAHASAN Clarifying Objectives ( klarifikasi tujuan ) Tahapan pertama yang dilakukan adalah membuat objective tree dengan tujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang diinginkan oleh konsumen sebagai calon pengoprasi mesin penggiling kelanting. Diskusi dilakukan dengan produsen kelanting di daerah Gisting serta orang-orang yang berpengalaman dalam bidang desain dan perancagan. Hasil diskusi mengenai proses pembuatan kelanting yang dilakukan maka didapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembuatan mesin penggiling kelanting yang hendak dibuat. Faktor - faktor tersebut kemudian disusun kedalam objectives tree sebagai berikut :
30
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 2 objectives tree mesin penggiling kelanting
Tahap 2 Establishing Function (penetapan fungsi) Establishing Function ini bertujuan memfokuskan tujuan utama pembuatan mesin dengan melihat fungsi utama yang berpengaruh dalam pembuatan mesin. Setelah ditetapkan fungsi utama maka akan diuraikan menjadi subfungsi-subfungsi yang dijelaskan dalam sebuah transparan box. Fungsi utama mesin penggiling kelanting adalah menggiling adonan kelanting yang kemudian akan diuraikan menjadi subfungsi-subfungsi sebagai berikut: Menampung adonan Menghidupkan/mematikan motor Motor memutar screw Screw menggiling adonan Screw mendorong adonan keluar
Gambar 3 model transparan box mesin penggiling kelanting
Tahap 3 Setting Requirements (penetapan spesifikasi) Tahapan selanjutnya dalam perancangan mesin penggiling kelanting adalah setting requirements. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah performance spesification yang bertujuan untuk membuat
31
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
spesifikasi kerja yang akurat dalam suatu solusi rancangan mesin. Hasil performance spesification didapatkan melalui penerjemahan objetives tree di tahapan clarifying objectives. Performance spesification tersebut digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 3 Performance Spesification
Tujuan
Aman
Proses cepat dan murah Mudah Sederhana Praktis
Kriteria Perancangan mesin aman digunakan operator Bahan yang digunakan foodgrade Penggunaan motor listrik yang terjangkau untuk daya rumahan Pengoprasian dan perawatan mesin yang mudah Desain yang kuat, memenuhi standar tuntutan, dan tahan lama Pengoperasian dapat dilakukan oleh 1 orang operator saja dan mudah dimengerti
Tahap 4 Generating Alternatives (pembangkitan alternatif) Tahap generating alternatives (pembuatan alternatif) bertujuan untuk mendapatkan solusi disain terbaik. Alternatif-alternatif didapatkan dari tahap sebelumnya yaitu pemecahan fungsi utama menjadi sub fungsi (transparent box) yang ada pada mesin penggiling kelanting. Sub fungsi kemudian dimasukan kedalam morphological chart dan akan dihubungkan satu sama lain sehingga didapatkan alternatif disain. Daftar sub fungsi yang ada pada mesin penggiling kelanting adalah sebagai berikut : a. Mekanisme pengaduk b. Mekanisme transmisi motor c. Mekanisme penggerak pengaduk Tabel 4 Morphological chart mekanisme mesin penggiling kelanting Alternatif Solusi Morphological chart 1 2
3
Mekanisme pengaduk Subfungsi a
Subfungsi b
Subfungsi c
Pengaduk tipe spiral
Pengaduk tipe turbin
Pulley dan sabuk
Roda gigi
Pengaduktipe dayung
Mekanisme transmisi motor Sproket dan rantai
Mekanisme penggerak screw Motor Listrik
32
Mesin diesel
Manual
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Alternatif-alternatif yang didapat dalam morphological chart memiliki spesifikasi masing-masing, berikut spesifikasi alternatif yang didapatkan: Spesifikasi Alternatif 1 Proses pengadukan dengan kecepatan yang rata-rata Proses pengadukan untuk material kekentalan yang tinggi proses pengadukan mengikuti arah aliran spiral penggunaan motor listrik dapat dijangkau untuk foodgrade Spesifikasi Alternatif 2 Proses pengadukan dengan kecepatan yang tinggi Proses pengadukan untuk material kekentalan yang rendah proses pengadukan terpusat dan berfungsi menghaluskan penggunaan mesin diesel sulit dirancang untuk foodgrade Spesifikasi Alternatif 3 Proses pengadukan dengan kecepatan yang rendah Proses pengadukan untuk material kekentalan yang sangat rendah proses pengadukan terpusat dan berfungsi mencampurkan Sistem manual dapat digunakan untuk foodgrade
Gambar.4. Rancangan Awal Mesin
SIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari mesin penggiling kelanting ini adalah sebagai berikut: 1. Rancangan mesin yang digunakan ini diambil dari alternatif pertama berdasarkan objectives tree, penetapan fungsi, penetapan spesifikasi, dan tabel morphological chart. 2. Sistem transmisi yang digunakan adalah puli dan v-belt dengan tipe pengaduk spiral dan tenaga penggerak motor listrik AC 3 phase. 3. Mekanisasi proses penggilingan kelanting ini mampu mereduksi waktu proses dari 120 menit per 20 Kg singkong menjadi 75 menit per 20 Kg singkong. PUSTAKA Ardiyansyah, Junaidi. (2010).Rekayasa Mesin Penggiling Jagung Jenis Bur Mill dengan Metode 2 Permukaan Plat Bergerigi. Jurnal teknik mesin diakses tanggal 29 September 2014 dalam ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JTM/article. Azwar Fathoni dan Budiharjo (2013) Perancangan Mesin Penggiling Daging. Jurnal Rekayasa Mesindiakses pada tanggal 29 September 2014 dalam ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnalrekayasa-mesin/article/view/2182
33
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Budiyanto. (2012).Proses Perancangan Mesin Perajang Singkong. (Proyek Akhir). Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta diakses pada tanggal 29 September 2014 dalam http://eprints.uny.ac.id/6719/1/Proyek%20Akhir%20(BUDIYANTO_09508131030).pdf Cross, N., 1994, Engineering Design Method: Strategi for Produk Desaign, Second Edition, John Wiley and Sons, USA. Harsapranata, Agni Isador. (2010). Simulasi Mesin Penggiling Singkong Menggunakan Motor Stepper dan Mikrokontroler 89C51 dengan Kendali Program Pascal 7 dan Macro Assembler 8051. Jurnal Teknik informatika diakses pada tanggal 29 September 2014 dalam http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article. Niemann, G. dan Winter, H. (1990). Elemen Mesin (Ed. 2) (terjemahan Ir. Anton Budiman, Dipl. Ing) Jakarta: Penerbit Erlangga. Rhamadan, Ali. (2006). Pengembangan Desain Alat Penggiling Padi. Jurnal penelitian alat penggiling padi diakses pada tanggal 29 September 2014 dalam http://digilib.mercubuana.ac.id/penelitian1.php. Sularso. dan Suga, Kiyokatsu.(1987). Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: PT Pertja.
34
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
OPTIMALISASI PROSES INJEKSI PLASTIK MENGGUNAKAN MOLDFLOW DUAL-DOMAIN PADA DESAIN BASE PLATE FX Seto Agung Riyanto1, Paulus Wisnu Anggoro2 dan Cahyo Budiantoro3 1,2 Program S1 UAJY ATMI Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No.44 Yogyakarta 55281 Telp. 0274-487711 1,3 Pusat Unggulan Teknologi Plastik, Politeknik Atmi Surakarta Jl. Adisucipto / Jl. Mojo No.1 Karangasem - Laweyan Jawa Tengah 57102 Telp. 0271-714466 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Base plate adalah salah satu bagian dari terminal elektronik untuk industri. Terminal elektronik yang aman, tidak mudah rusak dan tahan terhadap cuaca menuntut bagian base plate mempunyai karakter yang kuat, ulet, tahan air, tahan terhadap suhu ekstrem, tahan karat dan mempunyai dimensi yang stabil ketika diasslembling. Base plate merupakan produk baru yang akan diproduksi oleh Work Injection ATMI Surakarta (WI) menggunakan proses injeksi plastik dengan mesin injeksi Toshiba EC100SX berkapasitas 100ton. Proses injeksi di WI masih menerapkan konsep manufaktur konvensional dengan mengandalkan trial mold untuk memenuhi tuntutan kualitas dari customer berupa minimalisasi volumetrik shrinkage yang tidak boleh lebih dari 10% dan shrinkage produk antara 4% - 7%.. Penelitian ini akan membahas tentang lamanya waktu setting parameter proses dan perbaikan mold atau produk sangat tergantung berdasar hasil injeksi pada proses trial pada industri plastik konvesional, dimana material yang terbuang masih tinggi dan berakibat proses tidak efektif serta memberikan metode baru tentang konsep manufaktur plastik modern berbasis CAE. Metode yang digunakan adalah desain eksperimen taguchi dan moldflow dual-domain. Taguchi digunakan untuk mendapatkan paramater proses mesin injeksi yang optimal melalui pembentukan orthogonal array, sedangkan optimalisasi parameter proses dilakukan mengunakan moldflow dual-domain untuk mendapatkan prediksi shrinkage minimal beserta data setting mesin injeksi plastik yang paling optimal.Teknologi CAD Autodesk Inventor 2015 digunakan untuk pembuatan desain base plate sedangkan teknologi CAE Autodesk Moldflow Plastic Insight 2015 digunakan untuk analisis proses injeksi plastiknya. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa volumetrik shrinkage maksimal pada base plate adalah 7,612% dan shrinkage produk rata-rata sebesar 0,4871%. Parameter proses yang optimal adalah pada mold temperature 70°C, melt temperature 235°C, injection pressure 100Mpa, injection time 1,0080 s, dan cooling time 9,7815 s. Total cycle time yang diperoleh adalah 18,9895 s dengan pressure at V/P switch-over 41,67Mpa. Produk base plate diharapkan memiliki total volume 46,2861 cm 3 dan total beratnya 44,0036 g dengan kualitas yang sesuai permintaan customer. Kata kunci : injeksi plastik, moldflow, optimalisasi, shrinkage LATAR BELAKANG Plastik merupakan material yang mudah dibentuk, praktis, ringan, tidak berkarat, dan tentu saja murah. Hampir di segala sektor kehidupan selalu bisa kita jumpai barang-barang yang terbuat dari plastik, misalnya bahan kemasan minuman maupun makanan, alat-alat rumah tangga, alat elektronik, bahkan dalam dunia otomotif. Salah satu proses manufaktur untuk membuat produk dengan bahan dasar plastik adalah dengan proses injeksi (plastic injection process). Proses ini sangatlah kompleks karena melibatkan proses mekanik dan thermal dimana setiap proses sangat berpengaruh terhadap produk hasil injeksi. Proses yang kurang sempurna akan mengakibatkan cacat atau kegagalan pada produk. Cacat yang terjadi pada proses tersebut meliputi cacat penyusutan (shrinkage), warpage, weld-line, sink-marks, retak (residual stress) dan kerusakan saat produk keluar dari cetakan (mold).
35
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Ada beberapa tahapan proses injeksi plastik dalam industri manufaktur saat ini. Tahapan tersebut dimulai dari permintaan produk atau mold dari customer yang akan didesain oleh bagian engineering menggunakan software Computer Aided Design (CAD). Kemudian, desain yang sudah disetujui oleh customer akan direalisasikan dengan membuat mold oleh bagian manufaktur dengan menggunakan mesin konvensional maupun mesin CNC yang direncanakan dan dikontrol dengan software Computer Aided Manufacturing (CAM). Mold selanjutnya akan diassembling dengan bagian standar lainnya oleh mold maker pada saat finishing. Mold yang telah jadi akan disetujui oleh designer dan customer, kemudian akan diproses trial and error pada mesin injeksi plastik. Cacat produk dan error akan diperoleh dalam proses ini. Perbaikan baru dapat dilakukan setelah hasil produk keluar dan dievaluasi cacat produknya. Setting parameter proses yang terbaik dilakukan pada saat ini juga dengan mengamati karakter hasil produk plastik tersebut. Bila ditemukan cacat produksi karena konstruksi mold, seperti kesalahan posisi gate dan kurangnya air venting, mold harus direparasi dan dilakukan proses trial kembali. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses ini menjadikan kerugian bagi industri manufaktur plastik. Proses ini juga membuang material dan tenaga yang lebih banyak untuk mendapatkan kualitas produk sesuai permintaan customer. Proses inilah yang kita sebut sebagai konsep manufaktur plastik konvensional dan banyak dilakukan oleh industri manufaktur plastik di Indonesia termasuk di Work Injection ATMI Surakarta (WI). WI memproduksi bagian dari komponen otomotif maupun elektronik yang dipesan oleh perusahaan-perusahan ternama di Indonesia. Permasalahan di WI seperti juga permasalahan yang dihadapi manufaktur plastik pada umumnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas produk dengan mengurangi cacat produksi pada saat berlangsungnya proses trial produk plastik di mesin injeksi. Melihat hal itu, proses produksi WI di ATMI Surakarta akan dirancang untuk beralih ke konsep manufaktur plastik modern untuk kedepannya. Peralihan dari konsep manufaktur plastik konvensional ke konsep manufaktur plastik modern dilakukan oleh Pusat Unggulan Teknologi Plastik Politeknik ATMI Surakarta (PUTP). Konsep manufaktur plastik modern lebih mengedepankan teknologi Computer Aided Engineering (CAE) untuk memprediksi jumlah atau jenis cacat maupun error pada produk yang dihasilkan sebelum proses injeksi berlangsung pada mesin injeksi plastik. Hasil CAE ini akan sangat berguna sebagai data untuk meminimalisasi cacat ketika produksi, panduan bagi mold maker untuk mendesain mold-nya dan untuk setting parameter proses di mesin sehingga mempercepat proses trial and error yang dilakukan pada mesin injeksi plastik. Tuntutan kualitas pelanggan tentang bagaimana meminimalisasi shrinkage pada produk plastik menjadi fokus utama dalam penelitian ini yang akan dilakukan oleh penulis untuk mendapatkan parameter proses injeksi yang optimal dengan menerapkan konsep manufaktur plastik modern berbasis CAE. Sebagai obyek dalam penerapan konsep ini dipilih produk Base Plate yang terbuat dari material Acrylonitrile Butadiene Styrene High Gloss (ABS HG). METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Fokus penelitian ini adalah meningkatkan kualitas produksi plastik di WI ATMI Surakarta untuk memenuhi tuntutan industri plastik yang cepat, murah, dan berkualitas dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif desain produk plastik berbasis CAD/CAM dan CAE sehingga mampu mengurangi error pada parameter proses maupun pada cacat produk saat proses injeksi plastik berlangsung. Tahapan penelitian dimulai dengan membuat desain model produk baru yang yang akan diproduksi dengan program CAD/CAM. Metode awal menggunakan metode taguchi untuk mencari parameter yang berpengaruh dan mencari hasil yang paling signifikan. Dengan membandingkan parameter prosesnya, diperoleh respon primer yang paling berpengaruh yaitu shrinkage. Metode ini hanya sampai orthogonal array dalam membandingkan parameter proses yang signifikan. Analisis dan optimalisasi proses injeksi plastik menggunakan metode CAE moldflow dengan software Moldflow Plastik Insight 2015 dan penelitian ini menggunakan jenis meshing dual-domain. Data diambil dari hasil respon primer berupa shrinkage yang paling minimal sebagai panduan awal dalam proses analisis moldflow. Analisis moldflow diawali dengan analisis finith element. Produk dianalisa bagian strukturnya dengan cara meshing yaitu membagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang elemennya berupa segitiga. Jenis meshing yang diambil adalah dual-domain yaitu menghitung produk dengan menggabungkan permukaan model untuk menentukan jumlah elemen. Dalam tahap ini juga dicari aspect ratio yang paling baik agar proses injeksi lebih optimal dan meminimalkan error.
36
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Analisis filling dan packing dilakukan untuk menentukan pembekuan material yang seragam. Dalam proses ini dapat dilakukan optimasi packing untuk memperoleh cycle time yang lebih baik. Volumetrik shrinkage juga diperoleh dan dianalisa hasilnya sehingga sesuai dengan tuntutan yang diminta. Kemudian, analisis cooling dilakukan untuk mentukan sistem pendingin (cooling). Dengan analisis cooling ini, kita dapat mengetahui seberapa efektif pendinginan yang diberikan terhadap proses injeksi. Analisis warpage adalah analisis terakhir yang dapat dilakukan untuk melihat seberapa besar produk mengalami deformasi karena pendinginan yang tidak seragam. Warpage dapat dihitung besarannya dilihat dari arah sumbu X, Y atau Z. Bila warpage produk base plate ini melebihi nilai yang ditentukan maka perlu optimasi cooling kembali. Tetapi bila nilai yang diperoleh dapat diterima, maka nilai tersebut menjadi panduan ketika proses injeksi di lapangan sebagai quality control atas shrinkage produk yang maksimal. Hasil analisis moldflow akan diverifikasi dengan dibandingkan shrinkage-nya antara hasil simulasi dan hasil produksi yang sesungguhnya dimana parameter setting mesin injeksi yang digunakan sesuai dengan data yang diperoleh dari moldflow. Produk Eksperimen Produk yang akan menjadi objek penelitian adalah Base Plate yang berfungsi sebagai bagian dari komponen terminal listrik untuk perusahan elektronik. Spesifikasi produk base plate sesuai dengan permintaan pelanggan dapat dilihat pada Tabel 1 dan bentuk produk base plate dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 1. Spesifikasi produk
Gambar 1. Produk Base Plate
Produk base plate mempunya dimensi 90.5 x 90.5 x 53.3 mm dan materialnya menggunakan Acrylonitrile Butadiene Styrene High Gloss (ABS HG) series dengan spesifikasi seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat material ABS HG (Moldflow Plastic Insight, 2015)
Data Mold base Mold base akan dirancang menggunakan mold 2 plate dengan single cavity oleh tool maker sesuai dengan permintaan. Desain runner system pada mold menggunakan cold runner. Desain pendingin pada mold juga dirancang sesederhana mungkin dengan media pendingin air. Spesifikasi material mold ditunjukkan pada Tabel 3.
37
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 3. Spesifikasi material mold base (Moldflow Plastic Insight, 2015)
Permintaan customer dalam hal kualitas juga menjadi perhatian dalam penelitian ini selain data produk dan mold diatas. Produk base plate tidak boleh memiliki shrinkage lebih dari 0.7% dan volumetrik shrinkage maksimal 10%. Hal ini karena base plate akan diasslembling dengan bagian yang lainnya. Metode Taguchi Metode taguchi dipakai hanya untuk menentukan data variasi parameter proses injeksi sebelum dilakukan simulasi dengan moldflow. Studi literatur dan observasi dilakukan untuk menganalisis dampak parameter proses terhadap hasil proses produksi. Hasil pengolahan data menunjukkan 5 nominasi faktor yang berpengaruh terhadap respon, yaitu mold temperature (C), melt temperature (C), injection pressure (Mpa), injection time (s), cooling time (s). Faktor yang berpengaruh dan level yang ditentukan dari hasil wawancara ditunjukkan pada tabel 4. Tabel 4. Parameter Proses injeksi mold pada produk base plate
Parameter proses pada produk base plate dipengaruhi oleh 5 faktor dengan 3 level. Jumlah derajat kebebasan yang dibutuhkan dalam studi kasus ini adalah 10, sedangkan derajat kebebasan yang tersedia adalah 26(VOA>VT, 26 > 10). Oleh sebab itu orthogonal array yang dipilih adalah L2735 dengan 27 eksperimen. Hasil ekperimen dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil eksperimen dengan simulasi moldflow
Hasil eksperiman dengan simulalsi moldflow memperlihatkan volumetric shrinkage yang diperoleh antara 7% - 10%. Karena permintaan pelanggan yang mengharuskan shrinkage lebih kecil dari 10%, maka diambil yang terkecil yaitu pada 7.717%. Proses parameter yang diambil adalah Tmold 70 °C, Tmelt 230 °C, Pinj 100 Mpa, Itime 1 detik, dan Ctime 15 detik. Analisa dan optimasi akan dilakukan pada tahap berikutnya.
38
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Metode Analisis CAE Moldflow Analisis CAE moldflow menggunakan software CAE Moldflow Plastik Insight 2015 (MPI) untuk mengoptimalisasi hasil yang diperoleh dari metode taguchi. Namun, sebelum dianalisis prosesnya, produk base plate harus dimodelkan terlebih dahulu menggunakan elemen-elemen yang diraktit atau meshing. Penelitian ini menggunakan meshing dual-domain untuk menganalisa aliran material plastik secara lebih mendalam. Hasil meshing dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Meshing Dual-Domain
Penelitian ini harus dapat mendapatkan meshing yang optimal dengan memperhitungkan intersection detail dan surface triangle aspect ratio. Semua nilai yang dilaporkan di dalam bagian intersection details harus nol, hal ini berarti tidak ada bagian terbagi. Rasio geometri dari meshing digambarkan dengan bagian aspek rasio permukaan segitiga. Aspect ratio maksimal dari penelitan ini adalah 9.97. Analisis Filling dan Packing Analisis filling dibutuhkan untuk mengetahui waktu yang diperlukan suatu model untuk dapat terisi penuh dalam sekali proses injeksi. Parameter proses sebelumnya digunakan dalam analisis ini dan hasilnya berupa waktu injeksi optimal pada 1.008 detik. Dari hasil analisa diperoleh waktu filling seperti Gambar 3.
Gambar 3. Hasil analisis waktu pengisian (fill time)
Analisis packing diperlukan agar material membeku secara seragam. Bagian dari packing terdiri dari packing dan holding. Pada proses ini, hasil yang diperoleh berupa data holding time. Holding time adalah proses menahan tekanan injeksi hingga keseluruhan material dalam cavity membeku atau ujung gate sudah membeku sehingga tidak ada lagi tekanan yang dibutuhkan untuk pembekuan material. Optimasi packing dapat dilakukan dengan melihat data frozen layer fraction dan diambil waktu yang paling optimum saat gate membeku. Waktu yang diperoleh saat gate membeku adalah 18 detik, maka perlu dibuat profil packing untuk mendapatkan waktu packing yang efektif dan material dapat membeku lebih seragam. Perbandingan profil packing sebelum dan sesudah optimasi dapat dilihat dari Gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan profil packing
Hasil analisis packing berdasar profil packing yang dibentuk, didapatkan perbandingan tekanan yang signifikan. Tekanan injeksi pada optimasi packing lebih merata pada titik-titik yang ditentukan, maka shrinkage yang terjadi juga akan merata. Hasil perbandingan tekanan dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Perbandingan tekanan saat packing
Dilihat dari gambar 5, tekanan yang seragam dapat menyeimbangkan volumetric shrinkage dimana volumetric shrinkage dapat didifinisikan sebagai ratio dari perbedaan antara volume cetakan dan volume produk yang telah membeku (dinyatakan dalam %). Volumetric shrinkage harus seragam diseluruh bagian untuk mengurangi terjadinya buckling (melenting) dan disarankan nilai penyusutanya harus sama atau kurang dari standar yang disarankan. Hasil analisa volumetric shrinkage dapat dibandingkan pada Gambar 6.
39
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 6. Perbandingan Volumetric Shrinkage
Hasil optimasi memperlihatkan pengurangan shrinkage secara signifikan. Volumetric shrinkage awal (0.8020% - 7.717%) tidak merata di semua bagian dan hasil optimasi mendekatkan nilai volumeteric shrinkage lebih uniform pada permukaan yang ditandai warna hijau yang lebih merata (0.8262% 7.612%). Dalam penelitian ini, customer meminta volumetric shrinkage tidak lebih dari 10%. Directional shinkage diharapkan kurang dari 0.7% bila melihat dari jenis material ABS, dimana hal itu akan dapat dilihat nanti pada analisis warpage. Analisis Cooling dan Warpage Waktu pendinginan (cooling time) adalah faktor terpenting dari keseluruhan waktu total (cycle time) dalam proses plastik molding. Apabila tahap filling dan packing sudah dioptimasi, desain dan optimasi sistem pendingin (cooling system) dapat mengurangi total cooling time. Dalam banyak kasus, waktu pendinginan mempengaruhi hampir 80% dari total cycle time sehingga segala perbaikan waktu pendinginan dapat mengurangi waktu total dan berarti mengurangi biaya. Optimasi sistem pendingin dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kemampuan dari material mold untuk menyerap panas pada saat yang ditentukan dan keseragaman dari distribusi cooling ke seluruh bagian untuk mendapatkan kualitas yang baik dengan distorsi yang minimal. Sistem pendingin dipakai untuk menyeimbangkan temperatur permukaan mold dan meminimalisasi cooling time. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mendisain sistem pendingin, antara lain: lokasi dan ukuran saluran pendingin (cooling channel), tipe saluran pendingin, tata letak dan koneksi saluran pendingin, panjang lintasan, flow rate dan transfer panas dari cooling, tipe cooling serta material moldnya. Dari analisis cooling, dapat dilihat bahwa temperatur cooling saat memasuki inlet sebesar 25.09 °C dan ketika keluar melewati outlet meningkat hingga 26.04 °C. Selisih temperatur hanya 0.95 °C, ini berarti jumlah saluran pendingin sudah mencukupi. Apabila selisih temperatur lebih dari 3 °C, lintasan cooling harus di re-desain lagi untuk mencari yang optimal. Normalnya, temperatur cooling maksimal adalah 30 °C dan desain lintasan cooling pada studi kasus ini sudah memadai. Desain lintasan cooling dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Desain lintasan cooling
Warpage dapat terjadi karena disebabkan oleh pendinginan yang tidak seragam. Warpage didefinisikan sebagai penyusutan produk akibat perubahan fase cair menjadi fase padat. Hal ini disebabkan oleh penyusutan deferensial dari material yang diinjeksi. Biasanya terjadi karena bagian yang tebal menyusut lebih lambat daripada bagian yang tipis. Stress akan terjadi pada perbatasan antara bagian yang tipis ke bagian yang tebal. Bila stress terlalu besar maka akan menyebabkan kerusakan pada model tersebut. Penyebab lain dari warpage adalah suhu mold tidak seragam, packing atau tekanan yang tidak seragam, atau tekanan injeksi, cooling, dan suhu terlalu tinggi pada cavity mold. Gambar 8 memperlihatkan warpage yang menyebabkan defleksi, baik disemua sisi, sumbu X, sumbu Y, maupun sumbu Z.
Gambar 8. Defleksi akibat warpage
Dari gambar 8 diatas, dapat dilihat bahwa defleksi yang terjadi pada produk base plate adalah sebagai berikut:
40
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 Deflection, all effects Deflection, X components Deflection, Y components Deflection, Z components
ISBN: 978-602-70259-3-6
= 0.0565 mm - 0.5655 mm = -0.4098 mm - 0.4163 mm = -0.3567 mm - 0.3710 mm = -0.2333 mm - 0.3191 mm
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Verifikasi Hasil analisis CAE moldflow Hasil analisis CAE digunakan sebagai panduan dalam membuat mold dan setting parameter mesin injeksi. Kemudian, hasil produk yang telah diproduksi dengan mesin injeksi akan diukur dimensinya dan dibandingkan dengan ukuran pada simulasi. Produk yang akan diukur adalah produk yang baik sesuai dengan quality control. Selisih dari ukuran produk dan hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran dimensi dan shrinkage produk base plate
Shrinkage yang terjadi pada produk base plate tidak lebih dari 0.7%, ini berarti shrinkage yang dihasilkan sesuai dengan permintaan customer. Produk base plate telah memenuhi kualitas yang diinginkan oleh customer dan siap untuk diproduksi massal Parameter Hasil Analisis CAE moldflow Hasil analisis CAE moldflow berupa parameter proses injeksi secara keseluruhan dapat dirangkum sebagai berikut:
Verifikasi data hasil simulasi menunjukkan bahwa hasil analisa dengan analisis CAE moldflow ternyata tidak jauh beda dengan proses injeksi plastik secara realitas. Analisa CAE moldflow dapat dipertanggungjawabkan dan diterima sebagai proses simulasi untuk mempercepat proses produksi.
41
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SIMPULAN Output dari penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa optimalisasi proses injeksi plastik di PUT P ATMI Surakarta menggunakan analisis CAE moldflow (moldflow plastic insight 2015) berhasil meningkatkan kualitas produk base plate dengan mengurangi proses trial and error dan menggantinya dengan analisis CAE moldflow untuk memperoleh prediksi cacat pada produk, dimana dalam penelitian ini adalah shrinkage dan mendapatkan setting parameter proses yang optimal. Hal ini menunjukkan bahwa WI dan PUTP ATMI Surakarta dalam waktu sekitar enam bulan telah mampu menerapkan konsep manufaktur plastik modern berbasis CAE dengan hasil maksimal. Hasil parameter setting pemesinan yang paling optimal pada produk baseplate adalah pada kondisi mold temperature 70 °C, melt temperature 235 °C, injection pressure 100 Mpa, injection time 1.008 detik, dan cooling time 9.7815 detik. Berdasarkan parameter tersebut akan didapatkan Volumetric Shrinkage optimal pada 7,612% dan shrinkage rata-rata hasil simulasi adalah 0.4871%. Hasil tersebut telah memenuhi standar kualitas yang diminta oleh customer. Total volume base plate adalah 46.2861 cm3 dan total beratnya adalah 44.0036 g. Total cyle time yang dibutuhkan oleh produk base plate dalam sekali injeksi adalah 18.9895 detik. Selanjutnya, data hasil analisis CAE dapat dipakai sebagai panduan bagi engineer mold maker industri plastik di Indonesia dalam membuat konstruksi mold, sebagai panduan dalam menentukan setting parameter optimal di mesin injeksi dan sebagai alat untuk memverifikasi produk plastik sebelum diproses lanjut di mesin injeksi. PUSTAKA Autodesk,. (2010). Autodesk Moldflow Insight Performance. Jakarta: Autodesk Bellavendram, Nicolo., (1995). Quality by Design: Taguchi Techniques for Industrial Experimentation. London: Prenice Hall. Budiyantoro, Cahyo., (2007). Analysis and Optimization of Injection Molded Parts using Fusion and 3D Elements of Moldflow. Germany: Polymer Techonolgy University of Aalen. Chen, Wu-Lin., Chin-Yin Huang and Chi-Wei Hung., (2010). Optimization of Plastic Injection Molding Process by Dual-Response Surface Method with Non-Linear Programming. Emerald. Vol. 27, No. 8. Pp. 951-966. Gastrow, Hans,. (2006). Injection molds: 130 proven designs. Germany: Hanser Gardner Publications Goodship, V., (2004). Practical Guide to Injection Moulding. Arburg: Rapra Technology Limited Menges, Georg,. (1999). How to make injection molds. Germany: Hanser Gardner Publications Moerbani, J., (1999). Plastic Moulding. Solo: ATMI Surakarta Oktem, H., (2012). Modeling and Analysis of Process Parameters for Evaluating Shrinkage Problems During Plastic Injection of a DVD-ROM Cover. ASM International, Vo. 21, No.1. Pp. 25-32 Riyanto, Seto Agung. (2014). Laporan pelaksanaan pelatihan tidak bergelar dalam negeri bidang pemodelan sistem injeksi molding berbasis metode elemen hingga. Solo: ATMI Surakarta
42
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS SWOT UNTUK MENENTUKAN KEUNGGULAN STRATEGI BERSAING DI SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR Lukmandono Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS) Jl. Arief Rachman Hakim 100 Surabaya 60117 Email :
[email protected] ABSTRAK Industri manufaktur merupakan salah satu sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi sehingga penting dilakukan penelitian yang mengusulkan keunggulan strategi bersaing di sektor ini sebagai upaya peningkatan pertumbuhan industri. Melalui pendekatan analisis SWOT, dihasilkan nilai IFAS sebesar 2,4 nilai EFAS sebesar 2,36 sehingga matriks IE mengarahkan posisi untuk menerapkan srategi pertumbuhan dan stabilitas. Bobot prioritas pada empat variabel berpengaruh dilakukan dengan pendekatan AHP dengan hasil sebesar 47% untuk manufacturing strategi, 21% untuk competitive strategy, 15% untuk kemitraan dan 17% untuk teknologi. Melalui matriks pengembangan strategi daya saing industri manufaktur dihasilkan enam keunggulan strategi yaitu: (1) peningkatan kualitas hasil produksi dengan strategi cost leadership & differentiation untuk memperluas jalur pemasaran dan meningkatkan potensi pasar, (2) peningkatan jalinan kemitraan antara pemasok, pelanggan dan pesaing dengan menjamin ketersediaan SDM melalui dukungan pemerintah, (3) penekanan biaya produksi dengan efisiensi SDM dan pengembangan teknologi baru, (4) peningkatan penggunaan teknologi manufaktur & teknologi informasi untuk meningkatkan fleksibilitas dan daya tawar, (5) peningkatan dukungan pemerintah untuk meminimalkan pembajakan dan penanganan HKI, dan (6) peningkatan kemampuan teknologi untuk mengembangkan produk baru. Kata kunci : AHP, Industri Manufaktur, Keunggulan Bersaing, SWOT PENDAHULUAN Daya saing adalah gambaran bagaimana suatu bangsa termasuk perusahaan-perusahaan dan SDMnya mengendalikan kekuatan kompetensi yang dimilikinya secara terpadu guna mencapai kesejahteraan dan keuntungan (Zuhal, 2010). Daya saing suatu bangsa ditentukan oleh kemampuan daya saing dari pelaku pembangunan atau pelaku usaha, kemampuan daya saing masyarakatnya dan kemampuan daya saing negara. Industri manufaktur merupakan salah satu sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi, dengan kontribusi hampir mencapai 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Selain besarnya pangsa ekspor pada industri manufaktur, penyerapan tenaga kerja pada industri manufaktur non migas juga menempati urutan atas sehingga membaik tidaknya kinerja sektor industri manufaktur mempunyai dampak nyata baik terhadap ekspor, penyerapan tenaga kerja maupun ekonomi secara keseluruhan (BPS, 2010). Rochman, et.al. (2011) mengkombinasikan metode SWOT dengan AHP dalam menganalisis daya saing industri agro di Indonesia. Faktor yang digunakan untuk memilih prioritas dari industri agro yang potensial untuk mengembangkan nanotechnology adalah faktor lingkungan internal yang terdiri dari 7 kriteria dan factor eksternal yang terdiri dari 7 kriteria. Nikolau, et al., (2010) menggunakan analisis SWOT pada industri mineral dan pertambangan, dengan keunggulan kompetitif penelitiannya adalah pengurangan biaya, peningkatan produktivitas, dan pengembangan inovasi. Hossain, et al., (2010) menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas pada industri manufaktur dengan keunggulankompetitif pada elastisitas modal dan elastisitas tenaga kerja. Soni, et al., (2011) menggunakan pendekatan empiris pada industri manufaktur dengan keunggulan kompetitif pada strategi bersaing dan strategi rantai pasok. Liu, et al., (2011) menggunakan explanatory factor analysis pada industri manufaktur dengan keunggulan kompetitif pada quality, delivery, flexibility dan cost. Pengukuran tingkat daya saing suatu wilayah menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional (Irawati dkk, 2012). Penelitian ini memfokuskan pada empat variabel berpengaruh yaitu manufacturing strategy, competitive strategy, kemitraan dan teknologi sebagai dasar analisis SWOT. Strategi manufaktur merupakan salah satu dimensi daya saing yang sering digunakan (Amoako-Gyampah, et.al., 2008; Avella, et.al., 2001; Demeter, 2003; Miltenburg, 2008). Empat kunci kompetitif manufaktur yang digunakan
43
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
adalah cost, quality, delivery dan flexibility. Indikator kemampuan teknologi terdiri dari existing production capability, access to new technology, process improvement capability, product improvement capability, dan new product development capability (Sirikrai, et al. 2006). Kemitraan mengandung pengertian adanya hubungan kerja sama usaha diantara berbagai pihak yang sinergis, bersifat sukarela, dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Sebagai suatu strategi pengembangan usaha, kemitraan telah terbukti berhasil diterapkan di banyak negara, antara lain di Jepang dan empat negara di Asia, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura. Di negara-negara tersebut kemitraan umumnya dilakukan melalui pola subkontrak yang memberikan peran kepada industri kecil dan menengah sebagai pemasok bahan baku dan komponen industri besar (Kartasasmita, 1997). Keunggulan strategi bersaing industri manufaktur harus terus diupayakan, agar peningkatan pertumbuhan industri lebih mudah tercapai. Dalam rangka mendukung penguatan daya saing industri manufaktur perlu dilakukan analisis strategi bersaing dengan jalan mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang dan acaman yang terjadi. Langkah berikutnya adalah menyusun matriks IFAS (internal strategic factor analysis summary), matriks EFAS (external strategic factor analysis summary) dan matriks IE (internal external). Hasil akhir model ini adalah strategi dan rencana aksi pengembangan daya saing untuk menjawab tujuan dari penelitian yaitu menentukan keunggulan strategi bersaing di sektor industri manufaktur. MODEL ANALISIS SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Analisis SWOT memandu untuk mengidentifikasi positif dan negatif di dalam organisasi atau perusahaan (SW) dan di luar itu dalam lingkungan eksternal (OT). Dari analisis seluruh faktor internal dan eksternal dapat dihasilkan empat macam strategi organisasi dengan karakteristiknya masing-masing (Rangkuti, F., 2006). Data SWOT kualitatif yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman digunakan untuk merumuskan rencana srategis berdasarkan unsurunsur dari usulan kerangka kualitatif (Bas, 2013). Tujuan dari analisis SWOT (Jogiyanto, 2005): (1) mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal yang terlibat sebagai input untuk merancang proses, sehingga proses yang dirancang dapat berjalan optimal, efektif, dan efisien; (2) menganalisis suatu kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu; (3) mengetahui keuntungan yang dimiliki perusahaan competitor; (4) menganalisis prospek perusahaan untuk penjualan, keuntungan, dan pengembangan produk yang dihasilkan; (5) menyiapkan perusahaan untuk siap dalam menghadapi permasalahan yang terjadi; dan (6) menyiapkan untuk menghadapi adanya kemungkinan dalam perencanaan pengembangan di dalam perusahaan. Tabel 1. SWOT Strategic Issues
Internal
Strenght (S):
Weak (W):
1.
1.
2.
2.
Eksternal
Threat (T): 1.
Strategi ST Gunakan S untuk menghindari T
Strategi WT Minimalkan W dan hindari T
2. Opportunity (O): 1.
Strategi SO Gunakan S untuk memanfaatkan O
2.
44
Strategi WO Atasi W dengan memanfaatkan O
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada empat variabel yang berpengaruh dilakukan melalui brainstorming dengan pihak-pihak terkait, sebagai pelaku usaha di bidang industri manufaktur. Pelaku usaha ini terdiri dari unsur perusahaan, asosiasi, dan pemerintahan. Penilaian keabsahan penelitian kualitatif pada model SWOT terjadi pada proses pengumpulan data dan untuk menentukan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu dalam memeriksa keabsahan data yang diperoleh. Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. Tabel 2. Peta SWOT Industri Manufaktur
Variabel Berpengaruh: Manufacturing Strategy Kekuatan: Kelemahan: kualitas hasil produksi seluruh sektor cukup fleksibilitas strategi manufaktur masih baik lemah biaya produksi masih terjangkau daya tawar yang rendah terhadap distributor Peluang: Ancaman: terbukanya jalur pemasaran yang semakin strategi produk RRCyang semakin kuat beragam kekuatan inovasi produk-produk impor potensi pasar cukup besar Variabel Berpengaruh: Competitive Strategy Kekuatan: Kelemahan: strategi cost leadership & differensiasi produk semakin tingginya biaya produksi cukup baik tuntutan SDM semakin beragam Peluang: Ancaman: ketersediaan bahan baku yang memadai produk pesaing yang berbiaya rendah ketersediaan SDM yang cukup Variabel Berpengaruh: Kemitraan Kekuatan: Kelemahan: dukungan pemerintah untuk pengembangan kebijakan dan regulasi tentang impor & industri manufaktur cukup baik ekspor yang kurang mendukung terjalinnya kemitraan di tingkat internal, eeringnya terjadi pelanggaran hak cipta pemasok, dan pesaing produk (HKI) Peluang: Ancaman: Komitmen yang kuat dari pemerintah untuk lemahnya penanganan HKI membangun kemitraan pembajakan produk yang akan Potensi terjalinnya kemitraan dengan mengganggu inovasi pelanggan cukup terbuka Variabel Berpengaruh: Teknologi Kekuatan: Kelemahan: kuatnya pengetahuan tentang teknologi ketersediaan teknologi manufaktur untukmerancang produk baru kondisi teknologi informasi semakin membaik kemampuan teknologi untuk mengembangkanproduk baru Peluang: Ancaman: terbukanya penggunaan teknologi baru kemampuan teknologi manufaktur terbukanya joint proyek pengembangan untuk memenuhi persyaratan teknologi pelanggan cepatnya life cycle teknologi
Uji triangulasi ini mengutamakan kebenaran dalam suatu penelitian dengan menggunakan wawancara dari informan lainya. Kemudian dilakukan uji silang dengan hasil yang telah diperoleh dari informan-informan sebelumnya. Apa bila terdapat perbedaan, harus dilakukan terus menerus hingga hasil
45
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
yang diperoleh tidak ada perbedaan. Demi mendapatkan hasil yang maksimal dan ketepatan penelitian ini, peneliti menggunakan uji triangulasi supaya hasil didapat dari seluruh pelaku usaha ini terdiri dari unsur perusahaan, asosiasi, dan pemerintahan dapat mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Peta SWOT yang mengambarkan kondisi internal maupun eksternal diuraikan pada Tabel 2. Langkah selanjutnya adalah menyusun Matrik IFAS yang merupakan penjabaran detail dan secara kuantitatif atas variabel Kekuatan dan Kelemahan. Dalam matrik ini ada penentuan score / rating yang dilakukan dengan dasar sebagai berikut: Kekuatan, rating 1 = sangat kecil; 2 = kecil; 3 = besar; 4 = sangat besar. Untuk Kelemahan, pemberian score nya merupakan kebalikan dari Kekuatan. Sedangkan untuk membedakan nilai bobot antara range 0 - 1 (total keseluruhan bobot = 1 atau 100 %) untuk tiap-tiap variabel berdasarkan penting/tidak pentingnya kriteria memberikan dampak terhadap faktor strategis: Nilai bobot 0 menunjukkan tidak penting dan Nilai bobot 1 menunjukkan sangat penting. Untuk pembobotan sub item menggunakan strategi pro-rata (perbandingan yang sama) antar sub item. Bobot untuk empat variabel berpengaruh yaitu manufacturing strategy, competitive strategy, kemitraan dan teknologi digunakan pendekatan AHP (analytical hierarchy process) yang merupakan salah satu dari metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang berperan dalam membuat formulasi dan menganalisa suatu keputusan ke dalam struktur hirarki bertingkat dari tujuan, kriteria dan alternatif (Sharma, et al., 2008). Hasil score kekuatan internal pada Tabel 3 sebesar 3,2 dan kelemahan internal sebesar 1,6 diperoleh rata-rata score untuk faktor internal sebesar 2,4. Tabel 3. IFAS untuk Industri Manufaktur Faktor-faktor Strategi Internal
Imp.
Rating
Imp. x Rating
0,5
0,24
3
0,72
Biaya produksi masih terjangkau Strategi cost leadership & differensiasi produk cukup baik Dukungan pemerintah untuk pengembangan industri manufaktur cukup baik 0,16 Terjalinnya kemitraan di tingkat internal, pemasok, dan pesaing
0,5
0,24
3
0,72
1
0,2
4
0,8
0,5
0,08
3
0,24
0,5
0,08
3
0,24
Kuatnya pengetahuan tentang teknologi manufaktur
0,5
0,08
3
0,24
Kondisi teknologi informasi semakin membaik
0,5
0,08
3
0,24
TOTAL
1
No.
Kekuatan
1
Manufacturing Strategy
2
Competitive Strategy
3
Kemitraan
4
Teknologi
0,48 0,2
0,16
Faktor-faktor Strategi Internal
No. 1
Kualitas hasil produksi seluruh sektor cukup baik
Kelemahan Manufacturing Strategy
0,48
2
Competitive Strategy
0,2
3
Kemitraan
0,16
Teknologi
0,16
Imp.
Rating
Imp. x Rating
Fleksibilitas srategi manufaktur masih lemah
0,5
0,24
1
0,24
Daya tawar yang rendah terhadap distributor
0,5
0,24
2
0,48
Semakin tingginya biaya produksi
0,5
0,1
2
0,2
Tuntutan SDM semakin beragam Kebijakan dan regulasi tentang impor & ekspor yang kurang mendukung
0,5
0,1
2
0,2
0,5
0,08
2
0,16
0,5
0,08
2
0,16
0,5
0,08
1
0,08
0,5
0,08
1
0,08
TOTAL
1
Seringnya terjadi pelanggaran hak cipta produk (HKI) 4
3,2
Ketersediaan teknologi untuk merancang produk baru Kemampuan teknologi untuk mengembangkan produk baru
1,6
Berikutnya disusun Matrik EFAS (Eksternal Strategic Factor Analysis Summary) yang merupakan penjabaran detail dan secara kuantitatif atas variabal Peluang dan Ancaman. Dan di dalam matrik ini ada penentuan score / rating yang dilakukan dengan dasar sebagai berikut: Peluang, rating 1 = sangat kecil; 2 = kecil; 3 = besar; 4 = sangat besar. Untuk Ancaman, pemberian score nya merupakan kebalikan dari Peluang. Hasil score peluang eksternal pada Tabel 4 sebesar 3,44 dan score ancaman eksternal sebesar 1,28 diperoleh jumlah total 4,72 sehingga rata-rata score untuk faktor eksternal di dapat dari nilai total dibagi dengan kedua faktor sehingga mendapatkan nilai sebesar 2,36.
46
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 4. EFAS untuk Industri Manufaktur Faktor-faktor Strategi Eksternal
No.
Peluang
1
Manufacturing Strategy
0,48
2
Competitive Strategy
0,2
3
Kemitraan
Teknologi
0,5
0,24
3
0,72
0,5
0,24
4
0,96
Ketersediaan bahan baku yang memadai
0,5
0,1
4
0,4
0,5
0,1
4
0,4
0,5
0,08
3
0,24
0,5
0,08
3
0,24
0,5
0,08
3
0,24
0,5
0,08
3
0,24
TOTAL
1
3,44
0,16 Terbukanya joint proyek pengembangan teknologi
Faktor-faktor Strategi Eksternal
Manufacturing Strategy
0,48
2
Competitive Strategy
0,2
3
4
Imp.
Rating
Imp. X Rating
Strategi produk RRC yang semakin kuat
0,5
0,24
1
0,24
Kekuatan inovasi produk-produk impor Produk pesaing yang berbiaya rendah
0,5
0,24
1
0,24
1
0,2
2
0,4
Lemahnya penanganan HKI
0,5
0,08
2
0,16
0,5
0,08
1
0,08
0,5
0,08
1
0,08
0,5
0,08
1
0,08
TOTAL
1
Ancaman
1
Kemitraan
Teknologi
Imp. X Rating
Potensi pasar cukup besar
Ketersediaan SDM yang cukup Komitmen yang kuat dari pemerintah untuk menjalin kemitraan 0,16 Potensi terjalinnya kemitraan dengan pelanggan cukup terbuka
No.
Rating
Terbukanya jalur pasar yang makin beragam
Terbukanya penggunaan teknologi baru 4
Imp.
0,16 Pembajakan produk yang akan mengganggu inovasi Kemampuan teknologi manufaktur untuk memenuhi 0,16 persyaratan pelanggan Cepatnya life cycle teknologi
1,28
Matriks internal eksternal pada Gambar 1 disusun berdasarkan nilai IFAS dan EFAS. Matriks ini merupakan model awal untuk memperoleh strategi pengembangan daya saing industri manufaktur. Nilai IFAS ada diantara 2.00 – 3.00, maka dalam matrik posisinya ada di posisi rata – rata, dan nilai EFAS yang juga diantara 2.00 – 3.00, maka dalam matrik posisinya ada di posisi menengah. Dengan pertimbangan tersebut pertemuan diantara skor IFAS dan EFAS mengarahkan posisi kondisi industri manufaktur untuk menerapkan strategi Pertumbuhan dan Stabilitas. Berdasarkan analisis IFAS, EFAS, dan Matrik Internal Eksternal maka dapat disusun alternatif strategi yang dapat disarankan, yakni SO Strategy, ST Strategy, WO Strategy, dan WT Strategy seperti pada Tabel 4.
Gambar 1. Matriks Internal Eksternal Industri Manufaktur
47
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 5. Matrik Pengembangan Strategi Daya Saing Industri Manufaktur
INTERNAL FACTOR
STRENGTHS (S) 1. Kualitas hasil produksi seluruh sektor cukup baik 2. Biaya produksi masih terjangkau 3. Strategi cost leadership & differensiasi produk cukup baik 4. Dukungan pemerintah untuk pengembangan industri manufaktur cukup baik 5. Terjalinnya kemitraan di tingkat internal, pemasok, dan pesaing 6. Kuatnya pengetahuan tentang teknologi manufaktur 7. Kondisi teknologi informasi semakin membaik
OPPORTUNITIES (O) 1. Terbukanya jalur pemasaran yang semakin beragam 2. Potensi pasar cukup besar 3. Ketersediaan bahan baku yang memadai 4. Ketersediaan SDM yang cukup 5. Komitmen yang kuat dari pemerintah untuk membangun kemitraan 6. Potensi terjalinnya kemitraan dengan pelanggan cukup terbuka 7. Terbukanya penggunaan teknologi baru 8. Terbukanya joint proyek pengembangan teknologi TREATHS (T) 1. Strategi produk RRC yang semakin kuat 2. Kekuatan inovasi produkproduk impor 3. Produk pesaing yang berbiaya rendah 4. Lemahnya penanganan HKI 5. Pembajakan produk yang akan mengganggu inovasi 6. Kemampuan teknologi manufaktur untuk memenuhi persyaratan pelanggan 7. Cepatnya life cycle teknologi
SO STRATEGY Peningkatan kualitas hasil produksi dengan strategi cost leadership & differentiation untuk memperluas jalur pemasaran dan meningkatkan potensi pasar Peningkatan jalinan kemitraan antara pemasok, pelanggan dan pesaing dengan menjamin ketersediaan SDM melalui dukungan pemerintah
EKSTERNAL FACTOR
ST STRATEGY Peningkatan dukungan pemerintah untuk meminimalkan pembajakan dan penanganan HKI
48
WEAKNESS(W) 1. Fleksibilitas strategi manufaktur masih lemah 2. Daya tawar yang rendah terhadap distributor 3. Semakin tingginya biaya produksi 4. Tuntutan SDM semakin beragam 5. Kebijakan dan regulasi tentang impor & ekspor yang kurang mendukung 6. Seringnya terjadi pelanggaran hak cipta produk (HKI) 7. Kurangnya ketersediaan teknologi untuk merancang produk baru 8. Rendahnya kemampuan teknologi untuk mengembangkan produk baru WO STRATEGY Penekanan biaya produksi dengan efisiensi SDM dan pengembangan teknologi baru Peningkatan penggunaan teknologi manufaktur & teknologi informasi untuk meningkatkan fleksibilitas dan daya tawar
WT STRATEGY Peningkatan kemampuan teknologi untuk mengembangkan produk baru dalam rangka memenuhi persyaratan pelanggan
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dari matriks pengembangan daya saing industri manufaktur pada Tabel 5, kemudian dirumuskan keunggulan strategi bersaing industri manufaktur melalui rencana aksi pengebangana seperti yang terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Daya Saing Industri Manufaktur
SO STRATEGY
Strategi Peningkatan kualitas hasil produksi dengan strategi cost leadership & differentiation untuk memperluas jalur pemasaran dan meningkatkan potensi pasar Peningkatan jalinan kemitraan antara pemasok, pelanggan dan pesaing dengan menjamin ketersediaan SDM melalui dukungan pemerintah
WO STRATEGY
Penekanan biaya produksi dengan efisiensi SDM dan pengembangan teknologi baru Peningkatan penggunaan teknologi manufaktur & teknologi informasi untuk meningkatkan fleksibilitas dan daya tawar
ST STRATEGY
WT STRATEGY
Peningkatan dukungan pemerintah untuk meminimalkan pembajakan dan penanganan HKI Peningkatan kemampuan teknologi untuk mengembangkan produk baru dalam rangka memenuhi persyaratan pelanggan
Rencana Aksi Pengembangan Memperluas jangkauan disribusi produk Meningkatkan differensiasi hasil produk dengan berbagai inovasi sesuai selera pasar Menghasilkan produk-produk dengan mempertimbangkan harga jual yang kompetitif Perbaikan terus-menerus dalam produksi agar mampu menghasilkan produk berbiaya rendah Menciptakan pola kemitraan internal, kemitraan dengan pemasok, kemitraan dengan pelanggan, dan kemitraan dengan pesaing potensial Menyatukan kesamaan pola pikir antara pemerintah dan pelaku usaha untuk menentukan sasaran pengembangan industri manufaktur Memberikan insentif investasi teknologi baru serta insfrastruktur teknologi Melakukan intensifikasi pelatihan teknologi baru bagi SDM Melakukan diseminasi informasi pasar, produksi, teknologi, melalui jalur pusat pendidikan tinggi dan penelitian Membuat teknologi informasi yang dapat melakukan sharing dalam hal fleksibilitas untuk memenuhi atau melakukan perubahan produksi Meminimalkan praktek pembajakan industri kreatif Memberikan layanan edukasi dan advokasi HKI bagi masyarakat Melakukan joint proyek pengembangan teknologi Meningkatkan partnership dengan lembaga riset untuk menciptakan produk baru
SIMPULAN Kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan keunggulan strategi bersaing pada industri manufaktur dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. peningkatan kualitas hasil produksi dengan strategi cost leadership & differentiation untuk memperluas jalur pemasaran dan meningkatkan potensi pasar, 2. peningkatan jalinan kemitraan antara pemasok, pelanggan dan pesaing dengan menjamin ketersediaan SDM melalui dukungan pemerintah, 3. penekanan biaya produksi dengan efisiensi SDM dan pengembangan teknologi baru, 4. peningkatan penggunaan teknologi manufaktur & teknologi informasi untuk meningkatkan fleksibilitas dan daya tawar, 5. peningkatan dukungan pemerintah untuk meminimalkan pembajakan dan penanganan HKI, 6. peningkatan kemampuan teknologi untuk mengembangkan produk baru. PUSTAKA Amoako-Gyampah, K., and Acquaah, M., 2008, “Manufacturing Strategy, Competitive Strategy and Firm Performance: An Empirical Study in a Developing Economy Environment”, Int. J. Production Economics 111, pp 575-592.
49
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Avella, L., Fernandez, E., and Vazquez, C.J., 2001, “Analysis of Manufacturing Strategy as an Explanatory Factor of Competitiveness in the Large Spanish Industrial Firm”, Int. J. Production Economics, Volume 72, pages 139-157. Bas, E., 2013, “ The integrated framework for analysis of electricity supply chain using an integrated SWOT-fuzzy TOPSIS methodology combined with AHP: The case of Turkey”, International Journal of Electrical Power and Energy Systems 44 (2013) 897–907. Demeter, K., 2003, “Manufacturing Strategy and Compepetitiveness”, International Journal of Production Economics”, Volumes 81-82, Pages 205-213. Hossain, M.Z., Al-Amri, K.S., 2010,"Use of Cobb-Douglas production model on some selected manufacturing industries in Oman", Education, Business and Society: Contemporary Middle Eastern Issues, Vol. 3 Iss 2 pp. 78 – 85. Irawati, I., Urufi, Z., Rezobeoen,R.E., , Setiawan, A., Aryanto, 2012, “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur Dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia Di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara” Jurnal TI Undip, Vol. VII, No. 1, Januari 2012. Jogiyanto, 2005, “Sistem Informasi Strategik untuk Keunggulan Kompetitif, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. Kartasasmita, G., 1997, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat melalui Kemitraan Guna Mewujudkan Ekonomi Nasional yang Tangguh dan Mandiri, Seminar Nasional LP2KMK, Jakarta, 7 Nopember 1996. Liu, N., Roth, A.V., Rabinovich E., , 2011,"Antecedents and consequences of combinative competitive capabilities in manufacturing", International Journal of Operations & Production Management, Vol. 31 Iss 12 pp. 1250 – 128. Miltenburg, J., 2008, “Setting Manufacturing Strategy for a Factory-within-a-factory”, . J. Production Economics 113, pp 307-3223. Nasution, 2003, “ Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif”, Bandung: Tarsito. Nikolaou, I.E., Evangelinos K.I., 2010, “ A SWOT analysis of environmental management practices in Greek Mining and Mineral Industry”, International Journal of Resources Policy 35 (2010) 226– 234. Rangkuti, F., 2006, ”Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rocman, N.T., Daryanto, A., Nuryartono, N., 2011, “Analysis of Indonesian Agroindustry Competitiveness in Nanotechnology Development Perspective Using SWOT-AHP Method”, International Journal of Business and Management, Vol. 6, N0. 8, August 2011. Sharma, M. J., Moon, I. and Bae, H., 2008, “Analytic hierarchy process to assess and optimize distribution network”, Applied Mathematics and Computation, Vol. 202, pp. 256-265. Sirikrai, S.B., Tang, J.C.S., 2006, “Industrial Competitiveness Analysis : Using the Analytic Hierarchy Process”, The Journal of High Technology Management Research, Volume 17, Issue 1, Pages 7183. Soni, G., Kodali, R., 2011,"The strategic fit between “competitive strategy” and “supply chain strategy” in Indian manufacturing industry: an empirical approach", Measuring Business Excellence, Vol. 15 Iss 2 pp. 70 – 89. Zuhal., 2010, “Knowledge & Innovation Platform – Kekuatan Daya Saing”, Penerbit Gramedia Pustaka Utama. _______, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2010, “Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Jawa Timur Triwulan I tahun 2010,” Berita Resmi Statistik No. 29/05/35/Th. IX, 2 Mei 2011.
50
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
TREN RISET TECHNOPRENEUR DI DUNIA, UNITED STATES, DAN INDONESIA Alessandra Lupita1, Ika Shinta2, Aam Hamid Al Ghabid3, Citra Kusuma4, Yuniaristanto5 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 5 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected], 4
[email protected],
[email protected] 1,2,3,4
ABSTRAK Technopreneur merupakan gabungan dari dua kata yakni teknonologi dan enterpreneur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren riset yang berkaitan dengan ilmu technopreneur di masa depan sehingga dapat diidentifikasi arah penelitian di masa depan. Penelitian ini menggunakan tools Scopus untuk mengambil dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan technopreneur yang terdapat di seluruh dunia. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data dalam database Scopus dengan menggunakan kata kunci “technopreneur”, “entrepreneur”, “innovation”, dan “technology”. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Secara umum, artikel technopreneur banyak di tulis di United States dengan jumlah artikel sebanyak 1415 artikel selama 5 dekade terakhir dengan subjek area business, management, and accounting; economics, econometrics, and finance; social sciences; dan engineering. Artikel technopreneur di Indonesia baru terdapat 14 artikel selama 2 dekade terakhir. Hal ini dapat menjadi kesempatan dan peluang yang sangat baik untuk Indonesia agar dapat mengembangkan riset sesuai dengan subjek terpopuler yang telah di evaluasi agar Indonesia dapat lebih unggul dibidang technopreneur. Kata kunci : Indonesia, Scopus, technology, technopreneur. PENDAHULUAN Dilihat dari asal katanya, technopreneur merupakan penggabungan dari dua kata yaitu teknologi dan entrepeneur. Menurut Tanan (2008), istilah technopreneur merupakan gabungan dari dua kata yakni teknonologi dan enterpreneur. Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti tindakan sistematis dari sebuah kecakapan, termasuk seni. Sedangkan enterpreneur merupakan tindakan komersialisasi terhadap suatu produk. Sehingga Tanan menyimpulkan bahwa technopreneurship merupakan suatu proses komersialisasi produk-produk teknologi yang kurang berharga menjadi berbagai produk yang bernilai tinggi sehingga menarik minat konsumen untuk membeli atau memilikinya. Sutarbi (2009) menyatakan, bahwa technopreneurship merupakan proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya, dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional. Menurut Diharjo dkk (2014) teknologi diartikan sebagai kapabilitas yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk. Sedangkan kewirausahaan diartikan sebagai kegiatan memulai usaha baru yang didasarkan pada penyediaan produk/layanan baru yang dibutuhkan pasar, memiliki nilai ekonomi dan sosial, adanya kesempatan, dan telah memperhitungkan semua resiko. Jadi wirausaha berbasis teknologi adalah wirausaha yang memulai usaha baru yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan (science), teknologi (technology), dan rekayasa (engineering) yang dibutuhkan oleh pasar. Perkembangan teknologi yang tiada hentinya semakin lama semakin maju, memacu persaingan yang sangat ketat diantara pengelola bisnis yang menerapkan Technopreneurship sebagai inkubator bisnis berbasis teknologi mereka,dimana teknologi memiliki peranan sebagai penggerak bisnisnya. Perkembangan dan penerapan Technopreneurship di era Globalisasi saat ini telah banyak membawa
51
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
dampak perubahan pada area bisnis saat ini. Jika kita lihat ke 2 -3 dekade yang lalu, maka sebut saja Taiwan, Korea Selatan dan Singapura masih digolongkan sebagai negara berkembang. Namun sekarang negara-negara ini telah menjadi negara maju dengan perekonomian yang didasarkan pada Industri teknologi (Wijaya, 2010). Bisnis-bisnis teknologi yang saat ini menjadi raksasa dalam dunia bisnis selalu dimulai dari skala bisnis yang sangat kecil atau dari hasil riset. Kekuatan inovasi produk dan model bisnisnya mampu menumbuhkan bisnis-bisnis tersebut secara cepat dan kontinu. Kecenderungan mengarusutamakan bisnis bisnis berbasis inovasi teknologi terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia (Maulana, 2010) Menurut Tjandra (2013) di negara-negara yang sudah maju, technopreneur sudah cukup berkembang dan bahkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian negara. Contoh negara maju yang berhasil dalam bidang technopreneur adalah Amerika, China, United Kingdom. Dengan perkembangan teknologi yang pesat dan inovatif para technopreneur tersebut dapat menciptakan sebuah produk yang dapat menguasai pasar dunia. Mereka menawarkan solusi yang menarik dan inovatif kepada masyarakat melalui produk mereka. Dengan penjualan produk-produk hasil produksi para technopreneur kepada masyarakat di seluruh dunia inilah yang mendorong akan perkembangan ekonomi negara tersebut. Saat ini technopreneur memang sudah ada di Indonesia, hanya saja jumlahnya tidak banyak dan tidak memberikan manfaat yang signifikan. Memang jumlah perusahaan yang berbasis teknologi yang berasal dari Indonesia belum banyak, tetapi sekarang mulai berkembang perusahaan-perusahaan start-up dari Indonesia yang muncul berbasiskan teknologi. Para pendirinya technopreneur dari Indonesia mulai berkembang dan berinovasi menciptakan produk-produk untuk bersaing dengan produk luar. Dengan demikian, technopreneur diharapkan dapat menjadi pendukung pembangunan yang berkelanjutan. Inovasi dibidang teknologi dapat menjadikan sebuah negara berkembang dan menjadi incaran industri di dunia untuk outsourcing atau penanaman modal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren riset yang berkaitan dengan ilmu technopreneur di masa depan sehingga dapat diidentifikasi arah penelitian di masa depan. penelitian ini menggunakan tools Scopus untuk mengambil dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan technopreneur yang terdapat di seluruh dunia. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah penentuan sumber dokumen penelitian yang akan diambil datanya, penentuan horison waktu, dan penentuan kata kunci. Setelah itu dilakukan seleksi artikel menurut masing-masing tahun yang akan dianalisis, dan yang terakhir adalah analisis. Penentuan Sumber Dokumen Penelitian Dokumen penelitian terkait technopreneur di seluruh dunia dapat dikumpulkan melalui website yang memiliki fasilitas lengkap mengenai dokumen-dokumen penelitian seperti Scopus. Scopus adalah sebuah pusat data terbesar di dunia yang mencakup puluhan juta dokumen ilmiah yang terbit sejak puluhan tahun yang lalu hingga saat ini. Scopus juga memberikan data agregat untuk menunjukkan tingkat pengaruh suatu jurnal (journal impact) atau institusi (institutional impact) dalam dunia publikasi ilmiah berdasarkan hubungan sitasi dari dan ke artikel-artikel yang diterbitkan oleh sebuah jurnal atau dipublikasikan oleh peneliti-peneliti dari suatu institusi. Penelitian ini memilik Scopus sebagai sumber dokumen penelitian karena Scopus memiliki dokumen yang paling lengkap, dan juga user-friendly Penentuan Horison Waktu Horison Waktu yang digunakan pada pencarian data tentu saja harus ditentukan agar memudahkan sorting dokumen. Pada penelitian kali ini, time horizon yang digunakan adalah all years hingga tahun 2015, karena penelitian ini ingin mengetahui perkembangan semua dokumen penelitian terkait technopreneur dari tahun ke tahun. Penentuan Kata kunci Kata kunci yang akan digunakan untuk mencari dokumen penelitian terkait adalah “Technopreneur” atau “Entrepreneur” dan “Technology” atau “Innovation”.Kata kunci tersebut dimasukkan ke dalam kategori Article Title, Abstract, kata kunci pada tipe dokumen, karena penelitian bertujuan mengetahui semua artikel terkait technopreneur.
52
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Seleksi Dokumen Penelitian Artikel yang dicari dengan menggunakan Scopus akan diseleksi berdasarkan ketegori-kategori yang akan dianalisis, seperti kata kunci, negara penerbit, afiliasi, dan subjek area. Dalam penelitian kali ini, pencarian dokumen didasari pada kata kunci dan subjek area. Pada penelitian ini, terdapat 3 jenis dokumen yaitu dokumen penelitian dengan kata kunci technopreneur, entrepreneur, technology, dan innovation yang terdapat di seluruh dunia, United States, dan Indonesia yang akan dianalisis subjek areanya. Pengumpulan dan pencarian data penelitian dilakukan pada tanggal 3 Juli 2015. Analisis Setelah pencarian data dan seleksi dokumen penelitian selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah analisis untuk mengetahui tren riset bidang technopreneur yang ada di seluruh dunia, United States, dan Indonesia yang dapat menjadi perbandingan pada tiap negara. Analisis dilakukan dengan pengelompokkan waktu penerbitan setiap 10 tahun (per dekade) untuk mengetahui perkembangan dokumen penelitian terkait technopreneur. Dalam Scopus akan ditampilkan data-data yang ada secara lengkap namun dalam penelitian ini hanya akan diambil lima data teratas dari subjek area, dan kata kunci yang dilakukan per dekade di seluruh dunia, United States, dan Indonesia. Gambar 1 menjelaskan tentang metode analisis dalam penelitian ini.
Gambar 1. Bagan Metode Analisis Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tren Riset Technopreneur di Seluruh Dunia Data yang dianalisis pada bagian ini adalah dokumen penelitian technopreneur di seluruh dunia berindeks Scopus. Gambar 2 manunjukkan hubungan antara jumlah dokumen penelitian technopreneur dari dekade ke dekade. Data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari dekade ke dekade mulai tahun 1970 dimana artikel berkaitan dengna technopreneur pertama kali diterbitkan. Pada dekade 1970-an terdapat 22 artikel yang diterbitkan, dan terus meningkat hingga pada era globalisasi ini yaitu tahun 2010-an terdapat 2506 artikel technopreneur yang tentu saja akan terus meningkat mengingat pengambilan data dilakukan pada tanggal 3 Juli 2014. 2506
3000
Jumlah
2500
1885
2000
1500 1000 500
22
176
1970-an
1980-an
361
N = 4950
0
1990-an
2000-an
2010-an
Dekade
Gambar 2. Grafik Perkembangan Artikel Technopreneur di Seluruh Dunia
53
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Pada tabel 1 menjelaskan tentang 5 besar afiliasi, negara, subjek area, dan kata kunci terpopuler pada dekade tertentu. Pada awal terindeksnya artikel dalam Scopus, subjek area yang digunakan adalah engineering; economics, econometrics, and finance; environmental sciences; business, management, and accounting; dan earth and planetary sciences. Tabel 1. Data Artikel Technopreneur di Seluruh Dunia
2010-an
2000-an
1990-an
1980-an
1970-an
Decade
Affiliation University of Michigan (1) Yale University (1) Harvard University (1) Southwest Research Institute (1) University of California, San Diego, School of Medicine (1) Foley & Lardner (6) Babson College (4) Ohio State University (2) Purdue University (2) NECSA (2) Rensselaer Polytechnic Institute (4) University of Colorado at Boulder (3) Case Western Reserve University (3) Rutgers University-Newark Campus (3) Jacksonville State University (3) University of Nottingham (22) UC Berkeley (18) George Mason University (14) Rensselaer Polytechnic Institute (14) University of Cambridge (14) University of Cambridge (21) Vrije Universiteit Amsterdam (18) Stanford University (18) University of Toronto (18) Lunds Universitet (18)
Country United States (5) France (1) United Kingdom (1)
Subject Area Engineering (13) Economics, Econometrics and Finance (4) Environmental Science (3) Business, Management and Accounting (2) Earth and Planetary Sciences (2) United States (30) Engineering (71) Canada (5) Business, Management and Accounting (44) Germany (4) Environmental Science (24) United Kingdom (3) Earth and Planetary Sciences (22) India (2) Medicine (14) United States (135) Business, Management and Accounting (143) United Kingdom (22) Engineering (72) India (15) Economics, Econometrics and Finance (62) Canada (12) Social Sciences (56) Germany (11) Environmental Science (40) United States (586) Business, Management and Accounting (687) United Kingdom (213) Social Sciences (434) Netherlands (74) Engineering (411) China (74) Economics, Econometrics and Finance (365) Canada (63) Computer Science (197) United States (659) Business, Management and Accounting (1097) United Kingdom (254) Social Sciences (702) China (155) Economics, Econometrics and Finance (497) Netherlands (118) Engineering (398) Spain (116) Computer Science (313)
Keywords Technology (4) Industrial Management (2) Economic and Sociological Effects (2) Philosophical Aspects (2) United States (2) Technology (21) Industrial Management (13) Organization (13) Organization and Management (12) Organization and Innovation (12) Technology (37) Marketing (34) United States (29) Entrepreneurship (28) Economics (23) Innovation (352) Entrepreneur (300) Entrepreneurship (233) Eurasia (131) Information technology (117) Innovation (641) Entrepreneur (439) Entrepreneurship (380) Industry (187) Information technology (103)
Jumlah
Sedangkan pada dekade 1980-an hingga dekade 2010-an subjek area paling populer adalah business, management, and accounting dimana negara paling populer dari penerbit artikel dengan subjek area tersebut adalah United States dengan afiliasi yang beragam dari dekade ke dekade. Kata kunci terpopuler dari tahun ke tahun adalah technology dan innovation, selain itu entrepreneur dan entrepreneurship juga menjadi kata kunci terfavorit setelah technology dan innovation. Hal ini membuktikan bahwa tren riset terpopuler dari dekade ke dekade adalah technopreneur yang berkaitan dengan business, management, and accounting, dimana subjek tersebut berkaitan dengan technology dan innovation di berbagai belahan dunia khususnya United States.
US
1970-an 5
1980-an 30
1990-an 135
2000-an 586
2010-an 659
UK
1
3
22
213
254
China
0
0
4
74
155
Malaysia
0
0
1
10
65
Indonesia
0
0
0
2
12
Australia
0
0
2
46
59
South Africa
0
2
2
15
39
Gambar 3. Data Negara Penerbit Artikel Technopreneur di Dunia
54
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Pada gambar 3 ditampilkan data negara di seluruh dunia yang menerbitkan artikel technopreneur terbanyak. Negara-negara pada gambar 3 merupakan perwakilan dari masing-masing benua. Pada benua Amerika diwakilkan oleh United States yang merupakan negara penyumbang artikel terbesar di dunia yaitu sebesar 1415 artikel, pada benua Eropa negara dengan penerbit artikel technopreneur terbanyak adalah United Kingdom yaitu 493 artikel. Untuk benua Asia dibagi menjadi dua yaitu Asia dan Asia Tenggara. Untuk benua Asia, penyumbang artikel terbanyak adalah China dengan jumlah 233 artikel, dan untuk Asia Tenggara adalah Malaysia dengan jumlah artikel sebanyak 76. Untuk Indonesia artikel yang berkaitan dengan technopreneur hanya ada 14 artikel selama 2 dekade terakhir. Australia telah menyumbangkan 107 artikel technopreneur yang merupakan perwakilan dari benua Australia. Untuk benua Afrika, negara dengan penyumbang artikel terbanyak adalah South Africa yaitu 58 artikel. Hal ini dapat menjadi evaluasi untuk mengetahui negara yang paling aktif dalam penulisan artikel terkait technopreneur yaitu United States dimana negara tersebut menyumbangkan artikel technopreneur mulai dekade 1970-an dan terus meningkat secara signifikan setiap dekadenya. Maka, United States akan dievaluasi subjek areanya untuk mengetahui tren riset technopreneur yang paling banyak dibahas. Analisa Tren Riset Technopreneur di United States Pada bagian ini, akan menjelaskan tentang artikel yang khusus diterbitkan oleh United States karena negara tersebut adalah negara dengan penerbitan artikel technopreneur terbanyak di dunia. Pada tabel 2 dijelaskan tentang afiliasi, subjek area, kata kunci, dan negara yang bekerja sama dalam penelitian riset technopreneur. Dimana United States pertama kali menerbitkan artikel technopreneur pada dekade 1970an sebanyak 5 artikel, dan terus bertambah dengan pesat hingga dekade 2000-an yang mencapai 586 artikel dan dekade 2010 mencapai 659 artikel, hal ini membuktikan bahwa United States dengan aktif terus melakukan riset tentang technopreneur dengan berbagai subjek area. Gambar 3 menjelaskan tentang grafik evaluasi subjek area di United States, dimana subjek area tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tren riset terpopuler dari tahun ke tahun. Seperti pada dekade pertama, subjek area yang menduduki peringkat tertinggi adalah economics, econometrics, and finance; lalu engineering, dan yang terakhir adalah medicine. Namun, pada dekade selanjutnya yaitu dekade 1980-an, subjek area terpopuler adalah business, management, and accounting; dimana subjek area tersebut bertahan sebagai subjek area terfavorit hingga dekade 2010-an. Tabel 2. Data Artikel Technopreneur di United States
2010-an
2000-an
1990-an
1980-an
1970-an
Decade
Affiliation D. H. Baldwin Company (1) University of Michigan (1) Yale University (1) Harvard University (1) Southwest Research Institute (1) Babson College (4) Ohio State University (2) Purdue University (2) Hersher Associates, Ltd. (1) Jacobs Management Center (1) Rensselaer Polytechnic Institute (4) University of Colorado at Boulder (3) Case Western Reserve University (3) Rutgers University-Newark Campus (3) The World Bank (3) UC Berkeley (18) George Mason University (14) Rensselaer Polytechnic Institute (14) Stanford University (11) Indiana University (11) Stanford University (18) Pennsylvania State University (14) George Mason University (13) Indiana University (12) Purdue University (10)
Country United States (5)
Subject Area Economics, Econometrics and Finance (2) Engineering (2) Medicine (1)
United States (30) New Zealand (1)
Business, Management and Accounting (19) Economics, Econometrics and Finance (4) Social Sciences (3) Engineering (2) Health Professions (2) United States (135) Business, Management and Accounting (69) Canada (2) Engineering (27) Netherlands (2) Social Sciences (21) Belgium (1) Economics, Econometrics and Finance (20) Brazil (1) Computer Sciences (10) United States (586) Business, Management and Accounting (197) United Kingdom (22) Social Sciences (145) Canada (12) Engineering (129) France (6) Economics, Econometrics and Finance (121) Sweden (6) Computer Sciences (54) United States (659) Business, Management and Accounting (271) United Kingdom (34) Social Sciences (222) Canada (22) Economics, Econometrics and Finance (123) China (16) Engineering (114) Netherlands (16) Computer Science (75)
Keywords United States (2) Administrative Personnel (1) Biomedical Engineering (1) Entrepreneur (1) General Hospital (1) Human (3) Organization and management (3) Short Survey (3) Economic aspect (2) Nonhuman (2) Technology (16) Marketing (13) Inovation (10) Societies and institutions (10) United States (10) Entrepreneurship (93) Entrepreneur (89) Innovation (87) United States (52) Students (42) Innovation (157) Entrepreneurship (122) Entrepreneur (97) Industry (48) Technology (40)
Selain business, management, and accounting; subjek area populer lainnya adalah social sciences, dan engineering dimana pada dekade 2010-an subjek area social sciences memiliki 222 artikel yang menggunakannya. Namun, jika dievaluasi secara keseluruhan, tetap saja bahwa subjek area business, management, and accounting adalah subjek area terbanyak digunakan pada hampir seluruh artikel di berbagai belahan dunia. Hal ini menunjukkan bahwa riset tentang technopreneur di dunia yang berkaitan
55
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Jumlah
dengan business, management, and accounting sedang mencapai puncak dan dapat menjadi kesempatan untuk membuat penelitian yang lebih dalam lagi.
1970-an
1980-an
1990-an
2000-an
2010-an
0
19
69
197
271
2
4
20
121
123
0
3
21
145
222
Engineering
2
2
27
129
114
Computer Science
0
0
10
54
75
Business, Management, and Accounting Economics, Econometrics, and Finance Social Science
Gambar 4. Data Evaluasi Subjek Area di United States
Tren Riset Technopreneur di Indonesia Pada bagian ini, akan dianalisis tentang perkembangan artikel technopreneur di Indonesia dari dekade ke dekade, namun data dalam Scopus menunjukkan bahwa Indonesia menerbitkan artikel yang berkaitan dengan technopreneur baru dimulai pada awal tahun 2000 dengan afiliasi Institut Teknologi Bandung, hingga saat ini yaitu dekade 2010-an, afiliasi terbanyak dalam menyumbangkan artikel technopreneur masih dipegang oleh Intitut Teknologi Bandung, kemudian Prasetya Mulya Business School, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Indonesia. Tabel 3. Data Artikel Technopreneur di Indonesia
2010-an
2000-an
Decade
Affiliation Institut Teknologi Bandung (1) Brawijaya University (1)
Country Indonesia (1)
Subject Area Business, Management and Accounting (1) Decision Sciences (1) Economics, Econometrics and Finance (1)
Institut Teknologi Bandung (6) Prasetiya Mulya Business School (1) Universitas Negeri Makassar (1) The University of North Carolina Wilmington (1) Universitas Indonesia (1)
Indonesia (12) Business, Management and Accounting (7) Australia (1) Economics, Econometrics and Finance (4) United States (1) Computer Science (3) Social Sciences (2) Environmental Science (2)
Keywords Indonesia (1) Agricultural technology (1) Asia (1) Business and management (1) Community services (1) Indonesia (6) Information technology (3) Developing countries (2) Entrepreneurs (2) Entrepreneurship (2)
Hampir sama seperti United States, bahwa artikel Indonesia paling banyak melakukan riset pada bidang business, management, and accounting; economics, econometrics, and finance; serta social science. Subjek area yang dievaluasi di Indonesia memiliki keseragaman data dengan United States dan artikel yang ada di seluruh dunia, yang menunjukkan bahwa ketiga subjek area tersebut merupakan subjek terfavorit untuk diteliti dengan dominan pada subjek business, management, and accounting. Namun, sangat disayangkan karena civitas yang ada di Indonesia masih belum mengenal ilmu technopreneur karena sejak tahun 2000 hingga 2015 hanya ada 14 artikel technopreneur terindeks Scopus yang diterbitkan. Hal ini dapat menjadi kesempatan dan peluang yang sangat baik untuk Indonesia agar dapat mengembangkan riset sesuai dengan subjek terpopuler yang telah di evaluasi.
56
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 5. Data Evaluasi Subjek Area di Indonesia
Analisa Tren Riset Technopreneur di Masa Depan Ilmu ini juga mengalami perkembangan dan ditandai dengan jumlah artikel terindeks Scopus yang terus bertambah dari dekade ke dekade. Riset mengenai technopreneur dapat bercermin pada afiliasiafiliasi yang terdapat di United States karena artikel technopreneur banyak diterbitkan secara merata pada negara tersebut. Dimana negara ini menyumbangkan artikel terbanyak dengan bidang kajian yang dibahas adalah business, management, and accounting yang tentu saja berkaitan dengan innovation dan technology. Bidang kajian tersebut merupakan bidang terbesar yang diteliti dan dapat menjadi acuan untuk tren riset technopreneur di masa yang akan datang. SIMPULAN Technology Entrepreneur atau technopreneur merupakan hal yang sedang berkembang dengan pesat dan sangat menarik untuk diteliti lebih dalam lagi. Ilmu ini juga mengalami perkembangan dan ditandai dengan jumlah artikel terindeks Scopus yang terus bertambah dari dekade ke dekade. Negara penyumbang artikel terbanyak adalah United States. Afiliasi penerbit artikel technopreneur di United States tersebar secara merata. Bidang kajian yang dapat dijadikan acuan untuk tren riset technopreneur di masa yang akan datang yaitu business, management, and accounting dimana bidang kajian tersebut sudah sangat populer di seluruh dunia termasuk Indonesia. Namun perkembangan artikel di Indonesia belum terlihat di dunia, karena Indonesia hanya menyumbangkan 14 artikel selama 15 tahun mulai tahun 2000 hingga 2015. Hal ini dapat menjadi kesempatan dan peluang yang sangat baik untuk Indonesia agar dapat mengembangkan riset sesuai dengan subjek terpopuler yang telah di evaluasi agar Indonesia dapat lebih unggul dibidang technopreneur. Penelitian ini juga diharapkan terus dilanjutkan untuk mengetahui perkembangan keilmuan technopreneur karena perkembangan dan perubahan tren ilmu technopreneur terjadi pada tiap tahunnya. Penelitian dapat berupa penelitian disekitar bidang kajian business, management, and accounting. PUSTAKA Diharjo, Kuncoro and Wahyudi Sutopo (2014). Kewirausahaan Berbasis Teknologi (Technopreneurship). UNS Press, Surakarta Wijaya, Kiky H (2010). Perkembangan Technopreneurship Dan Peranan Technopreneur Serta Pengaruh Teknologi Untuk Dunia Bisnis. Universitas Bina Nusantara. Jakarta. Maulana, Arief dan Iwan Ridwansyah (2010). Penerapan E-Learning Pada Pendidikan Berbasis Technopreneur Dan Creativepreneur Guna Meningkatkan Daya Saing, Inovasi, Dan Kompetensi Lulusan Perguruan Tinggi Studi Kasus Pada Fakultas Dkv Universitas Widyatama. Universitas Widyatama, Bandung Adith (2014). Technopreneurship di Era Globalisasi. Institut Teknologi Nasional. Malang Tjandra, Jeremy (2013) Perkembangan Technopreneurship di Indonesia 5 Tahun ke Depan. https://jeremytjandra.wordpress.com/2013/09/13/perkembangan-technopreneurship-di-indonesia-5tahun-ke-depan/. Diakses pada 05 Juli 2015
57
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSPORTASI Heri Wibowo1, Hidayat2, Almi Ratna Palupi3 Program Studi Teknik Industri Universitas Malahayati Jl. Pramuka No. 27 Bandar Lampung 35153 Email :
[email protected] ABSTRAK Sebagai perusahaan tepung tapioka dalam skala produksi yang besar di wilayah Propinsi Lampung, pendistribusian produk ke konsumen juga membutuhkan biaya pengangkutan yang relatif besar. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan adalah besarnya biaya distribusi tepung tapioka ke konsumen. Oleh karena itu perlu dianalisis biaya dengan pendekatan metode transportasi untuk meminimumkan biaya distribusi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis biaya pengangkutan tepung tapioka kepada konsumen agar menghasilkan biaya pengangkutan yang lebih kecil. Pembahasan yang dilakukan menggunakan model peramalan untuk menentukan tingkat permintaan tepung tapioka pada periode September 2014 – Agustus 2016. Hasil peramalan ini digunakan untuk menentukan kebutuhan tiap-tiap daerah pemasaran pada masing-masing gudang. Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode transportasi sehingga diperoleh jalur distribusi yang baru untuk meminimalkan biaya distribusi. Berdasarkan perhitungan selama dua tahun jumlah tepung tapioka yang didistribusikan adalah sebesar 88.642 ton. Biaya yang dikeluarkan menggunakan metode transportasi adalah Rp. 22.345.838.000,- sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 23.000.108.000,- . Terjadi penurunan atau penghematan biaya distribusi sebesar Rp. 654.270.000,-. Dengan adanya metode transportasi maka persoalan biaya distribusi dapat diatasi dan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kata kunci : Metode Transportasi, Sistem Distribusi.
PENDAHULUAN Setiap perusahaan selalu mengharapkan keuntungan yang semaksimal mungkin agar siklus hidup perusahaan dapat tetap berjalan. Untuk itu, perusahaan tersebut harus mampu mengatur sedemikian rupa biaya yang digunakan agar tetap terjadi rentang antara pengeluaran dan pemasukan perusahaan. Semakin besar selisih positif antara pemasukan dan pengeluaran perusahaan, maka semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Salah satu komponen biaya pengeluaran yang penting ialah biaya operasional. Biaya operasional merupakan biaya yang pasti dikeluarkan perusahaan baik pada perusahaan manufaktur maupun penghasil jasa. Biaya operasional perusahaan sangat berpengaruh pada penetapan harga produk, sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan daya saing produk terhadap produk sejenis lainnya. Hal ini mengarahkan perusahaan untuk dapat melakukan efesiensi pengeluaran sehingga dapat meningkatkan daya saing produk. Biaya operasional tidak terbatas untuk memproduksi suatu barang saja melainkan juga digunakan untuk pendistribusian barang kepada konsumen . Permasalahan utama dalam pendistribusian produk ke konsumen adalah biaya pengangkutan yang relatif besar. Oleh karena itu perencanaan pendistribusian yang baik diperlukan agar biaya pengangkutan dikeluarkan dapat ditekan seefisien mungkin. Pemecahan sistem distribusi dapat dipecahkan dengan pendekatan metode transportasi. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Woodward (dalam Melandra, 2013), “dalam dunia industri, distribusi adalah penyelenggaraan segala kegiatan usaha niaga yang tercakup dalam pengangkutan barang dari tempat pengolahan/pembikinan sampai ke tempat penjualan kepada pelanggan”. Distribusi bertujuan agar bendabenda hasil produksi sampai kepada konsumen dengan lancar, tetapi harus memerhatikan kondisi produsen dan sarana yang tersedia dalam masyarakat. Sistem distribusi yang baik akan sangat mendukung kegiatan produksi dan konsumsi. Saluran distribusi, kadang-kadang disebut saluran perdagangan atau saluran pemasaran, dapat didefinisikan dalam beberapa cara. Umumnya definisi yang ada memberikan gambaran tentang saluran distribusi ini sebagai suatu rute atau jalur. Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan dimasa mendatang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
permintaan barang ataupun jasa (Nasution, 2006). Render dan Heizer (2001), menyatakan peramalan adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa masa depan. Salah satu jenis peramalan adalah peramalan permintaan/penjualan. Handoko (2000), menyatakan esensi peramalan adalah memperkirakan peristiwa-peristiwa diwaktu yang akan datang atas dasar pola-pola waktu yang lalu dan penggunaan kebijakan terhadap proyeksi-proyeksi dengan pola-pola data masa lalu. Permintaan suatu produk pada suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang saling berinteraksi dalam pasar yang berada di luar kendali perusahaan. Faktor – faktor lingkungan tersebut juga akan mempengaruhi peramalan (Yamit, 2005). Pemilihan metode yang tepat dapat dilakukan dengan mengamati besarnya selisih nilai aktual pengamatan dengan nilai estimasi dari peramalan. Secara umum bila residual besarnya merata sepanjang pengamatan maka MSE (Mean Squared Error) yang sebaiknya digunakan. Namun bila hanya ada satu atau dua residual yang besar maka MAE (Mean Absolute Error) yang sebaiknya digunakan dan untuk melihat bias tidaknya peramalan maka MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dapat digunakan. Model transportasi secara khusus berkaitan erat dengan masalah pendistribusian barang-barang dari pusat-pusat pengiriman atau sumber ke pusat-pusat penerimaan atau tujuan. Persoalan yang ingin dipecahkan oleh model transportasi adalah penentuan distribusi barang yang akan meminimumkan biaya total distribusi (Siswanto, 2007). Tabel 1. Contoh Matriks Model Transportasi
Persoalan transportasi membahas masalah pendistribusian suatu komoditas atau produk dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (destination, demand) dengan tujuan meminimumkan ongkos pengangkutan yang terjadi. Ciri-ciri khusus persoalan transportasi adalah : 1. Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan tertentu. 2. Kuantitas komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan, besarnya tertentu. 3. Komoditas yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya sesuai dengan permintaan atau kapasitas sumber. 4. Ongkos pengangkutan komoditas dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya tertentu (Tjutju Tarliah, 2006). Model transportasi merupakan salah satu bentuk khusus atau variasi dari program linier yang di kembangkan khusus untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan transportasi (pengangkutan) dan disribusi produk atau sumber daya dari berbagai sumber (pusat pengadaan, atau titik supply) ke berbagai tujuan (titik permintaan atau pusat pemakaian) yang lebih efisien dalam hal perhitungan (Tjutju Tarliah, 2006). Menurut Haryadi (2010), “model transportasi pada saat dikenali pertama kali, diselesaikan secara manual dengan menggunakan alogaritma yang dikenal sebagai alogaritma transportasi. Menurut Tjiptono (2005), perusahaan harus dapat mengalokasikan sistem distribusi secara optimal untuk masing-masing pengiriman, sehingga dapat menekan biaya transportasi. Lalu hal itu membutuhkan analisis sistem distribusi yang tepat dari sumber ke tujuan dengan jalur alternatif untuk meminimumkan biaya transportasi
59
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Awal 1. 2. 3. 4.
Biaya Terkecil (Least Cost) Sudut Barat Laut (North West Corner) VAM Russel
Matriks Transportasi Tabel
Stop
Test
1. Stepping Stones 2. MODI
Revisi Gambar 1. Tahapan Pemecahan Model Algoritma Transportasi
METODOLOGI PENELITIAN Tahap awal penelitian adalah mengumpulkan data jumlah permintaan tepung tapioka dan biaya distribusi dari masing-masing sumber ke daerah pengiriman, kemudian meramalkan permintaan untuk masing-masing daerah pengiriman dari masing-masing sumber dengan menggunakan bantuan Software Excel OM, kemudian melakukan analisis biaya distribusi menggunakan metode transportasi dengan biaya terkecil (least cost), MODI dan stepping stone, dan terakhir menganalisis perbandingan biaya distribusi. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah data biaya distribusi yang ditampilkan pada Tabel 2 dan data jumlah permintaan tepung tapioka pada Tabel 3. Tabel 2. Data Biaya Distribusi Dari Sumber Ke Daerah Tujuan Pengiriman Bandar Lampung Way Lunik Jakarta Selatan (G1)
(G2)
(G3)
Tujuan
Biaya (Rp/Ton)
Tujuan
Biaya (Rp/Ton)
Tujuan
Biaya (Rp/Ton)
Serang (A)
176.000
Serang (A)
176.000
Serang (A)
176.000
Tangerang (B)
186.000
Tangerang (B)
186.000
Tangerang (B)
186.000
Cibitung (C)
201.000
Cirebon (G)
271.000
Cirebon (G)
271.000
Bandung (D)
286.000
Bekasi (E)
241.000
Purwakarta (F)
243.000
Cirebon (G)
271.000
Semarang (H)
441.000
Madiun (I)
521.000
60
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 3. Data Jumlah Permintaan Tepung Tapioka Dari Sumber Ke Daerah Tujuan Pengiriman Tujuan Pengiriman (Ton) Sumber Persediaan A B C D E F G H I G1
10402
10830
7185
7560
6736
9280
11782
5155
5603
74533
G2
5362
1938
2961
10261
G3
3410
1423
1903
6736
Tabel 4. Hasil Peramalan untuk Distribusi Sumber G1 dengan Bantuan Software Excel OM Tujuan Pengiriman (Ton) Persediaan A
B
C
D
E
F
G
H
I
Permintaan
10402
10830
7185
7560
6736
9280
11782
5155
5603
74533
Total
10397
10852
7519
7588
12302
6687
11777
5236
5674
78032
MAPE
10,27%
6,8%
11,63%
11%
5,84%
8,5%
4,48%
16,3%
46,3%
121,46%
Tabel 5. Hasil Peramalan untuk Distribusi Sumber G2 dengan Bantuan Software Excel OM Tujuan Pengiriman (Ton) Persediaan A
B
C
D
E
F
G
H
I
Permintaan
5362
1938
2961
10261
Total
5390
1950
2974
10314
MAPE
12,83%
30,90%
17,90%
61,63%
Tabel 6. Hasil Peramalan untuk Distribusi Sumber G3 dengan Bantuan Software Excel OM Tujuan Pengiriman (Ton) Persediaan A
B
C
D
E
F
G
H
I
Permintaan
3410
1423
1903
6736
Total
3417
1415
1895
6727
MAPE
8.38%
23,62%
16,50%
40,12%
Tabel 7.Matriks Jalur Distribusi Perusahaan Tepung Tapioka
Ke Dari
Tujuan Pengiriman
Persediaan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
176
186
201
286
241
243
271
441
521
10402
10830
7185
7560
6736
6678
11782
5155
5603
G1 71931
61
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
196
G2
ISBN: 978-602-70259-3-6
276
216
10261 5362
1938
271
266
3410
1423
19.174
14.191
G3
2961
3.410
1.423
1.903
120
251 1
10296
1903
1.938
2.961
6678
16.646
5155
5603
6736 5.362
Permintaan
88.642 7185
7560
6736
Sehingga hasil perhitungan biaya distribusi yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah : Z Min = (X1,1.C1,1) + (X1,2.C1,2) + (X1,3.C1,3)+……………………. + (X3,10.C3,7) = (10499x176.000) + ( 10781x186.000) + (7185x201.000) +…………….....+ ( 1903x251.000) = Rp. 23.000.108.000. Tabel 8. Biaya Distribusi dengan Metode Biaya Terkecil (Least Cost)
Ke Dari
Tujuan Pengiriman
Persediaan
A
B
C
D
E
F
176
186
201
286
241
243
G
H
I
441
521
G1
71887 18987
G2
14097
7543
7485
6688
6638
216
11804
4859
5590
276 10067
150
9917
3.410 120
266
G3
1.423
1.903
251 1 6688
1414
5.362
10296
6688
1.938
2.961
6638
16.605
4859
5590
Permintaan
88.642 19.137
14.097
7543
7485
6688
Sehingga hasil perhitungan biaya distribusi dengan metode biaya terkecil (least cost) adalah : Z Min = (X1,1.C1,1) + (X1,2.C1,2) + (X1,3.C1,3)+……………………. + (X3,10.C3,7) = (18987x176.000) + (14097x186.000) + (7543x201.000) +…………….....+ ( 6688x251.000)
62
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
=Rp. 22.347.338.000. Tabel 9. Biaya Distribusi dengan Metode MODI Tujuan Pengiriman
Ke Dari G1
A
B
176
186
C
201
D
E
286
241
F
243
Persediaan
G
271
H
I
441
521 71887
18987 G2
196
14097
7543
7485
6688
6638
216
11782
5155
5603
276 10067
G3
150
1938
271
266
3410
1423
19.137
14.097
9917
3.410
120
5.362
10296
1.423
1.903
251 1
6688
6688
1.938
2.961
16.605
4859
5590
Permintaan 7543
7485
6688
6638
88.642
Sehingga hasil perhitungan biaya distribusi dengan metode MODI adalah : Z Min = (X1,1.C1,1) + (X1,2.C1,2) + (X1,3.C1,3)+……………………. + (X3,10.C3,7) = (18967x176.000) + ( 14097x186.000) + (7543x201.000) +…………….....+ ( 6688x251.000) = Rp. 22.345.838.000. Tabel 10. Biaya Distribusi dengan Metode Steping Stone Tujuan Pengiriman
Ke Dari G1
A
B
176
186
C
201
D
E
286
241
F
243
G
271
Persediaan H
I
441
521 71887
18987 G2
196
14097
7543
7485
6688
6638
216
11782
5155
5603
276 10067
G3
150
1938
271
266
3410
1423
9917
3.410
120
5.362
10296
Permintaan
63
1.423
1.903
251 1 6688
6688 1.938
2.961
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 19.137
ISBN: 978-602-70259-3-6
14.097
7543
7485
6688
6638
16.605
4859
5590
Sehingga hasil perhitungan biaya distribusi dengan metode Stepping Stone adalah : Z Min = (X1,1.C1,1) + (X1,2.C1,2) + (X1,3.C1,3)+……………………. + (X3,10.C3,7) = (18967x176.000) + ( 14097x186.000) + (7543x201.000) +…………….....+ ( 6688x251.000) = Rp. 22.345.838.000. Perhitungan total biaya distribusi yang dikeluarkan oleh perusahaan ternyata lebih besar bila dibandingkan dengan perhitungan biaya distribusi dengan metode transportasi. Perbandingan total biaya distribusi antara dua situasi dapat dilihat pada tabel berikut ini
Biaya Distribusi Perusahaan Tepung Tapioka (Rp)
Tabel 11. Perbandingan Perhitungan Biaya Distribusi Total Penghematan Biaya Distribusi dengan Metode Transportasi Biaya Distribusi (Rp)
Persentase Penghematan
(Rp)
(%)
1
2
3 = 1-2
4=3:1
Rp. 23.000.108.000
Rp. 22.345.838.000
Rp. 654.270.000
2,85 %
Dari tabel di atas dapat dilihat total biaya distribusi dengan metode transportasi memperoleh penghematan biaya transportasi sebesar Rp. 654.270.000 yang diperoleh dari biaya distribusi perusahaan dikurangi dengan biaya distribusi dengan metode transportasi atau sebesar 2,84% yang didapat dari total penghematan biaya distribusi dibagi dengan biaya distribusi perusahaan. Berdasarkan hasil analisa menggunakan metode transportasi, ada beberapa daerah tujuan pengiriman yang mengalami perubahan tujuan distribusi. Tabel 12. Distribusi Tujuan Pengiriman Berdasarkan Metode Transportasi
Tujuan Daerah Pengiriman
Sumber
Bandar Lampung (G1)
W ay Lunik (G2) Jakarta Selatan (G3)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2.
Sebelum Analisis Serang Tangerang Cibitung Bandung Bekasi Purwakarta Cirebon Semarang Madiun Serang Tangerang
3.
Cirebon
1. 2.
Serang Tangerang
3.
Cirebon
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sesudah Analisis Serang Tangerang Cibitung Bandung Bekasi Purwakarta Semarang Madiun
1. 2.
Serang Cirebon
1.
Cirebon
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode transportasi, ada beberapa daerah tujuan pengiriman yangg mengalami perubahan untuk meminimasi biaya agar total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan selama periode September 2014 – Agustus 2016 dapat ditekan.
64
88.642
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SIMPULAN Dari hasil dan analisa pemecahan masalah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan metode transportasi bagi perusahaan tepung tapioka dapat menghemat biaya distribusi. Hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan bahwa biaya transportasi distribusi yang optimal adalah sebesar Rp. 22.345.838.000, dimana hasil tersebut dapat menghemat biaya distribusi sebesar Rp. 654.270.000 atau sebesar 2,84% untuk periode September 2014 – Agustus 2016, dengan jalur distribusi produk dari gudang ke daerah tujuan pengiriman adalah: a. Gudang 1 Bandar Lampung mengirimkan tepung tapioka ke kota Serang, Tangerang, Cibitung, Bandung, Bekasi, Purwakarta, Semarang dan Madiun. b. Gudang 2 Way Lunik mengirimkan tepung tapioka ke kota Serang dan Cirebon. c. Gudang 3 mengirimkan tepung tapioka ke kota Cirebon. PUSTAKA Dimyati, Tjutju T. (2006). Operation Research. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Handoko, T. Hani. (2000). Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE Universitas Gadjah Mada. Haryadi, Sarjono. (2010). Aplikasi Riset Operasi. Jakarta : Salemba Empat. Melandra, Yuki. (2013). Analisa Distribusi Untuk Meminimalkan Biaya Dengan Menggunakan Metode Transportasi di PT. Sinar Niaga Sejahtera (SNS). Bandar Lampung : Teknik Industri Universitas Malahayati. Nasution, Arman H. (2006). Manajemen Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi. Putri, Herlina dan Heri Wibowo. (2013). Distribution Analysis To Minimize Cost Using Transportation Method. Proceeding 5th International Conference On Numerical Optimization And Operation Research Pp 115-121. Banda Aceh : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Abul Yatama. Render, B dan Jay H. (2001). Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Jakarta : Salemba Empat. Siswanto. (2007). Operations Research Jilid I. Jakarta : Erlangga. Taha, Hamdy A. (2000). Riset Operasi. Jakarta : Penerbit Bina Rupa. Tjiptono, Fandy. 2005. Manajemen Jasa. Yogyakarta : Penerbit Andi. Yamit, Zulian. (2005). Manajemen Persediaan. Yogyakarta : Ekonisia.
65
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
MENURUNKAN REPAIR ULANG DEFECT INSERT DIES 61135 NO.8 DI PT. OERLIKON BALZERS ARTODA INDONESIA DENGAN METODE SIX SIGMA Renty Anugerah Mahaji Puteri1, Maman Rusmana2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat Telp. 021-4256024 Email:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK PT Oerlikon Balzers Artoda Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelapisan coating, dimana memiliki empat jenis produk yang dilakukan pelapisan yaitu Dies casting,Dies Stemping, Hobbing Cutterdan Twist Drill. Pada Insert Dies 61135 No.8 memiliki nilai DPU yang tinggi yaitu 0,092 dan melebihi batas standar yaitu 0,05 yang menyebabkan potensi untuk melakukan repair ulang lapisan coating menjadi besar dengan biaya per unit Rp. 78.945,67. Pemecahan masalahnya dengan menggunakan metode six sigma pertama yaitu bahwa defect pareto untuk Insert dies 61135 no.8 adalah adhesion not ok. Untuk melakukan analisa penyebab masalah dan penentuan proritas menyelesaikan masalah dengan FMEA serta langkah selanjutnya adalah melakukan analisa penyelesaian masalah berdasarkan analisa 5W + 1H. Berdasarkan pengolahan data diketahui level sigma sebelum perbaikan adalah 2,83 nilai ini berdasarkan konversi dari nilai DPMO 91.997,39 sedangkan nilai DPU adalah 0,092 untuk itu perbaikan yang dilakukan adalah memberikan informasi kepada operator dengan cara Training melalui metode OPL (One Poin Lesson) setra melakukan pergantian metode polishing yang sebelumnya secara manual dilakukan perubahan dengan penambahan alat bantu yaitu pencil grinder, sehingga setelah perbaikan nilai segma menjadi 3,17 dengan nilai DPMO 47.948 dan penurunan DPU sebesar 0,044. Kata kunci: DMAIC, DPMO, FMEA, Risk Priority Number, Six Sigma PENDAHULUAN PT Oerlikon Balzers Artoda Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelapisan coating, dimana memiliki empat jenis produk yang dilakukan pelapisan yaitu Dies casting untuk cetakan melalui pengecoran dengan cara memaksa logam cair masuk kedalam cetakan, Dies Stamping adalah proses pencetakan metal secara dingin dengan menggunakan dies dan mesin press umumnya plate yang dicetak. Ada tiga proses utama dalam proses coating yaitu proses pre-treatment ( proses polishing ), proses coating ( proses pelapisan coating dengan metode PVD coating yaitu Physical Vapour Deposition ), dan proses pos-treatment yaitu proses pengujian coating dengan proses top polishing dan proses brushing. Semua proses coating untuk jenis dies stamping akan dilakukan pengecekan khusus di outgoing inspection sebelum dilakukan proses packing. Proses coating merupakan salah satu dari penyumbang defect temuan di outgoing, dari temuan defect selama Januari sampai dengan Juni 2014 sebanyak 4096 unit dari total produksi 44523 unit sehingga rata-rata ditemukan 0.092 defect per unit dalam hitungan Six Sigma atau sebesar 6,3% dari total penjualan produksi. Hal ini tentunya jauh dari target standar defect yang ditentukan oleh bagian Outgoing inspection yaitu 0,05 defect per unit atau 5% dari total produksi. Dengan temuan defect yang masih tinggi tentunya akan menambah biaya produksi karena setiap defect yang memerlukan repair ulang proses coating membutuhkan biaya sebesar Rp. 78.945,67 / unit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui defect yang dominan dari produk dies stamping di outgoing inspection, mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi cacat produk dies stamping, memberikan usulan perbaikan yang dilakukan untuk menurunkan DPU ( Defect Per Unit ) dan menurunkan biaya proses repair defect unit Dies stamping pada outgoing inspection. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kualitas Goetch dan David, Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi yang diharapkan.( Dorothea Wahyu Ariani, h.8 ). Menurut Deming, Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan dimasa mendatang. ( Dorothea Wahyu Ariani, h.8 ). Sedangkan menurut Crosby kualitas adalah kesesuaian
66
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost eefectiveness. ( Dorothea Wahyu Ariani, h.8 ) Pengertian Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Menurut Hari Purnomo (2004:242), pengendalian kualitas adalah aktifitas pengendalian proses untuk mengukur ciri – ciri kualitas produk, membandingkanya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dengan hasil yang ada. Vincent Gasperz (2005 : 480), pengendalian kualitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk memantau aktifitas dan memastikan kinerja sebenarnya yang dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan Sofjan Assauri (1998 : 25), pengendalian dan pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kepastian produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai. Sejarah dan Konsep Dasar Six Sigma Six sigma dimulai oleh Motorola di era tahun 1980-an oleh salah seorang engineer di Motorola bernama Bill Smith. Bill smith membuat Robert Gavin CEO Motorola saat itu menerapkan konsep six sigma. Smith mengamati bahwa tingkat kegagalan sistem pada pengujian produk tahap akhir ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat kegagalan yang diprediksi sebelumnya. Ia mengusulkan beberapa sebab, termasuk kompleksitas sistem yang mempertinggi kemungkinan kegagalan, serta kesalahan mendasar pada kualitas konsep yang lama. Ia menyimpulkan bahwa peningkatan kualitas internal yang jauh lebih tinggi amat diperlukan. Motorola adalah perusahaan pertama yang menggunakan konsep Six Sigma sebagai metode untuk mengukur kualitas produk dan jasa, dan dalam sepuluh tahun terakhir konsep ini semakin dipercaya dikarenakan penerimaanya diperusahhaan ternama seperti Allied Signal dan General Electric. Secara etimologi six sigma tersusun dari 2 kata yaitu : six yang berarti enam dan sigma yang merupakan simbol dari standard deviasi atau dapat pula diartikan sebagai ukuran satuan statistik yang menggambarkan kemampuan suatu proses dan ukuran nilai sigma dinyatakan dalam DPU (Defect Per Unit) atau PPM (Part Per Million). Dapat dikatakan bahwa proses dengan nilai sigma yang lebih tinggi (pada suatu proses) akan mempunyai no good yang lebih sedikit (baik jumlah no good maupun jenis no good). Semakin bertambah nilai sigma maka semakin berkurang Quality Cost dan Cycle time. (Peter S Pande dan Larry Holpp, 2003) Tahap – Tahap Implementasi Pengendalian Kualitas dengan Six sigma Tahap – tahap pengendalian Six Sigma terdiri dari DMAIC metodology. Metodologi ini didefinisikan atas lima tahap yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, and Control. Metode DMAIC akan dijabarkan sebagai berikut: Define ( Perumusan ) Langkah awal yang harus dilakukan adalah mendefinisikan masalah. Pada tahap dari langkah six sigma ini akan dilakukan proses untuk mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan perusahaan dan strategi perusahaan Measure ( Pengukuran ) Pada tahapan ini kita akan mengukur kinerja pada saat sekarang (baseline measurement) mengukur / menganalisis permasalahan dari data yang ada agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan. (misal :pengurangan defect,biaya, dll). Analiyze ( Analisis ) Kekurangan utama yang ditemui pada kebanyakan pendekatan pemecahan masalah adalah kurangnya penekanan pada analisis yang tajam. Yang amat sering terjadi adalah kita melompat langsung kepada solusi tertentu tanpa sepenuhnya memahami suatu masalah serta mengidentifikasi sumbernya atau akar permasalahan dari masalah. Pada tahapan ketiga akan dilakukan analisa hubungan sebab - akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor – faktor dominan yang perlu dikendalikan. Improve ( Perbaikan ) Setelah akar permasalahan dipahami, maka analis atau tim yang menanggani harus menggumpulkan ide untuk menghilangkan atau memecahkan masalah serta memperbaiki kinerja. Tahap ini kita mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem kita berdasarkan hasil analisa terdahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya (standard operating procedure-SOP).
67
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Control (Pengendalian ) Fase pengendalian yang berfokus kepada menjaga perbaikan agar terus berlangsung , Melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningatkan kapabilitas proses menuju target six sigma. Perbaikan ini bisa saja termasuk menentukan standar serta prosedure baru, mengadakan pelatihan untuk karyawan, serta mencanangkan sistem pengendalian untuk meyakinkan agar perbaikan tidak lekang oleh waktu. Bentuk pengendalian bisa sederhana daftar periksa (checklist) atau pemeriksaan berkala untuk meyakinkan bahwa prosedure yang benar telah diikuti, atau penerapan diagram pengendalian proses statistik untuk memonitor kinerja cara pengukuran yang terpenting. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menurunkan repair ulang defect insert dies 61135 no.8 di outgoing inspection PT. Oerlikon Balzers Artoda Indonesia. Berikut metode penelitian yang dituangkan dalam diagram alir dibawah ini : Mulai Studi di PT. Oerlikon Balzers Artoda Indonesia. Bagian Outgoing Inspection
Studi Pustaka Penelitian Pendahuluan
Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, & Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data ( Jumlah Produksi dan jumlah cacat produksi, komponen untuk proses repair )
Pengolahan Data 1. Define ( Pendefinisian ) a. Pemilihan Cacat b. Critiqal to Quality (CTQ) c. Diagram Alir ( Flow Chart ) d. Diagram SIPOC 2. Measure ( Pengukuran ) a. Peta Kendali P b. Diagram Pareto c. Kapabilitas Proses d. DPMO dan Level Sixma e. Menghitung biaya Repair 3. Analyze (Analisis ) a. Diagram Sebab Akibat b. FMEA c. Analisis RPN 4. Imprve ( Perbaikan ) a. 5W + 1H 5. Control ( Pengendalian ) a. Peta Kendali P b. Kapabilitas Proses c. DPMO dan Level Sixma d. Menghitung biaya Repair
Analisis
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Hasil dan Pembahasan Dalam pengendalian kualitas untuk defect unit Dies Stamping berdasarkan metode six sigma langkah – langkah yang diambil dalam pemecahan masalah dikenal dengan DMAIC, DMAIC terdiri dari define, measure, analyze, improve dan control. Pembahasan mengenai DMAIC akan dijelaskan pada tahap berikut ini. Define Pada tahap define ini penulis akan mencari defect yang akan menjadi prioritas yang kemudian akan menjadi fokus utama dalam pemecahan masalah, langkah yang harus dilakukan adalah mengetahui jumlah defect tiap item dari dies stamping. Berikut ini adalah data defect antara bulan Januari sampai dengan Juni 2014 tiap item dies stamping.
68
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 1. Data defect dies stamping tiap item pada bulan Januari – Juni 2014
No Tipe Dies Stamping 1 Insert Dies 61135 No.8 2 Roling die plate 3 INSERT DIE DRAW 4 Insert 61633/4-d01n op10 No.1 5 DIE BENDING 6 Insert Dies 7 Dies Brkt Strg Col 8 Die insert 9 Insert dies 55741 D01N 10 DIES C/M NO.4 11 DIE SWAGING KYEG 12 Dies Col Cover 2/3 13 Insert dies no 57B 14 Insert 55741-D01N 15 DIE BENDING D13-10C 16 Dies Brkt Strg Col 17 Distance-D-01/3/3 18 Dies Col Cover 2/3 19 INSERT DIES 53215-BZ110 20 Dies Hinge LH D-41 2/4 Jumlah Defect
Defect 434 343 336 332 325 321 232 223 221 221 181 126 123 123 121 99 94 88 78 75 4096
% Defect 10.6 8.37 8.2 8.11 7.93 7.84 5.66 5.44 5.4 5.4 4.42 3.08 3 3 2.95 2.42 2.29 2.15 1.9 1.83 100
Kum % 10.6 18.97 27.17 35.28 43.21 51.05 56.71 62.16 67.55 72.95 77.37 80.44 83.45 86.45 89.4 91.82 94.12 96.26 98.17 100
Penentuan CTQ (Critiqal to Quality) CTQ bertujuan untuk menentukan karasteristik kualitas yang menentukan atau mempengaruhi suatu hasil. Penentuan CTQ dilakukan sesuai dengan persyaratan customer dimana diwakili bagian outgoing Inspection. Berikut adalah syarat yang harus diperhatikan oleh operator Outgoing nspection terhadap keluaran proses coating : 1.Hasil keluaran proses coating terhadapAdhesion dalamkeadaanbaik. 2.Penurunan kekerasan tidak boleh melebihi standar yang telah ditentukan yaitu HRC 58. 3.Color variation adalah dimana keadaan lapisan coating yang tidak merata sehingga terdapat lapisan coating yang tipis yang mengakibatkan timbul seperti warna pelangi. 4. Scratches adalah suatu goresan yang ditimbulkan akibat proses pre treatment yang tidak sempurna. 5.Incompleteor wrong area adalah kesalahan area coating. 6.Uncoated dot adalah bintik-bintik kecil yang diakibatkan debu atau material hasil etching yang melekat pada permukaan produk pada saat proses coating. Measure Tahap selanjutnya adalah tahapan dalam measure atau pengukuran. Pengukuran yang akan dilakukan dalam tahap ini yaitu : a) Adhesion not ok Rockwell adalah lapisan coating yang menempel pada produk atau Dies Stamping terlepas. b) Color variation adalah dimana keadaan lapisan coating yang tidak merata sehingga terdapat lapisan coating yang tipis yang mengakibatkan timbul seperti warna pelangi. c) Scratches adalahsuatugoresan yang ditimbulkan akibat proses pre treatment yang tidak sempurna. d) Incomplete or wrong area adalah kesalahan area coating yang terjadi akibat kesalahan dari proses pembacaan drawing oleh operator. e) Hardness not ok adalah penurunan derajat kekerasan yang diakibatkan oleh proses pemanasan pada saat proses coating, hal ini terjadi akibat proses tempering suhunya lebih rendah daripada suhu coating. f) Uncoated dot adalah bintik-bintik kecil yang diakibatkan debu atau material hasil etching yang melekat pada permukaan produk pada saat proses coating. g) Coating thickness too low adalah ketebalan coating terlalu tipis yang diakibatkan dari area coating pada dies tidak terjangkau.
69
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Peta Kendali Peta kendali P digunakan untuk mengetahui apakah cacat produk yang dihasilkan masih dalam batas yang diisyaratkan. Dalam artian bahwa semua data masuk kedalam batas kendali atas ( UCL) dan batas kendali bawah (LCL). Adapun untuk data proporsi / defect per unit untuk defect dari Januari sampai dengan Juni dapat dilihat dalam tabel 3.1 sebagai berikut. Dimana rumus untuk adalah Proporsi atau DPU (defect per unit) Dari data diatas maka diperoleh total proporsi kesalahanya adalah: jumlahcaca t 4096 (1) Pr oporsiTota l ( p ) x 0,092 jumlahunit 44523 n
jumlahunit 44523 353,35 ukuransubgrup 126
Center Line (CL) UCLp P 3 LCLp P 3
= p = 0,092 = 0.092 3
p (1 p )
0.092(1 0.092)
n
p (1 p ) n
= 0,138 353,35
= 0.092 3 0.092(1 0.092) = 0,0.45 353,35
Dimana : n adalah banyak subgroup p adalah proporsi defect Sehingga peta kendali P dapat dilihat dari gambar dibawah berikut ini :
Gambar 2. Peta Kendali P
Perhitungan Kapabilitas Proses Kapabilitas proses adalah gambaran performansi secara umum mengenai proses produksi. Kapabilitas yang dimiliki defect Insert Dies 61135 No. 8 pada unit Dies Stamping adalah sebagai kemampuan proses dalam menghasilkan produk yang sesuai spesifik dapat dihitung dengan rumus : =1- p = 1 – 0,092 = 0,908
Cp
Dimana : Cp
= Indeks Kapabilitas Proses
p
= Rata – rata Proporsi defect Dari nilai perhitungan kapabilitas proses diatas dapat diketahui bahwa proses kapabilitas produksi defect Dies Stamping masih sangat rendah yaitu sebesar 90,8%. Perhitungan DPMO dan Level Sigma Dalam menghitung nilai dari DPMO ada tiga faktor yang harus diketahui yaitu : a) Unit (U) Jumlah unit yang diproduksi selama periode Januari – Juni 2014 adalah sebanyak 44.523 unit
70
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
b) Opportunities (OP) Adalah peluang kemungkinan terjadinya defect per 1 unit adalah 1 peluang, yaitu peluang terjadi pada jalur polishing manual. c) Defect (D) Jumlah defect selama periode Januari 2014 adalah sebanyak 737 defect. Jadi defect per opportunity (DPO) yaitu : DPMO = Banyaknyadefect *1.000.000 737 *1.000.000 = 93.291,14 Banyaknyaunit * op
79 *1
Nilai 93.291,14 (Level 3 - sigma) adalah nilai DPMO yang didapat dari data perhitungan, maka jika dimasukan dalam nilai sigma dalam tabel konversi DPMO ke nilai sigma adalah berada pada 2,82 sigma (nilai yang didapat dari tabel dengan nilai DPMO 93.291,14 yang terdapat pada table dengan konsep Motorola)
Perhitungan Biaya Repair Ulang Coating Biaya repair yang digunakan terdiri dari biaya repair untuk proses stripping, cleaning, Degassing, polishing manual, coater dan top polishing. Untuk repair stripping terdiri dari dua tank,tank stripping dan tank rinsing, untuk repaircleaning dibagi menjadi tiga tank yaitu tank spray, tank rinsing dan tank dryer. Untukrepair degassing menggunakan gas Nitrogen. Untuk repair polishing manual menggunakan goad wool XX. Untuk repair pelapisan coating atau coater terdiri dari penggunaan gas nitrogen, gas argon, gas helium, dan penguapan target. Untuk repair top polishing terdiri dari penggunaan buffing disc. Berikut ini adalah contoh penjelasan perhitungan biaya repair ulang pelapisan coating :
Jenis Material 1 Material untuk proses Stripping
2 3 4 5 6 7
Material untuk proses Cleaning
8 9 10
Material untuk proses Degassing Material untukpolis hing manual
(*)Biaya per Defect (Rp) h=(e*g/f) 1,317.33 1,583.33 720.00 2,813.33 933.33 533.33 60.00 60.00 500.00 800.00
11
Gan Nitrogen
200 Bar
300,000
1,500
10
15
2,250.00
12
Goad wool XX
100 Pcs
150,000
1,500
1
10
15,000.00
1000 Gram
13,000,000
13,000
12
27
29,250.00
200 Bar
300,000
1,500
12
15
1,875.00
200 Bar
1,200,000
6,000
12
15
7,500.00
200 Bar
450,000
2,250
12
20
3,750.00
13 Material untuk proses pelapisan Coating
Tabel 2 Perhitungan Biaya Repair Ulang pelapisan coating Harga (*)Pengg Nama (*)penggu Jumlah (*) Harga per unaan Material naan/ (b) Rp(d) satuan Material (a) defect (f) e=(d/b) (g) Deconex 28 Liter 291,200 10,400 15 1.9 33SP Deconex 28 Liter 350,000 12,500 15 1.9 30HM HaOh 25 Kg 150,000 6,000 15 1.8 H2O2 30 Liter 42,200 1,407 15 30 Deconex 25 Liter 250,000 10,000 15 1.4 1217 DI Water 1 Liter 400 400 15 20 Deconex 30 Liter 36,000 1,200 20 1 1053 Deconex 30 Liter 36,000 1,200 20 1 1054 Deconex 25 Liter 250,000 10,000 20 1 1217 DI Water 1 Liter 400 400 20 40
14 15 16
Target TiAl Gan Nitrogen Gas Argon Gas Helium
71
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
Material untuk top Polishing
ISBN: 978-602-70259-3-6
17
Gas Hidrogen
200 Bar
2,400,000
12,000
12
6
6,000.00
18
Buffing Disck
10 Pcs
200,000
20,000
5
1
4,000.00
Ket : *(Sumber : PT: OBAI)
Jumlah
78,945.67
Analisis Setelah diketahui bahwa defect Adhesion not ok pada insert dies 61135 no.8 unit Dies stamping merupakan defect pareto terbesar karena untuk defect Adhesion Not Ok merupakan penyumbang defect terbanyak yaitu 118 defect dari total defect 434 untuk Insert Dies 61135 No,8. Failure Mode and Effect Analysis ( FMEA ) FMEA adalah prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan dalam desain kondisi diluar spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Item & Fungsi
Adhesive not OK insert 61135 No. 8
Metode Kegagal an Potensia l
Repair ulang
Tabel 3 Failure Mode and Effect Analysis FMEA Akibat (b) (a) Penyebab Potensial Kemungkina Pengaruh Potensial Pengendalian dari n Buruk dari Sekarang Kegagala Kejadian Severity Kegagalan n (Likehood) Leader memberikan Kurangnya training dengan pengetahua metode (OPL) n operator kepada 5 untuk operator untuk menentukan pengecekan OK/NG produk setelah polishing Repair manual ulang & 4 Menggunakan DPU Polishing alat bantu Tinggi manual 8 untuk polishing yang tidak manual yaitu maksimal pencil grinder Proses cleaning Proses dilakukan cleaning dengan aceton 3 kurang terlebih dahulu bersih sebelum isopropanol
(c) Efektivitas Metode & Pencegahan
(d) Nilai RPN a*b*c
5
100
4
128
2
24
Improve Tabel. 4 Analisa 5W+1H Faktor Manusia
Penyebab Kegagalan Kurangnya pengetahuan operator sehingga tidak bisa membedakan produk yang masih terdapat kintaminan dan yang sudah tidak terdapat kontaminan
5W + 1H
What (apa)
Deskripsi Leader kurang dalam menyampaikan informasi mengenai kontaminan yang terdapat pada produk setelah degassing
Why (Mengapa)
Leader masih fokus dengan lide time produksi
Where (Dimana)
Area polishing manual
72
Tindakan
Memberikan training singkat dengan cara metode OPL ( one poin lesson) kepada operator polishing
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
When (Kapan)
Setiap Hari
Who (Siapa)
Shift Leader
How (Bagaimana)
Training singkat selama 6 hari kerja
Implementasi Usulan Perbaikan a. Faktor Metode Implementasi perbaikan yang dilakukan dari faktor metode adalah dengan mengadakan pengadaan alat bantu berupa pencil grider yang dapat membantu operator pada saat polishing manual sehingga kontaminan yang terdapat pada insert dies 61135 No.8 bisa dihilangkan dengan sempurna serta dengan melakukan gemba ( melihat defect langsung secara aktual ) setiap hari sesudah jam istirahat siang yaitu pukul 13:00 agar defect yang masih lolos check bisa ditanggulangi dilakukan pencegahan. Berikut ini adalah gambar pencil grinder beserta Goad wool XX yang digunakan sebagai alat bantu untukproses polishing manual.
Gambar 3 Alat bantu untuk proses polishing manual
b. Faktor Manusia Untuk faktor manusia dalam hal ini operator, tindakan perbaikan yang dilakukan adalah dengan melakukan training dengan metode OPL mengenai pengecekan hasil polishing manual terhadap kontaminan yang masih terdapat pada insert dies 61135 no,8 sehingga diharapkan keluaran dari proses polishing manual sudah dipastikan terhindar dari kontaminan sisa dari proses degassing.
Gambar 4. Metode Training OPL (One Poin Lesson) Control (Pengendalian) Control merupakan tahap pengukuran dan pengendalian terhadap kegiatan implementasi yang sudah dilaksanakan. Hasil implementasi yang sudah dilaksanakan pada bagian polishing manual diharapkan ada perbaikan kualitas terhadap defect adhesion not ok pada panel insert dies 61135 no,8 dies stemping.
