PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN RUMAH TANGGA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI DAS CITARUM MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL K-RATAAN, FUZZY K-RATAAN DAN K-MEDOID
MARTA SUNDARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian Tingkat Kerentanan Rumah Tangga Terhadap Perubahan Iklim di DAS Citarum Menggunakan Analisis Gerombol K-Rataan, Fuzzy K-Rataan dan K-Medoid adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Marta Sundari
RINGKASAN MARTA SUNDARI. Penilaian Tingkat Kerentanan Rumah Tangga Terhadap Perubahan Iklim di DAS Citarum Menggunakan Analisis Gerombol K-Rataan, Fuzzy K-Rataan dan K-Medoid. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN dan RIZALDI BOER. Pemanasan global secara signifikan berkaitan erat dengan peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Sumber utama emisi GRK berasal dari dominasi penggunaan bahan bakar fosil pada beragam aktivitas manusia. Pemanasan global merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim (IPCC 2007). Besaran dampak perubahan iklim sangat bergantung pada tingkat kerentanan masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Citarum sehingga dibutuhkan kajian mengenai tingkat kerentanan masyarakat untuk membantu menyusun rencana strategi dan aksi adaptasi menghadapi dampak keragaman dan perubahan iklim baik jangka panjang maupun jangka pendek. DAS Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang namun beragam masalah yang terjadi di sepanjang DAS Citarum telah memicu peningkatan frekuensi dan intensitas bencana di sepanjang DAS Citarum. IPCC 2007 mendefinisikan kerentanan sebagai ‘derajat atau tingkat sebuah sistem rentan atau tidak dapat mampu mengatasi dampak perubahan iklim termasuk keragaman dan keekstriman iklim’. Kerentanan dalam konteks sosial merupakan fungsi karakter, intensitas dan tingkat keragaman iklim dimana sebuah sistem mengalami keterpaparan, sensitifitas dan kemampuan adaptif sistem tersebut (IPCC 2001). Pada penelitian ini, tingkat kerentanan masyarakat yang diwakili oleh rumah tangga dikelompokkan menjadi lima kelompok menggunakan analisis analisis gerombol dengan metode k-rataan, fuzzy k-rataan dan k-medoid. Penentuan jumlah kelompok didasarkan pada metode kuadran (Boer et al. 2013). Data yang digunakan berasal dari survei berjudul Penilaian Kerentanan Rumah Tangga Terhadap Variasi Iklim dan Perubahannya di DAS Citarum yang diselenggarakan oleh CCROM IPB bekerjasama dengan ADB dan AECOM pada dalam Paket E, TA ADB 7189. Sebanyak 625 responden berhasil diwawancarai dengan panduan kuesioner. Analisis gerombol dilakukan untuk dua gugus data, gugus data pertama berisi 17 peubah dan gugus data kedua berisi 14 peubah. Evaluasi indikator penyusun tingkat kerentanan ternyata mampu memperbesar rasio rerata jarak objek dan nilai Hotelling serta memperkecil nilai fungsi tujuan dan salah klasifikasi metode penggerombolan. Pada gugus data pertama, metode k-medoid mampu memberikan hasil penggerombolan paling baik dibandingkan metode lain. Namun setelah dilakukan evaluasi indikator, metode k-rataan dapat menjadi solusi karena menghasilkan rasio rerata jarak objek dan fungsi tujuan yang tidak jauh berbeda dengan metode k-medoid dan menghasilkan nilai Hotelling paling besar serta salah klasifikasi paling kecil dibandingkan metode lain. Keuntungan penggunaan k-rataan untuk peneliti adalah metode ini dianggap lebih mudah digunakan daripada kedua metode lainnya. Kata kunci: kerentanan, k-rataan, fuzzy k-rataan, k-medoid
SUMMARY MARTA SUNDARI. Assessing Household Vulnerability to Climate Change in Citarum River Basin using K-Means, Fuzzy C-means and K-Medoid Cluster Analysis. Supervised by ASEP SAEFUDDIN dan RIZALDI BOER. Global warming is significantly related to the increase of greenhouse gases (GHG) in the atmosphere. GHG emissions sourced from the dominance of fossil fuel usage on variety of human activities. Global warming is one of the causes of climate change (IPCC 2007). Magnitude of the climate change impact depend on the level of community vulnerability, especially who live in around Citarum watersheds so it takes a study on the community vulnerability to develop strategies and adaptation action plan to face the impact of climate variability and change both long and short term. Citarum is the longest and largest river in West Java which plays an important role in many fields, there is problems that occur along Citarum has sparked an increase of disasters frequency and intensity along the Citarum watershed. IPCC 2007 defines vulnerability as "the degree to which a system is susceptible to, and unable to cope with, adverse effects of climate change, including climate variability and extremes'. Vulnerability in social context is a function of the character, magnitude and rate of climate variability experienced in which a system of exposure, sensitivity and adaptive capabilities of the system (IPCC 2001). In this study, the level of community vulnerability represented by households grouped into five groups using cluster analysis with k-mean method, fuzzy k-means and k-medoids. Determination of group number based on the quadrant method (Boer et al. 2013). The data used comes from survey titled Household Vulnerability Assessment of Climate Change and Variations in Citarum held by CCROM IPB with ADB and AECOM on the Package E, ADB TA 7189. Total of 625 respondents were interviewed with questionnaire guidance. Cluster analysis applied for two data groups, the first group contains 17 variables and second group contains 14 variables. Evaluation for indicator of vulnerability level increases ratio of object average distance and hotelling value and also decrease objective function value and cluster method misclassification. K-medoids method on first group resulting better clustering than other method. After the evaluation of vulnerability indicator, k-means methods could be a solution because it resulting ratio of object average distance and objective function almost similar to k-medoids and has biggest hotteling value also smallest misclassification. The advantage of k-means usage is easier than other methods.
Keywords: vulnerability, k-means, fuzzy k-means, k-medoids
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENILAIAN TINGKAT KERENTANAN RUMAH TANGGA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI DAS CITARUM MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL K-RATAAN, FUZZY K-RATAAN DAN K-MEDOID
MARTA SUNDARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tesis : Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
Judul Tesis : Penilaian Tingkat Kerentanan Rumah Tangga terhadap Perubahan Iklim di DAS Citarum Menggunakan Analisis Gerombol K-Rataan, Fuzzy F-Rataan dan K-Medoid Nama : Marta Sundari NIM : G152110141
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Asep Saefuddin, MSc Ketua
Prof Dr Ir Rizaldi Boer, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Indahwati, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 7 Juni 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar magister sains pada Program Studi Statistika Terapan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, memilih tema mengenai tingkat kerentanan rumah tangga terhadap dampak variasi iklim dan perubahannya di sekitar DAS Citarum. Penelitian ini diselenggarakan oleh CCROM IPB bersama dengan Asian Development Bank (ADB) dan AECOM dalam Paket E, TA ADB 7189. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Asep Saefuddin, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Rizaldi Boer, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Made Sumertajaya M.si selaku penguji luar komisi yang banyak memberi saran membangun. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga atas segala doa dan dukungannya baik berupa moril maupun materiil. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Marta Sundari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. vi DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. vi DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….. vi 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1 1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1 1.2 Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 2 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………3 2.1 DAS Citarum…………………………………………………………….3 2.2 Perubahan Iklim………………………………………………………… 3 2.3 Kerentanan……………………………………………………………… 4 2.4 Teori Himpunan Fuzzy…………………………………………………. 7 2.5 Analisis Gerombol K-Rataan…………………………………………… 7 2.6 Analisis Gerombol Fuzzy K-Rataan……………………………………. 7 2.7 Fungsi Keanggotaan Fuzzy K-Rataan………………………………….. 8 2.8 Fungsi Keanggotaan K-Medoid………………………………………… 9 3 METODE PENELITIAN……………………………………………………… 10 3.1 Data……………………………………………………………………. 10 3.2 Metode Analisis……………………………………………………….. 11 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………... 15 4.1 Demografi Responden………………………………………………… 15 4.2 Deskripsi Indikator Penyusun Tingkat Kerentanan Rumah Tangga…... 16 4.3 Proyeksi Tingkat Kerentanan Rumah Tangga Menggunakan Metode Kuadran……………………………………………………………….. 17 4.4 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode K-Rataan………………... 17 4.5 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode Fuzzy K-Rataan………….18 4.6 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode K-Medoid……………….. 19 4.7 Penilaian Kebaikan Metode Penggerombolan………………………… 19 5 SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………… 21 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 21 LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 24 RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………………... 53
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Profil tingkat kerentanan……………………………………………………… 5 Metode penarikan contoh berlapis ganda…………………………………….10 Indikator penyusun tingkat kerentanan……………………………………… 11 Perbedaan metode penggerombolan analisis gerombol…………….............. 14 Pengelompokan social economy status (SES)………………………………. 16 Kebaikan metode penggerombolan tingkat kerentanan…………….............. 20 Persentase salah klasifikasi penggerombolan……………………………….. 20
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ilustrasi konsep kerentanan, selang toleransi dan adaptasi ………………… 5 Tingkat kerentanan menggunakan metode kuadran ………………………... 6 Fungsi keanggotaan metode k-rataan ………………………………………. 8 Fungsi keanggotaan (kurva S) metode fuzzy k-rataan ……………............... 8 Bagan alir analisis data …………………………………………………… 14 Demografi responden……………............................................................... 15 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode k-rataan …….. 17 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode fuzzy k-rataan. 18 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode k-medoid …… 19
DAFTAR LAMPIRAN 1. Diagram kotak garis indikator tingkat kerentanan rumah tangga di DAS Citarum …………………………………..................................................... 2. Diagram kotak garis indikator tingkat kerentanan rumah tangga di hulu, tengah dan hilir DAS Citarum ……………………….................................. 3. Nilai korelasi antar indikator …………………………………………........ 4. Keluaran regresi logistik ordinal ……………............................................... 5. Proyeksi hasil penggerombolan menggunakan metode kuadran ………...... 6. Proyeksi dua dimensi hasil penggerombolan ……………............................ 7. Pusat gerombol metode metode hierarki dengan 3 faktor tingkat kerentanan rumah tangga …………………………………………….......... 8. Proporsi pusat gerombol metode metode k-rataan dengan 17 indikator…… 9. Pusat gerombol metode metode fuzzy k-rataan dengan 17 indikator…….... 10 Pusat gerombol metode metode k-medoid dengan 17 indikator………….... 11 Pusat gerombol metode metode k-rataan dengan 14 indikator…………...... 12 Pusat gerombol metode metode fuzzy k-rataan dengan 14 indikator…….... 13 Pusat gerombol metode metode k-medoid dengan 14 indikator………….... 14 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga setiap daerah………..... 15 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode hierarki dengan 3 faktor….... 16 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-rataan dengan 17 indikator…………………………………………………………………..... 17 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode fuzzy k-rataan dengan 17 indikator …………………………………………………………………… 18 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-medoid dengan 17 indikator……………………………………………………………………. 19 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-rataan dengan 14 indikator......................................................................................................... 20 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode fuzzy k-rataan dengan 14 indikator…………………………………………………………………..... 21 Jarak rerata objek ke pusat gerombol metode k-medoid dengan 14 indikator……………………………………………………………………. 22 Salah klasifikasi metode penggerombolan………………………………… 23 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat rendah.. 24 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga rendah……… 25 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sedang ……... 26 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga tinggi……….. 27 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat tinggi... 28 Sintaks metode fuzzy k-rataan menggunakan perangkat lunak Mathlab....... 29 Sintaks metode k--medoid menggunakan perangkat lunak R…………........
24 24 26 28 29 30 31 31 32 33 34 34 35 36 37 37 38 38 38 39 39 40 42 44 46 48 50 52 52
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global berkaitan erat dengan peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. GRK telah mengalami peningkatan secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Sumber utama emisi GRK berasal dari dominasi penggunaan bahan bakar fosil pada berbagai aktifitas manusia seperti pada sektor industri, energi dan transportasi juga masalah penurunan luasan dan kualitas hutan, alih fungsi lahan pertanian serta buruknya pengelolaan limbah dan sampah. Pemanasan global merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim yang ditandai dengan terjadinya perubahan pola dan curah hujan, peningkatan frekuensi serta intensitas cuaca ekstrim seperti badai, banjir dan kekeringan (IPCC 2007). Perubahan iklim memberi dampak yang cukup signifikan terhadap kehidupan manusia, ekosistem dan sistem kehidupan lainnya. Di wilayah pesisir DAS Citarum, kenaikan permukaan air laut telah menyebabkan masalah salinitas yang mengganggu persediaan air bersih dan banjir rob yang mengakibatkan rusaknya ekosistem pantai yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat di pesisir. Secara umum, perubahan pola dan curah hujan telah mempengaruhi pola dan intensitas tanam, menurunkan jumlah panen dan hasil tangkapan ikan, meningkatkan serangan hama penyakit dan lain sebagainya. Peningkatan intensitas bencana banjir diprediksi meningkatkan jumlah penderita penyakit menular terutama jenis dan vektor penyakit yang dibawa air seperti demam berdarah, malaria dan diare. Bencana banjir juga menyebabkan terjadinya kehilangan potensi pendapatan karena masyarakat menjadi tidak produktif. Besaran dampak perubahan iklim sangat bergantung pada tingkat kerentanan masyarakat sehingga dibutuhkan kajian mengenai tingkat kerentanan masyarakat untuk membantu menyusun rencana strategi dan aksi adaptasi menghadapi dampak keragaman dan perubahan iklim baik jangka pendek maupun jangka panjang. Metode pengukuran tingkat kerentanan sangat beragam tergantung tujuan dan ruang lingkup penelitiannya (Olmos 2001; Fussel 2007). Di Indonesia, penelitian tentang tingkat kerentanan masyarakat yang tinggal di sekitar DAS telah dilakukan, diantaranya di DAS Ciliwung (Swandayani 2010), di DAS Garang (Efendi 2012) dan di DAS Citarum (Boer et all. 2013). Pemetaan tingkat kerentanan masyarakat di DAS Ciliwung dan DAS Garang menggunakan proses hierarki analitik (PHA) dan sistem informasi geografis (GIS) serta menjadikan desa sebagai objek penelitian. Tingkat kerentanan masyarakat di DAS Citarum dikelompokkan menggunakan analisis gerombol dengan metode hierarki menggunakan pautan Ward dan menjadikan rumah tangga sebagai objek penelitian. Rumah tangga merupakan unit produksi dan konsumsi terkecil di masyarakat yang perlu diketahui tingkat kerentanannya (Boer et al. 2013). Tingkat kerentanan rumah tangga merupakan informasi yang diperlukan untuk merancang program pembangunan yang dapat merespon dampak perubahan iklim. Tingkat kerentanan masyarakat di DAS Citarum disusun dari indikator penyusun faktor dan setiap indikator diberi bobot yang besarnya ditetapkan menggunakan penilaian pakar.
