PENINGKATAN KINERJA PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Aris Mukimin Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Kementerian perindustrian
OUTLINE Pendahuluan Peningkatan performa IPAL existing Peningkatan sistem dan / unit IPAL
PENDAHULUAN Peraturan
Proses dan karakteristik air limbah
PERATURAN Undang-undang
No 32 Tahun 2009: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pasal 20 ayat 3 (a) menyebutkan: Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan dengan syarat memenuhi baku mutu Permen LH No 5 tahun 2014: Baku mutu air limbah diantaranya: Industri minuman ringan Industri pengolahan hasil perikanan Industri pengolahan daging Dan lain-lain
INDUSTRI MINUMAN RINGAN o Industri
minuman ringan (soft drink) terbagi dalam:
o Berkarbonasi (melarutkan CO2) o Non berkarbonasi o Bahan yang digunakan: o Air o Konsentrat (flavor) o Bahan pemanis: o Alami: gula pasir, gula cair, gula jagung o Buatan: sakarin, Na; Ca; Mg; K siklamat
o Pemberi rasa asam: asam sitrat, asam pospat, asam fumirat o Pemberi aroma: ekstrak alkoholik o Karbon dioksida (CO2)
INDUSTRI MAKANAN RINGAN Bahan baku
Susu → protein Tepung → karbohidrat Gula → karbohidrat Minyak → lemak
INDUSTRI SIKLAMAT Siklamat
adalah garam sodium atau kalsium dari asam siklamik, dibuat dari reaksi sulfonasi sikloheksilamin
+ siklohexilamin
Asam sulfamat
Sodium siklamat
INDUSTRI PENGOLAH HASIL PERIKANAN
Ikan mengandung Air (50%) Protein (15-25%): asam amino (larut air, larut garam netral, tidak larut)
Lipid Karbohidrat
INDUSTRI PENGOLAH DAGING High polluted with organic subtance Blood Disolved protein Fat Excrement
PENINGKATAN PERFORMA IPAL EXISTING
PENGOLAHAN Mencapai kualitas untuk dipergunakan kembali, misalnya daur ulang
Memenuhi baku Pencucian mutu
Pembilasan Pertanian atau pertamanan
Tujuan utama pengolahan limbah adalah memperbaiki kualitas limbah agar sesuai untuk dibuang ke lingkungan atau dipergunakan dalam bentuk lain
Penggunaan lain
TINGKAT PENGOLAHAN AIR LIMBAH Pengolahan pendahuluan (pretreatment) Pengolahan awal (primary treatment) Pengolahan sekunder (scondary treatment) Pengolahan lanjut (advance treatment)
JENIS PENGOLAHAN LIMBAH Kontinu/Mengalir
Batch/Diam
Cara Pengaliran
Jenis Pengolahan Limbah
Reaksi/Proses Yang Terlibat
Pengolahan Biologis
Pengolahan Kimia
Pengolahan Fisika
DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN
Al Air
Cl2
Polimer
Eff RW
Primary clarifier
S
Activated sludge
Final clarifier
Filter
RAS WW S
Carbon Absorber
TEKNOLOGI FISIKA
DESAIN BAK SEDIMENTASI
Bak sedimentasi umumnya dibuat dari bahan beton bertulang Model desain berbentuk: lingkaran, bujur sangkar atau segi empat. Aliran dibuat sangat tenang untuk memberikan kesempatan padatan untuk mengendap. Kriteria yang digunakan untuk membuat ukuran bak sedimentasi: surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu tinggal. Waktu tinggal mempunyai satuan jam, cara menghintungnya volume bak dibagi laju alir per hari Beban permukaan sama dengan laju alir rata-rata per hari dibagi luas permukaan bak, satuannya liter per meter peresegi per hari
RUMUS FORMULA BEBAN PERMUKAAN DAN WAKTU TINGGAL Beban permukaan atau laju limpahan
Vo = Laju limpahan (liter per hari per m2) Q = Aliran rata-rata harian (liter per hari) A = Total luas permukaan (m2) Waktu tinggal
t = waktu tinggal (jam) V = Volume bak (liter) Q = laju rata-rata harian (liter per hari)
KRITERIA DESAIN Kedalam bak dihitung dari kedalam bak hingga saluran pelimbahan ke luar Ketinggian ini diluar dari kelebihan kedalam akibat sedikit kemiringan pada dasar bak. Beban pelimbahan keluar sama dengan nilai rata-rata overflow harian dibagi panjang pelimbahan total, dinyatakan dalam liter per hari per linear meter
KRITERIA DESAIN Pada Bak persegi panjang perbandingan panjang dan lebar bervariasi 3:1 dan 5:1 dengan kedalaman 2,1 m hingga 2,4 m Laju overflow berkisar antara 1500 dan 3000 liter per hari (rata-rata 2000 L/hari)
CALCULASI BAK PENGENDAP Dimensi Panjang 5 m, Lebar 3 m, Kedalam air efektif 2 m dan tinggi ruang bebas 0,5 m.
