Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
PENYUSUNAN STRATEGI PEMELIHARAAN PIPA PENYALUR UNTUK MENGURANGI RESIKO DENGAN MENGGUNAKAN HOUSE OF RISK Suhartono 1) dan Imam Baihaqi 2) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember e-mail: 1)
[email protected]; 2)
[email protected] 2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
1)
ABSTRAK Manajemen pemeliharaan pipa penyalur sangat penting dalam menjaga integritas pipa penyalur yang merupakan asset vital dalam sistem distribusi bagi industri minyak dan gas bumi. Pemeliharaan merupakan kombinasi dari semua tindakan teknis, administratif, dan menejarial selama siklus suatu peralatan atau fasilitas. Oleh karena itu perlu dilakukan secara berkala dan efektif sesuai dengan prioritas dan anggaran yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab resiko serta aksi proaktif guna untuk menyusun prioritasi program pemeliharaan pipa penyalur di PT ABCD sebagai bagian untuk mengurangi resiko, memperbaiki profitabilitas dan kinerja serta penghematan biaya operasi. Adapun usulan dalam penelitian ini adalah menggunakan model HOR untuk memprioritasi penyebabpenyebab resiko dan proaktif aksi pencegahan. Berdasar hasil analisa, diidentifikasi ada 11 penyebab resiko yang berkontribusi sebagai penyebab kerusakan pipa penyalur dan 13 pencegahan proaktif yang paling efektif untuk mengurangi resiko, yang selanjutnya menjadi dasar untuk penyusunan program pemeliharaan yang optimum agar integritas pipa penyalur dan nihil kecelakaan dapat dicapai untuk mendukung operasi yang aman. Kata kunci: Pemeliharaan, Pipa Penyalur, Integritas, Penyebab Resiko, HOR, Pencegahan Proaktif.
PENDAHULUAN Seperti pada umumnya industri minyak dan gas bumi yang saat ini beroperasi di lingkungan yang semakin menantang karena tumbuhnya persaingan global, persyaratan HSE (Health, Safety, and Enviroment) yang cukup ketat, dan harga minyak dunia yang semakin turun yang membuat kekawatiran para pemangku kepentingan dalam industri tersebut sangat memperhatikan keseimbangan keuangan mereka. Disamping itu beberapa kendala juga di hadapi oleh perusahan minyak dan gas bumi, antara lain penurunan tingkat produksi yang berdampak pada penurunan pendapatan serta masalah penuaan fasilitas operasi yang memungkinkan terjadinya peningkatan tingkat kerusakan yang secara alami akan meningkatkan resiko keselamatan (Ratnayake, et al., 2010). PT ABCD juga mengalami permasalahan yang serupa seperti yang sekarang ini dihadapi oleh perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi, terutama berkaitan dengan pipa penyalur yang merupakan aset yang penting sebagai komponen dalam sistem penyaluran minyak dan gas bumi. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya untuk melakukan strategi perawatan dengan optimisasi atau prioritisasi pemeriksaan yang dapat mengakomodasi atau mengurangi resiko dan anggaran yang tersedia.