2
Penilaian pakar memiliki kelemahan diantaranya bersifat subjektif dan dalam prosesnya membutuhkan lebih banyak waktu serta biaya. Pengelompokan kerentanan rumah tangga dapat dilakukan secara langsung menggunakan indikator penyusun tingkat kerentanan untuk mengatasi kelemahan pemberian bobot indikator menggunakan sistem pakar. Pengelompokan dilakukan menggunakan analisis gerombol dengan metode k-rataan, fuzzy k-rataan dan kmedoid. Nengsih (2010) berhasil melakukan pengelompokan daerah tertinggal di Indonesia menggunakan analisis gerombol dengan metode k-rataan dan fuzzy krataan. Sebelumnya, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia (KNPDT) melakukan pengelompokan daerah tertinggal berdasarkan rataan terboboti dari indikator yang diukur. Nengsih (2010) menggunakan analisis gerombol untuk mengatasi masalah subjektifitas dalam penentuan bobot indikator serta mengatasi pengaruh data pencilan terhadap hasil pengelompokan rataan terboboti. Tujuan analisis gerombol adalah meminimumkan keragaman objek didalam gerombol (Johnson & Wichern 2007). Pada analisis gerombol, metode tak hierarki digunakan jika jumlah gerombol yang akan dibentuk telah ditetapkan sebelumnya. Ross (2004) membagi cara mengalokasikan objek ke dalam gerombol menjadi cara tegas (hard) dan cara fuzzy (fuzzy). Cara tegas menyatakan secara tegas bahwa objek sebagai anggota gerombol tertentu dan tidak menjadi anggota gerombol lainnya, sedangkan cara fuzzy menyatakan masing-masing objek diberikan nilai kemungkinan pada setiap gerombol yang telah ditentukan sebelumnya. Cara tegas diakomodasi oleh metode k-rataan, k-medoid, k-median dan lain-lain. Sedangkan cara fuzzy diakomodasi oleh metode fuzzy k-rataan, fuzzy k-medoid dan lain-lain. Pada data yang mengandung pencilan, metode k-rataan menghasilkan salah klasifikasi yang cukup tinggi karena pusat gerombolnya menggunakan rataan yang akan bergeser akibat adanya pencilan (Kaufman & Rousseeuw 1990). Salah satu statistik yang kekar terhadap pencilan adalah median sehingga berkembang metode k-median dan k-medoid sebagai metode penggerombolan alternatif. Kmedoid adalah salah satu teknik penggerombolan yang mirip dengan k-rataan, perbedaannya terletak pada pemilihan objek sebagai pusat gerombol.
1.2 Tujuan Penelitian 1.
2.
3.
Membandingkan efektifitas penggunaan analisis gerombol metode k-rataan, metode fuzzy k-rataan dan metode k-medoid pada analisis tingkat kerentanan rumah tangga terhadap perubahan iklim Menerapkan penggunaan analisis gerombol untuk mengatasi masalah subjektifitas pada proses pemberian bobot indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga yang dilakukan dengan sistem pakar Menerapkan penggunaan analisis gerombol untuk mengatasi masalah inefisiensi waktu dan biaya pada proses pembobotan indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga dengan sistem pakar
3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DAS Citarum DAS merupakan kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara di danau atau lautan, pemisah topografis dapat berupa punggung bukit dan pemisah bawah berupa batuan (UU PSDA 2004). DAS Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, bersumber di kaki Gunung Wayang pada ketinggian ± 2.198 m di atas permukaan laut. Sungai Citarum bermuara di pesisir Kabupaten Karawang dengan panjang sungai sekitar 245 km (Hasan 2011). DAS Citarum memiliki luas sekitar 6.600 km2 dan Institutional Strengthening for Integrated Water Resources Management in 6 Ci’s River Basin Territory dalam Hasan (2011) mencatat DAS Citarum merupakan tumpuan bagi 14.014.852 penduduk yang tinggal di sekitarnya. Tiga waduk besar di DAS Citarum yaitu saguling, cirata dan juanda dimanfaatkan untuk sumber bahan baku air minum termasuk untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta juga sebagai pembangkit listrik tenaga air. Selain itu, sumber air citarum merupakan sumber air irigasi utama untuk pertanian, industri, pariwisata dan sarana olahraga air di sekitar DAS. DAS Citarum juga berperan sebagai penyedia air bagi Daerah Irigasi Jatiluhur seluas ± 240.000 ha dan memberikan kontribusi besar terhadap produksi beras Jawa Barat yang memiliki proporsi kontribusi sebesar 17% terhadap produksi beras nasional. Beban DAS Citarum meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi disekitarnya ditambah kerusakan kondisi lingkungan memberi dampak potensi bencana di sekitar sungai (Hasan 2011). Berdasarkan studi 6 Ci, 38.7 persen wilayah DAS Citarum berada dalam kondisi kritis terutama di daerah hulu disebabkan rusaknya kawasan hutan akibat penebangan liar, kegiatan pertanian rakyat yang tidak sesuai dengan ketentuan konservasi dan alih fungsi lahan menjadi pemukiman. Hal ini berdampak pada tingginya runoff, tingkat erosi lahan dan menurunnya resapan air untuk mengisi air tanah. Yusuf (2010) dalam Hasan (2011) menyimpulkan bahwa potensi beban pencemaran industri dan rumah tangga sebagian besar juga berada di daerah hulu. Lebih dari 1.000 industri berada di sekitar DAS Citarum dan 542 industri berpotensi membuang limbah cair ke sungai, 396 industri diantaranya adalah industri tekstil. Tingginya beban pencemaran yang tidak dikelola secara baik memicu menurunkan status mutu air Sungai Citarum dalam kondisi tercemar berat (BPLHD Jabar 2009).
2.2 Perubahan Iklim Iklim adalah kondisi cuaca rerata di suatu area dalam periode tertentu biasanya sekitar 30 tahun. Peubah-peubah iklim mencakup suhu udara, kelembapan dan tekanan udara, radiasi sinar matahari, curah hujan, kecepatan angin dan arah angin. Perubahan iklim berkaitan dengan setiap perubahan pada iklim baik yang disebabkan oleh keragaman alamiah maupun sebagai akibat dari
4
kegiatan manusia (IPCC 2007). Indonesia lebih rentan terkena dampak keragaman dan perubahan iklim disebabkan karena aspek lokasi geografis, topografi dan sosial ekonominya. Fenomena El Nino dan La Nina (ENSO) sama halnya seperti kondisi cuaca ekstrim secara historis memberi dampak serius yang berpengaruh luas terhadap sektor sosial ekonomi. Kejadian El Nino semakin sering terjadi seperti anomali suhu global yang berhubungan dengan setiap El Nino juga meningkat (Boer et al. 2009). DAS Citarum memiliki iklim tropis monsun dengan suhu dan kelembapan udara relatif konstan sepanjang tahun. Pada iklim tropis monsun terjadi dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan, kerusakan di daerah hulu memicu tingginya debit puncak banjir dan erosi tanah hingga ke hilir telah menurunkan kapasitas sungai untuk menampung debit banjir sehingga sungai meluap ketika banjir. Genangan banjir menyebabkan penduduk kesulitan mengakses air bersih dan menimbulkan dampak penyakit seperti diare, penyakit kulit dan mata. Bencana banjir juga melumpuhkan aktifitas dan perekonomian penduduk serta menimbulkan kerugian akibat rusaknya infrastruktur di daerah banjir. Selain itu, banjir juga disebabkan karena menurunnya resapan air yang dimusim kemarau juga menimbulkan kekeringan. Bencana yang timbul berdampak pada masyarakat yang tinggal di sekitar DAS Citarum terutama masyarakat yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Ketika terjadi kekeringan, petani di sekitar DAS Citarum harus menambah biaya produksi untuk mendapatkan air untuk mengairi lahan pertanian sedangkan ketika banjir menggenangi lahan pertaniannya petani mengalami keruguan karena gagal panen.
2.3 Kerentanan Dalam konteks perubahan iklim, konsep kerentanan yang paling sering digunakan adalah konsep kerentanan dari laporan The Intergovermental Panel on Climate Change. Kerentanan didefinisikan sebagai ‘derajat atau tingkat sebuah sistem rentan atau tidak dapat mampu mengatasi dampak perubahan iklim termasuk keragaman dan keekstriman iklim’. Kerentanan dalam konteks sosial merupakan fungsi karakter, intensitas dan tingkat keragaman iklim dimana sebuah sistem mengalami keterpaparan (E), sensitifitas (S) dan kemampuan adaptif (AC) sistem tersebut (IPCC 2001). Kerentanan dalam konteks ini dapat dirumuskan dengan persamaan berikut: V = f ( E, S, AC )
5
Gambar 1 Ilustrasi konsep kerentanan, selang toleransi dan adaptasi (Jones et al. 2004) Keterpaparan adalah tingkat atau derajat sebuah sistem mengalami tekanan lingkungan atau sosial-politik (Adger 2006). Tekanan lingkungan dapat berupa bencana banjir, kekeringan atau bencana lain terkait iklim. IPCC (2001) dalam Adger (2006) mendefinisikan sensitifitas sebagai ‘tingkat atau derajat sebuah sistem terpengaruh baik oleh stimulus yang berhubungan dengan iklim yang memberi dampak merugikan atau bermanfaat’. Dampak yang terjadi mungkin secara langsung atau tidak langsung. Sensitifitas bersifat internal dan ditentukan oleh kondisi lingkungan dan masyarakat (Turner II et al. 2003). Kemampuan adaptif didefinisikan oleh IPCC (2007) sebagai ‘kemampuan sebuah sistem untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim termasuk keragaman dan keekstriman iklim untuk mengurangi kerusakan potensial, mengambil keuntungan dari kesempatan atau untuk mengatasi dampak perubahan iklim’. Kemampuan adaptif meliputi penyesuaian perilaku, sumber daya alam maupun teknologi. Jones et al. (2004) menyatakan suatu sistem menjadi rentan terhadap perubahan atau gangguan jika intensitas perubahan atau gangguan sudah melewati selang toleransi sistem tersebut (Gambar 2.1). Jika perubahan iklim sudah melewati batas kemampuan sistem untuk mengatasi dampak perubahan iklim (coping range) maka perubahan tersebut akan menimbulkan dampak negatif yang menimbulkan kerugian. Tingkat perubahan suatu resiko menjadi dampak yang berbahaya disebut juga sebagai batas ambang kritis atau critical threshold (Parry 1996). Jika selang toleransi tidak dapat diperlebar, maka sistem tersebut akan semakin rentan karena kejadian iklim yang melewati selang toleransi akan lebih sering terjadi. Upaya adaptasi dilakukan agar kerentanan suatu sistem dapat dikurangi atau selang toleransi dapat diperlebar dan untuk menurunkan tingkat kerentanan dengan menurunkan tingkat keterpaparan dan sensitifitas serta meningkatkan kemampuan adaptif.
