Akta Kimindo Vol. 2 No. 1 Oktober 2007: 57 –66
AKTA KIMIA
INDONESIA
Penurunan Kadar Tembaga Dalam Larutan Dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam* Yatim Lailun Ni’mah** dan Ita Ulfin Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Surabaya 60111
ABSTRACT Biomass chicken feathers was used as adsorbent to decrease heavy metals from solution has been studied. The study was purposed to decrease copper in aquous solution using chicken feathers and analised with Atomic Absorption Spectrophotometry, than determination of optimum condition adsorption. The effect of arsen towards adsorption of copper also investigated. The parameters of this study were surface area of adsorbent, time soaking, pH and initial concentration of copper. Surface area was determined using methylen blue methodes. Time soaking was used in this studies were 20, 40, 60, 80, 100, 120 and 140 minutes and pH was adjusted at 3, 5, 7 and 9. Initial concentration of copper was used 100, 200, 300 until 1000 mg/L. The results showed that maximum adsorption occurred at time soaking 80 minutes, pH 7 and initial concentration of copper 400 mg/L. Surface area of chicken feathers biomass was 71,5 m2/g. Key word : Biomass of Chicken feather, adsorbent, methylen blue ABSTRAK Penggunaan biomassa bulu ayam sebagai adsorben untuk menurunkan logam berat dari larutan telah dipelajari. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar tembaga dalam larutan dengan menggunakan biomassa bulu ayam dan analisanya dilakukan secara Spektrofotometri Serapan Atom, serta menentukan kondisi optimum pada penyerapan logam Tembaga. Kemudian diamati pula pengaruh logam Arsen terhadap penyerapan logam Tembaga oleh biomassa bulu ayam. Sebagai parameter dalam penelitian ini adalah luas permukaan adsorben, waktu kontak, pH larutan dan konsentrasi awal Tembaga. Luas permukaan adsorben ditentukan dengan menggunakan metode metilen biru. Waktu kontak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20, 40, 60, 80, 100, 120 dan 140 menit dan pengaruh pH dipelajari dengan mengatur pH larutan pada pH 3, 5, 7, 9. Konsentrasi awal Tembaga yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100, 200, 300, sampai 1000 mg/L. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa serapan maksimum terjadi pada waktu kontak 80 menit, pH larutan 7 dan konsentrasi awal tembaga 400 mg/L. Sedangkan luas permukaan biomassa bulu ayam yang digunakan sebagai adsorben adalah 71,5 m2/g. Kata kunci : biomassa bulu ayam, adsorben, metilen biru PENDAHULUAN Limbah yang mengandung logam berat perlu mendapat perhatian khusus, mengingat dalam konsentrasi tertentu dapat memberikan efek toksik (racun) yang berbahaya bagi kehidupan manusia dan ekosistem di sekitarnya.
Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VII, di Surabaya 9 Agustus 2005 ** Corresponding author Phone : 031-5943353-; Fax : 0315928314-; e-mail: *
© Kimia ITS – HKI Jatim
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menurukan kadar logam berat dari badan perairan, misalnya dengan teknik presipitasi, evaporasi, elektrokimia dan pemakaian resin (Rama, 1990 dalam Tan dkk, 1985). Metode tersebut dianggap kurang efektif karena membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam pengoperasiannya. Dewasa ini telah banyak pula dikembangkan teknologi aplikasi adsorpsi, yakni menggunakan bahan biomaterial untuk menurunkan kadar logam berat dari badan air (biosorpsi), seperti sekam padi (Munaf, 1997 dalam Marganof 2003), daun lumut yang 57
Yatim-Penurunan Kadar Tembaga Dalam Larutan Dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam
digunakan dalam proses adsorpsi kromium dari air limbah (Sharma DC,1994 dalam Banat F dkk, 2000), lumut sphagnum (sphagnum peat moss) untuk adsorbsi tembaga, begitu juga dari bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut dan lumpur aktif (Marganof, 2003). Para ahli telah lama mengetahui bahwa bahanbahan yang berserat seperti wool, bulu ayam dan rambut dapat mengadsorpsi ion-ion logam dalam larutannya. Adsorpsi ion logam oleh bahan-bahan berserat keratin dapat ditingkatkan dengan mengolah bahan-bahan tersebut dengan suatu bahan kimia tertentu. Tan (1985) melaporkan bahwa rambut manusia dapat digunakan sebagai adsorben logam tembaga (II). Adanya sifat adsorpsi rambut manusia tersebut mendorong banyak kajian yang menyelidiki kemungkinan penggunaan bahan-bahan berserat keratin sebagai subtituen yang murah dan sederhana daripada adsorben lainnya (seperti resin penukar ion) yang biasanya mahal, seperti penggunaan bulu ayam untuk mengadsorpsi fenol dengan kapasitas adsorpsi 19,5 mg/g (Banat F dkk , 2000). Keratin adalah serat protein yang banyak terdapat pada lapisan pelindung pada hewan, seperti kulit rambut atau bulu. Kebanyakan keratin di alam adalah α-keratin, disamping ada konformasi lain yang dikenal yaitu anti paralel atau pleated sheet (Wingrove, 1981). Sifat-sifat keratin yang dikaitkan dengan gugus asam amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion dan sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah (Tan, 1985). Pace dan Michelsen (1973) melaporkan bahwa kapasitas adsorpsi ion merkuri oleh rambut (bulu) dari limbah penyamakan kulit dapat disamakan dengan kapasitas resin penukar ion Dowex 50W-X8 dan Dowex 1-X8. Kulkarni dan Rane (1980) melaporkan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum rambut manusia dengan aktivasi alkali dan alkalin terhadap ion merkuri adalah 41,6 dan 50,5 mg/g ( Tan dkk, 1985). Nazzarudin (1995) melaporkan bahwa kapasitas adsorpsi rambut manusia dengan aktivasi alkalin terhadap ion logam tembaga (II) adalah 12,24 mg/g. Rina (2005) melaporkan bahwa kapasitas adsorpsi biomassa kering bulu ayam terhadap larutan krom (III) pada konsentrasi 20 mg/L adalah 98,29 %. Bulu unggas, misalnya bulu ayam mengandung protein serat atau keratin yaitu : protein kasar (80,00%), lemak kasar (7,79%) dan serat kasar (0,88%) (Elfia dkk, 2002). Dengan demikian bulu ayam kemungkinan memiliki potensi sebagai adsorben baru yang dapat digunakan untuk mengatasi penurunan kualitas lingkungan akibat adanya ion – ion logam berat dalam limbah.
62
Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar tembaga dalam larutan dengan menggunakan biomassa kering bulu ayam dan analisanya dilakukan secara Spektrofotometri Serapan Atom, serta menentukan kondisi optimum pada penyerapan logam tembaga. Kemudian diamati pula pengaruh logam arsen terhadap penyerapan logam tembaga oleh biomassa bulu ayam. Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, akan dilakukan pembuatan adsorben dari bulu ayam. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat diketahui adsorben baru yang mudah pembuatannya, murah bahannya dan memiliki kapasitas yang cukup tinggi dalam menurunkan kadar ion logam berat seperti tembaga. Pemilihan logam tembaga dan arsen disini didasarkan pada kondisi nyata dilapangan, dimana penelitian ini akan dapat diterapkan untuk menurunkan kadar logam dalam limbah cair dari pabrik peleburan tembaga. Dari hasil analisa laboratorium, diperoleh data bahwa limbah cair tersebut banyak mengandung logam Cu, As, Cd, Fe, Ni, Pb, Zn, Hg, F, dll. Kadar logam yang terbesar dalam limbah tersebut adalah tembaga kemudian arsen. Dengan demikian, maka pada penelitian ini dipilih logam tembaga sebagai obyek penelitian dalam bentuk larutan, kemudian diserap sebagai pengganti limbah. Penggunaan limbah sintetik yang berupa larutan tembaga ini karena akan ditentukan kondisi penyerapan optimum untuk tembaga. Kemudian diamati pula pengaruh logam arsen terhadap penyerapan logam tembaga oleh adsorben dengan menambahkan larutan arsen pada kondisi optimum yang telah didapatkan sebelumnya sehingga akan diketahui tembaga yang terserap dengan adanya arsen dan juga jumlah arsen yang terserap oleh adsorben. Konsentrasi dari tembaga akan dianalisa menggunakan metoda SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom tersebut akan menyerap pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Atom tembaga menyerap pada panjang gelombang 324.7 nm (Khopkar, 1990). BAHAN DAN METODA PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan 1.1 Alat Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah ayakan 18 mesh, neraca analitik, penyaring Buchner, kertas Whatman no 42, AAS, Spektrofotometer, penggiling bulu ayam, magnetik stirrer, penangas, oven, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, kaca arloji, pipet kapiler, spatula, labu ukur dan pipet tetes.
