PENTINGNYA KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGENTASKAN KECEMASAN SISWA MENGHADAPI UJIAN Suhendri, S.Pd., M.Pd., Kons.
[email protected] Universitas PGRI Semarang
ABSTRAK Keberadaan pendidikan sungguh membantu keberadaan individu, hal ini terlihat dari berbagai sisi, salah satunya seperti kemampuan individu membedakan antara yang positif dan yang negative. Hal ini membuktikan betapa pendidikan ini sangat penting dan sangat berkontribusi pada setiap manusia. Esensi pendidikan adalah manusia, manusia memiliki dua kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan oleh siapa pun. Kebutuhan tersebut yaitu : kebutuhan jasmani dan kebutuhan psikologis. Keberhasilan pendidikan di tentukan banyak factor : kondisi siswa, guru, fasilitas serta kebijakan. Banyak factor pendukung keberhasilan pendidikan, factor kondisi psikologis siswa menjadi factor utama. Cangginya metode, media pembelajaran serta profesionalnya guru, bukan sebuah jaminan keberhasilan pendidikan. Salah satu kondisi psikologis yang dimaksudkan dalam kajian ini yaitu “kecemasan”. Seseorang merasa tidak nyaman dalam menyalani sesuatu hal, jika individu tersebut merasa tidak nyaman. Adapun indicator kecemasan yaitu : was-was, berdosa, rasa takut, keringat dingin. keberhasilan pendidikan tentu tidak terlepas dari intervensi guru. Guru tersebut adalah mereka ; guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah. Keberadaan konselor sekolah sangat dibutuhkan oleh pihak sekolah tetntu adalah siswa. Subyek bimbingan dan konseling adalah siswa yang sedang berkembang. Dalam perkembangan tentu tidak terlepas dari problem yang itu salah satu yang mempengaruhi adalah factor kognitif, kognitif yang dimaksudkan adala factor psikologis. Dengan demikian konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling sangat penting untuk mempejalari dan mengetahui modelmodel konseling. salah satu model konseling yang mengarap persoalan kognitif adalah konseling rational emotive behavior therapy. Kata Kunci : Konseling Rational Emotive Behavior Therapy, Kecemasan siswa
1
BAB I. PENDAHULUAN Keberadaan pendidikan sungguh membantu keberadaan individu, hal ini terlihat dari berbagai sisi, salah satunya seperti kemampuan individu membedakan antara yang positif dan yang negative. Hal ini membuktikan betapa pendidikan ini sangat penting dan sangat berkontribusi pada setiap manusia. Esensi pendidikan adalah manusia, manusia memiliki dua kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan oleh siapa pun. Kebutuhan tersebut yaitu : kebutuhan jasmani dan kebutuhan psikologis. Dari dua kebutuhan ini dalam pendidikan sangat menentukan keberhasilan siswa. Keberhasilan pendidikan di tentukan banyak factor : kondisi siswa, guru, fasilitas serta kebijakan. Banyak factor pendukung keberhasilan pendidikan, factor kondisi psikologis siswa menjadi pactor utama. Cangginya metode, media pembelajaran serta profesionalnya guru, bukan sebuah jaminan keberhasilan pendidikan. Factor psikologis siswa menjdi vital dalam dunia pendidikan karena subyek utama pendidikan adalah manusia (siswa). Untuk mencapai tujuan pendidikan seperti yang dicanangkan baik dalam UUD 1945 maupun dalam kebijakan-kebijakan lainnya, pihak sekolah tidak cukup hanya melihat pada sisi factor-factor lainnya, melainkan factor kondisi psikologis siswa. Kenyamanan siswa akan membuat siswa menjadi semangat dan termotivasi dalam belajar atau pun menerima pelajaran yang diberikan oleh guru. Salah satu kondisi psikologis yang dimaksudkan dalam kajian ini yaitu “kecemasan”. Seseorang merasa tidak nyaman dalam menyalani sesuatu hal, jika individu tersebut merasa tidak nyaman. Adapun indicator kecemasan yaitu : was-was, berdosa, rasa takut, keringat dingin.
