eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (3): 793-806 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
PENGUNDURAN DIRI KANADA DARI PROTOKOL KYOTO IKE ANGGI YULIANTO1 0902045123
Abstrak: As an effort to address global environment issue, world leaders established the Kyoto Protocol in 1997. This accord is the first environmental treaty that legally binding for countries that involved in it. Canada is one of the countries that decided to ratify this treaty in 2002 under the leadership of Prime Minister Jean Chretien. However, in the late 2011 Canada under the leadership of Prime Minister Stephen Harper changed it’s policy toward the Kyoto Protocol and annouced its withdrawl from the Kyoto protocol. The result of this research indicate that the factors that led Prime Minister Stephen Harper decided to withdraw from the Kyoto Protocol was based on internal and external factors. The internal factors are Canada’s geographic and nature conditions; Canada economic dependence to FDI and oil and gas industry; Canada political process; and the failure of Canada to measure in emission reduction targets. Meanwhile, the external factors are the Kyoto Protocol it’s self and the world economic competition with NAFTA member countries.
Key Word : The Kyoto Protocol, Canada’s Withdrawal Pendahuluan Pemanasan global merupakan masalah penting di abad ke-20 karena masalah yang ditimbulkannya yakni perubahan iklim, berdampak pada perubahan curah hujan serta naiknya intensitas dan frekuensi badai. Permukaan laut akan naik, sebagian karena menguapnya air laut pada suhu yang lebih tinggi sehingga volumenya naik, sebagian lagi karena melelehnya es abadi di pegunungan tinggi dan di daerah kutub (Soemarwoto, 1997). Saat ini, isu lingkungan sudah dianggap menjadi ancaman bagi beberapa negara di dunia karena berkaitan dengan eksplorasi sumber daya yang dibutuhkan oleh komunitas internasional. Persoalan mengenai pemanasan global merupakan permasalahan yang rumit, dikarenakan tidak hanya sebagai persoalan lingkungan, tetapi juga dapat mempengaruhi aspek ekonomi, politik, sosiologi maupun geopolitik.
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:793-806
Kesadaran mengenai bahaya dari kerusakan lingkungan hidup yang berdampak pada keberlangsungan hidup umat manusia meningkat pada akhir 1960-an. Masalah lingkungan hidup mulai menjadi isu penting yang dibahas dalam agenda internasional, termasuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada awalnya, wakil Swedia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusulkan agar PBB menjajaki kemungkinan menyelenggarakan konferensi internasional tentang lingkungan hidup (Almakusumah, 1996). Protokol Kyoto merupakan salah satu langkah terbesar yang pernah dibuat oleh PBB dalam mengikat negara-negara industri besar dunia dan beberapa negara berkembang lainnya untuk terlibat dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Perjanjian ini menetapkan target mengikat untuk 37 negara industri dan Masyarakat Eropa untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) dengan jumlah ratarata yang ingin dicapai sebesar 5 % dari tingkat emisi tahun 1990 selama periode lima tahun, yakni 2008-2012 (www.unfccc.int). Ciri utama dari Protokol Kyoto ialah prinsip kerja sama yang ditetapkan untuk dapat mencapai target yang telah ditetapkan, yakni melalui Joint Implementation, Emission Trading dan Clean Development Mechanism. Setelah diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997, Protokol Kyoto dibuka untuk ditandatangani pada tanggal 16 Maret 1998. Sesuai dengan ketentuan Pasal 25, Protokol Kyoto secara efektif akan berlaku 90 hari setelah diratifikasi oleh paling sedikit 55 Pihak Konvensi, termasuk negara-negara maju (Mudiyarso, 2003). Kanada merupakan negara ke-99 yang pada akhirnya meratifikasi Protokol Kyoto dan masuk dalam kategori negara Annex I. Kanada menandatangai Protokol Kyoto pada 1998, dan setelah perdebatan pada akhirnya Parlemen Kanada secara resmi meratifikasi Protokol Kyoto pada Desember 2002. Pemerintah Kanada di bawah kepemimpinan Partai Liberal setuju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca Kanada sebesar 6 % di bawah tingkat 1990 pada periode komitmen lima tahun dari 2008 sampai 2012 (www.canadaonline.about.com). Sebagai negara yang tergolong dalam negara Annex I, Kanada berkewajiban untuk memenuhi beberapa target dan kewajiban yang telah ditetapkan sebelumnya, seperti yang tercantum dalam pasal 2 ayat 1a Protokol Kyoto. Pemerintahan di bawah kepemimpinan Partai Konservatif tidak berusaha untuk melakukan berbagai upaya untuk mencapai target yang telah disepakati dalam komitmennya pada Protokol Kyoto. Perubahan sikap Pemerintah Kanada terjadi pada 12 Desember 2011. Menteri Lingkungan Peter Kent memberikan pengumuman resmi bahwa negara persemakmuran Inggris ini memutuskan untuk mundur dari Protokol Kyoto. Pengunduran diri Kanada secara resmi disampaikan kepada Perserikatan BangsaBangsa (PBB) pada 15 Desember 2011. Berdasarkan Pasal 27 ayat 2 Protokol Kyoto, maka Kanada akan dinyatakan resmi keluar dari Protokol Kyoto setahun setelah pemberitahuan disampaikan kepada pihak PBB yakni tepatnya pada 15 Desember 2012.
