SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | PENELITIAN
Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten Albertus Sidharta Muljadinata(1), Antariksa(1), Purnama Salura(1)
[email protected] (1)
Kelompok Keilmuan Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur Dan Desain, Unika Soegijapranata, Semarang, Sedang Studi S3 Arsitektur di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Abstrak Dampak pembenahan yang dilakukan pada kota-kota di Indonesia menarik untuk dicermati dalam era globalisasi ini. Sejarah menunjukkan, karya arsitektur yang bertahan adalah yang memiliki Aspek Lokal dalam konsep perencanaannya. Karya arsitektur Herman Thomas Karsten menjadi warisan benda cagar budaya yang harus diapresiasi, karyanya meliputi perencanaan kota dan perancangan arsitektur bangunan. Dalam perkembangannya, karya Karsten tidak banyak berubah akibat globalisasi yang melanda pengembangan Kota Semarang; karyanya terlihat baik, dihargai oleh masyarakat, diduga karena menggunakan pendekatan pemikiran yang mengutamakan dan menggabungkan kekayaan ASPEK-ASPEK LOKAL. Pengumpulan data yang meliputi studi literatur dan pendekatan telaah sinkronik dan diakronik, akan menghasilkan benang merah ideologi yang mempengaruhi pemikiran Karsten. Studi kasus di Kota Semarang, yang merupakan karya Karsten terlengkap, menjadi rujukan yang sepadan dengan studi/telaah literatur, sehingga ditemukan lingkup aspek-aspek lokal meliputi aspek budaya, sosial dan ekonomi, ke semuanya ini memiliki relasi yang kuat dengan perencanaan kota dan perancangan arsitektur karya Karsten. Kata-kunci : aspek lokal, Karsten, perencanaan kota, perancangan arsitektur
Pendahuluan Pauline K.M. van Roosmalen berpendapat bahwa sifat multifaset dalam konteks sosial-politik pada colonial built heritage, membangkitkan apresiasi, kekaguman terhadap warisan cagar budaya tersebut. Hal ini berkontribusi pada penciptaan kesadaran dan kreasi yang lebih luas pada cagar budaya yang meliputi arsitektur kolonial dan perencanaan kotanya [1]. Berkaitan dengan hal ini, maka mempelajari pembentukan kota-kota di Hindia Belanda (Indonesia), tidak dapat terlepas dari peran Ir. Herman Thomas Karsten, terutama pada Kota Semarang, yang memperoleh warisan penerapan konsep pemikiran Karsten tentang kota dan arsitektur secara lengkap dan dalam skala besar; dan artefaknya masih dapat disaksikan sampai sekarang; warisan besar Karsten lainnya ada pada kota Malang dan Palembang. Kota Semarang Baru yang modern, direncanakan oleh Karsten berada di luar kawasan kota lama. Kota Semarang Baru ini tidak banyak berubah akibat globalisasi yang melanda pengembangan kota, juga kawasan perumahan Mlaten, bangunan-bangunan karya Karsten masih tetap bertahan. Sebagai arsitek dan perancang kota yang terkenal saat itu, Karsten mengakui bahwa perusahaan swasta mempunyai pengaruh awal dalam perubahan suatu kota dan peran pasif awalnya dimainkan oleh pemerintah. Dia berpendapat bahwa ukuran dan karakter perluasan untuk bangunan dan daerah terbangun yang lebih padat membawa perubahan yang jauh, yang telah membentuk kembali prospek dari kota-kota untuk selama-lamanya [2]. Sejarah mencatat, Karsten banyak mendapat Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 129
Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten
tugas dari para pemilik tanah (swasta), untuk merencanakan tatanan suatu kawasan kota. Kawasan dan bangunan yang dirancang oleh Karsten mencerminkan kepeduliannya terhadap iklim dan budaya setempat. Hal ini sejalan dengan kritikan HP Berlage (yang datang ke Indonesia jauh sebelum kehadiran Karsten), yang mengritik arsitektur bangunan di Hindia Belanda yang tidak memperhatikan iklim dan budaya setempat, yang ia tuangkan dalam bukunya Mijn Indiese Reis; dan sejarah membuktikan, bahwa karya arsitektur oleh Karsten memenuhi harapan HP Berlage. Jadi haruslah dipahami bahwa Ide, gagasan dan konsep Arsitektur dan Town Planning oleh Karsten yang diterapkan pada perencanaan kota dan bangunan-bangunan yang dirancangnya, merupakan issue permasalahan penting bagi kemajuan keilmuan arsitektur, dan pemahaman ini akan berdampak positif pada langkah strategi konservasi suatu kota, yang harus mendapat perhatian serius untuk dicari jawabannya. Dalam studi lebih mendalam, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui relasi Aspek Lokal dalam perancangan kota; bagaimana hubungan Konsep Karsten dan Aspek Lokal. Metoda Penelitian Penelitian ini menggunakan Metoda Penelitian Kualitatif. Sifat penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Eksplanatori, dan pendekatan yang digunakan adalah dengan Studi Kasus Kota Semarang. Metoda analisis dilakukan dengan metoda Sinkronik dan Diakronik. Metoda Pengumpulan Data Metoda Pengumpulan Data yang digunakan adalah survei lapangan yang meliputi Kota Semarang; sedangkan survei data literatur akan dilakukan pada Pusat Arsip Nasional di Jakarta, serta Leiden (Belanda) untuk memperoleh literatur, peta, foto tentang karya Karsten selengkap mungkin. Telaah kepustakaan yang dilakukan merupakan teknik mencari informasi melalui kajian kepustakaan. Sebagai perhatian dalam penelitian ini, maka dicari informasi sejarah kota dan perencanaan Kota Semarang dan desain bangunan oleh Karsten. Langkah-langkah yang perlu diambil dalam penelitian literatur adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Langkah mengumpulkan pustaka Mengadakan inventarisasi pustaka yang berkaitan dengan memberikan kode buku, judul, pengarang, penerbit & tahun penerbitan Proses seleksi, yaitu dengan mengadakan telaah pustaka yang terkait dengan permasalahan Merumuskan / menyimpulkan pustaka sesuai dengan masalah- masalah yang dihadapi Mencari beberapa pustaka pendukung yang digunakan sebagai alat untuk lebih memperjelas permasalahan.
Kebutuhan Data. Data pokok yang diperlukan: Data historis yang perlu dicari melalui studi literatur dan kepustakaan di antaranya: -
Data historis pembentukan Kota Semarang Data kepustakaan untuk menelaah konsep Karsten (Locale Tecknik, Locale Belangen) The Indonesian City (Edited by Peter J.M. Nas) Data riwayat hidup Thomas Karsten (Architectuur & Indiese Stedebouw in Indonesian) The Indonesia Town, Studies in Urban Sociology (by Dutch Scholar)
130 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Albertus Sidharta Muljadinata
Data penunjang yang diperlukan: Data literatur yang lain, di antaranya: -
OVER DE SEMARANGSCHE KONCEPT-BOUW VERORDENING (oleh Thomas Karsten) DE INGENIER EN DE STEDEBOUW (oleh Thomas Karsten) HET INDISCHE STAATBEELD STAATBLAD 1948 IR. THOMAS KARSTEN EN DE ONTWIKKELING VANDE STEDEBOUW NEDERLANDS-INDIE 1915-1940 (oleh Erica Bogaers, Amsterdam, Juni 1983) DE GROEI DER INDIESE STEDEN 1930 HANDBOOK OF THE NETHERLANDS EAST-INDIES (oleh Division of Commerce, Buitenzorg, Java).
