PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING BAGI SISWA SMK NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika
Disusun oleh :
LOVIA UDHAYANI A 410 100 233
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Jl. A. Yani Trompol Pos 1 Pabelan, Kartasura Telp. (0271)717417, Fax. 715448, Surakarta 57102
Surat Persetujuan Artikel Publikasi Ilmiah
Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing skripsi/tugas akhir: Nama
: Prof. Dr. Sutama, M.Pd
NIK/ NIP
: 196001071991031002
Telah membaca dan mencermati artikel publikasi ilmiah, yang merupakan ringkasan skripsi/tugas akhir dari mahasiswa: Nama
: Lovia Udhayani
NIM
: A410100233
Program Studi : Pendidikan Matematika Judul Skripsi : Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Pada Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo Tahun Ajaran 2013/2014
Artikel tersebut, layak dan dapat disetujui untuk dipublikasikan. Demikian persetujuan dibuat, semoga dapat dipergunakan seperlunya.
Surakarta, 12 Februari 2014 Pembimbing
Prof. Dr. Sutama, M.Pd 196001071991031002
PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING BAGI SISWA SMK
Diajukan oleh:
LOVIA UDHAYANI A 410 100 233
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Prof. Dr. Sutama, M.Pd. Tanggal:
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING BAGI SISWA SMK Lovia Udhayani,
[email protected] Pendidikan Matematika, FKIP UMS Sutama,
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematika bagi siswa SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo kelas X Teknik Kendaraan Ringan (TKR) 2 semester genap tahun ajaran 2013/2014 melalui strategi pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas yang terdiri dua siklus, tiap siklus terdiri dari lima tahapan yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Data yang diperoleh berupa nilai tes pada akhir siklus I dan pada akhir siklus II. Analisis data dilakukan dengan analisa deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai tes pada kondisi awal, siklus I dan pada siklus II. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa yang dapat dilihat dari meningkatnya indikator-indikatornya meliputi: 1) siswa mampu memahami masalah sebelum tindakan 43,58%, siklus I 56,41%, dan siklus II 71,79%, 2) siswa mampu merancang model matematika sebelum tindakan 33,33%, siklus I 43,58%, dan siklus II 64,10%, 3) siswa mampu menyusun bukti sebelum tindakan 25,64%, siklus I 41,02%, dan siklus II 64,10% 4) siswa mampu menarik kesimpulan sebelum tindakan 20,51%, siklus I 38,46%, dan siklus II 58,97%, dan 5) siswa mampu memeriksa kebenaran sebelum tindakan 12,82%, siklus I 33,33%, dan siklus II 64,10%. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. Kata kunci: kemampuan penalaran matematika, Problem Based Learning (PBL) Pendahuluan Kemampuan bernalar merupakan salah satu kompetensi matematika yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Kemampuan penalaran sangat dibutuhkan dalam penarikan kesimpulan dalam pembelajaran matematika. Yanto
Permana dan Utari Sumarmo (2007: 116) mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran merupakan proses berfikir dalam penarikan kesimpulan, penalaran ada dua yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Kemampuan penalaran matematika merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu permasalahan matematika. Berdasarkan observasi terdahulu kemampuan penalaran matematika pada siswa kelas X TKR 2 SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo dengan jumlah 39 siswa ssangat bervariasi, diperoleh siswa yang mampu memahami masalah sebanyak 17 orang (43,58%), siswa yang mampu merancang model matematika sebanyak 13 orang (33,33%), siswa yang mampu menyusun bukti sebanyak 10 orang (25,64%), siswa yang mampu menarik kesimpulan sebanyak 8 orang (20,51%), dan siswa yang mampu memeriksa kebenaran 5 orang (12,82%). Akar penyebab dari rendahnya kemampuan penalaran matematika siswa yang dominan yaitu kecenderungan pembelajaran berpusat pada guru. siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Kurangnya rasa tanggungjawab dalam diri siswa sehingga mengakibatkan siswa malas dalam memecahkan masalah dan mengerjakan soal. Orhan Akinoglu dan Ruhan Ozkardes Tandogan (2006: 72) mengungkapkan
bahwa
PBL
dapat
dikatakan
berhasil
apabila
dalam
pembelajarannya siswa dapat aktif dimana siswa mengambil tanggung jawab belajar dan diberi kesempatan untuk membuat keputusan tentang berbagai dimensi yang menyangkut pembelajaran. Berdasarkan akar penyebab dari masalah tersebut, alternatif tindakan yang dapat dilakukan yaitu melalui strategi pembelajaran PBL. Diduga melalui strategi pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika. Gamze Sezgin Selcuk (2010: 720) strategi pembelajaran PBL merupakan strategi yang dapat meningkatkan motivasi dan sikap positif yang diantaranya adalah rasa percaya
diri,
karena
mereka
menghadapi
berbagai
kesulitan
dalam
mengadaptasikan kedalam berfikir kritis. Strategi pembelajaran PBL dapat mendorong siswa aktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.