© Kimia ITS – HKI Jatim
1.2 Bahan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah bulu ayam, padatan NaOH, HCl 37 %, aquademineralata, buffer pH 4, 7 dan 9, HNO3 65 %, aseton, dietil eter, padatan metilen biru, deterjen dan Cu(NO3)2.3H2O. 2. Prosedur Kerja 2.1 Pembuatan Adsorben Biomassa Bulu Ayam Bulu ayam broiller dicuci dengan air dan deterjen beberapa kali, kemudian dijemur sampai kering dan hilang baunya. Setelah kering, bulu ayam tersebut dipotong kecil-kecil kemudian digiling sampai halus. Hasil ini kemudian disaring menggunakan ayakan 18 mesh sehingga diperoleh adsorben yang halus. 2.2 Pencucian Adsorben dengan Pelarut Organik Adsorben yang sudah halus dicuci/direndam dengan aseton sampai terendam selama 15 menit kemudian disaring dengan menggunakan corong Buchner. Residu yang didapat dikeringkan dengan oven pada suhu 40 0 C sehingga adsorben siap digunakan. Hal yang sama juga dilakukan pada adsorben yang sudah halus dengan menggunakan dietil eter (Ketaren, 1986). 2.3 Penentuan Luas Permukaan Adsorben Untuk mengetahui luas permukaan adsorben digunakan metode metilen biru. Adsorben diujikan untuk mengadsorpsi larutan metilen biru. Untuk menentukan panjang gelombang maksimum, dibuat larutan metilen biru 5 ppm (20 mL), diukur absorbansinya pada berbagai panjang gelombang antara 500 nm sampai 700 nm. Kurva standart metilen biru dibuat berdasarkan pengukuran absorbansi dari berbagai konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm pada panjang gelombag maksimum yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Untuk menentukan waktu kontak optimum maka adsorben (0,1 gram) ditambahkan ke dalam larutan metilen biru 100 ppm (20 mL) diaduk dengan stirrer dengan waktu kontak yang divariasi 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, dan 40 menit. Larutan hasil pengadukan disaring dan filtrat yang di peroleh diukur absorbansinya untuk mendapatkan berat teradsorpsi maksimum (mg/g). Perlakuan diulangi sebanyak dua kali (Rahmawati, 2002). 2.4 Analisa Konsentrasi Logam Tembaga dalam Biomassa Bulu Ayam. Biomassa bulu ayam yang telah digiling ditimbang sebanyak 0,5 gram dan didestruksi dengan HNO3 65%, lalu larutan disaring dan filtrat yang diperoleh dianalisa kadar tembaganya dalam biomassa kering dengan AAS pada panjang gelombang 324,7 nm. Perlakuan diulangi sebanyak dua kali. © Kimia ITS – HKI Jatim
2.5 Optimasi Penyerapan Logam Tembaga oleh Biomassa Bulu Ayam a. Waktu Kontak Biomassa bulu ayam ditimbang 0,5 gram kemudian dimasukkan dalam 50 ml larutan tembaga 50 ppm, diaduk di atas shaker dengan variasi waktu 20, 40, 60, 80, 100, 120 dan 140 menit. Larutan disaring dan filtratnya didestruksi dengan HNO3 65%, lalu larutan dianalisa dengan AAS pada λ 324,7 nm. Perlakuan diulangi dua kali. b. pH
Biomassa bulu ayam ditimbang 0,5 gram kemudian dimasukkan dalam 50 ml larutan tembaga 50 ppm. Keasaman larutan diatur pada pH 3, 5, 7, 9 dengan menambahkan larutan HCl atau NaOH lalu diaduk di atas shaker hingga waktu serapan optimum. Larutan disaring dan filtratnya didestruksi dengan HNO3 65%, lalu larutan dianalisa dengan AAS pada λ 324,7 nm. Perlakuan diulangi dua kali. c. Konsentrasi Tembaga Biomassa bulu ayam ditimbang 0,5 gram kemudian masing-masing dimasukkan dalam 50 ml larutan tembaga dengan variasi konsentrasi 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 dan 1000 ppm, kemudian diaduk di atas shaker sampai batas waktu serapan optimum dan pH diatur pada pH yang memberikan serapan optimum. Larutan disaring dan filtratnya didestruksi dengan HNO3 65%, lalu larutan dianalisa dengan AAS pada λ 324,7 nm. Perlakuan diulangi dua kali. 2.6 Desorpsi Larutan Tembaga Residu hasil penyaringan pada Optimasi Konsentrasi Tembaga pada Penyerapan Logam Tembaga dalam Larutan oleh Biomassa Bulu Ayam pada Kondisi Optimum di atas dimasukkan ke dalam aqua demineralata sebanyak 50 mL, kemudian diaduk di atas shaker pada waktu penyerapan optimum. Larutan disaring dan filtratnya didestruksi dengan HNO3 65%, lalu larutan dianalisa dengan AAS pada λ 324,7 nm. Perlakuan diulangi dua kali. Hal yang sama juga dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 4 N. 2.7 Pengaruh Logam Arsen Terhadap Penyerapan Logam tembaga Oleh Biomassa Bulu Ayam Broiler Larutan tembaga dan larutan arsen dibuat dengan konsentrasi 400 ppm sebanyak 50 mL. Biomassa bulu ayam sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam campuran larutan di atas kemudian diaduk di atas shaker sampai batas waktu serapan optimum dan pH diatur pada pH yang memberikan serapan optimum. Larutan disaring dan filtratnya didestruksi dengan HNO3 65%, lalu larutan dianalisa dengan AAS pada λ 57
Yatim-Penurunan Kadar Tembaga Dalam Larutan Dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam
324,7 nm untuk Cu dan 193,7 nm untuk As. Perlakuan diulangi 2 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Analisa Luas Permukaan Biomassa Bulu Ayam yang Digunakan sebagai Adsorben dengan Metode Metilen Biru.
