PENYEBAB GURU TIDAK MENGGUNAKAN RPP DALAM PEMBELAJARAN (Studi SMA Negeri 1 Bunut Kecamatan Bunut Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau)
JURNAL
Oleh:
ARNA NPM : 09070203
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2014
Arna (09070203) . Cause Teachers Not Using Lesson Plan In Learning ( At SMAN 1 Bunut, Sub District Bunut, Regency Pelalawan, Province Riau). Oleh Arna, 1 Dr. Maihasni, M.Si, 2Elvawati, M.Si3 ABSTRACT Lesson plan is an estimate or projection teachers about the activities that will be undertaken by the teachers and learners, especially in conjunction with the formation of competencies and learning goals achievement. Lesson plan serves as a guide and reference for teachers and students in learning activities in the classroom to be more directed . The statement is found in the field, Lesson plan only serves as a complementary administrative and simply complement the teacher when there are reviews from watchdogs to see fittings team teaching tool . The purpose of this study was to find out the cause of non-performance of the learning activities are planned according to the lesson plan . To clarify this paper the authors use the theory Vygostky kontruktivisme theory ( knowledge ) . Assume that a person should know means to know something, this means that one can learn something new if it can explain the elements that develop something . So a teacher should know what the lesson plan then able to make and understand what measures will be implemented learning activities in the classroom, if it does not make or do not understand , then the result is the delivery of learning activities appropriate to the Draft . The type of descriptive qualitative research . Informant selection techniques done by purposive sampling with 17 informants . Methods for collecting data in this study using observation and interviews . Uni analysis in the study is the individual . The analysis performed in this study using the interactive developed by Miles and Huberman . The results showed that the cause of non-performance in -class learning activities are planned according to the lesson plan is because 1 ) Lesson plan planned by others , 2 ) focus in prioritizing teachers' approval of XII grade students , 3 ) Limitations hour lesson , 4 ) Depending on the situation and conditions from a supervisor , 5 ) curriculum changes , 6 ) media learn less , 7 ) resources to learn .
1
. mahasiswa pendidikan sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat staf pengajar pendidikan sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 3 staf pengajar pendidikan sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2
PENDAHULUAN Menurut Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan, bahwa pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan menutup. Menarik atau tidaknya metode mengajar yang dilaksanakan guru sangat tergantung pada guru dalam menmyusun RPP yang telah dibuat. Akan tetapi, kenyataannya di lapangan RPP tidak dilaksanakan sesuai tahapannya, bahkan ada guru yang mengajar tanpa berpedoman pada RPP dan tidak menjadikannya sebagai bahan acuan untuk mengajar, hal ini menyebabkan kegiatan pembelajaran tidak terarah. Pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpedoman pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Berdasarkan RPP inilah seorang guru diharapkan menerapkan pembelajaran secara terprogram, karena melalui RPP dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Berdasarkan observasi dilakukan di SMAN 1 Bunut terlihat guru cenderung tidak melaksanakan RPP sesuai dengan mereka rancang sehingga dalam penyampaian pembelajaran tidak sesuai dengan harapan dan tujuan yang tertuang dalam RPP, bahkan gurupun cenderung menjadikan RPP sebagai syarat perlengkapan mengajar tetapi tidak dilaksanakan sebagai bahan acuan dalam mengajar dari 25 orang guru yang semuanya memiliki RPP, tetapi tidak ada yang menggunakan RPP ketika proses pembelajaran. Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Penyebab Guru tidak menggunakan RPP Dalam Pembelajaran (Studi SMAN 1 Bunut Kecamatan Bunut Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau”. Dengan demikian Rumusan Masalah pada penelitian ini adalah Setiap guru mempunyai RPP untuk dijadikan pedoman dalam mengajar supaya proses belajar mengajar terarah dan supaya tujuan pembelajaran tercapai. Namun di SMAN 1 Bunut guru mempunyai RPP tetapi tidak digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka permasalahan dalam peneliti ini adalah:
apa penyebab guru tidak menggunakan RPP dalam proses pembelajaran di SMAN 1 Bunut. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi penyebab tidak terlaksananya kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang sudah dirancang.Teori kontruktivisme yang dikemukakan oleh Vygostky, ia menyatakan teori pembelajaran sebagai pembelajaran kognisi sosial yang merupakan penentu utama bagi pengembangan individu maksudnya dari teori ini manusia merupakan satu-satunya yang memiliki kebudayaan hasil rekayasa sendiri, dan setiap anak manusia berkembang dalam konteks kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu perkembangan pembelajaran anak dipengaruhi banyak maupun sedikit oleh kebudayaannya, termasuk budaya dari lingkungan keluarganya, pendidikannya atau di manapun ia berada (Suyono, 2011: 109).Kontruktivisme juga diartikan sebagai landasan berfikir pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melelui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukan seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Willis, 2011:153). Sebelum pelaksanaan pembelajaran guru terlebih dahulu membuat RPP. Dalam RPP tersebut akan dituangkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting dari kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP ), yang penggembangkannya harus profesional (Mulyasa, 2010 : 212 ). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif. Pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang
diamati (Sitorus, 1998: 205). Pendekatan kualitatif memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya (Bodgan dan Taylor, 1993: 30). Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif. Tipe deskriptif merupakan tipe penelitian yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam (Sugiyono, 2009:289). Penelitian deskriptif juga mempelajari masalah-masalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasisituasi tertentu, termasuk di dalamnya hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikapsikap, pandangan-pandangan, dan prosesproses yang sedang berlangsung serta pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 2009:54-55). Informan penelitian adalah orang-orang yang memberikan informasi, baik tentang dirinya maupun orang lain atau suatu kejadian kepada peneliti. Informan juga berarti orangorang yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai masalah yang sedang diteliti dan dapat berperan sebagai narasumber selama proses penelitian berlangsung (Koentjaraningrat, 1994:86). Informan penelitian ini adalah guru SMAN 1 Bunut Kecamatan Bunut Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan penarikan informan yang dipilih secara sengaja oleh peneliti dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atau karakteristik tertentu sesuai dengan penelitian dan keberadaan mereka yang diketahui oleh peneliti (Afrizal, 2005:64). Kriteria informan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Guru yang mengajar di SMAN 1 Bunut 2. Guru SMA yang mempunyai RPP Menurut Nasution dalam (Lufri : 2007:97). Data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian. Data primer didapatkan dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan untuk melengkapi data primer yang sudah ada. Terkait dengan penelitian jenis data yang digunakan adalah data primer. Adapun
data yang diambil melalui wawancara tentang penyebab tidak terlaksananya kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP. Metode Pengumpulan Data Observasi juga diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Sugiyono, 2009:313-314). Jenis observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi partisipasi pasif, artinya peneliti datang ke tempat orang yang menjadi objek penelitian, tapi tidak ikut terlibat secara aktif dengan seluruh kegiatan yang dilakukan informan. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati kegiatan pembelajaran yaitu cara guru mengajar didalam kelas dan kelengkapan dalam mengajar. Wawancara adalah suatu percakapan yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang berbagai hal dari seseorang atau sekumpulan orang secara lisan dan langsung. Adapun teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak berstruktur atau dikenal dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan berulang-ulang kepada informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang masalah yang diteliti. Adapun data yang ditanyakan tentang penyebab tidak terlaksanaanya kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dirancang oleh guru SMAN 1 Bunut Kecamatan Bunut Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis data Miles dan Huberman (1992). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN SMA Negeri 1 Bunut Kabupaten Pelalawan Berdiri sejak tanggal 17 Juli tahun 2003. Pada awalnya SMAN 1 Bunut ini hanya memiliki 3 ruangan Belajar dan 1 --kantor yang dibangun oleh Pamerintah Kabupaten Pelalawan dengan jumlah siswa 67 orang.
Pelaksanaan yang terpenting dalam proses belajar mengajar ini adalah para guru: merancang RPPnya sendiri, mampu memaksimalkan waktu, mampu merincikan waktu pelajaran, jangan terfokus pada pengawas, harus bisa menguasai kurikulum yang ada atau yang dipakai, bisa memanfaatkan media yang ada , dan guru harus memberikan foto copy power poin materi pada siswa. Hal ini bisa membuat siswa lebih nyaman, mengerti dan tujuan pembelajaranpun tercapai. Perencanaan pembelajaran mesti disiapkan oleh masingmasing guru sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Jadi setiap Semester guru harus membuat perangkat pembelajaran. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Thomas selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bunut : “....Di awal semester baru saya selalu meminta semua guru melalui pak Morri selaku wakil kurikulum untuk menyampaikan kepada guru agar mengumpulkan perangkat mengajar secepat mungkin. Tidak ada pengecualian bagi setiap guru. Rancangan perangkat mengajar guru tersebut akan saya tanda tangani kalau berkas guru-guru itu lengkap”(Wawancara, 16 Desember 2013). Dari data di atas terlihat, bahwa setiap awal semester baru pimpinanan sekolah selalu mewajibkan untuk membuat RPP. Menurut implementasi KTSP Fungsi perencanaan adalah sebagai 1) Fungsi perencanaan yakni RPP dapat mendorong seorang guru untuk melakukan kegiatan pembelajaran dengan matang, 2) Fungsi pelaksanaan yakni mengekfektifkan pembelajaran sesuai dengan pembelajaran yang akan dilakukan. Namun kenyataannya di lapangan RPP tidak dilaksanakan sesuai tahapannya, bahkan ada guru yang mengajar tanpa berpedoman pada RPP dan tidak menjadikannya sebagai bahan acuan untuk mengajar, hal ini menyebabkan kegiatan pembelajaran tidak terarah. Pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpedoman pada apa yang tertuang dalam RPP tapi banyak guru tidak melaksanakan apa yang ada dalam RPP ketika kegiatan pembelajaran berlansung. Padahal berdasarkan RPP inilah seorang guru diharapkan menerapkan pembelajaran secara terprogram,
karena melalui RPP dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Dari hasil temuan dilapangan penyebab guru tidak melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dirancang yakni : 1.