Metoda Analisis Data Langkah telaah sinkronik dan diakronik mengungkapkan ‘andil’ yang menempa Karsten sehingga ia menciptakan konsep perencanaan kota dan konsep arsitektur bangunan, yang mempengaruhi penataan banyak kota dan berbagai bangunan di Indonesia. (Perlu diketahui, telaah sinkronik adalah suatu telaah yang dimaksudkan untuk mencari landasan penafsiran dan memperkuat pendapat terhadap suatu pemikiran/karya arsitektur serta korelasinya terhadap ciri-ciri kejadian setting sejaman; sedangkan telaah diakronik adalah suatu telaah yang dimaksudkan untuk mencari titik-titik perubahan dan atau perkembangan dalam perspektif sejarah baik arsitektur dunia maupun arsitektur Indonesia). Bidang sinkronik masa rentang ┌-Pada satu titiksimpul masa -------*-------*-------*-------*-------*-------*----Diakronik
ide/pemikiran/karya arsitek Lain yang sejaman
*= simpul masa perkembangan karya/pemikiran arsitektur Pemahaman ini ditekankan pada realita perencanaan kota dan perancangan arsitektur bangunan di Semarang; hal ini dapat ditelusuri dari peta-peta lama kota yang masih dapat dicari. Telaah kritis terhadap hal ini serta analisis berdasarkan pola dan ide pemikiran Karsten, teori perancangan kota dan aspek-aspek lokal menghasilkan suatu masukan yang menarik dan bermanfaat bagi ilmu arsitektur (perencanaan suatu kota dan bangunan)
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 131
Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten
Hasil dan Pembahasan Menurut Koentjaraningrat, ada empat wujud kebudayaan, yaitu kebudayaan sebagai nilai ideologis; kebudayaan sebagai sistem gagasan; kebudayaan sebagai sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola; dan kebudayaan sebagai benda fisik /artifak. Dari empat wujud yang ditawarkan tersebut di atas, masing-masing memiliki kecenderungan bentuk yang berbeda satu dengan lainnya [3]. 1. Nilai-nilai budaya merupakan tahap filosofis atau ideologis yang terbentuk karena pengalaman manusia, tahap ini merupakan hasil pemikiran yang biasanya memiliki bentuk tekstual tersurat maupun tersirat dalam norma, aturan adat, cerita rakyat atau karya seni. 2. Sistem budaya berupa gagasan dan konsep juga merupakan manifestasi hasil pemikiran. Tahap wujud ini juga memiliki bentuk tertulis tersurat dan beberapa dapat berbentuk gambar atau konfigurasi. 3. Sistem sosial sebagai tahap wujud selanjutnya merupakan tindakan dalam rangka “mewujudkan” konsep. Tahap wujud ini dapat berbentuk tulisan, gambar, konfigurasi maupun kegiatan. 4. Kebudayaan fisik merupakan wujud hasil dalam sebuah kebudayaan. Pada wujud terakhir ini kebudayaan memiliki bentuk paling nyata diantara bentuk yang lain. Pada wujud inilah kebudayaan seringkali sudah memiliki bentuk benda, sehingga dapat dilihat, disentuh dan dirasakan. (Koentjaraningrat, 2005: 92). Untuk membantu memahami Arsitektur sebagai sebuah wujud kebudayaan dapat dilakukan telaah melalui kacamata di atas. Untuk itu kegiatan ber-arsitektur perlu dipahami sebagai sebuah proses, dari ideologi yang melandasi, konsep, metoda dan teknik yang digunakan, hingga hasil karya. Selanjutnya Koentjaraningrat berpendapat, bahwa “Karya arsitektur” sebagai produk arsitektur merupakan wujud fisik yang secara nyata dapat dilihat, disentuh dan dirasakan kehadirannya dalam masyarakat. Wujud fisik ini, baik dalam skala bangunan tunggal maupun sebuah lingkungan buatan, dapat difahami sebagai sebuah artefak. Sebuah “karya arsitektur” mengkomunikasikan kondisi masyarakat di mana artefak tersebut berada. Artefak merupakan wujud akhir yang timbul akibat adanya gagasan dan tindakan dalam suatu kebudayaan, wujud fisik. Kebudayaan dalam Wujud fisik merupakan bagian terluar dari lingkaran konsentris kerangka kebudayaan. 132 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Albertus Sidharta Muljadinata
Kota adalah lingkungan binaan, dan kota juga adalah karya arsitektur, yang merupakan wujud fisik kebudayaan yang didasari oleh hasil pemikiran ideologis yang mempengaruhinya; jadi di dalamnya selalu terkandung ideologi yang membentuknya. Gambar 1 merupakan salah satu contoh aspek budaya dan lingkungan sangat mempengaruhi Karsten, sang arsiteknya.
