ISSN 0852-83499
Volume 13, Nomor 1, Hal. 09-14 Januari –Juni 2011
PENYERAPAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) MENGGUNAKAN KHITOSAN HASIL TRANSFORMASI KHITIN DARI KULIT UDANG (PENAEUS sp)
Intan Lestari dan Aulia Sanova Jurusan PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Abstrak Telah dilakukan penelitian penyerapan logam berat kadmium (Cd) menggunakan khitosan hasil transformasi khitin dari kulit udang (Penaeus sp). Limbah kulit udang merupakan salah satu limbah yang belum termanfaatkan secara potensial di Propinsi Jambi. Limbah kulit udang dapat dimanfaat kan sebagai adsorben salah satunya untuk penyerapan logam berat kadmium. Logam kadmium merupakan salah satu logam yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh karenanya perlu penanganan khusus jika berada dalam konsentrasi yang tinggi di lingkungan. Khitin merupakan senyawa golongan polisakarida yang merupakan polimer linier dari anhidro N-asetil-Dglukosamin, sedangkan khitosan merupakan modifikasi dari senyawa polimer dan karbohidrat yang berasal dari khitin yang banyak terdapat dalam hewan crustaceae.. Khitin diisolasi dari limbah kulit udang dengan menggunakan basa kuat NaOH dan khitin yang terbentuk ditransformasi menjadi khitosan. Hasil isolasi senyawa khitin dan khitosan diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer infra merah. N . Hasil menunjukkan bahwa persentase khitin yang diisolasi dari kulit udang sebesar 32%, khitosan hasil transformasi khitin diperoleh 77,6%. Hasil identifikasi dengan IR menunjukkan gugus-gugus fungsi khitin dan khitosan yang mirip dengan lteratur. Penentuan kondisi optimum penyerapan logam kadmium dengan menggunakan khitosan didapatkan efesiensi serapan 57,07% pada waktu kontak 15 menit dengan massa adorben 4 gr dengan konsentrasi analit 2,5 ppm. Kata kunci : isolasi, khitin, khitosan, logam kadmium (cd), udang.
PENDAHULUAN Provinsi Jambi merupakan salah satu Provinsi yang dikenal dengan “Provinsi Harapan” karena memiliki sumber daya alam yang melimpah diantaranya adalah daerah yang letak geografisnya berdekatan dengan laut. Sebagai daerah yang dekat dengan laut, Jambi mempunyai hasil laut yang cukup melimpah, dimana hasil laut ini menjadi komoditi andalan dalam meningkatkan komoditi nonmigas. Diantara hasil-hasil tersebut adalah udang, kepiting dan jenis ikan lainnya. Udang merupakan salah satu primadona dikalangan masyarakat (Adrianna dkk., 2001). Udang dapat diekspor dalam bentuk beku yaitu udang yang sudah dipisahkan kepala dan kulitnya dan selanjutnya didinginkan “Cold
Storage”. Proses tesebut menghasilkan produk samping berupa kepala dan kulit dan kaki udang yang semakin lama semakin melimpah. Apabila limbah kepala dan kaki udang ini jika tidak dikelola dengan baik maka dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan (Adrianna, dkk, 2001). Pada akhirnya diperlukan biaya yang tinggi untuk mengelolanya. Dalam hal ini diharapkan sentuhan teknologi dalam pengelolaan limbah tersebut sehinga diharapkan sentuhan teknologi dalam pengelolaan limbah tersebut sehingga diharapkan mendatangkan keuntungan yang tinggi. Manfaat khitosan yang berasal dari kulit udang antara lain sebagai obat kolesterol, obat pelangsing, perban penghentian pendarahan, bahan kaos yang mampu menyerap keringat, penyaring limbah pabrik, obat penghilang
9
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.