Strategi
pembelajaran
PBL
memiliki
keunggulan
yaitu
dalam
pembelajarannya melatih siswa untuk bisa berpikir logis dan terampil berpikir rasional dalam memecahkan suatu masalah. Karakteristik dalam pembelajaran PBL Sumarji (2009: 130) yaitu: (1) pembelajaran bersifat student centered, (2) pembelajaran pada kelompok-kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus, (5) informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning). Keunggulan PBL yaitu pembelajaran berpusat pada siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Langkah-langkah yang digunakan untuk pembelajaran dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran, pembelajaran yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula pada pembelajaran begitupun sebaliknya. Hasrul Bakri (2009) mengungkapkan bahwa langkah-langkah PBL yaitu: tahap pertama orientasi siswa pada masalah, tahap kedua mengorientasi siswa untuk belajar, tahap ketiga membimbing penyelidikan individu dan kelompok, tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan tahap yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Artinya langkahlangkah yang digunakan dalam strategi pembelajaran PBL dapat memberikan pengaruh yang baik dalam belajar, sehingga pembelajaran tuhjuan pembelajaran dapat tercapai. Berdasarkan keunggulan strategi pembelajaran PBL, diduga siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran, dapat berpikir logis dan terampil berpikir rasional dalam memecahkan suatu masalah sehingga dapat diajukan hipotesis tindakan bahwa melalui penerapan strategi pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa kelas X TKR 2 SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Penelitian ini memiliki tujuan baik secara umum dan khusus, untuk tujuan umum yaitu meningkatkan kemampuan kemampuan penalaran matematika, sedangkan untuk tujuan khusus yaitu melalui strategi pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan kemampuan penalaran matematika.
Metode Penelitian Penelitian tindakan kelas menurut Sutama (2011: 15-21) merupakan upaya untuk memperbaiki praktik pembelajaran agar menjadi efektif. Penelitian tindakan memiliki empat langkah yakni perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi,
refleksi dan evaluasi. Penelitian ini dilaksanakan di SMK
Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan dimulai bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Februari 2014. Siswa yang dijadikan subjek adalah siswa kelas X TKR 2. Siswa yang terdapat pada kelas tersebut berjumlah 39 orang yang terdiri dari laki-laki semua. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data primer adalah guru sebagai informan dan siswa menerima tindakan, sedang data sekunder berupa data dokumentasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Data dalam penelitian dikumpulkan melalui metode obbservasi,
catatan lapangan,
wawancara,
dokumentasi, dan tes. Teknik analisis data melalui deskriptif kualitatif dan dilakukan pada data kuantitatif dan kualitatif. Data yang berupa kuantitatif dianalisis melalui statistik deskriptif yakni dengan prosentase. Data kualitatif dianalisis dengan penilaian kualitatif (Sutama, 2011: 35). Menurut Sukmadinata (Sutama, 2011:
101), keabsahan data dapat
dilakukan melalui obsevasi secara terus menerus, triangulasi sumber, metode, penelitian lain, pengecekan anggoata, diskusi teman sejawat, dan pengecekan referensi. Observasi secara terus menerus dan triangulasi data dilakukan untuk memperoleh keabsahan data. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penerapan strategi pembelajaran PBL mendapat tanggapan positif dari guru matematika. Sebelum pembelajaran, peneliti memulai dengan pengkondisian siswa diantaranya dengan salam, berdoa sebelum belajar, memeriksa kehadiran siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk mempersiapkan diri dengan
segala kebutuhannya. Tahap-tahap dalam pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran PBL, yaitu: Tahap pertama dalam pembelajaran PBL dimulai dengan orientasi siswa pada masalah. Sesuai dengan Fatia Fatimah (2012: 42) yang mengungkapkan bahwa PBL mempunyai ciri khas yaitu selalu dimulai dan berpusat pada masalah. Artinya dalam pembelajaran PBL guru memulai pelajaran dengan memberikan permasalahan. Pada siklus I peneliti menjelaskan materi tentang perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku dan perbandingan trigonometri pada sudut istimewa. Rumus perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku meliputi: sinus α° = α° =
, cosinus α° = , sec α° =
°
, dan cot α°=
°
, tangen α° =
, cosec
. Menetukan nilai perbandingan
°
