ISSN 1693-7945
PENTINGNYA KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA BAGI MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA Oleh: Aloisius L. Son Universitas Timor ABSTRAK Proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan kegiatan komunikasi karena dalam proses pembelajaran, antara guru dan siswa terlibat dalam proses penyampaian pesan, penggunaan media, dan penerimaan pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru atau dosen berupa isi materi pelajaran yang dituangkan ke dalam symbol-simbol komunikasi baik verval maupun non verbal. Kemampuan berkomunikasi dalam proses pembelajaran merupakan kemampuan seorang guru dan dosen dalam menciptakan iklim yang komunikatif, dimana antara dosen atau guru dengan maha(siswa) sebagai subyek terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik secara verbal maupun secara nonverbal, dengan menggunakan media atau sumber belajar lainnya. Seorang calon guru matematika harus mampu mengkomunikasikan pikiran matematisnya secara lisan dan tertulis dengan indikator-indikator, mampu (1) mengkomunikasikan pikiran matematisnya secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang lainnya. Indikator ini dapat dimaknai bahwa mahasiswa calon guru matematika harus mampu menyebutkan dan menuliskan alasan dari setiap langkah penyelesaian masalah matematika yang dikemukakannya secara rasional, benar, lengkap, dan sistematis. (2) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya secara tepat. Guru matematika harus mampu membimbing siswa beralih dari bahasa sehari-hari ke bahasa matematis, atau dari informal ke formal. Oleh karena itu, seorang calon guru harus mampu menggunakan istilah, gambar, tabel, diagram, notasi, atau rumus matematika secara tepat. (3) mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi, bermakna bahwa seorang calon guru matematika harus mampu menyampaikan idenya tentang matematika, melalui komunikasi, baik lisan maupun tertulis. (4) menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang lain. Indikator ini penting bagi calon guru matematika agar nantinya ia akan mampu: a. memahami, menerima, dan menghargai jalan pikiran siswa yang beragam, b. mengklarifikasi, mengoreksi, atau meluruskan jalan pikiran siswa yang keliru, c. membimbing diskusi siswa, dan d. merespon pertanyaan dan jawaban siswa dengan cepat dan tepat. Kata Kunci: Komunikasi Pembelajaran, Kemampuan Komunikasi Matematika, Sekilas Tentang Komunikasi Kata komunikasi berasal dari bahasa lati cum, yaitu kata depan yang berarti dengan dan bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam bahasa inggris menjadi communion yang berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. Untuk ber-communio diperlukan usaha dan kerja. Dari kata communion dibuat kata kerja communicare yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang, memberikan sebagian kepada seseorang, tukar menukar, membicarakan sesuatu denganseseorang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan dan berteman. Kata kerja communicare pada akhirnya dijadikan kata benda communication dan dalam bahasa Indonesia diserap menjadi komunikasi. Berdasarkan asal kata communicare, secara harafiah komunikasi berarti pemberitahuan, percakapan, bertukar pikiran dan atau hubungan. Menurut Harjana dalam Naim, N. (2011: 18) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau 1