73
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SIMPULAN Hasil dari pengolahan data menarik kesimpulan bahwa : 1. Defect yang menjadi pareto pada unit Dies Stamping adalah Insert dies 61135 no,8 yaitu Adhesion not ok. 2. Faktor – faktor yang mempengaruhi defect adhesion not ok adalah sebagai berikut : a. Faktor metode, dikarenakan polishing dilakukan dengan cara manual sehingga kurang maksimal dalam menghilangkan kontaminan yang diakibatkan dari proses degassing. b. Faktor Manusia, dikarenakan kurang pahamnya operator dalam mengecek kontaminan apalah O.K atau N.G (not Good). c. Faktor Material, dikarenakan proses penyambungan menggunakan brazing yang mengakibatkan timbulnya kontaminan yang sangat banyak pada dies setelah dilakukan proses degassing. Untuk factor ini belum dilakukan perbaikan karena proses penggabungan dua material dengan menggunakan brazing dilakukan oleh customer langsung sebagai pemilik dies. 3. Nilai defect per unit (DPU) mengalami penurunan, sebelum implementasi sebesar 0,092 dalam hitunganSix Sigma atau 6,3% dari total penjualan produksi dan setelah implementasi adalah sebesar 0,048 dalam hitungan Six Sigma atau 3,4% dari total penjualan selama bulan Juli. Dengan implementasi perbaikan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Melakukan Training dengan menggunakan OPL langsung kepada operator yang bersangkutan yaitu operator polishing manual. b. Melakukan penggantian metode polishing yang sebelumnya dilakukan dengan cara manual menjadi dengan tambahan alat polishing yaitu pencil grinder. c. Biaya repair rata-rata per bulan sebelum implementasi defect diagram pareto tertinggi dengan jumlah 19 defect adhesion not ok per bulan adalah sebesar Rp 1.552.598,17 sedangkan biaya repair ulang dengan jumlah 6 defect adhesion not ok setelah implementasi adalah Rp 461.674,02. PUSTAKA Anupindi, Ravi, Sunil Shopra, Sudhakar D. Desmukh, Jan A. Van Mielgen. Dan Eitan Zemel. (2011). Managing Business Process Flows. Jakarta : PPM. Ariani, Dorothea Wahyu.(2005). Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitas. Bogor : Ghalia Indonesia. Gasperz. Vincent. (2012) All In One Managment Toolbook. Jakarta. PT Percetakan Penebar Swadaya. Gasperz, Vincent dan Avanti Vontana. (2011) Lean Six Sigma For Manufacturing and Service Industry.Bogor : Vinchristo Publication. Linsay, Wiliam R dan James R. Evans. (2007). Pengantar Six Sigma.Jakarta : Salemba Empat. Montgomery, Douglas C. (2001). Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press. Nasution, MN. (2005). Manajemen Mutu Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia. Purnomo, Hari. (2004). Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
74
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS KUALITAS IKAN TUNA SEGAR DENGAN METODE PDCA DI PT. MADIDIHANG FRESHINDO, JAKARTA Meri Prasetyawati1, Nur Fajar Adi Saputro2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Telp. 021 – 4253841 / 021 4256023 Email:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK PT. MADIDIHANG FRESHINDO merupakan perusahaan eksportir ikan tuna segar. Produk yang diekspor adalah ikan tuna segar utuh, dan ikan tuna loin segar. Tuna loin segar sering terjadi komplain dari customer atau negara importir dimana daging ikan setelah diterima oleh customer sering terjadi perubahan warna ikan menjadi tidak segar lagi dan tekstur ikan yang pecah dan lembek Metode yang digunakan adalah metode PDCA, dimana Perencanaan (Plan) melakukan pengamatan di unit pengolahan ikan dimulai dari awal pemeriksaan ikan sampai produk akhir. Perbaikan (Do) yang dilakukan adalah pengetatan pada saat pembelian ikan, penambahan bak penampung ikan, perbaikan mesin pendingin ruangan, penetapan alur proses dan penambahan dry ice di sterofoam pada saat proses pengemasan. Pemeriksaan (Check) memeriksa kembali jumlah komplain yang terjadi oleh customer, apakah terjadi penurunan atau tidak, dan setelah dilakukan perbaikan terjadi penurunan jumlah komplain. Standarisasi (Action) membuat standar yang tetap untuk sistem pemeriksaan ikan disaat pembelian ikan, dan waktu proses produksi di dalam unit pengolahan ikan (SOP diunit pengolahan ikan). Perbaikan yang telah dilakukan dapat menurunkan jumlah komplain dari customer, Jumlah komplain ikan tuna loin segar untuk bulan Januari 2015 dengan total ekspor 3.100,00 kg adalah sebesar 97 kg dengan rincian komplain dari segi warna sebesar 86 kg dan tekstur 11 kg. Kata kunci: Kualitas, PDCA, Tuna Loin PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan zat gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar air. Ikan juga merupakan bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan yang lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati yang menyebabkan pembusukan. Industri pangan khususnya pengolahan perikanan yang ingin bertahan harus dapat menghasilkan produk yang bermutu yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Konsistensi mutu produk yang dihasilkan harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan konsumen, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian mutu. Mutu memerlukan suatu perbaikan yang terus menerus (Continous Improvement Product). PT. Madidihang Freshindo merupakan perusahaan eksportir ikan tuna di daerah Jakarta Utara, produk yang diekspor adalah ikan tuna segar dalam bentuk utuh H&G (Head and Gutted), GG (Gill and Gutted) dan tuna loin segar. Ikan yang akan diekspor adalah ikan tuna jenis Big Eye Tuna dan Yellowfin Tuna, ukuran ikan yang sering digunakan adalah diatas 25 kg. Sebelum ikan tuna diekspor terlebih dahulu ikan dilakukan pemeriksaan secara organoleptic (Bau, Warna, Kekenyalan, dan Rasa) di tempat pendaratan tuna, kemudian setelah di periksa ikan diproses di unit pengolahan ikan. Proses ikan tuna dilakukan sesuai dengan permintaan pelanggan pada saat akan diekspor dan dibawah pengawasan oleh quality control dari awal ikan masuk dan siap diekspor. Tetapi permasalahan yang sering terjadi adalah banyaknya komplain dari pelanggan terkait mutu ikan tuna segar yang dikirim. Daging ikan tuna setelah di terima di negara tujuan sering ditemukan perubahan seperti warna yang sudah tidak merah, rasa yang berubah, dan daging ikan yang sudah tidak elastis atau kenyal lagi, dan terkadang ditemukan jenis penyakit pada daging ikan tuna, biasanya untuk penyakit hanya pada ikan tuna yang diekspor dalam keadaan whole GG (Gill and Gutted) dan whole H&G (Head and Gutted). Komplain yang sering terjadi karena penurunan kualitas tuna loin segar akan menimbulkan efek kepada harga ikan tuna loin segar yang telah disepakati pada saat awal perjanjian. Ikan tuna loin yang mengalami penurunan kualitas warna atau tekstur harganya akan dikurangi atau diturunkan oleh customer. Adapun pengurangan harga akan ditentukan oleh pihak customer.
75
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODOLOGI PENELITIAN Plan Do Check Action Pengendalian kualitas harus dilakukan melalui proses yang terus menerus dan berkesinambungan. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan melalui penerapan PDCA (Plan Do Check Action) yang diperkenalkan oleh Dr. W. Edwards Deming, seorang pakar kualitas ternama kebangsaan Amerika Serikat, sehingga siklus ini disebut siklus deming (Deming cycle / Deming wheel). Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone chart) dan berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Selain itu kita juga dapat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat dari panah-panah yang berbentuk tulang ikan pada diagram fishbone chart tersebut. Diagram sebab akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk menganalisa sumber-sumber potensial dari penyimpangan proses. Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokan dalam : Material (bahan baku), Machine (mesin), Man (tenaga kerja), Method (metode), Environment (lingkungan). Diagram Pareto (Pareto Analysis) Diagram pareto adalah sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah, atau cacat guna membantu memusatkan perhatian untuk upaya penyelesaian masalahnya. Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Vilfredo Pareto dan digunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto adalah grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan memakai diagram pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan Plan-Do-Check-Action dalam kualitas ikan.
rangka menurunkan jumlah komplain karena penurunan
76
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Perencanaan (Plan) Penelitian Pendahuluan Pada proses pengolahan ikan tuna ada berbagai macam bentuk produk akhir ikan tuna seperti ikan tuna whole GG (gill and gutted), ikan tuna whole HG (head and gutted) dan tuna loin segar. Adapun produk yang akan dipilih sebagai bahan penelitian ini adalah loin segar yang sering dilakukan proses produksi sehingga produk tersebut sering mengalami komplain dari pelanggan. Untuk memberikan gambaran proses produksi tuna loin segar, berikut adalah alur proses produksi ikan tuna loin segar di PT. Madidihang Freshindo, Jakarta 1. Receiving (Penerimaan) Proses receiving atau penerimaan adalah tahapan awal dimana ikan baru diterima didalam unit pengolahan ikan (UPI), pada proses ini ikan diperiksa jumlahnya, berat ikan, dan jenis ikan tuna yang masuk.
Gambar 1 Proses Receiving (Penerimaan) 2.
Temporary Chilling (Penyimpanan sementara) Tahapan ini adalah tahapan setelah penerimaan dimana setelah ikan diperiksa jumlah, berat ikan dan jenis yang diterima.Tahap penyimpanan sementara bertujuan untuk menyimpan ikan sesaat sebelum ikan diproses.Media penyimpanan pada tahap ini adalah bak besar yang diisi dengan air, garam dan es.
3.
Deheading (Pembuangan kepala) Deheading adalah tahapan proses pembuangan kepala, dimana ikan sebelum dilakukan proses loinning harus dibuang kepala terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses loinning.
Gambar 2 Proses Temporary Chilling (Penyimpanan sementara).
Gambar 3 Proses Deheading (Pembuangan kepala).
4. Loinning (Pembentukan Loin) Loinning adalah tahapan dimana setelah ikan tuna dibuang kepala kemudian ikan dibelah menjadi empat bagian.Empat bagian yang telah terpisah ini namanya tuna loin.
Gambar 4 Loinning (Pembentukan loin).
5. Skinning and Trimming (Pembuangan Kulit dan Perapihan) Proses ini adalah proses pembuangan kulit ikan tuna loin, setelah ikan tuna loin dibuang kulitnya kemudian tuna loin dirapihkan bentuknya jangan.
Gambar 5 Skinning dan Trimming (Pembuangan Kulit dan Perapihan).
77
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
6. Grading (Penentuan Kualitas) Ikan tuna loin setelah dilakukan pembuangan kulit dan perapihan kemudian dilakukan grading atau penentuan kualitas ikan.Hal ini bertujuan untuk memisahkan ikan yang dapat di eskpor atau tidak.
Gambar 6 Grading (Penentuan kualitas).
7. Weighing (Penimbangan) Proses ini adalah proses dimana tuna loin harus ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat masing-masing tuna loin yang telah digrading. Selain untuk mengetahui berat masingmasing tuna loin, proses ini juga untuk mengetahui jumlah rendemen ikan tuna yang dipotong.
Gambar 7 Weighing (Penimbangan).
8. Wrapping (Pembungkusan) Wraping atau pembungkusan adalah proses dimana ikan tuna loin yang sudah ditimbang kemudian dibungkus dengan menggunakan tisu khusus ikan tuna loin. Ikan tuna loin yang sudah dibungkus dengan tisu khusus kemudian dimasukan kedalam plastik untuk kemudian divaccum dengan cara memasukannya kedalam air.
Gambar 8 Wrapping (Pembungkusan).
9. Packing and Labelling (Pengemasan dan Pemberian Label) Proses pengemasan ikan tuna loin segar dilakukan setelah semua daging loin ikan tuna tertutup semua oleh kertas tisu dan telah divaccum dengan menggunakan air. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan dan pelabelan adalah label berat ikan untuk masing-masing tuna loin harus sudah ditempel pada tuna loin dan menunjukan grade dari masing-masing tuna loin tersebut. Dalam proses pengemasan media yang digunakan untuk selain menggunakan sterofoam adalah jelly ice (es jelly). Jelly ice ditambahkan setelah semua tuna loin disusun rapi didalam sterofoam, dalam satu box sterofoam diisi dengan mengunakan tujuh sampai delapan jelly ice.
Gambar 9 Packing and Labelling(Pengemasan dan Pelabelan).
10. Stuffing (Pemuatan) Stuffing atau pemuatan adalah proses dimana ikan yang telah dikemas dengan rapi dalam sterofoam kemudian dilakukan pemuatan kedalam mobil untuk selanjutnya dibawa kebandara. Menentukan Prioritas Masalah Berikut adalah tabel prosentase cacat ikan tuna loin Tabel 1 Tabel prosentase komulatif cacat ikan tuna loin.
No
Jenis cacat
Banyak cacat (kg)
1 2
Warna Tekstur Total
870 135 1005
78
Prosentase cacat (%) 86,57 13,43 100,00
Prosentase Komulatif (%) 86,57 100
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
(Sumber PT. Madidihang Freshindo Jakarta, 2014) Menetapakan Target Penurunan Komplain Setelah diketahui jumlah cacat yang paling dominan, kemudian dilakukan penentuan target untuk menurunkan jumlah komplain tersebut. Adapun target yang ingin dicapai dalam menurunkan komplain tuna loin segar ini adalah sebesar 70%. Tabel 2 Target penurunan komplain PT. Madidihang Freshindo, Jakarta.
No
Bulan
1
Juli 2014
2 3 4
Agustus 2014 September 2014 Oktober 2014
Jenis Komplain Warna, Tekstur Warna, Tekstur Warna, Tekstur Warna, Tekstur
Jumlah komplain sebelum perbaikan (Kg)
Target komplain setelah perbaikan (Kg)
275
82,5
255
76,5
325
97,5
150
45
Pada tabel diatas tersebut adalah tabel yang menunjukan target komplain PT. Madidihang Freshindo selama 4 bulan terakhir setelah dilakukan perbaikan, target komplain pada bulan Juli 2014 adalah sebesar 82,5 kg, target komplain pada bulan Agustus 2014 adalah sebesar 76,5 kg, target komplain bulan September 2014 adalah sebesar 97,5 dan bulan Oktober 2014 adalah sebesar 45 kg. Mencari Penyebab-Penyebab Masalah Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab kerusakan produk (ikan tuna loin segar). Jumlah komplain atau cacat terbesar dalam ekspor PT. Madidihang Freshindo Jakarta adalah kualitas warna tuna loin yang berubah menjadi tidak segar lagi.Ciri-ciri tuna loin yang telah mengalami penurunan kualitas adalah: 1. Daging tuna loin sudah tidak berwarna merah segar lagi, cenderung berwarna coklat. 2. Pada saat dibelah ada warna pelangi dibagian tengah daging tuna loin. 3. Daging ikan yang bubur dan tidak elastis lagi. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi dan menjadi penyebab kemunduran mutu tuna loin segar adalah sebagai berikut: 1. Manusia menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kemunduran mutu ikan tuna. Humman error ketika proses pemeriksaan awal yang tidak teliti akan menjadi penyebab penurunan kualitas ikan tuna loin segar. 2. Material Material disini adalah ikan tuna segar, ikan pada dasarnya adalah bahan baku yang cepat mengalamai proses pembusukan ketika proses penanganannya tidak dilakukan dengan cepat dan dengan rantai dingin. Es dalam setiap tahapan proses kurang banyak, dan ikan yang diterima di unit pengolahan tidak segera ditampung dalam bak berpendingin karena kapasitas bak penampung dan tenaga kerja yang terbatas. 3. Metode Metode penanganan ikan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sifat ikan yang cepat mengalami penurunan kualitas hendaknya dalam proses produksi ada SOP yang jelas yang harus diikuti oleh staf dan karyawan produksi. Di PT. Madidihang Freshindo,Jakarta proses produksi masih belum mengikuti prosedur yang tetap, sesekali berubah karena mengikuti faktor ruang produksi. 4. Mesin Dalam proses produksi pengolahan ikan tuna loin segar suhu ruangan harus terjaga dengan baik, suhu maximal untuk proses pengolahan ikan tuna loin segar adalah 20 oC kalau bisa dibawah suhu tersebut akan lebih baik. Suhu ruangan yang fluktuatif diruang produksi menjadi salah satu faktor penyebab kemunduran ikan tuna loin segar.AC yang rusak di PT. Madidihang Freshindo menjadi suhu ruang produksi meningkat menjadi 27 oC-30oC.
79
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Penyusunan Langkah Perbaikan Setelah didapatkan faktor penyebab penurunan kualitas ikan tuna loin segar, kemudian disusun langkah-langkah untuk perbaikan. Berikut uraian langkah perbaikan yang dituangkan dalam tabel 4.7 dengan menggunakan alat bantu 5W+1H sebagai berikut: Tabel 3 Tabel Rencana Perbaikan Pada Penurunan Kualitas Warna. No
Akar Penyebab Pokok bahasan
Pemeriksaan ikan yang tidak ketat
1
2
Temperature ruang proses yang panas
3
Perubahan alur proses
4.
Pengemasan hanya menggunakan ice jelly
No
Akar Penyebab Pokok bahasan
What Ide Pengetatan kualitas ikan pada saat pemeriksaan diatas kapal
Why
How
When
Where
Who
Ukuran Keberhasilan Tuna utuh yang dibeli benar memiliki kualitas sashimi grade
Cara Penerapan
Waktu
Lokasi Perbaikan
Siapa
Sosialisai terhadap petugas cheker ikan tuna
Minggu ke 1 Nov 2014
Diatas kapal
Perbaikan mesin Pemanggilan pendingin Suhu ruang mekanikkhusus Minggu Ruang segera proses mesin ke 2 Nov produksi o mungkin maximal 20 C pendingin 2014 dengan suhu (AC) maximal 20oC Menetapkan standar yang Setiap proses Ruang Penyesuain tetap untuk produksi Minggu produksiPT. ulang ruang alur harus ke 3Nov Madidihang produksi yang prosesproduksi memiliki alur 2014 Freshindo tepat ikan tuna loin yang tetap Jakarta segar Pemberian dry Pembelian dry Penurunan Minggu ice setiap box ice setiap ada Ruang komplain dari ke 4 Nov ikan tuna loin proses pengemasan kustomer 2014 segar produksi Tabel 4 Tabel Rencana Perbaikan Pada Penurunan Kualitas Tekstur.
Petugas cheker
Petugas mekanik
Staf dan karyawan produksi PT Madidihang Freshindo. Jakarta Karyawan produksi
What
Why
How
When
Where
Who
Ide
Ukuran Keberhasilan
Cara Penerapan
Waktu
Lokasi Perbaikan
Siapa
Tuna loin tidak menjadi lembek dan pecah
Sosialisai terhadap petugas penerimaan ikan utuh.
Minggu ke 1 Nov 2014
Ruang penerimaan bahan baku
Petugas produksi
Tuna loin tidak menjadi lembek dan pecah saat di potong
Pemberian alat bantu untuk pemindahan ikan
Minggu ke 2 Nov 2014
Ruang produksi dan penerimaan bahan baku
Petugas produksi
1
Penanganan yang kasar
Sosialisasi terhadap karyawanpentingnya penanganan yang baik dan halus terhadap ikan yang masih utuh
2
Proses pemindahan ikan yang manual
Menambahkan alat untuk memudahkan proses pemindahan ikan
Perbaikan (DO) Perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi cacat karena penurunan kualitas warna dengan alat bantu 5W+1H adalah sebagai berikut: Tabel 5 Tabel 5W+1H untuk akar penyebab penurunan kualitas warna penyebab 1. Masalah 5W+1H Deskripsi kegiatan Pemeriksaan ikan yang What / Apa Usulan perbaikan: Pengetatan kualitas ikan pada saat tidak ketat pemeriksaan diatas kapal Why / Kenapa Tuna utuh yang dibeli benar memiliki kualitas sashimi grade Who / Siapa Hentjte londah
80
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 Where / Dimana When / Kapan How / Bagaimana
ISBN: 978-602-70259-3-6
Diatas kapal / tempat pembongkaran tuna Minggu ke 1 November 2014 Langkah perbaikan yang dilakukan disini adalah dengan cara membandingkan kualitas ikan tuna yang sesuai dengan keinginan konsumen dan yang tidak sesuai. Sebelum perbaikan Setelah perbaikan Cheker kurang ketat Cheker lebih ketat dalam dalam pemeriksaan pemeriksaan ikan saat diatas setiap pembelian ikan kapal
Tabel 6 Tabel 5W+1H untuk akar penyebab penurunan kualitas warna penyebab 2. Masalah 5W+1H Deskripsi kegiatan Temperatur ruang proses What / Apa Usulan perbaikan: Perbaikan mesin pendingin segera yang panas mungkin dengan suhu maksimal 20oC Why / Kenapa Suhu ruang proses maximal harus 20oC Who / Siapa Petugas mekanik mesin pendingin Where / Dimana Ruang proses produksi When / Kapan Minggu ke 2November 2014 How / Bagaimana Langkah perbaikan yang dilakukan disini adalah Pemanggilan mekanik khusus mesin pendingin (AC) Sebelum perbaikan Setelah perbaikan Temperature ruang Temperature ruang proses antara 27oC – 30oC maximal 20oC Tabel 7 Tabel 5W+1H untuk akar penyebab penurunan kualitas warna penyebab 3. Masalah 5W+1H Deskripsi kegiatan Perubahan alur proses What / Apa Usulan perbaikan: Menetapkan standar yang tetap untuk alur proses produksi ikan tuna loin segar Why / Kenapa Setiap proses produksi harus memiliki alur yang tetap Who / Siapa Staf dan karyawan produksi PT.Madidihang Freshindo, Jakarta Where / Dimana Ruang proses produksi When / Kapan Minggu ke 3November 2014 How / Bagaimana Penyesuaian ulang ruang produksi yang tepat Sebelum perbaikan Setelah perbaikan Proses produksi Alur proses lebih singkat dan berubah-ubah dan lebih pendek. panjang alur proses nya. Tabel 8 Tabel 5W+1H untuk akar penyebab penurunan kualitas warna penyebab 4. Masalah 5W+1H Deskripsi kegiatan Pengemasan hanya What / Apa Usulan perbaikan: Pemberian dry ice setiap box ikan tuna menggunakan ice jelly loin segar Why / Kenapa Penurunan komplain dari customer Who / Siapa Karyawan produksi Where / Dimana Ruang pengemasan When / Kapan Minggu ke 4 November 2014 How / Bagaimana Pembelian dry ice setiap ada proses produksi dan pemberian pada setiap box tuna loin Sebelum perbaikan Setelah perbaikan Proses pengemasan Penggunaandry ice dan ice jelly hanya menggunakay ice sebagai media pendingin jellysaja didalam sterofoam Tabel 9 Tabel 5W+1H untuk akar penyebab penurunan kualitas tekstur ikan tuna loin penyebab 1. Masalah 5W+1H Deskripsi kegiatan Penanganan yang kasar What / Apa Usulan perbaikan: Sosialisasi terhadap karyawan pentingnya penanganan yang baik dan halus terhadap ikan yang masih utuh Why / Kenapa Tuna loin tidak menjadi lembek dan pecah Who / Siapa Karyawan produksi bagian penerimaan Where / Dimana Ruang penerimaan bahan baku
81
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 When / Kapan How / Bagaimana
ISBN: 978-602-70259-3-6
Minggu ke 1November 2014 Sosialisai terhadap petugas penerimaan ikan utuh Sebelum perbaikan Setelah perbaikan Karyawan memindahkan Karyawan lebih hati-hati dalam ikan utuh dengan kasar penanangan ikan utuh
Tabel 10 Tabel 5W+1H untuk akar penyebab penurunan kualitas tekstur ikan tuna loin penyebab 2. Masalah 5W+1H Deskripsi kegiatan Proses pemindahan ikan What / Apa Usulan perbaikan: Menambahkan alat untuk memudahkan yang manual proses pemindahan ikan Why / Kenapa Tuna loin tidak menjadi lembek dan pecah saat di potong Who / Siapa Karyawan produksi Where / Dimana Ruang penerimaan bahan baku When / Kapan Minggu ke 2 November 2014 How / Bagaimana Penambahan alat bantu untuk proses pemindahan ikan Sebelum perbaikan Setelah perbaikan Karyawan memindahkan Karyawan mudah dan ringan ikan utuh dengan kasar dalam memindahkan ikan
Evaluasi Aktivitas Pemeriksaan (Check) Aktivitas selanjutnya adalah proses evaluasi setelah dilakukan perbaikan dalam setiap penyebab penurunan kualitas ikan tuna. Berikut adalah data dan komplain ikan tuna loin segarsetelah dilakukan aktivitas perbaikan. Tabel 11 Data ekspor dan komplain PT.Madidihang Freshindo setelah dilakukan aktivitas perbaikan.
No 1 2
Jumlah Ekspor (Kg) Desember 2014 Warna, dan Tekstur 2,250.56 Januari 2015 Warna, dan Tekstur 3,100,00 Sumber (PT. Madidihang Freshindo, Jakarta 2014) Bulan
Jenis Komplain
Jumlah Komplain (Kg) 71 97
Prosentase (%) 3.15 3.12
Dari jumlah data komplain yang tesebut diatas, untuk jumlah komplain yang tetap dominan adalah penurunan kualitas warna.Tetapi hal ini dirasakan sudah cukup oleh perusahaan karena telah terjadi penurunan komplain yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan komplain sebelum dilakukannya perbaikan. Tabel 12 Data ekspor dan komplain PT. Madidihang Freshindo, Jakarta setelah dilakukan perbaikan untuk masing-masing jenis komplain. Jumlah Ekspor Jumlah Komplain No Bulan Jenis Komplain (Kg) (Kg) 1 Desember 2014 Warna 58 2,250.56 Tekstur 13 2 Januari 2015 Warna 86 3,100,00 Tekstur 11 Sumber (PT. Madidihang Freshindo, Jakarta 2014) Proses Standarisasi (Action) Proses standarisasi adalah suatu upaya pencegahan munculnya masalah yang sama dikemudian hari. Standarisasi ini hendaknya dituangkan dalam bentuk SOP (standar operational procedure) yang tertulis dan ditempel di dinding ruang produksi.Standar yang telah ditetapkan bukanlah suatu standar akhir yang tetap karena suatu waktu dapat berubah mengikuti kebutuhan konsumen. Berikut ini adalah standar baru yang telah ditetapkan atas perbaikan yang telah dibahas. 1. Cheker yang sebelumnya tidak ketat dalam melakukan pemerikasaan ikan di tempat pembongkaran ikan - Cheker diberikan suatu gambar atau foto kualitas daging tuna yang diberikan oleh pihak konsumen sebagai pembanding ketika sedang melakukan proses cheker atau pemeriksaan. - Pemeriksaan ulang ikan tuna yang masih utuh ketika sampai di unit pengolahan ikan 2. Temperatur ruang proses yang tinggi
82
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
- Dilakukan perbaikan terhadap mesin pindingin ruangan. - Perawatan rutin mesin pendingin ruangan. - Dilakukan proses kalibrasi terhadap thermometer ruangan setiap sebulan sekali sehingga membaca temperatur yang lebih tepat. - Temperature ruang direkam dalam record temperatur ruangan. 3. Alur proses produksi yang berubah-ubah - Dibuatkan alur proses yang baru yang lebih singkat dan lebih pendek dan tidak berubah-ubah. - Dilakukan proses pemeriksaan pada tahapan proses produksi skinning and trimming jika produksi meningkat. 4. Pengemasan ikan tuna loin hanya menggunakan jelly ice sebagai media pendingin didalam sterofoam. - Penambahan dry ice dalam setiap box ikan yang akan di ekspor. - Pemberian label dry ice yang menandakan bahwa didalam box ikan telah ditambahkan dry ice sebagai media pendingin. SIMPULAN 1. Penyebab penurunan kualitas ikan tuna loin adalah pemeriksaan mutu yang tidak ketat pada saat pembelian ikan, penanganan yang kasar terhadap ikan pada waktu ikan masih dikapal dan waktu di unit pengolahan ikan, bak penampung yang tersedia kurang, sehingga tidak dapat menampung ikan disaat proses produksi meningkat. Proses produksi yang berubah-ubah atau tidak ada standar tetap untuk alur proses produksi tuna loin segar. Mesin pendingin ruangan yang tidak berfungsi dengan baik sehingga meningkatkan suhu ruang produksi. Tidak adanya media pendingin dry ice waktu proses pengemasan. 2. Perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas mutu ikan tuna loin segar dapat menurunkan jumlah komplain dari customer, ekspor tuna loin segar bulan Desember 2,250.56 kg, untuk jumlah komplain total bulan Desember 2014 sebesar 71 kg, dengan rincian komplain warna setelah dilakukan perbaikan sebesar 58 kg dan komplain tekstur ikan tuna loin segar setelah perbaikan adalah 13 kg. Jumlah komplain ikan tuna loin segar untuk bulan Januari 2015 dengan total ekspor 3.100,00 kg adalah sebesar 97 kg dengan rincian komplain dari segi warna sebesar 86 kg dan tekstur 11 kg. 3. Metode penanganan ikan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sifat ikan yang cepat mengalami penurunan kualitas hendaknya dalam proses produksi mengikuti SOP yang telah dibuat dan harus diikuti oleh staf dan karyawan produksi. PUSTAKA Ariani, W.D, Manajemen Kualitas Edisi Pertama Penerbit Andi Yogyakarta Crosby, Philip B. (1979) Quality Is Free. Mc-Graw Hill Book, Inc. New York. Deming, W. Edward, (1986) Out of Crisis, Cambridge. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (1984), Sumberdaya Perikanan Laut Indonesia, Jakarta. Djuhanda. T. (1981) Dunia Ikan, Armico, Bandung. Feigenbaum, Ahmad V. (1991) Total Quality Control. Edisi ketiga. Mc-Graw Hill Book, Inc. New York. Garvin, David A. (1988), Managing Quality. The Free Press. New York. Gaspersz, Vincent, (2001), Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta, Gramedia. Huss. HH, (2011), Assurance of Seafood Quality. FAO Fisheries Technical Paper 1994 dalam Wahyuni. Jay Heizer, Barry Render, (2009), Manajemen Operasi. Buku 1 Edisi ke 9, Salemba Empat. Juran, J. M. Gryna, Frank, M dan Bingham, R. S, (1980). Quality Control Handbook (third edition) New York: Mc. Graw Hill. Maulana, H. Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Pengendalian Kritis pada Penanganan Tuna Segar Utuh di Bali Ocean Anugrah Linger Indoneisa Benoa Bali, 2012. Saanin. H., (1984),Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Jakarta, Bina Cipta.
83
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS KEEKONOMIAN PROYEK PERUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI : STUDI KASUS ABC OIL 1,2
Poppy Nandasari1, Ilham Priadythama2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) yang mempunyai peranan penting bagi pembangunan Indonesia. Kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi merupakan salah satu bentuk usaha bisnis yang berorientasi mencari keuntungan. Masalah utama bagi perusahaan nasional baik swasta maupun BUMN untuk mengusahakan lapangan migas yang baru adalah dana untuk investasi pembuatan sumur baru dikarenakan pembuatan sumur baru ini membutuhkan biaya yang sangat besar, karena untuk melakukan pengeboran minyak dibutuhkan pekerja dengan tenaga yang sangat ahli, teknologi yang sangat mahal. Dengan menggunakan model perhitungan production sharing contract maka dapat ditentukan nilai IRR, NPV, serta payout time sehingga dapat diketahui apakah suatu proyek tersebut layak dijalankan atau tidak. Dengan menggunakan model perhitungan production sharing contract didapatkan hasil IRR pada ABC Oil diperoleh nilai IRR sebesar 12%, dengan tingkat discount factor 10% maka didapatkan nilai NPV pada tahun 2019 adalah sebesar 191.28 MMUS$, pengembalian investasi yang ditanam akan kembali setelah 6,32 tahun dari year zero atau tahun awal perhitungan yakni dari tahun 2016. Sehingga proyek tersebut layak dijalankan. Kata kunci: economic project, IRR, NPV, oil and gas, payback period LATAR BELAKANG Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) yang mempunyai peranan penting bagi pembangunan Indonesia. Minyak dan gas bumi tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, tetapi juga merupakan sumber pendapatan dan devisa yang utama bagi Indonesia. Eksploitasi minyak dan gas bumi secara terus menerus menurunkan cadangan terbukti sumber daya alam tersebut. Walaupun demikian untuk mempertahankan keberlanjutan (sustainibility) sumber daya tersebut kita tidak perlu terpaku hanya dengan mengusahakan penemuan sumber daya yang sama, kita dapat pula mengusahakan penemuan sumber daya yang tidak terbaharukan yang lain atau memproduksikan sumber daya alam terbaharukan (renewable resources) yang lain, yang penting penggunaannya sama, yaitu pemenuhan kebutuhan energi nasional. Kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi merupakan salah satu bentuk usaha bisnis yang berorientasi mencari keuntungan. Keuntungan adalah fungsi dari produksi, harga, biaya, dan pajak. Oleh karena itu, analisis keekonomian proyek harus dilakukan untuk mengurangi resiko investasi dan mengetahui parameter-parameter keekonomian proyek tersebut. Production Sharing Contract merupakan pengganti dari Kontrak Karya (Contract of Work). Production Sharing Contract ini adalah suatu kerjasama yang dilakukan antara Kontraktor yang bertindak sebagai Operator dan Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh SKK MIGAS bertindak sebagai pemegang Mineral Right atau agen pemerintah Masalah utama bagi perusahaan migas nasional baik swasta maupun BUMN untuk mengusahakan lapangan migas yang baru adalah dana untuk investasi pembuatan sumur baru dikarenakan pembuatan sumur baru ini membutuhkan biaya yang sangat besar, karena untuk melakukan pengeboran minyak dibutuhkan pekerja dengan tenaga yang sangat ahli, teknologi yang sangat mahal. Namun, apabila sumur yang akan dibor yang mana diperkirakan ada gas namun apabila setelah di bor ternyata tidak terdapat minyak atau gas bumi maka negara akan merugi ratusan bahkan milyaran dollar. Prediksi sumur yang meleset yang mana ternyata tidak ditemukannya cadangan minyak atau gas dikarenakan sumber minyak dan gas bumi terdapat jauh dibawah permukaan bumi, sehingga tidak bisa hanya mengira-ira. Sehingga diperlukan perhitungan kelayakan investasi yang cukup matang seperti menghitung Internal Rate of Return, Net Present Value, serta Pay Out Time guna mengetahui apakah suatu proyek tersebut layak dijalankan atau tidak.
84
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Paper berikut ini mengkaji tentang analisis kelayakan keekonomian proyek pada perusahaan ABC Oil apabila dilakukan penambahan sumur dalam analisis keekonomian proyek migas menurut model PSC yang umum diterapkan di Indonesia saat ini dengan studi kasus proyek penambahan lapangan untuk dimanfaatkan potensinya. Tujuan utamanya adalah menentukan tingkat keekonomian proyek apakah masih menarik bagi investor maupun pemerintah atau tidak, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keekonomian proyeknya, perhitungan estimasi besarnya pembiayaan (investasi) yang diperlukan pemerintah untuk melakukan eksploitasi migas secara mandiri. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah : 1. Mengidentifikasi besarnya biaya yang dibutuhkan dan manfaat yang akan didapat apabila penambahan sumur pada perusahaan tersebut dibangun. 2. Mengidentifikasi apakah penambahan sumur baru untuk proyek migas layak untuk dilaksanakan apabila ditinjau dari sisi ekonomi, dengan memperhitungkan besarnya manfaat yang didapat dari pembangunan proyek tersebut. 3. Mengidentifikasi risiko-risiko dan dampak terjadi pada pengusahaan minyak dan gas bumi. 4. Mengidentifikasi biaya yang seharusnya terdapat pada sistem bagi hasil migas (Production Sharing Contract). STUDI LITERATUR Dalam bisnis perminyakan, penguasaan lapangan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu mengikuti tender di BPMIGAS, atau mengakuisisi lapangan/kontrak dari perusahaan yang sudah ada. Proses eksplorasi tahapan pertama untuk mencari sumber minyak adalah dengan melakukan eksplorasi. Dalam rangka eksplorasi tersebut untuk mendapatkan kandungan minyak dan/atau gas bumi, perusahaan harus melakukan beberapa kegiatan termasuk survei lokasi, pemetaan, seismic, termasuk study geology dan geophysic dari hasil survei tersebut, kemudian apabila telah dapat menentukan titik lokasi pengeboran selanjutnya melakukan pengeboran sumur eksplorasi. Apabila dalam pengeboran sumur tersebut terindikasi adanya minyak dan/atau gas, maka selanjutnya sumur tersebut harus melalui proses tes produksi untuk mendapatkan data karakteristik minyak termasuk jumlah produksi per hari (bopd) dari sumur tersebut. Menurut (Pudyantoro, 2014), PetroEkonomi adalah alat yang digunakan untuk menilai serta mengevaluasi kelayakan proyek perminyakan atau untuk membuat rencana pengembangan usaha hulu migas. Dalam konteks Production Sharing Contract di Indonesia, pelaksanaan kontrak kerjasama mencakup evaluasi keekonomian pengembangan lapangan yang selalu melibatkan semua pihak yang berkontrak. Sistem Production Sharing and Control adalah pola bisnis yang ditetapkan pada hulu migas. Investor memiliki kepentingan terhadap skema bisnis yang digunakan sebelum membuat keputusan investasi. Investor berskala internasional akan memilih Negara tujuan investasi berdasarkan pertimbangan rasional yaitu negara yang memberikan keuntungan besar bagi mereka. Seluruh faktor akan dipertimbangkan, antara lain pertimbangan teknis, keamanan dan kenyamanan berinvestasi, faktor financial dan keekonomian proyek. Disisi lain, pemerintah juga memandang penting skema bisnis yang akan dipilih. Kebijakan tersebut akan mempengaruhi penerimaan negara secara langsung. Production Sharing Control Indonesia secara implisit menyatakan bahwa pemilik proyek adalah pemerintah Indonesia, sedangkan kontraktor adalah investor yang menjadi mitra kerjasama yang membantu melakukan pencarian cadangan migas dan membantu mengekstraksi dan mengangkat migas ke permukaan bumi. Alasan mengapa memilih Production Sharing and Control adalah karena bisnis hulu migas adalah bisnis yang beresiko. Resiko terbesar dalam bisnis hulu migas adalah resiko tidak ditemukannya cadangan migas. Untuk mencari dan menemukan cadangan migas diperlukan juga teknologi yang tinggi. Karena posisi cadangan migas tersebut jauh dibawah permukaan bumi. Tidak bisa hanya menduga-duga. Sehingga konsekuensinya adalah biaya yang besar dan mahal. Perhitungan bagi hasil produksi minyak/gas harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kontrak bagi hasil atau PSC (Production Sharing Contract). Selanjutnya presentase pembagian minyak tersebut diatur melalui mekanisme bagi hasil yang telah disepakati bersama antara Kontraktor dengan Government. Unsur-unsur yang terkait dalam perhitungan bagi hasil antara lain: 1. Jumlah lifting, yaitu jumlah minyak yang diserahkan ke pembeli dalam satuan barrel (BBL). 2. ICP (Indonesian Crude Price), adalah harga minyak yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam hal ini Ditjen Migas. Nilai ICP dinyatakan dalam USD per barrel.
85
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 3.
4. 5.
6. 7. 8. 9. 10.
11.
12. 13.
14.
15.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Cost Recovery, yaitu pengembalian (reimbursement) atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan. Sisa cost recovery yang tidak ter-recover pada bulan yang bersangkutan disebut “Unrecovered Cost”. Besarnya presentase recoverable cost ini harus ditentukan bersama di dalam perjanjian, kemudian dikurangkan ke gross revenue, untuk selanjutnya, jumlah ini akan dikembalikan kepada kontraktor. Equity to be Split, yaitu besaran prosentase bagi hasil antara Perusahaan atau kontraktor dengan Government yang ditentukan dalam kontrak PSC Domestic Market Obligation (DMO), yaitu jumlah kewajiban Perusahaan untuk menjual sebagian minyak kedalam negeri dengan harga tertentu. DMO Fee adalah pengembalian atas DMO kepada kontraktor. Gross revenue adalah jumlah minyak yang diproduksikan dari sumur-sumur di lapangan yang merupakan shareble oil, kemudian dikalikan dengan harga minyak yang berlaku saat ini Contractor Entitlement adalah bagian minyak yang menjadi milik kontraktor yang telah dibagi secara presentase Contractor’s net income adalah pendapatan kontraktor bersih setelah dikurangi pajak dan ditambah dengan pengembalian cost recovery. Government net income adalah pendapatan Pemerintah yang berupa pajak dan DMO dari kontraktor. Abandonment cost adalah sejumlah dana yang harus dicadangkan kontraktor untuk membongkar fasilitas operasi perminyakan saat akan meninggalkan wilayah kerja yang akan mereka tutup. Cost Recovery adalah penggantian biaya oleh pemerintah kepada Production Sharing Control (PSC) atas biaya yang dikeluarkan untuk mencari, mengembangkan, memproduksi dan mengirimkan hasil migas. Proses Cost Recovery baru dapat dimulai ketika PSC telah berhasil melakukan lifting (pengantaran) produksi migas. Itupun jika atas hasil produksi tersebut masih terdapat sisa setelah di-pay out time dengan FTP (First Tranche Petroleum) sebagai jatah awal penerimaan hasil produksi bagi pemerintah. IRR berasal dari bahasa Inggris Internal Rate of Return disingkat IRR yang merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi (Wikipedia,2013). Net Present Value atau arus tunai bersih dalam konteks investasi, menunjukkan sebuah kemampuan perusahaan untuk me re-invest dan kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pengeluaran uang tunai yang sudah pernah dikeluarkan dalam bentuk investasi. Oleh karena itu, perhitungan keberhasilan investasi didasarkan pada nilai sekarang dari arus tunai bersih. Sehingga, pengelolaan Net Present Value atau arus tunai bersih sangat penting dan menjadi salah satu indikator penentu kesehatan perusahaan. Cash flow atau aliran kas merupakan sejumlah uang kas yang keluar dan yang masuk sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dengan kata lain adalah aliran kas yang terdiri dari aliran masuk dalam perusahaan dan aliran kas keluar perusahaan serta berapa saldonya setiap periode. (Wikipedia, 2013) Payout Time atau Payback Period (PBP) adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi yang ditanam. Proyek yang mempunyai harga pay out time yang pendek berarti baik, tetapi pay out time juga menunjukkan resiko proyek. Makin panjang pay out time, makin besar resiko yang dihadapi proyek.
METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian haruslah terlebih dahulu dilakukan perumusan langkah – langkah untuk pemecahan masalah, tujuannya adalah untuk mempermudah dalam penelitian agar terarah dengan lebih baik dalam penyelesaian masalah – masalah tersebut. Adapun langkah – langkah dalam penyelesaian masalah dalam penelitian tersebut adalah: 1. Studi Pendahuluan Terdiri atas observasi awal dan mengidentifikasi setiap masalah. Observasi dilakukan di perusahaan. Serta dilakukan studi pustaka yakni membaca buku, jurnal, artikel serta berita yang terkait dengan minyak dan gas bumi. 2. Perumusan Masalah Selanjutnya penelitian dimulai dengan merumuskan masalah dari latar belakang yang ada. Kemudian menentukan tujuan penelitian dan melakukan studi literatur terkait penelitian yang dilakukan.
86
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
3. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yakni dengan mengumpulkan data dari perusahaan tentang prediksi minyak bumi dan gas sampai dengan tahun 2038. Serta menggunakan telaah pustaka, yaitu dengan menelusuri berbagai dokumen tertulis yang berkaitan dengan fokus penelitian seperti jurnal, buku, artikel, dan pemberitaan dari media elektronik yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data-data yang didapat dari berbagai literatur tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk membantu menganalisa yang dibahas dalam penelitian. 4. Analisis dan Intrepetasi Hasil Teknis analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, dimana analisisnya diarahkan pada data non-matematis. Namun, untuk data pelengkap, juga disertakan data kuantitatif berupa angka-angka statistik yang memiliki keterkaitan dengan obyek penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk melakukan perhitungan ekonomi proyek minyak dan gas bumi diperlukan model perhitungan production sharing contract. Berikut ini adalah model perhitungan dalam production sharing contract secara umum :
Gambar 1. Model perhitungan production sharing contract Tabel 1. Tabel data awal CAPEX (Pipe Line Gas) CAPEX Facilities Gas Processing + Pipeline Jetty (short, no piperack)
US$ MM US$ MM
831,0 60,0 891,0
Dev. Well Reactivation Exploration Well New Dev. well
US$ MM US$ MM
37,40 90,00 127,4
ASR (Pipe Line Gas) Gas Processing + Onshore Pipeline + Jetty Well (P&A and Reboisation)
US$ MM US$ MM
33,3 8,86 42,2
Sunk Cost
US$ MM
87
910
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 2. Tabel produksi oil dan gas Year
Total Raw Gas Cum. Raw Gas Raw Gas Without CO2 MMSFCD
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045
BSCF
218,86 436,07 432,30 435,08 435,27 436,65 435,54 435,81 436,00 437,40 414,76 348,29 280,70 225,14 189,71 158,75 106,20 68,90 29,79 2,31 -
MMSFCD
79,89 239,05 396,84 555,64 714,52 873,90 1.032,87 1.191,94 1.351,08 1.510,73 1.662,12 1.789,24 1.891,70 1.973,88 2.043,12 2.101,07 2.139,83 2.164,98 2.175,85 2.176,70 2.176,70 2.176,70 2.176,70 2.176,70 2.176,70 2.176,70 2.176,70
Sales Gas 3% CO2 Condensate (Pipe Line Gas-LNG MMSFCD
183,93 178,36 368,91 357,75 367,90 356,77 367,90 356,77 367,90 356,77 368,91 357,75 367,90 356,77 367,90 356,77 367,90 356,77 368,91 357,75 349,74 339,16 293,85 284,96 237,19 230,02 189,98 184,23 160,21 155,36 134,05 130,00 90,71 87,96 59,10 57,31 25,17 24,41 2,01 1,94 - Tabel- 3. - -
BBTUD
BCPD
CAPEX
LIFTING COST
TANGIBLE INTANGIBLE
297,01 297,01 364,41 177,47 766,02 30,00 355,96 1.526,23 30,00 354,99 1.513,07 354,98 1.522,78 354,99 1.523,45 355,96 1.528,28 354,98 1.524,39 354,98 1.525,32 354,98 1.526,01 355,96 1.530,89 337,47 1.451,68 283,54 1.219,02 228,87 982,47 183,31 788,00 154,58 663,99 129,35 555,61 87,52 371,71 57,03 241,16 24,29 104,25 1,94 8,10 Tabel sumur - penambahan ---
-
Number of Producer Well/Year Gas Case
2016 2017 2018 2019 2020 2033
1 1
1 2 2
1 2 2
1 1
1 2 2
OIL
GAS
4,19 8,38 8,28 8,34 8,34 8,39 8,35 8,35 8,35 8,40 7,95 6,67 5,38 4,33 3,64 3,04 2,04 1,32 0,57 0,04 - -
97,17 195,42 194,35 194,35 194,35 195,42 194,35 194,35 194,35 195,42 184,76 155,24 125,30 100,64 84,64 70,82 47,92 31,31 13,30 1,06 -
ABANDONT COST OIL
0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 -
GAS
2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 2,36 -
1 1
Tabel diatas adalah data tabel awal, tabel produksi awal, serta tabel penambahan sumur baru yang digunakan dalam keekonomian proyek nantinya digunakan untuk menentukan nilai net present value, internal rate of return, uncost recovery, dan pay out time. Data awal terdiri atas biaya sunk cost (biaya yang telah dikeluarkan dan tidak dapat dipulihkan kembali yang mana tidak dapat digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan), biaya-biaya untuk membeli pipeline yang dipaparkan pada data capex pipeline gas, biaya re-aktivasi sumur, biaya pembangunan sumur baru. Selanjutnya pada tabel produksi oil dan gas terdapat asumsi produksi gas dan oil sampai dengan tahun 2038, biaya lifting cost (rata-rata biaya operasional produksi minyak mentah), serta biaya abandont cost (Biaya yang dikeluarkan untuk membongkar fasilitas). Serta pada tabel penambahan sumur ditampilkan akan diadakkan penambahan sumur tahun 2017 sampai tahun 2019. Dengan menggunakan perhitungan production sharing contract atau kontrak kerjasama bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor, maka berikut ini adalah contoh model matematik untuk menghitung gross revenue minyak atau condensate pada tahun 2019 adalah sebagai berikut : Gross revenue = production x price = 766,02 x 68 $/bbl x 365 hari / 1000000 = = 19,01 mmus$ Tabel 4. Hasil akhir perhitungan production sharing contract Un-Cost Recovery mmus$ 0,00 IRR 12% NPV10 PF2019 mmus$ 191,28 Pay Out Time (POT) Year 2022,32
Dengan menggunakan model perhitungan production sharing contract didapatkan hasil IRR pada ABC Oil diperoleh nilai IRR sebesar 12%, dengan tingkat discount factor 10% maka didapatkan nilai NPV pada tahun 2019 adalah sebesar 191.28 MMUS$, pengembalian investasi yang ditanam akan kembali setelah 6,32 tahun dari year zero atau tahun awal perhitungan yakni dari tahun 2016.
88
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS Analisis Keekonomian Migas pada Sisi Perusahaan dan Pemerintah Tujuan dari analisis keekonomian migas adalah untuk mengetahui sejauh mana gagasan usaha (proyek) yang direncanakan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan baik dilihat dari financial benefit dan social benefit. Hasil analisis keekonomian migas merupakan indikator dari modal yang diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total benefit yang diterima dengan total biaya yang dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur ekonomis proyek. Adapun analisis proyek pada perusahaan dilakukan melalui penghitungan metode sebagai berikut: 1. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate Return adalah suatu tingkat diskonto yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol). Apabila perhitungan IRR lebih besar dari discount factor yang ditetapkan perusahaan, maka usulan proyek diterima, jika sama dengan discount factor yang ditetapkan berarti perusahaan mencapai Break Even Point, jika lebih rendah, maka usulan proyek tidak layak dijalankan. Apabila, nilai investasi dalam perusahaan sama atau lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku umum maka investasi tersebut akan sangat layak bagi para investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Pada kasus IRR pada ABC Oil diperoleh nilai IRR sebesar 12%, dimana besarnya IRR sudah sepadan atau bahkan lebih besar dari suku bunga bank pada umumnya, serta nilai IRR sudah lebih besar dari discount factor sebesar 10% sehingga diputuskan investasi layak untuk dilaksanakan. 2. Net Present Value (NPV) Net present value adalah salah satu metode analisis investasi yang banyak digunakan dalam mengukur layak atau tidaknya suatu usulan proyek. Apabila perhitungan NPV lebih besar dari 0 (nol), maka dapat di. katakan bahwa usulan proyek tersebut layak untuk dijalankan sebaliknya jika lebih kecil dari 0 (nol) proyek tersebut tidak layak dijalankan. Jika perhitungan NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut dalam keadaan Break Even Point (BEP). Dalam hal ini tingkat discount rate yang digunakan adalah 10% sesuai dengan asumsi perusahaan. Besaran discount rate adalah dari MARR, biasanya memang asumsi dari perusahaan 10% tergantung dari kebijakan perusahaan untuk menentukan nilainya. Perhitungan nilai MARR bisa ditentukan oleh berbagai macam hal, tergantung faktor-faktornya seperti modal, lingkungan, resiko, tujuan dan kebijakan-kebijakan lain dari perusahaan. Dalam menghitung NPV suatu usulan investasi, yang perlu mendapat perhatian adalah perkiraan arus kas masuk (cash in flows) dan arus kas keluar (cash out flows) yang menyangkut perkiraan pendapatan dan biaya dimasa datang. Hal ini juga berarti, dengan tingkat discount factor 10% proyek ini layak dijalankan. maka didapatkan nilai NPV pada tahun 2019 adalah sebesar 191.28 MMUS$. Besarnya nilai ini sudah dapat dikatakan layak karena nilai NPV ini lebih besar dari nol sehingga suatu proyek yang akan dijalankan oleh perusahaan layak untuk dilaksanakan. 3. Pay Out Time (POT) Payout Time (POT) atau Payback Period (PBP) adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi yang ditanam. Pada umumnya pay out time diukur sejak lapangan mulai berproduksi, bukan sejak investasi dilakukan. Proyek yang mempunyai harga pay out time yang pendek berarti layak, tetapi pay out time juga menunjukkan resiko proyek. Makin panjang pay out time, makin besar resiko yang dihadapi proyek. Untuk situasi dengan tingkat ketidakpastian tinggi, seperti negara yang pemerintahannya tidak stabil, investor akan lebih memilih proyek yang mempunyai POT pendek. Pada kasus analisis ekonomi proyek pada ABC Oil nilai pay out time atau pengembalian investasi yang ditanam akan kembali setelah 6,32 tahun dari year zero atau tahun awal perhitungan yakni dari tahun 2016. Menurut Energia (2013), pada umumnya POT (Pay Out Time) pada perusahaan migas adalah antara 5-6 tahun. Apabila kedua metode digunakan untuk menilai satu proyek maka kedua metode ini selalu memberikan kesimpulan yang sama karena NPV positif dari suatu proyek akan memberikan IRR yang lebih besar dari biaya modal. Sehingga kesimpulan yang didapatkan adalah dengan melakukan penambahan 3 sumur, tidak akan merugikan perusahaan karena didapatkan nilai NPV yang positif dari suatu proyek dan IRR yang lebih besar dari biaya modal ataupun suku bunga bank. Cara perhitungan analisis keekonomian ini, pada teorinya memberikan hasil yang adil bagi pemerintah dan perusahaan kontraktor, hasil yang didapatkan pemerintah lebih besar daripada kontraktor.
89
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Namun, kenyataan di lapangannya dana bagi hasil dari eksplorasi migas yang dikelola asing kadang terasa tidak adil. Dalam beberapa kontrak bagi hasil migas selama ini, sering kali Pemerintah Indonesia rela kehilangan bagiannya hanya untuk menarik investor. Berikut ini adalah contoh kasus ketidakadilan pembagian hasil, seperti kasus kontrak bagi hasil dengan Exxon Mobil di Blok Natuna D Alpha. Menurut (Detik, 2013) Kasus yang heboh pada 2008 yang lalu ini, memaksa Indonesia untuk rela mendapatkan nol persen pola bagi hasil eksplorasi, sedangkan Exxon mendapatkan 100 persen. Kasus lainnya adalah pada Blok A Aceh. Pemerintah telah menyetujui usulan kontraktor untuk perubahan pembagian hasil antara pemerintah dan kontraktor dari 65:35 menjadi 51:49. Padahal, standardisasi pola bagi hasil yang ditetapkan adalah 85:15 untuk minyak dan gas 70:30. Ketidakadilan dalam pembagian tersebut mendapat kritik oleh para ekonom yang menganggap pemerintah melakukan berbagai kesalahan. Akibatnya, kekayaan migas Indonesia terlalu didominasi oleh perusahaan minyak asing. Selain itu, banyaknya penggelembungan cost recovery semakin menambah kerugian negara. Sebagai contoh cost recovery Exxon Mobil kepada negara mencapai 450 juta dolar AS. Padahal, audit BPKP, cost recovery yang pantas dibayarkan negara hanya 142 juta dolar AS. Cost recovery sendiri merupakan beban atas kegiatan eksplorasi migas, yang meliputi biaya produksi pengangkatan minyak (lifting) dan biaya investasi. Biaya tersebut kemudian akan di-reimburse dengan hasil produksi minyak. Realitasnya dalam kontrak yang dibuat, tidak ada batasan cost recovery yang tegas. Akibatnya, banyak komponen biaya yang tidak terkait dengan eksplorasi migas juga dimasukkan. Oleh karenanya, bukan merupakan kesalahan bila ada yang menyebut pengelolaan migas di Tanah Air adalah yang terburuk di Asia. Analisis Resiko dan Dampak yang Terkait dengan Pengusahaan Migas Energi migas masih menjadi andalan utama perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri. Namun disisi lain, pengusahaan migas merupakan usaha yang memiliki resiko tinggi. Karena sifatnya, setiap pengusaha migas menginginkan pengembalian keuntungan yang lebih tinggi dari usaha tersebut, sesuai dengan prinsip ekonomi: suatu usaha akan dilakukan apabila laju pengembalian investasinya melebihi biaya pengadaan modal. Menurut (Pudyantoro, 2014) pada Davidwood & Associates bisnis hulu migas adalah salah satu bisnis yang beresiko. Dari hasil evaluasi DWA. Investor di industri hulu migas paling tidak akan menghadapi 12 resiko yaitu : resiko subsurface, resiko teknologi, resiko tenaga kerja, resiko kualitas, resiko biaya, resiko waktu, resiko lingkungan, resiko keamanan, resiko politik, resiko fiskal, resiko ekonomi, dan resiko pasar. Sesuai dengan kebutuhan investasinya yang tinggi, pengusaha migas biasanya merupakan pengusaha multinasional. Selain berusaha pada level multinasional, beberapa pengusaha tidak hanya bergerak dalam usaha migas, tetapi juga berusaha di bidang lain. Iklim investasi suatu negara menjadi pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pengusahaan migas. Tidak dapat dipungkiri bahwa Industri pertambangan sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) memberikan keuntungan ekonomi dan penerimaan negara yang sangat besar bagi Indonesia. Namun, disisi lain terdapat resiko yakni masalah keberlangsungan lingkungan hidup. Industri Migas seringkali menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan. Kegiatan usaha Migas sendiri dibedakan menjadi dua: kegiatan usaha hulu dan hilir. Kegiatan usaha hulu meliputi: eksplorasi dan eksploitasi. Di dalam kegiatan usaha tersebut terdapat dampak positif dan negatif. Dampak positifnya eksplorasi maupun eksploitasi migas adalah meningkatnya devisa negara dan pendapatan asli daerah serta menampung tenaga kerja, sedangkan dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi udara, dan menurunnya permukaan bumi (land subsidence). Menurut (SKK Migas 2015), Dalam rangka meresponse penurunan harga minyak dunia, SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) akan bersikap proaktif dalam menetapkan kebijakan efisiensi biaya operasi industri hulu migas. Saat ini industri hulu migas sudah menjalankan beberapa kebijakan, yaitu: melakukan renegosiasi dengan Kontraktor KKS supaya dapat memberikan fleksibilitas harga sehingga dapat menjaga keekonomian proyek yang telah direncanakan, melakukan perubahan scenario operasi lapangan yang lebih sederhana dengan beberapa opsi, antara lain efisiensi operasi barging, efisiensi biaya proyek, dan workshop peralatan dan kolaborasi operasi dengan Kontraktor KKS di area sekitar wilayah kerja dalam penggunaan peralatan, surplus item, dan material yang dimiliki. Analisis Biaya yang Semestinya Diperhitungkan dalam Model Production Sharing Contract Menurut (Wijaya, A.R, 2008), masalah utama bagi perusahaan nasional baik swasta maupun BUMN untuk mengusahakan lapangan migas adalah dana untuk investasi. Sumber dana sebenarnya dapat dicari
90
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
dari mana saja, tetapi jika dana itu tidak dialokasikan khusus, maka sampai kapanpun akan tergantung dengan investasi perusahaan asing. Hal ini akan mendorong kemandirian bangsa dalam mengokohkan ketahanan di sektor energi. Di sisi yang lain, perusahaan migas nasional akan tumbuh dan berkembang sehingga mampu bersaing dengan perusahaan asing dalam skala internasional. Oleh karena itu, untuk kepentingan investasi itu pemerintah harus menerapkan dana alokasi khusus untuk pengembangan energi. Dana tersebut dapat diperoleh dari biaya khusus yang diambil hasil eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbaharukan seperti minyak dan gas yang disebut Depletion premium. Menurut Asian Development Bank, Biaya Depletion premium dapat dihitung dari nilai sekarang (net present value) perbedaan biaya apabila sumber daya alam tersebut habis (sehingga kita harus mengimpornya atau menggunakan komoditas lain) dengan biaya memproduksikannya sendiri (karena kita bisa mempertahankan cadangan terbuktinya). Biaya Depletion premium pada dasarnya merupakan biaya kesempatan (opportunity cost) yang harus dibayar karena kita memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga mengurangi kesempatan bagi generasi mendatang untuk memanfaatkan sumber energi tersebut. Pada PSC (Production Sharing Contract) yang telah disepakati antara kontraktor dengan pemerintah saat ini belum menerapkan depletion premium, sehingga belum ada kejelasan besarnya dan mekanisme kontrol penggunaan dana alokasi khusus tersebut dalam pengembangan sektor energi. Ketidakjelasan penggunaan depletion premium dalam PSC dan analisis keekonomian proyek migas ini akan mengancam ketersediaan energi di masa yang akan datang bagi negara kita dan akan membuat bangsa kita selalu bergantung pada negara lain dalam penyediaan kebutuhan energi. SIMPULAN Pemerintahan Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan sumber energi minyak dan gas. Sebagian besar produksi minyak dan gas Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing. Kehadiran mereka berkontribusi pada proses eksplorasi untuk menemukan cadangan dan ladang migas baru. Namun pada proses produksi, hasil dari produksi tersebut tidak sepenuhnya kembali kepada negara Indonesia. Hal ini membuat kebutuhan energi dalam negeri tidak terpenuhi yang akhirnya berujung pada impor minyak ataupun impor. Oleh karena itu, untuk kepentingan investasi itu pemerintah harus menerapkan dana alokasi khusus untuk pengembangan energi. Dana tersebut dapat diperoleh dari biaya khusus yang diambil hasil eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbaharukan seperti minyak dan gas yang disebut biaya Depletion premium. SARAN Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut tentang strategi dan kebijakan apa yang harus diterapkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sehubungan dengan sumber daya minyak bumi yang hanya potensial bertahan sampai dengan beberapa tahun lagi, serta mengetahui lebih lanjut mengapa beberapa perusahaan tidak menerapkan depletion premium. PUSTAKA Pudyantoro, A. R. (2014). Proyek Hulu Migas Evaluasi dan Analisis PetroEkonomi. Jakarta Selatan: Petromindo. Pudyantoro, A. R. (2014). A to Z Bisnis Hulu Migas. Jakarta Selatan: Petromindo. BAB I. (2013). BAB I. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10674-Chapter1.pdf. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015. Kudetaputih. (2013, Juni 04). Dama Bagi Hasil Tambang Rugikan Negara. Diakses dari http://kudetaputih.blogdetik.com/2013/06/04/dana-bagi-hasil-tambang-rugikan-negara/ Author. (2009). BAB III Gambaran Umum Perusahaan. (Thesis, Universitas Bina Nusantara, 2009). Diakses dari thesis.binus.ac.id/.../2009-2-00509-AK%20Bab%203.pdf Author. (2009). BAB IV Analisis dan Penilaian. (Thesis, Universitas Bina Nusantara, 2009). Diakses dari http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2009-2-00509-AK%20Bab%204.pdf Wijaya, A.R. (2008). Kajian Penerapan Depletion Premium Dalam Analisis Keekonomian Proyek Minyak Dan Gas Bumi. Diakses dari https://agusrendiwijaya.files.wordpress.com/2008/06/kajian-depletion-premium.pdf Kumalasari, E.A. (2013). Peranan Perusahaan Migas Asing terhadap Ketersediaan Energi Indonesia. (Skripsi,Universitas Hasanudin,2013). Diakses pada http://repository.unhas.id/bitstream/handle/123456789/6190/Skripsi%20Eka%20Astiti%20Kumalasari.pdf Author. (2015, Agustus 25). Industri Hulu Migas Proaktif Terapkan Efisiensi Biaya. Diakses dari http://www.skkmigas.go.id/24389 NPV. (2013). NPV. http://id.wikipedia.org/wiki/NPV. Diakses pada tanggal 20 Januari 2015. IRR. (2013). IRR. http://id.wikipedia.org/wiki/IRR. Diakses pada tanggal 20 Januari 2015.
91
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS PENYEBAB PENUNDAAN PENGIRIMAN PESANAN SERVICE PART DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA SUNTER 1 PLANT 1,2
Anissa Rianda Putri1, Retno Wulan Damayanti2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia Sunter 1 Plant merupakan salah satu pabrik Toyoto Motor Corporation di Indonesia yang memiliki berbagai kegiatan perusahaan, salah satunya adalah produksi service part untuk pelanggan domestik dan mancanegara. Berdasarkan studi yang dilakukan di Seksi Inhouse Control Departemen Manajemen Service Part, pada bulan Desember 2014 – Januari 2015 terjadi penundaan atau delay pengiriman service part sejumlah 1045 pieces. Penundaan tersebut mengakibatkan keterlambatan dalam memenuhi pesanan pelanggan. Standar untuk memenuhi pesanan pelanggan adalah 2 minggu, namun adanya penundaan pengiriman tersebut menyebabkan waktu pemenuhan menjadi 3 minggu. Dalam mencari penyebab penundaan pengiriman service part ini, menggunakan analisis model interaktif (Interactive Model of Analysis). Berdasarkan analisis, penyebab penundaan pengiriman service part teridentifikasi pada tahap penerimaan child part. Entitas yang berpotensi menyebabkan permasalahan keterlambatan penerimaan child part adalah pihak supplier selaku pihak yang memproduksi child part. Upaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dilakukan dengan peningkatan kesadaran (awareness) tenaga kerja melalui sosialisasi dan training serta memperbaiki Standar Operasi Prosedur (SOP) yang ada. Kata kunci: manufaktur, pengiriman, penundaan, service part PENDAHULUAN Chopra & Meindl (2013) memaparkan bahwa dalam proses pemenuhanan pesanan pelanggan, terdapat 4 siklus supply chain, yaitu customer order cycle, replenishment cycle, manufacturing cycle, dan procurement cycle. Customer order cycle adalah siklus pemesanan pelanggan dimana pihak yang terlibat adalah pelanggan dan retailer atau outlet. Pada replenishment cycle atau siklus pengisian ini terjadi proses pengisian persediaan barang jadi di outlet, dimana pihak yang terlibat adalah pihak outlet dan distributor. Pada manufacturing cycle terjadi hubungan antara pihak distributor dengan pihak produsen, dimana pada siklus ini terdapat proses pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi di pihak produsen. Sedangkan pada procurement cycle, terjadi hubungan antara pihak produsen dengan pihak supplier, dimana pada siklus ini produsen memesan bahan mentah ke supplier untuk proses produksi. PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT. TMMIN) Sunter 1 Plant merupakan salah satu perusahaan yang berperan dalam manufacturing cycle, yang memproduksi produk otomotif merk Toyota, dimana perusahaan tersebut memiliki beberapa kegiatan utama perusahaan, salah satunya adalah memenuhi pesanan service part merk Toyota dengan cara mengolah bahan mentah menjadi produk jadi sesuai dengan pesanan pelanggan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemenuhan pesanan service part ini diantaranya adalah pelanggan yang menjadi pihak pemesan, outlet resmi Toyota yang menjadi pihak penerima pesanan dan menyalurkan barang jadi langsung ke pelanggan, PT. Toyota Astra Motor sebagai pihak distributor, PT. TMMIN Sunter 1 Plant sebagai pihak produsen, dan PT. TMMIN Karawang Plant sebagai pihak supplier. PT. TMMIN Sunter 1 Plant, adalah pihak yang memproduksi service part. Service part tersebut memiliki dua model yaitu current model dan past model, dari keduanya masing-masing memiliki jenis part yaitu stampping part, welding part, assambly part, dan engine part. Untuk memproduksi service part, dibutuhkan waktu kurang lebih 7 hari, dimulai dengan proses pemesanan bahan baku, produksi bahan baku, hingga pengiriman bahan baku oleh supplier (PT. TMMIN Karawang Plant) yang membutuhkan waktu 4 hari. Proses selanjutnya adalah proses receiving atau penerimaan bahan baku atau yang disebut sebagai child part, yang mana pada proses ini terjadi pengecekan kualitas dan pengolompokkan child part selama satu hari sehingga layak masuk ke proses selanjutnya. Proses produksi selanjutnya adalah proses welding, proses painting, hingga proses packing yang keseluruhannya
92
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
membutuhkan waktu 3 hari. Setelah semua service part dikemas atau proses packing, selanjutnya dikirimkan ke pihak distributor (PT. TAM). Pada dasarnya sebelum produk jadi dapat diterima oleh pelanggan, terdapat waktu yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi pesanan atau jumlah waktu yang berlalu antara ketika sebuah proses dimulai dan kapan selesai atau sering disebut lead time (Prasetyo, 2014). Lead time dimulai dari proses pengadaan komponen atau bahan baku, hingga produk jadi dikirimkan ke pihak retailer dan akhirnya dapat diterima oleh pelanggan. Umumnya lead time untuk memenuhi pesanan produk jadi telah diperhitungkan dan diminimalkan sedemikian rupa sehingga produk jadi lebih cepat diterima oleh pelanggan. Namun kenyataannya sering terjadi kendala dalam pemenuhan pesanan, sehingga menyebabkan lead time pemenuhan pesanan menjadi lebih lama, dimana penyebabnya dapat berasal dari berbagai faktor. Dari studi yang telah dilakukan di PT. TMMIN Sunter 1 Plant, teridentifikasi adanya ketidaksesuaian pada data pengiriman service part dalam Daily Delivery Report (DDR), terhadap Monthly Delivery Plant (MDP) atau rencana pengiriman service part pada suatu periode produksi. Ketidaksesuaian yang terjadi ialah adanya service part yang tidak dikirimkan atau ditunda pengirimannya pada tanggal tersebut, sehingga tidak sesuai dengan MDP yang telah dibuat. Akibat dari penundaan pengiriman service part ini, PT. TAM tidak dapat mendistribusikan pesanan service part sesuai dengan waktu yang telah direncanakan ke outlet-outlet Toyota yang memperoleh pesanan service part tersebut. Untuk mengirimkan pesanan ke setiap outlet tersebut membutuhkan waktu minimal satu hari. Hal ini berdampak pada pemenuhan pesanan pelanggan yang menjadi lebih lama yaitu membutuhkan waktu 3 minggu, dari waktu normalnya 2 minggu. Adanya penundaan atau keterlambatan pengiriman ini, lead time pemenuhan pesanan service part pun semakin lama. Analisis perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab pengiriman service part tersebut tertunda atau mengalami keterlambatan, karena penundaan pengiriman dapat mempengaruhi kelancaran distribusi ke pelanggan sehingga berdampak pada waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi pesanan service part tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis penyebab keterlambatan, yang menjadi dasar perbaikan, sehingga keterlambatan pengiriman service part tersebut dapat dieliminasi atau diminimalkan. METODOLOGI PENELITIAN Tahapan untuk mengidentifikasi dan menganalisis penyebab penundaan pengiriman tersebut dilakukan aktivitas eksplorasi lantai produksi, yang dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis, serta aktivitas untuk merancang perbaikan yang diperlukan untuk mengeliminasi permasalahan. Secara global, tahapan aktivitas tersebut ditampilkan pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Metodologi Penelitian
93
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Studi lapangan di PT. TMMIN Sunter 1 Plant dilakukan pada Divisi Kontrol Produksi atau Production Control Division (PCD), di Departemen Manajemen Service Part atau Service Part Management Department, dan tepatnya pada Seksi Kontrol Produksi atau Inhouse Control Section. Studi lapangan dilakukan dengan cara observasi secara langsung terhadap seksi Inhouse Control. Menurut Sutopo (2006), observasi atau pengamatan adalah proses peneliti dalam melihat situasi penelitian. Tujuan dari observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi atau melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu. Berdasarkan observasi yang dilakukan, teridentifikasi bahwa terjadi masalah penundaan atau keterlambatan pengiriman service part. Masalah penundaan pengiriman dapat teridentifikasi karena pada data Daily Delivery Report (DDR) di periode Desember 2014 dan Januari 2015 yang telah digabungkan, menunjukkan adanya beberapa service part mengalami penundaan pengiriman ke pihak distributor (PT. TAM) dengan jumlah yang banyak. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama penyebab terjadinya penundaan pengiriman service part, dilakukan observasi dan eksplorasi data. Bungin (2008) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Pada kajian ini, bentuk observasi yang digunakan ialah observasi partisipasi, dimana bentuk observasi ini digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti terlibat atau ikut serta dalam kegiatan seharihari responden. Obsevasi dilakukan dengan cara mengikuti dan mengamati kegiatan sehari-hari dari stafstaf yang terlibat dalam setiap tahap proses produksi service part. Selain observasi, untuk memperoleh faktor-faktor penyebab terjadinya penundaan pengiriman juga dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara pada kasus ini dilakukan dengan staf Seksi Logistik di Divisi Adminitrasi Pabrik (Plant Administration Division), serta Kepala Seksi dan staf Seksi Inhouse Control di Divisi Kontrol Produksi (Production Control Division). Selain observasi dan wawancara, dilakukan pula eksplorasi dokumen. Menurut Sugiyono (2008) studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode obsevasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan kredibilitas hasil penelitian akan semakin tinggi jika melibatkan atau menggunakan studi dokumen. Pada kasus ini, dokumen yang digunakan ialah laporan tahunan perusahaan, daftar pesanan service part pada periode yang diamati, daftar rencana produksi hingga rencana pengiriman, gambar aliran suatu proses, foto, resumen surat elektronik (e-mail). Data-data yang diperoleh dari berbagai macam cara pengumpulan data, selanjutnya mengalami proses pengolahan data. Faktor-faktor penyebab penundaan pengiriman service part hasil dari pengumpulan data dirangkum atau dicatat kedalam tabel Ms. Excel untuk memudahkan dalam mengamati dan menganalisisnya. Setelah semua data service part yang mengalami penundaan pengiriman dimasukkan kedalam tabel, kemudian data tersebut dikelompokkan berdasarkan model dan jenisnya agar dapat membuat prioritas perbaikan pada model dan jenis service part yang mengalami penundaan pengiriman paling banyak. Setelah dikelompokkan, maka melakukan pengamatan pada setiap tahap proses produksi agar dapat teridentifikasi letak sumber masalah penundaan pengiriman. Berdasarkan tahap produksi yang menjadi sumber penyebab penundaan pengiriman tersebut, maka data yang telah dikelompokkan sebelumnya, kemudian dicocokkan dengan data atau laporan percapaian produksi dari tahap produksi tersebut. Selain pencocokkan data, penelitian juga dilakukan dengan cara wawancara terhadap staf yang berwenang. Hasil dari pencocokkan data dan wawancara tersebut kemudian diolah menggunakan Pivot Table, sehingga diperoleh faktor-faktor penyebab penundaan pengiriman. Pivot Table adalah salah satu fitur dari Microsoft Excel yang memudahkan pengguna untuk melihat ringkasan data berupa tabel interaktif, padat informasi dan dapat dilengkapi dengan chart. Berdasarkan rigkasan data tersebut, teridentifikasi jumlah service part yang mengalami penundaan pengiriman. Selain itu beberapa data dan informasi yang telah terkumpul disajikan dalam bentuk diagram aliran, diagram batang, dan diagram pareto, untuk dapat dianalisis lebih lanjut. Teknik analisis data yang digunakan pada kajian ini adalah analisis model interaktif (Interactive Model of Analysis). Menurut Milles dan Huberman (1984) dalam model analisis ini terdapat tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, dilakukan dengan bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data (data collecting) sebagai suatu siklus. Reduksi Data (Data Reduction) adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerderhanaan data awal yang muncul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data. Komponen analisis kedua ialah penyajian data (Data Display). Penyajian data ialah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
94
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, akan dapat mempermudah pemahaman tentang apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman tentang penyajian data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, grafik, dan sejenisnya. Komponen analisis ketiga adalah penarikan kesimpulan (Conclusion Drawing). HASIL DAN PEMBAHASAN Adanya informasi mengenai masalah penundaan pengiriman pesanan service part diperoleh dari laporan harian pengiriman pesanan atau Daily Delivery Report (DDR) yang diisi oleh staf seksi Inhouse Control. Dalam laporan ini menunjukkan tingkat percapaian pengiriman service part setiap harinya, selain itu terdapat daftar nama service part yang mengalami penundaan pengiriman dan juga jumlahnya. Dari Daily Delivery Report yang telah mengalami penggabungan data di periode Desember 2014 dan Januari 2015, maka dapat teridentifikasi ketidaksesuaian jumlah maupun jadwal pengiriman pesanan service part sebanyak 246 item service part yang terdiri dari 1045 pieces yang terjadi selama periode produksi bulan Desember 2014 sampai Januari 2015. Tabel 1. Tabel Data Percapaian Pengiriman Service Part
Dec-14 Total Plan Delivery Total Actual Delivery Total Actual Minus Average AQ Delivery
Pieces Jan-15 5015 Total Plan Delivery 4420 Total Actual Delivery -595 Total Actual Minus 88% Average AQ Delivery
Pieces 4069 3619 -450 91%
Tabel 1 menunjukkan data percapaian pengiriman service part pada periode produksi Desember 2014 hingga Januari 2015. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada bulan Desember 2014, tidak terjadi pengiriman (Total Actual Minus) service part sebanyak 595 pieces, sehingga rata-rata jumlah pengiriman aktual (Average Actual Quantity Delivery) sebesar 88%. Sedangkan pada bulan Januari 2015 banyaknya service part yang tidak terkirim adalah 450 pieces, sehingga rata-rata jumlah pengiriman aktual pada bulan tersebut sebesar 91%. Dari kedua data rata-rata jumlah pengiriman aktual service part tersebut, rata-rata pengiriman tercapai sebesar 89.5%, yang mana persentase tersebut menunjukkan percapaian PT. TMMIN dalam memenuhi produksi service part untuk periode Desember 2014 sampai Januari 2015. Pada dasarnya PT. TMMIN memiliki target percapaian pemenuhan pesanan service part sebesar 100%, maka dari itu diketahui terdapat rentang/gap sebesar 10,5%. Untuk menstrukturkan analisis ini, maka data service part yang mengalami penundaan pengiriman di periode produksi Desember 2014 dan Januari 2015 dikelompokkan berdasarkan model dan jenis service part. Pengelompokkan ini dilakukan agar PT. TMMIN dapat membuat skala prioritas pada model dan jenis produk apa yang harus segera ditangani karena memiliki jumlah penundaan pengiriman terbanyak. Jenis service part tersebut dibagi menjadi dua model part, yaitu current model dan past model. Selanjutnya service part dalam Daily Delivery Report dikelompokkan kembali berdasarkan jenis part. Dalam service part terdapat 4 jenis part, yaitu stampping, welding, assembly, engine. Pengelompokkan service part berdasarkan model part, dilakukan dengan melihat nomer part (part number) yaitu apabila service part dengan part number dengan inisial huruf D, K, dan juga part number tanpa insial huruf maka disebut current part, sedangkan service part yang termasuk kedalam past model adalah service part yang memiliki part number dengan inisial huruf B dan C. Untuk mengelompokkan service part kedalam jenis part-nya, dilakukan dengan melihat pada data Service Part Firm Order. Didalam Service Part Firm Order terdapat sumber produksi (source) tiap service part yang akan mengalami proses produksi di PT. TMMIN Sunter. Selanjutnya data part number pada Daily Delivery Report dicocokkan dengan data yang ada pada Service Part Firm Order, sehingga dapat diperoleh sumber produksi service part tersebut, dimana dalam hal ini menunjukkan jenis service part tersebut. Hasil pengelompokkan tersebut ditampilkan pada Tabel 2. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, selanjutnya diidentifikasi part yang paling banyak mengalami penundaan pengiriman. Hasil identifikasi tersebut ditampilkan pada Tabel 2 dan Gambar 2.
95
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 2. Data Jumlah Service Part yang Mengalami Penundaan Pengiriman Berdasarkan Model Part dan Jenis Part Current Model Press Parts Welding Parts Assy Parts Engine Parts Items 213 39 159 15 0 Pieces 937 281 580 76 0
Items Pieces
Past Model 33 108
Press Parts 7 26
Welding Parts 21 68
Assy Parts
0 0
Engine Parts 5 14
Gambar 2. Grafik Persentase Model dan Jenis Service Part yang Mengalami Penundaan Pengiriman
Berdasarkan grafik identifikasi persentase model dan jenis service part yang mengalami penundaan pengiriman, teridentifikasi bahwa model part yang sering mengalami penundaan pengiriman ialah current model dengan jenis welding part, dimana presentase keterlambatan sebesar 5,8% dari 10,5% gap yang menyebabkan tidak terjadi 100% percapaian pengiriman service part. Prioritas perbaikan dilakukan pada jenis welding part pada model current part, karena dengan melakukan perbaikan 5,8% dari masalah tersebut telah dapat memberikan pengaruh yang besar pada percapaian pengiriman service part di periode selanjutnya. Dalam mencari faktor-faktor yang menyebabkan penundaan pengiriman service part, maka dilakukan dengan menganalisis setiap proses produksi service part sebelum terjadi proses pengiriman service part. Analisis kondisi pada setiap proses produksi bertujuan untuk mengetahui pada tahap mana mulai mengalami masalah, sehingga perbaikan diutamakan pada tahap tersebut. Hasil penilaian setiap proses produksi service part di PT. TMMIN Sunter 1 Plant ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Data Penilaian Setiap Proses Produksi Service Part
Gambar 3 memaparkan tahapan proses produksi service part beserta PIC atau pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap. Plan sebagai waktu perencanaan pelaksanaan di setiap proses produksi, dan Actual sebagai penilaian keberhasilan dari setiap proses produksi. Berdasarkan eksplorasi dan wawancara pada setiap PIC, teridentifikasi bahwa pada setiap tahapan proses tersebut masih terdapat masalah yang menyebabkan penundaaan, yang mana hal ini diberi nilai dengan tanda silang. Dari penilaian tersebut teridentifikasi bahwa permasalahan penundaan atau keterlambatan pengiriman service part terjadi karena pada tahapan proses awal produksi service part, telah mengalami masalah sehingga mengakibatkan keterlambatan pada tahap produksi selanjutnya. Tahapan paling awal dalam proses produksi adalah proses penerimaan atau receiving child part (komponen dasar service part). Selanjutnya, eksplorasi difokuskan pada permasalahan penundaan atau keterlambatan yang terjadi pada tahapan tersebut (penerimaan atau receiving child part).
96
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Proses penerimaan barang terjadi empat hari sebelum proses pengiriman barang. Misalnya pengiriman terjadi pada tanggal 1 Desember 2014, maka proses penerimaan barang terjadi sekitar tanggal 25 November 2014 karena pada tanggal 29 dan 30 November 2014 hari Sabtu dan Minggu, yang berarti tidak ada proses produksi apapun. Informasi yang digunakan untuk mengeksplorasi masalah pada proses penerimaan barang ialah KPI (Key Performance Index) Receiving Report. Pada laporan tersebut terdapat daftar child part yang mengalami masalah pada proses penerimaan dan juga penyebab dari masalah penerimaannya. Data child part pada KPI Receiving Report tersebut dicocokan dengan data service part yang dikaji, yaitu service part current model, pada jenis welding part yang yang telah dikelompokkan sebelumnya. Tujuan dari pencocokkan ini adalah agar dapat teridentifikasi penyebab dari penundaan pengiriman service part yang dimulai dari masalah penerimaan child part. Selain melakukan pencocokkan data service part dengan KPI Receiving Report, wawancara langsung dengan staf divisi PAD Logistik juga dilakukan sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang masalah penerimaan child part. Berdasarkan analisis laporan (report) dan wawancara yang telah dilakukan, masalah penerimaan child part dapat dikelompokkan menjadi empat kategori masalah, yaitu problem supplier part, Not Good (NG) painting, problem supplier carton, dan miss label. Gambar 4 menampilkan diagram pareto yang memaparkan jumlah service part current model dengan jenis welding part yang mengalami penundaan pengiriman berdasarkan kategori masalah tersebut. Tabel 3 menyajikan data jumlah setiap kategori masalah penerimaan child part pada satuan item dan pieces.
Gambar 4. Diagram Pareto Kategori Masalah Penerimaan Child Part Tabel 3. Tabel Jumlah Setiap Kategori Masalah Penerimaan Child Part Kategori Masalah Penerimaan Child Part Problem supplier part NG painting Problem supplier carton Miss Label Jumlah
Jumlah Items 124 31 3 1 159
Pieces 464 108 7 1 580
Dari diagram pareto tersebut, menunjukkan bahwa hampir 80% masalah bersumber dari kategori Problem Supplier Part dengan jumlah part 464 pieces. Sebanyak 18,6% dikuasai oleh kategori masalah yaitu NG Painting dengan jumlah part 108 pieces. Sebanyak 1,4% merupakan kategori masalah Miss Label dan Problem Supplier Carton dengan jumlah part sebanyak 8 pieces. Maka dari itu perbaikan yang harus segera diselesaikan ialah kategori Problem Supplier Part, yang terdiri dari tujuh akar masalah yaitu part NG dent (part Not Good atau buruk karena penyok), delay problem production (penundaan masalah produksi karena Line Stop), part miss spec (kesalahan spesifikasi part karena kemiripan nomor part), over capacity truck (kelebihan kapasitas truk), over capacity production (kelebihan kapasitas produksi), over capacity pallet (kelebihan kapasitas palet untuk pengiriman), raw material (bahan mentah untuk membuat part tersebut langka). Ketujuh akar masalah tersebut diperoleh dari wawancara dengan staf yang menangani penerimaan child part dari supplier atau staf PAD Loogistik. Pihak supplier yang paling berpengaruh kepada PT. TMIIN Sunter 1 ialah PT. TMMIN Karawang dan PT. TAM.
97
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Usulan perbaikan dijelaskan berdasarkan ketujuh akar masalah yang telah teridentifikasi tersebut, yang mana hal ini pada dasarnya adalah akar masalah penundaan pengiriman service part. Usulan perbaikan didasarkan diskusi yang dilakukan dengan staf divisi PAD Logistik yang merupakan divisi yang bertanggung jawab dalam penerimaan pesanan child part dari supplier, dan juga pengiriman pesanan pelanggan. Pada masalah part NG dent terdapat 183 pieces part yang mengalami masalah ini, penyebab dari masalah ini terdiri dari beberapa faktor yaitu adanya benturan yang terjadi saat part tersebut dipindahkan, serta palet tidak dikunci atau tidak ada penguncinya sehingga menyebabkan part terjatuh atau saling berbenturan. Maka dari itu untuk menyelesaikan masalah ini, dilakukan dengan cara melakukan perawatan palet dan mengecek kelengkapan palet secara berkala oleh divisi PAD yang bertanggung jawab. Selain itu petugas pengiriman dan petugas pemindah part bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada. Perlu ditambahkan tahap pengecekan ulang penguncian palet pada SOP. Pada masalah delay production problem terdapat 163 pieces part yang mengalami masalah ini, penyebab dari masalah ini adanya masalah pada mesin produksi. Penyelesaian masalah ini dengan cara membuat penjadwalan maintanance mesin produksi. Masalah part miss spec pada periode tersebut terjadi pada 71 pieces part, dan memiliki berbagai macam penyebab, diantaranya adalah pekerja yang bertugas tidak menerima check list yang menunjukkan adanya tindakan pengecekan ulang, nomor part yang hampir mirip atau hanya berbeda satu huruf / angka saja, kanban tercampur dengan model maupun jenis part lain, dan part atau komponen yang ada untuk produksi tidak sesuai dengan rencana produksi, sehingga part yang salah tersebut harus dikembalikan ke tempat penerimaan dan menyebabkan proses pengerjaan menjadi tertunda. Tedapat beberapa cara untuk menyelesaikan sumber-sumber penyebab tersebut, diantaranya membuat SOP yang berhubungan dengan sistem konfirmasi pekerja yang bertugas mengirim part, pekerja harus melakukan pengecekan kembali kanban-kanban yang telah dikelompokkan, memisahkan dan mengklasifikasikan kanban berdasarkan nomor part. Permasalahan over capacity terdiri dari over capacity truck, over capacity production, over capacity pallet. Over capacity truck terjadi karena jumlah produk yang harus dikirimkan pada periode tersebut overload, cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan mengatur kembali efisiensi dari container atau box. Mengatur peletakan produk yang harus dikirimkan di dalam truk, sedemikian rupa sehingga terjadi efisiensi ruang di dalam box truk. Over capacity production terjadi akibat adanya line stop produksi, dimana proses produksi berhenti, untuk menyelesaikan ini ialah dengan cara melakukan perbaikan dan perawatan mesin secara berkala. Sedangkan masalah over capacity pallet terjadi apabila pallet yang ada tidak dapat menampung semua part yang harus dikirimkan karena adanya keterbatasan jumlah palet dan terdapat palet yang tidak layak guna. Untuk menyelesaikan masalah palet tersebut dapat dilakukan dengan melakukan peminjaman palet ke pihak supplier (PT. TMMIN Karawang) atau pihak pemesan (PT. TAM). Hal ini memungkinkan terjadi, karena kedua perusahaan tersebut masih dalam naungan yang sama, dan memiliki palet yang sama. Masalah yang terakhir ialah adanya masalah kelangkaan raw material atau bahan mentah untuk membuat sebuah part, biasanya berupa logam atau semacamnya. Untuk menyelesaikan masalah ini, dapat dilakukan dengan cara membuat rencana inventory (penyimpanan) yang lebih besar didasarkan pada trend permintaan yang terjadi, yang menyebabkan bahan mentah cepat habis dan menimbulkan kelangkaan. Dari berbagai macam usulan perbaikan di atas, langkah perbaikan yang paling utama adalah memberikan sosialisasi tentang masalah ini kepada setiap pekerja yang terlibat dalam masalah ini. Sosialisasi ini dimaksudkan agar setiap pekerja sadar dan mengetahui adanya masalah ini, selain itu dalam sosialisasi tersebut juga hendaknya diberikan arahan bagaimana untuk menanggulangi masalah tersebut. Hal penting lainnya ialah menumbuhkan kembali rasa kedisiplinan dan tanggung jawab dikalangan pekerja dengan melakukan training agar bekerja sesuai dengan SOP yang telah dibuat, sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah yang bersumber dari kesalahan pekerja. Selain melakukan sosialisasi serta training, perbaikan mendasar yang dapat dilakukan ialah dengan melakukan perubahan pada SOP atau membuat SOP baru, dimana SOP tersebut lebih detail dalam menguraikan peraturan ataupun standar kerja. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada kajian ini, dapat disimpulkan bahwa masalah penundaan pengiriman pesanan service part ini berasal dari adanya masalah pada proses produksi service part, yaitu tahap penerimaan child part (komponen dasar pembuatan service part). Penyebab masalah yang paling dominan pada tahap penerimaan child part ialah dari pihak supplier. Berdasarkan analisis yang dilakukan,
98
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
diperoleh hasil bahwa model current part dengan jenis welding part menjadi model dan jenis service part yang paling sering mengalami penundaan pengiriman. Langkah penyelesaian masalah yang paling utama adalah melakukan sosialisasi, training, dan membuat atau merubah SOP yang ada. Langkah ini adalah langkah yang paling dasar, karena sebagian besar masalah berasal dari ketidakdisiplinan pekerja. Selain itu perawatan mesin dan palet secara berkala adalah hal yang penting untuk dilakukan, kerusakan mesin maupun palet sangat berpengaruh pada kualitas produk dan berpengaruh pada ketepatan waktu pengiriman. PUSTAKA Bungin, M. Burhan, (2008), Penelitian kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Chopra, S., Meindl, P., (2013), Supply Chain Management “Strategy, Planning, and Operation Fifth Edition, United States of America: Pearson. Milles, M.B. and Huberman, M.A., (1984), Qualitative Data Analysis, London: Sage Publication. Prasetyo, Wiranto Dwi, (2014), Analisis Penyebab Yang Mempengaruhi Terjadinya Keterlambatan Pengadaan Barang Pada Departemen Pengadaan Barang dan Bahan Baku di PT. Pupuk Kaltim. Sugiyono, (2008), Metode Penelitian kuantitatife, Kualitatife, dan R & D, Bandung: ALFABETA. Sutopo, HB., (2006), Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press.
99
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENGUKURAN EFISIENSI PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Shanty Kusuma Dewi Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Malang Jalan Raya Tlogomas No 246 Malang Telp. 0341-464318 Email :
[email protected] ABSTRAK Aktivitas produksi sebagai suatu bagian dari fungsi organisasi perusahaan bertanggung jawab terhadap pengolahan bahan baku menjadi produksi jadi yang dapat dijual. Peningkatan efisiensi di bagian produksi merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan agar selalu dapat memenuhi permintaan konsumen. UD.Putih Jaya merupakan suatu usaha yang bergerak dibidang produksi pembuatan paving. Dalam proses produksinya perusahaan belum pernah melakukan pengukuran efisiensi dari proses produksi yang telah dilakukan. Pengukuran efisiensi proses produksi pada penelitian ini akan menggunakan suatu alat ukur berupa metode Data Envelopment Analysis (DEA). Model DEA yang digunakan adalah model CCR Primal. CCR primal digunakan untuk menentukan DMU (desicion making unit) mana yang efisien dan tidak efisien. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa DMU1, DMU2 dan DMU 4 merupakan DMU yang efisien sedangkan DMU 3 dan DMU 5 masuk dalam kategori DMU yang tidak efisien. Kata kunci : data envelopment analysis, desicion making unit, efisiensi PENDAHULUAN Peningkatan efisiensi di bagian produksi merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan agar selalu dapat memenuhi permintaan konsumen. Guna menghadapi banyaknya para pesaing perusahaan yang menghasilkan produk yang sama, perusahaan perlu melakukan suatu cara untuk menjalankan proses produksi yang efisien, yaitu bagaimana menggunakan input sehemat mungkin untuk menghasilkan output yang sesuai atau melebihi target permintaan yang telah ditetapkan. Proses produksi berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Putong (2002) mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut di atas. Dengan demikian produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. UD. Putih Jaya merupakan suatu perusahan yang bergerak dibidang pembuatan paving. Selama ini perusahaan sering menglami kekurangan produksi dan adanya peningkatan permintaan. Selama ini jumlah produksi yang dihasilkan hanya berdasarkan jumlah pekerja dan kapasitas jam kerja, sehingga belum diketahui apakah ouput produksi sudah efisien atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran efisiensi untuk mengetahui efisiensi pada proses produksi dan menentukan strategi perbaikan bagi proses produksi yang tidak efisien. Pengukuran efisiensi proses produksi pada penelitian ini akan menggunakan suatu alat ukur berupa metode Data Envelopment Analysis (DEA). Menurut Thanassoulis (2001), DEA sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi komparatif dari unit operasi homogen seperti sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. DEA berfungsi untuk mengetahui efisiensi pada proses produksi dan menentukan strategi perbaikan bagi proses produksi yang tidak efisien. DEA memiliki kelebihan yaitu mengakomodasikan banyak input maupun output dalam banyak dimensi, sehingga akan didapatkan suatu pengukuran efisiensi yang lebih akurat. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pulansari (2010) dan Suyani (2014) dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) mendapatkan hasil nilai efisiensi dan inefesiensi terhadap DMU. Hasil dari nilai masing – masing DMU tersebut merupakan dasar untuk melakukan perbaikan selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur nilai efisiensi relatif pada bagian produksi.
100
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODE PENELITIAN Langkah awal dalam penelitian ini adalah pengumpulan data-data yang diperlukan untuk penelitian. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pemilihan Decision Making Unit (DMU), decision making unit (DMU) adalah unit-unit yang akan diukur dan dianalisa efisiensinya. Langkah kedua mengidentifikasi variabel – variabel yang berhubungan dengan variabel input dan output. Pengelompokkan variabel tersebut dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan dan mengetahui variabel – variabel yang berpengaruh yang dapat diketahui dari input dan output yang dikelompokkan. Dalam proses identifikasi variabel input-output ditentukan dengan cara brainstorming dengan pihak perusahaan dan referensi penelitian sebelumnya. Setelah dilakukan identifikasi variabel input dan ouput maka langkah selanjutnya membuat model matematis DEA. Menurut Ramanathan (2003), DEA adalah teknik berbasis program linier untuk mengukur efisiensi unit organisasi yang dinamakan Decision Making Units (DMU). Menurut Cooper, Seiford, dan Tone (2002), DEA menggunakan teknis program matematis yang dapat menangani variabel dan batasan yang banyak, dan tidak membatasi input dan output yang akan dipilih karena teknis yang dipakai dapat mengatasinya. DEA ditemukan pertama kali oleh Farrell pada tahun 1957 dan dikembangkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes tahun 1978 yang dikenal dengan model CCR. Dalam model ini, suatu tingkat efisiensi dihitung melalui rasio output terhadap input dengan pembobotannya masing-masing. Untuk menentukan bobot tersebut dilakukan dengan program linier. Program linier merupakan sebuah model matematis yang mempunyai 2 komponen tujuan dan kendala. Fungsi tujuan (objective function) terdiri dari variabel-variabel keputusan. Model DEA yang digunakan adalah model CCR Primal ( Charnes, Cooper dan Rhodes,1978). Dalam Talluri (2000) model ini adalah model utama yang dipakai untuk menghitung nilai efisiensi relatif tiap unit DMU dimana DMU yang efisien (=1) dan tidak efisien (<1). Jika diasumsikan ada n DMU yang terdiri dari m input dan s ouput. Nilai efisiensi relatif dari DMU yang dicari didapatkan dari model persamaan yang dibuat oleh Charnes et.al (1978) sebagai berikut (1)
(2) (3) Notasi yang umum digunakan dalam model DEA adalah : i :DMU, i = 1,....., m j : input, j = 1,....., n k: Output, r = 1,...., s Xji : Nilai dari input ke-j yang digunakan DMU ke-i Yki : Nilai dari output ke-k yang dihasilkan DMU ke-i uj : bobot untuk input j vk : bobot untuk output k Persamaan 1,2 dan 3 merupakan persamaan non linear atau persamaan linear fraksional, yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk linear sehingga dapat diaplikasikan dalam persamaan linear (Talluri, 2000) sebagai berikut : (4) (5) (6) (7) Perhitungan efisiensi relatif dengan menggunakan model DEA CCR Primal yang dilakukan pada software LINGO akan diketahui DMU-DMU yang dianggap efisien maupun kurang efisien dengan mengacu pada hasil perhitungan nilai efisiensi relatif model matematis DEA CCR Primal dimana penentuannya berdasarkan ketentuan sebagai berikut: Jika efisiensi relatif (hk) = 1 maka DMU tersebut dinyatakan efisien., sedangkan jika efisiensi relatif (hk) < 1 maka DMU tersebut dinyatakan tidak efisien.
101
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Decision Making Unit (DMU) Decision Making Unit (DMU) yang akan diukur dan dianalisa efisiensinya adalah pada bulan Januari 2015, Februari 2015, Maret 2015, April 2015 dan Mei 2015 yang berjumlah 5 bulan atau 5 DMU. Decision Making Unit (DMU) yang sudah dipilih pada bulan Januari 2015 sampai bulan Mei 2015, maka akan dilakukan konversi tiap – tiap bulan kedalam DMU untuk proses pengolahan data selanjutnya. Konversi bulan ke dalam DMU dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1 Decision Making Unit (DMU)
Bulan Januari 2015 Februari 2015 Maret 2015 April 2015 Mei 2015
Decision Making Unit (DMU) DMU 1 DMU 2 DMU 3 DMU 4 DMU 5
Pengelompokkan Input dan Output Setelah dilakukan klasifikasi DMU maka yang dilakukan selanjutnya adalah dengan menganalisa dan mengelompokkan data input dan data ouput. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel – variabel yang saling terkait. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan maka didapatkan variabel input dan output yang akan digunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut : Tabel 2 Pengelompokkan Variabel Input dan Output
Input Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Jam Kerja Produksi Biaya bahan baku
Output Jumlah produk Jumlah pelanggan
Perhitungan Efisiensi Relatif Efisiensi adalah perbandingan atau rasio dari keluaran (output) dengan masukan (input). Efisiensi mengacu pada bagaimana baiknya sumber daya digunakan untuk menghasilkan output. Efektivitas adalah derajat pencapaian tujuan dari sistem yang diukur dengan perbandingan atau rasio dari keluaran (output aktual) yang dicapai dengan keluaran (output) standard yang diharapkan. Efisiensi dapat dikatakan sebagai penghematan penggunaan sumber daya dalam kegiatan organisasi, dimana efisiensi pada ‘daya guna’. Dengan efisiensi dimaksudkan pemakaian sumber daya yang lebih sedikit untuk mencapai hasil yang sama. Efisiensi merupakan ‘ukuran’ yang membandingkan rencana penggunaan masukan (input) dengan realisasi penggunaannya. Efisiensi 100% sangat sulit dicapai, tetapi efisiensi yang mendekati 100% sangat diharapkan dan konsep ini lebih berorientasi pada input dari pada output. Perhitungan efisiensi relatif menggunakan model matematis DEA CCR Primal berorientasi input dengan berdasarkan skala produksi dari masing – masing DMU. Untuk memudahkan perhitungan maka dilakukan perhitungan dengan bantuan software LINGO. Model Matematis DEA Pemodelan matematis DEA ini dilakukan untuk memperoleh nilai efisiensi dari masing – masing DMU dengan menggunakan data yang telah didapatkan sebelumnya. Jika berorientasi input maka dilakukan pengurangan atau minimasi input dengan level output konstan. Berikut adalah contoh model matematis DEA CCR Primal dalam software LINGO 1. Definisi variabel TK(I1) : Variabel jumlah tenaga kerja JK (I2) : Variabel jumlah jam kerja BB(I3) : Variabel Biaya bahan baku D (O1) : Variabel jumlah produksi R (O2) : Variabel jumlah pelanggan 2. Fungsi Tujuan Max hk = Max 7795 O1 + 15 O2
102
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
3.
Fungsi Kendala Subject to = Jumlah input 2 I1 + 192 I2 + 6480000I3 =1 Penilaian untuk seluruh DMU : .Yr .Xij ≤ 0 DMU 1 7795 O1 +15 O2 – 2 I1 - 192 I2 – 6480000 I3 ≤ 0 DMU 2 7956 O1 +10 O2 – 2 I1 - 192 I2 – 5350000 I3 ≤ 0 DMU 3 7834 O1 +10 O2 – 2 I1 - 192 I2 – 6000000 I3 ≤ 0 DMU 4 8035 O1 +10 O2 – 2 I1 - 192 I2 – 6480000 I3 ≤ 0 DMU 5 7955 O1 +12 O2 – 2 I1 - 192 I2 – 7344000 I3 ≤ 0 4. Nilai variabel maksimum O1, O2,I1, I2,I3 ≥ 0 Hasil perhitungan dengan software LINGO yaitu nilai efisiensi relatif masing – masing DMU dapat ditampilkan pada tabel 3 berikut : Tabel 3 Nilai Efisiensi Relatif DMU
Desicion making unit (DMU) Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 Mei-15
Efisiensi Relatif 1 1 0.9792806 1 0.9921134
Penentuan DMU yang Efisien dan Tidak Efisien Berdasarkan nilai efisiensi relatif pada tabel 3, maka dapat ditentukan bahwa DMU yang efisien dan tidak efisien sebagai berikut : a. DMU 1, DMU 2 dan DMU 4 adalah DMU yang efisien karena nilai efisiensinya relatif nya sama dengan 1 b. DMU3 dan DMU 5 merupakan DMU yang tidak efisien karena nilai efisiensinya relatif nya kurang dari 1 SIMPULAN Dari hasil pengukuran efisiensi dengan menggunkan model DEA CCR Primal didapatkan hasil bahwa DMU 1 nilai efisiensi relatifnya adalah 1, DMU 2 nilai efisiensi relatifnya adalah 1, DMU 3 nilai efisiensi relatifnya adalah 0,9792806, DMU 4 nilai efisiensi relatifnya adalah 1, DMU 5 nilai efisiensi relatifnya adalah 0,9921134. DMU yang nilai efisiensi kurang dari 1dikategorikan dalam DMU yang tidak efisien yaitu DMU 3 dan 5. Sedangkan DMU 1,2 dan 4 merupkan DMU yang efisien karena nilai efisiensi relatifnya sama dengan 1. PUSTAKA Charnes, A.A, Cooper and E. Rhodes.(1978) Measuring the efficiency of decision making units. European Journal of Operational Research 2(4) : 429 – 444 Cooper, W.W, L.M Seiford and K. Tone, (2000) , Data Envelopment Analysis. USA Kluwer Academic Publisher. Joesran dan Fathoroni, (2003), Teori Ekonomi Mikro. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat. Suryani, L., Setyaningsih, (2014), Pengukuran Performansi Supplier dengan menggunakan Metode Data Envelopment Analysis di PT MISAJA MITRA, Jurnal Teknologi Technoscientia, Vol. 6 No 2 Februari 2014. Nasution, A.H. (2003). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Surabaya: Guna Widya. Pulansari, W. (2010). Pengukuran efisiensi pada bagian Produksi Genteng di PT. Wisam Wira Jatim Surabaya dengan menggunakan metode data Envelopment Analysis (DEA). Putong, I. (2002). Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Kedua jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Ramanathan ,R. 2003. An Introduction to Data Envelopment Analysis. New Delhi. Sage Publication.
103
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS BIOMEKANIKA BERDASARKAN AKTIVITAS KERJA DAN BEBAN ANGKAT PEKERJA Rahmaniyah Dwi Astuti Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Elemen manusia merupakan komponen kerja yang paling signifikan dalam suatu sistem kerja. Meskipun perkembangan Industri didunia sudah maju dan segala sesuatunya serba otomatisasi, tetapi penggunaan tenaga manusia secara manual masih belum bisa dihindari secara keseluruhan. Kondisi manusia dikatakan tidak aman bila kesehatan dan keselamatan pekerja mulai terganggu. Postur kerja yang tidak baik, bisa menjadi faktor resiko (physical risk factor) bagi timbulnya gejala work related musculoskeletal disorders (WRMSD’s). Nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau posisi aktifitas kerja, ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi. Sedangkan krioteria keselamatan adalah berdasar pada beban tekan (compression load) pada invertebral disk antara lumbar nomor lima dan sacrum nomor satu (L5/S1). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen di laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui besarnya gaya tekan L5/S1berdasarkan aktivitas kerja dan beban angkat yang dilakukan oleh pekerja. Pekerjaan yang menjadi obyek penelitian ini adalah pekerjaan manual material handling statis yaitu mengangkat, menurunkan dan memindahkan karung beras. Dalam eksperimen ini diperoleh hasil perhitungan gaya tekan L5/S1 terhadap subyek laki-laki dan perempuan untuk semua aktivitas kerja dengan beban angkat 5kg, 10kg, 15kg mempunyai gaya tekan L5/S1 masih berada di bawah ambang batas gaya tekan yang diperkenankan yaitu 3500 N (3.5 KN) menurut NIOSH. Kata kunci: biomekanika, gaya tekan L5/S1, manual material handling PENDAHULUAN Perkembangan industri di dunia sudah maju dan segala sesuatunya serba otomatis, tetapi penggunaan tenaga manusia secara manual masih belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia juga masih banyak yang menggunakan tenaga manusia dalam hal penanganan material. Kelebihan MMH (Manual Material Handling) bila dibandingkan dengan penanganan material menggunakan alat bantu adalah fleksibilitas gerakan yang dapat dilakukan untuk beban-beban ringan. Akan tetapi, aktivitas MMH diidentifikasi berisiko besar sebagai penyebab utama penyakit tulang belakang (Low Back Pain). Beban kerja yang berat, postur kerja yang salah dan perulangan gerakan yang tinggi, serta adanya getaran terhadap keseluruhan tubuh merupakan keadaan yang memperburuk penyakit tersebut (Luopajarvi, 1990). Kondisi manusia dikatakan tidak aman bila kesehatan dan keselamatan pekerja mulai terganggu. Dengan adanya kelelahan dan keluhan muskuloskeletal merupakan salah satu indikasi adanya gangguan kesehatan dan keselamatan pekerja. Pekerja sering mengeluh tubuh merasa nyeri atau sakit saat bekerja maupun setelah bekerja. Studi tentang MSDs menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot bagian bawah. Kelelahan dan keluhan pekerja pada muskuloskeletal merupakan salah satu indikasi adanya gangguan kesehatan dan keselamatan pekerja. Upaya untuk meminimasi keluhan muskuloskeletal pekerja telah banyak dilakukan untuk mewujudkan kenyamanan dalam bekerja dan peningkatan produktivitas kerja. Tenaga kerja merupakan sumber daya yang harus dilindungi oleh pemerintah. Perlindungan terhadap tenaga kerja merupakan kebijakan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Perlindungan tersebut mencakup kesehatan, keselamatan dan kondisi serta lingkungannya. Hal tersebut sesuai yang termuat dalam GBHN TAP MPR no.IV/78, program perlindungan tenaga kerja harus diaplikasikan diberbagai perusahaan. Menurut International Ergonomic Asossiation (IEA,1997), ergonomi adalah suatu bidang ilmu mengenai interaksi manusia dengan sistem yang mengaplikasikan teori, prinsip, data, dan metode untuk merancang kenyamanan manusia secara optimal dan performansi sistem secara keseluruhan. Ergonomi
104
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
memiliki kontribusi untuk merancang dan mengevaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem agar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia. Nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau posisi aktifitas kerja, ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi. Sedangkan krioteria keselamatan adalah berdasar pada beban tekan (compression load) pada invertebral disk antara lumbar nomor lima dan sacrum nomor satu (L5/S1). Untuk menampilkan pengaruh metode kerja dan beban yang dihadapi oleh tubuh secara nyata, maka ditampilkan pula analisa berdasarkan gaya dan momen pada beberapa titik tubuh yang rawan untuk terkena cedera. Tubuh yang diasumsikan terbagi menjadi beberapa segmen ini akan memperkirakan besarnya tekanan pada sambungan tulang belakang khususnya bagian yang menghubungkan antara pinggul dengan tulang belakang (L5/S1) dan bagian tangan. Model penampang statis Chaffin (1984) yang digunakan juga melibatkan pengaruh dari tekanan perut yang berfungsi untuk membantu kestabilan badan dari pengaruh momen dan gaya yang ada. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian ekseperimen dilaboratorium dengan desain penelitian menggunakan variabel yaitu aktivitas kerja operator berupa posisi atau postur kerja dan besarnya beban angkat operator berupa beras dalam karung. Variabel aktivitas kerja operator dibagi menjadi 5 aktivitas kerja yaitu aktivitas 1 mengangkat beras dari lantai ke atas meja, aktivitas 2 memindahkan beras dari meja 1 ke meja 2, aktivitas 3 menurunkan beras dari meja ke lantai, aktivitas 4 menurunkan beras dari loker 4 ke loker 2, aktivitas 5 menurunkan beras dari loker 2 ke lantai dengan jongkok. Sedangkan varibel besarnya beban angkat dibagi menjadi 3 beban yaitu beras dengan berat 5 kg, beras dengan berat 10 kg, dan beras dengan berat 15 kg. Analisis biomekanika dilakukan dengan menghitung gaya tekan L5/S1 pada partisipan pada saat melakukan aktivitas kerja per beban angkat. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar gaya tekan yang akan dihasilkan dengan posisi atau aktivitas kerja yang berbeda-beda dan dengan beban angkat yang berbeda, dengan mengambil model subyek perempuan dan laki-laki dengan berat badan dan tinggi badan rata-rata. Sebelum melakukan eksperimen manual material handling dengan mengangkat, memindahkan dan menurunkan beras, subyek terlebih dahulu diberi pengarahan dan pelatihan cara melakukan aktivitas kerja sesuai dengan standard yang telah ditentukan meliputi cara mengangkat, jarak angkat, posisi kaki, tangan, dan jarak tubuh terhadap meja atau loker. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis biomekanika dilakukan dengan menghitung gaya tekan L5/S1 pada partisipan pada saat melakukan aktivitas kerja per beban angkat. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar gaya tekan yang akan dihasilkan dengan posisi atau aktivitas kerja yang berbeda-beda dan dengan beban angkat yang berbeda, dengan mengambil model subyek perempuan dan laki-laki dengan berat badan dan tinggi badan rata-rata.Tubuh yang diasumsikan terbagi menjadi beberapa segmen ini akan memperkirakan besarnya tekanan pada sambungan tulang belakang khususnya bagian yang menghubungkan antara pinggul dengan tulang belakang (L5/S1) dan bagian tangan. Model penampang statis Chaffin (1984) yang digunakan juga melibatkan pengaruh dari tekanan perut yang berfungsi untuk membantu kestabilan badan dari pengaruh momen dan gaya yang ada. Dari hasil perhitungan gaya tekan L5/S1 terhadap subyek laki-laki dan perempuan untuk masingmasing aktivitas kerja dan beban angkat didapatkan hasil bahwa untuk semua aktivitas kerja dengan beban angkat 5 kg baik subyek laki-laki dan perempuan mempunyai gaya tekan L5/S1 masih berada di bawah ambang batas gaya tekan yang diperkenankan yaitu 3500 N (3.5 KN) menurut NIOSH.
105
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gaya Tekan Pada Segmen L5/S1 (5Kg)
Fc (Newton)
2500 2000 1500
Perempuan
1000
Laki-Laki
500 0 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 1
2
3
4
5
Aktivitas Kerja-Fase Kerja
Gambar 1. Gaya Tekan Pada Segmen L5/S1 dengan beban angkat 5 Kg
Sedangkan hasil perhitungan gaya tekan L5/S1 terhadap subyek laki-laki dan perempuan untuk semua aktivitas kerja dengan beban angkat 10 kg baik subyek laki-laki dan perempuan mempunyai gaya tekan L5/S1 masih berada di bawah ambang batas gaya tekan yang diperkenankan yaitu 3500 N (3.5 KN) menurut NIOSH.
Gaya Tekan Pada Segmen L5/S1 (10 Kg)
Fc (Newton)
3000 2000
Perempuan Laki-Laki
1000 0 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 1
2
3
4
5
Aktivitas Kerja - Fase Kerja Gambar 2. Gaya Tekan Pada Segmen L5/S1 dengan beban angkat 10 Kg
Kemudian untuk hasil perhitungan gaya tekan L5/S1 terhadap subyek laki-laki dan perempuan untuk semua aktivitas kerja dengan beban angkat 15 kg baik subyek laki-laki dan perempuan mempunyai gaya tekan L5/S1 masih berada di bawah ambang batas gaya tekan yang diperkenankan yaitu 3500 N (3.5 KN) menurut NIOSH.
106
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Fc (Newton)
Gaya Tekan Pada Segmen L5/S1 (15 Kg) 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Perempuan Laki-Laki
F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 1
2
3
4
5
Aktivitas Kerja - Fase kerja Gambar 3. Gaya Tekan Pada Segmen L5/S1 dengan beban angkat 15 Kg
SIMPULAN Hasil perhitungan gaya tekan L5/S1 terhadap subyek laki-laki dan perempuan untuk semua aktivitas kerja dengan beban angkat 5kg, 10kg dan 15kg baik subyek laki-laki dan perempuan mempunyai gaya tekan L5/S1 masih berada di bawah ambang batas gaya tekan yang diperkenankan yaitu 3500 N (3.5 KN) menurut NIOSH. PUSTAKA Astrand, P.O and Rodahl, K. 1977. Textbook of Work Physiology-Physiological Bases of Exercise. McGraw-Hill Book Company. USA. Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomic. Mc Graw-Hill Inc. USA. Chaffin, D.B and Anderson G.B.J. 1991. Occupational Biomechanic. John Wiley and Sons Inc. New York. Granjean, E. 1993. Fitting The Task to The Man, Taylor & Francis Inc. London. Luopajari. 1990. Ergonomics, Analysis of Work and Postural Load, Taylor & Francis Ltd, London. Nurmianto, E. 1996. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, PT.Guna Widya,Jakarta. Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Hall International.Englewood Cliffs. New Jersey. USA.
107
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENGENDALIAN KUALITAS UNMATCHING COLOR PART PRODUK BUMPER DAIHATSU HINO Edwin Fakhrul Arifin1, Pringgo Widyo Laksono2 Jurusan teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected] ,
[email protected]
ABSTRAK Perkembangan industri otomotif dari waktu ke waktu semakin tinggi, hal tersebut ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan atas produk otomotif (mobil dan motor). Oleh karena itu, kondisi ini menyebabkan semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan otomotif. Perusahaan otomotif wajib dapat memenuhi permintaan customer dengan produk yang berkualitas. Pengendalian kualitas merupakan aktivitas pengawasan sekaligus penjagaan yang dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi. Selain itu, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan. Tujuan penelitian ini untuk (1). Mencari penyebab unmatching color yang terjadi pada produk Bumper Daihatsu Hino dengan join partnya, (2)Mencari komposisi material yang tepat agar produk sesuai dengan spesifikasi pelanggan dan penggunaan material yang efisien, (3)Memberikan sistem usulan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali (khususnya pada produk yang mempunyai join part). Dari hasil identifikasi pada permasalahan unmatching color diketahui empat aspek yang menyebabkan masalah tersebut yaitu man,machine,method,dan material. Dan material merupakan aspek yang paling terbesar pengaruhnya, kombinasi crushing material 15% dan 25%, diketahui kombinasi crushing material 15% lah yang paling efisien dan efektif dengan tingkat kesesuain sebesar 27 part pada CR-400, dan 28 part pada CR-10 setelah dua jam setelah part diproduksi dan dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perlu adanya perbaikan pada saat pencampuran crushing material dengan material inti, penanganan khusus pada produk yang mempunyai join part dan penetapan waktu pada saat melakukan inpeksi Kata Kunci: unmatching color, crushing material, dan join part. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secara terpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari perusahaan. Ketika produk yang diproduksi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, maka kredibilitas perusahaan dipertanyakan dan menimbulkan kerugian yang lebih banyak baik dalam segi finansial maupun waktu. Keadaan tersebut terjadi pada saat perusahaan memproduksi salah satu produk dari perusahaan Daihatsu yaitu pada produk bumper truck Hino. Pada produk tersebut terdapat kecacatan pada warna produknya. Warna antara main part dengan join part berbeda. Hal tersebut menyebabkan seluruh produk tersebut yang telah diterima oleh customer dikembalikan dan perusahaan ditugaskan untuk mengecek ulang produk tersebut satu per satu. Hal tersebut tentunya memakan waktu yang cukup lama dan menghentikan sementara produksi produk bumper tersebut yang pastinya merugikan perusahaan dalam segi finansial karena dapat memberi dampak terjadinya antrian produksi. Selain itu, dengan tingkat defect yang cukup tinggi maka dilakukan penggunaan kembali recycle material demi meningkatkan efisiensi penggunaan material. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang diangkat pada laporan kerja praktek, antara lain:
108
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
1. Apa penyebab perbedaan warna (unmatching color) antara main part dengan join part bumper truck hino ? 2. Bagaimana solusi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan unmatching color tersebut? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah sebagai berikut: 1. Mencari penyebab unmatching color yang terjadi pada produk Bumper Daihatsu Hino dengan join partnya. 2. Mencari komposisi material yang tepat agar produk sesuai dengan spesifikasi pelanggan. 3. Memberikan sistem usulan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali (khususnya pada produk yang mempunyai join part). Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan dalam pembuatan laporan ini adalah Penelitian dilakukan untuk jenis produk bumper Daihatsu Hino. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk mengalami kerusakan. (Agus Ahyari, 2000: 239). Pengertian pengendalian kualitas sangat luas, dikarenakan berhubungan dengan beberapa unsur yang mempengaruhi kualitas yang harus dimasukkan dan dipertimbangkan. Diagram Sebab-Akibat Diagram sebab akibat juga disebut Diagram Ishikawa yang bertujuan untuk memperlihatkan faktorfaktor yang berpengaruh pada kualitas hasil. Diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab dan karakteristik kualitas (akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu). Diagram sebab akibat menunjukkan lima faktor yang disebut sebab dari suatu akibat, yaitu manusia, metode, material, mesin, dan lingkungan. Penentuan Komposisi Material Pada pengujian warna yang dilakukan menggunakan dua alat bantu yaitu color reader 10 dan color reader 400 (masing-masing mempunyai tingkat ketelitian yang berbeda). Dengan menggunakan color reader maka akan diketahui nilai dari ∆L dan nilai ∆E. Pada produk bumper Daihasu Hino mempunyai ketentuan yaitu nilai dari ∆L = 0 - 0,5 dan nilai ∆E = 0 - +1,0. Apabila hasil yang ditunjukan pada color reader tidak masuk kedalam kedua range tersebut maka warna material akan berbeda. Penjelasan dari nilai ∆L dan nilai ∆E yaitu :Nilai ∆L menyatakan, jika color reader menampilkan nilai yang semakin “-“ maka semakin gelap objek yang dibaca oleh color reader,sedangkan semakin “+” objeknya maka akan semakin terang warna dari objek tersebut. Perancangan Sistem Usulan Perancangan sistem usulan dilakukan agar didapat sistem kerja yang lebih baik serta dapat menghindarkan perusahaan dari kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.sistem yang diusulkan digambarkan dengan sebuah flowchart (diagram alir). HASIL DAN PEMBAHASAN Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas hasil. Diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab dan karakteristik kualitas (akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu).
109
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dari diagram sebab akibat diatas diketahui bahwa ada empat faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut yaitu dari segi orang atau pekerja, mesin,metode dan material yang digunakan. Dari hasil tersebut material lah yang mempunyai andil yang paling besar dalam masalah tersebut.
Gambar 1. Diagram Sebab-akibat
Penentuan Komposisi Material yang efesien (dengan menambahkan crushing material) Pada pengujian warna yang dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 30 part. Pengujian ini menggunakan dua alat bantu yaitu color reader 10 dan color reader 400 (dengan tingkat ketelitian berbeda). Dengan menggunakan color reader maka akan diketahui nilai dari ∆L dan nilai ∆E. Pada produk bumper Daihasu Hino mempunyai ketentuan yaitu nilai dari ∆L = 0 - 0,5 dan nilai ∆E = 0 - +1,0. Apabila hasil yang ditunjukan pada color reader tidak masuk kedalam kedua range tersebut maka warna material akan berbeda. Nilai ∆L menyatakan, jika color reader menampilkan nilai yang semakin “-“ maka semakin gelap objek yang dibaca oleh color reader,sedangkan semakin “+” objeknya maka akan semakin terang warna dari objek tersebut. Nilai ∆E merupakan rata-rata dari nilai dari ∆A dan nilai ∆B. Pada ∆A, semakin semakin “-“ maka semakin kehijau-hijauan objek yang dibaca oleh color reader,sedangkan semakin “+” objeknya maka akan semakin kemerah-merahan warna dari objek tersebut. Pada ∆B semakin “-“ maka semakin kebiru-biruan objek yang dibaca oleh color reader,sedangkan semakin “+” objeknya maka akan semakin kekuning-kuningan warna dari objek tersebut. Selain itu penelitian ini juga untuk mencari komposisi yang tepat agar material recycle(crushing material) dapat digunakan agar meningkatkan efisiensi penggunaan material tanpa mengurangi kualitas produk itu sendiri. Adapun komposisi murni pada pembuatan produk bumper Daihasu Hino yaitu : Tsop 50% + Bormod 50% + masterbath 5 %
Biji plastik murni
pewarna
Trial Material Mixing I Dengan komposisi materialnya yaitu Tsop 50% + Bormod 50% + masterbath 5 % +25% crushing material.Dengan menggunakan alat color reader CR400 dan CR10 didapatkan nilai dari ∆L dan nilai ∆E :
110
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 1.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Trial Material Mixing I (CR-400)
Gambar 2 Data warna Trial mixing Material CR-400
Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada pengamatan pertama menggunakan CR-400 hanya 3 sampel produk yang warnanya dinyatakan sesuai dengan spesiikasi dari 30 sampel produk yang diambil. 2.
Trial Material Mixing I(CR-10)
Gambar 3 Data warna Trial mixing Material CR-10
Dari tabel diatas merupakan hasil pengamatan pada 30 sampel, hanya 3 dari 30 sampel tersebut yang warnanya sesuai dengan ketentuan pada produk bumper Truck Daihatsu Hino. Berdasarkan pengamatan ulang pada sampel yang sama yang dilakukan setelah 2 jam dari pengamatan pertama, data menunjukan perubahan pada sampel yang diuji. Nilai yang telah diukur sebelumnya berubah dari keadaan sebelumnya. Berikut ini merupakan data sampel yang berubah setelah mengalami fase cooling down selama 2 jam. 3.
Trial Mixing Material I(CR-400) setelah 2 jam
Gambar 4 Data warna Trial mixing Material CR-400 setelah 2 jam
Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada pengamatan menggunakan CR-400 setelah 2 jam fase cooling down terdapat 9 sampel produk yang warnanya dinyatakan sesuai dengan spesiikasi dari 30 sampel produk yang diambil(menunjukan kenaikan dari sebelumnya).
111
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 4.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Trial Material Mixing I CR-10 setelah 2 jam
Gambar 5 Data warna Trial mixing Material CR-10 setelah 2 jam
Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada pengamatan menggunakan CR-10 setelah 2 jam fase cooling down terdapat 13 sampel produk yang warnanya dinyatakan sesuai dengan spesiikasi dari 30 sampel produk yang diambil(menunjukan kenaikan dari sebelumnya). Dari perbandingan diatas dapat diketahui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan Color reader dengan jeda 2 jam setelahnya akan mendapatkan hasil yang lebih didapat produk yang sesuai daripada langsung diukur setelah produksi dilakukan. Trial Material Mixing II Dengan Menggunakan sebanyak 15% Crushing Material yaitu Tsop 50% + Bormod 50% + masterbath 5 % +15% crushing material.Dengan menggunakan alat color reader CR400 dan CR10 didapatkan nilai dari ∆L dan nilai ∆E 1.
Trial Material Mixing II (CR400)
Gambar 6 Data warna Trial mixing Material CR-400
Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada pengamatan kedua menggunakan CR-400 terdapat 9 sampel produk yang warnanya dinyatakan sesuai dengan spesiikasi dari 30 sampel produk yang diambil. 2.
Trial Mixing Material II (CR10)
Gambar 7 Data warna Trial mixing Material CR-10
112
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada pengamatan kedua menggunakan CR-10 terdapat 11 sampel produk yang warnanya dinyatakan sesuai dengan spesiikasi dari 30 sampel produk yang diambil. 3.
Trial Mixing Material II CR-400 setelah 2jam
Gambar 8 Data warna Trial mixing Material CR-400 setelah 2 jam Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada pengamatan menggunakan CR-400 setelah 2 jam fase cooling down terdapat hasil yang signifikan yaitu 27 sampel produk yang warnanya dinyatakan sesuai dengan spesiikasi dari 30 sampel produk yang diambil(menunjukan kenaikan dari sebelumnya) 4.