794
Pengunduran Diri Kanada dari Protokol Kyoto (Ike Anggi Yulianto)
Kerangka Dasar Teori 1. Pembuatan Keputusan (Decision Making) Proses pengambilan keputusan secara sederhana didefinisikan sebagai suatu langkah dalam memilih berbagai alternatif yang ada. Hal yang cukup mendasar dalam teori pengambilan keputusan adalah persepsi. Dalam teori pengambilan keputusan, para pengambil keputusan menganggap pandangan tentang dunia dari sudut tertentu (the world as viewed) lebih penting dibandingakan dengan realitas objektif itu sendiri (Rudy, 2001). Snyder dan peneliti lainnya mengungkapkan adanya internal dan eksternal setting yang mempengaruhi pembuatan keputusan, yang didefiniskannya sebagai faktorfaktor dan kondisi yang secara potensial berperan dalam mempengaruhi tindakan suatu negara. Seberapa besar pentingnya faktor-faktor ini bergantung pada bagaimana para pembuat keputusan mempertimbangkannya (Hara, 1991). Faktor internal dalam kerangka itu mengatur nada irama, mulai dari persinalitas, peranan dan organisasi dalam unit penentuan tadi, melalui struktur pemerintahan di sekitar para pengambil keputusan, sampai keadaan-keadaan fisik dan teknolgi yang beraneka ragam, nilai tujuan, serta pengaruh-pengaruh perorangan dan organisasi yang bekerja dalam masyarakat umumnya. Sedangkan faktor eksternal memuat unsur-unsur yang relevan dalam keadaan seluruhnya dan pada waktu tertentu dalam sistem internasional (McClelland, 1981). 2. Rezim Internasional Rezim merupakan seperangkat prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur pembuatan keputusan baik eksplisit maupun implisit di mana harapan-harapan para aktor-aktor yang ada berkumpul dalam sebuah wilayah hubungan tertentu. Banyak sarana yang digunakan untuk mengatur aktivitasaktivitas melalui suatu rezim, tetapi ada empat hal diantaranya yang perlu diperhatikan, yaitu: Menyusun standar, obligasi, alokasi, dan larangan (Rudy, 2001). Sebagai institusi sosial yang berupaya mengatasi masalah-masalah dalam bidang tertentu, ada 2 (dua) konsekuensi yang terdapat dalam suatu rezim, yakni: Output dari sebuah rezim dapat mengubah lingkungan penerima. Hal lainnya yang cukup penting mengenai konsekuensi sebuah rezim dapat dilihat dari sisi input rezim tersebut (Underdal & Young, 2004). Protokol Kyoto merupakan sebuah rezim lingkungan internasional yang diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997 di bawah perjanjian perubahan iklim PBB, yakni United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Protokol Kyoto merupakan rezim yang tergolong dalam obligasi, di mana rezim ini menentukan langkah-langkah tertentu yang harus maupun dapat ditempuh oleh negara-negara yang meratifikasinya, yakni melalui prinsip kerjasama yang dianutnya. Adapun prinsip kerjasama tersebut, yakni Perdagangan Emisi
795
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:793-806
(Emission Trading); Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism) dan Implementasi Bersama (Joint Implementation). Metodologi Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah eksplanatif dimana penulis menjelaskan latar belakang Pemerintah Kanada memutuskan untuk mengundurkan diri dari Protokol Kyoto. Data-data yang disajikan ialah data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka dan literatur-literatur, seperti buku maupun internet. Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif dengan metode ilustratif. Hasil Penelitian Berbagai negara di dunia telah mengalami secara langsung dampak merugikan dari fenomena alam ini. Para ilmuwan memeperkirakan bahwa bencana yang ditimbulkan sebagai akibat dari pemanasan global dan perubahan iklim akan terus berlanjut dan bertambah parah di masa yang akan datang. Kesadaran mengenai bahaya dari dampak pemanasan global terhadap keberlangsungan kehidupan umat manusia di bumi meningkat pada paruh kedua abad ke dua puluh. Para pemimpin dunia berupaya mencari solusi bersama untuk menekan laju pemanasan global. Dalam pertemuan CoP 3 UNFCCC di Kyoto, dicapai sebuah kesepakatan untuk mengadopsi suatu protokol, yang kemudian disebut dengan Protokol Kyoto. Protokol ini merupakan sebuah perjanjian pertama yang bersifat mengikat secara hukum bagi negara-negara maju yang meratifikasinya dalam menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca. Protokol ini kemudian dikenal dengan nama resmi Protokol Kyoto untuk Konvensi Kerangka Kerja PBB dalam Perubahan Iklim (Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate Change). Kanada dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Jean Chretien yang berasal dari Partai Liberal menandatangani Protokol Kyoto pada tanggal 20 April 1998 (www.unfccc.int). Sebagai bentuk keseriusan pemerintah Kanada dalam upaya mengatasi masalah perubahan iklim dan upaya penurunan emisi gas rumah kaca, pemerintah Kanada kemudian membentuk suatu undang-undang yakni Kyoto Protocol Implementation Act. Undang-undang ini secara resmi berlaku sejak tahun 2007, dimana undang-undang tersebut merupakan upaya pemerintah Kanada untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kacanya terkait dengan Protokol Kyoto (www.laws-lois.justice.gc.ca). Pada 12 Desember 2011 terjadi perubahan sikap oleh pemerintah Kanada terhadap Protokol Kyoto. Melalui Menteri Lingkungan Hidupnya pemerintah mengumumkan pengunduran diri Protokol Kyoto. Pengunduran diri ini kemudian secara resmi disampaikan kepada pihak depositori Protokol Kyoto pada 15 Desember 2011. Berdasarkan pasal 27 ayat 2 Protokol Kyoto, Kanada secara resmi dinyatakan mundur dari Protokol Kyoto pada 15 Desember 2012. Beberapa faktor yang mendasari pemerintah Kanada pada akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Protokol Kyoto, diantaranya ialah, Faktor internal berasal dari lingkungan yang merupakan kondisi geografis dan alam Kanada;
796
Pengunduran Diri Kanada dari Protokol Kyoto (Ike Anggi Yulianto)
lingkungan non-manusia yakni ekonomi Kanada yang dipengaruhi oleh kertergantungan Kanada terhadap FDI dan Industri Migas Kanada. Proses politik dimana terjadi perubahan kepemimpinan partai di Kanada juga menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan dan lainnya ialah kegagaglan Kanada dalam mencapai target yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto. Faktor eksternal merupakan kondisi sistem internasional yang sedang berlangsung saat ini. Yang pertama dipengaruhi oleh institusi internasional yakni Protokol Kyoto itu sendiri dan yang kedua merupakan kondisi internasional (persaingan ekonomi dengan negara-negara anggota NAFTA lainnya). 1. Faktor Internal a. Lingkungan – Kondisi Geografis & Alam Kanada Terletak di belahan bumi bagian utara dengan posisi kordinat berada pada 56.7577º Bujur timur dan 86.4196º Bujur Barat menjadikan Kanada sebagai negara yang mengalami empat musim setiap tahunnya dengan suhu mencapai -25º C dianggap sebagai sesuatu yang wajar pada musim dingin. Dengan kondisi lingkungan hidup yang seperti ini, ketergantungan masyarakat Kanada terhadap penggunaan energi listrik untuk penghangat ruangan cukuplah tinggi. Pembangkit listrik di Kanada terdiri dari berbagai berbagai jenis, diantaranya hidroelektrik (60%), batu bara (17,4%), nuklir (14,8%), gas alam (4.1%) dan energi terbarukan (0.5%) (www.parl.gc.ca). Meski telah menggunakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan sebagai sumber utama (hidroelektrik – 63,1%), namun penggunaan energi listrik di Kanada tetap tinggi yakni berkontribusi sekitar 14% terhadap jumlah total emisi gas rumah kaca Kanada pada tahun 2010, menempati posisi ke tiga dalam urutan sektor penghasil GRK setelah sektor transportasi dan migas (www.ec.gc.ca). Hal ini dikarenakan ketergantungan masyarakat Kanada yang cukup besar terhadap penggunaan energi listrik untuk menunjang aktifitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Sehingga, menjadi sebuah dilema bagi Pemerintah untuk memaksa masyarakatnya mengubah pola hidup menjadi lebih ramah lingkungan karena dikhawatirkan akan berdampak pada sektor lain seperti ekonomi. b. Lingkungan Non-Manusia – Ekonomi Kanada Perkembangan ekonomi yang telah dicapai oleh Kanada selama ini merupakan hasil dari ketergantungan terhadap investasi asing. Pada tahun 1996, perusahaanperusahaan asing terus mendominasi sektor perekonomian Kanada yang melibatkan produksi energi dan industri yang merupakan pengguna energi yang besar. Lebih dari 56 persen dari produksi bahan kimia, produk kimia, tekstil, peralatan transportasi, dan perangkat listrik dan elektronik berada di bawah kendali asing (www.qed.econ.queensu.ca). Ketergantungan produk domestik bruto (PDB) Kanada terhadap FDI cukup besar, dan bahkan melebihi rata-rata dari keseluruhan negara-negara anggota G-7 yakni
797
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:793-806
