Peningkatan Nilai Tambah Limbah Sekam Padi sebagai Sumber Energi dan Pupuk Organik di Perdesaan Sunanto
237
PENINGKATAN NILAI TAMBAH LIMBAH SEKAM PADI SEBAGAI SUMBER ENERGI DAN PUPUK ORGANIK DI PERDESAAN Increasing Value-Added of Rice Husk Waste as a Source of Energy and Fertilizer Organic in Rural Areas Sunanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km 17,5, Makassar 90243 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Fuel is a material that is converted into energy through a process. The needs for fuel oil and natural gas, especially for rural households, continue to increase along with technology developments. This research aimed to explain rice husk waste management as renewable energy resource. This research was conducted through literature study in May–July 2014. The results of literature reviews showed the high availability of potential renewable energy sources (rice husk) in rice producing centers in South Sulawesi. The rice husk as a by-product of agriculture is still considered as agricultural waste by rural communities. Utilization of rice husk waste as environmentally-friendly organic fuel to meet energy needs of rural communities can be done to increase valueadded of rice husk. The potential of rice husk in South Sulawesi reachs 1,032,084 tons or equivalent to 3,405,877 mcal energy per year. The utilization of rice husk as an alternative energy can be done to improve rural energy security. Development strategy to increase value-added of rice husk as alternative energy can be done by processing the rice husk into briquette which can be used by the farmers as an energy source for cooking and for drying machine. Keywords: rice husk, waste, briquette, biofertilizer, value-added
ABSTRAK Bahan bakar merupakan material yang diubah melalui suatu proses menjadi energi. Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi, khususnya rumah tangga masyarakat perdesaan terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengelolaan pemanfaatan limbah sekam padi sebagai sumber energi di perdesaan. Penelitian ini dilaksanakan melalui studi pustaka pada bulan Mei–Juli 2014. Hasil penelusuran pustaka menunjukkan potensi sumber energi terbarukan (sekam padi) tersedia sangat banyak di daerah sentra produksi padi di Sulawesi Selatan. Sekam padi tersebut sebagai hasil ikutan pertanian masih dianggap sebagai limbah pertanian oleh masyarakat perdesaan. Peningkatan nilai tambah limbah sekam padi sebagai bahan bakar organik ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga masyarakat perdesaan dapat dilakukan. Potensi limbah sekam padi di Sulawesi Selatan mencapai 1.032.084 ton sekam atau energi sebesar 3.405.877 mkal/tahun. Hal ini dapat dijadikan energi alternatif di perdesaan untuk menumbuhkan kemandirian energi perdesaan. Dalam pemanfaatan limbah tersebut diperlukan strategi pengembangan pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan nilai tambah limbah sekam padi sebagai bahan bakar berupa briket. Bahan bakar briket ini dapat digunakan oleh rumah tangga petani sebagai sumber energi untuk memasak dan sumber energi panas pada mesin pengering gabah. Kata kunci: sekam, limbah, briket, pupuk organik, nilai tambah
PENDAHULUAN
Bahan bakar merupakan material yang diubah melalui suatu proses menjadi energi. Pada umumnya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Berdasarkan bentuknya bahan bakar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu padat, cair, dan gas, sedangkan sifat bahan bakar tersebut ada yang berkelanjutan ada juga yang tidak berkelanjutan (BPTP Babel, 2012).
238
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi, khususnya rumah tangga di masyarakat perkotaan dan perdesaan terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi, sedangkan ketersediaannya semakin terbatas, ditambah lagi subsidi bahan bakar minyak dan gas bumi yang semakin dibatasi. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan daya beli masyarakat semakin berkurang. Keterbatasan sumber energi fosil tersebut mendorong masyarakat untuk menggali potensi sumber energi alternatif. Beberapa kali penelitian dilakukan untuk menemukan sumber energi yang memberikan manfaat dan dapat berkesinambungan. Salah satu potensi yang terdapat di perdesaan adalah sekam padi. Sekam padi diartikan sebagai limbah di mana sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan juga mengganggu kesehatan manusia. Setiap penggilingan padi terdapat tumpukan bahkan gunungan sekam yang semakin lama semakin tinggi. Saat ini pemanfaatan sekam padi tersebut masih sangat sedikit, sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan. Lapisan keras yang ada pada sekam adalah kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Limbah tersebut sekam padi dapat dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar, serta pupuk organik. Penggunaan energi sekam bertujuan untuk menekan biaya pengeluaran untuk bahan bakar bagi rumah tangga petani. Penggunaan bahan bakar minyak yang harganya terus meningkat akan berpengaruh terhadap biaya rumah tangga yang harus dikeluarkan setiap harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan pemanfaatan limbah sekam padi sebagai bahan sumber energi terbarukan sebab sampai saat ini pengelolaan limbah sekam belum banyak diketahui.