Trial Mixing Material II CR10 setelah 2 jam
Gambar 9 Data warna Trial mixing Material CR-10 setelah 2 jam
Dari gambar diatas menunjukan bahwa pada pengamatan menggunakan CR-10 setelah 2 jam fase cooling down terdapat hasil yang signifikan yaitu 28 sampel produk yang warnanya dinyatakan sesuai dengan spesiikasi dari 30 sampel produk yang diambil(menunjukan kenaikan dari sebelumnya). Dari perbandingan diatas dapat diketahui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan Color reader dengan jeda 2 jam setelahnya akan mendapatkan hasil yang lebih didapat produk yang sesuai daripada langsung diukur setelah produksi dilakukan. Sistem Usulan Sistem usulan yang dibuat untuk menyelesaikan masalah unmatching color part. Sistem usulan tersebut bertujuan agar tidak terjadi masalah yang sama di masa yang akan mendatang. Berikut merupakan flowchart dan penjelasan dari sistem yang diusulkan :
113
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Mulai 1
Terima Order
2 Persiapan Material 3
Mixing Material (sesuai produk)
4 Trial produksi 5 Inspeksi (setelah 2 jam)
Tidak
6 Sesuai? YA
7
Persiapan Mass production 8
Mass Production
Produk ditempatkan di gudang WIP
9
Tidak
10 Inspeksi (setelah 2 jam) 11 Sesuai? YA
12 Produk diberi label
Produk ditempatkan di gudang
13
selesai
SIMPULAN 1. Dari hasil identifikasi pada permasalahan unmatching color diketahui empat aspek yang menyebabkan masalah tersebut yaitu man,machine,method,dan material. Dan material merupakan aspek yang paling terbesar pengaruhnya. 2. Hasil pengamatan warna dengan menggunakan CR-400 dan CR-10 pada kombinasi crushing material 15% dan 25%, diketahui kombinasi crushing material 15% lah yang paling efisien dan efektif dengan tingkat kesesuain sebesar 27 part pada CR-400, dan 28 part pada CR-10 setelah dua jam setelah part diproduksi. 3. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perlu adanya perbaikan pada saat pencampuran crushing material dengan material inti, penanganan khusus pada produk yang mempunyai join part dan penetapan waktu pada saat melakukan inpeksi. DAFTAR PUSTAKA Indarto D.P (2000). Penggunaan Teknik dan Alat Kualitas dalam Proses Perbaikan dan Peningkatan Kualitas.Jurnal Teknik Industri,Vol2,No.1,pp 22-27. Hermawan,Budi (2011). Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Kepuasan,Reputasi Merek dan Loyalitas Konsumen Jamu Tolak Angin PT Sido Muncul.Jurnal Manajemen Teori dan Terapan,Vol4, No.2, pp 9-17
114
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYEBAB DEFECT PRODUK CSD SPRITE 295 ML KEMASAN RGB PADA PT COCA-COLA BOTTLING INDONESIA SEMARANG PLANT Raksaka Ardy Damara1, Ilham Priadythama2 Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected]
1,2
ABSTRAK Penelitian ini mengevaluasi kebijakan perusahaan mengenai zero defect yang diterapkan pada proses produksi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Semarang Plant. Kebijakan yang telah diterapkan perusahaan mengenai zero defect, belum dapat di implementasikan secara maksimal oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk defect yang terjadi selama proses produksi. Pada penelitian ini, permasalahan berfokus tentang proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml. Tujuan penelitian ini adalah menemukan akar permasalahan penyebab terjadinya kedefectan produk CSD Sprite kemasan RGB 295 ml sehingga kemudian diberikan alternatif solusi sebagai masukan bagi perusahaan mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan pada proses produksi sehingga dapat mengurangi jumlah produk defect. Untuk mengurai permasalahan dan mencari akar permasalahan yang terjadi, digunakan salah satu metode seven tools yaitu diagram fish bone sehingga dapat diketahui faktor penyebab kedefectan dan kemudian dapat di berikan solusi akan permasalahan yang ada. Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa produk defect terbanyak ada pada filling height, ketidak sesuaian filling height di akibatkan oleh SOP yang tidak dijalankan dengan benar serta karena kerusakan part produksi. Kerusakan part produksi memiliki faktor penyebab yang beragam, dan faktor major penyebab kerusakan part adalah karena breakage full yang disebabkan oleh rapuhnya botol. Kata Kunci: Defect, Fishbone, Kualitas, Proses produksi, PENDAHULUAN PT. Coca-Cola Bottling Indonesia (CCBI) merupakan suatu badan yang berbentuk perseroan terbatas yang bergerak di bidang usaha produksi minuman ringan. Perusahaan Coca-cola di Jawa Tengah dirintis oleh dua orang pengusaha yaitu Bapak Portogtius Hutabarat (alm) dan Bapak Mugijanto pada tahun 1974. Seiring dengan perkembangan perusahaan maka pada bulan April 1992 PT. PAN Java Bottling Co bergabung dengan Coca-cola Amatil Limited Australia. Kemudian mulai tanggal 1 Juli 2002 kembali merubah namanya hingga sekarang yaitu PT. Coca-cola Bottling Indonesia (CCBI) Central Java Operations. PT Coca-Cola Amatil Indonesia Semarang Plant menetapkan kebijakan bahwa seluruh produk defect akan di defect. Hal ini dilakukan menyangkut produk yang di produksi merupakan minuman, maka kualitas produk harus terjaga dengan sangat baik. Sehingga para konsumen akan mengkonsumsi produk yang baik, enak dan menyehatkan. Akan tetapi, pada saat proses produksi banyak dijumpai produk produk defect yang dihasilkan seperti produk out of spec, filling height yang tidak sesuai, no crown , breakage full, dan dirty bottle Penelitian difokuskan kepada produk CSD Sprite kemasan 295 ml dikarenakan produk sprite merupakan produk dengan permintaan pasar terbesar di regional Jawa Tengah. Produk defect yang dihasilkan dalam proses pembuatan produk CSD Sprite kemasan RGB 295 ml mencapai 0,85 % dari total produksi pada bulan juli sampai dengan oktober. Hal ini menandakan bahwa proses produksi yang dilakukan terdapat masalah jika dilihat dengan kacamata bahwa PT Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java mengejar target produksi demi memenuhi kebutuhan pasar yang sangat besar. Apabila hal ini terus menerus terjadi, tentu akan merugikan perusahaan karena produk defect tersebut akan menjadi waste atau limbah dan setiap terjadinya defect, proses produksi pun menjadi lebih lama dan memakan waktu, proses, dan bahan baku yang lebih banyak untuk menghasilkan produk sejumlah yang diinginkan. Hal ini dikarenakan, terdapat beberapa jenis defect seperti breakage full (pecah saat pengisian) yang akan mengganggu jalannya produksi karena mengharuskan dilakukan pembersihan serpihan kaca dan penyemprotan air.
115
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Semarang Plant dengan periode bulan september sampai dengan oktober 2014. Penelitian ini berfokus kepada analisa mengenai faktor penyebab terjadinya kecacatan produk dalam proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml sehingga kemudian di cari solusi akan permasalahan yang ada untuk perbaikan proses produksi sehingga produk defect yang dihasilkan berkurang. Berdasarkan faktor-faktor yang ada, digunakanlah salah satu metode dari konsep seven tools yaitu diagram pareto dan fishbone. Diagram pareto digunakan untuk menentukan defect apa yang paling banyak muncul sehingga kemudian dapat dilakukan langkah selanjutnya berupa analisis menggunakan fishbone. Diagram fishbone digunakan sebagai langkah untuk perbaikan, dari diagram fishbone dapat dilakukan analisa, sehingga dapat diketahui faktor penyebab kedefectan yang harus segera di cari solusinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap awal dalam pencarian hasil dari penelitian adalah dengan mengumpulkan data yang diperlukan. Data data yang terkumpul akan digunakan dan dianalisis dalam tahapan selanjutnya. Data data yang dikumpulkan berasal dari proses produksi dari bulan juli sampai dengan oktober 2014.Data proses produksi didapatkan dari pihak internal PT Coca-Cola Bottling Indonesia Semarang Plant. Tabel 1 menunjukkan data proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml Tabel 1. Rekapitulasi data produksi Day Date Flavour Size Reject : Out Of Spec
Case
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Filling Height
Case
27,15
8,04
20,06
6,21
19
35,12
18,17
125
4,21
88
70
No Crown Breakage Full Dirty Bottle Full
Case Case Case Case
13,17 1,03 0,16 43,03
7,18 1,07 1,13 18,18
2,02 2,15 2,06 27,05
9,01 7,15 1,06 24,19
8 16,22 3 46,22
3,14 2,18 2,1 44,06
5,14 0,2 2,19 27,22
2,09 4 0,23 132,08
2,22 1,21 1,16 11,08
4,14 2,21 1,21 97,08
8,12 4,05 0,17 83,1
Case Case Case Case Case Case
34 0,13 27 26,05 87,18 5924
59 0,09 46 105,15 211 6654
67 2 17 10 96 6559
130 2,1 14 146,1 4191
142 8 30 180 11110
324 1,03 29 10 364,03 10733
164 0,06 98 12,02 274,08 6619
308 2,18 16 26 352,18 10756
324 1,14 14 18 357,14 5022
163 8,06 34 34 239,06 8324
242 2,18 28 13 285,18 4664
Case Case Case Case
108 70 178
427 168 595
210 100 310
399 200 599
230 138 368
162 108 270
187 121 308
108 108 216
108 54 162
270 120 390
54 54
Case Case Case Case
108 18 126 6594
76 57 133 7614
40 40,04 80,04 7074
120 48 168 5130
130 43 173 11880
108 34 142 11556
73 40 113 7344
162 151 313 11772
216 116 332 5886
108 20 128 9180
96 96 5186
Sub Total Breakage pre inspection un completted bottle supply post inspection EBI/NFI Sub Total Declared Product (Good Product) Dirty Bottle pre inspection afkir post inspection Sub Total Return Bottles ununiform bottles return to storage Sub Total Total Production
ml
selasa 08/07/2014 Coke 295
selasa 15/07/2014 coke 193
jumat 25/07/2014 coke 295
rabu 06/08/2014 coke 193
kamis 07/08/2014 coke 295
rabu 20/08/2014 coke 295
selasa 26/08/2014 coke 193
selasa 09/09/2014 coke 295
rabu 17/09/2014 coke 193
Tabel 2. Rekapitulasi data defect produksi bulan Juli-Oktober 2014
Good Product Reject 5590968 47762 99,15% 0,85%
Total Produksi 5638730 100%
Tabel 3. Rekapitulasi jenis dan besar produk defect je nis Out Of Spec Filling Height No Crown Breakage Full Dirty Bottle Full total
Jumlah de fe ct dalam satuan botol Pe rse ntase 0 0% 9120 74% 1635 13% 1089 9% 450 4% 12294 100%
116
kamis 18/09/2014 coke 295
kamis 02/10/2014 coke 295
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Diagram pareto dalam masalah ini digunakan untuk mengurutkan dan mengetahui defect mayoritas dari produk CSD Sprite kemasan RGB 295 ml.
Gambar 1. Grafik data defect sprite
Setelah diketahui bahwa filling Height merupakan jenis defect yang menyumbang kuantitas terbesar, kemudian di lakukan break down mengenai faktor apa saja yang menjadi akar penyebab terjadinya defect berupa ketidaksesuaian filling height menggunakan diagram fishbone. Method
Man
Spare Part Rusak operator lalai mengganti vent cube Mesin Cold filling digunakan untuk hot filling frestea Vent cube salah temperatur Glycol Naik saat sampai di line produksi Operator lambat merespon Lay Out Pendinginan Glycol jauh dari line filling
PHE tidak berjalan normal Operator kurang memperhatikan kondisi glycol dan amonia SOP Tidak berjalan Foaming akibat botol kotor inspektor lalai dalam menginspeksi Filling Height Tulip Rubber Rusak shg pressure lepas
Botol pecah saat filling menyayat tulip tubber
temperatur Glycol Naik saat sampai di line produksi
Suhu ruang siang hari yang tinggi tupper flank rusak sehingga terjadi turbulensi Botol pecah saat filling, menyayat Vent Cube Lingkungan
Kondisi Star whell buruk getaran botol di Intermid Starwhell Beverage Tumpah Saluran tersumbat Snifting error, pressure tdk terbuang Spring rusak Lift Cylinder kotor, mengganjal botol Botol miring di tulip rubber,pressure keluar Infill star whell kondisi buruk, menyebabkan getaran
Foaming akibat botol kotor Mesin EBI ERROR Maintennance kurang Botol bibir sumbing Mesin EBI ERROR Machine
Gambar 2. Diagram fishbone defect filling height
117
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya produk defect berupa filling height yang tidak sesuai pada proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml dapat di lihat dari penjelasan dibawah ini : a. Man Dalam proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml, ditemukan beberapa penyebab terjadinya defect berupa filling height yang tidak sesuai dengan standard yang ditentukan dikarenakan adanya kesalahan operator (man). Dalam proses produksi, PT Coca-Cola Bottling Indonesia-Central Java setiap produk dengan volume isian tertentu memiliki vent cube tersendiri yang menyesuaikan dengan ukuran volume isian yang akan dilakukan. Semakin panjang vent cube, maka volume isian akan semakin sedikit dan vent cube yang pendek diperuntukkan untuk melakukan pengisian pada produk dengan volume yang banyak. Permasalahannya adalah, operator dalam memilih vent cube yang sesuai dengan volume isian seharusnya. Lambatnya respon operator terhadap permasalahan yang terjadi menyebabkan produk defect yang dihasilkan akan semakin banyak. Kelalaian operator yang tidak pernah mengecek kondisi glycol menyebabkan pendinginan tidak dapat berjalan dengan maksimal sehingga CO2 tidak teradsorbsi dan mengakibatkan foaming. Faktor yang terakhir adalah kelalaian operator yang menyebabkan botol kotor lolos inspeksi dan masuk ke filling sehingga pada akhirnya terjadi foaming yang menimbulkan volume produk tersebut tidak sesuai dengan standard yang ditentukan. b. Method Metode merupakan landasan dan dasar dari suatu proses berjalan. Kesalahan metode disini adalah adanya sistem combo yang diterapkan di line 8 sebagai line produksi CSD. Line 8 merupakan line khusus yang memproduksi CSD dengan temperatur bowl maksimal adalah 50 derajad celsius. Sistem combo yang dimaksud adalah penggunaan line 8 yang sebenarnya line produksi khusus CSD digunakan untuk memproduksi non-CSD berupa frestea. Proses produksi frestea merupakan proses produksi hot filling yang membutuhkan temperatur bowl sekitar 90 derajad celsius yang menyebabkan kerusakan sparepart pada mesin dan hal ini berdampak pada produk CSD Sprite karena menggunakan line yang sama. c. Machine Mesin merupakan alat utama yang digunakan dalam proses pengisian beverage kedalam botol kemasan. Mesin memegang peranan yang sangat penting karena dalam proses filling, core terdapat pada mesin dan faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya defect saat proses filling, sebagian besar terdapat pada mesin. Kerusakan dari tulip rubber ini setelah dianalisa ternyata berasal dari pecahnya botol saat dilakukan counterpress yang menghasilkan rongga yang dapat membuat pressure keluar saat dilakukan proses counterpress pada pengisian beverage. Selanjutnya adalah mengenai karet tupper flank yang mempengaruhi defect filling height yang tidak sesuai dengan standard. Tupper flank akan rusak ketika terjadi botol yang pecah dan kemudian serpihan dari botol tersebut menyayat tupper flank yang menyebabkan adanya sobekan atau lubang pada tupper flank. Kemudian, faktor Lain yang menyebabkan filling height tidak sesuai dengan standard yang ditentukan adalah tumpahnya beverage. Tumpahnya beverage menyebabkan volume beverage pada botol akan berkurang dan dampaknya adalah volume isian beverage tidak sesuai dengan standard yang akhirnya produk menjadi produk defect. Tumpahnya beverage tersebut disebabkan oleh beberapa penyebab yaitu adanya getaran yang terjadi pada intermid starwheell yang menghubungkan antara proses filling dengan crowner.Selain faktor buruknya kondisi starwhell, ada satu lagi faktor yang menyebabkan beverage tumpah saat setelah pengisian menuju mesin crowner yaitu erornya proses snifting. Erornya proses snifting membuat tekanan dalam botol masih tetap tinggi, dan ketika pengisian selesai dan tulip rubber diangkat, karena tekanan dalam botol masih tinggi akibatnya adalah beverage akan tumpah keluar dan mengurangi volume isian. Penyebab dari erornya proses snifting tersebut yaitu karena kerusakan mesin dengan spring pada part snifting yang eror maupun tersumbatnya saluran pembuangan tekanan. Kondisi miring botol saat memasuki tulip rubber sehingga terjadi keluarnya tekanan counter press dalam botol akan menghambat proses pengisian, menyebabkan beverage terlambat masuk ke botol sehingga volume isian kurang ataupun kosong. Miringnya botol saat memasuki tulip rubber disebabkan oleh getaran yang terjadi pada botol saat berada pada infill star whell sehingga ketika terkunci.
118
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
d.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Foaming pada beverage juga menjadi salah satu penyebab volume isian tidak sesuai dengan standard. Ketika beverage mengalami foaming, foam yang dihasilkan akan meningkat dan membuat sensor membaca bahwa pengisian telah penuh dan menghentikan proses pengisian. Akan tetapi, ketika foam tersebut hilang, volume isian ternyata masih kurang, sehingga produk tidak sesuai dengan standard volume yang telah ditentukan. Faktor machine yang mempengaruhi foaming adalah adanya error inspeksi dari mesin EBI sehingga botol dalam keadaan kotor lolos inspeksi. Faktor terakhir yang menjadi penyebab munculnya produk defect dengan filling height yang tidak sesuai dengan standard yang ditentukan adalah adanya botol dengan kondisi bibir sumbing. Environtment Lingkungan merupakan keadaan sekitar yang bersinggungan langsung dengan berjalannya proses. Karena pendinginan glycol dengan menggunakan amonia terdapat jauh dari lini produksi, dan membutuhkan aliran pipa untuk mendistribusikannya, suhu yang panas akan menyebabkan kenaikan suhu glycol baik saat di pipa maupun ketika di mesin PHE. Setelah dilakukan analisa faktor-faktor penyebab terjadinya defect produk CSD Sprite kemasan RGB 295 ml, didapatkan bahwa terdapat satu faktor yang merupakan jenis defect yang berupa breackage full turut mempengaruhi terjadinya produk defect berupa filling height. Oleh karena itu, kemudian dilakukan analisis faktor faktor penyebab terjadinya botol pecah saat pengisian sehingga akan didapatkan akar permasalahan yang terjadi pada proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml. Enviornment Shock thermal pada botol
Man
Machine
Botol cacat lolos inspeksi
Mesin EBI Error
Inspektor lalai
Botol cacat lolos inspeksi
Suhu Ruang tinggi, botol lambat menurunkan suhu breakage akibat counterpress
breakage akibat counterpress
Breakage Full Penurunan suhu botol menggunakan suhu ruang Usia botol tua Suhu botol setelah washer tinggi tak ada regenerasi botol Shock thermal pada botol crack akibat benturan di conveyor
Kondisi Botol Rapuh
Kondisi Botol Rapuh
Methode
Material
Gambar 1. Diagram fishbone defect breakage full
Untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi pada defect filling height, maka harus di gali lebih lanjut mengenai penyebab terjadinya botol pecah / breakage full pada saat proses pengisian. Berikut ini analisis penjabaran penyebab terjadinya breakage full pada saat proses filling beverage dari sudut pandang man, machine, material, method, dan environment. a. Man Seorang operator memiliki peranan yang sangat besar dalam berjalannya suatu sistem manufaktur. Dalam proses produksi Sprite, botol yang akan digunakan sebagai kemasan beverage melalui beberapa tahapan inspeksi untuk menentukan layak tidaknya botol tersebut digunakan. Peranan operator disini sangatlah penting karena operatorlah yang melakukan inspeksi terhadap botol botol tersebut. Ketika seorang operator lalai, dan meloloskan botol yang sebenarnya tidak layak, maka akan menyebabkan terjadinya suatu kegagalan sistem dan menghasilkan produk defect.Setelah dilakukan pengumpulan data, ternyata 90 % dari pecahnya botol terletak pada bagian leher botol tempat dimana scuffed pada kemasan berada. Scuffed disini terjadi akibat dari gesekan dan benturan botol saat di conveyor sehingga botol tersebut lambat laun akan terkikis dan meninggalkan bekas berupa luka goresan yang disebut dengan scuffed. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lebar scuffed, maka ketebalan dinding botol semakin tipis dan kondisi botol otomatis menjadi semakin rapuh.
119
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
b. Machine Dalam proses seleksi botol yang layak untuk dilakukan pengisian beverage, PT Coca-Cola Bottling Indonesia menggunakan mesin yang terotomasi untuk mempercepat dan meningkatkan ketelitian pengecekan. Kegagalan mesin EBI dalam menyortir botol kemasan menyebabkan masuknya botol yang tidak layak pakai kedalam proses filling. Apabila di telusuri lebih dalam, sebenarnya permasalahan ini dikarenakan operator yang memang menurunkan sensitivitas dari mesin dengan harapan perjudian bahwa botol tersebut masih mampu menahan tekanan dan tidak pecah. c. Environtment Lingkungam memiliki pengaruh dalam suatu sistem apabila lingkungan tersebut bersinggungan langsung dengan proses yang dilakukan dan sistem tersebut bersifat terbuka. Dalam hal ini, lingkungan yang berupa suhu ruangan turut andil mempengaruhi terjadinya pecah pada botol kemasan. Sebelum dilakukan proses pengisian, botol tersebut di lakukan proses pencucian sehingga botol dalam keadaan bersih dan steril. Dalam proses pengisian, botol tersebut di treatment menggunakan air dengan suhu tinggi sekitar 70 derajad sehingga ketika keluar, botol tersebut dalam kondisi memiliki suhu yang diatas suhu ruang. Dan ketika suhu ruang tinggi, otomatis botol tersebut tidak mengalami penurunan suhu dan ketika memasuki proses filling, botol tersebut masih dalam keadaan suhu yang lumayan tinggi sekitar 34 derajad. Beverage memiliki suhu yang sangat rendah, yaitu maksimal 4 derajad celsius, dengan suhu botol yang masih tinggi, kemudian dilakukan filling beverage dengan suhu beverage yang rendah, maka botol tersebut akan mengalami shock thermal dan akan pecah. d. Method Metode merupakan cara atau jalan dari suatu proses berlangsung dengan tujuan berjalannya proses secara teratur dan terkontrol. Akan tetapi, ketika metode yang digunakan tidak tepat, akibatnya adalah proses tersebut berjalan tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, pemilihan metode sangatlah penting untuk mencapai keberhasilan suatu proses.Ketidak tepatan metode yang menjadi penyebab terjadinya defect ini adalah karena metode pendinginan botol kemasan yang hanya dilakukan menggunakan suhu ruang. Hal lain yang berhubungan adalah karena metode perpindahan botol kemasan yang berbahan glass menggunakan conveyor tanpa adanya pelindung pada botol. Metode tersebut memungkinkan botol botol tersebut berbenturan dan bergesekan dan akan menimbulkan scuffed sehingga lambat laun, kekuatan botol akan berkurang akibat dari benturan dan gesekan yang mengikis dinding permukaan dari botol. e. Material Dalam konteks kemasan botol, material memiliki peranan karena kemasan memiliki berbagai jenis material dan setiap material memiliki karakteristik yang berbeda beda. Begitu pula dengan kemasan CSD Sprite kemasan RGB 295 ml, faktor material turut menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya defect berupa breakage full atau pecahnya botol saat pengisian beverage dilakukan. Setelah dilakukan obeservasi, ternyata botol yang digunakan PT Coca-Cola Bottling Indonesia di Semarang Plant memiliki usia yang tua. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat ditarik kesimpulan bahwa defect terbesar pada proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml terdapat pada ketidaksesuaian filling height proses pengisian beverage. Ketidaksesuaian filling height disebabkan berbagai faktor dari segi manusia, mesin, metode, material, dan lingkungan. Setelah di analisa, akar permasalahan terjadinya defect pada proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml terdapat pada faktor manusia yang tidak menjalankan SOP dengan benar dan faktor mesin berupa kerusakan part sehingga menyebabkan mesin tidak berjalan secara optimal. Kemudian di break down lebih lanjut untuk mengetahui akar permasalahan terjadinya kerusakan mesin. Berdasarkan analisa, akar permasalahan kerusakan mesin berhubungan dengan pecahnya botol saat pengisian (breakage full) sehingga kemudian dianalisa akar permasalahan terjadinya pecah botol saat pengisian yang berupa rapuhnya botol dikarenakan scuffed yang membuat kondisi botol rapuh. Saran yang dapat diberikan untuk mengurangi defect yang terjadi pada proses produksi CSD Sprite kemasan RGB 295 ml di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Semarang Plant dan memperlancar proses yang berjalan adalah :
120
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 1.
2. 3.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dilakukan penelitian lanjutan mengenai solusi yang dapat diterapkan setelah diketahui akar permasalahan penyebab terjadinya defect berupa filling height dan breakage full pada produk CSD Sprite kemasan RGB 295 ml. Dilakukan scanning SEM terhadap struktur leher botol yang memiliki scuffed sehingga diketahui struktur dari material dan hubungan tingkat kerapuhan dengan lebar scuffed. Dilakukan analisa pengaruh tekanan dalam botol sehingga diketahui tegangan dan bagian mana yang menerima tekanan terbesar.
PUSTAKA Mitra, Amitava. (1993). Fundamentals of Quality Control and Improvement. New York: Macmillan Publishing Company Ariani, Dorothea W. Pengendalian Kualitas Statistik dengan pendekatan Kuantitatif dalam Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Penerbit ANDI Juran, Joseph M. (1974). Quality Control Handbook. McGraw-Hill: New York Walpole,E Ronald. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia
121
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAIN PADA DEPARTEMEN PRINTING-DYEING PT. KHS DENGAN ALGORITMA WAGNER WHITIN Ema Yuliastuti1, Wakhid Ahmad Jauhari2, Cucuk Nur Rosyidi3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,2,3
ABSTRAK PT. KHS merupakan perusahaan tekstil yang menghasilkan produk utama kain katun dan rayon motif, memiliki tiga departemen yaitu Weaving untuk memproduksi benang menjadi kain, departemen Pretreatment yang melakukan proses persiapan kain mentah menjadi kain siap, dan departemen Printing-Dyeing yang melakukan proses pencapan atau pencelupan kain. Permasalahan manajemen persediaan terjadi pada departemen Printing-Dyeing yang belum menetapkan kebijakan ukuran pemesanan bahan baku kain yang optimal, sehingga sering terjadi keterlambatan proses produksi pencapan atau pencelupan. Pengadaan terhadap bahan baku kain dilakukan dengan hanya memberikan toleransi 10% yaitu untuk susut kain sebesar 7% dan untuk mengantisipasi cacat sebesar 3%, pada kondisi nyata cacat dapat terjadi sekitar 12,8 %. Dengan demikian apabila terjadi produksi ulang maka perusahaan tidak memiliki stock kain, hal ini menyebabkan sering terjadi keterlambatan dalam pengiriman ke konsumen. Pada penelitian ini dilakukan perencanaan pemesanan bahan baku kain untuk tahun 2015 menggunakan algoritma Wagner Whitin sehingga diperoleh total biaya persediaan sebesar Rp136.094.757,00 dibandingkan biaya awalnya yaitu Rp 346.708.427,00. . Kata kunci: algoritma wagner whitin, deterministik , peramalan, time series. PENDAHULUAN Seiring perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini memacu pertumbuhan industri di segala bidang, hal ini menyebabkan ikut meningkatnya persaingan antara perusahaan untuk mendapatkan konsumen. Tersedianya bahan baku yang cukup merupakan faktor penting guna menjamin kelancaran produksi suatu perusahaan. Diperlukan dukungan manajemen persediaan yang baik agar tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan bahan baku, penentuan kuantitas dan waktu pemesanan yang tepat dapat menjadi salah satu kunci untuk meminimasi biaya persediaan yang akan dikeluarkan perusahaan. PT. KHS merupakan salah satu perusahaan tekstil yang menghasilkan produk utama kain katun dan rayon motif, memiliki tiga departemen yaitu weaving untuk memproduksi benang menjadi kain, departemen pretreatment yang melakukan proses persiapan kain mentah menjadi kain siap, dan departemen printing-dyeing yang melakukan proses pencapan atau pencelupan kain. Permasalahan manajemen persediaan terjadi pada departemen printing-dyeing yang belum menetapkan kebijakan ukuran pemesanan bahan baku kain yang optimal, sehingga sering terjadi keterlambatan proses produksi pencapan atau pencelupan. Pengadaan terhadap bahan baku kain dilakukan dengan hanya memberikan toleransi 10% yaitu untuk susut kain sebesar 7% dan untuk mengantisipasi cacat sebesar 3%, pada kondisi nyata cacat dapat terjadi sekitar 12,8 %. Dengan demikian apabila terjadi produksi ulang maka perusahaan tidak memiliki stock kain, hal ini menyebabkan sering terjadi keterlambatan dalam pengiriman ke konsumen. Dalam penelitan ini dilakukan perencanaan terhadap jumlah dan waktu pengadaan bahan baku kain yang diperlukan untuk produksi departemen printing-dyeing agar sesuai dengan target produksi. Bahan baku kain yang diperlukan oleh departemen printing-dyeing ini berasal dari departemen pretreatment yang berada pada satu area perusahaan. Persiapan kain untuk proses produksi printing-dyeing merupakan prioritas dari departemen pretreatment, sehingga berapapun jumlah yang diminta dapat terpenuhi selama masih sesuai dengan kapasitas produksi. Metode yang digunakan yaitu algoritma Wagner Whitin (WW) dengan tujuan untuk mendapatkan strategi pemesanan optimal dengan meminimasi biaya pemesanan dan biaya simpan dimana jumlah pemesanan dan waktu pemesanan tidak tetap (Tersine, 1994). Pemilihan metode ini dikarenakan pola data permintaan terhadap produk jadi telah diketahui dengan pasti, dan laju permintaan bervariasi tiap periodenya atau deterministik dinamis (Verma dkk, 2014). Penelitian mengenai pengendalian persediaan menggunakan algoritma WW pernah dilakukan oleh Tannady (2013) yang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur pembuatan gula rafinasi di
122
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Makassar, dengan membuat perencanaan pemenuhan permintaan kepada perusahaan distributor area Makassar dan Manado menggunakan algoritma WW. Irwansyah (2010) juga melakukan penelitian mengenai penggunaan algoritma WW dalam menentukan perencanaan bahan baku Jamu Sehat Perkasa pada PT. Nyonya Meneer Semarang. Peneliti menggunakan tiga metode lot sizing, yaitu algoritma WW, Lot for Lot dan Part Period Balancing. Dari ketiga metode tersebut, algoritma WW memberikan hasil total biaya persediaan yang paling minimum. Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, maka dalam penelitian ini digunakan algoritma WW yang dapat menghasilkan total biaya persediaan yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan metode lot sizing yang lain (Irwansyah, 2010) LANDASAN TEORI Menurut Lestari (2014), metode ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari program dinamis untuk mendapatkan ukuran pemesanan yang optimal dari seluruh jadwal kebutuhan dengan cara meminimalkan total biaya pengadaan dan penyimpanan. Metode ini melakukan pengujian untuk semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi jadwal kebutuhan setiap periode pada horizon perencanaan sehingga dapat memberikan solusi yang optimal (Sadjadi dkk, 2009). Dengan penggunaan algoritma WW ini, dimungkinkan untuk mengkombinasikan semua periode guna memenuhi periode setelahnya, dan hasil terbaik memberikan minimum cost yang optimal dari semua kombinasi yang ada. Cara penentuan ukuran lot yang akan dipesan dan waktu pemesanan, dilakukan dengan menggunakan perhitungan algoritma sebagai berikut: Langkah 1 Hitung matriks biaya total (biaya pesan dan biaya simpan) untuk semua alternatif pemesanan (order) selama horizon perencanaannya (terdiri dari N periode perencanaan). Selanjutnya definisikan Z ce sebagai biaya dari periode c sampai periode e, bila order dilakukan pada periode c untuk memenuhi permintaan dari periode c sampai dengan periode e. Persamaan untuk Zce dinyatakan sebagai berikut: untuk 1 ≤ c ≤ e ≤ N
dimana, A H Dt c n
(1) (2)
= Biaya pesan (Rp/pesan) = Biaya simpan per unit per periode (Rp/unit/periode) = Permintaan pada periode t (unit) = Batas awal periode yang dicakup pada pemesanan qct = Batas maksimum periode yang dicakup pada pemesanan qct
Langkah 2 Hitung fN dimana fN didefinisikan sebagai biaya minimum yang mungkin dari periode e sampai periode n, dengan asumsi tingkat persediaan di akhir periode n adalah nol. Mulai dengan f0 = 0 selanjutnya hitung secara berurutan f1, f2, f3,…….fN. Nilai fN adalah nilai biaya total dari pemesanan optimal yang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Fe = Min {Zce + fc-1} untuk e = 1, 2,… N
(3)
Dengan kata lain dalam setiap periode semua kombinasi dari setiap alternatif pemesanan yang mungkin dibandingkan, hasil kombinasi terbaik disimpan sebagai strategi fN terbaik untuk memenuhi permintaan selama periode e sampai dengan periode ke n. Harga fN adalah nilai optimal dari cara pemesanan sampai periode ke N. Langkah 3 Terjemahkan fN menjadi ukuran lot, waktu pemesanan, dan biaya total persediaan dengan cara seperti berikut: fN = OwN + fw-1 : Pemesanan terakhir dilakukan pada periode w untuk memenuhi permintaan dari periode w sampai periode N. fw-1+fv-1 : Pemesanan sebelum pemesanan terakhir harus dilakukan pada periode v untuk memenuhi permintaan dari periode v sampai periode w-1. fu-1 = O1u-1 + f0 : Pemesanan yang pertama harus dilakukan pada periode 1 untuk memenuhi permintaan dari periode 1 sampai periode u-1.
123
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODOLOGI PENELITIAN Terdapat tiga tahap dalam melakukan penelitian ini, yaitu identifikasi awal, pengumpulan data, dan pengolahan data. Tahap pertama yaitu identifikasi awal yang terdiri dari observasi awal yaitu meninjau keadaan nyata perusahaan, identifikasi masalah dilakukan pada departemen Printing-Dyeing dengan memahami alur proses bahan baku masuk hingga menjadi produk akhir dan proses perencanaan pengadaan bahan baku yang diterapkan perusahaan, perumusan masalah dilakukan untuk dikaji dan dicari pemecahan atau solusinya, yang terakhir yaitu penentuan tujuan dan manfaat agar masalah lebih terfokus atau tidak menyebar. Adapun tujuan yang hendak dicapai yaitu menentukan jumlah dan waktu pemesanan bahan baku kain departemen Printing-Dyeing dengan algoritma Wagner Whitin. Tahap kedua yaitu pengumpulan data yang terdiri dari profil perusahaan, data permintaan produk jadi tahun 2013-2014 yang akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan peramalan tahun 2015, data cacat produk jadi tahun 2014, data pemakaian bahan baku kain, dan data biaya pesan serta biaya simpan. Tahap ketiga yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan meramalkan permintaan produk jadi tahun 2015 menggunakan metode moving average, weight moving average, exponential smoothing, dan double exponential smoothing. Selanjutnya yaitu melakukan perencanaan pemesanan bahan baku kain menggunakan algoritma Wagner Whitin. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengolahan data dilakukan dengan melakukan peramalan agregat terhadap permintaan kain jadi, selanjutnya dilakukan proses disagregasi hasil peramalan agregat menjadi permintaan terhadap masing-masing jenis kain. Kemudian setelah diperoleh data peramalan permintaan bahan baku kain untuk tahun 2015 maka dilakukan perhitungan jumlah pemesanan bahan baku kain menggunakan algoritma Wagner Whitin selama 48 periode (periode 97 hingga 144). Identifikasi Pola Data Permintaan Produk Jadi Pola data historis permintaan produk jadi tahun 2013-2014 disajikan pada Gambar 1 berikut, grafik menunjukkan tidak adanya kecenderungan tren, siklis, ataupun musiman. Sehingga dalam melakukan perhitungan peramalan digunakan metode moving average dengan m = 3, 4, 5, 6, 7, 8, weight moving average dengan m = 3, 4, 5, 6, 7, 8, single exponential smoothing dengan α = 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, 0,9, dan double exponential smoothing dengan α = 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, 0,9. Perhitungan peramalan permintaan produk jadi ini digunakan bantuan software Microsoft Excel.
Gambar 1. Pola Data Permintaan Produk Jadi
a. Moving Average (MA) dengan m = 3, 4, 5, 6, 7, 8 Berikut merupakan hasil peramalan MA dengan m = 3, 4, 5, 6, 7, 8. Tabel 1. Hasil Peramalan MA
124
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Hasil Peramalan
Periode MA3 241.014 241.014 241.014 241.014 241.014 . . 241.014
97 98 99 100 101 . . 144
MA4 244.739 244.739 244.739 244.739 244.739 . . 244.739
MA5 250.797 250.797 250.797 250.797 250.797 . . 250.797
MA6 248.968 248.968 248.968 248.968 248.968 . . 248.968
MA7 241.090 241.090 241.090 241.090 241.090 . . 241.090
MA8 222.463 222.463 222.463 222.463 222.463 . . 222.463
b.Weight Moving Average (WMA) dengan m= 3, 4, 5, 6, 7, 8 Berikut merupakan hasil peramalan WMA dengan m = 3, 4, 5, 6, 7, 8. Tabel 2. Hasil Peramalan WMA Periode 97 98 99 100 101 . . 144
WMA3 267.522 267.522 267.522 267.522 267.522 . . 267.522
WMA4 258.409 258.409 258.409 258.409 258.409 . . 258.409
Hasil Peramalan WMA5 WMA6 255.872 253.899 255.872 253.899 255.872 253.899 255.872 253.899 255.872 253.899 . . . . 255.872 253.899
WMA7 250.697 250.697 250.697 250.697 250.697 . . 250.697
WMA8 244.423 244.423 244.423 244.423 244.423 . . 244.423
c. Single Exponential Smoothing (SES) dengan α = 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, 0,9 Berikut merupakan hasil peramalan SES dengan α = 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, 0,9. Tabel 3. Hasil Peramalan SES Periode 97 98 99 100 101 . . 144
α=0,1 192.885 192.885 192.885 192.885 192.885 . . 192.885
α=0,2 226.037 226.037 226.037 226.037 226.037 . . 226.037
α=0,3 247.492 247.492 247.492 247.492 247.492 . . 247.492
Hasil Peramalan α=0,4 α=0,5 α=0,6 263.804 278.686 294.353 263.804 278.686 294.353 263.804 278.686 294.353 263.804 278.686 294.353 263.804 278.686 294.353 . . . . . . 263.804 278.686 294.353
α=0,7 311.943 311.943 311.943 311.943 311.943 . . 311.943
α=0,8 331.858 331.858 331.858 331.858 331.858 . . 331.858
α=0,9 354.082 354.082 354.082 354.082 354.082 . . 354.082
d.Double Exponential Smoothing (DES) dengan α = 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, 0,9 Berikut merupakan hasil peramalan DES dengan α = 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, 0,9. Tabel 4. Hasil Peramalan DES Periode
Hasil Peramalan α=0,1
α=0,2
α=0,3
α=0,4
α=0,5
α=0,6
α=0,7
α=0,8
α=0,9
97
154.795
184.672
209.482
227.508
241.171
254.725
272.609
298.109
333.095
98
154.795
184.672
209.482
227.508
241.171
254.725
272.609
298.109
333.095
99
154.795
184.672
209.482
227.508
241.171
254.725
272.609
298.109
333.095
100
154.795
184.672
209.482
227.508
241.171
254.725
272.609
298.109
333.095
101 . . 144
154.795 . . 154.795
184.672 . . 184.672
209.482 . . 209.482
227.508 . . 227.508
241.171 . . 241.171
254.725 . . 254.725
272.609 . .
298.109 . .
333.095 . .
272.609
298.109
333.095
Pemilihan Metode Peramalan Terdapat sejumlah indikator dalam pengukuran akurasi peramalan sehingga dapat diketahui metode peramalan terbaik. Dalam penelitian ini digunakan indikator MAD dan peta kontrol Tracking Signal.
125
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
MAD (Mean Absolute Deviation) (4) dimana, At Ft n
= Data periode ke-t = Peramalan periode ke-t = Jumlah periode peramalan Tabel 5. MAD (Mean Absolute Deviation)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Teknik Peramalan SES 0,9 DES 0,9 SES 0,8 DES 0,8 MA3 DES 0,7 WMA3 SES 0,5 SES 0,7 DES 0,6 WMA4 DES 0,1 SES 0,4 SES 0,6 WMA5
MAD 80.939,02 78.396,56 77.950,84 74.267,02 72.866,72 71.688,20 71.603,12 70.896,70 70.896,70 70.045,45 70.024,72 69.852,00 69.353,80 69.353,80 69.064,90
No. 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Teknik Peramalan DES 0,5 MA4 DES 0,4 MA5 SES 0,3 WMA6 MA6 DES 0,3 DES 0,2 WMA7 SES 0,2 MA7 WMA8 SES 0,1 MA8
MAD 68.932,19 68.341,74 68.254,09 68.059,68 67.715,24 67.580,25 67.516,76 67.341,72 67.047,27 67.041,64 66.837,02 66.539,01 66.422,13 66.418,84 65.597,79
Untuk menentukan teknik peramalan yang terbaik maka dapat dilihat nilai MAD yang terkecil. Namun, selain berdasarkan nilai MAD dilihat pula nilai tracking signal apakah menunjukkan nilai yang valid atau tidak. Peta Kontrol Tracking Signal Tracking signal adalah suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan memperkirakan nilai-nilai aktual. Nilai tracking signal tersebut dapat dicari menggunakan rumus berikut: (5) (6) dimana, RSFE MAD
= Running Sum of The Forecast Errors = Mean Absolute Deviation Tabel 6. Tracking Signal
Teknik Peramalan MA3 MA4 MA5 MA6 MA7 MA8 WMA3 WMA4 WMA5 WMA6 WMA7 WMA8 SES 0,1 SES 0,2 SES 0,3
Tracking Signal 43,06 43,46 44,16 42,05 42,94 42,49 -0,19 -0,49 -0,81 0,50 1,13 -0,11 17,03 9,09 6,08
Keterangan Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid
Teknik Peramalan SES 0,4 SES 0,5 SES 0,6 SES 0,7 SES 0,8 SES 0,9 DES 0,1 DES 0,2 DES 0,3 DES 0,4 DES 0,5 DES 0,6 DES 0,7 DES 0,8 DES 0,9
126
Tracking Signal 4,44 3,43 2,72 2,20 1,85 1,60 27,60 15,57 10,39 7,34 5,37 4,02 3,05 2,32 1,79
Keterangan Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid Valid Valid Valid
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Berdasarkan nilai MAD yang terkecil terpilihlah teknik WMA8 yang juga menunjukkan hasil tracking signal yang valid, suatu teknik peramalan dianggap valid apabila memiliki nilai tracking signal diantara -4 hingga +4. Sehingga, teknik WMA8 inilah yang terpilih untuk menghitung permintaan 48 periode kedepan. Disagregasi Kebutuhan Tiap Jenis Kain Disagregasi merupakan perhitungan untuk menentukan kebutuhan masing-masing jenis kain, hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rasio pemakaian setiap jenis kain terhadap hasil peramalan setiap jenis kain setiap periode. (7) dimana, Rq Ru Rf Tu
= Kebutuhan setiap jenis kain setiap periode (yard) = Pemakaian setiap jenis kain selama 1 tahun (yard) = Hasil peramalan agregat setiap periode (yard) = Total pemakaian semua jenis kain selama 1 tahun (yard)
Contoh perhitungan untuk kain jenis CDP 2024 periode 97, sebagai berikut:
= 143.405 yard Perhitungan Biaya Pesan (A) Biaya pesan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh barang dari supplier dalam penelitian ini yang berperan sebagai supplier adalah departemen Weaving PT. KHS. Dalam perhitungan ini, yang menjadi elemen penyusun biayanya adalah biaya telekomunikasi, biaya administrasi, dan biaya inspeksi. Biaya tarif telepon lokal untuk melakukan pemesanan kepada supplier yaitu sebesar Rp 125,00/menit, setiap kali pemesanan dilakukan membutuhkan waktu selama 10 menit sehingga biaya pesannya sebesar: A = Biaya telekomunikasi + biaya administrasi + biaya inspeksi = (Rp 125,00 x 10 menit) + Rp 3.500,00 + Rp. 144.230,00 = Rp 148.980,00 / pesan Perhitungan Biaya Simpan (H) Biaya simpan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjaga persediaan selama berada di dalam gudang. Besarnya biaya ini dapat ditentukan dari hasil penjumlahan antara interest rate dengan biaya operasional gudang. H= I + B (8) dimana, H = Biaya simpan (Rp/yard/periode) I = Interest Rate (Rp/yard/periode) B = Biaya operasional gudang (Rp/yard/periode) Besarnya bunga pinjam Bank Indonesia pada tahun 2015 yaitu sebesar 7,5%, dan biaya pembelian kain yaitu Rp 9.000,00/yard. Sehingga besarnya interest rate yaitu:
= Rp 14,1 /yard/periode Dalam menentukan biaya operasional gudang, komponen yang diperhitungkan yaitu gaji karyawan gudang yang berjumlah 15 orang. Setiap hari persediaan yang berada dalam gudang yaitu 30.000 yard, sehingga dalam satu periode terdapat 210.000 yard. Gaji karyawan per orang = Rp 1.200.000,00/bulan (4 minggu) = Rp 300.000/minggu
127
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
= Rp 21,43/yard Sehingga diperoleh biaya simpan (H) sebesar Rp 35,53 / yard. Perhitungan matriks total biaya pesan dan biaya simpan untuk semua alternatif pemesanan selama horizon perencanaan. Zce, didefinisikan sebagai total biaya pesan dan biaya simpan dari periode c hingga periode e, dimana periode c merupakan periode pemesanan untuk memenuhi permintaan hingga periode e. Nilai Zce tersebut dapat dicari menggunakan persamaan (1) dan (2). Untuk mengantisipasi adanya susut kain akibat proses produksi, maka diberikan toleransi sebesar 7% dalam pemesanannya, selain itu untuk mengantisipasi adanya cacat maka diberikan toleransi sebesar 12,8%. Sehingga total kebutuhan kain diperoleh dengan menambahkan hasil peramalan dengan presentase susut dan cacat kain. Berikut contoh perhitungan matriks total biaya untuk produk kain CDP 2024. Z97.97 = 148.980 + 35,53 * (171.799 – 171.799) = 148.980 Z97.98 = 148.980 + 35,53 * ((343.598 - 171.799) + (343.598 - 343.598 )) = 6.252.993 Z97.99 = 148.980 + 35,53 * ((515.397 -171.799 ) + (515.397 - 343.598) + (515.397 – 515.397) = 18.461.019 Z97.100 = 148.980 + 35,53 * ((687.195 - 171.799) + (687.195 - 343.598) + (687.195 – 515.397) + (687.195 - 687.195)) = 36.773.059 Z97.101 = 148.980 + 35,53 * ((858.994 -171.799 ) + (858.994 - 343.598) + (858.994 – 515.397) + (858.994 - 687.195) + (858.994 - 858.994)) = 61.189.111 Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan hingga Z144.144. Perhitungan Matriks Biaya Minimum Hitung matriks biaya minimum yang mungkin untuk semua alternatif pemesanan, biaya minimum tersebut digunakan sebagai dasar penentuan waktu dan jumlah pemesanan bahan baku kain. Biaya minimum dapat dicari menggunakan persamaan (3). Berikut contoh perhitungan nilai Fe untuk produk kain CDP 2024. F96 =0 F97 = Min (Z97.97 + F96) =Min(148.980+0) = 148.980 F98 = Min ((Z97.98 + F96), (Z98.98 + F97)) = Min ((6.252.993+ 0), (148.980+148.980)) = Min ((6.252.993), (297.960)) = 297.960 Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama hingga F144. Penerjemahan Matriks Total Biaya dan Matriks Biaya Minimum Menterjemahkan matriks total biaya dan matriks biaya minimum menjadi ukuran jumlah pemesanan, waktu pemesanan, dan biaya total persediaan. Tabel 7. Perencanaan Pemesanan Bahan Baku Kain Jenis Kain CDP 2024 RYP 2001 RYP 2048 RYP 2029 RYP 2067 CMP 2039
Periode Pemesanan (Minggu Ke-) Setiap periode Setiap periode 97, 101, 105, 109, 113, 117, 121, 125, 129, 133, 137, 141 Setiap periode Setiap periode Setiap periode
128
Jumlah Pemesanan (Yard) 171,799 27,816 1,842 5,508 11,048 12,932
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
RYP 2026 RYT 2025 CMP 1005 TCP 2005 RP 22 RYM 2008 RYP 2027 CMP 1003 LLP 2002 RYS 2004 CDP 2040 RYP 1036 RHM 1018 CMP 1012 RYP 2069 CDT 2019 CSP 2006 RYM 2006 CMP 2043 LLP 2008 CDP 2026 CMS 2006 LCS 1002 CDP 1023
ISBN: 978-602-70259-3-6
97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111, 113, 115, 117, 119, 121, 123, 125, 127, 129, 131, 133, 135, 137, 139, 141, 143. Setiap periode Setiap periode Setiap periode 97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111, 113, 115, 117, 119, 121, 123, 125, 127, 129, 131, 133, 135, 137, 139, 141, 143. 97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111, 113, 115, 117, 119, 121, 123, 125, 127, 129, 131, 133, 135, 137, 139, 141, 143. 97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111, 113, 115, 117, 119, 121, 123, 125, 127, 129, 131, 133, 135, 137, 139, 141, 143. 97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111, 113, 115, 117, 119, 121, 123, 125, 127, 129, 131, 133, 135, 137, 139, 141, 143. 97, 101, 105, 109, 113, 117, 121, 125, 129, 133, 137, 141. 97, 100, 103, 106, 109, 112, 115, 118, 121, 124, 127, 130, 133, 136, 139, 142. 97, 99, 101, 103, 105, 107, 109, 111, 113, 115, 117, 119, 121, 123, 125, 127, 129, 131, 133, 135, 137, 139, 141, 143. 97, 100, 103, 106, 109, 112, 115, 118, 121, 124, 127, 130, 133, 136, 139, 142. 97, 107, 117. 127, 136 97, 100, 103, 106, 109, 112, 115, 118, 121, 124, 127, 130, 133, 136, 139, 142. Setiap periode 97, 101, 105, 109, 113, 117, 121, 125, 129, 133, 137, 141. 97, 109, 121, 133. 97, 105, 113, 121, 129, 137 97, 107, 117, 127, 136. 97, 107, 117, 127, 136. 97, 113, 129. 97 122 97, 121. Setiap periode
6,732 8,117 7,805 7,812 7,005 4,495 3,696 3,595 2,016 3,336 3,199 3,102 976 879 2,107 13,701 2,492 834 1,123 744 860 674 440 405 342 6,975
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan, yaitu jumlah dan waktu pemesanan bahan baku kain Departemen Printing-Dyeing untuk setiap jenis kain tidak sama, seperti pada kain CDP 2024 dengan jumlah 171.799 yard, RYP 2001 dengan jumlah 27.816 yard, RYP 2029 dengan jumlah 5.508 yard, RYP 2067 dengan jumlah 11.048 yard, CMP 2039 dengan jumlah 12.932 yard, RYT 2025 dengan jumlah 8.117 yard, CMP 1005 dengan jumlah 7.805 yard, TCP 2005 dengan jumlah 7.812 yard, RYP 2069 dengan jumlah 13.701 yard, CDP 1023 dengan jumlah 6.975 yard dilakukan setiap periode, untuk jenis kain yang lain tidak setiap periode dilakukan pemesanan. PUSTAKA Irwansyah, Dwika Ery., (2010). Penerapan Material Requirement Planning (MRP) dalam Perencanaan Persediaan Bahan Baku Jamu Sehat Perkasa pada PT. Nyonya Meneer Semarang. Semarang: Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Lestari, dan Akbar Adhiutama. (2014). Optimal Lot Sizing Decision Case Study: a Pharmaceutical Manufacture in Indonesia. International Conference on Trends in Economics, Humanities and Management. Sadjadi, S.J., dkk. (2009). An Improved Wagner Whitin Algorithm. International Journal of Industrial Engineering and Production Research Vol 20. Page 117-123. Tannady, Hendy. (2013). Perancangan Pemenuhan Permintaan Pasokan Gula Rafinasi dengan Metode Wagner Whitin. J@TI Undip Vol VIII. Tersine, Richard J. (1994). Principles of Inventory and Materials Management (Fourth Edition), PrenticeHall, Inc., New Jersey. Verma, P., dkk. (2014). Use of Fuzzy Demand to Obtain Optimal Order Size Through Dynamic Programming. Production and Operations Management Society.
129
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PADA PUSAT KAJIAN TEKNOLOGI DAN PENGEMBANGAN KOLABORASI INDUSTRI (PKPTKI) UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Susy Susmartini1, Pringgo Widyo Laksono2, Retno Wulan Damayanti3, Irfan Hilmi H.4, Virda Hersy L. S.5, Christian A. W.6 1,2,3 Peneliti Pusat Kajian Pengembangan dan Teknologi Kolaborasi Industri (PKPTKI), Universitas Sebelas Maret 4,5,6 Mahasiswa Program Studi Sarjana Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK PKPTKI merupakan salah satu Pusat Studi atau grup riset di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Sebelas Maret (LPPM-UNS). Bidang konsentrasi kajian dilakukan melalui kegiatan penelitian, pengabdian masyarakat, publikasi nasional dan internasional, serta jasa konsultasi dan pelatihan kepada industri dan masyarakat. Namun, sistem pengelolaan administrasi dokumen-dokumen belum terelaborasi menjadi satu atau tersimpan secara terpisah, sehingga menimbulkan kesulitan dalam pendataan hasil riset ataupun output kegiatan dari program kerja PKPTKI yang telah dilakukan. Oleh karena itu untuk mengefektifkan dan mengefisienkan dalam hal penyimpanan data maka dibuat sistem informasi manajemen yang terdiri dari fasilitas front-end dan back-end. Pada perancangan perangkat lunak, front-end adalah bagian dari sistem perangkat lunak yang berhubungan langsung dengan pengguna, dan back-end terdiri dari komponen-komponen yang memproses keluaran dari front-end. Perangkat lunak yang digunakan dalam perancangan sistem informasi manajemen yaitu Mysql Workbench dan Belsamiq. Dengan adanya sistem informasi manajemen yang terdiri dari front-end dan back-end ini, diharapkan dapat membantu proses pengolahan data serta mempercepat dalam pembuatan dan penyimpanan dokumen. Kata kunci: Back-end, ERD, Front-end, Sistem Informasi Manajemen PENDAHULUAN Seiring pesatnya teknologi dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan didalamnya kini instansiinstansi baik swasta maupun negeri memanfaatkan fasilitas teknologi dalam pengolahan data-data yang dulu diolah secara manual diubah kedalam pola komputerisasi yang mempermudah proses pengentrian dan pencarian data-data yang tersimpan di dalam database. Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang diperlukan untuk kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial (Markito, 2013). Menurut Jogiyanto (2005), sistem informasi manajemen (managementinformation system atau sering dikenal dengan singkatan MIS) merupakan penerapansistem informasi di dalam organisasi untuk mendukung informasi-informasi yangdibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen. SIM merupakan suatu sistem yang melakukan fungsi – fungsi untuk menyediakan semua informasi yang mempengaruhi semua operasi organisasi. Organisasi ini terdiri dari sejumlah sumber daya dan sumber daya tersebut bekerja menuju tercapainya suatu tujuan tertentu yang ditentukan oleh pemilik atau manajemen (Raymond Mc Leod, 2008). Pusat Kajian Pengembangan dan Teknologi Kolaborasi Industri (PKPTKI), merupakan salah satu Pusat Studi atau grup riset (research group) di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Sebelas Maret (LPPM – UNS) yang memiliki bidang kajian antara lain bidang Human Factors Engineering, Operations Research, sistem tenaga listrik, struktur material, transportasi, bidang kualitas, biomedical, dan lain sebagainya.
130
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Selama kurun waktu 2005-2013, hasil riset, publikasi ilmiah nasional dan internasional, serta aktivitas pengabdian masyarakat hasil riset anggota PKPTKI kepada mitra industri kecil maupun kelompok masyarakat sudah terdokumentasi, namun belum terstruktur dengan baik. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam pendataan/administrasi hasil riset ataupun output kegiatan dari program kerja PKPTKI yang telah dilakukan. Kelemahan pengelolaan administrasi internal, berdampak pada fungsi PKPTKI secara eskternal, yaitu berkaitan kerja sama maupun kolaborasi dengan mitra industri, pemerintah dan atau masyarakat. Untuk mendukung PKPTKI meningkatkan pengelolaan administrasi internal sekaligus pengelolaan informasi dan publikasi produk-produk hasil riset kepada pihak eksternal, pada tahun 2014 melalui hibah Perkuatan Institusi dana PNBP Universitas Sebelas Maret, telah dibangun sistem informasi direktori riset dan teknologi yang berbasis web. Sistem tersebut telah diunggah di laman resmi PKPTKI dengan alamat http://pkptki.uns.ac.id. Hanya saja laman resmi tersebut belum mencakup secara keseluruhan sistem administrasi yang ada di PKPTKI. Dengan demikian, dilakukan pengembangan dengan menambahkan fitur-fitur pendukung tata kelola internal PKPTKI yang belum ada seperti form RG 01 dan Form Akreditasi.
METODOLOGI Perancangan Sistem Informasi pada PKPTKI dilakukan dengan metodologi iterative. Metodologi iterative merupakan metodologi pengembangan sistem yang tahapan-tahapannya dilaksanakan memakai teknik iterasi atau pengulangan dimana suatu proses dilaksanakan secara berulang-ulang sampai mendapatkan hasil yang diinginkan. Adapun tahapan-tahapan metodologi iterative adalah sebagai berikut : A. Analisis Existing Sistem Proses menganalisis sistem lama yang digunakan PKPTKI dibutuhkan untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada sistem yang sudah ada. B. Analisis Sistem Usulan Setelah menemukan masalah yang ditemukan pada tahap analisis existing sistem, dilakukan perancangan proses usulan untuk pembuatan sistem yang baru . C. Perancangan Menyiapkan apa yang akan dilakukan dalam pengembangan sistem, didalamnya mencakup perancangan front-end dan back-end, serta mempersiapkan sumber daya yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Existing Sistem Untuk mengklasifikasi permasalahan yang dihadapi oleh PKPTKI, maka digunakan kerangka kerja pemecahan masalah dengan menggunakan metode PIECES (Performance, Information, Economic, Control, Eficiency, Service). Adapun tahap-tahap metode PIECES adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tahapan Metode PIECES untuk klasifikasi permasalahan PKPTKI
P
Terjadi kecerobohan administrasi karena sistem manual dan tidak mencakup keseluruhan sistem
I
Informasi yang disajikan terbatas, dan tidak ter-update secara otomatis, karena sistem yang tidak terdigitalisasi.
E
Terjadinya peningkatan biaya-biaya dalam pembuatan administrasi, dan biaya menyalurkan informasi kepada anggota.
C
Sulit melakukan kontrol laporan progress
131
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
dari peneliti dan pencatatan data peneliti
B.
E
Keterlambatan penyampaian dan update informasi kepada peneliti karena informasi harus disampaikan melalui surat dan tidak terindeks sms gateway.
S
Belum adanya aplikasi yang mampu melakukan update otomatis untuk memenuhi form RG 01, akreditasi dan administrasi lainnya.
Rancangan Sistem 1) PERANGKAT LUNAK Perangkat linak dalam perancnagan sistem informasi manajemen yaitu : a.
Mysql Workbench Software ini membantu perancang sistem untuk merancang suatu database beserta entitas dan relasi antar entitas tersebut. Manfaat SQL terletak pada kemampuannya yang mendukung database besar dan merupakan bahasa yang powerfull serta mampu mengoperasikan database yang kompleks (Suyanto, 2005).
b.
Belsamiq (Desain Interface) Software ini berguna untuk membuat sketsa mengenai desain interface dari sistem.
2) MODEL DATA Entity Relationship Diagram (ERD) merupakan diagram yang dipergunakan untuk menunjukkan rancangan secara keseluruhan pada sistem yang dibuat. ERD ini akan menggambarkan hubungan antar suatu entity dengan entity lain dalam suatu sistem yang dikembangkan di PKPTKI.
132
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 1. Entity Relationship Diagram (ERD) PKPTKI
RANCANGAN INTERFACE Form login ini merupakan menuaplikasi yang pertama kali muncul pada saat user/adminingin memasuki aplikasi sistem informasi manajemen pada PKPTKI. Form login ini berfungsi untuk mengakses atau menggunakan akun sesuai dengan fungsinya sebagai user/admin.
Gambar 2. Form Login Form kinerja penelitiini merupakan menuaplikasi yang menunjukkan data perkembangan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti. Pada tahap ini dapat melakukan pengeditan oleh user yang sebatas upload data, dan admin untk melakukan pengeditan total.
133
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 3. Form Kinerja Peneliti
Form Visi Misi ini merupakan laman yang mampu melakukan pengeditan pada visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi yang dilakukan pusat studi.Fiture ini hanya bisa diakses oleh admin.
Gambar 4. Form Visi Misi
Form admin merupakan laman yang dapat menampilkan home setelah login sebagai admin pada sistem yang sudah dibuat. Pada fiture tersebut dapat ditampilkan data admin yang sedang melakukan login.
Gambar 5. Laman Admin
Form RG 01 merupakan laman yang dapat digunakan untuk melengkapi form RG 01 yang tidak tertampil pada form-form umum lain. Pada form ini yang dapat mengakses hanya pihak user dan admin dapat melakukan pengambilan database saja tanpa bisa melakukan pengeditan.
134
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 6. Form RG 01
Permasalahan utama pada PKPTKI adalah masih manualnya pendataan penelitian yang ada disana. Hal tersebut mempersulit pihak PKPTKI apabila data-data tersebut diperlukan seperti saat digunakan pada akreditasi Riset Group. Pada proses bisnis usulan ini memberikan kemudahan pada PKPTKI untuk melakukan pendataan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dibawah PKPTKI. Hal ini membuat pihak PKPTKI lebih mudah dan lebih cepat saat mencari data penelitian. Pada proses bisnis usulan ini cakupan sistem berada dibawah IRIS1103 dan pihak yang terkait adalah peneliti dibawah PKPTKI, PKPTKI selaku Riset Group yang melakukan pendataan penelitian, dan LPPM selaku pihak yang menyeleksi setiap penelitian yang di-submit. Pada awal proses bisnis usulan ini dimulai dari pihak LPPM mengeluarkan pengumuman mengenai program penelitian apa saja yang dibuka pada periode tersebut.Setelah mengetahui program apa saja yang sedang dibuka, peneliti melakukan login ke IRIS1103 untuk mengajukan tema penelitian yang akan dilakukan. Peneliti melakukan inputform T3,T4, dan T5 secara online sehingga data dapat tersimpan dalam database. Selaku ketua PKPTKI bertugas untuk memilih proposal penelitian yang akan dimasukkan ke dalam agenda penelitian sehingga peneliti dapat meng-upload proposal penelitiannya. Selain itu, kepala PKPTKI berhak untuk memberikan persetujuan pengajuan proposal, upload, download halaman pengesahan dan menyetujui surat tugas yang diberikan kepada peneliti. Tim PKPTKI akan melakukan komunikasi dan rapat untuk membahas pengajuan penelitian yang diajukan anggota per grup. Setelah tema penelitian masukkan ke dalam agenda penelitian, peneliti bertugas untuk mengisi datadata proposal penelitian di IRIS1103 sehingga peneliti dapat memperoleh lembar pengesahan. Lembar pengesahan tersebut kemudian dilengkapi tandatangan dan di scan untuk dimasukkan ke dalam dokumen yang akan di-upload ke IRIS1103. Peneliti juga diharuskan untuk mengumpulkan hardfile proposal sebanyak 3 buah. Setelah batas pengumpulan berakhir, pihak LPPM akan menyeleksi proposal yang akan diterima dalam program penelitian tersebut dan mengumumkan hasil seleksi melalui IRIS1103 beserta surat tugas untuk melakukan penelitian. Peneliti yang lolos dalam program penelitian akan mendapatkan sms gateway yang memberi pengumuman hasil lolos seleksi. Untuk surat tugas yang diterbitkan LPPM akan disampaikan melalui PKPTKI. Berdasarkan sms gateway dan surat tugas tersebut peneliti dapat langsung melaksanakan penelitian. Dalam periode penelitian, peneliti berkewajiban mengumpulkan laporan progress secara berkala yang dikumpulkan ke PKPTKI. Peneliti akan menerima sms gateway yang mengingatkan tenggat waktu pengumpulan laporan progress. Saat program penelitian telah selesai, peneliti juga berkewajiban mengumpulkan laporan akhir ke PKPTKI dan LPPM. Sebelum melakukan submit laporan, peneliti harus meng-input data hasil penelitian yang merupakan form T6, T7, dan T8 sehingga data tersebut dapat tersimpan dalam database. Kemudian peneliti dapat men-submitlaporan akhirnya. Setelah semua proses selesai peneliti harus membuat sebuah publikasi baik berupa jurnal, prociding, pameran ilmiah, prototype, dan lain-lain.
135
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SIMPULAN Sistem Informasi Manajemen yang dibuat untuk PKPTKI ini dapat mempercepat proses penyaluran informasi yang perlu disampaikan kepada peneliti. Selain itu, sistem administrasi pada PKPTKI dapat lebih terorganisasi dengan baik. Dengan adanya fitur-fitur tambahan untuk form RG 01 dan akreditasi, dapat melengkapi administrasi yang sudah ada sebelumya. Dengan sistem informasi yang sudah terdigitalisasi ini dapat membuat sistem administrasi pada PKPTKI dapat berkelanjutan walaupun terjadi pergantian pimpinan. Penelitian ini masih terbatas pada rancangan saja, maka dari itu diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat mengimplementasikan penelitian ini sehingga aplikasi kemanfaatannya dapat diketahui. Saran yang dapat disampaikan adalah sistem ini dapat dilengkapi fitur tambahan lain dalam menunjang kebutuhan adminstrasi dan percepatan penyampaian informasi kepada peneliti. Fitur tersebut dapat berupa video conference atau sms gateway secara otomatis yang dikendalikan oleh admin tanpa melalui tim ICT. Selain itu, dibuthkan backup berkala yang dilakukan oleh admin untuk menjaga database yang akan selalu update pada setiap waktunya. ACKNOWLEDGMENT This work was partially based on the “Pusat Kajian Teknologi dan Pengembangan Kolaborasi Industri (PKPTKI) di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sebelas Maret University (LPPM-UNS)”. PUSTAKA C.Laudon, Kenneth. (2005). Sistem Informasi Manajemen Edisi 8. Yogyakarta: Andi Offset Fountas,S., C. G. Sorensen, Z. Tsiropoulos, dkk. Farm Machinery Management Information System. Computer and Electronics in Agriculture, 110 (2015) 131-138 Jogiyanto, Hartono. (2005). Analisis dan Desain. Yogyakarta: Andi Offset Kadir, Abdul. (2003). Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi Offset Kristanto, Hariyanto. (1993). Konsep dan Perancangan Database. Yogyakarta: Andi Offset Markito, Luki and Lies Yulianto. (2013). Rancang Bangun Sistem Informasi Front Office Hotel Minang Permai Pacitan. Indonesian Journal on Networking and Security, ISSN: 2302-5700 (P) – 23645564 (O) McLeod, Raymond. (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat M. Scoot, George. (2004). Prinsip-prinsip Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers Suryanto, M. (2005). Pengantar Teknologi Informasi Untuk Bisnis. Yogyakarta: Andi Offset Whitten, Jeffrey L. (2006). Metode Desain dan Analisis Sistem, Edisi 6. Yogyakarta: Andi Offset Witarto. Nd. Memahami Sistem Informasi. Bandung
136
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
IMPLEMENTASI METODE JOB SAFETY ANALYSIS DAN RISK ASSESSMENT DI GUDANG BAHAN BAKU PT. XYZ TBK. 1,2
Petra Radite 1, Fakhrina Fahma 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No. 36 A Kentingan, Surakarta 57126, Indonesia Telp. 1)085642142785 2)081329369702 1 E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK PT. XYZ Tbk. adalah perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik dan jamu. Meskipun banyak menggunakan herbal, perusahaan juga menggunakan bahan baku kimia yang memiliki sifat yang tergolong berbahaya seperti berbau menyengat, beracun dan mudah terbakar. Dalam penelitian ini, digunakan kombinasi dari metode Job Safety Analysis (JSA) dan metode Risk Assessment. Metode Job Safety Analysis (JSA) digunakan untuk mengidentifikasi bahaya yang terdapat di gudang bahan baku kimia PT. XYZ Tbk. serta memberikan usulan tindakan pencegahan, sedangkan metode Risk Assessment untuk menentukan prioritas bahaya manakah yang harus dicegah dahulu sehingga perusahaan dapat melakukan tindak pencegahan dengan tepat. Berdasarkan analisis diperoleh hasil berupa teridentifikasi bahaya dengan skor risiko cukup tinggi dan perlu diberi prioritas tindak pencegahan seperti bau bahan kimia yang menyengat, kaki pekerja terjepit roda hand truck, nyeri otot dan kelelahan akibat bekerja terus menerus dengan cara yang salah. Solusi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan bahaya di PT XYZ Tbk. tersebut antara lain melakukan cek kelengkapan Alat Pelindung Diri sebelum bekerja, menambah ventilasi untuk sirkulasi udara dan membuat SOP mengangkat barang dengan benar. Kata kunci: Bahaya, Job Safety Analysis, Risiko, Risk Assessment PENDAHULUAN Perkembangan sektor industri di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Perkembangan tersebut bukan hanya meningkatnya jumlah pabrik yang berdiri tetapi juga teknologi yag digunakan dan produk yang dihasilkan. Perkembangan industry yag semakin pesat dapat mengakibatkan peningkatan potensi kecelakaan kerja. Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan kerja disebabkan oleh dua hal, yakni faktor mekanis atau lingkungan dan yang kedua adalah faktor manusia itu sendiri. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan aspek yang sangat penting dalam dunia industri. Program K3 merupakan bentuk penghargaan terhadap hak asasi manusia oleh perusahaan (Ambarsari, 2009). Penghargaan tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya pencegahan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja pada diri pekerja atau orang lain yang berada di suatu lokasi kerja (Suma’mur, 1998). Setiap pekerjaan pasti memiliki sebuah risiko, tidak terkecuali bagi pekerjaan yang telah dilengkapi dengan teknologi yang maju. Risiko merupakan suatu hal yang melekat dalam sebuah pekerjaan (Cahyanti & Tualeka, 2013). Risiko yang seringkali melekat pada pekerjaan di bidang industri adalah risiko kecelakaan kerja. Adanya program K3 yang diterapkan oleh perusahaan diharapkan dapat meminimalisir risiko kecelakaan kerja yang membahayakan keselamatan para pekerja serta menjaga kelancaran proses produksi. PT. XYZ Tbk. merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri jamu dan kosmetik. Perusahaan ini menggunakan herbal sebagai bahan baku bagi mayoritas produknya. Meski demikian, perusahaan juga mengolah bahan baku kimia tertentu untuk produk kosmetik. Bahan baku kimia yang diolah untuk menjadi kosmetik tersebut mayoritas tergolong bahan kimia yang bersifat berbahaya seperti beracun, iritasi, dan mudah terbakar. Bahan kimia tersebut disimpan dalam gudang bahan kimia dan dikelompokkan berdasarkan wujud dan sifatnya. Di lokasi tersebut, masih terdapat beberapa pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja. Kurangnya pengawasan dari pihak perusahaan juga menjadi penyebab pekerja gudang terbiasa tidak menggunakan APD. Kondisi gudang yang sangat minim ventilasi dan exhaust juga menjadikan tempat kerja gudang tersebut kurang aman karena ruangan dipenuhi bau bahan kimia. Beberapa bahaya juga bersumber dari alat-alat yang digunakan di gudang tersebut seperti forklift dan handtruck. Perkembangan teknologi telah mengangkat standar hidup manusia, namun demikian, kemajuan teknologi juga membawa sumbersumber stress kerja dan cedera baru (Wulandari, 2011). Berdasarkan data dari Depnakertans, jumlah kasus kecelakaan kerja meningkat dari angka 83714 di tahun 2007 hingga angka 99491 di tahun 2011. Pada tahun 2012 hingga 2013 PT. XYZ Tbk. berhasil mencatatkan angka 0% untuk kasus kecelakaan kerja, tetapi dengan kondisi gudang bahan baku kimia
137
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
yang demikian, bukan tidak mungkin kecelakaan kerja dapat kembali terjadi. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk memberikan usulan perbaikan di Gudang bahan baku mengenai K3. Menurut Maisyaroh (2010), apabila suatu pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dianalisis, maka potensi bahayanya dapat teridentifikasi. Penyebab kecelakaan kerja harus benar-benar diteliti dan dianalisis, agar kecelakaan dapat dicegah dan tak terulang kembali (Alawiyah & Rosyid, 2008). Setelah potensi bahaya dianalisis, maka akan dikembangkan usulan tindak pencegahan sebagai bentuk perbaikan. Perbaikan ini bertujuan agar tren perusahaan yang berhasil mencatatkan 0% kecelakaan kerja dapat terus berlanjut dan profit perusahaan meningkat serta nama baik perusahaan terjaga. Pada penelitian ini digunakan metode Job Safety Analysis (JSA). Job Safety Analysis (JSA) merupakan metode yang mempelajari suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi bahaya dan potensi insiden yang berhubungan dengan setiap langkah, dan digunakan untuk mengembangkan solusi yang dapat menghilangkan dan mengkontrol bahaya (Kusumasari, 2014). Bahaya yang teridentifikasi di gudang bahan baku kimia tentunya tidak hanya satu macam bahkan beragam jenis dengan dampak yang relatif sama besar kerugiannya, untuk itulah diperlukan metode untuk menentukan skala prioritas pencegahan bahaya. Dengan adanya Job Safety Analysis (JSA), pekerja dapat bekerja secara aman dan efisien, mengetahui bahaya yang ada dalam pekerjaan dan tindakan pengendaliannya, serta dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (Fauzan, 2011). Pada penelitian ini juga digunakan metode Risk Assessment atau Penilaian Risiko. Risk Assessment adalah upaya untuk menghitung besarnya suatu risiko dan menetapkan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak (Bakhtiar & Sulaksmono, 2013). Implementasi metode Risk Assessment bertujuan untuk memutuskan prioritas risiko yang harus dicegah terlebih dahulu untuk menghilangkan bahaya dan mengurangi risiko. Jika memungkinkan, risiko dieliminasi melalui seleksi dan desain fasilitas, peralatan dan proses. Jika risiko tidak bisa dihilangkan, mereka diminimalkan dengan menggunakan kontrol fisik atau, sebagai upaya terakhir, melalui sistem kerja dan alat pelindung diri (Hughes & Ferret, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai potensi bahaya dan kecelakaan kerja yang mugnkin timbul di gudang bahan kimia PT. XYZ Tbk. dan menentukan prioritas tindakan pencegahan yang dilakukan dengan kombinasi metode JSA dan Risk Assessment. Hal ini penting untuk dilakukan karena menurut Idris & Putri, (2013), kesehatan dan keselamatan kerja merupakan hak asasi pekerja dan merupakan salah satu cara meningkatkan produktivitas. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan metode Job Safety Analysis (JSA) dan Risk Assessment atau Penilaian Risiko. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengusulkan tindak pencegahan bahaya sedangkan metode risk assessment digunakan untuk menilai risiko dengan mengandalkan beberapa aspek yang menjadi pertimbangan seperti tingkat besarnya dampak dan peluang terjadinya bahaya. Langkah-langkah dalam pengumpulan dan pengolahan data dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1 Alur pengolahan dan pengumpulan data Pada tahap pengumpulan data, Langkah pertama yang dilakukan dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi bahaya yang terdapat di gudang bahan baku kimia PT XYZ Tbk. Langkah ini bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya apa saja yang terdapat pada gudang bahan baku. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi sistem pengelolaan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang diterapkan oleh perusahaan. Langkah ini bertujuan untuk mengetahui sistem K3 yang diterapkan oleh perusahaan dan sebagai acuan untuk menentukan tindak pencegahan. Langkah terakhir yang dilakukan adalah mengidentifikasi data-data tambahan seperti struktur organisasi, instruksi kerja, dan job description serta memverifikasi data mengenai bahaya yang teridentifikasi untuk
138
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
memastikan data yang diperoleh benar dan objektif. Secara keseluruhan, data-data tersebut diperoleh dengan cara observasi di gudang bahan baku, wawancara dengan tim Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3), Kepala dan staf gudang bahan baku serta studi literatur. Pada proses pengolahan data, langkah pertama yang dilakukan adalah rekapitulasi data sistem K3 yang diterapkan oleh perusahaan. Langkah berikutnya adalah rekapitulasi potensi bahaya yang telah teridentifikasi. Rekapitulasi tersebut akan digunakan untuk mengembangkan tindak pencegahan dengan metode JSA. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi bahaya dan mengembangkan tindak pencegahan dengan metode JSA. Metode ini diawali dengan memilih pekerjaan yang dinilai berpotensi terjadi kecelakaan kerja, kemudian pekerjaan yang telah dipilih diuraikan menjadi langkah-langkah kerja. langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi risiko kecelakaan kerja apa saja yang mungkin terjadi dari setiap langkah kerja di gudang bahan baku. Langkah terakhir adalah mengembangkan solusi tindakan pencegahan terhadap potensi kecelakaan kerja yang telah teridentifikasi. Tindakan pencegahan diperoleh dengan metode Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan Tim P2K3, kepala dan teknisi gudang bahan baku sehingga hasil yang diperoleh lebih objektif. Setelah diperoleh alternatif tindak pencegahan, dilakukan penilaian terhadap risiko (Risk Assessment) kecelakaan kerja yang telah diidentifikasi terlebih untuk menentukan prioritas bahaya yang harus diberikan tindak pencegahan terlebih dahulu. Dalam melakukan penilaian risiko, terdapat sebuah matriks yang digunakan sebagai acuan. Matriks tersebut dapat dilihat dalam gambar 2.
RISK SCORING MATRIX Kemungkinan Terjadi
Sakit yang Memerlukan beberapa obatobatan Perlu Masuk Rumah Sakit
3
4
5
Possible
Likely
Almost Certain
tidak dapat Mungkin Saja Mungkin Sangat diperkirakan terjadi sesekali Terjadi 2 - 3 Kali Mungkin tapi mungkin karena suatu dalam suatu Terjadi dan terjadi sebab kurun waktu Berulang Kali
1 Insignificant
1
2
3
4
5
2
4
6
8
10
3
6
9
12
15
4
8
12
16
20
5
10
15
20
25
2 Minor 3 Moderate
Patah Tulang, Luka Parah atau Cacat Sementara
2 Unlikely
Hampir tidak mungkin terjadi
Dampak Sakit Sementara dan tidak terlalu memerlukan pengobatan
1 Rare
4 Major 5
Cacat Permanen bahkan kematian
Fatal/Catastrophic
Penilaian Resiko = Dampak x Kemungkinan Terjadi Gambar 2 Matriks penilaian risiko Sumber : NHS National Patient Safety Agency (2008)
Berdasarkan matriks acuan Risk Assessmen, risiko dinilai berdasarkan tingkat besarnya dampak dan tingkat kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Risk Assessment dilakukan dengan mengalikan nilai tingkat dampak yang ditimbulkan dengan nilai tingkat probabilitas terjadinya risiko tersebut. Contohnya apabila terdapat suatu potensi kecelakaan kerja yang sangat mungkin terjadi sampai berulang kali dengan dampak berupa sakit sementara tanpa perlu pengobatan, maka penilaian risikonya adalah sebagai berikut : Skor Risiko = Nilai Tingkat Dampak × Nilai Tingkat Probabilitas (1) Skor Risiko = (5) × (1) (2) Skor Risiko = 5 (3)
139
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Skor yang telah diperoleh digunakan untuk menetukan skala prioritas pencegahan risiko. Dalam menentukan skala prioritas risiko terdapat beberapa kategori yang dapat digunakan sebagai acuan. kategori prioritas risiko dibuat berdasarkan pemetaan nilai dan warna pada matriks Risk Assessment dan dapat ditentukan dengan melihat tabel 1. Tabel 1 Risk Rating
No 1 2 3 4
Kategori
Kode Warna Keterangan Skor 15 - 25 skor 8 - 12 skor 4 - 6 Skor 1 - 3
Critical Serious Moderate Minor/ Tolerate
Sumber : NHS National Patient Safety Agency (2008)
Berdasarkan perhitungan potensi bahaya yang dilakukan sebelumnya, contoh potensi bahaya memperoleh skor 5, maka contoh potensi kecelakaan tersebut termasuk dalam kategori moderate yang ditandai dengan warna kuning. Artinya risiko dapat ditangani dengan cara yang sederhana dan tidak mendesak. Dengan mengetahui tingkat risiko yang akan terjadi maka dampak yang akan ditimbulkan dapat diminimalisir (Suardi, 2007). Setelah dilakukan penilaian dan diperoleh skala prioritas penilaian, dilakukan pembuatan usulan tindakan pencegahan sebagai bentuk riil pencegahan terhadap bahaya di gudang bahan kimia PT. XYZ Tbk. Usulan tersebut berupa SOP, Gambar petunjuk dan pelatihan terhadap pekerja gudang bahan baku HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan tim P2K3, dipilih gudang bahan baku sebagai pekerjaan yang perlu diteliti dengn metode JSA. Pada gudang bahan baku, pekerjaan dibagi kedalam empat langkah kerja yaitu, memindahkan bahan kimia dari truk ke gudang, menuang bahan baku, memindahkan bahan kimia dengan hand truck, dan mengangkat dan menata bahan baku ke rak. Dari keempat langkah kerja tersebut, potensi-potensi kecelakaan kerja yang teridentifikasi dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Tabel bahaya yang teridentifikasi
NO. 1
Potensi Kecelakaan Kerja Teridentifikasi Tertimpa bahan baku
2
Menghirup bau tidak sedap dari bahan kimia
3
Tertabrak objek yang dibawa oleh forklift akibat kurang waspada Kecelakaan kerja akibat gangguan serangga
4
5
7
Terpapar atau kontak dengan bahan kimia langsung Saluran pendengaran terkena kebisingan pada saat pembukaan tutup tong Kaki atau jari kaki terjepit roda hand truck
8
Terpeleset tumpahan bahan kimia cair
9
Kelelahan atau nyeri otot akibat pekerjaan yang sama dan dilakukan terus menerus
6
140
Tindakan Pencegahan Mengadakan pemeriksaan rutin terhadap peralatan yang ada di gudang seperti forklift, hand truck, palet, dan alat pembunuh serangga Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara tertib Penambahan beberapa ventilasi Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara tertib Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara tertib, Mengadakan pemeriksaan rutin terhadap peralatan yang ada di gudang seperti forklift, hand truck, palet, dan alat pembunuh serangga Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara tertib Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara tertib Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara tertib Pembersihan bahan baku kimia yang tumpah dengan segera Istirahat sejenak setelah melakukan pekerjaan yang sama berulang kali supaya tidak terjadi kelelahan dan nyeri otot
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Membuat dan menempel panduan mengangkat benda terutama benda berat dengan posisi yang benar. Solusi yang dikemukakan dalam tabel 2 merupakan usulan yang didiskusikan dengan FGD dan disetujui oleh tim P2K3 PT. XYZ Tbk. Pengembangan solusi dilakukan dengan cara FGD supaya diperoleh solusi yang objektif dan sesuai dengan kebijakan perusahaan. Misalnya penggunaan APD secara tertib, solusi ini dapat dilakukan dengan melakukan cek kelengkapan sebelum bekerja dan pengawasan pekerja selama pekerjaan berlangsung oleh kepala gudang. Solusi tersebut sesuai dengan kebijakan perusahaan karena tindakan tersebut sudah seharusnya dilakukan oleh kepala gudang. Risiko kecelakaan kerja yang telah teridentifikasi dengan metode job safety analysis (JSA) kemudian dianalisis dengan metode Risk Assessment. Risiko tersebut dapat dinilai dan diberi skor, sehingga dapat ditentukan risiko mana yang terlebih dahulu diprioritaskan untuk dicegah. Hasil penilaian risiko dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Penilaian Risiko Penilaian Risiko NO.
Potensi Kecelakaan Kerja
Jenis Bahaya
Nilai Tingkat Dampak
Nilai Tingkat Probabilitas
Risk Score
FALL HAZARD
2
1
2
1
Tertimpa bahan baku
2
Menghirup bau tidak sedap dari bahan kimia
CHEMICAL HAZARD
2
5
10
3
Tertabrak objek yang dibawa forklift akibat kurang waspada
MECHANICAL HAZARD
3
1
3
4
kecelakaan kerja akibat gangguan serangga
BIOLOGICAL HAZARD
1
5
5
5
Terpapar bahan kimia secara langsung
CHEMICAL HAZARD
1
5
5
6
Saluran pendengaran terkena kebisingan pada saat proses pembukaan tutup tong bahan kimia
PHYSICAL HAZARD
1
4
4
7
kaki atau jari kaki terjepit roda handtruck
MECHANICAL HAZARD
2
4
8
8
Terpeleset tumpahan bahan kimia cair
FALL HAZARD
2
3
6
9
Kelelahan atau nyeri otot akibat pekerjaan yang sama dan dilakukan berulang-ulang
ERGONOMIC HAZARD
2
5
10
Berdasarkan hasil penilaian risiko, risiko menghirup bau tidak sedap, kaki atau jari kaki terjepit, nyeri otot harus diberikan tindak pencegahan dengan segera dan intensif terlebih dahulu karena memperoleh kategori serious (jingga). Setelah ketiga risiko tersebut ditangani, barulah risiko berkategori moderate (kuning) diberi tindak pencegahan. SIMPULAN Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Potensi kecelakaan kerja di gudang bahan baku kimia PT. XYZ Tbk dapat diidentifikasi dengan menggunakan Job Safety Analysis (JSA). Potensi kecelakaan kerja yang telah diidentifikasi dengan metode ini antara lain bahan baku terjatuh, bau tidak sedap dari bahan kimia, cedera musculoskeletal atau nyeri otot, gangguan serangga, kebisingan dan bahaya akibat alat material handling. Sedangkan beberapa tindak pencegahan yang dapat diusulkan melalui metode JSA antara lain penggunaan alat pelindung diri dan pemeriksaan rutin dari kepala gudang terhadap ketertiban pekerja, pembuatan SOP mengenai material handling, serta melakukan pemeriksaan pada alat pembunuh serangga. 2. Metode Risk Assessment dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat risiko yang dihasilkan oleh bahaya yang teidentifikasi dengan metode Job Safety Analysis. Tingkat risiko yang hasil penilaian digunakan untuk menentukan prioritas risiko yang harus dicegah. Berdasarkan hasil penilaian risiko, terdapat beberapa bahaya yang tergolong kategori serious yaitu berpotensi menimbulkan kecacatan
141
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
sebagian besar bagian tubuh. Bahaya-bahaya tersebut adalah bau tidak sedap dari bahan kimia, kelelahan dan nyeri otot, kaki terjepit roda hand truck karena tidak menggunakan safety shoes. PUSTAKA Alawiyah, Ela Minchah Laila & Rosyid, Haryanto Fadholan. 2008, Hubungan Antara Kedisiplinan Karyawan dengan Pelaksanaan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Yogyakarta. Naskah Publikasi Universitas Islam Indonesia. Ambarsari, Septyana. 2009. Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Gunanusa Utama Fabricators Serang-Banten. Surakarta : Diploma IV Kesehatan KerjaUniversitas Sebelas Maret Bakhtiar, Dwi Sandi & Sulaksmono, M. 2013. Risk Assessment pada Pekerjaan Welding Confined Space di bagian Ship Building PT Dok dan Perkapalan Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol. 2, No. 1. 45-51 Cahyanti, Wahyu Pratiwi Dwi & Tualeka, Abdul Rohim. 2013. Risk Assessment Pekerjaan Pengelasan pada bagian Double Bottom pembangunan Kapal di PT. X Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Vol. 2, No. 1. 52-60 Fauzan, Dzulfiqar Aziz, 2011. Penerapan Risk Management dengan Metode Job Safety Analysis (JSA) Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja di Area Coal Crushing Plant (CCP) PT. Maruda Grahamineral Laung Tuhup Site Kalimantan Tengah. Surakarta : Jurusan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret. Hughes, Phil., Ferrett Ed., 2007, Introduction Health and Safety at Work. Elsevier Limited. Idris & Putri, Andhika Sekar. 2013. Perbandingan Tingkat Kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sebelum dan Sesudah Penerapan OHSAS 18001 di PT. Pharpros, Tbk. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi. Vol. 10, No. 2. Pp : 99-120. Kusumasari, Wikaningrum Hikmah. 2014. Penilaian Risiko Pekerjaan dengan Job Safety Analysis (JSA) Terhadap Angka Kecelakaan Kerja pada Karyawan PT. Indo Acidatama Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar. Surakarta : Jurusan Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta. Maisyaroh, Siti. 2010. Implementasi Job Safety Analysis Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja di Pt. Tri Polyta Indonesia, Tbk. Surakarta : Jurusan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret. NHS National Patient Safety Agency. 2008. A Risk Matrix for Risk Managers. Suardi, R. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. PPM: 69–103. Suma’mur.1989. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Jakarta: CV. Haji Masagung. Suma’mur.1998. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : CV. Haji Masagung. Wulandari, Septia, 2011, Identifikai Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko Area Produksi Line 3 Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja di PT. Coca Cola Amatil Indonesia Central Java. Surakarta : Jurusan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret.
142
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENGENDALIAN PERSEDIAAN SUKU CADANG KABIN BOEING 737-800NG DENGAN METODE CONTINUOUS REVIEW DAN PERIODIC REVIEW PADA DINAS CABIN MAINTENANCE PT GMF AEROASIA 1,2
Ikhsan Aditama1, Wakhid Ahmad Jauhari2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia (PT GMF AeroAsia) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyedia perawatan dan perbaikan pesawat. PT GMF AeroAsia saat ini tidak hanya fokus layak terbang, tetapi juga pada pelayanan perawatan dan perbaikan kabin agar dapat memuaskan pengguna pesawat. Dalam perawatan dan perbaikan kabin digunakan sistem GFS untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan seperti cleaning, repairing, relaminating, replacement, atau adjusment. PT GMF AeroAsia memiliki permasalahan seringnya terjadi kekosongan persediaan suku cadang kabin saat tindakan replacement pada suku cadang. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan kualitas kabin akan menurun akibat suku cadang yang tidak segera diganti. Penelitian ini diawali dengan mengelompokkan suku cadang berdasarkan tindakan yang dilakukan. Kemudian pada tindakan replacement dilakukan perhitungan tingkat persediaan menggunakan metode continuous review dan periodic review. Perhitungan persediaan dilakukan pada suku cadang armcap dan placard karena kedua suku cadang ini sering terjadi kekurangan persediaan. Pada tahap akhir penelitian ini dilakukan perbandingan antara kedua metode untuk mengetahui metode paling cocok untuk dinas cabin maintenance. Selain itu juga dibandingkan total biaya armcap dan placard antara kedua metode dimana metode continuous review untuk setiap bulannya mampu menghemat biaya masing-masing 0,13% dan 0,09% dari total biaya dibandingkan dengan metode periodic review. Kata kunci: suku cadang kabin pesawat, metode continuous review, metode periodic review, total biaya persediaan. PENDAHULUAN Pada perkembangan era globalisasi yang sangat pesat ini salah satunya berdampak pada semakin tingginya mobilitas masyarakat untuk berpindah-pindah tempat dengan waktu yang cepat. Hal ini membawa pengaruh yang cukup besar terhadap pergeseran pada masyarakat dalam penggunaan jasa layanan transportasi udara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik bahwa jumlah penumpang domestik angkutan udara periode Januari-November 2014 mencapai 53,4 juta orang, atau naik 6,25% dibanding periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 50,3 juta orang. Sementara, untuk jumlah penumpang angkutan udara dari luar negeri, baik menggunakan maskapai nasional maupun asing mencapai 12,4 juta orang atau naik 5,39%, dibanding periode sama tahun lalu sebesar 11,8 juta orang (Sitepu, 2015) PT GMF AeroAsia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyedia perawatan dan perbaikan pesawat atau biasa disebut MRO (Maintenance, Repair, dan Overhaul), baik pesawat dari maskapai penerbangan di Indonesia maupun internasional. Pada perkembangannya, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi oleh PT GMF AeroAsia sebagai penyedia jasa MRO. Salah satu tantangannya adalah MRO harus mampu menangani perbaikan yang berkelanjutan guna menjaga kualitas pelayanan yang terbaik. Hal ini menjadi tantangan bagi PT GMF AeroAsia yang harus diambil untuk menjadi perusahaan MRO kelas dunia. Dalam melaksanakan perbaikan yang berkelanjutan, PT GMF AeroAsia saat ini tidak hanya fokus pada perbaikan pesawat agar layak terbang, tetapi juga fokus pada peningkatan layanan kualitas kabin. Hal ini dikarenakan pengguna pesawat sekarang tidak hanya ingin mencapai tujuan dengan selamat, tetapi juga ingin merasakan kenyamanan di dalam kabin selama perjalanan. PT GMF AeroAsia menggunakan menggunakan suatu sistem GFS (Ground Finding Sheet) sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kualitas kabin. GFS digunakan untuk mencatat berbagai temuan kerusakan yang ada beserta penyebabnya. Dari setiap temuan GFS harus diidentifikasi lebih lanjut untuk mengetahui pola perbaikan yang harus dilakukan.
143
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dalam sistem GFS sendiri terdapat lima kategori penanganan sparepart atau suku cadang, yakni cleaning, repairing, relaminating/repainting, replacement, dan adjustment. Cleaning adalah penanganan suku cadang kabin dengan dibersihkan pada bagian yang kotor. Repairing adalah penanganan suku cadang kabin dengan dilakukan perbaikan tanpa perlu penggantian. Relaminating/repainting adalah penanganan suku cadang kabin dengan dilakukan pengecatan kembali atau laminasi pada bagian yang membutuhkan. Replacement adalah penanganan suku cadang kabin dimana harus dilakukan penggantian dengan suku cadang yang baru karena tidak layak digunakan. Kemudian adjustment adalah penanganan suku cadang kabin yang dilakukan dengan melakukan seting ulang pada bagian yang membutuhkan. Setiap hasil temuan dari data GFS harus ditangani dengan segera untuk menjaga kualitas kabin. Akan tetapi, sering menjadi masalah ketika suku cadang kabin harus diselesaikan dengan pergantian suku cadang yang baru sementara kondisi stok sedang kosong. Ini menyebabkan suku cadang kabin harus dibiarkan menunggu datangnya suku cadang yang baru, sehingga mengakibatkan kualitas kabin menjadi menurun. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengelolaan terhadap stok suku cadang kabin agar dapat memenuhi kebutuhan penggantian suku cadang dengan baik. Pada penelitian ini dilakukan analisis lebih mendalam terhadap pengelolaan persediaan suku cadang kabin dengan menggunakan pendekatan dengan model continuous review dan periodic review untuk mengetahui model pengendalian persediaan yang cocok untuk dinas cabin maintenance. LANDASAN TEORI Persediaan adalah suatu sumber daya yang menganggur (idle resources) yang keberadaannya menunggu proses lebih lanjut seperti kegiatan produksi, kegiatan pemasaran, maupun kegiatan konsumsi (Bahagia, 2006). Pada dasarnya persediaan ini timbul karena ketidaksinkronan antara permintaan dengan suplai barang yang tersedia. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan suplai barang diperlukan adanya persediaan. Pengendalian persediaan (inventory control) adalah aktivitas mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki. Menurut Yamit (2005), terdapat empat faktor yang menyebabkan perlunya ada persediaan adalah sebagai berikut: a. Faktor waktu b. Faktor ketidakpastian waktu datang c. Faktor ketidakpastian penggunaan dalam proses produksi d. Faktor ekonomis Sementara itu di dalam perusahaan, Menurut Parsephalindra (2012) tujuan dari pengendalian persediaan dapat diartikan sebagai usaha untuk: a. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan b. Mehilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan. c. Menghilangkan resiko kenaikan harga barang atau inflasi. d. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan bila bahan tersebut tidak tersedia dipasaran. e. Mendapatkan keuntungan dari pembeli berdasarkan potongan kuantitas (quantity discount) f. Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersedianya bahan yang diperlukan. Metode Continuous Review Sistem persediaan dengan jumlah pemesanan tetap, sedang jarak waktu pemesanan berubah-ubah, sistem ini biasa disebut sistem Q, atau Continous Review system atau biasa juga disebut dengan Continous Review Fixed-Order Quantity (FOQ) atau sistem jumlah pesanan tetap. Pada Metode Continuous Review dilakukan monitoring secara terus-menerus pada tingkat persediaan dan akan dilakukan pemesanan kembali dengan kuantitas yang tetap setelah mencapai titik reorder point (Walters, 2003). Metode ini digunakan untuk mengantisipasi laju perubahan permintaan yang bersifat acak atau probabilistik. Kelemahan pada metode pengendalian persediaan dengan sistem Q adalah pemeriksaan persediaan yang harus dilakukan secara terus-menerus sehingga kurang efisien dan akan menambah biaya tenaga kerja dibagian gudang. Persediaan diawasi setiap kali terjadi transaksi pemakaian persediaan dan kemudian persediaan yang ada dibandingkan dengan reorder point. Jika posisi persediaan sama atau lebih kecil dari reorder point, maka dilakukan pemesanan kembali dengan jumlah pemesanan yang tetap. Dan jika posisi persediaan lebih besar dari reorder point bearti tidak ada tindakan pemesanan yang perlu dilakukan. Adapun karakteristik pada sistem Q ini antara lain: a. Periode pemesanan tidak tetap. b. Barang yang disimpan relatif sedikit.
144
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
c. Memerlukan administrasi yang lebih rumit untuk selalu dapat memantau tingkat persediaan agar tidak terlambat memesan. d. Jumlah yang dipesan selalu sama. Sementara itu, gambaran mengenai model Continuous Review dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Model Continuous Review System (Sumber: Sehgal, 2008)
Adapun rumus yang digunakan dalam metode continuous review adalah sebagai berikut: a. Ukuran lot pemesanan (q0) (1) Keterangan: D = permintaan rata-rata tiap periode A = biaya setiap kali pesan Cu = biaya kekurangan persediaan tiap unit barang N = ekspektasi permintaan yang tidak terpenuhi h = biaya simpan per unit per periode b. Reorder point (r’) (2) = titik pemesanan kembali bahan baku = permintaan rata-rata selama lead time = nilai z pada distribusi normal standar pada tingkat α = standar deviasi permintaan selama lead time = standar deviasi permintaan c. Safety stock (SS) (3) Keterangan: = safety stock = nilai z pada distribusi normal standar pada tingkat α = standar deviasi permintaan selama lead time d. Total biaya persediaan (4) Keterangan: = total biaya persediaan = biaya setiap kali pemesanan = onkos simpan per unit per periode = permintaan rata-rata selama lead time = permintaan per periode = ekspektasi permintaan yang tak terpenuhi = biaya kekurangan persediaan setiap unit barang = harga barang per unit
145
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Metode Periodic Review Metode periodic review system atau sistem P adalah pengendalian persediaan dengan jarak waktu antara dua pemesanan tetap sedangkan jumlah bahan yang dipesan berubah-ubah yang didasarkan pada tinjauan periodik terhadap posisi persediaan (Walters, 2003). Penentuan waktu pemesanan dan besarnya jumlah bahan baku yang harus dipesan tidak terikat pada permintaan melainkan pada tinjauan secara periodik. Sementara metode sistem P tidak mengenal adanya reorder point atau titik pemesanan kembali sehingga resiko kekurangan persediaan akan lebih besar akibat dari fluktuasi permintaan selama waktu tunggu (lead time). Adapun karakteristik pada sistem P ini antara lain: a. b. c. d.
Waktu Periode pemesanan selalu tetap. Membutuhkan safety stock yang besar. Administrasi ringan. Setiap kali melakukan pemesanan dalam jumlah yang berbeda. Sementara itu, gambaran mengenai model Periodic Review dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 2. Model Periodic Review System (Sumber: Sehgal, 2008)
Adapun rumus yang digunakan dalam metode periodic review adalah sebagai berikut: a. Waktu periodik pemeriksaan barang (5) Keterangan: = waktu periodik pemeriksaan bahan baku = besarnya ukuran lot pemesanan optimal = permintaan rata-rata bahan baku per periode b. Target persediaan (6) Keterangan: = target persediaan atau tingkat persediaan maksimum = permintaan rata-rata bahan baku per periode = waktu periodik pemeriksaan bahan baku = rata-rata waktu tunggu atau lead time = safety stock c. Total biaya persediaan (7) Keterangan: = total biaya persediaan = biaya setiap kali pemesanan = waktu periodik pemeriksaan barang = onkos simpan per unit per periode = target persediaan barang = permintaan rata-rata selama lead time = permintaan per periode = ekspektasi permintaan yang tak terpenuhi
146
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
= biaya kekurangan persediaan setiap unit barang = harga barang per unit METODOLOGI PENELITIAN Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dilakukan untuk memperoleh gambaran terkait mengenai bagaimana proses pengelolaan persediaan yang dilakukan di dinas cabin maintenance. Identifikasi masalah dilakukan dengan mengamati secara langsung keadaan di lapangan dan melalui proses wawancara dengan pihakpihak yang terkait di bagian persediaan. Dari hasil identifikasi awal diketahui bahwa belum ada perencanaan untuk stok persediaan sehingga ketika ada pesawat yang membutuhkan pergantian suku cadang kabin tidak bisa langsung di proses. Tidak jarang pesawat harus menunggu kedatangan pesanan suku cadang kabin dan membiarkan suku cadang yang rusak masih terpasang. Pengumpulan Data Temuan Kerusakan Pengumpulan data dilakukan dengan mencari kerusakan-kerusakan suku cadang kabin pesawat kemudian dilakukan rekapitulasi pada data GFS (Ground Finding Sheet) sesuai dengan kategori. Pada rekapitulasi data GFS juga harus ditulis secara detail data temuan tersebut seperti nama suku cadang, jenis pesawat, tanggal temuan, deskripsi temuan, dan lain sebagainya. Selanjutnya dari data yang terkumpul, diambil data dengan kategori replacement untuk dilakukan pengelolaan persediaan suku cadang karena termasuk dalam consumable material. Suku cadang consumable merupakan suku cadang yang bersifat habis pakai sehingga memerlukan persediaan untuk memenuhi permintaan pihak maintenance (Muhbiantie, 2011). Pada pengumpulan data ini hanya dilakukan khusus pesawat jenis Boeing 737800NG karena merupakan pesawat yang paling banyak dilayani di PT GMF AeroAsia. Perhitungan Persediaan Pada perhitungan persediaan menggunakan dua metode yaitu metode continuous review dan metode periodic review. Perhitungan menggunakan dua metode ini dilakukan untuk membandingkan metode yang memberikan hasil lebih baik yang sesuai dengan kondisi di perusahaan. Pada perhitungan ini dilakukan penentuan nilai order quantity, reorder point, dan safety stock untuk metode continuous review. Kemudian dilakukan pula perhitungan periode pemesanan dan target persediaan untuk metode periodic review. Tahap akhir dilakukan perhitungan total biaya persediaan pada kedua metode untuk membandingkan metode mana yang mempunyai total biaya persediaan paling rendah. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Temuan Ground Finding Sheet Data Ground Finding Sheet (GFS) merupakan kumpulan data terhadap hasil temuan kerusakan pada kabin pesawat. Data GFS yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari bulan Juli 2012 hingga bulan Juni 2014. Ada beberapa informasi yang terdapat di dalam data GFS seperti jenis pesawat, registrasi pesawat, nama suku cadang, dan lain sebagainya. Informasi mengenai data GFS dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data GFS (Ground Finding Sheet) A/C Type B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800 B737-800
A/C Reg PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMN PK-GMD PK-GMD PK-GEL PK-GEL PK-GEL PK-GMD PK-GMD PK-GEL PK-GMD PK-GEL PK-GMD PK-GMD PK-GEL PK-GEL PK-GEL
Part Name
PLUG ESCHUTEON PLUG ESCHUTEON BALLAST
OVEN -
SEAT PLACARD
Part Number
Occ Date 2012-01-26 2012-01-26 1002992-307ADR 2012-01-26 2012-01-26 2012-01-26 8184-1 2012-01-26 2012-01-26 2012-01-26 2012-01-26 2012-01-26 2012-01-26 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27 2012-01-27
147
Subject ARMREST ARMCAP Passenger Seat Passenger Seat BUMPER STRIP Entrance Light LIGHT Emergency Equipment Placard Placard Lavatory Oven Reading Light ARMCAP ARMCAP ARMREST Toilet Shroud Furnishing/Equipment Equipment/Furnishing Equipment/Furnishing ASHTRAY Placard Placard Lavatory Lavatory Lavatory
Defect Not Available Peel of Missing Missing Broken Not Illuminate Not Available Date Expired Missing Broken Peel of Peel of Peel of Missing Broken Broken Broken Broken Broken Peel of Peel of Missing Broken Broken Peel of Peel of
Action Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement Replacement
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Data Permintaan Suku Cadang Kabin Dari data GFS yang telah dikelompokkan berdasarkan kategori replacement, diperoleh historis permintaan dari setiap suku cadang untuk setiap bulannya. Dari keseluruhan suku cadang yang ada, terdapat dua suku cadang kabin yang hampir membutuhkan pergantian suku cadang untuk setiap bulannya yaitu armcap dan placard. Berikut ini adalah data permintaan armcap dan placard yang terdapat pada tabel 2 dan tabel 3. Tabel 2. Data Permintaan Armcap Jumlah Permintaan Armcap Periode Juli 2012 - Juni 2014 Bulan Jumlah Bulan Jumlah Jul-12 19 Jul-13 48 Agu-12 55 Agu-13 148 Sep-12 0 Sep-13 166 Okt-12 8 Okt-13 96 Nov-12 32 Nov-13 67 Des-12 13 Des-13 83 Jan-13 26 Jan-14 157 Feb-13 3 Feb-14 155 Mar-13 2 Mar-14 167 Apr-13 9 Apr-14 93 Mei-13 3 Mei-14 80 Jun-13 24 Jun-14 85
Tabel 3. Data Permintaan Placard
Jumlah Permintaan Placard Periode Juli 2012 - Juni 2014 Bulan Jumlah Bulan Jumlah Jul-12 17 Jul-13 25 Agu-12 10 Agu-13 17 Sep-12 7 Sep-13 33 Okt-12 40 Okt-13 70 Nov-12 20 Nov-13 80 Des-12 41 Des-13 50 Jan-13 27 Jan-14 29 Feb-13 40 Feb-14 12 Mar-13 17 Mar-14 42 Apr-13 10 Apr-14 21 Mei-13 9 Mei-14 47 Jun-13 2 Jun-14 33
Data Perhitungan untuk Menentukan Kebijakan Persediaan Suku Cadang Kabin Pesawat Berikut ini merupakan data yang digunakan untuk melakukan perhitungan persediaan armcap dan placard. Data-data yang digunakan untuk melakukan perhitungan persediaan diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan. Data-data perhitungan yang telah dikumpulkan digunakan untuk melakukan perhitungan persediaan baik pada metode continuous review maupun periodic review. Hasil dari pengumpulan data perhitungan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Data Perhitungan Kebijakan Persediaan Permintaan rata-rata armcap per periode Standar deviasi permintaan Lead time rata-rata Standar deviasi permintaan selama lead time Biaya setiap kali pemesan Biaya kekurangan persediaan per unit Biaya simpan per unit Harga barang per unit
Armcap 65 unit 58,42 unit 2 bulan 82,61 unit 100 USD 10 USD 0,3 USD 50 USD
Placard 30 unit 19,62 unit 2 bulan 27,75 unit 26 USD 2,6 USD 0,08 USD 13 USD
Hasil Perhitungan Pengendalian Persediaan dengan Metode Continuous Review Berikut ini merupakan hasil pengendalian persediaan armcap dan placard pesawat Boeing 737800NG berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan dengan metode continuous review. Perhitungan pengendalian persediaan placard:
148
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 a.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Iterasi 1 Menghitung ukuran lot pemesanan unit
b.
Menghitung α dan r’
Dari tabel distribusi normal untuk
diperoleh
maka:
unit c.
Menghitung nilai
dengan persamaan:
Dari tabel distribusi normal diperoleh nilai adalah sebagai berikut:
dan
, sehingga nilai N unit
unit d.
Menghitung kembali nilai α dan r1’
Dari tabel distribusi normal untuk
diperoleh
maka:
unit Dari perhitungan diperoleh nilai nilai, sehingga dilanjutkan pada iterasi ke-2
e.
Iterasi 2 Menghitung nilai
dan
dengan menggunakan
. Karena masih terdapat perbedaan
:
j
Dari tabel distribusi normal diperoleh nilai adalah sebagai berikut:
dan
, sehingga nilai N unit
unit f.
Menghitung kembali nilai α dan r1’
Dari tabel distribusi normal untuk
diperoleh
149
maka:
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
g.
unit Dari perhitungan diperoleh nilai dan . Karena hasil dari keduanya sama sehingga tidak perlu dilanjutkan iterasi ke-2. Maka kebijakan persediaan optimal adalah: unit dan unit unit unit Menghitung safety stock (SS)
h.
unit unit Menghitung total biaya persediaan per bulan
Dari hasil perhitungan pengenalian persediaan armcap dan placard dapat dilihat lot pemesanan, reorder point, safety stock, dan total biaya persediaan pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Perhitungan Pengendalian Persediaan dengan Continuous Review Armcap Placard Lot pemesanan 310 unit 169 unit Reorder point 219 unit 87 unit Safety stock 89 unit 27 unit Total biaya 3368,45 USD 405,6 USD
Hasil Perhitungan Pengendalian Persediaan dengan Metode Periodic Review Berikut ini merupakan hasil pengendalian persediaan armcap dan placard pesawat Boeing 737800NG berdasarkan pengolahan yang telah dilakukan. Perhitungan pengendalian persediaan armcap: d. Menghitung periodik pemesanan armcap bulan e.
Menghitung target persediaan
f.
unit Menghitung total biaya persediaan
Dari hasil perhitungan pengenalian persediaan armcap dan placard dapat dilihat periode pemesanan, target persediaan, dan total biaya persediaan pada tabel 6.
150
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 6. Hasil Perhitungan Pengendalian Persediaan dengan Periodic Review Periode pemesanan Target persediaan Total biaya
Armcap
Placard
4,8 bulan
5,6 bulan
528 unit
255 unit
3372,9 USD
405,99 USD
Analisis Perbandingan Metode Continuous Review dengan Metode Periodic Review System Dari hasil perhitungan dengan metode continuous review dengan metode periodic review dapat dibandingkan bahwa pada metode continuous review mengacu pada kuantitas pemesanan yang selalu tetap dengan jarak waktu pemesanan yang tidak sama dan cenderung berubah-ubah. Hal ini dikarenakan adanya reorder point menyebabkan periode pemesanan yang dilakukan cenderung berubah-ubah. Kelebihan metode ini adalah posisi persediaan yang selalu terpantau sehingga akan mengurangi risiko permintaan yang tidak terpenuhi pada saat lead time. Pada metode periodic review mengacu pada periode pemesanan yang selalu tetap. Hal ini menyebabkan ukuran pemesanan yang dilakukan selalu berubah-ubah. Adanya tinjauan pemesanan berdasarkan periode sangat berisiko untuk terjadinya stock out pada perusahaan akibat dari fluktuasi permintaan selama lead time. Sehingga perlu digunakan safety stock yang cukup besar untuk mengantisipasi adanya stock out. Apabila dibandingkan dalam segi total biaya persediaan, untuk total biaya armcap dan placard dengan metode continuous review untuk setiap bulannya mampu menghemat biaya masing-masing 0,13% dan 0,09% dari total biaya dibandingkan dengan metode periodic review. Dari hasil perbandingan biaya yang lebih kecil dan karakter permintaan suku cadang yang sangat fluktuatif, sehingga dapat dikatakan metode continuous review lebih baik diterapkan daripada metode periodic review karena memberikan total biaya persediaan yang lebih sedikit. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh bahwa ukuran pemesanan, reorder point, dan safety stock pada armcap masing-masing adalah 310 unit, 219 unit, dan 89 unit. Sementara pada placard masing-masing adalah 169 unit, 87 unit, dan 27 unit. 2. Total biaya persediaan armcap dan placard selama satu bulan dengan metode continuous review masing-masing adalah 3368,45 USD dan 405,6 USD. Sementara dengan menggunakan metode periodic review masing-masing adalah 3372,9 USD dan 405,99 USD. 3. Pada metode continuous review lebih baik digunakan pada pengendalian persediaan suku cadang di dinas cabin maintenance dibandngkan dengan metode periodic review. Hal ini dikarenakan dengan metode continuous review untuk setiap bulannya mampu menghemat biaya masing-masing 0,13% dan 0,09% dari total biaya dibandingkan dengan metode periodic review PUSTAKA Bahagia, S. N. (2006). Sistem Inventori. Bandung: Penerbit ITB. Muhbiantie, R. T. Y. (2011). Pengendalian Persediaan Suku Cadang Pesawat Terbang dengan Pendekatan Continuous Review. Surakarta: Teknik Industri UNS Parsephalindra. (2012). Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Menggunakan Metode Continuous Review System (Q), Periodic Review System (P) dan Hybrid System (Studi Kasus di UD Permata Mulya). Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Sehgal, V. (2008). Replenishment Policies and Inventory Planning. Diambil dari: http://www.supplychainmusings.com/2008/05/replenishment-policies-and-inventory.html Sitepu, A. D. (2015, 3 Januari). Jumlah Penumpang Pesawat 2014 Naik. SindoNews edisi digital. Walters, D. (2003). Inventory Control and Management, England: John Wiley & Sons Ltd. Yamit , Z. (2005), Manajemen Persediaan Edisi Pertama, Yogyakarta: Ekonosia Yogyakarta
151
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISA KETERLAMBATAN DISTRIBUSI ECI (ENGINEERING CHANGE INSTRUCTION) MENGGUNAKAN METODE TOYOTA BUSINESS PLAN DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA JAKARTA UTARA Ade Putri Kinanthi1, Bambang Suhardi2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 2 Laboratorium Perancangan Sistem Kerja Ergonomi, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected] 1
ABSTRAK PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT. TMMIN) sebagai industri papan atas di Indonesia tentu sudah memiliki sistem kerja dan sistem manajemen yang baik. Tapi hal ini bukan berarti semua sistem kerja yang sudah ada, dan sistem yang ada tidak perlu ditingkatkan dan tidak diadakan perbaikan. Hal tersebut harus selalu ditingkatkan dan perlu perbaikan atau improvement, agar lebih memudahkan proses pekerjaan sehari-hari dan membuat produksi yang dihasilkan menjadi lebih optimal dan maksimal. Dari hasil observasi di PCD-SPMD (Production Control Division- Service Part Management) memiliki beberapa masalah atau kendala dalam pengiriman ECI (Engineering Change Instruction). ECI (Engineering Change Instruction) merupakan dokumen yang berisi mengenai penggantian pada part baik dari bentuk, part number, maupun dari part tersebut berasal. Data ECI,RCI, dan Drawing yang diolah adalah pada bulan Desember 2014, Januari 2015, dan Februari 2015 data yang didapatkkan sejumlah 33 dokumen ECI, RCI dan Drawing yang mengalami keterlambatan. Penyelesaian pada masalah ECI dengan menggunakan metode Toyota Business Plan (TBP) dengan tujuan untuk mencari solusi yang dilakukan secara bertahap dan digunakan untuk menyelesaikan masalah serta memberikan improvement. Metode penyelesaian dengan menggunakan A3 Report terdiri dari beberapa langkah yaitu, background, clarifiy the problem, breakdown the problem, target setting, root cause analysis, countermeasure plan, develop countermeasure, result dan standardization. Kata kunci: Engineering Change Instruction (ECI), Toyota Business Plan, A3 Report PENDAHULUAN Salah satu industri manufaktur otomotif terbesar di Indonesia adalah PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. PT. TMMIN sebagai industri papan atas di Indonesia tentu sudah memiliki sistem kerja dan sistem manajemen yang baik. Tapi hal ini bukan berarti semua sistem kerja yang sudah ada, dan sistem yang ada tidak perlu ditingkatkan dan tidak diadakan perbaikan. Tetapi hal tersebut harus selalu ditingkatkan dan perlu perbaikan atau improvement, agar lebih memudahkan proses pekerjaan sehari-hari dan membuat produksi yang dihasilkan menjadi lebih optimal dan maksimal. PT. TMMIN memiliki banyak hal untuk ditingkatkan di berbagai divisi, penulis berada pada divisi Production Control Division (PCD) dimana dibawahi oleh beberapa sub-departement diantaranya adalah PCD-SPMD (Production Control Division- Service Part Management Departement) Dari hasil observasi di PCD-SPMD (Production Control Division- Service Part Management) memiliki beberapa masalah atau kendala dalam pengiriman ECI (Engineering Change Instruction). ECI (Engineering Change Instruction) merupakan dokumen yang berisi mengenai penggantian pada part baik dari bentuk, part number, maupun dari part tersebut berasal. ECI dikirimkan langsung dari TMC (Toyota Motor Corporation) ke TMMIN dengan menggunakan jasa DHL. Setelah itu ECI pada PCD-SPMD dibiarkan menumpuk 2-3 bulan yang menyebabkan berbagai masalah yaitu seperti terlambatnya produksi. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan adanya suatu SOP (Standar Operation Process) yang baik agar setiap ECI yang masuk langsung di proses sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam produksi. Permasalahan yang terjadi di dalam perusahaan ini akan dianalisis dan diselesaikan dengan improvement yang dapat menjadi masukan bagi perusahaan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. (PT.TMMIN). Penyelesaian masalah ini dengan menggunakan metode Toyota business plan. Business plan sendiri merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpungan dalam bidang perniagaan dan industri, yang menyediakan barang & jasa untuk kebutuhan mempertahankan dan
152
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka (Raymond E. Glos, 1971). Metode penyelesaian dengan menggunakan A3 Report atau Toyota Business Plan terdiri dari beberapa langkah yaitu, background, clarifiy the problem, breakdown the problem, target setting, root cause analysis, countermeasure plan, develop countermeasure, result dan standardization (Liker at al., 2006) LANDASAN TEORI Engineering change adalah aktivitas perubahan desain dan spesifikasi produk yang melibatkan semua unsur perusahaan dan supplier (Wanstrom & Jonsson, 2005). Aktivitas engineering change ini melibatkan perubahan pada komponen dengan cara mengganti komponen lama yang berpotensi untuk bermasalah atau komponen yang direkomendasikan untuk diganti dengan komponen baru yang sudah didesain sesuai dengan hasil penelitian para engineer yang mana hasilnya di cetak dalam dokumen resmi dengan nama Engineering Change Instruction (ECI). Tanggal penggantiannya dilakukan pada saat yang disepakati bersama yaitu disebut sebagai “fase in/out” (Wanstrom & Jonsson, 2005). Langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah di Toyota adalah dengan menggunakan metode Toyota Business Plan (TBP). Dapat digunakan untuk membangun sebuah proses yang baru, maupun pada proses yang sering terjadi masalah. Langkah tersebut memastikan bahwa proses pencarian solusi dilakukan secara bertahap. Jika mengabaikan salah satu proses tersebut, mengalami hambatan atau menghasilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Teknik ini awalnya dikembangkan oleh Sakichi Toyoda dan kemudian digunakan dalam Toyota Motor Corporation selama evolusi metodologi manufaktur mereka. Ini adalah komponen penting dari pemecahan masalah disampaikan sebagai bagian dari Toyota Production System. Alat ini telah melihat digunakan secara luas di luar Toyota, dan sekarang digunakan pula dalam Kaizen, lean manufacturing. Adapun langkah dalam pemecahan masalah di Toyota adalah sebagai berikut (Gudjrin, 2013) : Background Pada background di definisikan latar belakang masalah yang terjadi. Tunjukkan jika masalah ini penting dan menjadi sangat penting untuk dipecahkan. Penjelasan pada background ini dengan membandingkan berbagai masalah yang ada berdasarkan data aktual biasanya dengan menggunakan pareto. Pada background harus focus dalam memilih masalah. Pastikan jika masalah ini terpecahkan, benefitnya besar untuk organisasi/perusahaan. Latar belakang masalah yang tidak benar akan menyebabkan langkah-langkah berikutnya tidak akan berjalan dengan baik Clarify the problem Clarify the problem memperjelas masalah yang telah dipilih untuk dipecahkan. Menunjukkan masalah tersebut sebagai gap. Gap sendiri merupakan antara kondisi ideal dan kondisi aktual yang terjadi (Wakhinuddin. 2009). Dapat mempermudah dalam melihat besarnya masalah tersebut. Kondisi ideal dan kondisi aktual tersebut harus terkuantifikasi atau ada nilainya. Jadi besaran masalah itu dapat terukur. Breakdown the problem Breakdown the problem merupakan pemecahan masalah yang telah dipilih dari berbagai sudut pandang. Pemecahan masalah berdasarkan prinsip 4W 1H. What, when, who, where, how akan membantu dalam mencari fokus masalah. Target Setting Setelah melakukan proses breakdown the problem dengan benar, maka akan dengan mudah menentukan target untuk penyelesaian masalah. Target yang ditentukan itu haruslah spesifik, terukur, menantang, dan dalam jangka waktu tertentu agar dapat terkontrol. Target setting tidak perlu sampai mewujudkan kondisi ideal yang telah ditetapkan di awal. Root Cause Analysis Root Cause Analysis merupakan salah satu langkah yang paling sulit. Pada langkah ini harus mencari akar penyebab dari masalah yang terjadi. Jika akar masalah tidak didapat dengan benar, maka kemungkinan besar masalah yang ada menjadi berulang meskipun sudah ada penanggulangannya. Selain itu, pemanfaatan Root Cause Analysis dalam analisis perbaikan kinerja dapat memudahkan pelacakan terhadap faktor yang mempengaruhi kinerja (Latino & Kenneth, 2006). Ramadhani et. al., (2007) menyebutkan bahwa dalam memanfaatkan RCA terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu : 1) mengidentifikasi dan memperjelas definisi undesired outcome (suatu kejadiaan yang tidak diharapkan), 2) mengumpulkan data, 3) menempatkan kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi pada event and causal factor table, dan 4) lanjutkan pertanyaan “mengapa” untuk mengidentifikasi root causes yang paling kritis. Countermeasure Plan Countermeasure Plan langkah ini merupakan tahapan perencanaan dalam menanggulangi masalah berdasarkan penyebab yang sudah dianalisis. Countermeasure yang dilakukan bersifat temporary dan fix.