% met.biru terserap
Alasan kenapa bulu ayam digunakan sebagai adsorben baru pada penelitian ini adalah karena bulu ayam tersusun dari 80 % protein kasar dan α-keratin yang mengandung protein serat. Protein serat ini kaya akan sulfur dan sistein. Sistein merupakan asam amino yang mengandung gugus fungsional berupa karboksilat, amina dan rantai samping sulfihidril yang diyakini dapat memberikan sifat polielektrolit sehingga dapat berperan sebagai penukar ion yang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben tehadap logam berat dari perairan (Tan dkk, 1985 dalam Nazzarudin, 1995). Analisa luas permukaan biomassa bulu ayam dilakukan dengan meggunakan metode metilen biru. Pada analisa ini dilakukan optimasi waktu kontak larutan metilen biru dengan biomassa bulu ayam (tercuci aseton dan dietil eter) dengan variasi waktu kontak 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60, 65 dan 70 menit. Waktu kontak merupakan waktu yang dibutuhkan biomassa bulu ayam untuk menyerap larutan metilen biru. Larutan metilen biru yang digunakan pada analisa optimasi waktu kontak ini adalah 100 ppm dengan berat biomassa bulu ayam yang digunakan adalah 0,1 gram. Dari data tersebut dapat dibuat hubungan antara waktu kontak dengan prosentase metilen biru terserap yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Berdasarkan grafik Gambar 1 dapat dilihat bahwa waktu kontak optimum yang diperlukan untuk menyerap larutan metilen biru tercuci aseton dan dietileter adalah 45 menit. Pengukuran luas permukaan dengan metode metilen biru ini dicobakan pada adsorben biomassa bulu ayam tercuci aseton dan tercuci dietil eter. Dari hasil yang diperoleh maka biomassa bulu ayam tercuci dietil eter mempunyai luas permukaan yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan biomassa bulu ayam tercuci aseton. Hal ini menunjukkan bahwa biomassa kering bulu ayam setelah dicuci dengan dietil ater mempunyai luas permukaan yang sedikit lebih besar sehingga kemampuan daya serapnya juga lebih besar. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa lemak yang masih berada dalam biomassa bulu ayam, sehingga nantinya akan mengganggu proses penyerapan larutan tembaga. Perbandingan besarnya luas permukaan biomassa bulu ayam tercuci oleh aseton dan dietileter dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penentuan Luas Permukaan Biomassa Bulu Ayam Adsorben Biomassa bulu ayam tercuci aseton Biomassa bulu ayam tercuci dietil eter
97 96.5 96 95.5 95 94.5 94 93.5
Xm (mg/g)
S (m2/g)
19,25
71,2
19,32
71,5
adsorben tercuci aseton adsorben tercuci dietileter
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 waktu kontak (menit) Gambar 1. Grafik Optimasi Waktu Kontak Larutan Metilen Biru dengan Biomassa Bulu Ayam Tercuci Aseton dan Dietileter
62
© Kimia ITS – HKI Jatim
2.
Hasil Analisa Konsentrasi Tembaga dalam Biomassa Bulu Ayam Biomassa bulu ayam yang akan digunakan sebagai adsorben untuk menurunkan kadar tembaga dalam larutan terlebih dahulu dilakukan analisa awal terhadap konsentrasi tembaga sebagai kontrol besarnya konsentrasi tembaga yang terkandung di dalamnya. Dari hasil analisa terhadap konsentrasi logam tembaga dalam biomassa bulu ayam melalui Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada 324,7 nm menunjukkan bahwa biomassa bulu ayam yang akan digunakan dalam penelitian ini rata-rata mengandung logam tembaga sebesar 0,0382 ppm atau 3,82 x 10-3 mg/g berat bulu ayam. Konsentrasi tembaga dalam biomassa bulu ayam ini relatif kecil dan diasumsikan tidak akan berpengaruh besar atau mengganggu proses penyerapan tembaga dalam larutan, karena konsentrasi larutan tembaga yang digunakan adalah 50 – 1000 ppm. 3. Hasil Analisa Optimasi Waktu Kontak Penyerapan Larutan Tembaga oleh Biomassa Bulu Ayam Optimasi waktu kontak larutan tembaga dengan biomassa bulu ayam dilakukan dengan variasi waktu kontak 