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media tertentu. Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam dari kegiatan komunikasi karena yang disampaikan orang dalam komunikasi bukanlah kata-kata melainkan makna atau arti dari kata-kata. Dalam bahasa komunikasi, pernyataan disebut sebagai pesan (message). Orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator). Sedangkan, orang yang menerima pesan disebut komunkan (comunicatee). Secara tegas didedinisikan bahwa komunikasi berarti proses penyampain pesan oleh komunikator kepada komunikan. Sesuai dengan pengertiannya, komunikasi sebagai suatu proses transaksi harus didukung oleh komponen-komponen pokok, dimana satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan karena setiap komponen saling berhubungan secara fungsional dengan yang lainnya. Soeharto, K. (2008: 11) mengatakan bahwa pada mulanya proses komunikasi dirumuskan secara sederhana oleh Aristoteles dengan model S–M–R (Source/sumber–Message/pesan–Receiver/penerima). Model ini dipengaruhi oleh keahlian Aristoteles sebagai seorang Retorika. Dalam setiap ceramahnya Ia selalu mengggunakan urutan : Pembicara (Source)–berbicara tentang sesuatu (Message) kepada pendengar (Receiver). Rumusan Aristoteles ini merupakan rumusan dasar, yang kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa ahli misalnya Wilbur Schramm dengan urutan : S–E–S–D–D (Source/sumber – Encoder/proses pemilihan/seleksi lambang yang akan dikomunikasikan–Signal/lambng atau simbol–Decoder/proses memberi makna/arti dari lambang yang dikirim–Destination/tempat atau alamat yang dituju. Model lain yang dikembangkan oleh Berlo yaitu S–M–C–R (Source/sumber– Message/pesan–Chanell/saluran-Receiver/penerima). Yang selanjutnya dikembangkan lagi oleh Lasswell dengan unsur: S–M–C–R–E (Source/sumber–Message/pesan–Chanell/saluranReceiver/penerima–Efec/akhibat/pengaruh). Model ini mengatakan bahwa suatu sumber (S) menyampaikan pesan (M) melalui saluran atau media (C) kepada penerima (R) dengan efek/akhibat/pengaruh (E) tertentu. Terdapat dua (2) bentuk komunikasi yaitu komunikasi langsung dan komunikasi tidak langsung. Komunikasi langsung disebut juga komunikasi lisan yang terjadi dalam konteks berbicara dan mendengar. Sedangkan komunikasi tidak langsung disebut komunikasi tertulis yang terjadi dalam konteks menulis dan membaca. Komunikasi Dalam Pembelajaran Kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan komunikasi karena dalam proses pembelajaran, antara guru dan siswa terlibat dalam proses penyampaian pesan, penggunaan media, dan penerimaan pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru atau dosen berupa isi materi pelajaran yang dituangkan ke dalam symbol-simbol komunikasi baik verval maupun non verbal. Proses ini dinamakan encoding. Sedangkan penafsiran symbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa disebut decoding. Pembelajaran sebagai suatu proses komunikasi digambarkan seperti pada bagan berikut.
Pengirim Pesan
Pesan
Penerima Pesan
Bentuk komunikasi seperti bagan di atas merupakan bentuk komunikasi langsung dalam pembelajaran. Media yang digunakan dalam komunikasi langsung ini berupa bahasa verbal. Tentunta penyampaian pembelajaran dengan bahasa verbal ini hanya dapat dilakukan melalui pembelajaran tatap muka. Salah satu kelemahannya adalah pesan tidak akan sampai kepada penerima pesan dalam hal ini siswa atau mahasiswa jika tidak terjadi tatap muka. Oleh karena itu, dalam suatu proses komunikasi secara langsung diperlukan alat bantu yang berfungsi untuk mempermudah penyampaian pesan yakni pengadaan media pembelajaran, sehingga bagan komunikasi langsung ditambahkan dengan unsure media seperti pada bagan berikut.