METODE PENELITIAN
Permasalahan yang dihadapi masyarakat perdesaan khususnya, berkaitan dengan hasil ikutan padi adalah limbah sekam padi. Sekam ini belum dimanfaatkan sehingga pengusaha penggilingan padi harus mengeluarkan biaya dua juta rupiah per tahun (Sunanto et al,, 2011). Seharusnya limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi komoditas yang mempunyai nilai tinggi dan dapat mensubtitusi bahan bakar minyak dan gas bumi. Adapun kerangka teori pemanfaatan limbah sekam padi menjadi bahan bakar organik ramah lingkungan dapat disajikan sebagai Gambar 1. Usaha tani pertanian tanaman pangan, khususnya komoditas padi, hasil utamanya adalah gabah atau beras. Adapun hasil sampingan yang akan diperoleh ada beberapa, yaitu jerami, sekam, dedak, beras pecah. Sekam sebagai limbah dapat diproses dengan teknik yang sederhana menjadi briket. Briket ini berfungsi sebagai bahan bakar pada kebutuhan alat pengering gabah dan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam memasak di rumah tangga petani. Hasil pembakaran tersebut limbah yang tersisa adalah abu yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk dikembalikan ke lahan usaha tani padi di sawah. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian penelusuran potensi pemanfaatan limbah sekam padi sebagai sumber energi terbarukan untuk perdesaan. Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Mei–Juli 2014 di Sulawesi Selatan. Hasil penelusuran kemudian dijabarkan dan diinterpretasikan berdasarkan potensi dan pemanfaatan limbah sekam.
Peningkatan Nilai Tambah Limbah Sekam Padi sebagai Sumber Energi dan Pupuk Organik di Perdesaan
239
Sunanto
Usaha tani Padi Produksi Gabah
Jerami Pupuk Organik
Sekam
Beras
Briket
Bahan Pangan
Dedak Pakan Ternak
Bahan Bakar Rumah Tangga
Bahan Bakar Mesin Pengering Gabah
Memasak
Pengeringan Gabah
Abu Sisa Pembakaran/Pupuk Organik Gambar 1. Kerangka pikir peningkatan nilai tambah limbah sekam padi
POTENSI PRODUKSI SEKAM DAN ENERGI
Sulawesi Selatan sebagai lumbung pangan ketiga nasional yang berbasis padi, maka kontribusi produksi sekam cukup besar. Jumlah sekam yang dihasilkan linier dengan jumlah produksi padi. Rataan produksi gabah dan sekam setiap tahun masing-masing mencapai 4.128.335 ton dan 1.032.084 ton. Hasil ikutan sekam tersebut menjadi potensi energi sebesar 3.405.877 mkal/tahun (Tabel 1). Tabel 1. Produksi padi, sekam, dan estimasi energi di Sulawesi Selatan, 2008-2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Rataan
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Produksi padi (ton) 3.552.835 3.390.397 3.365.509 3.635.139 4.083.356 4.323.130 4.382.442 4.511.705 5.003.011 5.035.830 4.128.335
Produksi sekam (ton) 888.209 847.599 8413.77 908 785 1.020 839 1.080.783 1.095.611 1.127.926 1.250.753 1.258.958 1.032.084
Estimasi energi (mkal) 2.931.089 2.797.078 2.776.545 2.998.990 3.368.769 3.566.582 3.615.515 3.722.157 4.127.484 4.154.560 3.405.877
Sumber: BPS Provinsi Sulsel (2009-2013)
Memerhatikan Tabel 1 tersebut, terdapat pertambahan produksi padi setiap tahun mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2004–2006 produksi padi mengalami penurunan, setelah masuk tahun 2007–2013 produksi padi terus mengalami tren kenaikan yang cukup baik. Produksi sekam padi
240
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
ini juga mengalami linier, sebab setiap kilogram gabah akan mengandung 20-30% sekam. Dengan demikian produksi sekam padi linier positif dengan produksi padi. Khusus potensi energi hasil limbah sekam sampai saat ini belum dimanfaatkan. Potensinya setiap tahun mencapai 3.405.877 mkal/tahun. Apabila potensi tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat perdesaan dengan dukungan inovasi pemerintah, maka berdampak pada penghematan energi fosil atau gas dan memberikan kemandirian energi perdesaan.