Tipe 5 4 3 2 1
Tabel 1 Profil tingkat kerentanan Tingkat kerentanan IKS Sangat tinggi Tinggi Tinggi Rendah Sedang Sedang Rendah Tinggi Sangat rendah Rendah
IKA Rendah Rendah Sedang Tinggi Tinggi
6
IKS Tinggi
Tipe5 / Sangat rentan
IKA Rendah
Tipe 4 / Rentan
Tipe 2 / Tidak rentan
Tipe 3 / Sedang
IKA Tinggi
Tipe 1 / Sangat tidak rentan
IKS Rendah
Gambar 2 Tingkat kerentanan menggunakan metode kuadran (Boer et al. 2013) Untuk menilai profil kerentanan suatu sistem tertentu, semua indikator harus diintegrasikan ke dalam sebuah indeks yang disebut indeks kerentanan. Terdapat sejumlah pendekatan untuk mengembangkan indeks kerentanan berdasarkan indikator yang ditetapkan. Beberapa pendekatan memberikan bobot untuk setiap indikator tergantung tingkat kepentingan indikator dalam membentuk kerentanan. Indikator yang memiliki arah yang sama dalam mempengaruhi kerentanan dapat dikelompokkan menjadi satu indeks, misalnya indikator yang mewakili tingkat keterpaparan dan sensitifitas akan mempengaruhi peningkatan kerentanan. Semakin tinggi tingkat keterpaparan dan sensitifitas, semakin tinggi pula tingkat kerentanan. Sebaliknya, indikator yang mewakili kemampuan adaptif akan berkontribusi pada penurunan kerentanan. Indikator yang mewakili tingkat keterpaparan dan sensitifitas dapat digabungkan kemudian disebut indeks keterpaparan dan sensitifitas (IKS) sedangkan indikator yang menggambarkan kemampuan adaptif digabungkan ke indeks kemampuan adaptif (IKA). Formula untuk menghitung indeks adalah sebagai berikut : 𝐼𝐾𝑆 ∶ 𝑛𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 𝐼𝑆𝐾𝑖𝑗 dan 𝐼𝐾𝐴 ∶ 𝑛𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 𝐼𝐴𝐾 𝑖𝑗 dengan i, j merepresentasikan objek ke-i dan indikator ke-j serta w adalah nilai bobot untuk indikator (Boer et al. 2013). Profil kerentanan sebuah sistem dapat digambarkan menggunakan kuadran seperti pada Gambar 2.2. Pada kuadran ini, objek (seperti rumah tangga) dapat dikelompokkan menjadi lima tipe seperti pada Tabel 2.1. Terdapat dua tipe yang ekstrim yaitu tipe 5 yang memiliki indeks kemampuan adaptif rendah serta indeks keterpaparan dan sensitifitas tinggi yang menjadi paling rentan, sementara tipe 1 memiliki indeks kemampuan adaptif tinggi dengan indeks keterpaparan dan sensitifitas rendah menjadi yang paling tidak rentan. Pendekatan lain untuk menggambarkan profil kerentanan adalah menggunakan analisis gerombol. Indeks digunakan untuk menentukan tingkat keterpaparan, sensitifitas dan kemampuan adaptif sebelum dilakukan analisis gerombol (Lüdeke et al. 2007).
7
2.4 Teori Himpunan Fuzzy Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk menggambarkan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekuranginformasian dan kebenaran parsial (Zadeh 1965). Masalah ketidaktepatan sesuai dengan pola pikir manusia yang bersifat relatif. Konsep himpunan fuzzy sejalan dengan himpunan tegas, namun tingkat keanggotaan himpunan fuzzy bersifat kontinu. Misalkan diketahui sebuah himpunan 𝑋 = 𝑥𝑘 dengan k = 1, 2,.., n. Suatu himpunan fuzzy dalam X didefinisikan sebagai tingkat keanggotaan (uik) yang berasosiasi dengan setiap 𝑥𝑘 pada interval [0,1] dengan i = 1, 2,..., c adalah banyaknya himpunan. Nilai uik menerangkan tingkat keanggotaan 𝑥𝑘 , semakin mendekati nilai satu maka semakin tinggi tingkat keanggotaan 𝑥𝑘 . Himpunan fuzzy dalam gerombol berperan sebagai pembentukan tingkat keanggotaan dari setiap objek atau data dalam gerombol.
2.5 Analisis Gerombol K-Rataan Pengalokasian kembali suatu objek kedalam masing-masing pada metode krataan berdasarkan pada perbandingan jarak antara objek dengan setiap pusat gerombol yang ada. Objek dialokasikan ulang secara tegas ke dalam gerombol yang pusat gerombolnya memiliki jarak terdekat dengan objek tersebut (Miyamoto et al. 2008; Ross 2004). Pengalokasian objek ke dalam gerombol dirumuskan sebagai berikut: 1, 𝑑 = min {𝑑(𝑥𝑘 , 𝑣𝑖 )} 𝑢𝑖𝑘 = 0, lainnya dengan 𝑑(𝑥𝑘 , 𝑣𝑖 ) adalah jarak antara objek ke-k terhadap pusat gerombol ke-i. Metode k-rataan bertujuan untuk meminimumkan jumlah kuadrat galatnya atau fungsi tujuan yang dirumuskan sebagai berikut : 𝑛
𝑐
𝑢𝑖𝑘 (𝑑𝑖𝑘 )2
𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝑇𝐾𝑅 = 𝑘=1 𝑖=1 1
𝑝 𝑗 =1(𝑥𝑘𝑗
)2 2
dengan 𝑑𝑖𝑘 = 𝑑 𝑥𝑘 , 𝑣𝑖 = − 𝑣𝑖𝑗 dan j=1,2,…p adalah jumlah indikator atau dimensi data (Ding et all. 2004) .
2.6 Analisis Gerombol Fuzzy K-Rataan Pada partisi fuzzy, nilai keanggotaan suatu objek pada suatu gerombol terletak pada interval 0,1 . Tujuan algoritma fuzzy k-rataan adalah menemukan 𝑢𝑖𝑘 sehingga dapat meminimalisasi fungsi tujuan fuzzy k-rataan. Fungsi tujuan dirumuskan sebagai berikut: 𝑛
𝑐
(𝑢𝑖𝑘 )𝑚 (𝑑𝑖𝑘 )2
𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝑇𝐹𝐾𝑅 = 𝑘=1 𝑖=1
dengan 𝑚 > 1 adalah pembobot atau parameter fuzzifikasi tingkat keanggotaan (Hoppner et al. 1999; Ross 2005; Aik & Zainuddin 2008). Duo et al. 2007 menyatakan bahwa matriks partisi fuzzy harus memenuhi syarat tiga kondisi yaitu
8
𝑐 𝑛 (i) 𝑢𝑖𝑘 ∈ 0,1 , (ii) 𝑖=1 𝑢𝑖𝑘 = 1 dan (iii) 0 < 𝑘=1 𝑢𝑖𝑘 < 𝑛 untuk ∀∈ 1, 2, … , 𝑛 . Keunggulan melakukan penggerombolan dengan fuzzy adalah mendapatkan hasil penggerombolan yang baik bagi objek-objek yang tersebar tidak teratur dan merupakan metode yang kekar karena pusat gerombol dan hasil penggerombolan tidak berubah jika ada data baru yang ekstrim (Klawonn & Hoppner 2001).
2.7 Fungsi Keanggotaan Fuzzy K-Rataan
Objek akan menjadi salah satu anggota gerombol berdasarkan fungsi keanggotaannya. Sebagai contoh, diberikan satu gugus objek berdimensi satu. Misalkan teridentifikasi dua gerombol yaitu gerombol A dan gerombol B. Pada algoritma k-rataan, fungsi keanggotaan dinyatakan secara tegas untuk masuk ke dalam kelompok tertentu seperti pada Gambar 2.4. Sebuah objek pada algoritma metode fuzzy k-rataan tidak secara tegas dinyatakan menjadi anggota sebuah gerombol. Gambar 2.5 menggambarkan kurva fungsi keanggotaan berbentuk sigmoid (S) untuk menyatakan bahwa setiap objek dapat menjadi anggota beberapa gerombol dengan nilai tingkat keanggotaan berbeda.
Gambar 3 Fungsi keanggotaan metode k-rataan
Gambar 4 Fungsi keanggotaan (kurva S) metode fuzzy k-rataan Cara menentukan objek untuk masuk ke dalam gerombol adalah dengan menggunakan nilai keanggotaan objek. Jika suatu objek mempunyai nilai keanggotaan terbesar pada salah satu gerombol, maka objek tersebut akan cenderung menjadi anggota gerombol tersebut. Misalkan objek 𝑥1 mempunyai nilai keanggotaan pada gerombol A sebesar 0.8 dan pada gerombol B sebesar 0.2
9
maka nilai keanggotaan terbesar ada di gerombol A sehingga objek 𝑥1 lebih cenderung untuk menjadi anggota gerombol A.
2.8 Analisis Gerombol K-Medoid Medoid adalah sebuah objek dari sebuah gerombol yang mempunyai rerata jarak terkecil ke objek lainnya atau objek yang terletak di tengah-tengah gugus data. Metode ini lebih kekar dibandingkan metode K-Rataan karena menggunakan objek yang terletak di tengah gerombol (Kaufman & Rousseuw 1990). Algoritma yang sering digunakan dalam metode K-Medoid adalah partitioning around medoids (PAM). Misalkan 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 adalah segugus data dengan d indikator, jarak antara 𝑥𝑘 objek ke-k dan 𝑥𝑙 objek ke-l adalah 𝑑𝑘𝑙 = 𝑑 𝑥𝑘 , 𝑥𝑙 dengan k ≠ l. Pada pemilihan medoid awal, 𝑦𝑘 didefinisikan sebagai indikator biner 0 dan 1 dengan y = 1 jika dan hanya jika objek ke-k (k = 1, 2,…, n) dipilih sebagai medoid awal. Penempatan setiap objek ke-l ke salah satu medoid awal dapat ditulis sebagai 𝑢𝑘𝑙 dan 𝑢𝑘𝑙 didefinisikan sebagai indikator biner 0 dan 1. Tingkat keanggotaan 𝑢𝑘𝑙 bernilai 1 jika dan hanya jika objek ke-l ditempatkan ke gerombol dengan medoid awal adalah objek ke-k. Vinod (1969) dalam Kaufman & Rousseuw (1990) menemukan model optimasi K-Medoid yang ditulis sebagai berikut : 𝑛
𝑛
𝑘=1
𝑙=1
𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒
𝑑𝑘𝑙 𝑢𝑘𝑙
dengan 𝑛𝑘=1 𝑢𝑘𝑙 = 1 untuk l = 1, 2,…, n menyatakan bahwa setiap objek l harus ditempatkan hanya pada satu medoid awal, 𝑢𝑘𝑙 ≤ 𝑦𝑘 dengan k, l=1, 2,…, n. 𝑛 𝑘=1 𝑦𝑘 = 𝑐 dengan c adalah jumlah gerombol menyatakan bahwa hanya ada sebanyak c objek yang dipilih sebagai medoid. 𝑛𝑘=1 𝑢𝑘𝑙 untuk l = 1, 2,…, n dan 𝑦𝑘 , 𝑢𝑘𝑙 ∈ {0,1} untuk k, l = 1, 2,…, n berimplikasi bahwa untuk suatu l maka 𝑢𝑘𝑙 akan bernilai 1 atau 0. Gerombol akan terbentuk dengan menempatkan setiap objek ke medoid awal terdekat. Jarak antara objek ke l dan medoid awal didefinisikan sebagai 𝑛
𝑑𝑘𝑙 𝑢𝑘𝑙 𝑘=1
sedangkan total jarak didefinisikan sebagai 𝑛
𝑛
𝑑𝑖𝑗 𝑢𝑖𝑗 𝑗 =1 𝑖=1
karena semua objek harus ditempatkan ke medoid yang terdekat. Dalam metode ini, fungsi total jarak merupakan fungsi objektif yang harus diminimalkan.
10
3 METODE PENELITIAN 3.1 Data Data yang digunakan adalah hasil survei penelitian berjudul Penilaian Kerentanan Rumah Tangga Terhadap Variasi Iklim dan Perubahannya di DAS Citarum yang dilakukan CCROM IPB bersama Asian Development Bank (ADB) dan AECOM dalam Paket E, TA ADB 7189. Survei diselenggarakan pada 20-26 April 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei menggunakan panduan kuesioner terstruktur. Tabel 3.1 menjelaskan bahwa penentuan desa yang disurvei diperoleh dari metode penarikan contoh berlapis sedangkan objek rumah tangga diambil menggunakan metode penarikan contoh purposif. Tabel 3.2 memberi informasi mengenai indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kerentanan rumah tangga, setiap indikator diberi bobot yang besarnya ditetapkan menggunakan penilaian pakar. Hal yang mendasari pertimbangan pemberian bobot adalah besarnya pengaruh indikator terhadap tingkat kerentanan rumah tangga. Skala data indikator berupa data interval dengan rentang antara 0 hingga 1.