2
ISSN 1693-7945
Pengirim Pesan
Pesan
Media
Penerima Pesan
Disamping proses pembelajaran sebagai proses komunikasi yang dapat dilakukan secara langsung, melalui media seperti bagan di atas, dapat pula dilakukan secara tidak langsung. Artinya proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa atau mahasiswa tidak menuntut kehadiran guru atau dosen dalam kelas. Guru atau dosen dapat mendesain pesan yang ingin disampaikan melalui media tertentu, misalnya berupa CD pembelajaran atau CD interaktif. CD pembelajaran maupun CD interaktif sama-sama digunakan dalam proses pembelajaran. Letak perbeddaannya terletak pada ad tidaknya feedback. Pesan yang berupa materi pelajaran yang dikemas dalam media pembelajaran dapat pula dipelajari secara sendiri oleh siswa secara individual tanpa memerlukan kehadiran guru atau dosen (Sanjaya, W. 2012: 93). Inilah yang dimaksud dengan komunikasi tidak langsung dalam pembelajaran. Jadi komunikasi langsung dan komunikasi tidak langsung dalam pembelajaran ditentukan oleh hadir tidaknya guru atau dosen dalam situasi belajar. Dalam komunikasi baik secara langsung maupun secara tidak langsung ini menuntut peran penting seorang guru atau dosen untuk mengoptimalkan proses belajar. Tentunya butuh kemampuan yang esensial dari seorang pengajar. Menurut P3G (1984: 93) dalam Soeharto, K. (2008: 13) mengatakan bahwa ada tiga (3) kemampuan esensial yang harus dimiliki oleh guru dan dosen agar perannya dapat terealisir, yakni 1) kemampuan merencanakan kegiatan, 2) kemampuan melaksanakan kegiatan dan, 3) kemampuan mengadakan komunikasi. Ketiga kemampuan esensial ini disebut “generic esensial”. Ketiga kemampuan ini sama pentingnya, karena setiap guru dan dosen tidak hanya mampu merencanakan kegiatan yang akan dikomunikasikan, dan mampu melaksanakan kegiatan sesuai dengan rancangan, tetapi harus terampil menciptakan iklim yang komunikatif dalam kegiatan pembelajaran. Yang dimaksud dengan kemampuan merencanakan pembelajaran adalah kemampuan guru dan dosen dalam membuat rancangan atau desain pembelajaran. Tidak terkecuali, siapapun yang akan tampil dalam kegiatan pembelajaran tatap muka harus mampu merancang pembelajaran yang berisikan 1) tujuan pembelajaran, 2) materi pembelajaran, 3) strategi atau metode pembelajaran, 4) media pembelajaran, 5) evaluasi pembelajaran dan, 6) sarana dan prasarana pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan tentang perubahan tingkah laku siswa atau mahasiswa setelah kegiatan pembelajaran. Mengenai tujuan pembelajaran sangat penting dalam komunikasi pembelajaran karena: 1. Merupakan salah satu komponen system pembelajaran, 2. Sebagai titik awal, titik pusat, dan titik akhir kegiatan pembelajaran, 3. Sebagai pengikat seluruh komponen dan pengarah kegiatan pembelajaran, 4. Sebagai kriterium keberhasilan pembelajaran, 5. Merupakan deskripsi perubahan tingkah laku hasil pembelajaran. Yang dimaksud dengan kemampuan melaksanakan pembelajaran adalah kemampuan guru dan dosen untuk melaksanakan rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Kemampuan ini meliputi 1) kemampuan memberikan petunjuk tentang tujuan yang ingin dicapai, 2) kemampuan memberikan penjelasan, 3) kemampuan menggunkan media dan metode untuk mencapai tujuan, 4) kemampuan mengatur sarana dan prasarana untuk kegiatan pembelajaran, dan 5) kemampuan melaksanakan evaluasi. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran yaitu kemampuan seorang guru dan dosen dalam menciptakan iklim yang komunikatif, dimana antara dosen dengan mahasiswa atau guru dan siswa sebagai subyek terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik secara verbal maupun secara nonverbal, dengan menggunakan media atau sumber belajar lainnya. Dengan kata lain, iklim komunikatif ini sebagai wahana agar pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rancangan dan mencapai tujuan pembelajaran. 3
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