ENERGI ALTERNATIF
Potensi sumber energi terbarukan tersedia sangat banyak di daerah sentra produksi padi di Sulawesi Selatan. Sekam tersebut masih dianggap sebagai limbah pertanian yang tidak mempunyai nilai (Nappu et al., 2010). Hasil ikutan padi berupa sekam mencapai 1,3 juta ton sekam/tahun atau setara dengan panas 5,3 miliar mkal/tahun. Pengusaha penggilingan padi dalam menangani limbah sekam mengeluarkan biaya dua juta rupiah/tahun (Sunanto et al., 2011). Peningkatan nilai tambah limbah sekam padi sebagai bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga masyarakat perdesaan dapat dilakukan. Pelaksanaan kegiatan tersebut dengan pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui, memahami, dan mampu memanfaatkan sumber bioenergi terbarukan. Sampai saat ini masyarakat masih menganggap sekam padi sebagai hasil ikutan produksi padi sebagai limbah pertanian. Limbah ini dikategorikan produk yang tidak mempunyai nilai dari sisi teknis, ekonomis, dan sosial. Namun demikian, limbah ini bila dilakukan pengelolaan secara bijak dapat diubah menjadi sumber bioenergi terbarukan. Bentuk produk yang dapat dihasilkan adalah briket sekam padi dan sekam yang langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengering gabah. Pemanfaatan sekam sebagai bahan bakar organik memberikan beberapa keuntungan, antara lain: 1) mengurangi gunungan limbah sekam dan 2) menekan konsumsi minyak tanah atau gas bumi dan kayu bakar (Rachmat, 2006). Apalagi subsidi bahan bakar minyak dan gas bumi sudah mulai dikurangi. Kondisi ini akan memberatkan masyarakat dalam penggunaannya, sehingga perlu dicari solusi alternatif bahan bakar ramah lingkungan dari limbah sekam padi. Briket sekam padi secara teknis sudah dapat dilakukan di tingkat masyarakat perdesaan. Namun demikian, masyarakat belum mengetahui secara tepat teknologi tepat guna pemanfaatan limbah sekam padi menjadi briket. Penanganan pascapanen gabah secara konvensional (penjemuran dengan sinar matahari) pada wilayah tipe iklim basah dapat berakibat menurunnya kualitas beras, apabila kondisi iklim kurang mendukung. Guna mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas beras, maka penerapan mesin pengering gabah berbahan bakar sekam (BBS) dapat digunakan. Prototipe mesin pengering gabah sudah tersedia pada Badan Litbang Pertanian (Nurhasanah et al., 2007). Pengelolaan limbah sekam padi dapat dijadikan sebagai bahan pemanas pengering gabah dengan menggunakan tungku. Sumber energi terbarukan berasal dari sekam merubah bahan sekam yang dibakar menghasilkan panas yang disalurkan ke dalam plenum. Energi yang dihasilkan setiap kg sekam mencapai 3.300 kkal/kg sekam (Rachmat, 2006). Sutrisno et al. (1999) dan Hasbullah (2000) menyatakan bahwa panas yang dihasilkan pada tungku sekam masih rendah dan sistem pembakarannya kurang kontinyu sebagai pengeringan gabah. Selanjutnya dilakukan modifikasi tungku dengan hasil meningkatkan presentase beras kepala dan rendemen giling dari mesin pengering gabah. Hasil modifikasi tungku pemanas tersebut meningkatkan suhu dinding tungku dan efisiensi sebesar 15,1%, serta menurunkan biaya pengeringan Rp60–Rp100/kg gabah kering panen (GKP) untuk bahan bakan sekam dan minyak (Sutrisno dan Rachmat, 2003). Perencanaan kelembagaan dilakukan secara bottom-up melalui pendekatan participatory assesment and approach (Hermanto dan Subowo, 2007). Proses pengambilan keputusan dalam masyarakat petani merupakan suatu tindakan berbasis komunitas yang dapat dimanfaatkan sebagai
Peningkatan Nilai Tambah Limbah Sekam Padi sebagai Sumber Energi dan Pupuk Organik di Perdesaan Sunanto
241
salah satu celah masuk (entry point) upaya diseminasi teknologi. Upaya pemberdayaan kelembagaan petani memiliki keterkaitan kuat dengan kondisi sosio-teknis komunitas petani. Syahyuti (2006) mengungkapkan bahwa modal sosial yang tinggi dicirikan oleh berkembangnya dan berfungsinya kelembagaan di tengah masyarakat dengan baik. Pemberdayaan kelembagaan petani melalui pengembangan kelembagaan harus didasarkan kepada pemahaman yang baik terhadap ragam dan sifat modal sosial yang dimiliki, sehingga rancangan kelembagaan akan menjadi tepat. Kebijakan mikro yang mendukung pemberdayaan kelembagaan petani memerlukan kebijakan pengembangan infrastuktur dan kebijakan pengembangan kelembagaan (termasuk di dalamnya lembaga keuangan, penelitian dan pengembangan, serta pengembangan organisasi petani).
