PENYIMPANAN SUHU RENDAH UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAUN POHPOHAN (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)
ROSMA ZUMANTINI WARDHANI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Rosma Zumantini Wardhani NIM F14100043
ABSTRAK ROSMA ZUMANTINI WARDHANI. Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.). Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO. Daun pohpohan merupakan sayuran daun yang biasanya digunakan sebagai lalapan. Pohpohan adalah sayuran daun yang mudah rusak. Penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kesegaran daun pohpohan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan mutu daun pohpohan yang disimpan pada suhu rendah. Suhu penyimpanan yang digunakan adalah suhu 5°C, 15°C, dan suhu ruang. Parameter yang dianalisis adalah laju respirasi, susut bobot, kadar air, warna, uji tarik, vitamin C, uji TPC, dan uji TPT. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah mampu menekan laju respirasi, mengurangi susut bobot, mempertahankan kadar air daun, mampu memperlambat peningkatan kecerahan daun, meningkatkan total padatan terlarut, uji tarik, dan mampu mengurangi penurunan kadar vitamin C, serta dapat mengurangi jumlah koloni mikroba sampai hari ke-6 penyimpanan. Suhu penyimpanan 5°C menunjukkan penurunan kualitas yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan suhu lainnya. Kata kunci: kualitas, pohpohan, penyimpanan, suhu rendah
ABSTRACT ROSMA ZUMANTINI WARDHANI. Low Temperature Storage to Maintain Quality of “Pohpohan” Leaf (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.). Supervised by Y ARIS PURWANTO. “Pohpohan” leaf is one of leafy vegetables generally used for salads. “Pohpohan” is leafy vegetable belonging to easily damaged. Cold storage is one of the methods to maintain the freshness of “Pohpohan” leaf. The objective of this research was to analyze the quality change of cold stored “Pohpohan” leaf. The storing temperatures were 5°C, 15°C, and room temperature. Respiration rate, weight loss, moisture content, colour, tensile test, vitamin C test, TPC, and total soluble solids of all samples were measured during storage period. The result showed that cold storage could hold down the respiration rate, reduce the weight loss, maintaining the moisture content of the leaves, delay the leaves brightening, increase the total soluble solid, reduce the decrease of vitamin C content, and also reduce the content of microbes until the 6th day of storage. Storage temperature 5°C shows decrease in lower quality compared to the other temperature treatments. Keywords: quality, pohpohan, storage, low temperature
PENYIMPANAN SUHU RENDAH UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAUN POHPOHAN (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)
ROSMA ZUMANTINI WARDHANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) Nama : Rosma Zumantini Wardhani NIM : F14100043
Disetujui oleh
Dr Ir Y Aris Purwanto, M. Sc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, M Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Maret sampai Juni 2014. Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta Bapak Dadan Rusman Wardana dan Ibu Encum Sumiati, adik tercinta Naufal Zaidan Wardhana dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. 2. Dr Ir Y Aris Purwanto, M Sc selaku pembimbing terima kasih atas saran, arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi. 3. Dr Ir Lilik Pujantoro, M Agr dan Dr Muhamad Yulianto, ST MT selaku penguji terima kasih atas saran dan kritik bagi penulis. 4. Seluruh staf pengajar Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor atas semua pengetahuan yang telah diberikan. 5. Bapak Sulyaden dan Mas Abas beserta staf laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, yang telah membantu selama pengumpulan data. 6. Sahabat-sahabat tersayang Erlin CRA, Aulia M, Fika R, Dian A, Nariratri K, Dita P, Oldga AD, Febri AGS, Rizki AP, Dhanny A, Buddy H, Eki A, M. Fachri H, Imam FI, Rifqi HS, Aulya A, Candra VA, A. Rozi, Ryan AP, Deny S, Herwin W, Haga P, Dhikotama A, dan Chandra HM atas segala dukungan, semangat dan kasih sayangnya. 7. Teman satu bimbingan Muhammad Aji Wibisono, Fitri Widiyawati, dan Puri Sahanaya terima kasih atas bantuan selama penelitian berlangsung. 8. Teman-teman di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 47, terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangatnya bagi penulis. 9. Kakak-kakak S2: Kak Ayung, Bang Waqif, dan Kak Khania terima kasih atas motivasi dan bantuannya selama penelitian berlangsung. 10. Terima kasih kepada seluruh pihak yang pernah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.
Bogor, Oktober 2014 Rosma Zumantini Wardhani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Pohpohan (Pilea melastomiodes (Poir.) Wedd.)