Guru dan dosen haruslah mengakui dan memperlakukan maha(siswa) sebagai subyek bukan obyek pembelajaran. Hal ini sangat penting karena semakin baik seorang guru dan dosen mengenali maha(siswa)nya maka semakin besar kemungkinan terjadinya komunikasi pembelajaran yang lebih efektif. Guru dan dosen hendaknya memperlakukan maha(siswa) sebagai subyek yang memiliki karakteristik yang unik, memiliki kemampuan yang berbeda, minat dan bakat yang berbeda, memerlukan kebebasan untuk memilih yang sesuai dengan dirinya dan merupakan pribadi yang aktif. Memperlakukan maha(siswa) sebagai obyek dalam komunikasi pembelajaran, yang hanya berkewajiban menerima pesan yang diberikan guru dan dosen adalah merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Oleh karenanya perlu diciptakan iklim yang komunikatif agar setiap maha(siswa) mempunyai kesempatan untuk berkembang. Kemampuan Komunikasi Matematika Permendiknas No 22 Tahun 2006 dalam Son, A. (2013: 1-2) memuat tentang kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat tecapai dalam belajar matematika, yaitu (1) menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisiensi, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk mempelajari keadaan atau masalah, (3) menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (4) menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan pada point ke-2 menggambarkan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejumlah kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari matematika. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis membantu guru untuk: 1. mengukur sikap siswa terhadap matematika; 2. memahami pembelajaran siswa, termasuk kesalahpahaman yang dimiliki siswa; 3. membantu siswa memahami apa yang mereka pelajari; 4. mengakui dan menghargai perspektif lain. Ketika komunikasi ditekankan dalam pembelajaran matematika, siswa akan memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan keterampilan mereka. Dalam rangka pemahaman konsep-konsep matematika dan memecahkan masalah matematika, siswa harus membaca dan menginterpretasikan informasi, mengungkapkan pikiran mereka secara lisan dan tertulis, mendengarkan orang lain, dan berpikir kritis tentang ide-ide matematika. Komunikasi adalah proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain (Naim, 2011: 18). Dalam setiap peristiwa komunikasi terkandung sejumlah unsur diantaranya pesan yang disampaikan, pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi tersebut, cara pengalihan/penyampaian pesan serta teknologi yang dijadikan sarana. Pesan-pesan itu dapat berbentuk lisan maupun tulisan, dapat bersifat verbal maupun non verbal, dalam arti bahwa simbol-simbol yang disepakati tidak diucapkan tetapi disampaikan melalui cara/alat selain kata-kata dan mempunyai makna yang dipahami oleh keduanya. Dalam kegiatan belajar matematika, Viseu dan Oliveria (2012: 289) mengatakan bahwa melalui komunikasi dapat merangsang siswa untuk berbagi ide, pikiran, dugaan dan solusi matematika. Selanjutnya ditegaskan bahwa dalam silabus pendidikan matematika saat ini harus merekomendasikan bahwa siswa harus mampu mengekspresikan ide-ide mereka, menafsirkan dan memahami ide-ide yang disajikan dan berpartisipasi secara konstruktif dalam diskusi tentang ideide, proses dan hasil matematika.
4
ISSN 1693-7945
Indikator Kemampuan Komunikasi Matematika Komunikasi matematika adalah suatu peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi dalam lingkungan kelas sehingga terjadi pengalihan pesan, pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari dikelas secara evaluasi maupun lisan (Asikin, 2001). Lebih ditegaskan dalam Ontario Ministry of Education (2005: 18) bahwa Komunikasi matematika adalah proses mengekspresikan ide-ide dan pemahaman matematika secara lisan, visual, dan tertulis, menggunakan angka, simbol, gambar, grafik, diagram, dan kata-kata. Indikator komunikasi matematika dalam Sumarmo (2003: 4) adalah sebagai berikut. 1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika. 2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar. 3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa/simbol matematika. 4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. 5. Membaca presentasi matematika evaluasi dan menyusun pertanyaan yang relevan. 6. Menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi. Salah satu Program Standard dalam NCTM (2003) adalah seorang calon guru matematika haruslah mampu mengomunikasikan pikiran matematisnya secara lisan dan tertulis kepada temantemannya, para dosen, dan kepada yang lainnya, dengan indikator-indikator, mampu: (1) Mengomunikasikan pikiran matematisnya secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang lainnya; (2) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya secara tepat; (3) Mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi; serta (4) Menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang lain. Berdasarkan definisi dan indikator komunikasi matematika tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematika meliputi komunikasi lisan (oral communication) dan komunikasi tertulis (written communication). Penilaian terhadap komunikasi matematika dalam proses pembelajaran tentunya terjadi dalam dua konteks yang berbeda berdasarkan oral communication dan written communication. Penilaian terhadap written communication terungkap melalui hasil pekerjaan secara tertulis baik berupa ulangan harian, tugas rumah, maupun ujian semester. Sedangkan oral communication lebih nampak selama proses pembelajaran berlangsung sehingga penilaiannya dilakukan melalui pengamatan. Oleh karena itu, komunikasi tertulis (written communication) merupakan kemampuan (ability) dalam aspek kognitif, sedangkan komunikasi lisan (oral communication) merupakan keterampilan (skill) dalam aspek psikomotor. Kemampuan komunikasi matematika adalah proses mengekspresikan ide-ide dan pemahaman matematika secara tertulis menggunakan angka, simbol aljabar, gambar, grafik, diagram, dan kata-kata. Dalam Ontario Ministry of Education (2005: 21) mengatakan bahwa kategori pengetahuan kemampuan matematika merupakan kemampuan mengkomunikasikan ide-ide matematika dan solusi secara tertulis, menggunakan angka dan simbol aljabar, gambar, diagram, grafik, tabel, carta dan tabel. Penilaian terhadap kemampuan komunikasi matematika berdampak pada guru dan siswa. Bagi guru bahwa, melalui penilaian terhadap kemampuan komunikasi merupakan alat penilaian yang memberikaninformasi mengenai pemahaman matematika siswa akan materi yang dipelajari. Sedangkan bagi siswa bahwa, penilaian kemampuan komunikasi matematika adalah suatu proses pembelajaran yang berharga bagi mereka untuk mengekspresikan pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini ditegaskan dalam Ontario Ministry of Education (2006: 61) bahwa komunikasi matematika secara tertulis membantu siswa memikirkan dan mengartikulasikan apa yang mereka ketahui. Kategori pengetahuan dan keterampilan dalam Komunikasi matematika menurut Ontario Ministry of Education (2005: 24) adalah penyampaian makna secara lisan, tulisan, dan dalam bentuk visual (misalnya, memberikan penjelasan penalaran atau pembenaran hasil secara lisan atau tertulis; mengkomunikasikan ide-ide matematika dan solusi secara tertulis, menggunakan angka dan simbol aljabar, dan menggunakan gambar, diagram , grafik, tabel, grafik, carta dan tabel). Lebih khusus Ontario Ministry of Education (2006: 72) menegaskan bahwa komunikasi lisan meliputi berbicara, mendengarkan, bertanya, mendefinisikan, berdiskusi, menjelaskan, 5
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
membenarkan, dan mempertahankan ide. Ketika siswa berpartisipasi dalam aksi ini secara aktif, fokus, dan terarah akan meningkatkan pemahaman mereka tentang matematika. Berdasarkan pernyataan di atas, maka disimpulkan bahwa komunikasi lisan meliputi kegiatan berbicara, mendengar, membaca, dan menulis tentang matematika yang terjadi selama proses pembelajaran. Empat kegiatan utama diatas dapat dinyatakan secara matematis yakni speaking + listening + reading + writing = communication in math. Dengan demikian, komunikasi lisan yang diungkap melalui intensitas keterlibatan maha(siswa) selama berlangsungnya proses perkuliahan, yang menggambarkan penilaian terhadap ranah psikomotor mahasiswa, dengan indikator-indikatornya adalah (1) perhatian saat dosen memberikan motivasi dan atau apersepsi(listening), (2) perhatian dan tanggapan terhadap penjelasan teman (listening), (3) terampil membaca simbol dan grafik (reading), (4) terampil menjelaskan materi perkuliahan kepada teman (speaking), (5) terampil mengajukan pertanyaan (speaking), (6) terampil menjawab pertanyaan (speaking), (7) terampil menyimpulkan materi perkuliahan (speaking), (8) terampil menuliskan konsep/rumus saat memberikan penjelasan (writing), (9) terampil mengerjakan