Waktu tinggal rata-rata: 5 jam Waktu tinggal saat beban puncak: 2,5 jam Beban permukaan: 10 m3/m2.hari Beban permukaan saat puncak: 20 m3/m2.hari Kriteria standar: waktu tinggal 2 jam dan beban permukaan 20 – 50 m3/m2.hari
TEKNOLOGI KIMIA Koagulasi Partikel yang sangat halus dengan ukuran lebih kecil dari 10-2 mm dan partikel-partikel koloid sulit untuk dipisahkan dengan pengendapan tanpa bahan kimia serta tetap lolos jika disaring dengan saringan pasir cepat Flokulasi Zat pembantu koagulan dalam pembentukan flok sehingga efektif untuk diendapkan
DESAIN BAK KOAGULASI Proses koagulasi terdari dua tahap Tahap koagulasi partikel kotoran menjadi flok-flok yang masih halus dengan cara pengadukan cepat segera setelah koagulan dibubuhkan. Tahap ini disebut pengadukan cepat dan proses dilakukan di bak pencampuran cepat. Tahap pertumbuhan flok agar menjadi besar dan stabil dengan cara pengadukan lambat pada bak flokulator
BAK PENCAMPURAN CEPAT Bak pencampuran cepat harus dilengkapi pengaduk cepat dan bahan koagulan yang siap dibubuhkan atau diumpankan Ada dua cara pengadukan yang dapat dipakai: Pengadukan berdasar energi dari air itu sendiri Dilakukan dengan cara aliran dalam bak/kolam dengan skat horisontal atau vertikal. Bisa dengan membuat aliran tertutup (pipa) dengan kecepatan 1,5 m/det atau dengan penyemprotan lubang-lubang kecil. Pengadukan berdasarkan energi mekanik luar Cara yang umum menggunakan flush mixer berupa motor dengan kecepatan rotasi 1,5 m/det. Waktu pengadukan 1-5 menit.
BAK PENCAMPURAN LAMBAT Desain inlet dan outlet sedimikian rupa sehingga tidak terjadi short-circuit dan pecah flock Kecepatan minimum tidak lebih kecil dari 15,2 cm/menit namun tidak lebih besar dari 45,7 cm/menit dengan waktu tinggal pembentukan selama 30 menit Tanki flokulasi dan sedimentasi diletakkan sedikit mungkin
ALUMUNIUM SULFAT
(ALUM)
Kelebihan: Murah, sifat flok stabil, mudah pengenjaannya, tidak menimbulkan pengotoran Ditambahkan kapur atau abu soda untuk meingkatkan kinerja Kelemahannya: flok bersifat ringan, range pH sempit ( 5,5 -8,5) Konsentrasi pemakaian 5 -10%
FERO SULFAT Penggunaannya dengan kapur guna menaikan pH Tidak baik untuk menghilangkan warna Cocok untuk limbah yang bersifat alkali, kekeruhan, dan DO tinggi Kondisi pH yang sesuai 9 – 11 Lebih murah dari alum tetapi operasionalnya lebih sulit dan meningkatkan kesadahan
TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN SECARA BIOLOGIS Kondisi Anaerobik (Tanpa Udara) Kombinasi Anaerobik Dan Aerobik (Fakultatif) Kondisi Aerobik (Dengan Udara)
PENGOLAHAN ANAEROBIK Pengolahan air limbah secara biologi anaerob merupakan pengolahan air limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen yang merombak bahan organic menjadi bahan yang lebih sederhana (CH4 dan CO2). Proses ini dapat diaplikasikan untuk air limbah organic dengan beban bahan organic (COD) yang tinggi Pengolahan anaerob terjadi empat tahapan proses : Proses hydrolysis : Memecah molekul organic komplek menjadi molekul organic yang sederhana Proses Acidogenisis : Merubah molekul organic sederhana menjadi asam lemak Proses Acetogenisis : Merubah asam lemak menjadi asam asetat dan terbentuk gas-gas seperti gas H2, CO2, NH4 dan S Proses Methanogenisis : Merubah asam asetat dan gas-gas yang dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gas methane CH4 dan CO2