Tabel 2 Metode penarikan contoh bertingkat berlapis ganda DAS Citarum
Kabupaten
Desa
Derwati Babakan Ciamis Lampegan Margahayu Selatan Kab. Bandung Cikawao HULU Andir Sukamaju Batujajar Barat Kab. Bandung Selacau Barat Citapen Wanakerta Cilangkap Kab. TENGAH Kembang Kuning Purwakarta Sindang Kasih Raharja Pantai Bahagia Kertasari HILIR Kab Bekasi Pantai Sederhana Jayalaksana Bantarjaya Total Kota Bandung
Tingkat Kerentanan Sedang Sangat rentan Rendah Sangat rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Tinggi Rendah Sangat tinggi Sedang Sangat rendah
Jumlah Responden 28 32 32 32 32 31 32 32 32 32 32 32 31 32 32 23 32 32 32 32 625
11
Tabel 3 Indikator penyusun tingkat kerentanan Faktor
Keterpaparan
Sensitifitas
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
X11 X12 X13 Kemampuan X14 Adaptif X15 X16 X17 3.2 Metode Analisis
Indikator Bobot Keterpaparan-Rumah 0.10 Keterpaparan-Lahan Pertanian 0.40 Keterpaparan-Pendapatan Pertanian Lainnya 0.30 Keterpaparan-Aset Bergerak 0.10 Keterpaparan-Aset Tidak Bergerak 0.10 Selisih Pengeluaran terhadap Pendapatan 0.24 Tabungan 0.29 Keamanan 0.05 Sumber Air untuk Keluarga 0.19 Akses Air Bersih ketika terjadi Bencana 0.10 Banjir/Kekeringan Sumber Air untuk Pertanian 0.14 Asal Penduduk 0.05 Modal Sosial 0.20 Solidaritas Penduduk 0.20 Konektifitas 0.05 Modal Manusia 0.25 Modal Fisik 0.25
Tahapan analisis data tingkat kerentanan rumah tangga di DAS Citarum disajikan pada gambar Gambar 3.1. 1. Tahapan analisis demografi responden Data demografi responden disajikan menggunakan histogram. Demografi responden terdiri dari peubah jenis kelamin, status pernikahan dan status sosial ekonomi responden. 2. Menghitung indeks indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga Tahapan analisis data untuk menghitung indeks setiap indikator penyusun tingkat kerentanan dapat dilihat pada (Boer et al. 2013). 3. Tahapan eksplorasi data indeks indikator penyusun tingkat kerentanan Tahapan analisis data dimulai dengan melakukan eksplorasi data menggunakan diagram kotak garis (boxplot) dan pemeriksaan korelasi antar indikator. Eksplorasi data digunakan untuk memastikan bahwa data berasal dari populasi tunggal, sebaran data simetris dan tidak terdapat data ekstrim atau pencilan didalamnya. Diagram kotak garis diperkenalkan oleh J. F Tukey dan digunakan untuk memeriksa kesimetrisan data serta mendeteksi adanya pencilan setelah data dipastikan berasal dari populasi tunggal (Saefuddin et all, 2009). Hasil eksplorasi menggunakan diagram kotak garis disajikan di Lampiran 1. Pemeriksaan korelasi antar peubah dilakukan karena dalam melakukan penggerombolan digunakan jarak euclid. Jarak euclid dapat digunakan jika hubungan antar peubah saling bebas (ortogonal). Pemeriksaan kebebasan antar
12
peubah dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antar peubah. Pada penelitian ini, korelasi antar peubah dikatakan tidak kuat atau saling bebas jika nilai korelasinya berada di antara nilai -0.75 hingga 0.75 dan sebaliknya hubungan antar peubah dinyatakan memiliki korelasi yang kuat. Jika hubungan antar peubah memiliki korelasi yang kuat, perlu dilakukan transformasi menggunakan analisis komponen utama yang mampu menghasilkan komponen utama yang saling ortogonal sehingga informasi yang dimiliki tumpang tindih (Johnson & Wichern 2007). Hasil pemeriksaan korelasi antar indikator disajikan di Lampiran 3. 4. Analisis regresi logistik ordinal Pengelompokan tingkat kerentanan rumah tangga diaplikasikan untuk dua gugus data. Gugus data pertama berisi 17 indikator penyusun tingkat kerentanan sedangkan gugus kedua berisi sejumlah indikator yang jumlahnya telah mengalami penyesuaian. Penyesuaian jumlah indikator pada gugus kedua dilakukan dengan memeriksa pengaruh indikator terhadap gerombol hasil pengelompokan menggunakan metode hierarki (Boer et all, 2013). Pemeriksaan pengaruh indikator terhadap hasil pengelompokan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Peubah respon pada analisis regresi logistik ordinal adalah gerombol hasil metode hierarki dan peubah bebasnya adalah indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga. Model regresi logistik ordinal merupakan prosedur pemodelan yang diterapkan untuk memodelkan peubah respon Y yang tipe datanya merupakan data ordinal terhadap satu atau lebih peubah bebas X yang tipe datanya merupakan data kategorik atau kontinu (Agresti 1996). Beberapa asumsi dalam regresi logistik adalah tidak terdapat asumsi normalitas pada peubah bebas dan distribusi respon pada peubah respon diharapkan tidak linier. Keluaran regresi logistik ordinal disajikan di Lampiran 4. 5. Analisis gerombol k-rataan, fuzzy k-rataan dan k-medoid Algoritma penggerombolan k-rataan (Ross 2004) adalah: 1) Menentukan jumlah gerombol yang akan dibentuk (2 ≤ c ≤ n) 2) Inisialisasi awal matriks 𝑈 0 yang ditetapkan secara bebas 3) Menghitung pusat gerombol (𝑣𝑖𝑗 ) dengan persamaan dibawah : 𝑛 𝑘=1 𝑢𝑖𝑘 𝑥𝑘𝑗 𝑣𝑖𝑗 = 𝑛 𝑘=1 𝑢𝑖𝑘 4) Perbaharui matriks U dengan (𝑟) 1, 𝑑𝑖𝑘 = min 𝑑𝑗𝑘𝑟 untuk setiap𝑗 ∈ 𝑐 (𝑟+1) 𝑢𝑖𝑘 = 0, lainnya dengan r = 1, 2,… adalah proses iterasi 5) Bandingkan nilai keanggotaan dalam matriks U, jika 𝑈 (𝑟−1) = 𝑈 (𝑟) maka iterasi dihentikan. Sebaliknya, kembali ke langkah 3. Algoritma penggerombolan fuzzy k-rataan (Panchal et al. 2009): 1) Menentukan jumlah gerombol yang ingin dibuat yaitu c, 2 ≤ 𝑐 ≤ 𝑛 2) Menentukan tingkat keanggotaan hasil penggerombolan (m) 3) Inisialisasi matriks 𝑈 0 yang ditetapkan dengan tiga kondisi yaitu 𝑢𝑖𝑘 ∈ 0,1 , 𝑐𝑖=1 𝑢𝑖𝑘 = 1 , 0 < 𝑛𝑘=1 𝑢𝑖𝑘 < 𝑛 untuk ∀ 𝑘 ∈ 1,2, … , 𝑛 . Setiap langkah pada algoritma ini akan diberi label r, dengan 𝑟 = 0, 1, 2, … 4) Menghitung pusat gerombol ( 𝑣𝑖𝑗 ) untuk setiap langkah menggunakan persamaan:
13
𝑣𝑖𝑗 = 5)
𝑚 𝑛 𝑘=1 𝑢𝑖𝑘 𝑥𝑘𝑗 𝑛 𝑚 𝑘=1 𝑢𝑖𝑘
Memperbaharui anggota matriks U pada langkah ke-r menggunakan persamaan berikut : 𝑐 (𝑟+1)
𝑢𝑖𝑘
= 𝑗 =1
(𝑟) 𝑑𝑖𝑘 (𝑟) 𝑑𝑗𝑘
2
−1 (𝑚 −1)
Membandingkan nilai keanggotaan dalam matriks U. Jika ∆< 𝜀 maka algoritma sudah konvergen dan iterasi dihentikan. Jika tidak maka kembali ke langkah 3 dengan ∆= 𝑚𝑎𝑘𝑠{𝑎𝑖 }, 𝑎𝑖 = 𝑎𝑏𝑠 (𝑈 𝑟+1 − 𝑈 𝑟 ) dan 𝜀 adalah nilai positif yang sangat kecil. Algoritma penggerombolan k-medoid adalah: 1) Menentukan jumlah gerombol yang akan dibentuk (2 ≤ c ≤ n) 2) Menentukan k objek sebagai medoid 3) Alokasi setiap objek kesuatu gerombol yang memiliki jarak terdekat dengan medoid gerombol tersebut 4) Mencari objek lain yang lebih baik sebagai medoid dengan membandingkan semua pasangan objek medoid dan yang bukan medoid. Objek yang baik memiliki jarak rataan terkecil ke semua objek 5) Mengulangi langkah 3 dan 4 sampai tidak ada perubahan medoid. Perbedaan antara ketiga metode penggerombolan tingkat kerentanan rumah tangga disajikan di Tabel 3.3. Setelah dilakukan penggerombolan, diperoleh keluaran sebanyak lima kelompok yang berisi rumah tangga di DAS Citarum. Jumlah tingkat kerentanan (kelompok) yang dibentuk telah ditentukan sebelumnya merujuk pada jumlah tingkat kerentanan rumah tangga menggunakan analisis kuadran (Boer at all, 2012). 6. Melakukan proyeksi dua dimensi Untuk mengetahui tingkat kerentanan setiap kelompok dilakukan proyeksi menggunakan kriteria pengurutan tingkat kerentanan menggunakan analisis kuadran yang disajikan di Tabel 2.1. Hasil proyeksi menggunakan metode kuadran ditampilkan di Lampiran 5. Semua metode penggerombolan menghasilkan lima kelompok tingkat kerentanan rumah tangga kecuali hasil penggerombolan pada gugus data kedua dengan metode fuzzy k-rataan. Proyeksi dua dimensi hasil penggerombolan menggunakan k-rataan, fuzzy k-rataan dan kmedoid untuk kedua gugus data disajikan di Lampiran 6. 7. Penilaian kebaikan metode penggerombolan Tahapan penilaian kebaikan metode menggunakan empat kriteria kebaikan penggerombolan yaitu rasio rerata jarak objek ke pusat gerombol, rasio keragaman penggerombolan, minimum fungsi tujuan dan persentase salah klasifikasi hasil penggerombolan. Pada kriteria pertama, rasio rerata jarak objek kepusat gerombol dihitung dari rasio rerata jarak objek di luar gerombol dan dalam gerombol. Rasio keragaman gerombol dapat dihitung dari rasio keragaman di luar gerombol dengan keragaman dalam gerombol. Metode yang terbaik adalah metode yang menghasilkan nilai rasio rerata jarak objek ke pusat gerombol dan rasio keragaman yang lebih besar serta fungsi tujuan yang lebih kecil. Pada kriteria persentase salah klasifikasi hasil penggerombolan, hasil penggerombolan metode hierarki (Boer et al, 2013) digunakan sebagai tolok ukur. Metode 6)
14
Tabel 4 Perbedaan metode penggerombolan analisis gerombol Metode
Hierarki
Pautan Centroid Fungsi keanggotaan Ukuran kemiripan
Ward Euclidian
K-Rataan Rataan Ada Euclidian
Tak Hierarki Fuzzy K-Rataan Rataan Ada Euclidian
K-Medoid Objek Ada Euclidian
penggerombolan yang menghasilkan anggota gerombol paling mirip dengan anggota gerombol metode hierarki dianggap lebih baik. Beberapa perangkat lunak berbeda digunakan untuk melakukan analisis gerombol, Minitab digunakan untuk menganalisis metode k-rataan, Mathlab untuk metode fuzzy k-rataan dan R untuk metode k-medoid. Sintaks analisis gerombol disajikan di Lampiran 26.