LKM (writing), dan (10) terampil membuat catatan saat dosen meresume hasil diskusi (writing). Pentingnya Kemampuan Komunikasi Matematika Bagi Mahasiswa Calon Guru Matematika Bisa dibayangkan, jika para guru dan dosen matematika kurang dapat mengkomunikasikan pikiran matematisnya kepada maha(siswa) pada saat melaksanakan pembelajaran. Misalkan saja guru kurang dapat memberi penjelasan untuk pertanyaan siswa “mengapa demikian”, atau guru menulis langkah-langkah pembuktian atau penyelesaian masalah kurang terurut atau kurang logis bagi pikiran siswa, atau guru menggunakan notasi matematis yang tidak konsisten, atau guru menggambar bangun geometri kurang tepat, atau guru dapat menyalahkan jawaban siswa tetapi kurang dapat memberi alasan yang dapat diterima pikiran siswa, dan lain-lain, tentulah semakin mengukuhkan gambaran matematika yang sulit dan abstrak bagi siswa. Oleh karena itu mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang memadai sangatlah penting bagi seorang guru matematika. Kemampuan komunikasi matematis ini bisa dilatihkan, atau dipersiapkan sejak yang bersangkutan menjadi mahasiswa calon guru. Tentu tidaklah efektif dan efisien, jika para mahasiswa calon guru matematika hanya mendapatkan teori tentang komunikasi matematis pada suatu mata kuliah, tanpa mendapatkan cukup banyak kesempatan untuk mempraktekkannya. Akan lebih baik jika pembekalan kemampuan komunikasi matematis ini terpadu dalam setiap perkuliahan. Setiap dosen dapat memilih strategi perkuliahan yang memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis. Dengan interaksi dosen dan mahasiswa yang baik, seorang dosen akan dapat mengetahui apa yang dipikirkan mahasiswa, atau apa yang menjadi ketidaktahuan mahasiswa, dengan cara menyimak apa yang dikatakan mahasiswa, apa yang ditanyakan mahasiswa, apa yang mahasiswa tuliskan/gambarkan, dan juga dengan memperhatikan ekspresi mahasiswa. Demikian pentingnya aspek komunikasi matematis dalam matematika ini, sehingga menurut NCTM (2000) program-program pembelajaran dari pra TK hingga kelas 12 seharusnya memungkinkan semua siswa untuk: (1) mengatur dan menggabungkan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi, (2) mengkomunikasikan pemikiran matematis mereka secara koheren dan jelas kepada teman-teman, guru, dan orang lain, (3) menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi-stategi matematis dari orang lain, dan (4) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan gagasan matematis secara tepat. Hampir sama dengan standar komunikasi matematis untuk siswa, khusus untuk calon guru matematika, menurut NCTM (2003), seorang calon guru matematika haruslah mampu mengkomunikasikan pikiran matematisnya secara lisan dan tertulis kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang lainnya, dengan indikator-indikator, mampu (1) mengkomunikasikan pikiran matematisnya secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, para dosen, dan kepada yang lainnya, (2) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya secara
6
ISSN 1693-7945
tepat, (3) mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi, dan (4) menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang lain. Indikator pertama, yaitu mampu mengkomunikasikan pikiran matematisnya secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, para dosen, dan yang lainnya, dapat dimaknai bahwa seorang mahasiswa calon guru matematika haruslah mampu menyebutkan dan menuliskan alasan dari setiap langkah penyelesaian masalah matematika yang dikemukakannya dengan masuk akal, benar, lengkap, sistematis, dan jelas. Kemampuan ini sangat penting baginya kelak kalau menjadi guru, sebab ia akan berperan menjadi fasilitator dan mediator bagi siswa yang belajar matematika. Indikator kedua, yaitu mampu menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide/gagasannya secara tepat, bermakna bahwa sangatlah penting bagi seorang calon guru matematika untuk mampu menyampaikan ide matematisnya dalam istilah yang formal digunakan dalam matematika, karena ia nanti harus mampu membimbing siswa beralih dari bahasa sehari-hari ke bahasa matematis, atau dari informal ke formal. Hal pokok yang penting terkait hal ini adalah seorang calon guru harus mampu menggunakan istilah, gambar, tabel, diagram, notasi, atau