sakit maag yang akut bahkan sebagai bahan pengganti contact lens yan mulai kabur (Hanafi, M dkk., 2003). Sedangkan khitin menjadi bahan aditif pada industri kertas dan tekstil, pembungkus makanan, perekat pada industri kulit, bahan khusus fotografi dan sebagai bahan campuran penjernih air. Hasil samping pengelolaan limbah udang juga bisa digunakan untuk pakan ternak (Sugiarto dkk, 1979). Khitin merupakan senyawa golongan polisakarida yang merupakan polimer linier dari anhidro N-Asetil D-Glukosamin. Mempunyai massa molekul yang besar dengan rumus (C8H13O5)n dan mengandung banyak jumlah atom C 47,29 %, H 6,45 %, N 6,89 % dan O 39.9 %. Struktur khitin mirip dengan selulosa dimana monomermonomernya terangkai dengan ikatan β (1-4) Glikosida. Perbedaannya dengan selulosa yaitu atom C2, pada selulosa terikat gugus hidroksil, sedang pada khitin terikat gugus asetamida (NHCOCH3). Dengan adanya gugus aktif ini maka khitn dan khitosan merupakan salah satu biopolymer yang dapat berfungsi sebagai bioadsorben (Latisma, 2003). Khitosan adalah modifikasi dari senyawa polimer dan karbohidrat yang berasal dari khitin yang banyak terdapat dalam kulit luar crutacea seperti pada udang dan kepiting. Kandungan khitin dalam kulit udang lebih banyak dari pada protein. Khitin dan khitosan tidak bersifat toksik, berbentuk serbuk bewarna putih semi transparan. Oleh karena sifatnya yang tidak larut dalam beberapa asam mineral dan air, maka sangat menguntungkan apabila difungsikan sebagai adsorben (Knorr., 1982). Adsorben yang berasal dari khitin dan khitosan yang diekstrak dari kulit udang telah dilakukan, untuk penyerapan kromium IV dengan efisiensi serapan 80 %. Khitin dari hasil isolasi dari kulit udang dapat menghasilkan 18 % khitin dan hasil transformasi khitin menjadi khitosan menghasilkan 80 % khitosan (Adrianna, dkk, 2001). METODOLOGI PENELITIAN Alat dan bahan :
Alat : Instrumen IR, AAS dan alat-lat gelas. Bahan : NaOH 3%, NaOH 50%, HCl 1,25 N, Cd(NO3)2 dan akuades.
10
Prosedur Kerja : Isolasi khitin dari kulit udang
Kulit udang sampai halus, kemudian diayak dan ditambahkan NaOH 3% dengan perbandingan 1:6 lalu dipanaskan pada suhu 80-85 OC selama 30 menit. Campuran disaring, dan diambil padatannya. Padatan dibilas dengan menggunakan akuades sampai bebas NaOH dengan uji bebas protein, degan cara membuat reagen dan bahan uji biuret dengan cara mencampurkan NaOH 2,5 N, kedalam 3 ml larutan protein dan setetes CuSO4 0,01 M. Padatan bebas protein ditambah HCl 1,25 N dengan perbandingan 1: 10 kemudian dipanaskan dengan oven dengan suhu 70-75 OC selama 1 jam. Padatan didinginkan, setelah benar-benar kering dilanjutkan dengan uji khitin dengan menggunakan instrument infra merah. Transformasi khitin menjadi khitosan
1. Menambah NaOH 50% kedalam khitin yang diperoleh dengan perbandingan 1:10 kemudian dipanaskan pada suhu 95-100 O C selama 30 menit. 2. Mencuci padatan dengan aquades sampai bebas dari NaOH kemudian mengeringkannya kedalam oven pada suhu 80 OC selama 24 jam. 3. Melakukan uji khitosan setelah padatan benar-benar kering. Pembuatan kurva kalibrasi
Membuat larutan standar Cd(NO3)2 dengan berbagai kosntrasi yaitu 0,5 ; 1 ; 2 ; 4 ppm dengan cara menambahkan Cd(NO3)2 sebanyak 0,5 ml, 1 ml, 2 ml, dan 4 ml pada tiap-tiap kosentrasi dari larutan standar Cd(NO3)2 100 ppm kemudian campuran tadi dilarutkan dengan menambahkan akuades dalam labu takar 100 ml sampai tanda batas. Adsorbsi ion logam cadmium (Cd)
1. Memasukkan khitosan sebanyak 2 gram kedalam gelas piala. 2. Menambahkan larutan Cd2+ 2,5 ppm sebanyak 100 ml kemudian mengaduk larutan dengan sheker 300 rpm selama 15 menit. 3. Menyaring larutan untuk memisahkan antara filtrate dan residu. Filtrat yang
Intan Lestari dan Aulia Sanova: penyerapan logam berat kadmium (Cd) menggunakan khitosan hasil transformasi khitin dari kulit udang (Penaeus sp).