RPP Guru Dirancang Oleh Pihak Lain RPP yang dimiliki oleh guru merupakan hasil revisi dari RPP orang lain dan revisi RPP semester lalu. Guru hanya mengganti identitas sekolah, nama kepala sekolah serta namanya sendiri serta tahun ajaran. Hal itu menyebabkan guru tidak mengetahui langkah-langkah kegiatan pembelajaran di dalam RPP sehingga kegiatan pembelajaran berjalan diluar jalur RPP yang ditulis. Seperti yang diungkapakan oleh Ibuk Rogaya yang berumur 32 tahun: “..Ibuk kalau ado anak PL disiko aman RPP buk, anak PL ko kan diwajibkan mambuat RPP. Beko RPP nyo tu ajo ibuk suruhnyo maedit lagi. Ilmunyo baru lo tentang gimano cao mambuat RPP, jadi dimano perubahan RPP lah diajean samo doesennyo di kampus gimano RPP terbaru kini. Ado anak PL di sekolah ko mambantu bana Ibuk manyusun perangkat meaje kayak RPP ko kini. Awak oang lamo ndak tau bana perubahan RPP ko do, nan ponting olah ado olah tu” (Wawancara, 20 Desember 2013). Bahasa Indonesia “,, ibuk kalau ada anak PL disini lumayan aman, anak PL ini kan diwajibkan membuat RPP, ntar RPP dia saja ibuk suruh edit. Ilmunya baru tentang bagaimana cara membuat RPP. Jadi cara membuat perubahan RPP sudah diajarkan sama dosennya dikampus bagaimana RPP terbaru kini, ada anak PL disekolah sangat membantu ibuk dalam menyusun perangkat pembelajaran seperti RPP ini. Ibuk sudah tua tidak tahu betul perubahan tentang RPP. Yang penting asal ada saja sudah tu” Dengan kemajuan zaman sekarang RPP ada di internet sehinga guru dengan mudah mendapatkan RPP tanpa menyusunnya lagi. Jadi kebanyakan guru di SMAN 1 Bunut cenderung RPPnya bukan hasil dari mereka
sendiri, sehingga RPP mereka buat tidak mereka pahami. Padahal RPP adalah Rancangan kita sendiri sebagai guru untuk persiapan mengajar dalam kelas supaya tujuan tercapai serperti yang kita inginkan. Jadi intinya RPP tidak dilaksanakan tapi mereka mempunyai cara sendiri dalam mengajar. Kontruktifisme dijelaskan sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan mengekspresikan pengalaman, kita membangun, mengkontruksi pengetahuan dan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup pada intinya teori ini berbicara tentang mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu, yang maksudnya bahwa seorang tidak dapat dikatakan mengetahui sesuatu, baru jika ia dapat menjelaskan unsurunsur apa yang dibangun sesuatu itu, lebih jelas ia pernah mengalami membuat RPP tersebut begitu juga seorang guru sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan guru terlebih dahulu mengetahui tentang langkahlangkah kegiatan pembelajarannya seperti menentukan materi yang akan diajarkan,metode,waktu sehingga tujuannya pembelajran tersebut tercapai semua itu tercantum dalam RPP (Suyono, 2011: 105). Dari pernyataan diatas teori kontruktifisme dengan permasalahan sangat bertolak belakang. Peneliti meliahat dilapangan guru di SMAN 1 Bunut dalam membuat RPP mereka sudah dipermudah oleh internet sehingga guru dalam mengajar tidak sesuai dengan RPP yang dibuatnya. 2.