BAB II. KAJIAN LITERATUR A. Kecemasan Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menenukan identitas diri dan 2
arti hidup. Panji Batara (2010 : 18) kecemasan adalah sesuatu kejadian pada diri kita yang bisa menimbulkan detak jantung agak keras, nafas yang memburu, keluarnya keringat, perasaan tidak enak di lambung dan rasa takut di dada. Tetapi tampaknya tidak semua orang yang merasa cemas kemudian merasakan semua hal tersebut, namun beberapa diantara gejalanya tadi pasti dirasakannya. Savitri Ramaiah (2003 : 1) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang, dan karena itu berlangsung tidak lama. Penting sekali untuk mengingat bahwa kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Begitu juga menurut Pradipta Sarastika (2014 : 164) kecemasan merupakan salah satu gangguan emosional yang paling umum, yang di tandai dengan beberapa gejala emosional dan fisik seperti rasa takut, panik, mimpi buruk, pikiran obsetif tak terkendali, terganggu terus menerus dengan pengalaman traumatis, gangguan tidur, ketegangan otot, detak jantung meningkat, keringat dingin, dan gangguan pencernaan. Macam-macam kecemasan Freud (Yustinus Semiun 2006:88) kecemasan dibagi tiga macam : (1) Kecemasan neurotik, adalah ketakutan terhadap suatu bahaya yang tidak diketahui. (2) Kecemasan moral, terjadi karena konflik antara ego dan superego. Setelah superego terbentuk, yang biasanya mulai berkembang dari usia 3-5 tahun, kita mungkin mengalami kecemasan karena adanya konflik antara kebutuhan realistik dan tuntutan superego kita. (3) Kecemasan realistik, yang juga dikenal sebagai kecemasan objektif, hampir serupa dengan ketakutan. Kecemasan realistik ini dapat didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi. Gerald Corey (2010 : 17) berpendapat bahwa ada tiga macam kecemasan : (1) Kecemasan realistik, adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasan sesuai dengan derajat ancaman yang ada. (2) Kecemasan neurotik, adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya. (3) 3
Kecemasan moral, adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri. Orang yang hati nuraninya berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya. Selanjutnya Gilmer (Hartono & Soedarmadji 2012:85) yang membedakan kecemasan menjadi dua, yaitu : (1) kecemasan normal adalah suatu kecemasan yang derajatnya masih ringan, dan merupakan suatu reaksi yang dapat mendorong konseli untuk bertindak, seperti: menunjukan kurang percaya diri, dan juga dapat melakukan mekanisme pertahanan, contoh: memberikan suatu alasan yang rasional atas kegagalan yang dialaminya. (2) kecemasan abnormal adalah suatu kecemasan yang sudah kronis, adanya kecemasan tersebut dapat menimbulkan perasaan dan tingkah laku yang tidak efisien, misalnya mahasiswa harus mengulang ujian, karena ujian pertama belum lulus. Gejala-Gejala Kecemasan Savitri Ramaiah (2003 : 25-28) berpendapat bahwa gangguan kecemasan pada umumnya adalah suatu kondisi penyebab kegelisahan atau ketegangan yang menahun dan berlebihan, sering kali tidak dipicu oleh faktor-faktor provokatif apapun. Kebanyakan orang dengan kondisi demikian senantiasa hidup dengan rasa takut mendapat malapetaka serta khawatir terhadap sebagian besar aspek kehidupan seperti kesehatan, uang, keluarga, pekerjaan, dan sebagainya. Pradipta Sarastika (2014) mengemukakan bahwa gejala kecemasan ada dalam bermacam-macam bentuk dan kompleksitasnya, namun biasanya