2
Penyimpanan Suhu Rendah
3
Parameter Mutu Sayuran Daun
4
METODE
4
Waktu dan Tempat
4
Bahan
4
Alat
5
Prosedur Penelitian
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Warna
8 8
KadarAir
10
Uji Tarik Daun
11
Laju Respirasi
12
Uji Total Mikroba
14
Susut Bobot
15
Total Padatan Terlarut
15
Analisis Vitamin C
16
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL 1 Jumlah Koloni Mikroba pada Daun Pohpohan
15
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) Diagram Hunter Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai L daun pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai a daun pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai b daun pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) dengan Kadar Air (%) Daun Pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Beban Tarik Daun Pohpohan dengan Posisi Memanjang Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Beban Tarik Daun Pohpohan dengan Posisi Melebar Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Laju Produksi CO2 (ml/kg.jam) Daun Pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Laju Konsumsi O2 (ml/kg.jam) Daun Pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Susut Bobot (%) Pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap TPT (oBrix) Daun Pohpohan Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Vitamin C (%) Daun Pohpohan
3 6 9 9 10 11 12 12 13 14 15 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Diagram alir penelitian Bagan Alir TPC pada Metode Tuang (Pour Plate)
20 21
PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan bahan pangan yang penting untuk memperoleh suatu keseimbangan konsumsi makanan, karena kandungan zat gizinya seperti provitamin A dan vitamin C, sumber kalsium dan zat besi, sedikit kalori, serta sumber serat pangan dan antioksidan alami (Muchtadi 2000). Salah satu sayuran yang tumbuh subur di Indonesia adalah pohpohan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya Jawa Barat dalam keadaan segar sebagai lalapan. Kandungan vitamin, mineral, dan serat pada sayuran segar khususnya daun pohpohan lebih besar dibandingkan dengan sayuran yang sudah dimasak. Sayuran segar merupakan tanaman atau bagian tanaman yang dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai makanan pelengkap atau sekadar pembangkit selera. Di negara-negara Eropa dan Amerika, sayuran segar sering dikonsumsi dalam bentuk salad. Di Indonesia, masyarakat juga sering mengonsumsi sayuran segar tanpa proses pengolahan yang dikenal sebagai lalapan seperti selada, kol, pohpohan, kemangi, dan mentimun. Sayuran mentah memiliki potensi terkontaminasi mikroba termasuk juga mikroba patogen pada manusia (James 2006). Hal ini dapat terjadi karena perlakuan sayuran segar yang kurang baik saat di tingkat petani sampai pedagang sehingga sering terjadi kontaminasi saat pemanenan, pengangkutan, atau pemasaran. Penanganan pascapanen yang baik akan mempengaruhi mutu dan kesegaran pada sayuran. Mutu sayuran yang baik dapat terlihat dari kesegarannya. Tingkat kesegaran pada sayuran tergantung kondisi sayuran dan bagaimana cara penanganannya. Salah satu teknologi yang digunakan untuk menjaga kesegaran sayuran adalah dengan menggunakan penyimpanan suhu rendah. Teknik penyimpanan dingin buah-buahan dan sayuran yang telah dikenal seperti hydrocooling, vacuum cooling, room cooling, package icing, dan forced-air cooling (Utama 2002). Contoh penelitian yang menggunakan teknologi penyimpanan dingin yakni pada penelitian Awanis (2013) yang menggunakan sistem penyimpanan dingin hydrocooling untuk mempertahankan kesegaran sawi hijau. Selain itu Fatima (2013) menggunakan sistem penyimpanan dingin package icing untuk distribusi sawi hijau. Kebutuhan suhu untuk penyimpanan dingin produk holtikultura bervariasi menurut jenisnya (Usman 2010). Sehingga perlu diketahui berapa suhu optimum untuk penyimpanan suhu rendah pada komoditas pohpohan agar tidak menyebabkan chilling injury.
Perumusan Masalah Daun pohpohan merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanik, maupun mikrobiologis. Oleh karena itu perlu penanganan pascapanen yang memadai untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran komoditi tersebut, salah satunya dengan penyimpanan suhu rendah.
2 Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) segar diikat per 150 gram. (2) Pohpohan yang telah diikat kemudian disimpan dalam tiga variasi suhu yakni suhu 5°C, suhu 15°C, suhu ruang (27-30°C). (3) Kualitas yang akan dianalisis adalah laju respirasi, susut bobot, kadar air, warna, uji tarik, vitamin C, uji total mikroba, dan uji TPT.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyimpanan suhu rendah terhadap perubahan mutu daun pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) dan menentukan suhu penyimpanan yang optimum untuk mempertahankan mutu daun pohpohan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui suhu yang paling optimum dari penyimpanan daun pohpohan serta pengaruh suhu penyimpanan terhadap kualitas daun pohpohan segar. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi petani dan juga penjual pohpohan untuk dapat mempertahankan kualitas dan kesegaran daun pohpohan.
Ruang Lingkup Penelitian Pohpohan segar yang disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 5°C, suhu 15°C, suhu ruang, dievaluasi berdasarkan warna, kadar air, uji tarik, laju respirasi, uji total mikroba, susut bobot, TPT, dan uji vitamin C.
TINJAUAN PUSTAKA Pohpohan (Pileamelastomiodes (Poir.) Wedd.) Tumbuhan pohpohan merupakan anggota famili Urticaceae, ordo Rosales, kelas Magnoliopsida, divisi Magnoliophyta, dan kingdom Plantae merupakan salah satu sayuran hijau yang cukup dikenal sebagai sayuran untuk lalapan. Di Jawa Barat, pohpohan umum ditemukan di pasar-pasar lokal hingga di supermarket. Pohpohan atau Pilea melastomoides (Poir.) Wedd. atau Pilea trinervia (Roxb.) Wight memiliki distribusi dari India dan Sri Lanka sampai Taiwan, Jepang, Filipina, dan Indonesia (Siahaan 2010). Pohpohan termasuk ke dalam tipe tanaman semak yang memiliki panjang batang 24.92cm±5.83 dan diameter batang 0.85cm±0.14 dengan tipe batang tegak (erect). Panjang daun pohpohan adalah 9.16cm±12.06 dan lebar daun 6.84cm±1.47, tepi daun pohpohan bergerigi (serrate) sedangkan bentuk daunnya
3 bulat telur (oval) atau lebar memanjang, permukaan atas daun berbulu halus, serta mempunyai urat sejajar yang sangat jelas. Pohpohan memiliki bunga dengan warna putih kekuningan yang berkedudukan di buku batang. Aroma daunnya khas seperti aroma mint yang kuat dan segar serta berbau harum menjadikan pohpohan sebagai salah satu sayuran favorit untuk lalapan. Banyak restoran-restoran yang menyediakan daun pohpohan sebagai salah satu lalapan, oleh sebab itu pohpohan termasuk salah satu jenis sayuran indigenous yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia (Handayani 2007). Pohpohan tumbuh liar di Indonesia pada ketinggian 500−2500m, di daerah yang lembab dan agak gelap seperti hutan, perbatasan hutan, jurang, dan pinggiran perairan. Pohpohan dapat diperbanyak dengan stek, cabang-cabang lateral yang berakar, atau dengan benih (Mahyar 1994). Berdasarkan hasil penelitian Desminarti (2001) menunjukkan bahwa daun pohpohan mengandung senyawa asam askorbat, fenol, α-tokoferol, dan β-karoten yang dapat berperan sebagai antioksidan. Bagian daun pohpohan yang digunakan sebagai lalapan biasanya adalah daun muda sehingga diduga bagian tersebut memiliki aktivitas antioksidan paling besar.