Terfokusnya Perhatian Guru Terhadap Kelulusan Siswa Kelas XII Ketakutan pihak sekolah terhadap kelulusan siswa kelas XII mengakibatkan guru memberikan perhatian lebih kepada siswa kelas XII dengan memberikan pelajaran tambahan, sehingga siswa kelas X dan XI kurang begitu diperhatikan. Siswa kelas XII sering melakukan ujian-ujian sebelum menghadapi Ujian Nasional, sehingga mengakibatkan siswa kelas X dan XII sering libur. Pemberian materi pelajaran sering dipadatkan agar tidak ketinggalan materi pelajaran dan semua Kompetensi Dasar dapat selesaikan dengan baik. Selama ujian kelas XII siswa kelas X dan XII hanya ditugaskan
membaca materi dan mengisi latihan dirumah. Kutipan wawancara dengan ibu Rogaya yang berumur 32 tahun: “.. Menjelang UN pelajaran kelas X dan XII sering terabaikan, kelas XII sering melakukan ujian sehingga pelajaran kelas X dan XI sering terabaikan, nanti kelas X dan XI diliburkan. Ibu yang mengajar kelas XII lebih menfokuskan mengajar kelas XII, soalnya ujian sering menjebak nanti banyak yang tidak lulus gara-gara ujian. Biasanya kalau libur kelas X, ibu berikan pekerjaan rumah dan membaca materi selanjutnya. Kembali masuk sekolah ibu menjelaskan materi dengan dipadatkan. Itu makanya ibu tidak menerapkan RPPdi dalam kelas, takut materi tidak tersampaikan” (Wawancara, 20 Desember 2013). Dari hasil wawancara tersebut dijelaskan bahwa terfokusnya perhatian guru terhadap siswa kelas XII mengakibatkan kegiatan pembelajaran tidak berjalan sesuai dengan RPP. Menjelang UN pelajaran X dan XII sering terabaikan, guru lebih fokus pada kelas XII. X dan XII kalau libur guru memberikan pekerjaan rumah yaitu membaca materi selanjutnya. Karena takut materi yang ada tidak tersampaikan sehingga guru tidak mengikuti alur yang ada dalam RPP. Padahal ini sangat berpengaruh bagi siswa X dan XII karena materi yang ada di kelas X dan XII sangat banyak disoal UN sedangkan XII materi dipelajari tidak bnyak ditemukan pada soal UN. Menurut Piaget guru harus lebih menekankan pentingnya peran pengalaman bagi anak, interaksi anak dengan lingkungan di sekelilingnya. Misalnya guru harus mencermati mana yang penting disampaikan mana yang diabaikan, kemudian guru harus menciptakan lingkungan berlajar yang menyenangkan sehingga motivasi dalam belajar siswa meningkat. Oleh karena itu guru tidak boleh membeda-bedakan siswa, semua siswa membutuhkan pengetahuan dari guru. Kemudian guru aktif menemukan cara-cara untuk mengatasi permasalahan pada kelulusan kelas XII.
3.
Keterbatasan Jam Pelajaran Sebelum menghadapi UN siswa kelas XII menghadapi ujian beberapa ujian yakni ujian TO, ujian Pra UN dan ujian sekolah, sehingga siswa kelas X dan XII diliburkan agar tidak menganggu katenangan ujian kelas XII. Selama ujian siswa kelas X dan XII belajar dirumah dan diberi tugas untuk diselesaikan selama libur sekolah. Hal ini akan menyebabkan kegiatan pembelajaran didalam kelas akan terganggu dan untuk langkah berikutnya guru sangat sulit untuk menyesuaikan kembali waktunya yang telah terbuang, sehingga jadwal PBM berdampak terhadap penyampaian materi didalam kelas. Berikut wawancara dengan Ibu Rogaya yang berumur 32 tahun ; ”..Kalau lah semester duo ko jam PBM ko soing taganggu, kojab-kojab kelas XII ujian materi-materi ko nak di kojean juo, kalo tak tu bapo cao e lagi siswa ko ndak katinggalaan palajaran. Dalam lokal tu ibu tarangan pelajaran sampai tuntas, soalnyo siap anak kelas XII ko UN ndak lamo lak undu itu anak kelas X dan XII ko