cukup mudah dikenali. Seseorang yang mengalami kecemasan cenderung untuk terus menerus merasa khawatir akan keadaan yang buruk yang akan menimpa dirinya atau diri orang lain yang dikenalnya dengan baik. Biasanya seseorang yang mengalami kecemasan cenderung tidak sadar, mudah tersinggung, sering mengeluh, sulit berkonsentrasi dan mudah terganggu tidurnya atau mengalami kesulitan untuk tidur. Penderita kecemasan sering mengalami gejala-gejala seperti : (1) Berkeringat berlebihan walaupun udara tidak panas dan bukan karena berolahraga, (2) Jantung berdegup ekstra cepat atau terlalu keras, (3) Dingin pada tangan atau kaki, (4) 4
Mengalami gangguan pencernaan, (5) Merasa mulut kering, (6) Merasa tenggorokan kering, (7) Tampak pucat, (8) Sering buang air kecil melebihi batas kewajaran. Ciri-Ciri Kecemasan Sigmund Freud (Yustinus Semiun 2006:91-92) ada beberapa macam ciri kecemsan : (1) Kecemasan pada dasarnya merupakan pengalaman ketidakberdayaan: perasaan tidak berdaya untuk menangani kebutuhan-kebutuhan interval, tidak berdaya menanggulangi ancaman-ancaman dari luar dan isyarat-isyarat disintegrasi, dan tidak berdaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. (2) Situasi bahaya adalah suatu derivatif atau suatu representasi pengalaman kehilangan. Secara berurutan, kehilangan-kehilangan ini adalah kehilanagn ketergantungan (kelahiran), kehilangan objek cinta, kehilangan cinta dari objek, kehilangan bagian tubuh, dan kehilangan penghargaan diri atau cinta diri. Singgih dan Gunarsa (2004 : 98) mengemukakan bahwa kecemasan dapat dilihat dari perubahan ekspresi muka : tiba-tiba muka menjadi merah, membesarnya pupil mata, gerakan-gerakan otot muka, perubahan gerak-gerik tubuh seperti kakunya otototot, kegelisahan, interupsi gerakan yang tiba-tiba, aktivitas yang berlebih-lebihan, mengunyah benda-benda atau bagian daripada tubuhnya, menggigit diri sendiri atau orang lain dan macam-macam tingkah laku kompulsi. Mungkin saja fungsi kemampuan berbicara mengalami akibat daripada kecemasan dalam bentuk terlalu banyak bicara, menggagap dan membisu. Nevid, dkk (2005: 164) membagi ciri ciri kecemasan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) ciri ciri fisik dari kecemasan, meliputi : kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, jantung yang berdebar keras, suara yang gemetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, terdapat gangguan sakit perut, sering buang air kencing. (2) ciri ciri behavioral dari kecemasan, meliputi: perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang. (3) ciri ciri kognitif dari kecemasan, meliputi: khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir 5
bahwa semuanya terasa membingungkan tanpa bisa di atasi, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran. Faktor-faktor penyebab kecemasan Prawitasari (2012 : 79) mengemukakan sebab timbulnya kecemasan pada siswa meliputi : (1) Ekspektasi orang tua yang tidak realistis atas prestasi yang harus dicapai anak. (2) Karena siswa menghadapi lebih banyak ulangan, perbandingan sosial, dan sejumlah pengalaman gagal. Sedangkan Sundari (2005 : 51) kecemasan terjadi disebabkan oleh : (1) Individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri didalam lingkungan pada umumnya. (2) Manifestasi perpaduan frustasi dan konflik perasaan bersalah yang berlebihan. (3) Diluar kesadaran dan tidak jelas, misalnya takut yang berlebihan tetapi tidak diketahui penyebabnya.