Gambar 1 Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)
Penyimpanan Suhu Rendah Penyimpanan pada suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas mutu produk pertanian segar. Permasalahan yang sering dihadapi untuk mempertahankan kualitas produk pertanian segar dengan cara pendinginan ini adalah kepekaan produk pertanian tersebut terhadap perlakuan suhu rendah sangat bervariasi. (Purwanto et al 2010). Secara umum produk hortikultura yang dibudidayakan di daerah dingin memerlukan suhu penyimpanan yang lebih rendah (0 - 2°C) dan produk hortikultura yang dibudidayakan di daerah subtropis cocok pada suhu yang lebih tinggi (2 - 7°C), sedangkan produk hortikultura yang dibudidayakan di daerah tropis memerlukan suhu yang lebih tinggi lagi (7 - 13°C). Namun demikian
4 kebutuhan kelembaban relatif sama untuk semua jenis produk hortikultura, yaitu kelembaban relatif yang tinggi dengan kisaran 85 – 95%. Hanya sebagian kecil produk hortikultura yang memerlukan kelembaban relatif lebih rendah, sekitar 60 – 70% (Ahmad 2013). Daya tahan simpan sayuran yang disimpan dengan pendinginan berkisar antara beberapa hari sampai beberapa minggu tergantung jenis sayuran tersebut. Syarat-sayarat yang harus diperhatikan dalam pendinginan adalah: pendinginan pendahuluan, pembersihan; pembuangan bagian-bagian yang tidak dikehendaki; grading dan sortasi; serta pengemasan, pemilihan suhu penyimpanan, dan suhu ruang penyimpanan harus dipertahankan konstan (Tjahjadi 2011).
Parameter Mutu Sayuran Daun Mutu menjadi sangat penting untuk dapat mencitrakan produk sayuran tersebut seperti diinginkan oleh konsumen. Mutu dari produk yang akan dijual sangat tergantung pada kondisi produk tersebut saat penerimaan dan pengelolaan pascapanennya di pusat-pusat penjualan. Parameter warna, kesegaran dan aroma serta pemajangan yang menarik sering dijadikan indiktor kelayakan produk tersebut untuk dibeli oleh konsumen (Awanis 2013). Pada sayuran warna akan menentukan minat konsumen dalam membeli sayuran tersebut, sehingga perubahan warna perlu dilakukan guna mengetahui penurunan mutu pada daun pohpohan. Kadar air diukur untuk mengetahui perubahan kesegaran pada sayuran yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan air dalam produk yang dapat menyebabkan sayuran menjadi layu. Uji tarik daun dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayuan daun pohpohan.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanaian Bogor pada April hingga Juni 2014.
Bahan Bahan yang digunakan adalah pohpohan segar dari Petani Tenjolaya Bogor yang dipanen pada umur 90 hari setelah masa tanam, iodin 0.01N, amilum 1%, selotip, kapas, dan aquades.
5 Alat Peralatan yang digunakan terdiri dari lemari pendingin, termometer, timbangan digital, tray, stoples (chamber), gelas ukur (25ml dan 250ml), buret, pipet, saringan, cawan, chromameter minolta tipe CR-400, Universal Testing Machine, refractometer merk Atago tipe PR-210, blender, cosmotector, oven, dan desikator.
Prosedur Penelitian Persiapan bahan Bahan yang digunakan adalah pohpohan segar yang dipanen langsung dari kebun pohpohan di daerah Tenjolaya Bogor. Pohpohan yang dipanen bebas penyakit atau tidak rusak, dilakukan pagi hari selama dua jam dilanjutkan dengan sortasi di kebun. Pengangkutan pohpohan dari kebun ke Dramaga dilakukan selama satu jam. Setelah pengangkutan, pohpohan disortasi dan trimming kembali. Pohpohan disortasi dan dibersihkan dari segala kotoran yang ada, seperti daun rusak dan kotoran yang menempel pada pohpohan. Hal ini dilakukan agar mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba yang terdapat pada daun pohpohan. Kondisi penyimpanan dingin Lemari pendingin yang akan digunakan untuk penyimpanan diatur suhu dan kelembabannya. Suhu yang akan digunakan untuk penyimpanan di lemari pendingin yaitu 5°C (T5) dengan kelembaban sebesar 85-95%, 15°C (T15) dengan kelembaban sebesar 85-95%, dan suhu ruang (TR) dengan kelembaban sebesar 85-95%. Pohpohan ditimbang kemudian diikat dengan berat 150 gram per ikat. Bahan yang telah dikemas selanjutnya akan disimpan ke dalam lemari pendingin yang bersuhu 5°C dan 15 °C, serta suhu ruang (27-30°C) kemudian disusun agar mempermudah pengeluaran bahan apabila akan dianalisis. Bahan disimpan sesuai dengan perlakuan yang telah diberikan. Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengukuran parameter mutu Parameter mutu yang diukur adalah: 1. Warna Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta tipe CR-400. Data warna yang dinyatakan dengan nilai L (kecerahan), nilai a (warna kromatik merah hijau), dan nilai b (warna kromatik biru kuning). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam), bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan irisan produk semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan warna akromatik merah hijau, bernilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan bernilai a dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai a yang semakin besar menunjukkan irisan
6 produk semakin mendekati kebusukan. Nilai a juga menunjukkan perubahan warna hijau pada daun. Artinya, semakin berkurang nilai a pada daun yang diukur, semakin pudar warna hijau pada daun dan cenderung menuju ke hitam seperti yang ditunjukkan diagram Hunter pada Gambar 3. Nilai b positif berkisar antara 0 sampai +70 yang menyatakan intensitas warna kuning sedangkan nilai b negatif yang menyatakan intensitas warna biru berkisar antara 0 sampai -80.