diperoleh dianalisis dengan spektrofotometri serapan atom (SSA).
gelombang 1300 – 909 cm-1. Bagian spekturm ini sangat penting dalam hubunganya dengan spektrum lainnya (Hartono dkk, 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Khitin dari Kulit Udang
Tahap pertama yang dilakukan pada proses isolasi khitin yaitu penghilangan protein, pada tahap ini dilakukan penambahan NaOH 3%. Setelah dilakukan pengamatan, sampel terlihat mengendap di dalam larutan dan setelah dilakukan pemanasan sampel terlihat masih mengendap dalam larutan walaupun telah dilakukan pengadukan secara berulang-ulang. Hal inilah yang menyebabkan campuran sulit untuk disaring. Setelah dilakukan pencucian dengan aquades berkali-kali didapatkanlah larutan bebas protein.Hal ini dibuktikan dengan dilakukan uji bebas protein yang menunjukkan larutan tidak menimbulkan warna (Hargono., 2003). Tahap kedua yaitu penghilangan garam dan mineral, hal ini dilakukan karena pada umumnya khitin tidak berbentuk murni tapi merupakan kombinasi bersama dengan substansi lain misalnya kalsium karbonat, protein dan pigmen. Disamping itu penghilangan protein dan mineral bertujuan agar tidak menggangu reaksi deasetilasi khitin menjadi khitosan. Pada saat penambahan HCL 1,25 N pada padatan deproteinasi, larutan terlihat menghasilkan gelembung-gelembung dan apabila tidak diaduk secara terus menerus maka gelembung-gelembung tersebut akan meluap, begitupun pada saat pemanasan. Akan tetapi pada saat penyaringan dilakukan dengan sangat cepat jika dibandungkan dengan proses sebelumnya. Persentase hasil isolasi khitin dari limbah kulit udang yang diperoleh adalah sebesar 32%, hasil ini lebih besar jika di bandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu 15%-20%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada penghilangan garam mineral tidak dilakukan preparasi sampel. Berdasarkan spektrum dalam menentukan suatu senyawa yang dihasilkan maka hal pertama yang perlu diperhatikan adalah daerah sidik jari. Sidik jari disebut juga bagian tengah spectrum, yaitu dengan panjang
Gambar 1 Spektrum Infra Merah Khitin Standar
Gambar 2. Spektrum Infra Merah Khitin Kulit Udang Hal kedua yang penting dilakukan dalam sebuah pemeriksaan sebuah spectrum ialah memperhatikan bagian serapan tinggi sebuah spectrum yang disebut gugus fungsi (misalnya OH, NH, C=O). Berdasarkan pada gugus fungsi OH spectrum sampel berada pada panjang gelombang 2361,2 – 3270,9 sedangkan spectrum standar OH berada pada 3504,95 – 3631,01, pada gugus fungsi NH spectrum sampel berada pada panjang gelombang 3449,1 sedangkan spectrum standar NH berada pada 3417, 86 dan pada gugus fungsi C=O spectrum sampel berada pada panjang gelombang 1648,21. Dari perbandingan spectrum infra merah khitin standar dan spectrum infra merah khitin kulit udang dari penelitian maka dapat dikatakan tergolong khitin (J.H. Perri., 1960). Transformasi Khitin Menjadi Khitosan
Struktur khitin mirip dengan selulosa dimana monomer-monomernya terangkain
11
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.
