PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR OPTIMASI PRODUKTIVITAS (Studi Kasus di PT. Sweet Candy Indonesia)
Oleh
RIZKI FADILLAH F34052701
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Rizki Fadillah. F34052701. Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas. Studi Kasus pada PT. Sweet Candy Indonesia. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing. 2009.
RINGKASAN Penelitian ini merupakan rekomendasi dari pihak perusahaan untuk melanjutkan sebuah proyek penelitian yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan, yaitu Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE dikenal sebagai salah satu aplikasi program Total Productive Maintenance (TPM). Kemampuan mengidentifikasi akar penyebab permasalahan secara lebih terperinci sehingga membuat usaha perbaikan menjadi terfokus. Pada penelitian ini fokus permasalahan yang dikaji adalah pada lini produksi Dragee. Latar belakang pemilihan lini produksi Dragee sebagai objek penelitian adalah karena pada lini produksi Dragee seringkali terjadi kerugian (losses) produksi, baik yang disebabkan oleh mesin dan peralatan produksi maupun operator dalam menjalankan proses produksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis akar penyebab permasalahan pada lini produksi Dragee dan menemukan alternatif solusi yang efektif untuk meningkatkan nilai OEE. Penelitian ini dimulai dengan mengukur efektivitas mesin dan peralatan secara menyeluruh dengan menghitung nilai OEE yang dianalisis dari faktor ketersediaan waktu (availability), kinerja mesin (performance), dan kualitas produk (quality). Setelah semua data diperoleh, data tersebut kemudian diverifikasi dan divalidasi oleh pihak manajemen untuk dijadikan sebagai laporan nilai OEE harian. Hasil validasi tersebut selanjutnya dikumpulkan untuk dijadikan sebagai laporan nilai OEE mingguan dan bulanan. Berdasarkan hasil pengukuran, pencapaian persentase nilai OEE tertinggi pada lini produksi Dragee terdapat pada stasiun kerja Coating-1 (99,32%) sedangkan pencapaian nilai OEE terendah terdapat pada stasiun kerja Forming Line (75,51%). Pada stasiun kerja Forming Line, pencapaian nilai OEE tertinggi terdapat pada mesin 4 (88,19%) sedangkan pencapaian nilai OEE terendah terdapat pada mesin 1 (68,48%). Permasalahan utama yang menyebabkan rendahnya nilai OEE pada mesin Forming Line 1 yaitu rendahnya pencapaian jumlah produksi terhadap target produksi (72,59%). Hal ini disebabkan oleh berhenti sejenak dan kehilangan kecepatan pada mesin, kurangnya ketelitian operator dalam pengaturan kecepatan mesin, serta kurangnya pengawasan pada saat proses produksi sedang berjalan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai OEE yaitu dengan melakukan perbaikan pada faktor manusia, mesin, metode kerja, bahan baku, dan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian ditunjukkan bahwa terjadi fluktuasi pada kecepatan aktual mesin dengan rataan sebesar 776 kg/jam. Oleh sebab itu, khusus untuk faktor mesin, digunakan standar deviasi untuk memudahkan dalam menentukan standar kecepatan mesin sehingga terjadi peningkatan nilai rasio kinerja mesin dari 77,60% menjadi 97,41% yang berdampak pada peningkatan nilai OEE mesin Forming Line 1 dari 68,48% menjadi 87,34%. Hal ini dapat dikatakan sangat baik mengingat nilai OEE mesin dan peralatan dalam kondisi ideal yang merupakan standar perusahaan kelas dunia adalah 85% dengan nilai rasio kinerja mesin minimal 95%.
Rizki Fadillah. F34052701. Overall Equipment Effectiveness (OEE) Measurement as a Principle of Productivity Optimization. Case Study at PT. Sweet Candy Indonesia. Under Supervision of Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing. 2009.
SUMMARY This research was recommended by this company to continue a research project which intercourse with Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE is an effectiveness measurement method of equipment utilization in the implementation of Total Productive Maintenance (TPM). The ability to identify main problem and the cause factors will makes the improvement efforts become more focused. This research focused at Dragee production line. The reason why choosen this line to be a pilot project is because in this line usually happening production losses which are caused by the machine and equipment itself and the operator in production process. The aim of this research is to identify and analize the root cause of problem at Dragee production line and to find the effective alternative solution to increase the OEE value. Based on measurement result, the achievement of highest OEE value at Dragee production line was found at Coating-1 workstation (99.32%), meanwhile the achievement of lowest OEE value was found at Forming Line workstation (75.51%). At Forming Line workstation, the highest OEE value was found at machine 4 (88.19%), meanwhile the lowest OEE value was found at machine 1 (68.48%). The root cause of problem at machine 1 revealed that there was low achievement of actual output toward target output (72.59%). It caused by small stops and speed losses, low accuration of operator in adjusting machine speed, and less controlling by the operator during production process running. To increase OEE value, the management has to improve many factors, covering man, machine, method, material, and environment. Based on this research, shown that the fluctuation was happen in machine speed with the average of 776 kg/hour. Therefore, especially in machine factor used deviation standard to get an easily way to decide standard speed of machine, so that can improve performance factor from 77.60% to 97.41% and then in the same time can improve OEE value from 68.48% to 87.34%. It can classified as the best achievement, remind the OEE value of machine and equipment in ideal condition which constituent with world class standard is 85% with the value of performance ratio is 95% or more.
PENGUKURAN NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI DASAR OPTIMASI PRODUKTIVITAS (Studi Kasus di PT. Sweet Candy Indonesia)
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
RIZKI FADILLAH F34052701
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas (Studi Kasus di PT. Sweet Candy Indonesia) Nama
: Rizki Fadillah
NIM
: F34052701
Menyetujui Dosen Pembimbing,
(Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing) NIP : 19631221 199003 1 002
Mengetahui Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus : 30 Desember 2009
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul Pengukuran Nilai Overall Equipment Effeciveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Desember 2009
Rizki Fadillah
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 03 Oktober 1987. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari
pasangan
Bambang
Widjanarko
dan
Dine
Herdinewati. Penulis memiliki seorang kakak perempuan bernama Widiarini Bayuningtyas dan seorang adik perempuan tercantik bernama Rabania Khusnul Khotimah. Pendidikan penulis diawali di TK Pertiwi 1 Cirebon pada tahun 1991 hingga tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke SD Negeri Sindang Sari Bogor hingga tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di SMP Negeri 5 Bogor hingga tahun 2002, kemudian dilanjutkan ke SMA Negeri 3 Bogor hingga tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi negeri di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa studi, penulis aktif mengikuti berbagai macam kejuaraan olahraga, terutama futsal, dan meraih beberapa gelar juara pada berbagai ajang olimpiade. Selain itu, karena kegemarannya dalam bidang olahraga, penulis sempat beberapa kali ditunjuk sebagai ketua panitia olimpiade olahraga dimana pada saat itu penulis sekaligus merangkap sebagai peserta dalam olimpiade tersebut. Penulis melaksanakan praktik lapang di PT. Winner Food Industry, Jakarta, dengan topik Mempelajari Teknik dan Manajemen Produksi selama dua bulan yang dimulai dari tanggal 02 Februari 2009 hingga 21 Maret 2009. Pada tahun yang sama, penulis melaksanakan penelitian di PT. Perfetti Van Melle, Bogor, dengan judul Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) Sebagai Dasar Optimasi Produktivitas selama dua bulan yang dimulai dari tanggal 22 Juni 2009 hingga 21 Agustus 2009. Penulis menyelesaikan skripsi selama tiga bulan dari bulan September 2009 hingga November 2009 untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada tanggal 30 Desember 2009 di bawah bimbingan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karunia, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar dan menyajikannya dalam bentuk skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terkait atas segala dukungan, bimbingan, dan masukan yang diberikan selama penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Ing. selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan dan arahannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Mama, Papa, Ibu, Bapak, Kakak dan Adik tercinta, Mas Ido dan Mbak Tuti yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada penulis. 3. Neng Fitri yang telah memberikan doa dan dukungan penuh kepada penulis,
sehingga
penulis
dapat
melaksanakan
penelitian
dan
menyelesaikan skripsi ini dengan baik, mudah, dan lancar. 4. Bapak Yogie Arry, STP selaku pembimbing lapang yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian. 5. Teman-teman TIN 42 dan Qoinkerz yang telah memberikan dorongan dan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Bogor, Desember 2009
Penulis
i
DAFTAR ISI
Hal KATA PENGANTAR..............................................................................
i
DAFTAR ISI.............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
vi
I. PENDAHULUAN...............................................................................
1
A. Latar Belakang...............................................................................
1
B. Tujuan Penelitian............................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
2
A. Overall Equipment Effectiveness (OEE)........................................
2
B. Optimasi.........................................................................................
6
C. Produktivitas...................................................................................
7
D. Diagram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram).................................
8
III. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ............................................