20, 40, 60, 80, 100, 120 dan 140 menit. Waktu kontak merupakan waktu yang dibutuhkan biomassa bulu ayam untuk menyerap logam tembaga. Larutan tembaga yang digunakan pada analisa optimasi waktu kontak ini adalah 50 ppm dengan pH larutan awal rata-rata 0,7. Berat biomassa bulu ayam yang digunakan adalah 0,5 gram. Dari data tersebut dapat dibuat hubungan antara waktu kontak dengan prosentase tembaga yang terserap dari larutan uji seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak maka % Cu terserap semakin besar. Dari Gambar 2. di atas dapat dilihat bahwa kecepatan naiknya % Cu yang terserap paling besar adalah pada awal penyerapan yaitu pada menit ke-20 dengan % Cu yang terserap sebanyak 52,76 % hingga menit ke80 sebanyak 69,63 %. Sedangkan pada menitmenit berikutnya penyerapan cenderung konstan hingga pada menit ke-140. Penyerapan optimum terjadi pada menit ke-80 dengan % Cu yang terserap sebanyak 69,63 % dengan daya serap terhadap Cu rata-rata sebesar 3,48 mg/g berat biomassa bulu ayam. Hal ini terjadi karena pada awal penyerapan, permukaan adsorben masih belum terlalu banyak berikatan dengan Cu sehingga proses penyerapan berlangsung kurang efektif. Pada menit ke-100 hingga 140 penyerapan logam Cu dalam larutan cenderung konstan yaitu rata-rata 69 %. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi permukaan biomassa telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi Cu dalam biomassa dengan
© Kimia ITS – HKI Jatim
lingkungannya sehingga penyerapan pada waktu kontak diatas 80 menit menjadi konstan atau hampir sama. Jika permukaan tertutup oleh lapisan molekuler, maka kapasitas adsorpsi telah habis (Masduqi, 2000). Fenomena ini dapat ditunjukkan dari pola grafik di atas, dimana setelah mencapai waktu kontak optimum (80 menit) % Cu yang terserap cenderung konstan. Luas permukaan biomassa bulu ayam yang digunakan sebagai adsorben adalah 71,5 m2/gram. Luas permukaan ini didapatkan dengan menggunakan metode metilen biru, dimana larutan metilen biru dikontakkan dengan biomassa bulu ayam dengan berbagai waktu kontak hingga didapatkan waktu kontak optimal. Waktu kontak optimal dari metilen biru adalah 45 menit dengan % metilen biru terserap sebesar 96,58 %. Sedangkan waktu kontak optimal larutan tembaga dengan biomassa bulu ayam adalah 80 menit dengan % Cu terserap sebesar 69,63 %. Pada kondisi optimal yang sama, % Cu dan % metilen biru yang terserap berbeda, hal ini dikarenakan adanya partikel-partikel pengganggu lain yang terserap oleh biomassa bulu ayam ketika ia menyerap larutan tembaga, sehingga % Cu yang terserap oleh biomassa kering bulu ayam lebih sedikit. 4. Hasil Analisa Optimasi pH Larutan pada Penyerapan Logam Tembaga dalam Larutan oleh Biomassa Bulu Ayam Alasan kenapa dilakukan optimasi pH larutan tembaga adalah karena pH dapat mempengaruhi gugus-gugus fungsional dari dinding biomassa yang berperan aktif dalam proses penyerapan logam berat. Selain itu berpengaruh juga pada kelarutan dari ion logam dalam larutan, sehingga pH merupakan parameter yang penting dalam biosorpsi ion logam dalam larutan (Fourest, 1992 dalam Volesky, 1990). Kondisi pH lingkungan sangat berpengaruh pada ionisasi gugus-gugus fungsi asam amino penyusun protein yang akan menyediakan tempat untuk berikatan dengan logam berat (Wirahadikusumah, 2001). Optimasi pH larutan tembaga terhadap penyerapan tembaga oleh biomassa bulu ayam pada penelitian ini dilakukan dengan variasi pH sebesar 3, 5, 7 dan 9. Pemilihan pH ini didasarkan pada penelitian–penelitian sebelumnya, yaitu mengenai penyerapan logam berat oleh biomassa hidup maupun kering tidak dilakukan pada kondisi pH larutan dibawah 3 karena pada pH ini kemungkinan terjadi kompetisi antara Cu2+ dengan proton (ion hidronium) sehingga terjadi tolakan yang menghalangi kation logam berdekatan ke sisi biosorben (Fourest, 1992 dalam Jatmiko, 2005).