trigonometri untuk sudut istimewa (suatu sudut dimana nilai perbandingan trigonometrinya dapat ditentukan secara langsung tanpa menggunakan daftar trigonometri atau kalkulator). Sudut-sudut yang dimaksud adalah 0°, 30°, 45°, 60°, dan 90°. Nilai perbandingan trigonometri untuk sudut istimewa dapat ditentuksn dengan menggunakan konsep lingkaran satuan. Pada siklus II peneliti menjelaskan materi tentang perbandingan trigonometri pada sudut berelasi dan rumus identitas trigonometri. Rumus perbandingan trigonometri pada sudut berelasi mempunyai rumus dalam setiap kuadran berbeda-beda. Kuadran I semua positif, kuadran II sin positif, kuadran III, tan positif, dan pada kuadran IV cos positif. Rumus identitas trigonometri mempunyai beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Tiap siswa diberi lembar kerja siswa (LKS) yang dikerjakan secara mandiri untuk mengukur tingkat pemahaman dan kemampuan penalaran siswa mengenai materi yang dipelajari. Tahap kedua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar, dalam tahap ini siswa dibagi menjadi 10 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 orang karena pembelajaran PBL mengarah ke pembelajaran dalam kelompok dan dalam kelompok siswa didorong untuk aktif dalam pembelajaran. Sejalan dengan
pemikiran Gamze Sezgin Selcuk (2010: 711) menjelaskan bahwa PBL merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dan menjadi percaya diri dalam pembelajaran. Artinya pembelajaran PBL dapat mendorong siswa untuk aktif dalam belajar. Tiap kelompok diberikan permasalahan berupa soal untuk mengukur kemampuan kelompok tersebut. Diberikan permasalahan kepada siswa untuk dianalisis bersama pada pertemuan pertama, Diketahui tan ° = − . sin °
, ° sudut di kuadran IV. Hitunglah:
. cos °
Penyelesaian: Diketahui tan ° = − tan ° = =
=− +
=
sin ° =
=−
cos ° =
=
, ° sudut di kuadran IV
5 . 12
= −5
= 12
12 + (−5) = 13
Diberikan permasalahan kepada siswa untuk dianalisis bersama pada pertemuan kedua, Buktikan bahwa (sin
− cos )² + 2 sin cos
=1
Penyelesaian : Akan dibuktikan bahwa (sin
− cos )² + 2 sin cos
=1
Kita ubah bentuk ruas kiri: (sin = =(
− cos )² + 2 sin cos ² − 2 sin cos +
+
² + 2 sin cos
) + (2 sin cos
− 2 sin cos )
=1+0=1 Ruas kanan = ruas kiri Jadi, terbukti bahwa : (sin
− cos )² + 2 sin cos
=1
Tahap ketiga yaitu membimbing penyelidikan individu dan kelompok, dalam tahap ini siswa didorong untuk mencari informasi-informasi yang dibutuhkan. Menurut Filip, dkk (2005: 41) PBL mempunyai peranan penting dalam lingkungan belajar karena pembelajaran tidak semata-mata menyangkut
tentang konsep pembelajaran tetapi lingkungan juga memiliki pengaruh pada pembelajaran ini. Artinya dalam pembelajaran PBL guru membimbing siswa untuk mencari informasi, akan tetapi siswa juga harus bekerja sama dan berdiskusi dengan teman-temannya untuk menemukan hal yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, siswa diharapkan dapat menyajikan pemecahan masalah yang telah didiskusikan bersama kelompoknya. Senada dengan Ade Ghafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008: 4) yang mengungkapkan bahwa siswa menuliskan rencana dan hasil pemecahan masalah kemudian mempresentasikan kepada yang lain didepan kelas. Artinya tiap kelompok harus menyajikan laporan pemecahan masalah kemudian dipresentasikan kepada teman yang lain didepan kelas. Tahap terakhir yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru dan siswa bersama-sama mengevaluasi pemecahan masalah. Ade Ghafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008: 4) menjelaskan bahwa dalam mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah dapat dilakukan dengan sharing kepada siswa yang lain. Artinya dalam melakukan evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah, guru dan siswa bersama-sama melakukan sharing untuk memeriksa kebenaran dari pemecahan masalah. Berikut adalah gambaran siswa yang mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematika yang dapat dilihat dari peningkatan kelima indikator kemampuan penalaran matematika pada saat diberikan permasalahan mengenai cara mencari perbandingan trigonometri jika diketahui segitiga ABC siku-siku di C dan α menyatakan besar sudut A dan panjang sisi-sisinya adalah
=3
=
3 √2. Data yang diperoleh untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa dalam penelitian ini dirinci ke dalam lima indikator. a. Mampu memahami masalah Kemampun siswa untuk memahami masalah yang diberikan oleh peneliti mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan strategi pembelajaran
PBL dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dalam mengkaitkan permasalahan dengan dunia nyata. Adanya peningkatan dapat dilihat dari data hasil tindakan kelas. Sebelum tindakan hanya 43,58%, pada tindakan kelas siklus I mencapai 56,41%, dan setelah dilakukan tindakan pada siklus II mencapai 71,79%.