sekitar 30,4 % pada tahun 2006, sementara keseluruhan rata-rata negara G-7 lainnya hanya mencapai angka 17.8% di tahun yang sama (www.parl.gc.ca). Untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 6% yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto, Pemerintah Kanada perlu melakukan perombakan kebijakan besar-besaran salah satunya dalam bidang industrinya agar menjadi lebih ramah lingkungan dan menghasilkan emisi yang lebih rendah. Inovasi besar-besaran di bidang teknologi dan industri dibutuhkan oleh suatu negara untuk dapat mengembangkan industri yang ramah lingkungan. Biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan hal ini tidaklah sedikit. Kanada merupakan pengekspor dari sebagian besar komoditas energi dan juga merupakan produsen dari pembangkit listrik konvensional dan non-konvensional seperti migas dan pembangkit listrik tenaga air. Hal ini salah satunya dipengauhi oleh kondisi alam Kanada yang dikaruniai dengan kelimpahan sumberdaya alam yang cukup tinggi, sehingga menempatkan Kanada sebagai salah satu dari lima produsen energi terbesar di dunia. Ekonomi Kanada relatif energi-intensif dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya, hal ini dikarenakan penggunaan minyak bumi untuk keperluan transportasi, gas alam dan pembangkit listrik tenaga air (www.eia.gov). Sektor industri migas memiliki peranan yang cukup penting dalam perekonomian Kanada, dan menyumbang sekitar 65 Milliar dolar untuk GDP, berkontribusi sekitar 9 Miliar dolar untuk pajak, dan berperan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 16.500.000 pekerja (www.ceri.ca). Tidak hanya berperan besar dalam perekonomian Kanada, sektor industri migas juga berperan besar dalam peningkatan emisi GRK, yakni sebesar 22% pada tahun 2010 menempati posisi kedua setelah sektor transportasi. Perubahan kebijakan dalam sektor industri terkait dengan upaya mencapai target Protokol Kyoto dikhawatirkan akan menurunkan minat investasi asing di Kanada. Kekhawatiran ini dinilai cukup beralasan, karena dapat dilihat bahwa pada saat sebelum Pemerintah Kanada akhirnya memutuskan untuk meratifikasi Protokol Kyoto, mayoritas pihak yang menentang berasal dari kelompok ekonomi Kanada, diantaranya ialah Canadian Council of Chief Executives, the Canadian Manufactures and Exporters, dan Canadian Association of Petroleum Producers. (Fatkurrohman, 2009). c. Proses Politik – Perubahan Kepemimpinan Partai dalam Pemerintahan Kanada Sebagai negara demokrasi, Kanada menggunakan sistem pemerintahan Parlementer Federal dengan otoritas Ratu Inggris sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Dua partai besar yang memiliki peranan penting dalam sistem politik Kanada adalah Partai Konservatif Kanada dan Partai Liberal Kanada. Perdana menteri Kanada di dominasi oleh pemimpinpemimpin oleh kedua partai ini. Pada akhir tahun 2002 Kanada di bawah kepemimpinan Partai Liberal memutuskan untuk meratifikasi Protokol Kyoto. Namun, terjadi perubahan
798
Pengunduran Diri Kanada dari Protokol Kyoto (Ike Anggi Yulianto)
kepemimpinan pada tahun 2006, dimana Stephen Harper dari Partai Konservatif menjadi Perdana Meneteri baru Kanada. Partai Konservatif memiliki pandangan yang berbeda terhadap Protokol Kyoto, dimana pada Mei 2006, Menteri Lingkungan Hidup Kanada menyampaikan pernyataan di Bonn, bahwa target Protokol Kyoto terlalu ambisius dan pada November di tahun yang sama, Menteri Lingkungan Hidup Kanada menyatakan bahwa Kanada tidak berniat untuk mencapai target Protokol Kyoto. Wujud nyata dari perubahan sikap Pemerintah Kanada terhadap Protokol Kyoto terbukti ketika pada 12 Desember 2011, melalui Menteri Lingkungan Hidupnya, Pemerintah Kanada secara resmi memberikan pengumuman pengunduran dirinya. Akhirnya pada tahun 2012, Pemerintah Kanada mencabut undang-undangnya yang terkait dengan Protokol Kyoto yakni Kyoto Protocol Implementation Act. d. Kegagalan Kanada dalam Mencapai Target Protokol Kyoto Sebagai Pihak Annex I, Kanada berkewajiban menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 6% dari tingkat emisi pada tahun 1990 sebesar 589 Mt. Sementara setelah meratifikasi Protokol Kyoto, jumlah emisi yang dihasilkan justru meningkat hingga mencapai angka 718 Mt. Berdasarkan perihtungan dalam Protokol Kyoto, Kanada harus menurunkan emisi gas rumah kacanya sebesar 164 Mt. Selama masa komitmen Protokol Kyoto, emisi gas rumah kaca Kanda mencapai angka 731 Mt, akan tetapi terjadi sedikit penurunan di tahun 2009 dengan angka mencapai 690 Mt dan pada tahun 2010 Kanada memproduksi gas