DESAIN REAKTOR ANAEROBIK • Reaktor anaerobik selalu dibuat tertutup dengan kedalam minimal 3 m • Model bak bersekat (multi stage) sebagai pendekatan 4 proses • Pada ketiga proses bersifat fakultatif dan satu proses terakhir absolut anaerobik
Biofilter
• Volume sludge (mikroba) sekitar 30 % atau dengan ketinggian 1-1,5 m • Waktu tinggal rata-rata 4 hari • Kemampuan reduksi COD 80%
TABEL 1. PERBEDAAN PROSES AEROBIK DAN ANAEROBIK Parameter
Anaerobik
Aerobik
Kebutuhan energi
Rendah
Tinggi
Efisiensi pengolahan
Moderat (60 – 80 %)
Tinggi ( 90 – 95 %)
BOD influent
> 2000 mg/l
< 2000 mg/l
Produksi lumpur
Sedikit
Banyak
Rendah
Tinggi
Kebutuhan nutrien
BOD : N : P = 100 : 2,5 : 0,5
BOD : N : P = 100 : 4 : 5
Volume reaktor
Besar
Kecil
Waktu star-up
3 – 6 bulan
3 – 4 minggu
Bau
Potensial
Sedikit
Stabilitas proses terhadap bahan toxic dan perubahan beban
Moderat
Tinggi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (1) 1. Variasi debit dan beban organik • Variasi debit influen dan beban organik yang terlalu fluktuatif akan menghambat laju degradasi peruraian karena bakteri harus selalu melakukan adaptasi. • Jika diperlukan sebelum masuk bak anaerobik air limbah dimasukkan dahulu kedalam bak ekualisasi untuk menyeragamkan kualitas. 2. Suhu • penguraian anaerobik dengan bakteri mesophilik suhu antara 25–40 0C dengan temperatur optimum 30 - 35 0C. • Penguraian dengan bakteri thermophilik pada suhu 50 – 65 0C. • Bakteri metan sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Penurunan suhu cenderung menurunkan laju pertumbuhan bakteri metan.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (2) 3. Alkalinitas • Pada pengolahan anaerobik membutuhkan penambahan alkali untuk menghasilkan pH yang netral. • Alkalinitas sekitar 2000 – 4000 mg/l sebagai CaCO3. • Alkalinitas kadang-kadang sudah terpenuhi didalam influen antara lain dihasilkan dari degradasi protein dan amonia. 4. Nutrien • •
Pada umumnya pada proses peruraian anaerobik diperlukan nutrisi nitrogen, phosphor dan kalium dengan perbandingan BOD : N : P = 100 : 2,5 : 0,5. Mikronutrien juga diperlukan, kadarnya berbeda-beda tergantung dari jenis limbah. Dosis penambahan mikronutrien per liter volume reaktor adalah : 1mg FeCl2; 0,1 mg CuCl2; 0,1 mg NiCl2; 0,1 mg ZnCl2.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (3) 5. Waktu Tinggal • Waktu tergantung pada karakteristik air limbah dan kondisi lingkungan. • Waktu tinggal harus cukup sehingga setiap langkah peruraian bahan organik terjadi dengan sempurna. • Anaerobik memerlukan waktu tinggal antara 20 – 50 hari, sedangkan anaerobik cepat bisa lebih rendah dari 4 hari. 6. Keasaman • Derajad keasaman dinyatakan dengan pH. • Masing-masing bakteri memerlukan kondisi pH berbeda-beda. • Pada umumnya pH pengolahan air limbah secara anaerobik berkisar antara 6,5 – 8,5.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (4) 7. Oksigen • Oksigen bisa menghambat pertumbuhan bakteri metanogen • Reaktor anaerobik harus didisain kedap dan diusahakan tidak ada aliran udara yang masuk kedalam. 8. Zat Toksik • Zat toksik kadang-kadang dapat menyebabkan kegagalan pada proses penguraian limbah dalam proses anaerobik. • Terhambatnya pertumbuhan bakteri metanogen pada umumnya ditandai dengan penurunan produksi metan dan meningkatnya konsentrasi asam-asam volatil yang berbau tidak sedap. • Zat toksik yang dapat menghambat proses anaerobik adalah : amonia, senyawa bensena, formaldehide, logam berat (Cu, Pb, Cd, Ni, Zn, Cr), Sianida, sulfida, tanin, salinitas.