(i) Belum mampu
(ii) Mampu
Gambar 1 Indikator memahami masalah Terlihat masih ada siswa yang belum mampu memahami masalah, karena masih ada kesalahan dalam melihat hubungan mengenai rumus phytagoras. Hal ini disebabkan karena siswa belum mampu melihat hubungan-hubungan baru antara materi yang telah dipelajari dengan permasalahan yang ada. Dapat dilihat dari gambar 1 (i) siswa salah menerapkan rumus phytagoras yang ditulis AC = 3√2 − 3, padahal yang diketahui
=3
yang benar pada, gambar 1 (ii) adalah
=
= 3. 1,
∝°= ∝°=
√
√
=
√
,
∝°=
= √2, dan
√
=
∝°=
√ √
= 3 √2 contoh jawaban
(3 √2) − 3 = √18 − 9 = √9 ,
∝ ° = = 1,
∝°= =
= √2.
b. Mampu merancang model matematika Kemampuan
siswa
dalam
merancang
model
matematika
dari
permasalahan yang telah diberikan mengalami peningkatan. Adanya dorongan motivasi belajar dengan memberikan permasalahan-permasalahan beserta bimbingan langsung dari guru membuat siswa terbiasa merancang model
matematika dengan tepat dari permasalahan yang diberikan. Peningkatan dapat dilihat dari data tindakan kelas. Sebelum adanya tindakan hanya sebesar 33,33%, setelah siklus I dilakukan meningkat menjadi 43,58%, dan setelah siklus II mencapai 64,10%.
(i) Belum mampu
(ii) Mampu
Gambar 2 Indikator merancang model matematika Terlihat masih ada siswa yang belum mampu merancang model matematika karena belum bisa membuat gambar yang sesuai permasalahan dan masih ada yang salah nulis angka yang dapat berdampak pada penyelesaian masalah yang tidak tepat, seperti penulisan 3√2 ditulis . Gambar 2 (ii) siswa sudah membuat gambar dan penulisan sudah tepat. c. Mampu menyusun bukti Kemampuan siswa dalam menyusun bukti yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang diberikan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan strategi pembelajaran PBL mendorong siswa untuk mencari sendiri
informasi-informasi
yang
dibutuhkan
dan
mengembangkan
pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah. Dari data peningkatan tindakan kelas terlihat sebelum tindakan hanya sebesar 25,64%, setelah siklus I menjadi 41,02%, dan setelah dilakukan siklus II mencapai 64,10%.
(i) Belum mampu
(ii) Mampu
Gambar 3 Indikator menyusun bukti Terlihat masih ada siswa yang belum mampu menyusun bukti, karena siswa kurang dalam mencari informasi dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dalam pemecahan masalah. Gambar 3 (i) terlihat bahwa siswa masih salah dalam mengumpulkan bukti-bukti pemecahan masalah karena salah dalam penggunaan rumus phytagoras, siswa belum memahami tentang perhitungan akar yang dikuadratkan seperti (3 2)² dan siswa juga salah dalam menghitung sisi. Gambar 3 (ii) siswa sudah mampu mengumpulkan bukti-bukti dengan tepat. d. Mampu menarik kesimpulan Kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan dari suatu pemecahan masalah mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan strategi pembelajaran PBL mendorong siswa untuk menarik kesimpulan dari suatu pemecahan masalah yang telah diselesaikan. Dari data peningkatan tindakan kelas terlihat sebelum tindakan hanya sebesar 20,51%, setelah siklus I menjadi 38,46%, dan setelah dilakukan siklus II mencapai 58,97%. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa setelah adanya tindakan, kemampuan penalaran siswa dalam indikator menarik kesimpulan dikatakan meningkat setelah diterapkan strategi PBL.
