J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1, Hal.: 60 - 66 ISSN 1978-1873
PENINGKATAN FUNGSIONAL PATI DARI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) DENGAN ENZIM AMILASE (Bacillus subtilis) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PENGOLAHAN PANGAN Agus Triyono B2PTTG LIPI, K.S TUBUN No.5 SUBANG, Telp (0260) 411478, Fax (0260) 411239 E-mail
[email protected] Diterima 28 Agustus 2007, perbaikan 10 Desember 2007, disetujui untuk diterbitkan 27 Desember 2007
ABSTRACT Starch function can be enhanced by hydrolysis chemically by acid or enzymatically by enzyme such as dextrin, so it can be used widely both in food and non-food Industries. The aim of this study is to study the pH influence and the enzyme concentration on the characteristic of modified starch from sweet potato starch (Ipomea batatas L.). The method used were variable concentration of -amylase enzyme from Bacillus subtilis and physicochemical analysis of characteristic of the modified starch (dextrin) to comply with quality standard of Indonesian National Standard (SNI).The result showed with the concentration of substrate 25 % starch and by the treatment of concentration variation of -amylase enzyme, the best of analysis was the treatment with enzyme concentration of 0.5 % with the level of water content 5.75 %, level of ash content 0.48 %, and degree of whiteness was 76.60%, the percent yield of maltodextrin 80.3 %; dextrose content 5.80 %, D.E (dextrose equivalent) < 20 and 98.50 % part dissolved in cold water. Keywords: sweet potato starch, dextrin, -amilase enzime, dextrose
1. PENDAHULUAN Di Indonesia banyak sekali jenis-jenis tanaman yang mudah tumbuh diseluruh pelosok daerah, dan sangat potensial sebagai sumber pangan. Umbi-umbian adalah salah satu yang sangat potensial sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Ubi jalar (Ipomea batatas L.) mulai menjadi prioritas setelah umbi mayor lainnya, yaitu pati dari ubi kayu. Salah satu sifat kekurangan dari pati dalam industri pengolahan pangan pada umumnya adalah tidak mudah larut dalam air dingin, sehingga berpengaruh dalam penggunaan energi pada industri pangan maupun pada proses metabolisme dalam tubuh manusia1). Oleh karena itu, pati tersebut perlu dilakukan modifikasi atau perlakuan khusus agar diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu, dan dapat meningkatkan nilai fungsional, serta dapat meningkatkan nilai pemanfatan baik pada usaha industri pengolahan pangan maupun industri non pangan1). Pada prinsipnya pembuatan maltodekstrin adalah memotong rantai polimer pati menjadi molekul-molekul yang berantai lebih pendek dengan jumlah unit D- glukosa di bawah sepuluh dan dekstrosa equivalent < 202-6). Pemotongan rantai dapat dilakukan dengan menggunakan proses enzimatik untuk menghidrolisis pati menjadi molekul pati yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini
enzim Amilase (C6H10O5)n + n H2O (C6H10O5)m.H2O + (C6H10O5)2H2O + C6H12O6 pati panas pati termodifikasi maltosa glukosa Gambar 1. Proses hidrolisis molekul pati metoda dekstrinasi basah secara enzimatik Dunia industri pengolahan pangan di Indonesia sudah mulai menggunakan pati termodifikasi yang selama ini masih diimport dari luar. Secara komersil produksi dekstrin berasal dari pati jagung, pati kentang , dan tapioka (pati ubi kayu), padahal di Indonesia tersedia potensi besar yang berasal dari pati umbi-umbian lain6, 7). Salah satu produk modifikasi pati adalah dalam bentuk maltodekstrin, gula glukosa dan fruktosa6). Kebutuhan dekstrin dalam industri, baik dalam