PENGOLAHAN AEROBIK Pengolahan air limbah dengan metode pertumbuhan
tersuspensi (suspended growth) umumnya diaplikasikan sebagai Proses Lumpur Aktif.
Istilah lumpur aktif ini identik dengan mikroorganisme aktif, karena mikroorganisme yang dipergunakan dalam pengolahan air limbah jumlahnya cukup besar (pekat) dan menyerupai lumpur, maka diberi istilah lumpur aktif. Ada dua kelompok lumpur aktif: Activated Sludge konvensional Activated Sludge dengan extended aeration
Sistem lumpur aktif udara inf. (BOD=F)
• Injeksi udara sehingga O2 terlarut 2 mg/L • Distribusi O2 MLSS
Biomass/m.o (suspended)
Aeration Tank
Rasio F:M
Return Sludge/pengembalian lumpur
Pembuangan lumpur
Eff. Secondary Clarifier
Berapa banyak “Food” ? BOD inlet
F = kg BOD (yang masuk ke tangki aerasi)
Bagaimana menghitung M (Microorganisms)? Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)
M = kg MLVSS (di tangki aerasi)
Food to Microorganism Ratio Nilai dari F/M Ratio akan berbeda, tergantung jenis reaktor yang digunakan
Typical Range: Activated Sludge konvensional F:M
0.25 - 0.45
Activated Sludge dengan extended aeration F:M
0.05 - 0.15
Lumpur aktif konvensional Waktu aerasi F:M
0.25 - 0.45
CRT
4 - 6 hari
4 - 8 Hrs.
Extended Aeration Activated Sludge Waktu aerasi F:M
0.05 - 0.15
CRT
15 - 25 Days
16 - 24 Hrs.
LUMPUR MUDA (YOUNG SLUDGE) Terjadi pada proses awal/ start up atau ketika beban BOD tinggi Dalam fase Log Growth F:M tinggi CRT yang rendah
Young Sludge Poor Flocculation Poor Settleability Turbid Effluent Berbuih putih Daya serap O2 yang tinggi
LUMPUR TUA (OLD SLUDGE) Metabolisme yang rendah Penyerapan makanan yang semakin menurun Produksi sel baru yang rendah Mengoksidasi cadangan makanan yang dimiliki Endogenous Respiration F:M ratio yang rendah CRT tinggi MLSS yang tinggi
Old Sludge Flok jadi padat dan kompak Flok Cepat terendap
PENINGKATAN SISTEM DAN/UNIT IPAL
ADVANCED WASTEWATER TREATMENT Pengolahan tambahan yang diperlukan untuk menghilangkan subtances (polutan) tersuspensi atau terlarut yang masih tinggal setelah pengolahan sekunder konvensional Substance bisa berbentuk material organik atau solid tersuspensi atau ion-ion anorganik (Ca, K, Sulfat, nitrat, posphat) atau organik sintetik. Teknologi ini semakin berkembang dengan semakin diketahuinya berbagai jenis polutan khususnya yang bersifat toxic
PERLUNYA AWWT Meningkatnya pengetahuan tentang senyawa-senyawa atau konstituen-konstituen yang ditemukan dalam air limbah Ketersediaan data informasi yang semakin luas, berasal dari studi monitoring lingkungan, presyaratan perizinan untuk pembuangan dari effluent terolah yang semakin ketat Berkurangnya sumber daya air sehingga upaya recycle, reuse dan recovery sangat ditingkatkan
KONSTITUEN RESIDU DALAM AIR LIMBAH TEROLAH NO
Jenis polutan
Dampak/Efek
1
Suspended solid
Deposit sludge atau menurunkan kejernian air
2
Organik terdegradasi
Menurunkan ketersediaan oksigen
3
Polutan prioritas
Racun untuk manusia, karsinogenik
4
Volatil organik compound
Racun bagi manusia, karsiongenik dan membentuk photochemical oxidants
5
Amonia
Meningkatkan kebutuhan klorine, dapat terkonversi menjadi nitrat, menurunkan oksigen, dapat memincu perutmbuhan yang tak dikehendaki dari tumbuhan di lingkungan akuatik
6
Nitrat
Bersiombiosis dengan alga dan aquatic growth, dapat menyebabkan methemoglobinenia
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AWWT NO
Principal Removal Function
Description process
Resource
1
Suspended solid removal Filtrasi Microstrainens
Eff from primary treat
2
Amonia oxidation
Biological nitrification
Eff from Scondary treat
3
Toxic compound
Carbon adsorption
Efft from scondary treat + filtration
