PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio
Oleh: NUR BAMBANG PRIYO UTOMO B661020011
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA. Danio rerio adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2009
NUR BAMBANG PRIYO UTOMO NIM B661020011
ABSTRACT NUR BAMBANG PRIYO UTOMO. Improved Reproductive Performance of Ornamental Fish by Combined Effect of Dietary Essential Fatty Acid and Vitamin E Using Zebrafish, Danio rerio as Test Fish. Under the supervision of MUHAMMAD ZAIRIN Jr. As a chairman, TUTY L. YUSUF, MARIA BINTANG, and ING MOKOGINTA as members of the Supervisory Committee. This research consisted of four experimental phase. A series of experiment had been conducted to determine the dietary essential fatty acid and vitamin E requirement for reproduction of broodstock zebrafish, Danio rerio. The experiments had been carried out at Faculty of Fisheries and Marine Science, Bogor Agricultural University, Bogor . The objective of the first experiment were conducted to determine the dietary essential fatty acid for reproduction of broodstock zebrafish, Danio rerio.
The
experiment had been carried out for consecutive seven months. Six isonitrogenous (39%) and isocaloric (3,200 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, with different levels of essential fatty acid (0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 combined respectively with 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, and 2,04% n-6) were fed to zebrafish broodstock. Fish were fed at satiation using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of essential fatty acid affected the chemical content, gonad somatic index, fecundity, egg size, hatching rate, fertilization rate, and total number of normal larvae. The results showed that the best test feed; 1,03% n-3 fatty acids in the diet combined respectively with 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. The second experiment was done to study the dietary vitamin E requirement for reproduction of broodstock zebrafish Danio rerio. Four isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 60 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the egg
size, chemical content, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. The third experiment was conducted to determine the dietary vitamin E requirement for reproduction of male broodstock zebrafish Danio rerio.
Four
isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 28 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the gonad somatic index, growth rate, and feed efficiency. Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, male zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed and 384 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of male zebrafish. The objective of the last experiment was conducted to characterize the response of three test feed on the reproductive performance of Danio rerio. Three practical diets, namely diets A, B, and C with different levels of essential fatty acid and vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria.
Diet A (shrimp postlarvae feed) contained 25 mg vitamin E/kg diet
combined respectively with 2,81% n-3 and 0,85% n-6, while diets B (commercial ornamental fish feed) contained 18 mg vitamin E/kg diet combined respectively with 0,75% n-3 and 1,06% n-6, and diet C (test feed) contained 258 mg vitamin E /kg diet combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids, Fish were fed at satiation for 60 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E and
essential fatty acid affected the gonad somatic index, fecundity, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish better than commercial feed. In general, it is concluded that the dietary with different level of essential fatty n-3 and n-6 acid affected the chemical content, gonad somatic index, fecundity, fertilization rate, and total number of normal larvae. The dietary with different level of vitamin E affected the egg size, chemical content, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced. Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. Key words: Essential fatty acid, vitamin E, reproductive performance, Danio rerio
RINGKASAN NUR BAMBANG PRIYO UTOMO. Peningkatan Mutu Reproduksi Ikan Hias Melalui Pemberian Kombinasi Asam Lemak Esensial dan Vitamin E dalam Pakan pada Ikan Uji Zebra, Danio rerio. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN Jr. sebagai Ketua Komisi Pembimbing , TUTY L. YUSUF, MARIA BINTANG, dan ING MOKOGINTA sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebutuhan asam lemak esensial dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra (Danio rerio) yang dilaksanakan dalam empat tahap penelitian yang saling berhubungan.
Seluruh rangkaian penelitian
dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Penelitian pertama dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peran asam lemak esensial dalam proses reproduksi ikan zebra, Danio rerio. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan. Enam pakan perlakuan yang sama kandungan protein (39%) dan sama kandungan kalori (3200 kkal/k g feed) dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda (0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 dikombinasikan dengan 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, dan 2,04% n-6) diberikan kepada induk ikan zebra.
Pemberian pakan dilakukan secara at satiation.
Selama masa
pemeliharaan, stadia kematangan gonad diperiksa secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda mempengaruhi secara statistik kandungan kimia tubuh induk, telur dan larva. Pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda juga berpengaruh terhadap nilai gonado somatik indeks, fekunditas, ukuran dan volume telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan persentase larva abnormal. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pakan uji terbaik untuk meningkatkan kinerja reproduksi ikan zebra adalah pakan uji yang mengandung 1,03% asam lemak esensial n-3 dalam pakan yang dikombinasikan 2,04% asam lemak esensial n-6. Penelitian kedua ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi. Empat pakan perlakuan yang isoprotein (37%) dan iso-kalori (3.295 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra.
Induk ikan dipelihara pada akuarium.
Pakan A
mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan. Semua pakan
perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan.
Selama masa
pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur.
Perbedaan
kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai diameter telur, kandungan nutrisi tubuh induk, telur, dan larva, gonado somatik indeks, lama pematangan telur, volume telur, kelangsungan hidup larva serta prosentase larva abnormal.
Perbedaan
kandungan vitamin E dalam pakan induk tidak berpengaruh secara statistik terhadap fekunditas, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat penetasan telur, serta lama waktu embriogenesis. Secara umum, ikan zebra prasalin maupun pasca salin membutuhkan 258 mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Penelitian tahap tiga ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk jantan ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi.
Empat pakan
perlakuan yang iso-protein (37%) dan iso-kalori (3.293 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra yang dipelihara di akuarium. Pakan A mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan. Semua pakan perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 28 hari pemeliharaan.
Selama masa
pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur.
Perbedaan
kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai gonado somatik indeks (GSI), laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan.
Secara umum, ikan zebra jantan
membutuhkan 258 – 384 mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Penelitian tahap empat merupakan penelitian untuk membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra (Danio rerio) yang menggunakan pakan uji dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh
pembudidaya ikan hias. Pakan komersil yang digunakan adalah pakan udang dan pakan ikan hias. Kandungan asam lemak pakan udang pada penelitian ini adalah 2,81% n-3, 0,85% n-6, vitamin E sebesar 25 mg/kg pakan, sedangkan kandungan asam lemak pakan ikan hias komersil pada penelitian ini adalah 0,75% n-3, 1,06% n-6 dengan kandungan vitamin E sebesar 18 mg/kg pakan. Pakan uji C merupakan pakan dengan kandungan 258 mg vitamin E/kg pakan yang dikombinasikan dengan kandungan 1,03% asam lemak n-3 dan 2,04% asam lemak n-6. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan. Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nutrien pada pakan komersial yang umum digunakan sebagai pakan induk hanya sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan zebra untuk pembesaran, sehingga kurang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai pakan induk. Kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan uji dengan kandungan vitamin E sebesar 258 mg/kg dan asam lemak esensial 1,03% n3 dan 2,04% n6 lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pelet komersial. Secara umum penelitian ini membuktikan bahwa kombinasi asam lemak n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan berperan dalam penyusunan kandungan nutrisi tubuh induk, telur dan larva ikan zebra. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra prasalin dan salin adalah ikan yang diberi pakan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg, asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada lemak total pakan 8,26% Penelitian ini memperlihatkan bahwa pakan induk ikan zebra dengan kandungan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% serta n-6 sebesar 2,04% membutuhkan vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan. Kata kunci: Asam lemak esensial, vitamin E, penampilan reproduksi, Danio rerio
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. 2.
pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PRAKATA Segala puji serta syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul “Peningkatan Mutu Reproduksi Ikan Hias Melalui Pemberian Kombinasi Asam Lemak Esensial dan Vitamin E dalam Pakan pada Ikan Uji Zebra, Danio rerio”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof.Dr. M. Zairin Jr., selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof.Dr. Tuty L. Yusuf, Prof.Dr. Ing Mokoginta, dan Prof.Dr. Maria Bintang sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan nasehat, petunjuk, dan bimbingan mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Etty Riyani, MS, sebagai penguji luar komisi pada ujian tetutup, Dr. Zafril Imran Azwar dan Prof.Dr. Komar Sumantadinata selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka; yang telah memberikan masukan dan kritikan yang sangat membantu dalam penulisan disertasi ini. Kepada pimpinan IPB, Dekan FKH IPB, Dekan FPIK IPB, Program Studi BRP, Program Studi BDP FPIK IPB; atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan serta menyelesaikan penelitian. Terima kasih saya sampaikan kepada tim manajemen Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional; atas beasiswa yang diberikan. Terima kasih saya sampaikan kepada adik-adik mahasiswa yang terlibat dalam penelitian ini, Lia Nurmalia, Yudhita P., Ahmad Zakaria, Astrid L., Andri H., Ary F. Nasrulloh, Deden D. Ismara, Ela R. Mustika, Nurul Nurjanah, Siti Murniasih, Suci Istiqlal, serta Ni Wayan Widya Astuti. Penulis persembahkan karya tulis ini untuk isteri Etty Tristiana dan anak-anak tercinta Adhiet Y. Utomo, Annisa R. Utomo, Alysa N. Utomo, serta seluruh keluarga besar Soedarno Hendro Atmodjo dan keluarga besar Soetikno.
Mudah-mudahan
disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya budidaya perikanan. Bogor, Juli 2009
Nur Bambang Priyo Utomo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 14 Agustus 1965 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari bapak yang bernama Soedarno Hendro Atmodjo dan ibu bernama Soelijah.
Pendidikan formal penulis ditempuh di SD
Negeri Piasa I, Somagede (tamat tahun 1978), SMP Negeri 1 Banyumas (tamat tahun 1981) dan SMPP Negeri 1 Banyumas (tamat tahun 1984). Gelar Insinyur diperoleh pada tahun 1988 dari Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB. Gelar Magister Sains diperoleh pada tahun 1998 dari Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai supervisor pada perusahaan tambak udang PT. Samudera Farmindo Luas pada bulan Maret 1989, dan pada tahun 1991 penulis dipercaya menjadi superintendent. Penulis diberi tugas oleh perusahaan yang sama untuk mengelola petambak plasma dari tahun 1992-1993.
Tahun 1992 penulis
mendapat penghargaan dari Bupati Tangerang sebagai pembina plasma terbaik. Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Etty Tristiana dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Adhiet Y. Utomo, Annisa R. Utomo, serta Alysa N. Utomo Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Perairan FPIK IPB mulai tahun 1993. Pada tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program doktor pada Program Studi Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana IPB. Selama mengikuti program S3, penulis sempat menyampaikan karya ilmiah yang merupakan bagian dari penelitian disertasi pada Seminar Nasional Perikanan di UGM, Yogyakarta pada tahun 2006 dan pada Seminar Nasional Perikanan pada tahun 2007 di UNIBRAW, Malang. Artikel yang disampaikan pada seminar nasional tersebut diterbitkan pada jurnal terakreditasi J. Fish Sc.VIII (1) : 113-117. ISSN : 0853-6384 dan jurnal terakreditasi J. Pen. Perikanan X (1) 89-93. ISSN : 0854-3658.
PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio
NUR BAMBANG PRIYO UTOMO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi Reproduksi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Disertasi
: Peningkatan Mutu Reproduksi Ikan Hias Melalui Pemberian Kombinasi Asam Lemak Esensial dan Vitamin E dalam Pakan pada Ikan Uji Zebra, Danio rerio
Nama
: Nur Bambang Priyo Utomo
Nomor Pokok
: B661020011
Program Studi
: Biologi Reproduksi
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof.Dr. Drh. Tuty L. Yusuf, MS Anggota
Prof.Dr.Ir. Muhammad Zairin Jr., MSc. Ketua
Prof.Dr. Ir. Ing Mokoginta, MS Anggota
Prof. Dr. Maria Bintang, MS Anggota
Diketahui 2. Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Biologi Reproduksi
Dr. Drh. Iman Supriatna, MS
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i iii v vi
PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Kerangka Pemikiran
5
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Hipotesis
7
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Zebra (Danio rerio)
9
Reproduksi Ikan Zebra
10
Nutrisi Reproduksi
12
Kualitas Air
17
PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL n-3 DAN n-6 DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Abstrak
19
Abstract
20
Pendahuluan
21
Tinjauan Pustaka
23
Metodologi Penelitian
26
Hasil dan Pembahasan
35
Kesimpulan dan Saran
47
i
PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Abstrak
48
Abstract
49
Pendahuluan
50
Tinjauan Pustaka
52
Metodologi Penelitian
57
Hasil dan Pembahasan
66
Kesimpulan dan Saran
75
PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio JANTAN Abstrak
76
Abstract
77
Pendahuluan
78
Tinjauan Pustaka
80
Metodologi Penelitian
84
Hasil dan Pembahasan
91
Kesimpulan dan Saran
96
PERBANDINGAN KINERJA REPRODUKSI IKAN ZEBRA, Danio rerio, YANG MENGGUNAKAN PAKAN UJI DENGAN IKAN ZEBRA YANG MENGGUNAKAN PAKAN PELET KOMERSIAL Abstrak
97
Abstract
98
Pendahuluan
99
Tinjauan Pustaka
101
Metodologi Penelitian
103
Hasil dan Pembahasan
111
Kesimpulan dan Saran
115
PEMBAHASAN UMUM
116
KESIMPULAN DAN SARAN UMUM
122
DAFTAR PUSTAKA
123
LAMPIRAN
129
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kebutuhan asam lemak essesial pada beberapa jenis ikan
14
2. Komposisi pakan dari tiap perlakuan
27
3. Komposisi proksimat dan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pakan percobaan (% bobot kering) 4. Kombinasi asam lemak esensial n-3 dan n-6 tiap perlakuan (%)
28 28
5. Kandungan lemak, protein dan asam lemak pada tubuh induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
35
6. Nilai gonado somatik indeks (GSI), gonado somatik indeks salin (GSIS) dan lama pematangan telur (LPT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
38
7. Fekunditas, volume telur dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
41
8. Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
43
9. Tingkat kelangsungan hidup larva (SR3 ) dan persentase larva abnormal (PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
46
10. Komposisi pakan tiap perlakuan
58
11. Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%)
58
12. Matrik penelitian
59
13. Kandungan lemak, protein dan vitamin E dari induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda
66
14. Gonado somatik indeks (GSI), lama pematangan telur (LPT) dan fekunditas ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda
68
15. Nilai diameter telur, volume telur, dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda
70
16. Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda
72
17. Tingkat kelangsungan hidup larva (SR3 ) dan persentase larva abnormal(PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda
73
iii
18. Komposisi pakan perlakuan
85
19. Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%)
85
20. Matrik penelitian
86
21. Kriteria penilaian motilitas spermatozoa
88
22. Gonado somatik indeks (GSI), motilitas sperma,derajat pembuahan telur (FR), laju pertumbuhan spesifik (LPS), serta efisiensi pakan (EP) ikan zebra jantan yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda
91
23. Komposisi proksimat pakan perlakuan (% bobot kering)
104
24. Matrik penelitian
105
25. Nilai kualitas reproduksi ikan zebra yang diberi berbagai perlakuan tiga jenis pakan uji
111
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alur penelitian
8
2. Ikan zebra (Danio rerio)
10
3. Histologi gonad. Pewarnaan HE
39
4. Embriogenesis ikan uji zebra yang mendapat perlakuan.
45
5. Larva abnormal pada perlakuan vitamin E. Pewarnaan HE
73
6. Hubungan antara waktu pemeliharaan dengan nilai GSI
92
7. Morfologi sperma pra perlakuan
95
8. Morfologi sperma 15 hari perlakuan
95
9. Morfologi sperma 28 hari perlakuan
95
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Komposisi vitamin campuran
129
2. Komposisi mineral campuran
130
3. Prosedur analisis proksimat
131
4. Prosedur analisis kualitas air
135
5. Kualitas air
137
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan hias merupakan suatu kegiatan usaha perikanan yang mempunyai potensi ekonomi cukup tinggi. Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan tanaman hias dunia tahun 2003 kurang lebih 200 juta USD atau mengalami peningkatan 7-8% per tahun sejak tahun 1990-an. Produsen ikan hias dunia masih didominasi oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa dengan kontribusi 19%; dan Oceania, Afrika dan Amerika Utara dengan kontribusi sebesar 16%. Perkembangan pasar tujuan menunjukkan bahwa AS masih menjadi pasar utama. Pada tahun 2003, AS mengimpor ikan hias dengan nilai 41 juta USD berasal dari 60 negara eksportir yang didominasi oleh Thailand (18,2%) dan Singapura (18,2%), serta Indonesia (12,2%). Pada tahun 2004, Singapura dengan pangsa pasar 19,4% telah mengungguli Thailand (19,1%), sementara Indonesia mengalami penurunan menjadi 12,1%.
Melihat potensi ekonomi ikan hias yang
menjanjikan tersebut, maka usaha ikan hias layak untuk dikembangkan menjadi komoditas penting dalam usaha perikanan budidaya di Indonesia. Salah satu faktor pembatas utama pada pengembangan budidaya ikan hias, khususnya kegiatan budidaya ikan skala massal, adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk yang akan mempunyai dampak terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Kualitas telur dan sperma yang berubah-ubah merupakan faktor pembatas bagi produksi massal benih. Kualitas telur dan sperma induk ikan dibatasi oleh berbagai faktor internal seperti umur, ukuran, serta genetik induk; serta faktor eksternal seperti kualitas pakan, padat penebaran, dan kondisi lingkungan. Upaya untuk meningkatkan mutu dan jumlah produksi ikan hias dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara antara lain manipulasi lingkungan, aplikasi hormonal, serta melalui perbaikan nutrisi induk. Prinsip kerja manipulasi lingkungan untuk meningkatkan produksi adalah dengan memanipulasi lingkungan budidaya sehingga kondisinya mirip dengan lingkungan aslinya sehingga ikan dapat melakukan
1
proses reproduksi sebagaimana di habitat aslinya. Sedangkan aplikasi hormonal pada umumnya dipergunakan untuk merangsang proses reproduksi, menginduksi ovulasi/spermiasi, serta pemijahan. Perbaikan nutrisi pada pakan induk ikan menurut Izquierdo et al. (2001) akan berpengaruh positif tidak hanya pada kualitas telur dan sperma, tetapi juga terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Komposisi lemak dan asam lemak pada pakan induk diidentifikasi sebagai faktor utama dalam pakan yang menentukan sukses tidaknya reproduksi dan kelangsungan hidup (survival rate) dari benih yang dihasilkan. Pada beberapa spesies ikan, asam lemak tidak jenuh rantai panjang diketahui berpengaruh, langsung atau melalui metabolitnya; terhadap fekunditas, pematangan telur, fertilisasi (pembuahan) dan steroidogenesis. Penurunan kinerja reproduksi pada ikan juga dapat disebabkan oleh pengaruh dari ketidakseimbangan nutrien pada sistem jalur aksi hormonal atau disebabkan oleh kurangnya ketersediaan komponen biokimia tertentu seperti asam lemak esensial pada salah satu fase proses reproduksi. Asam lemak esensial dalam pakan ikan merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Asam-asam lemak esensial berperan dalam memelihara struktur dan fungsi membran sel, selain sebagai sumber energi. Asam lemak linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) yang merupakan prekursor yang sangat diperlukan untuk sintetis produk lain, merupakan asam lemak esensial karena tidak dapat disintetis oleh ikan.
Kebutuhan akan asam lemak pada masing-masing spesies ikan berbeda,
terutama dihubungkan dengan habitatnya. Ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3 dibandingkan ikan yang hidup di air tawar, sedangkan ikan air tawar lebih membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran asam lemak n-3 dan n-6. Oleh karena itu, maka jumlah dan pengaturan komposisi kedua jenis asam lemak tersebut di dalam pakan induk diharapkan dapat memperbaiki penampilan reproduksi ikan. Arakidonat adalah asam lemak yang sangat penting karena menjadi prekursor esensial pada hampir semua senyawa prostaglandin.
Menurut Lehninger (2003),
prostaglandin G1 diturunkan dari eikosatrienoat, sedangkan prostaglandin E2, F2α dan prostaglandin G2 diturunkan dari penguraian arakidonat. Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan salah satu pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi. Dengan demikian keberadaan asam lemak rantai panjang dalam pakan ikan akan sangat berpengaruh 2
terhadap terbentuk atau tidaknya prostaglandin yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi penampilan reproduksi induk ikan. Kandungan asam lemak esensial dalam pakan maupun dalam tubuh ikan berhubungan erat dengan kandungan vitamin E dalam pakan maupun dalam tubuh ikan. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan alami yang akan melindungi asam lemak rantai panjang dalam pakan dan dalam tubuh ikan. Seperti pada kebanyakan vertebrata, kekurangan vitamin E dapat mempengaruhi penampilan reproduksi, penyebab tidak matangnya gonad, rendahnya derajat tetas telur dan kelangsungan hidup benih (Fernandez-Palacios et al., 1995). Walaupun informasi mengenai hubungan antara kebutuhan vitamin E dengan kandungan asam lemak esensial dalam nutrisi induk ikan masih sangat sedikit dan terbatas, tetapi umumnya telah diakui bahwa keberadaan asam lemak tidak jenuh pada pakan maupun tubuh ikan sangat dipengaruhi oleh keberadaan kandungan antioksidan. Pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi di Indonesia masih sulit untuk didapatkan, sehingga umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya sangat tergantung kepada musim atau bahkan menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan.
Meskipun sudah diketahui bahwa secara umum bahwa induk ikan
membutuhkan asam lemak esensial n-3, asam lemak esensial n-6 serta vitamin E, tetapi masih perlu diketahui secara tepat bagaimana hubungan antara peran asam lemak esensial yang ada dalam nutrisi induk dengan peran vitamin E dalam memperbaiki mutu reproduksi ikan zebra betina. Selanjutnya perlu diketahui secara tepat kombinasi dosis asam lemak esensial n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan yang dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) sebagai hewan uji karena ikan zebra memiliki karakter biologi yang sesuai untuk mendukung penelitian reproduksi, diantaranya interval regenerasi pendek, telur transparan, mudah untuk dipijahkan, serta mudah dalam pemberian pakan. Ikan zebra termasuk dalam famili ikan Cyprinidae, dimana famili Cyprinidae adalah salah satu golongan ikan yang dikenal luas di kalangan pembudidaya ikan, baik sebagai ikan hias maupun ikan 3
konsumsi. Kepopuleran ikan zebra sebagai ikan hias dikarenakan memiliki warna yang menarik yaitu garis-garis longitudinal berwarna biru atau hitam dan emas atau perak yang memanjang sampai sirip ekor, tingkah laku yang tenang, daya tahan tinggi dan memiliki fekunditas yang banyak. Perumusan Masalah Potensi ikan hias di Indonesia tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jenis ikan hias yang diperdagangkan di dunia tahun 2003 mencapai 8.000 jenis. Sedangkan potensi ikan hias Indonesia yang teridentifikasi mencapai 4.500 jenis, dan yang diekspor baru sekitar 300 sampai 500 jenis. Dari 4.500 jenis ikan hias yang dibudidayakan oleh masyarakat baru sekitar 50 jenis. Indonesia relatif masih tertinggal dari negara-negara lain, baik dari segi teknologi, kelembagaan, sarana dan prasarana pemasaran serta manajemen pengelolaan bisnis ikan hias. Para pembudidaya ikan hias Indonesia dalam melakukan usahanya pada umumnya berskala kecil, jenis ikan terbatas, kualitas produk relatif masih rendah, time of delivery terbatas, dan modal terbatas. Kualitas produk yang masih rendah serta kontinuitas produksi yang belum terjamin merupakan salah satu faktor pembatas utama terhadap keberhasilan budidaya ikan hias skala massal di Indonesia. Perbaikan nutrisi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu reproduksi induk ikan. Sebagaimana pada vertebrata tingkat tinggi, perbaikan nutrisi pada pakan induk ikan diharapkan akan berpengaruh positif terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Perbaikan kinerja reproduksi ikan hias melalui perbaikan nutrisi sulit dilakukan apabila tidak tersedia pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi. Umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya sangat tergantung kepada musim atau bahkan banyak yang menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Penurunan mutu reproduksi pada ikan dapat disebabkan antara lain karena pengaruh dari ketidakseimbangan nutrien pada sistem jalur aksi hormonal atau disebabkan oleh kurangnya ketersediaan komponen biokimia tertentu pada salah satu fase proses reproduksi. Untuk dapat memperbaiki mutu reproduksi, harus disediakan nutrien pada pakan yang sesuai dengan kebutuhan induk untuk dapat menjalankan
4
proses reproduksi yang optimum. Kebutuhan nutrien esensial untuk induk antara lain tergantung dari jenis ikan, umur induk serta pengalaman memijah induk (prasalin atau salin).
Nutrien pada pakan ikan yang berpengaruh positif terhadap penampilan
reproduksi ikan antara lain adalah asam lemak esensial dan vitamin E. Permasalahan yang dihadapi dalam perbaikan nutrisi induk ikan zebra adalah sebagai berikut: 1.
Belum diketahui secara tepat hubungan peran asam lemak esensial n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan.
2.
Perlu dikaji dosis yang tepat dari kombinasi asam lemak esensial n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan untuk dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi.
3.
Belum diketahui apakah perbaikan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pakan uji hasil penelitian lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh pembudidaya ikan hias. Kerangka Pemikiran Hubungan peran asam lemak esensial n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses
reproduksi ikan dapat diketahui melalui serangkaian penelitian yang disusun untuk mengetahui secara tepat peran dari setiap nutrien tersebut. Asam lemak linoleat dan linolenat yang merupakan prekursor yang sangat diperlukan untuk sintetis produk lain, tidak dapat disintesa oleh ikan (asam lemak esensial) dan dengan demikian di dalam pembuatan pakan ikan (pelet ikan) perlu diperoleh dengan menambahkan dari sumber tanaman dimana pada penelitian ini bersumber dari minyak jagung dan minyak sawit. Setelah masuk dalam tubuh ikan, asam linoleat dapat dirubah menjadi asam linolenat dan arakidonat yang hanya dapat dibuat dari asam linoleat. Molekul ini adalah asam lemak yang sangat penting karena menjadi prekursor esensial pada hampir semua senyawa prostaglandin. Prostaglandin G1 diturunkan dari eikosatrienoat, sedangkan prostaglandin E2,F2α dan prostaglandin G2 diturunkan dari penguraian arakidonat. Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi. Dengan demikian keberadaan asam lemak esensial n-3 dan n-6 (yang merupakan salah satu bahan
5
penyusun prostaglandin) dalam pakan ikan mempunyai peran penting terhadap terbentuk atau tidaknya prostaglandin yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi penampilan reproduksi ikan. Kebutuhan ikan akan asam lemak esensial berbeda-beda berdasarkan spesies dan habitatnya. Asam lemak esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi juga dapat berbeda untuk induk ikan yang belum pernah memijah (prasalin) maupun untuk induk ikan yang sudah pernah memijah (salin).
Vitamin E dan asam lemak esensial
dibutuhkan secara bersamaan untuk mendukung proses reproduksi pada ikan. Dosis vitamin E di dalam pakan antara lain akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang ada di dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam lemaknya, maka kebutuhan vitamin E juga semakin tinggi. Dengan demikian perlu diketahui kombinasi dosis yang tepat antara n-3, n-6, dan vitamin E untuk dapat memperbaiki mutu reproduksi melalui perbaikan nutrisi induk. Setelah kombinasi dosis yang tepat antara n-3, n-6, dan vitamin E diketahui, maka formulasi akhir pakan uji dapat disusun. Kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pakan uji hasil penelitian harus dibandingkan terlebih dahulu dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh pembudidaya ikan hias untuk dapat mengetahui apakah pakan uji hasil penelitian dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk ikan zebra.
Penemuan dosis dan
hubungan peran asam lemak esensial n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan serta dilakukannya uji banding dengan pelet komersial merupakan novelty dari penelitian ini.
Bagan alur penelitian penelitian selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 1. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka penelitian yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pemberian kombinasi asam lemak esensial n-3 dan n-6 dalam pakan pada ikan uji zebra, Danio rerio.
2.
Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pemberian kombinasi asam lemak esensial dan vitamin E dalam pakan pada ikan uji zebra, Danio rerio.
3.
Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pemberian kombinasi asam lemak esensial dan vitamin E dalam pakan pada ikan uji zebra, Danio rerio jantan.
6
4.
Perbandingan kinerja reproduksi ikan zebra, Danio rerio yang diberi pakan uji dengan ikan zebra yang diberi pakan pelet komersial. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, perumusan masalah dan kerangka pemikiran
maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengkaji peran asam lemak esensial n-3, n-6 dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra.
2.
Menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dan vitamin E dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra.
3.
Membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pakan uji dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan pelet komersial. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran
asam lemak esensial n-3, n-6 dan vitamin E dalam proses reproduksi serta dosis optimal kombinasi vitamin E dan asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk induk ikan zebra.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam
pembuatan formulasi pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil. Hipotesis Mengacu pada identifikasi masalah, perumusan masalah dan kerangka pemikiran, serta tujuan penelitian maka diajukan hipotesis sebagai berikut : 1.
Asam lemak esensial n-3, n-6 dalam pakan mempunyai hubungan peran dengan vitamin E dalam memperbaiki mutu reproduksi ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin) maupun yang sudah pernah memijah
2.
Pakan uji hasil penelitian dapat memperbaiki mutu reproduksi ikan zebra lebih baik dibandingkan dengan pelet komersial ikan hias yang sudah ada di pasaran.
7
I
Induk Betina
Induk Jantan
Ikan prasalin
Asam lemak n-3 0,66%, 1,03%, 1,50%, 2,04%
Asam lemak n-6 1,03%, 1,04%, 1,98%, 2,04%
1,05%,
Kinerja Reproduksi Kandungan lemak, protein dan asam lemak, serta GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal
II Ikan prasalin Ikan salin
Dosis optimal n-3, n-6 dari Penelitian I
Vitamin E
III
9, 132, 258, 384 mg/kg pakan
Ikan
+
Prasalin
Kinerja Reproduksi Kandungan lemak, protein, asam lemak, vitamin E, serta GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal, motilitas sperma, efisiensi pakan
IV
Pakan Uji
Ikan prasalin
Kombinasi terbaik dosis asam lemak esensial dan vitamin E hasil penelitian I, II, III
Pakan Komersial
VS
Pelet udang Pelet ikan hias
Kinerja Reproduksi Laju pertumbuhan harian, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, diameter telur, volume kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, tingkat kelangsungan hidup larva persentase larva abnormal, rematurasi
Gambar 1. Bagan alur penelitian
8
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Zebra (Danio rerio) Ikan zebra (Danio rerio) termasuk dalam kelas ikan-ikan telestoi dan termasuk golongan famili Cyprinidae.