Gambar 1: Bangunan Sekolah Van Deventer, sekarang Sekolah SMA Kartini Sumber: Dokumentasi pribadi
Antariksa berpendapat, penegasan dalam arsitektur perkotaan sudah sangat jelas, bahwa konteks budaya yang terdapat di dalamnya, menjadi bagian utama untuk digali dan dicari. Perjalanan suatu kawasan yang di dalamnya terdapat manusia dan bangunan, telah memberi ciri khas pada kehidupan masyarakat dalam sejarah peradaban bangsa [4]. Berkaitan dengan pemikiran Karsten, dalam ide perencanaan kotanya, dapat dilihat bahwa kecenderungan-kecenderungan pola pemikiran Karsten ini nyata. Di satu pihak ia melihat karakter kota yang terbagi secara kacau saat itu, dan di lain pihak ia sadar akan “satu kesatuan yang nyata, satu organisme yang koheren”. Ide utamanya mengenai perencanaan kota adalah untuk membentuk kota dan desa di dalam suatu cara untuk menjamin formasi satu kesatuan organik yang utuh. Dalam tahun 1935, Karsten menulis: “Manajemen dan perencanaan oleh pemerintah penting bagi
perencanaan Hindia Timur, bila ia ingin menyelenggarakan peran administratifnya secara penuh. Bahkan bila tugas ini sulit haruslah dimengerti bahwa perencanaan di dalam sebuah arti material harus diperjuangkan sebagaimana ia juga sebuah kondisi untuk pengaturan sosial & internal.” (Karsten, 1935: 1) [5].
Karsten berpendapat, pemerintah memiliki kemampuan untuk bertindak di dalam kepentingan dua faktor ini: perencanaan – pengetahuan pengembangan kota yang terencana – harus memainkan sebuah peran penting. Perencanaan secara prinsip tidak harus dipandang sebagai pekerjaan tehnikal tetapi sebagai “pengorganisasian”. Segala sesuatu harus berguna bagi konsep kota sebagai unit terakhir, bahkan arsitektur. Layout yang harmonis pada bangunan, sistem jalan, lapangan dan ruang terbuka umum membutuhkan pertimbangan secara cermat: keperluan-keperluan estetik harus menerima sama banyaknya dengan faktor-faktor tehnikal, kesehatan dan ekonomi. Jadi tidak seperti perencana-perencana kota tahun 1920-an, Karsten memberi perhatian pada kenyataan bahwa sebuah kota itu adalah sebuah organisme yang “hidup”, “bertumbuh”, ia harus dipertimbangkan sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak pernah menjadi statis. (Nas, 1986: 79) [6].