MANFAAT ABU SEKAM
Abu sekam memiliki fungsi mengikat logam berat. Selain itu, sekam berfungsi untuk menggemburkan tanah sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur hara di dalamnya. Dengan demikian, masih tetap perlu campuran media lain dalam media tanaman tersebut, baik juga dicampur dengan kompos. Sekam ada dua jenis yang dipakai untuk tanaman hias: pertama, yang hangus 50% untuk media tanam atau dicampur, tetapi untuk semai bibit, adenium misalnya kurang baik; kedua, yang hangus 100% ini baik untuk media atau campuran dan juga baik untuk semai karena lebih steril. Kelembaban saat membuatnya tidak perlu diperhatikan, tetapi saat aplikasinya pada tanaman harus lembab sedikit. Semua tanaman dapat tumbuh baik pada media sekam bakar. Keuntungan memakai media tanaman sekam bakar adalah steril, poros, banyak unsur hara, ringan untuk mobilisasi, tetapi harganya terbilang mahal karena proses pembuatannya memakan waktu dan bahan bakar yang banyak. Bahan organik juga merupakan kompos bagi tanah. Bahan tersebut berfungsi memperbaiki sifat tanah dan membantu mengikat unsur nitrogen, posfor, dan kalium (NPK) dalam tanah. Hanya saja kandungan unsur hara pada abu sekam sedikit, sehingga perlu ditambah dengan kompos dan pupuk buatan, dengan intensitas sesuai kebutuhan tanah.
STRATEGI PENGEMBANGAN
Kemitraan Penggilingan Padi Usaha tani padi yang dilakukan setiap daerah kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki karakter yang berbeda dalam hal penanganan hasil panen. Wilayah Sulawesi Selatan bagian selatan, hasil panen padi langsung dibawa ke rumah dan dilakukan penjemuran untuk mencapai kering giling, sedangkan untuk wilayah Sulawesi Selatan pada sentra produksi padi, hasil panen tidak semua dibawa pulang ke rumah. Sebagian langsung dijual di lahan kepada pengusaha di wilayah kabupaten maupun pedagang dari luar kabupaten. Penggilingan padi sebagai usaha jasa pengolahan hasil panen dari gabah menjadi beras. Sistem usahanya ada dua jenis. Jenis yang pertama adalah penggilingan padi yang bersifat statis, yaitu mesin tinggal di tempat dan pengguna jasa mendatanginya. Jenis yang lain adalah penggilingan padi yang bersifat mobil, di mana pengusaha mendatangi pengguna jasa penggilingan dan langsung diproses penggilingan di tempat pengguna jasa. Dengan penggilingan jenis kedua akan sulit untuk mengumpulkan sekam skala besar sebagai hasil ikutan. Pengusaha besar penggilingan padi mempunyai kemampuan membeli gabah dari petani dan memprosesnya menjadi beras. Hal ini memberikan peluang pada penumpukan hasil ikutan berupa sekam. Sekam ini akan menggunung selama proses penggilingan berjalan karena 20-30% hasil dari penggilingan gabah adalah sekam. Limbah ini tidak dimanfaatkan oleh pengusaha penggilingan padi. Justru untuk menanganinya, pengusaha harus mengeluarkan biaya ekstra mencapai dua juta per tahun (Sunanto et al., 2011).