WETLAND (CONSTRUCTED WETLAND/CWS) Constructed Wetland are engineered systems, designed and constructed to utilise the natural functions of wetland vegetation, solids and their microbial populations to treat contaminants in surface water, groundwater or waste streams. Dr. Sidel (Ilmuwan German) orang yang pertama kali melakukan eksperimen kemungkinan pengolahan air limbah dengan tumbuhan di lahan basah (1952). Tahun 1990-an banyak aplikasi teknologi wetland untuk pengolahan air limbah industri dan air hujan Sekarang ini teknologi CW telah popular digunakan di banyak negara khususnya di German, UK, Prancis, Denmark, Austria, Polandia dan Italia.
CLASIFIKASI CONSTRUCTED WETLAND Surface flow
Constructed Wetland
Subsurface flow
Horizontal flow bed Emergent plants Submerged plants Free floating plants
Downflow
Floating-leaved plants
Upflow Tidal
Vertical flow bed
LINGKUP APLIKASI Pengolahan air limbah komunal Pengolahan air limbah rumah tangga atau greywater Pengolahan air limbah tertiary dari effluent konventional plant Pengolahan air limbah industri seperti: landfill leachate, petrolium refinery waste, acid mine drainage, agriculture waste, eff from pulp and paper mills, textile mills Sludge dewatering and mineralisation of faecal sludge Storm water treatment Treatment of water from swimming pools without chlorine
OVERVIEW PROSES REMOVAL POLUTAN No
Polutan
Proses
1
Organik material
Settling or filtration, terkonversi menjadi BOD terlarut Organik terlarut tercampur dengan biofilm dan kemudian terdegradasi oleh bakteria (roots, sand particles)
2
Suspended solid
Filtrasi Dekomposisi oleh bakteri soil selama waktu tinggal
3
Nitrogen
Nitrifikasi dan denitrifikasi dalam biofilm Diambil oleh tumbuhan
4
Phosphorus
Tertinggal dalam soil (adsorpsi) Terendapkan dengan Ca, Al dan Fe Diambil oleh tanman
5
Patogen
Filtrasi, adsorpsi, predasi, mati karena waktu tinggal
6
Logam berat
Pengendapan dan adsorpsi, diambil oleh tanaman
7
Organic contaminants
Adsorpsi oleh biofilm dan clay partikel Dekomposisi karena waktu tinggal yang lama
HORIZONTAL FLOW BEDS HFB sangat disukai karena: tidak perlu suppai energi, gradien hidroliknya rendah, tidak butuh pompa. Air limbah mengalir lamban melalui medium porous di bawah permukaan bed secara horisontal sampai zona outlet. Level air di outlet dikontrol dengan penyesuaian standpipe Untuk operasional yang kontinu, level bed tercelup harus kurang dari sepertiga dari ketinggian filter bed untuk menghindari kondisi anaerob Model HFB sangat sedikit penambahan oksigen dari luar sehingga membutuhkan area yang lebih luas
REKOMENDASI DESAIN DASAR HFBS Level permukaan filter dijaga untuk menghindari korosi, kemiringan dasar harus 0,5 – 1 % dari inlet ke outlet untuk memberikan proses darinase yang baik Kedalaman filter bed sekitar 60 cm dengan tambahan 15 cm sebagai ruang bebas untuk akumulasi air Spesifik area sekitar 3-10 m2/p.e. Di daerah tropis area yang dibutuhkan lebih kecil karena aktivitas biologinya tinggi sedangkan daerah dingin nilai desain minimum 5 m2/p.e Organik loading per surface area tidak lebih dari 4-10 gBOD/m2.d di daerah dingin atau 16 g COD/m2.d Hidraulic loading harus 60-80 mm/d untuk greywater dan 40 mm/d untuk air limbah
VERTICAL FLOW BEDS Top permukaan filter harus dijaga levelnya dan pipa distribusi harus menyebar dalam kerikil untuk menghindari akumulasi air selama periode pemompaan Pipa distribusi harus dirancang sedemikian rupa sehingga air limbah dapat merata diseluruh wetland. Faktor-faktor yang akan berpengaruh: pemilihan diameter pipa, panjang pipa, diameter lubang dan jarak anatar lubang. Jarak anatar pipa drain sekitar 5 m. Besar slop dasar bed 0,5 – 1% Kedalam sand filter bed setidaknya 50 cm, dengan tambahan 20 cm kerikil di dasar untuk menutupi pipa drainase, 10 cm kerikil di permukaan bed dan 15 cm ruang bebas untuk akumulasi air. Kerikil di atas untuk mencegah akumulasi air di permukaan