153
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Temporary countermeasure dilakukan agar masalah tidak terjadi dalam waktu dekat. Membuat timeline penyelesaian berdasarkan target waktu yang sudah ditentukan. Membuat planning sedetail mungkin dengan menyertakan keypoint. Countermeasure yang akan dilakukan dapat lebih dari satu sesuai jumlah penyebab masalah, namun dilakukan secara bertahap dan satu per satu. Analisis countermeasure dapat dibagi dari 4 aspek yaitu, safety, quality, productivity, dan cost. Develop Countermeasure Langkah ini adalah pelaksanaan dari planning pada langkah sebelumnya. Jika rencananya sudah baik, maka langkah selanjutnya adaalah tindakan. Jika analisis dari countermeasure masih tidak yakin, maka langkah ini akan menjadi proses trial and error untuk mencari solusi terbaik. Dalam pelaksanaannya, mencatat efek-efek yang ditimbulkan dari countermeasure yang dilakukan dan memeriksa kesesuaiannya dengan rencana yang telah disusun. Lakukan temporary countermeasure dengan cepat agar masalah terselesaikan dan sesuai target waktu. Sedangkan fix countermeasure dapat dilakukan setelahnya. Process and Result Evaluation Langkah ini merupakan evaluasi dari countermeasure yang telah dilakukan, apakah efektif atau tidak. Membandingkan pencapaian dengan target yang telah ditentukan. Proses yang baik seharusnya menghasilkan result yang baik pula. Pada langkah ini dapat dipertimbangkn untuk melakukan analisis dan countermeasure yang lain sesuai hasil yang didapat. Dengan data dan analisis yang baik, dapat milih untuk mengejar target, ketepatan waktu atau lanjut ke langkah berikutnya Standardization Standardization adalah langkah menstandarkan yang telah dilakukan pada langkah-langkah sebelumnya sebagai acuan dan patokan. Masalah yang sama tidak terulang karena kesalahan yang sama. Tahap selanjutnya dari kedelapan langkah TBP yang telah dilakukan merupakan 1 cycle PDCA (PlanDo-Check-Action). Alat lain agar proses pengembangn (kaizen) bisa dilakukan terus-menerus. Dokumentasi kedelapam langkah TBP yang telah dilakukan dalam 1 cycle PDCA itu biasanya menggunakn alat A3 Report suatu laporan yang sistematis dan ringkas yang digunakan pada Toyota. METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian haruslah terlebih dahulu dilakukan perumusan langkah – langkah untuk pemecahan masalah, tujuannya adalah untuk mempermudah dalam penelitian agar terarah dengan lebih baik dalam penyelesaian masalah – masalah tersebut. Adapun langkah – langkah dalam penyelesaian masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini: Mulai
Studi Lapangan
Studi Literatur
Latar Belakang Masalah dan Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitia n
Penentuan Batasan Masalah dan Asumsi
Pengumpula n Data: 1. Data ECI,RCI, dan Drawing dari tahun 2013 2. Perbandinga n data ECI,RCI, dan Drawing tahun 2013,2014, dan 2015 2. Data-data penunjang
Pengolahan Data: 1. Back ground 2. Break Down The Problem 3. Clarify The Problem 4. Target Setting 5. Root Cause Analysis 6. Dev elop and Implementation Countermeasure 7. Improv ement 8. Result and Standardization
Analisis
dan Interprestasi Hasil
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian
154
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
HASIL DAN PEMBAHASAN Background Pada background atau latar belakang masalah didefinisikan masalah yang terjadi. Pada background ini dengan membandingkan berbagai masalah yang ada berdasarkan data. Data yang diperoleh berdasarkan data pada Bulan Desember 2014, Januari 2015, dan Februari 2015. Berikut merupakan tabel diagaram batang rekapitulasi ECI,RCI, dan Drawing:
TMMIN
PCD
SPMD
PROJECT
HANDLING & DISTRIBUTION ECI,RCI,DRAWING
Gambar 2. Background
Pada permasalahan ini berfokus pada bulan Desember 2014 sampai Februari 2015. Berikut merupakan diagram batang jumlah dokumen ECI, RCI, dan Drawing yang diterima oleh PT.TMMIN:
Gambar 3. Rekapitulasi ECR,RCI, dan Drawing bulan Januari 2013 – Februari 2015
Gambar 4. Rekapitulasi ECR,RCI, dan Drawing bulan Desember 2014 – Februari 2015
Pada bulan November 2014 terjadi pengiriman dokumen engineering change sebanyak 27 dokumen. Sedangkan pada bulan Desember 2014 dan Januari 2015 tidak terjadi pengiriman dokumen engineering change tetapi pada bulan Februari 2015 terjadi pengiriman sebanyak 33 dokumen. Berikut merupakan diagram batang hasil dari pengiriman dokumen engineering change:
Gambar 5. Diagram Batang Distribusi ECI,RCI, dan Drawing dari bulan November 2014 dan Februari 2015
155
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Clarify The Problem Clarify the problem memeperjelas masalah yang ada dan menunjukkan masalah tersebut sebagai gap yang merupakan antara kondisi ideal dan kondisi aktual yang terjadi. Berikut merupakan diagram batang yang menjelaskan mengenai gap yang terjadi pada keterlambatan engineering change:
Gambar 6. Clarify The Problem
Breakdown The Problem Breakdown the problem merupakan pemecahan masalah yang telah dipilih dari berbagai sudut pandang. Pada permasalahan ini dilihat dari proses awal TMC mengirimkan dokumen tersebut dan diterima oleh pihak PT. TMMIN. Pada tahap ini akan terdapat point of occurance atau titik permsalahan yang terjadi dan akan menjadi fokus utama untuk menyelesaikan masalah tersebut. Berikut merupakan gambar diagram dari breakdown the problem: Point of Occurance
TMC Send ECI,RCI,Drawing
Status Actual Delay Distribution Standar Delay
0 0
TMMIN Receiving
0 0
TMMIN Checking & Input to Database
Fotocopy of ECI,RCI, Drawing
Approval
Delivery to another division
X
X
X
X
15 0
15 0
15 0
15 0
Gambar 7. Breakdown The Problem
Target Setting Pada target setting dilakukan setelah melakukan proses breakdown the problem dengan benar, maka akan dengan mudah menentukan target untuk penyelesaian masalah. Target Setting merupakan target atau tujuan yang akan dicapai. Target pada masalah ini adalah mengurangi keterlambatan dokumen engineering change. Target atau tujuan yang akan dicapai pada masalah ini adalah sebagai berikut:
Gambar 8. Target Setting
Root Cause Analysis Root Cause Analysis merupakan salah satu langkah yang paling sulit. Pada langkah ini harus mencari akar penyebab dari masalah yang terjadi. Pada root cause analysis yaitu merupakan tahap menganalisis faktor-faktor penyebab masalah. Kekurangan utama yang ditemui pada kebanyakan pendekatan pemecahan masalah adalah kurangnya penekanan pada analisis yang tajam. Dijelaskan bahwa unsur-unsur dari root cause analysis adalah man, method, material, dan machine. Berikut merupakan diagram root cause analysis:
156
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 9. Root Cause Analysis
Develop and Implementation Countermeasure Pada development and improvement countermeasure langkah ini merupakan tahapan perencanaan dalam menanggulangi masalah berdasarkan penyebab yang sudah dianalisis. Countermeasure yang dilakukan bersifat jangka pendek dan jangka panjang.yaitu merupakan pengembangan dari suatu masalah didajadikan sebagai improvement. Countermeasure atau tindakan pencegahan yang dilkukan adalah pengembangan dari root cause analysis yang lebih dijelaskan kembali dengan tindakan yang akan dilakukan atau detail aktifitas. Berikut merupakan penjelasan dari develop and implementation countermeasure: No
Route Cause PIC has a sort Period
RC 1
Tabel 1. Develop and Implementation Countermeasure N-1 N Countermeasure Detail Activity Feb'15 Mar'15Apr'15 - Dec'15 PIC Support Evaluation II III IV I 3 4 Establish Short Term: Discussion with Mentor 1 Transfer Knowledge to Prepare Transfer Knowledge another intership 2 with another Internship Person person 1 Discussion with Mentor Establish Long Term: Preparation new intership person
No Standarization Procedure RC 2
Less availabel paper for fotocopy There is no integrated RC 4 Database system (esystem) RC 3
Establish Standarization Operation Procedur and Flowchart of ECI,RCI,and Drawing Establish supply paper for fotocopy Establish e-system database ECI S/P
2
Making Procedure for new internship person
1 2 3 4
Brainstorming Discussion with Mentor Prepare SOP and Flowchart Standarization
Discussion with staff for preparing paper 1 Discussion with Mentor Making Procedure for 2 integrated database system 1
1 Ade Putri Zaki (PCD) (PCD) 2
Ade Putri Zaki (PCD) (PCD) Ade Putri Zaki (PCD) (PCD) Ade Putri Zaki (PCD) (PCD)
Improvement Pada improvement merupakan tahap meningkatkan proses dan menghilangkan faktor-faktor permasalahan. Improvement dilakukan dengan tujuan agar permsalahan yang terjadi tidak terulang kembali. Dalam pelaksanaannya, mencatat efek-efek yang ditimbulkan dari countermeasure yang dilakukan dan memeriksa kesesuaiannya dengan rencana yang telah disusun. Berikut merupakan gambaran improvement yang dilakukan:
157
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 2. Improvement MARCH'15 2 3 4
ITEM 1. Making SOP
5
6
SOP Establishment
2. Transfer Knowledge to another internship Person (PIC)
Transfer Knowledge
3. Trial Handling ECI to New Internship Person
Trial Handling ECI Tabel 3. Improvement ITEM
1. Current Internship Person (PIC)
APR'15
End
Begin
2. Preparing New Internship Person (PIC)
MAY'15
D-15
3. Confirmation New Internship Person
D-3
4. New Internship Person Coming
Begi n
5. Preparing New Internship Person
End
D-15
Result and Standardization Pada result and standardization merupakan tahap mengontrol kinerja proses dan menjamin permasalahan tidak muncul. Standardization merupakan langkah menstandarkan yang telah dilakukan pada langkah-langkah sebelumnya. Pada tahap ini akan ditemukan hasil setelah menemukan masalah dan menerapkan SOP maupun flowchart yang ada. Berikut merupakan hasil dari target delay delivery engineering change:
Gambar 4.10 Result and Standardization
SIMPULAN PCD-SPMD (Production Control Division- Service Part Management) memiliki beberapa masalah atau kendala dalam pengiriman ECI (Engineering Change Instruction) RCI (Routing Change Instruction) dan Drawing yang sering mengalami keterlambatan yang menyebabkan terhambatnya suatu produksi Data ECI,RCI, dan Drawing yang diolah adalah pada bulan Desember 2014, Januari 2015, dan Februari 2015 data yang didapatkkan sejumlah 33 dokumen ECI, RCI dan Drawing yang mengalami
158
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
keterlambatan. Pada bulan Desember 2014 sejumlah 10 buah, Januari 2015 5 buah, dan Februari 18 buah. Maka karena 33 ECI,RCI, dan Drawing dikirimkan pada bulan Februari maka didapatkan gap sebeser 15 buah ECI,RCI, dan Drawing. Standardization yang dilakukan adalah dengan membuat SOP yang baik untuk ECI,RCI, dan Drawing agar tidak terjadi keterlambatan pada pengiriman atau distribusi data-data tersebut, serta tindakan lanjutan yang harus dilakukan adalah membuat database yang terintegrasi untuk menangani ECI,RCI dan Drawing.
PUSTAKA Gudjrin. 2013. 8 Step Pemecahan Masalah ala Toyota. Diambil dari: https://gudjrin.wordpress.com/2013/10/24/8-step-pemecahan-masalah-ala-toyota/ Latino RJ, Kenneth CL. 2006. Root Cause Analysis : Improving Performance for Bottom – Line Results. Florida : CRC Press. Liker, Jeffrey K, dan David Meier. 2006. The Toyota Way Fieldbook. Amerika : Mc Grawhill. Ramadhani M, Fariza A, Basuki DK. 2007. Sistem Pendukung Keputusan Identifikasi Penyebab Susut Distribusi Energi Listrik Menggunakan Metode FMEA. Raymond E. Glos. 1971. Business: Its nature and Environtment: An Introduction. Wakhinuddin. 2009. Analisis GAP. Diambil dari: https://wakhinuddin.wordpress.com/2009/11/24/analisis-gap/ Wanstrom, & Jonsson, P. 2005. The impact of engineering changes on materials planning. Journal of Manufacturing Technology Management
159
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI Ade Putri Kinanthi1, Nur Azizah Rahmadani2, Rahmaniyah Dwi Astuti3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 3 Laboratorium Perancangan Sistem Kerja Ergonomi, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,2
ABSTRAK Pekerja pada penggilingan padi di UD. Citra Tani Sukoharjo dalam mengangkat beban masih secara manual handling dengan mengerahkan tenaga untuk periode yang lama. Sikap tubuh yang tidak ergonomis dan dipaksakan seperti membungkuk dan membawa beban yang terlalu berat merupakan penyebab terjadinya cedera pada pinggang dan punggung. Aktivitas manual material handling juga dapat mengakibatkan berbagai macam resiko terhadap keselamatan kerja apabila diterapkan pada kondisi lingkungan kerja yang kurang sesuai dengan adaptasi pekerja. Penilaian resiko pekerjaan manual handling dengan Nordic Body Map (NBM), metode indikator kunci-LMM, penilaian beban kerja fisik berdasarkan Cardiovascular Load %CVL, dan metode Ovako Working Analysis System (OWAS). Beberapa metode tersebut dimaksudkan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja pekerjaan dan membantu mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil pada NBM yaitu sakit yang dialami pekerja adalah pada punggung dan tangan kiri, berdasarkan Indikator Kunci LMM yang paling besar dengan nilai skor 44 adalah pada fase mengangkut padi, kemudian %CVL terbesar pada pekerja keempat, dan pada OWAS kategori yang paling parah adalah pada fase memasukkan padi ke karung dan mengangkat karung dengan level kategori 4. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pekerja pada penggilingan padi harus dilakukan perubahan dan perbaikan segera mungkin melaui perbaikan secara teknik maupun organisasional untuk mengurangi resiko kerja. Kata kunci: Manual Material Handling, Nordic Body Map, Ovako Working Analysis System, Cardiovascular Load, dan Metode Indikator kunci-LMM PENDAHULUAN Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja pada industri manufaktur di masa sekarang ini masih dominan dalam melakukan aktivitas manual material handling. Aktivitas MMH juga dapat mengakibatkan berbagai macam resiko terhadap keselamatan kerja apabila diterapkan pada kondisi lingkungan kerja yang kurang sesuai dengan adaptasi pekerja, alat yang kurang mendukung dan tidak ergonomis, serta sikap kerja yang salah. Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Adanya massa otot yang beratnya hampir leboh dari separuh berat tubuh, memungkinkan manusia untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaannya. Setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia menerima beban. Pekerjaan manual handling juga dapat menyebabkan stress pada kondisi fisik pekerja yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera. Lebih dari seperempat dari total kecelakaan kerja terjadi berkaitan dengan pekerjaan manual handling (Health Safety Executive, 2003) Penelitian ini dilakukan pada pekerja di tempat penggilingan padi UD. Citra Tani yang terletak di Klumprit, Mojolaban, Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah. Dalam proses produksinya sendiri, UD. Citra Tani masih menggunakan sistem manual pada proses penuangan beras ke dalam mesin penggiling padi dengan fasilitas alat bantu yang kurang memandang aspek ergonomi. Proses penggilingan padi dibagi menjadi beberapa proses yaitu proses penggilingan padi pertama, proses penggilingan padi kedua, proses penggilingan padi ketiga dan yang terakhir adalah proses penyaringan. Semua proses dilakukan dengan menggunakan manual material handling, dari mengangkat padi hingga menuangkan padi ke tempat penggilingan. Operator harus mengangkat beban yang berat dari padi dengan satu tangan saja sebagai tumpuannya sedangkan tangan lainnya berperan sebagai pengontrol penuangan padi ke mesin penggiling. Pekerja pengilingan padi memungkinkan akan berpotensi menimbulkan risiko terhadap bahaya fisik dalam hal keluhan nyeri punggung, bahu, lengan dan kaki atau dikenal Musculoskeletal Disorders. Potensi yang berbahaya ini diakibatkan dari beban pembawaan yang berat dan posisi yang tidak
160
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ergonomis dimana masalah tersebut lazim dialami para pekerja yang melakukan gerakan yang sama dan berulang secara terus menerus. Pekerjaan dengan beban yang berat dan perancangan alat yang tidak ergonomis pada pekerja mengakibatkan pengerahan tenaga yang berlebihan, metode dan postur yang salah seperti memutar dan membungkuk menyebabkan risiko terjadinya MSDs dan kelelahan dini seperti terlihat pada gambar dibawah ini Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) merupakan sebuah metode yang sederhana dan dapat menganalisis suatu pembebanan pada postur tubuh. Sedangkan Nordic Body Map (NBM), merupakan metode lanjutan yang dapat digunakan setelah selesai melakukan observasi dengan metode OWAS. Melalui Nordic Body Map (NBM) maka akan dapat diketahui bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari tingkat rendah sampai dengan keluhan tingkat tinggi. Oleh karena itu, hasil analisa kedua metode di atas akan digunakan sebagai bahan dasar pertimbangan peneliti dalam merancang alat bantu dalam pengecoran logam cair yang melibatkan aspek ergonomi. Selain itu metode Indikator Kunci LMM (Leitmerk Mal Methode) digunakan untuk menilai resiko manual handling untuk objek kerja yang berat dengan mempertimbangkan 4 faktor yaitu, waktu (time), beban (load), sikap tubuh (body posture), dan kondisi selama kerja (condition of performing work) TINJAUAN PUSTAKA Manual handling Manual handling didefenisikan sebagai suatu pekerjaan yang berkaitan dengan mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, menahan, membawa atau memindahkan beban dengan satu tangan atau kedua tangan dan atau dengan penegrahan seluruh bahan. Pekerjaan manual handling akan dapat menyebabkan stress pada kondisi fisik pekerja seperti pengerahan tenaga, sikap tubuh yang dipaksakan dan gerakan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera, energi terbuang secara percuma dan waktu kerja tidak efisien. Faktor resiko yang dominan yang berkaitan dengan terjadinya cedera akibat pekerjaan manual handling antara lain meliputi: (Tarwaka, 2010) Sikap tubuh yang tidak alamiah dan dipaksakan Gerakan berulang Pengerahan bahan berlebihan Sikap kerja statis, dll Nordic Body Map Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu: a) Leher b) Bahu c) Punggung bagian atas d) Siku e) Punggung bagian bawah f) Pergelangan tangan/tangan g) Pinggang/pantat h) Lutut i) Tumit/kaki Metode Indikator Kunci LMM ( Leitmerk Mal Methode) Selama dilakukan pekerjaan manual handling untuk objek yang berat seperti mengangkat, menahan, memindahkan dan menurunkan objek, maka akan dapat menyebabkan resiko cedera atau menebabkan gangguan sistem muskuloskeletal, khususnya pada pinggang. Untuk menilai resiko seperti tersebut diatas dengan metode Indikator Kunci LMM (Leitmerk Mal Methode) Metode ini digunakan didalam penilaian resiko selama dilakukan pekerjaan manual handling untuk objek kerja yang berat dengan mempertimbangkan empat (4) faktor atau parameter stress fisik terjadi selama pekerjaan manual handling yaitu waktu (time), beban (load), sikap tubuh (body posture) dan kondisi selama kerja (Condition of Performing Work). Penilaian metode indikator kunci tersebut yaitu: 1. Rating indikator waktu (Time Indicator – T) Indikasi berat ringanya dari lama waktu ketika seseorang menangani beban/objek kerja dapat dinilai, yang didasarkan pada jenis aktivitas manual handling dengan memilih salah satu dari ketiga bentuk tentang bagaimana penanganan beban biasanya dilakukan dapat dinilai yang didasarkan pada tabel dibawah ini.
161
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 1. Penilaian Waktu Didasarkan Jenis Manual handling
Mengangkat atau Operasi Pemindahan (<5 detik) Frekuensi (Jumlah/1 hari kerja) <10 10 - <40 40 - <200 200 - <500 500 - <1000 >1000
2.
Menahan/Menopang Objek (>5 detik)
Memindahkan Objek pada Jarak > 5m) Total Rating Total Durasi Rating jarak Waktu Menahan/ 1 hari kerja Rating Waktu selama Waktu (Skor) (menit) (Skor) (Skor) 1 hari 1 <5 1 <0,3 1 2 5 - <15 2 0,3 - <1 2 4 15 - <60 4 1 - <4 4 6 60 - <120 6 4 - <8 6 8 120 - <240 8 8 - <16 8 10 >240 10 >16 10
Rating Indikator Massa/Beban (Mass Indicator- M) Indikasi berat ringanya beban kerja oleh karena massa dari suatu objek yang dikerjakan yang dapat dinilai didasarkan pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Penilaian Massa/Beban terhadap Beban Efektif Berat Kerja untuk Laki-laki (Kg) <10 10 - <20 20 - <30 30 - <40 >40
3.
Rating Beban 1 2 4 7 10
Beban Efektif untuk Rating Beban Wanita (Kg) (Skor) <5 1 5 - <10 2 10 - <15 4 16 - <25 7 >25 10
Rating Indikator Sikap Tubuh (Body Posture Indicator – P) Indikasi berat ringannya faktor sikap tubuh dinilai atau rating berdasarkan tabel dibawah ini. Tabel 3. Penilaian Sikap Tubuh terhadap Jenis Sikap Tubuh dan Posisi Beban Rating Sikap Tubuh, Posisi Beban Hubungannya dengan Tubuh Sikap (Skor) Tubuh bagian atas tidak memutar. Beban berada dekat dengan badan 1 Sedikit membungkuk ke depan atau sedikit memuntirkan badan 2 Beban berada dekat dengan badan atau di atas ketinggian bahu Membungkuk sampai bawah dan membungkuk ke depan cukup jauh 3 Sedikit membungkuk ke depan atau dengan memuntirkan badan secara stimulan. Beban berada jauh dari badan atau di atas bahu Membungkuk ke depan atau dengan memuntirkan badan secara stimulan. Beban berada jauh dari badan atau di atas bahu. Stabilitas tubuh terbatas, pada saat berdiri. Jongkok dan atau berlutut
4.
4
Rating Indikator Kondisi Kerja (Working Condition Indicator – W) Indikator berat ringannya kondisi kerja, salah satu yang harus dipertimbangkan adalah kondisi kerja yang dominan selama periode kerja secara keseluruhan yang dapat dinilai didasarkan pada tabel dibawah ini. Tabel 4. Penilaian Indikator Kondisi Kerja
Penjelasan Kondisi pada saat Melakukan Pekerjaan Kondisi ergonomi yang baik, tidak ada menghalangi beban kerja, pencahayaan bagus Terbatasnya ruang untuk bergerak, stabilitas tubuh terganggu karena keadaan lantai tidak rata Ruang untuk kerja sangat terbatas dan atau pusat gravitasi beban tidak stabil selama pemindahaan bahan
162
Rating Kondisi Kerja (Skor) 0 1 2
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Hasil penilaian adalah berupa skor (O), selanjutnya O dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: O = T x (M + P + W) Berdasarkan hasil yang dihitung (O) dapat menilai secara kasar tingkat resiko pekerjaan manual handling, berdasarkan tabel dibawah ini.
Tabel 5. Penilaian Resiko Berkaitan dengan Beban Kerja Final Skor Final Skor (O) <10 10-<25
25-<50
>50
Penjelasan Beban Kerja, Tingkat Sarana Preventif Frekuensi dan Efek Resiko Situasi beban kerja rendah 1 Tidak diperlukan perbaikan Situasi beban kerja rendah, Belum, diperlukan adanya perbaikan. pembebanan fisik kemungkinan Bagi pekera pengaturan kembali 2 terjadi untuk pekerjaan tertentu tempat kerja tertentu tersebut Situasi beban kerja meningkat tinggi. Pembebanan fisik berlebih mungkin dialami oleh pekerja normal Situasi beban kerja tinggi. Pembebanan fisik berlebih sering terjadi
3
4
Diperlukan adanya perbaikan yang menyebabkan stress fisik bagi individu pekerja dengan menanyakan kepada merak tentang beban kerja dan kemungkinan terjadinya cedera Harus dilakukan perubahan dan perbaikan segera, melalui perbaikan secara teknik maupun organisasional untuk mengurangi resiko
Beban Kerja Beban kerja (work load) dapat didefenisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan kerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Mengingat kerja tingkat pembebanan yang berbeda-bedamanusia bersifat mental dan fisik, maka masing-masing mempunyai tingkat pembebanan yang berbeda-beda. Salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan pengukuran denyut jantung. Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefenisikan oleh Grandjean (1993) yaitu: Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja. Klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = % CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut : %CVL =
100 x (Denyut Nadi Kerja - Denyut Nadi Istirahat) Denyut Nadi Maksimum - Denyut Nadi Istirahat
Dimana denyut nadi maksimum adalah (220- umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari hasil penghitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan seperti di bawah ini. Tabel 6. Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan %CVL Range Klasifikasi <30% Tidak terjadi kelelahan 30 - < 60% Diperlukan pebaikan 60 - < 80% Kerja dalam waktu singkat 80 - < 100% Diperlukan tindakan segera >100% Tidak diperbolehkan beraktivitas
Metode Postur Kerja Ovako Work Posture Analysis System(OWAS) OWAS merupakan metode analisis sikap kerja yang mendefinisikan pergerakan bagian tubuh punggung, lengan, kaki, dan beban berat yang diangkat. Masing-masing anggota tubuh tersebut diklasifikasikan menjadi sikap kerja. Berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan dievaluasi (Karhu, 1981): A. Sikap punggung 1. Lurus 2. Membungkuk 3. Memutar atau miring kesamping
163
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping.
Gambar 1. Klasifikasi sikap kerja bagian punggung
B. Sikap lengan 1. Kedua lengan berada di bawah bahu 2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu 3. Kedua lengan pada atau diatas bahu
Gambar 2. Klasifikasi sikap kerja bagian lengan
C. Sikap kaki 1. Duduk 2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus 3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus 4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk. 5. Berlutut pada satu atau kedua lutut 6. Berjalan
Gambar 3. Klasifikasi sikap kerja bagian kaki
D. Berat beban 1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W ≤ 10 Kg ) 2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg < W ≤ 20 Kg ) 3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W ≥ 20 Kg ) Hasil dari analisis sikap kerja OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang berbahaya bagi para pekerja. LEVEL 1 : Pada sikap ini tidak masalah pada sistem muskuloskeletal. Tidak perlu perbaikan. LEVEL 2 : Pada sikap ini berbahaya pada sistem muskuloskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan). Perlu perbaikan dimasa yang akan datang. LEVEL 3 : Pada sikap ini berbahaya bagi sistem muskuloskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan). Perlu perbaikan segera mungkin. LEVEL 4 : Pada sikap ini berbahaya bagi sistem muskuloskeletal (sikap kerja ini mengakibatkan resiko yang jelas). Perlu perbaikan secara langsung/saat ini. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan pada penilitian ini dengan menggunakan: a. Observasi Dalam metode ini peneliti mengamati secara langsung ke tempat penelitian serta mecatat hal-hal yang dianggap penting dalam mempengaruhi beban kerja operator. b. Dokumentasi Dokumentasi ini berupa data detak jantung operator, foto-foto postur kerja dan video saat melakukan aktivitas manual material handling c. Wawancara
164
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
d.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Berkaitan informasi mengenai informasi tata cara dan hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pekerjaan, kondisi awal aktivitas kerja, keinginan pekerja, keluhan dan ketidak nyamannya pekerja pada saat melakukan aktivitas menuang logam cair. Kuesioner Daftar pertanyaan tertulis berisi tentang bagian tubuh yang sering mengalami keluhan saat bekerja
HASIL DAN PEMBAHASAN Pekerja yang diamati ada sebanyak 4 orang, dilakukan identifikasi pekerjaan secara manual handling dilingkungan kerja dan pengukuran denyut nadi, interview/wawancara dan pengamatan tempat kerja yang berhubungan dengan penelitian.
Penilaian Nordic Body Map Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot skeletal.Dalam penilaian MSDs dilakukan langkah menyebar kuesioner yang berisi gambar bagian tubuh manusia beserta keterangannya dengan skala 1-4 yaitu: (1) Tidak Sakit, (2) Agak Sakit, (3) Sakit, (4) Sangat Sakit, Hal tersebut untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh pekerja penggilingan padi. Pada Penelitian ini dilakukan identifikasi keluhan MSDs yang dialami pekerja penggilingan padi guna mengetahui bagian tubuh yang sering dikeluhkan operator saat sedang melakukan pekerjaan maupun setelahnya. Berdasarkan kuesioner NBM yang telah disebar kepada 4 pekerja, maka diperoleh data sebagai berikut:
Gambar 4. Grafik Keluhan MDS Pekerja Penggilingan Padi
Berdasarkan grafik penilaian NBM, Pekerja 1 merasakan sangat sakit pada bagian paha dan kaki kiri. Pada pekerja 2, tingkat keluhan sangat sakit yang dirasakan pada tubuh yaitu pada bagian punggung, tangan kiri, dan pergelangan tangan kiri. Pekerja 3 merasakan bagian sangat sakit pada tubuh bagian punggung. Keluhan terbanyak dirasakan oeh pekerja 4 karena pekerja tersebut dalam melakukan pekerjaannya sering mengalami rasa sakit pada bagian bahu kanan dan kiri, bagian lengan kanan dan kiri, bagian punggung, bagian paha kanan dan kiri, dan bagian kaki. Penilaian Indikator Kunci LMM Hasil penilaian adalah berupa skor (O), selanjutnya O dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : O = T x (M + P + W) Berdasarkan hasil yang dihitung (O) dapat menilai secara kasar tingkat resiko pekerjaan manual handling. Berikut merupakan hasil perhitungan dari penilaian indikator kunci LMM:
165
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Tabel 7. Penilaian Indikator Kunci LMM T
M
P
W
O (Final Skor)
Mengambil Padi
4
4
3
2
36
Mengangkat dan Menopang Padi di Bahu
4
7
2
2
44
Menuangkan Padi ke dalam Mesin Penggiling
2
4
2
2
16
Memasukkan padi ke karung dan mengangkat karung
4
4
3
2
36
Fase
Berdasarkan hasil diatas maka didapatkan pada elemen mengambil padi, mengangkat dan menopang padi di Bahu, dan memasukkan padi ke karung dan mengangkat karung didapatkan hasil dalam range 25<50 maka berdasarkan indikator LMM, dengan penjelasan beban kerja , frekuensi dan efek adalah situasi beban kerja meningkat tinggi, pembebanan fisik berlebih mungkin dialami oleh pekerja normal dan tingkat resiko bernilai 3 dengan sarana preventif adalah diperlukan adanya perbaikan yang menyebabkan stress fisik bagi individu pekerja dengan menanyakan kepada mereka tentang beban kerja dan kemungkinan terjadinya cedera. Sedangkan pada elemen kerja menuangkan padi ke dalam mesin penggiling di dapatkan final score 10<25 dengan penjelasan beban kerja, frekuensi dan efek menjelaskan situasi beban kerja meningkat. Pembebanan fisik kemungkinan terjadi untuk pekerjaan tertentu. Tingkat resiko bernilai 2 dengan sarana preventif adalah belum diperlukan adanya perbaikan. Bagi pekerja pengaturan kembali tempat kerja tertentu. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan %CVL Pada tahap ini dilakukan analisa pengukuran detak jantung guna mengetahui beban kerja pada operator. Dalam waktu pengukurannya, perhitungan detak jantung dilakukan dua tahap yaitu tahap saat operator belum melakukan aktivitas penggilingan padi dan saat operator melakukan aktivitas penggilingan padi. Selanjutnya dilakukan tahap perhitungan %CVL. Hasil rekapitulasi data tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 8. Penilaian Beban Kerja Berdasarkan %CVL Denyut Nadi (pulse/menit)
Umur (th)
Kerja
Istirahat
Sumidi
37
146
120
183
41
Diperlukan perbaikan
Diono
52
164
122
168
91
Diperlukan tindakan segera
Wido
51
147
117
169
58
Diperlukan perbaikan
Sarto Sugiono 55
193
128
165
176 Tidak diperbolehkan beraktivitas
Pekerja
Maksimum % CVL (220 - umur)
Klasifikasi
Dari hasil tabel di atas dapat disimpulkan bahwa diperlukan perbaikan pada pekerja penggilingan padi karena termasuk kategori pekerjaan yang berat sehingga diperlukan perbaikan dari sistem kerja maupun peralatan kerja agar dapat menurunkan beban kerja dan tingkat kelelahan operator. Penilaian Ovako Working Analysis System (OWAS) Pada tahap ini dilakukan penilaian klasifikasi kategori resiko dari posisi tubuh operator melalui metode OWAS. Dalam penilaian akan dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 9. Penilaian Ovako Working Analysis System (OWAS) Fas e Mengambil padi
Gambar
Kode 2143
Kate gori Level 3
Mengangkut padi
1323
Level 1
Menuangkan padi ke dalam mesin penggiling
1353
Level 3
Membersihkan padi dari proses penyaringan
4341
Level 4
166
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pekerjaan mengangkut padi didapatkan hasil level kategori 1 yaitu menjelaskan bahwa pekerja masih bekerja dalam kondisi aman. Pada pekerjaan mengambil padi dan menuangkan padi ke dalam mesin penggiling di dapatkan hasil level kategori 3 yaitu perlu tindakan dalam waktu dekat, dan pada pekerjaan memasukkan padi ke karung didapatkan hasil kategori level 4 yaitu menjelaskan bahwa perlu tindakan dan perubahan sekarang juga. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil dari NBM (Nordic Body Map) bagian tubuh yang dirasakan sangat sakit oleh pekerja yatu pada bagian punggung. Keluhan lain yang dirasakan pekerja yaitu bagian bahu, lengan, tangan, dan kaki. Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerja pada penggilingan padi digolongkan dalam klasifikasi tingkat resiko tinggi sehingga diperlukan perbaikan dan penanganan segera. 2. Berdasarkan penilaian indikator LMM, pekerjaan mengangkat padi, mengangkut padi, dan memasukkan padi ke karung merupakan pekerjaan dengan beban kerja, frekuensi dan efek dimana situasi beban kerja meningkat tinggi, pembebanan fisik berlebih mungkin dialami oleh pekerja normal dan tingkat resiko bernilai 3 dengan sarana preventif adalah diperlukan adanya perbaikan yang menyebabkan stress fisik bagi individu pekerja dengan menanyakan kepada mereka tentang beban kerja dan kemungkinan terjadinya cedera. Sedangkan pada elemen kerja menuangkan padi ke dalam mesin penggiling, situasi beban kerja meningkat dan pembebanan fisik kemungkinan terjadi untuk pekerjaan tertentu. Pekerjaan ini termasuk dalam tingkat resiko bernilai 2 dengan sarana preventif adalah belum diperlukan adanya perbaikan. Bagi pekerja pengaturan kembali tempat kerja tertentu. 3. Berdasarkan penilaian beban kerja dengan %CVL, diperoleh hasil bahwa pada pekerja penggilingan padi diperlukan perbaikan karena termasuk kategori pekerjaan yang berat sehingga diperlukan perbaikan dari sistem kerja maupun peralatan kerja agar dapat menurunkan beban kerja dan tingkat kelelahan operator. 4. Hasil penilaian postur kerja operator pengecoran logam adalah sebagai berikut: a. Pada fase pekerjaan mengambil padi dan menuangkan padi ke dalam mesin penggiling, penilaian OWAS menunjukkan bahwa diperlukan tindakan dalam waktu dekat. b. Pada fase pekerjaan mengangkut padi , penilaian OWAS menunjukan bahwa pekerja dalam keadaan aman dalam melakukan pekerjaan. c. Pada fase memasukkan padi ke karung dan mengangkat karung, penilaian OWAS menunjukan bahwa perlu diakukan tindakan sekarang juga. PUSTAKA Astuti, Rahmaniyah Dwi & Suhardi, Bambang. 2007. Analisis Postur Kerja Manual Material Handling Menggunakan Metode Owas (Ovako Work Postur Analysis System). Jurnal Nasional. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri. Mufti Hidayat. 2014. Analisa Aktivitas Manual Material Handling Sebagai Dasar Perancangan Alat Bantu Dalam Perbaikan Postur Tubuh Pada Operator Pengecoran Logam. Tugas Akhir. Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Simanjuntak, Risma Adelia. 2011. Penilaian Resiko Manual Handling dengan Metode Indikator Kunci dan Penentuan Klasifikasi Beban Kerja dengan Penentuan Cardiovasculair Load. Proceeding Seminar Nasional “Industrial Services”. Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jurusan Teknik Industri. Wijaya, Andy. 2008. Analisa Postur Kerja Dan Perancangan Alat Bantu Untuk Aktivitas Manual Material Handling Industri Kecil. Tugas Akhir. Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri.
167
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PABRIK PEMBUATAN RANGKA MEJA PING-PONG PADA CV SHIAMIQ TERANG ABADI Ade Putri K1, Alifah K2, Finda Arwi M3, Rizqy W4, Virda Hersy L. S5, Wakhid Ahmad Jauhari6 1,2,3,4,5 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 6 Laboratorium Sistem Produksi, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email: 1
[email protected],
[email protected],
[email protected], 4
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Permasalahan CV. Shiamiq Terang Abadi merupakan permasalahan yang berkaitan dengan perancangan tata letak fasilitas pabrik. Saat ini pada CV. Shiamiq Terang Abadi masih terdapat peletakan fasilitas yang tidak sesuai dengan hubungan antar aktivitasnya serta masih terdapat langkah balik pada alur produksinya, dimana hal ini dapat memperlambat proses produksi yang dilakukan dan menyebabkan tingginya biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk material handling. Penyelesaian pada permasalahan ini adalah melalui perhitungan Ongkos Material Handling (OMH), From To Chart (FTC), koefisien inflow, Tabel Skala Prioritas (TSP), Activity Relationship Chart (ARC), Activity Allocation Diagram (AAD), Activity Relationship Diagram (ARD). Dari perhitungan tersebut diperoleh tataletak baru dengan ongkos material handling yang lebih kecil dibandingkan dengan ongkos material handling awal. Ongkos material handling dari layout awal perusahaan yaitu Rp 1.481.269,57 dan OMH setelah diubah yaitu Rp 978.858,79. Kata kunci: tata letak fasilitas pabrik,AAD,ARD PENDAHULUAN Tata letak pabrik dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan luas area untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan material baik yang bersifat temporer maupun permanen, personal pekerja, dan sebagainya (Wignjosoebroto, 2000). Tata letak adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Tata letak fasilitas yang dirancang dengan baik pada umumnya akan memberikan kontribusi yang positif dalam optimalisasi proses operasi perusahaan dan pada akhirnya akan menjaga kelangsungan hidup perusahaan serta keberhasilan perusahaan (Purnomo, 2004). Tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal kecukupan kapasitas produksi, kelancaran proses, fleksibilitas operasi, dan ongkos penanganan material, serta untuk keyamanan kerja. Tata letak fasilitas pabrik memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap performansi perusahaan seperti penurunan ongkos material handling, work-in process inventory, lead times, peningkatan produktivitas, dan performansi material handling (Ainur dkk, nd). Perusahaan yang mengabaikan tata letak yang baik tentunya akan mengalami permasalahan seperti output produksi yang tidak mencapai target, sering terjadinya kemacetan dalam aliran produksi, dan beresiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja bagi operator. Tujuan atau manfaat dari adanya perencanaan fasilitas menurut Apple (1990) adalah 1) Mengurangi investasi peralatan, 2) Penggunaan ruang lebih efektif, 3) Menjaga fleksibilitas susunan mesin, 4) Memberi kemudahan, keamanan dan kenyamanan bagi karyawan, 5) Meminimumkan material handling, 6) Meningkatkan efektifitas penggunaan tenaga kerja. CV Shiamiq Terang Abadi merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur meja ping-pong dan peralatan alat-alat olahraga lainnya. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 2003 yang pada saat itu dikenal dengan nama Gunawan Industri. Pada tahun 2013, Gunawan Industri mengembangkan perusahaannya menjadi CV. Shiamiq Terang Abadi. Seiring bertambah pesatnya CV.Shiamiq Terang Abadi diperlukan tata letak fasilitas yang baik. Tetapi pada kenyataanya ditemukan adanya langkah balik pada aliran produksi serta adanya peletakan fasilitas yang tidak sesuai dengan hubungan antar aktivitas. Peletakan ruang departemen yang tidak beraturan dan tidak sesuai dengan aliran proses menyebabkan adanya aliran balik sehingga jarak tempuh bahan baku menjadi jauh. Peletakan fasilitas yang tidak sesuai dengan hubungan antar aktivitas menambah jarak tempuh yang harus dilalui pekerja karena penggunaan lahan yang luas. Hal-hal tersebut menyebabkan pekerja merasa tidak nyaman saat bekerja. Bagi
168
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
perusahaan, tentu saja hal ini merupakan sebuah kerugian karena menyebabkan biaya pengangkutan (material handling) menjadi besar. Dalam kegiatan re-design tata letak fasilitas ini, peneliti melakukan perancangan tata letak dengan memperhatikan product layout. Product layout merupakan metode atau cara pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi berdasarkan urutan operasi dari sebuah produk. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode Systematic Layout Planning (SLP). Metode ini memungkinkan untuk memunculkan solusi yang lebih dari satu alternatif sehingga dapat dipilih metode yang terbaik untuk menyelesaikan masalah tata letak pada perusahaan. Metode SLP juga mempunyai prosedur yang terperinci dalam mengatur layout berdasarkan urutan prosesnya. Studi ini adalah sebuah penelitian tentang perancangan tata letak fasilitas produksi dengan menggunakan metode Systematic Layout Planning (SLP) dimana alternatif layout baru dirancang dengan menggambarkan hubungan kedekatan antar departemen berdasarkan Relationship Diagram dan Relationship Chart. Selain itu, untuk menentukan rancangan usulan terhadap layout maka dilakukan perhitungan untuk menentukan jarak antar stasiun kerja, perhitungan biaya Ongkos Material Handling (OMH), membuat Front to Chart (FTC), penentuan kebutuhan luas ruangan layout, pembuatan Tabel Skala Prioritas (TSP), membuat Activity Relationship Chart (ARC), membuat Activity Allocation Diagram (AAD), membuat Activity Relationship Diagram (ARD) dan membuat layout usulan. Tahap selanjutnya yaitu melakukan analisis terhadap layout awal perusahaan dan layout usulan yang telah dibuat. Berdasarkan layout usulan yang telah dibuat kemudian dihitung kebutuhan Ongkos Material Handling (OMH). Layout yang dipilih adalah layout yang mempunyai biaya material handling terkecil. Tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan dan memberikan saran bagi perusahaan berdasarkan hasil analisis. Kesimpulan dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Sedangkan saran yang diberikan dapat digunakan untuk perbaikan tata letak pada lantai produksi di CV Shiamiq Terang Abadi. HASIL DAN PEMBAHASAN Layout Awal Layout awal perusahaan ini terdiri dari dua lantai dengan luas pabrik ± 1.186 m2 dengan rincian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Layout Awal Perusahaan
Produksi meja tenis meja pada CV. Shiamiq Terang Abadi ini dilakukan pada 2 pabrik dimana pabrik 1 melakukan proses produksi Top atau alas meja tenis dan pabrik 2 melakukan produksi rangka
169
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
yang kemudian dilakukan assembly pada pabrik 2. Proses produksi ini dimulai dengan melakukan proses pemotongan besi pada stasiun D, kemudian dilakukan pengelasan dan pengeboran pada stasiun A,B,dan E. setelah dilakukan pengeboran dan pengelasan dilakukan proses treatment pada stasiun F. Setelah besi selesai ditreatment dilakukan proses powder coating atau pengecatan yang kemudian dilanjutkan oleh proses pengovenan untuk mengeringkan cat. Setelah rangka besi kering maka dilakukan proses assembly dengan top yang dikirim dari pabrik 1. Proses akhri dari produksi meja tenis meja ini adalah proses pengepakan yang dilakukan pada stasiun H. Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Pabrik Tabel 1. Data Ukuran Tiap Stasiun Kerja
Berdasarkan data tersebut diatas dapat diketahui jarak dari masing-masing stasiun kerja. Jarak antar stasiun tersebut merupakan jarak perpindahan yang dibutuhkan oleh material. Adapun jarak antar stasiun kerja disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Jarak Antar Stasiun Kerja
Ongkos Material Handling (OMH) Ongkos material handling per bulan dapat diketahui dengan data-data mengenai biaya tenaga kerja per bulan, frekuensi material handling, total pekerja, dan jarak total material handling. Dengan total 23 pekerja, maka CV. Shiamiq Terang Abadi mengeluarkan ongkos material handling sebesar Rp 1.481.270,00 per pekerja. Untuk mengetahui rincian ongkos material handling per bulan dapat dilihat Tabel 3. Tabel 3. Ongkos Material Handling (OMH) Layout Awal
From To Chart (FTC) From to Chart adalah salah satu teknik yang digunakan dalam layout, hal ini membantu banyaknya catatan aliran melalui suatu tempat, seperti bengkel kerja, bengkel mesin besar, kantor atau fasilitas lain
170
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
(Harahap, 2006). Adapun From To Chart pada CV. Shiamiq Terang Abadi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. From To Chart (FTC)
Kebutuhan Luas Ruangan Penentuan kebutuhan luas ruangan layout digunakan untuk menentukan luas ruang ideal yang diperlukan untuk masing-masing area atau departemen kerja. Penentuan luas ruangan yang dibutuhkan untuk setiap departemen kerja pada pembuatan rangka di CV.STA, dilakukan dengan terlebih dahulu merinci fasilitas produksi dan fasilitas pendukung produksi yang diperlukan di setiap departemen kerja. Berikut merupakan rincian fasilitas produksi dan fasilitas pendukung yang dibutuhkan oleh setiap departemen kerja. Kebutuhan luas untuk setiap departemen diperhitungkan dengan mengidentifikasi ukuran mesin dan material serta jumlah dari mesin dan material tersebut. Dalam penentuan kebutuhan luas ruangan layout, diperhitungkan pula toleransi dan allowance yang besarnya telah disesuaikan dengan kondisi proses produksi di setiap departemen kerja serta kebutuhan operator. Toleransi dan allowance tersebut meliputi beberapa hal, yakni: ruang gerak operator, perawatan mesin, penumpukan material sementara, gang (aisle). Perhitungan kebutuhan luas ruangan CV. STA disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kebutuhan Luas Ruangan
Tabel Skala Prioritas (TSP) Tabel skala prioritas adalah tabel yang menggambarkan urutan prioritas antara departemen atau mesin dan layout atau lintasan produksi. Urutan prioritas ditentukan berdasarkan nilai koefisien ongkos yang telah dihitung pada From To Chart (FTC) sebelumnya. Apabila terdapat urutan proses produksi yang datang dari departemen yang sama, akan lebih diprioritaskan koefisien ongkos dengan nilai tertinggi.
171
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Sebelum membuat tabel skala prioritas, terlebih dahulu membuat tabel outflow atau inflow. Outflow digunakan untuk mencari koefisien ongkos yang keluar dari suatu departemen ke departemen lain. Sedangkan inflow digunakan untuk mencari koefisien ongkos yang masuk ke suatu departemen dari departemen lainnya. Koefisien inflow dapat dihitung dengan membagi biaya dari suatu departemen ke departemen lain dengan total biaya OMH yang masuk ke departemen tersebut disajikan pada Tabel 6. Penggunaan koefisien inflow disebabkan karena pemilihan ongkos material dari yang terkecil hingga terbesar sehingga mampu untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan.
Tabel 6. Koefisien Inflow
Tabel Skala Prioritas (TSP) merupakan tabel yang menggambarkan urutan prioritas antar departemen dalam suatu lintasan atau layout pabrik. TSP diperoleh dari hasil perhitungan inflow, dimana prioritas diurutkan berdasarkan harga koefisien terbesar lalu koefisien terkecil. Departemen yang memiliki koefisien terbesar menunjukkan departemen tersebut harus berdekatan dengan departemen yang bersangkutan. Dari tabel tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk memperkecil jarak pengangkutan material (material handling), mengoptimalkan layout, dan meminimumkan ongkos material handling. Tabel Skala Prioritas CV. STA dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tabel Skala Prioritas (TSP)
Activity Relationship Chart (ARC) Activity Relationship Chart atau Peta Hubungan Kerja kegiatan adalah aktifitas atau kegiatan antara masing-masing bagian yang menggambarkan penting tidaknya kedekatan ruangan. Dengan kata lain, Activity Relationship Chart (ARC) merupakan peta yang disusun untuk mengetahui tingkat hubungan antar aktivitas yang terjadi di setiap area satu dengan area lainnya secara berpasangan. Pada dasarnya dalam suatu proses produksi harus terdapat hubungan keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya yang dianggap penting dan selalu diletakkan berdekatan demi kelancaran aktivitas proses produksi. Manfaat dari dibuatnya ARC ini adalah untuk mengetahui stasiun kerja manakah yang memiliki keterkaitan yang erat sehingga perlu untuk diletakkan bersebelahan. Pada dasarnya dalam suatu proses produksi harus terdapat hubungan keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya yang dianggap penting dan selalu diletakkan berdekatan demi kelancaran aktivitas proses produksi. Hubungan tersebut dilihat dari beberapa aspek berikut ini :
172
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
1.Hubungan keterkaitan secara departemen 2.Aliran material 3.Peralatan yang digunakan 4.Manusia yang bekerja 5.Informasi dan lingkungan Pada pembuatan ARC, dikenal beberapa simbol yang kerap digunakan sebagai penunjuk hubungan kedekatan antar departemen yakni sebagai berikut.
Gambar 3. Activity Relationship Chart (ARC)
Perancangan Layout Usulan 1) Activity Allocation Diagram (AAD)
173
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Gambar 4. AAD Usulan
2)
Activity Relationship Diagram (ARD)
Gambar 5. ARD Usulan
Pada layout usulan ARD ketiga ini memiliki kelebihan yaitu akses masuk dan keluar dari barang jadi lebih mudah karena gudang barang jadi terletak di dekat pintu masuk. Kelebihan yang berikutnya yaitu letak gudang bahan baku ditengah yang memudahkan akses pengambilan bahan baku untuk semua stasiun. Kelebihan yang selanjutnya yaitu proses treatment dilakukan di lantai satu sehingga resiko cairan-cairan tumpah atau bocor dan masuk ke stasiun lain dapat dihindari. Namun di balik kelebihannya terdapat kekurangan yaitu akses masuk bahan baku susah karena pemindahan bahan baku yang baru datang ke gudang bahan baku terlalu jauh. Kelemahan yang berikutnya yaitu ruang gerak operator di stasiun yang berda di dekat gudang bahan baku semakin sempit. Dan kelemahan yang terakhir yaitu bahan baku dapat terkena berisiko terkena tumpahan atau kebocoran cat dari stasiun powder coating. 3) OMH Layout Usulan Tabel 8. OMH Layout Usulan
174
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dari hasil perhitungan dapat dilihat bawa besarnya total OMH untuk departemen A ke departemen B yaitu Rp 25.369,52. Besarnya OMH dari departemen B ke deoartemen F yaitu Rp 59.799,59. Besarnya OMH dari departemen C ke deoartemen D yaitu Rp 232.735,91. Besarnya OMH dari departemen D ke deoartemen E yaitu Rp 61.466,73. Besarnya OMH dari departemen E ke deoartemen A yaitu Rp 30.805,85. Besarnya OMH dari departemen F ke deoartemen G yaitu Rp 243.381,75. Besarnya OMH dari departemen G ke deoartemen M yaitu Rp 83.999,01. Besarnya OMH dari departemen H ke deoartemen J yaitu Rp 163.089,80. Besarnya OMH dari departemen I ke deoartemen H yaitu Rp 56.175,37. Besarnya OMH dari departemen M ke deoartemen I yaitu Rp 22.035,24. Sehingga total dari OMH keseluruhan untuk usulan 3 yaitu Rp 978.858,79. SIMPULAN Perubahan tataletak fasilitas pabrik pada CV. Shiamiq Terang Abadi dilakukan dengan menggunakan perhitungan Ongkos Material Handling (OMH), From To Chart (FTC), koefisien inflow, Tabel Skala Prioritas (TSP), Activity Relationship Chart (ARC), Activity Allocation Diagram (AAD), Activity Relationship Diagram (ARD). Perubahan layout dilakukan pada semua stasiun kerja, dimana stasiun kerja treatment yang semula berada di lantai 2 dipindahkan ke lantai 1, dan letak gudang bahan baku dipindah di tengah pabrik untuk mempermudah pengambilan material yang digunakan. Perubahan letak ini didasarkan pada perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan dari rumusan yang ada. Dari perubahan tataletak fasilitas pabrik yang dirancang Ongkos Material Handling (OMH) menjadi lebih kecil. OMH awal yaitu Rp 1.481.269,57 dan OMH setelah diubah yaitu Rp 978.858,79. PUSTAKA Apple, James M. (1990). Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Bandung : ITB Purnomo, H. (2004). Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha Ilmu Saputra, A, Ario,W, Marulloh, Ricky, A.R. & Warda, T. (2013). Laporan Akhir Praktikum Perancangan Tata Letak Fasilitas Proyek: Rak Buku. Universitas Gunadarma Wignjosoebroto, S. (2000). Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya : Guna Widya Rodliyah, Ainur. Choiri, Mochamad. & Rakhmat Himawan.(nd). Perancangan Letak Lantai Produksi Dengan Pendekatan Group Technology Untuk Mengurangi Jarak Material Handling : Studi Kasus Di PT Indonesian Marine Corp. Ltd Boiler Division Singosari-Malang.Jakarta:Gunadarma
175
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS PROSES ROUGHING MILLING TERHADAP METAL REMOVAL RATE Sigit Wijanarko1, Paulus Wisnu Anggoro2, dan Baju Bawono3 Program Studi S1 UAJY AMTI Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl.Babarsari n. 44 Yogyakarta 52281 Telp 0274-487711 Email:
[email protected], 2,
[email protected],
[email protected] 1,2,3
ABSTRAK Proses roughing dalam pengolahan logam menggunakan mesin CNC khususnya untuk pengerjaan core dan cavity pada komponen cetakan plastik selalu memerlukan waktu proses yang sangat lama, hal ini disebabkan banyak faktor yang berpengaruh dengan salah satunya adalah kurang pemahaman konsep metal removal rate ( MRR) atau maximize productivity, sehingga waktu proses tidak bisa cepat sesuai dengan diharapkan. Pemilihan cuting data seperti cutting speed ( vc), feed per tooth (fz ), dept of cut ( ap),dan step over ( ae) adalah faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya metal removal rate yang dihasilkan dan juga mememparuhi waktu proses. Waktu proses yang lama sedang menjadi masalah terbesar di PT. X untuk menyelasikan pekerjaanya, penelitian ini menganalisa proses roughing terhadap metal removal rate ( cm3/min) menggunakan konsep alat potong high feed milling Metode taguchi digunakan untuk mendapatkan paramater proses mesin CNC Milling yang optimal dengan orthogonal array dan optimalisasi parameter proses dilakukan dengan analisis varian ( ANOVA) dan pengujian homoginitas data untuk memperoleh cutting data dengan Metal Removal Rate terbesar sehingga waktu prosesnya cepat. Hasil optimalisasi dengan mempertimbangankan faktor- faktor yang lain adalah metal removal rate 129, 33 cm3/ min. Parameter proses yang optimal adalah spindel speed 1283 rpm, table feed 5773,5 mm/min, depth of cut 0,8 mm dan step over 70% diameter cutter. Kata kunci : metal removal rate, MRR, optimalisasi, high feed milling LATAR BELAKANG Berkembangnya dunia industri pengolahan logam dan munculnya pesaing- pesaing baru pada bidang bisnis yang sama memaksa perusahaan melakukan perbaikan untuk mencapai efisiensi dan ekektifitas kerja. Hal ini juga dilakukan oleh PT. X saat ini, yakni meningkatkan produktivitas khususnya dalam pembuatan cetakan dengan memaksimalkan segala input yang ada dan mengurangi biaya- biaya terkait proses produksi. PT. X bekerjasama dengan PT. Sandvik Indonesia untuk melakukan improvement pada proses produksinya. PT.X adalah perusahaan pengolahan logam bergerak dibidang jasa mesin CNC atau jasa proses permesinan yang mempunyai spesialisasi pembuat cetakan plastik untuk komponen automotive. PT. X juga termasuk salah satu vendor pembuatan cetakan plastik di PT. Astra Honda Motor dan Astra grup lainya. Pesanan dari konsumen yang terus meningkat dan kapasitas mesin yang terbatas membuat PT. X mencari solusi untuk melakukan improvement dengan keterbatasan input yang ada. PT.X, yang mempunyai masalah pada lamanya waktu pengerjaan proses roughing pada item core atau cavity di mesin CNC.. Permasalahan tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman konsep metal removal rate ( MRR) atau maximize productivity pada proses roughing. Metal removal rate adalah jumlah geram yang terbuang dalam satuan waktu ( mm3/min ) dengan memaksimalkan input yang ada. Semakin tinggi nilai MRR tersebut akan memaksimalkan produktivitas. Perhitungan ini juga ada akan bertolak belakang dengan kondisi mesin itu sendiri dari spindel power atau power consumption dan alat potongnya. Engineer di PT. X sebenarnya sudah menggunakan high feed cutter technology pada alat potong untuk proses roughing tersebut. Akan tetapi masih menggunakan cutting data yang sangat rendah dan hanya berdasarakan pengalaman bekerja bukan menggunakan perhitungan matematis. Kebiasaan ini membuat alat potong mudah aus dan proses pemotongan dengan waktu yang cukup lama. Dalam jangka waktu tertentu menyebabkan biaya produksi di PT.X akan semakin tinggi. Berdampak pada jadwal pengiriman mold ke konsumen terlambat dan menurunnya keuntungan perusahaan. Dampak jangka panjangnya perusahaan akan kalah bersaing dengan kompetitor yang sudah mempunyai strategi terbaru.
176
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Fokus penelitian ini adalah meningkatkan produktivitas dengan mencari metal removal rate tebesar sehingga mengurangi waktu proses pemotongan logam dalam permesinan. Parameter proses yang optimal akan menjadi input ke CAM. Metode awal menggunakan metode taguchi untuk mencari parameter yang berpengaruh dan mencari hasil yang paling signifikan. Dengan membandingkan parameter prosesnya, diperoleh respon primer yang paling berpengaruh yaitu metal removal rate. Metode ini hanya sampai orthogonal array dalam membandingkan parameter proses yang signifikan . Menganalisis data hasil percobaan dilakukan setelah data dikumpulkan maka data akan disajikan dalam layout tertentu sesuai dengan desain yang dipilih kemudian akan dilakukan perhitungan dan pengujian data. Pengujian data tersebut seperti analisis varian (Anova), tes hipotesis serta penerapan rumus-rumus empiris pada data hasil percobaan. Interpretasi hasil merupakan langkah yang dilakukan setelah percobaan dan analisis dilakukan. Pada tahap ini penulis membahas kesimpulan yang bisa diambil berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data yang sudah dilakukan. Tujuan dari interpretasi hasil ini adalah mempermudah pembaca untuk melihat hasil dari percobaaan Data Mesin Mesin yang digunakan adalah salah satu mesin CNC milik PT. X dengan ukuran meja besar. Mesin buatan Taiwan sudah dibeli sejak tahun 2005 dan kondisi mesin masih bagus dan rigid. Tabel 1. Spesifikasi Mesin
Tipe mesin
KMC- 300SD
Ukuran Meja
1650 x 3000 x m
Kapsitas menahan Beban
1000 kg
X – travel
3250 mm
Y – travel
1700 mm
Z – travel
800 mm
Taper Spindel
ISO 50/ BT 50
Maksimum kecepatan Spindel
3200 rpm
Maksimum kecepatan pemakanan
5000 mm/min
Maksimum panjang tool
350 mm
Maksimum diameter tool
150 mm
Maksimum berat tool
10 kg
Tinggi mesin
3750 mm
Power Mesin
50 KVA
CNC pengontrol
FANUC 18-serie
177
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Data Alat Potong Alat potong yang digunakan adalah type high feed cutter dengan merk Sandvik Coromant. Tabel 2. Spesifikasi Alat Potong
Tipe cutter Entring angle Diameter alat Maksimum panjang tool Jumlah mata potong Sudut ramping Tipe Insert
419-040A32L-14 19 degree 40 mm 170 mm Z; 3 8 degree 419R-1405M-PH 4220
Data Dimensi dan Material Core Material sesuai permintaan end user sebagai aplikasi injeksi, dan dikarenakan alasan dokumen rahasia penulis tidak bisa melampirkan detail dimensi dan material Core. Tabel 3. Spesifikasi Material dan Dimensi
Dimensi Cetakan Core
1000 x 500 x 400 x mm
Material
HPM 7 ( hitachi material )
Kekerasaan ( preharden)
30-35 HRC
Kc ( specific cutting force)
3060
METODE TAGUCHI Metode taguchi dipakai hanya untuk menentukan data variasi parameter proses injeksi sebelum dilakukan simulasi dengan . Studi literatur dan observasi dilakukan untuk menganalisis dampak parameter proses terhadap hasil proses produksi. Hasil pengolahan data menunjukkan3 nominasi faktor yang berpengaruh terhadap respon, yaitu cutting speed (m/min), feed per tooth (m), depth of cut ( mm). Sesuai permintaan PT.X hanya bisa mengganti 3 parameter, dan parameter lainya seperti step over ( ae ), dimensi cutter, jumlah mata ( z), dan Tabel 4. Parameter sebagai input di CAM cutting data
Kode Vc fz ap
Nama Factor Cutting speed Feed per tooth Depth of cut
Level 1 130 0,8 0,5
Level 2 150 1,2 0,8
Level 3 180 1,5 1
Satuan m/min m mm
Parameter proses pada produk base plate dipengaruhi oleh 4 faktor dengan 3 level. Jumlah derajat kebebasan yang dibutuhkan dalam studi kasus ini adalah 10, sedangkan derajat kebebasan yang tersedia adalah 26(VOA>VT, 26 > 10). Oleh sebab itu orthogonal array yang dipilih adalah L9 dengan 9 eksperimen. Hasil ekperimen dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Uji Eksperimen
Eksperimen 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Vc 130 130 130 150 150 150 180 180 180
Fz 0,8 1,2 1,5 0,8 1,2 1,5 0,8 1,2 1,5
Ap 0,5 0,8 1 0,8 1 0,5 1 0,5 0,8
178
MRR 49,84 74,75 113,78 57,47 105,03 70,12 84,07 67,28 129,33
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Hasil eksperiman dengan memperlihatkan yang diperoleh antara 50-129 cm3/min. Permintaan pelanggan yang mengharuskan nilai MRR lebih dari 120 cm3/ min dengan estimasi waktu proses 1 jam 30 menit, maka diambil yang terbesar yaitu pada 129,33. Proses parameter yang diambil adalah Vc 180 m/ min, fz 1,5, dan ap 0,8. Analisa dan optimasi akan dilakukan pada tahap berikutnya. SIMPULAN Output dari penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa optimalisasi proses roughing terhadap Metal removal rate menggunakan Metode Taguchi dan Analisis varian adalah Hasil parameter setting pemesinan yang paling optimal pada program CAM adalah cutting speed 180 m/min, fz 1,5 dan ap 0,8mm. Berdasarkan parameter tersebut akan didapatkan Metal removal rate optimal pada 129,33 dan waktu proses 1 jam 18 menit. Selanjutnya, data hasil analisis ini dapat dipakai sebagai panduan bagi engineer mold maker saat proses rouging core atau cavity cetakan plastik dalam memperhitungkan metal removal rate. Diharapkan nantinya engineer bisa memperkiraan estimasi waktu proses yang optimimum dengan dasar mencari metal removal rate terbesar. PUSTAKA Aggarwal, Saurabh and Xirouchaiks., (2013). Selection of optimal cutting condition for pocket milling using genetic algorithm. Int J Adv Manuf Technol, 66;1943-1958 Amitava, Mitra., (2002). Fundamentals of Quality Control and Improvement. Prentice Hall, United States: America. Amstead, B.H and Ostwald,Phillip., ( 1987). Manufacturing Processes. Singapore: Singapore Coromant, Sandvik, AB., (2009). Metal Cutting Technology Training Handbook. Sandviken: Sweden. Cross, Nigel., (2001), Engineering Design Methods, Third Edition, Hoboken: New Jersey Krismoyo, Yhoki., (2010). Analisis Setting Parameter yang Optimum untuk Mendapatkan jumlah Cacat Minimum pada Kualitas Roll 6’ TL dengan Desain Eksperimen. Yogyakarta: Teknik Industri UAJY Gassara, Bassem and Dessein, Giles., (2013). Analytical and experimental study of feed rate in high speed milling. Machining Science and Technology, 17;181-208 P. Groover, Mikell., ( 2010). Fundamentals of Modern Manufacturing. United States: World Color Shi, Qi and Li, Liang., ( 2013). Experimental study in high sped milling of titanium alloy TC21. Int J Adv Manuf Technol 64;49-54 Tekeli, A and Budak, E., ( 2005). Maximization of Chatter- Free Material Removal Rate in End Mill Using Analytical Methods. Machining Science and Technology, 9;147-167 Teti, R and Rubio,M., ( 2009). Cutting Parameters analysis for the development of milling process monitoring system based on audible energy sound Walpole, Myers., (2002). Probability & Statistic;Prentice Hall. United States: America.. Wijaya, Christian., (2010). Analisis Penentuan Setting Parameter Mesin Thermoforming. Yogyakarta: UAJY
179
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PADA UKM ROTI SHENDY Wakhid Ahmad Jauhari1, Arda Candra Faisal Pinastika 2, Chirstina Ayu Kusumawardani3, Eva Kholisoh4, Helma Hayu Juniar5, Rafiq Ramadhan6, dan Risya Zeline7 1 Dosen Jurusan Teknik Industri,Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 2,3,4,5,6,7 Mahasiswa Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Indonesia Email : 1
[email protected],
[email protected],
[email protected], 4
[email protected],
[email protected],
[email protected], dan 7
[email protected] ABSTRAK Roti Shendy merupakan perusahaan yang bergerak dalam pembuatan roti yang terletak di kampung Tegalmulyo, Mojosongo, kecamatan Jebres Surakarta. Perusahaan tersebut menerapkan aliran produksi yang bolak-balik dari stasiun yang satu ke stasiun yang lain, sehingga menyebabkan menurunnya efektifitas dan efisiensi proses kerja serta terjadi bottleneck di beberapa stasiun. Perancangan tata letak fasilitas merupakan salah satu ilmu yang dapat diterapkan dalam perusahaan tersebut guna meminimalisir biaya material handling. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode Systematic Layout Planning (SLP) yang dikembangkan oleh Muther (1973). Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa usulan yang diterima yaitu usulan ketiga dengan prosentase penurunan Ongkos Material Handling (OMH) sebesar 23.85% dimana prosentase penurunan OMH usulan pertama dan kedua masing-masing sebesar 22.08% dan 23.75%. Kata kunci: material handling, SLP, tata letak fasilitas PENDAHULUAN Perusahaan pembuatan roti Shendy di kampung Tegalmulyo, Mojosongo, kecamatan Jebres. Perusahaan milik Bapak Agus sudah berjalan 10 tahun dengan memiliki 10 pekerja dengan jam kerja selama 10 jam yaitu dari jam 7 pagi sampai jam5 sore. Perusahaan ini memiliki 8 stasiun utama antara lain stasiun measuring, stasiun mixing, stasiun cutting, stasiun shaping, stasiun filling, stasiun pengembangan, stasiun pemanggangan, dan stasiun packing. Berdasarkan survey yang sudah kami lakukan di perusahaan tersebut terlihat aliran produksi yang bolak-balik dari stasiun yang satu ke stasiun yang lain, misalkan tempat bahan baku diletakkan tidak di satu tempat sehingga pada saat mengambil bahan baku memakan waktu dan tenaga lebih, terjadi bottleneck di beberapa stasiun antara lain di stasiun pengolesan, dan setelah proses pemanggangan sebelum memasuki stasiun packing, tempat loading barang berserakan sehingga mengganggu jalan. Jika tidak dilakukan perbaikan tata letak proses pemindahan bahan baku lama, masih terjadi proses bottleneck, penumpukan barangnya dapat mengganggu pekerja untuk melakukan aktivitas, proses produksi pada bagian pengolesan masih mengalami kesulitan dengan meja yang kecil dan pekerjanya hanya satu. Padahal hasil dari stasiun filling banyak. Berangkat dari permasalahan tersebut, diperlukan pengkajian ulang mengenai efektivitas dan efisiensi proses kerja yang dilakukan terutama dari segi alur material handling pada pabrik tersebut. Oleh karena itu dilakukan proses perbaikan tata letak pabrik dalam rangka memperbaiki proses material handling yang ada. Metode yang digunakan dalam perancangan ulang tata letak pabrik ini adalah Metode Systematic Layout Planning (SLP) yang dikembangkan oleh Muther (1973). SLP yaitu suatu pendekatan sistematis dan terorganisir untuk suatu perencanaan layout (Wignjosoebroto, 2003). Metode tersebut dapat dapat meminimumkan aliran material dan memunculkan lebih dari satu alternatif. Metode ini juga memiliki prosedur yang rinci dalam pengaturan layout pabrik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat usulan perancangan tata letak fasilitas pada pabrik roti Shendy. Dengan melakukan perancangan tata letak fasilitas pabrik tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kinerja pabrik roti Shendy baik dari sisi proses kerja dan laba yang didapatkan. Peningkatan kinerja pada proses kerja dapat berupa efisiensi waktu dan efektivitas target produksi. Sementara itu, peningkatan kinerja dari sisi laba dapat dicapai dengan meminimumkan biaya material handling.
180
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODOLOGI PENELITIAN Metodologi yang dilaksanakan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian yaitu pengumpulan data, identifikasi awal, pengolahan data, dan analisis data. Pengumpulan data dilakukan secara langsung di lantai produksi Roti Shendy, pengamatan ini dilaksanakan dengan metode wawancara dengan narasumber yaitu pemilik usaha (mandor) dan operator (karyawan pabrik). Setelah semua data yang diperlukan guna melakukan perbaikan tata letak pabrik diperoleh tahap berikutnya yaitu identifikasi awal. Tahap identifikasi awal ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari observasi lapangan yang telah dilaksanakan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah. Pengolahan data yang dilakukan yaitu pembuatan peta kerja dan diagram alir, menentukan jarak antar stasiun kerja, perhitungan biaya Ongkos Material Handling (OMH), membuat Front to Chart (FTC), membuat inflow/outflow, membuat Activity Relationship Diagram (ARD), perhitungan luas ruangan layout, pembuatan tabel prioritas dan pembuatan layout usulan. Tahap analisis data dilakukan dengan membandingkan antara layout awal dengan ketiga layout usulan dengan dasar penyusunan tata letak dan hubungannya dengan OMH. Kemudian akan dianalisis layout usulan terbaik yang mempunyai OMH terkecil. Tahap terakhir yaitu kesimpulan dan saran. Penarikan kesimpulan yang dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Selain itu pada tahap ini penulis juga mencoba untuk memberikan saran perbaikan tata letak pada lantai produksi di Pabrik roti Shendy. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Diagram Alir Pembuatan Roti Diagram alir pembuatan roti dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Roti
Evaluasi Tata Letak Awal Rak Platik Mesing Potong
Telur Tempat Cuci
Pompa Air Ember
Mixer
14 sq. ft.
34 sq. ft.
Kursi 5 sq. ft.
14 sq. ft. Mentega 3 sq. ft.
36 sq. ft.
Tepung
Meja Bentuk
26 sq. ft.
24 sq. ft.
Timbangan
Susu
Pemotongan
Pengisian
10 sq. ft.
10 sq. ft.
Bahan Baku Selai 10 sq. ft.
Loading
Oles
Loading Loyang
3 sq. ft.
Pisang Margarin Susu Kamar Mandi Cetakan
26 sq. ft.
36 sq. ft.
Loading Roti
26 sq. ft.
41 sq. ft.
36 sq. ft.
Oven Kue Kering
52 sq. ft.
3 sq. ft.
3 sq. ft.
3 sq. ft.
62 sq. ft.
2 sq. ft.
3 sq. ft.
Oven Besar
Loading masuk oven 12 sq. ft.
26 sq. ft.
Telur
Gas Oven
Oven 1
Oven 2
Oven 3
Oven 4
14 sq. ft.
10 sq. ft.
10 sq. ft.
10 sq. ft.
10 sq. ft.
10 sq. ft.
Rak Display Pengisian Selai 38 sq. ft.
Loading Office 28 sq. ft. 2 sq. ft.
31 sq. ft. Packing
Etalase 9 sq. ft. Kasir 3 sq. ft.
Gambar 2. Tata Letak Awal pabrik Roti Shendy
181
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Aktivitas Material Handling Jumlah aktivitas material handling ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tabel Aktivitas Material Handling Aktivitas
Total Aktivitas (unit)
Kapasitas Material Handling (unit)
Aktivitas Material Handling (kali)
Alat Angkut
Urutan Proses
Pengambilan Tepung Penimbangan Tepung Pengambilan Tepung Hasil Timbangan Pengambilan Air Pengambilan Telur Pengambilan Susu Mixing bahan baku Pemotongan adonan Pembentukan adonan Filling Pengolesan roti Pemanggangan roti Pack ing
88 88 88 30 60 30 35 3500 3500 3500 3500 3500 3500
3 3 3 1 2 1 1 45 45 45 45 192 72
30 30 30 30 30 30 35 78 78 78 78 19 49
Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia
A -Y Y Y- J G- J B-J C-J J J-T T-U U-S S-N-R R-Z -P P - O - V- W - X
Ongkos Material Handling Ongkos Material Handling (OMH) adalah suatu ongkos yang timbul akibat adanya aktivitas material dari satu mesin ke mesin lain atau dari satu departemen kedepartemen lain yang besarnya ditentukan sampai pada suatu tertentu (Sutalaksana, 1997). Satuan yang digunakan adalah Rupiah/Meter Gerakan. Ongkos material handling per meter disimbolkan sebagai OMHm, frekuensi sebagai F, dan jarak sebagai D. Rumus untuk OMHm yaitu hasil bagi antara F dengan D. Pada perhitungan diketahui bahwa upah tenaga kerja per bulan adalah Rp 900.000,- dan setiap harinya ( 8 jam kerja ) terdapat 2 jam aktivitas material handling. Jumlah pekerja pada perusahaan roti ini adalah sebanyak 10 orang. Rincian perhitungan OMH pada perusahaan roti ‘Shendy’ dapat dilihat pada tabel dibawah ini 2. Tabel 2. Tabel Ongkos Material Handling Per Bulan Dari
Ke
Komponen
Alat Angkut
Frekuensi (kali)
Jarak (m)
Frekuensi × Jarak
OMH per meter
A Y G C B J T U S N R Z P O V W
Y J J J J T U S N R Z P O V W X
Tepung Hasil timbangan tepung Tepung yang sudah diberi air Susu Telur Adonan Adonan sudah dipotong Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dioles Adonan sudah dioles Roti matang Roti matang Roti matang Roti sudah dipacking
Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia
750 750 750 750 750 1950 1950 1950 1950 1950 475 475 1225 1225 1225 1225
2.8 4 1.4 3 1.0 5.6 3.2 1.2 1.4 2.0 1.3 3.8 2.0 8.5 3.2 1.1
2100 3000 1050 2250 750 10920 6240 2340 2730 3900 599 1805 2450 10413 3920 1348 55814
Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 TOTAL
BTK per Bulan Faktor OMH BTK MH per Bulan Total BTK MH per Bulan Jarak Total (meter) OMH per Meter
900,000 0.25 Rp 225,000 Rp 2,250,000 55813.50 Rp 40
.
B
C
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
84,656.94 120,938.48 42,328.47 90,703.86 30,234.62 440,216.08 251,552.04 94,332.02 110,054.02 157,220.03 24,127.23 72,764.65 98,766.43 419,757.32 158,026.28 54,321.54 2,250,000
Rp
Asumsi Hari kerja per bulan
25 hari
Waktu kerja per hari Waktu kerja MH per hari
8 jam 2 jam
FROM TO CHART
From To Chart To From A A B C G J N O P R S T U V W X Y Z TOTAL Rp -
Total OMH/bulan
G
J Rp Rp Rp
N
O
P
R
S
T
U
V
W
X
Y Rp 84,656.94
Z
42,328.47 90,703.86 30,234.62 Rp 440,216.08 Rp 157,220.03 Rp 419,757.32 Rp
98,766.43 Rp
Rp 110,054.02 Rp Rp
251,552
94,332 Rp 158,026.28 Rp 54,321.54
Rp 120,938.48 Rp -
Rp -
Rp -
Rp 284,205.43 Rp 110,054.02 Rp
Rp 72,764.65 98,766.43 Rp 72,764.65 Rp 157,220.03 Rp
94,332.02 Rp 440,216.08 Rp 251,552.04 Rp 419,757.32 Rp 158,026.28 Rp 54,321.54 Rp 84,656.94 Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 24,127.23 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 24,127.23 Rp
Total OMH 84,656.94 42,328.47 90,703.86 30,234.62 440,216.08 157,220.03 419,757.32 98,766.43 24,127.23 110,054.02 251,552.04 94,332.02 158,026.28 54,321.54 120,938.48 72,764.65 2,250,000.00
Tabel 3. Tabel From To Chart
From To Chart (FTC) dihitung berdasarkan data OMH pada layout awal. From To Chart proses pembuatan roti di perusahaan Shendy dapat dilihat pada Tabel 3.
182
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Outflow Perhitungan Outflow dilakukan berdasarkan FTC. Outflow digunakan untuk mencari koefisien ongkos yang keluar dari suatu departemen ke departemen lain. Berikut ini adalah nilai Outflow yang ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Outflow To From A B C G J N O P R S T U V W X Y Z TOTAL
A
B
C
G
J
N
O
P
OUTFLOW R S
T
U
V
W
X
Y 0.70
Z
0.10 0.21 0.07 1.75 6.52 2.66 0.24 0.33 0.70 2.67 0.86 2.91 0.00 0.27 0.00
0.00
0.00
0.00
0.65
0.70
0.24
0.74 0.74
6.52
0.86
1.75
2.67
2.66
2.91
0.00
0.70
0.33
Total OMH 0.70 0.10 0.21 0.07 1.75 6.52 2.66 0.24 0.33 0.70 2.67 0.86 2.91 0.00 0.00 0.27 0.74 20.70
Tabel Skala Prioritas Tabel skala prioritas dibuat berdasarkan koefisien outflow. Dari tabel tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk memperkecil jarak pengangkutan material (material handling), mengoptimalkan layout, dan meminimumkan ongkos material handling. Berikut ini adalah tabel skala prioritas. Tabel 5. Tabel Skala Prioritas KODE A B C G J N O P R S T U V W X Y Z
Skala Prioritas
Departement
I
Area bahan baku 1 (tepung) Area bahan baku 2 (telur) Area bahan baku 3 (susu) Area bahan baku 5 (Air) Mixing bahan baku Area Loading Sebelum Masuk Pengolesan b Area Loading Setelah Masuk Oven Stasiun Pemanggangan 1 Stasiun Pengolesan Stasiun Pengisian Stasiun Pemotongan Stasiun Pembentukan Area Loding Packing Packing Gudang Roti Jadi Area timbangan Area Loading masuk Oven
II
Area timbangan Mixing bahan baku Mixing bahan baku Mixing bahan baku Stasiun Pemotongan Stasiun Pengolesan Area Loding Packing Area Loading Setelah Masuk Oven Area Loading masuk Oven Area Loading Sebelum Masuk Pengolesan b Stasiun Pembentukan Stasiun Pengisian Packing Gudang Roti Jadi Mixing bahan baku Stasiun Pemanggangan 1
Activity Relationship Chart (ARC) Activity Relationship Chart (ARC) merupakan diagram yang menggambarkan tingkat hubungan hubungan antar kegiatan yang saling berkaitan pada suatu pabrik. Dalam suatu proses produksi, seharusnya terdapat hubungan antar kegiatan yang mana memiliki prioritas untuk diletakkan berdekatan demi kelancaran aktivitas proses produksi. Perancangan ARC memiliki kedekatan yang bersifat kualitatif digambarkan menggunakan simbol huruf. Tabel 6. Kode Alasan Kedekatan Antar Departemen Derajat KODE A B C G J N O
A Y J J J Y R P
E
I
U
X
T S V Z
P
Z U
R S T
O
U
U V
W X
W X Y Z
Simbol-simbol penunjuk kedekatan antar departemen tersebut antara lain :
183
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
A (Absolutely necessary): mutlak perlu didekatkan E (Especially important): sangat penting didekatkan I (Important): penting didekatkan O (Ordinary): kedekatan biasa U (Unimportant): tidak perlu didekatkan X (Indesirable): tidak diharapkan dekat Berikut adalah gambar hasil perancangan Activity Relationship Chart (ARC).
Gambar 3. Activity Relationship Chart Antar Departemen
Perancangan Layout Usulan Layout usulan yang terdiri dari pembuatan Activity Relationship Diagram (ARD), pembuatan Area Allocation Diagram (AAD), perhitungan OMH berdasarkan layout usulan. 1. Layout Usulan 1 Activity Relationship Diagram (ARD) dari Layout Usulan 1, sebagai berikut: Area Bahan Area Bahan Baku 5 Mixing Bahan Area Bahan Sta. Sta. Pengisian Baku 1 (Tepung) (Air) Baku Baku 2 (Telur) Pembentukan Area Timbangan
Area Bahan Sta. Baku 3 (Susu) Pemotongan
Area Loading Sebelum Masuk Pengolesan b
Area Loading Packing
Sta. Pengolesan
Area Loading masuk Oven Area Loading Sta. Setelah Pemanggangan 1 Masuk Oven
Packing Gudang Roti Jadi
Area Loading Packing
Gambar 4. Activity Relationship Diagram (ARD) Layout Usulan 1
Area Allocation Diagram (AAD) dari Layout Usulan 1, sebagai berikut :
Gambar 5. Area Allocation Diagram (AAD) Layout usulan 1
Setelah jarak antar area kerja/departemen diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung ongkos material handling untuk layout 1adalah sebagai berikut.
184
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 7. Ongkos Material Handling tiap aktivitas perpindahan material setelah usulan 1 Dari
Ke
Komponen
Alat Angkut
A Y G C B J T U S N R Z P O V W
Y J J J J T U S N R Z P O V W X
Tepung Hasil timbangan tepung Tepung yang sudah diberi air Susu Telur Adonan Adonan sudah dipotong Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dioles Adonan sudah dioles Roti matang Roti matang Roti matang Roti sudah dipacking
Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia
Frekuensi (kali) 750 750 750 750 750 1950 1950 1950 1950 1950 475 475 1225 1225 1225 1225
Jarak (m) 0.8 1.8 1.4 1.4 1.8 2.0 0.8 2.8 2.0 1.8 0.6 1.9 1.2 9.6 3.2 1.1
Frekuensi × Jarak 600 1350 1050 1050 1350 3900 1560 5460 3900 3510 285 879 1470 11809 3920 1397 43489
OMH per meter Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 TOTAL
Total OMH/bulan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
24,187.70 54,422.32 42,328.47 42,328.47 54,422.32 157,220.03 62,888.01 220,108.04 157,220.03 141,498.02 11,489.16 35,424.90 59,259.86 476,054.18 158,026.28 56,296.86 1,753,175
2. Layout Usulan 2 Activity Relationship Diagram (ARD) dari Layout Usulan 2, sebagai berikut: Area Bahan Area Bahan Area Bahan Mixing Bahan Sta. Baku 1 Baku 2 Baku 5 (Air) Baku Pemotongan (Tepung) (Telur) Area Bahan Baku 3 (Susu)
Area Timbangan
Sta. Pengisian Sta. Pembe ntukan
Area Loading Sebelum Masuk Pengolesan b
Area Loading Packing
Sta. Pengolesan Area Loading masuk Oven Sta. Area Loading Pemangganga Setelah Masuk n1 Oven
Gudang Roti Jadi
Packing
Area Loading Packing
Gambar 6. Activity Relationship Diagram (ARD) Layout Usulan 2
Area Allocation Diagram (AAD) dari Layout Usulan 2, sebagai berikut :
Gambar 7. Area Allocation Diagram (AAD) Layout usulan 2
Setelah jarak antar area kerja/departemen diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung ongkos material handling untuk tata letak usulan 2 adalah sebagai berikut. Tabel 8. Ongkos Material Handling tiap aktivitas perpindahan material setelah usulan 2 Dari
Ke
Komponen
Alat Angkut
A Y G C B J T U S N R Z P O V W
Y J J J J T U S N R Z P O V W X
Tepung Hasil timbangan tepung Tepung yang sudah diberi air Susu Telur Adonan Adonan sudah dipotong Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dibentuk Adonan sudah dioles Adonan sudah dioles Roti matang Roti matang Roti matang Roti sudah dipacking
Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia
Frekuensi (kali) 750 750 750 750 750 1950 1950 1950 1950 1950 475 475 1225 1225 1225 1225
185
Jarak (m) 0.8 1.8 1.4 1.4 1.8 2.6 1.3 2.1 2.0 0.8 1.8 1.9 1.2 9.6 3.2 1.1
Frekuensi × Jarak 600 1350 1050 1050 1350 5070 2535 4095 3900 1560 855 879 1470 11809 3920 1397 42889
OMH per meter Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 TOTAL
Total OMH/bulan Rp 24,000.00 Rp 54,000.00 Rp 42,000.00 Rp 42,000.00 Rp 54,000.00 Rp 202,800.00 Rp 101,400.00 Rp 163,800.00 Rp 156,000.00 Rp 62,400.00 Rp 34,200.00 Rp 35,150.00 Rp 58,800.00 Rp 472,360.00 Rp 156,800.00 Rp 55,860.00 Rp 1,715,570
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
3. Layout Usulan 3 Activity Relationship Diagram (ARD) dari Layout Usulan 3, sebagai berikut: Area Bahan Area Bahan Area Bahan Mixing Bahan Baku 1 Baku 2 Baku 5 (Air) Baku (Tepung) (Telur) Area Bahan Area Baku 3 Timbangan (Susu)
Sta. Pemanggangan 1
Area Loading Packing
Area Loading Setelah Masuk Oven
Area Loading masuk Oven
Sta. Pemotongan Sta. Sta. Pembentukan Pengisian
Packing Gudang Roti Jadi
Area Loading Sta. Sebelum Masuk Pengolesan Pengolesan b
Area Loading Packing
Gambar 8. Activity Relationship Diagram (ARD) Layout Usulan 3
Area Allocation Diagram (AAD) dari Layout Usulan 3, sebagai berikut :
Gambar 7. Area Allocation Diagram (AAD) Layout usulan 3
Setelah jarak antar area kerja/departemen diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung ongkos material handling untuk layout usulan 3 adalah sebagai berikut. Tabel 9. Ongkos Material Handling tiap aktivitas perpindahan material setelah usulan 3 Dari A Y G C B J T U S N R Z P O V W
Ke Komponen Alat Angkut Frekuensi Y Tepung Manusia 750 J Hasil timbangan tepung Manusia 750 J Tepung yang sudah diberi air Manusia 750 Manusia J Susu 750 J Telur Manusia 750 T Adonan Manusia 1950 U Adonan sudah dipotong Manusia 1950 S Adonan sudah dibentuk Manusia 1950 N Adonan sudah dibentuk Manusia 1950 R Adonan sudah dibentuk Manusia 1950 Z Adonan sudah dioles Manusia 475 P Adonan sudah dioles Manusia 475 O Roti matang Manusia 1225 V Roti matang Manusia 1225 W Roti matang Manusia 1225 X Roti sudah dipacking Manusia 1225
186
Jarak 0.8 1.8 1.4 1.4 1.8 2.3 0.7 2.0 2.0 1.6 1.1 1.5 2.2 9.4 3.2 1.1
Frekuensi × Jarak 600 1350 1050 1050 1350 4388 1365 3900 3900 3120 523 713 2695 11515 3920 1397 42834
OMH per Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 Rp 40 TOTAL
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Total 24,000.00 54,000.00 42,000.00 42,000.00 54,000.00 175,500.00 54,600.00 156,000.00 156,000.00 124,800.00 20,900.00 28,500.00 107,800.00 460,600.00 156,800.00 55,860.00 1,713,360
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS Tabel 10. Perbandingan Ongkos Material Handling per bulan antara layout awal dan usulan Total OMH per Bulan
Dari
Ke
Alat Angkut
A
Y
Manusia
Rp
84,656.94 Rp
24,187.70 Rp
24,000.00 Rp
24,000.00
Y
J
Manusia
Rp
120,938.48 Rp
54,422.32 Rp
54,000.00 Rp
54,000.00
B
J
Manusia
Rp
42,328.47 Rp
42,328.47 Rp
42,000.00 Rp
42,000.00
C G
J J
Manusia
Rp
90,703.86 Rp
42,328.47 Rp
42,000.00 Rp
42,000.00
Manusia
Rp
30,234.62 Rp
54,422.32 Rp
54,000.00 Rp
54,000.00
J
T
Manusia
Rp
440,216.08 Rp
157,220.03 Rp
202,800.00 Rp
175,500.00
Layout Awal
Usulan 1
Usulan 2
Usulan 3
T
U
Manusia
Rp
251,552.04 Rp
62,888.01 Rp
101,400.00 Rp
54,600.00
U
S
Manusia
Rp
94,332.02 Rp
220,108.04 Rp
163,800.00 Rp
156,000.00
S
N
Manusia
Rp
110,054.02 Rp
157,220.03 Rp
156,000.00 Rp
156,000.00
N
R
Manusia
Rp
157,220.03 Rp
141,498.02 Rp
62,400.00 Rp
124,800.00
R
Z
Manusia
Rp
24,127.23 Rp
11,489.16 Rp
34,200.00 Rp
20,900.00
Z
P
Manusia
Rp
72,764.65 Rp
35,424.90 Rp
35,150.00 Rp
28,500.00
P
O
Manusia
Rp
98,766.43 Rp
59,259.86 Rp
58,800.00 Rp
107,800.00
O
V
Manusia
Rp
419,757.32 Rp
476,054.18 Rp
472,360.00 Rp
460,600.00
V
W
Manusia
Rp
158,026.28 Rp
158,026.28 Rp
156,800.00 Rp
156,800.00
W
X
Manusia
Rp
54,321.54 Rp
56,296.86 Rp
55,860.00 Rp
55,860.00
Total
Rp 2,250,000.00
Penurunan OMH
Rp 1,753,174.64
Rp 1,715,570.00
Rp 1,713,360.00
Rp 496,825.36
Rp 534,430.00
Rp 536,640.00
22.08%
23.75%
23.85%
Prosentase Penurunan OMH
Berdasarkan perhitungan OMH yang telah dilakukan, terlihat bahwa total OMH per bulan pada layout awal adalah sebesar Rp 2.250.000. Pada usulan layout pertama total OMH dapat diturunkan sebesar Rp 496.825,36 atau sekitar 22,08% dari ongkos semula. Untuk layout usulan kedua total OMH dapat diturunkan sebesar Rp 534.430 atau sekitar 23,75%. Sedangkan pada layout usulan ketiga total OMH per bulan dapat diturunkan lagi sebesar Rp 536.640 atau sekitar 23,85% dari ongkos berdasarkan layout semula. Dari perhitungan ketiga layout usulan yang sudah dibuat, usulan ketiga memberikan penurunan OMH terbesar dari semua usulan. Maka dapat disimpulkan bahwa layout usulan yang ketiga dapat diterapkan pada perusahaan Roti ‘Shendy’ untuk menciptakan layout produksi yang lebih rapi dan terstruktur sehingga para pekerja dapat lebih nyaman dan optimal dalam bekerja serta mampu meminimumkan ongkos material handling (OMH). KESIMPULAN DAN SARAN Permasalahan pada pabrik roti “Shendy” yaitu tata letak fasilitas pabrik yang masih berantakan dan aliran produksi yang bolak-balik mengakibatkan efektivitas dan efisiensi menjadi kecil dan OMH yang besar oleh karena itu dilakukan perbaikan tata letak fasilitas dengan mengubah layout pabrik menggunakan Metode SLP. Dari analisis yang telah dilakukan dipilih layout yang memiliki OMH terkecil yaitu pada layout usulan ketiga. Dari perancangan ulang tata letak fasilitas tersebut dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi, memperkecil ongkos material handling, dan memberi kemudahan bagi pekerja untuk melakukan pekerjaan. PUSTAKA Hadiguna, R, A., dan Setiawan,H. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: CV. Andi Offset Iskandar, Y. (2012). OMH (Ongkos Material Handling). Retrieved July 23, 2015, from https://yusufiskandar.wordpress.com/2012/11/05/omh-ongkos-material-handling/
187
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS PERAMALAN KEBUTUHAN, PENENTUAN SAFETY STOCK DAN REORDER POINT MATERIAL MCB BIDANG DISTRIBUSI PT. PLN (Persero) DISTRIBUSI JAKARTA RAYA DAN TANGERANG AREA PONDOK GEDE Ardian Dwi Cahyo1, Ilham Priadythama2, Renny Christi Y3, Herlina Wulan Sari4 1,2 Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected] [email protected] 2 Junior Engineer Pengendalian Pemeliharaan Distribusi PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede 3 PLT SPV SDM PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede ABSTRAK Penelitian ini mengevaluasi kebijakan manejemen persediaan material MCB di bidang distribusi PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Area Pondok Gede. Kebijakan yang diterapkan belum memberikan kepuasan pelanggan yang optimal. Hal ini diketahui melalui cukup sering terjadinya kondisi stock out material MCB ketika pergantian ingin dilakukan, sehingga kerusakan yang membutuhkan pergantian material tidak dapat diperbaiki dengan segera. Permasalahan ini juga memiliki resiko terhadap keselamatan pelanggan. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan alternatif kebijakan manajemen persediaan dengan cara meramalan kebutuhan dengan metode time Series, menentukan safety stock dan menentukan nilai ReorderPoint (ROP) material MCB. Penentuan metode peramalan terbaik dilakukan dengan membandingkan nilai kesalahan MAD peramalan dari masingmasing metode tersebut setiap materialnya. Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, ditarik beberapa kesimpulan yaitu, metode SA adalah metode terbaik untuk MCB 2A, 4A. Metode MA 3 periode untuk MCB 10A, 16A, 50A, 63 A. Metode MA 4 periode untuk MCB 35A. Metode SES untuk MCB 6A, 25A. Metode DES untuk MCB 20A. Sedangkan safety stock masing-masing material MCB 2A, 4A, 6A, 10A, 16A, 20A, 25A, 35A, 50A, dan 63A adalah 5, 7, 15, 10, 5, 4, 2, 3, 3, 2, sedangkan ROP adalah 16, 28, 72, 50, 16, 11, 7, 6, 5, 4. Kata Kunci: Peramalan Kebutuan Material, Time Series, Safety Stock, Reorder Point PENDAHULUAN PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Area Pondok Gede merupakan kantor area cabang dari kantor distribusi PT. PLN (Persero) Jakarta dan Tangerang, kantor distribusi PT. PLN (Persero) Jakarta Raya dan Tangerang biasa disebut sebagai KD (Kantor Distribusi). Untuk mejalankan kegiatan operasional, PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Area Pondok Gede dibagi kedalam 6 Bidang, yaitu Bidang Keuangan Sumber Daya dan Administratif (KSA), Transaksi Energi (TE), Distribusi, Konstruksi, Niaga dan Perencanaan. Bidang yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan, maintenance dan perbaikan semua asset PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Area Pondok Gede adalah bidang Distribusi. Asset dari PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede adalah semua komponen dan bagunan fisik mulai dari gardu induk sampai dengan Kwh Meter yang ada dirumah-rumah pelanggan yang berada di lingkup area Pondok Gede. Dalam melakukan pegelolaan, maintenance dan perbaikan atas asset yang dimiliki PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede, pergantian material yang rusak sering dilakukan oleh Bidang Distribusi. Salah satu diantaranya adalah material MCB (Miniature Circuit Breaker). MCB merupakan komponen elektronik yang berguna sebagai switch pengaman, komponen MCB ini dipasang bersamaan dengan Kwh Meter. Pada tahun 2012 jumlah total pelanggan PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede yang terdiri dari sektor Rumah Tangga, Industri, sosial, gedung pemerintahan dan penerangan jalan umum adalah sebesar 238.439 pelanggan, pada tahun 2013 jumlah ini naik 9% menjadi sebesar 263.459 pelanggan, dan pada tahun 2014 (per September) jumlah total pelanggan PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede adalah sejumlah 277.609 pelanggan atau terjadi kenaikan sebesar 5% dari tahun 2013. Jumlah ini akan terus bertambah pada akhir tahun mengingat sudah terdapat 2000 lebih antrian pemasangan intalasi listrik baru di area Pondok Gede. Jumlah pelanggan yang banyak ini menjadi perhatian khusus bagi perusahaan dalam rangka pemenuhan kepuasan pelanggan yang berkaitan dengan antisipasi dan kesigapan dalam menangani gangguan-gangguan. Terutama yang berkaitan dengan pergantian material disfungsional MCB. Untuk menjaga dan meningkatkan kepuasan pelanggan tersebut maka system manajemen persediaan tidak dapat
188
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
lagi dilakukan secara konvensional, yaitu ketika material mulai menipis barulah pemesanan material dilakukan, selian itu perkiraan kebutuhan material untuk periode-periode yang akan datang selama ini masih bersifat subjektif sehingga stock out material cukup sering terjadi. Jika permasalahan stock out ini terus terjadi dan dibiarkan secara terus menerus tentu akan menjadi masalah bagi perusahaan yang akan berakibat pada tingkat kepuasan pelanggan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kebijakan manejemen persediaan material MCB di bidang distribusi PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Area Pondok Gede. Kebijakan yang diterapkan belum memberikan kepuasan pelanggan yang optimal. Hal ini diketahui melalui cukup sering terjadinya kondisi stock out material MCB ketika pergantian ingin dilakukan, sehingga kerusakan yang membutuhkan pergantian material tidak dapat diperbaiki dengan segera. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan alternatif kebijakan manajemen persediaan dengan cara meramalan kebutuhan dengan metode time Series, menentukan safety stock dan menentukan nilai ReorderPoint (ROP) material MCB. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede, waktu penelitian dilaksanakan bulan September 2014 hingga Oktober 2014 di bidang distribusi. Objek yang menjadi fokus penelitian adalah kebutuhan material MCB (Miniature Circuit Breaker). Permasalahan yang diangkat adalah penentuan metode peramalan yang tepat untuk masing-masing material MCB dan menentukan nilai safety stock serta reorder point. Penentuan metode peramalan terbaik dilakukan dengan membandingkan nilai kesalahan MAD peramalan dari masing-masing metode tersebut setiap materialnya. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, perlu dibuat langkah atau tahapan prosedur penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tahapan prosedur penelitian dimulai dari studi pendahuluan, observasi lapangan, penentuan permasalahan, pembatasan masalah, pengambilan data, pengolahan data, analisis hasil dan yang terakhir adalah kesimpulan dan saran. PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS Tahap pengumpulan data dilakukan sebelum pengolahan data dilakukan, data yang digunakan adalah data kebutuhan material MCB 2A, 4A, 6A, 10A, 16A, 20A, 25A, 35A, 50A, dan 63A dari bulan Januari 2013 hingga bulan Agustus 2014. Data kebutuhan material ini didapatkan dari pihak internal Bidang Distribusi PT. PLN (Persero) Area Pondok Gede. Table 1 menunjukan kebutuhan material MCB per periode (dalam bulan). Tabel 1 Demand Material MCB Bidang Distribusi
Demand MCB PT. PLN (Distribusi) Area Pondok Gede
2013 2014
Bulan Ke-
2A
4A
6A
10A
16A
20A
25A
35A
50A
63A
1
11
17
58
25
16
6
4
2
1
0
2
12
22
44
44
14
2
4
1
0
1
3
11
31
58
44
12
4
6
2
1
3
4
7
21
43
37
14
1
2
4
0
3
5
13
24
60
40
9
9
3
2
1
2
6
5
16
70
49
13
7
3
2
0
1
7
9
21
58
32
9
11
5
1
1
2
8
11
17
73
38
9
3
6
4
0
1
9
9
28
70
50
6
6
2
3
2
3
10
15
20
72
44
12
10
6
3
5
1
11
14
16
59
35
13
8
4
6
3
1
12
10
23
33
41
11
6
4
1
0
1
13
11
20
58
34
6
4
7
3
0
0
14
13
17
62
25
10
10
3
5
2
2
15
12
18
66
52
7
5
3
7
1
1
16
6
17
38
36
13
4
4
2
1
0
189
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
17
16
20
52
38
10
7
4
3
4
0
18
12
18
58
42
7
8
4
3
2
1
19
7
17
45
41
7
7
5
1
0
1
20
16
24
58
45
11
6
5
1
0
2
Jumlah
220
407
1135
792
209
124
84
56
24
26
Peramalan Kebutuhan dengan Berbagai Metode Peramalan pada penelitian ini dilakukan dengan metode peramalan kuantitatif. Menurut Firdaus (2006) dalam (Ajeng, 2011) metode peramalan kuantitatif adalah metode pramalan yang melibatkan analisis statistik terhadap data-data masa lalu. Karena peramalan ini menggunakan deret waktu (time series) maka metode yang digunakan adalah peramalan kuantitatif model deret waktu satu ragam Metode Single Average Metode single average adalah metode peramalan yang menggunakan data kebutuhan historis. Peramalan dengan metode single average diperoleh melalui penjumlahan dan pencarian nilai rata-rata dari periode tertentu (Nasution, 2013). Ft =
(1)
Pada tahap ini semua material MCB yang meliputi MCB 2A, 4A, 6A, 10A, 16A, 20A, 25A, 35A, 50A, dan 63A diramalkan menggunakan metode single average. Tabel 2 menunjukan tabulasi hasil dari peramalan material MCB dengan menggunakan metode single average. Tabel 2 Hasil Peramalan dengan Metode Single Average MCB
Periode Sep-14 Oct-14 Nov-14 Dec-14 Jan-14
2A 11 11 11 11 11
Peramalan MCB dengan Metode Simple Average 4A 6A 10A 16A 20A 25A 35A 20 57 40 10 6 4 3 20 57 40 10 6 4 3 20 57 40 10 6 4 3 20 57 40 10 6 4 3 20 57 40 10 6 4 3
50A 1 1 1 1 1
63A 1 1 1 1 1
Metode Moving Average 3 Periode (MA3) Metode moving average 3 periode adalah metode peramalan yang menggunakan dasar data historis periode, kemudian data tersebut dihitung rata-rata tiap tiga periode sebelum periode yang dicara peramalannya. Tabel 3 menunjukan hasil dari peramalan material MCB dengan menggunakan metode moving average 3 periode. Ft =
(2)
Tabel 3 Hasil Peramalan dengan Metode MA 3 MCB
Periode Sep-14 Oct-14 Nov-14 Dec-14 Jan-14
2A 12 12 13 12 12
4A 20 20 21 20 20
Peramalan MCB dengan Metode MA 3 6A 10A 16A 20A 25A 35A 54 43 8 7 5 2 52 42 9 7 5 1 54 43 9 7 5 2 52 42 8 7 5 2 53 42 9 7 5 2
50A 1 1 1 1 1
63A 1 1 1 1 1
Metode Moving Average 4 Periode (MA 4) Metode moving average 4 periode adalah metode peramalan yang menggunakan dasar data historis, kemudian data historis tersebut dihitung rata-rata tiap 4 periode sebelum periode yang akan diramalkan. Tabel 4 adalah tabel hasil dari peramalan material MCB dengan menggunakan metode moving average 4.
190
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Ft =
(3)
Tabel 4 Hasil Peramalan dengan Metode MA 4 MCB
Periode Sep-14 Oct-14 Nov-14 Dec-14 Jan-15
2A 13 11 12 13 11
Peramalan MCB dengan Metode MA 4 6A 10A 16A 20A 25A 53 42 9 7 5 52 42 9 7 5 51 42 9 7 5 53 42 9 7 5 51 41 9 7 5
4A 20 19 20 20 19
35A 2 2 2 2 2
50A 2 1 1 1 1
63A 1 1 1 1 1
Metode Weighted Moving Average 3 Periode Metode weighted moving average 3 periode adalah metode peramalan yang memberikan bobot pada setiap 3 periode dengan data dari periode yang baru diberi bobot yang lebih besar. Tabel 5 adalah tabel hasil dari peramalan MCB dengan menggunakan metode weighted moving average 3 periode
Ft =
(4)
Tabel 5 Hasil Peramalan dengan Metode WMA 3 MCB
Periode Sep-14 Oct-14 Nov-14 Dec-14 Jan-15
2A 13 13 13 13 13
4A 21 20 20 20 20
Peramalan MCB dengan Metode WMA 3 6A 10A 16A 20A 25A 35A 54 43 9 7 5 1 52 42 9 7 5 2 53 43 9 7 5 2 52 42 9 7 5 2 53 43 9 7 5 1
50A 0 1 1 1 1
63A 2 1 1 1 1
Metode Weighted Moving Average 4 Periode Metode weighted moving average 4 priode aalah metode peramalan yang memberikan bobot pada setiap 4 periode dengan data dari bobot yang lebih besar. Tabel 6 adalah table hasil dari permalan MCB dengan menggunakan metode weighted moving average 4 periode (5) Tabel 6 Hasil Peramalan dengan Metode WMA 4 MCB
Periode Sep-14 Oct-14 Nov-14 Dec-14 Jan-15
2A 13 11 12 12 12
Peramalan MCB dengan Metode WMA 4 4A 6A 10A 16A 20A 25A 20 54 43 9 7 5 20 52 42 9 7 5 20 52 42 9 7 5 20 53 42 9 7 5 20 52 42 9 7 5
35A 2 2 2 2 2
50A 1 1 1 1 1
63A 1 1 1 1 1
Single Exponential Smoothing (SES) Single exponential smoothing merupakan model peramalan pemulusan eksponensial yang bekerja hampir serupa dengan alat thermostat, dimana apabila galat ramalan adalah positif, yang berarti nilai aktual permintaan lebih tinggi dari pada nilai ramalan (A – F >0), maka model pemulusan eksponensial akan secara otomatis meningkatkan nilai ramalan (Gaspersz, 2004). Dalam penentuan nilai (α) yang digunakan beragam, penentuan ini berdasarkan trial and error yang menghasilkan nilai kesalahan MAD paling kecil. nilai alpha (α) yang digunakan dalam trial and error adalah 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8 dan 0,9. Tabel 7 adalah tabel hasil dari peramalan material menggunakan metode SES. FSES = α At-1 + (1- α) FSESt-1
191
(6)
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Tabel 7 Hasil Peramalan dengan Metode SES MCB
Peramalan MCB dengan Metode SES Periode
2A (α = 0.1)
4A (α = 0.1)
6A (α = 0.1)
10 A (α = 0.4)
16 A (α = 0.3)
20 A (α = 0.1)
25 A (α = 0.1)
35 A (α = 0.1)
50 A (α = 0.1)
63 A (α = 0.1)
Sep-14
11
19
56
42
9
6
4
3
1
1
Oct-14
11
19
56
41
9
6
4
3
1
1
Nov-14
11
19
56
42
9
6
4
3
1
1
Dec-14
11
19
56
42
9
6
4
3
1
1
Jan-15
11
19
56
42
9
6
4
3
1
1
Double Exponential Smoothing (DES) Metode ini memiliki karakteristik yang sama seperti single exponential smoothing tetapi metode ini dilakukan dua kali smoothing. Setelah demand dilakukan peramalan dengan metode SES, kemudian hasil dari peramalan tersebut dilakukan smoothing. Alpha (α) yang digunakan sama dengan metode SES. Tabel 8 adalah tabel hasil dari peramalan menggunakan metode DES. FDES= (α.FSESt-1) + {(1-α) x FDESt-1}
(7)
Tabel 8 Hasil Peramalan dengan Metode DES MCB
Periode
2A (α = 0.1) 11 11
4A (α = 0.1) 19 19
Peramalan MCB dengan Metode DES 6A 10 A 16 A 25 A 20 A (α (α = (α = (α = (α = = 0.1) 0.1) 0.4) 0.3) 0.1) 58 40 9 6 4 57 40 9 6 4
35 A (α = 0.1) 3 3
50 A (α = 0.1) 1 1
63 A (α = 0.1) 1 1
Sep-14 Oct-14 Nov11 19 57 40 9 6 4 3 1 1 14 Dec-14 11 19 57 40 9 6 4 3 1 1 Jan-15 11 19 57 40 9 6 4 3 1 1 Perbandingan Hasil Perhitungan Error Salah satu metode untuk mengevaluasi metode peramalan adalah menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolute. The mean absolute deviation (MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolute masing-masing kesalahan). (8) Perbandingan hasil perhitungan eror dari tiap metode peramalan pada setiap material telah ditabulasikan dapat dilihat pada tabel 9. Metode peramalan yang digunakan adalah metode peramalan yang menghasilkan nilai MAD terkecil pada setiap material. Tabel 9 Perhitungan Error dari tiap metode MCB
SA
MCB 2A Nilai MAD 2.715
MCB 4A Nilai MAD 3.75
MCB 6A Nilai MAD 9.68
MCB 10 A Nilai MAD 6.42
MCB 16 A Nilai MAD 2.52
MCB 20 A Nilai MAD 2.37
MCB 25 A Nilai MAD 1.15
MCB 35 A Nilai MAD 1.38
MCB 50 A Nilai MAD 1.15
MCB 63 A Nilai MAD 0.92
MA 3
3.020
3.06
10.47
5.49
2.67
2.86
1.35
1.69
1.41
0.90
MA 4
2.891
3.11
9.98
5.97
2.70
2.47
1.33
1.56
1.31
0.81
WMA 3
3.275
3.35
10.87
6.00
2.75
2.77
1.38
1.64
1.36
0.89
WMA 4
3.081
3.07
10.45
5.88
2.71
2.66
1.28
1.58
1.34
0.83
SES
2.627
3.48
9.01
6.86
2.54
2.35
1.13
1.37
1.13
0.91
Metode
192
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 DES
2.581
ISBN: 978-602-70259-3-6
3.62
8.70
7.31
2.74
2.26
1.07
1.36
1.08
1.14
MAD Min 2.581 3.06 8.70 5.49 2.52 2.26 1.07 1.36 1.08 0.81 Mean Absolute Deviation digunakan sebagai indikator performansi model peramalan. Pada perhitungan peramalan material MCB 2A metode peramalan yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah double exponential smoothing dengan nilai 2,581. Untuk peramalan material MCB 4A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode peramalan moving average 3 periode dengan nilai 3,06. Untuk peramalan material MCB 6A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode peramalan double exponential smoothing 8,7. Pada material MCB 10A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode moving average 3 periode dengan nilai 5,49. Untuk material MCB 16A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode single average 2,52. Untuk material MCB 20A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode double exponential smoothing dengan nilai 2,26. Untuk material MCB 25A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah single exponential smoothing dengan nilai 1,07. Pada material MCB 35A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode double exponential smoothing dengan nilai 1,36. Untuk material MCB 50A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode double exponential smoothing dengan nilai 1,36. Untuk material MCB 50A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode peramalan double exponential smoothing dengan nilai 1,08. Untuk material terakhir yaitu material MCB 63A yang menghasilkan nilai MAD terkecil adalah metode peramalan moving average 4 periode periode dangan nilai 0,81. Penentuan Safety Stock Persediaan pengaman (safety stock) adalah jumlah persediaan material minimum yang harus dimiliki tiap periode oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya material dan kemungkinan fluktuasi permintaan (Erlina, 2002). Rumus untuk menentukan safety stock adalah. SS = MAD terpilih x Service Level
(9)
Pada tabel 10 ditampilkan tabulasi perhitungan safety stock material MCB. Service level adalah suatu nilai yang ditetapkan oleh perusahaan, yang dimasukan dalam perhitungan persediaan produk dengan tujuan memenuhi kebutuhan konsumennya (Ballou, 2004) dalam Wardhana (2012). Nilai service level berupa presentasi dimana batas maksimumnya adalah 100%, yang berarti konsumen selalu mendapatkan produk yang dipesan dengan cepat. Nilai service level biasanya ditentukan berdasarkan kebijakan yang berlaku dalam suatu perusahaan. Pada penelitian ini nilai dari service level yang digunakan 80%, 85%, 87%, 90% dan 95%. Dengan masing-masing nilai konstanta 0.84, 1.04, 1.13, 1.28, dan 1.64. Tabel 10 Tabulasi Perhitungan Safety Stock MCB (service level 80%)
Safety Stock Material MCB 2A
4A
6A
10 A
16 A
20 A
25 A
35 A
50 A
63 A
MAD Terpilih
2.71
3.75
9.01
5.49
2.67
2.26
1.13
1.56
1.31
0.90
Service Level
0.84
0.84
0.84
0.84
0.84
0.84
0.84
0.84
0.84
0.84
Safety Stock
3.00
4.00
8.00
5.00
3.00
2.00
1.00
2.00
2.00
1.00
Tabel 11 Tabulasi Perhitungan Safety Stock MCB (service level 85%)
Safety Stock Material MCB 2A
4A
6A
10 A
16 A
20 A
25 A
35 A
50 A
63 A
MAD Terpilih
2.71
3.75
9.01
5.49
2.67
2.26
1.13
1.56
1.31
0.90
Service Level
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
1.04
Safety Stock
3.00
4.00
10.00
6.00
3.00
3.00
2.00
2.00
2.00
1.00
Tabel 12 Tabulasi Perhitungan Safety Stock MCB (service level 87%)
Safety Stock Material MCB MAD Terpilih
2A
4A
6A
10 A
16 A
20 A
25 A
35 A
50 A
63 A
2.71
3.75
9.01
5.49
2.67
2.26
1.13
1.56
1.31
0.90
193
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Service Level
1.13
1.13
1.13
1.13
1.13
1.13
1.13
1.13
1.13
1.13
Safety Stock
4.00
5.00
11.00
7.00
4.00
3.00
2.00
2.00
2.00
2.00
Tabel 13 Tabulasi Perhitungan Safety Stock MCB (service level 90%)
Safety Stock Material MCB 2A
4A
6A
10 A
16 A
20 A
25 A
35 A
50 A
63 A
MAD Terpilih
2.71
3.75
9.01
5.49
2.67
2.26
1.13
1.56
1.31
0.90
Service Level
1.28
1.28
1.28
1.28
1.28
1.28
1.28
1.28
1.28
1.28
Safety Stock
4.00
5.00
12.00
8.00
4.00
3.00
2.00
2.00
2.00
2.00
Tabel 14 Tabulasi Perhitungan Safety Stock MCB (service level 95%)
Safety Stock Material MCB 2A
4A
6A
10 A
16 A
20 A
25 A
35 A
50 A
63 A
MAD Terpilih
2.71
3.75
9.01
5.49
2.67
2.26
1.13
1.56
1.31
0.90
Service Level
1.64
1.64
1.64
1.64
1.64
1.64
1.64
1.64
1.64
1.64
Safety Stock
5.00
7.00
15.00
10.00
5.00
4.00
2.00
3.00
3.00
2.00
Dari hasil pengolahan data safety stock dapat kita lihat bahwa nilai safety stock akan semakin besar ketika nilai dari MAD metode peramalan terpilih dan nilai dari service level bernilai besar. Hal ini dapat dipahami bahwa semakin besar nilai MAD dapat dikatakan peramalan tersebut memiliki tingkat kesalahan yang besar pula, dari nilai kesalahan yang semakin besar itu diperlukan safety stock material yang besar pula agar ketika terjadi kesalahan peramalan yang cukup tinggi pada suatu periode dapat ditanggulangi dengan adanya safety stock yang besar pula. Nilai service level yang ditentukan oleh perusahaan juga menentukan besar atau kecilnya jumlah safety stock material perusahaan tersebut, hal ini dapat dipahami bahwa semakin besar tingkat pelayanan yang ingin dilakukan perusahaan maka perusahaan tersebut harus dapat menjangkau berbagai kemauan dari pelanggan. Dengan tuntutan tersebut safety stock yang disediakan oleh perusahaan juga harus besar jumlahnya agar nilai service level yang tinggi tersebut dapat dicapai. Ketika peramalan material MCB dilakukan terdapat penyimpangan antara demand actual dengan hasil peramalan sebesar 7 buah. Penyimpangan ini harus ditangani dengan baik, jika tidak akan berakibat pada tidak terlayaninya pelanggan dengan baik yang pada akhirnya akan mengurangi kepuasan pelanggan. Penanganan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah dengan cara menyiapkan safety stock yang sesuai dengan penyimpangan ini. Terdapat beberapa opsi pemilihan kebijakan penentuan safety stock, yaitu pada service level 80%. 85%, 87%, 90% atau 95%. Dari hasil rekapitulasi perhitungan safety stock yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan kebijakan penentuan safety stock yang terbaik adalah dengan menerapkan service level sebesar 95%. Dengan diterapkannya kebijakan tersebut maka permasalahan penyimpangan antara demand actual dengan hasil peramalan dapat diatasi. Penentuan Reorder Point (ROP) Reorder point atau titik pemesanan kembali adalah saat dimana harus diadakan pemesanan kembali kepada supplier sehingga penerimaan bahan yang dipesan tepat pada waktu persediaan diatas safety stock atau sama dengan nol. Tabel 11 menampilkan tabulasi nilai ROP setiap material. Tabel 15 Tabulasi Perhitungan ROP MCB
Reorder Point Material MCB 2A
4A
6A
10 A
16 A
20 A
25 A
35 A
50 A
63 A
Safety Stock
5.00
7.00
15.00
10.00
5.00
4.00
2.00
3.00
3.00
2.00
Average Demand
11.00
20.35
56.75
39.60
10.45
6.20
4.20
2.80
1.20
1.30
ROP
16.00
28.00
72.00
50.00
16.00
11.00
7.00
6.00
5.00
4.00
194
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Ada 3 faktor yang menentukan reorder point, yaitu lead time atau masa tunggu sejak pesanan material dilakukan sampai material sampai di perusahaan, safety stock dan average demand. Rumus untuk menghitung reorder point adalah ROP = (Average Demand x Lead time) + Safety Stock Besar dari reorder point material MCB 2A adalah 16 buah, MCB 4A adalah 28 buah, MCB 6A adalah 72, MCB 10A adalah 50 buah, MCB 16A adalah 16 buah, MCB 20A adalah 11 buah, MCB 25A adalah 7 buah, MCB 35A adalah 6 buah, MCB 50A adalah 4 buah dan MCB 63A adalah 4 buah. Dari hasil pengolahan data reorder point dapat kita lihat bahwa semakin besar nilai dari lead time, average demand dan nilai dari safety stock maka semakin besar pula nilai dari reorder point. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu, metode single avergae adalah metode terbaik unuk MCB 2A, 4A. Metode moving average 3 periode untuk MCB 10A, 16A, 50A, 63 A. Metode moving average 4 periode untuk MCB 35A. Metode single exponential smoothing untuk MCB 6A, 25A. Metode double exponential smoothing untuk MCB 20A. Sedangkan safety stock masing-masing material MCB 2A, 4A, 6A, 10A, 16A, 20A, 25A, 35A, 50A, dan 63A adalah 5, 7, 15, 10, 5, 4, 2, 3, 3, 2, sedangkan reorder point msing-masing material adalah 16, 28, 72, 50, 16, 11, 7, 6, 5, 4. PUSTAKA Ajeng, Sri. (2011). Peramalan Penjualan Untuk Perencanaan Pengadaan Persediaan Buah Durian Di Rumah Durian Harum Bintaro. Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Erlina. (2002). Manajemen Persediaan. Fakultas Ekonomi Program Studi Akutansi Universitas Sumatera Utara. Nasution, Doly Himatyar, Abadi Ginting. (2013). Usulan Penjadwalan Jam Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur Operator di PT.XYZ. Teknik Industri FT USU Vol 3, No 3. Siregar, Alden. (2007). Penyusunan Jadwal Induk Produksi Pada PT. Hitachi Conctruction Machinery Indonesia. Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma. Wardhana, Ariyani (2012). Modul Perkuliahan Manajemen Persediaan, Persediaan Pengaman. Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana.
195
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS DEFECT MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) BERDASARKAN DATA GROUND FINDING SHEET (GFS) PT. GMF AEROASIA Tara Ferdiana1 dan Ilham Priadythama2 Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632210 E-mail:
[email protected], 2ilham.megaspin.net 1,2
ABSTRAK PT. GMF AeroAsia menggunakan suatu sistem Ground Finding Sheet sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kualitas kabin. GFS digunakan untuk mencatat berbagai temuan kerusakan yang ada beserta penyebabnya. Dari data GFS yang didapat dari bagian kontrol, banyak temuan kerusakan atau kecacatan yang terjadi. Untuk menganalisis lebih jauh terhadap permasalan tersebut, diperlukan pendekatan tidak hanya untuk menyelesaikan permasalahan komponen pada kabin pesawat, tetapi juga untuk melakukan upaya penjagaan kualitas. Pendekatan yang digunakan adalah metode Fault Tree Analysis (FTA) karena alasan efisiensinya. Melalui pendekatan ini dapat dilakukan perbaikan proses secara terus-menerus, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan proses dan kualitas produk. Selain itu, metode FTA menggunakan konsep pemikiran yang mendorong untuk mengurangi cacat dengan mencari dan menganalisis akar penyebab permasalahan yang ada sehingga dapat dicari solusi pencegahannya. Berdasarkan hasil dari metode FTA diperoleh 15 basic event yang dapat menyebabkan defect di part kabin pesawat, yaitu diantaranya penempelan/pengecatan kurang sempurna, suhu ruang yang berubah ubah, penggunaan dari konsumen, defect bawaan, perawatan kurang rutin, debu, substansi bahan makanan, frekuensi pemakaian, tidak ada standar material, umur material, tempat sulit dijangkau, warna cerah, mudah mengikat debu, operator lalai/ceroboh, dan tidak dikalibrasi. Namun dalam hal defect akibat penggunaan dari konsumen tidak dibahas pada kajian ini karena kajian yang dibahas fokus kepada permasalahan proses internal perusahaan. Keywords: Fault Tree Analysis, GFS, Defect, Kabin Pesawat, Akar Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang PT. GMF AeroAsia adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang penerbangan khususnya pada perawatan pesawat. Saat ini PT. GMF AeroAsia diakui sebagai salah satu fasilitas terbaik dan terbesar dalam pemeliharaan, perbaikan dan overhaul pesawat di kawasannya. Pada perkembangannya, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi oleh PT GMF AeroAsia sebagai penyedia jasa MRO, salah satunya adalah MRO harus mampu menangani perbaikan yang berkelanjutan guna menjaga kualitas pelayanan yang terbaik. Namun dalam usahanya meraih World Class MRO of Custumer Choice seperti yang diutarakan dalam visinya, banyak hal – hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki secara kontinyu dan cepat guna menjamin kualitas terbaiknya. Salah satunya yang perlu diperhatikan adalah pada kabin pesawat yang notabene merupakan tempat para penumpang pesawat melihat dan merasakan langsung bagaimana tampilan dan kenyamanan di dalam pesawat. Dalam industri penerbangan, konsumen utama adalah penumpang pesawat. Penumpang akan menilai apakah pelayanan yang diberikan oleh maskapai itu baik atau buruk dilihat dari tampilan fisik pesawat. Tampilan fisik yang dimaksud adalah kondisi interior kabin pesawat. Dimana layanan kualitas kabin semakin hari harus semakin meningkat karena penumpang saat ini tidak hanya menuntut selamat sampai tujuan, namun juga menuntut ada layanan di kabin pesawat itu lebih baik. PT GMF AeroAsia menggunakan suatu sistem GFS (Ground Finding Sheet) sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kualitas kabin. GFS digunakan untuk mencatat berbagai temuan kerusakan yang ada beserta penyebabnya. Dari data GFS (Ground Finding Sheet) yang didapat dari bagian kontrol tersebut, banyak sekali temuan kerusakan atau kecacatan yang terjadi. Pada dasarnya PT. GMF AeroAsia akan mendapatkan keuntungan, bila ada perbaikan atau penggantian komponen pesawat. Namun dengan tingginya persaingan, GMF tidak hanya menawarkan layanan perbaikan maupun penggantian saja, GMF juga harus bisa memberikan kepuasan kepada customer. Salah satunya memberikan kualitas perawatan yang baik dan mempunyai ketahanan yang
196
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
panjang atau setidaknya sesuai dengan umur rata – rata komponen. Selain itu, karena sebagian besar sistem pembayaran GMF dengan customernya berdasarkan waktu pengerjaan (based on pay by the hour) seperti sistem borongan, maka apabila GMF bisa mempertahankan atau memperpanjang umur dari komponen - komponen yang ada di pesawat, maka itu berarti GMF bisa mengurangi biaya dan memperbesar profit yang didapat. Salah satu usaha GMF atau dalam kasus ini di unit cabin maintenance, dilakukanlah pemetaan terhadap komponen pesawat, dan salah satunya adalah pemetaan terhadap kerusakan komponen pesawat. Untuk menganalisis lebih jauh terhadap permasalan tersebut, diperlukan pendekatan tidak hanya untuk menyelesaikan permasalahan komponen pada kabin pesawat, tetapi juga untuk melakukan upaya penjagaan kualitas. Pendekatan yang digunakan adalah metode Fault Tree Analysis (FTA) karena alasan pemilihan metode ini adalah dapat menentukan faktor penyebab yang kemungkinan besar menimbulkan kegagalan, menemukan tahapan kejadian yang kemungkinan besar sebagai penyebab kegagalan, menganalisa kemungkinan sumber-sumber resiko sebelum kegagalan timbul, menginvestigasi suatu kegagalan, dan efisiensinya. Melalui pendekatan ini dapat dilakukan perbaikan proses secara terusmenerus, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan proses dan kualitas produk. Selain itu, metode FTA menggunakan konsep pemikiran yang mendorong untuk mengurangi cacat dengan mencari dan menganalisis akar penyebab permasalahan yang ada sehingga dapat dicari solusi pencegahannya. LANDASAN TEORI Fault Tree Analysis merupakan sebuah analytical tool yang menerjemahkan secara grafik kombinasi-kombinasi dari kesalahan yang menyebabkan kegagalan dari sistem. Teknik ini berguna mendeskripsikan dan menilai kejadian di dalam sistem (Foster, 2004). Metode Fault Tree Analysis ini efektif dalam menemukan inti permasalahan karena memastikan bahwa suatu kejadian yang tidak diinginkan atau kerugian yang ditimbulkan tidak berasal pada satu titik kegagalan. Fault Tree Analysis mengidentifikasi hubungan antara faktor penyebab dan ditampilkan dalam bentuk pohon kesalahan yang melibatkan gerbang logika sederhana. Menurut Priyanta (2000), terdapat 5 tahapan untuk melakukan analisa dengan Fault Tree Analysis (FTA), yaitu sebagai berikut: 1.Mendefinisikan masalah dan kondisi batas dari suatu sistem yang ditinjau 2.Penggambaran model grafis Fault Tree 3.Mencari minimal cut set dari analisa Fault Tree 4.Melakukan analisa kualitatif dari Fault Tree 5.Melakukan analisa kuantitatif dari Fault Tree Gerbang logika menggambarkan kondisi yang memicu terjadinya kegagalan, baik kondisi tunggal maupun sekumpulan dari berbagai macam kondisi. Konstruksi dari fault tree analysis meliputi gerbang logika yaitu gerbang AND dan gerbang OR. Setiap kegagalan yang terjadi dapat digambarkan ke dalam suatu bentuk pohon analisa kegagalan dengan mentransfer atau memindahkan komponen kegagalan ke dalam bentuk simbol (Logic Transfer Components) dan Fault Tree Analysis. Simbol-simbol dalam Fault Tree Analysis yang digunakan dalam menguraikan suatu kejadian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Simbol-simbol dalamFault Tree Analysis
Simbol
Keterangan Top Event Logic Event OR Logic Event AND Transferred Event Undeveloped Event Basic Event
Manfaat dari metodefault tree analysisadalah: 1. Dapat menentukan faktor penyebab yang kemungkinan besar menimbulkan kegagalan. 2. Menemukan tahapan kejadian yang kemungkinan besar sebagai penyebab kegagalan. 3. Menganalisa kemungkinan sumber-sumber resiko sebelum kegagalan timbul. 4. Menginvestigasi suatu kegagalan.