242
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Kondisi ini membuka peluang usaha kepada kelembagaan petani untuk memanfaatkan limbah menjadi energi terbarukan yaitu dalam bentuk briket sekam. Dalam pemanfaatan limbah tersebut menjadi briket bisa dilakukan kemitraan yang saling memberikan keuntungan. Penggusaha penggilingan padi sudah tidak perlu membersihkan limbah hasil ikutan padi tersebut, sedangkan pengusaha pembuatan briket sekam dapat memanfaatkan limbah tersebut menjadi nilai ekonomi yang lebih baik.
Pemberdayaan Kelembagaan Petani Kelembagaan petani merupakan organisasi yang tumbuh dan berkembang berbasis pada kepentingan masyarakat tani perdesaan. Organisasi tersebut terbentuk atas dasar kesamaan tujuan dan kesamaan wilayah, sehingga anggota organisasi mempunyai kepentingan yang sama dalam meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik. Kategori kelembagaan petani di perdesaan ada beberapa, yaitu kelompok tani, kelompok wanita tani, kelompok pemuda tani, gabungan kelompok tani, kelompok peternak, dan lain-lain. Kelembagaan tersebut terbentuk dengan memperhatikan kebutuhan wilayah dalam mewadahi anggota sebagai organisasi. Organisasi petani di perdesaan akan dapat tumbuh dan berkembang, apabila sinergitas semua pihak dapat mendukungnya. Kelembagaan yang berada di perdesaan dapat melakukan kerja sama dengan pengusaha penggilingan padi, sehingga limbah sekam yang tidak mempunyai nilai bagi pengusaha penggilingan padi dapat diubah menjadi briket oleh kelembagaan petani. Briket ini dapat dijadikan bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga anggota kelembagaan petani ataupun digunakan sebagai bahan bakar mesin pengering gabah di tingkat petani perdesaan.
Pelatihan Pembangunan pertanian khususnya pemanfaatan limbah sekam padi sebagai briket ke depan diarahkan untuk memberikan peran dan partisipasi aktif masyarakat secara proporsional. Penyuluhan pertanian memiliki peran strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat, karena penyuluhan pertanian bukan saja berperan dalam prakondisi masyarakat agar tahu, mau, dan mampu berperan serta dalam pembangunan pertanian, tetapi juga menumbuhkan kemandirian masyarakat yang berbasis pada pembangunan pertanian. Pelatihan sebagai kegiatan penyuluhan dalam rangka memberdayakan masyarakat khususnya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani sebagai sasaran penyuluhan pertanian. Keberadaan petani yang memiliki sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai dalam bidang pertanian diharapkan dapat mendukung dan berperan serta dalam pembangunan pertanian. Oleh karena itu, pelatihan petani perlu dilaksanakan dan dikembangkan dengan memperhatikan faktor efisiensi, efektivitas, dan relevansi. Berbeda dengan pendidikan umum yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, pelatihan berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Pada dasarnya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pelatihan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pelatihan harus digali dari masyarakat itu sendiri. Pelatihan perlu dirancang sedemikian rupa mengingat pesertanya adalah orang dewasa, petani, dan orang yang berprofesi selain petani yang kegiatannya berkaitan dengan pembangunan pertanian. Oleh karenanya, maka dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi orang dewasa di antaranya bersifat partisipatif, reflektif, dan memberikan umpan balik. Pelaksanaan pelatihan dilakukan dengan sistematik pola sikap/pengetahuan yang diperlukan oleh seseorang atau masyarakat (Jumena, 2000). Kegiatan-kegiatan dalam manajemen pelatihan meliputi menetapkan sasaran, perencanaan, pelaksanaan, pengecekan/pengawasan dan pengembangan diklat. Perencanaan adalah menentukan kebutuhan latihan berikut rekomendasinya. Menyusun pola dan program latihan sesuai rekomendasi
Peningkatan Nilai Tambah Limbah Sekam Padi sebagai Sumber Energi dan Pupuk Organik di Perdesaan Sunanto
243
berikut metode dan sarana latihan. Pelaksanaan adalah menyelenggarakan dan melaksanakan latihan. Pengecekan/pengawasan adalah menilai hasil-hasil dari pelaksanaan latihan yang telah dilakukan serta mengetahui apa-apa yang masih perlu disempurnakan. Penelitian dan pengembangan adalah meneliti dan mengembangkan cara-cara latihan sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengalaman agar tercapai produktivitas kerja.