ISBN : 1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
Strategi perawatan pipa sangat penting dalam menjaga integritas pipa, sedangkan integritas sendiri didefinisikan sebagai kondisi yang tidak rusak, baik, sesuai dengan standard, keadaan yang utuh dan tidak terbagi atau kemampuan suatu aset untuk melakukan fungsinya sesuai yang direncanakan secara efektif dan efisien untuk pemakaian yang dimaksudkan sepanjang umur layananya, dan memastikan operasinya aman bebas dari kecelakaan (Ratnayake, 2012a). Integritas pipa penyalur melibatkan seluruh fase dari siklus umur layanan pipa, dimulai dari konsep pembuatan hingga saat pipa penyalur tidak digunakan lagi (decommissioning) (Veritas, 2009). Pemeliharaan yang efektif pada akhirnya bertujuan untuk menentukan tindakan yang sesuai yang dapat membuat kinerja peralatan pada tingkat yang dapat diterima dan memperpanjang siklus hidup peralatan serta biaya yang rendah. Pengambilan keputusan harus diambil ketika alternatif perawatan yang optimal harus dipilih dari macam alternatif perawatan. Terlepas dari wilayah penerapan, keputusan yang baik hanya dapat dicapai bila proses yang sistematis terstruktur dan jelas terdefinisi (Baker, et al. 2001). Dikarenakan adanya beberapa faktor resiko yang mungkin bisa menyebabkan kegagalan pipa penyalur dan dapat berdampak pada keselamatan masyarakat, lingkungan, maupun asset serta memperhitungkan anggaran pemeliharaan yang tiap tahunya juga bertambah, maka untuk membantu manejemen memutuskan dengan tepat serta mendapatkan hasil yang optimal dalam pemeliharaan pipa penyalur, salah satu metoda yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah House of Risk (HOR). Metode ini diharapkan dapat menghasilkan suatu strategi prioritisasi pemeliharaan yang proaktif dengan memfokuskan pada tindakan pencegahan atau mengurangi resiko-resiko penyebab kegagalan pada pipa penyalur. Dengan mengurangi terjadinya faktor penyebab resiko diharapkan kejadian atau dampak yang disebabkan oleh kegagalan pipa penyalur dapat dikurangi atau dicegah. Metode House of Risk (HOR) adalah metode untuk mengelola risiko secara proaktif yang berfokus pada tindakan pencegahan, dimana agen resiko (risk agent) yang teridentifikasi sebagai penyebab kejadian resiko (risk event) dapat dikelola dengan langkah proaktif yang efektif untuk dapat mengurangi kemungkinan terjadinya agen resiko, sehingga kejadian resiko dapat dikurangi atau dicegah. Langkah proatif tersebut dilakukan sesuai dengan urutan besarnya dampak yang mungkin ditimbulkan. Pujawan dan Geraldin (2009) mengembangkan model manajemen risiko ini didasarkan pada gagasan bahwa melakukan pencegahan terhadap agen resiko secara bersamaan dapat mencegah satu atau lebih kejadian resiko dengan memodifikasi model FMEA untuk kuantifikasi resiko, menyesuaikan model HOQ untuk memprioritaskan agen risiko, gagasan ini digunakan untuk menyusun suatu kerangka kerja dalam mengelola risiko yang dikenal dengan istilah pendekatan House of Risk (HOR). Pendekatan HOR ini difokuskan pada tindakan pencegahan untuk mengurangi probabilitas terjadinya agen risiko yang merupakan faktor pemicu dan pendorong timbulnya risiko, dengan kata lain bahwa mengurangi agen risiko berarti mengurangi timbulnya beberapa kejadian risiko. Pendekatan metode HOR ini dibagi menjadi dua fase yang disebut HOR1 dan HOR2. HOR1 digunakan untuk menentukan atau menidentifikasi agen resiko untuk diberikan prioritas pencegahanya, sedangkan HOR2 adalah prioritas solusi penanganan yang efektif. METODE Metode penelitian dengan menggunakan HOR ini memerlukan suatu masukan penilaian dari para ahli yang mengerti benar dengan kondisi lingkungan tempat di mana objek penelitian dilakukan. Melalui mekanisme focus group discussion (expert judgment) para ahli diminta untuk memberikan penilaian tentang consequence, occurence, korelasi, serta kesulitan melakukan tindakan pncegahan terhadap agen resiko terpilih sebagai bagian untuk ISBN : 2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