SKEMATIS VFB WETLAND Sepsifik surface area biasanya 3 – 4 m2/p.e untuk daerah dingin dan 1-2 m2/p.e di daerah tropis Organik loading per luas area harus dibatasi 20 gCOD/m2.d (cold climates), 60-70 gCOD/m2.d (warm climates) Hydraulic loading tidak lebih dari 100 – 200 mm/d (cold climates), 200 mm/d (warm)
KARBON FILTER A method of filtering that uses a bed of activated carbon to remove contaminants and impurities, using chemical adsorption One pound (454 g) of activated carbon contains a surface area of approximately 100 acres (40 Hectares). Activated carbon works via a process called adsorption, whereby pollutant molecules in the fluid to be treated are trapped inside the pore structure of the carbon substrate. Carbon filtering is commonly used for water purification, in air purifiers and industrial gas processing, for example the removal of siloxanes and hydrogen sulfide from biogas Active charcoal carbon filters are most effective at removing chlorine, sediment, volatile organic compounds (VOCs), taste and odor from water. They are not effective at removing minerals, salts, and dissolved inorganic compounds. Typical particle sizes that can be removed by carbon filters range from 0.5 to 50 micrometres
TIPE KARBON FILTER Powdered block filter
• Mengandung partikel karbon teraktivasi yang diikat secara kuat sehingga kapasitas adsorpsinya besar
Granular activated filter
• Dibuat dari material organik dgn kandungan karbon tinggi • Diameter granul 1,2 – 1,6 mm dengan densitas 25-31 lb/ft3
DUA MODEL UMUM PENEMPATAN GAC (1) post-filtration adsorption, where the GAC unit is located after the conventional filtration process (post-filter contactors or adsorbers); (2) filtration-adsorption, in which some or all of the filter media in a granular media filter is replaced with GAC In post-filtration applications, the GAC contactor receives the highest quality water and, thus, has as its only objective the removal of dissolved organic compounds. Backwashing of these adsorbers is usually unnecessary, unless excessive biological growth occurs. This option provides the most flexibility for handling GAC and for designing specific adsorption conditions by providing longer contact times than filter-adsorbers.
Faktor utama dalam menentukan GAC Volume kontaktor yang diperlukan (1) breakthrough, (2) empty bed contact time (EBCT), and (3) design flow rate. The breakthrough time is the time when the concentration of a contaminant in the effluent of the GAC unit exceeds the treatment requirement. The EBCT is calculated as the empty bed volume divided by the flowrate through the carbon. Longer EBCTs can be achieved by increasing the bed volume or reducing the flow rate through the filter. The EBCT and the design flow rate define the amount of carbon to be contained in the adsorption units. A longer EBCT can delay breakthrough and reduce the GAC replacement/regeneration frequency. The carbon depth and adsorber volume can be determined once the optimum EBCT is established. Typical EBCTs for water treatment applications range between 5 to 25 minutes. The surface loading rate for GAC filters is the flow rate through a given area of GAC filter bed and is expressed in units of gpm/ft2. Surface loading rates for GAC filters typically range between 2 to 10 gpm/ft2
REVERSE OSMOSIS Reverse osmosis (Osmosis terbalik) atau RO adalah suatu metode penyaringan yang dapat menyaring berbagai molekul besar dan ion-ion dari suatu larutan dengan cara memberi tekanan pada larutan ketika larutan itu berada di salah satu sisi membran seleksi (lapisan penyaring). Proses tersebut menjadikan zat terlarut terendap di lapisan yang dialiri tekanan sehingga zat pelarut murni bisa mengalir ke lapisan berikutnya.