Pembinaan Usaha Upaya untuk mendukung peningkatan sumber daya manusia berkualitas dilakukan melalui penyuluhan pertanian dengan pendekatan kelompok yang dapat mendukung sistem agribisnis berbasis pertanian (pemanfaatan limbah sekam padi). Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan pembinaan dalam rangka penumbuhan dan pengembangan usaha kelompok tani menjadi kelompok yang kuat dan mandiri untuk meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya. Pembinaan kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem agribisnis dan peningkatan peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya dengan menumbuhkembangkan kerja sama antara petani dan pihak lainnya yang terkait untuk mengembangkan usaha taninya. Selain itu, pembinaan kelompok tani diharapkan dapat membantu menggali potensi, memecahkan masalah usaha tani anggotanya secara lebih efektif, dan memudahkan dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya. Dalam rangka mengoperasionalkan kebijakan tersebut diperlukan pedoman penumbuhan dan pengembangan kelompok tani sebagai acuan bagi petugas pembina. Dasar penumbuhan kelompok tani dalam masyarakat umumnya didasarkan atas adanya kepentingan dan tujuan bersama, sedangkan kekompakan kelompok tersebut bergantung pada faktor pengikat yang dapat menciptakan keakraban individu-individu yang menjadi anggota kelompok. Penumbuhan kelompok tani dapat dimulai dari kelompok-kelompok/organisasi sosial yang sudah ada di masyarakat yang selanjutnya melalui kegiatan penyuluh pertanian diarahkan menuju bentuk kelompok tani yang semakin terikat oleh kepentingan dan tujuan bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan dari usaha taninya. Kelompok tani juga dapat ditumbuhkan dari petani dalam satu wilayah, dapat berupa satu desa atau lebih, dapat berdasarkan domisili atau hamparan tergantung dari kondisi penyebaran penduduk dan lahan usaha tani di wilayah tersebut. Penumbuhan dan pengembangan kelompok tani didasarkan atas prinsip dari, oleh, dan untuk petani. Jumlah anggota kelompok tani 20 sampai 25 petani atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usaha taninya. Kegiatan-kegiatan kelompok tani yang dikelola bergantung pada kesempatan anggotanya, dapat berdasarkan jenis usaha, atau unsur-unsur subsistem agribisnis (pengadaan sarana produksi, pemasaran, pengolahan hasil pascapanen). Dalam penumbuhan kelompok tani tersebut perlu diperhatikan kondisi-kondisi kesamaan kepentingan, sumber daya alam, sosial ekonomi, keakraban, saling mempercayai, dan keserasian hubungan antarpetani, sehingga dapat merupakan faktor mengikat untuk kelestarian kehidupan berkelompok, di mana setiap anggota kelompok dapat merasa memiliki dan menikmati manfaat sebesar-sebesarnya dari apa yang ada dalam kelompok tani. Penumbuhan kelompok tani didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) kebebasan, 2) keterbukaan, 3) partisipatif, 4) keswadayaan, 5) kesetaraan, dan 6) kemitraan. Adapun proses penumbuhannya melalui langkah-langkah: 1) pengumpulan data dan informasi, 2) advokasi (saran dan pendapat) kepada para petani. Penumbuhan/pembentukan kelompok tani dilakukan dalam pertemuan atau musyawarah petani yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pamong desa, penyuluh pertanian sebagai mitra kerja petani dan instansi terkait. Selanjutnya kesepakatan membentuk kelompok tani dituangkan dalam berita acara pembentukan kelompok tani. Pemilihan pengurus kelompok dilakukan secara musyawarah mufakat dari anggota oleh seluruh anggotanya. Perangkat kepengurusan kelompok tani sekurangkurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Penumbuhan kelompok tani yang mantap memerlukan kesabaran sesuai dengan tingkat kesadaran para petani yang akan membentuknya. Pembentukan kelompok tani yang terlalu cepat atau terlalu lama dapat mengakibatkan turunnya minat calon anggota, dan hal ini harus dihindarkan. Sebagai tindak lanjut dari penumbuhan/pembentukan kelompok tani dan pemilihan pengurus, maka diadakan pertemuan lanjutan yang dihadiri seluruh anggota untuk menyusun dan atau menetapkan rencana kerja kelompok.