197
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODE PENELITIAN Metodologi penelitian dalam makalah ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada gambar tersebut dijelaskan tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini. Tahap awal yang dilakukan adalah tahap pendahuluan yang terdiri dari identifikasi masalah, perumusan masalah, dan penentuan tujuan. Identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dalam perusahaan. Kemudian pada bagian perumusan masalah peneliti menentukan sasaran-sasaran yang akan dibahas dalam penelitian dan mencari solusi bagi masalah yang ada dengan teori-teori yang diperoleh dari perkuliahan maupun dari referensi. Langkah terakhir dalam tahap pendahuluan adalah penentuan tujuan penelitian. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menimbulkan kecacatan dan jenis-jenis kecacatan pada komponen kabin pesawat, mengetahui penyebab-penyebab kecacatan yang terjadi, dan merancang usulan perbaikan yang efektif digunakan untuk pengendalian kualitas pada cabin maintenance. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pengumpulan data dan pengolahan data. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS Identifikasi Kerusakan Tahap awal yang dilakukan dalam pengolahan data yaitu dengan mengidentifikasi kerusakan. Dari data kecacatan part – part dari kabin pesawat yang telah ditemukan, kemudian dibuat check sheet seperti dalam tabel di bawah ini. Tabel 2. Check Sheet Kategori Defect
Tabel 3. Check Sheet Jenis Defect
198
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Pada tahap ini, langkah awal yang dilakukan adalah membuat check sheet mengenai jumlah defect berdasarkan kategori yang ada. Kategori – kategori tersebut antara lain adjustment, cleaning, relaminating / repainting, repairing, replacement. Dari masing – masing part (subject) dibuat check sheet untuk mengetahui kategori apa yang paling banyak terjadi. Dari tabel 3 diatas telah diperoleh bahwa pada subject armcap yang memiliki jumlah defect terbanyak terjadi pada kategori defect relaminating / repainting, pada subject spring pocket yang memiliki jumlah defect terbanyak terjadi pada kategori defect adjustment, kemudian untuk subject buffet galley dan pintu kabin (door) yang memiliki jumlah defect terbanyak terjadi pada kategori defect cleaning, lalu pada subject seat belt yang memiliki jumlah defect terbanyak terjadi pada kategori defect replacement. Setelah diketahui kategori defect terbanyak dari masing – masing subject maka dilanjutkan dengan membuat check sheet berdasarkan masing – masing kategori defect tiap part (subject). Dari tiap – tiap kategori defect tersebut dianalisis kembali untuk mengetahui jenis defect apa yang paling menyebabkan terjadinya kecacatan / kerusakan pada masing – masing subject (Tabel 4). Fault Tree Analysis Dalam membuat fault tree, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi potensi penyebab dari kesalahan – kesalahan yang terjadi pada tiap part yang akan dikaji sehingga diperoleh penyebab secara umum yang menyebabkan kecacatan part yang kemudian dijadikan acuan untuk membuat fault tree. Setelah diketahui penyebab umum yang menyebabkan kecacatan di tiap part, maka selanjutnya dilakukan break down secara terperinci dalam cabang – cabang yang membentuk fault tree, sampai ditemukan kejadian paling dasar atau disebut dengan basic event. Langkah tersebut menerangkan semua urutan sebab dan akibat kejadian yang menyebabkan terjadinya top level event. Dalam membangun fault tree digunakan simbol-simbol tertentu yang digunakan untuk mewakili adanya sebab akibat yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya. Berikut fault tree untuk masing-masing subject part dari kabin pesawat yang akan dianalisis. 1. Kecacatan armcap akibat peel off Armcap (Peel Off)
Proses
Penempelan / Pengecatan kurang sempurna
Material
Lingkungan
Pemilihan Material
Suhu yang berubah ubah
Tidak ada standar material
User
Penggunaan dari konsumen
Umur material
Gambar 2. Fault Tree Kecacatan dari Armcap
Dari fault tree mengenai kecacatan armcap karena peel off pada gambar 2 dapat disimpulkan bahwa basic event yang menyebabkan kecacatan tersebut antara lain penempelan / pengecatan yang kurang sempurna, tidak ada standar pemilihan material, suhu yang berubah ubah, dan umur material. Untuk basic event yang berasal dari kesalahan konsumen tidak dianalisis karena penelitian ini fokus pada kecacatan yang disebabkan internal perusahaan.
199
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
2.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Kecacatan spring pocket akibat unproper instal S p rin g P o ck et ( U n p r o p e r I n s ta l )
P ro ses
U se r
P e ngguna an d ari k o nsu m en
S e tt in g ti d a k tep a t
D efe ct ba w aan
P em bac aan i n s tr u k si s a l a h
J ig ti d a k sta n da r
O p e r a to r la la i
T id a k d i k a li b r a s i
Gambar 3. Fault Tree Kecacatan dari Spring Pocket
Dari fault tree mengenai kecacatan spring pocket karena unproper instal pada gambar 3 dapat disimpulkan bahwa basic event yang menyebabkan kecacatan tersebut antara lain operator lalai sehingga terjadi kesalahan dalam pembacaan instruksi, alat bantu ukur atau jig yang digunakan tidak sesuai atau tidak dikalibari sehingga terjadi kesalahan pada ukuran yang menyebabkan penyetingan pada spring pocket tidak tepat. Kemudian karena defect bawaan dari pabrik pembuatan spring pocket itu sendiri. Untuk basic event yang berasal dari kesalahan konsumen tidak dianalisis karena penelitian ini fokus pada kecacatan yang disebabkan internal perusahaan. 3.
Kecacatan buffet dan galley akibat kotor Buffet and G alley ( D irty )
P r o se s
Perawatan k u ra n g ru tin
L ingkunga n
K u ra n g b e r si h
Debu
S u b s t an s i b ah a n m ak a n a n
User
P en g g u n a an dari p etug as G a l l ey
Tem pat sulit d i j an g k au
Gambar 4. Fault Tree Kecacatan dari Buffet and Galley
Dari fault tree mengenai kecacatan buffet and galley karena dirty / kotor pada gambar 18 dapat disimpulkan bahwa basic event yang menyebabkan kecacatan tersebut antara lain perawatan yang kurang rutin dan ada beberapa tempat yang sulit dijangkau, debu, substansi bahan makanan sehingga buffet dan
200
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
galley kurang bersih. Untuk basic event yang berasal dari kesalahan pengguna tidak dianalisis karena penelitian ini fokus pada kecacatan yang disebabkan internal perusahaan. 4.
Kecacatan seat belt akibat missing Se a t B e lt (M issin g)
P r o s es
U s er
P enggunaan dari ko nsum en Settin g tidak tepat
F r ek u en s i p e m a k a i an
P e m b a ca a n instru ksi salah
Jig tidak st a n d a r
O p e ra to r l al a i
T ida k d i k a l i b r a si
Gambar 5. Fault Tree Kecacatan dari Seat Belt
Dari fault tree mengenai kecacatan seat belt karena missing / hilang pada gambar 19 dapat disimpulkan bahwa basic event yang menyebabkan kecacatan tersebut antara lain frekuensi pemakaian yang terlalu sering, operator yang lalai mengakibat setting / pemasangan seat belt yang tidak sesuai instruksi sehingga seat belt tidak terpasang sempurna. Untuk basic event yang berasal dari kesalahan pengguna tidak dianalisis karena penelitian ini fokus pada kecacatan yang disebabkan internal perusahaan. 5.
Kecacatan pintu akibat kotor Door (Dirty)
Material
Proses
Lingkungan
Perawatan tidak rutin Coating
Warna Cerah yang mudah kotor
Pemilihan Material
Tidak ada standar material
Iklim yang berubah ubah
Debu
Mudah mengikat debu
Gambar 6. Fault Tree Kecacatan dari Door
Dari fault tree mengenai kecacatan pintu – pintu di kabin (door) karena kotor pada gambar 20 dapat disimpulkan bahwa basic event yang menyebabkan kecacatan tersebut antara lain pemilihan warna –
201
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
warna yang cenderung cerah, pemilihan bahan yang mudah mengikat debu, perawatan yang kurang rutin, iklim / suhu ruang yang berubah ubah, dan banyaknya debu. Penentuan Minimal Cut Set Dari bagan fault tree masing – masing kecacatan yang sudah di buat, maka dicari minimal cut set untuk mengetahui akar permasalahan dari penyebab kecacatan part kabin pesawat. Mencari minimal cut set merupakan analisa kualitatif yang mana dipakai Aljabar Boolean. Aljabar Boolean merupakan aljabar yang dapat digunakan untuk melakukan penyederhanaan atau menguraikan rangkaian logika yang rumit dan kompleks menjadi rangkaian logika yang lebih sederhana (Widjanarka, 2006). Perhitungan minimal cut set diperoleh dari bagan fault tree di bawah ini.
Gambar 7. Bagan Fault Tree
Keterangan dari bagan Fault Tree diatas akan di paparkan pada Tabel 5. dibawah ini.
Tabel 4. Keterangan Bagan Fault Tree
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Keterangan Kecacatan Part Kabin Pesawat Armcap Spring Pocket Buffet and Galley Seat Belt Door Proses Material Lingkungan User Penempelan/pengecatan kurang sempurna Pemilihan material Suhu ruang yang berubah ubah Penggunaan dari konsumen Setting tidak tepat
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Defect bawaan Perawatan kurang rutin Kurang bersih Debu Substansi bahan makanan Frekuensi pemakaian Coating / pewarnaan Tidak ada standar material Umur material Kesalahan pembacaan instruksi Jig tidak standar Tempat sulit dijangkau
28. 29. 30. 31.
Warna cerah Mudah mengikat debu Operator lalai/ceroboh Tidak dikalibrasi
Langkah penentuan minimal cut set: Top level =1 =2+3+4+5+6 = [7+8+9+10] + [7+10] + [7+9+10] + [7+10] + [8+7+9] = [11+12+13+14] + [(15+16)+14] + [(17+18)+(19+20)+14] + [(21+15) + 14] + [(22+12) + 17 + (13+19)]
202
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
=
[11+(23+24)+13+14] + [((25+26)+16)+14] + [(17+27)+(19+20)+14] + [(21+(25+26))+14] + [(28+(23+29))+17+(13+19)] = [11+(23+24)+13+14] + [((30+31)+16)+14] + [(17+27)+(19+20)+14] + [(21+(30+31)+14] + [(28+(23+29))+17+(13+19)] Dari penentuan minimal cut set, diperoleh basic event yang dapat menyebabkan adanya kecacatan dalam part kabin pesawat adalah : 1. Kode 11 = Pengecatan kurang sempurna 9. Kode 23 = Tidak ada standar material 2. Kode 13 = Suhu ruang berubah ubah 10. Kode 24 = Umur material 3. Kode 14 = Penggunaan dari konsumen* 11. Kode 27 = Tempat sulit dijangkau 4. Kode 16 = Defect bawaan 12. Kode 28 = Warna cerah 5. Kode 17 = Perawatan kurang rutin 13. Kode 29 = Mudah mengikat debu 6. Kode 19 = Debu 14. Kode 30 = Operator lalai/ceroboh 7. Kode 20 = Substansi bahan makanan 15. Kode 31 = Tidak dikalibrasi 8. Kode 21 = Frekuensi pemakaian Untuk * kecacatan yang disebabkan oleh penggunaan konsumen tidak dibahas pada kajian ini karena kajian yang dibahas fokus kepada permasalahan proses internal perusahaan SIMPULAN Berdasarkan hasil dari metode Fault Tree Analysis diperoleh 15 basic event yang dapat menyebabkan defect dalam part kabin pesawat, yaitu diantaranya penempelan/pengecatan kurang sempurna, suhu ruang yang berubah ubah, penggunaan dari konsumen, defect bawaan, perawatan kurang rutin, debu, substansi bahan makanan, frekuensi pemakaian, tidak ada standar material, umur material, tempat sulit dijangkau, warna cerah, mudah mengikat debu, operator lalai/ceroboh, dan tidak dikalibrasi. Namun dalam hal defect akibat penggunaan dari konsumen tidak dibahas pada kajian ini karena kajian yang dibahas fokus kepada permasalahan proses internal perusahaan. Dari metode Fault Tree Analysis (FTA) yang digunakan, diperoleh faktor – faktor penyebab kecacatan pada beberapa part di dalam kabin pesawat. Dan pada metode FTA dapat pula diketahui penyebab – penyebab utama / akar permasalahan dari kecacatan di beberapa part di dalam kabin pesawat sehingga dapat dilakukan perbaikan secara lebih terfokus pada hal yang menyebabkan kerusakan paling mendasar di dalam kabin pesawat. PUSTAKA Auliya, Ridha., (2011). Analisis Penyebab Kecacatan Tabung Elpiji dengan Menggunakan Fault Tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis di Pabrik Tabung Elpiji PT Pertamina (Persero) Unit Gas Domestik. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta. Foster, S. T. (2004). Managing Quality: an Integrative Approach. Pearson Education International. Gasperz, Vincent. (2001). Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta : Gramedia. Hariastuti, Ni Luh Putu. (2014). Analisa Pengendalian Kualitas Produksi dalam Usaha Mengurangi Produk Cacat. Surabaya : ITATS Surabaya. Mitra, Amitava. (1998). Fundamentals of Quality Control and Improvement. New Jersey : Prentice Hall. Priyanta, Dwi. (2000). Keandalan Dan Perawatan. Surabaya: Institut Teknologi Surabaya. Widjanarka, Wijaya. (2006). Teknik Digital. Jakarta: Erlangga
203
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN KOMPONEN SEPEDA MOTOR DI SULAWESI SELATAN Indri Hapsari1, Amelia Santoso2, Fike3 Jurusan Teknik Industri, Universitas Surabaya Raya Kalirungkut, Surabaya 60293, Indonesia E-mail:
[email protected]
1,2,3
ABSTRAK Sistem informasi akan sangat berguna jika didukung dengan sistem persediaan yang efisien, sehingga selain transaksi dapat dilakukan dengan lebih cepat, juga ada jaminan bahwa sistem persediaan akan menghemat biaya. Penelitian ini dilakukan di salah satu gudang komponen sepeda motor di Sulawesi Selatan. Komponen yang disimpan ada ratusan jenis karena selain menjualnya, pemilik juga membuka layanan perbaikan seeda motor. Saat ini gudang melakukan pemeriksaan dan pencatatan manual dalam melayani pelanggan. Terdapat kesulitan saat dilakukan pencarian karena tidak ada petunjuk yang jelas mengenai posisi barang tersebut, juga penataannya belum rapi. Pencarian dimulai dengan pemeriksaan buku catatan, yang juga masih disusun secara manual. Akibatnya, posisi persediaan juga sulit diperkirakan, yang akan mempengaruhi jumlah pesanan yang akan diberikan ke pemasok. Terkadang terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan pelanggan kecewa. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan analisis sistem informasi dan persediaan yang telah ada, agar dapat dirancang sistem yang baru. Perancangan sistem persediaan dimulai dengan pengelompokan komponen dengan menggunakan metode ABC yang didasarkan pada total biaya. Metode Multi Item Single Supplier digunakan karena satu pemasok dapat memasok sejumlah jenis yang berbeda. Perbandingan total biaya persediaan awal dan usulan akan diberikan untuk membuktikan penghematan yang dicapai dengan perubahan metode yang ada. Selanjutnya untuk sistem informasi akan dirancang dengan menggunakan Microsoft Access untuk melakukan pemeriksaan persediaan, penjualan, pembelian, penukaran, pemesanan, dan nota jatuh tempo. Perancangan sistem informasi meliputi beberapa tahapan, yaitu perancangan tabel, relationship antartabel, form, laporan, serta analisis manfaat sistem database. Sistem pergudangan diperbaiki dengan melakukan pengaturan rak dan pemberian kode pada rak sesuai lokasi penyimpanan. Kata kunci: Sistem Informasi Manajemen, Multi Item Single Supplier, Sistem Persediaan PENDAHULUAN Peningkatan jumlah kendaraan bermotor turut mendorong meningkatnya bisnis komponen sepeda motor. Perusahaan yang dimiliki oleh Bapak Anthony di Sulawesi Selatan, yang didirikan pada tahun 2000 ini bergerak dalam bidang penjualan komponen dan menawarkan jasa perbaikan sepeda motor. Komponen yang terdiri dari ratusan jenis dan untuk berbagai merk sepeda motor ini disimpan dalam gudang. Pelanggan yang datang untuk melakukan pembelian atau penggantian komponen akan mengungkapkannya ke karyawan penjualan. Karyawan penjualan mengecek harga di buku catatan agar tercapai kesepakatan dengan pelanggan. Pencariannya dilakukan dengan mengamati satu per satu nomor spare part yang tertera pada halaman buku yang tertera pada petunjuk/daftar isi. Selain membutuhkan waktu yang lama untuk pencarian, proses pencatatan keluar masuk barang sering tidak sempat dilakukan apalagi bila sedang ramai. Masalah berikutnya terjadi karena rak pada gudang tidak teridentifikasi dengan jelas dan kardus komponen belum terkelompok dengan baik sehingga pencarian berlangsung dengan kurang efisien. Persediaan komponen diperiksa langsung di gudang, karena pencatatannya barang masuk dan keluar belum tersusun rapi dan masih manual. Karyawan akan melapor jika komponen telah habis, padahal pemasok tidak bisa mengirimkannya pada hari yang sama. Hal ini memicu kekecewaan pelanggan, karena barang yang dicari tidak ada. Bukan tidak mungkin untuk lain kali pelanggan tidak akan datang lagi, atau mempengaruhi pelanggan lain agar tidak berkunjung. Jumlah pesanan akan ditentukan oleh pemilik, berdasarkan pengalaman selama ini dengan memperhatikan minimum pesanan yang ditetapkan oleh pemasok. Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sistem persediaan yang ada agar kekurangan persediaan dapat dikurangi, namun juga menghemat biaya total persediaan karena perencanaan pemesanan barang lebih akurat. Sistem informasi terkomputerisasi diperlukan untuk membuat seluruh transaksi keluar masuk barang dapat mempermudah dan mempercepat kerja karyawan dalam melayani pelanggan. Pencarian gudang juga akan diperbaiki agar pencarian dan pengambilan barang menjadi lebih efisien.
204
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
STUDI LITERATUR Pengaturan persediaan memerlukan pengelompokan terlebih dahulu agar perlakuan terhadap persediaan tersebut dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhannya. Persediaan (Ristono, 2008) dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang. Inventory atau persediaan adalah suatu teknik untuk manajemen material yang berkaitan dengan persediaan. Manajemen material dalam inventory dilakukan dengan beberapa input yang digunakan yaitu : permintaan yang terjadi (demand), dan biaya-biaya yang terkait dengan penyimpanan, serta biaya apabila terjadi kekurangan persediaan (shortage). Salah satu cara pengelompokan adalah dengan menggunakan analisis ABC. Analisis ABC mengklasifikasikan persediaan dalam tiga kategori, yaitu : A, B, dan C dengan basis volume penggunaan biaya persediaan dalam setahun. Analisis ini sering disebut sebagai Pareto Analysis, karena menggunakan prinsip-prinsip yang dikembangkan Vilfredo Pareto (ahli ekonomi Italia). Untuk menghitung penggunaan biaya jenis persediaan tertentu, basis yang digunakan adalah jumlah unit kebutuhan persediaan pertahun dikaitkan dengan biaya per unit. Ketiga kategori tersebut adalah : Kategori A adalah persediaan yang berjumlah hanya sekitar 15% dari jumlah total persediaan, tetapi menghabiskan sekitar 70%-80% total biaya persediaan dalam setahun. Kategori B adalah persediaan dengan jumlah sekitar 30% dari total persediaan, tetapi menghabiskan dana sekitar 15%-25% dari total biaya persediaan. Kategori C adalah persediaan dengan jumlah sekitar 55% dari total persediaan dan hanya menghabiskan dana sekitar 5% saja dari total biaya persediaan per tahun. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan bukan hanya biaya penyimpanan persediaan di gudang, melainkan harus diperhitungkan pula biaya yang dikeluarkan mulai dari pemesanan sampai barang tersebut masuk ke dalam proses produksi dan kembali ke gudang sebagai barang jadi. Biaya persediaan dapat dibedakan atas Ongkos Pembelian (Purchased cost), Ongkos Pemesanan (Order cost), Ongkos Simpan (Carrying cost/Holding cost/Storage cost) dan Biaya Kekurangan Persediaan (Stockout cost). Secara umum model persediaan dapat dikelompokkan menjadi dua model yaitu : 1. Model deterministik, yakni model yang menganggap semua variabel telah diketahui dengan pasti. 2. Model probabilistik, yakni model yang menganggap semua variabel mempunyai nilai-nilai yang tidak pasti dan satu atau lebih variabel tersebut merupakan variabel-variabel acak. Pada landasan teori penelitian ini hanya dibahas mengenai model probabilistik yaitu fixed order quantity single supplier-multiple item. FOQ (Fixed Order Quantity) multiple item merupakan jenis pemesanan beberapa jenis produk secara bersamaan dari satu supplier, sehingga dapat menghemat biaya pengiriman, pemesanan, dan kemungkinan memperoleh diskon harga beli dari supplier, oleh karena pemesanan dilakukan dalam nilai yang besar sekaligus. Tujuan dari FOQ multiple item adalah menetapkan EOQ dari masing-masing jenis produk yang menghasilkan minimal total relevant inventory cost. Total relevant inventory cost terdiri dari biaya pesan, biaya simpan, dan biaya kekurangan dari masing-masing jenis produk yang dipesan secara bersamaan ke satu supplier. TC Pi Ri
n
n
i 1 n
i 1
(C c i ) Pi Ri
Pi Qi i 1
n Pi Qi n A R E (M B ) n i i f i 1 Pi SS i i i i Qi 2 i 1 i 1
Keterangan : Qi* = ukuran pemesanan untuk jenis produk i Ri = total demand/periode untuk jenis produk i Pi = harga beli/unit untuk jenis produk i C = biaya pemesanan bersama untuk seluruh jenis produk ci = biaya pemesanan untuk jenis produk i f = fraksi ongkos simpan untuk seluruh produk Bi = reorder point untuk semua jenis produk i SSi = safety stock untuk jenis produk i Ai = biaya kekurangan per unit untuk jenis produk i Ei(Mi>Bi) = ekspektasi jumlah unit kekurangan untuk jenis produk i Ukuran pemesanan optimal diperoleh dari turunan rumus total cost digunakan untuk memudahkan menentukan jumlah pesan saat melakukan pemesanan. Berikut adalah rumus yang digunakan :
205
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
n Pi Qi * = i 1
ISBN: 978-602-70259-3-6 n n 2 C c i Pi Ri i 1 i 1 f
Qi* =
Ri n Pi Qi * P R i i i 1
, Untuk mengurangi resiko kekurangan persediaan, maka perlu disimpan cadangan persediaan atau safety stock. Menurut Tersine (1994), safety stock (SSi) merupakan persediaan ekstra yang disimpan sebagai tindakan pencegahan kekurangan karena tidak menentunya situasi. Reorder point (Bi) adalah jumlah minimum batas pemesanan kembali. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung safety stock (SSi) dan reorder point (Bi) untuk kasus lost sales : SSi =(z × Mi) + Ei(Mi>Bi),
Mi =
Ri × LTi, Jumlah periode
Mi = i ×
Bi = M i + SSi LTi
,
Ei(Mi>Bi)= E(z) × Mi
Keterangan : Bi = Reorder point setiap jenis produk i
Mi SSi z E(z) LTi
i Mi
= Rata-rata permintaan selama lead time setiap jenis produk i = Safety stock setiap produk i = Nilai z tabel pada tabel normal = Nilai ekspektasi dari z pada tabel normal = Lead time setiap produk i = Standar deviasi permintaan setiap produk i
= Standar deviasi permintaan setiap produk i selama lead time = Total permintaan per periode untuk jenis produk i Perhitungan safety stock dapat dilakukan dengan penentuan service level terlebih dahulu. Service level merupakan kemampuan untuk memenuhi permintaan konsumen. Terdiri dari dua jenis, yaitu service level per order cycle (SLc) dan service level per units demanded (SLu). Pada landasan teori penelitian ini hanya dibahas mengenai service level per order cycle (SLc). Jika permintaan konsumen selalu dapat terpenuhi maka service level-nya adalah 100%. Jika permintaan konsumen ada yang tidak terpenuhi maka terjadi kekurangan. Kekurangan ini disebut sebagai biaya kekurangan. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung biaya kekurangan (Ai) untuk kasus lost sales per unit. Keterangan : P f Q * 1 P M B Ri
Ai
i
i
R i P M B
Ai = Biaya lost sales per unit untuk jenis produk i = Harga beli per unit untuk jenis produk i f = Fraksi simpan untuk seluruh jenis produk Ri = Total permintaan per periode untuk jenis produk i 1 - P(M>B) = Service level P(M>B) = Probabilitas lost sales Qi* = Ukuran pemesanan optimum untuk jenis produk i Sistem persediaan yang optimal perlu didukung dengan sistem informasi yang handal. Menurut Kristanto (2008), suatu sistem adalah jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Menurut Jogiyanto (1999) suatu sistem mempunyai maksud tertentu. Sistem yang baik haruslah mempunyai tujuan (goal) dan sasaran (objective) yang tepat karena hal ini akan sangat menentukan dalam mendefinisikan input yang dibutuhkan dan output yang dihasilkan sistem. Suatu sistem mempunyai karakteristik atau sifat-sifat tertentu, yaitu mempunyai komponenkomponen (components), batas sistem (boundary), lingkungan luar sistem (environtment), penghubung sistem (interface), masukan sistem (input), keluaran sistem (output), pengolah sistem (proses), dan sasaran sistem (objective). Pi
Sistem informasi membutuhkan basis data yang lengkap. Menurut Jogiyanto (1999), basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lain, tersimpan di simpanan luar komputer dan digunakan perangkat luar tertentu yang akan memanipulasinya. Database merupakan salah satu komponen penting di sistem informasi karena berfungsi sebagai basis penyedia informasi bagi pemakainya. Penerapan database dalam suatu sistem informasi disebut dengan database system (sistem basis data). Bagan alir (flowchart) adalah bagan (chart) yang menunjukkan alir (flow) di dalam program atau prosedur sistem secara logika. Bagan alir digunakan terutama untuk alat bantu komunikasi dan untuk dokumentasi.
206
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Terkait dengan permasalahan di pergudangan tentang identifikasi barang, perlu adanya perbaikan dalam tampilan identifikasi yang ditempelkan di tiap rak. Menurut Grandjean (1982) tampilan yang baik adalah tampilan yang dapat memberikan informasi yang benar kepada pengendali atau operator mesin dengan beberapa cara yang layak sehingga informasi tersebut dapat diterjemahkan dengan baik dan benar sesuai dengan kondisi yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut maka tampilan harus dirancang agar informasi yang ditunjukkan dapat diterjemahkan sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya sehingga mudah dimengerti oleh siapa saja yang membacanya. Tampilan yang dimaksud adalah tinggi huruf, lebar huruf, tebal huruf, jarak antara dua huruf, jarak antara huruf dan angka, serta warna huruf. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Ukuran huruf dan angka harus dapat dibaca pada jarak tertentu. Untuk pembacaan tersebut dapat digunakan rumus dibawah ini : Tinggi huruf dalam mm = jarak visu al (mm) 200
Tebal dan lebar huruf dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan terhadap tinggi huruf. Warna huruf HASIL DAN PEMBAHASAN Metode ABC Analysis Berdasarkan data penjualan spare part yang telah dikumpulkan maka akan dilakukan perhitungan spare part mana saja yang memiliki peranan terbesar dalam pengadaan spare part. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Metode ABC Analysis berdasarkan total biaya. Total biaya adalah total pendapatan masing-masing produk yang diperoleh dengan mengalikan total spare part yang terjual selama periode pengamatan dengan harga jual spare part tersebut. Perhitungan dilakukan dengan mengurutkan total biaya terbesar, dipresentasekan dan dikumulatifkan. Total yang diperoleh sekitar 248 spare part subfamily berdasarkan 80% data spare part yang ada. Jumlah ini masih sangat banyak untuk dihitung pada tahap selanjutnya, sehingga dilakukan lagi perhitungan dengan menggunakan Metode ABC Analysis. Perhitungan selanjutnya yaitu mengelompokkan spare part subfamily berdasarkan supplier untuk memperoleh 50% supplier dengan total biaya terbesar dengan mempertimbangkan biaya pesan bersama yang dilakukan. Setelah mengelompokkan 248 spare part subfamily tersebut berdasarkan supplier, kemudian supplier diurutkan sesuai dengan total penjualan terbesar, dipresentasekan dan dikumulatifkan. Diperoleh 5 supplier dengan total 119 spare part subfamily. Nama-nama supplier tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase penjualan spare part berdasarkan 50% supplier No. Supplier Persentase total penjualan(%) Persentase kumulatif (%) 1 PT SJ 25,132 25,132 2 PT SD 12,992 38,124 3 Toko UJ 7,495 45,619 4 Toko IM 5,455 51,075
Spare part tersebut masih merupakan spare part subfamily, sehingga akan diuraikan berdasarkan jenisnya. Penguraian tersebut menghasilkan total 453 jenis spare part dari 4 supplier. Data spare part yang telah diperoleh kemudian diamati, hasilnya dapat dikelompokkan menjadi single supplier – multiple item. Hal ini karena perusahaan memesan lebih dari 1 jenis spare part pada setiap supplier. Perhitungan Biaya Persediaan Biaya persediaan terdiri dari beberapa biaya meliputi biaya pembelian, pemesanan, penyimpanan, dan kekurangan. Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli spare part kebutuhan. Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memesan spare part ke supplier. Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan spare part. Biaya kekurangan pada perusahaan adalah biaya kekurangan yang terjadi adalah lost sales. Hal ini karena saat spare part yang diinginkan konsumen tidak ada, konsumen tidak akan menunggu untuk membeli spare part dikemudian hari tetapi langsung mencari spare part tersebut di toko lain. Perhitungan total biaya persediaan awal Dalam kesehariaannya perusahaan tidak memiliki sistem khusus dalam pengaturan persediaan spare part. Pimpinan memesan spare part hanya dengan memperkirakan kapan waktu memesan dan berapa jumlah pemesanan sesuai keinginan serta kebiasaan, namun memperhatikan minimum order yang ditetapkan oleh supplier. Pemesanan dilakukan setelah mengetahui adanya spare part yang habis atau mendekati habis (stock kritis). Perhitungan total biaya persediaan awal meliputi biaya pemesanan dan penyimpanan. Biaya pesan yang dikeluarkan adalah biaya telepon. Biaya telepon diperoleh dari C = tarif telepon/menit × rata-rata pemakaian telepon = Rp11.000,00
207
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Berikut adalah contoh perhitungan biaya pesan pada supplier PT SJ. Harga beli (Pi), permintaan per 5 bulan periode pengamatan (Ri), ukuran pemesanan untuk jenis produk i (Qi) telah diketahui, sehingga n
PR i
i
= (Rp140.000,00 × 2) + ………………….. + (Rp92.500,00 × 1) = Rp52.672.150,00
i 1 n
PQ i
i
= (Rp140.000,00 × 5) + …………………..+ (Rp92.500,00 ×2) = Rp148.220.100,00
i 1
Pada perhitungan ini nilai ci = nol, karena tidak ada biaya pesan khusus untuk jenis produk i, jadi n n Biaya pesan pada supplier PT SJ = C c i Pi Ri = Rp11.000,0 0 Rp52.672.1 50,00 = Rp 3.909,00
i 1
i 1
Rp148.220. 100,00
n
PQ i
i
i 1
Hasil perhitungan biaya pesan pada tiap supplier dihitung sehingga didapatkan biaya pesan awal pada spare part yang diteliti adalah Rp 24.204,00. Untuk usahanya ini, perusahaan menggunakan modal sendiri sehingga adanya suku bunga deposito bank yaitu sebesar 5,38% per tahun. Pengamatan dilakukan selama lima bulan, sehingga Fraksi biaya simpan/5 bulan = 5,38% 5 = 2,242% 0,02242 12
Berikut adalah contoh perhitungan biaya simpan pada Oli Yamalube 0,8L 4T. Harga beli (Pi) dan ukuran pemesanan untuk jenis produk i (Qi) telah diketahui, sehingga Biaya simpan Oli Yamalube 0,8L 4T = Pi f Qi = Rp25.600,0 0 0,02242 240 = Rp 68.874,00 2 2 Hasil perhitungan biaya simpan pada spare part lainnya dihitung sehingga didapatkan total biaya simpan awal pada spare part yang diteliti adalah Rp 3.111.213,00. Biaya kekurangan pada biaya persediaan awal tidak dapat dihitung karena tidak adanya data pendukung yang lengkap. Jadi, total biaya persediaan awal perusahaan adalah sebagai berikut: Total biaya persediaan awal = Total biaya pesan + Total biaya simpan = Rp24.204,00 + Rp3.111.213,00 = Rp3.135.417,00 Perhitungan total biaya persediaan usulan Perhitungan sistem persediaan usulan akan menggunakan metode FOQ Multiple Item Single Supplier. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan pada ukuran pemesanan yang digunakan pada perhitungan. Pada sistem persediaan awal ukuran pemesanan (Qi) adalah jumlah pemesanan yang selama ini digunakan oleh pimpinan, sedangkan pada sistem persediaan usulan ukuran pemesanan adalah ukuran pemesanan optimum (Qi*) yang diperoleh dari perhitungan. Perhitungan total biaya persediaan usulan meliputi biaya pemesanan, penyimpanan, dan kekurangan. Sebelum menghitung biaya-biaya tersebut, terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk menghitung ukuran pemesanan optimum (Qi*), reorder point (Bi), dan safety stock (SSi). Ukuran pemesanan optimum (Qi*) adalah jumlah pemesanan yang optimum untuk dilakukan dengan memperhatikan biaya-biaya yang termasuk didalamnya. Berikut adalah contoh perhitungan ukuran pemesanan optimum (Q*) pada Oli Yamalube 0,8L 4T. Harga beli (Pi) dan permintaan per 5 bulan periode pengamatan (Ri) telah diketahui, sehingga : n
PR i
i
= (Rp140.000,00 × 2) + ………………….. + (Rp92.500,00 × 1) = Rp52.672.150,00
i 1
Pada perhitungan ini nilai ci = nol, karena tidak ada biaya pesan khusus untuk jenis produk i sedangkan fraksi (f) = 0,02242 selama 5 bulan, sehingga : n Pi Qi * = i 1
n n 2 C c i Pi Ri i 1 i 1 f
2 Rp11.000,00 Rp 52.672 .150,00 = Rp7.189.258,00 0,02242
= Jadi, ukuran pemesanan optimum pada Oli Yamalube 0,8L 4T adalah 244 Q Oli Yamalube 0,8L 4T * = Ri n = Rp7.189.25 8,00 = 34 unit
PR i
i
Pi Qi * i 1
Rp52.672.1 50,00
Ukuran pemesanan optimum akan memperhatikan jumlah beli minimum sehingga akan ada Q* penyesuaian. Jumlah beli minimum pada Oli Yamalube 0,8L 4T = 24 unit, sehingga Q Oli Yamalube 0,8L 4T * penyesuaian = 48 unit. Hasil perhitungan ukuran pemesanan optimum (Q*) pada spare part lainnya juga dihitung.
208
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Pada perusahaan permintaan diasumsikan berdistribusi normal karena dianggap kontinu. Berikut adalah contoh perhitungan reorder point (Bi) dan safety stock (SSi) pada Oli Yamalube 0,8L 4T. Lead time (LTi) Oli Yamalube 0,8L 4T adalah 1 hari atau atau sama dengan 0,033 bulan. Permintaan per lima bulan periode pengamatan (Ri) telah diketahui, sehingga : M
=
Oli Yamalube 0,8L 4T
1 Ri × LTi = 244 × = 1,6267 unit 30 5 Jumlah periode
Nilai standar deviasi permintaan produk i (i) telah diketahui, sehingga
M Oli Yamalube 0,8L 4T
= i ×
17,5841 × 1 = 3,2104 unit = 30 Untuk menghitung reorder point (Bi) dan safety stock (SSi) diperlukan service level. Service level tersebut diperoleh dari pimpinan yang menginginkan terpenuhinya 95% order dari konsumen. Berdasarkan informasi tersebut maka penggunaan service level per order cycle (SLc) adalah 95% maka dapat diperoleh nilai z = 1,645 dan E(z) = 0,02086 dari tabel normal setelah melakukan interpolasi, sehingga E Oli Yamalube 0,8L 4T (M Oli Yamalube 0,8L 4T >B Oli Yamalube 0,8L 4T )= E(z) × M Oli Yamalube 0,8L 4T = 0,02086 × 3,2104 = 0,0670 unit Jadi, reorder point (Bi) dan safety stock (SSi) pada Oli Yamalube 0,8L 4T adalah SS Oli Yamalube 0,8L 4T = ( z × M Oli Yamalube 0,8L 4T ) + Ei(Mi>Bi) = (1,645 × 3,2104) + 0,0670 = 6 unit B Oli Yamalube 0,8L 4T = Mi + SSi = 1,6267 + 6 = 8 unit Hasil perhitungan reorder point (Bi) dan safety stock (SSi) pada spare part lainnya juga dihitung untuk mendapatkan total biaya persediaan usulan. Pada perhitungan total biaya pesan usulan rumus yang digunakan sama pada perhitungan total biaya pesan awal juga dengan dengan nilai C = Rp11.000,00. Namun, menggunakan ukuran pemesanan optimum (Q*). Berikut adalah contoh perhitungan biaya pesan pada supplier PT SJ. Harga beli (Pi), permintaan per 5 bulan periode pengamatan (Ri), ukuran pemesanan optimum (Q*) telah diketahui, sehingga: = (Rp140.000,00 × 2) + ………………….. + (Rp92.500,00 × 1) = Rp52.672.150,00
n
PR i
LTi
i
i 1
= (Rp140.000,00 × 1) + ………………….. + (Rp92.500,00 × 1) = Rp57.385.800,00
n
PQ i
i
*
i 1
Pada perhitungan ini nilai ci juga = nol, karena tidak ada biaya pesan khusus untuk jenis produk i, jadi
n
n
Biaya pesan usulan pada supplier PT SJ= C ci Pi Ri = Rp11.000,0 0 Rp52.672.1 50,00 = Rp10.096,00.
i 1 n
i 1
Pi Qi *
Rp57.385.8 00,00
i 1
Hasil perhitungan biaya pesan pada tiap supplier dihitung sehingga terdapat total biaya pesan usulan pada spare part yang diteliti adalah Rp 62.974,00. Perhitungan biaya simpan usulan meliputi biaya simpan spare part dan safety stock. Harga beli (Pi), ukuran pemesanan optimum (Q*), dan safety stock (SSi) telah diketahui, sehingga = (Rp140.000,00 × 1) + ………………….. + (Rp45.000,00 × 3) = Rp102.890.700,00 Pi .SS i = (Rp140.000,00 × 1) + ………………….. + (Rp45.000,00 × 1) = Rp35.802.700,00 Fraksi (f) = 0,02242 selama 5 bulan sama pada biaya simpan awal. Jadi Total biaya simpan usulan adalah i 1 Rp102.890. 700,00 = = 0,02242 Rp35.802.7 00,00 = Rp1.956.101,00 PQ * 2 f P .SS 2 n
n P Q i
i
*
i 1
n
i
i 1
i
n
i
i 1
i
Biaya kekurangan pada persediaan usulan dapat dihitung. Berikut adalah perhitungan biaya kekurangan usulan pada Oli Yamalube 0,8L 4T. Berdasarkan pada asumsi bahwa data berdistribusi normal sehingga service level bernilai 95% maka nilai E(z) = 0,02086, sehingga 1 - P(M>B) = 0,95 atau P(M>B) = 0,05 E Oli Yamalube 0,8L 4T (M Oli Yamalube 0,8L 4T >B Oli Yamalube 0,8L 4T ) = E(z) × M Oli Yamalube 0,8L 4T = 0,02086 × 3,2104 = 0,0670 unit Fraksi (f) = 0,02242 selama 5 bulan sama pada biaya simpan awal. Harga beli (Pi), permintaan per 5 bulan periode pengamatan (Ri) dan ukuran pemesanan optimum (Q*) telah diketahui, sehingga
209
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
AOli Yamalube 0,8L 4T = Pi f Qi * 1 P M B = Rp25.600,0 0 0,02242 48 0,95 244 1 0,95
R i P M B
= Rp2.145,00 Jadi, Biaya kekurangan Oli Yamalube 0,8L 4T = Ai Ri E i (M i Bi ) = Rp2.145,00 244 0,0670 Qi *
48
= Rp730,00 Hasil perhitungan biaya kekurangan usulan pada tiap spare part dihitung semua sehingga total biaya kekurangan usulan pada pada spare part yang diteliti menjadi Rp36.744,00. Jadi, total biaya persediaan usulan perusahaan adalah sebagai berikut : Total biaya persediaan usulan = total biaya pemesanan + total biaya penyimpanan + total biaya kekurangan = Rp62.974,00 + Rp1.956.101,00 + Rp36.744,00 = Rp2.055.818,00 Perbandingan total biaya persediaan awal dan usulan Setelah melakukan perhitungan total biaya persediaan awal dan usulan untuk perusahaan maka akan dilakukan perbandingan untuk mengetahui perbedaan kedua sistem persediaan tersebut. Perbandingan total biaya keduanya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan total biaya persediaan awal dan usulan Persentase Komponen Biaya Awal Usulan Kenaikan/Penurunan Biaya pesan Rp24.204,00 Rp62.974,00 Kenaikan = 160% Biaya simpan Rp3.111.213,00 Rp1.956.101,00 Penurunan = 37% Biaya Kekurangan Rp36.744,00 Total Rp3.135.417,00 Rp2.055.818,00 Penurunan = 34%
Pada kedua sistem persediaan baik persediaan awal maupun persediaan usulan terjadi perbedaan variable yang digunakan dalam perhitungan. Pada metode awal, pemesanan dilakukan sesuai keinginan serta kebiasaan pimpinan, sedangkan pada metode usulan memperhatikan ukuran pemesanan optimal, safety stock, dan reorder point. Perbedaan tersebut menyebabkan adanya perbedaan total hasil perhitungan. Analisis dan Perbaikan Sistem dan Prosedur Sistem dan prosedur di perusahaan yang difokuskan pada toko spare part saja masih memiliki kekurangan-kekurangan yang menyebabkan terjadinya masalah. Untuk mengatasi mengatasi hal tersebut, dilakukan perbaikan-perbaikan pada sistem dan prosedurnya berupa komputerisasi sistem. Sistem dan prosedur penjualan spare part ke konsumen dibagi menjadi dua bagian, yaitu penjualan spare part ke konsumen secara eceran dan secara grosir. Perbaikannya meliputi : - Perancangan sistem persediaan untuk mengetahui kapan dan jumlah pemesanan yang tepat dan perancangan sistem informasi spare part dengan database sehingga stock dapat dikontrol, - Buku pesanan ditiadakan diganti dengan perancangan sistem informasi catatan pesanan spare part dengan database sehingga sudah tercatat dan tersimpan di database - Buku harga ditiadakan diganti dengan perancangan sistem informasi harga dengan database sehingga harga sudah tercatat dan tersimpan di database secara terotomasi Relationship antartabel menggambarkan hubungan antara beberapa tabel yang digunakan untuk memanggil data yang diperlukan dari tabel yang berbeda seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Relationship antartabel
Penulisan nama rak Penulisan nama rak digunakan untuk menunjukkan nama rak yang akan dipasang di rak dengan ketinggian 3 m dari tanah. Diletakkan diujung rak yang menghadap ke pintu masuk dan tulisannya akan dibuat bolak balik sehingga dapat dibaca dari dua sisi. Ukuran tulisan akan dibuat cukup besar dan jelas
210
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
30 cm
sehingga dapat terbaca dengan mudah walaupun dari jarak yang agak jauh. Berikut adalah perhitungan mengenai tinggi huruf minimum pada tampilan rak dalam satuan mm : Jarak dari mata ke tulisan adalah 2 m. Tinggi huruf dalam mm = jarak visual dalam mm = 2000 = 10 mm 1 cm 200 200 Jadi, tinggi dari huruf atau angka minimal adalah 1 cm. Untuk itu akan dirancang penulisan nama rak dengan ukuran sebagai berikut: Penulisan detail nama rak digunakan untuk menunjukkan tampilan detail nama spare RAK part pada rak yang akan di pasang pada bagian atas setiap baris rak sesuai dengan spare part yang bersangkutan. Tinggi maksimum rak adalah 3 m sehingga pemasangan 1 50 cm penulisan detail nama rak akan dipasang paling tinggi 3 m.. Ukuran tulisan akan dibuat cukup besar dan jelas sehingga dapat terbaca dengan mudah walaupun dari jarak yang agak jauh. Berikut adalah perhitungan mengenai tinggi huruf minimum daftar rak dalam satuan mm : Jarak dari mata ke tulisan adalah 2 m. Tinggi huruf dalam mm
= jarak visual dalam mm = 2000 = 10 mm 1 cm 200
200
Jadi, tinggi dari huruf atau angka minimal adalah 1 cm. Untuk itu akan dirancang penulisan detail nama rak dengan ukuran sebagai berikut : R1.L7 Kap dalam Kharisma
15 cm
Keterangan : R 1 = Rak 1 L 7 = Level 7 atau lantai 7 dari rak 25 cm Penulisan label tersebut juga memperhatikan warna tulisan. Warna tulisan yang baik digunakan adalah warna gelap dengan latar belakang terang. Sehingga untuk perancangan tulisan terhadap gudang penyimpanan komponen spare part akan digunakan warna hitam sebagai tulisan dengan latar belakang berwarna putih. SIMPULAN Biaya pesan pada perusahaan mengalami kenaikan dari metode awal Rp24.204,00 menjadi Rp62.974,00 pada metode usulan. Biaya simpan pada perusahaan mengalami penurunan sebesar 37% dari metode awal Rp3.111.213,00 menjadi Rp1.956.101,00 pada metode usulan. Biaya kekurangan atau biaya lost sales pada metode awal tidak dapat dihitung karena tidak adanya data pendukung yang lengkap. Hal ini terjadi karena tidak adanya pencatatan apabila ada spare part yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan. Pada metode usulan dengan service level 95% diperoleh biaya kekurangan sebesar Rp36.744,00. Total biaya persediaan adalah penjumlahan dari biaya beli, biaya pesan, biaya simpan, dan biaya kekurangan (lost sales). Total biaya perusahaan mengalami penurunan sebesar 34% dari metode awal Rp3.135.417,00 menjadi Rp2.055.818,00 pada metode usulan. Pada total biaya persediaan awal, biaya kekurangan tidak dihitung. Jika dihitung pada metode awal maka perbedaan tersebut akan semakin jauh. Hal ini menunjukkan bahwa metode usulan dengan menggunakan ukuran pemesanan optimum lebih baik dari metode awal yang berdasarkan keinginan serta kebiasaan pimpinan karena biaya yang dikeluarkan lebih sedikit sehingga menghemat biaya. Sistem informasi yang baru telah dirancang, lengkap dengan perbaikan prosedur, kelengakapan database, tampilan form dan laporan yang dapat dicetak, diharapkan dapat membantu kelancaran transaksi terkait dengan hubungan perusahaan dengan pelanggan dan pemasok. Pada rak dilakukan penempelan label yang terdiri dari dua jenis, yaitu nama rak dan detail nama rak, dengan memperhatikan ukuran dan warnanya agar gampang dibaca oleh pekerja. PUSTAKA Grandjean, E., 1982. Fitting the Task to the Man : An Ergonomic Approach. Taylor and Francis LTD., London. Jogiyanto, H., 1999. Analisis dan Disain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis, Edisi II. Andi, Yogyakarta. Kristanto, A., 2009. Perancangan Sistem Informasi dan Aplikasinya, Edisi Revisi, Cetakan Pertama. Gava Media, Yogyakarta. Ristono, A., 2009. Manajemen Persediaan. Graha Ilmu, Yogyakarta. Sutabri, T., 2005. Sistem Informasi Manajemen. Andi, Yogyakarta. Tersine, R.J., 1994. Principles of Inventory and Materials Management Fourth Edition, Prentice-Hall International, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
211
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
STUDI KOMPARATIF DAN ANALISIS TREN RISET BIDANG KEILMUAN EKONOMI TEKNIK Mohammad Iqbal Rizky Fauzan1, Indah Kurniyati2, Wahyudi Sutopo3 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 3 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
1,2
ABSTRAK Perkembangan ilmu dan teknologi pada zaman sekarang sangatlah pesat dan menghantarkan manusia pada pemahaman yang lebih tinggi pada berbagai bidang ilmu, salah satunya adalah ekonomi teknik. Ekonomi teknik dapat didefinisikan sebagai sebuah perbandingan antara alternatif-alternatif dimana perbedaan antara alternatif tersebut dinyatakan dalam bentuk uang. Ilmu ekonomi teknik diprakarsai pertama kali oleh Arthur M Wellington, untuk menghargainya terdapat sebuah penghargaan yang diberikan untuk pengakuan atas kontribusi yang telah diberikan dalam bidang ekonomi teknik yang disebut sebagai Wellington Award. Paper ini bertujuan untuk mengetahui trend keilmuaan ekonomi teknik di dunia dan subject area yang digunakan pada pemenang Wellington Award selama lima belas tahun terakhir. Penelitian ini dilakukan dengan data penelitian berupa artikel ilmiah atau jurnal diperoleh dari Scopus.Daftar pemenang Wellington Award diperoleh dari website Institute of Industrial Engineering. Berdasarkan data yang diperoleh maka didapatkan bahwa subject area ekonomi teknik yang paling sering diteliti yaitu pada bidang engineering. Dimana afiliasi yang paling banyak menghasilkan artikel ilmiah mengenai ekonomi teknik adalah North China Electric Power, namun dari sepuluh afiliasi tertinggi tersebut hanya satu yang merupakan afiliasi pemenang Wellington Award yaitu Purdue University dan berdasarkan keywords terpopuler pada lima tahun terakhir dapat diramalkan tren keilmuan ekonomi teknik mengarah pada bidang energi dan pendidikan. Kata Kunci: Ekonomi Teknik, Trend Keilmuan, Wellington Award PENDAHULUAN Engineers berperan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan , dari manufacturing, marketing dan keputusan finansial. Mereka harus membuat keputusan dalam hal material, plant facilities, dan penggunaan yang efektif dari modal atau aset berupa bangunan dan mesin. Salah satu tugas utama engineer adalah memanfaatkan aset tetap perusahaan yang akan meningkatkan nilai ekonomis perusahaan. Pengambilan keputusan itu disebut sebagai engineering economics. (Park , 1999) Ekonomi teknik berperan dalam bidang keteknikan sebaga perkembangan ilmu dan teknologi. Studi ekonomi teknik dilaksanakan untuk menemukan dan menngevaluasi pilihan yang tersedia. Studi ekonomi teknik menjelaskan adanya sejumlah alternatif yang lebih ekonomis dibanding alternatif yang ada. Ekonomi teknik dapat didefinisikan sebagai sebuah perbandingan antara alternatif-alternatif dimana perbedaan antara alternatif tersebut dinyatakan dalam bentuk uang. Pemecahan masalah yang dilakukan oleh studi ini yaitu bagaimana menilai apakah tindakan yang diusulkan merupakan tindakan yang ekonomis untuk jangka panjang jika dibandingkan dengan alternatif – alternatif yang ada (Giantman, 2006). Perkembangan ilmu ekonomi teknik dari dulu hingga sekarang terus berkembang. Ilmu ekonomi teknik diprakarsai pertama kali oleh Arthur M Wellington. Ia adalah seorang insinyur sipil dari Amerika yang dikenal karena karyanya yaitu 1887 buku mengenai Teori Ekonomi Lokasi Perkereta Apian (The Economic Theory of the Location of Railways).Wellington dihormati sebagai bapak dari mata kuliah ekonomi teknik, yang menganalisis akibat dari keputusan ahli ekonomi teknik. Seiring berjalannya waktu, ilmu ekonomi teknik terus berkembang, hingga terdapat sebuah penghargaan yang diberikan untuk pengakuan atas kontribusi yang telah diberikan dalam bidang ekonomi teknik yang disebut sebagai Wellington Award. Penghargaan tersebut diberikan untuk mengingat konferensi dan expo tahunan IIE (Institute of Industrial Engineers). Ilmu ekonomi teknik tidak terhenti dalam bidang keteknikan, namun dapat dikembangkan dalamberbagai bidang termasuk didalamnya bidang sosial, ekonomi, dan bidang lainnya (Pujawan , 1995) Hal tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai penelitian ekonomi teknik dalam berbagai bidang. Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan ilmu ekonomi teknik, maka paper ini bertujuan untuk mengetahui trend keilmuaan ekonomi teknik di dunia dan subject area yang digunakan pada pemenang Wellington Awardselama lima belas tahun terakhir.
212
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODOLOGI PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencarian daftar pemenang Wellington Award beserta affiliasi , tahun , riset area, dan negaranya serta mencari artikel ilmiah dalam bidang ekonomi teknik menggunakan Scopus , setelah ditetapkan time horizon yang akan diamati kemudian dilakukan filtering dan analisis. a) Pencarian Daftar Pemenang Wellington Award Daftar pemenang Wellington Award diperoleh dari website Institute of Industrial Engineering dimana terdapat nama , tahun , dan affiliasi. Riset area dan negara didapatkan dengan membuka website data civitas akademik masing-masing affiliasi. b) Pencarian Artikel Ilmiah Ekonomi Teknik Pada penelitian ini keseluruhan artikel ilmiah atau jurnal yang digunakan sebagai data penelitian diperoleh dari Scopus.Scopus adalah database terbesar di dunia saat ini yang berisi bibliografi abstrak dan kutipan untuk artikel jurnal ilmiah dari berbagai penerbit di seluruh dunia dan mencakup jurnal-jurnal non bahasa Inggris. Pencarian dilakukan menggunakan keyword “Engineering Economy”pada Abstract , Keywords , dan Article Title. c) Penetapan Time Horizon Time horizon yang ditetapkan adalah 15 tahun mulai dari tahun 2000 – 2014 . Pengamatan dilakukan mulai awal abad ke-21 karena perkembangan ilmu pengetahuan telah menyebar rata keseluruh dunia dengan adanya globalisasi dan kemajuan teknologi. d) Analisis Analisis yang dilakukan pada penelitian ini yaitu, analisisterhadap pemenang Wellington Award terhadap Author terpopuler yang ada pada database Scopus , analisispada jumlah artikel ilmiah yang dihasilkan suatu negara terhadap negara pemenang Wellington Award , selanjutnya analisis affiliasi pemenang terhadap affiliasi terpopuler pada Scopus, dan yang terakhir adalah analisis subject area pemenang Wellington Award terhadap subject area terpopuler pada Scopusdan forecastingtren bidang keilmuan ekonomi teknik kedepanya.
Gambar 1. Tahap Analisis Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN a) Pemenang Wellington Award dan Peran Sebagai Author Artikel Ilmiah Terindeks Scopus Analisis dilakukan terhadap pemenang Wellington Award dikaitkan dengan author terpopuler pada Scopus. Dari 15 daftar pemenang Wellington Award yang ditunjukan pada Tabel 1. Dua diantaranya termasuk author terpopuler pada Scopus yang ditunjukan Tabel 2. Yaitu Joseph Hartman,Author terbanyak ketiga dan pemenang tahun 2012 dengan jumlah paper sebanyak 17 paper dan Ted Eschenbach, Author terbanyak pertama dan pemenang tahun 2007 dengan jumlah paper sebanyak 23 sehingga dapat dikatakan peran kongkrit mereka sebagai pemenang Wellington Award terlihat pada jumlah penelitian dan publikasi artikel ilmiah dibidang ekonomi teknik. Tabel 1. Daftar Pemenang Wellington Award
213
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 2. Lima Author Terpopuler Pada Scopus
b) Perkembangan Tren Keilmuan Ekonomi Teknik dan Negara Pemenang Wellington Award Pada database Scopus (Gambar 1.) ditunjukan bahwanegaradengan total artikel ilmiah mengenai Ekonomi Teknik terbanyak selama tahun 2000 – 2014 adalah China, akan tetapi seluruh pemenang Wellington Award berasal dari Amerika Serikat (Tabel 1.) hal ini disebabkan dari awal periode time horizon yang ditetapkan Amerika Serikat memiliki jumlah artikel ilmiah pada bidang ekonomi teknik tetinggi dan China baru mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2009 sehingga mempengaruhi kenaikan total artikel ilmiah mengenai ekonomi teknik yang ada di dunia. Banyaknya jumlah artikel ilmiah di China berbanding lurus dengan jumlah author artikel ilmiah tersebut sehingga dapat dikatakan peran satu author pada bidang ekonomi teknik belum cukup berpengaruh untuk mendapatkan Wellington Award, hal ini didukung juga dari lima author teratas artikel ekonomi teknik di Scopus hanya satu yang berasal dari China yaitu Qingnian Wang pada urutan kelima dengan jumlah paper sebanyak 13 buah.
Gambar 2. Perkembangan Tren Keilmuan Ekonomi Teknik
214
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
c) Affiliasi Pemenang Wellington Award dan Affiliasi Terpopuler Pada Scopus Pada data yang ditunjukan tabel 1. Affiliasi pemenang wellington award hanya 1 yang termasuk 10 affiliasi teratas pada database Scopus dalam penerbitan artikel ilmiah terkait dengan bidang keilmuan ekonomi teknik yaitu Purdue Univesity pada urutan ketujuh , affiliasi dari Marlin Thomas pemenang Wellington Award pada tahun 2006. Dari sepuluh affiliasi tertinggi atau terbanyak pada Scopus 8 diantaranya berasal dari China sehingga sesuai dengan grafik yang ditunjukan Gambar 3. Dimana Negara China menghasilkan artikel ilmiah yang lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara lain.
Gambar3. Grafik Sepuluh Besar Afiliasi Tren Keilmuan Ekonomi Teknik Dalam time horizon 15 tahun terakhir tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah paper yang dihasilkan affiliasi peringkat 4, 5, dan 6. Affiliasi yang tertinggi adalah North China Electrical Power University dengan total paper 107 dokumen dengan lebih 70% diterbitkan mulai tahun 2009 dan pada tahun – tahun awal time horizon jumlah paper yang ada mendekati nol, sedangkan pada Purdue University penerbitan artikel ilmiah tersebar merata selama time horizon 15 tahun dari 72 dokumen yang ada sehingga dapat dikatakan riset keilmuan ekonomi teknik telah berkembang lama secara konsisten pada Purdue University. Kontribusi jangka panjang dalam keilmuan ekonomi teknik tersebut yang membuat salah satu professor Purdue University mendapatkan Wellington Award
Gambar 4. Perbandingan perkembangan artikel ilmiah antara NCEPU dan Purdue University
d) Subject area Pemenang Wellington Award dan Subject area Terpopuler pada Scopus
215
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Berdasarkan hasil data yang ditunjukkan pada Gambar 5. bahwa sebagian besar subject penelitian pada ekonomi teknik di dunia meliputi engineering, computer science, business, management, and accounting, anvironmental science, social sciences, dan energy. Subject area pada penelitian ekonomi teknik yang terbanyak adalah engineering. Hal tersebut ditunjukkan bahwa sebesar 37% dari seluruh subject area ekonomi teknik di dunia adalah engineering.
Gambar 5. Subject area Ekonomi Teknik Di Dunia Pemenang wellington award memiliki research area yang bervariasi selain engineering economy murni seperti yang ditunjukan pada tabel 1. karena engineering economy dapat diterapkan dalam berbagai dalam bentuk evaluasi proyek maupun investasi yang digambarkan dalam bentuk cash flow. Environmental Science juga merupakan salah satu yang subject area yang cukup banyak diteliti karena sesuai yang ditunjukan oleh tabel 3. Dimana tren keilmuan ekonomi teknik juga mengarah pada bidang lingkungan. e) Forecasting Tren Keilmuan Ekonomi Teknik Pada data yang ditunjukan oleh Tabel 3. terlihat tren keilmuan ekonomi teknik di dunia selama lima tahun terakhir berkembang pada bidang inovasi dan bahan bakar minyak dimana ekonomi teknik digunakan sebagai modelling dan juga cara mengevaluasi proyek-proyek investasi yang akan diterapkan dalam melakukan inovasi. Pada negara China tren keilmuan ekonomi teknik pada awal lima tahun terakhir berkembang pada sektor industri dan meluas hingga pada sektor sipil termasuk di dalamnya material bangunan dan teknik lingkungan , sedang pada Amerika Serikat tren riset ekonomi teknik mengarah pada pendidikan ekonomi teknik bagi mahasiswa disamping juga riset yang mengarah pada bahan bakar minyak. Tabel 3. Lima Keywords terpopuler dalam Scopus berdasarkan Dunia , USA , dan China
216
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dari analisis di atas dapat diramalkan tren keilmuan ekonomi teknik di dunia pada tahun-tahun berikutnya mengarah pada penggunaan ekonomi teknik dalam bidang pendidikan serta evaluasi proyek dari desain inovasi bahan bakar minyak dalam suatu pengembangan yang sustainable, dan pada negara China tren bidang keilmuan ekonomi teknik mengarah pada penggunaan ekonomi teknik dalam bidang energy dan lingkungan dan pada Amerika Serikat kecenderungan perkembangan ekonomi teknik terdapat pada bidang pendidikan yang secara konsisten terus berkembang selama lima tahun terakhir. SIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian paper ini yaitu subject area ekonomi teknik yang paling sering diteliti yaitu pada bidang engineering. Dimana afiliasi yang paling banyak menghasilkan artikel ilmiah mengenai ekonomi teknik adalah North China Electric Power, namun dari sepuluh afiliasi tertinggi tersebut hanya satu yang merupakan afiliasi pemenang Wellington Award yaitu Purdue University (terdapat pada urutan ketujuh berdasarkan artikel ilmiah pada Scopus). Kemudian, didapatkan ramalan tren keilmuan ekonomi teknik pada beberapa tahun kedepan yaitu mengarah pada penggunaan ekonomi teknik dalam bidang pendidikan serta evaluasi proyek dari desain inovasi bahan bakar minyak dalam suatu pengembangan yang sustainable, pada negara China tren bidang keilmuan ekonomi teknik mengarah pada penggunaan ekonomi teknik dalam bidang energy dan lingkungan, dan pada Amerika Serikat kecenderungan perkembangan ekonomi teknik terdapat pada bidang pendidikan yang secara konsisten terus berkembang selama lima tahun terakhir. PUSTAKA
Archambauld, E. & Campbell, D. (2009) Comparing Bibliometric Statistics Obtained From the Web of Science and Scopus. Journal of American Society for Information Science and Technology, 13201326. Blank,L. & Tarquin,A. (2011). Basic of Engineering Economy. New York : Mcgraw-Hill Calvert, B. 2005. Arthur Mellen Wellington’s Railway Location. Retrieves from http://mysite.du.edu/~jcalvert/railway/wellingt.htm, on 4th July 2015 Falagas, M.E., Pitsouni, E.I., Malietzis, G.A., & Pappas, G. (2008). Comparison of PubMed, Scopus, Web of Science, and Google Scholar: strengths and weaknesses. FASEB Journal, 22, 338–342 Giantmant (2006). Ekonomi Teknik. Jakarta : Raja Grafindo Persada Kusuma, C., & Sutopo, W. (2014) Tren Keilmuan Manajemen Keuangan di Bidang Rekayasa dan Bisnis. Industrial Engineering Conferences, 588-593. Lia, 2012. UB 20 Tertinggi dalam Scopus, Retrieves from http://prasetya.ub.ac.id/berita/UB-20-Tertinggidalam-Scopus-8403-id.html, on 4th July 2015 Park, C.S. & Tippett, D.D. (1999). Engineering Economics and Project Management. Boca Raton : CRC Press LLC Pujawan, I.N. (1995) Ekonomi Teknik.. Jakarta : PT. Candimas Metropole.. Ritzberger, K. (2008). A Ranking of Journals in Economics and Related Fields. German Economic Review, 402-430. Scopus. (2015, July 5). Retrieved from http://www.scopus.com/results/results.url?sort=plff&src=s&st1=financial+management&sid=84C 4839DC113507EEDFA61A4D464BC8E.y7ESLndDIsN8cE7qwvy6w%3a20&sot=b&sdt=b&sl=2 5&s=KEY%28financial+management%29&origin=searchbasic&txGid=84C4839DC113507EEDF A61A4D464BC8E
217
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
EVALUASI KEBERHASILANSTRATEGI BISNIS KOMERSIALISASI TEKNOLOGI TENANT(STUDI KASUS : TENANT BIT-BPPT) Ajeng Sista Palupi Cakrasiwi1, Wahyudi Sutopo 2, Anugerah Widiyanto3 1 Mahasiswa, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 2 Grup Riset Rekayasa Industri dan Teknik Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632210 3 Balai Inkubator Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi Lt. 2 (Manajemen BIT) Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Banten 153154 Telp. 021-75791384 / 021-7560101 Ext. 702/771 Fax. 021-75791394 Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Komersialisasi teknologi merupakan serangkaian proses dari pengembangan dan pemasaran sebuah teknologi. Teknologi tersebut dirancang untuk mencapai suatu titik yang dapat diaplikasikan pada suatu kegiatan produksi atau konsumsi sehingga dapat menghasilkan keuntungan. Sukses atau tidaknya komersialisasi bisnis berbasis teknologi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kapasitas Tenant sebagai pengusaha berbasis teknologi, mentor yang mendampingi Tenant, pusat inkubasi yang melakukan proses inkubasi kepada Tenant, dan nilai Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) dari produk teknologi yang dikomersialisasikan. Dari faktor-faktor tersebut dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang menghambat kesuksesan Tenant dalam menjalankan bisnis dan berguna untuk meminimalisir permasalahan-permasalahan tersebut. Artikel ini menjawab permasalahan dari proses komersialisasi bisnis berbasis teknologi yang dilakukan oleh Tenant. Faktor-faktor yang menghambat dan mempengaruhi kesuksesan Tenant dijadikan alat ukur bagaimana komersialisasi bisnis berbasis teknologi dikembangkan dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Alat ukur yang digunakan dalam Penelitian ini menggunakan kuesioner terbuka yang dikembangkan dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi didalam Penelitian ini. Berdasarkan hasil kuesioner, didapat bahwa sebanyak 73,33% Tenant memilih masalah teknis menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi. Dari masalahmasalah utama tersebut dilakukan breakdown untuk mengetahui masalah secara spesifik menggunakan analisis SWOT. Dari kegiatan ini diperoleh bahwa masalah utama yang dihadapi Tenant dapat diminimalisir dengan menempatkan LO/mentor untuk mendampingi Tenant sesuai dengan bidang usaha masing-masing Tenant. Sehingga ketika Tenant mengalami masalah dalam usahanya dapat ditangani dengan tepat oleh mentor yang berpengalaman dibidang tersebut. Kata kunci: alat ukur, komersialisasi teknologi, strategi bisnis, Tenant PENDAHULUAN Komersialisasi teknologi merupakan serangkaian proses dari pengembangan dan pemasaran sebuah teknologi yang dikembangkan sedemikian rupa sehingga mencapai suatu titik dimana teknologi tersebut bisa diaplikasikan pada suatu kegiatan produksi atau konsumsi yang menghasilkan keuntungan (Siegel dkk, 1995). Beberapa tahun terakhir ini, produk teknologi banyak dikembangkan dan diteliti oleh pihak peneliti atau research. Produk-produk penelitian ini memiliki potensi untuk dikomersialisasikan. Pemilihan model komersialisasi yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan produk yangdipasarkan (Sutopo dkk, 2013). Keberhasilan pemasaran produk teknologi ditentukan pula oleh pengusaha yang mengkomersialisasikan. Agar pengusaha sukses, Casson dkk (2006) mengungkapkan bahwa pengusaha diwajibkan untuk memperoleh informasi dan keterampilan mengenai pengolahan, peluang inovasi baru, potensi pasar dan perubahannya, penilaian risiko, ketrampilan manajerial dan peningkatan modal. Menurut Johnsrud (2004), perusahaan-perusahaan muda dan baru sangat rapuh pada awal tahun start-up, banyak yang tidak dapat bertahan hidup karena produktivitas rendah dan kurangnya inovasi. Sehingga proses inkubasi teknologi pada inkubator bisnis dapat digunakan sebagai langkah awal dalam melakukan proses komersialisasi teknologi dan sebagai mekanisme untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk mendorong inovasi dan pembangunan daerah (Johnsrud, 2004 : Hacketts dan
218
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dilts, 2004). Inkubator bisnis menurut Bayan (2006) merupakan sebuah lokasi dimana pengusaha dapat didorong untuk proaktif, mendapat dukungan nilai tambah, mendapat akses untuk meperoleh peralatan usaha, informasi, pendidikan, kontak, sumber daya dan modal. Komisi Eropa (2002) mengungkapkan inkubator bisnis adalah suatu organisasi yang mempercepat proses untuk menciptakan perusahaan sukses dengan menyediakan berbagai dukungan komprehensif dan terpadu termasuk ruang inkubator, layanan dukungan bisnis, clustering, dan kesempatan jaringan. Proses inkubasi dalam inkubator bisnis dijalankan oleh pengusaha yang disebut dengan Tenant. Sijabat (2012) menjelaskan bahwa Tenant merupakan wirausaha pemula atau usaha yang sedang berkembang yang berbentuk produk baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi binaan dan sebagai penyewa atau pengguna fasilitas dan jasa inkubator dalam jangka waktu tertentu. Menurut Standard Operation Prosedure BIT BPPT (2014), tahapan proses inkubasi dibagi menjadi tiga yaitu pra inkubasi, inkubasi, dan pasca inkubasi. Proses inkubasi sendiri dilakukan dalam kurun waktu 6 sampai 36 bulan hingga Tenant dinyatakan graduate dari pusat inkubasi.
Gambar 1. Tahapan Proses Inkubasi Sumber : Kementrian Riset dan Teknologi 2013
Standard Operation Prosedur BIT-BPPT (2014) menjelaskan bahwa Balai Inkubator Teknologi (BIT) merupakan salah satu pusat inkubasi yang bekerja dibawah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berperan dalam mengembangkan pusat inovasi di Indonesia. BIT-BPPT sebagai unit inkubator bisnis berbasis teknologi menciptakan Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) baik yang mengkomersialkan teknologi BPPT maupun non BPPT(akademisi maupun umum). Selama ini calon PPBT dari BIT-BPPT diseleksi berdasarkan produk teknologi yang mereka miliki dinilai dengan menggunakan alat Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) atau Technology Readiness Level (TRL). TRL adalah alat pertama yang digunakan sebagai langkah awal untuk mengukur seberapa siap atau matangkah teknologi dapat diterapkan atau digunakan oleh penggunanya (Mankins, 1995). Produk yang masuk kedalam pusat inkubasi adalah harus memiliki TRL ≥ 7. Selain itu syarat menjadi calon PPBT adalah memiliki kelayakan secara teknis dan merupakan hasil proses invensi atau penelitian. Data Tenant BIT-BPPT menyebutkan dari Tahun 2002 sampai Tahun 2014 yang lolos dari seleksi calon PPBT tercatat 56Tenant masuk dalam pusat inkubasi BIT-BPPT. Tenant tersebut terdiri dari berbagai macam bidang antara lain manufaktur, ICT (Information, Communication, Technology), EES (Energy, Environment, Service), dan Agroindustri. Dari 56 Tenanttersebut, Tenantyang dinyatakan graduate atau lulus dari proses inkubasi hanya 16 Tenant atau memiliki prosentase survival rate 29% dari keseluruhan Tenantyang diinkubasi. NO. 1 2 3
Keterangan DO Graduate Aktif
Tabel 1. Status Tenant BIT-BPPT Tahun 2002-2014 Manufaktur ICT EES Agroindustri Total 13 7 3 6 29 10 1 3 2 16 2 3 3 3 11
Persentase 52% 29% 20%
Benchmarking survival rate untuk Tenant BIT-BPPT yang graduate dilakukan pada Penelitian Aurmo (2010). Pada penelitian tersebut, diperoleh beberapa data pusat inkubasi dengan Tenant yang telah graduatedari pusat inkubasi di Norwegia, Denmark, dan Islandia. Pusat Inkubasi Narvik Science Park yang berdiri pada tahun 2005 memiliki prosentase survival rate 55%. Pusat Inkubasi Innovation Center Iceland (ICI) yang berdiri pada tahun 1999 memiliki prosentase survival rate 83%. Pusat Inkubasi Norinnova Northen Innovations yang berdiri pada tahun 2000 memiliki prosentase survival rate 86%.
219
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dari ketiga pusat inkubasi tersebut diperoleh survival rate rata-rata diatas 50%. Sedangkan, BIT-BPPT sampai dengan Tahun 2014 memiliki prosentase survival rate dibawah 50%. Sehingga dari data yang diperoleh dibutuhkan alat ukur untuk melakukan evaluasi keberhasilan strategi bisnis komersialisasi teknologi pada Tenantdi BIT-BPPT untuk mengetahui secara mendalam faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Tenant dan permasalahan atau kendala yang menghambat Tenant dalam mencapai keberhasilan komersialisasi bisnis berbasis teknologi. Dan berupaya meningkatkan survival rate agar tidak kalah bersaing dengan inkubator lain dalam mencetak PPBT yang berkarakter dan sukses. Faktor tersebut antara lain kapasitas dari Tenant, mentor yang mendampingi Tenant selama dalam masa inkubasi, serta pusat inkubasi yang memfasilitasi Tenant pada saat melakukan komersialiasi teknologi. Faktor tesebut menjadi faktor kunci sukses atau tidaknya pengembangan bisnis berbasis teknologi. Dari sisi pusat inkubasi, Tilley (1998) dan Palmer (2000) berpendapat bahwa manajemen inkubator, staf, penasehat eksternal dan jaringan adalah bagian terpenting dari inkubator bisnis. Aurmo (2010) menjelaskan bahwa orang-orang, staf, dan manajemen organisasi penyusunnya sebaiknya memiliki persepsi yang jelas tentang bagaimana mereka dapat berkontribusi pada visi inkubator. Manajer dan penasihat adalah orang-orang yang melaksanakan praktek dari visi inkubator dan harus memastikan bahwa keberlanjutan dikelola seluruh proses operasional inkubator dari gagasan pengembangan bisnis untuk mencapai keberhasilan dari Tenant. Dari sisi mentor Blankenship dkk (2007) mengungkapkan bahwa inkubator harus memiliki mentor dengan profil yang jelas tentang background pendidikan yang miliki. Hal ini terkait dengan syarat dan kriteria untuk penerimaan staf didalam pusat inkubasi agar dapat membimbing Tenant sesuai dengan kemampuannya. Analisis yang mendalam dari faktor-faktor tersebut dapat dijadikan dasar evaluasi pilihan strategi bisnis yang tepat dalam melakukan komersialisasi teknologi.Hasil penelitian ini diperoleh alat ukur untuk mengevaluasi keberhasilan strategi bisnis Tenant dalam melakukan komersialiasi bisnis berbasis teknologi di BIT-BPPT. METODE Metode yang dilakukan dalam penelitian ini dijabarkan dalam penjelasan berikut : Pengumpulan Data Subjek dalam Penelitian ini adalah Tenant yang tercatat menjalankan inkubasi di Balai Inkubator Teknologi (BIT) Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 56 responden yang tersebar dari 4 jenis bidang usaha yaitu bidang manufaktur, ICT (Information, Communication, Technology), EES (Energy, Environtment, Service), dan Agroindustri.Tenant yang digunakan dalam penelitian diambil berdasarkan empat kategori yaitu Tenant pada tahun pertama, Tenant tahun kedua, tahun ketiga (graduate) dan Tenant yang di Drop Out (DO). 1. Alat Ukur Kuesioner digunakan untuk menyusun suatu alat ukur untuk mengevaluasi keberhasilan strategi bisnis komersialisasi teknologi pada Tenant di BIT-BPPT. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Sebanyak 15 responden ditemukan dalam jangka waktu 1 bulan dari penyebaran kuesioner. 2. Uji Validitas Pengujian validitas data menggunakan teknik trianggulasi. Teknik trianggulasi digunakan untuk menyelidiki validitas data oleh peneliti dimana teknik yang digunakan adalah dengan mengecek dan mencocokan kebenaran data dengan dokumen, wawancara, atau obervasi (Nasution, 2003 : 115). 3. Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas menggunakan teknik Test Re-Test untuk menguji apakah pertanyaan reliabel atau tidak dalam dua kali pengujian menggunakan kuesioner dijangka waktu yang berbeda.Menurut Azwar (2002:52), realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda. Teknik Analisis Data 1. Analisis deskriptif Analisis data dengan cara mengubah data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami dan diintrepretasikan. Penyajian hasil-hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini berupa frekuensi dan
220
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
2.
ISBN: 978-602-70259-3-6
presentase pada data yang bersifat kategorial, serta berupa statistik-statistik kelompok, mean pada data yang bukan kategorial (Kusuma, 2014). Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) Menurut David dkk (2004, pp288-290), matriks kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportuities), ancaman (threats) adalah alat untuk mencocokan yang penting yang membantu peneliti mengembangkan empat tipe strategi yaitu SO (kekuatan –peluang), WO(kelemahan-peluang), ST (kekuatan-ancaman), WT (kelemahan-ancaman).
HASIL DAN PEMBAHASAN Responden yang digunakan dalam penelitian ini menurut tempat inkubasinya dibagi menjadi dua yaitu Tenant Inwall (lokasi didalam pusat inkubasi) dan Tenant Outwall (lokasi diluar pusat inkubasi). Tenant Inwall berjumlah 9 responden dan Tenant Outwall berjumlah 6 responden. Menurut bidang usahanya terbagi menjadi empat yaitu bidang manufaktur, ICT, EES, dan Agroindustri. Bidang manufaktur sebanyak 3 responden, ICT sebanyak 2 responden, EES sebanyak 4 responden, dan Agroindustri sebanyak 6 responden. Berdasarkan taraf pendidikan dibagi menjadi empat kategori yaitu SD/SMP/SMA, Diploma, Sarjana, dan Pasca Sarjana. Responden dengan tingkat pendidikan SMA sebesar 13%, pendidikan Diploma sebesar 7%, pendidikan Sarjana sebanyak 60%, pendidikan Pasca Sarjana 20 %. Hasil pengolahan data dari kuesioner menunjukkan antara lain informasi seleksi awal Tenant mengenai program inkubasi, tujuan masuk pusat inkubasi, masalah utama Tenant, dan manfaat utama inkubasi selama Tenant menjalankan masa inkubasi.Masalah utama yang dihadapi dalam proses inkubasi ada empat yaitu masalah teknis, masalah keuangan, masalah administrasi, masalah SDM, dan masalah pasar.
Gambar 1. Informasi Seleksi Teknoprener
Berdasarkan Gambar 1, hasil penelitan dari 15 Tenant menunjukkan bahwa sebanyak 2 (dua) responden mengetahui informasi awal seleksi Tenant melalui technopreneur camp, sebanyak 2 (dua) responden melalui roadshow/publikasi, sebanyak 7 (tujuh) responden melalui customer relation office, sebanyak 4 (empat) responden melalui relasi dikampus dan seleksi Tenant secara langsung oleh BITBPPT.
Gambar 2. Tujuan Masuk Pusat Inkubasi
Berdasarkan Gambar 2, hasil penelitan dari 15 responden menujukkan bahwa tujuan masuk utama Tenant masuk dalam pusat inkubasi adalah untuk mendapatkan aksesibilitas modal dan pasar dan untuk membuka jaringan usaha.
221
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 3. Manfaat Utama Inkubasi
Berdasarkan Gambar 3, manfaat utama Tenant selama dalam masa inkubasi dari hasil penelitan responden menujukkan bahwa sebanyak 11 responden mendapatkan jaringan atau link untuk mengembangkan bisnisnya. Sedangkan sebanyak 7 (tujuh) responden mengungkapkan bahwa manfaat lain adalah sebagai gerbang untuk membuka bisnis. Sisanya mengungkapkan bahwa pengalaman dan pemilik satu-satunya HKI atau paten juga dianggap sebagai manfaat utama selama masa inkubasi.
Gambar 4. Masalah Utama Tenant
Berdasarkan Gambar 4, hasil penelitan dari 15 responden mengungkapkan bahwa sebanyak 73,33% atau 11 responden mengalami masalah teknis, 40% atau 6 responden mengalami masalah keuangan, 53% atau 8 responden mengalami masalah administrasi, 46,67 % atau 7 responden mengalami masalah SDM, 46,67 % atau 7 responden mengalami masalah pemasaran produk. Hal in menujukkan bahwa masalah keuangan bukan menjadi faktor utama kendala yang dihadapi oleh responden atau Tenant. Masalah utama hasil penelitan menujukkan bahwa masalah teknis merupakan faktor utama yang menjadi kendala Tenant selama masa inkubasi. Tabel 1. Breakdown Masalah Tenant Per Kategori Masalah
KATEGORI Teknis
Bidang Usaha
Manufaktur
ICT
EES
Agroindustri
Mesin produksi tidak bekerja secara optimal
-
Keuangan
Administrasi Belum ada standar Kekurangan Modal sertifikasi untuk produk tertentu Kurangnya fasilitas Kesulitan akses dana untuk pendirian badan Research and usaha di Development ( RnD beberapa kota ) IP
Kendala pada Kekurangan modal Beban sewa pengujian produk saat dan kendala kontrak ruangan gedung uji produksi kerja dengan mitra inkubasi BIT Mesin produksi sering rusak dan produk memiliki karakteristik resiko yang tinggi
Belum optimal dalam penanganan keuangan perusahaan
SOP perusahaan
SDM
Pemasaran
Terbatasnya SDM bidang pemasaran
Produk belum banyak digunakan
Lemahnya Capacity Building dari SDM
Kendala mendapatkan akses pasar untuk penjualan produk IT (pendapatan didapatkan dari pelatihan software )
-
Kurang terbukanya akses pasar
Terkendala tenaga ahli dibidangnya
Akses pasar untuk produk-produk baru berbasis Agroindustri
Poin pada penelitian ini adalah menganalisis kendala atau masalah Tenant agar ditemukan solusi untuk meminimalisir kegagalan saat masa inkubasi berlangsung. Dari hasil penelitian mengenai permasalahan Tenant per kategori kemudian permasalahan tersebut di breakdown sesuai dengan bidang usaha yaitu manufaktur, ICT, EES, dan Agroindustri. Permasalahan tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisis SWOT dan diperoleh usulan perbaikan strategi bisnis yang digunakan sebagai masukkan untuk meningkatkan survival rate bagi pusat inkubasi di BIT-BPPT.
222
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Tabel 2. Analisis SWOT BIT-BPPT
Berdasarkan Tabel 2, analisis SWOT, breakdown dari permasalahan Tenant, dan wawancara yang dilakukan dengan responden menunjukkan bahwa LO atau mentor yang memiliki kompetensi sesuai bidang usaha Tenant mempengaruhi perkembangan Tenant dalam mencapai kesuksesan selama menjalankan masa inkubasi. Sehingga perlu adanya konsultan ahli di masing-masing bidang usaha dalam hal ini manufaktur, ICT, EES, dan Agroindustri. Usulan yang diberikan adalah perlu adanya LO atau mentor dari pusat inkubasi yang bukan hanya berlatar belakang atau memiliki background sesuai dengan masing-masing bidang usaha, namun juga memiliki pengalaman dibidang pengembangan produk teknologi dari masing-masing bidang usaha selama mendampingi Tenant. Konsultan maupun mentor harus menguasai secara teknis, keuangan, administrasi, SDM, dan pemasaran dari bidang usaha Tenant. Sehingga ketika Tenant mengalami permasalahan, LO atau mentor dapat memberikan solusi yang tepat dan dapat mempercepat kemajuan serta perkembangan dari Tenant untuk menuju sukses. Dampak dari adanya LO atau mentor yang kompeten adalah adanya peningkatan survival rate dari pusat inkubasi dan tidak ada penurunan penilaian kinerja oleh pemerintah sebagai penyokong dana untuk pusat inkubasi dalam mencetak PPBT yang sukses dan berkarakter. Usulan lain adalah meningkatkan frekuensi kegiatan mentoring kepada Tenant paling tidak sebulan sekali. Waters dkk (2000) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa Tenant ditahap awal pengembangan bisnis, kemungkinan besar akan cemas terhadap bisnisnya, sehingga membutuhkan tingkat dukungan psikososial yang tinggi untuk dapat mencapai kesuksesan. SIMPULAN Pada penelitian ini berdasarkan data analisis deskriptif menunjukkan terdapat dua jenis responden yaitu Tenant Inwall dan Tenant Outwall. Bidang usaha masing-masing responden ada 4 (empat) yaitu manufaktur, ICT, EES, dan Agroidnustri. Taraf pendidikan mayoritas dari responden adalah lulusan sarjana. Dari hasil penelitian diperoleh permasalahan paling besar yang dihadapi oleh responden dalam hal ini Tenant selama menjalankan masa inkubasi yaitu masalah teknis sebesar 73,33%. Dimana dalam hal komersialisasi teknologi banyak yang mengalami kendala dalam menggunakan peralatan yang mendukung pengembangan dari teknologi tersebut. Sebagai contoh, kebanyakan mesin yang digunakan untuk memproduksi produk mengalami kerusakan atau umurnya sudah terlalu tua sehingga tidak dapat bekerja secara maksimal. Permasalahan lain yang perlu menjadi sorotan setelah permasalahan teknis adalah permasalahan pemasaran produk, dimana untuk perusahaan yang mengembangkan produk berbasis teknologi membutuhkan survei pasar terlebih dahulu apakah produk benar-benar dibutuhkan oleh konsumen atau tidak atau biasa disebut dengan survei Lean Start Up.
223
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dari permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala Tenant kemudian dibreakdown secara mendalam. Ditemukan evalusi keberhasilan strategi bisnis komersialisasi teknologi pada Tenant ditentukan oleh peran LO atau mentor yang berpengaruh dalam mempercepat kesuksesan Tenant. LO atau mentor selama ini di BIT-BPPT kurang ahli dalam mendampingi masing-masing bidang usaha. LO atau mentor bukan hanya memiliki background sesuai bidang, namun juga harus memiliki pengalaman dan pengetahun yang mendalam mengenai bidang usaha yang didampingi. Sehingga dapat membantu Tenant dalam menemukan solusi ketika mengalami permasalahan dapat mempercepat jalan Tenant untuk graduate dari pusat inkubasi dan sukses dalam menjalankan bisnisnya pasca inkubasi berakhir. Survival rate Tenant dari BIT BPPT juga akan mengalami peningkatan. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini didukung oleh Pendanaan PNPB Universitas Sebelas Maret (No.624/UN27.11/PL/2015) PUSTAKA Aurmo, Velsemoy Branddnes. 2010. Nordic Business Incubators’ Contribution to Sustainable Businesses Start-Ups. Master Thesis. Aalborg University. Azwar, Saifuddin. 2002. Reliabilitas dan Validitas. Edisi 4. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Balai Inkubator Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2014. Standard Operation Prosedure. Tangerang. Bayan, Arthur., 2006. “Business incubator progress: A policy tool for entrepreneurship and enterprise development in a knowledge based economy”. Blankenship, Heidi., Kulhavý, Victor., Lagneryd, Jonas., 2007. “Introducing Strategic Sustainable Development in a business incubator”. School of Engineering, Blekinge Institute of Technology,Karlskrona, Sweden. 2007. Casson, Mark., Yeung, Bernard., Basu, Anuradha., Wadeson, Nigel. 2006., “The Oxford handbook of entrepreneurship”. Oxford Universit y Press. Great Claredon Street, Oxford ox2 6 DP. David, Dewwit & Jeffrey Plante. 2004. National Defence vs. Foreign Affairs: Culture Clash in Canada's International Security Policy?. International Journal Vol.59. Hacketts, Sean, M., and Dilts, David, M., 2004. “A Systematic Review of Business Incubation Research”. Journal of Technology Transfer, 29, 55–82, 2004 Kluwer Academic Publishers.Manufactured in The Netherlands. Johnsrud, Chris. 2004. “Business incubation: Profitability vs. Economic development”. International Association for management of Technology. Washington DC. Komisi Eropa. 2002. “Benchmarking of business incubators”. Final Report, Centre for Strategy and Evaluation Services. Kusuma, Citra. 2014. Analisis Indeks Persaingan Usaha Untuk UMKM Penerima Kredit Perbankan. Performa. Universitas Sebelas Maret. Mankins, John C. 1995. Technology Readiness Levels. National Aeronautics and Space Administration (NASA). United States. Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito. Palmer, J., 2000. “Helping SMEs Improve Environmental Management”, in: Hillary, R. (Ed.): Small and Medium-Sized Enterprises and the Environment. Sheffield: Greenleaf 2000, pp. 325–342. Siegel dkk. 1995. Behavioral Accounting. Cincinnati, South Western Publishing Company. Sijabat, Saudin. 2012. Evaluasi Pengembangan UKM Tenant di Inkubator Bisnis IPB. Jurnal Nasional Vol. 7. Sutopo, W., R. W. Astuti, A. Purwanto, M. Nizam. (2013). ―Commercialization Model of New Technology Lithium Ion Battery: A Case Study for SmarT Electrical Vehicle”, InternationalConference On Rural Information & Communication Technoloogy and ElectricVehicle Technology. Tilley, F. J., 1998. “The Gap Between the Environmental Attitudes and the Environmental Behaviour of Small Firms: With an Investigation of Mechanical Engineering and Business Services in Leeds”. Doctor of Philosophy (Ph.D.) thesis: Leeds Metropolitan University, United Kingdom. Waters, L., McCabe, M., Kiellerup D., &Kiellerup,S. 2000 .Abriefscaletomeasuretherole of mentoring in small businessstart-up. Working paper. The Universityof Melbourne. Department of Management,no.14;1-18.
224
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS KELAYAKAN BISNIS BATERAI LITHIUM UNTUK SEPEDA MOTOR : STUDI KASUS 1
Indah Kurniyati1, Wahyudi Sutopo2 , Rina Wiji Astuti3 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 2 Staff Pengajar Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 3 Tenant PIT Jl.Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp.0271-6322110 Email: 1
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Baterai merupakan sebuah alat yang dapat merubah energi kimia yang disimpannya menjadi energi listrik untuk menjalankan berbagai elektronik. Teknologi baterai khususnya untuk kendaraan bermotor selalu berkembang hingga saat ini muncul jenis baru yaitu baterai lithium. Baterai lithium merupakan salah satu jenis baterai yang memiliki bobot sangat ringan namun mempunyai kapasitas penyimpanan yang lebih baik dan daya tahan yang lebih lama dibandingkan dengan aki konvensional. Dalam pengembangan baterai lithium untuk sepeda motor ini dibutuhkan analisis kelayakan bisnis dari penggantian baterai Maintenance Free (MF) menjadi baterai lithium. Tujuan paper ini yaitu untuk menganlisis kelayakan bisnis baterai lithium untuk sepeda motor berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, dan aspek finansial. Analisis yang digunakan yaitu analisis NPV, PP, dan IRR. Selain itu, paper ini juga menggunakan analisis sesitivitas untuk merekomendasikan proyek ini. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai Break Event Point (BEP) sebesar 24.303 unit, nilai NPV sebesar Rp 782.459.584,00, nilai PP selama 4 tahun 3 bulan, dan nilai IRR sebesar 24%. Berdasarkan hasil dari kelayakan aspek pasar, aspek teknis, dan aspek finansial yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penjualan baterai lithium untuk sepeda motor layak untuk dijalankan. Kata Kunci: Baterai Lithium, Internal Rate Of Return, Net Present Value, Payback Period, Studi Kelayakan PENDAHULUAN Kebutuhan energi di Indonesia semakin banyak, baik dari bidang industri maupun kebutuhan hidup sehari-hari. Perkembangan teknologi yang sangat pesat menjadi salah satu alasan dibutuhkannya energi listrik. Usaha pemenuhan energi listrik tersebut diperlukan alat penyimpan energi untuk diubah menjadi energi listrik. Salah satu bentuk penyimpanan energi yang telah berkembang saat ini adalah dalam bentuk baterai. Baterai merupakan sebuah alat yang dapat merubah energi kimia yang disimpannya menjadi energi listrik untuk menjalankan berbagai elektronik. Indonesia merupakan negara berkembang yang sangat konsumtif. Khususnya dalam kendaraan bermotor. Permintaan kendaraan bermotor selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sepeda motor merupakan kendaraan bermotor yang hampir dimiliki oleh seluruh kalangan masyarakat, disamping harganya yang terjangkau, akses pembelian sepeda motor sangat mudah di Indonesia. Peningkatan permintaan sepeda motor diiringi dengan meningkatnya permintaan baterai atau yang sering disebut accu. Fungsi accu untuk sepeda motor yaitu sebagai penyimpan energi listrik. Pada awalnya aki untuk sepeda motor berupa aki basah atau baterai lead acid. Baterai lead acid merupakan tipe rechargeable baterai tertua. Baterai ini merupakan baterai yang menjadi pilihan seluruh dunia untuk waktu yang sangat lama. Baterai ini memiliki spesifikasi yang simpel dan harganya yang murah (Sutopo dkk, 2013). Namun, aki basah memiliki kelemahan yaitu perawatannya yang sulit dengan harus rutin memeriksa ketinggian permukaan air aki. Kemudian adalah aki hybrid. Aki jenis ini mirip dengan aki basah, namun perawatannya lebih mudah dari pada aki basah konvensional. Selanjutnya aki kering yang sering disebut aki maintenance free. Aki jenis ini tidak menggunakan air zuur, melainkan menggunakan gel-gel didalamnya. Keunggulan aki jenis ini yaitu tingkat penguapannya rendah sehingga nyaris tidak memerlukan perawatan. Hari ini diharapkan adalah masa dimana sistem penyimpanan energi atau baterai menjadi sistem baterai berbasis lithium (Deutsche Bank, 2009). Baterai lithium merupakan salah satu jenis baterai yang memiliki bobot sangat ringan namun mempunyai kapasitas penyimpanan yang lebih baik dan daya tahan yang lebih lama dibandingkan dengan aki konvensional (Wigayati, 2009).
225
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Baterai lithium yang dipasarkan yaitu Lithium Ferro Phospate (LiFePO 4). Kelebihan aki lithium yaitu merupakan baterai ultra ringan (Lowe dkk, 2010) yang bobotnya mencapai seperlima dari aki basah. Selain itu, aki lithium tidak memerlukan banyak perawatan dan ramah lingkungan karena tidak menggunakan cairan acid. Untuk saat ini industri baterai lithium ion yang ada di dunia kebanyakan mensuplai untuk pasar elektronik seperti handphone, komputer, dan kamera digital (NEDO, 2010). Kemudian, baterai lithium sedang diadaptasi untuk digunakan untuk kendaraan bermotor (Astuti dkk, 2014), khususnya untuk sepeda motor. Baterai lithium yang sudah dipasarkan oleh perusahaan digunakan untuk baterai penerangan jalan umum dengan solar panel, Micro BTS, dan kapal selam. Bisnis baterai lithium untuk sepeda motor semakin menggiurkan seiring meningkatnya penjualan sepeda motor di Indonesia. Berdasarkan data AISI, penjualan sepeda motor di Indonesia mencapai tujuh juta per tahun. Dalam pengembangan baterai lithium untuk sepeda motor ini dibutuhkan analisis kelayakan dari penggantian baterai Maintenance Free (MF) menjadi baterai lithium. Mengingat investasi memerlukan dana yang besar, sedangkan pengembaliannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebelum investasi dilaksanakan perlu adanya analisis untuk menilai kelayakan suatu investasi (Kasmir dan Jakfar, 2007). Adapun dalam studi kelayakan tersebut dilakukan peninjauan terhadap aspek pasar, aspek teknis, dan aspek finansial. Hasil analisis kelayakan bisnis ini dilakukan untuk mengetahui apakah baterai lithium ini layak untuk dipasarkan di Indonesia untuk bersaing dengan baterai Maintenance Free. TINJAUAN PUSTAKA Studi Kelayakan Studi kelayakan merupakan penelitian tentang akan didirikannya suatu proyek untuk mengetahui apakah layak atau tidaknya proyek tersebut dilaksanakan dan menguntungkan dipandang dari aspek pasar, aspek teknis dan aspek ekonomis (Nurcahyo, 2011). Suatu proyek investasi umumnya memerlukan waktu yang lama dan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu perlu dilakukan studi kelayakan proyek supaya dana yang telah diinvestasikan tidak terbuang percuma. Jadi tujuan utama dilakukannya studi kelayakan proyek adalah menghindari kehilangan modal yang terlalu besar untuk menjalankan proyek yang tidak menguntungkan. Aspek pasar dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pasar yang akan menyerap hasil produksi. Kemudian aspek teknis bertujuan untuk mengevaluasi apakah produk tersebut layak untuk bersaing dengan produk lain secara teknis. Dan yang paling penting yaitu aspek finansial, aspek finansial dilakukan untuk mengetahui proyek yang dilakukan menguntungkan atau tidak secara finansial. Baterai Lithium Baterai lithium merupakan salah satu jenis baterai yang bisa diisi ulang. Di dalam baterai ini ion lithium bergerak dari elektroda negatif ke elektroda positif saat digunakan, dan sebaliknya saat diisi ulang. Baterai Lithium untuk sepeda motor memiliki 4 sel, dimana satu sel terdiri dari 4 plat. Berikut ini komponen baterai lithium untuk sepeda motor yaitu sebagai berikut : Battery Stabilizer Wiring System
Terminal
Container
Lid Cover
Gambar 1. Baterai Lithium Sepeda Motor Bagian Luar
Penjelasan Komponen Baterai : 1. Battery Stabilizer atau BMS berfungsi untuk menstabilkan energi listrik pada baterai dan mendeteksi arus yang masuk. 2. Terminal berguna untuk menghubungkan arus listrik kedalam rangkaian 3. Wiring System untuk menghubungkan sel dengan Battery Stabilizer. 4. Container merupakan pelindung dan tempat bagian sel baterai 5. Lid Cover merupakan tempat stabilizer dan wiring system 6. Hat Cover merupakan pelindung dan tempat bagian atas baterai 7. Konektor negatif dan positif merupakan plat logam yang dihubungkan pada plat-plat baterai 8. Sel terdiri dari plat-plat yang digabungkan
226
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 9.
10. 11.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Plat terdiri dari lithium yang dilapisi oleh PP yaitu plastik putih sebagai separator yang memiliki pori-pori, pori-pori tersebut digunakan untuk menjerat garam (PO4) tetap berada di PP dan lihtium. Lapisan paling luar plat adalah selimut seng yang berfungsi sebagai separator antar plat. Separator antar sel berfungsi sebagai pembatas antar sel. Separator berfungsi sebagai pengencang lock connector dan tempat memasukkan garam (PO4)
Hat Cover
Konektor negatif
Separator Konektor positif
Sel Plat Gambar 2. Baterai Lithium Sepeda Motor Bagian Dalam
Separator antar sel
METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah Baterai Lithium untuk sepeda motor pada PT Nipress, Tbk. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berhubungan dengan teknis baterai lithium untuk sepeda motor, serta data kuantitatif berupa data perkiraan biaya aki lithium untuk sepeda motor. Selain itu diperlukan juga data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka mengenai proses produksi aki lithium dan kelayakan investasi. Metode Analisis Data 1. Analisis pasar meliputi besar permintaan produk. 2. Analisis teknis meliputi deskripsi singkat produk, komponen penyusun produk, dan kelebihan produk. 3. Analisis finansial meliputi perhitungan : a.Net Present Value Net Present Value merupakan metode analisis yang memperhitungkan selisih antara nilai investasi sekarang dengan penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Nurcahyo, 2011). NPV = Total PV Aliran Kas Bersih – Total PV Investasi Kriteria penilaian NPV adalah : Jika NPV > 0, maka investasi diterima. Jika NPV < 0, maka investasi ditolak. b.Break Event Point (BEP) Break Event Point (BEP) adalah titik waktu dimana biaya operasional bulanan sama banyak dengan pendapatan total bulanan tersebut (Susilo dkk, 2011). Sedangkan menurut Andri Apriyono Break Event Point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak medapat untung maupun rugi atau impas (penghasilan = total biaya). Dengan diketahuinya titik impas maka perusahaan dapat menentukan luas produksi minimal agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan jika market share atau kapasitas teknis tidak mampu memenuhi titik impas maka perusahaan akan mengalami kerugian (Suliyanto, 2010). c. Payback Period Metode Payback Period (PP) bertujuan untuk mengetahui seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi pulang pokok (break event point) (Wirasutama, 2014). Jumlah investasi x 12 bulan = Payback Period = Aliran Kas Bersih. Kriteria penilaian pada payback period adalah : Jika Payback period-nya < waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut dapat diterima. Jika Payback period-nya > waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut ditolak. d.Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan tingkat bunga yang menyamakan present value dari aliran kas keluar dan present value dari aliran kas masuk. Logika sederhanannya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus
227
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
dipenuhi. Kemampuan inilah yang disebut dengan Internal Rate of Return (IRR), dan kewajiban tersebut disebut dengan Minimum Atractive of Return (MARR). Dengan demikian, suatu rencana investasi akan dikatakan layak atau menguntungkan jika : IRR ≥ MARR. PEMBAHASAN DAN ANALISIS Analisis Aspek Pasar Pasar adalah himpunan pembeli nyata dan pembeli potensial atas suatu produk (Jakfar & Kasmir, 2010). Aspek pasar bertujuan untuk mengetahui harga produk, dan strategi pemasaran dari produk bersangkutan, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana pembuatan suatu usaha ilihat dari aspek pasar (Umar, 2001). Melihat permintaan baterai lithium yang semakin meningkat dan ketersediaan manufaktur sel baterai lithium yang sangat terbatas di Indonesia, maka peluang bisnis baterai lithium terbuka luas (Sutopo dkk, 2013). Peluang Pasar produk baterai lithium untuk sepeda motor adalah distributor aki sepeda motor, dan lebih khususnya lagi adalah pengguna sepeda motor yang sepeda motornya cocok untuk menggunakan baterai lithium 12V 3Ah. Daftar sepeda motor yang dapat menggunakan baterai lthium 12V 3Ah dapat dilihat pada Tabel 1. Pangsa pasar baterai lithium di Indonesia masih sangat sedikit karena mahalnya harga baterai lithium. Tabel 1. Sepeda Motor yang Dapat Menggunakan Baterai Lithium 12V 3Ah
Merk Motor Honda beat CW 110 Honda CB 150 R Honda Scoopy Sport 110 Yamaha Jupiter MX 135 Honda Supra X 125 Yamaha Vixion 150 Yamaha Mio Sport 110 Suzuki Satria F 150 Besarnya pasar menjadi acuan untuk masuk kedalam pasar dari berbagai target pasar. Dengan demikian, besarnya target pasar sangat tergantung dari nominal besar pasar dalam setiap target pasar tersebut. Pangsa pasar baterai lithium didapatkan berdasarkan jumlah sepeda motor yang cocok dengan jenis baterai ini dan jumlah kapasitas produksi. Dalam menghitung besarnya target pasar, kemampuan penjualan diasumsikan sebesar 2% dari pasar yang ada. Besarnya pasar dijelaskan pada Tabel 2. Besarnya pasar untuk baterai lithium diasumsikan sebesar 5% dari sepeda motor yang ada di Indonesia dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Karena berdasarkan data motor pada Tabel 1. , motor-motor tersebut merupakan keluaran antara tahun 2010 sampai 2014. Hasil perhitungan besarnya target pasar dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 2. Besarnya Pasar Untuk Konsumen Baterai Lithium Tahun
Penjualan Motor Di Indonesia
2010 2011 2012 2013 2014 Total Motor yang Cocok (5%)
7.369.249 8.012.540 7.064.457 7.743.879 7.867.195 38.057.320 1.902.866
Tabel 3. Besar Target Pasar Besar Pasar (Unit / Tahun) 1.902.866
Target Pangsa Pasar 2%
Target Penjualan / Tahun 38.057
Dari hasil perhitungan ditargetkan penjualan baterai lithium dapat menguasai 2% pasar. Dapat dilihat pada Tabel 2. yaitu penjualan motor dari tahun 2010 sampai 2014 selalu meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tersebut cukup signifikan mencapai kurang lebih seratus ribu unit. Oleh karena itu peluang bisnis baterai lithium untuk sepeda motor cukup besar di Indonesia. Dengan seiring kenaikan permintaan sepeda motor yang tinggi di Indonesia dapat meningkatkan peluang bisnis baterai lithium
228
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
untuk sepeda motor. Sehingga, untuk tahun berikutnya ditargetkan dapat meningkat sebesar 5% dari penjualan tahun sebelumnya. Analisis Aspek Teknis Baterai lithium untuk sepeda motor yang sedang dikembangkan oleh PT. Nipress, Tbk adalah Lithium Ferro Phospat (LiFePO4). LiFePO4 terdiri dari Lithium sebagai ion tunggal yang berfungsi sebagai penyimpanan energi, Fe sebagai konjugat, dan PO4 sebagai garam atau asam lemah. Penggunaan baterai Lithium lebih unggul dibandingkan dengan baterai lead acid yang merupakan baterai yang umumnya dipakai untuk sepeda motor. Baterai Lithium menjadi terkenal karena karakteristiknya yang merupakan baterai isi ulang, portable, ringan, ramah lingkungan, daya berkurang lambat ketika tidak digunakan, memiliki tenaga yang tinggi, dan lainnya (Astuti dkk, 2014). Keunggulan utama baterai lithium yaitu umur pakai yang bisa mencapai lebih dari dua kali lipat dari baterai lead acid dan beratnya yang ringan. Umur pakai baterai lithium yang lebih lama disebabkan oleh package-nya yang sederhana dan juga dikarenakan menggunakan PO 4 yang merupakan asam lemah. Berbeda dengan baterai lead acid yang menggunakan asam kuat, dimana asam kuat merupakan bahan kimia yang sangat keras dan mudah bereaksi, sehingga mudah merusak benda yang ada dikenainya. Kemudian, beratnya yang lebih ringan dikarenakan oleh massa atom Lithium jauh lebih kecil dari massa atom timah, yaitu 6,939 untuk massa atom lithium dan 207,19 untuk massa atom timah. Berikut ini kelebihan dan kelemahan baterai lithium : Tabel 4. Tabel Kelebihan dan Kelemahan Baterai LiFePO4
Kelebihan Baterai LiFePO4 Kelemahan Baterai LiFePO4 1. Pengaplikasian lebih mudah dan lebih banyak 1. Harga lebih mahal 2. Package lebih mudah dan praktis 3. Tidak memerlukan perawatan (pengecekan air zuur) 4. Lebih ringan 5. Ukuran lebih kecil 6. Daya tahan lebih lama Salah satu kelemahan baterai lithium yang membuat konsumen enggan menggunakan baterai lithium sebagai aki sepeda motor yaitu baterai mudah meledak. Kemudahan meledak baterai lithium disebabkan oleh bahan lithium yang akan terus menerima energi yang didapatkan, jadi sebesar apapun arus yang dialirkan kedalam baterai akan selalu diterima. Hal tersebut menyebabkan dalam keadaan over charged baterai akan meledak. PT Nipress,Tbk yang sedang mengembangkan baterai lithium untuk sepeda motor, memperbaiki kelemahan dari baterai lithium tersebut supaya dapat diterima oleh pasar Indonesia. Perbaikan tersebut yaitu berupa penambahan komponen pada baterai, komponen tersebut adalah Auto Cut Off. Komponen Auto Cut Off diletakkan disebelah BMS yang berfungsi untuk memutuskan arus yang masuk. Dengan adanya Auto Cut Off baterai lithium dapat menghentikan penerimaan arus yang masuk sehingga tidak akan meledak. Pangsa pasar komponen baterai lithium di dunia sebagian besar diduduki oleh Jepang dan China (Sutopo dkk, 2013). Dimana Jepang menguasai pangsa pasar sebesar 40% dan China sebesar 36% (Larry, 2010). Sedangkam ketersediaan bahan baterai lithium di Indonesia masih sangat terbatas. Bahan-bahan sel baterai lithium untuk Indonesia sebagian besar disuplai dari China dan Taiwan. Oleh karena itu, kekurangan dalam pengembangan baterai lithium di Indonesia adalah keterbatasan material, sehingga membuat biaya baterai lithium lebih mahal. Perbandingan Baterai Lead Acid dengan Baterai Lithium : Tabel 5. Tabel Perbandingan Baterai Lead acid dan Baterai LiFePO4
Baterai / Kapasitas Kapasitas Full Charged Sel Baterai Umur Pakai (tahun)
Baterai Lead acid Lead acid / 12 V 3,5Ah 12,1 V 6 Sel 1 – 1,5
Baterai LiFePO4 LiFePO4 / 12 V 3,5Ah 14,4 V 4 Sel 4-5
Waktu Pengecasan (jam) 5 1,5 Berat (kg) 1,7 0,5 Ukuran (L X W X H) (mm) 150 x 87 x 93 114 x 71 x 94 Analisis Aspek Finansial Analisis kelayakan finansial yang dilakukan meliputi perhitungan Break Event Point (BEP), Net Present Value (NPV), Payback Period (PP), dan Internal Rate Of Return (IRR).
229
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Asumsi – asumsi yang digunakan dalam menghitung biaya produksi adalah ditunjukkan pada Tabel 6. Estimasi biaya investasi terdapat pada Tabel 7. Dan estimasi biaya digambarkan pada Tabel 8. Tabel 6. Rencana Investasi dan Asumsi Yang Digunakan Parameter Harga Jual Produk dari Pabrik Horizon Perencanaan Investasi Presentase Bunga Bank
Rp
Nilai 310.000 8 Tahun 7,50%
Tabel 7. Estimasi Biaya Investasi Awal Belanja Investasi Total Biaya Pengadaan Mesin Biaya Riset Total Investasi
Nilai Rp 1.188.000.000 Rp 15.000.000 Rp 1.203.000.000
Tabel 7. Biaya Tetap dan Biaya Variabel Produk Pengelompokan Biaya
Jenis Biaya
Biaya Beli Aki Lithium Dari Supplier Biaya Tenaga Kerja Variable Cost Biaya Packaging Biaya Distribusi Total Biaya Variable Cost per Unit Biaya Depresiasi Mesin per Tahun Biaya Riset per Tahun Fix Cost Biaya Engineer per Tahun Biaya Listrik per Tahun Total Biaya Fix Cost per Tahun
Total Biaya Rp 277.648 Rp 648 Rp 5.000 Rp 10.000 Rp 293.296 Rp 148.500.000 Rp 3.000.000 Rp 96.000.000 Rp 158.465.179 Rp 405.965.179
Dari tabel diatas ditunjukan bahwa biaya investasi awal untuk pengembangan Baterai Lithium untuk sepeda motor sebesar Rp 1.203.000,00. Break Event Point (BEP) Break event point merupakan titik impas dimana nilai penjualan sama dengan total biaya. Hasil perhitungan BEP menunjukkan jumlah volume penjualan minimum yang harus dicapai sebesar 24.303 unit. Apabila uniit usaha tersebut telah mencapai angka penjualan diatas tersebut, maka dapat diartikan unit usaha itu telah mencapai titik impas usaha, tidak mengalami kerugian dan memperoleh keuntungan. Net Present Value (NPV) Tabel 9. Perhitungan Net Present Value (NPV) Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Arus Kas Masuk Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
229.763.323 261.549.748 294.925.495 329.970.028 366.766.789 405.403.387 445.971.815 488.568.665
Arus Kas Keluar Rp 1.203.000.000 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Total NPV
Selisih Arus Kas Rp (1.203.000.000) Rp 229.763.323 Rp 261.549.748 Rp 294.925.495 Rp 329.970.028 Rp 366.766.789 Rp 405.403.387 Rp 445.971.815 Rp 488.568.665
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
NPV (i = 7,5%) (1.203.000.000) 213.733.324 226.327.527 237.403.394 247.081.732 255.474.573 262.685.794 268.811.697 273.941.542 782.459.584
Berdasarkan perhitungan NPV dengan proyeksi 8 tahun dan discount rate 7,5% didapatkan hasilnya sebesar Rp 782.459.584,00. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai NPV adalah positif. Menurut Umar (2005), suatu usaha dikatakan layak apabila nilai NPV bernilai positif atau lebih dari nol. Berdasarkan perhitungan NPV, produksi baterai lithium untuk sepeda motor dikatakan layak. Payback Period (PP) Tabel 10. Perhitungan Payback Period (PP) Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Arus Kas Keluar Rp 1.203.000.000 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp PBP
Arus Kas Masuk Arus Kas Masuk Kumulatif Rp - Rp Rp 229.763.323 Rp 229.763.323 Rp 261.549.748 Rp 491.313.072 Rp 294.925.495 Rp 786.238.567 Rp 329.970.028 Rp 1.116.208.595 Rp 366.766.789 Rp 1.482.975.384 Rp 405.403.387 Rp 1.888.378.771 Rp 445.971.815 Rp 2.334.350.586 Rp 488.568.665 Rp 2.822.919.252 4 Tahun 3 Bulan
230
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai payback period dicapai pada 4 tahun 3 bulan. Menurut Pujawan (2004), suatu proyek dikatakan layak apabila payback period lebih pendek daripada umur proyek yang direncanakan. Berdasarkan hasil perhitungan payback period menunjukkan lama pengembalian investasi produk baterai lithium untuk sepeda motor lebih cepat dibandingkan dengan umur ekonomis proyek yaitu 8 tahun. Maka, berdasarkan metode ini produksi baterai lithium untuk sepeda motor dikatakan layak. Internal Rate Of Return (IRR) Perhitungan Minimum Attractive Rate Of Return (MARR) didapat dari jumlah rata-rata suku bunga investasi sebesar 7,5%, suku bunga inflasi sebesar 7,26%, dan tingkat resiko sebesar 5% sehingga didapatkan MARR sebesar 20,67%. Suku bunga investasi dan suku bunga inflasi berdasarkan suku bunga BI pada tahun ini. Perhitungan IRR pada penelitian ini menggunakan tingkat bunga sebesar 8% dan 30%. Apabila perhitungan IRR > MARR maka usaha tersebut dikatakan layak (Jumingan, 2009). Berdasarkan hasil perhitungan IRR, didapatkan IRR sebesar 24%. Nilai IRR lebih besar dari MARR yang ditentukan, maka usaha ini dikatakan layak. Tabel 11. Perhitungan Internal Rate Of Return Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 Total
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
PV Kas Masuk 8% 213.733.324 Rp 226.327.527 Rp 237.403.394 Rp 247.081.732 Rp 255.474.573 Rp 262.685.794 Rp 268.811.697 Rp 273.941.542 Rp 1.985.459.584 Rp
30% 176.741.018 154.763.165 134.240.098 115.531.679 98.780.960 83.989.938 71.072.885 59.893.376 895.013.118
Analisis Sensitivitas Setelah melakukan analisis kelayakan finansial, suatu usaha memiliki resiko yang tinggi yang memungkinkan atas menurunnya keberhasilan proyek ini. Penelitian ini melakukan analisis sensitivitas untuk memproyeksikan perubahan yang dialami atas parameter-parameter yang mempengaruhinya. Parameter yang dibahas pada penelitian ini yaitu perubahan penjualan produk dan perubahan biaya. Tabel 12. Analisis Sensitivitas Berdasarkan Perubahan Penjualan Produk Presentase Perubahan
NPV
PBP
IRR
-20%
Rp
(90.204.590)
7 Tahun 8 Bulan
6%
-10%
Rp
346.127.497
5 Tahun 3 Bulan
16%
10%
Rp
1.218.791.671
3 Tahun 7 Bulan
28%
20%
Rp
1.655.123.757
3 Tahun 1 Bulan
28%
Hasil perhitungan analisis sensitivitas ini terdapat pada Tabel 12. Perubahan parameter penjualan produk memberikan hasil NPV, PP, dan IRR yang berbanding lurus dengan kenaikan penjualan produk. Perubahan penjualan produk berpengaruh terhadap hasil NPV, PP, dan IRR, karena dari hasil perhitungan berkurangnya penjualan produk sebesar 20% menghasilkan NPV kurang dari nol dan IRR yang rendah. Analisis sensitivitas dengan parameter biaya produk menggunakan presentase perubahan sebesar 20%, -10%, dan 10%. Hasil perhitungan analisis sensitivitas ini terdapat pada Tabel 13. Dari hasil perhitungan, parameter biaya produk sangat berpengaruh terhadap hasil NPV, PP, dan IRR. Kenaikan biaya produk yang sedikit menghasilkan perubahan yang sangat signifikan terhadap NPV, PP, dan IRR. Perusahaan harus sangat reaktif terhadap biaya produk dan harus selalu berupaya untuk menekan biaya produk untuk meningkatkan nilai pengembalian dari investasi yang ada. Tabel 13. Analisis Sensitivitas Berdasarkan Perubahan Biaya Presentase Perubahan -20%
Rp
-10%
Rp
10%
Rp
NPV
PBP
IRR
8.681.309.351
11 Bulan
>100%
4.731.884.467
1 Tahun 6 Bulan
78%
(3.166.965.300)
6 Tahun
<0%
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara aspek pasar bisnis baterai lithium ini memliki peluang bisnis yang cukup besar karena dilihat dari ketersediaan suplai baterai
231
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
lithium di Indonesia dan permintaan sepeda motor yang semakin meningkat. Kemudian dilihat dari aspek teknis, baterai lithium untuk sepeda motor memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan aki konvensional diantaranya yaitu pengaplikasian lebih mudah dan lebih banyak, package lebih mudah dan praktis, tidak memerlukan perawatan (pengecekan air zuur), lebih ringan, ukuran lebih kecil, dan daya tahan lebih lama. Dengan keunggulan tersebut, prospek bisnis baterai lithium untuk sepeda motor semakin besar. Kelayakan ekonomi yang telah dilakukan dapat membuktikan bahwa dari sudut pandang bisnis, investasi baterai lithium untuk sepeda motor layak. Kelayakan tersebut dinilai layak dari pemenuhan pembanding menggunakan metode analisis kelayakan berupa net present value (NPV), payback period (PP), dan internal rate of return (IRR). Sehingga dapat ditarik kesimpulan yaitu berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, dan aspek finansial penjualan baterai lithium untuk sepeda motor layak untuk dijalankan. PUSTAKA Astuti, R., Yunaristanto., Sutopo, W., Purwanto, A., Nizam, M. (2014). Timing Model to Launch Spinoff Company: The Case Study of Mini Manufacturing Plant of 10kWH Li-Ion Batteries. Proceedings of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientists. Hongkong Deutsche Bank. (2009). Autos and Parts Electric Cars : Pugged in 2. Diakses online : http://www.db.com/ Jakfar., dan Kasmir. (2010). Di dalam Lazuardi., Fitria dan Bakar, A. (2014). Analisis Kelayakan Usaha Mobile Carwash Di Kota Bandung. Jurnal Online Institute Teknologi Nasional. Vol. 01, No 03. ISSN: 2338-5081 Jumingan. (2009). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Rineka Cipta Kamir., dan Jakfar. (2007). Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Larry,A. (2010). Accelerating the Electrification of US Drive Trains: Ready and Affordable Technology Solutions for Domestically Manufactured Advanced Batteries in U.S. Washington DC : DOE 2010 Annual Merit Review. Lowe, M., Takuoka., Trigg., Gereffi. (2010). Lithium-Ion Batteries for Electric Vehicles: The US Value Chain. Didalam Sutopo, W., Mariyanie, I., Purwanto, A., Nizam, M. (2013). A Comparative Value Chain Analysis of Battery Technologies for Electrical Vehicles. Joint International Conference on Rural Information & Communication Technology and Electric-Vehicle Technology. Indonesia NEDO.(2010). Battery Road Map 2010. [Ol].Av : www.meti.go.jp/. Didalam Sutopo, W., Mariyanie, I., Purwanto, A., Nizam, M. (2013). A Comparative Value Chain Analysis of Battery Technologies for Electrical Vehicles. Joint International Conference on Rural Information & Communication Technology and Electric-Vehicle Technology. Indonesia Nurcahyo, F. (2011). Analisis Kelayakan Bisnis (Studi Kasus di PT Pemuda Mandiri Sejahtera). Depok : Teknik Industri UI Pujawan, I. N. (2004). Ekonomi Teknik. Surabaya : Guna Widya Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, Yogyakarta : Andi Offset. Susilo., Widodo., dan Rahardiyanto., (2011). Rancang Bangun Aplikasi Prototype Perhitungan Analisa Kelayakan Investasi Pada Bisnis Waralaba (Studi Kasus Pada Royal Crepes Surabaya) Sutopo, W., Mariyanie, I., Purwanto, A., Nizam, M. (2013). A Comparative Value Chain Analysis of Battery Technologies for Electrical Vehicles. Joint International Conference on Rural Information & Communication Technology and Electric-Vehicle Technology. Indonesia. Sutopo, W., Astuti, R., Purwanto, A., Nizam, M. (2013). Commercialization Model of New Technology Lithium Ion Battery: A Case Study for SmarT Electrical Vehicle. International Conference On Rural Information & Communication Technoloogy and Electric-Vehicle Technology.Indonesia Umar. (2001). Di dalam Lazuardi., Fitria dan Bakar, A. (2014). Analisis Kelayakan Usaha Mobile Carwash Di Kota Bandung. Jurnal Online Institute Teknologi Nasional. Vol. 01, No 03. ISSN: 2338-5081 Umar, H. (2005). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Wigayati. (2009). Pembuatan Dan Karakterisasi Lembaran Grafit Untuk Bahan Anoda Pada Baterai Padat Lithium. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. Vol. 9, No. 1. ISSN No. 0854-3046 Wirasutama. (2014). Analisis Kelayakan Finansial Angkutan Pariwisata Di Provinsi Bali (Studi Kasus Pada PT. GD Bali Transport Dan PT. Amadnda Legian Tours). Bali : Teknik Sipil Universitas Udayana
232
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PRODUKSI, PRODUKSI ULANG, DAN PEMBUANGAN LIMBAH PADA KASUS PURE BACKORDERING DENGAN PERSEDIAAN PIHAK KETIGA Christina Ayu K.1, Ibnu Pandu B. P.2 , Wakhid A. Jauhari 3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,2,3
ABSTRAK Persaingan pasar sekarang ini semakin kompetitif, sehingga perusahaan harus menjaga agar konsumen tidak beralih ke competitor lain dan melakukan inovasi-inovasi lebih untuk menekan biaya produksi sehingga mampu memasarkan produk dengan harga rendah. Salah satu cara menjaga konsumen adalah dengan melayani backorder, yaitu beberapa konsumen diberikan kompensasi untuk menunggu barang yang telah dipesan namun terlambat. Selain itu inovasi yang berkembang saat ini adalah proses daur ulang (pemulihan) produk yang sudah melalui umur ekonomis sehingga dapat dipasarkan kembali pada secondary market sebagai produk remanufaktur, walaupun kualitasnya berbeda dengan produk produksi di primary market. Selain mampu menghemat bahan baku, proses remanufaktur dapat mengurangi pencemaran limbah sesuai dengan peraturan yang berlaku dari pemerintah terhadap setiap perusahaan. Paper ini mengembangkan model inventori dimana pengumpulan produk kembali untuk diremanufaktur dilakukan oleh pihak ketiga yang merupakan satu kesatuan dengan perusahaan, sehingga biaya simpan persediaan pihak ketiga dibebankan kepada total cost perusahaan. Adanya pihak ketiga ini diharapkan mampu membantu perusahaan untuk mengatur sendiri persediaan barang kembali yang akan diremanufaktur sehingga mampu menekan total biaya produk. Kata kunci: backorder, closed-loop supply chain, EOQ, pihak ketiga, produksi, remanufaktur PENDAHULUAN Pada persaingan pasar sekarang produk bergerak sangat cepat akibat permintaan yang terus meningkat sehingga banyak menyebabkan pemborosan pada sumber daya alam. Pada saat ini perlu dilakukan penghematan pada penggunaan bahan baku yang bersumber dari alam seperti penggunaan mineral , kayu , dan sumber daya alam lainnya. Selain itu adanya peraturan yang mengatur mengenai program pemulihan produk dari barang yang sudah melampaui umur ekonomis yang ada pada pemerintahan di negara-negara tertentu membuat perusahaan harus melakukan proses remanufaktur dan pengumpulan barang tersebut. Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan bahan remanufaktur tertera pada undang-undang pengolahan limbah dan lingkungan hidup . Aliran produk pada rantai pasok berasal dari upstream ke down stream , misal dari pemasok ke pemasok ,dari pemasok ke konsumen. Siklus hidup produk yang pendek dan perubahan pada kebiasaan mengkonsumsi dari konsumen menghasilkan aliran produk yang lebih cepat dan diikuti oleh limbah dan menipisnya sumber daya alam (e.g., Beamon, 1999). Persaingan pasar yang semakin kompetitif menyebabkan perusahaan harus melakukan segala usaha yang memungkinkan agar konsumen tidak beralih ke competitor dengan meningkatkan tingkat pelayanannya. Salah satunya dengan melayani backorder dari konsumen yaitu beberapa konsumen diberikan kompensasi untuk menunggu barang yang telah dipesan namun terlambat (e.g., Hasanov 2007). Masalah persediaan produk remanufaktur dimulai pada tahun 90-an. Richter (1996a,1996b) menemukan model EOQ untuk permintaan produk alat tulis yang terbuat dari material baru ,beberapa material tertentu ,dan barang produk yang dikembalikan dari pasar. Richter (1996a,1996b) membagi menjadi dua toko, toko yang pertama untuk produksi dan pemulihan (recovery) dan toko yang kedua berfungsi untuk mengumpulkan barang yang telah digunakan atau yang dikembalikan. Pada paper ini mengembangkan model dari Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) dengan menambahkan persediaan pihak ketiga yang berfungsi mengumpulkan produk yang kembali yang digunakan dalam proses remanufaktur. Model persediaan pihak ketiga menggunakan model yang dikembangkan oleh Chung, Wee, dan Yang (2007) yang telah disederhanakan. Model yang diambil dan dikembangkan yaitu pada skenario 1 kasus 1 pada model dari Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012). Penyederhanaan yang dilakukan yaitu menggunakan variabel yang ada pada model Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) pada model pihak ketiga yang ditambahkan pada biaya simpan karena pada dasarnya
233
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
perusahaan harus menambah biaya simpan untuk gudang yang digunakan menyimpan barang yang telah digunakan atau yang dikembalikan ke perusahaan. Kasus yang diambil yaitu full backordering dengan siklus manufaktur(m) dan produksi (n) yang beraturan. Pihak ketiga merupakan satu kesatuan dengan perusahaan sehingga dibebankan biaya simpan persediaan pihak ketiga kepada perusahaan sendiri. Untuk pengembangan paper ini pada model sebelumnya barang yang akan diremanufaktur langsung masuk ke penyimpanan repairable yang model biaya simpannya diambil dari Jaber dan Sadaany (2009) diganti dengan persediaan dari pihak ketiga yang diharapkan mampu membantu perusahaan untuk mengatur sendiri persediaan barang kembali yang akan diremanufaktur. ASUMSI DAN NOTASI Asumsi dan notasi yang digunakan pada paper ini diadaptasi dari Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) dengan penambahan asumsi dan notasi berdasarkan pihak ketiga. Asumsi 1. Kasus ini merupakan produk tunggal dengan dua kualitas yang berbeda. 2. Laju produksi dan pemulihan produk secara seketika. 3. Laju permintaan untuk produk produksi dan remanufaktur diketahui, konstan, dan memiliki nilai yang berbeda. 4. Laju pengumpulan untuk produk yang sebelumnya diproduksi dan diremanufaktur diketahui, konstan, dan memiliki nilai yang berbeda. 5. Lead time diasumsikan nol. 6. Stock-out persediaan terjadi akibat hilangnya permintaan yang tidak memuaskan pelanggan (produk yang baru diproduksi atau produk yang baru digunakan/diperbaiki). 7. Kapasitas penyimpanan (gudang) tidak terbatas. 8. Horizon perencanaan produk tak terhingga. 9. Besarnya inventori maksimum pada pihak ketiga merupakan dua kali kuantitas produksi dan remanufaktur (qc = 2qr = 2qp). 10. Besarnya inventori minimum pada pihak ketiga merupakan setengah dari kuantitas produksi dan remanufaktur (qc = 0.5qr = 0.5qp). Notasi m jumlah siklus remanufaktur pada interval T n jumlah siklus produksi pada interval T γr persentase besarnya kemampuan pengumpulan produk yang sebelumnya diremanufaktur untuk kembali (0 < γr ≤ 1) γp persentase besarnya kemampuan pengumpulan produk yang sebelumnya diproduksi untuk kembali (0 < γp ≤ 1) θr proporsi batch produk digunakan/diperbaiki dikonsumsi di segmen produksi T (0 < θr < 1) θp proporsi batch produk yang baru diproduksi dikonsumsi di segmen produksi T (0 < θ p < 1) Dr laju permintaan produk remanufaktur (unit / satuan waktu) Dp laju permintaan produk diproduksi (unit / satuan waktu) Sr biaya set up per batch remanufaktur ($) Sp biaya set up per batch produksi ($) LCr biaya lost sale untuk produk remanufaktur ($ / unit) LCp biaya lost sale untuk produk produksi ($ / unit) BCr biaya backorder untuk produk remanufaktur ($ / unit / satuan waktu) BCp biaya backorder untuk produk produksi ($ / unit / satuan waktu) hr holding cost untuk produk remanufaktur ($ / unit / satuan waktu) hp holding cost untuk produk produksi ($ / unit / satuan waktu) hu holding cost untuk produk telah pakai ($ / unit / satuan waktu) βp persentase pengembalian yang tersedia dari primary market untuk produk produksi βr persentase pengembalian yang tersedia dari secondary market untuk produk remanufaktur (0 < βr ≤ βp < 1) s proporsi Dp yang mengalami backorder 0 < s < 1 dimana (1 – s) merupakan proporsi Dp yang hilang v proporsi Dr yang mengalami backorder 0 < v < 1, dan (1 – v) merupakan proporsi Dr yang hilang qp batch size produksi
234
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 qr Tr Tp T
ISBN: 978-602-70259-3-6
batch size remanufaktur panjang segmen remanufaktur panjang segmen produksi panjang interval waktu (T = T r + Tp) periode stock-out untuk produk produksi di segmen T r ( = Tr – ) periode stock-out untuk produk remanufaktur di segmen T p ( = Tp –
)
panjang periode dimana inventori produk produksi adalah positif pada T r (
=
panjang periode dimana inventori produk remanufaktur adalah positif pada T r ( tr
panjang siklus remanufaktur yang tidak utuh pada segmen T r ( tr =
tp
panjang siklus produksi yang tidak utuh pada segmen T p ( tp =
– tp) =
– tr)
) )
tingkat backorder maksimum untuk produk diproduksi pada interval T tingkat backorder maksimum untuk produk remanufaktur pada interval T jumlah unit produk produksi yang hilang pada interval T jumlah unit produk remanufaktur yang hilang pada interval T MODEL MATEMATIK Model produksi, remanufaktur, dan pembuangan limbah didapatkan dari Jaber dan El Saadany (2009) pada gambar 1 berikut :
Gambar 1. Aliran material untuk sistem proses produksi dan proses remanufaktur, dimana n = 2
Dari model diatas dikembangkan dengan menambah persediaan untuk barang kembali yang disebut persediaan pihak ketiga. Dari aliran material diatas maka pada Repairable Stock akan diubah menjadi Third Party Inventory sehingga terjadi perubahan dari model sebelumnya yang dikembangkan oleh Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012). Oleh karena itu pada paper kami kali ini akan mengembangkan biaya simpan dari model sebelumnya sehingga didapatkan model baru dari pengembangan model inventory.