dengan ikatan β (1-4) Glikosida. Perbedaannya dengan selulosa yaitu atom C2, pada selulosa terikat gugus hidroksil, sedangkan pada khitin terikat gugus asetamida (NHCOCH3). Jika sebagian gugus asetil disubsitusikan oleh hidrogen menjadi NH2 dengan menggunakan basa kuat dengan konsentrasi tinggi maka hasilnya dinamakan khitosan (J.H. Perry, 1960). Penggunaan larutan NaOH 50% pada proses trasformasi khitin menjadi khitosan dimaksudkan untuk memutuskan ikatan antara gugus asetil dengan atom nitrogen sehingga akan berubah menjadi gugus amino. Larutan basa kuat dengan konsentrasi tinggi digunakan karena khitin tahan terhadap proses deasetilasi. Hal ini disebabkan karena unit sel khitin berstruktur kristalin dan juga karena adanya ikatan hydrogen intermolekul antara atom hydrogen pada NH dengan gugus karbonil.
Pada proses transformasi khitin menjadi khitosan diperoleh prosentase khitosan sebesar 77,6%. Hasil yang hampir sama telah dilakukan oleh Adriana dkk., 2001 yang mana persentase khitosan yang diperoleh adalah sebesar 80% dari isolasi khitin. Berdasarkan spektrum khitosan di atas ditemukan gugus karbonil pada angka gelombang 1635 cm-1, hal ini disebabkan karena khitosan yang diperoleh masih mengandung khitin , begitupun jika dilihat dari perbandingan daerah sidik jari sampel dengan daerah sidik jari standar terdapat sedikit kemiripan. Uji identifikasi khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink.Pada cara ini khitin direaksikan dengan I2 – KI dan menunjukkan larutan tidak berwarna (bening).
Gambar 3. Spektrum Infra Merah Khitosan standar
Gambar 4 Spektrum Infra Merah Khitosan Kulit Udang
12
Intan Lestari dan Aulia Sanova: penyerapan logam berat kadmium (Cd) menggunakan 13 khitosan hasil transformasi khitin dari kulit udang (Penaeus sp).
Gambar 5 Mekanisme reaksi transformasi khitin menjadi khitosan Khitosan bersifat polikationik dapat mengikat lemak dan logam berat pencemar. Khitosan memiliki gugus amina yaitu adanya unsur N yang bersifat basa. Mekanisme logam kadmium (Cd) dimana terjadi pengikatan Cd oleh gugus N dan O sehingga logam Cd tersebut akan terikat.Logam berat atau logam lain secara keseluruhan dalam larutan elektrolit merupakan partikel bermuatan positif, sedangkan khitosan adalah polielektrolit bermuatan negatif, reaksi antara kedua partikel akan menuju pada arah penghilangan gradient muatan dan berbentuk senyawa produk yang tidak bermuatan (Anonim, 2007).