63
Yatim-Penurunan Kadar Tembaga Dalam Larutan Dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam
%Cu terserap
80 60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
waktu kontak (menit)
% Cu terserap
Gambar 2. Grafik Optimasi Waktu Kontak Penyerapan Larutan Tembaga dengan Biomassa Bulu Ayam 71.5 71 70.5 70 69.5 69 68.5 68 67.5 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
pH
Gambar 3. Grafik optimasi pH larutan pada penyerapan logam tembaga dalam larutan oleh biomassa bulu ayam
Larutan tembaga yang digunakan pada analisa optimasi pH ini adalah 50 ppm dengan berat biomassa bulu ayam yang digunakan adalah 0,5 gram. Sedangkan waktu kontak yang digunakan adalah waktu kontak optimum yaitu 80 menit. Dari data tersebut dapat dibuat hubungan antara pH dengan prosentase tembaga yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada Gambar 3.Berdasarkan grafik Gambar 3. di atas dapat dilihat bahwa pH larutan berpengaruh terhadap banyaknya penyerapan Cu oleh biomassa bulu ayam dalam larutan. Serapan minimum terjadi pada pH 3, yaitu sebesar 67,9 %. Penyerapan optimum terjadi pada pH 7 dengan % Cu yang terserap sebanyak 71,17 % dengan daya serap terhadap Cu rata-rata sebesar 3,56 mg/g. Pada pH 3, didapatkan prosentase serapan Cu yang paling kecil yaitu sebesar 67,9 % dikarenakan pada proses pembentukan kompleks biomassa (sistein) dengan ion logam umumnya disertai dengan pelepasan ion hidrogen (proton). Jika pH larutan rendah (asam) maka logam lebih cenderung larut, sehingga menyebabkan
62
pengurangan kemampuan gugus aktif biomassa dalam mengikat ion logam. Pada pH diatas 3, tembaga membentuk spesi Cu2+ dan Cu(OH)+, yang selanjutnya dengan semakin meningkatnya nilai pH akan meningkatkan ionisasi rantai samping sistein yang berupa thiol (-SH) sehingga semakin meningkatkan tarikannya dengan ion tembaga yang bermuatan positif. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatkan penyerapan terhadap tembaga. Pada penelitian ini, pH optimum adalah pH 7 yang tidak jauh berbeda dengan harga pH isoionik sistein sebesar 6,94. Sedangkan pada pH diatas 7, terjadi penurunan terhadap penyerapan logam tembaga oleh biomassa bulu ayam karena pada pH diatas 7 mulai terjadi pengendapan dari ion tembaga membentuk Cu(OH)2 sehingga menghalangi terjadinya penyerapan tembaga oleh biomassa. Hal ini dikarenakan penambahan NaOH berlebih untuk menaikkan pH menjadi 9 menyebabkan terjadinya reaksi antara OH- dengan Cu menjadi Cu(OH)2 sehingga sebelum diserap oleh
© Kimia ITS – HKI Jatim
konsentrasi 400 ppm dengan konsentrasi tembaga terserap 41 ppm dan daya serap terhadap Cu rata-rata sebesar 4,1 mg/g berat biomassa bulu ayam. Hal ini terjadi karena pada awal penyerapan, permukaan adsorben masih belum terlalu banyak berikatan dengan Cu sehingga proses penyerapan berlangsung kurang efektif. Pada konsentrasi 500 ppm hingga 1000 ppm konsentrasi tembaga yang terserap cenderung konstan yaitu 40 ppm dan daya serap biomassa kering bulu ayam rata-rata 4 mg/g. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi permukaan biomassa telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi Cu dalam biomassa dengan lingkungannya sehingga penyerapan pada konsentrasi diatas 400 ppm menjadi konstan atau hampir sama. Apabila konsentrasi adsorbat (logam tembaga) bertambah maka beban adsorben (bulu ayam) untuk mengikat logam tembaga juga bertambah sehingga semakin banyak logam tembaga yang terikat. Pada penelitian ini luas total permukaan adsorben masih mampu menyerap logam tembaga dengan baik meskipun konsentrasi awal tembaga dinaikkan hingga 1000 ppm. Biomassa bulu ayam yang digunakan sebagai adsorben dapat mengikat logam tembaga dan arsen. Hal ini dikarenakan adsorben tersebut mengandung protein serat yaitu sistein yang mengandung gugus-gugus fungsi amina (NH2), karboksilat (COOH) dan sulfihidril (-SH) (Lehninger, 1990). Secara umum pembentukan ikatan antara tembaga dengan protein berupa senyawa kompleks ion tembaga. Karena tembaga merupakan logam yang berada di blok d, maka tembaga akan cenderung berikatan dengan gugus S atau kelompok senyawa yang mengandung gugus nitrogen (Darmono, 1995). Dengan demikian proses adsorpsi logam tembaga oleh biomassa kering bulu ayam terjadi karena adanya ikatan kovalen antara logam tembaga dengan gugus –SH pada rantai samping protein.