Pada literatur lama ikan zebra disebut dengan nama
Brachydanio rerio, sedangkan nama Danio rerio mulai dipakai setelah tahun 1993. Nama lain dari Danio rerio adalah Cyprinus rerio dan Perilampus striatus (Riehl and Baensch, 1991). Spesies lain dari genus Danio selain Danio rerio adalah Danio frankei, Danio albolineatus, serta Danio aequipinnatus. Klasifikasi ikan zebra menurut Meyer et al., (1993) adalah sebagai berikut: Filum
: Chordata
Kelas
: Actynopterigii
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Danio
Spesies
: Danio rerio
Ikan zebra merupakan ikan hias yang berasal dari Sungai Gangga yang melintasi beberapa negara. Ikan ini banyak ditemukan di anak Sungai Gangga, sepanjang daerah pesisir Coromandel, dari Calcutta sampai Masulipatam, Benggala, Nepal, Pakistan dan Bangladesh. Ukuran tubuh ikan zebra dapat mencapai 5 cm. Warna tubuhnya biru atau kuning dengan 4 garis perak sepanjang tubuhnya sampai pangkal sirip ekor. Sirip dorsal Dorsal= 8-9(2/6-7), Anal= 15-16(2-3/12-13), dan Pectoral= 12-13(1/11-12) (Talwar and Jhingran, 1991). Ikan zebra dapat ditemukan pada berbagai habitat, dari perairan yang memiliki arus tenang sampai perairan yang tidak mengalir, terutama di lahan persawahan. Nilai pH untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan zebra mempunyai kisaran ideal dari 6,5-7,5. Spesies ini menurut Westerfield (1995) dapat dengan mudah dipelihara pada akuarium berukuran 10 gallon (45 liter) dengan kisaran suhu antara 250-310C. Ikan zebra bersifat omnivora serta mau memakan berbagai jenis pakan alami maupun pakan buatan. Menurut Westerfield (1995), pakan terbaik untuk induk ikan
9
zebra adalah artemia hidup. Selain artemia, ikan zebra juga dapat diberi pakan daphnia, moina dan larva drosophila. Cacing tubifex umumnya jarang diberikan sebagai pakan ikan zebra karena berpotensi sebagai pembawa (carrier) penyakit. Pakan buatan dengan kandungan nutrisi yang sesuai untuk kebutuhan reproduksi ikan zebra juga dapat diberikan kepada induk ikan zebra (Meinelt et al., 1999). Berbagai bentuk pakan buatan seperti flakes (serpihan), bubuk, maupun butiran (pelet) juga cocok untuk pemeliharaan ikan zebra.
Gambar 2. Ikan zebra (Danio rerio)
Reproduksi Ikan Zebra Ikan jantan memiliki warna yang lebih cerah dan menarik. Ikan betina umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Axelrod et al., 1971). Ciri lainnya yaitu terdapat garis berwarna biru pada dubur ikan betina, sedangkan pada ikan jantan terdapat garis berwarna kuning emas. Ciri ini hanya bisa dibedakan setelah ikan dewasa. Ikan zebra biasa digunakan dalam penelitian ekotoksikologi, karena biologi dan reproduksi ikan zebra (interval generasi pendek, interval pemijahan yang singkat, telur transparan) cocok sebagai ikan uji untuk penelitian toksikologi (Meinelt et al., 1999). Ikan ini bersifat parsial spawner.
Penelitian Maack (2002) melaporkan ikan zebra
memijah dengan interval 1,9-2,7 hari tetapi terkadang interval pemijahan ikan zebra bisa lebih lama lagi, mulai 5 hari bahkan sampai 1 minggu.
10
Perkembangan gonad ikan zebra dapat diamati secara mikroskopis yaitu dengan histologi gonad, sedangkan secara makroskopis perkembangan gonad dapat ditentukan dengan mengamati rongga perut ikan.
Dalam perkembangan gonadnya ikan zebra
mempunyai siklus yang relatif pendek, yaitu dari stadia larva sampai stadia siap mijah hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan. Menurut Maack & Segner (2004), ikan zebra yang berumur 2 minggu gonadnya hanya mengandung primary germ cells (PGC). Setelah ikan berumur 4 minggu maka ovary mulai dapat ditemukan, sedangkan persentase ovary tertinggi ditemukan pada minggu ke 6 dan 7. Sekitar setengah dari jumlah ikan ovary terus berkembang, pada separo ikan lainnya ovary mulai bertransformasi menjadi testes. Testis ikan zebra pertama kali dapat ditemukan pada saat ikan berumur 7 minggu. Pematangan gonad akan terus berlangsung sampai ikan zebra berumur sekitar 3-4 bulan. Ikan zebra akan bertelur di pagi hari, bahwa dalam sekali pengeluaran induknya mampu menghasilkan 21-60 butir telur. Jumlah total telur yang dihasilkan dalam sekali bertelur antara 400-500 butir.
Telurnya bersifat non adhesive (tidak merekat) dan
menetas setelah 20-48 jam dari masa pengeluaran. Larvanya mampu bertahan selama 3-4 hari (masa kuning telur sudah habis). Frekuensi pergantian air yang cukup, adanya beberapa tanaman air atau substrat lain dan tempat pemeliharaan yang cukup menerima cahaya akan merangsang kegiatan pemijahan. Effendie (1997) menguraikan tingkat kematangan ovari ikan secara umum, yaitu : Tingkat 1
: Tahap muda (immature), individu-individu muda belum mempunyai keinginan reproduksi dan ukuran ovari sangat kecil
Tinkat
II
: Tahap istirahat (resting stage), ovari belum mulai berkembang dan ukurannya masih sangat kecil.
Tahap
III
: Proses pemasakan (maturation), penambahan berat gonad sangat cepat, ovari berubah dari transparan berwarna pucat. Telur dapat dibedakan dengan mata.
Tahap
IV : Masak (maturity). Produk sexual sudah mencapai berat maksimal tetapi tidak bisa keluar pada saat perutnya ditekan perlahan.
11
Tahap
V : Tahap reproduksi (reproduction). Produk sexual akan keluar bila perut ditekan perlahan-lahan, berat gonad turun drastis muali dari awal pemijahan sampai selesai.
Tahap
VI : Kondisi salin (spent condition). roduk sexual telah dikeluarkan, lubang genitalia meradang kemerah-merahan, gonad telah mengempis dan ovari berisi beberapa telur sisa. Nutrisi Reproduksi Semua jenis ikan membutuhkan zat gizi yang baik, yang terdiri dari protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin serta energi untuk beraktivitas (NRC, 1977). Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam proses pematangan gonad, selain itu kualitas telur ditentukan oleh kandungan nutrien yang ada dalam pakan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Asam Lemak Esensial Lemak dan asam lemak esensial merupakan salah satu nutrien penentu dalam perkembangan induk agar menghasilkan kuantitas dan kualitas dari telur maupun sperma yang lebih baik (Watanabe et al., 1988). Omega 3 biasa disebut dengan asam lemak linolenat dan omega 6 biasa disebut dengan asam lemak linoleat. Kedua asam lemak ini termasuk ke dalam asam lemak esensial, essential fatty acids (EFAs). EFA ditemukan dalam lemak tak jenuh rantai banyak. Di dalam tubuh, EFA yang merupakan komponen fosfolipid berperan penting sebagai struktuk membran sel yang akan mempengaruhi fluiditasnya yang kemudian akan mempengaruhi pula aktivitas enzim-enzim tertentu pada membran sel. Lemak dalam pakan ikan mempunyai peran sangat penting bagi ikan karena berfungsi sebagai sumber energi dan asam lemak esensial untuk memelihara bentuk dan fungsi membran serta membantu dalam penyerapan vitamin A, D, E dan K. Asam lemak esensial merupakan komponen lemak yang tidak dapat disintesis oleh ikan, untuk mencukupinya maka harus diberikan melalui pakan (Bautisa & De La Cruz, 1998). Setiap spesies ikan memiliki kebutuhan asam lemak esensial yang berbeda-beda (Furuichi, 1988). Ikan-ikan air tawar mampu mengkonversi asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:3n-3) menjadi asam lemak berantai panjang PUFA atau HUFA, namun 12
tidak demikian pada ikan air laut (Sargent et al,. 1999). Dalam tubuh ikan air tawar tersedia
enzim
elongase
dan
desaturase
yang
dapat
memperpanjang
dan
mendesaturasikan rantai karbon asam lemak. Asam lemak esensial pada gonad dapat digunakan untuk perkembangan embrio hingga menetas menjadi larva. Mokoginta (1986) mengungkapkan bahwa komposisi asam lemak esensial pada telur dapat mempengaruhi embriogenesis. Menurut Mokoginta (1986) bahwa asam lemak esensial yang terkandung dalam telur berpengaruh terhadap stadia awal dari embriogenesis dan akan menentukan apakah embrio tersebut akan berkembang atau tidak. Daya tetas telur dan daya hidup larva dipengaruhi oleh pemberian asam lemak esensial dalam pakan induk. Asam lemak esensial pada telur hingga kadar tertentu dapat meningkatkan daya tetas telur dan daya hidup larva. Asam lemak esensial berfungsi sebagai prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin. Jika telur kekurangan asam lemak esensial maka berlangsungnya proses embriogenesis akan gagal (pada pembelahan sel ke 16, 32 dan organogenesis) dan akan menghasilkan derajat tetas telur yang rendah (Mokoginta et al.,1992). Pada ikan red seabream ditemukan bahwa ikan yang diberi pakan mengandung EFA sebelum 6 bulan masa memijah ternyata total produksi telur dan kemampuan menetas telur menjadi rendah (Watanabe et al., 1984b). Berdasarkan Fernandez et al. (1995) mengemukakan bahwa kadar asam lemak n-3 HUFA yang tinggi atau berlebih dapat menurunkan jumlah telur yang diproduksi oleh induk. Seperti diungkapkan oleh Mokoginta et al. (2000) bahwa apabila rasio asam lemak n-6/n-3 dalam telur kurang atau berlebih akan menyebabkan keberhasilan dalam proses embriogenesis menjadi terhambat. Kebutuhan asam lemak esensial dapat dilihat pada Tabel 1.
13
Tabel 1 Kebutuhan asam lemak esensial pada beberapa jenis ikan Asam Lemak Mas (Cyprinius carpio) n-6 n-3 Lele (Clarias batracus) n-6 n-3 Bandeng (Chanos chanos) n-6 n-3 Red seabream ( Pagrus n-6 major) n-3 Spesies ikan
Nilai 1% 1% 1,53 -1,56 % 1% 0,5 % 0,5 % 1% 0,5 %
Kebutuhan
Pustaka
Pertumbuhan
Watanabe, 1988
Reproduksi
Mokoginta, 1986
Pertumbuhan
Bautista and de La Cruz, 1998 Watanabe et al., 1984a
Reproduksi
Furuichi (1988) menyatakan bahwa ikan-ikan yang kekurangan asam lemak esensial kadar air bebas dan lemak tubuhnya meningkat, tetapi kadar protein akan menurun. Protein merupakan molekul yang bersifat polar dan dapat mengikat molekul air sedangkan lemak bersifat non polar dan tidak mengikat air. Apabila protein tubuh rendah, maka molekul air yang terikat menjadi rendah sehingga molekul air bebas menjadi tinggi (Mokoginta, 1986).
Percobaan yang dilakukan oleh Takeuchi &
Watanabe (1979) pada ikan rainbow trout menyimpulkan bahwa jika kandungan asam lemak linolenat (n-3) yang diberikan 4 kali lebih tinggi dari kebutuhannya, maka pertumbuhan ikan akan terhambat, konversi pakan meningkat, kandungan air dalam daging ikan semakin tinggi, menurunnya kadar protein dan lemak. Gejala yang sama juga ditemui pada ikan lele (Mokoginta, 1986). Pada hasil penelitian ikan gilthead sea bream peningkatan kadar asam lemak n-3 HUFA akan meningkatkan kadar lemak dalam telur (Fernandez,.et al, 1995). Gejala kekurangan asam lemak n-3 maupun kelebihan asam lemak n-3 terlihat pada tingginya kadar air gonad yang menggambarkan rendahnya kadar protein dan lemak gonad. Gejala yang sama juga ditemukan pada penelitian terhadap kepiting bakau. Kebutuhan asam lemak esensial dapat dipenuhi melalui pemberian sumber lemak yang berasal dari lemak nabati dan lemak hewani. Contoh sumber lemak yaitu minyak kedelai, minyak jagung, minyak ikan, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan minyak biji kapas. Minyak ikan mempunyai kadar asam lemak n-3 sebesar 36, 4 % (Stickney, 1979). Minyak jagung mengandung asam lemak n-6 sebesar 56,3 % sedangkan minyak kelapa mengandung 90 % asam lemak jenuh (Ketaren, 1986).
14
Vitamin E Salah satu vitamin yang dapat berperan dalam meningkatkan reproduksi ikan adalah vitamin E. Fungsi yang paling nyata dari vitamin E adalah sebagai antioksidan, terutama untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Sementara itu diketahui pula pada ikan atlantik salmon bahwa α-tocopherol, nama lain dari vitamin E, diangkut dari jaringan periferal ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma; hal ini menunjukkan adanya peran vitamin E pada proses reproduksi ikan. Vitamin E diangkut ke hati dalam bentuk kilomikron, dari hati dan seterusnya, distribusinya mengikuti trigliserida dan lipid lainnya melalui lipoprotein ke jaringan lemak dan membran intra sel maupun ekstra sel (Linder, 1992). Selama vitelogenesis, kadar vitamin E dalam tubuh menurun sampai kira-kira 10% hingga tingkat pematangan. Seperti halnya vitamin larut dalam lemak lainnya, penyerapannya membutuhkan lemak dalam pakan dan aktivitas asam empedu (Linder, 1992). Asam empedu berfungsi untuk merubah lemak menjadi emulsi lemak dengan cara membentuk komplek asam lemak-asam empedu, sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim lipase sebelum diabsorbsi oleh dinding usus. Selanjutnya dikemukakan lagi bahwa vitamin A, D, E dan K (vitamin yang larut di dalam lemak) menjadi lebih mudah diserap oleh mukosa usus dengan adanya asam empedu. Defisiensi α-tocopherol pada hewan dapat menyebabkan lemah otot, pertumbuhan terhambat, degenerasi embrio, tingkat penetasan telur yang rendah, degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis dan terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostaglandin oleh mikrosom dari testis, otot dan limpa, menurunkan permeabilitas sel, memacu kematian dan kerusakan syaraf (Lehninger, 2003). Penelitian ikan atlantik salmon Salmo salar, dengan bobot lebih kurang 16.9 g, diberi pakan dasar semi murni yang mengandung kasein dan dl-α-tocopherol asetat 0 dan 15 mg/kg pakan, menyebabkan tingkat kematiannya 100% dan jika diberi 30 mg/kg pakan, ikan akan mengalami gejala defisiensi. Ikan yang mengalami defisiensi vitamin E memperlihatkan kandungan haemoglobin darah rendah, volume dan jumlah sel darah merah meningkat dan bagian sel darah merah tidak matang. Kadar vitamin E 60 mg/kg
15
pakan dapat memberikan kelangsungan hidup ikan yang tinggi. Verakunpiriya et al. (1986) menyatakan vitamin E berperan sangat penting untuk perkembangan gonad. Kadar vitamin E di telur dari ikan yellow tail yang terbaik adalah 186.6 sampai 243.0 µg/g bobot kering telur. Kadar vitamin E dalam telur tersebut berasal dari induk yang mendapatkan pakan yang mengandung vitamin E 124.1 sampai 471.8 mg/kg pakan. Vitamin ini juga dapat mempengaruhi komponen kimia lipid telur dan daya apung telur yellow tail. Kebutuhan ikan terhadap vitamin E dalam ransum berbeda-beda bergantung kepada jenis dan umur ikan. Gatlin et al. (1992) menyatakan bahwa untuk jenis-jenis ikan catfish kebutuhan vitamin E berkisar antara 60-240 mg/kg ransum ikan. Sedangkan untuk jenis salmonid membutuhkan vitamin E 35 mg/kg hingga 300 mg/kg pakan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan, dan dosis vitamin E di dalam pakan akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang ada di dalam pakan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam lemaknya, maka kebutuhan vitamin E juga semakin tinggi (Watanabe et al. 1991). Protein Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam-asam amino, baik esensial maupun non esensial (NRC,1983). Protein dan kandungan asam aminonya diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan enzim dan beberapa hormon serta antibodi dalam tubuh, disamping juga berperan sebagai sumber energi. Kebutuhan protein berbeda-beda menurut jenis spesiesnya dan umur. Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen utama dari kuning telur (Kamler, 1992). Pada ikan gillhead seabream, dimana pakannya mengandung asam amino esensial yang seimbang akan memperbaiki sintesa vitelogenin. Protein dalam jumlah sedikit dengan kalori yang tinggi pada pakan dapat menyebabkan penurunan reproduksi pada ikan red seabream (Watanabe et al, 1984b). Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi, dimana penggunaannya dalam proses metabolisme dan pencernaannya masih sedikit (NRC, 1977). Karbohidrat pada pakan ikan terdapat dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen dengan nilai 16
nutrisi serat kasar rendah. Kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat bergantung kepada kemampuannya dalam menghasilkan enzim amilase. Umumnya ikan air tawar memerlukan karbohidrat dalam jumlah lebih besar dari 20 % dan menurut Furuichi (1988) ikan Ichtalurus punctatus dapat memanfaatkan karbohidat secara optimum pada kisaran 30-40 %, tetapi lebih sedikit yang dimanfaatkan untuk perkembangan telur. Kualitas Air Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan adalah kadar oksigen terlarut, suhu, amoniak, pH dan alkalinitas. Suhu air mempengaruhi laju metabolisme dan pengeluaran energi pada ikan. Jika suhu air meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan laju metabolisme yang disebabkan meningkatnya konsumsi pakan sehingga pertumbuhan juga meningkat (NRC, 1977). Ikan zebra dapat tumbuh baik pada kisaran suhu 180-280 C (Hammilton, 2004). Suhu merupakan salah satu parameter lingkungan yang sangat penting keberadaannya bagi kehidupan ikan. Hal ini dikarenakan ikan memiliki sifat poikilotermal dimana tingkat laju metabolismenya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suhu lingkungan. Peningkatan suhu air sampai pada batas optimum akan berdampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan. Tang dan Affandi (2001) mengatakan suhu dan photoperiod dapat mempengaruhi perkembangan gonad pada ikan, perbaikan mutu telur dan kecepatan penetasan larva. Misalnya pada penetasan telur yang ditempatkan pada suhu yang relatif tinggi lebih cepat menetas dibandingkan dengan pada suhu yang rendah. Perkembangan gonad pada dasarnya merupakan perkembangan sel. Tiap tahap perkembangan gonad dipengaruhi oleh faktor dalam yaitu umur dan sistem hormonal juga dipengaruhi oleh faktor luar yaitu suhu dan makanan. Suatu tahapan perkembangan gonad akan berjalan optimum jika ditunjang oleh faktor pendukungnya, seperti suhu lingkungan yang optimum. Tang dan Affandi (2001) mengungkapkan bahwa suhu mempengaruhi fungsi dari sistem reproduksi teleostei seperti laju pengeluaran dari GtH, respon pituitari GnRH, Gonad binding GtH, siklus harian GtH, sintesis dan katabolisme steroid dan merangsang GtH dalam proses pemecahan polikel. Oleh karena itu untuk
17
mengoptimalkan perkembangan gonad agar menghasilkan penampilan reproduksi yang optimal diperlukan suhu lingkungan yang optimal pada saat pemeliharaan induk ikan. Oksigen terlarut merupakan komponen yang penting untuk kehidupan hewan air. Laju konsumsi oksigen oleh ikan tergantung dari jenis, ukuran ikan, suhu dan kualitas pakan (Boyd, 1982). Kadar oksigen terlarut antara 4,21-5,43 ppm (Hammilton, 2004) dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik. oksigen
di
perairan
sangatlah
diperlukan,
karena
kekurangan
Tercukupinya oksigen
akan
mengakibatkan dampak yang negatif pada kesehatan ikan seperti mengakibatkan stress, anoreksia, hypoxia pada jaringan, ketidak sadaran, mudah diserang penyakit dan parasit bahkan kematian secara mendadak dan masal.
Boyd (1982) mengemukakan bahwa
konsentrasi minimum air terlarut adalah 1 mg/l dan konsentrasi oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 3 mg/l. Power of hidrogen (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hydrogen, pH = -log (H+). Nilai pH dipengaruhi oleh suhu, dimana dengan meningkatnya suhu maka pH semakin menurun (Boyd, 1990). Nilai pH mempengaruhi daya racun bahan atau faktor kimia lain misalnya ammonia yang meningkat seiring dengan meningkatnya nilai pH dan H2S menurun seiring meningkatnya pH. Nilai pH yang baik menunjang kehidupan ikan zebra berkisar antara 6,5-7 (Sakurai et al., 1992). Toleransi amoniak dalam media pemeliharaan yang baik untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan zebra adalah 0,00-0,12 ppm (Hammilton, 2004). Bila ammonia meningkat, maka ammonia dari ekresi ikan akan menurun sehingga kandungan ammonia dalam darah dan jaringan menjadi tinggi.
Ammonia yang tinggi akan
mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan penurunan konsentrasi cairan tubuh, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan menyebabkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan darah dalam mentransport oksigen (Boyd, 1990).
18
PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL n-3 DAN n-6 DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peran asam lemak esensial dalam proses reproduksi ikan zebra, Danio rerio.
Penelitian dilakukan
selama tujuh bulan. Enam pakan perlakuan yang sama kandungan protein (39%) dan sama kandungan kalori (3200 kkal/kg feed) dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda yaitu 0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 dikombinasikan dengan 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, dan 2,04% n-6; diberikan kepada induk ikan zebra. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation. Selama masa pemeliharaan, stadia kematangan gonad diperiksa secara teratur.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda mempengaruhi secara statistik kandungan kimia tubuh induk, telur dan larva. Pakan dengan kandungan asam lemak esensial yang berbeda juga berpengaruh terhadap nilai gonado somatik indeks, fekunditas, ukuran dan volume telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan persentase larva abnormal. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pakan uji terbaik untuk meningkatkan kinerja reproduksi ikan zebra adalah pakan uji yang mengandung 1,03% asam lemak esensial n-3 dalam pakan yang dikombinasikan 2,04% asam lemak esensial n-6. Kata kunci : Asam lemak esensial, kinerja reproduksi, ikan zebra, Danio rerio
19
ABSTRACT A series of experiment had been conducted to determine the dietary essential fatty acid for reproduction of broodstock zebrafish, Danio rerio. The experiment had been carried out for consecutive seven months.
Six isonitrogenous (39%) and
isocaloric (3,200 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, with different levels of essential fatty acid (0,66% n-3, 1,03% n-3, 1,50% n-3, 2,04% n-3 combined respectively with 1,03% n-6, 1,04% n-6, 1,05% n-6, 1,98% n-6, and 2,04% n-6) were fed to zebrafish broodstock. Fish were fed at satiation using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of essential fatty acid affected the chemical content, gonad somatic index, fecundity, egg size, hatching rate, fertilization rate, and total number of normal larvae. The results showed that the best test feed; 1,03% n-3 fatty acids in the diet combined respectively with 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. Key words: Essential fatty acid, reproductive performance, zebrafish, Danio rerio
20
PENDAHULUAN Budidaya perikanan merupakan suatu kegiatan pemeliharaan organisme akuatik dalam lingkungan yang terkontrol dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu faktor pembatas utama pada kegiatan pemeliharaan ikan hias, khususnya kegiatan budidaya perikanan skala massal, adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk.
Keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan
melakukan perbaikan pada beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah dengan melalui perbaikan nutrisi induk.
Sebagaimana pada vertebrata lain, menurut
Izquierdo et al.(2001) perbaikan nutrisi pada pakan induk ikan akan berpengaruh positif tidak hanya pada kualitas telur dan sperma tetapi juga terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan. Keberadaan dan komposisi nutrien berupa asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) dalam pakan ikan merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva. Oleh karena itu, maka pengaturan komposisi kedua jenis asam lemak di dalam pakan ini diharapkan dapat memperbaiki mutu reproduksi ikan. Kebutuhan akan asam lemak masing-masing spesies ikan berbeda, terutama dihubungkan dengan habitatnya. Ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3 dibandingkan ikan yang hidup di air tawar. Sedangkan ikan air tawar lebih membutuhkan asam lemak n-6 atau campuran asam lemak n-3 dan n-6. Penurunan mutu reproduksi pada ikan dapat disebabkan antara lain karena pengaruh dari ketidakseimbangan nutrien pada sistem jalur aksi hormonal endokrin atau disebabkan oleh kurangnya ketersediaan komponen biokimia tertentu pada salah satu fase proses reproduksi. Asam lemak esensial untuk ikan air tawar, yaitu asam 21
lemak rantai panjang n-3 dan n-6, setelah melewati proses pencernaan antara lain akan menghasilkan prostaglandin (Lehninger, 2003). Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut, merupakan salah satu pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi yang antara lain meliputi produksi hormon-hormon steroid dan perkembangan gonad.
Dengan demikian
keberadaan asam lemak rantai panjang dalam pakan ikan yang merupakan salah satu bahan penyusun prostaglandin akan sangat berpengaruh terdapat terbentuk atau tidaknya prostaglandin yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi penampilan reproduksi induk ikan. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) sebagai hewan uji, karena memiliki karakter biologi yang sesuai untuk mendukung penelitian reproduksi, diantaranya interval regenerasi pendek, telur transparan, mudah untuk dipijahkan, serta mudah dalam pemberian pakan (Maack & Segner, 2004). Ikan zebra termasuk dalam famili ikan Cyprinidae, dimana famili Cyprinidae adalah salah satu golongan ikan yang dikenal luas di kalangan pembudidaya ikan, baik sebagai ikan hias maupun ikan konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji peran dan hubungan peran asam lemak esensial n-3 dan n-6 proses reproduksi ikan zebra; 2) menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra; Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran asam lemak esensial n-3 dan n-6 dalam proses reproduksi serta menemukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk kebutuhan reproduksi induk ikan zebra. Hasil penelitian ini akan dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil.
22
TINJAUAN PUSTAKA Lemak menurut hasil dari berbagai penelitian merupakan komponen yang sangat penting baik bagi pertumbuhan maupun reproduksi. Asam lemak berperan dalam memelihara struktur dan fungsi membran sel, selain sebagai sumber energi. (Watanabe, 1988). Asam lemak esensial adalah bagian lipid yang tidak dapat disintesis oleh tubuh (Hepher, 1990; Lehninger, 2003). Lemak pada pakan berfungsi sebagai sumber energi dan asam lemak esensial, memelihara integritas membran sel, membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak serta untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1983). Lemak yang ditambahkan dalam pakan harus mengandung asam lemak yang tidak dapat disintesis tubuh yaitu asam lemak esensial. Pakan induk yang kekurangan asam lemak esensial menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah, Watanabe et al. (1984b) mengemukakan bahwa proporsi lemak yang relatif rendah dengan n-3 Highly Unsaturated Fatty Acid (HUFA) tinggi dapat meningkatkan kematangan gonad. Induk red sea bream diberikan pakan dengan kandungan lemak 10% (18,5% n-3 HUFA), 11%(29,6% n-3 HUFA), dan 16% (22,7% n-3 HUFA). Hasil terbaik didapat pada pemberian lemak 11% (29,6% n-3 HUFA) dengan derajat penetasan telur terbaik 93,9% dan larva normal 97,6%. Sedangkan nilai terendah diperoleh pada pemberian lemak 16% (22,7% n-3 HUFA). Asam lemak pada tubuh ikan merupakan salah satu senyawa fosfolipid membran sel. Sifat fluiditas dari membran sel ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak penyusunnya, termasuk keseimbangan antara asam lemak jenuh dan tak jenuh (Bell et al., 1986). Asam lemak esensial, asam lemak non-esensial, gliserol dan fosfat adalah komponen penyusun fosfolipid (Bhagavan, 1982). Menurut NRC (1977), keberadaan asam lemak tidak jenuh dalam pakan induk seperti linoleat dan linolenat memang diperlukan. Hasil penelitian Watanabe et al. (1984ab) menunjukkan bahwa induk yang mendapatkan makanan yang kekurangan asam lemak esensial akan menghasilkan telur dengan derajat tetas telur yang rendah dan sebagian besar larva yang dihasilkan abnormal. Dalam perkembangan embrio 23
selain sebagai sumber energi asam lemak esensial mempunyai peranan penting sebagai penyusun struktur membran sel dan prekursor prostaglandin (Leray et al., 1985). Ikan sparus aurata L. yang diberikan pakan 1,6% n-3 HUFA selama 3 minggu, secara nyata dapat menghasilkan telur dengan kualitas yang lebih baik. Pemberian pakan dengan asam lemak n-3 HUFA dapat meningkatkan kadar C20:5n-3 dalam telur yang selanjutnya meningkatkan jumlah telur yang dibuahi, jumlah telur yang menetas dan kehidupan larva (Palacios et al., 1995). Semua ikan memerlukan asam lemak esensial dalam jumlah dan jenis yang berbeda-beda (Furuichi, 1988). Berdasarkan habitatnya ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3 terutama dalam bentuk 20:5n-3 dan 22:6n-3. Sedangkan kebutuhan asam lemak esensial pada ikan air tawar daerah tropik dapat dipenuhi dari asam lemak linoleat (18:2 n-6) (Hepher, 1990). Kebutuhan asam lemak esensial berbeda-beda tergantung kepada jenis ikan dan habitat ikan. Ikan mas membutuhkan 1,0% asam lemak linoleat (18:2 n-6) dan 1,0% asam lemak linolenat (18: 3 n-3) untuk pertumbuhan. Tilapia zillii membutuhkan 1,0% asam lemak linoleat atau 1,0% asam lemak n-6 (20:4n-6), sedangkan Tilapia nilotica hanya membutuhkan asam lemak linoleat sebanyak 0,5% (Furuichi, 1988). Dari penelitian Meinelt et al. (1999) dapat diketahui bahwa ikan zebra termasuk kedalam tipe ikan air tawar yang membutuhkan n-6 yang lebih besar. Pemberian pakan pada induk ikan zebra yang mengandung 1,58 % n-3 dan 4,19 % n-6 dengan kadar lemak pakan 10,62 %, secara nyata menghasilkan derajat pembuahan telur tertinggi. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa beberapa ikan air tawar tropik mempunyai kemampuan untuk mengkonversikan asam-asam lemak tadi menjadi asam lemak berantai karbon panjang C20 dan C22 dengan jalan memperpanjang rantai karbon dan desaturasi (Lovell, 1989). Kualitas dan kuantitas asam lemak dapat ditentukan berdasarkan sumber lemak dalam pakan. Sumber lemak yang berbeda akan menghasilkan asam lemak yang berbeda pula, sehingga pemilihan sumber lemak yang sesuai penting untuk 24
dilakukan. Beberapa sumber lemak nabati dan hewani yang sering digunakan adalah minyak ikan, beef tallow, minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari dan minyak kelapa. Minyak yang umumnya dipakai adalah minyak ikan cod, hering, salmon, menhaden, tuna dan caplin. Minyak jagung mengandung asam lemak linoleat yang tinggi yaitu 53%, sedangkan minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh yang tinggi yaitu 88% (Linder, 1992). Asam lemak esensial dibutuhkan untuk proses reproduksi, baik untuk pembentukan gonad maupun pematangan gonad. Fase utama dalam proses pembentukan gonad atau oogenesis adalah vitellogenesis. Vitellogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitellogenin di hati serta penyerapan vitellogenin yang terbawa dalam aliran darah ke dalam oosit. Vitellogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan di hati. Aktivitas vitellogenesis ini menyebabkan nilai HSI dan GSI ikan meningkat (Yaron, 1995).