rumah kaca sebesar 692 Mt (www.ec.gc.ca). Emisi gas rumah kaca Kanada memang mengalami penurunan sejak diratifikasinya Protokol Kyoto oleh negara ini, akan tetapi jika dibandingkan dengan tingkat emisi pada tahun 1990 (yang merupakan tahun dasar penurunan emisi gas rumah kaca terkait Protokol Kyoto), emisi gas rumah kaca Kanada tetaplah meningkat. Sehingga Pemerintah Kanada gagal mencapai target penurunan emisi sebesar 6%. Protokol Kyoto merupakan perjanjian yang mengikat secara hukum bagi negaranegara yang meratifikasinya, khususnya negara-negara industri maju. Hal ini kemudian, berdampak terhadap adanya sanksi bagi negara yang kemudian dianggap gagal mencapai target emisi. Sanksi yang akan diterima suatu negara ketika gagal mencapai target penurunan ialah bahwa selisih dari jumlah penurunan yang gagal dicapai oleh Pihak tersebut akan ditambahkan ke Pihak tersebut untuk periode komitmen selanjutnya. Sanksi ini tercantum dalam pasal 3 ayat 2 Protokol Kyoto (www.unfccc.int). Alternatif lain yang dapat menjadi pilihan pemerintah Kanada untuk dapat mencapai target penurunan emisi ialah melalui salah satu mekanisme yang diatur dalam Protokol Kyoto, yakni perdagangan karbon/emisi (emission trading). Dimana melalui mekanisme ini, Pemerintah Kanada dapat membeli emisi dari negara-negara yang mencapai jumlah penurunan emisi berlebih. Akan tetapi, mekanisme ini memakan biaya yang cukup besar. Pemerintah Kanada harus mengeluarkan biaya mencapai C$ 14 Miliar (www.guardian.co.uk).
799
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:793-806
Karena ketidakmampuannya mencapai target penurunan emisi, satu-satunya kebijakan yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Kanada ialah melalui pengunduran diri dari perjanjian ini. Jika terus bertahan tanpa melakukan perdagangan emisi, akan sulit bagi Kanada untuk mencapai target penurunan emisi dalam periode komitmen yang akan datang karena target tersebut akan diakumulasikan dengan target yang gagal dicapai. Sementara perdagangan emisi memakan biaya yang cukup tinggi. Hal ini yang menjadi salah satu alasan Pemerintah Kanada memutuskan untuk mengundurkan diri dari Protokol Kyoto. 2. Faktor Eksternal a. Institusi Internasional – Protokol Kyoto Output dari sebuah rezim dapat mengubah lingkungan penerima. Setelah penerapan aturan bersama atau sebuah keputusan penting, rezim melepaskan signal ke lingkungannya. Meskipun signal yang dilepaskan tidak lebih dari pemilihan solusi yang disetujui secara kolektif, tetapi hal ini dapat menyebabkan negara anggota untuk mengadaptasi perilakunya, jika disertai dengan harapan bahwa negara-negara anggota lainnya turut serta melakukan hal serupa, sehingga kerjasama dapat terwujud (Underdal & Young, 2004). Hal ini berarti, keputusan yang diambil oleh negara anggota rezim sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya termasuk di dalamnya sikap dan peranan negara-negara lain terhadap rezim tersebut. Hal serupa berlaku pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah Kanada, sikap beberapa negara yang kemudian dianggap memiliki peranan yang cukup signifikan dalam mengkontribusikan peningkatan produksi gas rumah kaca global, yang kemudian berpengaruh pada kestabilan suhu bumi, mempengaruhi kebijakan yang diambil Pemerintah Kanada terhadap Protokol Kyoto. Ketidakterikatan dan bahkan ketidakterlibatan negara-negara pengkontribusi emisi besar dunia menjadi pertimbangan Pemerintah Kanada untuk kemudian memutuskan mundur dari Protokol Kyoto. China merupakan penghasil emisi nomor satu dunia dengan kontribusi sebesar 19% dari total keseluruhan emisi GRK dunia, menyusul Amerika Serikat ditempat kedua dengan kontribusi sebesar 18%, sementara Uni Eropa berada di tempat ketiga dengan kontribusi sebesar 13 %. Kanada sendiri berada di urutan kedelapan dengan kontribusi sebesar 2% (Government of Canada, 2011). Berkaitan dengan Protokol Kyoto, dua negara kontributor emisi terbesar di dunia tidak memiliki kewajiban dalam hal target penurunan emisi gas rumah kaca, yakni China dan Amerika Serikat. Untuk menciptakan kondisi suhu bumi yang stabil dan layak untuk dihuni oleh makhluk hidup, Protokol Kyoto membutuhkan ratifikasi setidaknya 55 pihak termasuk negara Annex I dengan total emisi GRK minimum sebesar 55% dari total tingkat emisi tahun 1990 dari kelompok negara-negara annex. Hal ini berarti Protokol ini membutuhkan ratifikasi dari negara-negara penghasil emisi besar dunia.