Gambar 2 Diameter Hunter 2. Kadar air Pengukuran kadar air dengan metode Oven. Bahan ditimbang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulang setiap satu jam sampai didapat bobot tetap. Kadar air dihitung dengan rumus (AOAC 2005) : Kadar air (%) =
Berat awal − Berat akhir × 100% Berat awal
3. Uji tarik daun Alat yang digunakan yaitu Universal Testing Machine dengan beban maksimal 0.25kN dan kecepatan tarik 20mm/menit dengan ukuran daun pohpohan yang ditarik adalah (4x10)cm untuk posisi memanjang dan (7x3.5)cm untuk posisi melebar. Uji tarik ini dilakukan pada setiap hari selama pengamatan. Setiap pengujian digunakan 3 buah sampel daun per perlakuan. 4. Laju respirasi Pengukuran laju respirasi selama penyimpanan dilakukan 2 jam sekali setiap hari selama 6 jam. Dua buah selang dihubungkan dengan alat pengukur cosmotector dan dimasukan dalam chamber untuk melewatkan gas CO2 dan O2. Pada alat akan terbaca persen gas CO2 dan O2 (ml/kg.jam) selama respirasi pada ruang tertutup diukur dengan persamaan Kays (1991) yaitu : R=
V dx × W dt
7 Dimana R adalah laju respirasi (ml/kg.jam), V adalah volume bebas ruang (ml), W adalah berat segar produk (kg), t adalah waktu (jam), dan x adalah konsentrasi gas CO2 dan O2 (%). 5. Uji total mikroba (Jenie dan Fardiaz 1989) Metode yang digunakan yaitu metode hitungan cawan (Total Plate Count (TPC) atau angka lempeng total (ALT)). Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditambahkan pada medium agar atau PCA (plate count agar) maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Secara garis besar metode cawan terdiri dari tahap pengenceran contoh, pemupukan contoh pada cawan, penumbuhan (inkubasi) pada suhu yang sesuai, perhitungan koloni yang tumbuh pada cawan, dan penentuan jumlah mikroba (ALT). Analisis total mikroba yang pemupukannya dilakukan dengan menggunakan metode tuang (pour plate) dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis jumlah bakteri dilaporkan dengan metode Standar Plate Count (SPC) dengan rumus sebagai berikut: N=
Jumlah Koloni pada Cawan [(1 ×n1 )+(0.1 × n2 )]×d
Dimana N adalah jumlah koloni (ml/gram), n1 adalah jumlah cawan pada pengenceran pertama, n2 adalah jumlah cawan pada pengenceran kedua, dan d adalah pengenceran pada cawan pertama. 6. Susut bobot Pengukuran susut bobot dapat dilakukan dengan cara menimbang berat bahan sebelum dan sesudah penyimpanan. Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut : Susut Bobot (%) =
X-Y X
× 100%
Dimana X adalah berat bahan sebelum penyimpanan dan Y berat bahan sesudah penyimpanan. 7. Total padatan terlarut Total padatan terlarut ditentukan dengan menggunakan Refractometer dimana bahan dihaluskan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau diblender, kemudian diambil sarinya sebagai sampel pengujian. Selanjutnya sampel diletakkan di atas objek gelas yang terdapat pada Refractometer Atago PR-210 sehingga total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display skala pembacaan dalam satuan oBrix. 8. Uji vitamin C (Sudarmadji et al 1984) Penentuan kadar vitamin C menggunakan metode titrasi iodin. Hal ini berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan iodin. Daun pohpohan dihancurkan dan ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100ml ditambahkan aquades sampai tanda tera. Sebanyak 25ml filtrat
8 dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250ml, kemudian dititrasi dengan larutan iodin 0.01N. Sebelum dititrasi ditambahkan 2 tetes indikator amilum pada filtrase tersebut. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna yang stabil (ditandai dengan terbentuknya warna biru keunguan). Perhitungan vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu pada setiap 1ml 0.01N iod ekuivalen dengan 0.88mg asam askorbat, dengan rumus sebagai berikut : mg/100 g bahan Vitamin C =
ml Iod ×0.88 ×Fp × 100 berat bahan (g)
Dimana: FP = Faktor Pengencer
HASIL DAN PEMBAHASAN Warna Nilai L Hasil pengukuran nilai L daun pohpohan selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 3 dimana nilai L daun pohpohan pada perlakuan penyimpanan suhu rendah cenderung menurun. Hal ini menunjukkan kecerahan pada warna hijau menurun seiring lamanya penyimpanan. Pada hari pertama daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C mengalami kenaikan nilai yang menandakan bahwa kecerahan pada warna daun meningkat sedangkan nilai daun pohpohan yang disimpan pada suhu 15°C menurun dan kemudian meningkat dihari ke-2 penyimpanan. Hal ini dapat disebabkan bagian sampel daun yang digunakan masih berumur muda dan masih mengalami proses penuaan, sehingga mengakibatkan kecerahan warna daun meningkat. Tingkat kecerahan daun pohpohan yang disimpan pada suhu rendah menurun lebih lambat, sedangkan kecerahan daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang meningkat di hari ke-2 penyimpanan. Hal ini mengindikasikan bahwa penyimpanan pada suhu rendah mampu mempertahankan kecerahan warna daun pohpohan. Peningkatan kecerahan daun pohpohan pada penyimpanan suhu ruang dapat disebabkan oleh pengaruh suhu lingkungan dimana semakin tinggi suhu lingkungan, maka laju respirasi daun pohpohan juga akan semakin meningkat yang mengakibatkan daun mengalami perubahan warna. Menurut Ahmad (2013) sejumlah faktor internal (sifat dan jenis komoditas) dan faktor eksternal (suhu dan kelembaban udara, komposisi udara) menentukan tinggi rendahnya laju respirasi.