biomassa, logam tembaga sudah bereaksi terlebih dahulu dengan gugus –OH. Kristanto (2000) melaporkan bahwa logam berat mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan gugus yang mengandung sulfur di dalam molekul (protein), sehingga logam berat dapat terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup. Biomassa bulu ayam yang digunakan sebagai adsorben dalam penelitian ini mengandung zat aktif berupa α-keratin yang sebagian besar penyusunnya adalah protein serat sulfihidril, sistein (Lehninger, 1990). 5. Hasil Analisa Optimasi konsentrasi Tembaga pada Penyerapan Logam Tembaga dalam Larutan oleh Biomassa Kering Bulu Ayam Optimasi konsentrasi adsorbat (larutan tembaga) dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan tembaga sebesar 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 dan 1000 ppm. Proses analisa ini dilakukan pada kondisi optimum yang telah ditentukan pada analisa sebelumnya yaitu waktu kontak 80 menit dan pH awal larutan 7 dengan volume larutan uji 50 ml. Sedangkan berat adsorben biomassa bulu ayam yang digunakan adalah 0,5 gram. Dari data tersebut dapat dibuat hubungan antara konsentrasi Cu awal dengan daya serap biomassa bulu ayam yang ditunjukkan pada Gambar 4. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan tembaga maka konsentrasi tembaga yang terserap semakin besar begitu juga dengan daya serap biomassa bulu ayam semakin besar. Dari grafik Gambar 4. di atas dapat dilihat bahwa kecepatan naiknya konsentrasi tembaga terserap dan daya serap paling besar adalah pada awal penyerapan yaitu pada 100 ppm dengan konsentrasi tembaga terserap 32 ppm dan daya serapnya 3,2 mg/g hingga konsentrasi 400 ppm sebanyak 41 ppm dengan daya serap 4,1 mg/g. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi penyerapan cenderung konstan hingga pada konsentrasi 1000 ppm. Penyerapan optimum terjadi pada
daya serap (mg/g)
5 4 3 2 1 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000
konsentrasi Cu aw al (ppm )
Gambar 4 : Grafik hubungan antara konsentrasi awal tembaga dengan daya serap (a) dan konsentrasi Cu terserap (b) pada penyerapan logam tembaga dalam larutan oleh biomassa bulu ayam © Kimia ITS – HKI Jatim
63
Yatim-Penurunan Kadar Tembaga Dalam Larutan Dengan Menggunakan Biomassa Bulu Ayam
40 30 (ppm)
konsentrasi Cu terserap
50
20 10 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000
konsentrasi Cu aw al (ppm )
Gambar 4 lanjutan. : Grafik hubungan antara konsentrasi awal tembaga dengan daya serap (a) dan konsentrasi Cu terserap (b) pada penyerapan logam tembaga dalam larutan oleh biomassa bulu ayam 6. Hasil Analisa Desorpsi Tembaga Desorpsi larutan tembaga dalam adsorben dilakukan untuk mengetahui apakah adsorben dapat diregenerasi atau tidak, sehingga adsorben dapat digunakan lagi untuk melakukan adsorpsi. Desorpsi ini dilakukan dengan cara melarutkan biomassa bulu ayam, yang sudah digunakan untuk mengadsorpsi larutan tembaga (300 ppm) ke dalam aqua demineralata sebanyak 50 mL dengan waktu pengadukan sama seperti pada kondisi adsorpsi optimum yaitu 80 menit. Hal yang sama juga dilakukan desorpsi dengan menggunakan larutan HCl 4N. Hasil adsorpsi tembaga oleh biomassa bulu ayam pada konsentrasi 300 ppm adalah 38,8 ppm dengan daya serap 3,88 mg/g. Desorpsi tembaga dengan aqua demineralata menghasilkan jumlah tembaga yang terlarut lagi sebesar 0,39 ppm dengan daya serap 0,039 mg/g. Hasil adsorpsi tembaga oleh biomassa bulu ayam pada konsentrasi 300 ppm hampir sama dengan hasil desorpsi larutan tembaga menggunakan HCl 4 N. Konsentrasi tembaga terserap (300 ppm) adalah 38,8 ppm dengan daya serap 3,88 mg/g, sedangkan pada desorpsi tembaga, jumlah tembaga yang terlarut lagi sebesar 37,77 ppm dengan daya serap 3,78 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben ini dapat digunakan lagi untuk melakukan adsorpsi setelah dilakukan regenerasi. Hal ini disebabkan karena logam tembaga yang terserap oleh biomassa bulu ayam tidak mudah lepas lagi dengan menggunakan aqua demineralata tetapi logam tembaga mudah lepas lagi dari biomassa bulu ayam dengan jumlah yang hampir sama dalam larutan HCl 4 N. 7. Hasil Analisa Pengaruh Logam Arsen Terhadap Penyerapan Logam Tembaga Oleh Biomassa Kering Bulu Ayam Analisa pengaruh logam arsen terhadap penyerapan logam tembaga oleh biomassa bulu 62
ayam dilakukan pada kondisi optimum yaitu meliputi waktu kontak optimum (80 menit), pH optimum (pH 7), konsentrasi optimum (400 ppm), dan biomassa yang digunakan sebesar 0.5 gram. Data hasil analisa menunjukkan bahwa logam arsen mempengaruhi penyerapan logam tembaga oleh biomassa bulu ayam. Konsentrasi tembaga terserap pada konsentrasi 400 ppm tanpa adanya logam arsen adalah 41 ppm dengan daya serap 4,1 mg/g, sedangkan dengan adanya logam arsen nilai konsentrasi tembaga terserap menurun menjadi 27,9 ppm dengan daya serap 2,79 mg/g. Penurunan nilai konsentrasi tembaga terserap dan daya serap ini dikarenakan terjadi persaingan antara logam tembaga dengan logam arsen dalam proses penyerapan. Biomassa bulu ayam juga menyerap logam arsen pada saat menyerap logam tembaga. Hal ini ditunjukkan oleh nilai konsentrasi arsen terserap (400 ppm) yang bersaing dengan logam tembaga sebesar 9,5 ppm dengan nilai daya serap 0,84 mg/g. Logam arsen dapat mempengaruhi penyerapan tembaga oleh biomassa bulu ayam pada kondisi optimum dikarenakan jari-jari atom arsen lebih kecil daripada tembaga, sehingga arsen juga bisa terserap oleh biomassa bulu ayam ketika menyerap tembaga. Sedangkan jumlah konsentrasi tembaga terserap lebih banyak daripada arsen, karena kondisi penyerapan yang dipakai adalah kondisi optimum untuk penyerapan Cu (waktu kontak, pH dan konsentrasi optimum) sehingga logam Cu lebih banyak yang terikat oleh biomassa bulu ayam daripada logam arsen. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Luas permukaan biomassa bulu ayam yang digunakan sebagai adsorben adalah 71,5 m2/gram.