800
Pengunduran Diri Kanada dari Protokol Kyoto (Ike Anggi Yulianto)
Amerika Serikat merupakan negara penghasil emisi terbesar dunia di antara negara-negara maju lainnya yang tergolong dalan negara Annex I. Pada awal perundingan Protokol Kyoto, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Bill Clinton memberikan sikap pro terhadap Protokol Kyoto melalui pendandatangan perjanjian ini oleh Amerika Seikat pada 12 November 1998 (www.unfccc.int). Namun dalam perkembangannya, pemerintahan Clinton tidak mengajukan Protokol Kyoto untuk diproses oleh Senat. Setelah tampuk kepemimpinan Amerika Serikat berpindah tangan kepada Presiden George Walker Bush, pemerintah menolak untuk meratifikasi Protokol Kyoto (www.eoearth.org). China merupakan negara berkembang yang ikut menandatangani perjanjian Protokol Kyoto pada 29 Mei 1998 dan kemudian meratifikasinya pada 30 Agustus 2000 (www. unfccc.int). Akan tetapi, posisi China sebagai negara berkembang menjadikan China masuk dalam golongan negara Non-Annex I. Hal ini berarti, China tidak memiliki kewajiban untuk mencapai target penurunan emisi dalam level tertentu. Padahal, dalam perkembangan dan pembangunan ekonomi dan industrialisasi yang dilakukan oleh China telah menjadikan negeri tirai bambu ini sebagai salah satu kontributor emisi terbesar di dunia. Di sisi lain, Pihak Non-Annex I yang terdiri dari negara-negara berkembang tidak memiliki kewajiban mengikat untuk menurunkan tingkat emisinya, meskipun menyatakan secara suka rela akan berupaya mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca. Namun, tanpa adanya sanksi ekonomi yang jelas, diragukan bahwa suatu negara bersedia mengorbankan pembangunan ekonomi nasionalnya demi mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca pada level tertentu.
801
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:793-806
Grafik1.1 Perkembangan Jumlah Emisi CO2 oleh Negara-Negara Annex I dan Non-Annex I (1990-2010)
Pihak Annex I (Protokol Kyoto)
Negara Maju
Negara Berkembang Pihak Non-Annex
Sumber: http://www.appinsys.com/globalwarming/GW_5GH_CO2Sources.htm Waktu akses : 12 Maret 2013 Pukul : 13:56
Pada tahun 1990an sampai dengan awal 2000an, negara-negara maju masih mendominasi sebagai kontributor emisi CO2. Namun di sisi lain, perkembangan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang berakibat pada meningkatnya konsumsi CO2 oleh negara-negara ini, yang kemudian pada tahun 2006, negara-negara Non-Annex mengalahkan negara-negara Annex I sebagai kontributor emisi CO2, dengan perbandingan negara maju dan berkembang sebesar 45% : 55% pada tahun 2009 (www.appinsys.com). Hal ini menunjukkan bahwa, sementara negara-negara Annex I berkewajiban menurunkan emisi gas rumah kacanya, negara-negara berkembang tetap melanjutkan pembangunan nasional mereka yang berpengaruh terhadap meningkatnya tingkat emisi gas rumah kaca oleh negara-negara Non-Annex ini. Kegagalan Protokol Kyoto sebagai rezim lingkungan internasional dalam mengikat seluruh negara-negara di dunia (baik negara maju maupun negara berkembang) untuk berkontribusi dalam upaya menciptakan kondisi lingkungan hidup global yang lebih baik, mengakibatkan perjanjian ini kurang memiliki peranan yang signifikan dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca. Kondisi yang seperti ini kemudian menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah Kanada untuk akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari Protokol Kyoto.