mengurangi atau mencegah terjadinya kejadian resiko. Adapun langkah-langkah atau tahapan dalam penelitian ini seperti ditunjukan pada diagram alir dibawah ini.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Penjelasan tahapan-tahapan dari diagram alir diatas adalah sebagai berikut: • HOR-1 meliputi tahapan identifikasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi resiko yang terjadi pada pipa penyalur berupa daftar identifikasi kejadian resiko dan agen resiko yang kemudian dilakukan penilaian severity dari kejadian resiko, occurrence terjadinya setiap agen resiko, serta korelasi dari keduannya, penilaian tahapan dilakukan pada tahapan analisa reseko. Disamping penilaian tersebut, pada tahapan analisa resiko juga dilakukan prioritisasi agen resiko dengan melakukan perhitungan nilai ARP (Agregate Risk Priority) dengan menggunakan rumus dibawah:
Dimana : ARPj Oj
: Aggregate Risk Priority dari agen resiko j : Occurrence dari agen resiko j
ISBN : 3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
Si Rij
: Consequence atau dampak keparahan jika kejadian resiko i terjadi : Korelasi antara agen resiko j dengan kejadian resiko i
Dari hasil tersebut, kemudian nilai ARP dirangking dengan menggunakan bantuan diagram Pareto untuk menghasilkan agen resiko terpilih yang kemudian digunakan sebagai acuan penyusunan rencana penanganan resiko. • HOR-2 merupakan tahapan untuk memetakan dan menentukan aksi pencegahan resiko yang dianggap paling efektif untuk mengurangi probabilitas kemunculan agen resiko. Aksi-aksi pencegahan sebelumnya diidentifikasi berdasar agen resiko terpilih pada tahap sebelumnya dan kemudian dilakukan penilaian korelasi serta tingkat kesulitan melakukan aksi tersebut. Pada fase ini dihitung nilai total efektifas untuk setiap mitigasi (TEk), derajat kesulitan untuk melakukan aksi mitigasi (Dk) dan efektifas total rasio derajat kesulitan melakukan aksi mitigasi (ETDk) dan selanjutnya disusun prioritas aksi mitigasi tersebut menggunakan bantuan diagram Pareto. Rumus-rumus untuk melakukan perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
Dimana : TEk ARPj Ejk
: Total efektifitas untuk setiap tindakan mitigasi k : Aggregate Risk Priority dari agen resiko j : Korelasi antara masing-masing tindakan mitigasi dengan masing- masing agen resiko. Sedangkan perhitungan rasio derajat kesulitan aksi mitigasi (ETDk) adalah sebagai berikut:
Dimana : ETDk TEk Dk
: Rasio derajat kesulitan melakukan aksi mitigasi k : Total efektifitas untuk setiap tindakan mitigasi k : Tingkat kesulitan setiap tindakan mitigasi k
• Tahap selanjutnya dilakukan analisa biaya sebagai tambahan untuk memeberikan informasi berapa biaya yang diperlukan untuk melakukan aksi-aksi pencegahan tersebut. kemudian kita susun kesimpulann dari penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi resiko serta penilaian para ahli dalam focus group discussion yang kemudian dilakukan perhitungan nilai Aggregate Risk Priority (ARP) dalam tabel HOR-1 serta diprioritaskan dengan menggunakan bantuan analisa Pareto, didapatkan urutan agen resiko seperti table dibawah. Tabel 1. Peringkat ARP untuk Agen Resiko RISK ARP PERINGKAT AGENT A1 594 1 ISBN : 4
% TOTAL KUMULATIF ARP 16
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
A2 A3 A5 A15 A9 A8 A19 A14 A6 A7 A10 A11 A12 A18 A4 A13 A16 A17
594 276 276 252 250 235 168 152 144 141 132 132 132 108 99 45 45 36
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
31 38 46 52 59 65 69 73 77 81 84 88 91 94 97 98 99 100