ujian naik kelas lak. Kalau ka di turut an lak langkah-langkah di RPP ko takutnyo beko ndak takojean materi. Ka disuruh anak-nak ko diskusi habis waktunyo, diskusi ko ndak sodang sekojab waktu e do. Lah disuruh anak-anak ko diskusi ndak juo mangarotinyo do. Kalau dikojean materi bisa bahas-bahas soal lai manjalang ujian”(Wawancara, 19 Desember 2013). Bahasa Indonesia : ”..Memasuki semester II kegiatan PBM sering terganggu, karena bentar-bentar kelas XII menghadapi ujian sehingga materi-materi untuk semester II ini sering dipadatkan agar siswa mampu menjawab soal-soal ujian dan tidak ketinggalan materi pelajaran. Selesai kelas XII ujian, penjelasan materi kelas X dan XII di dalam kelas ibu jelaskan secara cepat, soalnya tidak lama kelas XII selesai ujian kelas X dan XI lagi yang akan menghadapi ujian naik kelas. Seandainya diikuti langkah-langkah di RPP takutnya materi tidak tersampaikan. Diskusi waktunya lama, sementara waktunya tinggal sedikit lagi untuk menjelaskan materi berikutnya. Sudah diperintahkan anak-anak untuk diskusi tetapi mereka masih juga tidak paham. Selesai
penjelasan semua materi, siswa tinggal membahas soal-soal menjelang ujian”. Berdasarkan wawancara tersebut dijelaskan bahwa terbatasanya jam pelajaran mengakibatkan guru tidak menerapkan RPP di dalam kelas karena masih banyaknya materi yang akan dijelaskan. Ini membuat guru kebingungan dalam menyelesaikan materi meraka padahal waktunya tinggal sedikit tapi bagaimana pun juga guru tetap ingin materinya tersampaikan supaya tidak ketinggalan materi, ini akan membuat siswa tidak mengerti bahkan berdampak bagi siswa yang akan menghadapi ujian nanti karena takut siswa tidak bisa menjawab soal-soal yang diberikan guru nantinya karena sebelumnya tidak ada latihan membahas soalsoal ditambah lagi penjelasan materinya hanya sekedarnya saja. Ini disebabkan juga guru tidak memahami RPPnya karena guru selalu mengandalkan Musyawarah Guru Mata Pealajaran (MGMP). Karena masing-masing mata pelajaran mempunyai MGMP, misalnya MGMP Sosiologi, MGMP Geografi, dan sama juga dengan mata pelajaran yang lainnya. Adapun fungsi MGMP salah satunya adalah mengembangkan prangkat pembelajaran termasuk RPP itu sendiri. Namun walaupun telah dibahas melalui organisasi MGMP tersebut guru tidak juga memahami RPP yang mereka buat seperti yang diungkapkan oleh bapak Morri yang berumur 40 tahun sebagai berikut: “... Bapak ngak paham dengan RPP yang bapak punya, karna RPP ini bapak dapat dari kawan-kawan MGMP. ,bapak kalau mengajar punya cara sendiri pas dalam kelas. RPP inikan sebagai acuan kita untuk mengajar namun kadangkan tidak semua yang komponen-komponen yang ada dalam RPP kita laksanakan sepertikan metode pembelajaran tu kadang dalam RPP ada di tulis metode ceramah, diskusi sekian menit itu kadang waktunya ngak pas tu rasanya sulit untuk menetukan waktu ni. terus ada kegiatan penilaian namanya ini saya tidak paham ini, jadi banyak yang bapak tak paham yang ada dalam RPP mungkin karena resiko dari copy paste (Wawancara, 21 Desember 2013)
Keterbatasan waktu suatu masalah bagi guru karena proses belajar mengajar akan terganggu, jadi apa yang guru rencanakan dalam RPP tidak semua relaksanakan seperti yang meraka inginkan. Waktunya cuma terbatas sementara materi banyak yang mau disampaikan akhirnya mereka mengambil jalan pintas yaitu mereka mengajar tanpa berpedoan pada RPP sepenuhnya mereka lebih terfokus pada materi saja supaya materinya tidak ketinggalan untuk disampaikan. 4.