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 133
Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten
Gambar 2: Peta Skematis Kota Semarang 1909 Sumber: Sketsa pribadi
Pada tahun 1909, perluasan Kota Semarang sudah terlihat makin jelas menuju ke arah Barat dan Selatan (Gambar 2). Luas Kota Semarang pada saat ini sudah jauh lebih luas dari pada luas kota lama, namun dari segi kepadatan penduduk, area perluasan Semarang ini, masih belum banyak terisi pembangunan, pembangunan rumah terjadi pada jalan utama saja. Barulah saat Karsten hadir pada tahun 1910, kawasan ini direncanakan secara keseluruhan. Pada perkembangan lebih lanjut pada tahun 1916, Karsten merancang kawasan perbukitan Candi Baru yang berada di sebelah selatan Kota Semarang. Dalam perkembangannya Karsten merencanakan Semarang di luar kota lama, menjadi kota modern (Gambar 3). Dengan demikian, haruslah dipahami bahwa pada suatu kota yang memiliki perjalanan panjang sejarah pembentukan kotanya, bila akan dilakukan pembenahan kotanya pada masa kini, harus memperoleh pemahaman, bahwa pendekatan konservasi arsitektur/kota tidak hanya berfokus pada bangunan saja, tapi harus menyeluruh dalam tatanan kotanya. Hal ini membutuhkan pemikiran terpadu untuk mencapai hasil konservasi yang baik; dan haruslah dipahami bahwa perjalanan panjang sejarah pembentukan suatu kota mengindikasikan bahwa Kota sebagai suatu Organisme Hidup. Aldo Rossi mengkritik kurangnya pemahaman tentang kota dalam praktek arsitektur saat ini. Dengan demikian terkait dengan warisan cagar budaya, diperlukan pemahaman kota untuk praktek arsitektur saat ini, kota harus dipelajari dan dihargai sebagai sesuatu yang dibangun dari waktu ke waktu; Gambar 3: Peta perencanaan kota terdapat kepentingan tertentu, yaitu artefak urban yang Semarang oleh Karsten tahun 1922 menahan berlalunya waktu. Kota mengingatkan masa lalu ("memori kolektif" kita), dan bahwa kita menggunakan memori melalui monumen; sehingga, monumen memberi struktur pada kota [7]. 134 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Albertus Sidharta Muljadinata
Rossi berpendapat, berpikir ilmu perkotaan/urban science sebagai ilmu sejarah/historical science adalah kesalahan, karena dalam hal ini kita akan diwajibkan untuk berbicara hanya sejarah perkotaan/urban history. Selanjutnya, Rossi bermaksud menyarankan, bahwa dari sudut pandang struktur urban, sejarah perkotaan/urban history tampaknya lebih berguna daripada bentuk lain dari penelitian di kota. Ini menyangkut teori permanensi/keabadian (the theory of permanences). Teori ini dalam beberapa hal yang berkaitan dengan hipotesis awal Rossi dari kota sebagai objek buatan manusia. Harus dingat bahwa perbedaan antara masa lalu dan masa depan, dari sudut pandang teori pengetahuan, dalam ukuran besar mencerminkan fakta bahwa masa lalu sebagian sedang dialami sekarang, dan ini mungkin makna untuk memberikan permanences/keabadian: mereka adalah masa lalu bahwa kita masih mengalami. Bentuk suatu kota selalu merupakan bentuk waktu tertentu kota tersebut; tetapi ada banyak kali dalam pembentukan kota, dan kota dapat mengubah wajahnya bahkan dalam perjalanan hidup satu orang, referensi aslinya berhenti untuk eksis. (Rossi, 1984: 5761). Di sisi lain haruslah disadari, dalam arsitektur, kontekstualisasi terintegrasi dengan budaya dan alam. Sebuah karya arsitektur yang dibuat berdasarkan kondisi alam dan budaya tertentu akan terlalu biasa bagi penafsiran yang tepat oleh pengamat yang kebetulan tinggal di bawah kondisi alam dan budaya yang berbeda [5]. Karya arsitektur Karsten selalu mencerminkan budaya pemakai bangunannya, yang tentunya menjadi sesuatu yang distinctive bagi masyarakat Belanda masa itu, misalnya bangunan sekolah Van Deventer (Gambar 1) dan Sobokarti (Gambar 4). Aspek ekonomi menjadi salah satu aspek lokal yang mempengaruhi Karsten dalam menata kawasan perumahan Mlaten. Kawasan ini asalnya kumuh dan tidak sehat, Karsten merancang kawasan perumahan Mlaten dengan memperkenalkan unit rumah tipe 3x7 dan system MCK (yang diadopsi sampai sekarang) (Gambar 5). Aspek ekonomi dan lingkungan alam, digunakan Karsten dalam menata kawasan Candi Baru, Karsten menerapkan sistem Subsidi Silang; kavling rumah yang luas berada di jalan besar, sedang kavling lebih kecil berada di lingkungan sebelah dalam.