9 55 TR T5 T15
Nilai L
50
45
40
35 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 3 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai L daun pohpohan Nilai a Gambar 4 menunjukkan nilai a daun pohpohan dimana nilai a merupakan perubahan warna hijau pada daun. Peningkatan nilai a terjadi pada penyimpanan suhu 5°C dan 15°C, sedangkan pada penyimpanan suhu ruang nilai a mengalami penurunan. Meningkatnya nilai a pada daun pohpohan menandakan bahwa warna hijau daun semakin memudar dan cenderung menuju ke hitam. Hal ini terlihat pada Gambar 4 dimana nilai a daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C dan 15°C cenderung naik. Sedangkan warna hijau daun pada penyimpanan suhu ruang mengalami penurunan nilai yang menandakan bahwa warna hijau daun pohpohan semakin meningkat. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan cahaya yang diserap daun pohpohan selama penyimpanan. Selain itu suhu penyimpanan juga dapat mempengaruhi nilai a daun pohpohan dimana semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi pada daun pohpohan akan semakin meningkat pula dan menyebabkan perubahan nilai a pada daun pohpohan. -5 0
1
2
3
4
5
6
7
Nilai a
-7 -9 -11 TR T5
-13
T15 -15
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 4 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai a daun pohpohan
10 Nilai b Hasil pengukuran nilai b daun pohpohan ditampilkan pada Gambar 5. Peningkatan nilai b yang paling tajam ditunjukkan oleh penyimpanan pada suhu ruang yang menunjukkan bahwa daun pohpohan semakin menguning. Hal ini karena daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang tingkat kecerahan daunnya lebih tinggi dan perubahan warna hijaunya cenderung menurun sehingga daun yang disimpan pada suhu ruang cenderung menguning. Sedangkan peningkatan nilai b pada penyimpanan suhu 5°C dan 15°C terlihat menurun karena pada penyimpanan suhu rendah tingkat kecerahan daun pohpohan turun dan warna hijaunya meningkat sehingga perubahan warna daun cenderung menjadi gelap. Pada Gambar 5 perubahan warna daun yang disimpan pada suhu rendah dapat dinyatakan lebih mampu menjaga warna daun sehingga daun pohpohan tidak cepat menguning. Menurut Roiyana et al. (2011), semakin tinggi suhu penyimpanan, aktivitas enzim klorofilase semakin meningkat untuk mendegradasi senyawa klorofil menjadi warna kuning. 20 TR T5 15
Nilai b
T15
10
5 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 5 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai b daun pohpohan
Kadar Air Peningkatan susut bobot pada daun pohpohan sangat berkaitan dengan kehilangan air yang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi pada daun pohpohan. Semakin tinggi penurunan susut bobot, maka kadar air yang terkandung akan semakin berkurang pula. Gambar 6 menunjukkan bahwa selama penyimpanan kadar air daun pohpohan mengalami penurunan selama penyimpanan. Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa kadar air daun pohpohan yang disimpan pada suhu rendah menurun lebih lambat dibanding dengan penyimpanan pada suhu ruang yang mengalami penurunan secara cepat. Hal ini menunjukkan perlakuan suhu rendah memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar air daun pohpohan. Nilai penurunan kadar air daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang tertinggi terjadi pada hari ke-2 sedangkan untuk suhu 5°C dan suhu 15°C nilai penurunan kadar air tertinggi dihari ke-6 dan hari ke-4. Menurut Ryall dan
11 Lipton (1983), kecepatan kehilangan air tergantung dari struktur dan kondisi komoditas dari lingkungannya seperti suhu, kelembaban, aliran udara, dan kondisi tekanan atmosfir. Kehilangan air juga menyebabkan penurunan kualitas dari segi penampakan (menggulung dan mengeriting pada sayuran daun, pengerutan pada sayuran buah), tekstur (terjadi pengerasan), rasa dan aroma (kehilangan zat-zat yang bersifat volatil), dan penurunan nilai gizi (kehilangan vitamin A dan C). Kehilangan air juga dapat menyebabkan stres pada komoditas dan sebagai akibatnya, mempercepat proses penuaan (Ahmad 2013). 90
Kadar Air (%bb)
85 80 75 70 TR T5 T15
65 60 55 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 6 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) daun pohpohan
Uji Tarik Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan beban tarik dapat dilihat pada Gambar 7 untuk posisi daun memanjang dan Gambar 8 untuk posisi daun melebar. Uji tarik daun pohpohan dapat dijadikan sebagai indikator kerenyahan pada daun. Menurut Toole et al (2000) kerenyahan daun dapat diketahui dari sifat fracture (patahan) daun dengan uji tarik dengan melihat kekuatan dari pembuluh daun yang sejajar maupun daiagonal. Dimana dari Gambar 7 dan 8 terlihat bahwa nilai pada posisi daun memanjang maupun melebar pada penyimpanan suhu rendah mengalami kenaikan seiring dengan lamanya penyimpanan. Hal ini terjadi karena penurunan kadar air daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C dan 15°C (Gambar 6) tidak berlebihan atau kurang dari 5%. Menurut Ahmad (2013) jika kehilangan air tidak berlebihan (kurang dari 5%), justru dapat menolong dalam hal pengeluaran panas dari produk akibat proses respirasi. Kerusakan fisik akibat penanganan juga dapat dikurangi bila kehilangan air tidak berlebihan. Dengan penurunan kekakuan, sayuran daun akan lebih lentur sehingga daun-daun dapat dihindarkan dari pecah atau sobek, patah pada pangkal daun (petiole) juga akan berkurang.