(i) Belum mampu
(ii) Mampu
Gambar 4 Indikator manarik kesimpulan Terlihat pada gambar 4 (i) siswa belum mampu menarik kesimpulan karena siswa masih salah dalam menjawab hasil akhirnya, seperti √9 = √3 padahal yang benar adalah √9 = 3. Jawaban siswa juga kurang sempurna dalam menyimpulkan seperti √
∝°=
√
= √2, tapi siswa menulis
∝°=
= . 3√2 yang membuat jawaban jadi kurang sederhana. Gambar 4 (ii)
jawaban siswa sangat rinci dan tepat. e. Mampu memeriksa kebenaran Kemampuan siswa dalam memeriksa kebenaran dari suatu pemecahan masalah mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan strategi pembelajaran PBL mendorong siswa untuk memeriksa kebenaran jawaban dari suatu pemecahan masalah berdasarkan bukti-bukti dan langkah-langkah penyelesaian yang tepat. Dari data peningkatan tindakan kelas terlihat sebelum tindakan hanya sebesar 12,82%, setelah siklus I menjadi 33,33%, dan setelah dilakukan siklus II mencapai 64,10%. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa setelah adanya tindakan, kemampuan penalaran siswa dalam indikator memeriksa kebenaran dikatakan meningkat setelah diterapkan strategi PBL.
(i) Belum mampu
(ii) Mampu
Gambar 5 Indikator memeriksa kebenaran Terlihat pada gambar 5 (i) siswa masih belum mampu memeriksa kebenaran karena siswa masih mengerjakan dengan langkah dan jawaban yang kurang tepat. Siswa salah dalam menerapkan rumus phytagoras dan jawaban siswa juga tidak sesuai dengan perhitungan. Sedangkan pada gambar 5 (ii) siswa sudah bisa menyelesaikan masalah dengan langkah dan jawaban yang tepat. Berdasarkan data pelaksanaan tindakan tersebut dapat dilihat peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa dalam pembelajaran matematika melalui strategi pembelajaran PBL dalam tabel 1 berikut. Tabel 1 Data peningkatan Kemampuan penalaran Matematika siswa kelas X TKR 2 SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo Sesudah Tindakan
Indikator Kemampuan Penalaran Matematika
Sebelum Tindakan
1.
Mampu memahami masalah
17 siswa (43,58%)
Siklus I 22 siswa (56,41%)
Siklus II 28 siswa (71,79%)
2.
Mampu merancang model matematika
13 siswa (33,33%)
17 siswa (43,58%)
25 siswa (64,10%)
3.
Mampu menyusun bukti
10 siswa (25,64%)
16 siswa (41,02%)
25 siswa (64,10%)
4.
Mampu menarik kesimpulan
8 siswa (20,51%)
15 siswa (38,46%)
23 siswa (58,97%)
5.
Mampu memeriksa kebenaran
5 siswa (12,82%)
13 siswa (33,33%)
25 siswa (64,10%)
No
Gambar 1 menunjukkan peningkatan kemampuan penalaran matematika siswa dalam belajar matematika. Adapun data hasil peningkatan indikator kemampuan penalaran matematika yang diamati disajikan sebagai berikut. 80.00% mampu memahami masalah mampu merancang model matematika mampu menyusun bukti mampu menarik kesimpulan mampu memeriksa kebenaran
70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% sebelum tindakan
siklus I
siklus II
Gambar 6 Grafik Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas X TKR 2 Melalui Strategi PBL. Pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan siswa yang mampu memahami masalah hanya 17 siswa (43,58%). Masih banyak siswa yang belum bisa memahami masalah yang diberikan. Hasrul Bakri (2009) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa dituntut untuk memahami masalah agar siswa dapat membangun, mengenali dan memecahkan sendiri masalah nyata yang dihadapinya. Hasil penelitian ini, dapat dimaknai bahwa siswa dituntut untuk bisa memahami masalah dan memecahkan masalah. Berdasarkan tindakan siklus I, siswa yang mampu memahami masalah sebanyak 22 siswa (56,41%). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang cukup bagus. Ade Gafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008: 1) menjelaskan bahwa PBL merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dapat mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Hasil penelitian ini, dapat dimaknai bahwa siswa yang mampu