10
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan.........................................
10
B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan.................................................
10
C. Struktur Organisasi.........................................................................
10
D. Ketenagakerjaan.............................................................................
11
E. Bahan Baku dan Bahan Penunjang................................................
12
F. Proses Produksi Dragee.................................................................
13
G. Pengawasan Mutu..........................................................................
17
H. Pemetaan Lini Produksi Dragee....................................................
18
IV.METODOLOGI..................................................................................
20
A. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................
20
B. Objek Penelitian.............................................................................
20
C. Metode Penelitian...........................................................................
20
V.HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................
22
A. Identifikasi Lini Produksi Dragee..................................................
22
B. Identifikasi Stasiun Kerja Forming Line........................................
23
ii
1) Diagram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram).........................
23
2) Hasil Pengukuran....................................................................
29
C. Identifikasi Mesin Forming Line 1.................................................
30
D. Identifikasi Faktor Kinerja Mesin Forming Line 1........................
33
E. Identifikasi Kerugian Faktor Kinerja Mesin Forming Line 1........
38
F. Peningkatan Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1...............
42
VI. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................
49
A. Kesimpulan.....................................................................................
49
B. Saran...............................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
50
LAMPIRAN..............................................................................................
51
iii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Hasil Pengukuran Nilai Rataan OEE Lini Produksi Dragee.......
22
Tabel 2. Identifikasi Faktor Manusia Stasiun Kerja Forming Line............
25
Tabel 3. Identifikasi Faktor Bahan Baku Stasiun Kerja Forming Line......
26
Tabel 4. Identifikasi Faktor Lingkungan Stasiun Kerja Forming Line......
26
Tabel 5. Identifikasi Faktor Mesin Stasiun Kerja Forming Line...............
27
Tabel 6. Identifikasi Faktor Metode Kerja Stasiun Kerja Forming Line...
28
Tabel 7. Hasil Pengukuran Nilai OEE Stasiun Kerja Forming Line..........
29
Tabel 8. Hasil Pengukuran Nilai Rasio OEE Mesin Forming Line 1........
31
Tabel 9. Hasil Pengukuran Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1....
34
Tabel 10. Jumlah Kerugian Produksi Mesin Forming Line 1....................
36
Tabel 11. Faktor Mempengaruhi Kinerja Mesin Forming Line 1..............
40
Tabel 12. Klasifikasi Standar Kecepatan Mesin Forming Line 1..............
41
Tabel 13. Hasil Peningkatan Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1.
43
Tabel 14. Hasil Peningkatan Nilai OEE Mesin Forming Line 1................
46
iv
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 1. Hierarki Faktor-faktor OEE......................................................
5
Gambar 2. Skema Siklus Produktivitas......................................................
8
Gambar 3. Bentuk Umum Diagram Sebab-Akibat....................................
9
Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Dragee.....................................
15
Gambar 5. Diagram Alir Pengemasan Dragee...........................................
16
Gambar 6. Diagram Alir Stasiun Kerja Lini Produksi Dragee..................
18
Gambar 7. Diagram Alir Pemetaan Lini Produksi Dragee........................
19
Gambar 8. Diagram Alir Metode Penelitian..............................................
21
Gambar 9. Histogram Persentase Nilai Rataan OEE Produksi Dragee.....
23
Gambar 10. Diagram Sebab-Akibat Mesin Forming Line 1......................
24
Gambar 11. Histogram Persentase Nilai Rataan OEE Forming Line........
30
Gambar 12. Histogram Persentase Nilai Rataan OEE Forming Line 1.....
32
Gambar 13. Grafik Persentase Kinerja Mesin Forming Line 1..................
35
Gambar 14. Histogram Nilai Rataan Jumlah Produksi Forming Line 1....
37
Gambar 15. Grafik Jumlah Produksi Terhadap Target Produksi...............
38
Gambar 16. Grafik Fluktuasi Kecepatan Mesin Forming Line 1...............
41
Gambar 17. Histogram Jumlah Rataan Kerugian Mesin Forming Line 1.
42
Gambar 18. Grafik Peningkatan Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1.....
44
Gambar 19. Histogram Revisi Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1........
45
Gambar 20. Grafik Peningkatan Nilai OEE Mesin Forming Line 1..........
47
Gambar 21. Histogram Hasil Revisi Nilai OEE Mesin Forming Line 1....
47
v
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Sweet Candy Indonesia..................
52
Lampiran 2. Rumus Umum Metode Perhitungan Nilai OEE....................
53
Lampiran 3. Data Stasiun Kerja Exterior Cooker...................................... 54 Lampiran 4. Data Stasiun Kerja Forming Line.......................................... 56 Lampiran 5. Data Stasiun Kerja Coating-1................................................ 58 Lampiran 6. Data Stasiun Kerja Coating-2................................................ 60
vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini merupakan rekomendasi dari pihak perusahaan untuk melanjutkan sebuah proyek penelitian yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan, yaitu Overall Equipment Effectiveness (OEE). OEE adalah metode pengukuran efektivitas penggunaan suatu mesin dan peralatan yang terdiri dari faktor ketersediaan waktu (availability), kinerja mesin (performance), dan kualitas produk (quality). Mesin dan peralatan dalam industri manufaktur berbasis padat modal ataupun semi padat modal merupakan salah satu jenis investasi ataupun aset yang paling utama dari suatu perusahaan yang harus dipelihara dan ditingkatkan, baik efektivitasnya maupun efisiensinya. OEE dikenal sebagai salah satu aplikasi program Total Productive Maintenance (TPM). Metode ini telah banyak diaplikasikan oleh banyak perusahaan di dunia karena kemampuannya dalam mengidentifikasikan secara jelas akar permasalahan dan faktor penyebabnya sehingga membuat usaha perbaikan menjadi lebih terfokus. Pada penelitian ini fokus permasalahan yang dikaji adalah lini produksi Dragee. Latar belakang pemilihan lini produksi Dragee sebagai objek penelitian adalah karena pada lini produksi tersebut seringkali terjadi kerugian (losses) produksi, baik yang disebabkan oleh mesin dan peralatan produksi maupun operator dalam menjalankan proses produksi. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi dan analisis secara lebih terperinci mengenai penyebab utama terjadinya kerugian pada lini produksi tersebut.
B. Tujuan Penelitian Mengidentifikasi dan menganalisis akar penyebab permasalahan pada lini produksi Dragee dan menemukan alternatif solusi yang efektif untuk meningkatkan nilai OEE.