Gambar 5 Bagan alir analisis data
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Demografi Responden Responden di DAS Citarum didominasi oleh responden laki-laki terutama di Kabupaten Bandung Barat, sebagai pengecualian Kotamadya Bandung. Di Kabupaten Bandung Barat, lebih banyak ditemui responden dengan status menikah dibandingkan status sendiri dan janda/duda sedangkan di Kotamadya Bandung proporsi rumah tangga yang memiliki orangtua tunggal paling banyak lebih banyak ditemui daripada di daerah lain. DAS Citarum didominasi lulusan SMP/sederajat dan SD/sederajat kecuali di Kotamadya Bandung sedangkan kualitas pendidikan di Kotamadya Bandung dianggap lebih baik. Hal ini disebabkan karena proporsi lulusan SD/sederajat dan yang tidak tamat SD paling sedikit serta proporsi lulusan perguruan tinggi di Kotamadya Bandung paling banyak namun sebaliknya terjadi di Kabupaten Bekasi. Deskripsi mengenai demografi responden disajikan di Gambar 4.1. Social Economy Status (SES) adalah salah satu cara mengelompokkan keadaan sosial ekonomi keluarga dengan menghitung pengeluaran rumah tangga rutin perbulan atau disebut. Tabel 4.1 menyajikan informasi mengenai SES yang merupakan rilis Nielsen tahun 2010. Tingkat kesejahteraan rumah tangga di Kotamadya Bandung dinilai lebih baik dari daerah lain karena memiliki proporsi rumah tangga dengan SES A dan SES B lebih banyak. Sedangkan daerah yang rumah tangganya pengeluaran per bulan kurang dari Rp 1.000.000 paling banyak berada di daerah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung. DAS Citarum Bandung Kota Bandung Barat Bandung Purwakarta Bekasi
Jenis Kelamin Perempuan
DAS Citarum Bandung Kota Bandung Barat Bandung Purwakarta Bekasi
Status Pernikahan Sendiri
Janda/duda Laki-laki
Menikah
0.0%
25.0%
50.0%
75.0%
100.0%
0.0%
25.0%
50.0%
75.0%
DAS Citarum Bandung Kota Bandung Barat Bandung Purwakarta Bekasi
SES
Tingkat Pendidikan SES A
Perguruan Tinggi
SES B
Tidak tamat SD
100.0%
SES C1 SMU/Sederajat
SES C2
SMP/Sederajat
SES D
SD/Sederajat
0.0%
SES E 10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
0.0%
10.0%
Gambar 6 Demografi responden
20.0%
30.0%
40.0%
16
Tabel 5 Pengelompokan social economy status (SES) SES A B C1 C2 D E
Pengeluaran per bulan Lebih dari 3 juta rupiah 2.000.001-3.000.000 1.500.001-2.000.000 1.000.001-1.500.000 700.001-1.000.000 Kurang dari 700.000
4.2 Deskripsi Indikator Penyusun Tingkat Kerentanan Rumah Tangga Lampiran 1 dan Lampiran 2 menyajikan informasi mengenai tingkat keterpaparan, sensitifitas dan kemampuan adaptif rumah tangga di DAS Citarum. Indeks keterpaparan menggambarkan besarnya tingkat keterpaparan bencana akibat perubahan iklim terhadap aset yang dimiliki rumah tangga. Di DAS Citarum, pemukiman dan aset bergerak memiliki tingkat keterpaparan bencana lebih tinggi dari aset lainnya. Hal ini disebabkan karena 48.9 persen rumah tangga tinggal di daerah rawan bencana dan hanya 47.5 persen rumah tangga yang melakukan upaya adaptasi untuk menyelamatkan aset bergerak. Selain itu, wilayah tengah DAS Citarum dianggap lebih aman untuk dihuni (Lampiran 2), lebih dari 80 persen rumah tangga menyatakan aset yang dimiliki berada dalam kondisi aman kecuali aset bergerak. Indeks sensitifitas menggambarkan tingkat sensitifitas rumah tangga terhadap dampak bencana akibat perubahan iklim. Rumah tangga di DAS Citarum memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terutama pada indikator tabungan, keamanan dan sumber air bersih untuk keluarga. Sebanyak 76 persen rumah tangga di DAS Citarum menyatakan memiliki tabungan yang dapat digunakan ketika terjadi bencana dan 88.6 persen rumah tangga menyatakan tidak ada masalah keamanan yang timbul ketika terjadi bencana sehingga tidak menimbulkan kerugian lebih banyak. Rumah tangga di DAS Citarum juga tidak mengalami kesulitan mengakses air bersih meskipun 79.5 persen rumah tangga masih mengakses air bersih dari sumur namun 85.9 persen diantaranya menyatakan tidak mengalami kesulitan mengakses air bersih. Indeks kemampuan adaptif menggambarkan kemampuan rumah tangga melakukan upaya adaptasi untuk mengurangi dampak bencana akibat perubahan iklim. Rumah tangga di DAS Citarum memiliki tingkat konektifitas yang rendah karena 95.2 persen rumah tangga memiliki indeks konektifitas sebesar 0.5 yang berarti sebagian besar rumah tangga tidak memiliki hubungan atau koneksi dengan pejabat atau organisasi yang dapat memberi bantuan pada kondisi darurat. Mayoritas rumah tangga di DAS Citarum merupakan penduduk asli, hanya 7 persen rumah tangga yang menyatakan diri sebagai pendatang. Penduduk asli dapat diartikan sebagai penduduk yang sudah turun temurun tinggal diwilayah tersebut dan tidak berkaitan dengan kesukuan. Hasil pemeriksaan korelasi antar indikator yang digunakan untuk memeriksa hubungan antar indikator disajikan di Lampiran 3. Nilai korelasi berada pada rentang -0.267 sampai 0.381 menggambarkan bahwa tidak terdapat korelasi yang
17
kuat atau terdapat hubungan antar indikator saling bebas sehingga analisis gerombol dapat langsung diaplikasikan. Tidak semua indikator yang digunakan memiliki pengaruh nyata terhadap hasil penggerombolah, hal ini disimpulkan dari hasil evaluasi pengaruh indikator terhadap penggerombolan menggunakan metode hierarki (Boer et all, 2013) disajikan di Lampiran 4. Indikator selisih pengeluaran terhadap pendapatan, akses air bersih ketika terjadi bencana dan sumber air untuk pertanian dianggap memiliki pengaruh yang tidak nyata terhadap hasil penggerombolan metode hierarki (p-value > 0.25) sehingga diputuskan bahwa ketiga indikator tersebut tidak digunakan pada gugus data tingkat kerentanan rumah tangga kedua.
4.3 Proyeksi Tingkat Kerentanan Rumah Tangga Menggunakan Metode Kuadran Hasil proyeksi menggunakan metode kuadran ditampilkan di Lampiran 5. Semua metode penggerombolan menghasilkan lima kelompok tingkat kerentanan rumah tangga kecuali hasil penggerombolan pada gugus data kedua dengan metode fuzzy k-rataan. Proyeksi dua dimensi hasil penggerombolan menggunakan k-rataan, fuzzy k-rataan dan k-medoid untuk kedua gugus data disajikan di Lampiran 6. Penggerombolan menggunakan metode hierarki dengan menggunakan tiga faktor (Boer et al, 2013) dijadikan sebagai tolok ukur penggerombolan. Lampiran 7 hingga Lampiran 14 menampilkan informasi mengenai pusat gerombol hasil pengelompokan menggunakan analisis gerombol. Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga disajikan di Lampiran 23 hingga Lampiran 27. Profil indikator penyusun tingkat kerentanan disajikan dengan spiderchart.
4.4 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode K-Rataan Proporsi tingkat kerentanan rumah tangga hasil penggerombolan menggunakan metode k-rataan disajikan di Lampiran 14 dan di Gambar 4.2. Metode k-rataan dengan 17 indikator mengelompokkan rumah tangga paling banyak berada pada tingkat kerentanan sangat rendah dan rendah yaitu 58.56 persen yang berarti rumah tangga memiliki tingkat kemampuan adaptif yang tinggi terhadap perubahan iklim. Rumah tangga di Kotamadya Bandung merupakan rumah tangga yang memiliki tingkat kerentanan yang rendah terhadap Tinggi 22%
Sedang 11%
Sangat Tinggi 8%
Rendah 17%
Sangat Rendah 42%
17 Indikator
Sangat Tinggi 12% Tinggi 26%
Sedang 8%
Sangat Rendah 45%
Rendah 9%
14 Indikator
Gambar 7 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode k-rataan
18
bencana. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi rumah tangga yang memiliki tingkat kerentanan sangat rendah dan rendah sebanyak 71.67 persen dan 11.67 persen, proporsi ini merupakan proporsi yang paling banyak dibandingkan daerah lain. Besarnya proporsi tingkat kerentanan rumah tangga yang sangat rendah menggambarkan bahwa selain memiliki tingkat kemampuan adaptif yang tinggi, rumah tangga di daerah ini juga memiliki tingkat keterpaparan dan sensitifitas yang cukup rendah. Rendahnya tingkat keterpaparan rumah tangga di Kotamadya Bandung disebabkan karena rendahnya kepemilikan aset pertanian dan aset pendapatan pertanian lainnya. Sedangkan rumah tangga di Kabupaten Bandung Barat digambarkan sebagai rumah tangga yang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bencana. Proporsi rumah tangga yang berada di tingkat kerentanan sangat tinggi dan tinggi sebanyak 9.38 persen dan 30.21 persen yang berarti rumah tangga di daerah ini memiliki tingkat keterpaparan, sensitifitas dan kemampuan adaptif yang rendah terhadap perubahan iklim. Metode k-rataan dengan 14 indikator mengelompokkan rumah tangga paling banyak berada pada tingkat kerentanan sangat rendah sebanyak 45.28 persen yang berarti bahwa sebagian besar rumah tangga di DAS Citarum memiliki tingkat keterpaparan dan sensitifitas yang rendah namun memiliki kemampuan adaptif yang cukup tinggi. Metode ini menghasilkan proporsi yang hampir seimbang antara rumah tangga dengan tingkat kerentanan yang rendah dan tinggi kecuali di Kabupaten Bandung dan Kotamadya Bandung yang memiliki proporsi rumah tangga dengan tingkat kerentanan sedang cukup banyak dibandingkan daerah lain.
4.5 Tingkat Kerentanan Menggunakan Metode Fuzzy K-Rataan Proporsi tingkat kerentanan rumah tangga hasil penggerombolan menggunakan metode fuzzy k-rataan disajikan di Lampiran 14 dan di Gambar 4.3. Metode fuzzy k-rataan dengan 17 indikator mengelompokkan rumah tangga di DAS Citarum paling banyak berada di tingkat kerentanan tinggi dan sangat tinggi sebanyak 48.00 persen dan 27.52 persen. Besarnya proporsi ini menggambarkan bahwa di rumah tangga di DAS Citarum memiliki tingkat kemampuan adaptif yang rendah sedangkan proporsi tingkat keterpaparan dan sensitifitasnya berimbang antara yang rendah dan tinggi kecuali pada Kotamadya Bandung. Sedangkan pada metode fuzzy k-rataan dengan 14 indikator, rumah tangga di DAS Citarum hanya terbagi menjadi tiga tingkat kerentanan yaitu tingkat kerentanan sangat rendah, rendah dan tinggi. Metode ini membagi rumah tangga Sangat Tinggi 27%
Sangat Rendah Rendah 2% 3%
Tinggi 27%
Sangat Rendah 42%
Sedang 20% Sedang 0%
Rendah 31%
Tinggi 48% 17 Indikator
14 Indikator
Gambar 8 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode fuzzy k-rataan
19
Sangat Tinggi 15%
Tinggi 32%
Sangat Rendah 18%
Sangat Tinggi 19% Rendah 15%
Tinggi 22% Rendah 15%
Sedang 20% 17 Indikator
Sangat Rendah 22%
Sedang 22%
14 Indikator
Gambar 9 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga metode k-medoid dengan proporsi yang berimbang ke dalam tiga tingkat kerentanan tersebut. Proporsi tingkat kerentanan rumah tangga pada tingkat kerentanan sangat rendah dan rendah sebanyak 73.12 persen menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga memiliki tingkat kemampuan adaptif terhadap perubahan iklim yang tinggi.
4.6 Tingkat Kerentanan menggunakan Metode K-Medoid Proporsi tingkat kerentanan rumah tangga hasil penggerombolan menggunakan metode k-medoid disajikan di Lampiran 14 dan di Gambar 4.4. Metode k-medoid dengan 17 indikator mengelompokkan rumah tangga di DAS Citarum secara berimbang di semua tingkat kerentanan. Rumah tangga di DAS Citarum memiliki tingkat keterpaparan dan sensitifitas yang rendah, hal ini digambarkan oleh proporsi rumah tangga yang berada di tingkat kerentanan sangat rendah dan tinggi sebanyak 49.9 persen. Rendahnya tingkat kemampuan adaptif rumah tangga mampu digambarkan oleh proporsi rumah tangga yang berada di tingkat kerentanan tinggi dan sangat tinggi sebesar 46.88 persen. Proporsi rumah tangga yang hampir berimbang juga dihasilkan oleh metode kmedoid dengan 14 indikator. Metode ini menggambarkan bahwa rumah tangga di DAS Citarum memiliki proporsi yang berimbang pada tingkat kemampuan adaptif yang rendah dan tinggi. Metode ini juga menggambarkan bahwa tingkat keterpaparan dan sensitifitas rumah tangga yang rendah juga memiliki proporsi yang cukup banyak, hal ini dapat dilihat dari proporsi rumah tangga yang memiliki tingkat kerentanan sangat rendah dan tinggi. 4.7 Penilaian Kebaikan Metode Penggerombolan Jarak rerata rumah tangga ke pusat tingkat kerentanan dan ke pusat tingkat kerentanan lain disajikan pada Lampiran 14 sampai Lampiran 19. Jarak rumah tangga ke pusat tingkat kerentanannya sendiri dapat dilihat pada unsur diagonal tabel sedangkan unsur lain menggambarkan jarak rerata rumah tangga ke pusat tingkat kerentanan lainnya. Seluruh metode memiliki jarak ke dalam pusat tingkat kerentanannya lebih kecil dari jarak ke dalam pusat tingkat kerentanan lainnya, hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio jarak yang lebih besar dari satu sehingga dapat disimpulkan bahwa metode penggerombolan yang digunakan mampu melakukan pemisahan anggota gerombol dengan baik.