60
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1
industri pangan maupun non pangan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sebagian besar dekstrin yang dibutuhkan masih di impor dari luar negeri. Dalam penelitian ini, yang menjadi tujuan adalah (1) Mengembangkan teknologi modifikasi dari pati yang berasal dari sumber umbi umbian yang potensil; (2) Meningkatkan fungsional bahan dari pati umbi-umbian dalam keaneka ragaman produk bahan dan olahan pangan; (3) Mengembangkan teknologi pembuatan gula dari pati umbi-umbian. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah dperolehnya teknologi pembuatan maltodekstrin dan turunannya untuk mendukung pengembangan teknologi modifikasi pati pada skala pilot plant dan implementasinya sebagai bahan substitusi pada pengolahan sari buah Lipisari.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan bahan ubi jalar dari jenis Ase berasal dari Kab. Kuningan Jawa-Barat, yang merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar terbesar di Jawa-Barat dan Enzim -amilase dari Bacillus subtilis berbentuk powder, dengan aktifitas 50 U/mg, diperoleh dari P.T Halim Sakti Pratama. Pada kegiatan pendahuluan dicoba cara pembuatan pati dari ubi jalar, dan penentuan suhu terbaik dan lama proses dektrinasi dari beberapa konsentrasi substrat pati. Penelitian utama ini ditujukan untuk mempelajari penentukan konsentrasi larutan enzim -amilase terbaik antara 0,3%; 0,4%; dan 0,5 % (v/w). Dengan RKL, Yik = µ + Kk + Ai + ik. Sedangkan analisis kimia yang dilakukan pada penelitian utama meliputi; kadar dextrosa dan dekstrosa equivalen (D.E), kadar air dengan menggunakan metode gravimetri, kadar abu dengan menggunakan metode gravimetri dan derajat putih dengan alat Kett Whiteness Meter8, 9).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Percobaan Pendahuluan 3.1.1. Pembuatan dan karakterisasi pati ubi jalar Pembuatan pati ubi jalar, terlebih dahulu dilakukan pembersihan, pemarutan dan ekstraksi. Pemisahan pati dilakukan dengan cara pengendapan. air bagian atas tersebut dibuang dan dilakukan pengeringan untuk mengurangi air yang terkandung dalam pati ubi jalar. Hasil (yield) rendemen pati ubi jalar sekitar 15 %, dengan 3 kali ulangan percobaan. 3.1.2. Analisis kimia pati ubi jalar Analisis kimia pati ubi jalar meliputi; kadar air, kadar abu, kadar pati, dan derajat putihdapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Bahan Baku Pati Ubi Jalar Kriteria Uji
Satuan
Kadar Air Kadar Abu Kadar Pati Kadar Lemak/Minyak Kadar Protein Kadar Serat Kasar Derajat putih
% % % % % % % BaSO4
Hasil Karakteristik Pati Ubi Jalar 9,5 0,40 80,60 1,64 0,01 0,045 80,1
Berdasarkan hasil analisis ternyata pati ubi jalar 1 (ubi jalar putih) memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan ubi jalar 2 (ubi jalar merah),yaitu sebesar 9,5%. Kadar air diukur untuk mengetahui berat air atau berat pati kering yang terkandung dalam bahan. Menurut Winarno, air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, dan tekstur10). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentuk acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut.