1
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Overall Equipment Effectiveness (OEE) Usaha perbaikan pada industri manufaktur, dilihat dari segi peralatan, adalah dengan meningkatkan utilitas peralatan yang ada seoptimal mungkin dan memperpanjang umur ekonomisnya. Utilisasi dari peralatan pada rataan industri manufaktur adalah sekitar setengah dari kemampuan mesin yang sesungguhnya (Nakajima, 1988). Pada praktiknya, seringkali usaha perbaikan yang dilakukan tersebut hanya
pemborosan,
karena
tidak
menyentuh
akar
permasalahan
yang
sesungguhnya. Hal ini disebabkan tim tidak mendapatkan dengan jelas akar permasalahan yang terjadi dan faktor-faktor penyebabnya, sehingga dalam upaya mengatasi masalah ini tim tidak efektif dalam mengatasinya. Untuk itu diperlukan suatu metode yang mampu mengungkapkan permasalahan dengan jelas agar dapat dilakukan peningkatan terhadap kinerja mesin dan peralatan secara optimal (Jonsson dan Lesshammar, 1999). Dalam rangka mengukur nilai OEE dan ketiga rasionya, yaitu ketersediaan waktu, kinerja mesin, dan kualitas produk, terlebih dahulu harus dipahami jenisjenis kerugian peralatan yang mungkin terjadi (Hartmann, 1992). Menurut Nakajima (1988), terdapat enam kerugian peralatan yang menyebabkan rendahnya kinerja dari mesin dan peralatan. Anonim (2009) menambahkan bahwa keenam kerugian tersebut dikenal dengan istilah Six Big Losses yang digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: a) Ketersediaan waktu, terdiri dari: Kerusakan (breakdown losses), yaitu kerugian yang disebabkan adanya kerusakan mesin dan peralatan yang memerlukan suatu perbaikan. Kerugian ini sebagai contoh, terdiri dari waktu rehat (downtime) yang dialami pekerja dan waktu perbaikan dari mesin dan peralatan tersebut. Pengaturan dan penyesuaian (setup and adjustment losses) disebabkan adanya perubahan kondisi operasi, seperti kegiatan menyalakan mesin (startup) dan penyesuaian bagian kerja (shift).
2
Kerugian ini sebagai contoh, terdiri dari waktu rehat (downtime) dan pengaturan mesin (setup). Nakajima (1988) menyatakan bahwa ketersediaan waktu merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaaan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin dan peralatan. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur rasio ketersediaan waktu adalah sebagai beikut: Availability =
x 100%
b) Kinerja mesin, terdiri dari: Berhenti sejenak (small stops), disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, dan waktu menganggur (idle time) dari mesin. Pada kenyataannya, kerugian ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak, dan ketika operator tidak dapat memperbaikinya dalam waktu yang telah ditentukan, dapat dianggap sebagai kerusakan. Kehilangan kecepatan (speed losses), yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja secara optimal sesuai dengan teoritisnya. Pada kecepatan yang lebih tinggi, secara teoritis akan terjadi penurunan kualitas produk (quality losses). Kinerja mesin merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari mesin dan peralatan dalam menghasilkan produk. Rasio ini merupakan hasil dari rataan kecepatan mesin saat beroperasi (operating speed rate) dan rataan kecepatan waktu produksi (net operating rate). Rataan kecepatan mesin saat beroperasi mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain mesin atau peralatan) dan kecepatan operasi aktual, sedangkan rataan kecepatan waktu produksi mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama mesin atau peralatan beroperasi pada kecepatan rendah. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah sebagai berikut: Performance =
x 100%
3
c) Kualitas produk, terdiri dari: Kecacatan produksi (quality defect) dan daur ulang (rework losses) yaitu kerugian karena produk tidak berada di dalam batas spesifikasi atau kecacatan produksi yang terjadi pada operasi normal. Produk seperti ini harus dibuang atau diproduksi ulang. Kerugian ini meliputi biaya tenaga kerja untuk melakukan daur ulang dan biaya material yang terbuang. Kerugian nisbah (yield losses), disebabkan material yang tidak terpakai atau sampah bahan baku. Kerugian nisbah dibagi menjadi dua bagian. Pertama berupa sampah bahan baku yang disebabkan kesalahan desain, metode manufaktur, dan peralatan yang mengalami gangguan. Kedua adalah kerusakan produksi yang disebabkan oleh adanya pengaturan presisi (adjusting) dan juga pada saat mesin melakukan pemanasan (belum pada kondisi kerja yang stabil) sehingga banyak terjadi kegagalan (reject). Kualitas produk merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah sebagai berikut: Quality =
x 100%
Berdasarkan keseluruhan data diatas dapat diperoleh perhitungan nilai OEE sebagai berikut: OEE = Availability (%) x Performance (%) x Quality (%) Menurut Dal (2000) nilai OEE dari mesin dan peralatan dalam kondisi ideal yang merupakan standar dari perusahaan kelas dunia adalah 85% dengan komposisi nilai ketiga rasio sebagai berikut: Ketersediaan waktu 90% atau lebih. Kinerja mesin 95% atau lebih. Kualitas produk 99% atau lebih.
4
Berdasarkan uraian di atas, berikut akan dijelaskan hierarki mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai OEE yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hierarki Faktor-faktor OEE (Anonim, 2009) Total time adalah jadwal produksi dalam satu hari, dimana pada umumnya adalah 8 jam, namun pada industri tertentu dapat mencapai 18 jam, atau bahkan 24 jam. Planned shutdown adalah waktu tidak beroperasi mesin yang telah direncanakan sehingga hal ini tidak dikategorikan sebagai downtime. Planned operating time adalah selisih waktu antara total time dengan planned shutdown, sedangkan net operating time adalah selisih waktu antara planned operating time dengan downtime. Net operating time adalah waktu aktual bagi mesin dalam beroperasi dimana mesin tersebut dapat menghasilkan sejumlah output sesuai dengan kapasitas produksinya. Apabila ternyata actual output yang dihasilkan tidak sesuai dengan kapasitas produksi, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai kehilangan kecepatan (speed losses) atau kecepatan mesin tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan jumlah actual output yang dihasilkan, pada umumnya terjadi kegagalan produksi sehingga produk yang sesuai standar mutu dikategorikan sebagai produk baik (good output) (Anonim, 2009).
5
B. Optimasi Berbagai keputusan manajemen operasi melibatkan pemakaian sumber daya yang paling efektif. Sumber daya meliputi manusia, mesin, bahan baku, dan uang. Metode optimasi digunakan oleh para profesional dalam menentukan kombinasi penggunaan sumber daya yang terbatas agar dicapai keuntungan yang optimum.
Metode optimasi ini diterapkan untuk pengembangan produk,
distribusi, produksi, pemasaran, Sumber Daya Manusia (SDM), dan optimasi sumber daya industri lainnya. Menurut Bronson (1982) teknik optimasi dapat digunakan untuk fungsi berkendala dan fungsi tidak berkendala. Penyelesaian permasalahan dapat berbentuk persamaan ataupun pertidaksamaan. Unsur penting dalam masalah optimasi adalah fungsi tujuan yang sangat bergantung pada sejumlah masukan. Peubah-peubah ini dapat tidak saling bergantung melalui satu atau lebih kendala. Cleland dan Kacaogln (1980) menambahkan bahwa penyelesaian masalah optimasi dengan program matematika dapat dilakukan dengan program linier, program tidak linier, program integer, dan program dinamik. Menurut Maarif (1989), optimasi adalah suatu pendekatan normatif untuk mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan dari suatu permasalahan. Penyelesaian permasalahan dalam teknik optimasi diarahkan untuk mendapatkan titik maksimum atau titik minimum dari suatu fungsi. Tujuan optimasi adalah untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Jika usaha yang diperlukan atau hasil yang diharapkan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari peubah keputusan, maka optimasi dapat didefinisikan sebagai pencapaian kondisi maksimum dan minimum dari fungsi tersebut. Fungsi tujuan optimasi secara umum merupakan langkah minimasi biaya atau penggunan bahan baku dan maksimasi hasil atau pemanfaatan material produksi atau proses produksi. Penentuan fungsi tujuan dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi.