235
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 2. The behaviour of inventory remanufacture and manufacture with pure backorder (m = 2, n = 3) and third party inventory model. Backorder Cost Model Backorder Cost dari gambar 2 yang didapatkan dari Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) dimana model dari grafik diatas dijabarkan sebagai berikut : (1) Jika disederhanakan menjadi (2)
Set up Cost Total biaya set up pada waktu T dapat dihitung dengan : (3) Holding Cost Model yang didapatkan dari gambar 2 didapatkan biaya simpan seperti berikut : dimana
and
Pada model Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) didapatkan
Kemudian ditambahkan dengan biaya simpan pihak ketiga dengan model yang didapat dari gambar 2 dan dijabarkan pada appendix A seperti berikut :
236
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Kemudian didapatkan total biaya simpan sebesar : (4) Total Cost Biaya total yang per interval T didapatkan dari penjumlahan total biaya setup per siklus, total biaya simpan per siklus, dan total biaya backoreder per siklus yaitu + Total biaya per unit waktu didapatkan dengan membagi penjumlahan diatas dengan T sesuai dengan Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012): +
)
(5)
dimana, dan Setelah mendapatkan turunan pertama persamaan 5 dan disamadengankan dengan nol sehingga mendapatkan qr : (6) Dengan subtitusi Persamaan 6 ke Persamaan 5 maka didapatkan penyederhanaan seperti berikut :
Sama dengan model dari Jaber dan El Saadany (2009) dan pengembangan sebelumnya dari Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) memberikan variabel keputusan yaitu :
Subject to :
CONTOH NUMERIK Nilai-nilai input parameter yang terdapat pada literatur akan digunakan untuk mengilustrasikan hasil dari model matematis yang dikembangkan dalam paper ini. Nilai dari input parameter yang spesifik terhadap model diasumsikan berdasarkan Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) dimana perbedaan paper ini dengan paper tersebut hanya terdapat pada perhitungan holding cost saja, sedangkan perhitungan lainnya tidak memiliki perbedaan. Contoh. Berdasarkan pertimbangan produksi, remanufaktur dan situasi pembuangan limbah ditentukan parameter masukan sebagai berikut: x = y = 1, Dr = Dp = 1000, Sp = 1960, Sr = 440, hp = 850, hr = hu = 80, dan βp = βr = 0.667, dan γmin = 0.01. Parameter masukan baru di sini adalah BCp = 3hp = 2550 dan BCr = 3hr = 240. Untuk nilai qr = 66, γr = 1, dan γp = 0.135. Kemudian dilakukan pengujian model untuk membandingkan perbedaan hasil perhitungan holding cost pada jurnal ini dengan holding cost berdasarkan Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012).
237
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Untuk perhitungan holding cost berdasarkan Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) digunakan notasi sebagai berikut : a = fraksi holding cost dan b = holding cost. (7) (8) Berdasarkan perhitungan persamaan 7 dan persamaan 8 didapatkan nilai holding cost sebesar 50986,4 dengan TC1 = 57.872. Untuk perhitungan holding cost dimana adanya pihak ketiga diperhitungkan digunakan notasi c = fraksi holding cost dan d = holding cost. (9) (10) Berdasarkan perhitungan persamaan 9 dan persamaan 10 didapatkan nilai holding cost sebesar 52726 dengan TC2 = 59611,6. Dari kedua hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa selisih nilai TC adalah sebesar 1739,6. Perbedaan nilai TC dari kedua model dipengaruhi oleh pengembangan yang dilakukan terhadap model pada paper ini yaitu adanya perubahan terhadap besarnya hu (holding cost untuk used item) yang didapatkan dari adanya siklus pihak ketiga sehingga nilai holding cost pada paper ini menjadi lebih besar. Namun secara keseluruhan didapati bahwa hasil penelitian paper ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan penelitian Hasanov , Jaber, dan Zolfaghari (2012) dimana hasil akhir yang diperoleh TC1 > TC2 . SIMPULAN Pada dasarnya produk dari produksi ulang dianggap oleh konsumen memiliki kualitas dibawah produk baru. Hal ini juga dijelaskan pada penelitian yang dilakukan Jaber dan El Saadany (2009) pada papernya. Dengan menggunakan persediaan pihak ketiga yang dikelola oleh perusahaan sendiri diharapkan mampu untuk mengurangi limbah dan penggunaan sumber daya alam sebagai bahan baku. Selain itu perusahaan mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang hampir sama dengan produk baru karena dapat memilih dan mengetahui sendiri barang habis pakai yang akan diolah kembali menjadi produk hasil produksi ulang.Pada penelitian yang dilakukan oleh Hasanov, Jaber, dan Zolfaghari (2012) dengan asumsi tingkat permintaan untuk produksi ulang dan produksi menjadi variabel acak menjadi pengembangan yang sangat menarik dan mengisi celah dalam literaturnya. Pada paper ini pengembangan lebih difokuskan pada pengembangan persediaan pihak ketiga sehingga dihasilkan model baru dari model Hasanov, Jaber, dan Zolfaghari (2012). Perubahan biaya simpan memungkinkan perubahan pada biaya total selain itu juga mampu membatasi jumlah produk habis yang akan diproduksi ulang. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya persepsi konsumen mengenai kualitas barang produksi ulang karena perusahaan dapat memilih bahan yang terkumpul pada persediaannya sendiri. Banyak batasan yang diberikan sehingga dapat dikembangkan lebih rinci di penelitian mendatang. APPENDIX A Mencari holding cost pada persediaan pihak ketiga : dimana
,
238
, dan
, maka
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PUSTAKA Chung, S.L., Wee, H.M., and Yang, P.C. (2007). Optimal Policy for a Closed-Loop Supply Chain Inventory System with Remanufacturing. Mathemaiical and Computer Modelling, 48 (2008) 867-881. Hasanov, P., Jaber, M.Y., and Zolfaghari, S. (2011). Production, Remanufacturing and Waste Disposal Models for the Cases of pure and Partial Backordering. Applied Mathematical Modelling, 36 (2012) 5249-5261. Jaber, M.Y., El Saadany, A.M.A. (2009). The Production, Remanufacture and Waste Disposal with Lost Sale. Int. J. Prod. Econ. 120 (1) 115–124. Richter, K. (1996). The Extended EOQ Repair and Waste Disposal Model. Int. J. Prod. Econ. 45 (1-3) 443-447.
239
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
TREN KEILMUAN TEKNIK INDUSTRI OLEH PRAKTISI TEKNIK INDUSTRI DUNIA Ayu Pratiwi1, Finda Arwi Mahardika2, Wahyudi Sutopo3 Asisten Lab. Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 3 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, Indonesia Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,2
ABSTRAK Artikel ini disajikan untuk mengkaji tren keilmuan teknik industri oleh praktisi teknik industri di dunia dengan menggunakan sumber data dari suatu media publikasi ilmiah Scopus. Data yang diperoleh ini kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terfokus pada penulis, dimana penulis yang digunakan sebagai data adalah penulis dari 28 universitas yang memiliki department industrial engineering di dunia. Data yang diperoleh kemudian diklasifikasian berdasarkan research interest pada masing-masing penulis, didapatkan bahwa perkembangan teknik industri untuk tahun 2010-2015 dirunut dari body of knowledge teknik industri tersebut tersebar ke dalam 15 jenis bidang keilmuan teknik industri. Berdasarkan body of knowledge teknik industri, MSE menjadi bidang yang paling banyak yang dijadikan research intersest. Bidang material sciences memiliki jumlah dokumen penelitian dan citation terbanyak dibandingkan bidang yang lain. United States menempati peringkat pertama dengan jumlah universitas terbanyak, yaitu sebesar 8 universitas. Tren keilmuan ini telah dilakukan oleh 80 professor, 22 associate professor, 8 assistant professor, 1 doctor dan 1 distinguished professor. Banyaknya jumlah dokumen penelitian yang dihasilkan oleh suatu universitas tidak menunjukkan bahwa universitas tersebut dapat menempati peringkat yang tinggi, namun juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya. Kata kunci: tren keilmuan teknik industri, publikasi ilmiah Scopus, professor bidang keilmuan teknik industri PENDAHULUAN American Institute of Industrial Engineers pada awal tahun 1960, mendefinisikan Teknik Industri sebagai keilmuan yang berkaitan dengan desain, perbaikan, dan instalasi dari suatu sistem terintegrasi yaitu manusia, material, peralatan dan energi yang mengacu pada pengetahuan dan keterampilan khusus pada ilmu metematika, fisik dan sosial dengan metode analisis rekayasa dan desain untuk menentukan, memprediksi, dan mengevaluasi dari hasil yang diperoleh oleh suatu sistem tersebut. Keilmuan ini muncul dan menjadi penting keberadaannya bersamaan dengan terjadinya revolusi industri. Revolusi undustri memunculkan sebuah institusi baru yang belum pernah dikenal sebelumnya yaitu pabrik. Pada saat itulah disiplin teknik industri mulai muncul dan berkembang guna memenuhi kebutuhan untuk merancang dan mengorganisir pabrik (Samadhi, 2012). Seiring dengan berjalannya perancangan dan pengorganisiran pabrik tersebut, keilmuan teknik industri juga terus berkembang sehingga menjadi sebuah disiplin ilmu yang dibelajarkan secara formal untuk pertama kalinya di Pennsylvania State University, Amerika pada tahun 1906 (Zandin, 2001). Disiplin teknik industri termasuk dalam disiplin engineering yaitu berkaitan dengan perancangan (design), apa yang disebut sistem, komponen, dan proses untuk memnuhi kebutuhan masyarakat. Keunikan dari disiplin teknik industri dibandingkan dengan disiplin engineering lainnya adalah adanya unsur manusia yang bukan hanya sebagai pengguna (user) tetapi juga berperan penting dalam mengopeasikan suatu sistem sehingga sistem dapat berjalan dengan tingkat performansi yang tinggi (Samadhi, 2012). Penelitian mengenai tren keilmuan teknik industri telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya baik dalam lingkup lokal (negara) maupun dalam lingkup internasional atau dunia. Uys (2011), mengemukakan bahwa keilmuan teknik industri sekarang ini telah mengalami perkembangan. Keilmuan teknik industri berperan dalam lingkup mikro (lantai produksi), manajemen produksi (perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan pengendalian sistem produksi, serta sistem lingkungan (aspek politik-sosial-ekonomi-budaya-hankam) dalam setiap langkah pengambilan keputusan (Wignjosoebroto, 2001). Temuan Dastkhan (2009), menyatakan bahwa perkembangan keilmuan teknik indsutri di berbagai
240
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
negara memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan industri dan ekonomi negara. Keilmuan teknik industri menyebar dalam berbagai bidang seperti management dan engineering, dengan luasnya bidang yang dicakup oleh keilmuan teknik industri ini maka perlu mendefinisikan secara spesifik bidang yang diminati. Citation atau sitiran atau sitasi digunakan para peneliti untuk melakukan evaluasi tulisan-tulisan, jurnal-jurnal, dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam penerbitan karya imiah. Sebagian lainnya memanfaatkannya untuk analisis struktur bidang penelitian tertentu, evaluasi kecenderungankecenderungan riset berdasarkan terbitan-terbitan sebelumnya, dan prediksi terhadap kecenderungankecenderungan yang akan datang (Arianto, 2008). Banyak orang yang memperdebatkan manfaat dari analisis/perhitungan citation untuk menaksir kualitas dari sebuah tulisan (Meho, 2008). Peningkatan kualitas dari suatu artikel sangatlah penting sehingga akan berdampak meningkatnya jumlah citation oleh para peneliti lain (Sutopo, 2014). Sedangkan menurut Prawira (2005), menyatakan bahwa banyaknya jumlah citation bergantung pada tren serta mutu dari suatu dokumen tersebut. Analisis berdasarkan citation juga dilakukan guna mengetahui seberapa sering atau seberapa banyak suatu bidang keilmuan teknik industri di sitasi oleh peneliti lainnya. Artikel ini ditujukan untuk menganlisis dan mengintrepretasikan tren keilmuan teknik industri saat ini serta melakukan prediksi kedepan dengan studi kasus di Scopus. Dari hasil kajian diharapkan mampu menghasilkan bahan diskusi yang berkelanjutan, pemeriksaan ulang, dan penyusunan rencana kedepen oleh para akademisi, peneliti maupun praktisi yang berkecimpung dalam bidang keilmuan teknik industri. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan sistem kajian dari Halim (2010) yaitu pemilihan sumber data, horison waktu, pengumpulan data, dan analisis. Namun, pada artikel ini tidak menggunakan tahapan journal selection, namun menggunakan tahapan pemilihan sumber data untuk diteliti. Pemilihan Sumber Data Penelitian ini, menggunkan dokumen penelitian yang diperoleh dari database Scopus. Scopus merupakan sebuah database yang memuat dokumen-dokumen dari berbagai bidang ilmu di dunia. Scopus hanya dapat diakses oleh user atau instansi yang telah berlanggangan web tersebut. Scopus dimiliki Elsevier, dimana nama Scopus terinspirasi dari nama burung Hammerkop (Scopus umbretta), yang dilaporkan memiliki keterampilan navigasi yang sangat baik. Alasan digunakannya sumber database Scopus adalah adanya kemudahan dalam proses pencarian (Burnham, 2006). Selain itu Scopus juga mampu menyajikan data citation dengan tingkat akurasi 99% dengan menggunakan teknologi “state-ofthe-art” (Burnham, 2006). Database scopus dapat diakses melalui website www.scopus.com. Setelah diperoleh data-data dari scopus, untuk mencari research interest dari setiap penulis menggunakan mesin pencari google (www.google.com). Horison Waktu Data yang digunakan adalah dalam rentang waktu 6 tahun terakhir, yaitu mulai tahun 2010 hingga pembuatan artikel ini yaitu Juli 2015. Dipilihnya horison waktu tersebut adalah untuk mengetahui tren keilmuan teknik industri dalam jangka 2010-2015. Pengumpulan Data Scopus menyediakan berbagai kategori untuk memudahkan user mencari dokumen yang dibutuhkan, kategori tersebut adalah authors, first author, source title, article title, abstract, keywords, affiliation, language, ISSN, CODEN, DOI, references, conferences, dan chemical name. Industrial Engineering by Affiliation OR Industrial and System Engineering by Affiliation OR Industrial and Management Engineering by Affiliation OR Industrial and Mechanical Engineering by Affiliation\ Gambar 1. Keyword Pengumpuulan Data pada Database Scopus
Pemilihan data pada database scopus dilakukan dengan keyword seperti gambar 1, guna mengetahui dokumen penelitian (article, conference paper, article in press, review, book capter, editorial, erratum, note, book, letter dan short survey) yang berhubungan dengan keilmuan teknik industri di dunia. Diperoleh dokumen penelitian sebanyak 66.149, yang kemudian akan diambil sampel sebanyak 28 universitas dengan departemen teknik industri pada dokumen penelitian terbanyak. Setelah itu, dilakukan pengumpulan data dari empat penulis terbanyak di setiap universitas, beserta jumlah dokumen penelitian dan jumlah citation. Setelah mendapatkan data berupa nama penulis dan universitas, dilakukan pencarian
241
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
mengenai research interest dan jabatan kademis yang disandang oleh masing-masing penulis tersebut melalui search engine google. Data yang sudah terkumpul diolah dan dikumpulkan menjadi satu menggunakan Microsoft Excel. Analisis Data-data yang telah terkumpul kemudian akan dilakukan analisis. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskiptif, penggunaan analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui gambaran dari variable-variabel pada tren keilmuan teknik industri di dunia sesuai dengan keadaan yang terjadi sekarang ini. Analisis dilakukan berdasarkan asal negara universitas, perbandingan peringkat universitas dengan sumber data sekunder yang lain, tren keilmuan teknik industri, jumlah citation serta jabatan akademis penulis. Sehingga didapatkan output berupa tren keilmuan teknik industri di dunia oleh para peneliti teknik industri.
Gambar 2. Pendekatan Analisis Tren Keilmuan Teknik Industri
HASIL DAN ANALISIS Perkembangan Teknik Industri Gambar 3 menunjukkan perkembangan teknik industri dilihat dari jumlah dokumen penelitian berdasarkan data yang dicari menggunakan keyword (lihat Gambar 1) pada database Scopus. Diperoleh jumlah dokumen sebanyak 66.149 terhitung sejak bulan Juli 2015, dokumen penelitian ini berasal dari afiliasi teknik industri di dunia. Grafik menunjukkan bahwa selalu terjadi peningkatan jumlah dokumen penelitian yang telah terindeks scopus dengan afiliasi teknik industri selama 5 tahun terakhir. Jumlah artikel pada tahun 2015 masih sebanyak 5.563 dokumen penelitian, jumlah ini masih akan terus bertambah mengingat data diolah pada bulan Juli 2015.
Gambar 3. Grafik Perkembangan Keilmuan Teknik Industri
Analisis Asal Negara Afiliasi Universitas Bagian ini akan menganalisis asal negara dari 28 universitas. Tabel 1 menunjukkan persebaran asal negara universitas-universitas di dunia, didapatkan bahwa 28 universitas tersebut berasal dari 10 negara. Ditunjukkan bahwa negara dengan jumlah universitas terbanyak adalah United States, sebanyak 8 universitas. Selisih antara peringkat pertama (US) dan peringkat kedua yaitu Italy dan Iran cukup besar yaitu sebesar 4 universitas. Sedangkan Canada menempati peringkat 4 yaitu sebanyak 3 universitas. Negara berikutnya China, Taiwan, Belanda, Hongkong, India, dan Singapore tidak memiliki selisih yang cukup signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa mulai peringkat 2 dan seterusnya selisih antar peringkat hanya sedikit yaitu selalu memiliki selisih 1 atau 0. Sebanyak 6 negara dari 10 negara asal afiliasi berasal dari benua Asia, yaitu negara Iran, China, Taiwan, Hongkong, India dan Singapore. Jumlah universitas di benua Asia yang masuk dalam peringkat 28 besar berdasarkan jumlah artikel yang terindeks scopus adalah 12 universitas. Dibandingkan benua yang lain benua Asia unggul dan cukup mendominasi dalam hal jumlah afiliasi universitas. Tabel 1. Asal Negara Afiliasi
242
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Negara
Negara
United States
8
Taiwan
2
Iran
4
Australia
0
Italy
4
Hongkong
1
Canada
3
India
1
China
2
Singapore
1
Belanda
2 Total =
30 Universitas
Analisis Tren Keilmuan Teknik Industri dari Research Interest Bagian ini akan menganalisis tren keilmuan teknik industri oleh praktisi teknik industri di dunia. Praktisi teknik industri yang dimaksud berasal dari disiplin atau bidang keilmuan teknik industri saja, artinya penulis yang digunakan sebagai data adalah penulis yang benar-benar memiliki latar belakang atau menjadi akademisi di bidang teknik industri. Pada gambar 4 disajikan jumlah jabatan akademis para praktisi teknik industri, diperoleh dari 112 penulis yang terdiri dari 80 professor, 22 associate professor, 8 assistant professor, 1 doctor dan 1 distinguished professor.
Gambar 4. Jumlah Jabatan Akademis
Pengklasifikasian bidang keilmuan teknik industri akan dilakukan menggunakan dua jenis klasifikasi, yang pertama diklasifikasikan berdasarkan body of knowledge teknik industri, yaitu Manufacturing Systems Engineering (MSE), Human Factors Engineering (HFE), Management System (MS), Operation Research (OR), dan bidang lainnya seperti matematika, statistika, ekonomi, akuntansi, psikologi, dan lain-lain (Salvendy, 2001). Kemudian klasifikasi yang kedua akan terbagi menjadi beberapa bidang yang lebih sempit cakupannya dibandingkan dengan klasifikasi yang pertama. Gambar 5 menunjukkan bahwa MSE telah menjadi research interest untuk 41 penulis, bidang keilmuan ini meiputi desain produk, maerial sciences, dan mesin. OR sebanyak 17 penulis, HFE sebanyak 16 penulis, serta MS sebanyak 20 penulis yang terdiri dari bidang keilmuan kualitas, supply chain, inventory. Sebanyak 18 penulis di bidang lainnya seperti statistika, energi, environmental, finance, sistem informasi dan kesehatan. MSE menempati peringkat pertama, maka dapat dikatakan bahwa MSE merupakan bidang keilmuan yang banyak dijadikan bahan penelitian bagi para praktisi teknik industri. Pengklasifikasian yang kedua ditunjukkan oleh gambar 6, pengklasifikasian ini memiliki cakupan yang lebih sempit dibandingkan sebelumnya. Jumlah penulis dengan research interest material sciences berada pada peringkat pertama sebanyak 19 penulis, disusul peringkat kedua yaitu operations research dengan sebanyak 17 penulis, kemudian ergonomics sebanyak 16 penulis. Jika dievaluasi secara keseluruhan, ada 4 bidang yang cukup mendominasi yaitu dari peringkat 1 hingga 4, terdiri dari material sciences, operations research, ergonomics, dan mechanics. Peringkat terbawah yaitu bidang energy dan kesehatan, bidang ini tidak menjadi bidang yang cukup disenangi oleh para praktisi teknik industri di dunia sebangai bidang pebelitian. Sedangkan peringkat pertama adalah material sciences menunjukkan bahwa bidang ini menjadi bidang yang sering digunakan oleh ke-112 praktisi teknisi dari berbagai negara. Banyaknya jenis bidang klasifikasi kedua yaitu sebanyak 15 bidang, menunjukkan bahwa teknik industri tidak hanya
243
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 5. Klasifikasi Bidang Keilmuan Teknik Industri berdasarkan Salvendy (2001)
mempelajari mengenai masalah teknis saja, namun juga memiliki disiplin ilmu dari bidang keuangan, lingkungan, energi, inventory, kesehatan dan juga logistik.
Gambar 6. Klasifikasi Bidang Keilmuan Teknik Industri
Jika dievaluasi dari kedua jenis pengklasifikasian tersebut terdapat beberapa persamaan yaitu, pada klasifikasi yang pertama menempatkan MSE pada peringkat pertama, dan pada klasifikasi yang kedua bidang material sciences yang termasuk dalam cakupan bidang MSE menjadi peringkat pertama juga. Pada peringkat kedua juga terjadi kemiripan, yaitu pada kedua jenis pengklasifikasian tersebut jatuh pada bidang operation research, hal ini dapat terjadi karena cakupan OR yang ada pada klasifikasi kedua sebanyak 1 bidang yaitu OR itu sendiri. Hal serupa juga terjadi pada peringkat ketiga, dimana ergonomics merupakan cakupan keilmuan HSE yang jatuh pada peringkat yang sama.untuk peringkat keempat s=dan seterusnya tidak ada persamaan peringkat yang terjadi. Analisis Tren Keilmuan Teknik Industri dari Jumlah Artikel dan Citation Bagian ini akan menganalisis tentang jumlah dokumen penelitian serta jumlah citation dari masing-masing penulis dengan research interest yang telah diklasifikasikan. Tabel 2 kolom 2 menunjukkan jumlah dokumen penelitian, sedangkan kolon 3 menunjukan jumlah citation dari jumlah artikel yang telah dibuat oleh penulis dengan bidang tertentu pada database Scopus. Ditunjukkan dari 112 penulis telah menghasilkan dokumen penelitian sebanyak 6.196 dokumen penelitian dan telah disitasi sebanyak 22.164 kali. Pada analisis sebelumnya material sciences menempati peringkat pertama berkaitan dengan bidang keilmuan teknik industri, hal ini berbanding lurus dengan jumlah dokumen penelitian yang diikuti dengan jumlah citation. Material sciences menempati peringkat pertama sebanyak 1.463 dokumen yang telah dihasilkan oleh 19 penulis (lihat Gambar 6) dan disitasi sebanyak 5.316 kali. Sama halnya pada peringkat kedua yang ditempati oleh bidang operations research, yaitu sebanyak 760
244
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
dokumen penelitian yang telah disitasi sebanyak 3.089 kali. Kemudian, disusul oleh peringkat ketiga yaitu bidang mechanics dengan 716 dokumen penelitian dan jumlah citation sebanyak 2.175. Namun, terjadi perbedaan urutan peringkat antara jumlah dokumen penelitian dengan citation. Pada jumlah dokumen penelitian, mechanics berada pada peringkat ke-3, namun untuk peringkat jumlah citation, mechanics berada pada peringkat ke-5. Perubahan peringkat tersebut terjadi secara acak untuk peringkat ke-4 hingga peringkat terakhir. Perubahan peringkat tersebut menandakan bahwa pertambahan jumlah artikel tidak selalu menyebabkan bertambahnya jumlah citation, namun lebih pada ketertarikan seseorang terhadap suatu bidang kajian yang sedang menjadi tren ketika ingin melakukan suatu sitasi. Tabel 2. Jumlah Artikel dan Citation Berdasarkan Classification Jumlah Artikel
Jumlah Citation
Jumlah Artikel
Jumlah Citation
Material Sciences
1463
5316
Operations Research
760
3089
Statistika Industri
234
870
Finance
176
756
Mechanics
716
Ergonomics
613
2175
Sistem Informasi
123
170
3181
Inventory
122
525
Design Product Logistik
562
1699
Environmental
77
198
537
520
Health
53
350
Supply Chain
377
2186
Energy
26
118
Quality
357
1011
Dispilin TI
Total Artikel =
Dispilin TI
6196
Total Citation =
22164
Kesamaan peringkat terjadi antara peringkat jumlah dokumen penelitian dan jumlah citation pada peringkat terakhir yaitu bidang keilmuan energy dengan jumlah sebanyak 26 dokumen penelitian yang telah disitasi sebanyak 118 kali. Jatuhnya bidang keilmuan energy pada peringkat terakhir untuk jumlah dokumen penelitian dan jumlah citation, menunjukkan bahwa bidang keilmuan mengenai masalah lingkungan tidak sering dijadikan bahan penelitian yang terkait dengan keilmuan teknk industri oleh para praktisi teknik industri, bidang tersebut tidak menjadi tren keilmuan teknik industri. Perbandingan Peringkat Universitas dengan Dept. IE dari Berbagai Sumber Bagian ini akan menganalisis perbandingan peringkat universitas yang memiliki departemen teknik industri dari Sopus dan website QS. Seperti pemilihan data pada sumber data scopus, penyortiran data juga dilakukan untuk sumber lainnya yaitu, data yang dicantumkan hanya universitas yang memiliki departemen teknik industri di dalamya. Tabel 3 menunjukkan peringkat universitas dari kedua sumber, kolom 1 menunjukkan nomor peringkat, kolom 2 peringkat dari scopus dan kolom 3 peringkat dari website QS. Tabel 3. Perbandingan Peringkat Universitas Rank. 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Scopus
QS
University of Toronto
Stanford University
(Dept. of Mechanical and Industrial Engineering)
(Management Science and Engineering)
Hong Kong Polytechnic University
RWTH Aachen University
(Dept. of Industrial and Systems Engineering)
(Industrial Engineering)
University of Tehran
University of California Berkeley
(Dept. of Industrial Engineering)
(Industrial Engineering & Operations Research)
Universite Concordia
National University of Singapore (NUS)
(Dept. of Mechanical and Industrial Engineering)
(Industrial and systems engineering)
Daneshgahe Azad Eslami
Georgia Institute of Technology
(Facullty of Industrial & Mechanical Engineering)
(School of Industrial and Systems Engineering)
Ryerson University
Tsinghua University
(Mechanical and Industrial Engineering)
(Dept. of industrial engineering)
Universita degli Studi di Padova
The Hong Kong University of Science & Tech
(Dept. of Industrial Engineering)
(Industrial Engineering & Logistics Management)
Georgia Institute of Technology
Delft University of Technology
(School of Industrial and Systems Engineering)
(Industrial Design Engineering)
Universita di Salerno
Korea Advanced Institute of Science & Tech
(Dept. of Industrial Engineering)
(Industrial and Systems Engineering)
Iran University of Science and Technology
University of Illinois at Urbana-Champaign
(Industrial Engineering)
(Dept.of Industrial & Enterprise Systems Engineering)
245
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Ditunjukkan bahwa dari perbandingan kedua peringkat berdasarkan versi yang berbeda, hanya Georgia Institue of Technology yang masuk ke dalam 10 besar peringkat dari kedua versi. Pada versi scopus menempati peringkat 8 sedangkan untuk versi QS peringkat 5. Perbedaan peringkat untuk universitas antara scopus dan QS dapat terjadi karena banyaknya jumlah dokumen penelitian yang dihasilkan oleh suatu universitas tertentu tidak selalu akan menyebabkan peringkat universitas semakin tinggi. Peniliaian peringkat universitas tidak hanya dilihat dari seberapa banyak unversitas tersebut menghasilkan dokumen penelitian, namun juga menilai dari aspek lain seperti keadaan lingkungan universitas, kualitas lulusan, lokasi dan juga aktivitas di masa perkuliahan. SIMPULAN Keilmuan teknik industri merupakan keilmuan yang telah mengalami perkembangan pada setiap tahunnya, dan masih akan terus berkembang kedepannya. Keilmuan ini banyak memiliki keterkaitan dengan bidang keilmuan lainnya, sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih dalam lagi. Tren keilmuan dari tahun 2010-2015, memiliki bidang keilmuan yang terbagi menjadi 15 jenis. Dalam perkembangan tersebut dapat dirunut dari body of knowledge keilmuan teknik industri yang terdiri dari Manufacturing Systems Engineering (MSE), Human Factors Engineering (HFE), Management System (MS), Operation Research (OR). Perkembangan keempat bidang tersebut tersebar ke dalam 15 bidang riset yaitu material sciences, operations research, ergonomics, mechanics, mechanics, desain produk, supply chain, statistika industri,quality, finance, logistik, sistem informasi, inventory, environmental, dan energi. Negara yang paling mendominasi dalam hal afiliasi adalah US yang telah melakukan 8 afiliasi, sedangkan benua yang mendominasi yaitu benua Asia. Penilaian untuk peringkat universitas tidak dapat dilihat hanya dengan mengetahui jumlah dokumen penelitian yang dihasilkan namun juga mempertibangkan berbagai hal lain. PUSTAKA Arianto, M. Solihin. (2008). Web of Science : A New Method in Maintaining Citation Index. Burnham, J F. (2006). Scopus Database: A Review. Biomedical Digital Libraries. Dastkhan, H dan M.S Owlia. (2009). Study of Trends and Perspectives of Industrial Engineering Research. South African Journal of Industrial Engineering (SAJIE), Vol. 20, No. 1, p 1-12 Halim, Zaheed. (2010). Literature Review and Future Directions in SCM Research. Proceedings of the 2010 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management. Meho, Lokman I dan Kiduk Yang. (2007). Impact of Data Sources on Citation Counts and Rankings of LIS Faculty: Web of Science vs. Scopus and Google Scholar. Journal of the American Society for Information Science and Technology. Prawira, Yudha Donni. (2005). Analisis Sitiran terhadap Disertasi Program Doktor (S-3). Imu Hukum Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Salvendy, Gavriel. (2001). Handbook of Industrial Engineering: Technology and Operations Management, Third Edition. United States: JOHN WILEY & SONS, INC. Samadhi, T.M.A. Ari. (2012). Pendidikan dan Keilmuan Teknik Industri Masa Depan di Indonesia. Seminar Nasional Pendidikan Teknik Industri Konvensi Nasional I, BKTI-PII. Sutopo, W., Arinda S.P., Yuniaristanto. (2014). Tren Riset dan Publikasi Keilmuan Teknik Industri di Indonesia: Studi Kasus Artikel di Scopus. Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014 Uys, J.W., C.S.L. Schutte, W.D. Van Zyl. (2011). Trends in an International Industrial Engineering Research Journal: A Textual Information Analysis Perspective. Proceedings of the 41st International Conference on Computers & Industrial Engineering. Wignjosoebroto, Sritomo. (2001). Peran Strategis Teknik Industri bagi Dunia Industri di Indonesia dalam Menghadapi Persaingan di Era Pasar Bebas. Zandin, Kjell B. (2001). Maynard’s Industrial Engineering Handbook, Fifth Edition. New York: McGraw Hill.
246
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
LAMPIRAN DiscipBOK line 16 Amirkabir University of Prof. Fatemi Ghomi, S.M .T. OR OR Technology (Dept. of Prof. Zarandi, M .H.F. M C M SE IE & M anagement Assoc. Prof. Karimi, B. SC M g.S Systems) Assist. Prof. Zandieh, M . SC M g.S 17 Purdue University Assoc Prof. Cheng, G.J. M t.S MSE (School of Industrial Prof. Nof, S.Y, M C MSE Engineering) Assist. Prof. Wachs, J.P. E HFE Prof. Chandrasekar, S. M t.S MSE 18 National Tsing Hua Prof. Trappey, A.J.C. I Mg.S University (IE and Prof. Chien, C.F. SI Ot Engineering Prof. Chu, C.H. E HFE M anagement) Dist. Prof. Trappey, C.V. L Mg.S 19 Zhejiang University Prof. Sun, Y. F Ot (Industrial Egineering Prof. Zhao, C. Q Mg.S and Engineering Assoc. Prof. Ge, Zhiqiang SI Ot M anagement) Assoc. Prof. Yang, Q. Q Mg.S 20 Delft University of Prof. Horvath, I. DP MSE Technology (Faculty Prof. Vink, P. E HFE Industrial Design Prof. Jakimowicz, J.J. E HFE Engineering) Prof. Goossens, R.H.M . E HFE 21 Tsinghua University Prof. Zheng, Li OR OR (Departmen of Prof. Rau, Pei -Luen Patrick E HFE Industrial Engineering) Prof. Salvendy, Graviel E HFE Prof. Li, Zhizhong E HFE 22 Pennsylvania State Prof. Yao, T. SC Mg.S University (Industrial Prof. Okudan, G.E. OR OR and M anufacturing Prof. Kumara, S. L Mg.S Engineering) Prof. Friesz, T.L. OR OR 23 National University of Prof. Xie, M . Q Mg.S Singapore (Dept. of Prof. Lee, Loohay OR OR Industrial & Systems Prof. Chew, E.P. L Mg.S Engineering) Prof. Goh, Thongngee. SI Ot 24 Indian Institute of Prof. Sharma, S.C. DP MSE Technology Roorkee Assoc. Prof. Harsha, S.P. M C MSE (M echanical & Dr. Jain, P.K. DP MSE Industrial Engineering) Prof. Kumar, P. SC Mg.S 25 Virginia Polytechnic Prof. Nussbaum, M .A. E HFE Institute and State Prof. Sherali, H.D. OR OR University (Industrial & Prof. Lockhart, T.E. E HFE System Engineerinng) Assoc. Prof. Camelio, J.A. M C MSE 26 Oregon State University Prof. Tumer, I.Y. S.Inf Ot (M echanical, Industrial, Assist. Prof. Haapala, K.R. Env Ot & M anufacturing Prof. Kruzic, J.J. M C MSE Engineering) Prof. Logendran, R. OR OR 27 Technische Universiteit Prof. Demerouti, E. E HFE Eindhoven (Industrial Prof. Kaymak, U. S.Inf Ot Engineering & Prof. Fransoo, J.C. L Mg.S Innovation Sciences) Prof. Bakker, A.B. E HFE 28 University of Wisconsin Prof. Li, Jingshan OR OR M adison (Industrial and Prof. Carayon, Pasclae E HFE Systems Engineering) Assoc. Prof. Alagoz, O. OR OR Assist. Prof. Karsh, B.T. E HFE 29 National Taiwan Prof. Jiang, Joeair M C MSE University (Dept. of Prof. Chen, Darzen DP MSE Bio-Industrial Prof. Huang, M uhsuan S.Inf Ot M echanics Engineering) Prof. Lin, Ta-Te Lin M t.S MSE 30 Texas A and M Assoc. Prof. Johnson, A.L. OR OR University (Industrial Assist. Prof. Nepal, B. SC Mg.S and System Engineering) Assoc. Prof. Ntaimo, L. SI Ot Assoc. Prof. Butenko, S. OR OR
No.
No.
University
Name
1
University of Toronto (Dept. of M echanical and Industrial Engineering)
2
Dalian University of Technology
3
-
Swinburne University of Technology
4
Hong Kong Polytechnic Univ. (Dept of Industrial & Systems Engineering)
5
University of Tehran (Dept. of Industrial Engineering)
6
Universite Concordia (Dept. of M echanical and Industrial Engineering)
7
Daneshgahe Azad Eslami (Facullty of Industrial & M echanical Engineering)
8
Ryerson University (M echanical and Industrial Engineering)
9
Universita degli Studi di Padova (Dept. of Industrial Engineering)
10 Georgia Institute of Technology (School of Industrial and Systems Engineering) 11 Universita di Salerno (Department of Industrial Engineering) 12 Iran University of Science and Technology (Industrial Engineering) 13 Northeastern University (Dept.of M echanical and Industrial Engineering) 14 Politecnico di M ilano (Dept. of M anagement, Economics and IE) 15 Universita degli Studi di Trento (Industrial Engineering)
Ket :
Mt.S OR E MC SC DP SI
Prof. Park, C Prof. M andelis, A Prof. Naguib, H. E. Prof. Sun, Yu.
DiscipBOK line M t.S M SE M t.S M SE M t.S M SE M t.S M SE
-
Assoc. Prof. Ip, W.H. Prof. Cheung, C.F. Prof. Kwong, C.K. Prof. Chan, F.T.S. Prof. Azadeh, A. Prof. Tavakkoli-M , R. Prof. Jolai, F. Assoc. Prof. Torabi, S.A. Prof. Zhang, Y. Prof. Hoa, S.V. Prof. Hassan, I. Prof. Su, C.Y. Prof. Tavakkoli-M , R. Prof. Niaki, S.T.A. Prof. Azadeh, A. Assist. Prof. Shirouyehzad, H. Prof. Chen, D.L. Prof. Papini, M . Prof. Jaber, M .Y. Assist. Prof. Bougherara, H. Prof. Bianchi, N. Prof. Bolognani, S. Prof. Bruschi, S. Prof. Ghiotti, A. Prof. Reveliotis, S. Assoc. Prof. Thomas, V.M . Prof. Ahmed, S. Prof. Keskinocak, P. Prof. Ciambelli, P. Assoc. Prof. Siano, P. Prof. Reverchon, E. Assoc. Prof. Sannino, D. Prof. Noorossana, R. Assoc. Prof. M akui, A. Prof. Sadjadi, S.J. Prof. Saidi-M ehrabad, M . Assoc. Prof. Vaziri, A. Assoc. Prof. Lin, Y. Assoc. Prof. Sipahi, R. Assoc. Prof. Jalili, N. Prof. Taisch, M . Prof. Cagno, E. Prof. Ghezzi, A. Prof. Colombo, M .G. Prof. Pegoretti, A. Prof. Deflorian, F. Prof. Dorigato, A. Prof. M igliaresi, C.
= Material Sciences = Operations Research = Ergonomics = Mechanics = Supply Chain = Desain Produk = Statistika Industri
SC Q DP SC M t.S MC OR H DP M t.S MC DP MC SI SI MC M t.S M t.S I M t.S DP DP MC MC OR ENR OR OR M t.S OR M t.S M t.S Q SC SI OR M t.S E E MC Q Env F F F M t.S M t.S M t.S
Q F L S.Inf I Env ENR
M g.S M g.S M SE M g.S M SE M SE OR Ot M SE M SE M SE M SE M SE Ot Ot M SE M SE M SE M g.S M SE M SE M SE M SE M SE OR Ot OR OR M SE OR M SE M SE M g.S M g.S Ot OR M SE HFE HFE M SE M g.S Ot Ot Ot Ot M SE M SE M SE
University
= Quality = Finance = Logistik = Sistem Informasi = Inventory = Environmental = Energi
247
H MSE HFE Mg.S Ot
Name
= Health = Manufacturing System Engineering = Human Factor Engineering = Management System = Other
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
TREN RISET INKUBATOR TEKNOLOGI: STUDI KASUS ARTIKEL DI SCOPUS DENGAN METODE STUDI KOMPARATIF Anis Maisyaroh1, Violita Effelin Puteri2, Danis Eka Prasetya Wicaksana3, Wahyudi Sutopo4 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 4 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected], 4
[email protected]
1,2,3
ABSTRAK Inkubator teknologi sangat diperlukan untuk perantara komersialisasi teknologi. Inkubator dianggap sebagai pilihan yang paling tepat untuk mengembangkan teknologi inovatif dan membuatnya siap untuk bertahan hidup di dunia bisnis. Pentingnya ilmu inkubator teknologi untuk dikembangkan tersebut mendorong berbagai pihak untuk melakukan penelitian dan mempublikasikan di berbagai media. Artikel ini membahas tentang tren riset inkubator teknologi di dunia dengan memperoleh data dari Scopus sampai periode Juli 2015 kemudian membaginya menjadi empat dekade. Data tersebut dianalisis berdasarkan keyword, afiliasi, negara, dan subject area dan dijelaskan teknologi terpopuler setiap dekade. Pengolahan data dilakukan dengan membandingkan lima afiliasi rujukan di dunia berdasarkan jumlah artikel di Scopus. Lima afiliasi rujukan tersebut dibandingkan berdasarkan technology incubator centre, product and technology, serta skema proses inkubasi. Secara kuantitatif, hasil menunjukkan bahwa tren ilmu inkubator teknologi di dunia semakin berkembang dengan ditandai semakin banyaknya artikel yang ada. Keyword yang paling banyak digunakan adalah technology transfer. Negara terbanyak yang mempublikasikan artikel inkubator teknologi di Scopus adalah Amerika Serikat. Lima afiliasi yang dijadikan sebagai rujukan, tiga diantaranya juga berasal dari negara Amerika Serikat. Afiliasi rujukan yang memiliki artikel terindeks Scopus terbanyak adalah Rensselaer Polytechnic Institute yang memiliki center inkubator yaitu Emerging Ventures Ecosystem (EVE) dengan tahapan inkubasi berupa pre-seed, seed dan growth. Kata kunci: Afiliasi, Inkubator Teknologi, Scopus, Tren Riset PENDAHULUAN Inkubator digambarkan sebagai organisasi yang menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pemula usaha (Bergek dan Norrman, 2008). Inkubator yang tujuan utamanya adalah fokus pada pengembangan perusahaan berorientasi teknologi disebut inkubator teknologi. Inkubator teknologi adalah jenis tertentu dari inkubator bisnis: usaha yang berbasis penyediaan berbagai layanan kepada pengusaha dan start-up, termasuk infrastruktur fisik (ruang kantor, laboratorium), dukungan manajemen (perencanaan bisnis, pelatihan, pemasaran), dukungan teknis (peneliti, basis data), akses ke pembiayaan (venture capital funds, business angel networks), bantuan hukum (lisensi, kekayaan intelektual) dan networking (dengan inkubator lain dan jasa pemerintah) (OECD, 1997). Konsep inkubator teknologi adalah teknologi yang menghubungkan pengetahuan, bakat kewirausahaan dan modal. Inkubator ini umumnya dibentuk melalui kolaborasi antara universitas, industri dan pemerintah, dan ditujukan untuk mempromosikan teknologi difusi ke dalam ekonomi lokal (OECD, 1997). Penelitian sebelumnya tentang skema inkubasi di universitas telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut menjelaskan pada pusat teknologi inovasi di Universitas Sebelas Maret membutuhkan skema inkubasi spin off universitas untuk mengkomersilkan penemuan mereka, yaitu terdiri dari pre-incubation, incubation, and post-incubation (Kusuma, 2015). Pusat teknologi inovasi bertujuan untuk membantu akademisi dalam mengembangkan penelitian inovatif dan melalui inkubasi bisnis yang inovatif, ide-ide inovatif dari akademisi akan ditampung dan akan dibantu untuk berkembang menjadi prototipe (Sutopo, 2015). Inkubator teknologi memiliki empat tujuan utama, yaitu: 1) pembangunan ekonomi; 2) komersialisasi teknologi; 3) business property atau real estate development; dan 4) kewirausahaan. Penciptaan lapangan kerja adalah tujuan utama yang mendasari inkubator untuk membentuk bisnis baru, terutama pada perusahaan yang berbasis teknologi. Inkubator juga dapat memainkan peran penting dalam
248
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
memperkuat kerjasama antara aktor publik dan swasta dalam pembangunan ekonomi daerah (Ekekwe, 2012). Inkubator dianggap sebagai pilihan yang paling tepat untuk mengembangkan teknologi inovatif dan membuatnya siap untuk bertahan hidup di dunia bisnis (Albadvi & Saremi, 2006). Penelitian tentang inkubator teknologi mengalami perkembangan setiap tahunnya. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari banyaknya dokumen penelitian yang dihasilkan serta pihak yang terlibat di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren riset yang berkaitan dengan inkubator teknologi di dunia dengan terlebih dahulu mengumpulkan data-data berupa dokumen penelitian kemudian dianalisis. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut adalah web Scopus. Analisis dilakukan pada dunia berdasarkan afiliasi dan technology incubator center. Analisis yang dilakukan diharapkan menghasilkan simpulan berupa bagaimana perkembangan dan tren riset inkubator teknologi di dunia. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengembangkan sistem kajian dari Halim (2010) yang terdiri dari pemilihan sumber, horizon waktu, pemilihan dokumen, dan analisis. Pemilihan Sumber Tren riset bidang inkubator teknologi dapat dilihat dari berbagai dokumen penelitian dalam beberapa tahun terakhir. Dokumen penelitian yang dianalisis dalam penelitian ini bersumber dari web Scopus. Scopus adalah database terbesar di dunia saat ini yang berisi bibliografi abstrak dan kutipan untuk artikel jurnal ilmiah dari berbagai penerbit di seluruh dunia dan mencakup jurnal-jurnal non bahasa Inggris (Lia, 2012). Scopus dipilih karena merupakan database yang terbesar di dunia saat ini karena sumbernya dari berbagai publisher di seluruh dunia (tidak hanya Elsevier saja) dan mencakup juga jurnaljurnal non English (abstrak dalam bahasa Inggris). Selain itu Scopus juga memiliki sistem pencarian yang mudah yaitu berdasarkan kategori authors, abstrak, keyword, dan yang lainnya (Burnham, 2006). Horison Waktu Scopus memberikan kemudahan dalam pencarian dokumen penelitian berdasarkan range tahun artikel dipublikasikan. Horison waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah all years atau tidak dibatasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui awal tahun dilakukan penelitian bidang inkubator teknologi dan bagaimana perkembangan pada tahun selanjutnya hingga sekarang. Pemilihan Dokumen Dokumen penelitian dicari dalam Scopus dengan format seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 dengan ditambah exclude keyword nanotechnology. Data tersebut merupakan data dokumen penelitian tentang inkubator teknologi di dunia dengan document type ALL. Dari data tersebut, dilihat affiliation yang paling banyak memiliki dokumen penelitian yang terindeks Scopus. Pada penelitian ini, dibatasi dengan memilih affiliation lima terpopuler. Pencarian selanjutnya adalah mengenai penelitian tentang inkubator teknologi di negara-negara ASEAN dengan cara pencarian yang sama. Pencarian data dilakukan pada tanggal 2 Juli 2015. Technology Incubator by Article Title, Abstract, Keywords AND Business by Article Title, Abstract, Keywords OR Firm by Article Title, Abstract, Keywords Gambar 1. Keyword pemilihan dokumen
Analisis Dokumen yang telah dikumpulkan dari web Scopus kemudian dianalisis. Pada Gambar 2 disajikan tentang metode analisis dalam penelitian ini. Analisis dilakukan dengan melakukan identifikasi artikel di Scopus per dekade berdasarkan kategori keyword, afiliasi, country, subject area. Identifikasi tersebut diambil lima data terpopuler pada setiap kategori. Setelah mengetahui tren di dunia, dilakukan pencarian terhadap lima afiliasi rujukan berdasarkan jumlah artikel di Scopus. Setiap afiliasi rujukan tersebut dianalisis dengan comparative study. Perbandingan dilakukan berdasarkan center inkubator
249
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
teknologi, product and technology dan skema proses inkubasi pada setiap afiliasi rujukan. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel maupun diagram.
Gambar 2. Bagan metode analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Riset Inkubator Teknologi di Seluruh Dunia Dokumen penelitian tentang inkubator teknologi dibagi dalam 4 dekade, yaitu tahun 1980-an (1981 – 1989), 1990-an (1990 – 1999), 2000-an (2000 – 2009), dan 2010-an (2010 – sekarang). Total keseluruhan dokumen penelitian yang didapatkan adalah 421 dokumen dari berbagai sumber dan topik. Gambar 3 menunjukkan perkembangan jumlah artikel inkubator teknologi yang terindeks Scopus per dekade. Grafik menunjukkan bahwa selalu terjadi peningkatan jumlah artikel inkubator teknologi pada setiap dekade. Penelitian tentang inkubator teknologi yang pertama dilakukan pada tahun 1980-an tepatnya tahun 1981. Penelitian pertama dilakukan oleh Dallaire Eugene E. dengan judul RPI'S Mighty Goal: to Help Rejuvenate American Industry. Pada tahun 1981 – 1989, jumlah penelitian tentang inkubator teknologi yang dipublikasikan adalah 21 artikel. Pada dekade selanjutnya yaitu 1990-an memiliki 29 artikel dan terjadi peningkatan yang signifikan pada dekade 2000-an yaitu memiliki 170 artikel. Pada tahun 2010 – sekarang didapatkan artikel berjumlah 201.
Gambar 3. Grafik perkembangan artikel inkubator teknologi di dunia
Pada Tabel 1, dijelaskan tentang keyword, afiliasi, negara, dan subject area yang termasuk dalam lima besar terpopuler pada dekade tertentu. Hasil yang didapatkan adalah negara yang berada di peringkat teratas setiap dekade adalah Amerika Serikat, artinya negara tersebut paling banyak mempublikasikan artikel inkubator teknologi di Scopus. Secara keseluruhan dokumen, Amerika Serikat memiliki 131 dokumen penelitian tentang incubator teknologi.
250
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Pada dekade awal artikel yang terindeks Scopus, keyword yang digunakan adalah technology, industrial management, technological forecasting, technology – economic and sociological effect, dan incubators. Negara yang mempelopori penelitian tersebut adalah Amerika Serikat. Subject area penelitian tersebut adalah Engineering, Business, Management and Accounting, Computer Science, Earth and Planetary Sciences, dan Environmental Science. Pada dekade selanjutnya, keyword yang populer digunakan adalah technology transfer dan business incubator. Hal tersebut sesuai dengan keyword yang paling populer yang digunakan pada keseluruhan dokumen penelitian inkubator teknologi, yaitu technology transfer sebanyak 23 dan business incubator sebanyak 16. Sedangkan subject area yang paling banyak diteliti adalah Business, Management and Accounting sebanyak 61. Tabel 1. Data artikel inkubator teknologi Dekade 1980-an
Keyword
Affiliation
Country United States (7)
Purdue University (3)
INDUSTRIAL MANAGEMENT (3)
Iow a State University (2)
Business, Management and Accounting (5)
TECHNOLOGICAL FORECASTING (3)
Missouri University of Science and Technology (2)
Computer Science (2)
TECHNOLOGY - Economic and Sociological Effects (3) Ceramic Devices Inc (1)
1990-an
2000-an
2010-an
Subject Area
TECHNOLOGY (5)
Engineering (12)
Earth and Planetary Sciences (2)
INCUBATORS (2)
Pennsylvania Dep of Commerce (1)
Technology transfer (5)
State University of New York at Osw ego (4)
United States (15)
Environmental Science (2) Business, Management and Accounting (9)
Business incubators (4)
Northern Ireland Economic Res. Ctr. (1)
United Kingdom (3)
Engineering (9)
Business incubator (3)
Engineering (1)
Brazil (1)
Social Sciences (5)
Economic development (3)
Aristo Int (1)
Canada (1)
Environmental Science (4)
Industrial research (3)
West Virginia Wood Technology Cent (1)
Norw ay (1)
Earth and Planetary Sciences (3)
Technology transfer (43)
ESTEC - European Space Research and Technology Centre (6) United States (63)
Innovation (28)
Rensselaer Polytechnic Institute (5)
United Kingdom (21) Engineering (55)
Business incubators (23)
East Tennessee State University (3)
Germany (10)
Economics, Econometrics and Finance (26)
Societies and institutions (18)
George Washington University (3)
Netherlands (10)
Social Sciences (26)
Entrepreneurship (15)
Vanderbilt University (3)
China (6)
Computer Science (17)
Business incubators (40)
Turun yliopisto (4)
United States (46)
Business, Management and Accounting (92)
Innovation (27)
Universitat de ValEncia (3)
United Kingdom (22) Engineering (57)
Technology transfer (23)
Universidade Federal de Campina Grande (3)
Brazil (12)
Computer Science (41)
Technology (22)
Thammasat University (3)
China (11)
Social Sciences (36)
Industry (21)
University of Toronto (3)
Germany (10)
Economics, Econometrics and Finance (33)
Business, Management and Accounting (76)
Sumber: Analisis Web Scopus, Juli 2015
Data artikel inkubator teknologi tersebut dibandingkan dengan data teknologi yang populer di setiap dekade. Pada tahun 1980-an, hanya Amerika Serikat yang memiliki artikel yang terindeks Scopus. Hal ini sesuai dengan teknologi yang populer pada 1980an yang dipelopori kemunculannya oleh Amerika. Teknologi tersebut adalah personal komputer. Personal Komputer yang populer adalah jenis IBM 5150 yang ditemukan oleh William C. Lowe. IBM PC diluncurkan pada tahun 1981, menjadi komputer dominan untuk pengguna professional. Sedangkan komputer pribadi pertama yang sukses secara komersial menggunakan antarmuka pengguna grafis dan mouse adalah komputer Macintosh. (Oxford, 2009). Pada tahun 1990an, mulai muncul negara lain selain Amerika Serikat yang memiliki artikel terindeks Scopus. Hal tersebut juga sesuai dengan munculnya pelopor teknologi yang populer oleh negara di luar Amerika Serikat. Teknologi besar pada dekade ini adalah munculnya internet (world wide web), telepon seluler, dan laptop. Internet muncul dipelopori oleh orang Amerika yaitu Tim Berners-Lee, dengan bantuan dari Robert Cailliau yang mampu menghubungkan hypertext dengan internet. Web awalnya diusulkan pada tahun 1989, namun web pertama kali diluncurkan dan digunakan di awal 1990an (Forrest, 2015). Pada pertengahan 1990-an, ukuran dan biaya telepon genggam akhirnya menjadi cukup kecil dan pada titik ini, kepemilikan telepon seluler meningkat secara dramatis. Pada tahun 1992, hanya 4 persen dari publik Amerika yang pelanggan telepon seluler. Angka ini meningkat menjadi 18 persen pada tahun 1997, dan 32 persen pada tahun 1999. Komputer laptop terus meningkat dalam fungsi dan turun harga pada tahun 1990an. Laptop ultra tipis pertama diperkenalkan pada akhir 1990-an, seperti Sony Vaio dari Jepang dan Toshiba Libretto (Lisa, 2004). Tahun 2000an memiliki social networking websites yang sangat populer yaitu Facebook. Facebook yang merupakan salah satu situs jaringan sosial terbesar di antara penduduk mahasiswa AS dibuat pada bulan Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg. Menurut penelitian Steinfield pada tahun 2008, terjadi peningkatan signifikan pada lama penggunaan Facebook pada tahun 2006 ke tahun 2007. Penggunaan internet pada tahun 2006 rata-rata 2 jam 58 menit per hari, dan 32,56 menit diantaranya digunakan untuk menggunakan Facebook. Sedangkan penggunaan internet pada tahun 2007 rata-rata 4 jam 4 menit per hari, dan 53,76 menit diantaranya digunakan untuk menggunakan Facebook. Pada tahun 2010 muncul teknologi baru yaitu gadged tab bernama iPad dan sistem android. iPad diluncurkan pada bulan Januari 2010. Dalam bidang tablet yang menjalankan sistem operasi Google Android, Samsung Galaxy telah muncul sebagai saingan utama iPad. Awal bulan tahun 2011, Samsung mengatakan bahwa tab telah menjual 1 juta unit sejak diluncurkan pada bulan Oktober (Gross, 2010).
251
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Teknologi-teknologi yang disebutkan di atas paling banyak dihasilkan dan dipelopori kemunculannya di Amerika dan oleh orang Amerika. Hal tersebut sesuai dengan hasil jumlah penelitian tentang inkubator teknologi di Scopus yang terbesar adalah Amerika Serikat. Afiliasi Rujukan di Dunia Berdasarkan Jumlah Artikel di Scopus Afiliasi lima terpopuler pada database Scopus dalam penerbitan artikel ilmiah terkait dengan bidang inkubator teknologi di dunia ditunjukkan oleh Tabel 2. Dari lima afiliasi terpopuler tersebut, tiga diantaranya adalah berasal dari negara Amerika Serikat. Hal tersebut sesuai dengan hasil bahwa negara terbanyak yang mempublikasikan artikel inkubator teknologi di Scopus adalah Amerika Serikat. Afiliasi yang paling populer adalah Rensselaer Polytechnic Institute (RPI) dengan jumlah dokumen penelitian 7 dokumen.
Most no. 1 2 3 4 5
Tabel 2. Lima afiliasi rujukan di dunia Affiliation Rensselaer Polytechnic Institute (7) ESTEC - European Space Research and Technology Centre (6) University of Texas at Austin (6) State University of New York at Oswego (5) United States Department of Energy (5)
Pada Tabel 3, disajikan lima afiliasi rujukan dengan data-data yang mendukung berupa universitas, center inkubator teknologi serta produk dan teknologi. Afiliasi terpopuler adalah Rensselaer Polytechnic Institute yang memiliki center inkubator yaitu Emerging Ventures Ecosystem (EVE). EVE didistribusikan untuk membantu bisnis muda tumbuh dan berhasil pada bulan Februari 2011. EVE adalah program pertama New York yang sepenuhnya disponsori dan dioperasikan oleh sebuah universitas. EVE memiliki fokus khusus di bidang penelitian Rensselaer dan membantu start-up bisnis yang berakar di Troy dan Kawasan Ibu Kota. Center inkubator afiliasi kedua adalah ESTEC yang berfokus pada inkubasi teknologi mengenai luar angkasa. ESTEC adalah situs terbesar dan jantung teknis ESA yang terletak di Noordwijk, Belanda. Center selanjutnya adalah Austin Technology Incubator (ATI), yang merupakan inkubator start-up dari University of Texas di Austin. ATI didirikan pada tahun 1989 . ATI merupakan sebuah program dari IC 2 Institute, ATI memiliki track record 25 tahun membantu pendiri tim meraih kesuksesan. State University of New York at Oswego memiliki The Research Foundation for The State University of New York (RF). RF menyediakan layanan penting untuk SUNY fakultas, mahasiswa dan staf yang melakukan penelitian dalam ilmu obat-obatan; teknik dan nanoteknologi; ilmu dan energi fisik; ilmu sosial; dan komputer dan informasi ilmu. Tabel 3. Data afiliasi rujukan di dunia
University Rensselaer Polytechnic Institute (RPI), Troy, New York
Affiliation Rensselaer Polytechnic Institute
Center Emerging Ventures Ecosystem (EVE)
European Space Research and Technology Centre (ESTEC), Netherland
European Space Research and Technology Centre (ESTEC)
European Space Research and Technology Centre (ESTEC)
252
-
Product & Technology Deadmans Productions, LLC Ethermetrics HeliOptix, LLC Intellidemia, Inc. Ithos Global Microrganic Technologies OvenAlly Paper Battery Co. Tidy Tots Ecovative Design 1st Playable Productions Prospect Genius TV Ferret Vegawatt Peak Technology GMBH Satavia LTD. Prekubator TTO A/S Science and Technology AS Wave Advanced Technology Applications SRL
Website http://www. rpi.edu /about/eve/
http://www. esa.int/
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 University of Texas at Austin (UT Austin), Austin, United States
University of Texas at Austin
ISBN: 978-602-70259-3-6 Austin Technology Incubator (ATI)
-
Blacklocus http://ati.ute Omni Water Solutions xas.edu/ Calxeda Savara Spredfast Ideal Power Xeris Pharmaceuticals Datical State State The Research Regen Water, Inc. http://www. University of University of Foundation for Cytocybernetics Inc. rfsuny.org/ New York at New York at The State GlucoGuide U.S. Corp. Oswego Oswego University of The Case Group, LLC (SUNY New York (RF) Avanan, Inc. Oswego) QB Sonic, Inc. KeepTruckin, Inc. Zusnow USA, Inc. AzurRx BioPharma, Inc. Zeptometrix Corp United States United States United States Human Genome Project http://www. Department of Department of Department of Pantex energy.gov/ Energy (DOE) Energy Energy The Consortium for Advanced Simulation of Light Water Reactors (CASL) - ARPA-E Technology Skema Proses Inkubasi Afiliasi Rujukan Dunia Berdasarkan Jumlah Artikel di Scopus Afiliasi rujukan dunia pertama berdasarkan jumlah artikel di Scopus adalah Rensselaer Polytechnic Institute (RPI) yang berada di New York, Amerika Serikat. Dalam kegiatan inkubasi teknologi di universitas tersebut, RPI memiliki sebuah program yang bernama Emerging Ventures Ecosystem (EVE). Program tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu pre-seed atau Entrepreneurship Education, seed atau early stage dan growth atau acceleration. Tahap pre-seed cenderung dilakukan mandiri oleh para peneliti dan akan membentuk formal start up. Hasil tersebut kemudian masuk ke dalam tahap seed yang merupakan bagian inti dari program EVE. Pada tahap ini start-up mulai mencari pendanaan dari pihak eksternal. Setelah lulus (graduate) dari program EVE, start-up memasuki tahap growth. Pendanaan mulai diperlebar dan start-up akan menjadi bagian dari Rensselaer Tech Park. Proses inkubasi oleh RPI tersebut memiliki masukan utama dari mahasiswa, fakultas dan peneliti lain dan didukung oleh organisasi eksternal seperti SBDC (Small Business Development Centre) dan professional seperti pengurusan legalitas dan konsultan. Berdasarkan riphub.org proses inkubasi di RPI melalui program EVE dapat digambarkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema inkubasi di RPI
253
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Afiliasi inkubator teknologi rujukan kedua di dunia adalah ESTEC (European Space Research and Technology Centre) di Belanda. Proses inkubasi yang dilakukan oleh ESTEC berfokus pada teknologi mengenai luar angkasa. ESTEC merupakan bagian dari ESA (European Space Agency). Skema proses inkubasi yang dilakukan oleh ESA ditunjukkan oleh Gambar 5 (Ginati dan Feliciani, 2014).
Gambar 5. Skema proses inkubasi ESA
Afiliasi inkubator teknologi rujukan ketiga adalah University of Texas dengan pusatnya berupa Austin Technology Incubator (ATI). Konsep inkubasi yang dilakukan oleh ATI adalah membantu start-up untuk dapat berkembang dan tumbuh sehingga menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Konsep tersebut dilakukan ke dalam 8 tahap inkubasi (Lane, 2010). Tahap pertama adalah research, yaitu tahap penelitian yang telah menemukan invensi yang memiliki potensi komersial. Tahap kedua adalah disclosing the invention atau penyajian invensi, yaitu tahap dimana inventor menyajikan invensinya secara formal kepada ATI melalui dokumen-dokumen tertentu. Tahap ketiga adalah market assessment, yaitu penilaian potensi pasar dan penentuan strategi pra komersialisasi dari inovasi teknologi yang telah diajukan. Pada tahap ini ATI sudah mulai berperan. Setelah menilai pasar, inovasi teknologi akan dicarikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat berupa paten maupun bentuk HKI lainnya. Setelah mendapat perlindungan HKI, ATI membantu mencarikan mitra-mitra bisnis yang potensial dalam komersialisasi produk teknologi. Tahap selanjutnya adalah negosiasi atau uji kelayakan. Pada tahap ini inventor akan bertemu dengan calon-calon mitra bisnis yang sudah dipilih sebelumnya. Setelah ATI, inventor maupun mitra bisnis telah menyetujui kemitraan dalam langkah komersialisasi berikutnya, ATI akan menyusun legalitas dari persetujuan tersebut. Tahap terakhir merupakan tujuan utama dari proses inkubasi oleh ATI yaitu komersialisasi. Pada tahap ini aktivitas yang dijalankan oleh masing-masing start-up berbeda-beda tergantung pada perkembangan bisnis masing-masing. Skema proses inkubasi yang ada di ATI ditunjukkan oleh Gambar 6.
Gambar 6. Skema proses inkubasi di ATI
SIMPULAN Inkubator teknologi adalah jenis tertentu dari inkubator bisnis: usaha berbasis yang menyediakan berbagai layanan kepada pengusaha dan start-up. Artikel ini telah menunjukkan perkembangan inkubator teknologi sebagai sebuah disiplin ilmu di dunia melalui pengamatan data-data dokumen penelitian yang telah dipublikasikan oleh Scopus. Secara kuantitatif, hasil yang ada menunjukkan bahwa tren ilmu inkubator teknologi di dunia semakin berkembang dengan ditandai oleh semakin banyaknya artikel yang ada. Keyword yang paling banyak digunakan adalah technology transfer dan business incubators. Tren keilmuan penelitian tersebut dapat dilihat dari afiliasi rujukan di dunia berdasarkan jumlah artikel di Scopus yang menunjukkan dari lima afiliasi terpopuler, tiga diantaranya adalah berasal dari negara
254
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Amerika Serikat. Hal tersebut sesuai dengan hasil bahwa negara terbanyak yang mempublikasikan artikel inkubator teknologi di Scopus adalah Amerika Serikat. Afiliasi terpopuler adalah Rensselaer Polytechnic Institute yang memiliki center inkubator yaitu Emerging Ventures Ecosystem (EVE) dengan tahapan inkubasi berupa pre-seed atau Entrepreneurship Education, seed atau early stage dan growth atau acceleration. Penelitian ini sebaiknya terus dilanjutkan untuk mengetahui perkembangan keilmuan teknologi inkubator karena perubahan tren ilmu inkubator teknologi terjadi setiap tahunnya. Penelitian tersebut dapat berupa penelitian tentang tahapan inkubasi yang paling sering digunakan oleh inkubator. PUSTAKA Albadvi,A. and H. Q. Saremi. (2006). Business Incubation Process Framework: The Case of Iranian High-Tech Innovations. IEEE International Conference on Management of Innovation and Technology. pp. 1053 – 1058. Bergek, A., & Norrman, C. (2008). Incubator best practice: A framework. Technovation, 28(1–2), 20–28. Burnham, Judy F. (2006). Scopus Database: A Review. Biomedical Digital Libraries. USA. Ekekwe, Ndubuisi. 2012. Disruptive Technologies, Innovation and Global Redesign: Emerging Implications: Emerging Implications. United States: IGI Global. Forrest, Conner. (2015). Retrieved from http://www.techrepublic.com/pictures/tech-nostalgia-the-top-15innovations-of-the-1990s/, on 10th July 2015. Ginati, A. and F. Feliciani. (2014). Artes Application an Overview of Commercial Opportunities. European Space Agency. http://www.slideshare.net/Space-Applications/telecom-artes-34, on 7th August 2015. Gross, Doug. 2010. The Top 10 Tech Trends of 2010. http://edition.cnn.com/2010/TECH/innovation/12/27/top.tech.trends.year/, on 11 th July 2015. Halim, Zaheed. (2010). Literature Review and Future Directions in SCM Research. Proceedings of the 2010 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management. Kusuma, Citra, dkk. (2015). Incubation Scheme of the University Spin Off to Commercialize the Invention in Sebelas Maret University. Proceedings of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientists 2015 Vol II, IMECS 2015. Lane , W. Braker. (2010). The 8 Steps of Technology Commercialization. Office of Technology Commercialization the University of Texas at Austin. http://www.otc.utexas.edu/8steps.jsp, on 7th August 2015. Lia. (2012) . UB 20 Tertinggi dalam Scopus, Retrieved from http://prasetya.ub.ac.id/berita/UB-20Tertinggi-dalam-Scopus-8403-id.html, on 7th July 2015. Lisa. (2004). 1990’s Product and Technology. Retrieved from http://nostalgiacafe.proboards.com/thread/67/1990s-products-technology Tech nostalgia: The top 15 innovations of the 1990s, on 10th July 2015. OECD. (1997). Technology Incubators: Nurturing Small Firms. Background report for the Workshop on Technology Incubators, 25 June, Paris. Oxford, Tamsin. (2009). 8 Technologies to Thank the 1980s For. Retrieved from http://www.techradar.com/news/world-of-tech/8-technologies-to-thank-the-1980s-for 635764, on 10th July 2015. Scopus. Retrieved from http://www.scopus.com/results/results.url?sort=plff&src=s&st1=technology+incubator&nlo=&nlr=&nls=&sid=0F9B6CBCBFBED476C66B29DC48 D797F0.I0QkgbIjGqqLQ4Nw7dqZ4A%3a150&sot=b&sdt=cl&cluster=scoexactkeywords%2c%2 2Nanotechnology%22%2cf&sl=86&s=TITLEABSKEY%28technology+incubator%29+AND+TIT LE-ABSKEY%28business%29+OR+TITLE-ABSKEY%28firm%29&origin=resultslist&zone=left SideBar&editSaveSearch=&txGid=0F9B6CBCBFBED476C66B29DC48D797F0.I0QkgbIjGqqLQ 4Nw7dqZ4A%3a15, on 2nd July 2015. Steinfield, Charles, dkk. (2008). Social Capital, Self-Esteem, and Use of Online Social Network Sites: A Longitudinal Analysis. Journal of Applied Developmental Psychology 29 (2008) 434–445. Sutopo, Wahyudi, dkk. (2015). Putting a Technology Innovation Culture to Realize Indonesian Vision 2025: A Case Study. Proceedings of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientists 2015 Vol II, IMECS 2015.
255
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
TREN RISET DAN PUBLIKASI PROSES EVALUASI PRODUK BARU : STUDI KASUS ARTIKEL SCOPUS Ari Wardayanti1, Virda Hersy L. S.2, Arinda Soraya Putri3, Yuniaristanto4 Asisten Lab. Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 4 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-632110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected], 4
[email protected] 1,2,3,
ABSTRAK Sebelum produk baru diluncurkan dalam sebuah pasar terdapat proses evaluasi yang harus dilakukan pada produk untuk menjamin kualitas produk tersebut. Tahapan proses evaluasi produk baru menurut Ozer yaitu concept test, prototype test, pre test market, market test dan launch. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan tiap tahapan dalam proses evaluasi produk baru dan untuk mengklasifikasikan metode yang paling banyak digunakan dalam sebuah tahapan sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam proses evalusi sebuah produk baru. Penelitian ini menggunakan studi kasus artikel di Scopus yang memuat artikel dari awal publikasi hingga Juli 2015. Data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan abstrak dan dianalisis menggunakan metode penelitian kualitatif. Berdasarkan data yang dianalisis didapatakan hasil bahwa jumlah kategori produk baru yang dievaluasi mengalami peningkatan pada dekade 2000-an. Jenis metode yang paling banyak digunakan yaitu metode experimental pada tahap concept test, prototype test, pre test market dan market test. Untuk tahap launch metode survey dengan kuisioner adalah metode yang paling popular. Jenis produk healthy, pharmacy, otomotif, machine, material, dan tool menggunakan metode experimental. Jenis produk software dan vehicle menggunkan metode simulasi. Produk food and beverages menggunakan metode tes sensory. Hasil ini dapat digunakan untuk memudahkan dalam pemilihan metode saat melakukan evaluasi produk baru. Kata Kunci: Evaluasi Produk, Metode Penelitian, Produk Baru, Tes Pasar PENDAHULUAN Dinamika pasar telah berubah secara dramatis. Strategi populer dari tahun 1980-an, seperti penghematan biaya dan peningkatan kualitas, tidak lagi cukup untuk memenangkan persaingan kompetitif tahun 1990-an (Hamel dkk, 1991). Persaingan ini akan dimenangkan oleh perusahaan-perusahaan yang dapat membuat dan mendominasi pasar baru dengan mengembangkan produk baru (Cohen dkk, 1994). Peluncuran produk dan layanan baru di pasar sangat penting untuk meningkatkan besaran bisnis dan keuntungan perusahaan. Perusahaan yang berhasil dalam mempercepat peluncuran produk baru ke pasar dibandingkan pesaing dapat memperoleh keuntungan untuk mendapatkan pasar yang lebih dominan (Fred dan Erik 2009; Hoechst 2000). Sangatlah penting untuk mengetahui faktor yang menentukan kesuksesan produk baru dalam pasar (Roenrich,2004). Saat memutuskan untuk membeli suatu produk, umumnya pelanggan akan mempertimbangkan beberapa aspek seperti mutu, fungsi produk, kegunaan, dan harga. Dengan semakin beragamnya produk yang tersedia di pasar maka harga dan kegunaan produk tidak lagi menjadi faktor penting dalam membeli suatu produk. Pelanggan akan menilai produk secara keseluruhan dan keputusan pembelian lebih terhadap apa yang pelanggan ketahui dan rasakan terhadap produk tersebut. Menguatkan emosi, perasaan, dan kreatifitas serta aspek inovatif yang merupakan kunci untuk meningkatkan penerimaan pelanggan terhadap produk (Jiao et al. 2006). Evaluasi produk dan peluang yang ada di pasaran menjadi masukan yang sangat penting, terlebih untuk produk yang masih tergolong baru di pasaran sehingga memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan untuk dapat bersaing di pasaran. Evaluasi produk baru adalah proses yang dinamis dan umumnya dapat dilakukan di lima tahap utama termasuk pengujian konsep, pengujian prototipe, pasar pretest, tes pasar, dan peluncuran (Mahajan dkk, 1988). Tahap pengujian konsep berkaitan dengan penilaian reaksi konsumen terhadap konsep produk baru, mengidentifikasi atribut penting, dan menentukan ukuran potensial pasar. Di tahap pengujian prototipe, individu mengevaluasi prototipe dari produk baru. Tahap pretest pasar berkaitan dengan simulasi lingkungan belanja dan mengukur reaksi dari
256
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
pembeli potensial untuk produk baru. Tahap uji pasar adalah evaluasi dengan peluncuran produk yang terbatas dan merupakan tahap akhir sebelum komersialisasi skala penuh. Akhirnya, tahap peluncuran termasuk memprediksi penjualan masa depan dari produk baru dengan menggunakan data penjualan awal.
Gambar 1. Tahapan Evaluasi Produk Baru
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan tiap tahap dalam proses evaluasi produk baru (concept test, prototype test, pre test market, market test dan launch) dan untuk mengklasifikasikan mengenai metode yang sering digunakan untuk proses evaluasi produk baru sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk membantu dalam melakukan evaluasi produk baru untuk tahap tertentu. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu pendekatan kajian literatur dan analisis artikel dilakukan dengan mengembangkan sistem kajian dari Halim dan Rattan, dkk , yaitu: pendefinisian ruang lingkup kajian, konseptualisasi kajian, proses pencarian sumber, serta analisis dan temuan kajian. Ruang lingkup kajian terdiri dari hasil penelitian mengenai tahapan evaluasi produk baru menurut Ozer yang telah dipublikasikan pada media ilmiah yang telah terindex Scopus hingga bulan Juli 2015. Pada penelitian ini proses pencarian sumber berfokus pada artikel ilmiah yang memiki susunan abstrak terdiri dari background, objective, methods, result dan conclusion.
Gambar 2. Bagan Metode Analisis Penelitian
Penelitian survey merupakan perangkat penelitian yang murah dan cepat sehingga informasi yang dibutuhkan dapat dihasilkan secara akurat dan tepat waktu (Stone, 1993). Selain murah dan cepat, keunggulan lainnya adalah penelitian survey dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi secara sistematis mengenai berbagai hal, misalnya: insidensi penyakit, identifikasi faktor-faktor etiologi
257
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
penyakit, investigasi kualitas hidup manusia dan perilaku masyarakat (Eaden, Mayberry & Mayberry, 1999). Penelitian dalam artikel ini didapatkan bahwa metode survey dibagi menjadi metode survey langsung dan survey tak langsung. Metode yang termasuk dalam survey langsung yaitu wawancara, observasi, kuisioner, tes sensory, eksperimen, teknik sampling, uji lapangan, tes biochemical, market research, home-use test and stability studies, dan structured survey administered through mall intercepts. Sedangkan metode yang termasuk survey tidak langsung yaitu simulasi, User-Centred Design (UCD), Virtual prototypes, Pendekatan interdisciplinary, Analisa Perbandingan, dan Evaluation methodology. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proses Evaluasi Produk Baru Tahap Concept Test Pada tabel 1 disajikan kategori produk dan metode yang digunakan untuk evaluasi produk baru tahap concept test pada tiap dekade. Kategori jenis produk yang dikaji dalam dekade 1970-an yaitu fuel, lubricant oil dan food, ketiga jenis produk tersebut dikaji menggunakan metode survey langsung yaitu eksperimental karena dengan menggunakan metode ini didapatkan hasil data primer yang berguna untuk pengolahan data perbaikan produk baru. Pada dekade 1990-an untuk tools, chemical substance dan otomotif digunakan metode eksperimental karena untuk mengetahui kualitas produk tersebut perlu dilakukan eksperimental terlebih dahulu. Tabel 1. Kategori produk dan metode tiap dekade tahap Concept Test Dekade
1970-an 1990-an 1. Fuel 1. Tools 2. Lubricant oil 2. Chemical substance 3. Food and beverages 3. Otomotif
Produk
1. Experimental (3)
2000-an 1. Healthy (4) 2. Electronic 3. Pharmacy 4. Software (3) 5. Vehicle (3) 7. Device 8. Food and beverages product (2)
2010-an 1. Pharmacy (2) 2. Vehicle 3. Lubricant oil 4. Accesoris 5. Food and beverages 6. Electronic (2) 7. Material 8. Software (3) 9. Healthy (2) 1. Simulation (4) 2. Experimental (6) 3. Wawancara 4. Tes Sensory
1. Experimental (3)
1. Experimental (6) 2. Market Research 3. Simulasi (6) 4. Kuisioner 5. User-Centred Design 5. Kuisioner (UCD) 6. Tes Sensory 6. Test Drive
Metode
Dekade 2000-an kategori produk yang dikaji dalam evaluasi produk tahap concept test lebih beragam dan banyak. Pada dekade ini terdapat 8 jenis produk yang dikaji. Untuk jenis produk healthy seperti peralatan medis dan jenis produk pharmacy seperti obat digunakan metode experimental, namun untuk medical product metode yang digunakan yaitu kuisioner yang diberikan kepada masyarakat, metode ini digunakan untuk mengetahui consept testing yang akan digunakan dalam menjual medical product dan penilaian masyarakat terhadap medical product. Produk elektronik yang dikaji yaitu telepon dengan desain baru dan metode yang digunakan untuk melakukan penelitian yaitu riset pasar. Metode ini dilakukan dengan memberikan sampel telepon desain baru kepada masyarakat untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap desain telepon tersebut. Jenis produk software dan vehicle dikaji dengan metode simulasi. Metode ini dinilai merupakan metode yang paling sesuai untuk produk software dan device karena kedua jenis produk ini dapat diketahui kualitas dengan melakukan simulasi terhadap produk. Untuk jenis produk devices yang dalam penelitian yaitu berupa tempat mandi untuk manula metode yang digunakan yaitu UCD (User Centered Design), metode ini digunakan karena tempat mandi berhubungan dengan postur tubuh seseorang jadi metode yang memberikan kemudahan serta hasil paling baik yaitu metode UCD. Food and beverages dalam penelitian dikaji dengan metode eksperimental dan tes sensory. Kedua metode dapat digunakan untuk meneliti jenis produk food and beverages namun produk makanan dan minuman sehingga memberikan hasil yang lebih valid. Pada dekade 2010-an jenis produk yang dikaji yaitu pharmacy, lubricant oil dan material yang dikaji dengan metode eksperimental. Jenis produk vehicle yang duiji dengan metode simulasi sama seperti dekade sebelumnya. Untuk jenis produk accesoris, dalam penelitian yaitu penggunaan porcelain sebagai bahan untuk gigi palsu yang dilakukan dengan metode wawancara dengan narasumber sebanyak
258
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
25 orang pada tahun 2011. Wawancara ini dilakukan pada 25 narasumber yang telah menggunakan sampel gigi palsu porcelain, berdasarkan wawancara ini dapat diketahui apakah gigi palsu porcelain yang digunakan memiliki efek samping atau alergi atau tidak dan juga dapat untuk mengetahui tanggapan dari narasumber yang telah menggunakan produk gigi palsu porcelain (experience test). Produk food and beverages dikaji dengan metode tes sensorik. Jenis produk elektronik yang dikaji semuanya menggunakan metode simulasi karena peralatan elektronik tersebut berguna untuk pengambilan resep dan tiket, maka digunakan metode simulasi yang dilakukan pada masyarakat untuk mengetahui reaksi masyarakat terhadap produk elektronik tersebut. Pada dekade ini produk software dikaji dengan metode pembelajaran software dikaji dengan metode simulasi dan kuisioner. Metode kuisioner dilakukan karena ingin mengetahui reaksi dan persepsi masyarakat secara langsung mengenai software tersebut. Jenis produk yang terakhir yaitu healthy dimana dalam penelitian berupa peralatan medis, metode yang digunakan yaitu experimental. Pada proses evaluasi produk tahap concept test ini metode yang paling digunakan yaitu metode experimental, karena dalam setiap dekade terdapat produk yang dikaji dengan metode experimental. Analisis Proses Evaluasi Produk Baru Tahap Prototype Test Pada tabel 2 ditunjukkan mengenai jenis produk yang dievaluasi dan metode pada tahap prototype test tiap dekade. Proses evaluasi produk baru tahap prototype test dimulai pada dekade 1980-an dengan produk yang dikaji yaitu healthy, pharmacy dan tool, semua produk ini dikaji dengan metode experimental untuk mendapatkan data primer dari setiap produk. Dekade 1990-an jenis produk yang dikaji ada 4 jenis produk yaitu tool, machine dan devices yang dikaji dengan metode experimental, sedangkan otomotif dikaji dengan virtual prototype yaitu sejenis software yang digunakan untuk membuat sebuah prototype sekaligus untuk menguji prototype. Metode ini lebih cepat dan lebih hemat karena tidak perlu membuat prototype secara fisik terlebih dahulu untuk dapat mengujinya. Dekade 2000-an jenis produk yang dikaji yaitu tool dengan metode simulasi dan kuisioner untuk produk lampu sedangkan metode experimental untuk kabel dan “blood pump”. Untuk jenis produk device dan otomotif metode yang digunakan untuk evaluasi yaitu simulasi dan experimental. Metode experimental untuk mengetahui kualitas dan kekuatan prototype sedangkan metode simulasi untuk mengetahui kekuatan dan ketahanan prototype. Jenis produk vehicle juga dikaji dengan metode eksperimental dan simulasi. Kedua metode ini jika dilakukan pada prototype sebuah produk dapat memberikan data primer yang lebih baik dan lebih lengkap daripada hanya dilakukan dengan satu metode. Jenis produk software dikaji dengan metode simulasi dan kuisioner. Metode simulasi digunakan untuk mengetahui kekurangan dari software dan metode kuisioner digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang software tersebut. Produk elektronik, lubricant oil, pharmacy, material dan machine semuanya dikaji dengan metode experimental. Dekade 2010-an jenis produk textile, pharmacy, accesoris, healthy dan machine semuanya dikaji dengan metode experimental. Untuk jenis produk vehicle dikaji dengan metode experimental dan simulasi. Untuk produk software dikaji dengan beberapa metode berbeda yaitu simulasi, experimental dan wawancara. Metode simulasi dan experimental untuk mengetahui tentang kekurangan dan kualitas dari produk software, sedangkan wawancara untuk mengetahui bagaimana pendapat masyarakat umum tentang produk software tersebut, produk elektronik yaitu mesin ticketing dikaji dengan metode simulasi untuk mengetahui bagaimana mesin ticketing ini bekerja.
259
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 2. Kategori produk dan metode tiap dekade tahap Prototype Test 1980-an 1990-an 2000-an 2010-an 1. Healthy (2) 1. Tools (2) 1. Tool (7) 1. Textile 2. Pharmacy 2. Machine 2. Device (4) 2. Vehicle (2) 3. Tools 3. Device 3. Vehicle (8) 3. Pharmacy (2) 4. Otomotif 4. Software (2) 4. Software (3) 5. Otomotif (3) 5. Electronic (2) Produk 6. Electronic 6. Tool (3) 7. Lubricant oil 7. Accesoris (2) 8. Pharmacy (2) 8. Healthy 9. Material (2) 9. Machine 10. Machine (2) 1. Experimental (4) 1. Experimental (4) 1. Simulasi (10) 1. Experimental (14) 2. Virtual prototypes 2. Kuisioner (2) 2. Simulasi (3) Metode 3. Experimental (23) 3. Wawancara 4. Kuisioner Dekade
Jenis produk tool dikaji dengan metode experimental dan kuisioner pada produk pegangan pada alat kesehatan sedangkan pada heat pump clothes dryer (HPCD) dan respirator dikaji dengan metode experimental untuk menguji produk baru. Metode yang paling banyak digunakan dalam mengevaluasi produk baru tahap prototype adalah metode experimental karena metode ini dinilai paling sesuai untuk menguji sebuah produk baru sebelum diluncurkan ke pasar. Analisis Proses Evaluasi Produk Baru Tahap Pre Test Market Jenis produk baru yang dievaluasi dan metode pada tahap pre test market dapat dilihat dari tabel 3. Proses evaluasi produk baru tahap pre test market dilakukan dalam 3 dekade yaitu dekade 1980-an, 2000an dan 2010-an. Pada dekade 1980-an jenis produk yang dikaji hanya device dan menggunakan metode eksperimental karena dengan metode ini produk device yang akan diluncurkan ke pasar diuji kualitasnya terlebih dahulu. Tabel 3. Kategori produk dan metode tiap dekade tahap Pre Test Market Dekade 1980-an 2000-an 2010-an 1. Device 1. Bioteknologi (2) 1. Healthy (2) 2. Cosmetic 2. Material (2) Produk 3. Healthy 3. Otomotif 4. Food and beverages 5. Fragrance substances 1. Experimental 1. Tes biochemical 1. Experimental (5) 2. Experimental (3) Metode 3. Tes Sensory 4. Pendekatan interdisciplinary
Untuk dekade 2000-an jenis produk yang dikaji lebih beragam yaitu bioteknologi yang dikaji dengan menggunakan tes biochemical/tes laboratorium untuk produk bioteknologi seperti plasma bakteri, sedangkan untuk produk bioteknologi modifikasi organisme dilakukan dengan ekperimental. Jenis produk cosmetic dan healthy juga digunakan metode eksperimental. Food and beverages lebih banyak dilakukan dengan metode tes sensory atau dengan merasakan secara langsung produk makanan dan minuman. Metode ini dirasa paling cocok untuk menguji produk makanan dan minuman karena memberikan hasil yang sesuai. Fragance substance diuji dengan pendekatan interdisciplinary karena pendekatan ini mampu menganalisis produk dari awal hingga akhir dan dari berbagai sudut pandang ilmu sehingga memudahkan dalam mengevaluasi produk fragrance substance. Pada dekade 2010-an jenis produk yang dikaji yaitu healthy, material dan otomotif, semua produk ini dikaji dengan metode eksperimental karena metode ini dinilai paling sesuai untuk mendapatkan data primer dari produk baru yang dievaluasi. Pada proses evaluasi produk tahap pre test market metode yang paling sesuai dan memberikan hasil yang terbaik yaitu metode experimental.
260
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Analisis Proses Evaluasi Produk Baru Tahap Market Test Pada tabel 4 disajikan jenis produk yang dikaji dan metode yang digunakan untuk evaluasi pada tiap dekade. Jenis produk baru yang diteliti pada evaluasi produk baru tahap market test untuk dekade 1970-an yaitu tool dengan menggunakan metode experimental. Dekade 1980-an jenis produk fuel dan vehicle menggunakan metode experimental, produk software menggunakan metode simulasi dan elektronik menggunakan uji lapangan untuk menentukan sasaran dalam pemasaran produk. Dekade 1990-an jenis produk vehicle diteliti dengan metode simulasi oleh masyarakat secara langsung, cosmetic, bioteknologi dan chemical substance menggunakan metode experimental. Untuk food and beverages pada tahap ini digunakan evaluation methodology untuk mengetahui tentang kekurangan yang mungkin ditemukan dalam produk makanan dan minuman selama proses uji pasar. Tabel 4. Kategori produk dan metode tiap dekade tahap Market Test Dekade
1970-an 1. Tool
1980-an 1. Fuel 2. Software 3. Electronic
1990-an 1. Vehicle 2. Cosmetic 3. Bioteknologi
4. Vehicle
4. Chemical subtance 4. Lubricant 5. Food and beverages 5. Vehicle (3) 6. Pharmacy (4) 7. Material 8. Plant (2) 9. Accesoris (2) 10. Produk furniture
Produk
1. Experimental (1) 1. Experimental (3) 1. Simulasi 2. Simulasi
2. Experimental (3)
3. Uji lapangan
3. Evaluation methodology
Metode
2000-an 2010-an 1. Electronic 1. Software 2. Device (3) 2. Optik 3. Food and beverages (10) 3. Checimal subtance (3)
1. Experimental (15) 2. Home-use test and stability studies
4. Tool (3) 5. Otomotif (2) 6. Pharmacy (7) 7. Fuel (3) 8. Accesoris (4) 9. Material 10. Plant 11. Bioteknologi (2) 12. Electronic (2) 13. Food and beverages (8) 1. Experimental (23) 2. Tes Sensory (7)
3. Teknik Sampling
3. Simulasi (3)
4. Simulasi (3)
4. Wawancara
5. Tes Sensory (5)
6. Structured survey administered through mall intercepts
6. Riset pasar 7. Uji lapangan 8. Kuisioner (2) 9. Uji hipotesis 10. Observasi
Pada dekade 2000-an produk yang diteliti semakin beragam terdapat 17 jenis produk. Jenis produk elektronik diteliti dengan metode observasi yaitu dengan meneliti penerimaan pasar terhadap produk elektronik baru yang akan diluncurkan. Untuk jenis produk devices menggunakan metode experimental dan uji lapangan untuk mengetaui kedudukan produk device dalam pasaran. Untuk produk food and beverages dalam tahap market test ini metode yang digunakan beragam dibandingkan dengan tahap lainnya seperti metode experimental, uji lapangan, teknik sampling, tes sensory dan home-use test and stability studies. Semua metode yang digunakan termasuk dalam metode survey langsung, karena untuk produk food and beverages metode yang paling sesuai untuk mendapatkan data primer yang lengkap harus dilakukan secara langsung. Metode yang belum dilakukan untuk evaluasi produk baru sebelumnya yaitu metode home-use test and stability studies dan riset pasar. Metode home-use test and stability studies dilakukan dengan melakukan survey dari rumah ke rumah mengenai produk makanan dan minuman kemudian data yang diperoleh diolah, sedangkan riset pasar dilakukan dengan melakukan survey langsung di pasar. Jenis produk lubricant, pharmacy, material, dan accesoris dikaji dengan metode experimental. Untuk jenis produk vehicle semuanya diteliti dengan metode simulasi secara langsung oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui kualitas produk vehicle. Pada jenis produk plant dilakukan dengan metode experimental untuk produk dari tembakau dan uji hipotesis pada produk tanaman yag telah dimodifikasi. Produk furniture yang diteliti menggunakan metode kuisioner yang dibagikan kepada masyarakat untuk mengetahui tanggapan masyarakat.
261
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dekade 2010-an produk software dievaluasi dengan metode wawancara kepada konsumen mengenai bagaimana produk software tersebut, untuk produk optic, chemical subtances, tool, pharmacy, plant, fuel, accesoris, bioteknologi, elektronik dan material menggunakan metode experimental untuk mengevaluasi produk dan metode ini sesuai untuk mendapatkan data primer yang valid. Produk otomotif menggunakan metode eksperimental dan simulasi. Produk food and beverages dikaji dengan metode tes sensory dan metode Structured survey administered through mall intercepts. Metode Structured survey administered through mall intercepts dilakukan dengan melakukan survey mengenai produk makanan dan minuman pada pengunjung pusat perbelanjaan. Metode experimental adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi produk baru tahap market test. Salah satu contoh produk food and beverages yang dikaji yaitu Thai dessert yang dilakukan dengan metode tes sensory. Penelitian ini dilakukan pada 6 makanan penutup Thailand yang diuji pada konsumen Austria dan Thailand, 6 makanan penutup ini diberi 3 warna berbeda yaitu hijau, merah muda dan kuning. Varian warna berbeda hanya dalam warna tetapi tidak dalam bahan. Tes harapan dilakukan dengan menunjukkan foto-foto makanan penutup pada monitor dan meminta konsumen untuk mengevaluasi sesuai dengan keinginan mereka secara keseluruhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna dari produk penting dalam memprediksi intensitas keinginan dan rasa yang diharapkan. Untuk tes keinginan dilakukan dengan merasakan, sampel Thai dessert disajikan sehingga mereka bisa merasakan. Austria menyatakan preferensi yang kuat untuk produk kuning sedangkan Thailand menyukai produk hijau dan merah muda. Temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai model untuk mengadaptasi warna produk baru untuk pasar dan permintaan konsumen. Analisis Proses Evaluasi Produk Baru Tahap Launch Pada tabel 5 ditunjukkan jenis produk dan metode yang digunakan dalam evaluasi produk baru tahap launch. Proses evaluasi produk baru tahap launch dimulai pada dekade 1990-an dengan jenis produk yang dikaji yaitu tool dan chemical subtances yang semuanya menggunakan metode experimental. Pada dekade 2000-an produk yang dievaluasi yaitu software yang menggunakan metode kuisioner, dan market research. Metode kuisioner digunakan untuk mengetahui bagaimana pendapat masyarakat atau konsumen mengenai produk software yang diluncurkan di pasar, sedangkan market research digunakan untuk mengetahui apakah produk software ini diterima di pasaran atau tidak. Penerapan metodologi market research untuk menyaring ide-ide aplikasi perangkat lunak baru berdasarkan analisis pasar dan menunjukkan bagaimana sebuah perusahaan perangkat lunak dapat menggabungkan riset pasar dengan pengembangan produk perangkat lunak baru untuk menyediakan aplikasi software yang menarik yang disesuaikan yang memenuhi persyaratan baik konsumen, metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan target segmen pasar peluncuran produk. Textile dan fuel dikaji dengan uji lapangan untuk medapatkan data primer. Accesoris diteliti dengan metode observasi dalam masyarakat mengenai reaksi mereka terhadap peluncuran produk accesoris berupa diaper untuk orang dewasa. Dekade 2010-an jenis produk material dan pharmacy dikaji dengan metode analisa perbandingan. Jenis produk cosmetic yaitu cream antiaging dikaji dengan metode kuisioner kepada masyarakat untuk mengetahui apakah masyarakat menerima produk baru cream antiaging dipasaran atau tidak. Pada evaluasi poduk baru tahap launch metode yang paling banyak digunakan yaitu kuisioner karena metode ini membantu dalam mengetahui persepsi dan penerimaan masyarakat pada produk baru yang diluncrkan di pasaran. Tabel 5. Kategori produk dan metode tiap dekade tahap Launch Dekade
1990-an 2000-an 1. Tool 1. Software (3) 2. Chemical Subtances 2. Fuel Produk 3. Textile 4. Accesoris 1. Experimental (2) 1. Uji lapangan (2) 2. Observasi Metode 3. Kuisioner (2) 4. Market research
2010-an 1. Materials 2. Pharmacy 3. Cosmetic 1. Analisa Perbandingan (2) 2. Kuisioner
SIMPULAN Evaluasi produk baru (new evaluation product) merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan sebelum sebuah produk diluncurkan di pasaran. Tahapan dalam proses evaluasi produk baru yaitu concept test, prototype test, pre test market, market test dan launch. Pada tahap concept test, prototype test, pre test market dan market test metode yang paling banyak digunakan yaitu metode experimental karena
262
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
metode ini mampu memberikan data primer yang valid. Pada tahap launch metode yang paling sering digunakan yaitu survey yang biasanya menggunakan kuisioner karena metode ini membantu dalam mengetahui persepsi dan penerimaan masyarakat pada produk baru yang diluncrkan di pasaran. Berdasarkan analisis didapatkan hasil bahwa untuk jenis produk healthy, pharmacy, otomotif, machine, material, dan tool menggunakan metode experimental. Jenis produk software dan vehicle menggunakan metode simulasi. Produk food and beverages menggunakan metode tes sensory. Hasil ini dapat digunakan untuk memudahkan dalam pemilihan metode saat melakukan evaluasi produk baru. Penelitian ini sebaiknya terus dilanjutkan untuk mengetahui perkembangan tren evaluasi pada produk baru yang dapat dilakukan dengan lebih memperdalam pembahasan mengenai metode yang paling sering digunakan dan untuk mengetahui metode lain yang lebih efektif dan lebih baik. PUSTAKA Cohen, Wesley M. and Levinthal, Daniel A., (1994). Fortune favors the prepared firm. Management Science 40:227–25. Eaden J, Mayberry MK, Mayberry JF. (1999). Questionnaires: the use and abuse of social survey methods in medical research. Postgrad Med J. Jul;75(885):397–400. Fred, Langerak and Erik J. Hultink. (2009). “The Impact of Product Innovativeness on the link between Development Speed and New Product Profitability” Journal of Organizational Science vol. 3, No. 3 Pp 321-41. Halim, Z. (2010). Literature Review and Future Direction in SCM Research, Proceedings of the 2010 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management. Hamel, Gary and Prahalad, C.K. (1991). Corporate imagination and expeditionary marketing. Harvard Business Review 69:81–9. Hoechst Celanese. (2000). Dictionary of Fiber and Textile Technology. North Caroling Pp 3-1. Jiao JR, Y Zhang, M Helander. (2006). A kansei mining sistem fpr affective design. Expert Sistem with Application 30. 658-673. Mahajan, Vijay and Wind, Jerry., (1988). New product forecasting models: Direction for research and implementation. International Journal of Forecasting 4:341–358. Ozer,M,. (1999). A survey of new product evaluation models. Journal product innovation management. Ratan, S.R.A, Sekhari, A, Rahman, M, Bouras, A.A., Ouzrout, Y., (2010). “Sustainable Supply Chain Management: State-of-the-Art‘ Internatonal Conference on Software, Knowledge, Information Management and Applications, Bhutan, Pp 00527386. Roehrich, G. (2004). Consumer Innovativeness - Concepts and Measurements. Journal of Business Research, 57(6), 671-677.
263
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS PENYEBAB DEFECT PADA PROSES PRODUKSI FRESTEA JASMINE RGB 220 ML LINE 8 PT. COCA COLA AMATIL INDONESIA – CENTRAL JAVA 1,2
Pringgo Widyo Laksono1, Mega Aria Pratama2 Laboratorium Sistem Produksi, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisa dan menemukan kegagalan dalam suatu sistem dan efek-efek dari kegagalan tersebut. Dalam penelitian ini, FMEA digunakan untuk menganalisispenyebab defectpada proses produksi frestea RGB 220 ml line 8 di PT. Coca Cola Amatil Indonesia – Central Java. Terdapat lima jenis defect yang telah dikaregorikan oleh PT.CCAI, yaitu out of spec, filling height, no crown, breakage full, dan dirty bottle full. Fokus dari penelitian ini adalah pada breakage full, karena defect ini merupakan yang terbesar dibandingkan yang lainnya. Berdasarkan hasil dari FMEA, penyebab defect yang paling dominan adalah kondisi botol yang sudah tua atau rapuh dengan nilai RPN (Risk Priority Number) sebesar 360. Oleh karena itu perlu dilakukan inspeksi tambahan untuk mensortir usia botol. Botol yang sudah lewat umur ekonomis sebaiknya tidak digunakan lagi dan digunakan botol yang lebih baru. Kata kunci: Breakage full, Defect, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Risk Priority Number (RPN) PENDAHULUAN Kualitas adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang telah ditetapkan (Iswanto, 2013). Kualitas merupakan salah satu jaminan yang diberikan dan harus dipenuhi oleh perusahaan kepada konsumennya, karena kualitas suatu produk merupakan salah satu kriteria penting yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam memilih produk. PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI) - Central Java adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai macam jenis minuman. Produk yang paling banyak diproduksi PT. CCAI adalah Coca-Cola, Fanta, dan Sprite. Namun, seiring berjalannya waktu, karena tingginya permintaan akan minuman teh, akhirnya PT. CCAI memproduksi minuman berbahan dasar teh dengan merek dagang “Frestea”. Dalam Proses produksinya, PT. CCAI - Central Java memiliki 4 lini produksi serta sudah didukung oleh mesin yang terotomasi. Pada setiap proses produksi, tentu saja tidak berjalan lancar begitu saja. Banyak masalah yang muncul sehingga menyebabkan terjadinya produk defect. Pada PT. CCAI , defect yang muncul pada produk sudah dikategorikan. Ada 5 kategoridefect yang selalu diawasi dan dilakukan perbaikan agar tidak muncul lagi. Defect tersebut adalah out of spec, filling height, no crown, breakage full, dan dirty bottle full. Out of spec merupakan defect yang terjadi pada beverage, yaitu ketika beverage tidak sesuai dengan spesifikasi dari the coca-cola company, misalkan kadar brix (kemanisan) terlalu rendah atau terlalu tinggi, PH tidak sesuai, dan sebagainya. Out of spec hampir tidak pernah terjadi, karena proses produksi diawasi oleh Quality Assurance dengan sangat ketat. Filling Height merupakan defect yang muncul karena volume beverage yang diisikan kedalam botol tidak sesuai, baik berlebih maupun kurang. No Crown adalah defect ketika botol tidak tertutup ataupun tidak tertutup dengan sempurna. Breakage Full merupakandefect karena pecahnya botol pada saat proses filling, sedangkan dirty bottle full adalah pengisian beverage pada botol yang masih kotor. Pada proses produksi frestea, selama kurun waktu dari bulan Juli sampai September 2014, Total produk defect yang terjadi mencapai 19.727 botol yang terdiri dari kelima jenis defect yang sudah dijelaskan diatas. Walaupun jika dibandingkan dengan total produksi selama 3 bulan, total defect yang terjadi hanya 0,26% , tetapi jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi PT. CCAI , oleh karena itu perlu dilakukan analisis mengenai penyebab defect yang terjadi menggunakanFailure Mode and Effect Analysis (FMEA). FMEA ( Failure Mode Effect Analysis ) adalah sebuah teknik yang memberikan sebuah metodologi untuk memudahkan peningkatan proses suatu produk dengan meneliti setiap elemen dari komponen, produk atau proses produksi agar tidak terjadi proses design ulang (Fajerin , 2010). Menurut Auliya (2011) solusi permasalahan yang dilakukan berdasarkan
264
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
analisis tingkat kepentingan suatu kegagalan. Kegagalan dengan nilai prioritas yang lebih tinggi mempunyai prioritas lebih untuk diatasi. Dengan menggunakan FMEA, diharapkan dapat mengurangi defect yang terjadi. METODE
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Dalam rangka untuk menghindari segala bentuk kegagalan dalam produksi dan proses pengembangan, juga memperkirakan masalah dan menemukan cara yang paling ekonomis untuk menghentikan kegagalan tersebut, digunakan metode FMEA sebagai suatu strategi untuk pencegahan (Basjir, 2010).FMEA biasanya dilakukan selama tahap konseptual dan tahap awal design dari sistem dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa semua kemungkinan kegagalan telah dipertimbangkan dan usaha yang tepat untuk mengatasinya telah dibuat untuk meminimasi semua kegagalan – kegagalan yang potensial. Definisi serta pengurutan atau ranking dari berbagai terminologi dalam FMEA adalah sebagai berikut : 1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna akhir. 2. Mode kegagalan potensial adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang menyebabkan cacat itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 3. Penyebab potensial dari kegagalan adalah kelemahan-kelemahan desain dan perubahan dalam variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghasilkan kecacatan produk. 4. Occurance (O) adalah suatu perkiraan tentang probabilitas atau peluang bahwa penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan akibat tertentu. Tabel 1. Rating Occurance
Ranking Kriteria Verbal Probabilitas Kegagalan 1 Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan kegagalan 1 dalam 1000000 2 Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 200000 3 1 dalam 4000 4 Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1000000 5 1 dalam 4000 6 1 dalam 80 7 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40 8 1 dalam 20 9 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan 1 dalam 8 10 mungkin terjadi 1 dalam 2 Catatan : Probabilitas kegagalan berbeda-beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement) Sumber : Gazpers, 2002
5. Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang bagaimana buruknya penggguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Tabel 2. Rating Severity
Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kriteria Verbal Tidak ada efek yang dapat dibedakan Sedikit ketidaknyamanan dalam proses, operasi atau operator Sebagian dari produksi yang berjalan mungkin perlu di rework di stasiun kerja sebelum di proses 100% dari produksi yang berjalan mungkin perlu di rework di stasiun kerja sebelum di proses Sebagian dari produksi yang berjalan mungkin perlu di rework offline dan diterima 100% dari produksi yang berjalan mungkin perlu di rework offline dan diterima Sebagian produksi yang berjalan mungkin perlu dibatalkan, terjadi penyimpangan dari proses utama 100% produksi mungkin perlu dibatalkan/dibongkar. Line mati atau berhenti Mungkin membahayakan (mesin atau perakitan) dengan peringatan Mungkin membahayakan (mesin atau perakitan) tanpa peringatan
Sumber : Quality Associates, 2008
265
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
6. Detection (D) adalah perkiraan subyektif tentang bagaimana efektifitas dan metode pencegahan atau pendektesian. Tabel 3.Rating Detection
Ranking 1
Kriteria Verbal Probabilitas Kegagalan Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. 1 dalam 1000000 Tidak ada kesempatan bahwa penyebab akan muncul lagi 2 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah 1 dalam 200000 3 sangat rendah 1 dalam 4000 4 Kemungkinan penyebab bersifat moderate 1 dalam 1000000 5 Metode deteksi masih memungkinkan kadang-kadang 1 dalam 4000 6 Penyebab itu terjadi 1 dalam 80 7 Kemungkinan bahwa penyebab itu masih tinggi. 1 dalam 40 8 Metode deteksi kurang efektif, karena penyebab masih 1 dalam 20 berulang lagi 9 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat 1 dalam 8 10 tinggi 1 dalam 2 Metode deteksi tidak efektif, penyebab akan selalu terjadi Catatan : Probabilitas kegagalan berbeda-beda tiap produk, oleh karena itu pembuatan rating proses dan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan rekayasa (engineering judgement) Sumber : Gazpers, 2002
7. Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara ketiga rating diatas yaitu severity, occurence dan detection. RPN = (S) x (O) x (D)
(1)
Metodologi Risk Priority Number (RPN) merupakan sebuah teknik untuk menganalisa resiko yang berkaitan dengan masalah-masalah yang potensial yang telah diindentifikasikan selama pembuatan FMEA. Sebuah FMEA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan cara-cara kegagalan yang potensial untuk sebuah produk atau proses. Metode RPN kemudian memerlukan analisa dari tim untuk mengunakan pengalaman masa lalu dan keputusan engineering untuk memberikan peringkat pada setiap potensial masalah menurut rating skala berikut : 1. Severity, merupakan skala yang memeringkatkan severity dari efek-efek yang potensial dari kegagalan. 2. Occurance, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari kegagalan akan muncul. 3. Detection, merupakan skala yang memeringkatkan kemungkinan dari masalah akan di deteksi sebelum sampai ketangan pengguna akhir atau konsumen. Setelah pemberian rating dilakukan, nilai RPN dari setiap penyebab kegagalan dihitung dengan rumus (1) HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab defect pada proses produksi frestea RGB 220. Dari kelima jenis defect yang telah distandardkan oleh PT. CCAI, selama kurun bulan Juli sampai September 2014, Breakagefull merupakan defect dengan jumlah kejadian terbanyak seperti ditunjukan pada gambar 1.
Gambar 1. Defect Summary
266
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Oleh karena itu, penelitian ini fokus untuk mengetahui penyebab dari breakage full saja. Untuk mengetahui penyebab dari breakage full ini, maka disusun cause effect diagram seperti ditunjukan pada gambar 2.
Gambar 2. Cause Effect Diagram
Langkah selanjutnya adalah menganalisis penyebab-penyebab dari breakage full menggunakan FMEA. Langkah pertama dalam penggunaan metode ini adalah membuat identifikasi alat atau cara untuk mengendalikan penyebab dari terjadinya failure (kegagalan). Hasil identifikasi dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Cara Mengatasi Kegagalan
Failure Mode
Cause of Failure Tekanan Counterpress yang Tinggi Kelalaian Setup Penurunan Suhu pada botol
Breakage Full Kondisi Botol Rapuh Shock Termal pada Botol Temperature Tinggi
A Way to Control Cause of Failure Pecahnya botol karena tekanan dari counterpress bisa diantisipasi dengan mengontrol tekanan counterpress pada angka yang optimal Pecahnya botol karena kelalaian setup operator bisa diatasi dengan memberikan penyuluhan dan dilanjutkan dengan motivasi Pecahnya botol karena penurunan suhu pada botol bisa diatasi dengan memperpendek jarak antara bottle washer dengan mesin filling Pecahnya botol karena kondisi botol yang rapuh bisa diatasi dengan memperketat proses inspeksi awal pada botol sebelum masuk washer Pecahnya botol karena shocktermal bisa diatasi dengan menjaga kondisi botol pada suhu tinggi (85-95 derajat celcius) Temperatur tinggi tidak dapat dihindarkan karena perlakuan proses filling frestea harus pada suhu 90-100 derajat celcius
Setelah mengidentifikasi cara untuk mengendalikan penyebab kegagalan, langkah berikutnya adalah menentukan severity failure mode. Severity failure mode menunjukan tingkat keseriusan akibat yang ditimbulkan dari suatu kegagalan. Pada penelitian ini severity mode pada breakage full dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Penentuan Ranking Severity Failure Mode
Failure Mode
Breakage Full
Effect of Failure Menghambat Proses produksi Memerlukan waktu setup ulang
Ranking
Criteria
9
Membahayakan operator ( mesin atau perakitan ) dengan peringatan
Pecahan Kaca membahayakan operator
267
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Failure mode breakage full mendapatkan ranking 9 dengan kriteria bahwa failure tersebut dapat membahayakan operator ( mesin atau perakitan ) namun masih diberikan peringatan. Langkah beriutnya setelah menentukan severity adalah menentukan tingkat occurence. Occurence menunjukan seberapa sering suatu cause of failuremode memunculkan suatu failure mode. Frekuensi cause of failure mode beserta ranking occurence dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Frekuensi Cause of Failure dan Ranking Occurence Failure Mode
Cause of Failure Mode
Frekuensi ( Juli - Sept 2014)
Presentase
Ranking
380
0,0051%
3
128
0,0017%
3
Penurunan Suhu pada botol
725
0,0097%
3
Kondisi Botol Rapuh
4069
0,0544%
5
1198 168 7483535
0,0160% 0,0022%
4 3
Tekanan Counterpress yang Tinggi Kelalaian Setup
Shock Termal pada Botol Temperature Tinggi Total
Pengukuran ranking occurence dilakukan berdasarkan data frekuensi munculnya cause of failure mode dan disesuaikan dengan tabel occurance yang sudah dijelaskan diatas. Rentang ranking dari 1 – 10 menunjukan frekuensi yang muncul, semakin tinggi frekuensinya maka semakin besar ranking occurencenya.Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi detection failure mode. Detection failure mode merupakan langah yang digunakan untuk mengidentifikasi metode-metode yang diterapkan untuk mencegah atau mendetekasi penyebab kegagalan. Hasil identifikasi dari proses kontrol breakage full dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7.Ranking Detection Failure Mode
Failure Mode
Current process Control
Ranking
Breakage Full
Deteksi secara visual oleh operator
8
Pengukuran ranking detection dilakukan berdasarkan cara-cara dalam mencegah atau mengatasi suatu kegagalan dan disesuaikan dengan tabel detection yang sudah dijelaskan pada tinjauan pustaka. Rentang ranking dari 1 – 10 menunjukan penanganan yang dilakukan, semakin besar ranking yang diberikan maka penanganan yang dilakukan semakin buruk. Pada failure breakage full, penanganan yang dilakukan ketika terjadi failure adalah deteksi secara visual oleh operator, sehingga ranking detection adalah 8 sesuai dengan tabel detection.Langkah terakhir dalam penggunaan metode FMEA adalah perhitungan RPN (Risk Priority Number). RPN menunjukan tingkat prioritas dari setiap cause of failure mode yang muncul. Nilai RPN diperoleh dengan mengalikan rankingSeverity, Occurence dan Detectionseperti pada persamaan (1). Cause of failure dengan nilai RPN tertinggi memiliki prioritas untuk ditangani dan dilakukan perbaikan terlebih dahulu. Perhitungan dari nilai RPN dapat dilihat pada tabel 8. dan total nilai RPN dari setiap cause of failure dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 8. Perhitungan nilai RPN
Failure Mode
Breakage Full
Effect of Failure
Cause of Failure
Occ.
Menghambat Proses produksi
Tekanan Counterpress yang Tinggi
3
Memerlukan waktu setup ulang
Kelalaian Setup
3
Pecahan Kaca membahayakan operator
Sev.
9
Penurunan Suhu pada botol Kondisi Botol Rapuh
268
3 5
Current Process Control
Det.
RPN
216 Deteksi secara visual oleh operator
216 8 216 360
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Shock Termal pada Botol Temperature Tinggi
4
288
3
216
Tabel 9. Total Nilai RPN
Cause of Failure Tekanan Counterpress yang Tinggi Kelalaian Setup
Total RPN
Penurunan Suhu pada botol
216
Kondisi Botol Rapuh
360
Shock Termal pada Botol
288
Temperature Tinggi
216
216 216
Berdasarkan tabel 9., Semakin tinggi nilai RPN, maka semakin besar pula perhatian yang harus diberikan pada penyebab tersebut. Kondisi botol tua dan rapuh memiliki nilai RPN tertinggi yaitu 360, artinya PT. CCAI harus memperhatikan dengan serius hal ini jika menginginkan angka breakage full dapat ditekan. Inspeksi pada kondisi botol dan usia botol belum dilakukan oleh PT. CCAI, inspeksi yang dilakukan hanya kondisi fisik luar dan kebersihan saja, oleh karena itu, perlu ditambah perhatian terhadap inspeksi usia botol. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah jenis defect pada produksi frestea RGB 220 ml meliputi out of spec, filling height, no crown, breakage full, dan dirty bottle full, dimana jenis defect terbesar yang terjadi dari kurun waktu Juli – September 2014 adalah breakage full yaitu 34% dari keseluruhan total defect. Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan cause-effect diagram, dan diketahui bahwa penyebab dari breakage full adalah tekanan counterpress pada proses filling, kelalaian setup suhu oleh operator, penurunan suhu botol setelah dicuci, shock termal pada botol, proses produksi pada suhu tinggi, dan kondisi botol yang sudah tua atau rapuh. Berdasarkan analisis FMEA, penyebab defect yang paling dominan adalah kondisi botol yang sudah tua atau rapuh dengan nilai RPN (Risk Priority Number) sebesar 360. Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah perlu dilakukan inspeksi tambahan untuk mensortir usia botol, botol yang sudah lewat umur ekonomis sebaiknya tidak digunakan lagi dan digunakan botol yang lebih baru. Selain itu perlu diberikan penyuluhan dan motivasi kepada operator agar bekerja sesuai dengan SOP yang ada. PUSTAKA Auliya, Ridha.,(2011). Analisis Penyebab Kecacatan Tabung Elpiji dengan Menggunakan Fault Tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis di Pabrik Tabung Elpiji PT Pertamina (Persero) Unit Gas Domestik. Surakarta : Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. Basjir, Mochammad. Dkk. (2010). Pengembangan Model Penentuan Prioritas Perbaikan Terhadap Mode Kegagalan Komponen Dengan Metodologi FMEA, Fuzzy Dan Topsis Yang Terintegrasi.Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember Fajerin, Agung.,(2010). Analisa Dampak Kegagalan Proses Produksi Terhadap Kerusakan Produk Ban Dengan Metode FMEA (Failure Mode And Effect Analysis ) Di PT. Gajah Tunggal, Tbk Tangerang. UPN Veteran Jatim Gasperz, Vincent. (2001). Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta : Gramedia. Iswanto, Adi. Dkk. (2013). Aplikasi Metode Taguchi Analysis Dan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Untuk Perbaikan Kualitas Produk di PT. XYZ. Medan : Universitas Sumatra Utara Quality Associated, (2008). Severity, Occurence, and Detection Criteria for Process FMEA. [on line] Available http://www.quality-one.com
269
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PURCHASING PRICE UNTUK PRODUK DEFECT DAN BACKORDER KETIKA PEMERIKSAAN DARI BUYER KE SUPPLIER Wakhid Ahmad Jauhari1, Eva Kholisoh2, Karina Muryastuti3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No 36A, Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 123
ABSTRAK Model EOQ biasanya menawarkan pendekatan matematis untuk menentukan jumlah optimal produk yang harus dipesan oleh buyer ke supplier setiap kali pesan. Salah satu asumsi yang digunakan dalam model ini yaitu bahwa semua produk merupakan produk yang sempurna.Wee mengembangkan rencana produksi ekonomi untuk produk dengan kualitas buruk dengan backorder parsial, tapi ia menganggap produk dengan kualitas yang sempurna.Backorder mungkin terjadi karena adanya penarikan produk yang tidak sempurna dari stok. Dengan demikian diasumsikan completebackorder untuk produk cacat. Huang (2002, 2004) dan Goyal et al. (2003) merumuskan model untuk menentukan kebijakan persediaan optimal yang terintegrasi antara hubungan buyer-supplier untuk produk defect dan menemukan bahwa pengambilan keputusan bersama dapat mengurangi expected annual cost dari persediaan secara signifikan.Pertama, kita mengasumsikan bahwa harga jual buyer tidak memiliki hubungan dengan harga beli buyer, sementara pada kondisi kedua kita mengasumsikan bahwa dengan mengubah harga beli buyer maka akan berpengaruh terhadap harga jual buyer dan permintaan. Kita menyelesaikan masalah pada contoh numerik dengan hasil yang memperlihatkan pada kedua kasus bahwa sehubungan dengan harga beli, buyer bersedia untuk membayar lebih untuk biaya inspeksi daripada harus menerima produk defect dalam batch. Dengan membayar biaya tambahan ini maka proses inspeksi harus dilakukan oleh supplier. Kemudian buyer juga dapat membantu supplier untuk meningkatkan kualitas produksi dengan membayar biaya tambahan dibandingkan dengan hanya membayar harga beli biasanya. Kata kunci: Backorder, Defect, Economic Order Quantity, EOQ, Purchasing Price PENDAHULUAN Model EOQ biasanya menawarkan pendekatan matematis untuk menentukan jumlah optimal produk yang harus dipesan oleh buyer ke supplier setiap kali pesan. Salah satu asumsi yang digunakan dalam model ini yaitu bahwa semua produk merupakan produk yang sempurna. Namun, hal ini tidak selalu terjadi, dalam beberapa situasi terdapat persentase produk defect. Porteus (1986) dan Rosenblatt dan Lee (1986) adalah beberapa diantara yang pertama mempelajari pengaruh produk defect pada model EOQ dan EPQ. Setelah itu, beberapa studi memasukkan efek produk defect dalam berbagai model EOQ dan EPQ, terutama Salameh dan Jaber (2000), yang menganggap sebuah situasi di mana rata-rata p% dari semua produk pesanan tidak sempurna. Buyer melakukan pemeriksaan semua produk untuk memisahkan produk defect dari yang sempurna, setelah itu produk yang tidak sempurna diasumsikan untuk dijual sebagai batch tunggal pada akhir proses pemeriksaan. Kemudian, Cardenas-Barron mengoreksi kesalahan dalam rumus akhir model Salameh dan Jaber. Goyal dan Cardenas-Barron kemudian mempertimbangkan kembali pekerjaan yang telah dilakukan dan telah disajikan dalam pendekatan praktis untuk menentukan ukuran lot optimal. Mereka beranggapan bahwa produk dengan kualitas buruk ditarik dari stok dan tidak ada shortage yang diizinkan. Wee mengembangkan rencana produksi ekonomi untuk produk dengan kualitas buruk dengan backorder parsial, tapi ia menganggap produk dengan kualitas yang sempurna. Dalam paper ini akan dibahas mengenai produk dengan kualitas tidak sempurna dengan backorder. Backorder mungkin terjadi karena adanya penarikan produk yang tidak sempurna dari stok. Overproduction bukan merupakan solusi atas meningkatnya biaya simpan. Dengan demikian diasumsikan completebackorder untuk produk cacat. Beberapa peneliti menganggap bahwa produk yang tidak sempurna terdapat dalam konteks hubungan buyer-supplier. Huang (2002, 2004) dan Goyal et al. (2003) merumuskan model untuk menentukan kebijakan persediaan optimal yang terintegrasi antara hubungan buyer-supplier untuk produk defect dan menemukan bahwa pengambilan keputusan bersama dapat mengurangi expected annual cost dari persediaan secara signifikan. Chen dan Kang (2007, 2010) merumuskan masalah setelah mempertimbangkan keterlambatan pembayaran. Mereka beranggapan bahwa supplier dapat
270
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
meningkatkan biaya garansi untuk mempertahankan hubungan jangka panjang. Rezaei dan Davoodi (2008) merumuskan model untuk menentukan lot size optimal termasuk produk yang tidak sempurna dan pemilihan supplier secara bersamaan, sementara Lin (2009) merumuskan model untuk hubungan singlesupplier/single-buyer untuk menentukan lot size optimal ketika beberapa produkdefect. Kualitas produk yang diterima telah juga diakui dalam literatur pemilihan supplier sebagai salah satu kriteria yang paling penting (lihat misalnya Rezaei dan Davoodi 2008, 2011). Untuk tinjauan rinci dan diskusi dari perpanjangan model EOQ untuk produk defect, dapat dilihat di Khan et al. (2011).