25
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu, sedangkan pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sedangkan analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Uji Ikan yang digunakan sebagai induk prasalin adalah calon induk ikan zebra yang belum pernah memijah. Ikan ini berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat dengan umur sekitar 25 hari serta memiliki bobot awal berkisar antara 0.100-0,154 g/ekor. Pakan Uji Pakan uji yang digunakan merupakan pakan isoprotein dan isoenergi yang dibuat dalam bentuk pasta dengan kadar protein 39,63%-40,0%, energi dapat dicerna 313,28-326,17 kkal/100 g serta rasio energi protein 7,85-8,20. Komposisi pakan yang digunakan didasarkan pada kebutuhan nutrisi ikan Cyprinidae untuk tumbuh dan melakukan reproduksi yang merupakan modifikasi dari SNI: 01-4266-1997. Bahanbahan penyusun pakan terdiri atas tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan 26
tepung kedelai sebagai sumber protein nabati. Tepung pollard dipergunakan sebagai sumber karbohidrat.
Sumber lemak dan asam lemak berasal dari minyak ikan,
minyak jagung dan minyak sawit. Minyak ikan digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-3, sedangkan minyak jagung digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-6 serta minyak sawit digunakan sebagai pelengkap jumlah lemak yang dibutuhkan. Bahan penyusun lain yaitu vitamin campuran; mineral campuran dan tapioka, yang berfungsi sebagai pengikat. Tabel 2 Komposisi pakan dari tiap perlakuan Komponen Pakan
Perlakuan Asam lemak n-3 ; Asam Lemak n-6 (%)
A (0 ; 1) B (1 ; 1) Tepung ikan 31,0 31,0 Kedelai 29,0 29,0 Pollard 19,5 19,5 Minyak jagung 1 1,4 1,4 Minyak ikan 1 0,0 1,0 Minyak sawit 1 4,1 3,1 Vitamin mix 2 2,0 2,0 Mineral mix 3 3,0 3,0 Tapioka 10,0 10,0 Jumlah 100,0 100,0 Keterangan: 1. Sumber asam lemak n-3 dan n-6 2. Takeuchi, 1988 3. Takeuchi, 1988
C (2 ; 1) 31,0 29,0 19,5 1,4 3,8 0,3 2,0 3,0 10,0 100,0
D (0 ; 2) 31,0 29,0 19,5 3,3 0,0 2,2 2,0 3,0 10,0 100,0
E (1 ; 2) 31,0 29,0 19,5 1,0 3,3 1,2 2,0 3,0 10,0 100,0
F (2 ; 2) 31,0 29,0 19,5 2,3 3,2 0,0 2,0 3,0 10,0 100,0
Sebelum pakan dibuat, bahan penyusun pakan seperti tepung ikan, tepung kedelai dan pollard dianalisa terlebih dahulu. Begitu juga pakan yang telah dibuat kemudian dianalisis proksimat dan asam lemak. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air.
Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan
menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC15A, Shimadzu Corp., Japan) sesuai dengan metode Takeuchi (1988). Komposisi pakan selengkapnya disajikan pada Tabel 2 di atas. Komposisi proksimat dan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 disajikan pada Tabel 3 berikut. 27
Tabel 3
Komposisi proksimat dan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pakan percobaan (% bobot kering) Perlakuan Asam lemak n-3 ; Asam Lemak n-6 (%) A (0 , 1) B (1 , 1) C (2 , 1) D (0 , 2)
Proksimat Protein kasar Lemak kasar Kadar abu Karbohidrat DE (kkal/100g)* C/P
40,00 10,55 35,45 9,00 314,10 7,85
39,69 10,38 36,12 8,81 313,28 7,89
39,63 10,49 36,41 8,47 314,68 7,94
39,79 10,30 8,52 41,39 326,17 8,20
E (1 , 2)
F (2 , 2)
39,99 10,15 8,39 41,47 325,86 8,15
39,90 10,19 8,51 41,40 325,69 8,16
Asam lemak n-3 0,66 1,03 2,04 0,66 1,03 Asam lemak n-6 1,05 1,04 1,03 2,04 2,04 Keterangan : DE = digestible energi yang diperhitungkan dari 1 g protein = 3,5 kkal; 1 g lemak = 8,1 kkal;1 g karbohidrat = 2,5 kkal (NRC, 1983)
1,50 1,98
Rancangan Perlakuan Penelitian tahap pertama ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah penambahan asam lemak esensial n-3 dan n-6 sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kombinasi asam lemak esensial n-3 dan n-6 tiap perlakuan (%) Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D Perlakuan E Perlakuan F
Dosis Asam Lemak n-6 (%) dan Asam Lemak n-6 (%) 0% n-3, 1% n-6 1% n-3, 1% n-6 2% n-3, 1% n-6 0% n-3, 2% n-6 1% n-3, 2% n-6 2% n-3, 2% n-6 Pemeliharaan Ikan Uji
Wadah pemeliharaan berupa akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm sebanyak 18 buah akuarium yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi untuk setiap set penelitian. Sebelum
digunakan, akuarium beserta tandon berkapasitas 2 ton dibersihkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pada awal pemeliharaan dilakukan analisis kualitas air media pemeliharaan. Untuk menjaga kualitas air tetap baik maka setiap hari dilakukan penyiponan, yaitu pada pagi hari sebelum pakan diberikan. 28
Pemeliharaan ikan zebra dilakukan dengan kepadatan 25 ekor dalam setiap akuariumnya. Selama pemeliharaan, ikan zebra diberi pakan dalam bentuk pasta secara at satiation dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari, yaitu pada jam 07.00, 11.00, 14.00 dan 15.00 WIB. Ikan zebra dipelihara sampai siap memijah. Untuk mengetahui perkembangan kematangan gonadnya maka dilakukan sampling bobot dan GSI sebanyak 3 ekor/ulangan. Pemijahan dilakukan pada saat ikan zebra telah siap memijah. Induk betina telah siap untuk dipijahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20% dan umumnya juga memiliki ciri ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Apabila ada induk betina yang siap memijah dari setiap perlakuan, maka induk tersebut dipindahkan ke akuarium pemijahan. Wadah pemijahan berupa akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm sebanyak 24 buah untuk setiap set penelitian. Untuk setiap akuarium pemijahan diberi 1 induk jantan dan 1 induk betina per akuarium. Setiap perlakuan diambil 3 ekor betina untuk dipijahkan. Adapun langkah-langkah persiapan akuarium pemijahan, adalah sebagai berikut : 1. Akuarium dibersihkan terlebih dahulu, menggunakan larutan desinfektan (kaporit). 2. Setiap akuarium diisi air setinggi 10 – 15 cm. 3. Dasar akuarium diberi kain saringan dengan mata jaring 1 mm. 4. Setiap akuarium diisi sepasang induk yang siap memijah.
Induk betina
dimasukkan terlebih dahulu yaitu pada pagi hari kemudian induk jantan dimasukkan pada sore hari. Pemijahan biasanya terjadi pada pagi hari berikutnya, yaitu pukul 05.30 – 08.30 WIB. Ketika induk selesai memijah, maka induk jantan dan betina harus segera dipisahkan dan dipindahkan dari akuarium pemijahan, agar tidak memangsa telur yang ada di dasar akuarium. Setiap akuarium yang berisi telur, diberi methylen blue untuk mencegah tumbuhnya jamur.
29
Fekunditas induk dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah telur per pemijahan. Sepuluh butir telur untuk setiap ulangan diambil dan diukur diameter telurnya dengan menggunakan mikroskop. Setelah telur menetas (48–72 jam), maka dihitung jumlah larva untuk mengetahui hatching rate telur tersebut. Larva yang telah menetas dari setiap ulangan perlakuan, dipelihara di dalam akuarium penetasan. Selama pemeliharaan, larva tidak diberi pakan. Setelah 3 hari yaitu ketika kuning telur habis, jumlah larva dihitung sehingga dapat diketahui suvival rate larva yang diberi perlakuan. Analisis kualitas air dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan, yaitu akuarium pemeliharaan dan tandon. Analisis kualitas air terdiri atas analisis oksigen terlarut (DO), pH, suhu, amoniak, kesadahan dan alkalinitas. Suhu, DO dan pH diukur langsung dengan menggunakan alat DO meter, alkalinitas menggunakan spektrofotometer, sedangkan amoniak dan kesadahan diukur menggunakan metode titrasi. Parameter Uji Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Kandungan Lemak, Protein dan Asam Lemak Parameter kandungan lemak, protein dan asam lemak dilakukan pada tubuh ikan, telur serta larva. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air. Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC-15A, Shimadzu Corp., Japan).
30
Gonad Somatik Indeks Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan telur dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut: GSI (%) =
Bobot gonad (g) x 100% Bobot tubuh (g)
Lama Pematangan Telur Lama pematangan telur dihitung dari umur ikan pada saat mencapai kematangan gonad atau ikan sudah siap untuk dipijahkan. Ikan sudah siap untuk dipjahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20%., ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek.
Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur per satuan berat atau panjang (Effendie, 1997), dari nilai fekunditas secara tidak langsung dapat diduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan .
Fekunditas (butir/g induk) =
Jumlah telur yang diovulasi Bobot induk (g)
Diameter Telur Diameter telur diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakan di lensa okuler. Pengukuran dengan mikrometer dipengaruhi oleh pembesaran lensa objektif. Diameter telur diukur pada bagian yang terpanjang dari telur dengan perhitungan sebagai berikut:
DT =
x x 0.01 y 31
Keterangan : DT = Diameter telur (mm) x = Nilai diameter telur yang diamati dengan mikroskop y = Nilai perbesaran Volume Kuning Telur Volume kuning telur dihitung sesuai dengan metode Heming & Buddington (1988) sebagai berikut : V = ( π/6 ) LH2 Keterangan : V = volume kuning telur (mm3) L = diameter memanjang (mm) H = diameter melebar (mm) Cara pengukuran panjang dan lebar kuning telur :
Lebar
(H) Panjang
(L) Laju Penyerapan Kuning Telur Laju penyerapan kuning telur dihitung sesuai dengan metode Polo et al. (1991) sebagai berikut: LPKT =
( ln Vo − ln Vt ) t
Keterangan : LPKT Vo Vt t
= Laju penyerapan kuning telur ( mm3/ jam) = Volume kuning telur pada awal percobaan (mm3) = Volume kuning telur pada saat ke-t (mm3) = Periode pengamatan
32
Derajat Pembuahan Telur Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich & Horvath, 1980) : Fertilization Rate (%) =
Jumlah telur yang dibuahi ×100% Jumlah total telur
Derajat Tetas Telur Derajat penetasan (hatching rate) adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah telur yang telah dibuahi. Perhitungan derajat penetasan ditentukan setelah penetasan telur seluruhnya dengan perhitungan rumus sebagai berikut :
Hatching Rate (%) =
Jumlah telur yang menetas ×100% Jumlah telur yang ditetaskan
Kecepatan Waktu Embriogenesis Waktu yang dibutuhkan untuk embriogenesis dari masing-masing perlakuan dihitung untuk setiap perlakuan. Sepuluh telur diambil dari akuarium yang berbeda perlakuan untuk pengamatan yang disebar kedalam cawan petri untuk mengamati embriogenesis dengan menggunakan mikroskop. Setiap tahap perkembangannya difoto untuk dokumentasi perubahan bentuk masing-masing stadium terutama stadium–stadium tertentu, sepeti cleavage, morulasi, blastulasi, gastrulasi dan
organogenesis sampai telur menetas Survival Rate Larva Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung dengan menggunakan rumus:
Survival Rate (%) =
Jumlah ikan akhir pemeliharaan ×100% Jumlah ikan awal pemeliharaan
33
Persentase Larva Abnormal Persentase larva abnormal dihitung dengan menggunakan rumus: PLA =
Σ Ikan yang abnormal x 100% Σ Ikan total
Analisis Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 6 perlakuan dan tiga ulangan. Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Sedangkan untuk data kadar asam lemak serta histologi kematangan gonad disajikan secara deskriptif eksploratif. Parameter yang dianalisis adalah kandungan lemak, protein dan asam lemak, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal.
34
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Lemak, Protein dan Asam Lemak dari Tubuh, Telur, dan Larva Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan induk berperan dalam penyusunan kandungan asam lemak, lemak, dan protein tubuh, telur, dan larva ikan zebra. Pemeliharaan induk ikan yang diberi pakan perlakuan selama 4 minggu menghasilkan data berupa kadar lemak, protein dan asam lemak dari tubuh ikan, telur, serta larva.
Hasil selengkapnya
disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kandungan lemak, protein dan asam lemak pada tubuh induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan A (0,66% n-3; 1,05% n-6)
B (1,03% n-3; 1,04% n-6)
C (2,04% n-3; 1,03% n-6)
D (0,66% n-3; 2,04% n-6)
E (1,03% n-3; 2,04% n-6)
F (1,50% n-3; 1,98% n-6)
Komposisi
Induk
Telur
Larva
Lemak (%) Protein (%) Asam Lemak n-3 (% Area) Asam Lemak n-6 (% Area)
14,65 55,94 11,46 4,83
15,43 56,92 13,52 5,86
14,95 57,32 12,04 5,31
Lemak (%) Protein (%) Asam Lemak n-3 (% Area) Asam Lemak n-6 (% Area)
16,81 57,36 12,82 7,63
21,25 60,42 14,43 9,26
19,28 58,21 14,18 8,96
Lemak (%) Protein (%) Asam Lemak n-3 (% Area) Asam Lemak n-6 (% Area)
14,82 56,84 10,23 7,83
22,07 61,65 14,34 11,31
20,42 59,05 10,13 8,79
Lemak (%) Protein (%) Asam Lemak n-3 (% Area) Asam Lemak n-6 (% Area)
16,70 56,32 10,47 7,06
16,08 56,54 14,21 8,86
14,75 56,22 12,78 7,39
Lemak (%) Protein (%) Asam Lemak n-3 (% Area) Asam Lemak n-6 (% Area)
19,73 59,13 11,58 8,46
29,68 66,81 17,07 10,45
25,47 63,43 12,81 8,02
Lemak (%) Protein (%) Asam Lemak n-3 (% Area) Asam Lemak n-6 (% Area)
15,03 56,84 9,85 8,17
29,74 61,21 15,12 11,79
21,68 59,57 11,29 9,07
35
Kadar lemak dan asam lemak dari tubuh induk, telur dan larva pada penelitian ini paralel dengan kandungan asam lemak dalam pakan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Watanabe et al. (1984ab), Leray et al. (1985), Meinelt et al. (1999), Mokoginta et al. (2000), serta Maack & Segner (2004). Secara umum pemberian pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-3 yang rendah yaitu 0,66% pada pakan A dan pakan D akan menghasilkan kandungan asam lemak esensial yang rendah pula pada dari tubuh induk, telur dan larva (Tabel 5). Kandungan asam lemak esensial pada tubuh induk, telur dan larva akan naik sejalan dengan kenaikan kandungan asam lemak pakan, kemudian akan menurun kembali setelah nilai maksimal kandungan asam lemak tercapai. Pakan perlakuan C dan F dengan kandungan asam lemak n-3 yang tinggi (2,04% dan 1,5%) menghasilkan kandungan asam lemak esensial yang lebih rendah dibandingkan perlakuan B dan perlakuan E yang mengandung asam lemak n-3 sebesar 1,03%. Pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-6 yang rendah yaitu 1,03% pada perlakuan A, B, dan perlakuan C akan menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak esensial yang lebih rendah dibandingkan induk ikan yang diberi pakan perlakuan dengan mengandung asam lemak n-6 yang lebih tinggi yaitu 2,04% seperti pada perlakuan D, E, dan perlakuan F.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa untuk ikan zebra kebutuhan asam lemak n-6 lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan asam lemak n-3. Pakan perlakuan A, D, E, F dengan asam lemak n-6 pada pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-3 ternyata menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak n-3 yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak n-6. Hal ini sejalan dengan penelitian Meinelt et al. (1999), Mokoginta et al. (2000), serta Maack & Segner (2004) yang menunjukkan bahwa afinitas asam lemak n-3 lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-6. Data pada Tabel 5 menginformasikan bahwa pakan dengan 1,03 % asam lemak n-3 dan 2,04 % n-6 menghasilkan kadar lemak dan protein tubuh yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Takeuchi (1996), ikan-ikan 36
yang mengalami kekurangan asam lemak esensial memperlihatkan gejala kadar protein tubuh yang rendah. Gejala yang sama juga dapat terjadi pada pakan yang terlalu tinggi asam lemaknya. Kondisi ini terdapat pada tubuh ikan yang mendapat pakan perlakuan A (0,66% asam lemak n-3 dan 2,04% n-6) dan perlakuan F (1,5% asam lemak n-3 dan 1,98% n-6). Tingginya kadar air bebas pada kadar protein tubuh yang rendah dimungkinkan karena sifat molekul air yang dapat diikat oleh molekul polar seperti protein dan tidak dapat diikat oleh molekul non polar seperti lemak, sehingga molekul air yang terikat menjadi rendah. Setaiap seri asam lemak diketahui berkompetisi untuk sistem enzim yang sama dan afinitas menurun dari seri asam lemak n-3 ke n-6 hingga n-9 (Mayes, 2003). Penyimpanan asam lemak pada telur merupakan merupakan akumulasi vitelogenin dari hasil vitelogenesis.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa
selama proses vitelogenesis, asam lemak yang disimpan disesuaikan dengan kebutuhan embrio ikan zebra. Asam lemak esensial yang disimpan dibatasi sampai jumlah tertentu, yang ditunjukkan oleh menurunnya kandungan asam lemak meskipun kadar asam lemak pakan bertambah. Kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan induk juga mempengaruhi besarnya kadar lemak telur dan larva. Tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa kadar lemak tertinggi telur diperoleh pada perlakuan E (1,03 % asam lemak n-3 dan 2,04 % n-6) dan terendah adalah pada perlakuan A (0,66 % asam lemak n-3 dan 1,05 % n-6). Kamler (1992) mengatakan bahwa bahan penyusun struktur butiran lemak dan butiran kuning telur adalah lemak. Selain itu lemak juga merupakan bahan yang menyusun fosfolipid yang ditimbun dalam sitoplasma dan kutub anima telur.
Tingginya kadar lipid dapat meningkatkan fosofolipid dalam
sitoplasma yang pada akhirnya dapat meningkatkan kandungan energi telur sebagaimana tergambar pada hasil penelitian ini (Tabel 5). Keberadaan lemak dan asam lemak yang cukup di dalam telur dan larva ikan penting untuk digunakan dalam proses perkembangan selanjutnya.
37
Gonado Somatik Indeks, Gonado Somatik Indeks Salin dan Lama Pematangan Telur Hasil pengaruh perbedaan konsentrasi asam lemak n-3 maupun asam lemak n-6 pada pakan perlakuan yang diberikan kepada ikan zebra terhadap nilai GSI, GSIS dan lama
pematangan telur disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai gonado somatik indeks (GSI), gonado somatik indeks salin (GSIS) dan lama pematangan telur (LPT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan
GSI (%)
GSI Salin (%)
LPT (hari)
A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 15,97±8,98 a 13,31±2,72 a 53,0±0,0 a a b B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 12,43±5,37 18,11±1,41 53,0±0,0 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 13,02±7,79 a 16,31±0,58 b 53,0±0,0 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 23,64±4,54 b 10,00±0,86 a 53,0±0,0 a b b E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 25,43±1,96 16,90±0,38 53,0±0,0 a b a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 34,79±4,90 b 13,95±0,13 53,0±0,0 Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Nilai gonado somatik indeks (GSI) rata-rata induk ikan uji tidak berbeda pada pakan yang diberi penambahan asam lemak n-3 pada kandungan asam lemak n-6 konsentrasi 1,03%-1,05% (perlakuan A, B, dan perlakuan C); tetapi nilai GSI lebih tinggi pada kandungan asam lemak n-6 sebesar 1,98%-2,04% (perlakuan D, E, dan perlakuan F). Pakan uji dengan kandungan asam lemak n-3 yang rendah pada pakan uji A dan pakan uji D memiliki nilai GSI Salin yang rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 tidak berpengaruh terhadap lama pematangan telur pada semua perlakuan. Pengamatan terhadap kondisi perkembangan gonad secara histologis dilakukan seminggu sekali.
Tahap-tahap perkembangan gonad ikan zebra setiap
minggunya dapat dilihat pada Gambar 3. Pada usia 25 hari oosit belum terbentuk, didominasi oogonium (Og), sedangkan warna masih transparan. Setelah umur 32 hari, oosit (Os) telah terbentuk, ukuran sel telur terlihat tidak seragam, inti sel/nukleus (N) masih di tengah. 38
Pada usia 39 hari, ukuran sel telur (Os) membesar, tidak seragam, beberapa inti (N) mulai terlihat menepi. Kemudian pada saat umur ikan telah mencapai 46 hari, beberapa ootid (Ot) membentuk sel telur/ovum (Ov),sementara yang lain masih dalam bentuk oosit. Ikan uji mulai matang gonad dan siap dipijahkan pada umur 53 hari, yang dalam hal ini sel telur (Ov) telah matang dan siap dikeluarkan. Ikan yang telah mengalami tahap matang gonad tetapi tidak dipijahkan akan mengakibatkan jumlah sel (Ov) telur berkurang sebagaimana terlihat pada ikan umur 60 hari.
S Os Og
N
Umur 25 Hari
Umur 32 Hari
Oot Oo
OVt
Umur 39 Hari
Umur 46 Hari
OV Umur 53 Hari
OV Umur 60 Hari
Gambar 3 Histologi gonad. Pewarnaan HE
39
Pada penelitian ini nilai gonado somatik indeks semakin tinggi sejalan dengan tingginya kadar asam lemak n-6 di dalam pakan. Nilai GSI ini berbeda dengan nilai GSIs, dimana pada induk yang telah mengalami masa salin dan mendapat pakan dengan kadar asam lemak n-3 kurang (0,66%) yaitu pada perlakuan A dan D memiliki nilai GSIs yang rendah. Adanya perbedaan ini dimungkinkan karena kondisi induk yang berbeda. Induk yang digunakan untuk pengukuran GSI adalah induk yang memijah pertama kali, sedangkan nilai GSIs diperoleh dari induk yang sama tetapi telah mengalami masa salin.
Hal yang sama terlihat dari pernyataan Tang dan
Affandi (2000) serta Maack & hasil penelitian Segner (2004), bahwa pengaruh asam lemak esensial terhadap GSI berbeda pada ikan yang dipijahkan pertama kali dengan ikan yang sudah mengalami pemijahan lebih dari sekali. Umumnya semakin besar nilai gonado somatik indeks ikan, semakin tinggi tingkat kematangan gonadnya dan mencapai nilai tertinggi pada saat akan terjadi pemijahan. Hasil penelitian ini sebagaimana terlihat pada Tabel 6 membuktikan bahwa kandungan asam lemak esensial yang rendah pakan perlakuan A dan D yaitu n3 sebesar 0,66% pada ikan yang sudah pernah memijah akan menghambat proses pematangan gonad. Asam lemak esensial pada gonad dapat digunakan untuk proses vitelogenesis, dan selanjutnya akan menentukan apakah gonad tersebut akan berkembang atau tidak. Lama pematangan telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh pakan perlakuan sebagaimana ditunjukkan Tabel 6 dan Gambar 3. Lama pematangan telur dihitung dari umur ikan pada saat mencapai kematangan gonad atau ikan sudah siap untuk dipijahkan. Kesamaan hasil yang diperoleh untuk parameter lama pematangan telur sejalan dengan Tang dan Affandi (2000) serta Maack & Segner (2004), yaitu karena ikan uji yang dipergunakan adalah induk muda yang baru pertama kali memijah. Selain hal tersebut, lama pematangan gonad menurut Kamler (1992) sangat dipengaruhi pula oleh ketersediaan protein dan nutrien lain.
Induk muda
memanfaatkan nutrien esensial seperti asam lemak tidak hanya untuk proses pematangan gonad saja, tetapi juga untuk proses pertumbuhan sel-sel somatik. 40
Fekunditas, Volume Telur, dan Laju Penyerapan Kuning Telur Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai fekunditas dan volume telur, tetapi tidak berpengaruh terhadap nilai laju penyerapan kuning telur sebagaimana disajikan pada Tabel 7.
Nilai fekunditas tertinggi dicapai pada
perlakuan B (1% n-3; 1% n-6) dan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6), sedangkan volume telur terbaik diperoleh pada pakan uji B (1% n-3; 1% n-6) , C (2% n-3; 1% n-6), perlakuan E (1% n-3; 2% n-6) dan F (2% n-3; 2% n-6). Pakan uji yang mengandung asam lemak n-3 paling rendah yaitu pada pakan perlakuan A (0% n-3; 1% n-6) dan pakan D (0% n-3; 2% n-6) mempunyai nilai fekunditas yang rendah dan volume telur yang paling kecil. Tabel 7 Fekunditas, volume telur dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan A (0,66% n-3; 1,05% n-6) B (1,03% n-3; 1,04% n-6) C (2,04% n-3; 1,03% n-6) D (0,66% n-3; 2,04% n-6) E (1,03% n-3; 2,04% n-6) F (1,50% n-3; 1,98% n-6)
Fekunditas (butir/g) 201,33±44,37 b 598,33±176,98 d 129,67±62,08b 84,28±4,60 a 616,53±261,14 d 377,54±57,14c
Volume Telur (mm3) 0,047±0,003 a 0,091±0,004 b 0,089±0,003 b 0,052±0,002 a 0,085±0,002 b 0,094±0,004 b
LPKT(mm3/jam) 0,07±0,04 a 0,08±0,03 a 0,05±0,01 a 0,09±0,02 a 0,04±0,02 a 0,11±0,05 a
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Fekunditas yang tinggi pada perlakuan B (1% n-3; 1% n-6) dan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6) diduga terkait dengan aktivitas prostaglandin dalam pembentukan butir-butir telur. Menurut Lehninger (2003) asam lemak esensial berperan dalam pembentukan prostaglandin dan prostaglandin berperan sebagai hormon yang membantu pada ovulasi yaitu saat pecahnya sel folikel. Asam-asam lemak n-3 dan n6 diketahui sebagai asam lemak esensial yang dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel. Sifat fluiditas akan mempengaruhi aktivitas enzim pada membran (Bell et al., 1986). Adanya perubahan aktivitas enzim dapat merubah proses metabolisme sel secara keseluruhan. 41
Rasio asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 yang sesuai dengan kebutuhan ikan zebra akan membuat proses metabolisme berlangsung dengan baik.
Begitu juga
dengan proses vitellogenesis yang terjadi pada hati dan proses pembentukan butir telur akan berlangsung dengan optimal sehingga fekunditas yang dihasilkan tinggi. Kekurangan asam lemak esensial seperti pada pakan perlakuan A (0% n-3; 1% n-6) dan pakan D (0% n-3; 2% n-6) serta kelebihan asam lemak esensial seperti pada perlakuan C (2% n-3; 1% n-6) dan F (2% n-3; 2% n-6) membuat pengaruh yang negatif terhadap nilai fekunditas. Kekurangan asam lemak esensial akan mengakibatkan terganggunya proses pembentukan telur antara lain karena nutrien yang diperlukan jumlahnya tidak mencukupi, sedangkan kandungan asam lemak esensial yang berlebihan pada pakan induk akan mengakibatkan gangguan aksi hormonal karena kelebihan EPA maupun DHA akan mempengaruhi aksi pembentukan steroid dari gonadotropin pada ovary. Komposisi asam lemak penyusun akan mempengaruhi sifat fluiditas dari membran sel. Kelebihan asam lemak juga dapat berakibat pada ketidakseimbangan proporsi antara asam lemak n-3 dengan n-6 karena adanya perbedaan afinitas dari kedua asam lemak tersebut. Ketersediaan lemak yang tinggi, akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur sebagaimana terlihat pada induk ikan zebra yang diberi pakan perlakuan B (1% n-3; 1% n-6), pakan perlakuan C (2% n-3; 1% n-6), pakan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6), serta pakan perlakuan F (2% n-3; 2% n-6). Diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis, dimana lipid berfungsi secara langsung.
Proses vitelogenesis antara lain dicirikan oleh bertambah banyaknya
volume sitoplasma yang berasal dari luar sel, yakni kuning telur atau disebut juga vitelogenin.