PROSES OSMOSIS Osmosis adalah proses alami. Ketika dua cairan konsentrasi yang berbeda dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel, cairan memiliki kecenderungan untuk bergerak dari rendah ke konsentrasi zat terlarut tinggi untuk keseimbangan potensial kimia. Secara formal, reverse osmosis adalah proses memaksa pelarut dari daerah konsentrasi zat terlarut tinggi melalui membran semipermeabel ke daerah konsentrasi zat terlarut rendah dengan menerapkan tekanan melebihi tekanan osmotik.
MEMBRAN Membran yang digunakan untuk reverse osmosis memiliki lapisan padat dalam matriks polimer - baik kulit membran asimetris atau lapisan interfasial dipolimerisasi dalam membran tipis-film-komposit - di mana pemisahan terjadi. Membran ini dirancang untuk memungkinkan air hanya untuk melewati melalui lapisan padat, sementara mencegah bagian dari zat terlarut (seperti ion garam). Proses ini mensyaratkan bahwa tekanan tinggi akan diberikan pada sisi konsentrasi tinggi membran, biasanya 2-17 bar (30-250 psi) untuk air tawar dan payau, dan 40-82 bar (600-1200 psi) untuk air laut, yang memiliki sekitar 27 bar (390 psi) tekanan osmotik alam yang harus diatasi.Proses ini terkenal karena penggunaannya dalam desalinasi (menghilangkan garam dan mineral lainnya dari air laut untuk mendapatkan air tawar), namun sejak awal 1970-an itu juga telah digunakan untuk memurnikan air segar untuk aplikasi medis, industri, dan domestik.
GALERI OSMOSIS TERBALIK
ADVANCED OXIDATION PROCESS Advanced oxidation processes (abbreviation: AOPs), in a broad sense, are a set of chemical treatment procedures designed to remove organic (and sometimes inorganic) materials in water and waste water by oxidation through reactions with hydroxyl radicals (·OH). Advanced oxidation is the most promoting method to degrade the dyes in the textile waste water. Among the advanced oxidation processes that have been developed recently are ozonation, fenton’s reagent, and UV nanophotocatalysis. Electrodegradation is an advanced oxidation method which is widely developed in recent years and highly effective in oxidizing dye. Electrodegradation of pollutant may occur by direct and indirect oxidation. Material of electrode is one main factor influencing the outcome of degradation process..
OZONASI
FENTON’S REAGENT Iron(II) is oxidized by hydrogen peroxide to iron(III), forming a hydroxyl radical and a hydroxide ion in the process. Iron(III) is then reduced back to iron(II) by another molecule of hydrogen peroxide, forming a hydroperoxyl radical and a proton. The net effect is a disproportionation of hydrogen peroxide to create two different oxygen-radical species, with water (H+ + OH−) as a byproduct.
The free radicals generated by this process then engage in secondary reactions. For example, the hydroxyl is a powerful, non-selective oxidant. Oxidation of an organic compound by Fenton's reagent is rapid and exothermic and results in the oxidation of contaminants to primarily carbon dioxide and water.[2]
PHOTOKATALITIK
ELECTROOXIDATION PROCESS
Elektrodegradasi zat warna RB 19
Waktu proses sekitar 1 jam Tidak dihasilkan sludge Material anoda sebagai inti teknologi
2H2O + 2e → 2OH- + H2 : Katoda C → C+ + e : Anoda C+ + R → O + C
Elektrodegradasi tektil
H2SO4
MIXER
IN
OUT
DRAIN
BAK FEEDING: 1,5 m3
REAKTOR ELEKTROKATALITIK: 1,2 m3
KONFIGURASI ELEKTRODA
Konfigurasi elektroda tampak atas Konfigurasi elektroda tampak samping
KEUNGGULAN Waktu proses sangat singkat (30 menit – 90 menit) Tanpa produk sampling berupa sludge Tidak dibutuhkan lahan yang luas Mudah dioutomatisasi Efektif menurunkan polutan organik dan anion-kation
SEKIAN SEMOGA BERMANFAAT