2007 FMIPA Universitas Lampung
61
Agus Triyono...Peningkatan Fungsional Pati dari Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik. Dari hasil analisis kadar abu pati ubi jalar diperoleh hasil yang tidak terlalu berbeda antara dua jenis ubi yang digunakan dalam penelitian pendahuluan yaitu sebesar 0,40 % Kandungan pati dari pati ubi jalar diharapkan jika memiliki kandungan pati yang tinggi maka produk maltodekstrin yang dihasilkan juga akan tinggi. Jika dilihat dari hasil analisis kadar pati ubi jalar putih lebih banyak mengandung pati (karbohidrat) yaitu 80,60%. Hal ini menunjukkan bahwa pati ubi jalar pada umur tertentu berpotensi dijadikan bahan baku untuk pembuatan maltodekstrin. 3.2. Pembuatan Dan Karakteristik Dekstrin Pati Ubi Jalar 3.2.1. Penentuan lama proses dan suhu dekstrinasi Pati akan membentuk kompleks warna biru apabila ditetesi dengan pereaksi yodium., dan larutan dekstrin akan menghasilkan kompleks warna coklat jika ditetesi pereaksi yodium10) Dalam penentuan lama proses dekstrinasi menggunakan enzim amilase jenis thermamyl (enzim dari bakteri) bentuk larutan, dilakukan pada suspensi substrat pati 15 %,20 %, 25 %, pada pH 6 dan, dengan konsentrasi enzim - amilase 0,3 %.(v/w). Tabel 2. Penentuan Lama Dekstrinasi Konsentrasi Substrat Pati Ubi Jalar Waktu (menit) 0 10 20 30 40 50 60
15 % Biru Tua Biru Biru ungu Ungu Merah ungu Merah Coklat
20 % Biru Tua Biru Biru ungu Ungu Merah ungu Merah Coklat
25 % Biru tua Biru Biru Biru ungu Ungu MerahUngu Merah Coklat
Keterangan : Suhu yang akan digunakan untuk percobaan utama adalah suhu 65 oC, dengan waktu hidrolisis lebih dari 50 menit. Artinya dengan penggunaan konsentrasi enzim -Amilase 0,3 % pada konsentrasi substrat 25 % dalam waktu sekitar lebih dari 50 menit cukup menghasilkan dekstrin. Untuk penelitian selanjutnya konsentrasi substrat pati ubi jalar 25 %, pada suhu proses 65 º C dan perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi enzim 0,3 %, 0,4 % 0,5 % dipilih agar menjadikan kapasitas proses menjadi menjadi lebih efisiensi (waktu dan kapasitas /jumlah pati yang diproses lebih banyak)
3.2. Hasil Analisis Karakteristik Maltodekstrin Pada percoban pengembangan teknologi dekstrin ini dipilih dengan menggunakan beberapa perlakuan konsentrasi penggunaan enzim -amilase ( 0,3%, 0,4 %, 0,5 %) dan konsentrasi substrat (larutan pati 25 %), pada suhu 65 º C, pH 6 dan waktu menjadi pendek dengan nilai Dekstrosa equivalen .dari semua perlakuan sekitar nilai 20 (pada Tabel 3) Sehingga dalam satuan waktu kapasitas kemampuan untuk memproduksi pati termodifikasi menjadi lebih besar. Hasil penelitian skala laboratorium ini untuk menunjang scale up pada pembuatan pati termodifikasi menjadi semi produksi (pilot plant) yang menjadi program lanjutan pada tahun ini. 3.2.1. Kadar air Pengeringan ialah suatu cara atau proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya Salah satu pengendalian pertumbuhan mikroba adalah pembatasan jumlah air untuk pertumbuhannya, karena mikroba hidup memerlukan air. Jumlah air dalam bahan pangan menentukan jenis mikroba yang memiliki kesempatan untuk tumbuh11). Dari hasil analisis kadar air Tabel 3, menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi enzim tidak memberikan pengaruh terhadap kadar air dan terlihat bahwa perlakuan a3 (konsentrasi enzim 0,5 %), maltodekstrin memiliki kadar air tertinggi yaitu sebesar 6,85%, Hasil analisis kadar air dekstrin yang dihasilkan dari pati ubi jalar berkisar antara 5,75 sampai 6,85