Selanjutnya dari 11 agen resiko diatas yang berpotensi dan berkontribusi terhadap 80% total komulatif ARP sebagai penyebab resiko diperlukan aksi mitigasi untuk mengurangi resiko atau menghilangkan resiko tersebut. Dari hasil identifikasi tindakan pencegahan, penilaian para ahli tentang korelasinya terhadap agen resiko dan level kesulitan untuk melakukan tindakan tersebut, maka setelah dilakukan perhitungan total efektifitas yang dilanjutkan dengan perhtungan rasio derajat kesulitan melakukan aksi mitigasi dalam HOR-2 didapatkan urutan-urutan aksi pencegahan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau mencegah resiko seperti tabel dibawah ini. Tabel 2. Peringkat ETD untuk Tindakan Pencegahan Tindakan Pencegahan Melakukan pencegahan korosi dengan menginjeksikan bahan kimia corrosion inhibitor secara terus menerus Malakukan pengaturan (adjustment) secara berkala besaran arus dan voltage pada sistem proteksi katodik serta melakukan penambahan sacrificial anode pada area yang potentisal readingnya rendah untuk menjaga level proteksi katodiknya Melakukan pemeliharaan dan pembacaan rectifier & anode secara berkala Melakukan penggantian wrapping pada bagian yang rusak untuk menghidari kontak langsung permukaan luar pipa dengan
Kode
ETDk
Rk
Cumm %
PA1
2673
1
8
PA2
2673
2
15
PA3
2673
3
23
PA4
2673
4
31
ISBN : 5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
lingkungan Melakukan pembersihan bagian dalam pipa secara berkala dengan peralatan pigging Melakukan perbaikan dengan memasang composite sleeve pada area yang terkorosi external Melakukan pengkajian ulang standard operating procedure yang ada dengan menyesuaikan kondisi operasi pipa penyalur secara berkala Melakukan pengecekan dan perbaikan berkala tanda batas lokasi pipa dan rambu peringatan tentang bahaya dari pipa penyalur baik didarat maupun di lepas pantai Melakukan penggantian bagian pipa yang terkorosi yang medekati ketebalan minimum yang diperlukan Melakukan pembersihan jalur pipa (ROW/Right Of Way) secara berkala Melakukan perbaikan atau pemasangan turap pada area yang kemungkinan terjadi longsor Melakukan patroli berkala dan inspeksi visual Pengecekan berkala, perbaikan, dan pemasangan tambahan penahan pipa untuk mengurangi getaran Melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat tentang bahaya pipa penyalur untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan dan keselamatan di sekitar lokasi pipa penyalur Melakukan perawatan pig barrel & valve secara berkala Melakukan identifikasi berkala dan pemasangan casing diarea perlintasan yang dilalui kendaraan berat Melakukan penanaman kembali bagian pipa yang ter-exposed Pemasangan sand bagging pada bagian pipa yang menggantung (span) Melakukan function test secara berkala pada peralatan safety system (SDV, PSHH, PSLL dll)
PA5
2673
5
38
PA10
2673
6
46
PA19
2448
7
53
PA17
2337
8
60
PA14
1182
9
66
PA7
2159
10
72
PA12
1818
11
77
PA6
1773
12
83
PA13
1656
13
87
PA18
1182
14
91
PA15
891
15
93
PA11
845
16
96
PA8
735
17
98
PA9
549
18
99
PA16
252
19
100
ISBN : 6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
Dari hasil diatas dan sesuai dengan perankingan menggunakan analisa Pareto didadaptakan 12 tindakan pencegahan yang dianggap mempunyai efektifitas yang cukup significant untuk mengurangi dan mencegah resiko yang harus dilakukan oleh operator pipa penyalur agar fasilitas tersebut dapat beroperasi secara aman sesuai dengan parameter operasi yang telah ditentukan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: • Teridentifikasi 11 agen resiko yang berkontribusi terhadap 80 % sebagai potensi penyebab kejadian resiko yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi dari pipa penyalur khususnya pipa 12” inchi gas milik PT ABCD yang terbentang dari terminal pengumpul “LW-LW” ke kilang pemurnian. Dua urutan teratas dari agen resiko tersebut adalah external corrosion dan internal corrosion dengan nilai Aggregate Risk Potential (ARP) tertinggi yaitu masing-masing 594. • Berdasar hasil diskusi dengan para ahli serta input dari beberapa referensi mengenai kegagalan dan kecelakaan yang berkaitan dengan pipa penyalur, teridentifikasi lima kejadian resiko yang paling berkontribusi terhadap kegagalan dan kecelakaan pipa yaitu leak, rupture, buckle, dent, dan wrinkle. Dari kelima kejadian resiko