B. Konseling Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Ketika dikembangkan untuk pertama kali pada tahun 1955, Albert Ellis menyebut pendekatannya dengan “rational therapy (RT) (terpai rasional). Pada tahun 1961, ia mengubah namanya menjadi rational emotive therapy (RET) (Terapi Rasional Emotif). Pada tahun 1993, Albert Ellis mengubah langi namanya menjadi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT). Yang dimaksudkan Albert Ellis “rasional” adalah kognisi yang efektif dalamn membantu diri dari pada kognisi yang sekedar valid secara empiris maupun logis. Ia berharap bahwa dirinya telah mengunakan kata kognitif sejak awal karena banyak orang membatasi secara sempit kata rasional yang mengandung maksud intelekstual atau logis empiris. Rasionalitas orang menyadarka diri memutuskan dengan cara masuk akal mana keinginan yang akan diikuti dan oleh sebab itu, didasarkan pada pikiran, emosi dan perasaan. Albert Ellis 1990 (Nelson, Jones. 2011). Layanan konseling perorangan yang di laksanakan di dalam suatu kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Konseling kelompok perlu di berikan kepada siswa yang mempunyai permasalahan yang sedang di alami, dengan adanya 6
konseling kelompok siswa dapat mengungkapkan masalah - masalah yang sedang di hadapi (Prayitno, 2004:30). Kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi kepribadian. Pada umumnya konseling diselenggarakan untuk jangka pendek atau menengah (Latipun, 2011 : 119). Albert Ellis (Mohamad Surya, 2003:15) mengemukakan bahwa dalam Rational Emotive Therapy, manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Orang mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang negatif (seperti kecemasan, rasa berdosa, permusuhan, dan sebagainya). Masalahmasalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis. Dengan pengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat membebankan dirinya dari gangguan emosional. Para penganut teori RET percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggung jawab akan semua perilakunya. Gerald Corey (2010 : 238) terapi rasional emotif adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan mencintai, bergabung dengan mengaktualkan
diri.
Akan
tetapi,
manusia
orang lain, serta tumbuh dan juga memiliki
kecenderungan-
kecenderungan kearah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambatlambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhyul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri. Teori A-B-C-D-E-F
7
Gerald Corey (1995:466) mengemukakan tahapan – tahapan mengenai teori A-B-C adalah teori tentang kepribadian individu dari sudut pandang pendekatan rational emotive behavior therapy. Diagram berikut ini akan menjelaskan interaksi dari berbagai komponen yang sedang dibahas : A
B
D
C
E
F
Keterangan : A. B. C. D. E. F.
Activating Event Belief Consequences Dispute Effek New felling
A adalah keberadaan fakta, suatu peristiwa atau sikap seorang individu. C adalah konsekuensi emosional dan perilaku ataupun reaksi individu, reaksi itu bisa cocok bisa juga tidak. A tidak menjadi penyebab C, melainkan B yaitu keyakinan si pribadi pada A, banyak menjadi penyebab C, reaksi emosi, setelah A, B, C maka munculah D, yang meragukan. D merupakan aplikasi dari metode ilmiah untuk menolong klien menentang keyakinan irrasional konseli. Kemudian munculah E, filsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Filsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan pikiran yang tidak pada tempatnya yang cocok. Apabila berhasil dalam melakukan ini, maka akan terciptanya F. Atau seperangkat perasaan yang baru. kita tidak lagi merasaan cemas yang sungguh-sungguh atau merasa tertekan, melainkan kita merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Cara yang paling baik untuk memulai merasa lebih baik adalah mengembangkan falsafah yang efektif dan rasional. Albert Ellis (Latipun 2011 : 73) ada tiga hal yang terkait dengan perilaku dengan perilaku, yaitu antecedent event (A), belief (B) dan emotional consequence (C), yang
8
kemudian dikenal dengan konsep A-B-C. Antecedent event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan dapat merupakan antecedent event bagi seseorang. Prinsipnya segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu adalah antecedent event. Tujuan Rasional Emotif Behaviour Therapy Muhamad Surya (2003 ; 21) tujuan konseling rasional emotif adalah : 1) memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandanganpandangan klien yang irasional dan logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektifyang positif. 2) menghilangkan gangguangangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah, sebagai konseling dari cara berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri. Latipun (2011 :79) menambahkan bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang sistem keyakinan atau cara berfikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu di capai dalam REBT yaitu : 1) Pemahaman (insight) di capai ketika klien memahami tentang perilaku penolakan diri yang di hubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang di terima (Antecedent event) yang lalu dan saat ini. 2) Pemahaman terjadi ketika konselor/terapis membantu klien untuk memahami bahwa apa yang mengganggu klien pada saat ini adalah karena keyakinan yang irrasional terus di pelajari dan yang di peroleh sebelumnya. 3) Pemahaman di capai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan “melawan” keyakinan yang irrasional (iB).