12 0,012
Beban Tarik (kN)
0,010 0,008 0,006 0,004
TR T5 T15
0,002 0,000 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 7 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap beban tarik daun pohpohan dengan posisi memanjang Nilai uji tarik daun pohpohan untuk posisi daun memanjang dan melebar pada penyimpanan suhu ruang dihari ke-2 cenderung menurun dibandingkan dengan nilai uji tarik daun pohpohan pada suhu penyimpanan 5°C dan 15°C yang mengalami kenaikan nilai. Penurunan ini terjadi seiring dengan menurunnya kadar air daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang pada penyimpanan hari ke-2 yang ditunjukkan oleh Gambar 6. Nilai tertinggi untuk penyimpanan suhu 5°C dan 15°C dengan posisi daun memanjang adalah pada hari ke-6 dan hari ke-2. Sedangkan nilai tertinggi untuk penyimpanan suhu 5°C dan 15°C dengan posisi daun melebar adalah pada hari ke-4 dan hari ke-3. 0,008
Beban Tarik (kN)
0,007 0,006 0,005 0,004 0,003 TR T5 T15
0,002 0,001 0,000 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 8 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap beban tarik daun pohpohan dengan posisi melebar
Laju Respirasi Selama penyimpanan daun pohpohan masih melakukan proses metabolisme seperti respirasi. Pohpohan melakukan respirasi dengan mengambil oksigen dan
13 mengeluarkan karbondioksida serta menghasilkan panas respirasi. Hasil pengukuran CO2 pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9 yang menunjukkan bahwa produksi CO2 pohpohan yang disimpan dalam suhu ruang lebih tinggi pada awal penyimpanan, namun kemudian mengalami penurunan pada penyimpanan dihari berikutnya. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Awanis (2013) dimana sawi yang disimpan pada suhu ruang mempunyai laju respirasi yang lebih tinggi daripada sawi yang disimpan pada suhu rendah. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan produk yang digunakan, selain itu luas daun pohpohan berbeda dengan daun sawi sehingga hal tersebut dapat menyebabkan perbedaan hasil pada laju produksi CO2. Laju Produksi CO2 (ml/kg.jam)
250
TR T5 T15
200 150 100 50 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 9 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan laju produksi CO2 (ml/kg.jam) daun pohpohan Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Pengaruh dari dalam meliputi tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami, dan jenis jaringan. Sedangkan faktor luar adalah suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbondioksida, dan kerusakan buah dan sayuran (Phan et al. 1986). Menurut Saltveit (2004), komoditas dengan laju respirasi lebih tinggi cenderung memiliki waktu penyimpanan lebih pendek dibandingkan komoditas dengan laju respirasi rendah. Pohpohan yang disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-3 sedangkan pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C dan 15°C bertahan sampai hari ke-12 dan hari ke-10. Grafik pengukuran laju konsumsi O2 dapat dilihat pada Gambar 10 dimana laju konsumsi O2 pohpohan pada suhu ruang tertinggi dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Selain itu pola konsumsi O2 cenderung menurun baik pohpohan yang disimpan dalam suhu ruang, suhu 5°C, maupun suhu 15°C. Penurunan ini disebabkan oleh aktivitas dalam respirasi memerlukan oksigen dari udara sekitar, semakin lama kadar oksigen akan semakin rendah sehingga laju respirasi semakin rendah. Bila oksigen dalam lingkungan menipis sedangkan respirasi masih berlanjut (penyimpanan diteruskan), kebutuhan oksigen untuk respirasi diambil dari jaringan bahan simpan. Pada kondisi ini produk menjadi rusak dan mutunya turun.
14
Laju Konsumsi O2 (ml/kg.jam)
160 140
TR
120
T5 T15
100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 10 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) daun pohpohan Berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 tersebut, penyimpanan dengan suhu 5°C merupakan perlakuan terbaik karena dapat menurunkan laju respirasi sehingga mampu mempertahankan masa simpannya. Penurunan suhu tersebut dapat menghambat reaksi kimiawi dan kegiatan enzim yang berpengaruh pada laju respirasinya. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) semua sayuran tergolong kedalam kelompok pola respirasi non-klimakterik yang ditandai dengan Gambar 10 dimana laju respirasi mengalami penurunan selama penyimpanan. Ryall dan Lipton (1983) menyatakan bahwa laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan sayuran sesudah dipanen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan pangan.
Uji Total Mikroba Hasil uji total mikroba dapat dilihat pada Tabel 1 dimana jumlah koloni mikroba diawal penyimpanan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan jumlah koloni mikroba diakhir penyimpanan. Hal ini karena selama penyimpanan kadar aw dalam bahan semakin menurun sehingga tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba. Jumlah koloni mikroba pada suhu ruang diakhir penyimpanan memiliki nilai paling besar dibandingkan dengan jumlah koloni mikroba pada akhir penyimpanan suhu rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah mempengaruhi jumlah koloni mikroba pada daun pohpohan. Lama penyimpanan daun pohpohan pada suhu ruang adalah 2 hari dan lama penyimpanan daun pohpohan pada suhu 5°C dan 15°C berturut-turut adalah 6 dan 4 hari. Menurut (2001), banyak faktor yang mempengaruhi jumlah total mikroba pada sayuran lalap diantaranya, yaitu: jumlah kontaminasi mikroba awal, jenis sayuran lalap, lingkungan tempat penanaman, perlakuan pada saat prapanen dan pascapanen, sistem pengangkutan, serta lingkungan tempat penjualan.