rumus matematika secara tepat. Indikator ketiga, yaitu mampu mengelola pikiran matematisnya melalui komunikasi, bermakna bahwa seorang calon guru matematika harus dapat menyampaikan ide/gagasannya tentang matematika, melalui komunikasi, baik lisan maupun tertulis. Berlatih menulis sesuatu tentang matematika atau pendidikan matematika akan sangat berguna baginya dalam meningkatkan pemahaman akan apa yang ditulisnya, sebab ketika seseorang menuliskan gasasannya ia akan dituntut untuk merefleksi atau mengklarifikasi hal-hal yang ditulisnya. Indikator keempat, yaitu mampu menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematis dan strategi-strategi orang lain, penting bagi seorang calon guru matematika agar kalau ia menjadi guru nantinya ia akan mampu: (1) memahami, menerima, dan menghargai jalan pikiran siswa yang beragam, (2) mengklarifikasi, mengoreksi, atau meluruskan jalan pikiran siswa yang keliru, (3) membimbing diskusi siswa, dan (4) merespon pertanyaan dan jawaban siswa dengan cepat dan tepat. Memperhatikan uraian tentang komunikasi matematis seperti tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa seseorang dikatakan mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang baik apabila ia mampu mengkomunikasikan ide matematisnya kepada orang lain dengan jelas, tepat, dan efektif, dengan menggunakan istilah matematis yang sesuai, baik secara lisan maupun tertulis. Penutup Berdasarkan ulasan pada bagian sebelumnya, disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis sangatlah penting bagi seorang guru matematika dalam perannya sebagai fasilitator dan mediator dalam belajar siswa. Untuk itu, para mahasiswa calon guru matematika harus cukup mendapatkan bekal kemampuan komunikasi matematis ketika menempuh perkuliahan. Sebanyak mungkin memberi kesempatan kepada mahasiswa menyampaikan, mengklarifikasi, atau mempertahankan ide/gagasan matematisnya, baik secara lisan maupun tertulis, baik kepada dosen maupun temannya, akan membantunya kelak menjadi guru matematika yang profesional. Manfaat lain dari mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang memadai bagi seorang guru matematika adalah ia akan mampu memberi gambaran yang wajar tentang matematika kepada siswa, sehingga lambat laun pandangan matematika yang sulit dan sangat abstrak bagi siswa akan semakin berkurang. Jika hal ini terjadi, maka sebagian besar siswa tidak lagi menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit sehingga memungkinkan siswa belajar matematika dengan rasa senang, antusias, dan percaya diri, dalam mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
7
GEMA WIRALODRA VOL.VII No.1 JUNI 2015
DAFTAR PUSTAKA Asikin, M. 2001. Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma Naim, N. 2011. Dasar-DAsar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta: AR-RUZZMEDIA National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Prinsiples and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM. National Council of Teachers of Mathematics. (2003). NCTM Program Standards. Programs for Initial Preparation of Mathematics Teachers. Standards for Secondary Mathematics. Ontario Ministry of Education. (2005). The Ontario Curriculum. Grades 1 to 8: Mathematics. Toronto, ON: Queen’s Printer for Ontario. Ontario Ministry of Education. (2006). A guide to effective instruction in mathematics. Kindergarten to grade 6:Volume 2 – Problem solving and communication. Toronto, ON: Queen’s Printer for Ontario. Sanjaya, W. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Predana Media Group Soeharto, K. 2008. Komunikasi Pembelajaran, Peran dan Keterampilan Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: SIC Son, A. 2013. Pembelajaran matematika dengan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Berbasis Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Self-confidence dan Kemampuan Komunikasi Matematika. Thesis. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Sumarmo, U. 2003. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah. Bandung: UPI. Viseu, F., dan Oliveria, I.B. 2012. Open-ended Tasks in the Promotion of Classroom Communication in Mathematics. International Electronic Journal of Elementary Education. (journal online) 4(2), 287-300.
8