Tergantung Situasi Dan Kondisi Dari Pengawas Dari hasil wawancara yang dilakukan pelaksanaan kegiatan belajar sesuai dengan RPP yang dirancang dilakukan oleh guru apabila ada pengawasan dari Dinas Pendidikan Kabupaten, apa bila ada pengawas dari dinas untuk melihat kegiatan PBM guru di dalam kelas, guru baru mengeluarkan RPPnya. Biasanya orang Dinas datang melihat kesekolah paling tidak sekali setiap semester untuk melihat keadaan sekolah dan kegiatan pembelajaran dikelas. Berikut kutipan wawancara dengan Ibu Yossi yang berumur 40 tahun sebagai berikut : ‘’’.....Kalau sudah siap diperiksa oleh bapak perangkat mengajar, ibu ada lagi membahas dan melihat RPP kecuali ada pengawas, yang paling penting sudah ada. Mengajar di lokal ibu menggunakan cara ibu sendiri yang penting materi tuntas dan anak paham” (Wawancara, 15 Januari 2013). Dari hasil wawancara yang dilakukan bahwa RPP yang dimiliki oleh Guru hanya sebagai pelengkap administratif. Penerapan RPP secara tertulis dilakukan apabila ada pengawasan dari tim pengawas. Hal ini menunjukkan penerapan RPP di dalam kelas dilaksanakan apabila ada pengawasan. Guru tidak ada membawa RPP kedalam kelas padahal seharusnya guru mengajar membawa RPP dalam kelas untuk sebagai pedoman guru untuk mengajar supaya tujuan pembelajarannya tercapai dan terarah. 5. Perubahan Kurikulum Sekarang SMAN 1 Bunut masih memakai kurikulum 2006 yaitu KTSP, kurikulum ini sangat lama dilaksanakan, kondisi ini benar
untuk sebagian daerah. Masalah yang muncul dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah kurang sosialisasi sehingga tidak semua guru paham maksud KTSP. KTSP yang diharapkan terlaksana dengan benar dan sesuai. Guru-guru daerah kota besar dengan mudah memahami karena selain pelatihan yang diikuti juga media pembelajaran yang lengkap sedangkan guru-guru daerah terpencil masih terfokus pada pembelajaran manual tanpa pernah mengetahui pentingnya KTSP. Hal ini terjadi karena pamerintah lupa bahwa di daerah terpencil masih terdapat guru yang butuh pedalaman materi akan KTSP. Demikian juga hal dengan SMAN 1 Bunut banyak guru yang belum paham dengan kurikulum yang sedang mereka jalani sehinga berpengaruh dengan kegiatan pembelajaran hal ini tampak pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegitan penutup. Perubahan kurikulum kadang akan berdampak pada guru dan siswa karena mereka harus menyesuaikan kembali sementara meraka belum siap, seperti yang diungkapkan oleh Sumiati yang berumur 39 tahun: Ibu Sumiati mengatakan bahwa perubahan kurikulum juga mempengaruhi PBM tidak berjalan dengan baik sehingga tujuan pembelajaran juga terganggu. Karena mereka kurang menguasai kurikulum yang sering berganti kemudian mereka tidak mendapatkan pelatihan khusus. Padahalkan kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan, kurikulum di katakan penting dalam sebuah pendidikan untuk dapat mencetak output atau di sebut dengan peserta didik yang bermutu dan baik sangat dtentukan oleh kurikulum sebuah pendidikan. Seperti yang diungkapakn oleh Piaget dalam teori kontruktifisme ialah seseorang itu harus mengetahui jejaringan untuk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan sekelilingnya (skema). Sehingga skema dapat dimaknai sebagai suatu deskripsi umum atau sistem konseptual untuk memahami pengetahuan tentang bagaimana pengetahuan dinyatakan atau tentang bagaimana pengetahuan itu diterapkan. Dan
pendidik harus merencanakan kurikulum yang berkembang sesuai dengan peningkatan logika anak pertumbuhan konseptual anak sehingga pendidik dengan mudah melaksanakan kegiatan pembelajaran seperti yang mereka inginkan. 6.
Media Belajar Kurang Media belajar merupakan alat bantu proses belajar mengajar atau alat perantara untuk pemahaman makna dari materi yang disampaikan oleh guru atau pendidik baik itu media cetak maupun elektronik dan media pembelajaran ini juga sebagai alat mempelancar dari penerapan komponenkomponen dari sistem kegiatan pembelajaran tersebut, sehingga proses belajar mengajar dapat lebih efektif dan menyenangkan. Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa (Arsyad, 2011:15). Namun di SMAN 1 Bunut media belajarnya kurang, SMAN 1 bunut adalah satu-satunya SMA yang ada di Kecataman Bunut, jauh dari kota kemudian dan juga belum terlalu lama berdirinya, sehingga media belajarnya kurang, seperti labor. Salah satu labor yang dimiliki SMAN 1 Bunut adalah labor komputer dengan 7 unit komputer, padahal media ini sangat membantu proses belajar mengajar pada mata pelajaran TIK, karena komputer hanya ada 7 unit sehingga guru TIK mengalami kesulitan dalam melakukan praktik dan juga sulit menetukan waktu, waktu selalu tidak cukup. Hal ini dapat kita lihat wawancara dari ibu Von yang berumur 28 tahun: “...komputer yang ado disekolah ko 7 nyo sementao siswa ado 33. Ibu measo waktu yang ibu punyo tak cukup-cukup do. Gimano nak menjalankan RPP yang ado, sodangkan lansung ke materi yo waktu tak cukup. Siswa jugo tak paham dengan TIK ko” (Wawancara 16 Desember 2013). Bahasa indonesia: “...Di sekolah hanya memiliki 7 unit kompuer sementara siswa 33 orang. Ibu merasa sulit dengan menentukan waktu, waktu yang ibu