memahami masalah dapat mendapatkan pengetahuan baru yang sebelumnya belum diketahui. Berdasarkan tindakan siklus II, siswa yang mampu memahami masalah sebesar 28 siswa (71,79%). Siswa yang mampu memahami masalah meningkat secara signifikan dan siswa juga dapat meningkatkan pemahaman konsep. Low Chin Han dan Ng Hui Teng (2005) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran PBL merupakan hal yang menarik untuk diinvestigasi karena strategi pembelajaran PBL mempunyai kemajuan pada penekanan pemahaman konsep serta makna yang lebih pada pembelajaran dan penyelesaian masalah pada siswa. Hasil penelitian ini dapat dimaknai bahwa semakin siswa dapat memahami masalah dengan tepat, semakin tinggi pula pemahaman konsep yang dimiliki. Kondisi awal sebelum dilakukan tindakan, siswa yang mampu merancang model matematika terhadap permasalahan hanya 13 siswa (33,33%). Siswa belum bisa merancang model matematika dengan tepat karena kemampuan memahami masalah juga kurang. Ruspiani (Yanto Permana, 2007: 117) menyatakan bahwa dalam belajar matematika siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematika. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa dalam belajar matematika siswa harus memilki kemampuan koneksi matematika agar siswa bisa merancang model matematika dengan tepat. Pada siklus I, siswa yang mampu merancang model matematika sebanyak 17 siswa (43,58%). Hal ini terlihat dari siswa yang mampu menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk diubah ke model matematika. Fachrurazj (2011: 78) kemampuan penalaran dan komunikasi menjadi fokus perhatian karena melalui penalaran dan komunikasi siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berfikir matematika dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide matematika. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa dalam merancang model matematika siswa harus meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika. Berdasarkan siklus II, siswa yang mampu merancang model matematika sebesar 25 siswa (64,10%). Kemampuan siswa dalam merancang model
matematika
dapat
meningkat
secara
signifikan
karena
siswa
dapat
mengembangkan ketrampilan. Sumarji (2009: 132) mengungkapkan bahwa pembelajaran PBL siswa dapat membangun pengetahuan sendiri, sehingga timbul pengetahuan baru dan ketrampilan. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa dalam PBL dapat melatih siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki untuk merancang model matematika. Kondisi awal sebelum dilakukan tindakan siswa yang mampu menyusun bukti hanya 10 siswa (25,64%). Siswa kurang peduli untuk mengumpulkan informasi. Sumarji (2009: 131) pembelajaran kontruktivistik memfokuskan siswa untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa dalam menyusun bukti seharusnya siswa aktif dalam mencari informasi. Pada siklus I, siswa yang mampu menyusun bukti sebanyak 16 siswa (41,02%). Siswa yang mulai memiliki tanggung jawab untuk memecahkan masalah semakin meningkat. Waminto Rajagukguk (2011) mengungkapkan bahwa dalam menyusun bukti harus dilakukan dengan mencoba mencari masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan dan menyusun prosedur penyelesaian untuk mendapat peneyelesaian. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa siswa dapat menyusun bukti dengan cara mencari masalah yang pernah ada yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan. Berdasarkan siklus II, siswa yang mampu menyusun bukti sebesar 25 siswa (64,10%). Peningkatan siswa yang mampu menyusun bukti meningkat secara signifikan karena banyak siswa yang mencoba mengkaitkan masalah yang dihadapi dengan masalah yang pernah ada.
Tarhadi (2006: 122)
menyatakan bahwa cara yang mudah dalam menyusun bukti adalah memriksa kasus yang serupa dengan masalah yang dihadapi. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa untuk memudahkan dalam menyusun bukti siswa dapat memeriksa masalah yang sebelumnya sudah pernah ada untuk bisa dikaitkan dengan masalah yang akan dipecahkan.