6
C. Produktivitas Ukuran utama yang digunakan untuk mengukur kinerja dari manajemen operasi adalah produktivitas. Produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Secara umum produktivitas dapat dinyatakan sebagai rasio antara jumlah keluaran (output) terhadap jumlah masukan (input) (Herjanto, 1999). Menurut Sawhney (1991) terdapat dua metode untuk pengukuran produktivitas, yaitu: 1) Produktivitas fisik, adalah suatu indeks keluaran yang bersifat kuantitatif (misalnya ton) per luas tempat kerja, per tenaga kerja, atau per jam. Produktivitas cocok untuk menentukan efisiensi operasi tempat kerja, yang dirumuskan sebagai berikut: Produktivitas Fisik =
x 100%
2) Produktivitas nilai keluaran dan masukan dihitung dalam nilai moneter produksi atau penjualan. Produktivitas nilai paling tetap untuk menunjukkan produktivitas dalam konteks nilai moneter, yang dirumuskan sebagai berikut: Produktivitas Nilai =
x 100%
Hasil produktivitas secara menyeluruh selanjutnya akan dievaluasi untuk melihat apakah target telah tercapai. Keseluruhan prosedur evaluasi merupakan suatu penilaian atas hasil yang telah dicapai. Kegiatan pengukuran dan evaluasi merupakan bagian dari siklus produktivitas dimana kegiatan dalam siklus tersebut dilakukan secara berkesinambungan selama program produktivitas formal masih berjalan (Mali, 1978). Skema siklus produktivitas dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Skema Siklus Produktivitas (Mali, 1978)
C. Diagram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram) Menurut Gaspersz (2003) diagram sebab-akibat (fishbone diagram) adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Diagram ini dapat digunakan dalam situasi dimana: 1) Terdapat
pertemuan
diskusi
dengan
menggunakan
teknik
nalar
(brainstorming) untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi. 2) Diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah. 3) Terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat. Penggunaan diagram sebab-akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut: 1) Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan masalah tersebut sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question). 2) Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin dengan menggunakan teknik nalar atau dengan membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. 3) Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dengan kategori utama seperti manusia (man), mesin (machine), metode (method), bahan baku (material), pengukuran (measurement), dan lingkungan (environment). Kategori utama tersebut ditempatkan pada cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan) dimana kategori utama ini dapat diubah sesuai kebutuhan.
8
4) Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan menempatkan pada cabang yang sesuai. 5) Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan “mengapa?” untuk menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar-akar penyebab tersebut pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil ikan). Untuk menemukan akar penyebab, dapat digunakan teknik bertanya mengapa sebanyak lima kali (five whys). 6) Interpretasi diagram tersebut dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab tersebut. 7) Tetapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab-akibat tersebut dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif serta memantau hasil-hasil untuk memastikan bahwa tindakan korektif yang dilakukan tersebut efektif telah menghilangkan akar penyebab dari masalah yang dihadapi (Gasperz, 2003). Mengingat pentingnya penggunaan diagram sebab-akibat dalam langkah ini, berikut akan dikemukakan bentuk umum dari diagram sebab-akibat atau sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram Ishikawa (Ishikawa diagram) sesuai dengan nama Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram tersebut. Bentuk umum diagram sebabakibat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk Umum Diagram Sebab-Akibat (Gaspersz, 2003)
9
III. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Sweet Candy Indonesia merupakan perusahaan mitra asing dan pemegang lisensi dari PT. Sweet Candy, Italia. Perusahaan ini berpusat di Milan, Italia. Di Indonesia, perusahaan ini didirikan pada tanggal 2 Maret 1992 di Bogor, Jawa Barat, dengan nama PT. Candy Indonesia. Pada bulan Juni 2002, PT. Candy Indonesia bergabung dan melakukan kerjasama dengan salah satu perusahaan mitra asing, yaitu PT. Sweet Indonesia, yang juga bergerak dalam bidang konveksi (confectionary) dimana hingga saat ini perusahaan ini dikenal dengan nama PT. Sweet Candy Indonesia.
B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan PT. Sweet Candy Indonesia terletak di Bogor, Jawa Barat, dengan akses utama melalui Jalan Raya Jakarta-Bogor dengan luas areal ± 6,7 hektar, dimana 35% berupa bangunan dan sisanya berupa lahan. Areal pabrik terdiri dari beberapa fasilitas utama, diantaranya ruang produksi, ruang pengemasan, gudang bahan baku, gudang produk jadi, masjid, toilet, loker, kantin, poliklinik, pos satpam, Instalasi Penanganan Air Limbah (IPAL), insenerator, ruang kantor, dan ruang generator. Selain itu juga terdapat beberapa fasilitas penunjang seperti parkir mobil, parkir motor, lapangan sepak bola, lapangan voli, dan area taman.
C. Struktur Organisasi PT. Sweet Candy Indonesia dipimpin oleh seorang presiden direktur yang membawahi secara langsung beberapa direktur bagian, diantaranya direktur pabrikasi (manufacturing director), direktur produksi (plant director), direktur SDM (HRD director), direktur pemasaran (marketing director), direktur keuangan (finance director), dan direktur teknologi (technology director). Direktur-direktur tersebut membawahi secara langsung beberapa manajer bagian sesuai dengan bidangnya masing-masing. Untuk lebih jelasnya struktur organisasi PT. Sweet Candy Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
10
D. Ketenagakerjaan PT. Sweet Candy Indonesia memiliki karyawan sebanyak ± 800 orang, dimana terdiri dari ± 350 orang karyawan wanita dan ± 450 orang karyawan pria. Dalam pelaksanaan proses produksi, PT. Sweet Candy Indonesia membagi waktu kerja menjadi satu waktu kerja shift dan satu waktu kerja non-shift. Pembagian shift kerja akan dijelaskan sebagai berikut: Non-Shift Karyawan bekerja mulai pukul 08.00 – 17.00 dengan hari kerja Senin sampai Jumat dan waktu istirahat mulai pukul 12.00 – 13.00. Pada umumnya karyawan yang bekerja pada waktu ini adalah karyawan kantor (plant office) atau karyawan yang bekerja pada bagian manajemen dan sebagian juga terdapat karyawan produksi. Shift Karyawan pada bagian ini dibagi menjadi tiga shift dan bekerja lima hari dalam seminggu dengan sistem kerja rotasi. Umumnya yang bekerja pada waktu ini adalah karyawan yang bekerja pada bagian produksi. Pembagian waktu kerja dapat dilihat sebagai berikut: Shift 1 dimulai pada pukul 06.00 – 13.00 dengan waktu istirahat pukul 09.00 – 10.00. Shift 2 dimulai pada pukul 13.00 – 21.30 dengan waktu istirahat pukul 16.00 – 17.00. Shift 3 dimulai pada pukul 21.30 – 06.00 dengan waktu istirahat pukul 00.30 – 01.30. Selain mendapat gaji pokok diatas Upah Minimum Regional (UMR), setiap karyawan juga mendapat tunjangan-tunjangan lainnya berupa asuransi Jamsostek, upah insentif, bantuan perawatan kesehatan dan pengobatan di rumah sakit, tunjangan transportasi, tunjangan santunan bagi keluarga, penyediaan makan di kantin, santunan kematian, sumbangan untuk pernikahan, serta perlengkapan kerja (baju kerja, celana panjang kerja, sepatu kerja, masker, topi kerja, dan ear plug).