15 Tabel 1 Jumlah Koloni Mikroba pada Daun Pohpohan Segar Lama Sampel penyimpanan (hari) TR 2 T5 6 T15 4
Jumlah Koloni Mikroba (rata-rata koloni gram/ml) Awal Penyimpanan
Akhir Penyimpanan
5.8 × 106 5.8 × 106 5.8 × 106
2.1 × 106 1.2 × 106 1.3 × 106
Susut Bobot Gambar 11 menunjukkan hubungan lama penyimpanan (hari) dengan susut bobot (%) daun pohpohan segar dimana penurunan bobot daun pohpohan sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan, semakin lama waktu penyimpanan maka persentase susut bobot pohpohan segar semakin meningkat. Dibandingkan dengan daun pohpohan yang disimpan pada suhu rendah, daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan bobot yang paling tinggi. Hal ini berarti penyimpanan suhu dingin menghambat terjadinya penurunan bobot karena suhu dingin dapat menghambat proses respirasi dan mengurangi proses transpirasi yang terjadi pada daun pohpohan. Menurut Wills et al. (1981) susut bobot dapat diartikan sebagai penurunan bobot produk akibat kehilangan kandungan air pada produk. Kehilangan air pada bahan selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan tekstur yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas, sehingga mengakibatkan bahan menjadi layu dan dapat mengurangi tingkat penerimaan konsumen (Awanis 2013).
Susut Bobot (%)
50 40 30 20
TR T5 T15
10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 11 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan susut bobot (%) daun pohpohan
Total Padatan Terlarut (TPT) Salah satu perubahan kimia yang terjadi selama penyimpanan daun pohpohan adalah total padatan terlarut (TPT) yang dapat dilihat pada Gambar 12
16
°Brix
dimana nilai TPT mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kadar air daun dimana semakin berkurangnya kadar air pada daun pohpohan maka jumlah total padatan yang terlarut pada daun pohpohan akan semakin meningkat. Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa penurunan kadar air tertinggi terjadi pada daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang, hal tersebut berbanding lurus dengan kadar TPT daun pohpohan dimana pada Gambar 12 kadar TPT tertinggi yaitu daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang pula. Nilai total padatan terlarut dapat digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan, karena gula merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut (Santoso dan Purwoko 1995). Selain itu warna hijau daun (Gambar 4) juga dapat mempengaruhi kadar TPT daun pohpohan dimana semakin tinggi warna hijau maka semakin tinggi pula kadar TPT-nya. Menurut Kleinhenz et al. (2012), kadar TPT pada sayuran dapat dipengaruhi oleh pemilihan varietas, kematangan, metabolisme tanaman, dan kadar air. Selain itu komponen abiotik (kelembaban, kesuburan, cahaya dan suhu) juga mampu mempengaruhi kadar TPT. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
TR T5 T15 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 12 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap TPT (obrix) daun pohpohan
Analisis Vitamin C Hubungan lama penyimpanan daun pohpohan terhadap kadar vitamin C (mg/100g) ditunjukkan pada Gambar 15, dimana tren kadar vitamin C selama penyimpanan rata-rata mengalami penurunan. Pada penyimpanan suhu ruang kadar vitamin C tertinggi terjadi pada saat penyimpanan awal dan kemudian mengalami penurunan. Pada hari pertama, kadar vitamin C daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C mengalami penurunan nilai namun kemudian dihari ke-2 nilai kadar vitamin C mengalami kenaikan nilai yang diikuti dengan penurunan nilai pada hari penyimpanan berikutnya hingga akhir masa penyimpanan. Sedangkan pada penyimpanan suhu 15°C nilai kadar vitamin C mengalami naik dan turun hingga hari ke-4 penyimpanan. Daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C mengalami penurunan nilai dihari pertama dan untuk penyimpanan suhu
17 15°C yang mengalami peningkatan dan penurunan nilai hingga hari ke-4 penyimpanan. Jika dikaitkan dengan indeks nilai L daun pohpohan yang ditampilkan pada Gambar 5, ada kemungkinan kecerahan daun dapat mempengaruhi kadar vitamin C daun pohpohan. Dimana semakin cerah warna daun, kadar vitamin C daun akan berkurang. Selain itu tingkat ketuaan sampel yang digunakan juga dapat mempengaruhi kadar vitamin C daun pohpohan. 30 TR T5 T15
mg/100 g bahan
25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Lama penyimpanan
Gambar 13 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Daun Pohpohan Menurut Winarno (2008), vitamin C mudah terdegradasi, baik oleh temperatur, cahaya, maupun udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang. Proses kerusakan atau penurunan vitamin C ini disebut oksidasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian penyimpanan suhu rendah terhadap parameter yang diamati, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyimpanan suhu rendah mampu menekan laju respirasi, mengurangi susut bobot, mempertahankan kadar air daun, mampu memperlambat peningkatan kecerahan daun, meningkatkan total padatan terlarut, uji tarik, dan mampu mengurangi penurunan kadar vitamin C, serta dapat mengurangi jumlah koloni mikroba. 2. Meningkatnya persentase susut bobot akan diikuti dengan menurunnya kadar air daun, meningkatnya kadar TPT dan uji tarik daun pohpohan. 3. Pada penyimpanan suhu ruang kecerahan warna daun meningkat yang diikuti dengan penurunan warna hijau daun serta perubahan warna menjadi kuning. Sedangkan untuk penyimpanan suhu rendah kecerahan warna daun menurun, warna hijau daun meningkat dan daun menjadi gelap.