Vitelogenin disintesis oleh hati dalam bentuk lipophosphoprotein-
calsium komplek dan hasil mobilisasi lipid dari lemak visceral.
Hal ini yang
menyebabkan kecilnya diameter dan volume telur ikan zebra yang diberi pakan perlakuan dengan kandungan asam lemak esensial rendah yaitu pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6). 42
Laju penyerapan kuning telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 maupun n-6 yang ditambahkan pada pakan (Tabel 7). Pada saat proses embriogenesis sebagai sumber energi utama adalah lemak, sedangkan protein walaupun memiliki kadar terbesar dalam telur tapi lebih berperan dalam pembentukan jaringan. Namun yang mempengaruhi laju penyerapan kuning telur pada saat embriogenesis adalah sebagian besar asam lemak jenuh sehingga mengakibatkan laju penyerapan telur pada semua perlakuan menjadi sama. Derajat Pembuahan Telur, Derajat Tetas Telur, dan Kecepatan Waktu Embriogenesis Perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Pakan perlakuan B (1,03% n-3; 1,04% n-6) dan pakan perlakuan E (1,03% n-3; 2,04% n-6) memberikan hasil yang terbaik untuk parameter derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR). Sedangkan semua perlakuan mempunyai pengaruh yang sama terhadap kecepatan waktu embriogenesis (KWE). Tahapan embriogenesis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 8 Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan
FR (%)
HR (%)
KWE (Jam)
A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 52,45±22,90 a 61,62±17,75 a 32,0±0,0 a c b B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 95,82± 3,07 98,18± 0,39 32,0±0,0 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 75,06± 9,49 b 74,75± 5,81 a 32,0±0,0 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 52,78± 3,65 a 49,45± 2,31 a 32,0±0,0 a c b E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 94,59± 5,12 93,97± 2,40 32,0±0,0 a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 75,71± 2,75 b 61,89± 0,11 a 32,0±0,0 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Asam lemak esensial diketahui sebagai prekursor prostaglandin. Sedangkan pada ikan prostaglandin telah jelas berfungsi nyata dalam mempercepat ovulasi dan mengatur sinkronisasi tingkah laku memijah (Shilo dan Sarig, 1989). Jadi dapat 43
dikatakan bahwa keberadaan prostaglandin yang terbentuk dari asam lemak esensial menentukan keberhasilan pematangan oosit yang berhubungan dengan derajat pembuahan telur. Rendahnya derajat pembuahan telur dan derajat tetas telur disebabkan rendahnya asam lemak n-3 yang diberikan pada pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6) sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam pembelahan sel. Keberhasilan proses embriogenesis juga dapat memperlihatkan kualitas telur. Penambahan kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan sampai batas tertentu akan mempengaruhi keberhasilan proses embriogenesis yang diperlihatkan dengan nilai derajat pembuahan telur dan derajat tetas telur yang tinggi. Pada penelitian ini kegagalan proses embriogenesis hanya ditemukan pada telur dari induk yang mendapat pakan yang kekurangan asam lemak esensial yaitu pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6). Pakan perlakuan B (1,03% n-3; 1,04% n-6) dan pakan perlakuan E (1,03% n3; 2,04% n-6) memberikan hasil yang terbaik untuk parameter derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR). Proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh keberadaan prostaglandin. Telur yang defisien akan asam lemak esensial akan mengalami kegagalan dalam pembelahan yaitu pada pembelahan ke-16, 32 dan organogenesis. Pada akhirnya akan menghasilkan telur dengan derajat penetasan yang rendah (Leray et al., 1985). Parameter penelitian ini yang dapat secara langsung membuktikan hal tersebut adalah tingkat kematangan gonad, fekunditas, serta kandungan nutrien telur.
Sedangkan parameter tidak langsung
karena sudah ada pengaruh dari mutu sperma pejantan diantaranya adalah hatching rate dan embriogenesis.
44
Telur dibuahi
1 sel
2 sel
4 sel
8 sel
16 sel
32 sel
Blastula
Gastrula
Perisai embrio
Embrio
Embrio
Organogenesis Awal
Organogenesis Ahir
Larva menetas
Gambar 4 Embriogenesis ikan uji zebra yang mendapat perlakuan. Pewarnaan HE 45
Tingkat Kelangsungan Hidup Larva dan Persentase Larva Abnormal Tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Tingkat kelangsungan hidup larva (SR3 ) dan persentase larva abnormal (PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan
SR3 (%)
PLA (%) a
A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 86,67±11,55 28,89±0,60 a a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 93,33±11,55 14,45±0,49 b a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 86,67±11,55 13,82±1,26 b a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 66,67±11,55 21,64±0,97 a a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 80,00±20,00 4,45±0,39 d a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 73,33±11,55 7,88±1,83 c Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Induk ikan yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak rendah, yaitu pakan A (0,66% n-3; 1,05% n-6) dan pakan D (0,66% n-3; 2,04% n-6); pada penelitian ini menyebabkan tingkat abnormalitas larva yang tinggi. Kekurangan asam lemak tidak jenuh esensial tersebut akan mengakibatkan terganggunya proses penyusunan membran sel yang selanjutnya akan menyebabkan abnormalitas pada larva. Abnormalitas larva juga dipengaruhi antara lain oleh ketersediaan sumber energi dan materi selama proses embriogenesis. Jumlah energi yang dikonsumsi dari kuning telur oleh embrio dan larva berkorelasi positif dengan ukuran telur, dimana diketahui bahwa cadangan nutrisi dalam telur pun akan berpengaruh pada persentase larva abnormal ikan zebra. Pemberian kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan perlakuan ternyata tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva. Proses perkembangan awal larva menggunakan kuning telur sebagai sumber energi, karena belum ada tambahan pakan dari luar.
Pada penelitian ini kandungan asam lemak n-3 dan n-6 tidak
mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, karena sebagai sumber energi yang digunakan adalah asam lemak jenuh.
Sedangkan asam lemak tidak jenuh lebih
banyak berperan sebagai penyusun membran. 46
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kandungan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan berperan dalam penyusunan kandungan nutrisi tubuh induk, telur dan larva ikan zebra. 2. Kekurangan atau kelebihan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan akan mempengaruhi nilai gonado somatik indeks salin, fekunditas, ukuran dan volume telur, derajat pembuahan, derajat penetasan, dan persentase larva abnormal. Kekurangan atau kelebihan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan tidak mempengaruhi nilai gonado somatik indeks prasalin, lama pematangan telur, laju penyerapan kuning telur, waktu embriogenesis, serta derajat kelangsungan hidup larva 3 hari. 3. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra pada penelitian ini adalah ikan yang diberi pakan dengan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dikombinasikan dengan asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada kadar lemak total pakan 10,15%.
Saran Kandungan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan n-6 sebesar 2,04% pada pakan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil.
47
PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi.
Empat pakan perlakuan yang
isoprotein (37%) dan isokalori (3295 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra.
Induk ikan dipelihara pada akuarium.
Pakan A
mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan. Semua pakan perlakuan mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan.
Selama masa
pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur.
Perbedaan
kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai diameter telur, kandungan nutrisi tubuh induk, telur, dan larva, gonado somatik indeks, lama pematangan telur, volume telur, kelangsungan hidup larva serta prosentase larva abnormal.
Perbedaan
kandungan vitamin E dalam pakan induk tidak berpengaruh secara statistik terhadap fekunditas, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat penetasan telur, serta lama waktu embriogenesis. Secara umum, ikan zebra prasalin maupun pasca salin membutuhkan 258 mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Kata Kunci: Vitamin E, penampilan reproduksi, ikan zebra Danio rerio
48
ABSTRACT This experiment was conducted to determine the dietary vitamin E requirement for reproduction of broodstock zebrafish Danio rerio.
Four
isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 60 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the egg size, chemical content, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish. Key words: Vitamin E, reproductive performance, zebrafish Danio rerio
49
PENDAHULUAN Pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi di Indonesia masih sulit untuk didapatkan, sehingga umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya masih sangat tergantung kepada musim atau bahkan menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan. Faktor pembatas utama pada kegiatan pemeliharaan ikan hias, khususnya kegiatan budidaya ikan hias skala massal adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk yang akan mempunyai dampak terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan.
Keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan melakukan
perbaikan pada nutrisi induk yaitu dengan pemberian pakan bermutu yang mengandung asam lemak esensial dan vitamin yang diketahui penting untuk kebutuhan reproduksi. Keberadaan dan komposisi nutrien berupa asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Kadar lipid dan komposisi asam lemak pakan induk telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi dan kemampuan hidup keturunannya (larva). Untuk menjaga lipid dalam pakan terutama lemak tidak jenuh rantai panjang yang mudah teroksidasi, maka diperlukan penambahan zat antioksidan dalam pakan. Salah satu zat antioksidan yang banyak digunakan adalah vitamin E.
Seperti pada
kebanyakan vertebrata, kekurangan vitamin E pada induk ikan dapat mempengaruhi penampilan reproduksi, penyebab tidak matangnya gonad, rendahnya derajat tetas telur dan kelangsungan hidup benih. Kandungan asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) dalam pakan maupun dalam tubuh ikan berhubungan erat dengan kandungan vitamin E dalam pakan maupun dalam tubuh ikan (Fernandez-Palacios et al., 1998). Dengan 50
demikian perlu diketahui secara tepat peranan n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan serta selanjutnya perlu ditentukan dosis yang tepat untuk kombinasi asam lemak n-3 dan n-6 dengan vitamin E dalam pakan untuk dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) sebagai hewan uji karena memiliki karakter biologi yang sesuai untuk mendukung penelitian reproduksi, diantaranya interval regenerasi pendek, telur transparan, mudah untuk dipijahkan, serta mudah dalam pemberian pakan (Maack & Segner, 2004). Ikan zebra termasuk dalam famili ikan Cyprinidae; dimana famili Cyprinidae adalah salah satu golongan ikan yang dikenal luas di kalangan pembudidaya ikan, baik sebagai ikan hias maupun ikan konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji peran vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra prasalin (belum pernah memijah) maupun ikan zebra salin (sudah pernah memijah); 2) menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dan vitamin E dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra prasalin dan salin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran vitamin E dalam proses reproduksi serta dosis optimal kombinasi vitamin E dan asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk calon induk dan induk ikan zebra. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil.
51
TINJAUAN PUSTAKA Vitamin E diketahui mengandung tokoferol dan turunan-turunannya, yang memiliki rantai jenuh atau tokotrienol yang terdiri dari tiga ikatan karbon yang tidak jenuh. Salah satu yang terpenting dari tokoferol adalah α-tokoferol dengan rumus kimia C23H50O2. Tokoferol stabil terhadap panas dan asam kuat dalam kondisi tidak ada oksigen (Halver, 1989).
Tokoferol alami terkandung pada minyak nabati
misalnya minyak kedelai, minyak kecambah biji kapas, minyak kecambah gandum serta minyak kecambah biji-bijian yang lain. Tokoferol berperan sebagai inter dan ekstraselular antioksidan, untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan-jaringan. Sebagai antioksidan fisiologis, tokoferol berperan untuk melindungi vitamin-vitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi. Peranan vitamin E sebagai antioksidan berhubungan erat dengan unsur mineral selenium dan enzim glutation peroksidase (Lehninger, 2003). Kebutuhan dasar vitamin E untuk ikan bervariasi, bergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran ikan, umur ikan, suhu air, persentase pertumbuhan dan komposisi pakan. Untuk jenis ikan channel catfish menurut NRC (1983) adalah 50 IU per kg pakan, sedangkan untuk jenis ikan salmonids adalah 30 IU per kg pakan. Satu International Unit (IU) vitamin E setara dengan 1 mg α-tocopherol. Gejala defisiensi vitamin E pada ikan antara lain muscular dystrophy, exudative diathesis, hematokrit rendah,
depigmentasi
kulit,
penurunan
laju
pertumbuhan
dan
lain-lain.
Hipervitaminosis vitamin E dapat menyebabkan laju pertumbuhan yang rendah, reaksi keracunan pada organ hati dan kematian (Halver, 2002). Vitamin memainkan peranan penting dalam fisiologi reproduksi ikan, burung dan mamalia. Takeuchi et al. (1988) menguji efek kontribusi vitamin E pada tubuh ikan, pemijahan, penetasan telur dan kematian benih. Didapatkan hasil bahwa pada induk yang diberi pakan dengan kadar vitamin yang rendah tidak memijah, sedangkan yang diberi pakan dengan kadar vitamin E yang lebih tinggi induk memijah. Vitamin E juga berfungsi untuk mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17βestradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati. Pentingnya peranan vitamin E untuk reproduksi juga ditemukan pada beberapa jenis ikan, seperti carp, rainbow trout 52
dan read seabream (Furuichi, 1988). Umumnya konsentrasi vitamin E dalam telur tinggi dan konsentrasi vitamin E rendah pada jaringan tubuh induk setelah pemijahan, sehingga diduga beberapa fungsi fisiologi terkait dengan vitamin E pada saat pemijahan, pembuahan dan penetasan telur. Ikan membutuhkan lipid sebagai sumber energi, struktur sel dan memelihara keutuhan membran sel (Watanabe, 1988). Selain berperan sebagai sumber energi, lipid juga merupakan sumber asam lemak esensial pada ikan. Hubungan positif antara kelangsungan hidup dengan konsentrasi lipida total telur telah ditunjukkan oleh Vladimiriv dalam Tang dan Affandi (2001) untuk ikan Rutiulus rutiulus dan Abramis brama, begitu juga pada udang cina diyakini bahwa kandungan lemak telur dapat meningkatkan daya tetas telur dan hidup larva. Lemak merupakan aspek nurtisi pakan yang paling penting dan sangat esensial dalam meningkatkan mutu telur, karena asam lemak telur merupakan cadangan makanan dengan konversi energi yang paling tinggi. Meningkatnya level lemak dari 12% ke 18% pada pakan induk ikan Siganus guttatus dapat meningkatkan fekunditas dan derajat penetasan telur (Duray et al., dalam Izquierdo et al., 2001), meskipun efek ini dapat juga disebabkan oleh meningkatnya kandungan asam lemak esensial pada pakan. Menurut Watanabe et al., (1984ab), faktor utama nutrien yang mempengaruhi penampilan reproduksi ikan adalah kandungan asam lemak esensial dalam pakan. Lipid digunakan sebagai sumber energi selama embriogenesis pada ikan, khususnya pada stadia akan menetas. Kandungan lipid pada telur ikan rainbow trout menurun sebanyak 50% selama perkembangan atau pertumbuhan. Glikogen dan lipid adalah sumber energi utama dan lipid telah digunakan pada saat seluruh proses embriogenesis, khususnya pada stadia larva. Defisiensi Essential Fatty Acid (EFA) dapat menyebabkan efek kerusakan pada ikan dan efek negatif pada penampilan reproduksinya. Tanda-tanda kekurangan asam lemak esensial juga, hampir selalu menyebabkan pembengkakan, hati menjadi pucat dan anemia. Begitu pula dengan kematian, terutama pada ikan-ikan muda dan ikan yang sedang dalam masa pertumbuhan kematian mengalami peningkatan jika ikan ini kekurangan asam lemak esensial (Halver, 2002).
53
Ikan air tawar memerlukan n-6 yang lebih tinggi untuk proses reproduksinya, sedangkan ikan air laut memerlukan n-3 yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kemampuan ikan air tawar yang mempunyai enzim elongase. Dimana, ikan air tawar mampu memperpanjang ikatan atau rantai asam lemak esensial. Asam lemak ikan air tawar telah lama diketahui berbeda secara signifikan dengan ikan air laut. Kelimpahan asam lemak 20:5n-3 (EPA) dan khususnya 22:6n-3 (DHA) pada keduanya, minyak ikan air tawar mengandung proporsi yang tinggi dari asam dienoic dan trienoic, terutama 18:2n-6 (linoleat) dan 18:3n-3 (linolenat), sedangkan pada ikan air laut mengandung proporsi yang lebih besar asam tetraenoic terutama 20:4n-6 (aracidonat). Sebaliknya, konsentrasi dari 20:5n-3 (EPA) dan 22:6n-3 (DHA) agak menurun pada ikan air tawar jika dibandingkan dengan ikan air laut (Halver, 2002). Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon trofik hipotalamus dan kelenjar pituitari (Tang dan Affandi, 2001). Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mensekresi hormon steroid kedalam peredaran darah. Salah satu jenis hormon steroid adalah estradiol-17β yang merangsang sintesis dan mengangkut vitelogenin ke gonad. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit antara lain melalui prostaglandin. Prostaglandin disintesis secara enzimatik
dengan
menggunakan
asam
lemak
esensial.
Vitamin
E
dapat
mempertahankan keberadaan asam lemak karena fungsi vitamin E antara lain adalah sebagai antioksidan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersama untuk pematangan gonad ikan, dan dosis vitamin dalam pakan akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang berbeda dalam pakan. Perkembangan gonad atau oogenesis ialah tranformasi oogonia menjadi oosit. Komponen utama oosit berasal dari senyawa vitelogenin berbobot molekul tinggi asal darah yang disintesis di dalam hati (Nagahama, 1987). Sebelum terjadi pemijahan ukuran gonad semakin besar dan berat, begitu pula butir telur yang ada didalamnya. Berat gonad akan mencapai maksimum saat ikan akan memijah, kemudian akan turun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Nagahama (1987) menyatakan ada tiga tipe ovari yaitu: (1) ovari sinkron/serempak, yaitu perkembangan oosit dalam ovari berkembangan bersama (sinkron), keluar bersama dan sesudah itu mati. (2) ovari sinkron sebagian, yaitu ovari 54
memiliki lebih dari dua kelompok oosit pada berbeda tahap perkembangan, umumnya memijah setahun sekali dan relatif pendek. (3) ovari tidak sinkron yang memiliki oosit pada semua tingkat perkembangan. Tipe ini banyak ditemukan pada spesies ikan tropis yang memijah dalam waktu dan musim yang panjang. Tingkat kematangan gonad merupakan pengelompokan kematangan gonad berdasarkan perubahanperubahan yang terjadi pada pekembangan gonad dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) pengelompokan berdasarkan morfologi dan 2) berdasarkan histologi. Vitelogenesis adalah proses induksi dan sintesis vitelogenin dihati oleh hormon estradiol-17β, serta penyerapan vitelogenin yang terbawa aliran darah ke dalam oosit. Agar oosit dapat berkembang, seluruh tahapan proses ini harus berlangsung secara berurutan dan teratur. Secara lengkap proses vitelogenesis didalam tubuh ikan digambarkan sebagai berikut. Estradiol-17β sebagai stimulator dalam biosintesis vitelogenin diproduksi oleh lapisan granulosa pada folikel oosit dibawah pengaruh gonadotropin. Estradiol-17β yang dihasilkan menstimulasi sintetis Vitelogenin kemudian dilepaskan kedalam darah, dan secara selektif vitelogenin ini diserap oleh oosit. Disamping itu estradiol-17β darah juga memberikan rangsangan balik terhadap hipofisis dalam pembentukan gonadotroin, dan terhadap hipotalamus dalam menghasilkan GnRH (Nagahama, 1987). Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan di hati. Vitelogenin ini berupa glikofosfoprotein yang mengandung kira-kira 20% lemak, terutama fosfolipid, trigliserida dan kolestrol. Sintesis vitelogenin dalam tubuh ikan berlangsung di hati. Aktifitas vitelogenin ini meyebabkan nilai GSI dan HSI ikan meningkat (Shilo & Sarig, 1989; Tang & Affandi, 2001). Pakan berfungsi sebagai sumber energi digunakan antara lain untuk hidup, pertumbuhan dan untuk proses perkembangan (reproduksi). Energi mula-mula digunakan untuk pemeliharaan tubuh, pergantian jaringan tubuh yang rusak, pertumbuhan dan selanjutnya untuk reproduksi (Tang & Affandi, 2001). Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad karena dalam vitelogenesis terjadi akumulasi nutrisi dalam sel telur yang membutuhkan nutrien pada akhir proses tersebut, dan kualitas telur sangat ditentukan oleh pakan. 55
Sekitar tiga per empat zat pada tubuh ikan adalah protein. Protein tersusun dari rantai panjang asam amino di mana asam aminonya berikatan dengan kelompok karboksil. Protein dan kandungan asam aminonya diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan enzim dan beberapa hormon serta antibodi dalam tubuh, disamping juga berperan sebagai sumber energi. Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen utama dari kuning telur (Kamler, 1992). Telah ditemukan bahwa kandungan protein dalam pakan mempengaruhi penampilan reproduksi. Seperti contoh, pada pakan yang rendah protein dan tinggi kalori menyebabkan menurunnya penampilan reproduksi pada ikan red seabream (Izquierdo et al., 2001). Menurut Izquierdo et al. (2001) keseimbangan protein khususnya asam amino dalam pakan dapat memperbaiki proses sintesis vitelogenesis. Cadangan makanan yang paling penting untuk telur teleost adalah protein kuning telur yang dikombinasikan dengan phospolipid dan kemungkinan kombinasi metabolismenya. Saat pembakaran protein, dominan terjadi pada saat periode penetasan telur dan pada saat yang bersamaan terjadi penurunan kadar kabohidrat total. Setelah menetas, fase utama adalah pertumbuhan, dimana kuning telur mengalami pengenceran dalam waktu yang cukup lama hingga dimulainya proses pembakaran lemak trigliserida dalam kuning telur. Oleh karena itu, protein sangat dibutuhkan sebagai sumber materi untuk bentuk embrio dan sebagai bahan bakar petumbuhan, sedangkan lemak lebih penting sebagai bahan bakar.
Menurut
Watanabe et al. (1984a) induk yang diberi pakan dengan kandungan protein yang rendah, kekurangan phosfor dan kekurangan EFA akan menghasilkan telur- telur yang abnormal. Hal ini menyebabkan rendahnya derajat penetasan telur.
56
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini selama enam bulan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan
dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu.
Analisis asam lemak
Analisis vitamin E dilakukan di
Laboratorium INMT, Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis kualitas air dilakukan dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Uji Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk dara atau prasalin yaitu calon induk ikan zebra yang belum pernah memijah serta induk salin yaitu induk ikan zebra yang sudah pernah memijah. Ikan prasalin berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat dengan umur sekitar 25 hari serta memiliki bobot tubuh awal rata- bobot awal 0,1134 ± 0,03556 g/ekor. Sedangkan induk salin mempunyai bobot awal ratarata 0,728 ± 0,063 g/ekor. Induk salin yang digunakan adalah induk ikan zebra yang berumur 10 hari setelah pemijahan kedua.
Induk salin maupun induk prasalin
didatangkan dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat. Pakan Uji Pakan yang dipakai dalam penelitian tahap ini terdiri atas empat macam pakan perlakuan yang isoprotein (37,06%-37,72%) dan isoenergi (289,93-295,18 kkal/100g) dan memiliki komposisi vitamin E target yang berbeda–beda yaitu 9, 132, 258 dan 57
384 mg/kg pakan. Vitamin E yang digunakan sebagai perlakuan adalah dalam bentuk α–tocopherol. Perbandingan antara asam lemak n-3 dan n-6 di dalam pakan tetap yaitu 1:2.
Komposisi pakan dapat dilihat di Tabel 10, sedangkan hasil analisis
proksimat dan vitamin E pakan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10 Komposisi pakan tiap perlakuan Bahan Pakan Tepung Ikan Tepung Kedelai Tepung Pollard Minyak Ikan1 Minyak Jagung1 Vitamin Mix 2 Vitamin E Tapioka Mineral Mix3 Choline Chloride Total
Perlakuan Vitamin E (mg/ kg pakan) A ( 0 mg ) B ( 125 mg ) C ( 250 mg ) D ( 375 mg ) 25,0000 25,0000 25,0000 25,0000 35,7375 35,7375 35,7375 35,7375 24,4384 24,4384 24,4384 24,4384 1,4390 1,4390 1,4390 1,4390 3,3373 3,3373 3,3373 3,3373 1,5000 1,5000 1,5000 1,5000 0,0000 0,0250 0,0500 0,0750 5,0475 5.0225 4,0075 4,9725 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000 0,5000 0,5000 0,5000 0,5000 100,0000 100,0000 100,0000 100,0000
Keterangan: 1. Sumber asam lemak n-3 dan n-6 2. Takeuchi, 1988 3. Takeuchi, 1988
Berdasarkan hasil analisis, ternyata kandungan Vitamin E dalam pakan adalah 9 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan A, 132 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan B, 258 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan C, serta 384 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan D. Tabel 11 Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%) Perlakuan (mg vitamin E/kg pakan) A (0) B (125) C (250) D (375) Proksimat Protein 37,42 37,72 Lemak 8,74 8,22 Abu 10,12 9,99 Serat Kasar 6,94 6,93 BETN 36,75 37,14 DE (kkal/100 g pakan)* 293,64 291,47 C/P (kkal/ g protein) 7,85 7,73 Vitamin E (mg/kg pakan) 9,00 132,00 Keterangan: DE = Digestible Energi yang diperhitungkan dari 1 g lemak = 8,1 kkal; 1 g karbohidrat = 2,5 kkal (NRC, 1983).
37,56 37,06 8,26 8,55 9,88 9,76 7,69 6,14 36,60 38,49 289,93 295,18 7,72 7,97 258,00 384,00 protein = 3,5 kkal; 1 g
58
Rancangan Perlakuan Penelitian ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dikerjakan untuk mengetahui peran vitamin E dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin) serta ikan zebra yang sudah pernah memijah (salin) yang ditambahkan pada pakan buatan dengan kandungan asam lemak esensial terbaik untuk induk ikan zebra.
Formula pakan dasar yang digunakan dalam
penelitian tahap kedua ini menggunakan pakan terbaik hasil penelitian tahap pertama Penelitian ini terdiri dari dua rangkaian penelitian yaitu (a) penelitian untuk mengetahui hubungan antara peran asam lemak esensial dengan vitamin E pada pakan buatan dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin) serta (a) penelitian untuk mengetahui hubungan antara peran asam lemak esensial dengan vitamin E pada pakan buatan dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra yang sudah pernah memijah (salin). Matrik penelitian tahap kedua dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Matrik penelitian Vitamin E 0 mg/kg pakan Vitamin E 125 mg/kg pakan Vitamin E 250 mg/kg pakan Vitamin E 375 mg/kg pakan
Ikan Dara (Pra Salin) Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Ikan Salin Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Keterangan: 1. Ikan dara adalah ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin), ikan salin adalah ikan zebra yang sudah pernah memijah 2. Perbandingan asam lemak esensial n-3/n-6 dalam pakan sesuai dengan hasil penelitian tahap pertama
Pemeliharaan Ikan Uji Wadah pemeliharaan berupa akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm sebanyak 12 buah akuarium yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi untuk penelitian menggunakan ikan dara serta 12 buah akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm dipergunakan untuk penelitian menggunakan ikan salin. Sebelum digunakan, akuarium beserta tandon berkapasitas 2 ton dibersihkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pada awal pemeliharaan dilakukan analisis kualitas air media pemeliharaan. Suhu air pada wadah pemeliharaan berkisar antara 29-31 °C dan akuarium dilengkapi dengan thermostat untuk menjaga kestabilan suhunya. Untuk menjaga kualitas air 59
tetap baik maka setiap hari dilakukan penyiponan, yaitu pada pagi hari sebelum pakan diberikan. Pemeliharaan ikan zebra dilakukan dengan kepadatan 25 ekor dalam setiap akuariumnya. Selama pemeliharaan, ikan zebra diberi pakan dalam bentuk pasta secara at satiation dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari, yaitu pada jam 07.00, 11.00, 14.00 dan 15.00 WIB. Ikan zebra dipelihara sampai siap memijah. Untuk mengetahui perkembangan kematangan gonadnya maka dilakukan sampling bobot dan GSI sebanyak 3 ekor/ulangan. Pemijahan dilakukan pada saat ikan zebra telah siap memijah. Induk betina telah siap untuk dipijahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20% dan umumnya juga memiliki ciri ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Apabila ada induk betina yang siap memijah dari setiap perlakuan, maka induk tersebut dipindahkan ke akuarium pemijahan. Wadah pemijahan berupa akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm sebanyak 24 buah untuk setiap set penelitian. Untuk setiap akuarium pemijahan diberi 1 induk jantan dan 1 induk betina per akuarium. Setiap perlakuan diambil 3 ekor betina untuk dipijahkan. Adapun langkah-langkah persiapan akuarium pemijahan, adalah sebagai berikut : 1. Akuarium dibersihkan terlebih dahulu, menggunakan larutan desinfektan (kaporit). 2. Setiap akuarium diisi air setinggi 10 – 15 cm. 3. Dasar akuarium diberi kain saringan dengan mata jaring 1 mm. 4. Setiap akuarium diisi sepasang induk yang siap memijah. Induk betina dimasukkan terlebih dahulu yaitu pada pagi hari kemudian induk jantan dimasukkan pada sore hari. Pemijahan biasanya terjadi pada pagi hari berikutnya, yaitu pukul 05.30 – 08.30 WIB. Ketika induk selesai memijah, maka induk jantan dan betina harus segera dipisahkan dan dipindahkan dari akuarium pemijahan, agar tidak memangsa telur yang ada di dasar akuarium. Setiap akuarium yang berisi telur, diberi methylen blue untuk mencegah tumbuhnya jamur.