Gambar 1. Sistem persediaan dengan defect dan backorder
MODEL MATEMATIK Notasi Notasi yang digunakan dalam paper ini adalah: K ordering price c purchasing price (jika imperfect rate p>0) Mc max. purchasing price (jika imperfect rate p=0) s selling price h holding cost x inspection rate p imperfect rate E[p] expected imperfect rate d inspection cost Dm demand (permintaan) v selling price untuk imperfect unit y order quantity B backorder quantity b backorder cost Pendefinisian masalah dan pertanyaan Asumsi yang digunakan dalam model Salameh dan Jaber (2000) yaitu bahwa supplier tidak melakukan inspeksi secara penuh, sebaliknya perkiraan batch yang diterima yaitu merupakan produk sempurna. Pada kenyataannya, terdapat atau tidaknya produk defect pada batch tergantung pada supplier apakah melakukan inspeksi secara penuh atau tidak, sehingga terdapat dua skenario, yaitu: 1. Supplier tidak melakukan inspeksi penuh sehingga batch yang diterima oleh buyer terdapat beberapa produk defect. Hal ini berarti buyer harus melakukan inspeksi penuh, sehingga untuk mengantisipasi produk defect maka dilakukan backorder. 2. Supplier melakukan inspeksi penuh sehingga batch yang diterima oleh buyer tidak mengandung produk defect.
271
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Skenario pertama diformulasikan dan dianalisis pada Salameh dan Jaber (2000), sedangkan skenario kedua adalah asumsi dari model EOQ biasanya. Berdasarkan pada kedua skenario, kita meneliti dua pertanyaan berikut: 1. Jika buyer dapat memilih antara dua supplier dengan supplier pertama sesuai scenario pertama, sedangkan supplier kedua sesuai dengan scenario kedua (inspeksi 100%), mana yang lebih disukai oleh buyer? 2. Jika supplier masuk kategori pertama (tidak melakukan inspeksi 100%), yang manakah yang masuk akal bagi buyer untuk membantu supplier (dengan membayar lebih untuk tiapproduk) untuk meningkatkan kualitas produksi supplier atau untuk membantu supplier melakukan inspeksi penuh? 1)
Menentukan Mc dengan asumsi tidak ada hubungan antaraharga jual pembeli, harga pembelian, dan permintaan pelanggan Berdasarkan kepada Salameh dan Jaber (2000) dan Maddah dan Jaber (2008), besar keuntungan pembeli yang diharapkan per siklus pemesanan adalah sebagaiberikut:
atau,
Dalam paper ini dibahas mengenai model EOQ produk defect dengan backorder sehingga besar keuntungan yang diharapkan per siklus pemesanan adalah sebagai berikut:
Kemudian besar keuntungan pembeli yang diharapkan per satuan waktu adalah sebagai berikut:
Dm − D(ETPU B,y ) =
Dm( D(ETPU B,y ) =
𝑏𝐵 −ℎ − Dm𝑦
1 − 𝐸[𝑝] −
𝐵 𝑦
2Dm 1 − 𝐸[𝑝]
𝐸[𝑝] 𝑏𝐵 2 K + − ℎ( + 𝑥 2Dm𝑦 2 𝑦 2
−
−𝐵 + 𝑦 − 𝐸[𝑝]𝑦 2Dm𝑦 =0
𝐵 (1 − 𝐸[𝑝])(1 − 𝐸[𝑝] − ) 𝐵(−𝐵 + 𝑦 − 𝐸[𝑝]𝑦) 𝑦 + )) 2Dm 2Dm𝑦 2 =0 1 − 𝐸[𝑝]
(4)
(6)
Dalam model ini, pembeli yang membeli setiap unit pada harga c mengetahui bahwa rata-rata, sebesar p% dari masing-masing batch yang diterima terdapat produk defect. Namun, jelas bahwa harga pembelian naik ketika persentase produk defect menurun. Jika batch sepenuhnya sempurna (p = 0), yang mengakibatkan buyer tidak perlu melakukan inspeksi, maka total keuntungan per unit adalah:
272
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dalam kasus ini, kita berharap harga beli per unit (c’) yang dibayarkan untuk batch sempurna lebih tinggi daripada batch dengan beberapa produk defect: c’> c. Seperti yang sudah diketahui, kuantitas pemesanan optimal untuk kondisi seperti ini adalah dengan model EOQ lama:
Sekarang harga beli maksimum untuk batch tanpa produk defect harus ditentukan. Pertama kita menentukan perbedaan antara total keuntungan per satuan waktu ketika tidak ada produk defect dan keuntungan yang diharapkan per satuan waktu ketika terdapat produk defect sebesar p% pada rata-rata batch yang ada. Kita mempertimbangkan c’ sebagai variabel.
Buyer setuju untuk membayar lebih jika dan hanya jika:
atau,
2)
Menentukan Mc dengan dengan asumsi ada hubungan antara harga jual pembeli, harga pembelian, dan permintaan pelanggan Fase 1. Menentukan harga jual optimal buyer dan kuantitas pemesanan Untuk menentukan harga jual optimal buyer dan kuantitas pemesanan, kita mempertimbangkan rumus total keuntunganyang diperkirakan sebagai fungsi objektif, sementara harga jual buyer = s, dan kuantitas pemesanan = y, merupakan decision variables. Total keuntungan yang diperkirakan = phi dari persediaan harus dimaksimumkan kepada fungsi hubungan harga-permintaan.
s.t. Untuk mendapatkan nilai optimal dari y, s, dan Dm, maka kita membuat fungsi Lagrang seperti berikut.
Kemudian kita menetapkan turunan parsial dari fungsi Lagrang terhadap y, s, Dm, dan menyelesaikan sistem persamaan secara bersamaan sebagai berikut.
Dm𝐸[𝑝] 1 𝐵(−𝐵 + 𝑦 − 𝐸[𝑝]𝑦) 𝑏𝐵2 DmK 𝐵 + 2 − ℎ( + (1 − 𝐸[𝑝])(1 − 𝐸[𝑝] − ) + ) 𝑥 2 𝑦 2𝑦 2 𝑦 2𝑦 2 𝐷 𝐿, 𝑦 = =0 1 − 𝐸[𝑝]
273
ke nol dan
(20)
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
𝑏𝐵 Dm − −ℎ − Dm𝑦 D L, B =
ISBN: 978-602-70259-3-6
1 − 𝐸[𝑝] −
𝐵 𝑦
2Dm
−
−𝐵 + 𝑦 − 𝐸[𝑝]𝑦 2Dm𝑦 =0
1 − 𝐸[𝑝]
(21)
Menghasilkan:
𝑠 ∗∗
K ℎ𝐸[𝑝]𝑦 Dm −𝑐 − 𝑑 + 𝐸[𝑝]𝑣 − 𝑦 − 𝑥 =− ′ − 𝑓 [𝑠] 1 − 𝐸[𝑝]
(24)
Fase 2. Menentukan harga beli maksimum Untuk menentukan harga beli maksimum (Mc), kita mengkalkulasikan selisih antara total keuntungan ketika tidak ada produk defect dan total keuntungan yang diharapkan ketika ada produk defect sebesar p% pada setiap batch:
Disini buyer setuju untuk membayar lebih untuk tiap produk dalam batch tanpa produk defect jika dan hanya jika: Sehingga diperoleh:
Sisi kanan dari persamaan tersebut merupakan harga beli maksimum. Untuk menentukan nilai tertinggi dari c’, kita harus menemukan nilai maksimumnya (R). R adalah fungsi dari variabels dan y.
s.t.
Diperoleh:
Aturan Keputusan Dalam section 2.3 dan 2.4, harga beli maksimum yang disetujui oleh buyer dalam pemesanan untuk menerima batch dengan tidak ada produk defect telah ditentukan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, nilai Mc lebih besar daripada c dan Mc adalah harga maksimum yang disetujui oleh buyer. Namun, supplier mungkin setuju untuk melakukan inspeksi penuh terhadap produk dengan harga c dan Mc yang dinegosiasikan atau meminta harga lebih tinggi dari Mc. Kita melihat harga produk (yang diusulkan oleh supplier) dengan inspeksi penuh (oleh supplier) dengan Sc. Berhubungan dengan pertanyaan penelitian yang pertama, dengan desain skenario yang diperhitungkan, buyer mungkin harus menghadapi supplier seperti berikut ini:
274
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Supplier A: harga beli yang diberikan supplier dengan rata-rata imperfect ratep1(>0) = c; harga beli yang diberikan supplier dengan inspeksi penuh = Sc; harga beli maksimum dari supplier dengan inspeksi penuh = Mc. Supplier B: harga beli dari supplier = k; dengan imperfect rate = 0
Seperti yang dapat dilihat, ketika harga Sc yang dinegosiasikan oleh supllier lebih rendah daripada harga beli Mcmaksimum, membandingkan harga Sc dari supplier dan k, kemudian buyer dapat membuat keputusan. Artinya jika k<Sc, maka lebih baik untuk memilih supplier B, jika tidak maka memilih supplier A (yang melakukan inspeksi penuh). Namun, ketika harga Sc yang dinegosiasikan lebih besar dari harga beli maksimum, maka tidak diperlukan membayar uang tambahan untuk supplier A untuk melakukan inspeksi penuh (kasus dimana supplier tidak bersedia untuk melakukan inspeksi penuh dapat dimasukkan dalam kondisi ini, seperti dalam kasus Sc = ∞). Jadi, pembeli membandingkan nilai k dan Mc untuk memutuskan pemilihan supplier A (inspeksi dilakukan oleh buyer) atau supplier B. Berhubungan dengan pertanyaan penelitian yang kedua, kebijakan berikut didukung oleh analisis yang telah dilakukan. Jika supplier A setuju untuk melakukan inspeksi 100% kemudian membayar biaya tambahan untuk Mc–c per produk ke supplier. Buyer membayar c per produk ke supplier saat menerima batch yang meliputi produk defect sebesar p%. Mc adalah harga maksimum yang buyer bersedia bayar ke supplier untuk menerima batch tanpa produk defect. Jika supplier A ingin meningkatkan kualitas produksi dan mengurangi imperfect rate dari p2 ke p1 maka membayar biaya tambahan hingga Mc(p2) - Mc(p1) per produk ke supplier. Ketika batch yang diterima dari supplier mengandung produk defectsebesar p2%,buyer bersedia membayar sebesar harga maksimum produk yaitu Mc(p2), mengalihkan inspeksi penuh kepada supplier. Sedangkan jika batch yang diterima mengandung produk defect sebesar p1%, maka harga beli maksimum untuk pengalihan inspeksi penuh ke supplier akan menjadi Mc(p1). Oleh karena itu, jika supplier dapat mengurangi rata-rata produk defect dari p2 ke p1, maka buyer bersedia membayar paling banyak selisih antara harga beli maksimum atau Mc(p2) – Mc(p1). CONTOH NUMERIK Contoh 1. Menentukan Mc dengan asumsi tidak ada hubungan antara harga jual pembeli, harga pembelian, dan permintaan pelanggan Untuk mengilustrasikan model pertama, maka penulis mengadopsi data yang sama yang digunakan pada Salameh dan Jaber (2000) dan Maddah dan Jaber (2008), seperti berikut ini:
Dm = 50000 unit/tahun, c = $25/unit, K = $100/cycle, h = $5/unit/tahun, x = 1 unit/menit, d = $0,5/unit, s = $50/unit, v = 20/unit, dan berlangsung selama 8 jam/hari selama 365 hari per tahun. Berikut kuantitas pemesanan optimal dan total keuntungan optimal yang diharapkan per satuan waktu (batch mengandung 2% produk defect): , dan Kemudian, kuantitas pemesanan optimal dan total keuntungan optimal per satuan waktu adalah sebagai berikut: dan Sedangkan, harga beli maksimum adalah sebagai berikut: 45 Contoh 2. Menentukan Mc dengan dengan asumsi ada hubungan antara harga jual pembeli, harga pembelian, dan permintaan pelanggan
275
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Untuk mengilustrasikan model yang terdapat pada 2.4, kita menggunakan data yang sama seperti pada contoh 1. Umumnya, dua fungsi permintaan dipertimbangkan dalam: (1) fungsi harga konstanelastisitas, dan (2) fungsi permintaan linear. Disini, kita memisalkan fungsi hubungan harga-permintaan linear sebagai D=100000-1000s. Berdasarkan rumus yang sudah dijelaskan pada 2.4 diperoleh hasil: ; ; ; ; Setiap batch yang mengandung produk defect sebesar p% setelah inspeksi penuh dipisahkan dari produk sempurna dan dijual dengan harga yang lebih rendah. Berdasarkan rumus pada 2.4 diperoleh hasil Mc = 25,5787; sp = 62,8218; yp = 1219,229. SIMPULAN Dalam paper ini, terdapat formulasi dan pemecahan masalah terhadap penentuan harga beli maksimum yang bersedia dibayar oleh buyer ke supplier untuk menghindari penerimaan produk defect dibawah dua kondisi. Dalam paper ini juga dijelaskan pemecahan masalah penerimaan produk defect dalam batch yaitu dengan melakukan backordering. Pertama, kita mengasumsikan bahwa harga jual buyer tidak memiliki hubungan dengan harga beli buyer, sementara pada kondisi kedua kita mengasumsikan bahwa dengan mengubah harga beli buyer maka akan berpengaruh terhadap harga jual buyer dan permintaan. Kita menyelesaikan masalah pada contoh numerik dengan hasil yang memperlihatkan pada kedua kasus bahwa sehubungan dengan harga beli, buyer bersedia untuk membayar lebih untuk biaya inspeksi daripada harus menerima produk defect dalam batch. Dengan membayar biaya tambahan ini maka proses inspeksi harus dilakukan oleh supplier. Kemudian buyer juga dapat membantu supplier untuk meningkatkan kualitas produksi dengan membayar biaya tambahan dibandingkan dengan hanya membayar harga beli biasanya. PUSTAKA Rezaei, Jafar & Salimi, Negin. (2012). Economic order quantity and purchasing price for items with imperfect quality when inspection shifts from buyer to supplier.Production Economics, 137, 11-18. Wee, H.M. , Yu, Jonas, Chen. (2007). Optimal inventory model for items with imperfect quality andshortage backordering. Omega, 35, 7-11.
276
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA JUAL RUMAH DI KABUPATEN SUKOHARJO DAN KARANGANYAR 1
2
Anandista Tursilo Kurniawan , Yuniaristanto , Wahyudi Sutopo
3
1,2,3
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Seiring pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, kebutuhan akan rumah juga mengalami peningkatan. Bagi pelaku bisnis di bidang penyedia perumahan, hal yang paling kritis dalam menjalankan bisnis tersebut adalah dalam menetapkan harga jual. Harga jual sebuah rumah ditentukan oleh beberapa faktor antara lain biaya bahan bangunan, harga tanah, ketersediaan fasilitas, lingkungan, dan lain-lain. Faktor-faktor yang digunakan didapatkan dengan menggunakan metode harga Hedonik Dalam penelitian ini akan menganalisis harga jual rumah dipengaruhi oleh faktor luas tanah, tipe rumah, jumlah kamar, jarak ke pusat kota, fasilitas pendukung, dan kemudahan transportasi. Analisis faktor dalam penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa faktor luas tanah, jumlah kamar, fasilitas pendukung, dan tipe rumah memberikan pengaruh positif terhadap harga jual rumah yang berarti semakin tinggi nilai faktor-faktor tersebut maka harga rumah juga semakin tinggi (berbanding lurus). Kata Kunci: Harga jual, Metode harga hedonik, OLS, Rumah PENDAHULUAN Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Seiring pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, kebutuhan akan rumah juga mengalami peningkatan. Hal ini menjadikan peluang bagi pebisnis untuk menyediakan produk dalam bentuk tanah atau bangunan yang biasa disebut bisnis properti. Menurut beritasatu.com yang mengulas tentang properti disebutkan bahwa pertumbuhan industri properti di Indonesia pada tahun 2015 masih akan mengalami pertumbuhan walaupun dinilai akan melambat dibandingkan dengan tahun lalu. Pertumbuhan industri properti ini disebabkan beberapa faktor, faktor yang pertama jumlah penduduk Indonesia yang terus mengalami peningkatan, dari data BPS (Badan Pusat Statistik) proyeksi penduduk tahun 2010-2035 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia setiap lima tahunnya meningkat 7%. Faktor kedua adalah penghasilan penduduk Indonesia, berdasarkan data BPS(2014) pendapatan per kapita tahun 2014 $ 4.700/tahun atau dalam presentase terjadi peningkatan 5% setiap tahunnya. Dengan penghasilan yang tinggi tentu saja akan membuat masyarakat ingin memenuhi kebutuhan mereka salah satunya kebutuhan akan tempat tinggal, selain itu mereka juga ingin melakukan investasi untuk masa depan sesuai dengan teori Maslow mengenai hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan dasar Maslow meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, esteem, dan aktualisasi diri, dalam tingkat dari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas dan sebagainya. Selanjutnya faktor ketiga adalah tingkat kekurangan pasokan (backlog) akan permintaan tempat tinggal yang layak, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Berdasarkan data dari Kemenpera(2014), tiap tahunnya angka backlog bertambah sebesar 400.000 hingga 500.000 unit per tahun. Pada akhir tahun 2014, angka backlog menembus 13.6 juta unit atau bisa dikatakan 60 juta jiwa belum memiliki rumah tinggal. Padahal kemampuan akan penyediaan tempat tinggal hanya 300.000 unit per tahun. Ketiga faktor tersebut menjadikan bisnis properti akan terus meningkat guna untuk memenuhi kebutuhan dari permintaan masyarakat akan tempat tinggal. Perusahaan pengembang dalam memasarkan produknya tentu memiliki strategi masing-masing. Salah satu metode yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan marketing mix. Menurut Kotler dan Amstrong (1997), marketing mix adalah sekumpulan variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan, yang digunakan oleh perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam target pemasaran. Marketing mix terdiri dari beberapa elemen yaitu produk, harga, promosi, place, participant/people, proses, dan physical evidence. Masalah mendasar yang sering dihadapi oleh pengembang yaitu dalam hal menentukan harga.
277
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Dewasa ini banyak pengembang di Indonesia yang menggunakan berbagai macam metode perhitungan untuk menentukan harga jual agar pengembang dapat bersaing dengan pengembang lain yang memasuki pasar. Jika pengembang melakukan kesalahan dalam menentukan harga jual maka akibatnya produk tersebut akan kurang diterima di pasaran karena akan kalah bersaing dengan produk yang sejenis pengembang akan kehilangan kesempatan mendapatkan laba yang seharusnya diperoleh. Jika kesalahan tersebut terakumulasi terus-menerus bisa saja tutup atau bangkrut. Untuk meminimalkan kesalahan dalam menentukan harga jual maka perusahaan harus menghitung dengan cermat dan menentukan metode penentuan harga jual. Penjualan dalam bidang penjualan properti seperti rumah maka perusahaan akan menentukan harga jual dengan sangat hati-hati dikarenakan harga jual rumah selalu meningkat terusmenerus dan hampir tidak pernah turun dalam jangka waktu yang pendek maupun panjang. Harga jual rumah tidak hanya ditentukan oleh pengembang tetapi pembeli pun juga ikut serta dalam penentuan harga. Pengembang menentukan harga jual rumah dengan dipengaruhi beberapa faktor yang berhubungan dengan biaya pembangunan rumah seperti luas tanah, biaya pembangunan dan lain-lain. Dari sisi konsumen harga jual dipengaruhi beberapa faktor seperti ketersediaan fasilitas, kondisi lingkungan, luas bangunan, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini akan melakukan analisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam penentuan harga jual rumah. Faktor-faktor yang digunakan didapatkan dengan menggunakan metode harga Hedonik dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier OLS(Ordinary Least Square). Penelitian ini difokuskan pada 2 kabupaten area Soloraya yaitu Karanganyar dan Sukoharjo. Kedua wilayah tersebut memiliki permintaan akan rumah yang tinggi dibandingkan dengan daerah di Soloraya lainnya. Kedua kabupaten tersebut memiliki pusat bisnis, pendidikan, dan kesehatan yang lengkap, serta lokasinya stategis berbatasan langusng dengan kota Solo. Hal tersebut yang mendorong pengembang untuk berinvestasi di kedua Kabupaten tersebut. TINJAUAN LITERATUR Victor Contreras, Urbi Garay, Miguel Angel Santos dan Cosme (2013) meneliti hubungan antara 2 faktor yang mempengaruhi harga tanah per m di kota Caracas, Venezuela. Faktor-faktor yang diteliti meliputi luas tanah, jumlah ruang untuk parkir, umur dari bangunan, tingkat kriminalitas yang terjadi. Peneliti menggunakan metode harga Hedonik dalam penentuan faktor yang digunakan. Faktor-faktor tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan metode OLS. Y.W. Fung, W.L. Lee, (2014) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga perumahan. Dari banyak metode yang digunakan dalam penentuan harga , metode yang tepat untuk penelitian ini menggunakan metode harga hedonik. Faktor yang diteliti terbagi menjadi 2 atribut yaitu mengenai arsitentur dan lingkungan. Untuk atribut arsitektur terdiri dari luas tanah, arah hadap jendela rumah (utara, timur, selatan) dan untuk atribut lingkungan terdiri dari jarak rumah terhadap jalan raya, besar sudut cahaya, dan adanya ventilasi. Ambada, Erol (2013) meneliti mengenai pengaruh faktor luas tanah, luas bangunan dan luas fasum terhadap harga rumah di Kelurahan Singopuran. Faktor-faktor yang didapatkan dengan menggunakan metode harga hedonik. Analisis untuk faktor-faktor tersebut menggunakan metode OLS. METODE RISET Pada penelitian ini, tahap pengumpulan dilakukan dengan mencari data transaksi penjualan pada developer di kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo. Data yang didapatkan kemudian diolah dengan menggunakan analisis regresi linier OLS(Ordinary Least Square). Penjelasan detail metode riset yang dilakukan ditampilkan pada tabel 1. Tabel 1. Metode Riset
Tahap Pengumpulan data
Pengolahan Data: 1. Statistik Deskriptif
Penjelasan Pengumpulan data transaksi penjualan pada developer di Kabupaten Karangayar dan Sukoharjo. Didapatkan 30 transaksi penjualan, dengan rincian 12 transaksi di Kabupaten Karanganyar dan 18 transaksi di Kabupaten Sukoharrjo. Data transaksi berisi informasi yang dijadikan variabel yang diteliti, yaitu harga jual rumah, tipe rumah, jumlah kamar, jarak ke pusat kota, kemudahan transportasi, dan kelengkapan fasilitas. Pada tahap ini dilakukan perhitungan statistik deskriptif setiap variabel sehingga diketahui nilai rata-rata, nilai minimum, nilai maksimal, dan standar deviasi untuk setiap variabel bebas.
278
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 2. Uji R Square
3. Uji F
4. Uji Probabilitas
ISBN: 978-602-70259-3-6 Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui % besaran nilai yang ditimbulkan variabel bebas terhadap model penentuan harga jual rumah. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besar F hitung dan tingkat signifikansi dari model harga jual rumah. Apabila nilai sginifikan menunjukkan nilai < 0.05 brarti model tersebut dapat digunakan sebagai alat prediksi harga jual rumah. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai probabilitas setiap variabel. Apabila nilai probabilitas variabel menunjukkan nilai < 0.05 berarti variabel tersebut memiliki pengaruh nyata terhadap harga jual rumah.
PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan data penjualan dari developer. Data yang digunakan sejumlah 30 yang terdiri dari beberapa daerah yaitu Karanganyar 40 % (12 transaksi) dan Sukoharjo 60% (18 transaksi). Statistik deskriptif dari data ditampilkan pada tabel 2. Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel
harga_rumah luas_tanah tipe_rumah jumlah_kamar jrak_ke_pusatkota Transport Fasilitas
N 30 30 30 30 30 30 30
Minimum 115jt 54.00 36.00 2.00 2.00 1.00 2.00
Maximum 330jt 110.00 50.00 3.00 3.00 3.00 4.00
Mean 238.50jt 78.4000 43.2000 2.2000 2.6000 2.0000 2.5667
Std. Deviation 76.216jt 16.92906 5.75596 .40684 .49827 .90972 .81720
a. Harga Rumah Dari data yang didapatkan, untuk variabel harga rumah memiliki nilai minimal harga jual rumah sebesar 115 jt rupiah dan nilai maksimal harga jual rumah sebesar 330 jt rupiah. Rata-rata yang didapatkan dari data untuk harga jual rumah sebesar 238,50 jt rupiah. Variabel harga rumah memiliki standar deviasi terhadap rata-ratanya sebesar 76.216 jt rupiah. b. Luas Tanah Dari data yang didapatkan, untuk variabel luas tanah memiliki nilai minimal luas tanah rumah sebesar 54 m2 dan nilai maksimal luas tanah sebesar 110 m2. Rata-rata yang didapatkan dari data untuk luas tanah sebesar 78.4 m2. Variabel luas tanah memiliki standar deviasi terhadap rataratanya sebesar 16.92 m2 c. Tipe Rumah Dari data yang didapatkan, untuk variable tipe rumah memiliki nilai minimal tipe 36 dan nilai maksimal tipe 50. d. Jumlah kamar Dari data yang didapatkan, untuk variabel jumlah kamar memiliki nilai minimal 2 kamar dan nilai maksimal 3 kamar. e. Jarak ke Pusat Kota Dari data yang didapatkan, untuk variabel jarak ke pusat kota memiliki nilai minimal 2 yang berarti cukup dekat dan nilai maksimal 3 cukup dekat dengan pusat kota. f. Kemudahan transportasi Dari data yang didapatkan, untuk variabel kemudahan transportasi memiliki nilai minimal 1 yang berarti sangat mudah dan nilai maksimal 3 cukup mudah. g. Kelengkapan Fasilitas Dari data yang didapatkan, untuk variabel kelengkapan fasilitas memiliki nilai minimal 2 yang berarti lengkap dan nilai maksimal 4 tidak lengkap .
279
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Uji R Square Data yang ada diolah dengan analisis regresi linier berganda. Hasil dari regresi linier yang dilakukan 2 menunjukkan nilai adjusted R yang ditampilkan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji R Square
Model
R
R Square
.965(a)
1
.932
Adjusted R Square .914
Std. Error of the Estimate 22.389
2
2
Pada tabel 3 angka R sebesar 0.932 adalah pengkuadratan dari koefisien korelasi. R bisa disebut koefisien determinasi, dalam hal ini menunjukkan bahwa 93,2%, dari model harga jual rumah dapat dijelaskan oleh variabel luas tanah, tipe rumah, jumlah kamar, jarak ke pusat kota, kemudahan transportasi, dan kelengkapan fasilitas pendukung dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang lain. 2 Semakin kecil R maka semakin lemah hubungan antar variabel. Uji F Selanjutnya data diolah dengan Uji F, dan hasilnya ditampilkan pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji F
Model 1 Regression Residual Total
Sum of Squares 156928.397 11529.103
df 6 23
168457.500
29
Mean Square 26154.733 501.265
F 52.177
Sig. .000(a)
Hasil Uji F pada tabel 4 menunjukkan bahwa didapatkan F hitung sebesar 52.177 dengan tingkat signifikansi 0.00. Karena probabilitas 0.00 lebih kecil dari 0.05, maka model regresi dapat digunakan sebagai alat prediksi harga jual rumah. Uji Probabilitas Dari persamaan regresi harga jual rumah, setiap variabel dihitung nilai probabilitasnya terhadap harga jual rumah. Hasil pengujian ditampilkan pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Probabilitas
Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) luas_tanah jumlah_kamar jrak_ke_pusatkota transport fasilitas ttype_rumah
B -291.926 2.753 3.397 313.411 -213.117 -63.506 1.886
Std. Error 75.977 .631 13.238 76.002 41.977 17.093 1.832
Standardized Coefficients Beta .611 .018 2.049 -2.544 -.681 .142
t
Sig.
B -3.842 4.362 .257 4.124 -5.077 -3.715 1.030
Std. Error .001 .000 .800 .000 .000 .001 .314
Pada tabel 5 kolom B menunjukkan koefisien dari persamaan regresi untuk setiap variabel. Pada tabel 5 kolom Sig menunjukkan nilai probablitas setiap variabel. Dari hasil pengolahan dapat diketahui luas tanah, jarak pusat ke kota, kemudahan transportasi, dan kelengkapan fasilitas memiliki nilai probablitias sebesar 0.00. Nilai ini lebih rendah dengan taraf nyata yaitu 0.05, sehingga dapat diartikan bahwa luas tanah, jarak pusat ke kota, kemudahan transportasi dan kelengkapan fasilitas berpengaruh nyata terhadap harga jual rumah. Sedangkan untuk jumlah kamar dan tipe rumah memiliki nilai probabilitas sebesar 0.008 dan 0.314. NIlai ini lebih tinggi darei nilai taraf nyata 0.05, sehingga dapat diartikan bahwa jumlah kamar dan tipe rumah tidak berpengaruh terhadap harga jual rumah.
280
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor luas tanah, jarak ke pusat kota, kemudahan transportasi, dan kelengkapan fasilitas pendukung memberikan pengaruh nyata terhadap hrga jual rumah sedangkan tipe rumah,dan jumlah kamar tidak memberikan pengaruh nyata terhadap harga jual rumah. PUSTAKA Ambada, Erol. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Perumahan di Kelurahan Singopuran. Badan Statistik Penduduk(2014). Data Statistik Indonesia: Pendapatan Perkapita Penduduk Indonesia tahun 2015. Contreras, V., Garay, U., Santos, M.A., Betancourt, C. (2014). Expropriation risk and housing prices: Evidence from an emerging market, Journal of Business Research 67 (2014) 935–942 Kemenpera(2014). Data Backlog Rumah Tinggal di Indonesia. Kotler, P. dan Amstrong.2013. Manajemen Pemasaran, jilid 2, terjemahan Hendra Teguh. Jakarta : Erlangga Nuñez, N., Ceular, N., & Millan, G. (2007). Approximation to the real estate valuation using the Hedonic price method. Spain: University of Córdoba. Suara Merdeka, 22 Agustus, 2014. Berita Aktual Ekonomi: Soloraya Kekurangan 148.463 Rumah. Walpoel, R.E. dan Myers R.H.(1995). Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuan. Bandung: ITB. Wen, H. Z., Jia, S. H., & Guo, X. Y. (2005). Hedonic price analysis of urban housing: An empirical research on Hangzhou, China. Journal of Zhejiang University. Science, 6A(8), 907–914. Y.W. Fung, W.L. Lee, (2014). Development of Price Models For Architectural And Environmental Quality For Residential Developments In Hong Kong, Habitat International 44 (2014) 186e193
281
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENGEMBANGAN ALAT PENGERING SIMPLISIA JAHE MENGGUNAKAN SUMBER PANAS SINAR MATAHARI DENGAN BACKUP PANAS KOMPOR Benazir Imam Arif Muttaqin1, Retno Wulan Damayanti2, Sukmaji Indro Cahyono3 1,2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta 3 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Petani biofarmaka di Kabupaten Karanganyar saat melakukan proses pengeringan rimpang jahe segar menjadi simplisia jahe selama ini masih menggunakan sinar matahari secara langsung. Agassi (2014) telah mengembangkan alat pengering simplisia jahe yang mengandalkan panas dari sinar matahari (solar dryer) dan juga memiliki sistem backup panas yang bersumber dari kompor biomassa. Namun alat pengering yang dirancang tersebut memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan. Di antaranya adalah panas yang tidak merata di kabin pengering, suhu pengeringan yang sangat tinggi pada saat menggunakan sumber panas kompor biomassa, dan asap pembakaran kompor biomassa yang masuk ke kabin pengering. Pada penelitian ini dibuatlah perbaikan rancangan desain alat pengering berdasarkan hasil evaluasi pada alat pengering sebelumnya. Hasil dari penelitian ini adalah rancangan alat pengering dengan desain dan mekanisme sistem kerja alat pengering yang baru. Dengan demikian diharapkan desain alat pengering yang baru ini memberikan efektivitas, efisiensi, dan kualitas simplisia jahe hasil pengeringan yang akan lebih terjamin serta bisa menyelesaikan permasalahan atau kekurangan pada alat pengering sebelumnya. Kata kunci: Simplisia, Solar Dryer, Jahe PENDAHULUAN Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah tanaman rimpang yang banyak dibudidayakan oleh para petani sebagai bahan utama pembuatan obat tradisional (Gholib, 2008). Untuk menjaga kualitas kandungan jahe agar tidak mengurangi nilai ekonomis, rimpang jahe segar dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dijual, salah satunya dalam bentuk simplisia. Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai bahan baku obat tradisional yang belum mengalami proses pengolahan apapun kecuali proses pengeringan (Ditjen POM, 1982). Tahapan proses pengolahan rimpang jahe segar menjadi simplisia jahe dilakukan melalui tahap proses penyortiran pertama, pencucian, perajangan atau pemotongan, pengeringan, penyortiran akhir, pengemasan (packaging), serta penyimpanan (Sembiring, dkk, 2012). Dari kesekian banyak proses tersebut, proses pengeringan menjadi proses yang utama dan vital bagi para petani (Muller, 2006). Menurut Qaas & Schiele (2001), proses pengeringan bahkan mempresentasikan sekitar 30%-50% dari total biaya produksi obat-obatan herbal. Untuk menjaga kualitas simplisia jahe pada proses pengeringan, salah satu indikator penting yang digunakan adalah kadar air pada jahe maksimal 10% seperti yang tertuang di dalam SNI 01-7087-2005 (BSN, 2005). Oleh karena itu, menurut Fitriani (2013) proses pengeringan jahe sebaiknya dilakukan dengan suhu antara 40-60°C. Petani biofarmaka di Kabupaten Karanganyar saat melakukan proses pengeringan rimpang jahe segar menjadi simplisia jahe selama ini dilakukan dengan metode yang konvensional, yaitu dengan pengeringan terbuka di bawah sinar matahari secara langsung. Proses pengeringan di bawah sinar matahari langsung seperti itu sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat Mesir sekitar 4000 tahun yang lalu (Heeger, 1989). Masalah yang muncul dari metode pengeringan tersebut adalah sumber energi pengeringan yang hanya bergantung cuaca (panas matahari). Proses pengeringan juga berjalan kurang efisien dari segi waktu dan peralatan yang digunakan.Berdasarkan masalah tersebut, Susilo (2014) telah merancang alat pengering simplisia jahe menggunakan energi matahari (solar dryer). Kemudian Agassi (2014) telah mengembangkan alat pengering simplisia jahe lebih lanjut yang tidak hanya mengandalkan panas dari sinar matahari, namun juga memiliki sistem backup panas yang bersumber dari kompor biomass.Sehingga apabila cuaca pada saat proses pengeringan tidak mendukung (mendung atau hujan), maka proses pengeringan masih bisa tetap dilakukan dengan backup energi panas yang bersumber dari kompor biomass. Alat pengering hasil rancangan Agassi (2014) tersebut kemudian diuji oleh Pertiwi (2015) melalui suatu penelitian eksperimen. Berdasarkan analisis dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Agassi (2014) dan Pertiwi (2015), alat pengering yang dirancang oleh Agassi (2014) memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan. Di
282
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
antaranya adalah panas yang tidak merata di kabin pengering, suhu pengeringan yang sangat tinggi pada saat menggunakan sumber panas kompor biomassa, dan asap pembakaran kompor biomassa yang masuk ke kabin pengering. Sumber masalah yang paling kritis terjadi pada bagian sumber panas kompor biomassa. Panas hasil pembakaran yang berada pada bagian kompor biomassa menyebabkan suhu di kabin pengering menjadi sangat tinggi dan tidak merata. Posisi kompor biomassa yang berada di bawah kabin pengering menyebabkan perpindahan panas antara kompor dan kabin pengering terjadi sangat cepat dalam suhu yang sangat tinggi. Asap kompor hasil pembakaran yang terjadi di kompor biomassa kemudian juga bisa masuk melalui celah-celah yang ada pada bagian bawah kabin yang berbatasan langsung dengan kompor biomassa dan bisa juga masuk melalui pintu kabin pengering. Sementara itu penggunaan mekanisme thermostat sebagai alat pengontrol suhu di kabin pengering belum diterapkan pada rancangan alat ini. Mekanisme pengontrol suhu yang belum diterapkan serta posisi peletakan kompor biomassa yang berada pada bagian bawah kabin pengering bisa saja menyebabkan hal yang sangat tidak diinginkan, yaitu panas berlebihan yang diterima oleh kabin pengering yang berpotensi menyebabkan kerusakan atau kebakaran alat pengering. Dalam rangkaian upaya perbaikan yang berkesinambungan berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dibuat sebelumnya, pada penelitian ini dilakukan pengembangan alat pengering simplisia jahe. Rancangan alat pengering didasarkan pada hasil evaluasi alat pengering hasil rancangan Agassi (2014) yang dilakukan oleh Agassi (2014) dan Pertiwi (2015). Dengan pengembangan rancangan alat pengering ini, diharapkan kelemahan-kelemahan yang ada pada alat pengering yang dibuat oleh Agassi (2014) dapat diperbaiki. METODE PENELITIAN Urutan metode dalam penelitian ini mengikuti tahapan pengembangan produk menurut Ulrich (2001). Langkah pertama yang dilakukan dalam mengembangkan rancangan alat pengering pada penelitian ini adalah evaluasi alat pengering sebelumnya hasil rancangan oleh Agassi (2014). Hasil evaluasi didasarkan pada kebutuhan pengguna dan kebutuhan teknis produk. Setelah itu dilakukan tahapan pengembangan konsep produk untuk menghasilkan alternatif-alternatif konsep produk. Alternatif-alternatif konsep produk tersebut kemudian dipilih pada tahapan pemilihan konsep produk. Setelah konsep dipilih tahapan selanjutnya adalah perancangan tingkat sistem. Hasil rancangan tingkat sistem kemudian didetailkan menggunakan bantuan software Solidwork 2013 pada tahapan perancangan tingkat detail. HASIL DAN PEMBAHASAN Agassi (2014) mengembangkan alat pengering berdasarkan 8 kebutuhan pengguna yang kemudian diturunkan menjadi 16 kebutuhan teknis. Berdasarkan hasil evaluasi terdapat 3 kebutuhan teknis yang belum terpenuhi pada hasil prototype alat pengering, yaitu kebutuhan panas rata pada ruang pengering, simplisia yang dihasilkan higienis, dan suhu pengeringan 40-60°C seperti yang tampak pada Tabel 1. Tabel 1.Ketercapaian kebutuhan pengguna dan teknis alat pengering Agassi (2014)
No
1
Kebutuhan Pengguna
Alat pengering mudah digunakan
No
Kebutuhan Teknis
1
8
Set up alat mudah dilakukan Loading/unloading rimpang jahe mudah dilakukan Pengeringan simplisia jahe dilakukan pada kedua sisi sekaligus (tidak perlu dibolak-balik) Bahan bakar kompor terjangkau harganya atau dapat diperoleh di lingkungan desa Klaster Biofarmaka Karanganyar Perakitan komponen dan perbaikannya dapat dilakukan secara mandiri oleh petani Biaya komponen terjangkau petani Pemindahan alat pengering dapat dilakukan oleh minimal 2 orang Alat pengering tahan terhadap suhu luar (panas matahari dan malam hari)
9 10
Alat pengering tahan terhadap air hujan Kompor alat pengering tahan terhadap panas
2 3
2
3 4
5
Alat pengering bersumber kompor murah untuk beroperasi Perawatan alat pengering mudah dan murah Alat pengering mudah disimpan dan dipindah Alat pengering awet dan kuat
4 5 6 7
283
Ketercapaian √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
6
7
8
ISBN: 978-602-70259-3-6
Alat pengering mampu mengeringkan jahe menjadi simplisa yang dapat diterima industri atau pasar (lebih baik dari penjemuran langsung di alam terbuka) Alat pengering mampu menampung banyak rimpang Alat pengering mampu dibuat secara mandiri oleh petani
11 12 13
api Collector mampu menyerap panas dengan baik Panas pada kabinet pengering rata pada seluruh bagian Simplisa jahe yang dihasilkan higienis
√ X X
14
Kandungan penting pada jahe tidak hilang (suhu pengeringan 40-60°C)
X
15
Area pengeringan simplisa luas
√
16
Assembly atau rancang bangun alat sederhana sesuai dengan skill/ketrampilan petani serta biaya material yang terjangkau
√
Dengan memperhatikan kebutuhan pengguna dan kebutuhan teknis, hasil evaluasi kemudian digunakan sebagai dasar acuan dalam pengembangan konsep produk yang baru. Pada tahapan pengembangan konsep produk, rancangan konsep produk akan dibagi menjadi tiga berdasarkan bagian utama alat pengering yaitu collector, kabin pengering, dan kompor biomassa. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah membangkitkan konsep-konsep yang berkaitan langsung dengan bagian utama alat pengering. Contoh gambaran pengembangan konsep untuk bagian collector ditampilkan pada Gambar 1 berikut. Rancangan Collector
Alat pengering mampu mengeringkan jahe menjadi simplisa yang dapat diterima industri atau pasar
Alat pengering mampu dibuat secara mandiri oleh petani
Assembly atau rancang bangun alat sederhana serta biaya material yang terjangkau
Material rangka/ bagian luar
Collector mampu menyerap panas dengan baik
Material penangkap panas Kayu
Seng
Besi
Kemiringan kaca collector Seng
Plat Stainless Flat plate air heating solar collector
Tebal kaca
15°
30°
45°
Panas pada kabinet pengering rata pada seluruh bagian
Simplisa jahe yang dihasilkan higienis
Posisi lubang inlet
Penambahan jaring (mesh) pada lubang inlet
Bawah collector
5 mm
4 mm
Depan collector
3 mm
Bawah dan depan collector
Alat pengering mudah disimpan dan dipindah
Alat pengering mudah digunakan
Perawatan alat pengering mudah dan murah
Pemindahan alat pengering dapat dilakukan oleh minimal 2 orang
Set up alat mudah dilakukan
Perakitan komponen dan perbaikannya dapat dilakukan secara mandiri oleh petani
Sambungan terhadap kabin pengering
NonPermanen
Permanen
Mobilitas collector
NonPermanen
Fix/ Permanen
Kebutuhan Pengguna Kebutuhan Teknis *
Konsep yang Sudah Diakomodasi Alat Pengering Agassi (2014)
Gambar 1.Pengembangan konsep rancangan alat pengering bagian collector
Dengan melihat pada Gambar 1, terlihat bahwa konsep-konsep rancangan produk dibangkitkan melalui kebutuhan pengguna yang kemudian dterjemahkan atau diturunkan menjadi kebutuhan teknis. Sebagai contoh kebutuhan pengguna ‘alat pengering mampu dibuat secara mandiri oleh petani’. Kebutuhan pengguna tersebut kemudian diturunkan menjadi kebutuhan teknis produk yaitu ‘assembly atau rancang bangun alat sederhana serta biaya material yang terjangkau’. Dari situlah akan diperoleh konsep produk berupa material rangka/bagian luar collector yang terdiri dari beberapa alternatif-alternatif konsep yaitu kayu, seng, dan besi. Dengan demikian hasil rancangan alat pengering yang dibuat bisa sesuai dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan pengguna. Seluruh alternatif konsep produk alat pengering untuk masing-masing bagian (collector, kabin pengering, dan kompor) kemudian dilakukan penilaian. Untuk masing-masing konsep, pertimbangan kriteria pemilihan alternatif konsep terbaik tentu akan berbeda-beda. Hasil akhir penilaian alternatif konsep terpilihrancangan alat pengering untuk bagian collector ditampilkan pada Tabel 2.
284
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 2.Alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering bagian collector
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Konsep Konsep Terpilih Material rangka/ bagian luar Kayu Material penangkap panas Seng Kemiringan kaca collector 15° Tebal kaca collector 5 mm Posisi lubang inlet Bawah dan depan collector Penambahan jaring pada lubang inlet Sambungan terhadap kabin Non-Permanen Mobilitas collector Non-Permanen
Alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering bagian pada bagian collector seperti pada Tabel 2 yaitu material rangka/bagian luar collector terbuat dari material kayu, material penangkap panas di bagian dalam collector terbuat dari material seng, kemiringan kaca collector sebesar 15°, tebal kaca collector sebesar 5 mm, posisi lubang inlet berada di bagian bawah dan depan collector, penambahan jaring pada lubang inlet, sambungan terhadap kabin yang non permanen, serta mobilitas collector yang non permanen. Hasil akhir penilaian alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering untuk bagian kabin pengering ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3.Alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering bagian kabin pengering
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Konsep Konsep Terpilih Material rangka/ bagian luar Kayu Desain wadah / rak pengering Non-Permanen Mobilitas kabin pengering Non-Permanen Jenis material wadah pengering berongga jaring (mesh) Desain pintu Swing (kupu-kupu) Penambahan tutup direct dryer Material rangka wadah pengering Kayu Tebal kaca direct dryer 5 mm Letak direct dryer Atas-Miring Belakang Desain posisi wadah pengering Miring 8° Material heat exchanger Al Jarak antar rak 10 cm
Alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering bagian pada bagian kabin pengering seperti pada Tabel 3 yaitu material rangka/bagian luar kabin pengering terbuat dari material kayu, desain wadah/rak pengering non permanen, mobilitaas kabin pengering non permanen, jenis material wadah pengering berongga jaring (mesh), desain pintu kabin pengering berjenis pintu geser, penambahan tutup direct dryer, material rangka wadah pengering terbuat dari material kayu, tebal kaca direct dryer sebesar 5 mm, letak direct dryer berada di atas dengan kemiringan ke belakang (menghadap seperti collector), desain posisi wadah pengering miring 8°, material heat exchanger terbuat dari material aluminium (Al), serta jarak antar rak pengering sebesar 10 cm. Hasil akhir penilaian alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering untuk bagian kompor ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4.Alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering bagian kompor
No 1 2 3 4 5
Konsep Sumber Energi Mobilitas Kompor Posisi kompor terhadap kabin Material Kompor Thermostat
Konsep Terpilih Biomassa Permanen Bawah-Samping Galvanium Mekanik
Alternatif konsep terpilih rancangan alat pengering bagian pada bagian kompor seperti pada Tabel 4 yaitu kompor menggunakan sumber energi biomassa, mobilitas kompor permanen, posisi kompor terhadap kabin pengering berada di bagian bawah-samping, material kompor terbuat dari galvanium, serta thermostat yang digunakan berjenis thermostat digital.
285
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Alternatif konsep terpilih untuk masing-masing bagian alat pengering kemudian dijadikan dasar dalam perancangan tingkat sistem dan perancangan tingkat detail alat pengering. Perancangan tingkat sistem digunakan untuk menjelaskan gambaran secara umum mekanisme kinerja alat. Sedangkan perancangan tingkat detail digunakan untuk menggambarkan bagian-bagian alat beserta ukurannya secara detail. Rancangan tingkat sistem alat pengering ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3 berikut.
Gambar 2.Mekanisme pengeringan pada saat menggunakan sumber energi panas sinar matahari
Mekanisme alat pengering apabila menggunakan sumber energi panas dari sinar matahari seperti pada Gambar 2 adalah pertama collector menangkap sinar matahari melalui kaca yang kemudian panas sinar matahari tersebut ditangkap oleh material seng yang berada di dalam collector. Di sisi lain udara masuk melalui lubang-lubang inlet yang berada di depan dan bawah collector yang kemudian udara tersebut berubah menjadi udara panas akibat menyentuh material seng yang berada di dalam collector. Akibat efek glazing yang ditimbulkan oleh kaca collector dan di dengan memanfaatkan sifat udara panas yang cenderung bergerak naik ke atas, maka udara panas yang berada di dalam collector akan mengalir ke dalam kabin pengering. Udara panas yang bergerak di dalam kabin pengering akan membawa uap air dari simplisia jahe yang masih segar dan kemudian akan bergerak ke atas melalui pipa/cerobong exhaust.
286
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 3.Mekanisme pengeringan pada saat menggunakan sumber backup energi panas kompor
Apabila menggunakan sumber energi panas melalui kompor biomassa, mekanisme kerja alat pengering seperti pada Gambar 3 adalah pertama kayu yang digunakan sebagai bahan bakar dimasukkan ke dalam kompor untuk kemudian dibakar. Kemudian panas akan bergerak dari kompor ke kabin melalui asap pembakaran kayu dari kompor tersebut melalui pipa. Pada saat asap kompor bergerak melalui pipa yang berada di dalam kabin pengering, maka material heatexchanger yang posisinya menempel pada pipa di dalam kabin pengering akan memperluas panas yang diterimanya ke dalam seluruh ruangan kabin pengering. Panas tersebut kemudian akan membawa uap air dari simplisia jahe yang masih segar dan kemudian akan bergerak ke atas melalui pipa/cerobong exhaust. Untuk menjaga suhu yang berada di dalam kabin pengering stabil dan tidak terlalu besar, maka pada rancangan kompor alat ini terdapat alat yang disebut thermostat. Thermostat tersebut berfungsi untuk mengontrol pembakaran pada kompor biomassa agar selalu stabil. Dengan menggunakan bantuan software Solidwork 2013, desain alat pengering akan tergambarkan secara jelas seperti pada Gambar 4.
287
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 4.Desain rancangan alat pengering
Secara umum desain alat pengering yang dibuat seperti pada Gambar 4 terdiri dari tiga bagian utama yaitu collector, kabin pengering, dan kompor biomassa yang bisa dibongkar pasang sehingga tidak menyulitkan pengguna pada saat akan menggunakannya. Collector merupakan bagian yang berfungsi untuk menangkap energi panas sinar matahari. Pada bagian collector, terdapat material seng yang berfungsi untuk mengumpulkan panas serta lubang inlet pada bagian depan dan bawah yang berfungsi untuk mengalirkan udara dari luar. Bagian kabin pengering merupakan bagian yang berfungsi untuk menampung rak-rak yang digunakan sebagai wadah pengeringan simplisia jahe. Pada bagian kabin pengering ini, terdapat kaca direct dryer dan dilengkapi penutup kaca direct dryer yang diletakkan pada sisi atas dengan sudut kemiringan menghadap ke belakang. Di dalam kabin pengering terdapat enam belas rak pengering yang dapat dilepas sehingga mempermudah proses loading dan unloading simplisia jahe. Alat pengering yang didesain dilengkapi dengan kompor biomassa yang merupakan bagian yang berfungsi sebagai backup sumber energi panas apabila kabin pengering tidak mendapatkan cukup suplai energi panas dari collector yang bisa saja terjadi apabila cuaca mendung ataupun hujan. Posisi kompor diletakkan di sebelah bawah samping dari kabin pengering. Kompor biomassa ini juga dilengkapi dengan thermostat yang digunakan untuk mengontrol suhu proses pengeringan. Dengan demikian diharapkan suhu proses pengeringan tidak terlalu tinggi dan meminimalisir asap pembakaran kompor yang masuk ke bagian kabin pengering. SIMPULAN Berdasarkan hasil rancangan alat pengering yang sudah dibuat, maka kelemahan atau kekurangan yang berada pada rancangan alat pengering milik Agassi (2014) diharapkan dapat terselesaikan. Panas yang tidak merata di kabin pengering diharapkan terselesaikan melalui desain alat yang lebih memprioritaskan kerapatan di segala sisi. Karena apabila terdapat celah atau lubang di sekitar kabin pengering, maka udara panas akan cepat keluar. Masalah suhu pengeringan yang sangat tinggi pada saat menggunakan sumber panas kompor biomassa juga diharapkan dapat terselesaikan melalui mekanisme
288
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
sistem alat pengering yang baru. Pemosisian ulang letak kompor dan implementasi thermostat merupakan kunci utama untuk menghadapi masalah tersebut. Dengan memposisikan kompor di bawah samping kabin pengering, maka panas yang berada pada kompor biomassa tidak akan langsung merambat melalui konduksi serta asap hasil pembakaran tidak akan masuk ke kabin pengering seperti hasil rancangan alat pengering milik Agassi (2014). Di samping itu mekanisme kontrol oleh thermostat juga telah diterapkan pada rancangan alat ini sehingga permasalahan overheat diharapkan bisa teratasi. Dengan demikian diharapkan desain alat pengering yang baru ini memberikan efektivitas, efisiensi, dan kualitas simplisia jahe hasil pengeringan yang akan lebih terjamin. PUSTAKA Agassi, Ereika A.,(2014). Perancangan Alat Pengering Simplisia Menggunakan Panas Sinar Matahari dengan Backup Panas Kompor Biomassa.Surakarta: Teknik Industri UNS Badan Standardisasi Nasional, (2005),SNI 01-7087-2005 : Jahe untuk Bahan Baku Obat, Jakarta: BSN Ditjen POM,(1982),Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional, Jakarta: Ditjen POM Depkes Fitriani, Nur.,(2013). Pengaruh Penambahan Tepung Jahe Merah Dalam Ransum terhadap Bobot Badan dan Ukuran Tubuh Ayam Kampung Periode Pertumbuhan. Semarang: Fakultas Peternakan dan Perikanan Undip Gholib, D. (2009). Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber Officinale Var. Rubrum) dan Jahe Putih (Zingiber Officinale Var. Amarum) terhadap Trichophyton Mentagrophytes dan Cryptococcus Neoformans, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 827830 Heeger, E. F.,(1989), Handbuch des Arznei- und Gewürzpflanzenbaues, Frankfurt: Verlag Harri Deutsch Pertiwi, Justitieca P.,(2015). Evaluasi Kinerja Alat Pengering Simplisa Menggunakan Sumber Panas Sinar Matahari dengan Backup Panas Kompor Biomassa untuk Memenuhi Standar Kualitas Simplisia Jahe. Surakarta: Teknik Industri UNS Qaas, F. and Schiele, E. (2001).Einfluss der Energiekosten auf die Rentabilität im Trocknungsbetrieb, Zeitschrift für Arznei- und Gewürzpflanzen, 6 (3), 144-145. Sembiring, Bagem S. dan Yuliani Sri,(2012),Penanganan dan Pengolahan Rimpang Jahe,Bogor: Teknologi Hasil Penelitian Jahe Susilo, Ferry T., Ilham Priyadythama, dan Rahmaniyah D. Astuti.(2014). Perancangan Alat Pengering Simplisia Menggunakan Tenaga Matahari. Prosiding Seminar Nasional IDEC 2014. Surakarta, 20 Mei 2014 Ulrich, Karl T. and Steven D. Eppinger,(2001),Perancangan dan Pengembangan Produk. Jakarta: Salemba Teknik
289
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
STUDI KASUS ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENERAPAN PENERANGAN JALAN UMUM BERTENAGA SEL SURYA Ika Shinta Mardikaningsih1, Wahyudi Sutopo2, Rina Wiji Astuti3 Asisten Laboratoriun Sistem Logistik dan Bisnis, Progam Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 2 Laboratotium Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret 3 Tenant Pusat Inovasi Teknologi, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1
ABSTRAK Listrik merupakan sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia saat ini, permintaan yang tinggi tentunya akan berakibat terhadap krisis listrik. Salah satu penggunaan listrik adalah untuk Penerangan Jalan Umum (PJU), Kota Surakarta saat ini masih menggunakan PJU bertenaga listrik, tentunya hal tersebut turut menambah permintaan listrik yang akan berimbas terhadap krisis listrik. Tidak hanya itu pemakaian listrik PJU yang tinggi turut pula mempengaruhi besarnya tagihan listrik di Kota Surakarta. Salah satu alternatif yang dapat ditawarkan adalah penerapan PJU bertenaga surya (PJUTS), PJUTS ini menggunakan sinar matahari sebagi sumber energinya dan baterai lithium sebagai sumber penyimpanan energy, tidak hanya itu beban yang digunakan adalah Lampu LED yang dikenal ramah lingkungan. Dengan menggunakan PJUTS ini tentunya hemat dan ramah lingkungan. Namun sebelum penerapan PJUTS dilakukan dibutuhkan suatu analisis baik teknis dan ekonomis untuk menilai apakah investasi tersebut layak atau tidak. Berdasarkan analisis teknis, PJUTS tersebut layak karena umur pakai yang tinggi, tidak menggunakan tenaga listrik,hemat, dan ramah lingkungan. Sedangkan analisis ekonomis melihat perbandingan biaya PJU konvensional dengan PJUTS dengan proyeksi 25 tahun, serta melakukan analisis Net Present Value(NPV) dan B/C Ratio. Dan diketahui berdasarkan analisis ekonomis PJUTS tersebut layak untuk diaplikasikan. Kata kunci: Baterai lithium, B/C Ratio, Lampu LED, Net Present Value(NPV), PJUTS, PENDAHULUAN Tenaga listrik merupakan sumber energi yang penting bagi kehidupan manusia baik untuk kegiatan sehari-hari, penerangan maupun kegiatan dengan skala besar seperti kegiatan industri untuk proses produksi dan perkantoran. Semakin tingginya kebutuhan tenaga listrik berbanding terbalik dengan pertumbuhan pasokan energi listrik di Indonesia. Seperti diketahui pasokan cadangan listrik di Jawa ratarata hanya 25-30 %, di Sumatera 10 %, dan untuk Indonesia Timur kurang dari 10% (Tempo, 2014). Salah satu daerah yang mengalami krisis listrik adalah Kota Surakarta. Kota dengan jumlah penduduk 503.421 jiwa (2010) dan terletak di Provinsi Jawa Tengah ini memiliki jumlah pelanggan listrik sebesar 1.158.832 pelanggan yang terdiri dari 936.593 pelanggan regular dan 222.249 pelanggan listrik prabayar (PLN Area Surakarta,2014). Melonjaknya permintaan ini harus pula diantisipasi dengan penggunaan listrik yang efisien dan efektif. Salah satu penggunaan energi listrik adalah penerangan jalan umum. Surakarta selain terancam mengalami krisis listrik akibat melonjaknya permintaan tanpa diimbangi ketersediaan persediaan, juga mengalami permasalahan terkait penerangan jalan umum ( PJU ). Diketahui bahwa sempat terjadi pemadaman listrik pada PJU disejumlah titik di Surakarta, hal tersebut berkaitan dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk membayar biaya PJU. Pemadaman listrik pada PJU tentunya berdampak buruk pada aktivitas penduduk pada malam hari karena dapat mengganggu keselamatan penggunan jalan pada malam hari. Kota Surakarta sendiri memiliki 16.169 titik PJU yang tersebar di seluruh wilayah Surakarta, dan sampai saat ini PJU yang ada masih menggunakan tenaga listrik sebagai sumber utama penerangan lampu jalan tersebut. Mengingat begitu besar manfaat dan pentingnya energi listrik terutama bagi PJU, sedangkan sumber pembangkit listrik yang berasal dari sumber daya alam tak terbaharui terbatas jumlahnya, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah mengganti PJU yang mulanya menggunakan energi listrik diganti dengan energi matahari sebagai sumber energi untuk penerangan. Energi matahari sendiri sudah banyak diaplikasikan di berbagai belahan dunia, dan jika dieksploitasi secara tepat energi matahari ini berpotensi dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi cukup besar yaitu
290
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
mencapai 3 x 1024 joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini (Astuti, 2012). Sebagai negara yang berada di bawah garis katulistiwa, Indonesia memiliki potensi besar terhadap sumber energi matahari yaitu dengan 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp energi surya (ESDM,2012). Tentunya dengan potensi yang dimiliki Indonesia mampu memanfaatkan sumber daya yang melimpah dengan sebaik-baiknya. Penerapan PJU bertenaga surya diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan di atas, karena PJU sendiri memiliki peranan penting dalam mendukung aktivitas manusia. PJUTS memanfaatkan baterai lithium yang sedang dikembangkan Universitas Sebelas Maret, karena PJU tenaga surya menggunakan baterai lithium sebagai penyimpan energi yang berasal dari matahari. Pentingnya penelitian ini tidak hanya untuk melakukan analisis terkait investasi penerapan PJUTS sebagai alternatif penghemat energi listrik di Kota Surakarta , juga sebagai pendukung penelitian baterai lithium yang ada di Universitas Sebelas Maret. Selain sebagai bentuk strategi pendukung, pengembangan baterai lithium ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan global competitive di Indonesia (Laraswati dkk, 2014). Rencana tersebut dituangkan dalam perencanaan penciptaan mini plant manufaktur dari baterai lithium-ion yang akan dilaksanakan oleh Tim Pengembang Mobil Listrik Universitas Sebelas Maret (Sutopo dkk, 2013). Salah satu tahapan terpenting untuk mengetahui sejauh mana kelayakan ekonomis dari setiap rencana usaha adalah dengan melakukan perbandingan investasi berdasarkan beberapa kriteria investasi yang telah dikembangkan oleh banyak ahli manajemen (Irawan, 2013). Untuk meninjau apakah investasi ini layak digunakan maka diperlukan suatu analisis terkait kelayakan investasi baik dari sisi teknis maupun ekonomis. KAJIAN LITERATUR Lampu penerangan jalan merupakan (a) bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri atau kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan layang, jembatan dan jalan di bawah tanah; (b) suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya, elemen optik, elemen elektrik dan struktur penopang serta pondasi tiang lampu (Kusumayogo,2014). Sedangkan lampu Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) adalah lampu penerangan jalan yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi listriknya (Sihombing, 2013). PJUTS sendiri terdiri dari beberapa komponen yaitu panel sel surya, lampu LED, tiang PJU, dan box baterai PJU. Panel Sel Surya Paramater paling penting dalam kinerja sebuah panel surya adalah intensitas radiasi matahari atau biasa disebut dengan iradiansi cahaya matahari, yaitu jumlah daya matahari yang datang kepada permukaan per luas area (Astuti, 2012). Besar dari nilai iradiansi matahari dapat digunakan untuk menentukan besar daya yang dapat dihasilkan oleh panel sel surya. Panel sel surya terdiri dari silikon, yang berfungsi mengubah intensitas sinar matahari menjadi energi listrik. Sel silikon di dalam panel sel surya yang disinari matahri membuat photon bergerak menuju elektron dan menghasilkan arus serta tegangan listrik. Arus listrik yang dihasilkan adalah listrik dengan arus searah atau DC (Sihombing, 2013). Box baterai PJU Dalam satu paket box baterai PJU terdapat beberapa komponen yang memiliki fungsi masing-masing, yaitu terdapat baterai, controller, blok terminal, dan battery management system (Hermanto,2014). Untuk PJUTS ini menggunakan baterai lithium sebagai media penyimpanan energi. Baterai jenis ini dipilih karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan baterai jenis lainnya, lithium tidak memiliki memory effect artinya baterai dapat dilakukan isi ulang tanpa harus mengosongkan secara total sebelum dicharge. Baterai ini dua kali lebih tahan lama umur pakainya dibandingkan dengan baterai biasa, untuk baterai lithium khusus PJU diperkirakan memiliki life time selama 5 tahun. Baterai ini mampu menyimpan dalam kapasitas yang cukup besar. Kompenen lainnya adalah solar charge controller (SCC) yang berfungsi sebagai control waktu dan control penyimpanan pada PJUTS serta mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban. Selain baterai dan SCC terdapat pula BMS (Battery Management System) yang berfungsi untuk cut off apabila baterai sudah terisi penuh, dan juga terdapat discharge yang berfungsi untuk mengatur daya output yang diperlukan untuk dipakai. BMS ini mengelola charge baterai serta memonitor keadaan baterai, dan menjaga keseimbangan baterai (Sulistiono, 2010). Blok terminal pada box berfungsi sebagai pembagi arus menjadi beberapa jalur, hal tersebut dibutuhkan bila terjadi kerusakaan tidak terjadi kesulitan saat proses perbaikan dan meminimumkan terjadinya bunga api karena banyaknya jalur yang terpakai.
291
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Net Present Value Net Present Value (NPV) menyatakan bahwa seluruh aliran kas bersih dinilaisekarangkan atas dasar faktor diskonto (discount factor). Teknik ini menghitung selisih antara seluruh kas bersih nilai sekarang dengan investasi awal yang ditanamkan (Wiguna, 2012). Kriteria pengambilan keputusan apakah usulan investasi layak diterima atau layak ditolak adalah sebagai berikut : a. Investasi dinilai layak, apabila Net Present Value (NPV) bernilai positif (>0). b. Investasi dinilai tidak layak, apabila Net Present Value (NPV) bernilai negatif (<0). Benefit Cost Ratio Kriteria yang digunakan dalam alat analisis ini adalah apabila rasio B/C > 1 akan berimplikasi proyek tersebut layak di pilih. Sebaliknya, apabila rasio kotor B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak dipilih dan dijalankan (Wiguna,2012). METODE Pada studi kasus penerapan PJUTS di Kota Surakarta ini, dilakukan analisis teknis maupun ekonomis terkait kelayakan investasi yang akan dilakukan. Untuk melakukan analisis teknis dilakukan analisis terhadap spesifikasi material yang digunakan pada PJUTS. Sedangkan untuk mengukur apakah investasi tersebut layak berdasarkan sisi ekonominya, maka dilakukan perhitungan perbandingan biaya antara PJU konvesional dan PJUTS, sehingga diketahui apakah terjadi penghematan atau tidak. Selain itu kelayakan investasi PJUTS dilakukan perhitungan dengan metode NPV dan B/C Ratio. Data-Data yang Dibutuhkan Data yang diperlukan dalam melakukan analisis teknik dan ekonomis dalam penyusunan artikel ini adalah data sekunder, yaitu data yang sudah tersedia. Data yang diperoleh adalah data dari PJU konvensional dan membandingkan dengan data PJUTS .. Perhitungan dan Analisis Data 1. Perhitungan dan analisis teknis meliputi spesifikasi, life time dari komponen PJUTS dengan membandingkan dengan PJU konvensional 2. Perhitungan dan analisis ekonomis meliputi biaya instalasi dan biaya perawatan, biaya operasional dari PJUTS dengan membandingkan dengan PJU konvensional. HASIL DAN ANALISIS Penerapan PJUTS ini direncanakan akan dibangun di Kota Surakarta, terkait hal tersebut tentunya diperlukan suatu analisis baik teknis maupun ekonomis. Sebelum melakukan analisis tersebut tentunya harus melakukan perancangan pembangunan PJUTS, berapa jumlah titik yang akan dibangun untuk menggantikan PJU Konvensional. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui jumlah PJU di Kota Surakarta adalah 16.169 titik lampu yang tersebar diseluruh wilayah Kota Surakarta. Apabila diasumsikan pergantian PJU akan dilaksanakan selama 25 tahun maka setiap tahunnya direncakan pergantian 645titik lampu. Berdasarkan hasil di atas pergantian 645 titik PJU per tahun dianggap tidak layak, karena jika disesuaikan dengan kemampuan supplier PJU, tidak mungkin dilakukan pembangunan tersebut sejumalah 645 titik PJU. Selain itu terdapat faktor birokrasi karena pembangunan tersebut terkait dengan kebijakan pemerintah. Pemerintah memeiliki dua instrument kebijakan yaitu persetujuan proyek dan transfer (Erliza dkk, 2014) Selain itu tentunya faktor ekonomi, jika setiap tahunnya akan dibangun 645 titik PJU selama 25 tahun, diperkirakan biaya investasi per tahunnya sebesar Rp 11.731.146.980,- besarnya nominal invesatasi tentunya mempengaruhi iklim investasi tersebut. Berdasarkan hasil di atas dilakukan asumsi rancangan yang dapat disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, seperti kemampuan supplier, kemampuan dana yang akan dikeluarkan, kebijakan pemeritah, dan berbagai pertimbangan lainnya. Maka pada studi kasus penerapan PJUTS diasumsikan akan dibangun sekitar 50 titik PJU di Kota Surakarta. Setelah menentukan banyaknya jumalah PJU yang akan dibangun maka dilakukan analisis teknis maupun ekonomis terhadap rencana pembanguna PJUTS di Kota Surakarta. Perhitungan dan Analisis Teknis Dalam melakukan penerapan PJUTS tentunya diperlukan suatu rancangan teknis. Rancangan teknis dimaksud untuk mengetahui spesifikasi produk yang telah disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Dengan mengetahui spesifikasi yang diperlukan maka akan mudah dalam menentukan material atau komponen apa saja yang dibutuhkan dalam penerapan PJUTS. PJUTS sendiri terdiri dari beberapa komponen yaitu panel sel surya, lampu LED, tiang PJU, dan box baterai PJU. Dalam merancang PJUTS tentunya harus dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan penerangan di jalan yang akan dipasang PJUTS. Setelah mengetahui kebutuhan yang diperlukan pada setiap lampu tersebut akan disesuaikan dengan spesifikasi komponen atau material pembangunnya. Dan yang akan dipilih Paket
292
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PJUTS 40 watt, dimana terdiri dari panel sel surya 145 wp, SSC 10A 12V, baterai lithium 60 Ah 12V, lampu LED 40W. PJUTS menggunakan panel sel surya untuk menangkap cahaya mahatari, kemudian energi dari cahaya matahari tersebut disimpan di dalam baterai. Panel sel surya dapat menangkap energi yang berasala dari matahari kemudian mengubahnya menjadi arus DC . Pada perhitungan sudah ditentukan bahwa panel sel surya yang akan digunakan berdaya 14 wp, sedangkan untuk spesifikasi panel yang akan dipilih mempertimbangkan beberapa faktor yaitu efisiensi panel, pengaruh suhu, dan pengaruh intensitas cahaya. Panel sel surya sendiri terdapat 2 jenis yaitu monocrystalline dan polycrystalline. Berdasarkan pertimbangan teknis maka dipilih panel sel surya dengan jenis monocrystalline, walaupun daya serapnya tidak optimal ketika cuaca mendung tetapi panel jenis monocrystalline mampu menyerap energi yang besar ketika keadaan cerah. Untuk media penyimpanan energi pada PJUTS dapat menggunakan beberapa macam baterai diantaranya baterai jenis VRLA (Valve Regulated Lead Acid) dan baterai jenis lithium. Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan jenis baterai yang dipilih adalah energi per berat yang disimpan, life cycle dan DoD (Depth of Discharge), sensitivitas suhu, dan efisiensi. Berikut disajikan perbadingan antara baterai lithium dengan baterai VRLA Tabel 1 Perbandingan Jenis Baterai Energi Life cycle Temperature Efisiensi
VRLA 40 Wh/kg 1.000 @ 50% DoD Suhu Signifikan >25oC 100% @ 20-hr rate 80% @ 4-hr rate 60% @ 1-hr rate
Lithium 150 Wh/kg 1.900 @ 80% DoD Suhu Signifikan >45oC 100% @ 20-hr rate 99% @ 4-hr rate 92% @ 1-hr rate
Untuk menentuan jenis baterai yang akan dipilih disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Pada rancangan penerapan PJUTS di Kota Surakarta ini dipilih baterai jenis lithium, karena baterai ini memeliki kelebihan dibandingkan jenis baterai lainnya. Baterai lithium dipercaya memiliki daya tahan yaitu dua kali lebih lama dibandingkan dengan baterai lainnya, selain itu baterai ini dapat melakukan pengisian tanpa perlu menunggu isi baterai tersebut benar-benar habis. Baterai lithium cukup kuat karena setiap bulannya hanya kehilangan 5% daya, berbeda dengan baterai lainnya dapat kehilangan daya sekitar 20% per bulannya. , lebih bertenaga dibandingkan dengan baterai lainnya karena dapat menampung 150watt per jam pada setiap kilogramnya, baterai ini lebih bertenaga dibanding baterai lainnya yang hanya bisa menampung 100 watt per jam pada setiap kilogramnya. Meskipun demikian baterai lithium memiliki beberapa kekurangan yaitu harganya yang cukup mahal, oleh karena itu pada tahap selanjutnya akan dilakukan analisis ekonomis terkait penggunaan baterai lithium. Kekurangan lainnya adalah lithium tidak tahan terhap suhu tinggi, oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut terdapat BMS yang berfungsi sebagai balancing dari baterai, sehingga keamanan baterai dapat terjaga. Penerapan PJUTS menggunakan lampu LED sebagai beban atau output pencahayaan. Lampu untuk PJU yang masih banyak digunakan adalah lampu pijar, jika dibandingkan dengan lampu LED tentunya lebih banyak kelebihan yang dimiliki oleh lampu LED. Dengan menggunakan lampu LED life cycle dari lampu lebih lama karena rata-rata berusian 50.000 -10.000 jam. Jika diasumsikan bahwa umur pakai 50.000 jam dengan pemakaian lampu setiap harinya adalah 12 jam, maka diperkirakan usia lampu mampu bertahan hingga 11 tahun. Bandingkan dengan lampu pijar yang usia pemakaian 2.000 jam jika digunakan selama 12 jam/hari, maka usia kurang dari 1 tahun pemakaian. Selain itu dengan menggunakan lampu LED konsumsi daya lebih hemat, karena lampu LED PJU dengan daya murni 40-120 watt, bisa mengganti lampu PJU konvensiona atau merkuri 150-350 watt. Keunggulan lainnya lampu LED ramah lingkungan karena tidak menggandung merkuri. Komponen selanjutnya adalah jenis lampu yang digunakan, pada PJUTS ini menggunakan lampu LED sebagai output cahaya. Pemilihan lampu ini karena umur pakai yang lebih lama, ramah lingkungan, dan hemat energi. Bentuk dari tiang PJU umumnya disesuaikan dengan kondisi jalan dan kebutuhan, pada penelitian ini bentuk tiang PJU yang akan digunakan berdasarkan asumsi adalah bentuk tiang PJU lengan tunggal. Untuk sepesifikasi dari tinggi tiang didasarkan oleh besar watt dari lampu, karena besarnya cahaya yang dihasilkan berpengaruh terhadap luas area yang dapat tersinari, semakin besar cahaya yang terpancar maka semakin tinggi pula tiang PJU yang disarankan. Berdasarkan rancangan yang akan dibuat diketahui penerangan yang digunakan adalah lampu LED 40 watt, sehingga berdasarkan tabel rekomendasi, ketinggian tiang listrik adalah 7-9 meter (Hexamitra, 2014). Setelah mengetahui spesifikasi dari komponen-komponen penyusun PJUTS, langkah selanjutnya adalah mengetahui wiring diagram PJUTS. Wiring diagram ini akan menjelaskan proses kerja PJUTS dengan melihat rangkaian yang tebentuk. Wiring diagram PJUTS dengan menggunakan rancangan Paket
293
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PJUTS 40 watt dapat dilihat pada gambar 1. PJUTS yang akan dibuat menggunakan panel sel surya berdaya 145 wp, kemudian lampu LED 40 watt, kapasitas baterai 12 V/60Ah, dan controller 10A 12V. Cara kerja dari PJUTS dapat terlihat seperti gambar di atas. Sumber energi PJUTS berasal dari cahaya mahatari yang kemudian cahaya tersebut diserap oleh panel sel surya. Panel sel surya dapat mengkoversi cahaya matahari tersebut untuk menjadi arus DC yang selanjutnya disimpan di dalam baterai. Sebelum disimpan di dalam baterai terdapat alat yang bertindak sebagai pengatur lalu lintas aliran energi, alat ini mengatur sistem yang bekerja pada PJUTS yang disebut controller. Pada controller tersebut diberikan timing kapan lampu harus menyala dan kapan lampu harus mati, selain itu di dalamnya terdapat sistem yang mengatur kapan baterai harus dilakukan pengisian. Selanjutnya untuk mengatur sistem managemen baterai terdapat alat yang bernama BMS yang berfungsi untuk cut off dan discharge pada baterai.
Gambar 1. Wiring Diagram Solar Street Light 12V60Ah
Kelebihan dari penggunaan dari PJUTS ini adalah tidak menggunakan sumber energi listrik yang berasal dari PLN, hanya mengandalkan energi matahari. PJUTS tidak berpengaruh apabila terjadi masalah jaringan pada PLN, artinya tidak berpengaruh jika terjadi pemadaman listrik. Karena sesuai dengan fungsinya PJUTS ini berfungsi sebagai penerangan jalan umum untuk kegiatan masyarakat. Apabila PJU tersebut mengalami gangguan tentunya akan berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat. Dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi tentunya PJUTS merupakan perangkat ramah lingkungan serta mendukung untuk mengurangi penggunaan energi listrik. PJUTS mendukung efisiensi energi dan hal tersebut menjadi faktor utama sehingga PJUTS ini harus berumur panjang, maka tidak memberatkan dalam biaya operasional yaitu biaya perawatan. Seperti diketahui life time dari panel sel surya diperkiran 25 tahun, untuk lampu LED dengan masa pakai 50.000 jam jika setiap harinya lampu menyala selama 12 jam maka lampu dapat beroperasi selama 11 tahun, usia pakai tersebut dapat dibandingkan dengan PJU konvensional. Sejauh ini PJUTS memiliki kelebihan dibandingkan dengan PJU konvensional, namun yang menjadi pertimbangan penerapan PJUTS adalah kendala cuaca. Dikhawatirkan ketika memasuki musim hujan PJUTS tidak dapat berfungsi, hal tersebut tentunya dapat terjawab karena PJUTS memiliki otonomi baterai, selain itu selama masih ada cahaya matahari panel akan tetap menyerap energi walaupun dengan daya serap yang rendah. Perhitungan dan Analisis Ekonomis Setelah mengetahui hasil perhitungan dan analisis teknis penerapan PJUTS langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan dan analisis ekonomis penerepan PJUTS di Surakarta. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ekonomis pada penerapan PJUTS ini adalah metode cost and benefit (net present value, IRR, B/C Ratio). Sebelum dilakukan analisis diketahui terlebih dahulu biaya investasi yang akan dikeluarkan dalam penerapan PJUTS. Biaya investasi terdiri dari beberapa biaya seperti biaya komponen, biaya instalasi, dan baiya distribusi. Besarnya biaya investasi untuk pemasangan 1 unit PJUTS sebesar Rp 18.110.500,- sedangkan untuk pembangunan yang direncakan adalah 50 unit PJUTS, sehingga total biaya investasi adalah Rp905.525.000,-.
294
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Biaya pemeliharaan dan operasional per tahun untuk PLTS umumnya diperhitungkan sebesar 1-2% dari total biaya investasi awal (Athanasia, 2000). Berdasarkan acuan diatas maka pada perhitungan analisis ekonomis penaran PJUTS ini, besar persentase biaya pemelihraan dan operasional ditetapkan sebsar 1 %. Biaya pemeliharan dan operasional mencakup biaya pembersihan panel sel surya, biaya pemeliharaan dan pemeriksaan peralatan. Penentuan persentase 1% didasarkan bahwa Negara Indonesia mengalami dua musim saja, sehingga pembersihan panel tidak sebesar Negara yang mengalami empat musim. Berikut adalah perhitungan untuk biaya pemeliharaan dan biaya operasional (P&O). Biaya P&O = 1% x biaya investasi = 0.01 x Rp 905.525.000,= Rp 9.055.250,Tabel 2 Biaya Investasi PJUTS No Komponen 1 Lampu LED 40 Watt 2 Panel Sel Surya 145 wp
Jumlah 1 1
Rp Rp
Harga 1,450,000 3,362,500
Rp
3,150,000
Rp Rp
Total Harga 1,450,000 3,362,500
Rp
3,150,000
3
Harga Tiang PJU 7 meter +mur+ baut+ klem, dll
1
4
Box Battery PJU (Baterai lithium, controller , BMS)
1
Rp
9,000,000
Rp
9,000,000
5
Kabel Instalasi PV NHYYHY 2 x 2,5 m (hitam)
7m
Rp
8,500
Rp
59,500
6
Kabel instalasi Lampu NHYYHY 2 x 2,1 m (hitam)
7m
7 8
Biaya Instalasi Biaya Pengiriman
Rp Rp Rp
5,500 200,000 850,000
Rp Rp Rp Rp
38,500 200,000 850,000 18,110,500
Total
Selain biaya P&O terdapat pula biaya pergantian baterai dan biaya pergantian lampu LED. Untuk pergantian baterai ini didasarkan pada umur baterai tersebut, baterai yang dipakai pada penerapan PJUTS ini adalah baterai lithium yang dipercaya memiliki umur pakai dua kali lebih lama dari pada baterai biasa, selain itu baterai lithium ini minim dilakukan pencurian seperti baterai biasa. Baterai lithium diperkirakan berusia 5 tahun, sehingga akan dilakukan pergantian selama 5 tahun sekali (25/5). Proyeksi investasi ini akan dilakukan selama 25 tahun hal tersebut didasarkan terhadap umur pakai panel sel surya yang telah direkomendasikan oleh distributor. Sedangkan untuk pergantian dari lampu LED akan diganti setiap 11 tahun sekali, dengan pertimbangan umur lampu LED rata-rata sebesar 50.000 jam, jika setiap hari lampu beroperasi selama 12 jam maka lampu mampu bertahan mampu bertahan selama 11 tahun. Untuk mengetahui rincian biaya pergantian baterai dan lampu adalah sebagai berikut Biaya pergantian baterai = = = Rp 2.000.000,- / tahun Biaya pergantian lampu
= =
= Rp 5.800.000,- / tahun Sehingga biaya (P&O) setiap tahunnya adalah Rp 16.855.250,Langkah selanjutnya adalah menghitung besar tarif listrik PJUTS dengan terlebih dahulu mengrtahui skenario IRR yang ditetapkan pada perhitungan analisis ekonomis PJUTS. Terdapat dua skenario IRR yang ingin dicapai yaitu dengan IRR sebesar 10% dan IRR sebesar 15%. Seperti diketahui PJUTS ini diperkirakan beroperasi selam 25 tahun sesuai dengan rekomendasi yang disarankan oleh distributor. Sehingga untuk menghitung produksi kWh pertahunnya adalah sebagai berikut. Produksi kWh = 40 watt x 50 unit x 50% x 80% x 8760 jam (Wh) = 7.008.000 kWh/tahun 40 watt diperoleh dari besarnya beban yang digunakan, 50 % merupakan besarnya jam operasional selama 12 jam dari 24 jam, sedangkan 80 % merupakan kapasitas baterai yang dapat digunakan, dan 8760 jam adalah total jam dalam 1 tahun. Setelah mengatahui produksi kWh per tahunnya dapat dilakukan
295
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
perhitungan Net Present Value (NPV) dan B/C Ratio untuk mengetahui apakah investasi ini cukup layak untuk dilaksanakan. Berikut akan disajikan perhitungan pada skenario 1 jika IRR yang ingin dicapai adalah 10% Diketahui Capital cost = Rp 905.525.000,-. P&O cost = Rp 16.855.250,Production kWh = 7.008.000 kWh/tahun Total biaya 1 tahun = Rp 922.380.250,Maka dengan IRR sebesar 10% dapat diketahui NPV pada tahun pertama adalah NPV tahun pertama = = = Rp 170.669.365,45 NPV tahun kedua sebesar = Rp 155.153.968,60 NPV tahun ketiga sebesar = Rp 141.049.062,36 Seterusnya sampai dengan tahun ke-25 Nilai B/C ratio pada skenario 1 adalah Internal Rate of Return (IRR) = 10% NPV kumulatif = = Rp 852.379.272,44 Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
=
= 1.94 Untuk skenario 2 dengan IRR 15% perhitungannya sama seperti pada skenario 1. Maka setelah dilakukan perhitungan diketahui hasil NPV dan B/C Ratio dengan IRR 10% dan IRR 15% adalah sebagai berikut Tabel 3 Hasil Perhitungan NPV & B/C Ratio
Skenario 1 Skenario 2
IRR 10% 15%
Rp Rp
NPV 852,379,272.44 308,030,444.85
B/C Ratio 1.94 1.34
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa untuk skenario 1 nilai NPV >1 sehingga investasi ini layak untuk dilaksanakan, nilai B/C Ratio pada skenario 1 adalah 1.34 yang dapat diartikan investasi ini layak untuk dilaksanakan. Sedangkan untuk skenario 2 diketahui bahwa nilai NPV > 1 sehingga investasi ini dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan, nilai B/C Ratio dari skenario 2 juga >1 sehingga investasi ini layak untuk digunakan. Selain melakukan perhitungan NPV dan B/C Ratio pada analisis ekonomis juga dilakukan perhitungan terkait perbandingan biaya antara PJU Konvensional yang masih menggunakan listrik dan PJUTS. Untuk membandingkan biaya operasional maka akan dihitung terlebih dahulu pengeluaran rutin PJU Konvesional seperti dibawah ini (contoh perhitungan meterisasi)(Gunawan, 2014). Total biaya listrik per tahun = (beban : faktor daya) x (jumlah pemakaian dalam 1 tahun) = (125 watt/0.8) x (131.400 jam) = 20.531.250 Wh = 20.531 kWh Jika diasumsikan jumlah lampu sama dengan jumlah lampu yang akan dipasang adalah 50 unit, maka total biaya listrik per tahun adalah = 20.531 kWh x 50 unit x Rp 1.524.24 (tarif listrik PJU) = Rp 1.564.727.625 per tahun. Proyeksi investasi selama 25 tahun maka total biaya listrik yang akan dikeluarkan untuk PJU Konvensional adalah Rp 39.118.190.625. nilai tersebut belum termasuk biaya pergantian lampu dan biaya P&O. Selanjutnya dihitung biaya dari PJUTS yang diproyeksikan selama 25 tahun, untuk PJUTS total biaya terdiri dari biaya investasi, biaya pergantian lampu, biaya pergantian baterai, dan biaya P&O, maka : Total biaya = biaya investasi + biaya pergantian lampu + biaya pergantian baterai + biaya P&O = Rp 905.525.000 +Rp 50.000.000 +Rp 145.000.000 +Rp 226.381.250 = Rp 1.326.906.250,Berdasarkan hasil perhitungan diatas diketahui selisih dari biaya peneran PJUTS dan PJU Konvensional sebesar Rp 37.791.284.375,- dengan efisiensi sebesar 97%, sehingga berdasarkan hasil
296
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
diatas dapat dikatakan bahwa PJUTS memang efesien dan efektif sebagai alternatif PJU saat ini karena selain ramah lingkungan juga hemat. SIMPULAN Berdasarkan analisis teknis diketahui PJUTS memiliki kelebihan dibandingkan dengan PJU Konvesional yaitu mudah dalam pemasangan, bekerja secara mandiri dan otomatis, dapat digunakan selama 12 jam/hari, tidak menggunakan tenaga listrik, umur ekonomis tinggi, dan ramah lingkungan. PJUTS menggunakan baterai lithium sebagai penyimpan energi listrik, dengan menggunakan baterai lithium PJUTS rawan dicuri dibandingkan bateri biasa, karena sulit untuk dimanfaatkan kembali. Selain itu PJUTS menggunakan lampu LED yang diketahui ramah lingkungan dan memiliki umur pakai yang tinggi. Dan tentunya keunggulan PJUTS yang menggunakan sinar matahari turut serta mendukung gerakan ramah lingkungan sebagai langkah penghematan energi. Jika dilihat dari analisis ekonomis diketahui NPV dan B/C Ratio dari investasi PJUTS ini bernilai positif sehingga dapat dikatakan bahwa investasi PJUTS layak untuk dilaksanakan, sedangkan jika dibandingkan biaya yang dikeluarkan selama 25 tahun diketahui PJUTS dapat menghemat biaya 97% dibandingkan dengan PJU Konvensional. PUSTAKA Astuti, Duwi. Suryoatmajo, Heri., Ashari, Mochamad. (2012). Perancangan Simulator Panel Surya Menggunakan Lab View. Surabaya : Teknik Elektro ITS Athanasia A, Lazou., Papatsoris, Anastassios,D. (2000). The Economic of Photovoltaic Stand-Alone Residential Households :A Case Study for Various European and Mediterranean Location. Heslingtong : Department of Electronics University of York ESDM (2012).Photovoltaic. Retrieved from http://www.p3tkebt.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=377&Itemid=48 6&lang=en Erliza, Ayu. Sutopo, W. Widiyanto, A. (2014). Pengembangan Model Kebijakan Promosi Investasi pada Kawasan Teknopolitan. Seminar Nasional IDEC (pp 260-267) Surakarta: Teknik Industri UNS Gunawan, Hasta (2014). Strategi Solo Mendukung Konservasi Energi. Surakarta : DKP Kota Surakarta Hermanto (2014). Perancangan Desain Solar Street Lamp 12 Volt/30Ah. Bogor : PT. Nipress, tbk Hexamitra (2014). PJU Tenaga Surya Penerangan Jalan Umum Mandiri. Jakarta Irawan, Ahmad F., Dofhir, Moch., Suyono, Hadi. (2013). Analisis Peningkatan Efiensi Penerangan Jalan Umum (PJU) di Kabupaten Jember. Malang : Teknik Elektro Brawijaya Kusumayogo, Engga.,Wibawa, Unggul., Suyono, Hadi.(2010). Analisis Teknis dan Ekonomis Penerapan Penerangan Jalan Umum Solar Cell untuk Kebutuhan Penerangan di Jalan Tol Darmo Surabaya. Malang : Teknik Elektro Brawijaya Laraswati, L, D., Wahyudi, S., Atikah, N. (2014). Simulasi Model Analisis Kelayakan Alternatif Bentuk Komersialisasi Perusahaan Mini Plant Baterai Lithium-Ion Di Indonesia. Seminar Nasional IDEC (pp 157-162) Surakarta: Teknik Industri UNS PLN Area Surakarta (2014). Sambungan Listrik Surakarta. Retrieved from pln.co.id/dataweb/stat Pujawa, I Nyoman. (1995). Ekonomi Teknik. Surabaya: Guna Widya Sihombing, D.T.B (2013). Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum dan Taman di Areal Kampus USU dengan menggunakan Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi Pendopo dan Lapangan Parkir). Medan : Teknik Elektro USU Sulistiono, Ari (2010). Sistem Manajemen Baterai. Retrieved from http://www.arisulistiono.com/2010/06/sistem-manajemen-baterai.html#.Vbc6PKTtmko Sutopo, W., Atikah, N., Purwanto, A., Nizam, M. (2013). Battery 10 kWh: A Financial Analysis of Mini Manufacturing Plant. Joint International Conference on Rural Information and Communication Technology and Electric Vehicle Technology, Bandung-Bali (26-28 November) Tempo (2014). Rapat Kerja Menteri Sudirman Sebut Krisis Listrik. Retrieved from tempo.co/read/news/2014 Wiguna, I Wayan Y.M., Ariastina, W,G., Kumara,I, N, Satya.(2012). Kajian Pemanfaatan Stand Alone Photovoltaic System untuk Penerangan Jalan Umum di Pulau Nusa Penida. Denpasar : Teknik Elektro Udayana
297
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
STUDI PERBANDINGAN HASIL PERAMALAN GREY FORECASTING GM (2.1) DENGAN GM (1,1) PADA PERAMALAN KEBUTUHAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN DI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK Nanda Lokita Nariswari1, Cucuk Nur Rosyidi2 Program Studi Teknik Industri,Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta57126 Telp. 0271-632110 Email:
[email protected],
[email protected]
1,2, 3
ABSTRAK Grey Forecasting merupakan teori multidisiplin yang berhubungan dengan sistem dengan keterdiaan informasi yang sedikit dan atau informasi yang kurang lengkap. Dalam penelitian ini dibahas mengenai GM (2,1) yang merupakan pengembangan dari GM (1,1) untuk memperbaiki adanya beberapa kekurangan yang terdapat pada GM (1,1). Gm (2,1) memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkandengan GM (1,1). Dalam paper ini diberikan perbandingan hasil peramalan bahan bakar alternatif wooden saw dust di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk antara GM (1,1) dan GM (2,1). Perhitungan nilai error dalam penelitian ini menggunakan MSE, dimana GM (1,1) memiliki nilai error yang lebih kecil dibanding dengan GM (2,1). Kata Kunci: Data terbatas, Grey Forecasting, Mean Squared Error, peramalan jangka pendek PENDAHULUAN Peramalan merupakan metode yang sangat penting bagi suatu perusahaan guna meramalkan kebutuhan bahan baku atau penjualan di masa yang akan datang. Sebuah perusahaan harus melakukan peramalan karena bermanfaat untuk membantu mengambil keputusan agar sesuai dengan kebutuhan di masa yang akan datang. Hal ini berguna untuk menghindari keadaan yang tidak diinginkan seperti kondisi barang yang berlebihan atau stock out.Terdapat banyak metode peramalan yang dapat digunakan, namun tidak semua metode dapat memberikan hasil yang akurat. Beberapa metode peramalan baik digunakan jika sesuai dengan pola data yang dimiliki oleh data historis dengan ketersediaan informasi yang lengkap dan jelas. Perusahaan terkadang dihadapkan pada kondisi dimana data yang tersedia tidak mencukupi, sehingga metode peramalan yang sudah ada tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, metode Grey Forecasting dapat menjadi solusi bagi perusahaan untuk meramalkan kondisi di masa mendatang jika ketersediaan data kurang lengkap atau sedikit. Grey system theory pertama kali dikembangkan oleh Professor Deng (1982), dimana teori ini sangat bermanfaat untuk menganalisis sebuah sistem dengan ketersediaan data yang sedikit dan informasi yang kurang lengkap serta jangka waktu yang pendek (Liu dan Lin, 2006). Dalam penelitian ini dibahas mengenai GM (2,1) yang merupakan pengembangan dari GM (1,1). Pengembangan GM (2,1) ini bertujuan untuk memperbaiki defect dari GM (1,1), sebagai usulan untuk mengubah susunan linear dari GM (1,1), dan untuk memperluas aplikasi dari Grey theory (Xu dkk., 2014). Peramalan dengan GM (2,1) telah diaplikasikan dalam beberapa studi kasus seperti pengaplikasian Grey untuk meramalkan tingkat pertumbuhan pinus (Hui dkk, 2009). Kemudian, aplikasi metode hybrid yang menekombinasikan antaraGrey Model dan back propagation artificial neural network untuk meramalkan jumlah pasienhepatitis B di China (Gan dk.k, 2014). Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan peramalan kebutuhan bahan bakar alternatif yang barupa wooden saw dust dengan model GM (2,1) yang hasilnya akan dibandingkan dengan hasil peramalan GM (1,1) hasil penelitian Nariswari dan Rosyidi (2015). LANDASAN TEORI Peramalan Peramalan merupakan suatu proses untuk mengestimasi nilai atau karakteristik di masa yang akan datang. Peramalan penting bagi suatu perusahaan karena dapat membantu pihak manajemen untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil demi kelancaran kegiatan operasionalnya. Kebutuhan akan peramalan akan meningkat seiring dengan usaha manajemen untuk mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti, apalagi seiring dengan meningkatkan kompleksitas, persaingan dan tingkat perubahan lingkungan. (Markidakis dan Whellwright, 1992).
298
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Berdasarkan jangka waktu yang digunakan, peramalan dikelompokkan menjadi tiga yaitu peramalan jangka waktu pendek, menengah, dan peramalan jangka waktu panjang (Heizer, 2005). Prinsip-prinsip dari peramalan yaitu: a. Peramalan melibatkan kesalahan (error). Jadi sifat dari peramalan adalah mengurangi ketidakpastian, tidak menghilangkannya. b. Peramalan menggunakan tolok ukur kesalahan. Jadi pemakai harus tahu besar kesalahan yang dapat digunakan dalam satuan unit atau presentase. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibanding dengan peramalan jangka panjang, karena dalam jangka pendek kondisi-kondisi cenderung tetap atau berubah lambat. Grey Forecasting Model Dalam kehidupan nyata sering dijumpai ketidakpastian sistem, misalnya sistem sosial, ekonomi, dan cuaca. Grey dikembangkan oleh Deng pada tahun 1982. Grey difokuskan untuk menganalisis dan memahami ketidakpastian sistem dan ketersediaan informasi yang kurang. Grey forecasting model merupakan adaptasi dari bagian inti grey system theory. Untuk membangun persamaan diferensial grey forecasting digunakanAccumulated Generating Operation (AGO). Grey model (GM) dapat digunakan pada data yang sedikit (minimal empat data) yang biasa disebut sebagai partial unknown (Liu & Lin, 2011).GM (2,1) merupakan turunan dari GM (1,1). Dalam GM (1,1) perhitungan menggunakan firstorderaccumulatif generation operation (1-AGO) untuk mengurangi keacakan data. Sedangkan, GM (2,1) menggunakan first order accumulatif generation operation(1-AGO) dan first order inverse accumulatif generation operation(1-IAGO) sebagai urutan input (Xu dkk, 2014). Pengolahan data pada GM (2,1) dijabarkan dalam langkah-langkah berikut. Langkah 1. Membentuk barisan data asli atau data historis yang dinotasikan sebagai X(0). (1) Langkah 2. Langkah berikutnya adalah membentuk pembangkit operasi akumulasi atau first accumulatif generation operation (1-AGO) yang dinotasikan sebagai X(1) (2) Dimana, Langkah 3. Membentuk first order inverse accumulatif generation operation (1-IAGO) dari X(0) yang dinotasikan dengan . (3) Dimana, Langkah 4. Mencari urutan data yang merupan rataan atau nilai tengah dari data-data terdekat yang dinotasikan sebagai Z(1) yaitu, (4) dimana:
Sehingga:
299
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Disebut sebagai persamaan differentialGrey dan whitenization sequence didapatkan dari persamaan berikut, (5) Estimasi kuadrat terkecil dari urutan parameter adalah sebagai berikut, (6) Dimana nilai B dan Y didapatkan dari,
Langkah 5. Menghitung nilai error dengan metode mean square error (MSE). (7) METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu tahap identifikasi awal, tahap pengumpulan data, dan tahap pengolahan data. Tahap pertama, yaitu identifikasi awal. Pada tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasikan masalah yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dalam perusahaan. Tahap ini dilakukan saat studi lapangan dimana pengamatan dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk mengamati masalah yang ada.Kemudian dilakukan perumusan masalah guna menetapkan sasaran-sasaran yang akan dibahas dalam penelitian dan mencari solusi untuk masalah yang ada dengan teori-teori yang telah dipelajari selama masa kuliah maupun referensi. Tahap akhir yang dilakukan pada identifikasi awal ini adalah menentukan tujuan dan manfaat penelitian supaya masalah yang akan dibahas menjadi lebih fokus. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode peramalan terbaik dari GM (2,1) dan GM (1,1). Tahap kedua adalah pengumpulan data. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data pemakaian bahan bakar alternatif di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Data diperoleh selama studi lapangan di perusahaan pada tanggal baik menggunakan pengamatan langsung maupun wawancara. Data yang diperoleh antara lain, profil perusahaan, data pemakaian bahan baku wooden saw dust mulai dari januari 2012-september 2014, sedangkan dalam penelitian ini hanya menggunakan data historis empat bulan terakhir. Tahap terakhir, yaitu Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan metode grey GM (2,1). Kemudian, hasil peramalan dari GM (2,1) dihitung nilai errornya dengan metode mean squared error (MSE). Hasil perhitungan nilai error dari GM (2,1) ini lalu dibandingan dengan hasil perhitungan nilai error GM (1,1) hasil penelitian Lokita dan Rosyidi (2015). HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan Grey Forecasting GM (2,1) Data historis dari pemakaian bahan bakar wooden saw dust selama empat periode dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.Data Aktual Wooden Saw Dust
WSD Data historis dinotasikan sebagai X
1023,272 (0)
1035,564
yang ditulis seperti berikut.
X(0) = (1023,272; 1035,564; 1055,637; 1077,963) dimana k = 1 ,2, 3, 4, ...., n
300
1055,637 1077,963
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Pada tabel 1. Ditunjukkan data historis selama empat periode. Variabel k menunjukkan jumlah data dari data historis. Kemudian hitung first order generation operation (1-AGO) dari X(0)yang dinotasikan sebagai X dengan persamaan (2) dan hasil perhitungannya sebagai berikut: (1)
x(1) = (1023,272+1035,564, 1023,272+1035,564+1055,637, 1023,272+1035,564+1055,637+1077,963) = (2058,836; 3114,473; 4192,436). Selanjutnya nilai 1-AGO diubah menjadi 1-IAGO dengan persamaan (3) dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Mencari nilai z(1)dengan α = 0,5.Nilai z1 didapatkan dari penggunaan persamaan (4), dan dicontohkan seperti pada perhitungan dibawah ini:
Kemudian menghitung nilai B dan Y, yang didapatkan dari:
Sehingga nilai dari,
Denganx(1)(0) = x(1)(1), didapatkan urutan waktu respon Verhulst yang dinyatakan oleh persamaan berikut,
Dengan mengasumsikan bahwa
, maka
Maka, hasil peramalan kebutuhan bahan bakar wooden saw dust di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk adalah
301
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Setelah mendapatkan hasil peramalan dengan GM (2,1), langkah selanjutnya adalah menghitung nilai error dengan metode Mean squared error(MSE) dengan persamaan (7). Hasil perhitungan nilai error GM (2,1) dan GM (1,1) ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Perhitungan nilai error GM (2,1)
Periode 1 2 3
Error 2,952707 13,61189 26,44915
GM (2,1) Absolut e2 error 2,952707 8,718476 13,61189 185,2835 26,44915 699,5575
MSE 8,718476 97,00101 297,8532
GM (1,1) MSE 0,1196 0,2236 0,1869
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas dapat disimpulkan bahwa peramalan bahan bakar alternatif dengan grey forecasting GM (1,1) masih lebih baik dibandingkan dengan GM (2,1). Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai error pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai error GM (1,1) pada periode pertama sebesar 0,1196, sedangkan pada GM (2,1) nilai errornya sebesar 8,7185. Maka, pada periode pertama metode GM (1,1) memberikan kinerja 98% persen lebih baik dibanding metode GM (2,1). Hasil peramalan GM (1,1) pada periode dua juga memberikan kinerja yang lebih baik dibanding GM (2,1) yaitu sebesar 99%. Hasil serupa juga diperoleh pada hasil peramalan di periode tiga dimana GM (1,1) memiliki hasil peramalan 99% lebih baik dibanding GM (2,1). SIMPULAN Grey forecasting merupakan salah satu metode peramalan yang dapat digunakan untuk meramalkan suatu kondisi dimasa yang akan datang meskipun data yang tersedia terbatas. Dalam penelitian ini menggunakan data pemakaian bahan bakar selama empat periode. Hasil peramalan dengan Grey Forecasting menunjukkan bahwa GM (1,1) memiliki hasil peramalan yang lebih akurat dibanding GM (2,1). PUSTAKA Deng, J. (1982). Control Problems of Grey System, Problem and Control Letters, Vol. , 288-294.China. Gan R., dkk. (2014). Application of a Hybrid Method Combining Grey Model and Back Propagation Artificial Neural Networks to Forecast Hepatitis B in China.China: School of Preclinical Medicine, Guangxi Medical Uniersity. Heizer, J. Dan Render B. (2005). Operation Management, Edisi 7. Jakarta: Penerbit salemba Empat. Hui, S., dkk. (2009). Application of Grey System to Forecast The Growth of Larch. Vol. 5, No 3-4. Pp 522-527. Markidakis, Wheelwright, and McGee.(1999). Metode dan Aplikasi Peramalan. Binarupa Aksara, Jakarta. Nariswari, N.L. dan Cucuk N. Rosyidi. Aplikasi Metode Grey Forecasting Pada Peramalan Kebutuhan Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. S.F. Liu and Lin. (2006).Grey Information Theory and Practical Application, Springer, London, UK. Wu, H.-H., Liao A.Y.H. and Wang P.C., (2004). Using Grey Theory In Quality Function Deployment to analyse Dynamic Customer Requirements. Int J Adv Manuf Technol 25: 1241-1247. Xu Ning and Yao-guo D. (2014).An Optimised Grey (2,1) Model and Forecasting of Highway subgrade China: Settlement, Nanjing. Yi Shao and Hai-jun S. (2012).On Approximating Grey Model DGM (2,1), China: China West University.
302
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PADA UKM SAMIDI GLASS AND CRAFT Anissa Rianda Putri1, Aulia Hamada2, Indah Kurniyati3, Oktiviandri Hendaryani4, Selvia Mayangsari 5, Wakhid Ahmad Jauhari6 1,2,3,4,5 Mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 6 Dosen Program Studi Teknik Industri,Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Indonesia Telp. 0271-6322110 Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected], 4
[email protected], dan
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Samidi Glass and Craft is a glass handicraft manufacturer and supplier which distributes its product to many countries over the world. Each departmentis located randomly so backtracking probablyoccurs in its production line. The workers need to travel in long distance to move materials from one department to another. The time taken by the workers will surely reduce the efficiency of the process. The longer distance and time taken by the workers, the greater of material handling cost it will be. This paper discusses the way ofminimizing production cost by attemptingrevision on its layout.Plant layout and facilitiesin manufacturing industries is always considered as the important problems as it will affectthe efficiency and effectiveness of the whole process. All parts are made up interconnected. The arrangement of the areas in the production line should be able to integrate the workers, materials, and machines in the best possible way so it can result the minimum possible movement of material during work-process. This paper usesSystematic Layout Planning (SLP) as the method. SLP has a detail procedure of making plant layout and place each department right next to its downstream or upstream process partner. The revision results the second plant layout alternative as the most applicable one with the 11% saving, while the first alternative resulting 4% saving and -4% saving for the third alternative. Kata kunci : Plant layout and facilities, Material handling, SLP PENDAHULUAN Pada umumnya tujuan utama sebuah industri adalah menghasilkan keuntungan yang optimal dengan biaya yang minimal. Keuntungan tersebut diharapkan terus meningkat untuk setiap periodenya, dimana hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meningkatkan kesejahteraan karyawan maupun untuk membayar kewajiban-kewajiban perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat ditempuh dengan berbagai alternatif diantaranya dengan meningkatkan volume penjualan atau menekan biaya-biaya dalam proses produksi. Meningkatkan pendapatan perusahaan dengan cara menghemat atau menekan biaya produksi lebih mudah dilakukan oleh perusahaan. Salah satu cara untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan mengatur tata letak fasilitas dari lantai produksi. Suatu tata letak fasilitas yang optimal harus didukung oleh kegiatan pemindahan barang (material handling) yang baik (Jawin, 2011). Pengaturan material handling yang buruk akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap ongkos produksi yang harus dikeluarkan, karena dalam kegiatan manufaktur biaya untuk material handling berpengaruh 20% - 70% dari total ongkos produksi (Heragu, 2008). Tata letak fasilitas merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi produktivitas produksi perusahaan (Qoriyana dkk, 2014). Tata letak yang baik akan menghasilkan aliran proses yang lancar saat produksisehingga produktivitas perusahaan menjadi maksimum dan meminimumkan biaya produksi, begitu juga sebaliknya, tata letak yang kurang baik akan menghasilkan aliran proses yang kurang lancar sehingga terjadi bottleneck yang mengakibatkan produktivitas perusahaan minimum dan biaya produksi menjadi lebih besar. Tata letak fasilitas dapat didefinisikan sebagai kumpulan unsur-unsur fisik yang diatur mengikuti aturan atau logika tertentu (Hadiguna dan Setawan, 2008). Tata letak secara umum ditinjau dari sudut pandang produksi adalah susunan fasilitas-fasilitas produksi untuk memperoleh efisiensi pada suatu prduksi. Perancangan tata letak meliputi pengaturan tata letak fasilitas operasi dengan memanfaatkan area yang tersedia untuk penempatan mesin-mesin, bahan-bahan perlengkapan untuk operasi, dan semua peralatan yang digunakan dalam proses operasi (Wahyudi, 2010). UKM Samidi Glass and Craft merupakan sebuah home industry manufaktur yang bergerak dalam bidang pembuatan furniture berbahan kaca. Samidi Glass and Craft menggunakan sistem make to stock dan make to order. Namun produk yang di stock oleh perusahaan hanya beberapa produk yang termasuk best seller. Produk best seller dalam perusahaan ini adalah produk cermin. Dalam melakukan produksi
303
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
cermin, Samidi Glass and Craft memiliki beberapa kendala, diantaranya letak stasiun kerja yang seadanya yaitu tidak berurutan sesuai dengan jalannya proses produksi. Hal tersebut membuat biaya material handling menjadi besar karena perpindahan material yang cukup jauh, dan juga mengurangi efektivitas kerja. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian tentang efektivitas dan kecepatan proses material handling yang dilakukan dalam proses produksi di perusahaan ini. Tujuan penelitian ini yaitu untuk merancang ulang tata letak fasilitas produksi UKM Samidi Glass and Grafit yang lebih efektif. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk memperbaiki masalah tata letak ini adalah metode Systematic Layout Planning (SLP). SLP yaitu suatu pendekatan sistematis dan terorganisir untuk suatu perencanaan layout (Wignjosoebroto, 2003). Dengan adanya perbaikan tata letak pada Samidi Glass and Craft diharapkan pekerja dapat bekerja sesuai aliran proses produksi. Perbaikan tata letak pada perusahaan ini juga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja sehingga waktu yang dibutuhkan dalam melakukan produksi menjadi lebih singkat dan dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian disusun secara sistematis yang digunakan sebagai suatu kerangka dalam melaksanakan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Identifikasi Masalah Sebelum melakukan identifikasi masalah, penelitian dimulai dengan melakukan studi lapangan terhadap tata letak fasilitas pada Samidi Glass and Craft. Studi lapangan dilakukan dengan cara melakukan observasi langsung ke lantai produksi Samidi Glass and Craft. Permasalahan yang terjadi adalah tata letak fasilitas tidak efisien dan tidak efektif. Selain itu masalah ini berdampak pada nilai Ongkos Material Handling menjadi tinggi. Hal ini dapat terjadi karena aliran proses produksi tidak teratur (bolak-balik). Maka dari itu berdasarkan masalah yang teridentifikasi, penelitian ini melakukan perbaikan terhadap tata letak fasilitas Samidi Glass and Craft agar dapat meningkatkan efisensi dan efektifitas kerja dan dapat mengurangi Ongkos Material Handling. 2. Studi Literatur Studi literatur digunakan sebagai dasar dalam perumusan dan pemecahan masalah yang ada untuk mendukung segi konsep dan metode yang berkaitan dengan kasus yang diteliti. Studi literatur juga dapat membantu dalam memberikan analisis yang tepat dan akurat sesuai literatur yang digunakan. Pelaksanaan pengambilan studi literatur dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengutip dan mengambil teori ataupun konsep baik yang bersumber dari buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan perancangan tata letak fasilitas. 3. Pengumpulan Data Dalam tahap pengumpulan data, dilakukan pengumpulan data yang dapat mendukung keberhasilan penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ialah tata letak fasilitas lantai produksi awal, luas stasiun kerja, aktivitas material handling, peta proses operasi. 4. Pengolahan Data Dari berbagai data yang telah diperoleh, dilakukan pengolahan data berdasarkan metode Systematic Layout Planning (SLP) yang dikembangkan oleh Muther (1973). SLP yaitu suatu pendekatan sistematis dan terorganisir untuk suatu perencanaan layout (Wignjosoebroto, 2003). Metode SLP diterapkan karena dapat meminimumkan aliran material dan memunculkan lebih dari satu alternatif. Selain itu, SLP mempunyai prosedur yang terperinci dalam mengatur layout berdasarkan urutan prosesnya. Tahap selanjutnya yaitu pengolahan data. Data yang telah diperoleh kemudian diolah yaitu perhitungan biaya Ongkos Material Handling (OMH) lay out awal, pembuatan Front to Chart (FTC), pembuatan tabel prioritas, pembuatan Activity Relationship Chart (ARC), dan perancangan layout usulan. 5. Analisis Data Setelah dilakukan pengolahan data, hasil dari pengolahan data tersebut selanjutnya dianalasis. Tahap ini dilakukan dengan membandingkan layout awal dengan layout usulan berdasarkan penyusunan tata letak dan hubungannya dengan OMH. Kemudian dianalisis layout usulan terbaik berdasarkan tabel skala prioritas dan biaya material handling terkecil. 6. Kesimpulan dan Saran Tahap yang terakhir yaitu menarik kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan diatas. Pada tahap ini penarikan kesimpulan dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Selain itu pada tahap ini penulis juga mencoba memberikan saran untuk perbaikan tata letak pada lantai produksi di UKM Samidi Glass and Craft.
304
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENGUMPULAN DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah tata letak fasilitas lantai produksi awal, luas stasiun kerja, aktivitas material handling, peta proses operasi. Tata Letak Fasilitas Lantai Produksi Awal
Gambar 1. Tata Letak Fasilitas Awal Samidi Glass and Craft
Gambar 1 menggambarkan tata letak fasilitas awal dari Samidi Glass and Craft, serta terdapat informasi tentang luas setiap stasiun kerja yang ada.Luas setiap stasiun kerja didasarkan pada kebutuhan ruang gerak pada proses produksi, misalnya pada stasiun finishing dan packaging membutuhkan luas stasiun yang besar karena selain terjadi proses produksi finishing dan packaging, pada stasiun ini juga menjadi tempat penyimpanan barang jadi. Peta Proses Operasi Gambar 2 menggambarkan proses operasi pembuatan kaca ukir tipe SG 301 di Samidi Glass and Craft, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap tahap proses pembuatan.
Gambar 2. Peta Proses Operasi Pembuatan Kaca Ukir SG301
Aktivitas Material Handling Tabel 1 berisi tentang jumlah aktivitas material handling di setiap tahap produksi, serta terdapat urutan proses kegiatan berdasarkan stasiun kerjanya Tabel 1. Tabel Aktivitas Material Handling
305
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Aktivitas Material Handling per Hari Total Aktivitas (unit) 2 140 2 140 140 140 140 140 140 2 2 2
Aktivitas Pemolaan Kaca Pemotongan Kaca Pemolaan Kayu Pemotongan Kayu Penghalusan Kayu Penggerindaan (penghalusan) Kaca Penggrafiran Kaca Penggilapan Kaca Pencerminan Kaca Assembly Rangka Kayu dengan Cermin Finishing Packaging
Kapasitas Material Handling (unit) 1 70 1 70 70 70 70 70 70 1 1 1
Aktivitas Material Handling (kali) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Urutan Proses A-B A-B A-C A-C A-C B-D E-F D-E F-G H H-I I-J
PENGOLAHAN DATA Berdasarkan data awal yang telah dikumpulkan menunjukkan bahwa letak stasiun di Samidi Glass and Craft tidak berurutan, sehingga terjadi aliran perpindahan material yang bolak balik. Misalnya letak stasiun gilab yang berjauhan dengan stasiun assembly, sehingga menyebabkan perpindahan material handling menjadi lebih jauh dan tidak efektif. Maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yang terdiri dariperhitungan biaya Ongkos Material Handling (OMH)lay out awal, pembuatanFront to Chart (FTC), pembuatan tabel prioritas,pembuatanActivity Relationship Chart (ARC), dan perancanganlayout usulan. Dari pengolahan data tersebut diharapkan dapat memperoleh lay out usulan yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, serta nilai Ongkos Material Handling yang lebih kecil dari lay out awal. Perhitungan Ongkos Material Handling Lay Out Awal Dalam menentukan atau menghitung ongkos material handling, diperoleh dari beberapa data, yaitu biaya tenaga kerja per bulan (karena dalam UKM tersebut material handling dilakukan oleh manusia), frekuensi material handling, total pekerja, dan jarak total material handling. Biaya tenaga kerja per bulan dari Samidi Glass and Craft sebesar Rp 1.175.000,00 dengan tambahan uang lembur sebesar Rp 250.000,00, sehingga gaji total pekerja sebesar Rp 1.425.000,00. Dalam sehari atau 8 jam kerja (480 menit), aktivitas material handling terjadi selama 2 menit, maka faktor ongkos material handling sebesar (2/480 = 0,00417). Biaya material handling per bulan untuk seorang pekerja diperoleh dari gaji total pekerja dibagi dengan faktor ongkos material handling, sehingga nilainya sebesar Rp 5937,50. Samidi Glass and Craft memiliki 20 orang pekerja, maka dalam sebulan UKM tersebut mengeluarkan biaya material handling sebesar Rp 118.750,00 per bulan. Sedangkan ongkos material handling per meter diperoleh dari total OMH dibagi dengan jarak total material handling, sehingga nilainya sebesar Rp 29,416. Hasil perhitungan tersebut ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Tabel Ongkos Material Handling Per Bulan Ongkos Material Handling per Bulan Dari
Ke
Komponen
Alat Angkut
A B D E F A C G H I TOTAL
B D E F G C H H I J
Kaca Kaca Kaca Kaca Kaca Kayu Kayu Kaca kayu dan kaca kayu dan kaca
Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia Manusia
Frekuensi (kali) 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Jarak (m) 10.00 5.00 3.50 3.00 20.52 10.00 26.00 7.00 8.25 7.50 100.77
Frekuensi × Jarak 400.00 200.00 140.00 120.00 820.80 400.00 1040.00 280.00 330.00 300.00 4030.80
OMH per meter Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461 Rp 29.461
Total OMH Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
11,784.26 5,892.13 4,124.49 3,535.28 24,181.30 11,784.26 30,639.08 8,248.98 9,722.02 8,838.20 118,750
From To Chart Tabel 3. Tabel From To Chart. From To Chart A-B-C-D-E-F-G-H-I-J To A From A B C D E F G H I J TOTAL Rp
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Rp 11,784.26 Rp 11,784.26 Rp 5,892.13 Rp
Rp
30,639.08
Rp
8,248.98
4,124.49 Rp
3,535.28 Rp 24,181.30 Rp
9,722.02 Rp
- Rp
11,784 Rp
11,784 Rp
5,892 Rp
4,124 Rp
3,535 Rp
306
24,181 Rp
38,888 Rp
9,722 Rp
Total OMH
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 8,838.20 Rp Rp 8,838
23,569 5,892 30,639 4,124 3,535 24,181 8,249 9,722 8,838 -
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
From To Chart (FTC) merupakan penggambaran tentang berapa total Ongkos Material Handling dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya. Hasil perhitungan From To Chart ditampilkan pada Tabel 3. Selanjutnya dilakukan perhitungan Outflow-Inflow berdasarkan FTC, proses perhitungan ini merupakan konversi nilai ongkos FTC kedalam nilai koefisien ongkos. Tabel Skala Prioritas Tabel skala prioritas dibuat berdasarkan koefisien inflow. Prioritas diurutkan berdasarkan nilai koefisien terbesar ke koefisien terkecil. Departemen yang memiliki nilai koefisien terbesar menunjukkan bahwa kedua departemen tersebut harus berdekatan. Berikut ini adalah tabel skala prioritas. Tabel 4. Tabel Skala Prioritas Kode
Skala Prioritas I II B atau C D H E F G H I J
Departemen
A B C D E F G H I J
Gudang Kaca dan Kayu Are Pemolaan dan Pemotongan Kaca Area Pengolahan Kayu Area Gerinda Area Grafir Area Gilap Area Pencerminan Area Assembly Area Finishing Area Packaging
Activity Relationship Chart (ARC) ARC dirancang untuk fasilitas penunjang pabrik. Perancangan ARC memiliki kedekatan yang bersifat kualitatif digambarkan menggunakan simbol huruf . Simbol-simbol penunjuk kedekatan antar departemen tersebut antara lain : A (Absolutely necessary): mutlak perlu didekatkan E (Especially important): sangat penting didekatkan I (Important): penting didekatkan O (Ordinary): kedekatan biasa U (Unimportant): tidak perlu didekatkan X (Indesirable): tidak diharapkan dekat Penting tidaknya kedekatan letak antar stasiun dapat ditentukan melalui pertimbangan faktorfaktor sebagai berikut : Tabel 5. Kode Alasan Kedekatan Antar Departemen Kode
Alasan
1
Penggunaan Catatan Secara Bersama
2
Menggunakan Tenaga Kerja Yang Sama
3
Menggunakan Space Area Yang Sama
4
Derajat Kontak Personel yang Sering dilakukan
5
Derajat kontak kerja kertas yang sering dilakukan
6
Urutan aliran kerja
7
Melaksanakan kegiatan kerja yang sama
8
Menggunakan Peralatan kerja yang sama
9
Kemungkinan adanya bau yang tidak mengenakan, ramai, dll
Berikut adalah gambar hasil perancangan Activity Relationship Chart (ARC). Area Gudang Area Pemolaan dan Pemotongan Kaca Area Pengolahan Kayu Area Gerinda Area Grafir Area Gilap Area Pencerminan Area Assembly Area Finishing Area Packaging
A A O 4, 6 U A
4.6 5 X
4,
9
6
U U
U U U
U U U
X 9
X X 9
U U
U U
U U
I U 6
U U
U
U
A
4,6
U
U
4,6
U
A
U
U
U U
U
A 4.6 A 4.6 A 4,6
U
U
A 4,6
U U
A 4,6
U
U
X 9
X 9
X 9
X 9
U 9
9
Showrooom dan Kantor
Gambar 3. Activity Relationship Chart Antar Departemen
307
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Perancangan Layout Usulan Layout usulan yang terdiri dari pembuatan Activity Relationship Diagram (ARD), pembuatan Area Allocation Diagram (AAD), perhitungan OMH berdasarkan layout usulan. 4. Layout Usulan 1 Activity Relationship Diagram (ARD)dari Layout Usulan 1, sebagai berikut:
Gambar 4. Activity Relationship Diagram (ARD) Layout Usulan 1
Area Allocation Diagram (AAD) dari Layout Usulan 1, sebagai berikut :
Gambar 5. Area Allocation Diagram (AAD) Layout usulan 1
Setelah jarak antar area kerja/departemen diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung ongkos material handlinguntuk layout 1adalah sebagai berikut. Tabel 6. Ongkos Material HandlingTiap Aktivitas Perpindahan Material Setelah Usulan 1
5.
Dari
Ke
A B D E F A C G H I
B D E F G C H H I J
Komponen
Alat Angkut
Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kayu Manusia Kayu Manusia Kaca Manusia kayu dan kaca Manusia kayu dan kaca Manusia Jumlah
Frekuensi (kali)
Jarak (m)
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
10.00 6.00 3.50 3.00 10.00 25.25 7.00 16.25 8.25 7.50
Frekuensi × Jarak 400.00 240.00 140.00 120.00 400.00 1010.00 280.00 650.00 330.00 300.00
96.75
3870.00
OMH per meter Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Layout Usulan 2 Activity Relationship Diagram (ARD)dari Layout Usulan 2, sebagai berikut:
308
29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461
Total OMH Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
11,784.26 7,070.56 4,124.49 3,535.28 11,784.26 29,755.26 8,248.98 19,149.42 9,722.02 8,838.20
294.61 Rp
114,012.73
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 6. Activity Relationship Diagram (ARD) Layout Usulan 2
Area Allocation Diagram (AAD) dari Layout Usulan 2, sebagai berikut :
Gambar 7. Area Allocation Diagram (AAD) Layout usulan 2
Setelah jarak antar area kerja/departemen diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung ongkos material handlinguntuk tata letak usulan 2 adalah sebagai berikut. Tabel 7. Ongkos Material Handling tiap aktivitas perpindahan material setelah usulan 2
6.