punya sering tidak kecukupan. Bagaimana mau menjalankan RPP sepenuhnya sedangkan lansung ke materi saja waktu tidak cukup, itu pun siswa juga kurang memhami TIK yang ibu ajarkan Dari hasil wawancara diatas bahwa media belajar juga menjadi pemicu dalam belajar. Namun guru mempunyai kendala dalam kegiatan pembelajaran karena media kurang ini akan memakan waktu yang sangat lama dalam melakukan praktik seperti komputer kurang SMAN 1 Bunut hanya memiliki 7 unit komputer sementara siswanya rata-rata ≥ 30 orang dalam 1 kelas, ini akan sangat berpengaruh sekali dalam menentukan waktu sehingga pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak sesuai dengan yang ada dalam RPP dan membuat siswa juga tidak memahami TIK. Begitu juga dalam bidang olahraga perlengkapan olahraga juga kurang atau bisa dikatakan tidak lengkap sehingga guru sulit dalam menentukan materi apa yang mau disampaikan, jadi guru olahraga ini milihmilih materi, memilih materi yang ada alat peraganya seperti bola volli, takraw, badminton, bola kaki, tenis meja, yang tidak ada alat peraganya tidak diajarkan palingan sekilas saja, ini akan membuat terganggu pelaksanaan kegiatan pembelajaran karena dalam RPP ada tercantum bola basket, lempar lembing tapi tidak ada diperaktikan cuma dijelaskan sekilas saja. Dengan demikian siswa SMAN 1 Bunut juga memiliki prestasi yang sangat bagus terhadap olahraga yang ada. Hasil pengamatan peneliti pada saat kelapangan peneliti melihat banyak tropi dikantor itu semua diraihi oleh siswa-siswi SMAN 1 bunut dalam Bidang olahraga. Seperti terlihat pada tabel berikut: 7.
Sumber Belajar Sumber belajar sebagai slah satu yang dapat memberikan kemudahan pada siswa untuk memperoleh informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar, sebenarnya sumber belajar ini luas maknanya, namun banyak para guru yang mengartikan terbatasnya buku pembelajaran. Termasuk juga guru yang ada di SMAN 1 Bunut. SMAN 1 bunut mempunyai 1 unit pustaka, namun buku yang ada belum
memadai. Hampir semua guru merasa terganggu dengan tidak ada buku penunjang ini karena menyebabkan hasil belajar tidak bagus, waktu tidak efektif, karena siswa hanya bisa mencatat dan mendengarkan ceramah guru di depan kelas sehingga memakan waktu yang sangat lama. Guru tidak diizikan berjual beli buku ini disebabkan karena sistem pendidikan sekarang gratis. Padahal buku penunjang merupakan salah satu yang dapat memberikan kemudahan siswa dalam memperoleh pengetahuan secara mandalam. Sama halnya yang diungkapakan oleh Vygostky dalam teori kontruktivismenya yaitu antara guru dan fasilitas (buku penunjang) ini sangat membantu siswa dalam proses belajar mengajar supaya pengetahuan siswa lebih berkembang. Jadi buku penunjang ini sangat membantu guru dalam menyampaikan meterinya dalam kegiatan pembelajarannya, Berikut wawancara dari bapak Bundri yang berumur 38 tahun: “ ,,RPP totap dilaksanokan tapi kadang indag semuo e do, karnokan sekolah kni la gratis kemudian buku penunjang tag ado, itu tadi sobabnyo gara-gara pendidikan gratis buku indag buli dijual dik guru do, kondisi sekolah iyo yo kadangkan sekolah mengadakan acara seperti poi kunjungan ke sekolah lain garagara itu PBM terganggu sehingga apo yang awak rencanakan tidak sesuai dengan harapan”( Wawancara, 19 Desember 2013). Bahasa Indonesia: “,,,RPP tetap dilaksanakan tapi kadang tidak semuanya, karena sekolah kini gratis kemudian buku penunjang juga kurang. Karena pendidikan guru-guru sekarang dilarang menjual buku paket, kemudian kondisi sekolah iya juga kadangkan sekolah mengadakan acara seperti pergi kunjungan ke sekolah lain sehingga menyebabkan PBM terganggu jadi apa yang kita rencanakan tidak sesuai dengan harapan” Hasil wawancara di atas bahwa sistem pendidikan sekarang gratis guru-guru tidak dibolehkan jual beli buku di sekolah sementara buku dipustaka tidak memadai, jadi proses belajar mengajar terganggu karena buku penunjang kurang atau tidak memadai sehingga guru sulit dalam menentukan waktu. Biasanya siswa mempunyai buku pegangan