© Kimia ITS – HKI Jatim
2. Waktu kontak optimum untuk penyerapan logam tembaga dalam larutan oleh biomassa bulu ayam adalah 80 menit dengan % Cu terserap sebanyak 69,63 %. 3. pH optimum untuk penyerapan logam tembaga dalam larutan oleh biomassa bulu ayam adalah pH 7, dengan % Cu terserap sebanyak 71,17 %. 4. Konsentrasi logam tembaga optimum untuk penyerapan logam tembaga dalam larutan oleh biomassa bulu ayam adalah 400 mg/L dengan daya serap sebesar 4,1 mg/g. 5. Logam As berpengaruh terhadap penyerapan logam Cu oleh biomassa bulu ayam dimana daya serapnya menurun dari 4,1 mg/g menjadi 2,79 mg/g dan nilai daya serap logam arsen adalah 0,84 mg/g. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah ini dengan baik. 2. Ibu Dra. Ita Ulfin, MSi, selaku dosen pembimbing atas segala saran dan bimbingannya yang sangat berharga. DAFTAR PUSTAKA Banat F., Al-Asheh S., (2000), “Biosorption of Phenol by Chicken Feather”, Environmental Engineering and policy, 2:85-90 Darmono, (1995), ”Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup”, UI Press, Jakarta Elfia N., Suciati W., Nugroho M., (2002), “Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu dan Papain dalam Pakan Ayam Broiller”, Laporan Penelitian, Jurusan Ilmu Ternak Universitas Brawijaya, Malang Jatmiko A., (2005), “Studi Awal Pemanfaatan Chitosan Untuk Penurunan Kandungan Logam Berat Chrom(VI) pada Limbah, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS, Surabaya
© Kimia ITS – HKI Jatim
Ketaren S., (1986), “Lemak dan Minyak Pangan”, UI-Press, Jakarta Khopkar S. M., (1990), ”Konsep Dasar Kimia Analitik”, Universitas Indonesia Press, Jakarta Kristanto P., (2000), “Ekologi Industri”, ANDI, Yogyakarta Lehninger A. L., (1990), “ Dasar-dasar Biokimia”, Jilid I, Erlangga, Jakarta Marganof, (2003), “Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan”, Makalah Pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PP702) Program Pasca Sarjana S3 ITB, ITB, Bandung Masduqi A. dan Slamet, A., (2000), “Satuan Proses: Modul Ajar “, Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS, Surabaya Nazzarudin, (1995), “Studi Pendahuluan Penurunan Kadar Ion Cu(II) dalam Air dengan Menggunakan Adsorben Rambut Manusia”, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya Rahmawati Fitria, Pranoto, Aryuni N. I., (2002), “Adsorpsi Zat Warna Tekstil Removal Yellow FG Pada Limbah Batik oleh Eceng Gondok dengan Aktivator NaOH”, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Rina A., (2005), “Optimasi Penyerapan Logam Krom Oleh Biomassa Kering Bulu Ayam Broiller “, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya Tan T.C., Chia, C.K., Theo, C.K., (1985),” Uptake of Metal by Chemically Treated Human Hairs”, Water Research, 19:157-162 Volesky B., (1990), “Biosorption of Heavy Metals”, CRC Press, Boston Wingrove A. S., and Caret R. L., (1981), “Organic Chemistry”, Harper and Row Publisher, New York Wirahadikusumah M., (2001), “ Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat”, Jurusan Kimia, FMIPA ITB, Bandung
65