Gambar 7. Kurva kalibrasi standar untuk logam cadmium pada molekul zat padat dan zat cair. Adanya gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorbsi. Hasil pengujian daya serap khitosan dari limbah kulit udang terhadap logam kadmium dapat dilihat pada kurva berikut :
Gambar 8. Kurva hubungan massa khitosan terhada efisiensi serapan
Gambar 6 Mekanisme reaksi penyerapan logam Kadmium (Cd) Kurva Kalibrasi Standar Logam Kadmium (Cd)
Persamaan regresi linier untuk kurva larutan standar adalah Y= 0,3624x + 0,1586 dengan kurva standar seperti gambar 7: Pengujian Daya Serap Khitosan Terhadap Logam Kadmium (Cd)
Peristiwa adsorbsi disebabkan oleh gaya tarik menarik molekul dipermukaan adsorben
Gambar diatas menunjukkan bahwa penyerapan logam cadmium yang baik terjadi pada massa khitosan 4 gram, kosentrasi 2,5 ppm dan waktu pengadukan 15 menit dengan daya serap logam cadmium yang dihasilkan sebesar 57,07%. Pada kondisi ini, permukaan khitosan adalah jenuh oleh ion-ion logam cadmium sehingga pada massa yang lebih besar dari 4 gram kemampuan khitosan untuk menyerap akan menurun atau pada suatu saat dapat konstan. Jadi walaupun massa adsorben bertambah banyak tidak mempengaruhi terhadap penyerapannya. Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara khitosan dengan logam berat yang terkandung dalam limbah cair industry tekstil adalah prinsip penukar ion. Dimana gugus amina khususnya nitrogen dalam khitosan
13
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.
akan bereaksi dan mengikat logam dari persenyawaan limbah cair. Khitosan yang tidak dapat larut dalam air akan menggumpalkan logam-logam menjadi flokflok yang tidak akan bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah. Khitosan dapat bekerja sempurna jika dilarutkan dalam asam. Mekanisme ini membantu dalam menetralkan pH air limbah sebelum dibuang ke lingkungan bebas. Pada penentuan parameter analitik, kosentrasi yang digunakan adalah 0,5 ppm, pengulangan pengukuran dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan. Adapun nilai presisinya yaitu sebesar 0,77%. Sedangkan nilai akurasi yaitu sebesar 98,26%, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesalahan dari peneliti snagat kecil sedangkan tingkat akurasinya sangat tinggi. KESIMPULAN 1. Isolasi khitin dari kulit udang dilakukan melalui proses penghilangan protein dari kulit udang menggunakan NaOH 3% dan penghilangan garam mineral menggunakan HCl 1,25 N. Sedangkan persentase khitin yang diperoleh dari hasil isolasi sebesar 32% 2. Transformasi khitin menjadi khitosan dilakukan dengan menggunakan NaOH 50% dan persentase khitin yang diperoleh dari hasil transformasi sebesar 77,6% 3. Khitosan mampu menyerap logam cadmium pada berat khitosan 4 gram dengan waktu kontak sekitar 15 menit dengan daya serap 57,07%.
14
DAFTAR PUSTAKA Adrianna, Mudjiati,S.Elvira,V.Setijawati, 2001. Adsorpsi Cr (VI) dengan adsorben Khitosan. Jurnal Kimia Lingkungan Vol.3 Nomor 1. Unika Widya Mandala.Surabaya. Anonim, 2007., Potensi Khitosan Dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat Limbah Cair dan Industri Tekstil. LIPI. Jakarta. Hanafi, Muhammad, Syahrul Aiman, Efriana D., B. Suwandi.2003., ” Pemanfaatan Kulit Udang untuk Pembuatan Kitosan dan Glukosamin”. LIPI Kawasan PUSPITEK, Serpong. Hargono dan M. Djaeni, 2003.,“Pemanfaatan Kitosan dari Kulit Udang sebagai Pelarut Lemak”, Prosiding Seminar Nasional, Teknik Kimia Universitas Indonesia, Hartono A.J. dan A.V. Purba, 1998., Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi ke-4. Erlangga. Jakarta Knorr,D.1982. Functional Properties Of Chitin Chitosan, Journal of Food Science. Latisma.Dj. 2003. Khitin Sebagai Alternatif Solid Support Pada Sintesis Peptida. J.Saintek Vol.VI, Nomor 1. Perry, J. H., 1960, ”Chemical Engineers Handbook”, 3rd Ed, Mc.Graw Hill Book Company, New York Soegiarto, A., Toro, V., Soegiarto, K.A, 1979., “Udang, Biologi, Potensi, Budidaya, Produksi, dan Udang Sebagai Bahan Makanan, di Indonesia”, Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.