seperti LKS, buku pedoman lainnya untuk siswa, ini akan mempermudah dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa tinggal disuruh baca kemudian mana yang tidak mengerti dengan siswa mereka tinggal menanyakan kembali yang mana yang mereka tidak mengerti, namun sekarang tidak lagi siswa hanya menerima dari guru saja sehingga guru sulit untuk melaksanakan langkahlangkah apa yang tertuang dalam RPP. Padahal berdasarkan kurikulum KTSP siswa dituntut lebih aktif tetapi pada kenyataannya siswa hanya menerima dari guru saja Jadi hubungan masalah dengan teori konstruktivisme dapat kita pada pembahasan ini peranan guru dalam pembelajaran konstruktif terlihat pada bagaimana ia memilih dan mengendalikan proses belajar mengajar, memberikan dukungan selektif terharap interprestasi yang dikemukakan siswa, baik mengenai isi interpretasi maupun cara atau sikap memberikan interpretasi. Proses belajar mengajar dapat digunakan guru untuk mencoba menanamkan kebiasaan-kebiasaan sebagai dampak positif dan menghindari kebiasaan-kebiasaan yang negatif dari sifat fluralistik. Semua ini dapat dilakukan guru yang kaya akan pengetahuan melalui pendekatan dan metode mengajar serta mau dan mampu menerapkannya sesuai dengan materi ajar yang akan diajarkan, siswa yang dihadapinya dan juga dapat mengatasi kekurangan waktu. disini siswa juga dituntut untuk aktif seperti membeli buku diluar walapun buku disekolah kurang memadai dan nantinya guru hanya sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran, tetapi guru memberikan skema-skema pembelajaran kepada siswa melalui RPP. Jadi dengan RPP guru bisa memilih dan mengendalikan proses belajar mengajar karena dengan RPP seorang guru bisa menyesuaikan dengan keadaan siswa. Seorang guru harus memahami karakteriktik siswa tersebut, sehingga guru dapat mengetahui kemampuan siswa tersebut dalam mata pelajaran yang dipegang.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan\ 1 RPP guru dirancang pihak lain, sehingga RPP bukan merupakan hasil rancangan guru itu sendiri. Hal ini mengakibatkan guru tidak mampu menyesuaikan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dirancang, karena guru itu sendiri tidak mengetahui dan memahami RPP yang dimiliki. 2 Terfokusnya perhatian guru terhadap kelas XII, dikarenakan siswa akan menghadapi Ujian Nasional. Hal ini mengakibatkan kelas X dan XI sering diliburkan sekolah sementara kelas XII materi untuk kelas XII dipadatkan dari semester sebelumnya. Sehingga di semester II ini kelas XII lebih banyak membahas soal-soal. 3 Terbatasnya jam pelajaran. Waktu PBM siswa lebih sering terganggu oleh kegiatan kelas XII, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran guru tidak menyesuaikan dengan RPP secara tertulis. Hal itu disebabkan karena waktu untuk menjelaskan materi tidak begitu banyak. 4 Tergantung situasi dan kondisi dari tim pengawas pendidikan. Guru akan menggunakan RPP dalam pembelajaran apabila ada penilaian dari tim pengawas. 5 Perubahan kurikulum juga menyebabkan guru tidak menguasai atau tidak paham dengan RPP mereka sendiri. 6 Media belajar, karena media belajar kurang ini akan menyebabkan kegiatan pembelajaran dikelas terganggu dan tidak menyenangkan. Karena media merupakan salah satu alat motivasi siswa untuk belajar supaya proses belajar mengajar menyenangkan. 7 Sumber belajar, karena buku penunjang di SMAN 1 Bunut ini kurang, maka akan mengakibatkan kegiatan pembelaran
dikelas terganggu dan tidak terlaksana dengan baik. Saran
1.
2.
3.
4.
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan saran sebagai berikut ini : Diharapkan kepada kepala sekolah untuk dapat memantau kegiatan belajar guru berdasarkan RPP yang dirancang. Dalam pengembangan RPP diharapkan kepada guru untuk dapat merancang RPP sesuai dengan kemampuan guru itu sendiri dan hasil kemampuan guru tersebut dalam merancang RPP. Diharapkan kepada guru untuk dapat menyesesuaikan pembelajaran berdasarkan RPP agar pembelajaran lebih terarah dan tercapainya tujuan pembelajaran. Diharapkan kesadaran guru untuk dapat menerapkan dan menfungsikan RPP dengan baik dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakatra: Raja wali Bodgan, Robert dan Steven J. Taylor, 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Usaha Nasional, Surabaya. Mulyasa. 2010. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Posdakarya Offest. Permendiknas. 2007. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses. Jakarta : Badan Standar Pendidikan Nasional. Suyono, dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Wilis Dahar, Ratna. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.