11
E. Bahan Baku dan Bahan Penunjang Secara umum bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi di PT. Sweet Candy Indonesia diantaranya gula pasir (sukrosa) 50% dan glukosa 45% dan sisanya adalah bahan penunjang. Perbedaan bahan dasar kedua bahan ini berpengaruh pada tekstur dan tingkat kekerasan pada produk yang dihasilkan. Sukrosa yang terkandung dalam gula pasir akan mengakibatkan produk menjadi keras apabila jumlahnya berlebihan. Oleh sebab itu untuk mengimbanginya maka diberikan campuran glukosa yang akan mengurangi tingkat kekerasan produk tersebut. Untuk itu pada pembuatan produk jenis Dragee digunakan lebih banyak glukosa dibandingkan dengan produk jenis Deposit yang menggunakan lebih banyak sukrosa karena produk ini termasuk dalam jenis hard candy. Hal yang sama juga terjadi pada pembuatan produk jenis Chewy, dimana produk ini termasuk dalam jenis produk kenyal (chewy) sehingga tekstur dan tingkat kekerasannya lebih rendah dibandingkan kedua jenis produk lainnya. Pada penggunaan bahan baku sukrosa, bahan baku yang digunakan bukan gula pasir biasa melainkan gula rafinasi. Dalam beberapa proses, gula rafinasi ini juga masih diolah menjadi sieving sugar, yaitu gula yang memiliki partikel lebih halus dibandingkan gula rafinasi pada umumnya. Selain gula rafinasi, juga digunakan icing sugar yang hanya digunakan pada pembuatan Dragee, sedangkan untuk glukosa yang digunakan terdapat dua jenis, yaitu sirup glukosa dan high maltose syrup. Bahan penunjang dalam proses produksi, diantaranya gelatin sapi, tepung gandum, bahan perisa (flavour), bahan pewarna (colouring agent), karamel, vanilin, garam, susu kental manis, aspartam, lemak HCO (Hydrogenated Coconut Oil), dekstrin, maltodekstrin, susu krimer, tepung beras, coklat batangan, asam sitrat, asam laktat, lesitin kedelai, dekstrosa monohidrat, gliserida monostearat, dan whipping cream.
12
F. Proses Produksi Dragee Bahan baku utama dalam pembuatan Dragee yaitu sukrosa dan glukosa. Pada pembuatan Dragee, sukrosa dan air merupakan bahan awal yang digunakan. Sukrosa dan air ini akan mengalami pelarutan bersama larutan yang berasal dari proses Rework On Solution (ROS). Dalam proses daur ulang (rework) bahan baku yang digunakan adalah produk gagal (reject product). Proses selanjutnya adalah pemasakan (cooking) dimana pada proses ini terdapat dua jenis pemasakan, yaitu pemasakan untuk bagian luar (exterior) dan bagian dalam (interior). Pada pemasakan bagian luar (exterior) digunakan Exterior Cooker yang berjumlah tiga buah dengan kapasitas masing-masing ± 800 kg/jam, sedangkan pada pemasakan untuk bagian dalam (interior) digunakan BUSS Interior Cooker dengan kapasitas produksi mencapai ± 600-900 kg/jam, dimana pengaturan kecepatan mesin disesuaikan dengan jumlah produksi. Pada pemasakan untuk bagian luar, ditambahkan larutan buffer asam, icing sugar, dan minyak nabati agar adonan tidak lengket dalam wadah. Adonan ini akan mengalami kneading, yaitu penghilangan gelembung udara yang terdapat pada adonan setelah pencampuran. Setelah itu adonan diletakkan dalam Batch Roller kemudian dimasukkan ke dalam Hopper Rope Sizer, sedangkan pada pemasakan untuk bagian dalam, ditambahkan larutan premix yang kemudian akan mengalami kristalisasi atau pengurangan kadar air hingga mencapai ± 7% untuk selanjutnya dimasukkan pula ke dalam Hopper Rope Sizer. Pada bagian ini terjadi pencetakan produk (forming), dimana bagian luar dan bagian dalam akan digabungkan (assembly) dengan membentuk untaian adonan panjang untuk selanjutnya masuk ke dalam area pendingin (cooling tunnel) untuk dicetak dengan ukuran sesuai standar. Kesatuan mesin tersebut termasuk dalam stasiun kerja Forming Line dengan kapasitas produksi mencapai ± 500-1000 kg/jam. Pada proses tersebut produk sudah membentuk Dragee namun masih dalam kategori produk setengah jadi (kernel), dimana kernel tersebut selanjutnya akan diolah kembali melalui dua tahap pelapisan (coating) agar terbentuk tekstur yang lebih halus.
13
Pada pelapisan tahap pertama (Coating-1) digunakan larutan tepung beras, gum arab, dan sieving sugar. Proses ini berlangsung selama ± 30 menit dengan kapasitas produksi ± 500 kg/jam dan terjadi pertambahan bobot sebesar ± 12% dari bobot awal. Setelah itu, kernel dimasukkan ke dalam ruang pengering untuk dikeringkan pada suhu ruangan (± 25 oC) selama ± 12 – 24 jam. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air dan kadar kelembaban kernel agar produk tidak lengket sehingga mudah dalam pengemasannya. Setelah pengeringan, proses selanjutnya adalah pelapisan tahap kedua (Coating-2). Pada proses ini ditambahkan bahan perisa dan bahan pewarna. Proses ini berlangsung selama ± 150 menit dengan kapasitas produksi mencapai ± 200 kg/jam. Selanjutnya produk akan dikalibrasi untuk diperiksa standar mutunya, termasuk di dalamnya dimensi dan kandungan logam. Pada pemeriksaan kandungan logam, produk akan melalui metal detector, yaitu alat pendeteksi kandungan logam, dimana kandungan logam yang dapat dideteksi diantaranya besi (Fe) 1,0 mm, non-besi 1,0 mm, dan Suspended Solid (SS) 1,5 mm. Setelah dilakukan pendeteksian, produk yang mengandung logam akan dibuang (scrap) untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Proses terakhir adalah pengemasan. Pada bagian ini terdapat berbagai jenis mesin dan peralatan pengemasan sesuai dengan jenis produk. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam pengemasan yaitu mesin Roll Wrap, Pillow Pack, Micro Dragee, Trans Wrap, Jar Counter, Flow Pack, dan Flip Top/Bottle. Diagram alir proses produksi Dragee dapat dilihat pada Gambar 4 dan diagram alir pengemasan Dragee dapat dilihat pada Gambar 5.
14
Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Dragee
15
W I P : Work-In-Process
Gambar 5. Diagram Alir Pengemasan Dragee
16
G. Pengawasan Mutu PT. Sweet Candy Indonesia melakukan pengawasan mutu atau lebih dikenal dengan istilah Quality Control (QC) pada setiap lini produksi yang dilakukan oleh inspektur QC. Pengawasan mutu dimulai pada saat bahan baku diterima. Setiap bahan baku yang diterima akan diperiksa standar mutunya menggunakan dokumen contreng. Dokumen ini berisi mengenai kandungan yang terdapat dalam bahan baku, seperti kandungan biologis berupa bakteri, fungi, dan lain-lain, kandungan fisik meliputi serpihan kayu, dan kandungan kimia seperti adanya zat-zat kimia tertentu serta kandungan logam berat yang terdapat dalam bahan. Apabila sesuai dengan standar maka akan langsung dimasukkan ke dalam gudang bahan baku, namun apabila tidak memenuhi stantar maka bahan baku tersebut akan dikembalikan kepada supplier. Setelah inspektur QC memeriksa pada bagian bahan baku, selanjutnya inspektur QC pada bagian proses utama akan memeriksa ketepatan pada proses produksi sesuai standar. Dimulai dari area proses, pada proses produksi kondisi area proses harus diatur, seperti suhu dan kelembaban harus dijaga tetap rendah agar produk tetap keras dan tidak lengket. Selain kondisi area, inspektur QC juga akan memeriksa proses produksi, mulai dari pemasakan hingga proses kalibrasi, dimana seluruhnya harus melewati tahap inspeksi untuk menyesuaikan dengan standar produksi yang berlaku atau Standard Operation Procedure (SOP). Inspeksi dilakukan terhadap suhu, kelembaban, warna, rasa, dimensi, kandungan logam dan bahan asing lainnya. Pada pengemasan, inspeksi dilakukan terhadap berbagai hal, diantaranya kondisi produk, ketepatan posisi bahan pengemas, kelayakan segel, kecacatan bahan pengemas, kotoran, dan lain sebagainya. Setelah produk selesai dikemas, kemudian produk akan dibawa menuju gudang produk jadi dengan tetap dilakukan inspeksi oleh inspektur QC terhadap produk jadi tersebut. Inspeksi yang dilakukan meliputi tata letak produk, jumlah produk masuk dan keluar gudang, keadaan truk pengangkut, mesin dan peralatan transportasi, dan lain sebagainya.