tersebut dampak keparahan (consequence) tertinggi apabila kejadian resiko tersebut terjadi pada pipa gas 12 inchi milik PT ABCD adalah pada kejadian resiko rupture atau pipa penyalur pecah yang di kategorikan dalam level 6 atau Catastrophic. Hal tersebut didasarkan pada penilaian menggunakan matrik resiko yang dikembangkan oleh PT ABCD, dimana dalam kategori catrastophic dengan kriteria keselamatan dampaknya adalah kematian karyawan lebih dari 50 orang atau kematian masyarakat lebih dari 10 orang. • Berdasarkan model HOR 2 serta analisa Pareto terhadap nilai ETD (Effectiveness to Difficulty Ratio) didapatkan 12 tindakan pencegahan yang dianggap mempunyai efektifitas yang cukup significan dan harus dilakukan sebagai bagian untuk mengurangi resiko yang mungkin akan terjadi sesuai faktor kesulitan masing-masing tindakan pencegahan. Namun satu tindakan pencegahan yaitu melakukan penggantian bagian pipa yang terkorosi yang medekati ketebalan minimum yang diperlukan dengan kode P14, saat ini belum perlu dilakukan karena berdasar data sekunder dari hasil inspeksi yang dilakukan oleh PT ABCD dengan menggunakan peralatan elektronik pig menunjukan bahwa kehilangan logam pada area yang terkorosi masih dalam batas diterima sesuai dengan standart dan perhitungan, sehingga pipa masih layak dioperasikan dengan ketebalan dinding yang ada sekarang. Tindakan-tindakan pencegahan yang dihasilkan dari analisa tersebut merupakan referensi untuk membangun strategi pemeliharaan sesuai dengan urutan dan prioritas yang telah diidentifikasi. Penelitian dengan metode House of Risk (HOR) yang berkaitan dengan program pemeliharaan fasilitas industri minyak dan gas bumi ini telah menunjukan hasil yang baik untuk prioritisasi dan pemilihan program pemiliharaan pipa penyalur yang tepat dan efisien. Beberapa saran yang dapat disampaikan untuk perusahaan dan pengembangan penelitian berikutnya: • Penggunaan metode House of Risk (HOR) pada program pemelharaan fasilitas minyak dan gas akan lebih efektif apabila dikombinasikan dengan data-data sekunder hasil dari pelaksanaan inspeksi dan program monitoring lainya, sehingga rekomendasi serta penyusunan program pemeliharaan akan tepat sasaran dan perkiraan anggaran yang diperlukan dapat dihitung secara tepat.
ISBN : 7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 23 Januari 2016
• •
Melibatkan orang yang tepat sesuai dengan keahlianya untuk mendapatkan identifikasi resiko kejadian, agen resiko, serta aksi pencegahan yang tepat dan akurat. PT. ABCD dapat menerapkan hasil penelitian ini untuk membangun program pemeliharaan tahunan pada pipa penyalur gas 12 inchi ini, terutama perencanaan anggaran tahunan yang akan digunakan sesuai dengan prioritas pencegahan resiko serta hasil inspeksi yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Baker, D., Bridges, D., Hunter, R., Johnson, G., Krupa, J., Murphy, J., Sorenson, K.(2001), Guidebook to decision-making methods, McGraw Hill Inc, New York Jeglic, F. (2006), Analysis of Ruptures and Trends on Major Canadian Pipeline Systems, Proceedings of the 5th International Pipeline Conference and Exposition, Calgary, AB, Canada. Komonen, K. (2002), A cost model of industrial maintenance for profitability analysis and benchmarking. International Journal of Production Economy, 79(1), hal. 5–31 Mohitpour, M., Murray, A., McManus, M., Colquhoun, I., (2010), Pipeline Integrity Assurance A Practical Approach. New York, USA. Pujawan, I. N., Geraldin, L. H., (2009), House of Risk: A Model for Proactive Supply Chain Risk Management, Business Process Management Journal, Vol. 15, No. 6, hal. 953967. Ratnayake R.M.C., and Markeset, T. (2010), Technical integrity management: measuring HSE awareness using AHP in selecting a maintenance strategy, Journal of Quality in Maintenance Engineering (JQME), Vo. 16, No.1, hal. 44-63. Veritas, D. N. (2009), Integrity management of submarine pipeline systems. DNV-RP-F116.
ISBN : 8