Dari
Ke
A B D E F A C G H I
B D E F G C H H I J
Komponen
Alat Angkut
Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kayu Manusia Kayu Manusia Kaca Manusia kayu dan kaca Manusia kayu dan kaca Manusia Jumlah
Frekuensi (kali)
Jarak (m)
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
6.00 3.00 3.50 10.00 16.25 10.00 18.25 7.00 8.25 7.50
Frekuensi × Jarak 240.00 120.00 140.00 400.00 650.00 400.00 730.00 280.00 330.00 300.00
89.75
3590.00
OMH per meter Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Layout Usulan 3 Activity Relationship Diagram (ARD)dari Layout Usulan 3, sebagai berikut:
309
29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 294.607
Total OMH Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
7,070.56 3,535.28 4,124.49 11,784.26 19,149.42 11,784.26 21,506.28 8,248.98 9,722.02 8,838.20
Rp
105,763.74
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 8. Activity Relationship Diagram (ARD) Layout Usulan 3
Area Allocation Diagram (AAD) dari Layout Usulan 3, sebagai berikut :
Gambar 9. Area Allocation Diagram (AAD) Layout Usulan 3
Setelah jarak antar area kerja/departemen diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung ongkos material handling untuk layout usulan 3 adalah sebagai berikut. Tabel 8. Ongkos Material HandlingTiap Aktivitas Perpindahan Material Setelah Usulan 3 Dari
Ke
A B D E F A C G H I
B D E F G C H H I J
Komponen
Alat Angkut
Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kayu Manusia Kayu Manusia Kaca Manusia kayu dan kaca Manusia kayu dan kaca Manusia Jumlah
Frekuensi (kali)
Jarak (m)
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
10.00 6.00 3.50 3.00 33.25 10.00 16.25 7.00 8.25 7.50
Frekuensi × Jarak 400.00 240.00 140.00 120.00 1330.00 400.00 650.00 280.00 330.00 300.00
104.75
4190.00
OMH per meter Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 29.461 294.607
Total OMH Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
11,784.26 7,070.56 4,124.49 3,535.28 39,182.67 11,784.26 19,149.42 8,248.98 9,722.02 8,838.20
Rp
123,440.14
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Layout Usulan 1 Perubahan yang dilakukan terhadap layout pabrik ini yaitu pada gudang ditukar letaknya dengan stasiun pemotongan kayu. Kemudian stasiun pemolaan dan pemotongan kaca menjadi berada dibelakang gudang, hal tersebut karena pada tabel skala prioritas gudang dengan stasiun pemolaan dan pemotongan kaca harus berdekatan. Karena untuk urutan proses aliran material, material kaca setelah dari gudang akan diproses pertama pada stasiun pemotongan kaca. Stasiun gerinda, frafir, dan stasiun gilab dipindah menjadi dibagian belakang pabrik, tepat dibelakang stasiun pemotongan kaca. Stasiun gerinda, frafir, dan stasiun gilab diletakkan bersebelahan secara berturut-turut. Karena untuk aliran pengolahan material kaca,
310
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
melalui stasiun pemolaan dan pemotongan kaca, stasiun gerinda, stasiun frafir, stasiun gilab, stasiun pencerminan, stasiun assmbly, dan stasiun finishing dan packaging.Untuk letak showroom, stasiun pencerminan, stasiun assembly, dan stasiun finishing dan packaging tidak berubah. Perubahan tersebut menghasilkan perubahan jarak antar stasiun. Berdasarkan hasil perhitungan OMH, didapatkan penurunan OMH usulan 1 dibandingkan dengan OMH tata letak awal. Analisis Layout Usulan 2 Terdapat perubahan letak beberapa departemen di layout usulan 2 dari layout awal pabrik. Area gudang kaca dan kayu yang pada layout awal berada di sebelah barat showroom dan kantor, pada layout usulan 2 bertukar posisi dengan departemen pengolahan kayu, sehingga posisinya pada layout usulan dua menjadi ruang pengolahan kayu berada di abtara gudang kaca dan kayu, dan area showroom. Area pemolaan dan pemotongan kaca berubah posisi menjadi di sebelah selatan gudang kaca dan kayu. Kemudian, di sebelah selatan area pemolaan dan pemotongan kaca terdapat area gerinda. Departemen grafir berada di tengah-tengah antara departemen ferinda dan gilab. Perubahan ini dilakukan sesuai urutan aliran proses pembuatan kaca agar proses produksi berjalan lebih efektif karena stasiun dengan proses yang berurutan, didekatkan pada layout usulan ini. Departemen pencerminandan assembly tidak mengalami perubahan letak dari layout awal. Pengurangan jarak antar departemen pada layout usulan ini dapat membuat proses produksi lebih efisien karena waktu yang dibutuhkan untuk material handling menjadi lebih singkat, sehingga ongkos material handling pun bisa dikurangi dan proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Analisis Layout Usulan 3 Pada layout usulan 3 terjadi pertukaran antara departemen pengolahan kayu dengan departemen pemolaan dan pemotongan kaca. Departemen pengolahan yang semula di sebelah kiri gudang kaca dan kayu menjadi di antara area finishing dan packaging dan area gilab sehingga departemen pemolaan dan pemotongan kayu yang awalnya diantara area finishing dan packaging dan departemen gilab menjadi di sebelah kiri gudang kaca dan kayu. Hal ini dilakukan untuk memperpendek jarak antara gudang kaca dan kayu dengan departemen pemolaan dan pemotongan kaca dan dengan departemen gerinda dan departemen gilab dengan department pengolahan kayu, sehingga ongkos material handling menjadi lebih kecil. Pada layout usulan 3 letak gudang kaca dan kayu, departemen gerinda, grafir, gilab, pencerminan, assembly, finishing, dan packaging. Tidak terjadi perubahan letak departemen atau sama seperti layout awal. Hal ini dikarenakan letak departemen sudah sudah cukup urut. Dengan melakukan perubahan tata letak fasilitas dengan mengikuti layout usulan 3 dapat memperpendek jarak antara departemen pengolahan kayu dengan departemen assembly. Sehingga akan mempu mempersingkat pemindahan material dan proses selanjutnya bisa dapat dilakukan lebih cepat. Analisis Perubahan Ongkos Material Handling Tabel 8. Perubahan Ongkos Material Handling Dari A B D E F A C G H I
Ke B D E F G C H H I J
Komponen
Alat Angkut
Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kaca Manusia Kayu Manusia Kayu Manusia Kaca Manusia kayu dan kaca Manusia kayu dan kaca Manusia Total Penurunan OMH Prosentase Penurunan OMH
Layout Awal Rp 11.784,26 Rp 5.892,13 Rp 4.124,49 Rp 3.535,28 Rp 24.181,30 Rp 11.784,26 Rp 30.639,08 Rp 8.248,98 Rp 9.722,02 Rp 8.838,20 Rp 118.750,00
Total OMH per bulan Layout Usulan 1 Layout Usulan 2 Layout Usulan 3 Rp 11.784,26 Rp 7.070,56 Rp 11.784,26 Rp 7.070,56 Rp 3.535,28 Rp 7.070,56 Rp 4.124,49 Rp 4.124,49 Rp 4.124,49 Rp 3.535,28 Rp 11.784,26 Rp 3.535,28 Rp 11.784,26 Rp 19.149,42 Rp 39.182,67 Rp 29.755,26 Rp 11.784,26 Rp 11.784,26 Rp 8.248,98 Rp 21.506,28 Rp 19.149,42 Rp 19.149,42 Rp 8.248,98 Rp 8.248,98 Rp 9.722,02 Rp 9.722,02 Rp 9.722,02 Rp 8.838,20 Rp 8.838,20 Rp 8.838,20 Rp 114.012,73 Rp 105.763,74 Rp 123.440,14 Rp 4.737,27 Rp 12.986,26 Rp (4.690,14) 4% 11% -4%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari ketiga layout yang diusulkan hanya dua layout yang menunjukkan penurunan ongkos material handling dari OMH semula. Penurunan OMH terjadi pada layout Iusulan 1 dan layout usulan 2, sedangkan pada layout usulan 3 terjadi peningkatan OMH dari semula. Penurunan OMH pada layout 1 sebesar Rp 4.737,27 atau sebesar 4 %, untuk layout usulan 2 sebesar Rp 12.986,26 atau sebesar 11 %, sedangkan peningkatan OMH pada layout usulan 3 sebesar Rp 4.690,14 atau sebesar – 4 %. Berdasarkan perhitungan ketiga layout usulan dapat disimpulkan layout usulan 2 yang memiliki penurunan OMH terbesar yaitu sebesar Rp 12.986,26 atau 11 % sehingga layout usulan 2 tersebut diusulkan untuk diterapkan di home industry Samidi.
311
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perbaikan tata letak stasiun kerja dan mesin yang digunakan, memudahkan aktivitas material handling yang berlangsung di home industry Samidi, karena jarak antar stasiun yang berjauhan menjadi lebih dekat sehingga waktu yang dibutuhkan terkait aktivitas material handling tersebut menjadi lebih singkat dan dengan melakukan perancangan ulang terhadap tata letak stasiun kerja yang ada, ongkos material handling mengalami penurunan yang cukup signifikan, sehingga pengeluaran untuk material handling dapat lebih ditekan dan lebih hemat. Dengan melakukan perancangan ulang terhadap tata letak stasiun kerja yang ada, pola aliran produksi menjadi lebih tertata daripada sebelumnya, karena stasiun yang saling berhubungan lebih diperpendek jaraknya dan diatur agar berdekatan. Peningkatan efisiensi terkait ongkos pemindahan material dapat dicapai yakni sebesar 4% untuk layout usulan 1, 11% untuk layout usulan 2, dan -4% untuk layout usulan 3 dan dengan melakukan perancangan ulang terhadap tata letak stasiun dapat memberi keselamatan, kemudahan, serta memberi kenyamanan pekerja dalam melakukan pekerjaannya. PUSTAKA Hadiguna, R, A., dan Setiawan,H. (2008).Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: CV.Andi Offset Wignjosoebroto,S. (2003).Pengantar Teknik dan Manajemen Industri(Edisi Ketiga), Surabaya: Guna Widya. Qoriyana., Musthofa dan Susanti. (2014). Perancangan Tata Letak Fasilitas Bagian Produksi Pada CV. Visa Insan Madani. Jurnal Online Institute Teknoogi Nasional. Vol. 01, No .03. ISSN: 2338-5081 Wahyudi, S, E. (2010). Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Di CV. Dimas Rotan Gatak Sukoharjo. Surakarta : Teknik Industri UNS Heragu, S. (2008). Facilities Design. Didalam Ningtyas., Choiri., dan Azlia. (No Date). Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Metode Grafik Dan Craft Untuk Minimasi Ongkos Material Handling. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Sistem Industri. Vol. 03, No. 01 Jawin, E. (2011) Perancangan Ulang Tata letak Fasilitas dengan Metode Grafik dan AlgoritmaCRAFT Pada PT. Prima Indah Saniton. Jurnal Teknik Industri, Sumatera Utara: USU
312
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PROYEK PESANGGARAN DI SBU GMF POWER SERVICES Violita Effelin Puteri1, Wahyudi Sutopo2, dan Aam Hamid Al Ghabid3 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta 2 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta 3 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1
ABSTRAK Dalam perbaikan mesin turbin di GMF Power Services PT GMF AeroAsia, dilakukan pendataan pada setiap part yang diperbaiki. Pendataan tersebut dilakukan dengan pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR). PIR akan menjadi dasar untuk pembuatan Planning Data Sheet (PD Sheet). PD Sheet digunakan untuk melakukan kontrol terhadap setiap aktivitas pengerjaan part, berikut perencanaan penyelesaian proyek tersebut. Namun berdasarkan PD Sheet dapat diketahui bahwa terdapat banyak proyek yang penyelesaiannya tidak sesuai jadwal yang ada. Hal ini menyebabkan keterlambatan pengiriman barang kepada konsumen. Untuk mengetahui faktor keterlambatan yang ada pada GMF Power Services dilakukan survey menggunakan kuesioner.Pada penelitian kali ini penyebaran kuesioner dilakukan pada seluruh bagian di SBU GMF Power Services. Bidang-bidang tersebut terdiri dari adviser, manager, engineering, ppc, dan mekanik yang ada dilapangan sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini lebih aktual. Pengambilan sampel menggunakan non probability sampling yaitu metode accidental. Jumlah sampel yang digunakan 30 sampel karena keterbatasan waktu yang ada. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa faktor adanya banyak proyek yang bersamaan merupakan faktor penyebab keterlambatan paling besar pada Proyek Pesanggaran. Kata kunci : faktor keterlambatan, keterlambatan, manajemen proyek PENDAHULUAN Berkembangnya bisnis penerbangan saat ini menyebabkan tiap maskapai penerbangan menambah jumlah armada pesawat terbangnya(Airbus, 2014). Perkembangan jasa pelayanan maskapai penerbangan dari tahun ke tahun semakin menjadi perhatian masyarakat luas. Hal ini dapat dilihat dari ketatnya persaingan pelayanan, harga dan promosi yang ditawarkan berbagai maskapai penerbangan. Perusahaan penerbangan harus dapat mengembangkan produk yang bersifat memberikan kemudahan, menguntungkan dan bisa diterima oleh pelanggan.(Fahmi, 2009) Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan disatu sisi menguntungkan bagi para pengusaha transportasi udara (penumpang dan pemilik kargo) karena akan ada banyak pilihan(Garuda Indonesia, 2007). Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut berkompetisi atau bersaing untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus. Namun di sisi lain, dengan tarif yang lebih murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan atau service, bahkan lebih mengkhawatirkan lagi adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas maintenance pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan dan akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen. Hal ini menyebabkan menjamurnya bisnis Maintenance, Repair,Overhaul (MRO) di seluruh dunia.(GMF AeroAsia, 2011) PT Garuda Indonesia (Persero) adalah maskapai penerbangan pertama dan terbesar di Indonesia yang melayani lebih dari 43 rute destinasi di dalam maupun luar negeri. Dengan menekankan fokus pada pelayanan, seluruh kegiatan operasional perusahaan difokuskan untuk menjadikan Garuda Indonesia sebagai penyedia jasa utama dan terlengkap bagi para pelanggan yang ingin melakukan perjalanan udara, atau mengirimkan kargo udaranya.Untuk mendukung seluruh kegiatan usahanya, Garuda Indonesia kini memiliki lima anak perusahaan yaitu PT Aerowisata yang bergerak di bidang Travel, Hotel, Transportasi & Katering Pesawat; PT GMF Aero Asia yang menyediakan jasa pemeliharaan pesawat terbang; PT ABACUS Distribution System, penyedia jasa reservasi via komputer; PT Gapura Angkasa (Ground
313
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Handling) serta PT Lufthansa System Indonesia yang bergerak di bidang IT Provider & Solution. (Garuda Indonesia, 2007) PT GMF AeroAsia merupakan anak perusahaan dari sebuah perusahaan penerbangan nasional dan merupakan perusahaan bengkel perawatan pesawat terbang terbesar yang terdapat di Indonesia saat ini. PT GMF AeroAsia juga merupakan bengkel perawatan pesawat yang lengkap atau one stop service, karena disamping dapat memperbaiki atau merawat airframe (badan pesawat) juga dapat merawat komponen dan mesin pesawat. Sebagai perusahaan Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) pesawat terbesar, PT GMF AeroAsia memiliki visi untuk menjadi perusahaan MRO yang tergolong dalam 20 terbaik di dunia(GMF AeroAsia, 2014). GMF Power Services (TZ) adalah unit bisnis di GMF AeroAsia yang melayani sektor non aviasi sebagai anggota Indonesia Flag Carrier Garuda Indonesia Holding Company. GMF Power Services didirikan untuk memberikan perbaikan yang komprehensif dan merombak mesin turbin gas industri(GMF AeroAsia, 2015). GMF Power Services menyediakan berbagai layanan yang terdiri dari pemeliharaan dan jasa perbaikan, modifikasi dan perbaikan mesin turbin gas industri dan turunannya aero, yang perbaikan dan renovasi komponen turbin gas serta memberikan perbaikan dan overhaul layanan pembangkit listrik di jurusan generator, trafo & bermotor rewinding dasar. Selain itu, kami juga menyediakan kontrol dan layanan perlindungan pada mesin, generator dan motor, serta layanan kinerja menganalisis dan jasa rekayasa mesinr otary listrik dan pembangkit listrik (GMF AeroAsia, 2014). Dalam perbaikan mesin turbin di GMF Power Services PT GMF AeroAsia, dilakukan pendataan pada setiap part yang diperbaiki. Pendataan tersebut dilakukan dengan pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR). PIR akan menjadi dasar untuk pembuatan Planning Data Sheet (PD Sheet). PD Sheet digunakan untuk melakukan kontrol terhadap setiap aktivitas pengerjaan part berikut perencanaan penyelesaian proyek tersebut. Namun berdasarkan PD Sheet dapat diketahui bahwa terdapat banyak proyek yang penyelesaiannya tidak sesuai jadwal yang ada. Hal ini menyebabkan keterlambatan pengiriman barang kepada konsumen. Untuk mengetahui faktor keterlambatan yang ada pada GMF Power Services dilakukan survey menggunakan kuesioner. Pengertian keterlambatan menurut Suyatno (dikutip dari Ervianto 1998) adalah sebagai waktu pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan. Menurut Levis dan Atherley (1996), jika suatu pekerjaan sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang telah ditetapkan namun karena suatu alasan tertentu tidak dapatdipenuhi maka dapat dikatakan pekerjaan itu mengalami keterlambatan. Pasal 120 Perpres No. 54/2010 Jo. Perpres No. 35/2011 Jo. Perpres No. 70/2012 mengatakan bahwa Penyedia Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Berdasarkan Perpres tersebut perusahaan mengalami denda pada Proyek Pesanggaran karena terjadi keterlambatan selama 14 hari. Sebagai acuan dalam mencari faktor penyebab keterlambatan yang terjadi di GMF Power Services khususnya pada Proyek Pesanggaran terdapat beberapa penyebab keterlambatan yang terjadi menurut “Lewis dan Atherley” dalam buku “(Langford, 1999)”, yaitu: 1. Keterlambatan pembayaran oleh client owner. 11. Perubahan-perubahan dalam perencanaan dan 2. Pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek oleh spesifikasi. kontraktor. 12. Kesalahan dalam menginterprestasikan 3. Kesalahan pengelolaan material oleh gambar atau spesifikasi. kontraktor. 13. Perubahan metode kerja oleh kontraktor. 4. Kekurangan tenaga kerja oleh kontraktor. 14. Change order oleh client owner. 5. Hujan deras / lokasi pekerjaan yang tergenang 15. Perencanaan schedule pekerjaan yang kurang air. baik oleh kontraktor. 6. Keadaan tanah yang berbeda dari yang 16. Produktifitas yang kurang optimal dari diharapkan. kontraktor. 7. Pekerjaan tambahan yang diminta oleh client 17. Perubahan scope pekerjaan konsultan. owner. 18. Pemogokan yang dilakukan oleh kontraktor. 8. Perubahan dalam pekerjaan plumbing, 19. Memperbaiki pekerjaan yang sudah selesai. struktur, elektrikal. 20. Memperbaiki kerusakan suatu pekerjaan 9. Kesalahan dalam perencanaan dan spesifikasil. akibat pemogokan. 10. Ketidakjelasan perencanaan dan spesifikasi.
314
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
METODE
Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan di PT GMF AeroAsia pada unit GMF Power Services. Data yang diambil merupakan data khusus Proyek Pesanggaran dimana proyek tersebut telah mengalami keterlambatan selama 14 hari. Data yang digunakan dalampenelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dariobservasi melalui wawancara danmenggunakan daftar pertanyaan yang telahdisiapkan/kuisioner, sedangkan datasekunder diperoleh dari dokumenperusahaan serta publikasi lainnya yangmemuat informasi yang mendukungpenelitian ini. berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat diketahui faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran serta ranking faktor tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang didapatkan dari PD Sheet dapat kita ketahui bahwa terjadi keterlambatan pengerjaan proyek Pesanggaran. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang menghubungkan planning dan aktual pengerjaan yang ada di lapangan. Proyek ini ditargetkan selesai pada tanggal 24 Juli 2015 namun kenyataannya selesai pada tanggal 7 Agustus 2015. Grafik tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 2. Grafik Perbandingan Planning dan Aktual Pengerjaan
Pada penelitian kali ini penyebaran kuesioner dilakukan pada sebagian besar bagian di SBU GMF Power Services. Bidang-bidang tersebut terdiri dari adviser, manager, engineering, ppc, dan mekanik yang ada dilapangan sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini lebih aktual. Pengambilan sampel menggunakan non probability sampling yaitu metode accidental. Jumlah sampel yang digunakan 30 sampel karena keterbatasan waktu yang ada. Hasil Survey Survey yang telah dilakukan terhadap 30 responden mencakup sebagian besar bagian di SBU GMF Power Services terutama yang berkaitan langsung dengan produksi. Responden terdiri dari beberapa kelompok bagian dengan prosentase tertentu.
Gambar 2. Grafik Jenis Kelamin Responden
Gambar 3. Grafik Usia Responden
315
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 4. Grafik Jabatan Pada Proyek Responden
Gambar 5. Grafik Pendidikan Terakhir Responden
Pertanyaan dalam kuesioner dibagi menjadi 2 bagian yaitu data diri dan rating factor. Pertanyaan dalam rating factor terbagi berdasarkan 11 faktor yang dikutip dari Suyatno (dalam Langford 1996) mengenai faktor-faktor keterlambatan proyek. Jawaban dari pertanyaan tersebut dibagi menjadi 4 jenisrentang yaitu tidak berpengaruh, agak berpengaruh, berpengaruh, dan sangat berpengaruh. Berikut merupakan hasil tabulasi jawaban dari seluruh responden Tabel 1. Hasil Tabulasi Jawaban Seluruh Responden
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Faktor Keterlambatan 1 2 2 3 3 2 2 1 1 0 1 2 1 0 1 0 2 0 2 1 2 1 0 2 0 1 2 2 1 0 0
2 3 2 3 2 2 0 2 0 2 0 2 1 1 0 1 1 1 3 2 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0
3 0 1 2 1 0 0 2 1 0 0 0 1 2 1 0 0 0 0 0 0 2 0 1 3 0 0 0 0 1 1
4 3 3 3 1 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3
5 1 2 3 2 1 2 1 0 1 1 2 2 0 1 0 0 0 2 0 2 2 0 0 0 2 0 0 2 3 1
6 0 1 3 3 2 2 2 1 0 0 1 1 1 3 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 0
7 3 1 2 2 2 2 2 2 3 2 0 2 0 2 1 2 1 1 3 2 1 1 0 2 0 0 1 1 2 2
8 2 0 2 1 1 0 1 2 0 1 1 0 0 1 1 2 1 2 0 2 0 0 2 0 2 2 2 2 2 2
9 1 2 3 3 2 0 1 2 0 1 0 1 0 3 1 2 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1
10 3 3 2 2 1 0 1 2 3 2 1 2 1 3 2 2 1 2 2 0 2 2 1 2 2 0 2 2 3 2
11 0 0 3 2 0 0 1 1 2 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 2 0 2 1 0
Data diatas menunjukkan hasil jawaban 30 reponden dalam kuesioner yang terlah diberikan. Angka 0 menunjukan bahwa faktor tidak berpengaruh, angka 1 menunjukan bahwa faktor agak berpengaruh, angka 2 menunjukkan bahwa faktor berpengaruh, dan angka 3 menunjukkan bahwa faktor sangat berpengaruh. Berdasarkan data diatas dapt dikelompokkan sebagai berikut.
316
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 2. Hasil Presepsi Penyebab Keterlambatan Proyek
Faktor Keterlambatan Pelaksanaan tiap work station yang buruk Pengadaan material yang tidak sesuai Kekurangan tenaga kerja Adanya banyak proyek yang bersamaan Perubahan dalam perencanaan pengerjaan dan spesifikasi Perencanaan schedule yang tidak tepat Tingginya tingkat kerusakan Perubahan metode/urutan kerja Produktivitas tidak optimal Adanya rework Tidak adanya peralatan yang memadai
0
Nilai Jawaban 1 2
3
TOTAL
8
9
11
2
30
9 17 0
11 8 1
7 4 10
3 1 19
30 30 30
11
7
10
2
30
15 5 9 13 3 17
7 8 8 9 6 7
5 14 13 5 16 5
3 3 0 3 5 1
30 30 30 30 30 30
Analisis Hasil Survey Pada penelitian ini dapat diketahui faktor apa sajakah yang mempengaruhi keterlambatan Proyek Pesanggaran serta ranking dari setiap faktor. Perhitungan tersebut dapat diketahui melalui indeks kepentingan yang merupakan rata-rata dari seluruh jawaban responden. Rumus untuk menghitung indeks kepentingan adalah sebagai berikut (Suyatno, 2010).
Dimana : I = Indeks kepentingan Xi = Frekuensi respon dari tiap presepsi ai = Nilai atas presepsi yang diberikan (0,1,2,3) N = Jumlah data Dari perhitungan menggunakan rumus diatas, diperoleh hasil indeks kepentingan masing-masing faktor. Berdasarkan indeks kepentingan, dapat diketahui urutan ranking faktor yang mempengaruhi keterlambatan Proyek Pesanggaran ini. Berikut hasil ranking faktor penyebab keterlambatan Proyek Pesanggaran. Tabel 3. Ranking Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Pesanggaran No Faktor-Faktor Mean Ranking 1,23 4 1 Pelaksanaan tiap work station yang buruk 1,13 5 2 Pengadaan material yang tidak sesuai 0,63 11 3 Kekurangan tenaga kerja 2,60 1 4 Adanya banyak proyek yang bersamaan 1,10 7 5 Perubahan dalam perencanaan pengerjaan dan spesifikasi 0,87 9 6 Perencanaan schedule yang tidak tepat 1,50 3 7 Tingginya tingkat kerusakan 1,13 6 8 Perubahan metode/urutan kerja 0,93 8 9 Produktivitas tidak optimal 1,77 2 10 Adanya rework 0,67 10 11 Tidak adanya peralatan yang memadai Berdasarkan hasil perhitungan mean pada tabel 3, dapat kita ketahui bahwa faktor penyebab terlambatnya Proyek Pesanggaran secara berurutan adalah (1) Adanya banyak proyek yang bersamaan, (2) Adanya rework, (3) Tingginya tingkat kerusakan, (4) Pelaksanaan tiap work station yang buruk, (5) Pengadaan material yang tidak sesuai, (6) Perubahan metode/urutan kerja, (7) Perubahan dalam perencanaan pengerjaan dan spesifikasi, (8) Produktivitas tidak optimal, (9) Perencanaan schedule yang tidak tepat, (10) Tidak adanya peralatan yang memadai, (11) Kekurangan tenaga kerja.Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan mean yang telah dihitung sehingga didapatkan data sebagai berikut (Furqon, 2007).
317
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 4. Penjelasan Interval Nilai Mean Interval Nilai Arti Frekuensi Tidak Berpengaruh 0 <0,5 Agak Berpengaruh 8 0,5-1,5 Berpengaruh 2 1,5-2,5 Sangat Berpengaruh 1 2,5-3 Ranking1. Adanya banyak proyek yang bersamaan Adanya banyak proyek yang bersamaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Pada saat proyek ini datang terdapat pula banyak proyek yang harus diselesaikan oleh GMF Power Services. Untuk menghindari keterlambatan diperlukan adanya Line Balancing guna menyeimbangkan proses pengerjaan di setiap stasiun kerja. Hal ini belum dilakukan di GMF Power Services sehingga terjadi kebingungan proyek manakah yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Namun dalam penentuan line balancing terdapat kerumitan karena waktu pengerjaan masingmasing part yang berbeda. Adanya perbedaan kerusakan tiap part menyebabkan tahap pengerjaannya pun berbeda-beda. Ranking 2. Adanya rework Adanya rework atau pengerjaan ulang part yang telah selesai dikerjakan tergolong faktor yang berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Pada Proyek Pesanggaran terdapat rework pada part Transition Piece dan Combustier Basket. Pada kedua part ini dilakukan pengerjaan ulang dikarenakan masih adanya crack pada part. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya ketelitian mekanik dalam pengerjaan part tersebut. Untuk mengurangi adanya rework perlu adanya pengawasan khusus dari pihak leader dalam mengawasi jalannya proses produksi. Ranking 3. Tingginya tingkat kerusakan Tingginya kerusakan pada part milik Pesanggaran juga merupakan faktor yang berpengaruh pada keterlambatan Proyek Pesanggaran. Apabila kerusakan pada part tinggi diperlukan waktu yang lebih lama dalam pengerjaan part tersebut. Solusi untuk faktor keterlambatan ini diperlukan adanya identifikasi awal pada part yang datang sehingga dapat dibuat schedule penyelesaian proyek dengan mempertimbangkan tingkat kerusakan yang ada. Ranking 4. Pelaksanaan tiap work station yang buruk Pelaksanaan tiap work station yang buruk merupakan faktor yang agak berpengaruh pada keterlambatan Proyek Pesanggaran. Kurangnya kesadaran masing-masing mekanik untuk mengerjakan dengan maksimal merupakan salah satu alasan terjadinya faktor ini. Kurangnya tenaga kerja yang profesional juga menjadi alasan pengerjaan yang tidak maksimal. Peran leader dalam mengawasi sangatlah penting dalam menanggulangi terjadinya pengerjaan work station yang buruk. Selain itu adanya pembinaan/training bagi mekanik juga dirasa perlu untuk meningkatkan mutu kerja yang ada. Ranking 5. Pengadaan material yang tidak sesuai Pengadaan material yang tidak sesuai merupakan faktor yang agak berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Ketidakketersediaan material saat akan digunakan pada proses produksi merupakan penghambat jalannya proses produksi itu sendiri. Tidak adanya pencatatan yang jelas terhadap pengeluaran material menyebabkan kurang terkontrolnya persediaan material yang ada. Untuk menanggulangi terjadinya tidak tersedianya material diperlukan perhitungan kembali safety stock yang ada dan batas minimum barang tersebut harus dibeli. Ranking 6. Perubahan metode dan urutan kerja Adanya perubahan metode dan urutan pengerjaan menjadi faktor yang agak berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Dalam pengerjaan part telah terdapat dalam PD Sheet aktivitas yang akan dilakukan pada part tersebut. Perubahan urutan maupun metode kerja saat di lapangan membuat pada mekanik saling menunggu antara proses satu dan yang lainnya. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi antara engineer dan mekanik dalam hal pengerjaan part sehingga tidak terjadi perbedaan antara PD Sheet dan aktual di lapangan. Ranking 7. Perubahan dalam perencanaan pengerjaan dan spesifikasi Adanya perubahan perencanaan pengerjaan merupakan faktor yang agak berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Hal ini sering terjadi saat terdapat pengurangan aktivitas maupun penambahan aktivitas yang dilakukan terhadap part tersebut. Faktor ini hampir sama dengan faktor sebelumnya dimana terdapat kurangnya komunikasi dari engineer ke mekanik maupun sebaliknya. Komunikasi yang baik merupakan salah satu cara agar kedua faktor ini tidak terus-menerus terjadi.
318
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Ranking 8. Produktivitas tidak optimal Produktivitas yang tidak optimal merupakan faktor yang agak berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Adanya sebagian pekerja yang tidak serius saat berlangsungnya jam kerja merupakan penyebab dari faktor ini terjadi. Kurangnya kesadaran para mekanik mengenai produktivitas menyebabkan tidak optimalnya pekerjaan. Pengawasan dari leader serta adanya reward dan sanksi bagi pekerja yang produktif dapat menjadi solusi dari permasalahan ini Ranking 9. Perencanaan schedule yang tidak tepat Perencanaan schedule yang tidak tepat merupakan faktor yang agak berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Sebenarnya planning pengerjaan yang telah dibuat oleh bagian PPC sudah sesuai dengan target. Namun pelaksaan dalam lantai produksi yang tidak dapat mengimbangi target tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi kepada mekanik mengenai deadline pengiriman part tersebut. Arahan dari leader serta prioritas pengerjaan dapat menjadi solusi dari permasalahan ini. Ranking 10. Tidak adanya peralatan yang memadai Tidak adanya peralatan yang memadai merupakan faktor yang agak berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Alat yang digunakan dalam proses pengerjaan sebenarnya sudah memadai. Namun pada beberapa work station seperti welding terdapat beberapa peralatan yang rusak. Selain itu jumlah tool yang ada tidak sebanding dengan banyaknya pekerja sehingga terjadi saling pinjam peralatan dan menghambat proses pengerjaan. Untuk mengatasinya perlu ditinjau kembali kecukupan alat yang digunakan pada lantai produksi. Ranking 11. Kekurangan tenaga kerja Kekurangan tenaga kerja merupakan faktor yang agak berpengaruh terhadap keterlambatan Proyek Pesanggaran. Jumlah tenaga kerja yang ada di GMF Power Services sebenarnya sudah sangat mencukupi. Kekurangan tenaga kerja yang dimaksud adalah kurangnya tenaga kerja ahli sehingga memperlambat proses pengerjaan. Untuk mengatasinya perlu diadakan training bagi mekanik sehingga mereka dapat lebih percaya diri dan yakin dalam pengerjaan part yang ada. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa keterlambatan Proyek Pesanggaran memberikan kerugian yang besar bagi perusahaan. Ranking faktor yang menyebabkan keterlambatan Proyek Pesanggaran berdasarkan penelitian ini adalah (1) Adanya banyak proyek yang bersamaan, (2) Adanya rework, (3) Tingginya tingkat kerusakan, (4) Pelaksanaan tiap work station yang buruk, (5) Pengadaan material yang tidak sesuai, (6) Perubahan metode/urutan kerja, (7) Perubahan dalam perencanaan pengerjaan dan spesifikasi, (8) Produktivitas tidak optimal, (9) Perencanaan schedule yang tidak tepat, (10) Tidak adanya peralatan yang memadai, (11) Kekurangan tenaga kerja. Berdasarkan rankingtersebut pihak GMF Power Services dapat melakukan evaluasi lebih dalam sehingga tidak terjadi keterlambatan di kemudian hari. PUSTAKA AbrarHusen. (2008). Manajemen Proyek, Perencanaan, Penjadwalan & Pengendalian Proyek. Yogyakarta : Penerbit Andi. Airbus. (2014). Flying on Demand Global Market Forecast. Diakses pada 25 April 2015 dari https://www.airbusgroup.com/document Anonim. (2012). Undang-Undang Republik Indonesia No. 70 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta. Bakhtiyar, A., Soehardjono, & A., Hasyim, M.H. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Proyek Konstruksi Pembangunan Gedung di Kota Lamongan. Diakses pada 31 Juli 2015 dari http://rekayasasipil.ub.ac.id/index.php/rs/article/view/190 Fahmi, Hifni A. (2009). Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Perusahaan PT. Garuda Indonesia Airways di Jakarta. Skripsi Fakultas ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Diakses pada 19 Agustus 2015 dari https://soaressamuel.files.wordpress.com/2012/02/ Fugar, F.D.K., dan Agyakwah-Baah, A.B. (2010). Delays in Building Construction Projects in Ghana. Australasian Journal of Construction Economics and Building 10 (1/2) 103-116. Furqon. (1997). Statistika terapan untuk penelitian. Bandung : CV. Alfabeta. Garuda Indonesia. (2007). Building Foundation For Growth. Diakses pada 14 Agustus 2015 dari http://www.ir-garuda-indonesia.com/spaw/pdf/201449AR-GA-2007.pdf GMF AeroAsia.(2014). Sustainable Growth Through Collaboration. Diakses pada 29 Juli 2015 dari http://www.gmf-aeroasia.co.id/wp-content/uploads/2015/07/AR_GMF_2014.pdf
319
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Hasibuan, K., Hidayat A., & Padalumba. (2013). Analisis Manajemen Terhadap Faktor Keterlambatan Proyek Konstruksi di Lingkungan Dinas Pariwisata Kabupaten Rokan Hulu. Diakses pada 31 Juli 2015 dari http://e-journal.upp.ac.id/index.php/mhsteknik/article/view/206 Kamaruzzaman. (2012). Studi Keterlambatan Penyelesaian Proyek Konstruksi (Study of Delay in the Completion of Construction Project). Jurnal Teknik Sipil UNTAN / Volume 12 Nomor 2. Langford. (1996). The Organization and Management of Construction Shaping Theory and Practice. Great Britain: E&FN SPON, ASCE. Messah, Y.A., Widodo, T., & Adoe M.L. (2013). Kajian Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Gedung di Kota Kupang. Jurnal Teknik Sipil Vol II No 2 September 2013. Sitorus, J. (2008). Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Waktu Proyek EPC Gas di Indonesia. Diakses pada 3 Agustus 2015 dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/129138T%2024960%20%20Faktor-faktor%20risiko--Lampiran.pdf Soeharto. (2001).Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional. Jakarta: Erlangga. Sudarsono, T.M., Christie, O., & Andi. (2014). Analisis Frekuensi, Dampak, dan Jenis Keterlambatan pada Proyek Konstruksi.Diakses pada 31 Juli 2015 dari http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/teknik-sipil/article/view/2623 Sutta, D. (2012). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keterlambatan Proyek Konstruksi Jembatan di Wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Magister Thesis Universitas Sumatera Utara Medan. Diakses pada 31 Juli 2015 dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37229 Suyatno.(2010). Analisis Faktor Keterlambatan Proyek Gedung (Aplikasi Model Regresi). Magister Thesis Universitas Diponegoro Semarang. Diakses pada 31 Juli 2015 dari http://core.ac.uk/download/pdf/11722919.pdf Wulfram, I. Ervianto. (2002). Manajemen Proyek Konstruksi. Yogyakarta : Penerbit Andi
320
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERANCANGAN MODEL APLIKASI PENDUKUNG SISTEM MANAJEMEN PENGENGETAHUAN PADA UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Abdullah1, Yusuf Priyandari2, Retno Wulan Damayanti3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,2,3
ABSTRAK Kementrian Pedayagunaan Aparatur Negara pada tahun 2011 mulai mencanangkan reformasi birokrasi pada setiap kementrian/lembaga dan pemerintah daerah agar organisasi berjalan lebih efektif dan efisien. Salah satu cara agar organisasi dapat berjalan efektif dan efisien adalah dengan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki dengan menggunakan pendekatan Knowledge Management (KM). ULP merupakan salah satu instansi pemerintah yang mengupayakan untuk memulai menggunakan KM dalam organsasinya. Wibowo dkk (2015) sudah melakunan penelitian di ULP dan menghasilkan model KM berdasarkan proses bisnis. Model dari Wibowo dkk (2015) tersebut perlu didukung teknologi agar pengelolaan pengetahuan dapat berjalan efektif. Dalam penelitian ini dirancang arsitektur desain aplikasi pendukung Knowledge Management System (KMS) di ULP. Penelitian ini dilakukan untuk menyusun konsep aplikasi pendukung sesuai model KMS yang sudah disusun Wibowo dkk (2015) dalam bentuk desain arsitektur. Kata kunci : Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, ULP, Knowledge Management PENDAHULUAN Terhitung sejak 2011 pemerintah memulai program reformasi birokrasi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Tujuan dari reformasi birokrasi antara lain untuk mendorong terwujudnya organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu cara agar tujuan tersebut dapat tercapai adalah dengan memanfaatkan setiap kekayaan pengetahuan yang dimilki, termasuk belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lampau. Secara umum hal itu diwujudkan dalam bentuk peraturan dan prosedur kerja dalam organisasi tersebut, serta rangkaian kegiatan untuk perubahan dan penyempurnaanya. (Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2011). Manajemen pengetahuan adalah upaya terstruktur dan sistematis dalam mengembangkan dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi peningkatan kinerja organisasi. Aktivitas dalam manajemen pengetahuan meliputi upaya perolehan, penyimpanan, pengolahan dan pengambilan kembali, penggunaan dan penyebaran, serta evaluasi dan penyempurnaan terhadap pengetahuan sebagai aset intelektual organisasi. Tujuan dari penggunaan manajemen pengetahuan ini adalah untuk mendukung berjalanya organisasi menjadi lebih baik, sehingga mempercepat proses reformasi birokrasi. Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa (Presiden Republik Indonesia, 2012). Tata cara pelaksanaan PBJ merujuk sejumlah Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Kepala LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), UndangUndang, Peraturan Kepala Daerah dan/atau Kementrian terkait. Banyaknya aturan terkait PBJ karena pada hakikatknya PBJ berawal dari proses perencanaan kegiatan dan anggaran, pelaksanaan pengadaan, pelaksanaan kontrak dan pengawasan, hingga penerimaan barang/jasa dan pemanfaatannya (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2010; Bahagia, 2011). Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan kekayaan pengetahuan instansi adalah pengetahuan dan pengalaman dalam organisasi tersebut sering kali tidak terdokumentasi dan masih ada di dalam kepala masing-masing individu dalam organisasi (Dalkir, 2005), hal ini didukung oleh delphi riset (2007) dalam risetnya memaparkan prosentase pngetahuan dalam suatu organisasi yang masih berada dalam kepala individu sebesar 42%. Ditinjau dari kajian manajemen pengetahuan (knowledge management), permasalahan pengetahuan pelaku PBJ antara lain belum terbentuk sistem manajemen pengetahuan yang baik, sehingga transfer pengetahuan tidak berjalan dengan baik, karena anggota pokja juga menjabat sebagai pegawai instansi, sehingga mmiliki dua jabatan. Kesibukan anggota pokja dan jarangnya waktu
321
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
untuk bertemu mengakibatkan terjadinya gap pengetahuan antara anggota organisasi, seperti yang terjadi pada ULP Sukoharjo, anggota Pokja beberapa masih membutuhkan bimbingan atau arahan dalam menjalankan tugasnya. Upaya untuk melakuakan pengelolaan pengetahuan di ULP sudah dirintis oleh Wibowo dkk (2015) dengan melakukan penyusunan model KM berorientasi proses bisnis pada ULP. Penelitian ini menghasilkan 13 model proses bisnis manajemen pengetahuan di ULP. Dengan model tersebut, tiap pengetahuan dapat diketahui dimana pengetahuan tersebut dibuat, disimpan, apa sumbernya dan untuk apa aplikasi itu kedepan digunakan. Hasil permodelan yang sudah disusun membutuhkan dukungan Knowledge Management System (KMS) untuk mengatasi kendala transfer pengetahuan sampai apikasi pengetahuan dalam organisasi ULP (Wibowo dkk, 2015). KMS dalam lingkaran sistemnya terdiri dari tiga faktor, yakni Teknologi Informasi, orang dan knowledge work (Abdullah, 2009), jika ketiga faktor tersebut tidak berfungsi dengan baik maka sistem tidak berjalan dengan (Misra, 2007). Aplikasi pendukung sebagai salah satu aspek teknologi diperlukan dalam KMS karena dapat memudahkan dalam proses transfer, integrasi dan penyebaran pengetahuan antar anggota ULP yang memiliki mobilitas yang tinggi dan waktu berkumpul antar anggota yang sangat sedikit, selain itu aplikasi pendukung dapat menunjang proses penciptaan pengetahuan, penyimpanan, transfer pengetahuan maupun pengaplikasian pengetahuan (Abdullah, 2009; Febriantoro, 2012). METODE Penyusunan Kebuthan Fungsional dan non Fungsional
Penusunan Solusi
Penyusunan Konsep
Gambar 1. Metode Penelitian
Perancangan model aplikasi ini diawali dengan penysunan kebutuhan fungsional dari tiga literatur yakni Hakim dkk (2014), Wibowo dkk (2015) dan Nonaka dkk (1995). Selanjutnya disusun kebutuhan non fungsional dari review tiga aplikasi pendukung populer yakni Central dekstop, Open KM, dan ajaxplorer. Setelah kebutuhan fungsional dan non fungsional tersusun selanjutnya dilakukan penyusunan solusi dari setiap kebutuhan. Solusi-solusi tersebut yang dijadikan dasar dalam penyusunan konsep aplikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kebutuhan Idenntifikasi kebutuhan fungsional ditentukan berdasarkan tiga literatur utama yakni Hakim dkk (2014), Wibowo dkk (2015) dan Nonaka dkk (1995). Dari ketiga literatur utama tersebut mengasilkan : Tabel 1. Kebutuhan Fungsional
No 1 2 3 4 5
Kebutuhan Aplikasi Pengetahuan dapat terkelola pada tiap tahapan pekerjaan Penyimpanan dan pengelolaan pengetahuan terhubung sesuai model KM yang telah disusun Fasilitas grup untuk mengakomodasi pokja dalam melaksanakan tugas pengadaan Terintregasi dengan apliaksi dari LPSE Aplikasi harus bisa mendukung bentuk-bentuk transfer pengetahuan pada model SECI.
Selain menyusun kebutuhan fungsional, disusun pula kebutuhan non fungsional. Penyusunan kebutuhan non fungsional ini dilakukan berdasarkan review dari tiga aplikasi populer yakni Central Dekstop, Open KM dan Ajaxplorer. Dari ketiga palikasi ini menghasilkan beberapa fitur yang diadopsi untuk menjadi kebutuhan non fungsional dan menjadi solusi dari beberapa kebutuhan fungsional yang disusun. Adapun hasil kebutuhan dan solusi yang disusun dapat dilihat pada tabel Tabel 2. Identifikasi Kategori Kebutuhan dan Solusi Kebutuhan
No
Kategori
Solusi kebutuhan
322
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Leveling akun pengguna
1
Keamanan
Data aktivitas user pengaturan akses dokumen
2
Jenis aplikasi
Aplikasi berbasis online dan dapat digunakan dengan perangkat komputer ataupun mobile GroupWorkspace dalam aplikasi ini dapat digunakan untuk berinteraksi dalam kelompok.
3
Fasilitas grup untuk mengakomodasi pokja dalam melaksanakan tugas pengadaan
Jadwal kegiatan bisa dimasukkan dalam kalender yang disediakan. Menampilkan pencapaian pekerjaan dan jadwal tugas. Menampilkan status pekerjaan : terlambat, dalam proses dan selesai Terintregasi dengan aplikasi LPSE Pencarian proses pekerjaan yang sudah dilakukan untuk dijadikan pembelajaran sesuai kriteria yang diinginkan. Dapat mengunggah, mendownload, mencetak dan mengirim dokumen.
4
Aplikasi harus bisa mendukung bentuk-bentuk transfer pengetahuan pada model SECI.
Menu-menu pencarian file FAQ Aplikasi chating Online dokumen
5
Penyimpanan dan pengelolaan pengetahuan terhubung sesuai model KM yang telah disusun
6
Pengetahuan dapat terkelola pada tiap tahapan pekerjaan
Pengelompokan otomatis dengan workflow engine sesuai model KM. Fleksibel terhadap perubahan model peraturan Kasifikasi pengetahuan berdasarkan tahapan proses.
Penyusunan Konsep Penyusunan konnsep pada penelitian ini dilakukan hanya sampai tahap desain arsitektur aplikasi saja. Penyusunan desain arsitektur ini mempertimbangkan aspek teknologi yang sudah ada dan dipadukan dengan solusi teknis yang sudah disusun. Adapun desain arsitektur aplikasi dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
323
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Interface Web
Mobile
Tablet
Keamanan
Aplikasi LPSE
Komponen Utama Dokumen dan folder
Forum
Chat
Sistem Penghubung
Email
Data Base IT Suport Tools Search Engine
Scheduling
MS Office Addin
kalender
Workflow Engine (Model KM dari Wibowo Dkk)
Gambar 2. Desain Arsitektur Aplikasi
1.
2.
3.
Keterangan: Interface Interface merupakan layer pertama yang berhubungan langsung dengan user. Desain interface ini difokuskan agar suport dengan berbagai piranti, yakni dekstop menggunakan web browser (mozila, Google Crome dan Internet explorer), mobile dengan smartphone dan tablet. Keamanan Keamanan pada layer ini ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Kriteria yang pertama adalah untuk mengatur siapa saja pengguna yang dapat mengakses. Leveling user pada aplikasi ini dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni admin, User ULP dan User non ULP. Admin adalah anggota ULP yang ditunjuk untuk mengelola aplikasi dan memeliki hak akses untuk mengatur user serta mengatur beberapa hal teknis pada aplikasi seperti menghapus grup, mengedit dokumen, mengelola dokumen dan mengatur workflowengine. User ULP merupakan user yang menggunakan dan memanfaatkan semua fitur dalam aplikasi ini, seperti akses dokumen, chatting dan diskusi. User non ULP digunakan untuk orang non ULP yang membutuhkan pengetahuan tentang pengadaan, misal penyedia. User non ULP ini dibatasi hak aksesnya hanya untuk beberapa dokumen yang bersifat umum untuk semua orang. Kriteria keaman kedua adalah memiliki pertahanan terhadap serangan dari para peretas. Beberapa masalah peretasan menurut Fauziah dkk (2009) berupa penyadapan, pemalsuan, sampai pencurian akun. Sisitem ini harus memiliki keamanan untuk mencegah peretasan dalam aplikasi ini, karena akan merugikan jika peretasan dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan disalah gunakan. Kriteria keamanan yang terakhir adalah keamanan dalam pembaruan. Menurut Isaias dan Issa (2015) dalam pengembangan sistem informasi berbasis Life CycleModel, sistem yang sudah jadi tetap perlu dikembankan. Oleh karena itu dalam aplikasi ini perlu dibuat sistem pembaruan yang aman dan tidak mengganggu pengguna dalam aktivitanya Sistem Penghubung Aplikasi yang akan dibuat ini perlu terhubung dengan aplikasi dari LPSE. Aplikasi memerlukan data dari LPSE berupa dokumen-dokumen dan jadwal kegiatan. Transfer data ini diperlukan agar tidak ada pengulangan pekerjaan untuk upload dokumen. Oleh karena itu aplikasi ini perlu dibangun sistem yang mampu menghubungkan aplikasi ini dengan aplikasi LPSE.
324
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015 4.
5.
6.
7.
8.
ISBN: 978-602-70259-3-6
Komponen Utama Komponen Utama merupakan bagian inti yang harus bisa dikelola oleh aplikasi. Komponen utama ini terdiri dari dokumen dan folder, wiki, chat, dan email. Dokumen dan folder ini berisi semua file-file dokumen yang dikelola, mulai dari peraturan-peraturan yang digunakan sampai semua dokumen-dokumen proses pengadaan. File-file yang dikelola ersebut kemudian dikelompokan dalam folder-folder dan dihubungkan sesuai dengan model yang disusun Wibowo dkk (2015). Forum digunakan untuk mengelola kumpulan dari tulisan-tulisan user seputar pengadaan dari hasil pengalaman mereka untuk dibagikan kepada user lain. Tulisan-tulisan ini selain berisi tulisantulisan user, dapat pula diisi dengan ringkasan-peraturan-peraturan yang ada, sehingga memudahkan proses belajar user. Pada bagian ini user lain dapat pula mengedit atau menambahkan tulisan yang sudah diposting, sehingga perkembangan pengetahuan yang dibagi berjalan dinamis. Bagian ini dapat pula ditambahkan link referensi yang digunakan, seperti link pada dokumen terterntu atau peraturan tertentu. Chat merupakan alternatif lain untuk pembagian knowledgetacit. Dengan fitur chat, user dapat bertanya dan berdiskusi dengan user lain jika membutuhkan bantuan. Chat juga dapat digunakan untuk chat grup, dimana lebih dari dua user berdiskusi bersama dalam satu forum, hal ini selain dapat memudahkan transfer knowledgetacit dapat pula menghubungkan satu kelompok pokja yang memiliki mobilitas tinggi. Email dignakan seperti halnya email pada umumnya, yakni mengirim pesan maupun dokumen. Email pada aplikasi ini langsung terhubung pada ID user masing-masing, sehingga pengriman pesan dapat dilakukan langsung lewat aplikasi tanpa membuka akun lain. Workflow Engine Workflow engine merupakan teknologi yang sangant penting untuk membangun aplikasi ini. Workflow engine ini berfungsi untuk mengelompokan semua jenis file yang disimpan dan menghubungkannya dengan file-file lain. Pengelompokkan dan penghubungan file ini dibangun berdasarkan model KM oleh Wibowo dkk (2015). Contoh penghubungan file dalam kasus ini sebagai berikut, pada gambar 4.5 merupakan model Pemasukkan Penawaran kelompok A, Terdapat pengetahuan tentang Aanwijzing. Aanwijzing pada proses bisnis tersebut diciptakan berdasarkan pengetahuan dokumen Pengadaan, dan selanjutnya digunakan untuk pemasukkan dokumen penawaran. Dengan model ini dapat dilihat pula tiap proses pengadaan melibatkan pengetahuan apa saja, misalkan dalam pemasukan dokumen penawaran mengaplikasikan dua pengetahuan yakni dokumen pengadaan dan Aanwijzing. Model Workflow ini dapat mengakomodir hubungan antar pengetahuan yang disusun oleh Wibowo dkk (2015). Model worlflow engine ini selanjutnya ditampilakan pada user admin dalam bentuk bagan yang saling terhubung dan dapat diubah sesuai kebutuhan, sehingga jika ada perubahan terkait proses pengadaan dan mengubah model dari Wibowo dkk (2015) maka sistem dapat mendukung perubahan tersebut. Search Engine Search Engine berfungsi untuk mencari file yang disimpan dalam aplikasi. Mesin pencarian ini dapat mencari dan ditemukan berdasarkan model KM dari Wibowo dkk (2015). Pencarian file juga dapat dilakukan dengan memilih kategori yang diinginkan. Kategori dapat dipilih berdasarkan jenis dokumen, proses kegiatan, tanggal pembuatan, dan penulis. Penyajian dokumen dapat dilakukan dengan menu filter yang disediakan, filter ini dapat dilakukan berdasarkan kategorisasi, urutan waktu dan penulis. IT Tools Suport IT Tools suport merupakan berupa teknologi-teknologi lain yang diperlukan dan digunakan untuk mendukung sistem aplikasi ini. Teknologi yang digunakan diantaranya scheduling, MS Office addon dan kalender. Scheduling merupakan teknologi penjadwalan kegiatan yang dapat dihubungkan langsung pada user maupun pada grup dan muncul pada pengingat.Ms Office addon digunakan untuk mendukung pembacaan dokumen secara langsung dan mengeditnya. Kalender terhubung langsung pada jadwal kegiaatan. Basis data Bais data mengelola semua data yang ada dalam sistem aplikasi ini. Basis data perlu dibangun karena basis data merupakan salah satu komponen penting yang aplikasi sistem informasi (Muhammad, 2013). Dalam pembangunan basis data perlu mempertimbangkan hal-hal teknis sesuai keperluan aplikasi ini.
325
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
SIMPULAN Berdasarkan Penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasi pendukung yang ada saat ini belum memenuhi kebutuhan teknis yang diperlukan, namun dari beberapa aplikasi pendukung tersebut dapat diambil sebagai referensi teknologi yang bisa diterapkan saat ini.Secara umum aplikasi pendukung yang disusun memiliki layer interface sebagai media pertama yang dilihat pengguna. Dari interface pengguna harus melalui sistem keamanan yang ada untuk mengatur hak akses masing-masing. Pengguna dapat mengakses file dengan beberapa kelompok-kelompoknya. Untuk mendukung akses dokumen tersebut didukung sistem API, Engine Workflow, Search Engine dan IT Tools Suport lainnya. PUSTAKA Abdullah, 2009. Public Sector Knowledge Management: A Generic Framework. Hema Date, Vol 1(No 1) . Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. 2012. Manajemen Pengetahuan Untuk PenguatanSistem Inovasi Daerah: Konsep Dan Aplikasi. Jakarta : Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Febriantoro, Wicaksono, 2012. Perancangan Knowledge Management System Berorientasi Proses Bisnin (Studi Kasus Balai Diklat Metrologi Kementrian Perdagangan. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, Vol 1(No 1). Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2011.Buku 8 - Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) - Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011. Jakarta: Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Misra, D. C., 2007. Ten Guiding Principles For Knowledge Management In E-Goverment In Developing Contries. Procedings Of First International Conference On Knowledge Management For Productivity And Competititveness, Vol 1. Nonaka, I., 1994. A Dynamic Theory of Organizational Knowledge Creation. ORGANIZATION SCIENCE, Vol. 5(No. 1), pp. 14-37. OpenKM. (Tanpa tanggal). OpenKM Knowledge Management. Available at : http://demo.openkm.com/OpenKM/login [25 maret 2015]. PGI Company. (Tanpa tanggal). Central Dekstop Try It Free. Available at : http://www.centraldesktop.com/try-it-free [25 Maret 2005]. Pydio. (Tanpa tanggal). Pydio 6 Demo. Available at :https://www.demo.pyd.io [25 Maret 2005]. Wibowo, A. W., Priyandari, Yusuf & Damayanti, R.W., 2015. Perancangan Model Knowledge Managment Pada Unit Pelayanan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah. Proceding Seminar Nasional & Teknik Manajemen 2015, pp II 46-II 56.
326
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL AL-OXIDE PADA PROSES BLASTING: STUDI KASUS PART REPAIR GMF POWER SERVICES Finda Arwi Mahardika1, Wahyudi Sutopo2, Virda Hersy Lutviana S3 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 2 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected]
1&3
ABSTRAK Perencanaan material sangat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam suatu proses produksi. Pada proses blasting divisi part repair GMF power service masih sering terjadi stockout material Al-Oxide. Stockout ini sering terjadi pada material Al-Oxide #16 dan Al-Oxide #60. Hal ini dapat mengganggu jalannya proses repair turbin yang dilakukan oleh divisi part repair, oleh sebab itu dilakukan proses peramalan kebutuhan material perhari dari proses blasting dan penentuan safety stock serta besarnya reorderpoint. Peramalan dilakukan dengan metode kuantitatif, data historis yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan kuantitatif diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan selama 15 hari kerja. Hasil pengamatan tersebut kemudian diplot sehingga Nampak trend dari data yang diperoleh. Dari plot data diperoleh model data yang fluktuatif sehingga peramalan dilakukan dengan menggunakan metode moving average 3 (MA 3), single exponential smoothing (SES), dan double exponential smoothing (DES). Setelah dilakukan proses peramalan tersebut kemudian dilakukan pemilihan metode terbaik berdasarkan nilai Mean Absolute Demand (MAD) dan Tracking Signal. Dari hasil diperoleh bahwa metode terbaik pada proses peramalan adalah metode DES karena memiliki nilai MAD kecil dan tracking signal berada diantara -4 dan 4. Besarnya safety stock yang diperoleh adalah 14 bag dan besarnya reorder point adalah 28 bag. Kata kunci: Peramalan, Safety Stock, Reorder Point, Al-Oxide PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya industri di Indonesia diikuti dengan persaingan bisnis yang semakin meningkat, tentunya menuntut para pelaku bisnis untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi di segala bidang (Indri, 2013). Dalam suatu industri agro maupun manufaktur proses produksi berkaitan dengan perencanaan produksi sehingga produksi dalam suatu industri berjalan secara terarah dan terstruktur sesuai dengan penjadwalan (Arif, 2013). Keteraturan dalam produksi dapat meminimalisir biaya produksi karena keteraturan produksi dapat mengarahkan produksi dalam hal jumlah produksi atau meminimalisir teradinya stock out atau kekurangan persediaan (Arif, 2013). Menurut Zulian Yamit (2008) tujuan dari manajemen persediaan adalah untuk menyediakan jumlah material yang tepat, lead time yang tepat dan biaya rendah. Biaya persediaan meruapakan keseluruhan biaya operasi atas system persediaan. Biaya persediaan didasarkan pada parameter ekonomis yang relevan dengan jenis biaya sebagai berikut : (1) Biaya Pembelian, (2) Biaya Pemesanan, (3) Biaya Simpan. Menurut Edi (2012) biaya kekurangan persediaan (stock out cost) adalah konsekuensi ekonomis atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat terpenuhi, sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain. Biaya kekurangan dari luar dapat berupa biaya backorder, biaya kehilangan kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Forecasting adalah meramalkan, memproyeksikan, atau mengadakan perkiraan/taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dapat dilakukan (Dermawan, 2013). Forecasting atau peramalan juga merupakan seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian dimasa depan, hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data historis dan memproyeksikannya kemasa mendatang dengan bentuk model matematis (Dermawan,2013). Terdapat dua pendekatan untuk melakukan peramalan yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Faried, 2012). Metode peramalan kualitatif digunakan ketika data historis tidak tersedia, metode peramalan kualitatif merupakan metode subyektif (intuitif), metode ini didasarkan pada informasi
327
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
kualitatif dan metode ini sangat subyektif (Faried, 2012). Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi dua tipe, causal dan time series (Faried, 2012). Metode peramalan causal meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan variable yang diprediksi seperti analisis regresi, sedangkan peramalan time series merupakan metode kuantitatif untuk menganalisis data masa lampau yang telah dikumpulkan secara teratur menggunakan teknik yang tepat (Faried, 2012). Menurut Eddy Herjanto (2008) Safety Stock adalah persediaan yang dilakukan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan/barang, misalnya karena penggunaan bahan yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan bahan yang dipesan. Reorder Point adalah tingkat persediaan dimana pemesanan kembali harus dilakukan, model persediaan sederhana mengasumsikan bahwa penerimaan suatu pesanan bersifat seketika, artinya model persediaan mengasumsikan bahwa setiap perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaan mencapai nol, sebelum perusahaan memesan kembali dan dengan seketika kiriman yang dipesan akan diterima (Edi, 2012). Blasting adalah proses pembersihan permukaan material dengan menggunakan system penyemprotan udara bertekanan tinggi dengan berbagai media seperti pasir, air, dan lain-lain (Arrian, 2015). Blasting dapat dikategorikan sebagai surface treatment yang banyak diaplikasikan pada dunia keteknikan seperti pada pembuatan kapal, maintenance system perpipaan, maintenance peralatan/mesinmesin fluida dan lain-lain (Arrian,2015). Menurut Wikipedia Indoneisa (2014) Aluminium oksida merupakan suatu senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Aluminium oksida adalah insulator atau penghambat panas dan listrik yang baik, umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut corundum atau α-aluminum oksida (Wikipedia,2014). Al2O3 digunakan sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen dalam alat pemotong karena sifat kekerasannya, aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara (Wikipedia,2014). METODE Perencanaan material Al-Oxide pada proses blasting dimulai dengan melakukan pengambilan data yang berupa banyaknya material yang dibutuhkan setiap hari pada proses blasting di part repair GMF Power Service. Setelah memperoleh data yang dibutuhkan dilakukan plot data yang berfungsi untuk mengetahui trend dari data yang diperoleh. Setelah memperoleh trend maka ditentukan metode peramalan yang tepat untuk model yang didapat. Karena model data yang diperoleh adalah model data yang fluktuasi maka dilakukan peramalan dengan metode Moving Average, Single Exponential Smoothing, dan Double Exponential Smoothing. Dari ketiga metode yang ada dipilih metode yang paling tepat melalui besarnya nilai Mean Absolute Demand (MAD) dan Tracking Signal. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan besarnya safety stock dan nilai Reorder Point. Penentuan nilai safety stock dan reorder point bertujuan untuk menghindari terjadinya stockout yang terjadi karena lonjakan permintaan material. Berikut adalah diagram alir dari penelitian yang dilakukan pada proses blasting pada divisi part repair GMF Power Services. Mulai
Pengumpulan data Penggunaan Al-Oxide
Penentuan Safety Stock
Penentuan Metode Terbaik
Kesimpulan
Penentuan ReOrder Point
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
328
Plotting Data
Forecasting
Selesai
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis dan Data Penggunaan Al-Oxide Dalam proses blasting digunakan Al-Oxide dengan tingkat kekasaran yang bervariasi bergantung pada jenis Al-Oxidenya. Adapun Al-oxide yang digunakan adalah Al-Oxide #16, Al-Oxide #20, Al-Oxide #36, dan Al-Oxide #60. Kriteria dari masing-masing Al-Oxide ditunjukkan oleh tabel 1. Sedangkan untuk penggunaan dari masing-masing Al-Oxide ditunjukkan oleh tabel 2. Tabel 1. Hubungan Antara Tingkat Kekasaran dengan Jenis Partikel Abrasif Tingkat Kekasaran (µm) 12.5 25 37.5 50 62.5 75
Jenis Abrasif dan Besar Partikel (mesh) Pasir Silika Garnet 80-120 100 30-60 80 16-40 36 16-40 36 8-40 36 8-20 16
Al2 O3 120 100 50 36 24 16
Steel Grit G-200 G-80 G-50 G-40 G-25 G-16
Sumber : Korosi (Majalah Ilmu & Teknologi) Tabel 2. Pemakaian Al-Oxide Hari ke-
Pemakaian Al-Oxide 16
20
36
60
1
0
0
0
0
2
3
0
0
0
3
0
0
0
3
4
1
0
0
4
5
0
0
0
3
6
2
0
0
4
7
2
0
0
0
8
2
0
0
2
9
1
0
0
0
10
4
0
0
0
11
3
0
0
2
12
3
0
1
2
13
1
0
0
4
14
3
0
1
2
15
1
0
3
0
Plotting Data Plot data merupakan penempatan data pada diagram pencar yang dilakukan sebelum melakukan metode peramalan untuk menentukan pola data yang terjadi (Dentista, 2011). Adapun plot data penggunaan Al-Oxide ditunjukkan oleh gambar 2.
Gambar 2. Plot Data Penggunaan Al-Oxide
Forecast Peramalan hanya dilakukan pada Al-Oxide #16 dan Al-Oxide #60, hal ini disebabkan karena material yang paling banyak digunakan dalam proses blasting pada divisi Part Repair GMF Power Service adalah Al-Oxide tersebut. Berikut adalah peramalan yang dilakukan pada Al-Oxide #16 dan AlOxide 60 dengan menggunakan metode moving average 3, single exponential smoothing, dan double exponential smoothing : 1.
Moving Average 3 Moving average yaitu salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai tengah sebagai ramalan adalah dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai observasi
329
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung nilai tengah (Mirsa, nd). Besarnya nilai observasi yang ditentukan adalah 3, sehingga peramalan didasarkan pada data 3 periode sebelum peramalan dilakukan. Adapun hasil dari perlaman ditunjukkan oleh tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3. Moving Average 3 Al-Oxide #16 PERIOD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
ACTUAL DEMAND 0 3 0 1 0 2 2 2 1 4 3 3 1 3 1
FORECAST
ERROR
ABSOLUTE ERROR
MAD
RSFE
TRACKING SIGNAL
1.00 1.33 0.33 1.00 1.33 2.00 1.67 2.33 2.67 3.33 2.33 2.33 1.67 1.67 1.67 1.67 1.67 1.67
0.00 -1.33 1.67 1.00 0.67 -1.00 2.33 0.67 0.33 -2.33 0.67 -1.33
0.00 1.33 1.67 1.00 0.67 1.00 2.33 0.67 0.33 2.33 0.67 1.33
19.67 10.50 7.56 5.92 4.87 4.22 3.95 3.54 3.19 3.10 2.88 2.75
0.00 -1.33 0.33 1.33 2.00 1.00 3.33 4.00 4.33 2.00 2.67 1.33
0.00 -0.13 0.04 0.23 0.41 0.24 0.84 1.13 1.36 0.65 0.93 0.48
Tabel 4. Moving Average 3 Al-Oxide #60 PERIOD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
2.
ACTUAL DEMAND 0 0 3 4 3 4 0 2 0 0 2 2 4 2 0
FORECAST
ERROR
ABSOLUTE ERROR
MAD
RSFE
TRACKING SIGNAL
1.00 2.33 3.33 3.67 2.33 2.00 0.67 0.67 0.67 1.33 2.67 2.67 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
3.00 0.67 0.67 -3.67 -0.33 -2.00 -0.67 1.33 1.33 2.67 -0.67 -2.67
3.00 0.67 0.67 3.67 0.33 2.00 0.67 1.33 1.33 2.67 0.67 2.67
3.00 1.83 1.44 2.00 1.67 1.72 1.57 1.54 1.52 1.63 1.55 1.64
3.00 3.67 4.33 0.67 0.33 -1.67 -2.33 -1.00 0.33 3.00 2.33 -0.33
1.00 2.00 3.00 0.33 0.20 -0.97 -1.48 -0.65 0.22 1.84 1.51 -0.20
Single Exponential Smoothing Menurut Budi (nd) metode single exponential smoothing merupakan perkembangan dari metode moving average sederhana yang kemudian ditambahkan dengan faktor α. Nilai α berkisar antara 0-1, semakin besar nilai α maka data semakin fluktuatif (Budi,nd). Pada penelitian ini diambil nilai α sebesar 0,8. Adapun hasil dari perlaman ditunjukkan oleh tabel 5 dan tabel 6.
330
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Tabel 5. Single Exponential Smoothing Al-Oxide #16
PERIOD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
ACTUAL DEMAND 0 3 0 1 0 2 2 2 1 4 3 3 1 3 1
DEMAND FORECAST 0 0.00 2.40 0.48 0.90 0.18 1.64 1.93 1.99 1.20 3.44 3.09 3.02 1.40 2.68 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34
ERROR
ABSOLUTE ERROR
MAD
RSFE
TRACKING SIGNAL
3.00 -2.40 0.52 -0.90 1.82 0.36 0.07 -0.99 2.80 -0.44 -0.09 -2.02 1.60 -1.68
3.00 2.40 0.52 0.90 1.82 0.36 0.07 0.99 2.80 0.44 0.09 2.02 1.60 1.68
24.60 13.50 9.17 7.10 6.05 5.10 4.38 3.96 3.83 3.49 3.18 3.08 2.97 2.88
3.00 0.60 1.12 0.22 2.04 2.41 2.48 1.50 4.30 3.86 3.77 1.75 3.35 1.67
0.00 0.04 0.12 0.03 0.34 0.47 0.57 0.38 1.12 1.11 1.19 0.57 1.13 0.58
Tabel 6. Single Exponential Smoothing Al-Oxide #60 PERIOD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
3.
ACTUAL DEMAND 0 0 3 4 3 4 0 2 0 0 2 2 4 2 0
DEMAND FORECAST 0 0.00 0.00 2.40 3.68 3.14 3.83 0.77 1.75 0.35 0.07 1.61 1.92 3.58 2.32 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46
ERROR
ABSOLUTE ERROR
MAD
RSFE
TRACKING SIGNAL
0.00 3.00 1.60 -0.68 0.86 -3.83 1.23 -1.75 -0.35 1.93 0.39 2.08 -1.58 -2.32
0.00 3.00 1.60 0.68 0.86 3.83 1.23 1.75 0.35 1.93 0.39 2.08 1.58 2.32
0.00 1.50 1.53 1.32 1.23 1.66 1.60 1.62 1.48 1.52 1.42 1.48 1.48 1.54
0.00 3.00 4.60 3.92 4.78 0.96 2.19 0.44 0.09 2.02 2.40 4.48 2.90 0.58
0.00 2.00 3.00 2.97 3.89 0.58 1.37 0.27 0.06 1.32 1.69 3.04 1.95 0.38
Double Exponential Smoothing Metode ini merupakan model linier yang dikemukakan oleh Brown, di dalam metode Double Exponential Soothing dilakukan proses smoothing dua kali (Radiant, 2012). Pada peramalan ini digunakan nilai α sama dengan single exponential smoothing. Adapun hasil dari perlaman ditunjukkan oleh tabel 7 dan tabel 8.
331
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 7. Double Exponential Smoothing Al-Oxide #16 PERIOD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
ACTUAL DEMAND 0 3 0 1 0 2 2 2 1 4 3 3 1 3 1
FORECAST SES FORECAST DES 0.00 0.00 2.40 0.48 0.90 0.18 1.64 1.93 1.99 1.20 3.44 3.09 3.02 1.40 2.68 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34
0.00 1.92 0.77 0.87 0.32 1.37 1.82 1.95 1.35 3.02 3.07 3.03 1.73 2.49 2.49 2.49 2.49 2.49 2.49 2.49
ERROR
ABSOLUTE ERROR
MAD
RSFE
TRACKING SIGNAL
3.00 -1.92 0.23 -0.87 1.68 0.63 0.18 -0.95 2.65 -0.02 -0.07 -2.03 1.27 -1.49
3.00 1.92 0.23 0.87 1.68 0.63 0.18 0.95 2.65 0.02 0.07 2.03 1.27 1.49
3.00 2.46 1.72 1.51 1.54 1.39 1.22 1.18 1.35 1.21 1.11 1.19 1.19 1.21
3.00 1.08 1.31 0.44 2.12 2.75 2.94 1.98 4.64 4.62 4.54 2.51 3.78 2.29
1.00 0.44 0.76 0.29 1.38 1.98 2.41 1.68 3.44 3.80 4.09 2.12 3.17 1.89
Tabel 8. Double Exponential Smoothing Al-Oxide #60 PERIOD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
ACTUAL DEMAND 0 0 3 4 3 4 0 2 0 0 2 2 4 2 0
FORECAST SES FORECAST DES 0.00 0.00 0.00 2.40 3.68 3.14 3.83 0.77 1.75 0.35 0.07 1.61 1.92 3.58 2.32 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46
0.00 0.00 1.92 3.33 3.17 3.70 1.35 1.67 0.62 0.18 1.33 1.80 3.23 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50
ERROR
ABSOLUTE ERROR
MAD
RSFE
TRACKING SIGNAL
0.00 3.00 2.08 -0.33 0.83 -3.70 0.65 -1.67 -0.62 1.82 0.67 2.20 -1.23 -2.50
0.00 3.00 2.08 0.33 0.83 3.70 0.65 1.67 0.62 1.82 0.67 2.20 1.23 2.50
0.00 1.50 1.69 1.35 1.25 1.66 1.51 1.53 1.43 1.47 1.40 1.46 1.44 1.52
0.00 3.00 5.08 4.75 5.58 1.88 2.53 0.86 0.24 2.06 2.74 4.93 3.70 1.20
0.00 2.00 3.00 3.51 4.47 1.14 1.67 0.56 0.17 1.40 1.96 3.37 2.56 0.79
Pemilihan Metode Terbaik Pemilihan metode peramalan terbaik didasarkan pada besarnya nilai MAD dan tracking signal dari masing-masing metode. Dari tabel 9 dan 10 nampak bahwa metode yang terpilih adalah metode double exponential smoothing hal ini disebabkan karena double exponential smoothing menghasilkan nilai MAD paling kecil dan nilai tracking signal berada diantara -4 dan 4.
332
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6 Tabel 9. Metode Terpilih Untuk Al-Oxide #16 Tracking KETERANGAN Signal 1.64 -0.20 1.54 0.38 1.52 0.79 1.52 DES
METODE PERAMALAN Nilai MAD MA3 SES DES METODE TERPILIH
Tabel 10. Metode Terpilih Untuk Al-Oxide #60 Tracking KETERANGAN Signal 2.75 0.48 2.88 0.58 1.21 1.89 1.21 DES
METODE PERAMALAN Nilai MAD MA3 SES DES METODE TERPILIH
Safety Stock Menurut Erlina (2002) besarnya safety stock dapat ditentukan menggunakan rumusan : Safety Stock = (pemakaian maks – pemakaian rata-rata) x Lead Time………………………….…..(1) Sehingga diperoleh besarnya safety stock dari Al-Oxide #16 dan Al-Oxide #60 adalah sebagai berikut : Safety StockAl-Oxide #16 = (pemakaian maks – pemakaian rata-rata) x Lead Time = (4 – 2) x 7 =2x7 = 14 bag Safety StockAl-Oxide #60 = (pemakaian maks – pemakaian rata-rata) x Lead Time = (4 – 2) x 7 =2x7 = 14 bag Reorder Point Menurut Erlina (2002) besarnya reorder point dapat ditentukan menggunakan rumusan : Reorder Point = (lead time x pemakaian rata-rata) + safety stock…………………………...…….…..(2) Sehingga diperoleh besarnya reorder point dari Al-Oxide #16 dan Al-Oxide #60 adalah sebagai berikut : Reorder Point Al-Oxide #16 = (lead time x pemakaian rata-rata) + safety stock = (7 x 2) + 14 = 14 + 14 = 28 bag Reorder Point Al-Oxide #60 = (lead time x pemakaian rata-rata) + safety stock = (7 x 2) + 14 = 14 + 14 = 28 bag SIMPULAN Dari tiga proses peramalan yang dilakukan terpilih metode terbaik yaitu metode double exponential smoothing dengan nilai MAD untuk Al-Oxide #16 yaitu 1.52 dan nilai tracking signal yaitu 0.79, untuk Al-Oxide #60 besarnya nilai MAD yaitu 1.21 dan nilai tracking signal 1.89. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam proses blasting rata-rata banyaknya material yang dibutuhkan dalam waktu 1 hari adalah 2 bag Al-Oxide #16 dan 2 bag Al-Oxide #60. Namun kondisi ini akan dapat berubah bergantung pada banyaknya part yang akan diproses. Sedangkan untuk Al-Oxide #20 dan Al-Oxide #36 jumlahnya masih belum dapat ditentukan karena dalam jangka waktu pengamatan penggunaan Al-Oxide tersebut masih sangat terbatas, hal ini disebabkan karena jenis Al-Oxide tersebut hanya digunakan untuk part-part tertentu saja. Besarnya re-order point dan safety stock yang ada pada peramalan kedua Al-Oxide yang dilakukan yaitu 28 dan 14. Sehingga apabila stock yang ada digudang adalah 28 bag maka pihak perusahaan diharapkan sudah melakukan pemesanan agar tidak terjadi stockout. Untuk 14 bag yang digunakan sebagai safety stock berfungsi apabila terjadi lonjakan penggunaan material yang disebabkan karena banyaknya proyek yang masuk.
333
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PUSTAKA Erlina.(2002). Manajemen Persediaan, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara Hadi, Mirsa. Santosa, Bud & Nur Heri Cahyana.(nd). Sistem Penjualan dan Analisis Peramalan Untuk Penjualan pada Toko Tasti Computer. Yogyakarta : UPN Veteran Herjanto, Eddy.(2012). Product Management. Jakarta : PT Grasindo Hermayanti, Indri.(2013). Pengendalian Persediaan Bracket Chasis Pada Big Bus Di Pt. Rahayu Santosa Dengan Menggunakan Metode Klasifikasi Abc Dan Min-Max Stock,Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta Nurdin, Isdiriayani dkk.(2005). Inhibisi Korosi Baja Dalam Air Kondesat Terkontaminasi CuCl2 Menggunakan Natrium Fosfat. Korosi Majalah Ilmu & Teknologi,p.12 Pradhana, Faried.(2015 September 01). Forecasting (Peramalan). Retrievered from https://fariedpradhana.wordpress.com/2012/06/28/forecasting-peramalan/ Puspita, Dentista.(2015 September 01). Istilah Dalam Peramalan (Forecasting). Retrievered from http://denttista.blogspot.com/2011/11/istilah-dalam-peramalan-forecasting.html Santosa, Budi. Suharyanto & Djoko Legono.(nd). Penerapan Metode Optimasi Exponential Smoothing Untuk Peramalan Debit. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Simanjuntak, Dermawan.(2015 September 01).Pengertian,Kegunaan,dan Sifat-Sifat Forecasting(Peramalan). Retrieved from http://mawanstatis.blogspot.com/ Sukmana, Arif.(2013). Perencanaan Dan Pengendalian Produksi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Suswardji, Edi. Eman & Ria Ratnaningsih.(2012). Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pada PT Nt Piston Ring Indonesia di Karawang. Jurnal Manajemen Vol.10 No.1.Karawang: Universitas Singaperbangsa Victor, Radiant & Yon Andreas.(2012). Aplikasi Peramalan Stock Barang Menggunakan Metode Double Exponential Smoothing. Jurnal Sistem Informasi Vol.7 No.2. Bandung : Universitas Kristen Maranatha Wikipedia.(2015 September 01). Alumunium Oksida. Retrievered from https://id.wikipedia.org/wiki/Aluminium_oksida Yamit, Zulian.(2008). Manajemen Persediaan.Yogyakarta : Ekonisia Fakultas Ekonomi UII Yulianto, Arrien.( 2015 September 01). Blasting. Retrievered from https://catatanabimanyu.wordpress.com/2011/08/14/blasting/
334
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
ANALISIS PENYEBAB KESALAHAN PENULISAN SERIAL NUMBER PART TURBINE BLADE ROW (Studi Kasus pada SBU GMF Power Services) Virda Hersy L. S.1, Wahyudi Sutopo2, Finda Arwi M.3 Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Program Studi Sarjana Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret 2 Grup Riset Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi, Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,3
ABSTRAK SBU Power Services merupakan suatu unit bisnis dari PT. GMF AeroAsia yang bergerak dalam bidang maintenance, repair, dan overhaul (MRO) produk turbin gas untuk industri. SBU Power Services melayani banyak perusahaan yang ada di Indonesia. Salah satu klien dari SBU Power Services adalah PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pengembangan Gresik yang sedang melakukan maintenace dan repair komponen Turbine Blade Row #1, Turbine Blade Row #2, dan Turbine Blade Row #3. Pada masingmasing komponen tersebut telah tercantum Serial Number (S/N) dari perusahaan asal. Serial Number (S/N) merupakan karakter yang dituliskan pada setiap komponen turbin gas yang akan diperbaiki dimana setiap komponen tersebut mempunyai S/N masing-masing, sehingga satu S/N hanya dimiliki oleh satu komponen saja. Selain S/N pada komponen tersebut biasanya juga tercantum Part Number (P/N), hanya saja P/N ini sama untuk semua komponen yang berasal dari konsumen yang sama. Dalam proses pengerjaan pada komponen tersebut ditemukan adanya kesalahan penulisan serial number komponen sebanyak 9,294%. Adanya kesalahan ini menyebabkan proses produksi berlangsung lama dan menyebabkan terjadinya keterlambatan pengiriman. Agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali dikemuadian hari, maka dilakukan analisis penyebab kesalahan penulisan serial number dengan menggunakan diagram sebab-akibat dan untuk mengetahui bobot dari masing-masing kriteria penyebab kesalahan penulisan S/N menggunakan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) . Berdasarkan analisis diketahui bahwa faktor penyebab utama dari kesalahan penulisan tersebut adalah kurang tepatnya metode (27,80%) yang diterapkan dalam proses produksi perusahaan. Kata kunci: AHP, diagram sebab-akibat , kesalahan penulisan serial number, kualitas PENDAHULUAN Dewasa ini setiap usaha dalam persaingan tinggi dituntut untuk selalu berkompetisi dengan perusahaan lain di dalam industri yang sejenis. Salah satu cara agar bisa memenangkan kompetisi atau paling tidak dapat bertahan di dalam kompetisi tersebut adalah dengan memberikan perhatian penuh terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga bisa mengungguli produk yang dihasilkan oleh pesaing (Haslindah, 2013). Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang sukses dan mampu bertahan pasti memiliki program mengenai kualitas, karena melalui program kualitas yang baik akan dapat secara efektif mengeliminasi pemborosan dan meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan (Yuliyarto & Yanuar, 2014). Menurut Purnomo (2003) kualitas suatu produk diartikan sebagai derajat atau tingkatan dimana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen. Perbaikan demi perbaikan kualitas akan terus dilakukan perusahaan agar terciptanya suatu sistem produksi yang baik dan tentunya memberikan keuntungan yang besar (Bachtiar, dkk, 2013). Dengan melakukan peningkatan kualitas dapat mengurangi frekuensi pengerjaan ulang (rework), kesalahan dan penundaan produksi (Mukhyi, nd). Salah satu peningkatan kualitas dapat diterapkan pada kualitas proses yang meliputi kualitas segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi perusahaan manufaktur dan proses penyediaan jasa atau pelayanan bagi perusahaan jasa. Perusahaan yang bergerak dalam penyediaan jasa salah satunya adalah SBU Power Services (GPS). SBU Power Services (GPS) adalah unit bisnis di GMF yang melayani sektor non penerbangan yaitu memberikan pelayanan perawatan overhaul mesin turbin gas untuk industri. Bisnis GPS mencakup : 1)
335
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Perbaikan, modifikasi dan overhaul Mesin Turbin Gas Industri dan Aero derivatives, 2) Perbaikan dan renovasi komponen turbin gas, 3) Jasa pembangkitan listrik di Generator utama, perbaikan dan overhaul Transformer & Motor Rewinding Base, 4) Kontrol dan proteksi mesin, generator, dan motor, 5) Analisis kinerja & pelayanan engineering dari Mesin Electrical Rotary dan Power Plant (Laporan Tahunan GMF AeroAsia, 2014). GPS sampai saat ini telah melayani banyak perusahaan pembangkit tenaga listrik yang ada di Indonesia seperti PT PLN (Persero). Seperti yang tertulis pada website PT PLN (Persero) (www.pln.co.id, 2015) bahwa PT PLN (Persero) dan Garuda Maintenance Facility Aero Asia (PT GMF AeroAsia) telah sepakat untuk saling bekerjasama dalam pemeliharaan material pembangkit listrik. Dengan kesepakatan kerjasama ini, PLN akan menggandeng GMF dalam usahanya untuk melakukan rekondisi dan perawatan mesin pembangkit listrik yang membutuhkan jasa perawatan, perbaikan, overhaul dan pengujian mesin pembangkit listrik termasuk gas turbine engine. Banyaknya perusahaan konsumen yang menggunakan jasa GPS maka menuntut SBU Power Services untuk dapat menjaga dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Menurut Kotler (2005) kepuasan pelanggan adalah perasaan seseorang yang puas atau sebaliknya setelah membandingkan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah produk atau jasa. Kepuasan pelanggan dan kepercayaan pelanggan tentang suatu harapan akan membentuk suatu ingatan dalam benak konsumen (Ratna, nd). Kepercayaan didefinisikan sebagai kemauan pihak yang rentan terhadap tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa yang lain akan melakukan tindakan tertentu yang penting untuk suatu kepercayaan, terlepas dari kemampuan untuk memonitor atau mengendalikan pihak lain (Mayer dkk., 1995; dalam Danesh dkk., 2012). METODE Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif untuk menggambarkan fakta saat ini, berkaitan dengan opini, kejadian atau prosedur berdasarkan pada objek pengamatan. Metode yang sering dipakai adalah metode survey (Kuncoro, 2007). Satuan pengamatan adalah satuan tempat untuk memperoleh informasi tentang satuan analisis (W. Gulo, 2005). Satuan pengamatan dalam penelitian ini adalah SBU Power Services unit Gas Turbine Component Repair. Dalam melakukan analisis data menggunakan diagram sebab-akibat untuk mencari faktor-faktor penyebab yang dominan. Diagram sebab akibat atau diagram ishikawa mempresentasikan hubungan antara sebab dan akibat yang terdiri dari garis-garis dan simbol. Akibat (karakteristik kualitas) diletakkan di kanan, sedangkan sebab diletakkan di sebelah kiri (Haslindah, 2013). Setelah diketahui beberapa faktor penyebab terjadinya kesalahan pada proses produksi, selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap timbulnya kesalahan. Pengolahan data tersebut menggunakan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) dengan pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen dan kriteria yang ada (Dewa, 2011). Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak dipertimbangkan untuk diambil. Menurut Saaty (1986) untuk berbagai permasalahan skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala terbaik dalam mengkualitatifkan pendapat. Oleh karena itu, skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 untuk sama penting sampai 9 untuk sangat penting sekali.
336
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 1. Alur Metode dalam Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Serial Number (S/N) merupakan karakter yang dituliskan pada setiap komponen turbin gas yang akan diperbaiki dimana setiap komponen tersebut mempunyai S/N masing-masing, sehingga satu S/N hanya dimiliki oleh satu komponen saja. Selain S/N pada komponen tersebut biasanya juga tercantum Part Number (P/N), hanya saja P/N ini sama untuk semua komponen yang berasal dari konsumen yang sama. Adanya kesalahan penulisan Serial Number (S/N) ini dapat menjadi kendala dalam proses produksi maupun dalam proses pembuatan dokumentasi dari masing-masing komponen tersebut. Sehingga S/N sangatlah penting bagi komponen tersebut sebagai ciri khas atau pembeda dengan komponen lain yang modelnya sama. Penulisan Serial Number (S/N) dilakukan pertama kali oleh bagian produksi pada proses pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR). Apabila pada proses Preliminary Inspection Report (PIR) terdapat kesalahan maka pada proses berikutnya juga akan terjadi kesalahan, karena hasil dari PIR berpengaruh terhadap Planning Data Sheet (PD Sheet). PD Sheet merupakan rincian proses pengerjaan perbaikan yang harus dilakukan pada komponen, dimana proses pengerjaan yang dilakukan pada tiap komponen berbedabeda yaitu tergantung pada tingkat kerusakan yang dialami oleh masing-masing komponen. Adapun urutan proses dari barang datang sampai dengan proses produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
Customer
Workshop TZP3
Terbit Sales Order (SO) by Marketing
PPC Terbitkan MO
Proses Produksi
Engineering terbitkan PD Sheet
PPC terbitkan MO anakan
Pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR) oleh Produksi
Gambar 2. Urutan Proses dari Barang Datang Sampai dengan Proses Produksi
Berdasarkan urutan proses tersebut maka dapat diidentifikasi dimana saja kemungkinan terjadi kesalahan penulisan S/N komponen. Kesalahan penulisan S/N dapat terjadi pada saat pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR) atau pada saat memindahkan data PIR untuk diterbitkan MO anakan. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa terdapat 25 kesalahan penulisan S/N dari 269 komponen yang dikerjakan. Contoh kesalahan dalam penulisan Serial Number (S/N) dapat dilihat pada Gambar 3.
337
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Gambar 3. Contoh Kesalahan Penulisan S/N
Kesalahan penulisan S/N tersebut dapat menghambat kegiatan produksi, karena komponen tersebut belum dapat dilakukan proses produksi apabila dokumen yang dibutuhkan belum lengkap. Hal ini dapat menyebabkan waktu proses produksi semakin lama. Semakin lama proses produksi berlangsung maka semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Selain itu, perusahaan konsumen juga menerapkan sistem denda apabila SBU Power Services tidak bisa menyelesaikan pengerjaan terhadap komponen sesuai tanggal yang telah ditetapkan. Adapun besaran denda yang ditetapkan oleh perusahaan adalah :
Apabila terjadi keterlambatan dalam proses produksi maka akan menyebabkan terjadinya keterlambatan pengiriman barang, sehingga perusahaan harus membayar denda. Pembayaran denda oleh SBU Power Services adalah maksimal 5% dari total biaya proyek. Oleh karena itu untuk menghindari adanya keterlambatan produksi perlu adanya perbaikan terhadap kualitas produksi agar biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat diminimalisasi. Selain itu konsumen yang membayar jasa yang ditawarkan juga dapat mendapatkan produk atau jasa yang kualitasnya sebanding dengan nilai yang telah mereka wujudkan dalam membayar harga produk atau jasa tersebut. Diagram Sebab-Akibat Untuk mengetahui penyebab terjadinya kesalahan penulisan S/N tersebut menggunakan teknik diagram sebab-akibat. Diagram sebab-akibat yaitu diagram yang digunakan untuk menggambarkan dengan jelas berbagai ketidaksesuaian produk saling berhubungan. Diagram ini menyajikan suatu permasalahan secara lengkap untuk menyatakan hubungan antara masalah akibat dengan faktor penyebab. Diagram sebab-akibat untuk kesalahan penulisan S/N dapat dilihat pada Gambar 4.
338
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Manpower Motivasi
Enviroment
Lelah
Kemampuan tenaga kerja kurang
Mekanik tidak konsentrasi
Pengalaman kerja
Lingkungan kerja terlalu bising
Bosan
Pencahayaan kurang terang Tidak adanya tempat khusus untuk pembuatan PIR Suhu ruangan yang panas Tempat sempit
Alat penunjang untuk pencatatan S/N terbatas
Part sudah sering direpair sehingga tulisan S/N menjadi pudar
Tulisan sulit dibaca Permukaan part kotor
Adanya perbedaan S/N dari perusahaan dengan S/N yang tertera pada part
Kesalahan Penulisan Serial Number (S/N)
Tidak ada SOP yang jelas untuk melakukan PIR Pembuatan PIR dilakukan oleh Orang yang berbeda Letak S/N pada setiap part berbeda Kurangnya pengawalan Pada mekanik ketika Melakukan PIR
Machine Material Methods
Gambar 4. Diagram Sebab-Akibat Kesalahan Penulisan Serial Number (S/N)
Machine Mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR) adalah majun, scotch bret, MEK, sikat kawat, lampu senter, dan kaca pembesar. Majun, scotch bret, MEK, dan sikat kawat berfungsi untuk membersihkan kotoran yang melekat pada komponen turbin gas yang akan diperbaiki. Lampu senter digunakan untuk melihat S/N yang tercantum pada komponen karena lampu yang disediakan pada ruang produksi kurang terang. Sedangkan kaca pembesar digunakan sebagai alat bantu apabila tulisan S/N yang ada pada komponen sangat kecil dan susah dilihat oleh mata biasa. Dari beberapa tool tersebut ketersediaan lampu senter dan kaca pembesar masih kurang. Hal ini tentunya akan menghambat keberlangsungan proses PIR. Enviroment Lingkungan tempat kerja juga sangat berpengaruh terhadap proses produksi terutama dalam pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR). Tidak adanya tempat khusus untuk pembuatan PIR juga berpengaruh terhadap hasil pengerjaan PIR. Selama ini proses pembuatan PIR dilakukan pada satu area dengan area produksi, sedangkan keadaan area produksi yaitu memiliki tingkat kebisingan yang tinggi, suhu ruangan yang panas, serta pencahayaan yang kurang. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap kondisi pekerja dalam melakukan PIR. Selain itu penempatan terhadap komponen yang akan dilakukan PIR juga tidak tertata dengan rapi, sehingga menyulitkan komponen untuk melakukan proses PIR. Material Keadaan komponen yang sangat kotor menyebabkan S/N komponen tersebut sulit untuk dibaca. Apalagi jika komponen tersebut sudah berulang kali direpair sehingga tulisan S/N menjadi samar-samar. Selain itu, setiap komponen mempunyai tipe penulisan S/N yang berbeda. Terdapat dua tipe penulisan S/N yaitu tulisan grapiran tangan dan tulisan cetak. Tulisan cetak tentunya lebih mudah untuk dibaca karena sudah mempunyai standar tersendiri dalam penulisannya, namun apabila S/N tersebut ditulis dengan grapiran tangan maka akan sulit untuk dibaca karena tulisan yang disajikan tidak jelas dan umunya tidak ada standar khusus dalam penulisannya. Manpower Manpower atau pekerja yaitu sebagai pemeran utama yang berhubungan langsung dengan proses Preliminary Inspection Report (PIR). Penyebab kesalahan penulisan S/N yang berasal dari manpower yaitu kurangnya konsentrasi dari mekanik ketika membuat PIR, mekanik belum berpengalaman dalam melakukan PIR serta kurangnya pendampingan dari leader selama proses pembuatan PIR. Berkurangnya konsentrasi dari mekanik ini disebabkan oleh rasa lelah dan bosan dalam melakukan PIR. Lelah dan bosan ini timbul karena banyaknya komponen yang harus didata.
339
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Methods Belum adanya SOP yang jelas tentang proses pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR) menyebabkan proses pengerjaan yang berbeda-beda tiap mekanik. Perbedaan metode ini juga menghasilkan hasil PIR yang berbeda pula antara mekanik satu dengan mekanik yang lainnya. Sehingga apabila terjadi penggantian mekanik dalam mengerjakan proses PIR maka hasilnya juga akan berbeda, sehingga untuk satu proyek sebaiknya diselesaikan oleh orang yang sama. Analytical Hierarcy Process (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode ini merumuskan masalah dalam bentuk hierarki dan masukan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif. Adapun hasil perhitungan dengan menggunakan metode AHP disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Peringkat Penyebab Terjadinya Kesalahan
Kriteria
Bobot
Rangking
Material
0,216
21,64%
2
Manusia
0,150
14,97%
5
Lingkungan
0,191
19,11%
3
Metode
0,278
27,80%
1
Mesin
0,165
16,48%
4
Jumlah
1,000
100,00%
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa faktor penyebab kesalahan yang menjadi peringkat 1 yang harus diperbaiki adalah Metode dengan bobot 0,278 (27,80%), peringkat 2 faktor material dengan bobot 0,216 (21,64%), faktor lingkungan dengan bobot 0,191 (19,11%), faktor Mesin dengan bobot 0,165 (16,48%), dan faktor manusia dengan bobot 0,150 (14,97%). Usulan Perbaikan Berdasarkan Hasil Diagram Sebab-Akibat Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode diagram sebab-akibat dapat diketahui terdapat lima faktor penyebab terjadinya kesalahan penulisan S/N pada proses produksi. Kemudian dari faktor-faktor tersebut dapat dicari faktor penyebab yang lebih rinci. Sehingga dari faktor-faktor penyebab tersebut dapat diberikan usulan perbaikan yang dapat mengurangi terjadinya kesalahan dalam proses produksi. Daftar hasil analisis diagram sebab-akibat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar Hasil Analisis Diagram Sebab-Akibat Faktor Machine
Enviroment
Penyebab
Perbaikan Disediakan alat penunjang yang sesuai dengan Alat penunjang terbatas (lampu sorot, kaca pembesar) kebutuhan produksi Lingkungan kerja bising Pencahayaan kurang terang Suhu ruangan panas Tempat sempit
Disediakan tempat khusus untuk PIR dimana pada tempat tersebut terhindar dari kebisingan dan terdapat pencahayaan yang cukup
Tidak ada tempat khusus untuk pembuatan PIR
Material
Dilakukan penataan terhadap part yang baru datang dan part yang sudah selesai diproduksi Harus dilakukan pembersihan terlebih dahulu pada material tsb Dilakukan pelatihan terhadap mekanik
Tulisan sulit dibaca Kemampuan tenaga kerja kurang
Manpower Menghindarkan hal-hal yang dapat mempengaruhi konsentrasi
Mekanik tidak konsentrasi Tidak ada SOP yang jelas untuk melakukan PIR Methods
Pembuatan PIR dilakukan oleh orang yang berbeda
Sebaiknya pembuatan PIR dilakukan oleh orang yang sama dengan diberikan arahan terlebih dahulu apa saja yang harus dilakukan
Kurangnya pengawalan dari leader
Ketika melakukan PIR seharusnya leader ikut mendampingi
340
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Usulan Perbaikan Berdasarkan Hasil Analytical Hierarcy Process (AHP) Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode AHP diketahui bahwa faktor metode menjadi faktor yang menempati peringkat pertama untuk ditanggulangi. Metode yang dimaksud adalah cara dalam melakukan proses produksi. Pada pengamatan yang dilakukan pada SBU Power Services unit Gas Turbine Component Repair, dalam melakukan proses produksi belum terdapat bagian yang khusus menangani pemeriksaan kualitas (Quality Control). Sehingga wajar saja bila terjadi banyak kesalahan dari hasil produksi karena inspeksi hanya dilakukan pada setiap akhir produksi. Oleh karena itu, perusahaan perlu menyediakan tenaga khusus yang bekerja pada bidang quality control. Dengan adanya bidang quality control ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi adanya kecacatan dalam tiap proses produksi sehingga tingkat kecacatan yang ditimbulkan dapat diminimalisasi. Karena semakin lama suatu kecacatan ditemui maka biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan perbaikan juga akan semakin banyak. Maka pencegahan terhadap adanya produk cacat dapat dilakukan sejak dini pada proses awal produksi yaitu pada pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR) dan inspeksi produk pada masing-masing workstation.
Gambar 5. Perbandingan Tingkat Kerugian Yang Ditimbulkan Oleh Kurangnya Pengendalian Kualitas
Biaya kualitas adalah biaya yang bersangkutan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan dan pencegahan produk cacat (Tim Dosen Pengendalian Kualitas Universitas Wijaya Putra, 2009). Biaya kualitas dibagi menjadi 2, yaitu biaya pencegahan dan biaya kegagalan. Biaya pencegahan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya pencegahan produk gagal. Sedangkan biaya kegagalan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan sehubungan dengan adanya produk gagal (Ancilla, nd).
Gambar 6. Grafik Perbandingan Cost Of Quality sebelum dan sesudah penerapan proses kualitas
Berdasarkan Gambar 6, sebelum adanya pengendalian kualitas biaya kegagalan yang dikeluarkan oleh perusahaan lebih besar, sedangkan setelah adanya perbaikan terhadap kualitas maka biaya pencegahan terjadinya kecacatan meningkat namun menyebabkan biaya kegagalan dapat diturunkan.
341
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Sehingga apabila perbaikan kualitas ini dapat diterapkan maka perusahaan dapat menekan tingkat keterlambatan produksi sehingga dapat terhindar dari denda keterlambatan produksi. SIMPULAN Terdapat beberapa penyebab kesalahan penulisan Serial Number (S/N) suatu komponen turbin gas diantaranya kurangnya fasilitas peralatan penunjang pembuatan Preliminary Inspection Report (PIR), kondisi lingkungan yang tidak memadai, S/N yang tidak jelas sehingga sulit untuk dibaca, tingkat konsentrasi dari mekanik menurun, belum adanya SOP untuk melakukan PIR dan kurangnya komunikasi antara bagian produksi, PPC serta bagian Engineering. Kesalahan penulisan Serial Number (S/N) tidak hanya disebabkan oleh kelalaikan bagian mekanik, melainkan juga dari bagian PPC maupun Engineering. Dari hasil analisis menggunakan diagram sebab-akibat dapat diketahui bahwa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan penulisan serial number yaitu faktor material, manusia, lingkungan, metode, dan mesin. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode AHP didapatkan hasil peringkat pertama yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah faktor metode dengan bobot 0,278 (27,80%), peringkat 2 faktor material dengan bobot 0,216 (21,64%), faktor lingkungan dengan bobot 0,191 (19,11%), faktor Mesin dengan bobot 0,165 (16,48%), dan faktor manusia dengan bobot 0,150 (14,97%). Oleh karena itu untuk mengurangi adanya kesalahan yang sama pada proyek berikutnya perlu adanya komunikasi yang intensif antara bagian produksi, PPC dan Engineering sehingga hasil yang dikeluarkan dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Penambahan karyawan untuk bagian Quality Control juga sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengurangi jumlah kesalahan dalam proses produksi maupun mengurangi adanya produk cacat setelah dilakukan proses produksi. REFERENSI Ancilla. Nd. Manajemen Operasi. Universitas Terbuka. Bachtiar, N., C. Indri Parwati & Joko Susetyo. (2013). Penerapan Quality Control Circle Pada Proses Finishing dan Assy Part Dusct Air Intake Guna Meminimasi Biaya Produksi. Jurnal REKAVASI, Vol. 1, No. 1. Besterfield Dale H.et.al. (2003). Total Quality Management. New Jersey : Prentice Hall. Danesh, S.N., Nasab, S.A., dan Ling, K.C. 2012. The Study of Customer Satisfaction, Customer Trust and Switching Barriers on Customer Retention in Malaysia Hypermarkets. International Journal of business and Management, Vol. 7, No. 7. Dewa, I. A. (2011). Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Bangli. Denpasar : Universitas Udayana. Gaspersz. (2001). Total Quality Management. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Gulo, W. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Grasindo. Haslindah, A. (2013). Analisa Pengendalian Mutu Minuman Rumput Laut Dengan Menggunakan Metode Fishbone Chart Pada PT. Jasuda Di Kabupaten Takalar. Jurnal ILTEK, Volume 7, Nomor 14. Kotler, Philip. (2005). Manajemen Jasa. Jakarta : PT Indeks. Kuncoro, M. (2007). Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : PT Gramedia Widia Sarana Indonesia. Laporan Tahunan GMF AeroAsia. (2014). Sustainable Growth Through Collaboration. Tangerang : PT. Garuda Maintenance Facility AeroAsia. Mukhyi. Nd. Managemen Industri (Quality Control). Universitas Gunadarma. Purnomo, Hari. (2003). Pengantar Teknik Industri. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu. Ratna, S. S. T. Nd. Pengaruh Kepuasan Pelanggan, Kepercayaan Pelanggan dan Switching Barriers Terhadap Loyalitas Pelanggan Hartono Elektronika Surabaya. Saaty, T.L. (1986). Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta : PT Pustaka Binman Pressindo. Tim Dosen Mata Kuliah Teknik Pengendalian Kualitas. (2009). Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra. www.pln.co.id. (2015). PLN dan GMF Kerjasama Pemeliharaan Mesin Pembangkit Yuliyarto & Yanuar Surya Putra. (2014). Analisis Quality Control Pada Produksi Susu Sapi di CV. Cita Nasional Getasan. Jurnal Among Makarti, Vol.7, No.14.
342
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
PENENTUAN ATRIBUT-ATRIBUT BAJU BATIK MENGGUNAKAN ANALISIS CONJOINT Cucuk Nur Rosyidi1, Miranda Ilagusyia Putri2, Fakhrina Fahma3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected], 3fakhrina09@gmail ABSTRAK Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen, pengusaha atau perancang batik harus mengetahui atribut apa saja yang dianggap penting yang akan dipertimbangkan oleh konsumennya dalam membeli baju batik. Tujuan penelitian ini adalah menentukan atribut-atribut baju batik wanita yang dianggap penting oleh konsumen menggunakan analisis conjoint. Selain itu dilakukan analisis cluster utuk mengetahui pengelompokan konsumen atau segmentasi konsumen berdasarkan preferensinya. Orthognal array digunakan dalam penelitian ini untuk menyederhanakan jumlah alternatif rancangan produk yag ditawarkan kepada konsumen. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 5 atribut yang danggap penting dengan urutan dari yang memiliki nilai kepentingan relatif terbesar adalah bentuk kerah, panjang lengan, bentuk badan, motif, dan terakhir jenis kain. Utilitas tertingi pada tingkatan level untuk setiap atribut adalah bentuk kerah bulat, panjang lengan sebatas siku, garis badan slim fit, motif batik truntum, dan jenis kain paris. Sedangkan hasil segmentasi menunjukkan segmen pasar terbesar adalah kelompok Segmen 4 sebesar 53% dengan profil konsumen usia 40-49 tahun, pekerjaan di luar profesi wiraswasta, pegawai swasta danPNS, pendapatan 2-3 juta per bulan, 2 kali pembelian dalam satu bulan, dan memilih Mall sebagai tempat pembelian alternatif selain PGS. Kata Kunci: analisis conjoint, atribut rancangan, analisis cluster, baju batik, orthogonal array. PENDAHULUAN Secara historis, batik sudah dikenal bangsa Indonesia sejak abad XVIII dan pada saat itu motif-motif yang umum ditemukan hanya berupa bentuk hewan dan tumbuhan (Susanto, 2009). Batik sebagai bagian dari budaya Indonesia boleh dikatakan cukup kuat keberadaannya ditengah masyarakat. Batik telah diangkat sebagai kekayaan yang mempunyai ciri khas dan menunjukkan identitas bangsa (Siswanti, 2007). Sejak batik diakui UNESCO sebagai warisan peradaban manusia, bagian dari budaya Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 (Laksono, 2009), pemerintah pusat maupun daerah menjadikan baju batik sebagai baju yang wajib digunakan pada hari-hari tertentu, baik di instansi-instansi pemerintah maupun di lembaga pendidikan. Solo merupakan kota penghasil batik. Banyak sekali industri dan tempat penjualan baju batik di daerah ini, salah satunya adalah Pusat Grosir Solo (PGS). Dengan momentum pengukuhan batik sebagai karya otentik Indonesia oleh dunia internasional, permintaan terhadap produk batik di sejumlah kios di Pusat Grosir Solo (PGS) semakin meningkat. Dengan kenaikan permintaan ini, maka permintaan konsumen akan variasi pakaian batik pun juga semakin meningkat. Salah satu toko batik di Pusat Grosir Solo (PGS) adalah toko batik “Kurnia Sari”. Toko tersebut menawarkan beragam pakaian batik yang diinginkan oleh konsumen dengan beragam motif dan model. Akan tetapi toko tersebut sering kehilangan konsumen akibat tidak tersedianya baju batik yang sesuai dengan keinginan konsumen. Hal ini menyebabkan hilangnya peluang mendapatkan keuntungan. Karena itu diperlukan suatu tindakan perbaikan untuk mengurangi kejadian tersebut, yaitu dengan mengetahui dan memahami keinginan konsumen. Salah satu upaya untuk mengetahui seperti apa produk yang diinginkan konsumen yaitu dengan melakukan analisis kebutuhan konsumen. Pengukuran kebutuhan dan keinginan konsumen yang akurat memungkinkan para pelaku pasar untuk memperoleh keuntungan (Cohen, 2003). Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen, pengusaha atau perancang batik harus mengetahui atribut apa saja yang dianggap penting yang akan dipertimbangkan oleh konsumennya dalam membeli baju batik. Atribut adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan (Tjiptono, 2001). Baju batik sendiri memiliki beberapa atribut seperti bentuk kerah, bentuk baju, jenis kain, jenis motif batik, bentuk lengan,warna baju, model baju, jenis kancing, aksesoris pada baju, dan lain-lain. Dengan mengetahui atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen maka industri batik dapat memproduksi baju batik yang diinginkan konsumennya. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mempelajari kebutuhan konsumen, salah satunya adalah analisis conjoint. Analisis conjoint adalah analisis yang memberikan suatu ukuran kuantitatif mengenai
343
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
kepentingan relatif suatu atribut terhadap atribut lain dari sebuah barang dan jasa (Supranto, 2001). Analisis conjoint merupakan metode terbaik dalam mencerminkan preferensi, perilaku dan kepuasan konsumen (McCullough, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kotri (2006), metode analis Conjoint merupakan metode terbaik untuk mempelajari kebutuhan konsumen karena pada metode ini konsumen memberikan nilai terhadap keseluruhan atribut secara tidak langsung. Metode analisis conjoint digunakan untuk membantu mendapatkan atribut-atribut batik yang dianggap memiliki nilai paling tinggi oleh konsumen, yang dalam prosesnya analisis conjoint ini memberikan ukuran kuantitatif terhadap utilitas dan kepentingan relatif suatu atribut dibandingkan atribut lain. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis menghasilkan rancangan baju nbatik yang sesuai dngan keinginan konsumen menggunakan analisis conjoint dan mengetahui segmentasi konsumen berdasarkan kesamaan preferensi serta karakteristik konsumen baju batik. Analisis cluster digunakan dalam segmentasi tersebut untuk kepentingan pemasaran baju batik agar industri batik dapat menentukan dan mengenali karakter konsumennya. TINJAUAN PUSTAKA Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan atribut yang dianggap penting oleh konsumen menggunakan analisis conjoint, diantaranya dilakukan oleh Kotri (2006). Dalam penelitian tersebut digunakan metode analisis conjoint untuk memperoleh nilai utilitas dan nilai kepentingan relatif atribut kemasan diperusahaan Estiko-Plastar. Selain itu dilakukan analisis cluster terhadap data sehingga didapatkan empat segmen yaitu waktu pengiriman yang singkat, manajer penjualan yang professional dan fleksibel produksi, kualitas bahan plastik yang baik dengan harga yang wajar dan kualitas bahan cetak dan bahan plastik. Manurung (2006) melakukan penelitian untuk mengetahui atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen sebagai pertimbangan dalam memilih sepatu olahraga Reebok. Sedangkan Susanti (2011) menggunakan analisis conjoint untuk mengetahui atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen dalam pembelian telur asin. Penelitian ini juga memberikan kombinasi atribut telur asin yang diminati konsumen. Analisis Conjoint Pengukuran analisis conjoint memainkan peran penting dalam pemasaran (Hardle dan Shimar, 2003). Analisis conjoint adalah analisis yang dapat memberikan suatu ukuran kuantitatif mengenai kepentingan relatif (relative importance) suatu atribut terhadap atribut lain dari suatu produk (barang atau jasa) (Supranto, 2001). Analisis conjoint mencoba untuk menentukan kepentingan relatif yang dikaitkan pada tingkatan atau level atribut. Informasi ini diturunkan dari evaluasi merk pelanggan atau brand profiles dari atribut dan tingkatan atau levelnya. Responden dipresentasikan dengan stimulus yang terdiri dari kombinasi ingkatan atau level atribut. Para konsumen diminta untuk mengevaluasi stimulus ini yang dinyatakan dalam keinginan mereka. Dalam merancang sebuah produk, penting bagi perancang untuk memiliki pengetahuan atau pemahaman terhadap atribut-atribut produk yang memberikan utilitas tinggi bagi konsumen. Pengukuran analisis conjoit adalah metode untuk menghubungnkan komponen atribut utilitas (part-worth) berdasarkan peringkat yang diberikan hasil produk berbeda. Analisis conjoint telah digunakan dalam riset pemasaran untuk berbagai tujuan, anatara lain meliputi (Supranto, 2001): 1. Menentukan kepentingan relatif dari atribut di dalam proses pemilihan oleh pelanggan. Output baku dari analisis conjoint terdiri dari kepentingan relatif dari nilai yang diturunkan untuk semua atribut yang dipergunakan untuk membangun stimulus yang diperuntukkan dalam evaluasi. Bobot kepentingan relatif (weight) menunjukkan atribut mana yang penting dalam mempengaruhi pilihan pelanggan. 2. Mengestimasi pangsa pasar merek yang berbeda dalam tingkatan level atribut. Utilitas yang diturunkan dari analisis conjoint dapat dipergunakan sebagai input dalam suatu pilihan simulator untuk menentukan sumbangan pilihan dan pangsa pasar dengan berbagai jenis pilihan. 3. Menentukan komposisi produk yang dissukai, feature produk dapat dibuat bervariasi yang dinyatakan dengan tingkatan level aribut dan utilitas yang bersangkutan.. Feature produk dengan nilai utilitas tertinggi menunjukkan komposisi produk yang paling disukai. 4. Membuat segmen pasar berdasarkan pada kemiripan preferensi untuk tingkatan atau level atribut. Fungsi part-worth diturunkan untuk atribut dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengelompokkan responden, untuk mendapatkan segmen preferensi. Aplikasi analisis conjoint memiliki beberapa langkah utama (Kotri, 2006) sebagai berikut: 1. Memilih atribut produk untuk diteliti Pada langkah pertama, dipilih lima sampai sepuluh atribut produk yang paling relevan kemudian
344
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
2.
3.
4.
5.
6.
7.
ISBN: 978-602-70259-3-6
dilakukan identifikasi terhadap atriut-atribut utama produk tersebut. Identifikas dan penentuan atribut ini dapat dilakukandengan elibatkan konsumen lewat kuesioner maupun diskusi kelompok fokus, dan wawancara. Memilih metode pengumpulan data Analisis conjoint memiliki dua metode pengumpulan data: pairwise comparison dan full-concept. Pada pendekatan pairwise comparison, pelanggan diminta untuk memilih antara dua atribut yang disajikan dengan tingkat atribut khusus. Kekurangan pairwise comparison adalah adanya perbedaan situasi penelitian yang tinggi dari kehidupan nyata yang membuat konsumen hanya membandingkan dua atribut produk, dan banyaknya pertanyaan (pairwise comparison) yang dibutuhkan untuk dianalisis. Oleh karena itu pairwise comparison digunakan pada produk dengan atribut yang banyak sehingga tidak mungkin untuk menerapkan full-concept. Menyusun kartu konsep Penyusunan kartu konsep digunakan untuk menentukan kebutuhan eksperimen. Setelah kartu konsep disusun, dilakukan prosedur orthogonal array. Prosedur dari orthogonal array (perencanaan faktorial parsial) memungkinkan untuk mengurangi jumlah kartu konsep dalam kasus yang disajikan untuk memperkirakan hasil secara efisien. Peneliti harus memilih orthogonal array, yang tidak termasuk konsep produk yang tidak layak (orthogonal array lebih dari satu). Memilih format presentasi atribut produk terdapat tiga bentuk format presentasi produk yaitu: produk nyata, kartu, dan deskripsi. Dalam penelitian ini digunakan format produk dalam bentuk produk nyata. Pengumpulan data Data dikumpulkan dari responden melalui wawancara secara pribadi atau kelompok. Dalam wawancara, responden diminta melihat seluruh alternatif produk yang ditawarkan dan memberikan peringkat menurut preferensi pembelian responden. Metode ini dapat meminimalkan kesalahan respon. Model preferensi Kebutuhan dan preferensi konsumen biasanya dimodelkan dengan menggunakan salah satu dari tiga bentuk fungsi utilitas, yaitu: model vector, model ideal point dan model part-worth. Model vektor adalah fungsi linier tunggal yang mengasumsikan preferensi akan meningkat dengan kenaikan kualitas atribut p (penurunan preferensi jika fungsi negatif). Model ideal point merupakan fungsi titik lengkung yang menentukan jumlah atribut ideal, model ini sesuai untuk atribut kualitatif. Model part-worth adalah model perkiraan utilitas yang paling sederhana yang merupakan atribut utilitas oleh kurva linier. Menentukan kepentingan relatif atribut produk Penentuan kepentingan relatif atribut dilakukan dengan memberikan bobot tingkat kepentingan relatif pada masing-masing atribut dengan menggunakan skala prioritas. Implementasi analisis conjoint dibantu dengan menggunakan software tertentu.
Analisis Cluster Analisis cluster adalah suatu analisis statistik untuk membuat kelompok dari data objek multivariat (Hardle dan Shimar, 2003). Metode yang biasa digunakan dibagi menjadi dua tahapan pokok, yaitu pemilihan ukuran kedekatan dan pemilihan algoritma pembentukan kelompok. Tujuan dari analisis cluster dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi segmen berdasarkan kebutuhan yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan mengelompokkan individu yang homogen menurut beberapa kriteria yang tepat. Analisis cluster berusaha meminimumkan variansi didalam cluster (within-cluster) dan memaksimumkan variansi antar grup (between-cluster). Seperti halnya analisis faktor, pada analisis cluster tidak ada variabel yang didefinisikan bebas atau tergantung, semua variabel diperhitungkan secara simultan. Metode analisis cluster yang banyak digunakan adalah hierarchical method dan non hierarchical method atau partitioning method. Dalam metode hirarki pembagian kelompok dilakukan berdasarkan hirarki yang ada sehingga jumlah kelompok data yang terbentuk sangat bergantung pada karakteristik data, sedangkan pada metode partitioning berlawanan dengan metode hirarki yaitu jumlah kelompok ditentukan dahulu baru kemudian data dibagi sesuai dengan jumlah kelompok yang telah diterapkan. Metode hirarki dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu metode agglomerative dan divisif. Metode agglomeratif terdiri atas beberapa metode, yaitu: 1. Metode Single Linkage Metode ini lebih dikenal dengan metode hubungan atau nearest neighbour. Dalam metode hirarki tunggal (single linkage) atau metode tetangga terdekat pelaksanaannya didasarkan pada perhitungan jarak terpendek. Dua objek akan membentuk kelompok pertama. Pada tahap selanjutnya satu atau
345
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
2. 3.
4.
ISBN: 978-602-70259-3-6
dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu pertama apakah objek ketiga akan bergabung pada kelompok yang telah terbentuk atau yang kedua apakah objek ketiga ini akan bergabung dengan objek lainnya membentuk kelompok kedua. Pembentukan kelompok tergantung apakah jarak dari objek kekelompok pertama lebih dekat dibandingkan dengan jarak objek tersebut dengan kelompok lainnya yang belum terkelompok. Metode Complete Linkage Metode ini juga disebut sebagai metode furtherst neighbor. Metode ini kebalikan dari metode single linkage dimana jarak antar cluster ditentukan sebagai jarak terjauh. Metode Average Linkage Metode average linkage merupakan variasi dari algoritma single linkage dan complete linkage. Algoritma yang dipakai sama dengan kedua metode tersebut kecuali perhitungan jarak yang dipakai, yaitu bahwa jarak antar cluster-cluster didefinisikan sebagai jarak rata-rata antara seluruh pasangan objek yang akan digabungkan. Metode Ward’s Metode ini membentuk cluster berdasarkan jumlah total kuadrat deviasi tiap pengamatan dari ratarata cluster yang menjadi anggotanya. Dalam hal ini nilai error sum of square merupakan fungsi objketif pada saat melakukan penggabungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini hal pertama yang dilakukan adalah melakukan identifikasi terhadap atribut produk batik yang hasilnya kemudian dibuat dalam bentuk kuesioner untuk disampaikan kepada responden. Responden diminta untuk menentukan dari sekian tingkat kepentingan setiap atribut menurut pandangan mereka. Dari kuesioner yang ertama diperoleh lima atribut rancangan baju batik wanita yang dianggap penting oleh konsumen yaitu Bentuk Lengan Baju, Jenis Kain, Jenis Motif, Garis Badan, dan Jenis Kerah. Setiap atribut tersebut kemudian ditentukan lebih rinci sub atributnya atau dalam penelitian ini disebut sebagai level yang hasilnya seperti pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut, kemudian dibuat kombinasi atribut dan level untuk menghasilkan rancangan yang nantinya akan diwujudkan dalam bentuk stimuli berupa produk nyata Tabel 1. Atribut dan Level dalam penelitian
Atribut Bentuk Lengan Baju
Jenis Kain yang Digunakan
Jenis Motif yang Digunakan
Garis Badan
Jenis Kerah
No 1
Level Panjang
2
Pendek
3 1
Sebatas Siku Katun
2
Sutra
3 1
Paris Ceplok
2
Nitik
3 1
Truntum Garis Lurus
2 1
Sesuai Bentuk Tubuh Kemeja
2
Shanghai
3
Bulat
Pengkombinasian atribut dan level pada Tabel 1 akan menghasilkan kombinasi sebanyak 3 5 atau sejumlah 243 rancangan. Karena adanya keterbatasan kemampuan responden dalam membuat perbandingan dan melakukan penilaian terhadap alternatif yang ditawarkan kepada mereka, maka digunakan orthogonal array yang akan dapat menghasilkan kombinasi yang lebih sedikit sehingga memudahkan responden dalam membandingkan dan memberikan penilaian terhadap alternatif rancangan yang ditawarkan. Dengan orthogonal array diperoleh 16 kombinasi atribut dan level yang kemudian
346
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
direduksi menjadi 8 kombinasi. Hal tersebut dilakukan karena keterbatasan waktu, biaya, dan tidak tersedianya produk di toko yang dijadikan tempat penelitian. Kedelapan kombinasi atribut level tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Hasil orthogonal array Kombinasi Ke-
Bentuk Lengan
Jenis Kain
Jenis Motif
Garis Badan
Jenis kerah
1
Panjang
Sutra
Truntum
Garis Lurus
Kemeja
2
Panjang
Katun
Ceplok
Sesuai Bentuk Tubuh
Shanghai
3
Sebatas Siku
Paris
Ceplok
Garis Lurus
Shanghai
4
Sebatas Siku
Sutra
Ceplok
Garis Lurus
Bulat
5
Pendek
Katun
Nitik
Garis Lurus
Bulat
6
Panjang
Paris
Truntum
Sesuai Bentuk Tubuh
Bulat
7
Sebatas Siku
Katun
Nitik
Sesuai Bentuk Tubuh
Kemeja
8
Panjang
Katun
Ceplok
Sesuai Bentuk Tubuh
Bulat
Setelah ditentukan delapan kombinasi atribut dan level seperti pada Tabel 2, selanjutnya dibuat produk nyata sebagai representasi nyata kombinasi atribut dan level. Produk in kemudian diberikan kepada responden dan responden diminta untuk memberikan peringkat terhadap kedelapan produk tersebut berdasarkan selera mereka. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan analisis cluster yang menghasilkan nilai kepentingan relatif atribut dan utilitas setiap level aribut penelitian. Hasil pengolahan data dapat dilihat dalam Tabel 3.
Atribut Lengan Kain
Motif
Bentuk Badan Kerah
Tabel 3. Hasil analisis conjoint Kepentingan Relatif Level Panjang 14,39 Pendek Sebatas Siku 9,06 Katun Sutra Paris 9,29 Ceplok Nitik Truntum 10,58 Garis Lurus Slim Fit 56,69 Kemeja Shanghai Bulat
Utilitas 0,768 1,536 2,305 -0,186 -0,373 -0,559 0,432 0,864 1,295 1,106 2,212 3,075 6,150 9,225
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa urutan atribut yang paling dianggap penting oleh konsumen berturut turut adalah bentuk kerah, panjang lengan, bentuk badan, motif, dan terakhir jenis kain. Secara lebih rinci, bentuk kerah yang paling menarik minat konsumen adalah bulat diikuti dengan shanghai dan kerah kemeja. Ukuran lengan baju yang paling menarikminat konsumen secara berurutan adalah sebatas siku, pendek, dan panjang. Sedangkan untuk atribut bentuk badan, konsumen memberikan nilai yang lebih tinggi pada bentuk slim fit dibandingkan dengan garis lurus. Pada motif kain batik, motif truntum lebih disukai dibandingkan dua motif lain yang ditawarkan, sedangkan pada atribut jenis kain, kain paris lebih disukai dibandingkan dengan sutera maupun katun. Setelah analisis conjoin, dilakukan analisis cluster untuk mengetahui pengelompokan responden berdasarkan pilihannya dan profil responden pada masing-masing cluster. Dengan menggunakan K-Mean Cluster diperoleh 4 kelompok responden seperti terlihat dalam Tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa segmen terbesar adalah segmen 4 sebanyak 53% dengan profil responden usia 40-49 tahun, pekerjaan di luar profesi wiraswasta, pegawai swasta danPNS, pendapatan 2-3 juta per bulan, 2 kali pembelian dalam satu bulan, dan memilih Mall sebagai tempat pembelian alternatif selain PGS.
347
Seminar Nasional IDEC 2015 Surakarta, 9 September 2015
ISBN: 978-602-70259-3-6
Tabel 4 Hasil analisis cluster Segmentasi Konsumen Baju Batik
Karakteristik Konsumen Segmen 1
Segmen 2
Segmen 3
Segmen 4
18%
15%
15%
53%
Usia Responden
30-39 Tahun
30-39 tahun
40-49 Tahun
40-49 Tahun
Pekerjaan
Wiraswasta
Peg. Swasta
PNS
Lain-lain
1-2 Juta
1-2 Juta
500-1 Juta
2-3 Juta
Pembelian Dalam Sebulan
2X
1X
2X
2X
Tempat Membeli Selain di PGS
Laweyan
Beteng Trade center (BTC)
Beteng Trade center (BTC)
Mall
Jumlah Responden
Pendapatan Per Bulan
SIMPULAN Dalam penelitian ini dibahas aplikasi analisis conjoint dalam penentuan atribut rancangan baju batik wanita dengan mengambil studi kasus di toko batik “Kurnia Sari” Pusat Grosir Solo Surakarta. Selain analisis conjoint, dilakukan segmentasi konsumen menggunakan analisis cluster, Hasil analisis conjoint menunjukkan bahwa atribut yang dianggap paling penting oleh konsumen berturut-turut adalah berturutturut bentuk kerah, panjang lengan, bentuk badan, motif, dan terakhir jenis kain. Utilitas tertingi pada tingkatan level untuk setiap atribut adalah bentuk kerah bulat, panjang lengan sebatas siku, garis badan slim fit, motif batik truntum, dan jenis kain paris. Sedangkan hasil segmentasi menunjukkan segmen pasar terbesar adalah kelompok Segmen 4 sebesar 53% dengan profil konsumen usia 40-49 tahun, pekerjaan di luar profesi wiraswasta, pegawai swasta danPNS, pendapatan 2-3 juta per bulan, 2 kali pembelian dalam satu bulan, dan memilih Mall sebagai tempat pembelian alternatif selain PGS. PUSTAKA Cohen. S.H. (2003). Maximum Difference Scaling: Improved Measures of Importance and Preference for Segmentation. Research Paper Series. www.sawtoothsoftware.com. Hardle, W. dan Shimar, L. (2003). Applied Multivariate Statistical Analysis. MD Tech. Kotri, A. (2006). Analizing Customer Value Using Conjoint Analysis: The Example of a Packaging Company. Tartu University. Laksono, A. (2009). Empat Sertifikat UNESCO Bukti Pengakuan Dunia. Available: http://www.menkokesra.go.id/node/66. Diunduh tanggal 9 Desember 2011. Manurung, P. (2006). Analisis Penilaian Konsumen Terhadap Kombinasi Atribut-atribut Sepatu Olahraga Reebok dengan Menggunakan Conjoint Analysis. Laporan Tugas Akhir S1 Teknik Industri. Fakultas Teknik. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. McCullough. D. (2003). A User’s Guide to Conjoint Analysis . MACRO Consulting, Inc. Siswanti. (2007). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Industri Batik di Kawasan Sentra Batik Laweyan Solo. Laporan Tugas Akhir S1 Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Supranto, J. (2001). Analisis Multivariat Arti dan Implementasi: Edisi Baru. Rineka Cipta. Jakarta. Susanto, D.A. (2009). Pusat Percontohan Produksi dan Pengembangan Batik di Surakarta sebagai Sarana Pelestarian Budaya (Konsep Perencanaan dan Perancangan). Laporan Tugas Akhir S1 Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta. Susanti, I. (2011). Penentuan Atribut Telur Asin Berdasarkan Preferensi Konsumen Menggunakan Analisis Conjoint. Laporan Tugas Akhir S1 Teknik Industri, Fakultas Teknik. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Tjiptono, F. (2001) Pengertian Atribut. Available at http://bonteng.wordpress.com/2009/11/16/atributproduk/, diunduh tanggal 30 Oktober 2011.
348