802
Pengunduran Diri Kanada dari Protokol Kyoto (Ike Anggi Yulianto)
b. Kondisi internasional - Persaingan Ekonomi dengan Negara-Negara Anggota NAFTA Sebagai upaya menciptakan suatu mekanisme yang dapat mengatasi sengketa dan untuk menciptakan “perdagangan bebas” di wilayah Amerika Utara, Pemerintah Kanada, Amerika Serikat dan Meksiko membentuk NAFTA (North America Free Trade Area). NAFTA kemudian mulai berlaku pada 1 Januari 1994. Maksud dari dibentuknya perjanjian internasional ini ialah untuk menghapuskan tarif (biaya yang ditambahkan pada nilai jual) atas impor-ekspor barang di antara ketiga negara tersebut. Tujuan lainnya dari peraturan ini ialah untuk menghapuskan kuota tertentu dengan harapan dapat meningkatkan perdagangan di antara ketiga mitra ini (Desaulniers, 2003). Ketiga negara anggota NAFTA terlibat dalam Protokol Kyoto, namun masingmasing negara memiliki posisi yang cukup berbeda. Kanada merupakan satusatunya negara yang meratifikasi Protokol Kyoto sehingga berkewajiban menurunkan emisi GRK sebesar 6% dari tingkat emisi tahun 1990. Meksiko meratifikasi Protokol Kyoto pada 7 September 2000. Meski demikian, negara ini tergolong dalam pihak non-Annex Protokol Kyoto sehingga tidak memiliki target mengikat terkait dengan penurunan emisi gas rumah kaca. Sementara Amerika Serikat memutuskan untuk tidak meratifikasi, meskipun telah menandatangani Protokol Kyoto. Posisi negara-negara anggota NAFTA ini kemudian berpengaruh pada pola persaingan ekonomi yang akan berlangsung. Tanpa target penurunan emisi gas rumah kaca yang mengikat, Meksiko dan Amerika Serikat tetap dapat melanjutkan pembangunan ekonomi berbasis industrialisasi yang sedang berjalan saat ini (yang pada dasarnya menggunakan teknologi yang menghasilkan emisi tinggi dan tidak ramah lingkungan) tanpa adanya sanksi ekonomi bagi bisnisbisnis yang beroperasi di negara ini. Sementara itu, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara-negara yang meratifikasi Protokol Kyoto diwajibkan untuk melaksanakan operasi bisinis yang ramah lingkungan karena berkaitan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca di negara-negara tersebut. Hal serupa berlaku pula di Kanada, dimana perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kanada akan dipaksa untuk mengembangkan industri ramah lingkungan dan hal ini tentunya memakan biaya produksi yang cukup tinggi. Pilihan lain yang kemudian ditawarkan jika suatu negara atau perusahaan tidak mau atau bahkan tidak dapat mengembangkan teknologi ramah lingkungan dalam proses produksinya ialah melalui perdagangan emisi yang merupakan salah satu mekanisme yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto. Akan tetapi mekanisme ini pun tetap akan memakan biaya yang cukup tinggi. Dengan kondisi seperti yang dijabarkan di atas, hal ini akan berpengaruh pada turunnya minat investasi asing di Kanada. Berkaitan dengan NAFTA, para investor asing akan lebih memilih untuk berinvestasi di Meksiko dan Amerika Serikat karena negara ini tidak terikat dengan target emisi Protokol Kyoto. Di sisi lain, Meksiko memiliki tenaga buruh yang jauh lebih murah dibandingkan dengan kedua negara anggota NAFTA lainnya. Sehingga, Meksiko akan diuntungkan dengan posisi negara-negara NAFTA dalam Protokol Kyoto yang seperti ini.