18 4. Penyimpanan daun pohpohan segar pada suhu 5oC dan 15°C mampu mempertahankan kualitas daun pohpohan selama 6 dan 4 hari penyimpanan. Sedangkan penyimpanan daun pohpohan pada suhu ruang mengalami pembusukan setelah penyimpanan 2 hari. Saran Untuk memperpanjang umur simpan perlu dilakukan kajian mengenai pengaruh penggunaan kemasan terhadap mutu daun pohpohan.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Moisture in plants. Di dalam : Horwitz W, Latimer GW Jr, editor. Official Methods of Analysis of AOAC International 18th Edition. Maryland (US): AOAC International. hlm 72-75. Awanis. 2013. Kombinasi suhu air dan lama perendaman pada hydrocooling untuk mempertahankan kesegaran sawi hijau (Brasicca juncea) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Desminarti S. 2001. Kajian serat pangan dan antioksidan alami beberapa jenis sayuran serta daya serap dan retensi antioksidan pada tikus percobaan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fatima GAY. 2013. Kajian penggunaan ice gel sebagai media dingin pada kemasan untuk distribusi sawi hijau (Brassica juncea L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Handayani D. 2007. Identifikasi karakter hortikultura beberapa sayuran indigenous [skripsi]. Bogor (ID): IPB. James J. 2006. Overview of Microbial Hazard in Fresh Fruit and Vegetables Operations. New Jersey (US): Jon Wiley & Sons, Inc., Publication. Jenie BSL, Fardiaz S. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB. Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York (US): An AVI Book. Kleinhenz MD, Bumgarner NR. 2012. Using °brix as an indicator of vegetable quality: linking measured values to crop management. J Agricul Natur. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]; Tersedia pada: http://hcs.osu.edu/vpslab/ sites/drupal-hcs-vpslab.web/files/HYG_1651_12_0.pdf. Mahyar UW. 1994. Pilea lindley. Di dalam: Siemonsma JS, Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia No. 8 Vegetables. Bogor (ID): Prosea. hlm 224-226. Muchtadi D. 2000. Sayuran Sumber Serat dan Antioksidan. Bogor (ID): FATETA IPB.
19 Phan CT, Pantastico EB, Ogata K, Chanchin K. 1986. Fisiologi pascapanen: respirasi dan puncak respirasi. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayursayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta (ID): UGM Press. hlm 136139. Purwanto YA, Herdiana N, Sutrisni. 2010. Heat shock treatment untuk mengurangi gejala chilling injury produk pertanian segar yang disimpan pada suhu rendah. Di dalam: Seminar Nasional PERTETA, [Internet]. 2010 Juli 9-10. Purwokerto (ID): Universitas Soedirman. hlm 1-10; [diunduh 2014 Sep 10]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789 Institut Pertanian Bogor. 53841. Roiyana M, Prihastanti E, Kasiyati. 2011. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan daun Stephania hernandifolia Walp. terhadap kualitas bahan baku cincau dan penerimaan konsumen. J Anatomi Fisio. 19(2):10-19. Ryall AL, Lipton WA. 1983. Handling, Transportation, and Storage of Fruits and Vegetables. Westpoert (US): Avi Publishing Company Inc. Saltveit ME. 2004. Respiratory metabolism. [Internet]. [diunduh 2014 Agt 14]; Tersedia pada: http://www.ba.ars. usda.gov/hb66/respiratoryMetab.pdf. Santoso BB, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Hortikultura. Bogor (ID): Indonesia Australia Eastern Universities Project. Siahaan ROI. 2010. Isolasi Salmonella sp. pada sayuran segar di wilayah Bogor dan evaluasi pengaruh perlakuan pencucian dengan sanitaiser komersial [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tjahjadi C, Marta H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung (ID): UNPAD Pr. Toole GA, Parker ML, Smith AC, Waldron KW. 2000. Mechanical properties of lettuce. J Materials Science. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]; Tersedia pada: http://link.springer.com/article/10.1023/A:1004809428967#page-2. Utama IMS. 2002. Pengelolaan pascapanen produk holtikultura. Di dalam: Postharvest Handling Workshop, [internet]. 2002 Januari 21-25. Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi. hlm 7-14; [diunduh 2014 Agt 14]. Tersedia pada: http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2010 /10/PENGRLOLAAN-PASCAPANEN-PRODUK-HORTIKULTURA.pdf. Wills RH, TH Lee, D Graham, WB Mc Glasson, EG Hall. 1981. Postharvest : An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits and Vegetables. Australia (AU): NSW Press. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M Brio Press.
20
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Persiapan bahan
Sortasi dan Trimming
Penyiapan lemari pendingin dan ruang penyimpanan
Penimbangan dan pengemasan bahan @150 gram
Penyimpanan bahan dalam suhu ruang (27-30 oC)
Penyimpanan bahan dalam lemari pendingin (15 oC, 5 oC)
Perekaman data dan pengamatan
-
Warna daun Kadar air Uji tarik daun Laju respirasi Uji total mikroba Susut bobot Total padatan terlarut Uji vitamin C
Analisis hasil penelitian
Selesai
21
Lampiran 2 Bagan Alir TPC pada Metode Tuang (Pour Plate)
Penghancuran 10 gram sample Pencelupan ke dalam larutan garam fisiologis Sterilisasi pada suhu 121 oC selama 15 menit Hasil pengenceran sebanyak 1 ml dipindahkan ke dalam cawan petri Menuangkan PCA ke dalam cawan petri yang telah berisi sample hasil pengenceran Memutar cawan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan campuran PCA dan sampel Inkubasi pada suhu 37 oC selama 24-48 jam dengan posisi terbalik Analisis jumlah bakteri
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rangkasbitung, Lebak pada tanggal 30 Oktober 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Dadan Rusman Wardana dan Encum Sumiati, dengan adik laki-laki bernama Naufal Zaidan Wardhana. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SDN 2 Malingping Utara lulus pada tahun 2004, MTS Mathla’ul Anwar lulus pada tahun 2007, SMA Negeri 1 Malingping lulus pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menempuh pendidikan di jenjang S1, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Mesin Irigasi dan Drainase pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota periode 2013-2014 dan Sekertaris dan Bendahara periode 2014-2015 pada Himpunan Pecinta Alam Mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem (Gursapala), serta menjadi anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem HIMATETA 20122013. Penulis juga mengikuti kepanitiaan pada sejumlah acara yang diadakan oleh BEM Fakultas Teknologi Pertanian dan HIMATETA diantaranya menjadi peserta pada acara BEM FATETA goes to village tahun 2011, Divisi P3K atau Safety man dalan Masa Perkenalan Depatemen Teknik Mesin dan Biosistem tahun 2012, Divisi Konsumsi dalam Agro Mechanical Fair (AMF) tahun 2012. Penulis juga sebagai penerima beasiswa BBM pada tahun 2012-2014. Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan pada tahun 2013 di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung, Jawa Barat.