60
Fekunditas induk dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah telur per pemijahan (ulangan). Sepuluh butir telur untuk setiap ulangan, diambil dan diukur diameter telurnya dengan menggunakan mikroskop. Setelah telur menetas, maka dihitung jumlah larva untuk mengetahui hatching rate telur tersebut. Larva yang telah menetas dari setiap ulangan pada masing-masing perlakuan dipelihara di dalam akuarium penetasan. Selama pemeliharaan, larva tidak diberi pakan. Setelah 3 hari yaitu ketika kuning telur diperkirakan telah habis, jumlah larva dihitung sehingga dapat diketahui suvival rate dan abnormalitas larva yang diberi perlakuan. Kualitas Air Analisis kualitas air dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan, yaitu akuarium pemeliharaan dan tandon. Analisis kualitas air terdiri atas analisis oksigen terlarut (DO), pH, suhu, amoniak, kesadahan dan alkalinitas. Suhu, DO dan pH diukur langsung dengan menggunakan alat DO meter, alkalinitas menggunakan spektrofotometer sedangkan amoniak, dan kesadahan diukur menggunakan metode titrasi. Parameter Uji Peubah yang diamati pada penelitian tahap pertama adalah sebagai berikut: Kandungan Lemak, Protein dan Vitamin E Parameter kandungan lemak, protein dan asam lemak dilakukan pada tubuh ikan, telur serta larva. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air. Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC-15A, Shimadzu Corp., Japan), pada 500C -2050C (Takeuchi, 1988). Parameter kandungan vitamin E dilakukan pada tubuh ikan, telur serta larva. Seluruh prosedur dilakukan dengan intensitas cahaya rendah dan suhu sekitar 50C. Ekstrak acetone lipid dikeringkan dengan nitrogen dan residu keringnya dilarutkan kembali pada 5 ml dari HPLC-grade hexane sebelum sampel dari 20 ml larutan tersebut diinjeksi ke dalam Hitachi L-600 HPLC dan langsung menganalisis kadar 61
vitamin E. Separasi dan penghitungan kadar kadar vitamin E dilakukan menggunakan 5 mm normal phase column (Supelco, Singapura). Vitamin E dideteksi pada 295 nm menggunakan Hitachi L-4250 fluorescence detector.
Gonad Somatik Indeks Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan telur dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut: GSI (%) =
Bobot gonad (g) x 100% Bobot tubuh (g)
Lama Pematangan Telur Lama pematangan telur dihitung dari umur ikan pada saat mencapai kematangan gonad atau ikan sudah siap untuk dipijahkan. Ikan sudah siap untuk dipjahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20%, ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek.
Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur per satuan berat atau panjang. Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan .
Fekunditas (butir/g induk) =
Jumlah telur yang diovulasi Bobot induk (g)
62
Diameter Telur Diameter telur diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakan di lensa okuler. Pengukuran dengan mikrometer dipengaruhi oleh pembesaran lensa objektif. Diameter telur diukur pada bagian yang terpanjang dari telur dengan perhitungan sebagai berikut: DT =
x x 0.01 y
Keterangan : DT = Diameter telur (mm) x = Nilai diameter telur yang diamati dengan mikroskop, y= Nilai perbesaran Volume Kuning Telur Dengan menggunakan mikrometer dilakukan pengukuran panjang dan lebar kuning telur. Volume kuning telur dihitung berdasarkan metode Heming & Buddington (1988) sebagai berikut : V = ( π/6 ) LH2 Keterangan : V = volume kuning telur (mm3) L = diameter memanjang (mm) H = diameter melebar (mm) Cara pengukuran panjang dan lebar kuning telur :
Lebar
(H) Panjang
(L) Laju Penyerapan Kuning Telur Laju penyerapan kuning telur diukur berdasarkan metode Polo et al. (1997) LPKT =
( ln Vo − ln Vt ) t
63
Keterangan : LPKT = Laju penyerapan kuning telur ( mm3/ jam) Vo = Volume kuning telur pada awal percobaan (mm3) Vt = Volume kuning telur pada saat ke-t (mm3) t = Periode pengamatan
Derajat Pembuahan Telur Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich dan Hoart ,1980) : Fertilization rate (%) =
Jumlah telur yang dibuahi ×100% Jumlah total telur
Derajat Tetas Telur Derajat penetasan (hatching rate) adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah telur yang telah dibuahi. Perhitungan derajat penetasan ditentukan setelah penetasan telur seluruhnya dengan perhitungan rumus sebagai berikut :
Hatching rate (%) =
Jumlah telur yang menetas ×100% Jumlah telur yang ditetaskan
Kecepatan Waktu Embriogenesis Waktu yang dibutuhkan untuk embriogensisi dari masing-masing perlakukan dihitung untuk setiap perlakuan. Sepuluh telur diambil dari akuarium yang berbeda perlakuan untuk pengamatan yang disebar kedalam cawan petri untuk mengamati embriogenesis dengan menggunakan mikroskop. Setiap tahap perkembangannya difoto untuk dokumentasi perubahan bentuk masing-masing stadium terutama stadium–stadium tertentu, sepeti cleavage, morulasi, blastulasi, gastrulasi dan
organogenesis sampai telur menetas
64
Survival Rate Larva Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung dengan menggunakan rumus : Survival Rate (%) =
Jumlah ikan akhir pemeliharaan ×100% Jumlah ikan awal pemeliharaan
Persentase Larva Abnormal Persentase larva abnormal dihitung dengan menggunakan rumus: PLA =
Σ Ikan yang abnormal x 100% Σ Ikan total
Analisis Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 4 perlakuan dan tiga ulangan untuk penelitian menggunakan ikan zebra yang belum pernah memijah serta 4 perlakuan dan tiga ulangan untuk penelitian menggunakan ikan zebra yang sudah pernah memijah (salin). Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Sedangkan untuk data kadar asam lemak serta histologi kematangan gonad disajikan secara deskriptif eksploratif. Parameter yang dianalisis adalah kandungan lemak, asam lemak, protein dan vitamin E, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, volume telur, laju penyerapan kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, kecepatan waktu embriogenesis, tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal.
65
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Lemak, Protein dan Vitamin E dari Induk Ikan, Telur, dan Larva Percobaan yang dilakukan telah menghasilkan data berupa kadar lemak, protein dan viamin E dari tubuh ikan, telur, serta larva sebagaimana disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Kandungan lemak, protein dan vitamin E dari induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan mg (vit. E/kg pakan) Ikan Prasalin (dara)
Komposisi
Induk
Telur
Larva
A (9)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
14,91 53,58 nd
27,09 47,04 13
24,46 46,52 8
B (132)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
17,40 56,51 20
30,78 48,11 21
26,94 47,26 18
C ( 258)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
18,50 53,15 23
31,43 48,30 25
27,46 47,65 19
D (384)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
18,02 52,22 30
35,50 46,93 31
33,74 45,87 18
E (9)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
19,83 52,31 nd
44,96 43,15 11
38,73 42,86 7
F (132)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
25,48 53,51 18
47,22 44.79 20
44,39 43,28 18
G (258)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
25,79 55,03 24
46,10 43,82 25
45,63 43,07 18
H (384)
Lemak (%) Protein (%) Vitamin E (µg/g)
28,83 53,95 28
47,04 43,20 29
45,52 42,84 19
Ikan Salin
Kandungan lemak tubuh, telur dan larva pada semua perlakuan lebih tinggi pada ikan salin dibandingkan dengan ikan prasalin.
Sebagaimana diketahui,
pemakaian nutrien pada ikan prasalin masih dipergunakan untuk pertumbuhan 66
somatik dan reproduksi, sedangkan pada ikan salin pemakaian nutrien lebih banyak untuk keperluan reproduksi. Dengan demikian sebagaimana terlihat pada Tabel 13 di atas, kadar lemak tubuh, telur, serta larva secara keseluruhan lebih tinggi pada ikan salin dibandingkan dengan ikan dara (prasalin). Secara umum kandungan lemak dan vitamin E ikan uji pada semua perlakuan naik dari tubuh ikan ke telur, kemudian menurun kembali pada saat telur sudah menjadi larva. Vitamin E berperan sebagai inter dan ekstraselular antioksidan, untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan-jaringan. Sebagai antioksidan fisiologis, tokoferol berperan untuk melindungi vitamin-vitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi (Halver, 1989). Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis lemak, protein, vitamin E pada tubuh ikan, telur, serta larva ikan zebra pada Tabel 13 di atas yang memperlihatkan bahwa kandungan lemak dan vitamin E pada pada tubuh ikan, telur, serta larva mengikuti pola konsentrasi vitamin E pada pakan perlakuan. Kandungan protein dari semua perlakuan pada penelitian ini menunjukkan penurunan dari tubuh ikan, telur, kemudian larva. Menurut Izquierdo et al. (2001) keseimbangan protein khususnya asam amino dalam pakan dapat memperbaiki proses sintesis vitelogenesis.
Cadangan makanan berupa protein kuning telur yang
dikombinasikan dengan phospolipid dan kemungkinan kombinasi metabolismenya dipergunakan pada proses vitelogenesis dan juga pada saat embriogenesis sehingga konsentrasinya terus menurun (Tabel 13). Saat pembakaran protein dominan terjadi pada saat periode penetasan telur. Setelah menetas, fase utama adalah pertumbuhan, dimana kuning telur mengalami pengenceran dalam waktu yang cukup lama hingga dimulainya proses pembakaran lemak trigliserida dalam kuning telur. Gonado Somatik Indeks, Lama Pematangan Telur dan Fekunditas Nilai gonado somatik indeks, lama pematangan telur dan fekunditas induk ikan uji pada ikan prasalin dan nilai fekunditas ikan salin tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Pemberian vitamin E 258 mg /kg pakan serta 384 mg /kg pakan pada ikan salin memberikan hasil yang terbaik untuk parameter uji gonado somatik indeks dan lama pematangan telur. Nilai gonado somatik indeks, lama pematangan telur dan fekunditas pada penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.
67
Tabel 14 Gonado somatik indeks (GSI), lama pematangan telur (LPT) dan fekunditas ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan (mg vit.E/kg pakan) Ikan Prasalin
GSI (%)
LPT (hari) a
A (9) B (132) C (258) D (384)
21,26±0,83 21,25±1,36 a a 21,36±1,84 21,29±0,58 a
Fekunditas (butir/g) a
53,0±0,0 53,0±0,0 a a 53,0±0,0 53,0±0,0 a
a
491,51±171,89 562,21±101,20 a a 529,92±47,44 576,27±135,49 a
Ikan Salin E (9) 18,00±1,61 a 28,0±0,0 b 775,99±254,81 a a b a F (132) 19,95±1,62 28,0±0,0 713,29±341,41 G (258) 25,96±2,09 b 21,0±0,0 c 1161,84±185,06 ab b c H (384) 26,35±1,43 21,0±0,0 967,22±116,92 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Pemberian dosis vitamin E yang berbeda dalam pakan pada semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai gonado somatik indeks, lama pematangan telur dan fekunditas induk ikan uji pada ikan prasalin. Tidak adanya perbedaan ini dikarenakan ikan yang digunakan adalah ikan yang baru pertama kali memijah (masih muda), sehingga hasil metabolisme lebih banyak digunakan untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan, karena proses pematangan gonad baru akan terjadi apabila terdapat kelebihan energi yang diperoleh dari makanan setelah digunakan untuk perawatan (maintenance) dan pertumbuhan. Menurut Kamler (1992), beberapa penelitian membuktikan bahwa induk betina yang pertamakali memijah akan menghasilkan jumlah dan ukuran telur yang relatif rendah. Jumlah telur akan meningkat pada periode pemijahan yang ke-2 dan ke-3 dan akan mengalami penurunan pada periode pemijahan selanjutnya sebagaimana terlihat pada hasil penelitian ini. Gonado somatik indeks semakin meningkat seiring dengan peningkatan umur ikan. Hasil penelitian ini memperlihatkan nilai GSI ikan prasalin tidak terpengaruh oleh perlakuan, tetapi pada ikan salin angka GSI bertambah sesuai dengan penambahan konsentrasi vitamin E. Nilai GSI di atas 20% dicapai pada minggu ketiga pada perlakuan penambahan vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan dan 384 mg/kg pakan. Sedangkan pada perlakuan penambahan vitamin E sebesar 9 dan 132 mg/kg pakan, nilai GSI di atas 20% baru didapatkan pada minggu keempat 68
pemeliharaan.
Nilai GSI di atas 20% yang menujukkan bahwa ikan sudah siap
dipijahkan pada ikan prasalin (ikan dara) baru dicapai pada minggu keempat pemeliharaan. Peningkatan nilai GSI setiap minggu disebabkan oleh perkembangan oosit. vitamin E diduga dapat mempertahankan unit-unit lemak penyusun oosit/telur dari kerusakan akibat proses oksidasi. Peningkatan bobot gonad ini berkaitan dengan proses vitelogenesis.
Vitelogenesis adalah proses penimbunan vitelogenin (bakal
kuning telur) yang merupakan komponen utama dalam oosit yang sudah tumbuh (Affandi dan Tang, 2001). Vitamin E berhubungan dengan prostaglandin pada proses vitelogenesis. Prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial yang dipertahankan oleh vitamin E (Lehninger, 2003). Peningkatan kecepatan pematangan gonad sebagai akibat dari peningkatan kadar vitamin E yang dilihat dari nilai GSI menunjukkan bahwa penimbunan vitelogenin terjadi semakin cepat. Dengan meningkatnya kadar vitamin E maka oksidasi asam lemak esensial yang digunakan untuk sintesis prostaglandin akan menurun sehingga prostaglandin yang tersedia semakin banyak. Peningkatan nilai GSI tidak diikuti dengan peningkatan jumlah telur yang dihasilkan oleh induk (Tabel 14). Jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk per gram bobot tubuhnya (fekunditas) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan.
Hal tersebut
memperlihatkan bahwa fekunditas lebih dipengaruhi oleh kandungan n-3 dan n-6 dibandingkan dengan pengaruh perbedaan vitamin E pada pakan perlakuan. Kandungan n-3 dan n-6 pada penelitian ini sama untuk semua pakan perlakuan yaitu 1,03% n-3 dan 2,04% n-6. Diameter Telur, Volume Telur, dan Laju Penyerapan Kuning Telur Perbedaan kandungan vitamin E pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai diameter telur, volume telur, dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) baik untuk ikan prasalin maupun ikan salin.
Nilai diameter telur, volume telur, dan laju
penyerapan kuning telur selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.
69
Tabel 15 Nilai diameter telur, volume telur, dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan (mg Vit.E/kg pakan) Ikan Prasalin
Diameter Telur (mm) 0,83±0,01 a 1,22±0,01 b 1,25±0,03 b 1,27±0,02 b
A (9) B (132) C (258) D (384)
Volume Telur (mm3) 0,047±0,003 a 0,091±0,004 b 0,089±0,003 b 0,094±0,002 b
LPKT (mm3/jam) 0,0064±0,0004 b 0,0029±0,0003 a 0,0031±0,0007 a 0,0025±0,0001 a
Ikan Salin E (9) 0,070±0,004 a 0,0064±0,0006 b 0,90±0,01 a F (132) 0,091±0,005 b 0,0023±0,0004 a 1,16±0,01 b b b G (258) 0,092±0,001 0,0027±0,0017 a 1,18±0,01 b b H (384) 0,094±0,005 0,0030±0,0015 a 1,20±0,01 Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Nilai diameter telur, volume telur serta laju penyerapan kuning telur pada ikan prasalin (ikan dara) maupun ikan salin hanya berbeda pada perlakuan vitamin E rendah 9 mg/kg pakan yaitu pada perlakuan A dan perlakuan E. Nilai pada dua perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan nilai diameter telur dan volume telur semua perlakuan lain. Sedangkan pada perlakuan lainnya, semua parameter di atas menunjukkan pengaruh yang sama secara statistik. Menurut Fujaya (2004), volume telur erat kaitannya dengan diameter telur. Semakin besar volume telur yang dihasilkan oleh induk menunjukkan bahwa diameter telurnya juga semakin besar. Volume telur yang dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan kadar vitamin E yang diberikan kepada induk. Peningkatan diameter telur ini diduga karena vitamin E mampu menghambat proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang berhubungan dengan vitelogenin yang tertimbun dalam telur selama proses vitelogenesis. Dengan adanya ketersediaan lemak yang tinggi, akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur. Dimana diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17β-estradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati (Matty, 1985).
Lipid berfungsi secara
langsung pada proses vitelogenesis. Proses vitelogenesis dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma yang berasal dari luar sel, yakni kuning telur atau 70
disebut
juga
vitelogenin.
Vitelogenin
disintesis
oleh
hati
dalam
bentuk
lipophosphoprotein-kalsium komplek dan hasil mobilisasi lipid dari lemak visceral. Selama proses vitelogenesis terjadi penambahan ketebalan pada zona radiata, sel-sel granulosa dan theca. Hal ini yang menyebabkan diameter dan volume telur ikan zebra prasalin maupun salin antar perlakuan berbeda nyata, semakin meningkat seiring dengan peningkatan vitamin E dalam pakan. Kuning telur merupakan sumber utama energi dan materi untuk perkembangan embrio ovipar (Kamler, 1992). Nilai kalori kuning telur dapat diduga berdasarkan diameter telur, volume kuning telur dan bobot telur. Jumlah energi yang dikonsumsi dari kuning telur oleh embrio dan larva berkorelasi positif dengan ukuran telur. Pada hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan laju penyerapan kuning telur ikan zebra prasalin dengan penambahan vitamin E dalam pakan. Dengan rendahnya laju penyerapan kuning telur, maka cadangan nutrisi dalam telur pun semakin tinggi dan ini berpengaruh pada kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal ikan zebra prasalin maupun salin. Derajat Pembuahan Telur, Derajat Tetas Telur, dan Kecepatan Waktu Embriogenesis Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan vitamin E pada pakan uji tidak berpengaruh terhadap nilai derajat pembuahan telur, derajat tetas telur dan kecepatan waktu embriogenesis sebagaimana disajikan pada Tabel 16. Derajat pembuahan telur adalah persentase bergabungnya inti sperma dengan inti sel telur dalam sitoplasma sehingga membentuk zigot. Penambahan vitamin E dalam pakan menghasilkan derajat pembuahan telur yang tidak berbeda nyata secara statistika pada tiap perlakuan. Tidak berbedanya derajat pembuahan telur oleh penambahan vitamin E diduga karena adanya pengaruh bahan lain. Menurut hipotesis dari Tang dan Affandi (2001), telur-telur dari bulu babi dan cacing ketika dilepaskan ke dalam air akan mengeluarkan bahan atau substansi yang dapat merangsang spermatozoa untuk berenang berusaha atau mencapai telur. Bahan yang dikeluarkan telur disebut fertilizin. Bahan inilah yang memainkan peran yang sangat penting dalam proses fertilisasi.
71
Tabel 16 Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan (mg Vit. E/kg pakan) Ikan Prasalin
FR (%)
A (9) B (132) C (258) D (384)
64,04±19,33 a a 67,30±24,41 a 81,71±15,65 79,70±31,94 a
HR (%) 65,19±14,10 a a 84,11±12,27 a 65,32±20,83 66,87±13,43 a
KWE (Jam) 32,0±0,0 a a 32,0±0,0 a 32,0±0,0 32,0±0,0 a
Ikan Salin a a a E (9) 56,60±14,15 55,74±17,22 32,0±0,0 F (132) 68,73±17,70 a 57,68±13,06 a 32,0±0,0 a a a G (258) 62,41±7,27 57,77±16,86 32,0±0,0 a a a a H (384) 66,92±12,91 59,11±14,96 32,0±0,0 Keterangan :Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Permukaan kepala dari spermatozoa memiliki reseptor yang dapat menangkap spermophilic dari fertilizin. Dari sisi lain cincin ovophilic akan bergantung dengan reseptor-reseptor yang ada pada telur, sehingga terjadi penggabungan sperma dengan telur. Apabila fertilizin dan reseptor yang terkait dengan group ovophilic, lapisan cortical dari telur mengandung substansi yang dapat menghalangi group spermophilic dari fertilizin disebut antifertilizin. Setelah terjadi penggabungan antara spermatozoa dengan telur, molekul-molekul bebas dari fertilizin menghalangi antifertilizin dan mencegah terjadinya polyspermi. Fertilizin dapat berinteraksi dengan reseptor pada spermatozoa, bukan hanya dalam penggabungan sperma dengan telur, tetapi juga bagian luar dari telur yang menyebabkan terjadinya agglutinasi (Fujaya, 2004) Derajat tetas telur adalah persentase telur yang menetas sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Penghitungan menggunakan metoda statistik memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Semakin tinggi dosis vitamin E dalam pakan maka nilai derajat tetas telur semakin meningkat. Menurut Mokoginta (1992), rendahnya derajat tetas telur dapat disebabkan oleh hambatan perkembangan embrio atau gangguan pada embrio sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. Hubungan yang terjadi antara perkembangan embrio dengan vitamin E merupakan hubungan melalui mediator asam lemak tidak jenuh. Rasio asam lemak n6:n3 yang sesuai dengan kebutuhan embrio dalam telur diduga 72
akan mempengaruhi keberhasilan proses embriogenesis dan diperlihatkan dengan nilai derajat tetas telur yang tinggi. Dapat dijelaskan bahwa peranan vitamin E sebagai antioksidan asam lemak tidak jenuh mampu menghambat laju oksidasi n6:n3 dalam tubuh, telur dan larva ikan. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva (SR3 ) dan Persentase Larva Abnormal Tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Tingkat kelangsungan hidup larva (SR3 ) dan persentase larva abnormal (PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan (mg Vit. E/kg pakan) Ikan Prasalin A (9) B (132) C (258) D (384) Ikan Salin E (9) F (132) G (258) H (384)
SR Larva3 (%)
PLA (%)
47,76 ± 6,88 b 46,43 ± 7,41 b 80,35 ± 13,95 c 86,30 ± 9,64 c
27.12 ± 2.03 b 8.38 ± 0.56 a 7.12 ± 0.14 a 20.41 ± 1.08 b
20,22 ± 1,39 a 75,56 ± 4,82 c 68,00 ± 1,16 c 31,78 ± 4,24 b
26,89 ± 0,77 b 4,45 ± 0,39 a 3,78 ± 1,02 a 22,82 ± 3,57 b
Keterangan :Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Gambar 5 Larva abnormal pada perlakuan vitamin E. Pewarnaan HE
Pada hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan laju penyerapan kuning telur ikan zebra prasalin dengan penambahan vitamin E dalam pakan. Dengan rendahnya laju penyerapan kuning telur, maka cadangan nutrisi dalam telur pun semakin tinggi dan ini berpengaruh pada kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal ikan zebra prasalin maupun salin. Hubungan positif antara 73
SR dengan konsentrasi lipida total telur telah ditunjukkan oleh Tang dan Affandi (2001), untuk ikan dan udang diyakini bahwa kandungan asam lemak telur dapat meningkatkan daya hidup larva. Defisiensi Essential Fatty Acid (EFA) akibat kekurangan vitamin E dapat menyebabkan efek kerusakan pada ikan (abnormal) sebagaimana terlihat pada Gambar 5 dan efek negatif pada penampilan reproduksinya. Larva ikan zebra prasalin dan salin yang diberi pakan kontrol dengan kandungan vitamin E rendah menunjukkan nilai persentasi larva abnormal yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan kandungan vitamin E tinggi (Tabel 17). Kelebihan vitamin E pada pakan induk sebagaimana pada pakan C dan pakan F dengan kandungan vitamin E 384 mg/kg pakan dapat menyebabkan hipertrofi kantung telur (yolk sac hypertrophy) pada larva ikan dan selanjutnya akan kenaikan abnormalitas pada larva (Tabel 17 dan Gambar 5)... Hal tersebut kemungkinan terjadi sebagai akibat kelebihan nutrien antioksidan yang terjadi karena kelebihan kandungan vitamin E. Akibat lain dari vitamin E yang berlebih pada pakan ikan akan menimbulkan “efek kebalikan” yang ditandai dengan meningkatnya jumlah larva abnormal. Salah satu penyebab dari meningkatnya abnormalitas larva adalah karena kelebihan vitamin E antara lain akan menyebabkan tidak sempurnanya embriogenesis, dimana pada vitamin E yang berlebih akan menyebabkan asam lemak esensial yang berlebih pula yang mengakibatkan proses embriogenesis akan dipercepat. Proses embriogenesis yang terlalu cepat sering menyebabkan tidak sempurnanya proses embriogenesis sehingga menyebabkan jumlah larva abnormal akan meningkat.
74
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kombinasi asam lemak n-3, n-6 serta vitamin E dalam pakan berperan dalam penyusunan kandungan nutrisi tubuh induk, telur dan larva ikan zebra. 2. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra prasalin ikan yang diberi pakan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg, asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% serta asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada lemak total pakan 8,26%. 3. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra salin adalah ikan yang diberi pakan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg, asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% serta asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada lemak total pakan 8,26%. Saran Kombinasi dosis vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan dengan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan n-6 sebesar 2,04% pada pakan dengan kandungan lemak total 8,26% dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil.
75
PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio JANTAN ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kebutuhan vitamin E pada pakan induk jantan ikan zebra (Danio rerio) untuk reproduksi. Empat pakan perlakuan yang iso-protein (37%) dan iso-kalori (3293 kcal digestible energy/kg pakan), dinamakan pakan A, B, C, dan pakan D dengan kandungan vitamin E yang berbeda diberikan kepada induk ikan zebra yang dipelihara di akuarium. Pakan A mengandung vitamin E terendah (9 mg vitamin E/kg pakan), sedangkan pakan B mengandung 132 mg vitamin E/kg pakan, pakan C asam mengandung vitamin E 258 mg /kg pakan, dan pakan D mengandung vitamin E 384 mg /kg pakan.
Semua pakan perlakuan
mempunyai kombinasi asam lemak n-3 berbanding n-6 sebesar 1:2. Ikan zebra jantan diberi pakan secara at satiation selama 28 hari pemeliharaan.
Selama masa
pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur.
Perbedaan
kandungan vitamin E pada kadar asam lemak 1,03% n-3 dan asam lemak 2,04% n-6 berpengaruh nyata secara statistik terhadap nilai gonado somatik indeks (GSI), laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan.
Secara umum, ikan zebra jantan
membutuhkan 258 mg vitamin E/kg pakan pada pakan dengan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 serta kadar lemak total 8,26% untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Kata Kunci: Vitamin E, penampilan reproduksi, Danio rerio jantan
76
ABSTRACT This experiment was conducted to determine the dietary vitamin E requirement for reproduction of male broodstock zebrafish Danio rerio.
Four
isonitrogenous (37% crude protein) and isocaloric (3,293 kcal digestible energy/kg diet) practical diets, namely diets A, B, C, and D with different levels of vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A contained low dosage of vitamin E (9 mg vitamin E /kg diet), while diets B (132 mg vitamin E /kg diet), C (258 mg vitamin E /kg diet), and diet D (384 mg vitamin E /kg diet), combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids. Fish were fed at satiation for 28 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E affected the GSI, growth rate, and feed efficiency. Result of the experiment indicated at dosage 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids, male zebrafish require 258 mg vitamin E/kg feed in the diet for reproduction. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of male zebrafish. Key words: Vitamin E, reproductive performance, male zebrafish Danio rerio
77
PENDAHULUAN Ikan hias air tawar di Indonesia sangat beraneka ragam jenisnya. Kegiatan pembenihan ikan hias telah banyak dikembangkan baik skala rumah tangga maupun skala besar. Salah satu kendala dalam budidaya ikan hias yaitu terbatasnya ketersediaan induk yang berkualitas sehingga menghambat peningkatan produksi. Untuk itu perlu usaha
untuk mendapatkan benih yang bermutu dengan tingkat
kelangsungan hidup larva yang tinggi. Pematangan gonad merupakan salah satu fase penting pada siklus reproduksi ikan.
Umumnya pematangan gonad induk dapat
dipacu dengan manipulasi faktor lingkungan, pakan dan hormon. Pematangan gonad melalui pakan dapat dilakukan dengan jalan memberikan pakan yang cukup mengandung nutrien yang penting dan dibutuhkan untuk reproduksi Pada umumnya penelitian tentang gonad sangat dominan dilakukan pada induk ikan betina dibandingkan dengan penelitian yang berhubungan dengan induk jantan, yaitu untuk mengetahui seberapa besar kualitas telur yang dihasilkan sehingga menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Kualitas reproduksi induk jantan merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan reproduksi, yaitu kemampuan membuahi sel telur. Kualitas sperma sendiri sangat dipengaruhi oleh nutrisi, musim, suhu dan frekuensi pemakaian induk jantan. Keberhasilan proses budidaya untuk menghasilkan generasi yang berkualitas tersebut tentunya harus didukung oleh induk ikan jantan yang berkualitas. Induk ikan yang memasuki fase pematangan gonad akan dipengaruhi oleh hormon trofik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mensekresi hormon steroid kedalam peredaran darah. Salah satu jenis hormon steroid adalah estradiol-17β yang merangsang sintesis dan mengangkut vitelogenin ke gonad. Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit antara lain melalui prostaglandin. Prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan
menggunakan
asam
lemak
esensial.
Vitamin
E
dipercaya
dapat
mempertahankan keberadaan asam lemak karena fungsi vitamin E antara lain adalah sebagai antioksidan. Vitamin E dan asam lemak esensial dibutuhkan secara bersama
78
untuk pematangan gonad ikan; dosis vitamin dalam pakan akan bergantung kepada kandungan asam lemak esensial yang berbeda dalam pakan. Penelitian ini menggunakan ikan zebra (Danio rerio) jantan sebagai hewan uji. Ikan zebra merupakan salah satu ikan hias yang memiliki prospek yang cukup bagus karena ikan zebra mempunyai
warna menarik berupa garis-garis longitudinal
berwarna biru dan emas yang memanjang sampai sirip ekor, tingkah laku yang tenang, daya tahan tinggi dan memiliki fekunditas yang banyak (Axerold et al., 1971). Ikan ini memiliki selang reproduksi yang pendek dan telurnya yang berwarna transparan membuat ikan ini banyak digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian toksikologi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji peran vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra jantan; 2) menentukan dosis optimal kombinasi asam lemak esensial n-3/n-6 dan vitamin E dalam pakan untuk memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra jantan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai peran vitamin E dalam proses reproduksi ikan zebra jantan serta dosis optimal kombinasi vitamin E dan asam lemak esensial dalam pakan buatan untuk induk ikan zebra jantan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formulasi pakan induk jantan untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil.