Gambar 4: Gedung Kesenian Sobokarti Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 5: Peta Rancangan Permukiman Daerah Mlaten oleh Karsten tahun 1924 Sumber: Locale Techniek, No 1/2, Jan./April 1932: 11
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | 135
Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten
Kekuatan aspek lokal merupakan nilai masa lalu, masa kini, maupun perpaduan ke duanya yang memiliki signifikansi dan keunikan. Hal ini menjadi kekuatan di dalam menghadapi pengaruh globalisasi yang cenderung menghilangkan tradisi lokalitas. Aspek lokal memberi peran dan relasi yang sangat penting bagi perencanaan arsitektur dan kota. Kesimpulan Aspek Lokalitas meliputi aspek alam, lingkungan, budaya, sosial dan ekonomi. Karsten dalam berkarya sangat dipengaruhi budaya setempat obyek karyanya berada, faktor iklim dan lingkungannya juga menjadi faktor penentu perancangan yang dibuatnya. Hal ini akan dapat dilihat pada hasil perancangan Karsten, baik dalam perencanaan kota maupun perancangan bangunan. Penelitian relasi aspek lokalitas dan perancangan arsitektur oleh Karsten merupakan kebaruan peneltian tentang Karsten. Selain itu, Karsten juga menekankan pentingnya building regulation untuk dapat selalu diterapkan pada setiap perencanaan dan pembangunannya; sehingga Karsten juga menentukan Indiese Stedebouw bagi gemeente agar setiap perencanaan dan pembangunan mengikuti peraturan yang telah ditentukan. Karya Karsten pada kota-kota lain seperti Malang dan Palembang, menarik untuk dijadikan penelitian selanjutnya, sehingga diketahui benang merah pada karya-karya Karsten di Indonesia; akan juga diketahui luasan cakupan pengertian Aspek Lokalitas dan kompleksitasnya serta relasinya dengan perancangan arsitektur. Daftar Pustaka Roosmalen, Pauline K.M. van. (2013). Confronting Built Heritage: Shifting Perspectives on Colonial Architecture in Indonesia. ABE Journal [En Ligne], 3/ 2013. Roosmalen, Pauline K.M. van. (2002/3). Image, Style and Status: A Sketch of the Role and Impact of Private
Interprise as a Commissioner on Architecture and Urban Development in Dutch East Indies from 1870 to 1942. Journal of Southeast Asian Architecture, volume 6 (2002/3) Koentjaraningrat. (2005). Pengantar Antropologi I. Rineka Cipta. Antariksa. (2013). KEARIFAN LOKAL Dalam Arsitektur Perkotaan Dan Lingkungan BinaanDi dalam Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan Kota Untuk Mewujudkan Arsitektur Kota Yang Berkelanjutan, ISBN: 978-979-9488-43-5. Editor: Respati Wikantiyoso dan Pindo Tutuko. Group Konservasi Arsitektur & Kota Universitas Merdeka Malang. Malang Karsten, H.T. (1935). “De Ingenieur en de Stedebouw”, Overdruk uit “De Ingenieur in Nederlandsch-Indie”
No.10, Druk van G. Kolff & Co. Batavia-Centrum. Nas, Peter J.M. (1986). “The Indonesian City” Studies In Urban Development And Planning. Foris Publication. USA Rossi, A. (1984). “The Architecture of the City”. The MIT Press. New York Salura, P. & Bachtiar, F. (2012). The Ever-Rotating Aspects of Function-Form-Meaning in Architecture. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2(7)7086-7090, 2012, ISSN 2090-4304. Karsten, H.T. (1917). “Over De Semarangsche Koncept-Bouw Verordening”, Overdruk uit “Locale Belangen” no 4
en 5, Semarang Buku Laporan. Locale Techniek, Technisch Orgaan van de Vereeniging voor Locale Belangen te Semarang, 1e
Jaargang, No. 1/2, Jan./April 1932.
136 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017