62
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1
% bila dibandingkan dengan kadar air pati asalnya yaitu sekitar 9,5 %, maka semua kadar air dekstrin yang dihasilkan dalam percobaan ini nilainya lebih rendah. Pengeringan larutan dekstrin dilakukan dalam pengering bersuhu 55 oC. Syarat mutu SNI dekstrin untuk industri pangan, nilai kadar air adalah maksimal 11%. Apabila dibandingkan dengan SNI tersebut maka seluruh kadar air dekstrin yang dihasilkan dapat memenuhi syarat ini. Tabel 3. Hasil Analisis Karakteristik Maltodekstrin
Perlakuan enzim -amilase
a 1 ( 0,3 %) a 2 ( 0,4 %) a 3 (0,5 %) Syarat Mutu SNI (1992)
K. Air (%)
K. Abu (%)
Dekstrosa (%)
6,85
0,38
4,45
6,50
0,44
5,75 Maks. 11
Hasil D.E
Der. Asam (ml 0,1 N NaOH /100 g )
Kekentalan (cP)
Bag. Larut air dingin (%)
16,97
4,25
2,80
90,75
4,85
18,20
4,20
3,10
97,50
0,48
5,80
20,25
4,35
3,50
98,50
Maks. 0,5
Maks. 5
< 20
Maks. 5
Min. 97
3.2.2. Kadar abu Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan, dan mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik Kadar abu merupakan ukuran umum kualitas dan berguna bagi iidentifikasi bahan makanan. Bila diperoleh nilai abu yang lebih besar dari nilai standar, maka di dalam bahan makanan tersebut terkandung zat pengotor asing7). Nilai kadar abu pati asal adalah berkisar antara 0,38 sampai 0,48. Apabila nilai ini dibandingkan dengan kadar abu dekstrin yang dihasilkan, maka nilai kadar abu dekstrin lebih rendah dari nilai pati asalnya. Kadar abu merupakan mineral-mineral yang memiliki ketahanan yang cukup tinggi terhadap suhu selama proses pemasakan, sehingga keberadaannya dalam bahan pangan walaupun bisa mengalami perubahan namun cenderung tetap11). Pada Tabel 3 menampilkan hubungan antara kadar abu dekstrin dengan konsentrasi enzim -amilase, dibandingkan dengan SNI dekstrin industri pangan. Syarat mutu SNI dekstrin untuk industri pangan menetapkan nilai kadar abu adalah maksimal 0,5 %. Sehingga semua dekstrin yang dihasilkan dari pati talas kurang memenuhi syarat tersebut,tetapi untuk dekstrin dari pati ubi jalar memenuhi syarat SNI4, 5). 3.2.3. Kadar dekstrosa dan dekstrosa equivalen Pengukuran kadar dekstrosa dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pati terhidrolisis menjadi molekul-molekul dengan rantai yang jauh lebih pendek khususnya dengan terbentuknya gula-gula sederhana. Perlakuan penggunaan konsentrasi penambahan ezim -amilase pberpengaruh nyata terhadap kadar dekstrosa. Hidrolisis sempurna amilosa oleh enzim -amilase akan menghasilkan produk akhir maltosa dan glukosa, sedangkan hidrolisisa amilopektin menghasilkan sejumlah -limit dekstrin bercabang, maltosa dan glukosa7). Kadar dekstrosa yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar pati sudah terurai lebih jauh menjadi maltosa dan glukosa. Nilai kadar dekstrosa ada peningkatan kadar dekstrosa seiring dengan adanya peningkatan penambahan konsentrasi enzim. Syarat mutu dekstrin untuk pangan untuk kadar dekstrosa adalah maksimal 6%, dan untuk non pangan adalah 7 %. Hasil penelitian maltodekstrin pati ubi jalar tersebut yang memenuhi syarat adalah perlakuan a1, dan a2 memenuhi syarat
2007 FMIPA Universitas Lampung
63
Agus Triyono...Peningkatan Fungsional Pati dari Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)
untuk pangan. Sedangkan perlakuan a3 untuk maldekstrin dari pati ubi pada penelitian tidak memenuhi syarat pangan tetapi masih memenuhi syarat untuk non pangan.