79
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi dimana peninjauan perkembangan gonad dilakukan dari berbagai aspek, termasuk proses-proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu maupun populasi. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan sebesar 5-10% (Effendie, 1997). Pada umumnya penelitian tentang gonad sangat dominan dilakukan pada induk ikan betina dibandingkan dengan penelitian yang berhubungan dengan induk jantan, yaitu untuk mengetahui seberapa besar kualitas telur yang dihasilkan sehingga menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Menurut Toelihere (1981), kualitas sperma merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan reproduksi, yaitu kemampuan membuahi sel telur. Kualitas sperma itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nutrisi, musim, suhu dan frekuensi pemakaian induk jantan. Keberhasilan proses budidaya untuk menghasilkan generasi yang berkualitas tersebut tentunya harus didukung oleh induk ikan jantan yang berkualitas. Organ reproduksi ikan jantan pada umumnya merupakan sepasang testis yang memanjang sepanjang rongga badan dan dilengkapi dengan saluran testikuler. Pembungkus testikuler yang mengelilingi testis, secara luas menghubungkan jaringanjaringan testis. Spermatozoa dihasilkan dalam kista seminiferus yang terletak dalam kantung-kantung pada testis. kista seminiferus dikelilingi oleh sel-sel sertoli yang mempunyai fungsi nutritif, sedangkan pada bagian luar terdapat sel leydig yang mempunyai fungsi endokrin yaitu menghasilkan testosteron. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam saluran testes dan dihasilkan oleh hidrasi testes (Woynarovich & Horvath, 1980). Campuran antara cairan seminal plasma dengan spermatozoa disebut semen. Sel sperma merupakan sel yang padat dan tidak tumbuh atau membelah diri serta mempunyai peranan hanya untuk membuahi sel telur. Pada umumnya spermatozoa terdiri atas dua bagian, yaitu bagian kepala dan ekor, tetapi ada pula yang terdiri dari tiga bagian yaitu bagian tengah, yang bergabung dengan bagian kepala (Fujaya, 2004). Tiap-tiap bagian memiliki ukuran yang berbeda-beda tergantung jenis ikannya. Kepala spermatozoa 80
secara umum berbentuk oval atau bulat dan mengandung materi inti, kromosom terdiri atas materi inti, kromosom terdiri atas DNA yang bersenyawa dengan protein. Informasi genetika yang dibawa oleh spermatozoa diterjemahkan dan disimpan dalam molekul DNA (Tang dan Affandi, 2001). Pada bagian tengah tersebut terdapat mitokondria yang berfungsi dalam metabolisme sperma. Ekor sperma berfungsi memberi gerak maju kepada spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang dimulai di daerah implantasi ekor kepala dan berjalan ke arah distal sepanjang ekor seperti pukulan cambuk (Toelihere, 1981).
Spermatozoa ikan-ikan teleostei
mempunyai ukuran yang sederhana, dengan ukuran panjang kepala 2-3 µm dan panjang total 40-60 µm. Sel sperma dihasilkan melalui proses spermatogenesis oleh testes atas pengaruh FSH dan LH yang dihasilkan oleh adenohipofisa (Fujaya, 2004). Diawali dengan terjadinya pembelahan spermatogonia beberapa kali untuk memasuki tahap spermatosit primer. Spermatosit primer selanjutnya akan mengalami pembelahan meiosis dimulai dengan kromosom berpasangan yang diikuti dengan duplikasi membentuk tetraploid (4n). Satu spermatosit primer tetraploid membentuk dua spermatosit sekunder yang diploid (2n). Satu spermatosit sekunder diploid membelah menjadi dua spermatid (n). Selanjutnya spermatid akan mengalami diferensiasi sehingga menjadi spermatozoa, spermia atau sperma. Proses metamorfosis ini sering disebut spermiogenesis. Menurut Fujaya (2004), pada akhir spermiogenesis, spermatozoa dilepaskan dari kista dan masuk ke dalam lumen. Proses ini disebut spermiasi. Proses spermiasi terjadi akibat kenaikan tekanan hidrostatik di dalam kantung sperma sehingga spermatozoa terdorong ke luar. Proses ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang disekresi oleh sel-sel Sertoli di bawah rangsangan gonadotropin. Spermatozoa didorong ke dalam sistem pengeluaran, disini bercampur dengan plasma semen. Jumlah sperma yang dihasilkan ikan-ikan jantan dalam satu waktu berbeda-beda. Volume semen yang dihasilkan berkaitan dengan beberapa faktor antara lain ukuran tubuh ikan jantan, musim dan frekuensi pemijahan, jumlah telur yang akan dibuahi, jumlah ikan jantan dan betina yang memijah dan kondisi pemijahan.
81
Walaupun ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada berbagai jenis ikan, namun struktur morfologinya adalah sama (Tang dan Affandi, 2001). Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Apabila sel tersebut mati, permeabilitas membrannya meninggi, terutama di daerah kepala dan dalam hal ini merupakan dasar pewarnaan semen yang dapat membedakan sperma yang hidup atau mati. Spermatozoa ikan imotil dalam testes dan pada beberapa ikan imotil pada cairan plasma semennya. S perma akan bergerak aktif dan berenang bila terkena air. Gerakan spermatozoa berbentuk rektilinier, berbelok-belok dan spiral. Sebagian besar spermatozoa ikan air tawar dapat motil di air selama tidak lebih dari 2-3 menit. Stimulasi dan lama pergerakan spermatozoa dipengaruhi oleh umur, kematangan spermatozoa, suhu dan faktor-faktor lingkungan lain seperti kandungan ion-ion, pH dan tekanan osmolalitas (Fujaya, 2004). Spermatozoa yang belum matang memiliki masa pergerakan yang lebih singkat dibandingkan spermatozoa matang. Kebutuhan dasar vitamin E untuk ikan bervariasi, bergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran ikan, umur ikan, suhu air, persentase pertumbuhan dan komposisi pakan. Untuk jenis ikan channel catfish menurut NRC (1983) adalah 50 IU per kg pakan, sedangkan untuk jenis ikan salmonids adalah 30 IU per kg pakan. Satu International Unit (IU) vitamin E setara dengan 1 mg α-tocopherol. Gejala defisiensi vitamin E pada ikan antara lain muscular dystrophy, exudative diathesis, hematokrit rendah,
depigmentasi
kulit,
penurunan
laju
pertumbuhan
dan
lain-lain.
Hipervitaminosis vitamin E dapat menyebabkan laju pertumbuhan yang rendah, reaksi keracunan pada organ hati dan kematian (Halver, 2002). Vitamin memainkan peranan penting dalam fisiologi reproduksi ikan, burung dan mamalia. Takeuchi et al. (1988) menguji efek kontribusi vitamin E pada tubuh ikan, pemijahan, penetasan telur dan kematian benih. Didapatkan hasil bahwa pada induk yang diberi pakan dengan kadar vitamin yang rendah tidak memijah, sedangkan yang diberi pakan dengan kadar vitamin E yang lebih tinggi induk memijah. Vitamin E juga berfungsi untuk mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17βestradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati. Pentingnya peranan vitamin E untuk reproduksi juga ditemukan pada beberapa jenis ikan, seperti carp, rainbow trout 82
dan read seabream (Furuichi, 1988). Umumnya konsentrasi vitamin E dalam telur tinggi dan konsentrasi vitamin E rendah pada jaringan tubuh induk setelah pemijahan, sehingga diduga beberapa fungsi fisiologi terkait dengan vitamin E pada saat pemijahan, pembuahan dan penetasan telur. Dalam pakan dibutuhkan zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Secara umum kebutuhan protein ikan berkisar antara 30-40 % (Hepher, 1990). Protein tersusun dari asam-asam amino esensial dan asam amino non-esensial yang bergabung menjadi molekul kompleks (NRC, 1983). Dengan kandungan asam amino ini, protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh serta reproduksi; termasuk pematangan gonad (Lovell, 1989). Lemak memegang peranan penting bagi ikan, selain sebagai sumber energi non protein juga berfungsi memelihara struktur dan fungsi membran, sumber energi dan pada organ tubuh ikan tertentu berperan untuk mempertahankan daya apung tubuh. Lemak pakan harus mengandung asam lemak tidak jenuh seperti linoleat dan linolenat (Takeuchi et al., 1988).
83
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai selama lima bulan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu.
Analisis asam lemak
Analisis vitamin E dilakukan di
Laboratorium INMT, Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis kualitas air dilakukan dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Uji Ikan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai ikan uji adalah ikan zebra jantan umur 40 hari dengan bobot awal bobot tubuh 0,1234 ± 0,1130 g dan padat tebar 25 ekor per akuarium. Ikan uji didatangkan dari petani ikan hias di Depok, Jawa Barat. Pakan Uji Pakan yang dipakai dalam penelitian ini terdiri atas empat macam pakan perlakuan yang isoprotein (37%) dan isoenergi (289,93 kkal/100 g) dan memiliki komposisi vitamin E target yang berbeda–beda yaitu 9, 132, 258 dan 384 mg/kg pakan. Vitamin E yang digunakan sebagai perlakuan adalah dalam bentuk α– tocopherol. Perbandingan antara asam lemak n-3 dan n-6 di dalam pakan tetap yaitu 1:2. Komposisi pakan dapat dilihat di Tabel 18, sedangkan hasil analisis proksimat dan vitamin E pakan dapat dilihat pada Tabel 19. 84
Tabel 18 Komposisi pakan perlakuan Bahan Pakan Tepung Ikan Tepung Kedelai Tepung Pollard Minyak Ikan1 Minyak Jagung1 Vitamin Mix 2 Vitamin E Tapioka Mineral Mix3 Choline Chloride
Total
Perlakuan Vitamin E (mg/ kg pakan) A ( 0 mg ) B ( 125 mg ) C ( 250 mg ) D ( 375 mg ) 25,0000 25,0000 25,0000 25,0000 35,7375 35,7375 35,7375 35,7375 24,4384 24,4384 24,4384 24,4384 1,4390 1,4390 1,4390 1,4390 3,3373 3,3373 3,3373 3,3373 1,5000 1,5000 1,5000 1,5000 0,0000 0,0250 0,0500 0,0750 5,0475 5.0225 4,0075 4,9725 3,0000 3,0000 3,0000 3,0000 0,5000 0,5000 0,5000 0,5000 100,0000 100,0000 100,0000 100,0000
Keterangan: 1. Sumber asam lemak n-3 dan n-6 2. Takeuchi, 1988 3. Takeuchi, 1988
Berdasarkan hasil analisis, ternyata kandungan vitamin E dalam pakan adalah 9 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan A, 132 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan B, 258 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan C, serta 384 mg vitamin E/kg pakan untuk pakan D. Tabel 19 Komposisi proksimat pakan dalam persentase bobot kering (%) Perlakuan (mg vitamin E/kg pakan) A (0) B (125) C (250) D (375) Proksimat Protein 37,42 37,72 Lemak 8,74 8,22 Abu 10,12 9,99 Serat Kasar 6,94 6,93 BETN 36,75 37,14 DE (kkal/100 g pakan)* 293,64 291,47 C/P (kkal/ g protein) 7,85 7,73 Vitamin E (mg/kg pakan) 9,00 132,00 Keterangan: DE = Digestible Energi yang diperhitungkan dari 1 g lemak = 8,1 kkal; 1 g karbohidrat = 2,5 kkal (NRC, 1983).
37,56 37,06 8,26 8,55 9,88 9,76 7,69 6,14 36,60 38,49 289,93 295,18 7,72 7,97 258,00 384,00 protein = 3,5 kkal; 1 g
85
Rancangan Perlakuan Percobaan ini merupakan suatu rangkaian penelitian yang dikerjakan untuk mengetahui peran vitamin E dalam memperbaiki penampilan reproduksi ikan zebra jantan. Formula pakan dasar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pakan terbaik hasil penelitian sebelumnya. Matrik penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Matrik penelitian Pakan Uji *) Vitamin E 0 mg/kg pakan Vitamin E 125 mg/kg pakan Vitamin E 250 mg/kg pakan Vitamin E 375 mg/kg pakan
Perlakuan Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D
Keterangan: *) Jumlah dan perbandingan asam lemak dalam pakan uji sesuai dengan hasil penelitian I dan II
Pemeliharaan Ikan Uji Induk yang digunakan adalah calon induk ikan zebra berumur 26 hari yang berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat. Calon induk tersebut dipelihara dalam 12 buah akuarium berukuran 50x50x50 cm. Setelah dua minggu dipelihara (berumur 40 hari), dilakukan seleksi ikan jantan dan betina sehingga menjadi 25 ekor jantan di setiap akuarium. Agar suhu air konstan maka dipasang pemanas pada masing-masing akuarium dengan suhu ± 28 ºC. Selama masa pemeliharaan, calon induk ikan zebra tersebut diberi pakan perlakuan sebanyak empat kali sehari yaitu pukul 07.00; 11.00; 14.00 dan 17.00 WIB secara at satiation. Pengamatan terhadap nilai IKG dan perkembangan panjang dan bobot tubuh ikan dilakukan setiap minggu. Sedangkan pembuatan preparat histology gonad jantan dilakukan setiap 15 hari sekali. Setelah 28 hari perlakuan ketika ikan zebra berumur 68 hari, induk jantan dipindahkan ke akuarium pemijahan. Pemijahan dilakukan satu kali dalam satu hari. Induk dipijahkan dengan rasio jantan betina 1:1 dalam akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm, dengan volume air ± 1,5 l dengan suhu air ± 26 ºC. Dasar akuarium diberi alas berupa hapa untuk memisahkan telur dari induknya. Masing-masing perlakuan
86
dilakukan satu kali ulangan pemijahan yang dilakukan dalam wadah tanpa perlakuan aerasi dan suhu. Pengamatan pemijahan dilakukan ketika induk jantan mulai mengejar induk betina. Apabila terlihat induk berpijah, maka ditunggu beberapa saat sampai induk betina mengeluarkan telur-telurnya. Setelah induk jantan dan betina berhenti berpijah, induk dipindahkan ke akuarium pemeliharaan dan hapa diangkat. Telur-telur yang berada dalam wadah pemijahan diberikan biru metilen dan dimasukan ke akuarium inkubasi masal yang berukuran 100 x 50 x 50 cm. Pada wadah inkubasi masal, suhu diatur ± 28 ºC agar perkembangan embrio berjalan normal, dilengkapi empat titik aerasi untuk masing-masing perlakuan. Selama inkubasi air tidak diganti dan tidak dilakukan penyifonan. Setelah telur menetas maka larva dibiarkan selama tiga sampai empat hari, setelah itu dipindahkan ke akuarium yang lebih besar. Pengamatan perkembangan embrio dilakukan hanya satu kali ulangan dari setiap perlakuan. Untuk pengamatan diambil dua sampai sepuluh butir telur yang diletakan di gelas objek cekung. Setiap perkembangan diamati di bawah mikroskop, kemudian diamati dan difoto untuk hasil dari masing-masing bentuk stadia. Stadia utama yang diamati dan difoto adalah stadia satu sel, pembelahan, morula, blastula, gastrula dan organogenesis sampai telur menetas. Kualitas Air Analisis kualitas air dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan, yaitu akuarium pemeliharaan dan tandon. Analisis kualitas air terdiri atas analisis oksigen terlarut (DO), pH, suhu, amoniak, kesadahan dan alkalinitas. Suhu, DO dan pH diukur langsung dengan menggunakan alat DO meter sedangkan amoniak dan kesadahan diukur menggunakan metode titrasi.
Alkalinitas diukur dengan
menggunakan spektrofotometer.
87
Parameter Uji Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut
Gonad Somatik Indeks Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan testes dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif: GSI (%) =
Bobot gonad (g) x 100% Bobot tubuh (g)
Motilitas Sperma Motilitas sperma diukur dengan cara semen ikan zebra diteteskan sebanyak satu tetes di atas gelas obyek dibubuhi cairan fisiologis, kemudian ditempelkan gelas penutup. Kepadatan sperma ikan diketahui sekitar 10.000-20.000 juta/CC. Pada tepi gelas penutup diteteskan akuades lalu pergerakan sperma setelah terkena air di bawah mikroskop dilihat dengan perbesaran 10 x 40.
Kriteria penilaian motilitas dapat
dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Kriteria penilaian motilitas spermatozoa Kriteria Semua spermatozoa bergerak cepat dengan arah maju (progressively) dengan pergerakan ekor bervariasi Kebanyakan spermatozoa bergerak arah maju dan beberapa menunjukan gerakan cepat Sedikit atau sangat sedikit spermatozoa menunjukan gerak arah maju Kebanyakan spermatozoa tidak bergerak, kadang-kadang sedikit gerakan (bergetar) dan sedikit bergerak arah maju Kebanyakan spermatozoa imotil/tidak bergerak, kadang-kadang terlihat sedikit gerakan/bergetar Semua spermatozoa imotil/tidak bergerak
Skor 5 3-4 1-2 0,50-0,75 0,25 0
88
Laju Pertumbuhan Spesifik (α α) Laju pertumbuhan spesifik dihitung berdasarkan rumus Effendie (1997): wt α (%) = t − 1 x 100% wo
Keterangan:
Wt Wo t α
= = = =
Bobot tubuh akhir percobaan (g) Bobot tubuh awal percobaan (g) waktu pemeliharaan (hari) Laju pertumbuhan spesifik (%)
Efisiensi Pemberian Pakan Perhitungan efisiensi serta konversi pakan dihitung berdasarkan rumus berikut (National Research Council, 1977): EP (%) =
Wt + Wd − Wo x 100% F
Keterangan:
F Wt Wd Wo
= Jumlah total pakan (g) = Bobot total ikan akhir (g) = Bobot total ikan mati (g) = Bobot total ikan awal (g)
Derajat Pembuahan Telur Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich & Hoart ,1980) : Fertilization rate (%) =
Jumlah telur yang dibuahi ×100% Jumlah total telur
Derajat Kelangsungan Hidup Embrio Derajat kelangsungan hidup embrio (survival rate) adalah persentase jumlah embrio yang hidup dalam waktu tertentu dari jumlah telur yang dibuahi. Tingkat kelangsungan hidup embrio diamati sebelum embrio menetas yaitu pada stadia organogenesis. Dari pengamatan secara visual terlihat bahwa pada embrio yang hidup
89
akan tampak terbentuk organ-organ tubuh serta pergerakan-pergerakan, sedangkan embrio yang mati akan tampak berwarna putih keruh. Perhitungan derajat kelangsungan hidup embrio adalah sebagai berikut: SRE (%) =
∑ Embrio yang hidup ∑ Telur yang dibuahi
x 100%
Analisis Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Sedangkan untuk data histologi gonad disajikan secara deskriptif eksploratif.
90
HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum pemberian pakan dengan kadar vitamin E 258 mg/kg sampai dengan 384 mg/kg pakan pada ikan zebra jantan menghasilkan nilai gonado somatik indeks, laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan tertinggi.
Hasil penelitian
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Gonado somatik indeks (GSI), motilitas sperma,derajat pembuahan telur (FR), laju pertumbuhan spesifik (LPS), serta efisiensi pakan (EP) ikan zebra jantan yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E yang berbeda Perlakuan Parameter
Vit E 9 mg/kg pakan
Vit E 132 mg/kg pakan
Vit E 258 mg /kg pakan
Vit E 384 mg/kg pakan
1,46 ± 0,15 a
1,73 ± 0,20 ab
2,36 ± 0,54 b
2,42 ±0 ,50 b
4
5
4
5
FR (%)
98,11
100
100
100
LPS(%)
2,68 ± 0,54 a
2,90 ± 0,83 a
2,94 ± 1,20 a
3,47 ± 0,79 a
EP(%)
13,13 ± 6,75 a
9,71 ± 7,63 a
11,53 ± 4,68 a
13,99 ± 1,66 a
GSI (%) Motilitas Sperma
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0.05)
Nilai gonado somatik indeks dan laju pertumbuhan spesifik pada induk yang tidak diberikan vitamin E menghasilkan nilai yang paling rendah dibandingkan perlakuan dengan vitamin E pada pakan. Adapun perbedaan skor progresif sperma antara 4 sampai 5 tidak berpengaruh terhadap nilai derajat pembuahan. Perlakuan dosis vitamin E 258 mg/kg pakan tetap menghasilkan derajat pembuahan sebesar 100% sama halnya dengan perlakuan dosis vitamin E 132 dan 384 mg/kg pakan. Perkembangan testes tiap sampling disajikan pada Gambar berikut. Setiap perlakuan mengalami peningkatan nilai indeks kematangan gonad dari hari ke-0 sampai hari ke-28 selama penelitian. Setelah tujuh hari perlakuan nilai indeks kematangan gonad tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan pemberian dosis vitamin E sebesar 258 mg/kg dan 384 mg/kg pakan. Pada hari ke-14 dan ke-28 penelitian, dapat
91
dilihat pada Tabel 22 membentuk pola perkembangan sperma yang meningkat seiring dengan besarnya dosis vitamin E yang ditambahkan pada pakan.
3,000
GSI (%)
2,500 2,000 1,500 1,000 0,500 0
7
14
28
Sampling (hari ke) Kontrol
125mg/kg
250mg/kg
375mg/kg
Gambar 6 Hubungan antara waktu pemeliharaan dengan nilai GSI Skor progresif sperma yang diberi perlakuan dengan dosis 132-384 mg/kg pakan menunjukkan nilai kisaran 4 sampai 5. Tiga perlakuan tersebut menghasilkan derajat pembuahan sebesar 100 %. Meskipun secara empiris perlakuan kontrol memperoleh nilai skor progresif sperma sebesar 5, hal ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin E pada pakan memberikan pengaruh terhadap ketahanan sperma sehingga dapat menghasilkan derajat pembuahan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian vitamin E pada pakan (kontrol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin E pada pakan dengan dosis yang berbeda berpengaruh terhadap indeks kematangan gonad ikan uji setelah 28 hari perlakuan. Meningkatnya nilai indeks kematangan gonad pada setiap perlakuan sangat dipengaruhi oleh perkembangan sperma, yaitu dengan adanya pertambahan bobot gonad jantan ikan uji setelah perlakuan pemberian pakan. Begitu pula menurut Tang dan Affandi (2001), perbedaan bobot gonad atau volume semen yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh kondisi ikan selama pemeliharaan, nutrisi dan lingkungan pemeliharaan. Dalam penelitian ini, pengaruh nutrien yang diberikan berupa penambahan vitamin E telah memberikan perlindungan terhadap viabilitas sperma sehingga perkembangan sperma sampai matang bertahan dalam jumlah yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan vitamin E pada pakan. 92
Sebagai antioksidan, vitamin E sangat berguna sebagai pelindung vitamin lain dan asam lemak tidak jenuh terhadap proses oksidasi. Vitamin E mampu menjaga unsaturated fatty acid dalam jaringan, baik yang terdapat pada bahan makanan, campuran bahan makanan, maupun dalam jaringan tubuh. Pada Gambar 7, 8, dan 9 dapat dilihat alur perkembangan sperma berdasarkan pengukuran indeks kematangan gonad mingguan selama penelitian. Secara umum pada awal perlakuan dan setelah tujuh hari perlakuan, nilai indeks kematangan gonad pada grafik turun-naik antar perlakuan tidak seiring dengan peningkatan pemberian dosis vitamin E yang diberikan pada pakan. Hal ini menunjukkan alokasi penggunaan pakan lebih ke pertumbuhan tubuh. Lain halnya dengan pengukuran nilai indeks kematangan gonad pada hari ke-14 dan ke-28 perlakuan, bahwa grafik menunjukan peningkatan nilai indeks kematangan gonad seiring dengan penambahan dosis vitamin E pada pakan setiap perlakuan. Dalam hal ini adaptasi pemberian pakan dengan penambahan vitamin E sudah mengarah ke pematangan gonad ikan zebra jantan. Pakan yang dimakan merupakan sumber energi dan nutrisi utama untuk meningkatkan kerja organ dalam tubuh termasuk proses spermatogenesis oleh testes atas pengaruh hormon FSH dan LH yang dihasilkan oleh adenohipofisa. Rendahnya konsumsi terhadap pakan, maka akan menurunkan kerja dari adenohipofisa sehingga proses spermatogenesis dalam mengasilkan sperma terganggu. Dalam penelitian ini, kondisi demikian secara langsung menurunkan konsumsi vitamin E yang ditambahkan pada pakan sehingga kerja vitamin E terhadap penangkapan radikal bebas (anti oksidan) dalam jaringan tubuh menurun. Selama penelitian, nilai efisiensi pakan tiap perlakuan tidak berpengaruh terhadap perkembangan gonad. Akan tetapi, secara empiris peningkatan nilai indeks kematangan gonad pada perlakuan 132-384 mg vitamin E/kg pakan seiring dengan meningkatnya nilai efisiensi pakan pada setiap perlakuan tersebut. Sedangkan pada perlakuan 9 mg vitamin E/kg pakan menunjukkan nilai indeks kematangan gonad paling rendah pada akhir perlakuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Verakunpirya et al. (1986), bahwa vitamin E berperan sangat penting untuk perkembangan gonad. Pertumbuhan, perkembangan dan pematangan serta pengosongan sperma adalah mekanisme yang terjadi dalam kematangan sperma. Menurut Tang dan Affandi 93
(2001),
tahap-tahap
spermatogenesis
dan
spermiogenesis
dapat
dibedakan
berdasarkan karakteristik morfologi nukleus dan sitoplasma. Berdasarkan hasil histologis dapat dikatakan bahwa perkembangan sperma ikan zebra pada penelitian memperlihatkan kondisi yang sama dengan perkembangan nilai indeks kematangan gonad. Secara garis besar hasil histologi awal sebelum diberi perlakuan, 15 dan 28 hari setelah perlakuan berturut-turut dimulai sebelum diberi perlakuan menunjukan nukleus yang belum terlihat jelas, lebih banyak sitoplasma diseluruh permukaan testis dan kista spermatogonia belum terlihat (Gambar 7). Kondisi tersebut menurut Fujaya (2004) menunjukan bahwa spermatogonia primer mengalami beberapa kali pembelahan mitosis untuk memasuki tahap spermatosit primer. Selanjutnya, pada hari ke-15 semua perlakuan kecuali kontrol secara umum menunjukkan ukuran nukleus yang membesar dan sitoplasma mulai tertutupi spermatid yang berkembang, dimana kista-kista memenuhi bagian testis. Selain itu proses differensiasi menjadi spermatozoa mulai terjadi (Gambar 8). Proses metamorfosis ini sering disebut spermiogenesis. Sedangkan perlakuan kontrol masih menunjukkan perkembangan yang sama dengan morfologi testis sebelum perlakuan. Hal ini sama halnya dengan hasil dari nilai indeks kematangan gonad dimana perolehan nilai GSI pada kontrol pada sampling hari ke-14 adalah paling rendah dibandingkan dengan yang diberikan perlakuan. Hal ini jelas sekali, tanpa pemberian vitamin E pada pakan atau kekurangan vitamin ini diperlihatkan dari gonad yang lama berkembang menuju ke arah matang gonad (Izquierdo et al., 2001). Sedangkan pada hari ke-28 perlakuan (Gambar 9), hasil pada preparat histologi secara umum menunjukkan beberapa kista mengeluarkan spermatozoa yang dikeluarkan menuju lumen. Menurut Fujaya (2004), proses ini disebut spermiasi. Proses spermiasi terjadi akibat kenaikan tekanan hidrostatik di dalam kantung sperma sehingga spermatozoa terdorong ke luar. Proses ini dipengaruhi oleh hormon-hormon yang disekresi oleh sel-sel sertoli di bawah rangsangan gonadotropin.
94
Gambar 7 Morfologi gonad pra perlakuan
Vit E 9
Vit E 132
Vit E 258
Vit E 384
Gambar 8 Morfologi gonad 15 hari perlakuan
Vit E 9
Vit E 132
Vit E 258
Vit E 384
Gambar 9 Morfologi gonad 28 hari perlakuan
95
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Vitamin E dalam pakan induk berpengaruh positif terhadap kinerja reproduksi ikan zebra jantan. 2. Vitamin E dengan dosis 258 mg/kg pakan mampu menghasilkan indeks kematangan gonad, laju pertumbuhan spesifik dan efisiensi pakan yang baik bagi ikan zebra jantan. Saran Kandungan vitamin E dengan dosis 258 mg / kg pakan yang dikombinasikan dengan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan n-6 sebesar 2,04% pada pakan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk ikan jantan untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil.
96
PERBANDINGAN KINERJA REPRODUKSI IKAN ZEBRA, Danio rerio, YANG DIBERI PAKAN UJI DENGAN IKAN ZEBRA YANG DIBERI PAKAN PELET KOMERSIAL ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra (Danio rerio) yang menggunakan pakan uji dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh pembudidaya ikan hias. Pakan komersial yang digunakan adalah pakan udang dan pakan ikan hias. Tiga pakan perlakuan yaitu pakan A (pakan udang komersial), pakan B (pakan ikan hias komersial) dan pakan C (pakan uji) diberikan kepada induk ikan zebra. Kandungan asam lemak pakan udang (pakan A) pada penelitian ini adalah 2,81% n-3, 0,85% n-6 dikombinasikan dengan vitamin E sebesar 25 mg/kg pakan, sedangkan kandungan asam lemak pakan ikan hias (pakan B) pada penelitian ini adalah 0,75% n-3, 1,06% n6 dikombinasikan dengan kandungan vitamin E sebesar 18 mg/kg pakan. Pakan uji (pakan C) yang digunakan merupakan pakan dengan kandungan protein 37% dan energi pakan 3261 kkal digestible energy/kg pakan) dengan kandungan vitamin E 258 mg/kg pakan yang dikombinasikan dengan 1,03% asam lemak n-3 dan 2,04% asam lemak n-6.
Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan.
Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nutrien pada pakan komersial yang umum digunakan sebagai pakan induk hanya sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan zebra untuk pembesaran, sehingga kurang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai pakan induk. Kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan uji dengan kandungan vitamin E sebesar 258 mg/kg dan asam lemak esensial 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pelet komersial. Kata Kunci: Asam lemak esensial, vitamin E, penampilan reproduksi, Danio rerio
97
ABSTRACT This experiment was conducted to characterize the response of three test feed on the reproductive performance of Danio rerio. Three practical diets, namely diets A, B, and C with different levels of essential fatty acid and vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A (shrimp postlarvae feed) contained 25 mg vitamin E/kg diet combined respectively with 2,81% n-3 and 0,85% n-6, while diets B (commercial ornamental fish feed) contained 18 mg vitamin E/kg diet combined respectively with 0,75% n-3 and 1,06% n-6, and diet C (test feed) contained 258 mg vitamin E /kg diet combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids, Fish were fed at satiation for 60 days using these diets.