17
H. Pemetaan Lini Produksi Dragee Secara umum proses produksi dimulai dari mesin pemasakan (Exterior Cooker). Setelah itu bahan baku yang telah masak didiamkan beberapa saat hingga membentuk adonan yang semi padat, kemudian dimasukkan ke dalam mesin pencetakan (Forming Line). Pada mesin ini terjadi pembentukan adonan menjadi produk setengah jadi (Kernel). Proses selanjutnya adalah pelapisan tahap pertama pada mesin Coating-1. Kernel yang sudah dilapisi dengan gula rafinasi kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengeringan (Drying Room) selama 12 jam sampai 24 jam. Setelah itu dilakukan pelapisan kembali pada mesin Coating-2. Pada pelapisan tahap kedua ini selain Kernel dilapisi dengan gula rafinasi, juga ditambahkan bahan perisa dan bahan pewarna agar terbentuk rasa dan warna pada produk sesuai dengan standar. Setelah itu produk jadi (Dragee) akan dikalibrasi pada mesin Calibration Unit agar dihasilkan standar mutu produk yang seragam. Produk yang telah dikalibrasi selanjutnya akan dibawa ke ruang pengemasan (Packaging Area) untuk dikemas. Diagram alir stasiun kerja lini produksi Dragee dapat dilihat pada Gambar 6 dan diagram alir pemetaan lini produksi Dragee dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 6. Diagram Alir Stasiun Kerja Lini Produksi Dragee
18
Gambar 7. Diagram Alir Pemetaan Lini Produksi Dragee Keterangan: = Stasiun kerja pemasakan (Cooker) = Stasiun kerja pencetakan (Forming Line) = Stasiun kerja pelapisan pertama (Coating-1) = Ruang pengeringan (Drying Room) = Stasiun kerja pelapisan kedua (Coating-2) = Unit Kalibrasi (Calibration Unit)
19
IV. METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Sweet Candy Indonesia, Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 22 Juni 2009 sampai dengan 21 Agustus 2009.
B. Objek Penelitian Pada penelitian ini objek penelitian yang dijadikan sampel adalah empat stasiun kerja pada lini produksi Dragee, yaitu Exterior Cooker, Forming Line, Coating-1, dan Coating-2. Hal ini disebabkan pada keempat stasiun kerja tersebut terjadi transformasi bahan baku, sedangkan pada Drying Room dan Calibration Unit tidak terjadi transformasi bahan baku, sehingga tidak dapat dilakukan identifikasi dan analisis mengenai OEE.
C. Metode Penelitian Penelitian ini dimulai dengan mengukur efektivitas mesin dan peralatan secara menyeluruh dengan menghitung nilai OEE yang dianalisis dari faktor ketersediaan waktu, kinerja mesin, dan kualitas produk. Setelah itu data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan data aktual nilai OEE yang diperoleh secara bersamaan dari bagian pengawas produksi dan administrasi yang dilengkapi dengan data aktual kerugian produksi dari bagian permesinan (Engineering) dan bagian produksi. Setelah semua data diperoleh, data tersebut kemudian diverifikasi dan divalidasi oleh pihak manajemen untuk dijadikan sebagai laporan nilai OEE harian. Hasil validasi tersebut selanjutnya dikumpulkan selama satu minggu untuk dijadikan sebagai laporan nilai OEE mingguan. Berdasarkan hasil validasi terhadap data tersebut, kemudian dilakukan identifikasi dan analisis oleh pihak manajemen terhadap hasil pencapaian nilai OEE selama satu minggu untuk dijadikan sebagai acuan dalam melakukan perbaikan dan peningkatan nilai OEE pada periode berikutnya. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
20
Gambar 8. Diagram Alir Metode Penelitian 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Lini Produksi Dragee Hasil pengukuran nilai rataan OEE pada lini produksi Dragee selama 30 hari menunjukkan bahwa tiga dari empat stasiun kerja yang dianalisis memiliki nilai OEE lebih dari 90%, yaitu stasiun kerja Exterior Cooker, Coating-1, dan Coating-2. Hal ini mengindikasikan bahwa mesin-mesin pada ketiga stasiun kerja tersebut sudah dalam kondisi ideal atau sudah memenuhi standar perusahaan kelas dunia. Menurut Dal (2000) nilai OEE mesin dan peralatan dalam kondisi ideal yang merupakan standar perusahaan kelas dunia adalah 85%. Hasil pengukuran nilai rataan OEE pada lini produksi Dragee dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Nilai Rataan OEE Lini Produksi Dragee Stasiun Kerja
Waktu Operasi Aktual
Waktu Operasi Terjadwal
% Ketersediaan Waktu Exterior Cooker
322,94
Forming Line
261,68
Coating-1 Coating-2
322,94 100 290,23 90,16
182,00
182,00 100
400,51
416,85 96,08
Jumlah Produksi
Target Produksi
% Kinerja Mesin 3398,99
3445,12
98,66 2581,63 3066,97 84,18 1426,69 1436,43 99,32 1056,59 1084,79 97,40
Jumlah Produk Baik
Jumlah Produksi
% OEE
Standar Ideal (%)
98,57
85
75,51
85
99,32
85
93,58
85
% Kualitas Produk 3397,31
3400,44
99,91 2573,37 2586,44 99,49 1425,62 1425,62 100 1063,93 1063,93 100
Berdasarkan tabel di atas, persentase nilai rataan OEE pada lini produksi Dragee selama 30 hari secara berturut-turut mulai dari yang tertinggi adalah stasiun kerja Coating-1 (99,32%), Exterior Cooker (98,57%), Coating-2 (93,58%), dan Forming Line (75,51%). Histogram nilai rataan OEE pada lini produksi Dragee dapat dilihat pada Gambar 9.
22
Gambar 9. Histogram Persentase Nilai Rataan OEE Lini Produksi Dragee Berdasarkan histogram di atas, stasiun kerja Forming Line memiliki nilai rataan OEE yang terendah (75,51%). Menurut Dal (2000) pencapaian nilai OEE yang masih di bawah 85% mengindikasikan bahwa mesin-mesin pada stasiun kerja tersebut belum dalam kondisi ideal atau belum memenuhi standar perusahaan kelas dunia, dengan demikian fokus permasalahan yang akan dibahas secara lebih terperinci adalah stasiun kerja Forming Line.
B. Identifikasi Stasiun Kerja Forming Line Pada stasiun kerja Forming Line terdapat empat mesin, dimana keempat mesin tersebut memiliki kecepatan mesin yang berbeda. Mesin 1 dapat beroperasi dengan kecepatan mencapai 1000 kg/jam, mesin 2 dan mesin 3 dapat beroperasi dengan kecepatan mencapai 600 kg/jam, dan mesin 4 dapat beroperasi dengan kecepatan mencapai 500 kg/jam.