Kondisi awal sebelum tindakan, siswa yang mampu menarik kesimpulan hanya 8 siswa (20,51%). Siswa kesulitan dalam menarik kesimpulan karena belum memahami masalah dengan baik. Hasrul Bakri (2009) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa dituntut untuk memahami masalah agar siswa dapat membangun, mengenali dan memecahkan sendiri masalah nyata yang dihadapinya. Hasil pengetahuan dapat dimaknai bahwa semakin siswa dapat memahami masalah maka siswa dapat memecahkan masalah dan menarik kesimpulan. Pada siklus I, siswa yang mampu menarik kesimpulan sebanyak 15 siswa (38,46%). Siswa sudah mulai menarik kesimpulan dari pemecahan masalah, namun kesimpulan siswa masih memiliki penafsiran ganda. Ade Ghafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008: 4) mengungkapkan bahwa siswa menuliskan
rencana
dan
hasil
pemecahan
masalah
kemudian
mempresentasikan kepada yang lain didepan kelas. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa dengan menyajikan hasil pemecahan masalah, maka siswa dapat menarik kesimpulan dari hasil pemecahan masalah tersebut. Berdasarkan siklus II, siswa yang mampu menarik kesimpulan sebesar 23 siswa (58,97%). Kemampuan siswa dalam penarikan kesimpulan mengalami peningkatan secar signifikan. Orhan Akinoglu dan Ruhan Ozkardes Tandogan (2006) mengungkapkan bahwa PBL dapat dikatakan berhasil apabila dalam pembelajarannya siswa dapat aktif dimana siswa mengambil tanggung jawab belajar dan diberi kesempatan untuk membuat keputusan tentang berbagai dimensi yang menyangkut pembelajaran. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa apabila siswa diberikan kesempatan untuk dilibatkan aktif dalam pembelajaran maka siswa bisa mengembangkan kemampuan penarikan kesimpulan. Kondisi awal sebelum dilakukan tindakan siswa yang mampu memeriksa kebenaran hanya 5 siswa (12,82%). Masih banyak siswa yang kurang peduli untuk memeriksa kebenaran pemecahan masalah. Lesh (Tarhadi, 2006: 122) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan cara berfikir, beranalisis, dan bernalar dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang terkait
dengan masalah tersebut. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa pemecahan merupakan cara berfikir, bernalar, dan menganalisis kebenaran. Pada siklus I, siswa yang mampu memeriksa kebenaran sebanyak 13 siswa (33,33%). Siswa yang mampu memeriksa kebenaran meningkat sehingga siswa mampu menyimpulkan jawaban yang benar maupun yang salah. Ade Ghafar Abdullah dan Taufik Ridwan (2008: 4) mengungkapkan bahwa siswa dapat memeriksa kebenaran pemecahan yang telah dibahas didepan kelas kemudian melakukan sharing mengenai pendapat yang lain untuk mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa dengan melakukan tanya jawab, siswa dapat memeriksa kebenaran dan mengevaluasi jawaban. Pada siklus II, siswa yang mampu memeriksa kebenaran sebesar 25 siswa (64,10%). Peningkatan dikarenakan dalam pembelajaran siswa dibimbing dan didorong peneliti untuk memeriksa kebenaran pada pemecahan masalah. Sulaiman Yamin (2011) menjelaskan bahwa PBL dapat meningkatkan kemampuan berfikir ktitis, penyelesaian masalah tidak menekankan pada perkembangan keefektifan penyelesaian masalah dan konsep belajar, namun memberi kesempatan siswa untuk mngembangkan ketrampilan berfikir kritis dan mengutarakan alasan yang logis. Hasil penelitian dapat dimaknai bahwa membimbing siswa dengan memberikan kesempatan untuk menyajikan hasil pemecahan masalah dengan mengutarakan alasan yang logis, maka dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memeriksa kebenaran. Simpulan Penerapan strategi pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa kelas X TKR 2 SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Peningkatan kemampuan penalaran matematika dapat dilihat dari prosentase peningkatan indikator-indikatornya: 1) siswa yang mampu memahami masalah mengalami peningkatan 28,21%, 2) siswa yang mampu merancang model matematika mengalami peningkatan 30,77%, 3) siswa yang mampu menyusun bukti mengalami peningkatan 38,46%, 4) siswa yang mampu menarik kesimpulan
mengalami peningkatan 38,46%, dan 5) siswa yang mampu memeriksa kebenaran mengalami peningkatan 51,28%. Berdasarkan penelitian tersebut disarankan kepada kepala sekolah, guru dan
peneliti
berikutnya.
Kepala
sekolah
hendaknya
kepala
sekolah
menindaklanjuti penerapan strategi pembelajaran PBL dan menganjurkan kepada guru matematika untuk menerapkan strategi pembelajaran tersebut dalam pembelajaran. Guru matematika hendaknya menerapkan strategi pembelajaran PBL dalam proses pembelajaran. Melalui penerapan strategi pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran akan lebih menarik, menyenangkan, dan siswa tidak takut dalam mengungkapkan pendapat selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Kepada peneliti berikutnya diperlukan penelitian lebih lanjut dengan materi dan strategi tertentu guna mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pembelajaran matematika. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih kepada Dra. Sri Sutarni, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Sutama, M.Pd, selaku Pembimbing yang selalu memberikan pengarahan, bimbingan, dan dorongan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih kepada SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo yang telah memberikan ijin dan kesempatan serta membantu dalam pelaksanaan penelitian. Daftar pustaka Abdullah, Ade Gafar dan Taufik Ridwan. 2008. “Implementasi Problem Based Learning (PBL) pada Proses Pembelajaran di BPTP Bandung”. Prosiding UPI, pp. 1-10.