244
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
KESIMPULAN DAN SARAN
Sekam padi sebagai hasil ikutan pertanian masih dianggap sebagai limbah pertanian oleh masyarakat perdesaan. Peningkatan nilai tambah limbah sekam padi sebagai bahan bakar organik ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga masyarakat perdesaan dapat dilakukan. Potensi limbah sekam padi di Sulawesi Selatan mencapai 1.032.084 ton sekam atau energi sebesar 3.405.877 mkal/tahun. Hal ini dapat dijadikan energi alternatif di perdesaan untuk menumbuhkan kemandirian energi perdesaan. Dalam pemanfaatan limbah tersebut diperlukan strategi pengembangan pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan nilai tambah limbah sekam padi sebagai bahan bakar berupa briket. Bahan bakar briket ini dapat digunakan oleh rumah tangga petani sebagai energi dalam memasak dan energi panas pada mesin pengering gabah. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota perlu memberikan fasilitas dalam pengelolaan limbah sekam menjadi bahan bakar dalam bentuk briket yang dapat menjadi jasa usaha kelembagaan petani perdesaan. Di sisi lain, petani/kelembagaan petani juga didorong untuk memanfaatkan peluang peningkatan nilai tambah limbah sekam menjadi briket bahan bakar.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. 2009. Sulawesi Selatan dalam Angka Tahun 2008. BPS Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. 2013. Sulawesi Selatan dalam Angka Tahun 2012. BPS Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Babel. 2012. Teknologi briket sekam padi. http://riau.litbang.deptan.go.id/ ind/images/stories/ PDF/teknologibriket.pdf, (17 April 2014). Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Babel. 2014. Bahan http://id.wikipedia.org/ wiki/bahan_bakar. (17 April 2014).
Bakar.
Wikipedia
Bahasa
Indonesia.
Nappu, M.B., M. Thamrin, Nasruddin, dan Jermia L. 2010. Potensi limbah pertanian sebagai alternatif bahan bakar organik. BPTP Sulawesi Selatan. Maros. 47 hlm Hermanto dan Subowo. 2007. Rancangan kelembagaan tani dalam implementasi Primatani di Sumatera Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 5(2). Hasbullah. 2000. Teknologi tepat guna untuk agroindustri kecil Sumatera Barat. Dewan Ilmu Pengetahuan. Teknologi dan Industri, Sumatera Barat, Padang. http://www.warintek.ristek.go.id/pengolahan/tungku_sekam_ pengering.pdf. (6 Nopember 2013). Jumena, N. 2000. Modul Program Latihan. Universitas Terbuka. Jakarta. Nurhasanah, Harmanto, J. Wiyono, E.W. Rahmarestia, Sutrisno, Asman, dan Suharno. 2007. Introduksi pengering bahan bakar sekam termodifikasi (BBST) kapasitas 3 ton terintegrasi dengan penggilingan padi. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Serpong. Rachmat R., 2006. Giliran sekam untuk bahan bakar. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28(2):1-3. Sunanto, E. dan A. Bilang. 2011. Analisis nilai ekonomis dan fisik limbah pertanian padi sebagai bahan bakar organik di Sulawesi Selatan. BPTP Sulsel. Maros. 15 hlm. Sutrisno, Astanto dan E.E. Ananto, 1999. Kinerja alat dan mesin pengering gabah tipe ”ABC” berbahan bakar sekam suhu rendah. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Bogor, 22-24 November 1999. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Sutrisno, Astanto, dan R. Rachmad, 2003. Perbaikan desain tungku sekam untuk meningkatkan efisiensi panas pada pengeringan gabah. Jurnal Enjiniring Pertanian I(1): 39-48. Syahyuti. 2006. Pengembangan modal sosial masyarakat dalam upaya membangun kelembagaan dan pemberdayaan petani miskin. Kegiatan Poor Farmers Income Improvement through Innovation Project. Balitbangtan. Jakarta.