1) Diagram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram) Pada stasiun kerja Forming Line terdapat berbagai masalah khusus yang berkaitan dengan rendahnya nilai OEE. Oleh sebab itu digunakan diagram sebab-akibat untuk mengidentifikasi dan menganalisis penyebab-penyebab masalah pada stasiun kerja Forming Line secara lebih terperinci.
23
Menurut Gaspersz (2003) diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan
penyebab-penyebab
suatu
masalah,
ketidaksesuaian,
dan
kesenjangan yang ada. Diagram ini dapat digunakan dalam situasi dimana: 1) Terdapat
pertemuan
diskusi
dengan
menggunakan
teknik
brainstorming untuk mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi. 2) Diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah. 3) Terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat. Hasil identifikasi masalah umum terhadap stasiun kerja Forming Line yang disajikan dalam bentuk diagram sebab-akibat dapat dilihat pada Gambar 10 dan klasifikasi hasil identifikasi masalah umum dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6.
Gambar 10. Diagram Sebab-Akibat Mesin Forming Line 1
24
Tabel 2. Identifikasi Faktor Manusia Stasiun Kerja Forming Line Faktor
Spesifikasi
Penyebab
Masalah
Khusus
Alternatif Solusi Membuat dan mendistribusikan
Letih bekerja
jadwal lembur yang sesuai dengan kemampuan karyawan Membuat dan
Kurangnya pengawasan
mendistribusikan jadwal pengawasan produksi secara berkala kepada penyelia
Ketidaktelitian
Membuat dan Jenuh
mendistribusikan
terhadap
jadwal pemindahan
rutinitas
area kerja bagi karyawan
Kurang bertanggung
Manusia
jawab
Mengubah paradigma karyawan terhadap mesin dan peralatan produksi
Tidak tepat waktu Kurang serius dalam bekerja
karyawan diluar pekerjaan
Melakukan pengawasan secara intensif oleh penyelia untuk memastikan kelancaran proses produksi
Melakukan pemindahan area kerja secara berkala dalam periode yang tidak terlalu lama Memberi pengertian kepada karyawan bahwa mesin yang dioperasikan adalah miliknya selama proses produksi berjalan
secara bertahap kepada
tertentu sesuai dengan
karyawan
kebijaksanaan perusahaan pada tahap terakhir
terhadap
jadwal pemindahan
rutinitas
area kerja bagi karyawan
jawab
untuk mengetahui kegiatan
bertahap dengan konsekuensi
mendistribusikan
bertanggung
khusus kepada karyawan
Memberi peringatan
Jenuh
Kurang
Melakukan pendekatan
Membuat surat peringatan
Membuat dan
Kedisiplinan
Implementasi
Mengubah paradigma karyawan terhadap mesin dan peralatan produksi
Melakukan pemindahan area kerja secara berkala dalam periode yang tidak terlalu lama Memberi pengertian kepada karyawan bahwa mesin yang dioperasikan adalah miliknya selama proses produksi berjalan
25
Tabel 3. Identifikasi Faktor Bahan Baku Stasiun Kerja Forming Line Faktor
Spesifikasi
Penyebab
Alternatif
Masalah
Khusus
Solusi
Tidak
Membuat
tersedia
Menunggu
kisaran
pasokan
finishing
standar
bahan baku
proses
waktu
dari proses
sebelumnya
pergantian
sebelumnya
proses
Implementasi Mengalokasikan standar waktu pergantian proses dari mesin atau stasiun kerja sebelumnya ke mesin atau stasiun kerja berikutnya Melakukan pengaturan
Bahan baku
Pengaturan presisi mesin Kerusakan
Kegagalan
bahan baku
proses
yang optimal
secara lebih teliti pada saat menyalakan mesin dan penyetelan presisi suku cadang mesin secara akurat
Pengawasan produksi yang intensif
Melakukan pengawasan yang intensif untuk memastikan kelancaran proses produksi
Tabel 4. Identifikasi Faktor Lingkungan Stasiun Kerja Forming Line Faktor
Spesifikasi
Penyebab
Alternatif
Masalah
Khusus
Solusi
Menyediakan sepatu
Kondisi
khusus dari bahan sol
lingkungan Lingkungan
tempat bekerja yang kurang kondusif
Implementasi
Lantai licin
Menggunakan
karet agar pekerja tidak
sepatu khusus
terpeleset dan mudah
anti licin
melakukan pergerakan agar tercapai efisiensi kerja
26
Tabel 5. Identifikasi Faktor Mesin Stasiun Kerja Forming Line Faktor
Spesifikasi
Penyebab
Alternatif
Masalah
Khusus
Solusi
Kesalahan operator dalam pengaturan Kecepatan mesin tidak sesuai standar
kecepatan mesin
Perlu adanya indikator kecepatan mesin
Implementasi
Menginstalasi indikator kecepatan yang akurat pada setiap mesin
Perlu Indikator
dilakukan
kecepatan
kalibrasi pada
mesin kurang
mesin dan
akurat
peralatan
Melakukan kalibrasi mesin dan peralatan produksi secara berkala
produksi Kegagalan Mesin
Membuat analisis biaya
produksi karena presisi suku cadang mesin
Menggunakan suku cadang buatan lokal
Perlu dilakukan studi kelayakan
kurang
mengenai perbandingan antara harga suku cadang asli dengan jumlah kerugian yang harus ditanggung dalam periode tertentu
sesuai Tidak ada
Menyusun jadwal
Waktu
pasokan bahan
Perlu disusun
produksi yang lebih
menganggur
baku atau
jadwal
ketat guna
mesin yang
operator yang
produksi
mengoptimalkan
terlalu lama
menjalankan
yang ketat
kinerja mesin dan
proses produksi
peralatan produksi
27
Tabel 6. Identifikasi Faktor Metode Kerja Stasiun Kerja Forming Line Faktor
Spesifikasi Masalah
Kehilangan Kapasitas
Penyebab Khusus
Alternatif Solusi
Implementasi
berhenti sejenak waktu menganggur mesin, tidak ada bahan baku yang diolah pada saat mesin sedang beroperasi Jumlah produksi produksi kurang dari kapasitas
Menyusun jadwal produksi yang efektif
Menyesuaikan jadwal produksi yang efektif antara jumlah permintaan dengan kapasitas produksi
Kesalahan operator dalam pengaturan kecepatan mesin
Penyuluhan intensif bagi operator Pemantauan mesin secara intensif
Kecepatan mesin di bawah standar Metode Kerja
Kehilangan Nisbah
Menetapkan standar kecepatan mesin
Kehilangan Kecepatan Jumlah produksi melebihi kapasitas Penurunan kualitas dari produk
Menyusun jadwal produksi yang efektif
Kesalahan operator dalam pengaturan kecepatan mesin
Penyuluhan intensif bagi operator Pemantauan mesin secara intensif
Kecepatan mesin di atas standar
Menetapkan standar kecepatan mesin
Memberi pelatihan secara intensif kepada operator mengenai spesifikasi mesin dan peralatan produksi Melakukan pengawasan yang intensif terhadap mesin saat proses produksi berjalan Melakukan identifikasi terhadap kecepatan aktual mesin selama periode tertentu agar dapat ditetapkan standar kecepatan ideal mesin Menyesuaikan jadwal produksi yang efektif antara jumlah permintaan dengan kapasitas produksi Memberi pelatihan secara intensif kepada operator mengenai spesifikasi mesin dan peralatan produksi Melakukan pengawasan yang intensif terhadap mesin saat proses produksi berjalan Melakukan identifikasi terhadap kecepatan aktual mesin selama periode tertentu agar dapat ditetapkan standar kecepatan ideal mesin
28