During feeding period, gonad maturation stages were
examined. The dietary with different level of vitamin E and essential fatty acid affected the gonad somatic index, fecundity, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish better than commercial feed. Key words: Essential fatty acid, vitamin E, reproductive performance, Danio rerio
98
PENDAHULUAN Potensi ikan hias di Indonesia tersebar antara lain di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jenis ikan hias yang diperdagangkan di dunia tahun 2003 mencapai 8.000 jenis. Sedangkan potensi ikan hias Indonesia yang sudah teridentifikasi mencapai 4.500 jenis, dan yang diekspor baru sekitar 300 sampai 500 jenis. Jenis ikan hias yang dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia baru sekitar 50 jenis. Indonesia relatif masih tertinggal dari negara-negara lain, baik dari segi kelembagaan, sarana dan prasarana pemasaran serta manajemen pengelolaan bisnis ikan hias. Salah satu faktor pembatas utama pada kegiatan pemeliharaan ikan hias, khususnya kegiatan budidaya ikan hias skala massal adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk yang akan mempunyai dampak terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan.
Keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan
melakukan perbaikan pada nutrisi induk yaitu dengan pemberian pakan bermutu yang mengandung asam lemak esensial dan vitamin yang diketahui penting untuk kebutuhan reproduksi. Pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi di Indonesia masih sulit untuk didapatkan, sehingga umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya masih sangat tergantung kepada musim atau bahkan menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan.
99
Keberadaan dan komposisi nutrien berupa asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Kandungan asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) dalam pakan maupun dalam tubuh ikan berhubungan erat dengan kandungan vitamin E dalam pakan maupun dalam tubuh ikan (Fernandez-Palacios et al., 1998). Dengan demikian perlu diketahui secara tepat peranan n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan serta perlu dikaji dosis yang tepat untuk kombinasi n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan untuk dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi. Formulasi pakan uji dilakukan dengan mengacu pada hasil penelitian sebelumnya, dimana diperoleh formula dasar dengan kadar protein 37%, kadar energi 3295 kkal digestible energy/kg pakan) dengan kandungan vitamin E 258 mg/kg pakan yang dikombinasikan dengan 1,03% asam lemak n-3 dan 2,04% asam lemak n-6. Diperlukan suatu penelitian lanjutan untuk membuktikan bahwa formula pakan uji tersebut layak dipakai sebagai acuan formulasi pakan induk. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan formula pakan uji hasil penelitian sebelumnya dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan pelet komersial.
100
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya ikan hias merupakan suatu kegiatan usaha perikanan yang mempunyai potensi ekonomi cukup tinggi. Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan tanaman hias dunia tahun 2003 sekitar 200 juta USD atau mengalami peningkatan 78% per tahun sejak tahun 1990-an. Produsen ikan hias dunia masih didominasi oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa dengan kontribusi 19%; dan Oceania, Afrika dan Amerika Utara dengan kontribusi sebesar 16%. Perkembangan pasar tujuan menunjukkan bahwa AS masih menjadi pasar utama. Pada tahun 2003, AS mengimpor ikan hias dengan nilai 41 juta USD berasal dari 60 negara eksportir yang didominasi oleh Thailand (18,2%) dan Singapura (18,2%), serta Indonesia (12,2%). Pada tahun 2004, Singapura dengan pangsa pasar 19,4% telah mengungguli Thailand (19,1%), sementara Indonesia mengalami penurunan menjadi 12,1%. Pakan induk harus memenuhi persyaratan nutrisi untuk perkembangan dan pematangan gonad. Asam lemak linoleat dan linolenat yang merupakan prekursor yang sangat diperlukan untuk sintetis produk lain, tidak dapat disintetis oleh ikan (asam lemak esensial). Setelah masuk dalam tubuh, asam linoleat dapat dirubah menjadi asam linolenat dan arakidonat yang hanya dapat dibuat dari asam linoleat. Molekul ini adalah asam lemak yang sangat penting karena menjadi prekursor esensial pada hampir semua senyawa prostaglandin.
Menurut Lehninger (2003)
prostaglandin G1 diturunkan dari eikosatrienoat, sedangkan prostaglandin E2, F2α dan prostaglandin G2 diturunkan dari penguraian arakidonat. Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi.
101
Kandungan asam lemak esensial yang berlebihan pada pakan induk akan mengakibatkan gangguan aksi hormonal karena kelebihan EPA maupun DHA diketahui mengurangi aksi pembentukan steroid dari gonadotropin pada ovary (Izquierdo et al.; 2001).
Berdasarkan hasil penelitian I dapat dikatakan bahwa
penampilan reproduksi pada ikan zebra tidak hanya dipengaruhi kadar asam lemak n6 saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 dalam pakan. Secara umum, ikan zebra membutuhkan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 dalam pakan untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Vitamin E berperan sebagai inter dan ekstraselular antioksidan, untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan-jaringan (Gatlin et al.;1992) . Sebagai antioksidan fisiologis, tokoferol berperan untuk melindungi vitamin-vitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi. Ketersediaan lemak yang tinggi, akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur. Diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis.
Selain berfungsi sebagai
antioksidan, Vitamin E juga mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17β-estradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati (Meinelt et al., 1999). Kuning telur merupakan sumber utama energi dan materi untuk perkembangan embrio ovipar (Kamler, 1992). Nilai kalori kuning telur dapat diduga berdasarkan diameter telur, volume kuning telur dan bobot telur.
102
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama lima bulan di Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu, sedangkan analisis vitamin E dilakukan di Laboratorium INMT, Fakultas Peternakan IPB.
Pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium
Lapangan Gunung Gede, Program Diploma Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis kualitas air dilakukan dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Uji Ikan yang digunakan sebagai induk adalah calon induk ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin). Ikan ini berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat dengan umur sekitar 25 hari serta memiliki bobot awal berkisar 0.100-0,154 gr/ekor. Pakan Uji Pakan uji yang digunakan merupakan pakan bentuk pasta dengan kadar protein 37,56%, kandungan energi dapat dicerna 326,17 kkal/100 g serta rasio energi protein 8,20. Komposisi pakan yang digunakan didasarkan pada formula dasar pakan yang sudah dipergunakan pada tahap percobaan sebelumnya. Bahan-bahan penyusun pakan terdiri dari tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan tepung kedelai sebagai sumber protein nabati. Tepung pollard sebagai sumber karbohidrat. Sumber 103
lemak dan asam lemak berasal dari minyak ikan, minyak jagung dan minyak sawit. Minyak ikan digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-3, minyak jagung digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-6 dan minyak sawit digunakan sebagai pelengkap jumlah lemak yang dibutuhkan. Bahan penyusun lain yaitu vitamin campuran; mineral campuran dan sagu, yang berfungsi sebagai pengikat. Sebelum pakan dibuat, bahan penyusun pakan seperti tepung ikan, tepung kedelai dan pollard dianalisa terlebih dahulu.. Begitu juga pakan yang telah dibuat kemudian dianalisa proksimat dan analisis asam lemak. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air.
Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan
menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC15A, Shimadzu Corp., Japan), pada 500C -2050C (Takeuchi, 1988). Komposisi pakan selengkapnya disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Komposisi proksimat pakan perlakuan (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat Kasar BETN Asam lemak n-3 Asam lemak n-6 Vitamin E (mg/kg)
Pelet Komersial A 36,48 11,09 8,73 7,69 36,01 2,81 0,85 25,00
Pelet Komersial B 33,99 11,57 8,36 8,04 38,05 0,75 1,06 18,00
Pakan Uji 37,56 8,26 9,88 7,69 36,60 1,03 2,04 258,00
Keterangan :Pelet komersial A adalah pelet udang starter yang umum dipergunakan petani ikan hias, pelet komersial B adalah pelet ikan hias, pelet uji adalah pelet dengan CP 37,6%, vitamin E 250 mg/kg pakan, asam lemak 1,03% n-3; 2,04% n-6.
104
Rancangan Perlakuan Penelitian tahap empat ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 3 perlakukan dan 3 ulangan. Tabel 24. Matrik penelitian Perlakuan Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C
Jenis Pakan Pelet Komersial A Pelet Komersial B Pakan Uji
Pemeliharaan Ikan Uji Wadah pemeliharaan berupa akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm sebanyak 9 buah akuarium yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi untuk setiap set penelitian. Sebelum digunakan, akuarium beserta tandon berkapasitas 2 ton dibersihkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pada awal pemeliharaan dilakukan analisis kualitas air media pemeliharaan. Suhu air pada wadah pemeliharaan berkisar antara 29-31 °C dengan dilengkapi heater untuk menjaga kestabilan suhunya. Untuk menjaga kualitas air tetap baik maka setiap hari dilakukan penyiponan, yaitu pada pagi hari sebelum pakan diberikan. Pemeliharaan ikan zebra dilakukan dengan kepadatan 25 ekor dalam setiap akuariumnya. Selama pemeliharaan, ikan zebra diberi pakan dalam bentuk pasta secara at satiation dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari, yaitu pada jam 07.00, 11.00, 14.00 dan 15.00 WIB. Ikan zebra dipelihara sampai siap memijah. Untuk mengetahui perkembangan kematangan gonadnya maka dilakukan sampling bobot dan GSI sebanyak 3 ekor/ulangan. Pemijahan dilakukan pada saat ikan zebra telah siap memijah. Induk betina telah siap untuk dipijahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20% dan umumnya juga memiliki ciri ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Apabila ada induk betina yang siap memijah dari setiap perlakuan, maka induk tersebut dipindahkan ke akuarium pemijahan. Wadah pemijahan berupa akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm sebanyak 24 buah untuk setiap set penelitian. 105
Untuk setiap akuarium pemijahan diberi 1 induk jantan dan 1 induk betina per akuarium. Setiap perlakuan diambil 3 ekor betina untuk dipijahkan. Adapun langkah-langkah persiapan akuarium pemijahan, adalah sebagai berikut : 1. Akuarium dibersihkan terlebih dahulu, menggunakan larutan desinfektan (kaporit). 2. Setiap akuarium diisi air setinggi 10 – 15 cm. 3. Dasar akuarium diberi kain saringan dengan mata jaring 1 mm. 4. Setiap akuarium diisi sepasang induk yang siap memijah. Induk betina dimasukkan terlebih dahulu yaitu pada pagi hari kemudian induk jantan dimasukkan pada sore hari. Pemijahan biasanya terjadi pada pagi hari berikutnya, yaitu pukul 05.30 – 08.30 WIB. Ketika induk selesai memijah, maka induk jantan dan betina harus segera dipisahkan dan dipindahkan dari akuarium pemijahan, agar tidak memangsa telur yang ada di dasar akuarium. Setiap akuarium yang berisi telur, diberi methylen blue untuk mencegah tumbuhnya jamur. Fekunditas induk dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah telur per pemijahan (ulangan). Sepuluh butir telur untuk setiap ulangan, diambil dan diukur diameter telurnya dengan menggunakan mikroskop. Setelah telur menetas (48–72 jam), maka dihitung jumlah larva untuk mengetahui hatching rate telur tersebut. Larva yang telah menetas dari setiap ulangan perlakuan, dipelihara di dalam akuarium penetasan. Selama pemeliharaan, larva tidak diberi pakan. Setelah 3 hari yaitu ketika kuning telur habis, jumlah larva dihitung sehingga kita dapat mengetahui suvival rate dan kualitas larva yang diberi perlakuan.
106
Parameter Uji Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut
Laju Pertumbuhan Harian (α α) Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan rumus Effendie (1979): wt α (%) = t − 1 x 100% wo
Keterangan:
Wt Wo t α
= = = =
Bobot tubuh akhir percobaan (g) Bobot tubuh awal percobaan (g) waktu pemeliharaan (hari) Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
Gonad Somatik Indeks Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan telur dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979): GSI (%) =
Bobot gonad (g) x 100% Bobot tubuh (g)
Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur per satuan berat atau panjang (Effendie, 1979). Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan .
Fekunditas (butir/g induk) =
Jumlah telur yang diovulasi Bobot induk (g)
107
Diameter Telur Diameter telur diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakan di lensa okuler. Pengukuran dengan mikrometer dipengaruhi oleh pembesaran lensa objektif. Diameter telur diukur pada bagian yang terpanjang dari telur dengan perhitungan sebagai berikut: DT =
x x 0.01 y
Keterangan : DT = Diameter telur (mm) x = Nilai diameter telur yang diamati dengan mikroskop y = Nilai perbesaran
Derajat Pembuahan Telur Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich dan Hoart ,1980) : Fertilization Rate (%) =
Jumlah telur yang dibuahi ×100% Jumlah total telur
Derajat Tetas Telur Derajat penetasan (hatching rate) adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah telur yang telah dibuahi. Perhitungan derajat penetasan ditentukan setelah penetasan telur seluruhnya dengan perhitungan rumus sebagai berikut (Cinderelas, 2005) : Hatching rate (%) =
Jumlah telur yang menetas ×100% Jumlah telur yang ditetaskan
108
Kecepatan Waktu Embriogenesis Waktu yang dibutuhkan untuk embriogensisi dari masing-masing perlakukan dihitung untuk setiap perlakuan. Sepuluh telur diambil dari akuarium yang berbeda perlakuan untuk pengamatan yang disebar kedalam cawan petri untuk mengamati embriogenesis dengan menggunakan mikroskop. Setiap tahap perkembangannya difoto untuk dokumentasi perubahan bentuk masing-masing stadium terutama stadium–stadium tertentu, sepeti cleavage, morulasi, blastulasi, gastrulasi dan organogenesis sampai telur menetas Survival Rate Larva (Effendie, 1979) Tingkat Kelangsungan Hidup Larva dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979): Survival Rate (%) =
Jumlah ikan akhir pemeliharaan ×100% Jumlah ikan awal pemeliharaan
Persentase Larva Abnormal Persentase larva abnormal dihitung dengan menggunakan rumus: PLA =
Σ Ikan yang abnormal x 100% Σ Ikan total
Rematurasi Nilai rematurasi diperoleh dengan menghitung lama waktu yang dibutuhkan oleh induk ikan zebra mulai dari selesai pemijahan sampai dengan matang gonad kembali atau hasil perhitungan selisih waktu yang diperlukan dari satu pemijahan sampai dengan pemijahan berikutnya.
109
Analisis Data Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 6 perlakuan dan tiga ulangan. Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Parameter yang dianalisis adalah laju pertumbuhan harian, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, diameter telur, volume kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, tingkat kelangsungan hidup larva persentase larva abnormal, serta rematurasi.
110
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan penampilan reproduksi antara ikan zebra yang diberi pakan uji dengan yang diberi pakan komersial pelet ikan hias adalah pada parameter fekunditas dan derajat kelangsungan hidup larva. Sedangkan perbedaan penampilan reproduksi antara ikan uji zebra yang diberi pakan uji dengan yang diberi pakan komersial pelet udang adalah pada parameter fekunditas, diameter telur, volume telur, persentase larva abnormal, serta derajat kelangsungan hidup larva. Hasil penelitian selengkapnya disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Nilai kualitas reproduksi ikan zebra yang diberi berbagai perlakuan tiga jenis pakan uji Parameter LPH induk(%/hari) GSI (%) LPT (minggu) F(butir/gr ikan) Diameter (mm) VKT (x 10-3 mm3) FR (%) HR (%) PLA (%) SR larva 3 hari (%) Rematurasi (minggu)
Pelet Komersial A 4,49 ± 0,30a 22,10 ± 3,95a 8,0 ± 0,0 a 306,33 ± 128,10a 0,87 ± 0,09a 255,81 ± 10,38a 82,48 ± 17,96a 66,82 ± 6,35a 27,12 ± 12,35 a 68,00 ± 1,16 a 4,0 ± 0,0 a
Pelet Komersial B 4,36 ± 0,13 a 23,59 ± 3,09a 8,0 ± 0,0 a 463,00 ± 45,87b 0,91 ± 0,05b 325,96 ± 26,88 b 82,15 ± 18,26 a 74,06 ± 1,70 a 8,74 ± 0,56 b 75,56 ± 4,82 a 4,0 ± 0,0 a
Pelet Uji 4,20 ± 0,27 a 21,18 ± 6,14a 8,0 ± 0,0 a 775,94 ± 58,75c 0,92 ± 0,27 b 335,83 ± 24,7 b 89,72 ± 5,74 a 72,09 ± 11,63 a 7,12 ± 0,14 b 85,54 ± 15,68 b 3,3 ± 0,3 ab
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0.05)
Berdasarkan hasil analisa laboratorium (Tabel 23), kandungan asam lemak pakan udang pada penelitian ini adalah 2,81% n-3 dan 0,85% n-6, dengan kandungan vitamin E sebesar 25 mg/kg pakan. Kandungan asam lemak n-3 pada pakan udang terlalu tinggi, sedangkan kandungan n-6 dan vitamin E terlalu rendah untuk keperluan reproduksi. Sebagaimana diketahui, bahwa ikan zebra termasuk kedalam tipe ikan air tawar yang membutuhkan asam lemak n-6 yang lebih besar dibandingkan dengan asam lemak n-3, sehingga komposisi pelet udang sebetulnya kurang sesuai untuk dijadikan sebagai pakan induk ikan zebra.
111
Petani ikan hias sering memakai pakan udang sebagai pakan induk ikan hias antara lain karena umumnya pakan udang mempunyai kandungan protein yang tinggi. Secara umum kebutuhan protein untuk ikan berkisar antara 30% - 40% (Hepher, 1990). Protein tersusun dari asam-asam amino esensial dan asam amino non-esensial yang bergabung menjadi molekul kompleks. Dengan kandungan asam-asam amino ini, protein diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh serta reproduksi, termasuk pematangan gonad (Lovell, 1988). Jumlah protein yang tinggi pada pakan udang tersebut karena dikombinasikan dengan kandungan asam lemak esensial dan kandungan vitamin E yang kurang sesuai untuk reproduksi ikan zebra maka menyebabkan kinerja reproduksinya kurang optimal (Tabel 25). Kandungan asam lemak pakan ikan hias komersial pada penelitian ini (Tabel 23) adalah 0,75% n-3, 1,06% n-6, dengan kandungan vitamin E sebesar 18 mg/kg pakan. Komposisi asam lemak esensial pada pelet ikan hias tersebut kurang sesuai untuk reproduksi karena meskipun perbandingan antara asam lemak n-3/n-6 sudah mendekati ideal, tetapi jumlah asam lemaknya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan reproduksi ikan zebra.
Mengacu pada hasil penelitian sebelumnya,
kandungan vitamin E pada pakan ikan hias komersial tersebut juga masih kurang untuk memenuhi persyaratan nutrisi untuk reproduksi. Dibandingkan dengan pelet udang, kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pelet ikan hias masih lebih baik terutama pada parameter fekunditas, diameter telur, volume telur, serta persentase larva abnormal (Tabel 25).
Berdasarkan komposisi nutrien, terlihat bahwa pelet
udang memang ditujukan untuk pakan krustasea air payau sehingga sebetulnya tidak tepat dipergunakan sebagai pakan induk ikan zebra yang merupakan biota air tawar. Mengacu pada hasil penelitian Meinelt et al. (1999), ikan zebra termasuk tipe ikan air tawar yang membutuhkan n-6 yang lebih besar. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini dimana kinerja reproduksi terbaik ada pada ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan dan asam lemak esensial 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 dikombinasikan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan.
112
Fekunditas yang tinggi pada perlakuan pakan uji membuktikan bahwa pakan uji mampu memenuhi kebutuhan komponen biokimia yang dibutuhkan pada proses pembentukan dan pematangan gonad. Nilai fekunditas juga diduga terkait dengan aktivitas prostaglandin dalam pembentukan butir-butir telur. Menurut Lehninger (2003) asam lemak esensial berperan dalam pembentukan prostaglandin dan prostaglandin berperan sebagai hormon yang membantu pada ovulasi yaitu saat pecahnya sel folikel. Rasio asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 yang sesuai dengan kebutuhan ikan zebra akan membuat proses metabolisme termasuk dalam hati berlangsung dengan baik. Begitu juga dengan proses vitellogenesis yang terjadi pada hati dan proses pembentukan butir telur akan berlangsung dengan optimal sehingga fekunditas yang dihasilkan tinggi. Nilai persentase kelangsungan hidup larva sebesar 85,54% ± 15,68% pada perlakuan pakan uji lebih baik dibandingkan dengan ikan zebra yang diberi pakan komersial berupa pelet udang maupun pelet ikan hias. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Izquierdo et al., (2001), Mokoginta et al., (200), Meinelt et al., (1999), Meinelt et al., (2004), Fernandez-Palacios et al., (1995), serta Fernandez-Palacios et al., (1998) yang menyatakan bahwa kenaikan asam lemak esensial sampai dengan batas tertentu pada pakan induk akan mempengaruhi kualitas telur, larva, dan proses pematangan gonad. Kandungan asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) dalam pakan maupun dalam tubuh ikan berhubungan erat dengan kandungan vitamin E dalam pakan maupun dalam tubuh ikan (Fernandez-Palacios et al., 1998). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampai dengan kadar tertentu, vitamin E yang ditambahkan ke dalam pakan akan mempengaruhi kinerja reproduksi induk ikan zebra menjadi lebih baik. Abnormalitas larva antara lain terkait dengan ketersediaan energi dalam proses pembentukan dan penyempurnaan organ tubuh. Energi tersebut akan diperoleh dari dalam tubuh larva itu sendiri, yaitu lewat persediaan kuning telur dan lewat pakan yang diperoleh dari luar tubuh. Apabila persediaan kuning telur sudah habis (masa endogenous feeding telah lewat), maka ketersediaan energi akan diperoleh dari luar 113
(masa eksogenous feeding). Selama pemeliharaan larva pada penelitian ini tidak diberikan tambahan pakan dari luar tubuh larva, sehingga terjadinya kegagalan penyempurnaan organ tubuh yang cukup tinggi diperoleh pada larva yang memiliki ketersediaan energi yang paling rendah.
Sedangkan pada larva yang memiliki
ketersediaan energi yang cukup, penyempurnaan organ tubuh tidak menemui hambatan. Secara umum hasil penelitian ini membuktikan bahwa kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E sebesar 258 mg/kg dan asam lemak esensial 1,03% n3 dan 2,04% n6 lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial.
Nilai fekunditas,
persentase larva abnormal, kelangsungan hidup larva serta rematurasi pada perlakuan yang menggunakan pakan uji menunjukkan hasil yang terbaik. Sebagaimana diketahui, pada pelet udang kandungan nutrisinya sebetulnya hanya ditujukan untuk pakan benih udang pada fase pembesaran awal di tambak, bukan untuk pakan induk. Sedangkan pakan ikan hias komersial yang dipergunakan pada penelitian ini hanya ditujukan untuk keperluan pembesaran, kemudian karena pembudidaya kesulitan mencari pakan khusus induk maka pakan tersebut juga sering dipakai sebagai pakan induk. Hal tersebut berbeda dengan pakan uji yang kandungan nutrien asam lemak esensial dan vitamin E sudah disesuaikan dengan kebutuhan reproduksi induk.
Perbaikan nutrisi induk yang tepat pada penelitian ini pada
akhirnya terbukti dapat meningkatkan produksi larva normal.
114
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan uji dengan kandungan asam lemak esensial 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 yang dikombinasikan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan pelet komersial.
Saran Bagi pembudidaya ikan hias disarankan memberi pakan khusus induk untuk perbaikan kinerja reproduksi ikan yang dipelihara.
115
PEMBAHASAN UMUM Pengembangan ikan hias di Indonesia relatif masih tertinggal apabila dibandingkan dengan beberapa negara eksportir ikan hias lain seperti Thailand dan Singapura. Salah satu faktor pembatas utama pada kegiatan pemeliharaan ikan hias, khususnya kegiatan budidaya ikan hias skala massal adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk yang akan mempunyai dampak terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan.
Keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan
melakukan perbaikan pada nutrisi induk yaitu dengan pemberian pakan bermutu yang mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan reproduksi pada ikan. Pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi di Indonesia masih sulit untuk didapatkan, sehingga umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya masih sangat tergantung kepada musim atau bahkan menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan. Kadar lemak dan asam lemak dari tubuh induk, telur dan larva pada penelitian ini paralel dengan kandungan asam lemak pada pakan perlakuan. Secara umum pemberian pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-3 yang rendah yaitu 0,66% akan menghasilkan kandungan asam lemak esensial yang rendah pula pada dari tubuh induk, telur dan larva. Kandungan asam lemak esensial pada tubuh induk, telur dan larva akan naik sejalan dengan kenaikan kandungan asam lemak pakan, kemudian akan menurun kembali setelah nilai maksimal kandungan asam lemak tercapai. Pakan perlakuan dengan kandungan asam lemak n-3 yang tinggi yaitu sebesar 2,04% dan 1,5% menghasilkan kandungan asam lemak esensial n-3 dan n-6 pada tubuh ikan yang lebih rendah dibandingkan pakan perlakuan yang mengandung asam lemak n-3 sebesar 1,03%. Setelah masuk dalam tubuh ikan, salah satu produk akhir asam lemak esensial adalah arakidonat yang hanya dapat dibuat dari asam linoleat. Arakidonat adalah asam lemak yang sangat penting karena menjadi prekursor esensial pada hampir semua senyawa prostaglandin.
Senyawa prostaglandin G1 diturunkan dari 116
eikosatrienoat, sedangkan prostaglandin E2, F2α dan prostaglandin G2 diturunkan dari penguraian arakidonat. Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi.
Dengan demikian keberadaan asam lemak esensial
dalam tubuh ikan zebra sebagai salah satu bahan penyusun prostaglandin akan sangat berpengaruh terhadap terbentuk atau tidaknya prostaglandin yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhi penampilan reproduksi. Parameter yang dapat secara langsung membuktikan hal tersebut berdasarkan hasil penelitian ini adalah tingkat kematangan gonad, fekunditas, serta kualitas telur.
Sedangkan parameter tidak
langsung (karena sudah ada pengaruh dari mutu sperma pejantan) diantaranya adalah tingkat pembuahan, embriogenesis, serta kelangsungan hidup larva. Hubungan antara fekunditas, derajat pembuahan telur dan derajat tetas telur dengan kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam penelitian ini memperlihatkan pola yang sama yaitu meningkat sampai batas tertentu kemudian menurun kembali. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kadar asam lemak n-3 dan n-6 sampai batas tertentu dapat meningkatkan kinerja reproduksi dan menurun kembali setelah kadar tersebut. Kekurangan asam lemak esensial hampir selalu menyebabkan menyebabkan efek kerusakan pada ikan, sedangkan kelebihan kandungan asam lemak esensial pada pakan induk akan mengakibatkan gangguan kinerja reproduksi.
Kelebihan kadar
EPA maupun DHA diketahui dapat mengurangi aksi pembentukan steroid dari gonadotropin pada ovary. Pakan dengan kandungan asam lemak rendah, yaitu pakan dengan kandungan asam lemak esensial n-3 sebesar 0,66% dan kandungan asam lemak esensial n-6 sebesar 1,05% pada penelitian ini menyebabkan tingginya tingkat abnormalitas larva. Sebagaimana diketahui, kekurangan asam lemak esensial hampir selalu menyebabkan menyebabkan efek kerusakan pada ikan (abnormal). Pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-6 yang rendah yaitu 1,03% pada pakan perlakuan akan menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak esensial yang lebih rendah dibandingkan induk ikan yang diberi pakan perlakuan dengan mengandung asam lemak n-6 yang lebih tinggi yaitu 2,04%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk ikan zebra kebutuhan asam lemak n-6 lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan asam lemak n-3.
117
Pakan perlakuan dengan asam lemak n-6 pada pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-3 ternyata menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak n-3 yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak n-6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa afinitas asam lemak n-3 lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-6 Nilai kalori kuning telur dapat diduga berdasarkan diameter telur, volume kuning telur dan bobot telur. Jumlah energi yang dikonsumsi dari kuning telur oleh embrio dan larva berkorelasi positif dengan ukuran telur. Dengan laju penyerapan kuning telur yang relatif sama, maka cadangan nutrisi dalam telur akan berpengaruh pada kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal ikan zebra. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penampilan reproduksi pada ikan zebra tidak hanya dipengaruhi kadar asam lemak n-6 saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 dalam pakan. Secara umum, ikan zebra membutuhkan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 dalam pakan untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik. Secara umum hasil penelitian dengan perlakuan vitamin E memperlihatkan bahwa kandungan lemak dan vitamin E pada ikan uji naik dari tubuh ikan ke telur, kemudian menurun kembali pada saat telur sudah menjadi larva.
Sebagaimana
diketahui, vitamin E berperan sebagai inter dan ekstraselular antioksidan untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan-jaringan. Sebagai antioksidan fisiologis, vitamin E (α-tocopherol) berperan untuk melindungi vitaminvitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis pada tubuh ikan, telur, serta larva ikan zebra yang memperlihatkan bahwa kandungan lemak dan vitamin E pada pada tubuh ikan, telur, serta larva mengikuti pola konsentrasi vitamin E pada pakan perlakuan. Kandungan lemak tubuh, telur dan larva pada semua perlakuan lebih tinggi pada ikan salin dibandingkan dengan ikan prasalin.
Sebagaimana diketahui,
pemakaian nutrien pada ikan prasalin masih dipergunakan untuk pertumbuhan somatik dan reproduksi, sedangkan pada ikan salin pemakaian nutrien lebih banyak untuk keperluan reproduksi. Dengan demikian sebagaimana terlihat pada hasil, kadar lemak secara keseluruhan lebih tinggi pada tubuh, telur, serta larva ikan salin dibandingkan dengan ikan dara (prasalin).
118
Vitamin E diketahui berperan antara lain sebagai inter dan ekstraselular antioksidan untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan. Sebagai antioksidan fisiologis, tokoferol berperan untuk melindungi vitamin-vitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi. Ketersediaan lemak yang tinggi karena dijaga oleh vitamin E dari oksidasi pada akhirnya akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur. Diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17β-estradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati. Proses vitelogenesis dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma yang berasal dari luar sel, yakni kuning telur atau disebut juga vitelogenin. Vitelogenin disintesis oleh hati dalam bentuk lipophosphoprotein-calsium komplek dan hasil mobilisasi lipid dari lemak visceral.
Hal ini yang menyebabkan pada
penelitian ini diameter dan volume telur ikan zebra akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan vitamin E dalam pakan. Sebagaimana dengan vertebrata tingkat tinggi, kekurangan vitamin E pada pakan uji yang tidak diberi vitamin E dalam pakan akan mempengaruhi penampilan reproduksi, menyebabkan terhambatnya kematangan gonad, dan rendahnya tingkat penetasan telur dan kelangsungan hidup larva. Kelebihan vitamin E pada pakan induk dapat menyebabkan hipertrofi kantung telur (yolk sac hypertrophy) pada larva ikan dan selanjutnya akan menimbulkan “efek kebalikan” yang ditandai dengan meningkatnya jumlah larva abnormal.