Akinoglu, Orhan dan Ruhan Ozkardes tandogan. 2007. “The Effects of Problem Based Learning in Science Education on Students’ Academic Achievement, Attitude and Concept Learning”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol. 3, No. 1, pp. 71-81. Bakri, Hasrul. 2009. “Peningkatan Minat Belajar Praktek Menggulung Trafo Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Siswa SMK Negeri 3 Makassar”. Jurnal MEDTEK, Vol. 1, No. 1, April 2009: Diterbitkan. Bilgin, Ibrahim dkk. 2009. “The Effects of problem-Based Learning Instruction on University Students’ Performance of Conceptual and Quantitative Problems in Gas Concepts”. Eurosia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol. 5, No. 2, pp. 153-164. Dochy, Filip dkk. 2005. “Students’ Perceptions of a Problem Based Learning Environment”. Learning Environments Research, Vol. 8, pp. 41-66. Fachrurazj. 2011. “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk meningkatkan kemampuan Berfikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar”. Jurnal pendidikan, No. 1, pp. 76-89. Fatimah, Fatia. 2012. “Kemampuan Komunikasi Matematis dan pemecahan Masalah Melalui Problem Based Learning”. Jurnal Penelitian dan Evaluasi pendidikan. Vol. 16 No. 1, pp. 40-50. Gallagher, Shelagh A dan James J. Gallagher. 2013. “Using Problem Based Learning to Explore Unseen Academic potential”. Interdisciplinary Journal of Problem Based Learning, Vol.7, No.1, pp. 111-131. Low Chin Han dan Ng Hui Teng. 2005. “Effects of Problem-Based Learning on Students’ Self-Directed Learning Behaviours in Mathematics”. International Journal of Educational, Juni 2005: Diterbitkan Permana, Yanto dan Utari Sumarmo. 2007. “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematika Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”. Jurnal Education UPI Vol. 1 No. 2, pp. 116-123. Rajagukguk, Waminto. 2011. “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Penerapan Teori Belajar Bruner Pada Pokok Bahasan Trigonometri di Kelas X SMA Negeri Kualuh Hulu Aek Kanopan T.A. 2009/2019”. Jurnal Pendidikan Vol. 19, No. 1, pp. 427442. Sastrawati, Eka dkk. 2011. “Problem Based Learning, Strategi Metakognisi, dan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa”. Teno-Pedagogi, Vol. 1 No. 2, pp. 1-14.
Selcuk, Gamze Sezgin. 2010. “The Effect of Problem Based Learning on PreService Teachers’ Achievement, Approaches and Attitudes Toward Learning Physics”. International Journal of The Physical Sciences, Vol. 5, No. 6, pp. 711-723. Sudarman. 2007. “Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah”. Jurnal Pendidikan Inovatif Vol.2 No.2, pp. 68-73. Sumarji. 2009. “Penerapan Pembelajaran Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Ilmu Statika dan Tegangan di SMK”. Jurnal Teknologi dan kejuruan, Vol. 32, No. 2, pp. 129-140. Sutama. 2011. Penelitian Tindakan Teori dan Praktek dalam PTK, PTS, dan PTBK. Surakarta: CV. Citra Mandiri Utama. Sutama. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Kunatitatif, Kalitatif, PTK, R&D. Surakarta: Fairuz Media. Tarhadi, dkk. 2006. “Perbandingan Kemampuan Penyelesaian Masalah Matematika Mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh dengan Mahasiswa Tatap Muka”. Jurnal pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 7 No. 2, pp. 121133. Witrant, Emmanuel dan Elvira Popescu. 2012. “A Problem Based Learning Approach for Green Control & IT in a Master Program”. International Journal of Educational, Vol. 7, pp. 1-10. Xiuping, Zhang. 2002. “The Combination of Traditional Teaching Method and Problem Based learning”. Uniserve Education, Vol.1, pp. 30-36. Yamin, Sulaiman. 2011. “The Effect of problem Based Learning on Critical Thinking Ability: A Theoretical and Empirical Review”. International Review of Social Scienens and Humanities, Vol.2, No.1, pp. 215-221.