20
Tabel 6 Kebaikan metode penggerombolan tingkat kerentanan
Indikator
3 Faktor
Metode
Hierarki
K-Rataan 17 Fuzzy K-Rataan Indikator K-Medoid K-Rataan 14 Fuzzy K-Rataan Indikator K-Medoid
Jarak Rerata Jarak Rerata Objek ke Objek ke Centroid Centroid Gerombolnya Gerombol (a) lain (b)
Rasio (b) & (a)
Nilai Hotelling
Fungsi Tujuan
0.1185
0.2880
2.4308
5.5039
1.04E+01
0.9243 1.0877 0.9185 0.7594 0.8163 0.6645
1.4458 1.0880 1.4731 1.3034 1.0009 1.2323
1.5641 1.0003 1.6038 1.7164 1.2261 1.8544
13.1985 5.2784 16.5584 16.4559 5.6080 11.0833
5.18E+02 1.76E+02 5.74E+02 3.90E+02 1.27E+02 3.67E+02
Tabel 4.2 menyajikan rasio rerata jarak objek, rasio keragaman dan nilai fungsi tujuan sebagai metode penilaian kebaikan hasil penggerombolan. Penggerombolan yang menggunakan 14 indikator menghasilkan rasio jarak rerata dalam tingkat kerentanan terhadap jarak rerata ke tingkat kerentanan lainnya lebih besar daripada yang menggunakan 17 indikator. Rasio nilai keragaman pada pengujian MANOVA untuk metode penggerombolan dapat dilihat dari nilai Hotellingnya. Penggerombolan yang menggunakan 14 indikator memiliki nilai Hotelling yang lebih besar daripada yang menggunakan 17 indikator kecuali pada metode k-medoid. Proses evaluasi indikator juga mampu menurunkan nilai fungsi tujuan penggerombolan. Ketiga indikator ini menunjukkan bahwa proses evaluasi indikator mampu memperbaiki efektifitas penggerombolan tingkat kerentanan. Pada penggerombolan menggunakan 17 indikator, metode k-medoid memiliki nilai rasio jarak rerata dalam tingkat kerentanan terhadap jarak rerata ke tingkat kerentanan lainnya dan nilai Hotelling paling besar dibandingkan metode lain namun memiliki fungsi tujuan lebih besar dari metode lainnya. Pada penggerombolan menggunakan 14 indikator, metode k-medoid memiliki nilai nilai rasio jarak rerata dalam tingkat kerentanan terhadap jarak rerata ke tingkat kerentanan lainnya paling besar dan fungsi tujuan lebih kecil dari metode k-rataan. Pada bagian ini, metode k-rataan memiliki keunggulan memiliki nilai Hotteling lebih besar dari metode lain. Tabel 7 Persentase salah klasifikasi penggerombolan Indikator Metode 17 14 K-Rataan 79.36% 47.52% Fuzzy K-Rataan 59.84% 56.96% K-Medoid 56.16% 58.56%
21
Persentase salah klasifikasi penggerombolan menggunakan metode hierarki dengan 3 indikator dijadikan sebagai tolok ukur penggerombolan, persentase salah klasifikasi ini disajikan di Tabel 4.3. Metode penggerombolan menggunakan 17 indikator metode k-medoid mampu memberikan salah klasifikasi paling kecil yaitu 56.16 persen, namun setelah dilakukan evaluasi indikator metode k-rataan mampu memberikan salah klasifikasi yang lebih kecil sebesar 47.52 persen.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Evaluasi indikator yang menyusun tingkat kerentanan ternyata mampu memperbesar rasio rerata jarak objek dan nilai Hotelling serta memperkecil nilai fungsi tujuan dan salah klasifikasi metode penggerombolan. Pada metode penggerombolan menggunakan 17 indikator, metode k-medoid mampu memberikan hasil penggerombolan paling baik dibandingkan metode lain. Namun setelah dilakukan evaluasi indikator, metode k-rataan dapat menjadi solusi karena menghasilkan rasio rerata jarak objek dan fungsi tujuan yang tidak jauh berbeda dengan metode k-medoid dan menghasilkan nilai Hotelling paling besar serta salah klasifikasi paling kecil dibandingkan metode lain. Keuntungan penggunaan k-rataan untuk peneliti adalah metode ini dianggap lebih mudah digunakan daripada kedua metode lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Adger WN. 2006. Vulnerability. Global Environment Change. 16:268-281. Aik LE, Zainuddin Z. 2008. An improved fast training for RBF networks using symmetry-based fuzzy c-means clustering. MATEMATIKA. 24:141–148. Aldrian E, Djamil SD. 2006. Long term rainfall trend of the brantas catchment area, East Java. Indonesian Journal of Geography. 38:26-40 Boer R, Sulistyowati, Las I, Zed F, Masripatin N, Kartasasmita D, Hilman D, Mulyanto HS. 2009. Summary for policy makers : Indonesia second national communication under the united nations framework convention on climate change (UNFCCC). Jakarta (ID). Boer R, Amanah S, Sundari M. 2013. Penilaian kerentanan rumah tangga terhadap variasi dan perubahan iklim di DAS Citarum. Technical Report of TA-ADB INO Package E submitted to Ministry of Environment and Asian Development Bank. Bogor (ID). Boer R, Faqih A, Ardiansyah M, Kolopaking L, Rakhman A, Nurbaeti B, Perdinan, Ferbriyanti S, Jatmiko SD, Anria A. 2013. Rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam kerangka pengelolaan sumberdaya air di DAS Citarum di Kabupaten Bandung Barat. Technical Report of TAADB INO Package E submitted to Ministry of Environment and Asian Development Bank. Bogor (ID).
22
Boer R, Rakhman A, Pulhin J. 2013. Vulnerability and climate risk assessment of villages at the citarum river basin. Technical Report of TA-ADB INO Package E submitted to Ministry of Environment and Asian Development Bank. Bogor (ID). Brooks N, Adger WN. 2005. The determinants of vulnerability and adaptive capacity at the national level and the implications for adaption. Global Environment Change. 15:151-163 Duo C, Xue L, Du WC. 2007. An adaptive cluster validity index for the fuzzy cmeans. International Journal of Computer Science and Network Security. 7:146-156. Efendi M. 2012. Kajian tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim dan strategi adaptasi berbasis daerah aliran sungai (Studi kasus : Sub DAS Garang Hulu)[tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Fussel HM. 2007. Vulnerability : A generally applicable conceptual framework for climate change research. Global Environmental Change. 17:155-167 Hasan M, Safei A, Purwanto JS. 2011 Kajian kebijakan pengelolaan sumber daya air pada daerah aliran sungai citarum. Jurnal Sumber Daya Air.7:105-118 Hoppner F, Klawonn F, Kurse R, Runkler T. 1999. Fuzzy Cluster Analysis (Methods For Classification, Data Analysis and Image Recognition). New York (US): John Wiley and Sons, Inc. [IPCC] Intergovermental Panel on Climate Change. 2007. Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Geneva (CH). Johnson RA, Winchern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. London (GB): Prentice-Hall, Inc. Jones R, Boer R, Magezy S, Mearn L. 2004. Assessing current climate risk. In Bo Lim at al. (eds). Adaptation policy frameworks for climate change: Developing strategies, policies and measures. UNDP. Cambridge University Press. Kasperson RE, Dow K, Archer ERM, Cácares D, Downing TE, Elmgvist T, Eriksen S, Folke C, Han G, Iyengar K et al. 2005. Vulnerable people and places. Ecosystems and Human Wellbeing: Current State and Trends. Washington DC (US):Island Press Kaufman L, Rousseeuw PJ. 1990. Finding Groups in Data: An Introduction to Cluster Analysis. New York : John Wiley. Klawonn F, Hoppner F. 2003. What is fuzzy about fuzzy clustering? Understanding and improving the concept of the fuzzier. Science Journal. 2810:254–264. Lüdeke M, Sterzel T, Walther C, Kok M, Lucas P. 2007. A methodology for quantifying patterns of vulnerability: A collaborative project between the Netherlands Environmental Assessment Agency (MNP) and the Potsdam Institute for Climate Research (PIK). http://www.pikpotsdam.de/~luedeke/ats.htm Miyamoto, S. Ichihashi, H. and Honda, K. 2008. Algorithms for Fuzzy Clustering (Methods in C-Means Clustering with Applications). Berlin Heidelberg (DE): Springer-Verlag.
23
Nengsih TA. 2010. Penggerombolan daerah tertinggal di Indonesia dengan Fuzzy K-Rataan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Olmos S. 2001. Vulnerability and adaption to climate change: concepts, issues, assessment methods. Climate Change Knowledge Network. 1-20 Panchal VK, Kundra H, Kaur J. 2009. Comparative study of particle swarm optimization based unsupervised clustering techniques. IJCSNS 9(10):132140. Parry ML, Carter TR, Hulme M. 1996. 'What is a dangerous climate change?' Global Environmental Change 6(1):1-6. Ross TJ. 2005. Fuzzy Logic with Engineering Applications. Second Edition. New York (US): John Wiley and Sons, Inc. Saefuddin A, Notodiputro KA, Alamudi A, Sadik K. 2009. Statistika Dasar. Edisi Pertama. Jakarta (ID): PT Grasindo. Swandayani TH. 2010. Pemetaan kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim dan adaptasi berbasis ekosistem hutan (Studi Kasus : DAS CILIWUNG) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Turner II BL, Kasperson ER, Matson PA, McCarthy JJ, Corell RW, Christensen L, Eckly N, Kasperson JX, Luers A, Martello ML et all. 2003. A framework for vulnerability analysis in sustainability science. PNAS. 100:8074-8079. Zadeh LA. 1965. Fuzzy Sets. Information and Control. 8:338-353.
24
Lampiran 1 Diagram kotak garis indikator tingkat kerentanan rumah tangga di DAS Citarum Deskripsi Indikator Penyusun Tingkat Kerentanan Rumah Tangga di DAS Citarum 1.0
0.8
Indeks
0.6
0.4
0.2
0.0 X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
Lampiran 2 Diagram kotak garis indikator tingkat kerentanan rumah tangga di hulu, tengah dan hilir DAS Citarum Deskripsi Indikator Penyusun Tingkat Keterpaparan di Hulu, Tengah dan Hilir DAS Citarum 1.0
Indeks
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 DAS Citarum
R U H LI L A HI HU NG TE X1
R U H LI L A HI HU NG TE X2
R U H LI L A HI HU NG TE X3
R U H LI L A HI HU NG TE X4
R U H LI L A HI HU NG TE X5
25
Lampiran 2 Diagram kotak garis indikator tingkat kerentanan rumah tangga di hulu, tengah dan hilir DAS Citarum (lanjutan) Deskripsi Indikator Penyusun Tingkat Sensitifitas di Hulu, Tengah dan Hilir DAS Citarum 1.0 0.8
Data
0.6 0.4 0.2 0.0 DAS Citarum
R U H R U H R U H R U H R U H R U H LI L A LI L A LI L A LI L A LI L A LI L A HI HU NG HI HU NG HI HU NG HI HU NG HI HU NG HI HU NG TE TE TE TE TE TE X6
X7
X8
X9
0 X1
1 X1
Deskripsi Indikator Penyusun Tingkat Kemampuan Adaptif di Hulu, Tengah dan Hilir DAS Citarum 0.9 0.8 0.7
Data
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 DAS Citarum
R U H R U H R U H R U H R U H R U H LI L A LI L A LI L A LI L A LI L A LI L A HI HU NG HI HU NG HI HU NG HI HU NG HI HU NG HI HU NG E E E E E T T T T T TE 2 X1
3 X1
4 X1
5 X1
6 X1
7 X1
26
Lampiran 3 Nilai korelasi antar indikator INDIKATOR X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
X1 0,084 0,036 0,169 0,000 -0,050 0,212 -0,082 0,039 0,117 0,004 0,018 0,653 0,106 0,008 0,037 0,353 0,198 0,000 -0,108 0,007 0,039 0,325 0,011 0,776 0,133 0,001 0,044 0,271 0,071 0,075 -0,013 0,749 * Corr p** value
X2
X3
X4
X5
X6
X7
0,148 0,000 -0,048 0,228 -0,068 0,088 0,003 0,934 0,007 0,855 0,008 0,850 0,132 0,001 0,182 0,000 0,381 0,000 -0,071 0,076 0,029 0,475 0,018 0,651 -0,076 0,058 -0,100 0,013 -0,188 0,000
-0,033 0,413 -0,033 0,406 -0,041 0,311 0,071 0,075 0,136 0,001 0,080 0,046 0,013 0,742 0,069 0,086 0,012 0,763 0,041 0,304 0,073 0,067 0,100 0,012 0,004 0,919 -0,006 0,874
0,089 0,026 -0,089 0,027 -0,003 0,937 -0,040 0,324 -0,170 0,000 -0,023 0,564 -0,014 0,722 0,023 0,574 0,076 0,059 -0,103 0,010 0,075 0,062 0,054 0,178 0,235 0,000
-0,004 0,917 0,117 0,003 0,070 0,082 -0,049 0,225 -0,058 0,147 0,052 0,198 0,102 0,011 0,012 0,757 0,068 0,091 -0,032 0,422 0,144 0,000 0,101 0,012