Salah satu penyebab dari meningkatnya
abnormalitas larva adalah karena kelebihan vitamin E antara lain akan menyebabkan tidak sempurnanya embriogenesis, dimana pada vitamin E yang berlebih akan menyebabkan asam lemak esensial yang berlebih pula yang mengakibatkan proses embriogenesis akan dipercepat. Proses embriogenesis yang terlalu cepat juga sering menyebabkan tidak sempurnanya proses embriogenesis sehingga menyebabkan jumlah larva abnormal akan meningkat. Hasil penelitian pada ikan zebra jantan menunjukkan bahwa pemberian vitamin E pada pakan dengan dosis yang berbeda berpengaruh terhadap indeks kematangan gonad ikan zebra. Meningkatnya nilai indeks kematangan gonad pada setiap perlakuan sangat dipengaruhi oleh perkembangan sperma, yaitu dengan adanya 119
pertambahan bobot gonad jantan ikan uji setelah perlakuan pemberian pakan. Pakan yang dimakan merupakan sumber energi dan nutrisi utama untuk meningkatkan kerja organ dalam tubuh termasuk proses spermatogenesis oleh testes atas pengaruh hormon FSH dan LH yang dihasilkan oleh adenohipofisa. Rendahnya konsumsi
terhadap
pakan
akan
menurunkan
kerja
dari
adenohipofisa sehingga proses spermatogenesis dalam mengasilkan sperma terganggu. Dalam penelitian ini, kondisi demikian secara langsung menurunkan konsumsi vitamin E yang ditambahkan pada pakan sehingga kerja vitamin E terhadap penangkapan radikal bebas (anti oksidan) dalam jaringan tubuh menurun. Selama penelitian, nilai efisiensi pakan tiap perlakuan tidak berpengaruh terhadap perkembangan gonad. Secara empiris peningkatan nilai indeks kematangan gonad pada perlakuan 132, 258, serta 384 mg vitamin E/kg pakan terjadi seiring dengan meningkatnya nilai efisiensi pakan pada setiap perlakuan tersebut. Sedangkan pada perlakuan 9 mg vitamin E/kg pakan menunjukkan nilai indeks kematangan gonad paling rendah pada akhir perlakuan. Dalam penelitian menggunakan ikan zebra jantan, pengaruh nutrien yang diberikan berupa penambahan vitamin E diketahui telah memberikan perlindungan terhadap viabilitas sperma sehingga perkembangan sperma sampai matang bertahan dalam jumlah yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan vitamin E pada pakan. Sebagai antioksidan, vitamin E sangat berguna sebagai pelindung vitamin lain dan asam lemak tidak jenuh terhadap proses oksidasi. Vitamin E mampu menjaga unsaturated fatty acid dalam jaringan, baik yang terdapat pada bahan makanan, campuran bahan makanan, maupun dalam jaringan tubuh Hasil penelitian perbandingan pakan uji dengan pelet komersial menunjukkan bahwa perbedaan penampilan reproduksi antara ikan zebra yang diberi pakan uji dengan yang diberi pakan komersial pelet ikan hias adalah pada parameter fekunditas dan derajat kelangsungan hidup larva. Sedangkan perbedaan penampilan reproduksi antara ikan uji zebra yang diberi pakan uji dengan yang diberi pakan komersial pelet udang adalah pada parameter fekunditas, diameter telur, volume telur, persentase larva abnormal, serta derajat kelangsungan hidup larva. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, kandungan asam lemak pakan udang pada penelitian ini adalah 2,81% n-3 dan 0,85% n-6, dengan kandungan vitamin E
120
sebesar 25 mg/kg pakan. Kandungan asam lemak n-3 pada pakan udang terlalu tinggi, sedangkan kandungan n-6 dan vitamin E terlalu rendah untuk keperluan reproduksi. Sebagaimana diketahui, bahwa ikan zebra termasuk kedalam tipe ikan air tawar yang membutuhkan asam lemak n-6 yang lebih besar dibandingkan dengan asam lemak n-3, sehingga komposisi pelet udang sebetulnya kurang sesuai untuk dijadikan sebagai pakan induk ikan zebra. Petani ikan hias sering memakai pakan udang sebagai pakan induk ikan hias antara lain karena umumnya pakan udang mempunyai kandungan protein yang tinggi. Kandungan asam-asam amino pada protein diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh serta reproduksi, termasuk pematangan gonad. Jumlah protein yang tinggi pada pakan udang tersebut karena dikombinasikan dengan kandungan asam lemak esensial dan kandungan vitamin E yang kurang sesuai untuk reproduksi ikan zebra maka menyebabkan kinerja reproduksinya kurang optimal. Kandungan asam lemak pakan ikan hias komersial pada penelitian ini adalah 0,75% n-3, 1,06% n-6, dengan kandungan vitamin E sebesar 18 mg/kg pakan. Komposisi asam lemak esensial pada pelet ikan hias tersebut kurang sesuai untuk reproduksi karena meskipun perbandingan antara asam lemak n-3/n-6 sudah mendekati ideal, tetapi jumlah asam lemaknya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan reproduksi ikan zebra.
Mengacu pada hasil penelitian sebelumnya,
kandungan vitamin E pada pakan ikan hias komersial tersebut juga masih kurang untuk memenuhi persyaratan nutrisi untuk reproduksi.
Berdasarkan komposisi
nutrien, terlihat bahwa pelet udang memang ditujukan untuk pakan krustasea air payau sehingga sebetulnya tidak tepat dipergunakan sebagai pakan induk ikan zebra yang merupakan biota air tawar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja reproduksi terbaik ada pada ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan vitamin E sebesar 258 mg/kg dan asam lemak esensial 1,03% n-3 dan 2,04% n-6.
Hasil penelitan juga memperlihatkan
bahwa ikan zebra termasuk kedalam tipe ikan air tawar yang membutuhkan n-6 yang lebih besar dibandingkan n-3 dengan perbandingan 2:1. Perbaikan nutrisi induk yang tepat pada penelitian ini terbukti memperbaiki tidak hanya kualitas sperma dan telur tetapi juga pada akhirnya dapat meningkatkan produksi larva normal.
121
KESIMPULAN DAN SARAN UMUM Kesimpulan Umum 1. Kombinasi asam lemak n-3, n-6 serta vitamin E dalam pakan berperan dalam penyusunan kandungan nutrisi tubuh induk, telur dan larva ikan zebra. 2. Kinerja reproduksi terbaik ikan zebra prasalin dan salin adalah ikan yang diberi pakan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg, asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% serta asam lemak esensial n-6 sebesar 2,04% pada lemak total pakan 8,26%. 3. Kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan uji dengan kandungan vitamin E sebesar 258 mg/kg dan asam lemak esensial 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pelet komersial. Saran Umum 1. Bagi pembudidaya ikan hias disarankan memberi pakan khusus induk untuk perbaikan kinerja reproduksi ikan yang dipelihara. 2. Kombinasi dosis vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan dengan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,03% dan n-6 sebesar 2,04% pada pakan dengan kandungan lemak total 8,26% dapat dijadikan acuan dalam pembuatan formula pakan induk untuk ikan hias dari jenis Cyprinidae kecil.
122
DAFTAR PUSTAKA Akhmad, S., I. Mokoginta, D. Shafrudin, dan D. Jusadi. 1990. Pengaruh makanan terhadap perkembangan dan pematangan gonad ikan kowan (Ctenopharyngodon idella). Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Axelrod, H.R., C. W. Emmens, D. Sculthorpe, W.V. Winkler, dan N. Pronek. 1971. Exotic tropical fishes. TFH Publications, Inc. Jersey City, NJ. Bautista, M. N., and M. C. de la Cruz. 1988. Linoleic (ω6) and linolenic (ω3) acids in the diets fingerling milkfish, Chanos chanos Forskal. Aquaculture, 71 : 347-358 pp. Bell, M. V., R. J. Henderson dan J. R. Sargent 1986. The role of polyunsaturated fatty acids in fish. Mini Review. Comp. Biochem. Physiology. 83B:711-719 Bhagavan,N.V., 1982. Medical biochemistry. Department of Biochemistry and Biophysics. John A. Burns School of Medicine, University of Hawaii. Jones and Bartlett Publisher. London. 465pp. Blaxter J.H.S. Development Egg and Larvae. P1870197 In W.S. Hoar dan D.J. randall (EDS) Fish Physiology vol 3 Reproduction and Growth. Academic Press. New York. Boyd,C. T., 1990. Water quality in pond for aquaculture. Birmingham Publishing Co. Birmingham. Alabama. 359pp Combs, G.F. 1992. The vitamins, fundamental aspects in nutritions and health. Academic Press, INC. New York. 528 p. Effendi, M. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal. Eschemeyer, W.N. 1990. Catalog of the genere recent fishes. California Academy of Sciences. San Fransisco. 697 p. FAO. 2004. International introduction of inland aquatic species. Fishery resources and environment division. FAO fisherys department. Rome. Fernandez-Palacios, H., M. S. Izquierdo, L. Robaina, A. Valencia, M. Salhi and Jose M. Vergara. 1995. Effect of n-3 HUFA level in broodstock diets on egg quality of gilthead sea bream, Sparatus auratus L. Aquaculture. 132: 325-337. Fernandez-Palacios, H., M. S. Izquierdo, L. Robaina, A. Valencia. 1998. Combined effect of dietary α-tocopherol and n-3 HUFA on egg quality of gilthead seabream broodstock (Sparus aurata). Aquaculture. 161: 475-476.
123
Froese R. and Pauly D. 2003. Zebra Danio. http//www. Fishbase.org. 25 Agustus 2005 Fujaya, Y. 2004. Fisiologi ikan. PT Rineka Cipta. Jakarta. 159 hal. Furuichi, M. 1988. Fish nutrition, p. 1-78. In Fish nutrition and mariculture. JICA Text Book. The General Aquaculture Course. (T. Watanabe, Ed). Departement of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Gatlin, D.M., S.C Bai and M.C Erickson. 1992. Effect of dietary vitamin E and synthetic antioxidants on composition and storage quality of channel catfish, Ictalurus punctatus. Aquaculture. 106: 323-332. Halver, J.E. 2002. Fish Nutrition. Academic Press. New York. Hammilton, B. 2004. Zebra danio. 25 Mei 2004. http://www.Fishbase.com Heming, T.A and R.K. Buddington. 1988. Yolk absorbtion in embryonic and larval fishes, p: 407-446. In W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds). Fish physiology. Volume XI., Part A. The hysiology of developing fish, egg and larvae. Academic Press. New York. Hepher, B. 1990. Nutrition of pond fishes. Cambridge University Press. Cambridge. New York. 388 pp. Huisman E. A. 1976. Food conversion efficiencies at maintenance and production levels for carp (Cyprinus carpio L) and rainbow trout ( Salmo gairdneri Ricahrdson). Aquaculture 9 (3) : 259-273. Izquierdo, M.S., H. Fernandez-Palacios, A.G.J. Tacon. 2001. Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish. Aquaculture. 197: 25-42. Jobling, M. 1994. Fish bioenergetics. Chapmann and Hall, London. 309 p. Kamler, E. 1992. Early life history of fish, an energetic approach. Chapmann and Hall, London. 181 p. Ketaren S. 1986. Minyak dan lemak pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 315 hal. Kjorsvik, E., A. Mangor-Jensen, and I. Holmefjord. 1990. Egg quality in fishes. Advances in marine biology, vol. 26. Academic Press, London. p. 71-113. Lehninger, L.A. 2003. Dasar-dasar biokimia (terjemahan). Jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta. 368 hal.
124
Leray, C., Nonnotte, P. Roubaud and C. Leger. 1985. Incidence of (n-3) essential fatty acid deficiency on trout reproductive processes. Reprod. Nutr. Develop. 25 (3) : 567-581. In Mokoginta, I. 1992. Essential fatty acid requirements of catfish (Clarias batracus Linn.) for broodstock development. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Linder, M.C. 1992. Biokimia nutrisi dan metabolisme (terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta. 781 hal. Lovell, T. 1989. Nutrition and feeding of fish. An AVI Book. Published by Van Nostrand Reinhold, New York. 260pp. Maack G. 2002. Estrogen Related Alterations of Gonad Development and of Reproduction in the Zebrafish, Danio rerio, Ham. Buc. [phD Thesis]. Mathematissch-Naturwissenschaftlich-Technischen Fakultät der Marti-LutherUniversität Halle-Wittenberg. Maack, G and H. Segner. 2004. The gonadal development of the zebra fish (Danio rerio), Ham. Buc. 25 Mei 2004. hhtp://www.Igb_berlin.com. Matty, A.J. 1985. Fish Endocrinology. Croom Helm London and Sydney Timber. 139pp. Mayes, P.A. 2003. Metabolisme asam lemak tidak jenuh dan eikosanoid, p.242-259. In: Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell. (Ed.). Biokomia Harper. Alih bahasa oleh Andry Hartono. Ed.25. Jakarta. EGC. Mc Leese D.W. 1956. Effect Temperature, Salinity and Oxigen on Survival of American Lobster. J. Fish. Res. Bd. Canada. 13(2):247-272 Meinelt, T, C. Schulz, M. Wirth, H. Kurzinger and C. Steinberg. 2004. Correlation of diets high in n-6 polyunsaturated fatty Acid with high growth rate in zebrafish (Danio rerio). 25 Mei 2004. hhtp://www.Igb_berlin.com. Meinelt, T., C. Schulz, M. Wirth, H. Kürzinger and T. Steinberg. 1999. Dietary fatty acid composition influences the fertilization of zebrafish (Danio rerio). Journal Appl. Ichthyol. 15 : 19-23. Meyer,A., C.H Bbiermann, and G.Orti. 1993. The phylogenetic position of the zebrafish (Danio rerio), a model system in developmental biology:a invitation to the comparative method. Proc. R. Soc. Lond. 252:231-236 Mokoginta, I. 1986. Kebutuhan ikan lele (Clarias batracus Linn) akan asam-asam lemak linoleat dan linolenat. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 66 hal.
125
Mokoginta, I. 1992. Essential fatty acid requirements of catfish (Clarias batracus Linn.) for broodstock development. Disertasi. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Mokoginta, I., D.S. Moeljohardjo, T. Takeuchi, K. Sumawidjaja dan D. Fardiaz. 1995. Kebutuhan asam lemak essensial untuk perkembangan induk ikan lele, Clarias batracus Linn. Jurnal ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, III (2): 41-50. Mokoginta, I, D. Jusadi, M. Setiawati dan M. A. Suprayudi. 2000. Kebutuhan asam lemak esensial, vitamin dan mineral dalam pakan induk Pangasius suchi untuk reproduksi. Hibah Bersaing VII/1-2 Perguruan Tinggi/Tahun Anggaran 1998/2000. Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. 54 hal. Nagahama, Y. 1987. Gonadotropin action on gametogenesis and steroidogenesis in Teleost gonads. Zoological Science, 4:209-222. National Research Council. 1977. Nutrient requirements of warmwater fishes. National Academy of Science Press, Washington D.C. 78 pp. National Research Council. 1983. Nutrient requirements of warmwater fishes and shellfishes. National Academy of Science Press, Washington D.C. 102 pp. Palacios, F., H., M.s. Izquierdo, L. Robaina, A. Valencia, M. Salhi dan J.M. Vergara.1995. Effect of n-3 HUFA level in broodstock diets on egg quality of gilthead sea bream (Sparus aurata L.). Aquaculture. 132 : 325-337. Polo, A., Yufera and E. Pascual. 1991. Effects of temperature on egg and larvae development of Sparatus auratus L. Aquaculture. 92 : 367-375. Riehl, R., and H.A. Baensch. 1991. Aquarium Atlas. Mergus. Melle, Germany. 992 pp Sakurai A., Sakamoto Y., Mori F. 1992. Aquarium Fishes of The Word: The comprehensive guide to 650 spesies. Chronicle book. San Fransisco., California. Hal 46-47, 51. Sargent, J., G. Bell, L. McEvoy, D. Tocher, and A. Estevez. 1999. Recent developments in the essensial fatty acid nutrition of fish. Aquaculture, 177: 191-199. Shilo , M. dan S. Sarig. 1989. Cellular aspect of oocyt growth in teleost, Zool. Sci 6 : 211-231 Sjafei, D. S., M. F. Rahardjo, R. Affandi, M. Brojo dan Sulistiono. 1992. Fisiologi ikan II. Reproduksi Ikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steel R.G. D dan Torrie J.H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik (terjemahan). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 772 hal.
126
Stickney, R.R. 1979. Principles of warmwater aquaculture. A. Willey Interscience. Publ. John Willey and Sons. New York. 375 pp. Takeuchi, T and Watanabe T. 1979. Effect of excess amount of esenssial fatty acids on growth of rainbow trout. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish. 45:1517-1519. In Furuichi, M. Fish nutrition, 1-78. Fish nutrition and mariculture. JICA textbook, the general aquaculture course. (T. Watanabe, Ed). Japan International Cooperation Agency. Takeuchi, T. 1988. Laboratory Work. Chemical evaluation of dietary nutrients, 179-233 pp. In Fish nutrition and mariculture. JICA textbook, the general aquaculture course. (T. Watanabe, Ed). Japan International Cooperation Agency. Takeuchi, T. 1996. Essential fatty acid requirements in carp. Animal Nutrition, 49:23-32 Talwar, P.K., and A.G. Jhingran. 1991. Inland fishes of India and adjacent countries. Vol. I. Oxford and IBH Publishing Co. PVT Ltd. New Delhi. 1158 pp Tang. U.M. dan R. Affandi. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press. Pekanbaru. Tang, M.U dan R. Affandi. 2000. Biologi reproduksi ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan. Universitas Riau. Pekanbaru. 110pp. Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi reproduksi pada ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Verakunpiriya. V., T. Watanabe, K. Mushiake, V. Kiron, S. Shuichi and T. Takeuchi. 1986. Effect of broodstock diets on chemical components of milt and egg produced by yellowtail. Fisheries Scientific Japan. 62 (4):1207-1215. Watanabe. T. 1988. Fish nutrition and mariculture. JICA textbook the general aquaculture course. Departemen of Aquatic Biosciences. Tokyo University of Fisheries. Tokyo. 232 p. Watanabe T., Arakawa T., Kitajima C. and Fujita S. (1984a). Effect of nutritional quality of broodstock diets on reproduction of red sea beram. Bull. Japan. Soc. Scient. Fish. 50:495-501. In Kanazawa, A. Broodstock nutrition, p. 147-159. Fish nutrition and mariculture. JICA textbook, the general aquaculture course, T. Watanabe, ed. Japan International Cooperation Agency. Watanabe T., Ohhashi S., Itoh A., Kitajima C. and Fujita S. (1984b). Effect of nutritional composition of diets on chemical chemical components of red sea bream broodstock and egg produced. Bull Japan. Soc. Scient. Fish. 50:503-515 pp. In Kanazawa, A. Broodstock nutrition, p. 147-159. Fish nutrition and mariculture. JICA textbook, the general aquaculture course, T. Watanabe, ed. Japan International Cooperation Agency.
127
Watanabe. T., T. Fujimura, M. J. Lee, K. Fukusho, S. Satoh and T. Takeuchi. 1991. Effect of polar and non polar lipids from krill on quality of eggs of red seabream Pagrus major. Nippon Suisan Gakkaishi. 57 (4) : 695 – 698. Willson, R.P. 1994. Utilization of dietary carbohydrate by fish. Aquaculture. 124:67-80 Westerfield, M. 1995. The zebrafish book; A guide for the laboratory use of zebrafish (Danio rerio). University of Oregon Press, Eugene, 3nd edition, 300 pp Woynarovich E. dan L. Horvath. 1980. The artificial propagation of warmwater finfishes. A manual for Extension. FAO. Fish. Tech. Pap (201).183 Yaron, Z. 1995. Endocryne control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture, 129 : 49-73. Zonneveld, N., Huisman, E. A. dan Boor, J. H. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan (terjemahan). Gramedia. Jakarta. 317hal.
128
Lampiran 1 Komposisi vitamin campuran Komposisi campuran vitamin (mg/100g pakan) Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C Niacin Ca-Phantotenoat Inositol Biosin Folic Acid P-Amino benzoic acid Vitamin K3 Vitamin A Vitamin D3
60 100 40 0.1 5000 400 100 2000 6 15 50 50 4000 IU 4000 IU
Sumber : modifikasi dari Takeuchi, 1988.
129
Lampiran 2 Komposisi mineral campuran Komposisi campuran mineral (g/100g pakan) MgSO4.7H2O 7,50 Komponen trace element mix (g/100g pakan) NaCl 0,50 ZnSO4.7H2O 35,3 NaH2PO4.2H2O 12,50 MnSO4.4H2O 16,2 KH2PO4 16,00 CuSO4.5H2O 3,1 Ca2(PO4)3 6,53 CoCl2.6H2O 0,1 Fe-Citrate 1,25 KIO3 0,3 Trace element mix 1,00 Cellulosa 45,0 Maizena 13,92 Sumber : Takeuchi, 1988.
130
Lampiran 3 Prosedur analisis proksimat Prosedur analisis proksimat adalah sebagai berikut : Kadar protein (metode semi micro kjeldahl) (Takeuchi, 1988) 1. Sampel ditimbang seberat 0,5-1,0 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2. Katalis berupa K2SO4.5H2O dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 gram, dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 3. Ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat ke dalam labu tersebut dan kemudian labu dipanaskan selama 3-4 jam sampai cairan dalam labu berwarna hijau. 4. Larutan didinginkan, lalu ditambahkan air destilata 30 ml. Kemudian masukkan larutan tersebut mencapai volume 100 ml (larutan A). 5. Labu erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan ditambahkan 2-3 tetes indikator methylen blue atau methylen red (larutan B). 6. Larutan A diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% yang dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Lalu dilakukan pemanasan dan kondensasi selama 10 menit mulai saat tetesan pertama pada larutan B. 7. Larutan dalam labu erlenmeyer dititrasi dengan 0,05 N larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi hijau muda. 8. Hitung dengan persamaan : Kadar protein (% ) =
0.0007* x (Vb − Vs) x F 6.25** x 20 x 100% S
Keterangan : Vs
: ml 0,05 N titran NaOH untuk sample
Vb
: ml 0,05 N titran NaOH untuk blanko
F
: Faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH
S
: Bobot sample (g)
*
: Setiap ml 0,05 N NaOH ekuivalen dengan 0,0007 g nitrogen
**
: Faktor nitrogen
131
Kadar lemak (metode ether ekstraksi soxhlet) (Takeuchi, 1988) 1. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 110 oC selama satu jam, kemudian didinginkan selama 30 menit dalam eksikator dan ditimbang bobot labu tersebut (A). 2. Dimasukkan petroleum benzen sebanyak 150-200 ml ke dalam labu ekstraksi. 3. Bahan ditimbang sebanyak 5 g (a), dimasukkan ke dalam selongsong, kemudian selongsong dimasukkan ke dalam soxhlet serta diletakkan pemberat di atasnya. 4. Labu ekstraksi yang telah dihubungkan dengan soxhlet di atas hotplate dengan air mendidih pada suhu 100 °C didiamkan sampai cairan yang merendam bahan soxhlet menjadi bening. 5. Setelah larutan petroleum benzen bening, labu ekstraksi dilepaskan dari rangkaian dan tetap dipanaskan hingga petroleum benzen menguap semua. 6. Labu dan lemak tersisa dipanaskan dalam oven selama 15-60 menit, dieksikator dan ditimbang (B). 7. Hitung dengan persamaan : Kadar lemak (%) =
B−A x 100% a
Kadar lemak (metode folsch) (Takeuchi, 1988) 1. Timbang bahan sebanyak A gram dan tambahkan C ml (20 x A) Chloro methanol perbandingan 2:1. 2. Dihomogenkan selama 5 menit. 3. Hasilnya disaring dengan menggunakan vaccum dan kertas saring. 4. Hasil penyaringan dimasukkan (dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring) ke dalam labu, dimana di dalamnya telah dimasukkan MgCL2 sebanyak (0.2 x C) ml. 5. Kocok perlahan selama 1 menit dan diamkan selama 1 malam. 6. Setelah semalam, kemudian diambil lemaknya (cairan endapan yang di bagian bawah ) dan dievaporasi lalu ditimbang (D gram). 7. Hitung dengan persamaan : Lemak kasar =
D x 100% A
132
Kadar air (Takeuchi, 1988) 1. Timbang sampel sebanyak X gram, lalu masukkan ke dalam cawan (Y). 2. Masukkan cawan ke dalam oven dengan suhu 110 °C selama 2-3 jam. 3. Dinginkan cawan ke dalam eksikator selama 30 menit lalu timbang (Z). 4. Panaskan lagi dalam oven dengan suhu yang sama selama 1-1.5 jam. 5. Dinginkan lagi cawan ke dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang. 6. Hitung dengan persamaan : Kadar air (% ) =
Z−Y x100% X
Kadar abu (Takeuchi, 1988) 1. Cawan porselin dipanaskan pada suhu 600 °C selama 1 jam menggunakan
muffle furnace, lalu dibiarkan sampai suhu muffle furnace turun sampai 110 °C, lalu cawan porselin dikeluarkan dan disimpan dalam eksikator selama 30menit dan selanjutnya ditimbang (A). 2. Masukkan sampel lalu timbang (B) dan kemudian dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 600 °C selama semalam. 3. Selanjutnya cawan porselen dikeluarkan dan didinginkan dalam eksikator salama 30 menit lalu ditimbang (C). 4. Hitung dengan persamaan Kadar abu (%) =
C-A x 100% B−A
Serat kasar (Takeuchi, 1988) 1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama satu jam pada suhu 110 °C, lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (A). 2. Cawan porselin dipanaskan seperti prosedur nomor 1, lalu ditimbang (Z). 3. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang (X), lalu dimasukkan ke erlenmeyer, ditambahkan H2SO4 0,3 N 50 ml, lalu dipanaskan lagi selama 30 menit. 4. Larutan pada nomor 3 di atas disaring, lalu dicuci berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N 50 ml dan 25 ml aseton. 5. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dikeringkan selama satu jam dan didinginkan dalam eksikator, selanjutnya
133
ditimbang (Y), setelah itu dipijarkan, lalu didinginkan dan kemudian ditimbang (Z). 6. Hitung dengan persamaan : Serat kasar (%) =
Y−Z−A x 100% X
134
Lampiran 4. Prosedur analisis kualitas air Kesadahan 1. Masukkan 100 ml air sample kedalam erlenmeyer. 2. Tambahkan 2 ml larutan buffer, aduk. 3. Tambahkan 8 tetes indikator EBT, aduk. 4. Titrasi dengan Na-EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur ke biru. 5. Hitung dengan persamaan: Kesadahan Total (ppm CaCO 3 ) =
ml titran x M titran x 1001.1 x 1000 ml sample
Amoniak 1. Bila sample sudah keruh, saring 50 ml air sample dengan menggunakan kertas saring whatman no. 42. 2. Pipet 25 ml air sample yang telah disaring, masukkan ke dalam gelas piala. 3. Sambil diaduk (sebaiknya dengan “magnetic stirer”), tambahkan 1 tetes MnSO4, 0,5 ml chlorox dan 0,6 ml phenate. Diamkan selama ± 25 menit sampai warna menjadi stabil. 4. Buat blanko dari 25 ml akuades dan larutan standar dari 25 ml larutan standar amonia (1,0 ppm). Lakukan seperti prosedur no.3. 5. Dengan larutan blanko set spektrofotometer pada absorbance 0,000 (atau transmittance 100%) dengan panjang gelombang 630 nm. Kemudian lakukan pengukuran larutan standar dan sample. 6. Hitung konsentrasi amonia-N total (TAN) dengan persamaan:
[TAN]mg/L sebagai N = ppm NH 3
−N =
Cst
= Konsentrasi larutan standar (1 mg/L)
Ast
= Nilai absorbance (transmittance) larutan standar
As
= Nilai absorbance (transmittance) larutan sample
Cst x As Ast
Konsentrasi amonia yang terukur adalah sebagai Total Amonia Nitrogen [TAN] dan dinyatakan dalam kadar nitrogen (N) yang terdapat dalam amonia (NH3). Untuk mengetahui konsentrasi ammonia yang dinyatakan dalam mg NH3/L (ppm NH3), nilai [TAN] di atas dikalikan dengan faktor seperti pada persamaan berikut:
135
Mg NH 3 /L = ppm NH 3 − N x
BM NH 3 = ppm NH 3 − N x 1.216 BA N
BM = berat molekul BA = berat atom
Alkalinitas 1. Masukkan 50 ml air sample ke dalam erlenmeyer. 2. Tambahkan 2 tetes indikator pp, jika: Terbentuk warna pink, maka lanjutkan ke prosedur 3; Jika tidak berwarna, maka lanjutkan ke prosedur 4. 3. Titrasi dengan HCl 0,02 N hingga warnanya berubah menjadi bening. Catat volume titran yang digunakan (A ml). 4. Tambahkan indikator BCG+MR sebanyak 3-4 tetes, lalu titrasi dengan HCl 0,02 N hingga warnanya berubah dari biru menjadi merah kebiruan. Catat volume titran yang digunakan (B ml). 5. Hitung dengan persamaan : Alkalinitas pp (karbonat) (ppm CaCO3 ) = Alkalinitas Total (ppm CaCO 3 ) =
AxN Titranx100/2x1000 ml sample
(A + B) x N titran x 100/2 x 1000 ml sample
136
Lampiran 5. Kualitas air
Parameter pH DO (ppm) Amoniak (ppm) Suhu (°C) Kesadahan (ppm) Alkalinitas (ppm)
Awal Penelitian Akuarium Tandon 7,34000 7,48000 5,80000 5,74000 0,00062 0,00257 30,00000 29,00000 46,00000 30,70000 24,00000 28,00000
Akhir Penelitian Akuarium Tandon 7,13000 7,03000 6,23000 6,25000 0,00046 0,00123 30,00000 29,00000 407,00000 330,00000 16,00000 24,00000
137