9
Tahapan Rasional Emotif Behaviour Therapy Albert Ellis (M. Surya, 2003 : 22) menyebutkan tahap-tahap dalam konseling rasional emotif, yaitu : 1) mengajak, mendorong klien untuk meninggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku. 2) menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional. 3) menunjukan kepada klien asas ilogis dalam berpikirnya. 4) menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinankeyakinan irasional klien. 5) menunjukan bahwa keyakinan-keyakinan irasional mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional. 6) menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien. 7) menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali kepada ide-ide rasional. 8) mengajar klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif, dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk menghayati sendiri bahwa ide-ide irasional dapat menghambat perkembangan dirinya. Sukardi (2008:144) yang membedakan konseling rasional emotif menjadi 4 langkah, yaitu : 1) langkah pertama, dalam langkah ini konselor berusaha menunjukan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional. 2) langkah kedua, menyadarkan klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri. 3) langkah ketiga, mengajak klien menghilangkan cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional. 4) langkah keempat, mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak realistis menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional. Teknik Konseling Rasional Emotif Behaviour Therapy Sukardi (2008 : 145) menambahkan teknik-teknik konseling rasional emotif yaitu : (a) teknik pengajaran, dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. (b) teknik konfrontasi, konselor menyerang ketidaklogisan berpikir klien dan membawa klien kearah berpikir logis empiris. (c) teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangan-pandangannya, karena pandangan yang ia kemukaan itu tidak benar. (d) teknik pemberian tugas, dalam 10
teknik ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Kelebihan & Keterbatasan Rasional Emotive Behaviour Therapy Kelebihan Kelemahan Menganggap individu selalu berpikir tidak logis dan irasional a. Individu memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional b. Sangat sulit untuk individu dapat merubah pikiran irasional menjadi rasional. c. Sangat sulit untuk menantang keyakinan irasional yang dianut klien, (Gantina dkk, 2010:220) Keterbatasan Sangat didaktik ; konselor perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya memaksakan filsafat hidupnya sendiri pada kliennya, (Gerald Corey, 2013:259).
BAB III. PENUTUP Kesimpulan Kecemasan merupakan suatu fenomena yang selalu membuat siswa atau peserta didik terganggu secara psikologis dalam mengenyang pendidikan. Kenyamanan siswa merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi predikat atau prestasi siswa. Prestasi akan ditempuh oleh siswa tentu tidak terlepas dari proses pembelajaran baik dikelas maupun diluar kelas. Suasana pembelajaran yang baik tentu akan mempengaruhi kondisi siswa, begitu pula sebaliknya jika kondisi psikologis siswa tidak nyaman maka proses pembelajaran akan pula berpengaruh tidak baik pada tujuan pembelajarn. Guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mengkondisikan atau mengatasi permasalahan yang sedang dialami oleh siswa. Permasalahan tersebut adalah kecemasan yang menganggu kondisi psikologis siswa. Proses penanganan tentu tidak terlepas dari proses konseling. pelaksanaan konseling, tentu tidak terlepas dari model-model konseling. 11
salah satu model konseling yang dapat digunakan oleh konselor untuk menangani kecemasan yaitu konseling rational emotive behavior therapy.
DAFTAR PUSTAKA Batara, Panji. 2010. Solusi Cerdas Mengatasi Cemas. ST book. Corey Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama. Corey Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama. (Terjemahan E.Koswara). Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana. Latipun. 2011. Psikologi Konseling Edisi ketiga. Malang: UMM. Nevid, dkk. 2005. Psikologi Abnormal Edisi kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga. _______. 2004. Layanan Bimbingan Kelompok Konseling Kelompok. Padang: UNP. Nelson R. Jones. 2011. Teori dan praktik konseling dan terapi. Putaka belajar. Yogyakarta. Edisi empat. Terjmahan Helly P.S & Sri Mulyantini S. Ramaiah, Safitri. 2003. Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Sarastika, Pradipta. 2014. Manajemen Pikiran untuk Mengatasi Stress Depresi Kemarahandan Kecemasan. Yogyakarta: Araska. Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta:Kanisius. Singgih D. Y dan Gunarsa. 2004. Psikologi Bermasalah. Jakarta: Gunung Mulia. Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Surya, Mohamad. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Wingkel, W.S. dan M.M Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
12