-0,035 0,383 0,049 0,224 0,055 0,172 0,148 0,000 -0,012 0,766 0,001 0,990 0,083 0,039 0,010 0,804 -0,035 0,380 -0,026 0,510 -0,025 0,536
0,117 0,003 0,045 0,266 0,069 0,087 0,020 0,623 0,010 0,797 0,030 0,461 -0,071 0,076 0,004 0,929 0,076 0,058 0,022 0,589
27
Lampiran 3 Nilai korelasi antar indikator (lanjutan) INDIKATOR X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
X8 0,134 0,001 0,099 0,013 0,006 0,882 -0,026 0,512 0,053 0,186 -0,027 0,496 0,035 0,379 0,033 0,410 0,010 0,802 * Corr p** value
INDIKATOR
X15 0,05 X16 0,213 0,033 X17 0,409 * Corr ** p-value
X9
X10
X11
X12
X13
X14
0,251 0,000 0,204 0,000 -0,069 0,087 0,003 0,937 -0,084 0,036 -0,055 0,170 -0,036 0,364 -0,205 0,000
0,108 0,007 -0,009 0,829 0,075 0,061 0,07 0,082 -0,028 0,485 0,013 0,751 -0,267 0,000
-0,098 0,014 0,04 0,319 0,013 0,743 -0,079 0,049 -0,159 0 -0,171 0
0,048 0,229 0,116 0,004 0,011 0,784 0,002 0,961 0,067 0,092
0,04 0,316 0,168 0 0,151 0 0,02 0,62
-0,013 0,748 -0,014 0,725 -0,049 0,224
X16
0,004 0,913
28
Lampiran 4. Keluaran regresi logistik ordinal Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
p-value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.444 0.225 0.145 0.160 0.482 0.636 0.030 0.001 0.000 0.000 0.001 0.000
29
Lampiran 5 Proyeksi hasil penggerombolan menggunakan metode kuadran Tingkat Kerentanan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Tingkat Kerentanan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Kuadran 3 faktor IKS IKA 0.167 0.538 0.398 0.400 0.192 0.309 0.527 0.239 Kuadran 3 faktor IKS IKA 0.167 0.538 0.398 0.400 0.192 0.309 0.527 0.239
K-rataan IKS IKA 0.142 0.324 0.203 0.329 0.306 0.307 0.250 0.300 0.312 0.298
17 indikator Fuzzy K-rataan IKS IKA 0.182 0.337 0.203 0.386 0.229 0.333 0.154 0.317 0.293 0.294
K-rataan IKS IKA 0.150 0.318 0.229 0.365 0.321 0.293 0.183 0.310 0.394 0.297
14 indikator Fuzzy K-rataan K-Medoid IKS IKA IKS IKA 0.214 0.381 0.182 0.374 0.194 0.225 0.224 0.407 0.242 0.343 0.214 0.305 0.168 0.218 0.232 0.254
K-Medoid IKS IKA 0.152 0.405 0.201 0.334 0.226 0.306 0.162 0.273 0.363 0.294
30
Lampiran 6 Proyeksi dua dimensi hasil penggerombolan METODE HIERARKI 3 FAKTOR
METODE K-RATAAN 17 INDIKATOR
0.2 0.1 0.0 -0.1
0.0 -0.1
-0.2
-0.2
-0.3
-0.3
-0.4
-0.4
-0.5
K-RATAAN 17 IND 1 2 3 4 5
0.1
IKS
IKS
0.2
HIERARKI 3 FAKTOR 1 2 3 4 5
-0.5 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
-0.4
-0.3
-0.2
IKA
METODE FUZZY 17 INDIKATOR
0.0 -0.1
K-MEDOID 17 IND 1 2 3 4 5
0.1 0.0
IKS
IKS
0.1
0.2
FUZZY 17 IND 1 2 3 4 5
0.1
-0.1
-0.2
-0.2
-0.3
-0.3
-0.4
-0.4
-0.5
-0.5 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
-0.4
-0.3
-0.2
IKA
-0.1
0.0
0.1
IKA
METODE K-RATAAN 14 INDIKATOR
METODE FUZZY 14 INDIKATOR
0.2
0.2
K-RATAAN 14 IND 1 2 3 4 5
0.1 0.0 -0.1
0.0 -0.1
-0.2
-0.2
-0.3
-0.3
-0.4
-0.4
-0.5
FUZZY 14 IND 1 2 4
0.1
IKS
IKS
0.0
METODE K-MEDOID 17 INDIKATOR
0.2
-0.5 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
-0.4
IKA
METODE K-MEDOID 14 INDIKATOR K-MEDOID 14 IND 1 2 3 4 5
0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 -0.5 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1 IKA
-0.3
-0.2
-0.1 IKA
0.2
IKS
-0.1 IKA
0.0
0.1
0.0
0.1
31
Lampiran 7 Pusat gerombol metode metode hierarki dengan 3 faktor tingkat kerentanan rumah tangga Indikator Keterpaparan Sensitivitas Kemampuan Adaptif
Sangat Rendah 0.0518 0.2789 0.3760
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.1754 0.0824 0.0766 0.2307 0.4919 0.2377 0.4221 0.3133 0.2284
Sangat Tinggi 0.3823 0.4295 0.2840
Lampiran 8 Pusat gerombol metode metode k-rataan dengan 17 indikator Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
Sangat Rendah 0.2404 0.0323 0.0300 0.4215 0.1100 0.4946 0.0250 0.0519 0.3900 0.0019 0.0173 0.5231 0.0386 0.3754 0.0400 0.5164 0.4070
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.5311 0.1806 0.2301 0.0462 0.2542 0.2816 0.0311 0.0486 0.0412 0.3660 0.9458 0.0838 0.0406 0.1542 0.0713 0.5226 0.5087 0.4981 0.0358 0.0694 0.0191 0.0613 0.0417 0.0588 0.4774 0.4806 0.5029 0.9151 0.3819 0.3199 0.0330 0.8993 0.8879 0.5236 0.5104 0.5092 0.0357 0.0481 0.0448 0.5151 0.3306 0.4632 0.0415 0.0167 0.0118 0.5166 0.4965 0.4789 0.2946 0.4094 0.2706
Sangat Tinggi 0.3039 0.0961 0.0588 0.3314 0.2353 0.4989 0.9392 0.1176 0.4627 0.3235 0.3382 0.5196 0.0390 0.2863 0.0157 0.5383 0.3600
32
Lampiran 9 Pusat gerombol metode Metode Fuzzy K-Rataan dengan 17 indikator Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
Sangat Rendah 0.2858 0.1197 0.0371 0.3915 0.1051 0.5077 0.1053 0.0592 0.4458 0.2960 0.3372 0.5184 0.0406 0.4058 0.0294 0.5078 0.3547
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.2857 0.2860 0.2855 0.1196 0.1198 0.1194 0.0371 0.0371 0.0371 0.3916 0.3916 0.3919 0.1051 0.1051 0.1051 0.5077 0.5077 0.5077 0.1053 0.1053 0.1052 0.0592 0.0592 0.0592 0.4457 0.4458 0.4456 0.2959 0.2964 0.2953 0.3370 0.3374 0.3366 0.5184 0.5184 0.5184 0.0406 0.0406 0.0406 0.4058 0.4060 0.4054 0.0294 0.0294 0.0295 0.5078 0.5078 0.5078 0.3548 0.3547 0.3549
Sangat Tinggi 0.2858 0.1198 0.0371 0.3917 0.1052 0.5077 0.1053 0.0592 0.4458 0.2964 0.3377 0.5184 0.0406 0.4059 0.0294 0.5078 0.3547
33
Lampiran 10 Pusat gerombol metode Metode K-Medoid dengan 17 indikator Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17
Sangat Rendah 0.3000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.5000 0.0000 0.0000 0.4000 0.0000 0.0000 0.5000 0.0000 0.8000 0.0000 0.4598 0.5438
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.5000 0.0000 0.3000 0.0000 0.1000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.5000 0.3000 0.5000 0.0000 0.0000 0.0000 0.5000 0.5000 0.5000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.4000 0.6000 0.4000 1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 1.0000 0.0000 0.5000 0.5000 0.5000 0.0000 0.0900 0.0000 0.8000 0.6000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.5178 0.5721 0.4960 0.2813 0.2000 0.3000
Sangat Tinggi 0.5000 0.3000 0.3000 0.3000 0.0000 0.5000 0.3000 0.0000 0.4000 1.0000 0.7500 0.5000 0.0000 0.6000 0.0000 0.5063 0.2500
34
Lampiran 11 Pusat gerombol metode Metode K-Rataan dengan 14 indikator Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X7 X8 X9 X12 X13 X14 X15 X16 X17
Sangat Rendah 0.300 0.024 0.038 0.091 0.010 0.021 0.055 0.457 0.518 0.039 0.457 0.028 0.500 0.331
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.160 0.279 0.245 0.040 0.135 0.009 0.000 0.071 0.013 0.531 0.339 0.914 0.975 0.154 0.015 0.090 0.931 0.030 0.048 0.125 0.049 0.400 0.477 0.411 0.543 0.510 0.517 0.044 0.043 0.044 0.535 0.250 0.298 0.012 0.031 0.045 0.544 0.535 0.511 0.431 0.363 0.418
Sangat Tinggi 0.412 0.765 0.091 0.332 0.024 0.024 0.060 0.488 0.513 0.036 0.467 0.011 0.486 0.250
Lampiran 12 Pusat gerombol metode Metode Fuzzy K-Rataan dengan 14 indikator Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X7 X8 X9 X12 X13 X14 X15 X16 X17
Sangat Rendah 0.310 0.128 0.041 0.293 0.105 0.107 0.063 0.453 0.519 0.040 0.456 0.028 0.507 0.342
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.147 0.310 0.059 0.128 0.015 0.041 0.826 0.294 0.070 0.105 0.068 0.107 0.030 0.063 0.409 0.453 0.511 0.519 0.037 0.040 0.171 0.453 0.026 0.028 0.508 0.507 0.409 0.342
Sangat Tinggi
35
Lampiran 13 Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X7 X8 X9 X12 X13 X14 X15 X16 X17
Pusat gerombol metode Metode K-Medoid dengan 14 Indikator
Sangat Rendah 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.400 0.500 0.000 0.800 0.000 0.525 0.250
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.000 0.700 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.400 0.400 0.400 0.500 0.500 0.500 0.000 0.000 0.000 0.800 0.600 0.000 0.000 0.000 0.000 0.522 0.444 0.488 0.400 0.269 0.269
Sangat Tinggi 0.000 0.000 0.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.400 0.500 0.000 0.000 0.000 0.501 0.450
36
Lampiran 14 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga setiap daerah Tingkat Kerentanan
49.69% 46.88% 35.00% 50.99% 38.36% 45.28% 48.43% 46.88% 31.67% 45.70% 33.33% 42.08%
9.43% 9.38% 16.67% 7.28% 3.77% 8.16% 32.08% 43.75% 0.00% 24.50% 26.42% 27.52% 27.04% 14.58% 3.33% 16.56% 5.03% 14.72% 12.58% 17.71% 0.00% 15.23% 9.43% 12.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
Metode
K-Rataan
Bandung Bandung Barat Bandung Kota Bekasi Purwakarta DAS Citarum Bandung Bandung Barat Bandung Kota Bekasi Purwakarta DAS Citarum
17 Indikator 30.19% 9.43% 23.27% 5.21% 16.67% 30.21% 11.67% 0.00% 0.00% 25.83% 8.61% 19.87% 4.40% 17.61% 25.16% 16.96% 11.52% 21.76% 0.63% 35.22% 30.19% 0.00% 10.42% 43.75% 3.33% 16.67% 80.00% 2.65% 28.48% 41.72% 1.89% 3.14% 62.26% 1.60% 19.84% 48.00% 25.16% 10.06% 24.53% 5.21% 37.50% 32.29% 15.00% 0.00% 55.00% 23.18% 13.25% 27.15% 4.40% 33.33% 35.85% 15.36% 20.00% 32.16% 14 Indikator 8.18% 10.69% 18.87% 9.38% 7.29% 18.75% 10.00% 16.67% 38.33% 0.66% 7.95% 25.17% 14.47% 3.77% 33.96% 8.32% 8.32% 26.08% 18.24% 0.00% 33.33% 25.00% 0.00% 28.13% 41.67% 0.00% 26.67% 25.17% 0.00% 29.14% 49.06% 0.00% 17.61% 31.04% 0.00% 26.88%
Sangat Tinggi
Fuzzy K-Rataan
27.67% 38.54% 71.67% 38.41% 49.06% 41.60% 1.89% 2.08% 0.00% 2.65% 6.29% 3.04% 13.21% 10.42% 26.67% 19.87% 21.38% 17.76%
Tinggi
K-Medoids
Bandung Bandung Barat Bandung Kota Bekasi Purwakarta DAS Citarum Bandung Bandung Barat Bandung Kota Bekasi Purwakarta DAS Citarum Bandung Bandung Barat Bandung Kota Bekasi Purwakarta DAS Citarum
Sedang
K-Rataan
Sangat Rendah Rendah
Fuzzy K-Rataan
Daerah
37
Lampiran 14 Proporsi anggota tingkat kerentanan rumah tangga setiap daerah (lanjutan) Tingkat Kerentanan
Bandung Bandung Barat Bandung Kota Bekasi Purwakarta DAS Citarum
Sangat Rendah Rendah 18.87% 31.25% 16.67% 15.23% 27.04% 21.76%
Sedang
Tinggi
17 Indikator 15.72% 30.19% 25.16% 14.58% 13.54% 29.17% 18.33% 18.33% 20.00% 7.95% 37.09% 19.21% 21.38% 6.29% 15.72% 15.36% 22.08% 21.44%
Sangat Tinggi 10.06% 11.46% 26.67% 20.53% 29.56% 19.36%
Metode
K-Medoids
Daerah
Lampiran 15 Jarak rerata objek ke pusat gerombol Metode Hierarki dengan 3 faktor Objek Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Rendah 0.0868 0.1671 0.2456 0.1815 0.4097
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.1611 0.2337 0.1747 0.0978 0.3103 0.2365 0.3115 0.1235 0.2891 0.2355 0.2805 0.0967 0.3624 0.3485 0.3977
Sangat Tinggi 0.3825 0.3272 0.3306 0.3746 0.1877
Rasio 0.0868 0.5855 0.5029 0.5327 0.5386
Keterangan : Rasio = rasio antara jarak dalam gerombol dengan jarak antara gerombol terdekat
Lampiran 16 Jarak rerata objek ke pusat gerombol Metode K-Rataan dengan 17 indikator Objek Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Rendah 0.8274 1.3132 1.4800 1.3528 1.4816
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 1.2923 1.3986 1.3267 0.8660 1.5325 1.4403 1.5976 0.9719 1.3258 1.4566 1.2643 0.8883 1.5997 1.6262 1.5710
Sangat Tinggi 1.3429 1.4780 1.5764 1.4592 1.0681
Rasio 0.6402 0.6595 0.7330 0.7026 0.7209
38
Lampiran 17 Jarak rerata objek ke pusat gerombol Metode Fuzzy K-Rataan dengan 17 indikator Objek Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Rendah 0.8932 1.1359 1.1991 0.9797 1.2318
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 0.8933 0.8934 0.8934 1.1359 1.1360 1.1360 1.1991 1.1989 1.1994 0.9796 0.9799 0.9792 1.2319 1.2317 1.2322
Sangat Tinggi 0.8933 1.1362 1.1990 0.9799 1.2315
Rasio 0.9999 1.0000 0.9999 0.9996 0.9999