3.2.4. Derajat asam Derajat asam berhubungan dengan nilai pH atau konsentrasi ion H + pada substrat pati pada proses hidrolisa, disebabkan kemungkinan adanya penambahan bahan pembantu ataupun lain-lain seperti bahan buffer, pada tahap penetapan pH larutan substrat1). Hasil analisis derajat asam dekstrin Tabel 3, dari pati ubi jalar memenuhi syarat mutu SNI4, 5), baik untuk pangan maksimum 5 dan untuk non pangan maksimum 6. Hal ini menandakan semakin tinggi konsentrasi enzim maka semakin tinggi derajat putihnya. Ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi enzim maka akan semakin cepat enzim tersebut bekerja untuk mengubah pati menjadi maltosa atau glukosa, reaksi tersebutlah yang diduga mempengaruhi derajat putih dekstrin. Dalam syarat mutu SNI dekstrin untuk industri pangan tidak ada kriteria derajat putih yang ditetapkan, hanya warna secara visual yang ditetapkan adalah putih sampai kekuning-kuningan. Hal ini mungkin disebabkan karena bahan baku dan cara pembuatan dekstrin komersial dengan dekstrin hasil percobaan berbeda, sehingga mutu dekstrin yang dihasilkan juga berbeda. 3.2.5. Kekentalan Pada proses pembuatan maltodekstrin secara enzimatis, kekentalan dekstrin Tabel 3 sangat dipengaruhi oleh pati sumber bahan bakunya, sebab dekstrin selalu membawa beberapa sifat pati asalnya. Selama proses dekstrinasi kekentalan larutan cenderung akan menurun dari kekentalan pati asal dan cenderung semakin menurun bila waktu proses diperpanjang6). Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi enzim -amilase berpengaruh nyata terhadap kekentalan dekstrin yang dihasilkan. Bahwa kekentalan dekstrin yang dihasilkan berkisar antara 2,88 sampai 3,50 cp, kekentalan dekstrin dipengaruhi oleh kadar gula pereduksinya. Semakin tinggi kadar gula pereduksi yang terbentuk maka larutan semakin mengental. Pada syarat mutu SNI dekstrin untuk ditetapkan berdaarkan derajat (°) Engler, sedangkan pengukuranni didaarkan pada satuan centi poice (Cp)4, 5). 3.2.6. Kelarutan dalam air dingin Pati termodifikasi merupakan hasil penyederhanaan polimer dari pati , dengan proses hidrolisis pati yang sifatnya tidak larut dalam air dingin diubah menjadi maltodekstrin yang larut dalam dingin, dan sebagai bahan substitusi pangan akan meningkatkan nilai fungsional (membantu gerak peristaltik usus, memelihara mikroflora dalam lambung), karena mudah larut dalam air pada temperatur relatif rendah. Disamping itu pati termodifikasi ini apabila dimanfaatkan sebagai bahan pembantu atau bahan substitusi dapat bersifat memperbaiki produk olahan seperti penampakan (tekstur, warna, rasa) relatiof cepat masak sehingga mengurangi energi untuk proses pengolahan. Menurut syarat mutu dekstrin untuk industri pangan SNI 01-2593-19925), bagian yang larut dalam air dingin minimal 97 %, sedangkan dekstrin untuk industri non pangan SNI 06-1451-19894), bagian yang larut dalam air dingin minimal 80 %. 3.2.7. Derajat putih Selama proses hidrolisis pati, pati terurai terlebih dahulu menjadi dekstrin lalu berlanjut menjadi maltosa dan akhirnya glukosa., maltosa dan glukosa termasuk gula pereduksi. Dalam proses hidrolisis ini terbentuknya gula-gula pereduksi tersebut sulit dikontrol Adanya bahan lain yang terdapat pada pati ubi jalar (warna alami/pigmen) juga berpengaruh pada derajat putih dekstrin yang dihasilkan pada percobaan Tabel 3. Hal ini disebabkan oleh adanya enzim fenolase yang ada pada bahan baku yaitu ubi jalar.Terjadinya browning diakibatkan oleh enzim fenolase yang memiliki pH optimal sekitar 6,5. enzim fenolase dapat dihambat dengan menurunkan pH larutan sampai 3,0 dengan menambahkan bahan alami seperti asam sitrat, asam malat, atau senyawa lain, misalnya asam fosfat 12).
64
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 1
Berdasarkan syarat mutu dekstrin untuk pangan5), warna dekstrin secara visual, yaitu putih sampai kekuningan. Dalam percobaan penelitian ini warna diukur secara obyektif dengan alat Kett Whiteness Meter,dengan nilai rata ulangan dari perlakuan konsentrasi enzim pada substrat pati 25 %, sebagai berikut (perlakuan a 1 ( 0,3 %)= 68,50 %, a 2 ( 0,4 %) = 72,50, a 3 (0,5 %) = 76,60 % ). 3.2.7. Rendemen dekstrin Rendemen (percent yield) merupakan perbandingan anatar produk yang dihasilkan ( dekstrin) dengan banyaknya bahan yang digunakan dama pembuatan pati twermodifikasi atau dekstrin (pati ubi jalar). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendemen, seperti susut bobot saat proses dekstrinasi, pengeringan , penggilingan dan pengayakan. Hasil rendemen dekstrin yang diperoleh dari rata-rata perlakuan dan ulangan ( 78, 20 %, 80,20 %, 82, 48 %) sekitar 80,28 %.