803
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:793-806
Kesimpulan Kanada merupakan salah satu negara yang terlibat dan bahkan meratifikasi Protokol ini dan tergolong dalam kelompok pihak Annex I dan berkewajiban untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya sebesar 6% dari tingkat emisi tahun 1990 pada masa komitmen 2008-2012. Akan tetapi, terjadi perubahan sikap ketika pada 12 Desember 2011, Pemerintah Kanada memberikan pengumuman resmi bahwa negara ini memutuskan untuk mengundurkan diri dari Protokol Kyoto. Keputusan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: Faktor internal berupa kondisi geografis Kanada yang mengakibatkan ketergantungan terhadap konsumsi listrik mengingat iklim di negara ini berada pada suhu yang cukup rendah sehingga penggunaan energi listrik untuk pemanas ruangan cukup tinggi. Yang kedua ialah ketergantungan ekonomi Kanada terhadap FDI dan sektor industri migas. Faktor internal ketiga adalah proses politik yang terjadi di Kanada, dimana terajdi perubahan kepemimpinan partai yakni dari partai liberal ke partai konservatif yang memiliki pandangan yang berbeda mengenai Protokol Kyoto. Sementara faktor internal terakhir yang mempengaruhi adalah kegagalan pemerintah Kanada dalam mencapai target yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto. Faktor eksternal merupakan institusi internasional, yakni Protokol Kyoto itu sendiri yang dianggap gagal mengikat seluruh negara-negara yang berkontribusi dalam meningkatnya GRK untuk terlibat aktif dalam aksi menurunkan emisi GRK global. Sementara faktor yang kedua merupakan kondisi internsional, dimana terdapat persaingan ekonomi antara Kanada dan negara-negara anggota NAFTA lainnya yang merupakan mitra sekaligus pesaing ekonomi Kanada. Referensi Buku Almakusumah, dkk. 1996. Mengangkat Masalah Lingkungan ke Media Massa. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Desaulniers, Kristi L. 2003. Modern World Nations : Canada. Philadelphia : Chelsea House Publishers. Fatkurrohman. 2009. Pemanasan Global dan Lubang Ozon: Bencana Masa Depan. Yogyakarta : Media Wacana. Hara, A. Eby. 1991. Decision Making Theories dalam Studi Hubungan Internasional: Suatu Upaya Teorisasi. AIPI+LIPI, Jurnal Politik 9. Jakarta: PT. Grmadia Pustaka Umum. McClelland, Charles A. 1981. Ilmu Hubungan Internasonal: Teori ddan Sistem. terj. Mien Joebhaan dan Ishak Zahik. Jakarta: Penerbit CV Rajawali. Mudiyarso, Daniel. 2003. Protokol Berkembang. Jakarta : Kompas.
804
Kyoto:
Implikasinya
bagi
Negara
Pengunduran Diri Kanada dari Protokol Kyoto (Ike Anggi Yulianto)
Rudy, T May. 2001. Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung : Refika Aditama. Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung : Djambatan. Underdal, Arild, dan Oran Young. 2004. Regimes Concequences : Methodological Challenges and Research Strategies. Massachusetts : Kluwer Academic Publisher. Internet “The Kyoto Protocol Issue in Canada.” Lihat pada : http://canadaonline.about.com/od/environment/i/kyotoprotocol.htm waktu akses : Jumat, 24 Februari 2012 pukul : 19:52 wita “Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change”. Lihat pada : http://unfccc.int/essential_background/kyoto_protocol/items/1678.php waktu akses : Jumat, 24 Februari 2012 Pukul 20:05 Wita “Status of Ratification of The Kyoto Protokol” lihat pada: http://unfccc.int/kyoto_protocol/status_of_ratification/items/2613.php waktu akses: Sabtu, 19 Januari 2013 pukul: 09 36 wita “Green House Gas Emisdion Data” Lihat Pada : https://www.ec.gc.ca/indicateursindicators/default.asp?lang=en&n=BFB1B398-1 Waktu Akses : 3 April 2013 Pukul : 19:54 Wita “The Kyoto Protocol : Implications of a Flawed but Important Environmental Policy” Lihat pada: qed.econ.queensu.ca/pub/cpp/Sep2000/Magnusson.pdf Waktu Akses : 4 Januari 2013 Pukul : 14:00 Wita “What does Canada’s withdrawal from Kyoto Protocol means?” Lihat Pada http://www.guardian.co.uk/environment/2011/dec/13/canada-withdrawalkyoto-protocol waktu akses : Rabu, 22 Februari 2012 pukul : 08:32 Wita “The Contributions of The Canadian Oil and Gas Service Sector to the Canadian National Economy“ Lihat Pada : http://www.ceri.ca/docs/2010-1005CERIOilandGasReport.pdf waktu akses : Sabtu, 1 Juni 2013. Pukul : 07:23 “Kyoto
Protocol and The United States” lihat pada http://www.eoearth.org/article/Kyoto_Protocol_and_the_United_States Waktu akses : 4 Maret 2013 Pukul : 20.12 Wita
:
“Current Publications : Economics and Finance : Overview of Canadian Foreign Direct Investment” Lihat Pada :
805
eJournalIlmuHubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:793-806
http://www.parl.gc.ca/Content/LOP/ResearchPublications/prb0833-e.htm Waktu Akses : Rabu, 13 Maret 2013 Pukul : 18:28 “Kyoto Protocol Implementation Act” Lihat Pada : http://lawslois.justice.gc.ca/eng/acts/K-9.5/20070622/P1TT3xt3.html Waktu Akses : 30 November 2012 Pukul : 10:30 Wita
806