Lampiran 18 Jarak rerata objek ke pusat gerombol Metode K-Medoid dengan 17 indikator Objek Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Rendah 0.7540 1.4238 1.4056 1.2253 1.8110
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 1.3150 1.2996 1.1562 0.9221 1.7180 1.4125 1.7003 0.9148 1.3747 1.5001 1.4373 0.8569 1.5171 1.5238 1.7674
Sangat Tinggi 1.5190 1.2565 1.4391 1.6598 1.1449
Rasio 0.6522 0.7338 0.6654 0.6993 0.7547
Lampiran 19 Jarak rerata objek ke pusat gerombol Metode K-Rataan dengan 14 indikator Objek Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Rendah 0.6742 1.3443 1.3145 1.0740 1.1174
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 1.2792 1.2007 1.0818 0.7998 1.4834 1.3342 1.5217 0.8660 1.3942 1.2598 1.2819 0.6501 1.4959 1.4021 1.2784
Sangat Tinggi 1.0498 1.5016 1.4462 1.2080 0.8070
Rasio 0.6423 0.5995 0.6588 0.6053 0.7222
39
Lampiran 20 Jarak rerata objek ke pusat gerombol Metode Fuzzy K-Rataan dengan 14 indikator Objek Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Rendah 0.8386 1.0258 0.8671
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 1.2024 0.8398 0.7445 1.0249 1.0454
Sangat Tinggi
Rasio 0.9986 0.7265
0.8657
0.9985
Lampiran 21 Jarak rerata objek ke pusat gerombol Metode K-Medoid dengan 14 indikator Objek Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Rendah 0.6019 1.2429 1.1543 1.0173 1.4432
Tingkat Kerentanan Rendah Sedang Tinggi 1.1294 0.9395 1.0002 0.7240 1.3097 1.4703 1.4261 0.7818 1.2654 1.3724 1.0685 0.5470 1.0937 1.4208 1.1897
Sangat Tinggi 1.3689 1.1055 1.5159 1.1121 0.6680
Rasio 0.6407 0.6549 0.6773 0.5376 0.6108
Hierarki
G1 = 169 G2 = 84 G3 = 84 G4 = 179 G5 = 109
Metode
Hierarki
G1 = 169 G2 = 84 G3 = 84 G4 = 179 G5 = 109
Metode
Hierarki
G1 = 169 G2 = 84 G3 = 84 G4 = 179 G5 = 109
Metode
K-Rataan 17 Indikator G1 = 260 G2 = 106 G3 = 72 G4 = 136 n % n % n % n % 74 43.8% 48 28.4% 10 5.9% 35 20.7% 59 70.2% 9 10.7% 8 9.5% 8 9.5% 0 0.0% 12 14.3% 13 15.5% 23 27.4% 119 66.5% 28 15.6% 12 6.7% 20 11.2% 8 7.3% 9 8.3% 29 26.6% 50 45.9% Fuzzy K-Rataan 17 Indikator G1 = 19 G2 = 10 G3 = 124 G4 = 300 n % n % n % n % 10 5.9% 1 0.6% 46 27.2% 80 47.3% 5 6.0% 6 7.1% 10 11.9% 54 64.3% 0 0.0% 0 0.0% 24 28.6% 17 20.2% 2 1.1% 1 0.6% 25 14.0% 137 76.5% 2 1.8% 2 1.8% 19 17.4% 12 11.0% K-Medoids 17 Indikator G1 = 111 G2 = 96 G3 = 125 G4 = 201 n % n % n % n % 66 39.1% 42 24.9% 42 24.9% 18 10.7% 34 40.5% 10 11.9% 10 11.9% 30 35.7% 7 8.3% 14 16.7% 15 17.9% 12 14.3% 1 0.6% 24 13.4% 26 14.5% 128 71.5% 3 2.8% 6 5.5% 32 29.4% 13 11.9%
Lampiran 22 Salah klasifikasi metode penggerombolan
G5 = 51 % 0.0% 0.0% 42.9% 0.0% 11.9%
G5 = 92 % 0.6% 0.0% 42.9% 0.0% 50.5%
G5 = 172 % 18.9% 10.7% 51.2% 7.8% 67.9%
n 1 0 36 0 55
n 32 9 43 14 74
n 0 0 36 0 13
40
n 83 15 22 1 15
G1 = 263 % 78.1% 54.8% 41.7% 1.7% 43.1%
G1 = 121 % 49.1% 17.9% 26.2% 0.6% 13.8%
n 132 46 35 3 47
G1 = 283 n % 130 76.9% 24 28.6% 27 32.1% 90 50.3% 12 11.0%
Keterangan : G1 = Gerombol 1 dan seterusnya
Hierarki
G1 = 169 G2 = 84 G3 = 84 G4 = 179 G5 = 109
Metode
Hierarki
G1 = 169 G2 = 84 G3 = 84 G4 = 179 G5 = 109
Metode
Hierarki
G1 = 169 G2 = 84 G3 = 84 G4 = 179 G5 = 109
Metode
K-Rataan 14 Indikator G2 = 52 G3 = 52 G4 = 163 n % n % n % 6 3.6% 3 1.8% 30 17.8% 21 25.0% 0 0.0% 35 41.7% 10 11.9% 34 40.5% 13 15.5% 9 5.0% 0 0.0% 76 42.5% 6 5.5% 15 13.8% 9 8.3% Fuzzy K-Rataan 14 Indikator G2 = 194 G3 = 0 G4 = 168 n % n % n % 27 16.0% 0 0.0% 0 0.0% 37 44.0% 0 0.0% 10 11.9% 24 28.6% 0 0.0% 25 29.8% 76 42.5% 0 0.0% 100 55.9% 30 27.5% 0 0.0% 32 29.4% K-Medoids 14 Indikator G2 = 134 G3 = 138 G4 = 136 n % n % n % 28 16.6% 42 24.9% 9 5.3% 46 54.8% 20 23.8% 1 1.2% 8 9.5% 18 21.4% 20 23.8% 1 0.6% 25 14.0% 84 46.9% 13 11.9% 33 30.3% 20 18.3%
Lampiran 22 Salah klasifikasi metode penggerombolan (lanjutan)
n 7 2 16 68 28
n 0 4 0 4 67 G5 = 0 % 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% G5 = 96 % 4.1% 2.4% 19.0% 38.0% 25.7%
n 0 0 0 0 0
G5 = 75 % 0.0% 4.8% 0.0% 2.2% 61.5%
41
17
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR PERTANIAN
0.00
0.25
PENDAPATAN NON PERTANIAN
LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
0.50
0.75
0.50
0.75
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
0.25
0.50
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.75 LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
0.25
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
LAHAN PERTANIAN
0.75 0.50
PENDAPATAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
Lampiran 23 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat rendah
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
42
14
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR KELUARGA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
SUMBER AIR KELUARGA
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.50
0.50
0.00
0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
TABUNGAN
TABUNGAN
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
MODAL FISIK
Lampiran 23 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat rendah (lanjutan)
43
17
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR PERTANIAN
0.00
0.25
PENDAPATAN NON PERTANIAN
LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
0.50
0.75
0.50
0.75
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
0.25
0.50
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.75 LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
0.25
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
LAHAN PERTANIAN
0.75 0.50
PENDAPATAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
Lampiran 24 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga rendah
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
44
14
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR KELUARGA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
TABUNGAN
TABUNGAN
Lampiran 24 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga rendah (lanjutan)
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
45
17
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR PERTANIAN
0.00
0.25
PENDAPATAN NON PERTANIAN
LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
0.50
0.75
0.50
0.75
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
0.25
0.50
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.75 LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
0.25
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
LAHAN PERTANIAN
0.75 0.50
PENDAPATAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
Lampiran 25 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sedang
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
46
14
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.50
0.50 0.00
0.25
0.75
0.75
0.25
KEAMANAN 1.00
LAHAN PERTANIAN
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
TABUNGAN
Lampiran 25 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sedang (lanjutan)
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
47
17
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR PERTANIAN
0.00
0.25
PENDAPATAN NON PERTANIAN
LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
0.50
0.75
0.50
0.75
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
0.25
0.50
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.75 LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
0.25
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
LAHAN PERTANIAN
0.75 0.50
PENDAPATAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
Lampiran 26 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga tinggi
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
48
14
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR KELUARGA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
SUMBER AIR KELUARGA
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.50
0.50
0.00
0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
TABUNGAN
TABUNGAN
Lampiran 26 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga tinggi (lanjutan)
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
49
17
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
0.00
0.25
PENDAPATAN NON PERTANIAN
LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
0.50
0.75
0.50
0.75
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR BENCANA
0.25
0.50
RUMAH 1.00
0.00
0.25
SUMBER AIR PERTANIAN
0.75
0.50 LAHAN PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
0.25
0.50
0.75
0.75
SUMBER AIR BENCANA
SUMBER AIR PERTANIAN
PENDAPATAN 1.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
LAHAN PERTANIAN
PENDAPATAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.75
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
TABUNGAN
KEAMANAN
Lampiran 27 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat tinggi
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
50
14
KMedoid
Fuzzy K Rataan
K-Rataan
Indikator Gerombol
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
ASET BERGERAK
ASET TIDAK BERGERAK
SUMBER AIR KELUARGA
0.00
PENDAPATAN NON PERTANIAN
SUMBER AIR KELUARGA
0.50
0.50 0.00
0.25
0.75
0.75
0.25
KEAMANAN 1.00
LAHAN PERTANIAN
PENDAPATAN NON PERTANIAN
0.00
RUMAH 1.00
0.00
0.25
0.50
0.50 0.25
0.75
0.75
LAHAN PERTANIAN
KEAMANAN 1.00
Sensitifitas
RUMAH 1.00
Keterpaparan
Kerentanan
TABUNGAN
TABUNGAN
Lampiran 27 Profil indikator penyusun tingkat kerentanan rumah tangga sangat tinggi (lanjutan)
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
MODAL FISIK
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
KONEKTIFITAS
0.00
0.25
0.50
0.75
ASAL PENDUDUK 1.00
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
SOLIDARITAS
MODAL SOSIAL
Kemampuan Adaptif
51
52
Lampiran 28 Sintaks analisis gerombol perangkat lunak Mathlab
Fuzzy
K-Rataan
menggunakan
Untuk 17 indikator >> d=zeros(625,17); >> [center,U,obj]=fcm(d,5); >>[m,ind]=max(U); >> ind=ind’; Untuk 14 indikator >> d=zeros(625,14); >> [center,U,obj]=fcm(d,5); >>[m,ind]=max(U); >> ind=ind’; Lampiran 29 Sintaks analisis gerombol K-Medoid menggunakan perangkat lunak R #clustering dengan metode k-medoid dengan 17 indikator data<-read.csv("C:/K_Medoid.csv", sep=",", header=T) attach(data) X
53
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Lampung pada tanggal 15 November 1982, anak ketiga dari pasangan Sumarno dan Sri Rahayu. Penulis menyelesaikan pendidikan umum di SMUN 2 Kotabumi pada tahun 2000 dan pada tahun yang sama melalui jalur undangan PMDK diterima di jurusan Statistika fakultas MIPA IPB. Sembari menyelesaikan skripsi, penulis bekerja di production house yang memproduksi acara di beberapa TV nasional. Tahun 2008 hingga tahun 2010 penulis bekerja di PT Grup Riset Potensial, sebuah perusahaan konsultan penelitian pemasaran di Jakarta. Pada akhir tahun 2010, penulis bekerja sama dengan suami merintis sebuah usaha berbentuk retail yang fokus pada produk susu dan diapers untuk balita dan anak-anak. Usaha retail merupakan upaya penulis mengaplikasikan ilmu penelitian pemasaran yang dimiliki dan usaha ini bertahan hingga saat ini. Pada tahun 2011, penulis mengikuti perkuliahan program S2 jurusan Statistika Terapan dengan minat Manajemen Pemasaran untuk mendukung usaha penulis dan beberapa pekerjaan di bidang penelitian. Pada tahun 2014 penulis mencoba peruntungan dengan merintis usaha kuliner. Pada tahun 2012, penulis berkesempatan bergabung dengan CCROM IPB dalam penelitian mengenai dampak perubahan iklim terhadap rumah tangga di DAS Citarum.