4. KESIMPULAN 1.
Kondisi atau konsentrasi penggunaan enzim amilase pada pembuatan maltodekstrin baik adalah sekitar 0,5 % tehadap jumlah substrat pati pada kondisi pH 6 dan suhu proses 65 ºC.
2.
Dlihat dari bagian yang larut dalam air dingin, maka perlakuan konsentrasi enzim a3 = 0,5 % (v/w) adalah 98,50 % lebih dari syarat min.97, dekstrin untuk industri pangan, dan sangat memenuhi syarat untuk industri non pangan.
3.
Warna visual maltodekstrin dari pati ari pubi jalar (kuning pucat bersih), hal dilihat pengukuran derajat putih (% BaSO4) maltodekstrin dari pati ubi jalar putih ( 68,50 76,60 %).
4.
Apabila dilihat dari kadar abunya saja maltodekstrin yang berasal dari pati bahan asalnya dari patinya kadar abu masih < 0,5 % memenuhi syarat untuk bahan pembuatan maltodekstrin, karena bahan dari patinya saja, rendah. Peningkatan kadar abu maltodekstrin mungkin disebabkan pencemaran selama proses ataupun kandungan mineral dari kofaktor enzimnya.
5.
Pada hasil penelitian ini baik pati yang berasal dari ubi jalar putih, dapat sebagai bahan sumber pati untuk pembuatan pati termodifikasi secara enzimatik (maltodekstrin), dalam hal ini memenuhi syarat mutu untuk pangan (sesuai memenuhi syarat mutu dekstrin untuk Industri pangan SNI (01 2593 -1992).
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada sdr. Rima Kumalasari, S.T, M.M, Cecep Erwan, S.T, ; sdr. Siti Kudhaifanny, A.md, dan atas bantuan dalam kegiatan Litbang ini.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Soekarto, S.T, Lily, P.dan Maya. 1991. Peningkatan Nilai Tambah Tepung Sagu dengan Proses Modifikasi Pati Untuk Bahan Dasar Industri Pangan dan Non Pangan Fakultas Teknologoi Pertanian, I.P.B, Bogor.
2.
Triyono, A. 2006. Upaya Pemanfaatan Umbi Talas Untuk bahan Pati Pada Pembuatan Dekstrin, Prosiding Seminar Nasional, Iptek Solusi Kemandirian Bangsa, Kerjasama LIPI, dengan UGM, Yogya.
3.
Abubakar,Y. 1986. Mempelajari Proses Pembuatan Dekstrin dari Tapioka Menggunakan Enzim -Amilase, FATETA, IPB, Bogor.
4.
Dewan Standarisasi Nasional, 1989. Dekstrin Untuk Industri Non Pangan.
5.
Dewan Standarisasi Nasional, 1992. Dekstrin Untuk Industri Pangan
6.
Hayati, A., 2004. Produksi Malto Dekstrin dari Pati Umbi Minor Secara enzimatis, FATETA, IPB, Bogor.
2007 FMIPA Universitas Lampung
65
Agus Triyono...Peningkatan Fungsional Pati dari Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)
7.
Tjiptadi, Raharja, W.S. dan Setyawati, B.R. 1990. Karakteristik Pati dan Manfaat dalam Industri, FATETA, IPB, Bogor.
8.
AOAC, 1998. Official Methods of Analysis of The association of Official Analytical Chemists, AOAC, Washington.
9.
Norman, E. 1979. Enzymes and Food Processing, Applied Science Publisher Ltd, London.3. Bemiller,J.N &
10. Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan, Pt. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta. 11. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, Terjemahan Muchji Muljohardjo, Edisi ketiga, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 12. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi, Pt. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.
66
2007 FMIPA Universitas Lampung