2) Hasil Pengukuran Hasil pengukuran nilai rataan OEE terhadap stasiun kerja Forming Line selama 30 hari menunjukkan bahwa dari keempat mesin hanya terdapat satu mesin yang telah memenuhi standar ideal perusahaan kelas dunia (85%), yaitu mesin 4 (88,19%), sedangkan pada ketiga mesin lainnya belum memenuhi standar ideal perusahaan kelas dunia. Hasil pengukuran nilai OEE selama 30 hari pada stasiun kerja Forming Line dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengukuran Nilai OEE Stasiun Kerja Forming Line Tanggal
Mesin 1
% OEE Mesin 2 Mesin 3
1 70,49 2 3 68,33 92,73 4 86,00 94,51 5 86,00 92,62 6 76,79 89,78 7 98,06 88,21 8 59,86 36,35 9 65,50 77,05 10 81,90 11 40,00 52,92 12 85,00 13 53,25 98,90 14 60,00 63,51 15 52,35 69,03 16 45,43 69,23 17 53,50 97,74 18 54,86 56,70 19 78,40 66,15 20 67,26 99,12 21 91,86 42,96 22 91,29 40,31 23 76,79 24 51,09 92,88 25 71,11 91,64 26 27 64,50 97,36 28 59,54 29 72,30 96,92 30 62,61 86,29 Rataan 68,48 77,11 Mesin tidak digunakan (no-order)
Mesin 4
79,38
69,23
75,16 87,00
96,64 54,95 88,46
99,23 89,45 53,79 89,87 92,31 69,30 96,15 79,89 88,21 85,05 75,43 42,31 85,82 99,23 52,06 36,63 79,38 59,79
90,21 96,08 85,74 84,89 99,23 82,83 89,17 87,56 62,55 98,40 95,54 96,29 98,08 83,85 87,09 98,76 93,22
58,76 87,69 76,60
99,14 79,38 99,23 88,19
29
Berdasarkan Tabel 7, persentase nilai rataan OEE pada stasiun kerja Forming Line selama 30 hari secara berturut-turut mulai dari yang tertinggi adalah mesin 4 (88,19%), mesin 2 (77,11%), mesin 3 (76,60%), dan mesin 1 (68,48%). Histogram nilai rataan OEE pada stasiun kerja Forming line dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Histogram Nilai Rataan OEE Stasiun Kerja Forming Line
Berdasarkan histogram di atas, mesin Forming Line 1 memiliki nilai rataan OEE yang terendah (68,48%). Menurut Dal (2000) pencapaian nilai OEE yang masih di bawah 85% mengindikasikan bahwa mesin tersebut belum dalam kondisi yang ideal atau belum memenuhi standar perusahaan kelas dunia, dengan demikian fokus permasalahan yang akan dibahas secara lebih terperinci adalah mesin Forming Line 1.
C. Identifikasi Mesin Forming Line 1 Hasil pengukuran nilai rataan rasio ketersediaan waktu, kinerja mesin, dan kualitas produk terhadap mesin Forming Line 1 menunjukkan bahwa pencapaian nilai rasio ketersediaan waktu (90,51%) dan rasio kualitas produk (99,02%) telah memenuhi standar perusahaan kelas dunia (Dal, 2000). Hasil pengukuran nilai rasio ketersediaan waktu, kinerja mesin, dan kualitas produk selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 dapat dilihat pada Tabel 8.
30
Tabel 8. Hasil Pengukuran Nilai Rasio OEE Mesin Forming Line 1 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan
Ketersediaan Waktu (%)
Kinerja Mesin (%)
Kualitas Produk (%)
90,48 100 88,89 100 100 95,24 97,62
75,79 86,00 96,75 76,79 98,57 63,00 67,32
99,65 100 100 100 99,48 99,76 99,67
42,86 88,89 91,67 94,05 100 83,33 92,86 98,57 100 100 100 100 100 52,86 100
93,33 96,75 58,36 63,80 52,35 54,86 58,46 55,65 86,00 67,89 92,14 91,43 76,79 97,62 71,67
100 98,84 99,53 100 100 99,38 98,55 100 91,16 99,07 99,69 99,84 100 99,00 99,22
65,48
98,51
100
80,00 100 90,51
97,50 62,61 77,60
92,69 100 99,02
Mesin tidak digunakan (no-order)
31
Berdasarkan Tabel 8, persentase nilai rataan rasio ketersediaan waktu, kinerja mesin, dan kualitas produk pada mesin Forming Line 1 secara berturutturut mulai dari yang tertinggi adalah kualitas produk (99,02%), ketersediaan waktu (90,51%), dan kinerja mesin (77,60%). Histogram nilai rataan ketiga rasio tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Histogram Persentase Nilai Rataan OEE Mesin Forming Line 1 Berdasarkan histogram di atas, mesin Forming Line 1 memiliki kendala pada faktor kinerja mesin yang ditunjukkan dengan pencapaian nilai rataan rasio kinerja mesin yang rendah (77,60%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses produksi terjadi waktu menganggur mesin dimana pada saat mesin sedang beroperasi tidak ada bahan baku yang diolah atau tidak ada operator yang mengolah bahan baku sehingga mengakibatkan kehilangan kapasitas. Hal ini merupakan sesuatu yang seharusnya dapat dihindari agar dalam proses produksi tidak terjadi pemborosan. Selain itu dalam proses produksi juga terjadi kehilangan kecepatan atau kecepatan mesin tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari rasio ketersediaan waktu yang tinggi (90,51%), namun pada kenyataannya jumlah produk yang dihasilkan tidak memenuhi target atau tidak sesuai dengan kapasitas produksi. Dengan kata lain, pencapaian jumlah produk yang dihasilkan terhadap kapasitas produksi rendah.
32
Menurut Nakajima (1988) berhenti sejenak disebabkan oleh kejadiankejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, dan waktu menganggur dari mesin. Pada kenyataannya, kerugian ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak, dan ketika operator tidak dapat memperbaikinya dalam waktu yang telah ditentukan, hal tersebut dapat dianggap sebagai suatu kerusakan, sedangkan kehilangan kecepatan disebabkan mesin tidak bekerja secara optimal sesuai dengan teoretisnya. Pada kecepatan yang lebih tinggi, secara teoretis akan terjadi penurunan kualitas dari produk sehingga jumlah produk gagal meningkat. Oleh sebab itu perlu penanganan khusus untuk mengatasi masalah kinerja mesin pada mesin Forming Line 1 agar proses produksi dapat berjalan secara optimal, dengan demikian fokus permasalahan yang akan dibahas secara lebih terperinci pada mesin Forming Line 1 adalah faktor kinerja mesin.
D. Identifikasi Faktor Kinerja Mesin Forming Line 1 Kinerja mesin merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari mesin dan peralatan dalam menghasilkan produk. Rasio ini merupakan hasil dari rataan kecepatan mesin saat beroperasi dan rataan kecepatan waktu produksi. Rataan kecepatan mesin saat beroperasi mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan desain mesin atau peralatan) dan kecepatan operasi aktual, sedangkan rataan kecepatan waktu produksi mengukur pemeliharaan dari suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap stabil dalam periode selama mesin atau peralatan beroperasi pada kecepatan rendah (Nakajima, 1988). Hasil pengukuran nilai rasio kinerja mesin selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 dapat dilihat pada Tabel 9.
33
Tabel 9. Hasil Pengukuran Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan
Jumlah Produksi (kg)
Target Produksi (kg)
Kinerja Mesin (%)
5305 6020 6773 5375 6900 4410 4712
7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000
75,79 86,00 96,75 76,79 98,57 63,00 67,32
6533 6773 4085 4466 3664 3840 4092 3896 6020 4753 6450 6400 5375 6834 5017
7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000
93,33 96,75 58,36 63,80 52,35 54,86 58,46 55,65 86,00 67,89 92,14 91,43 76,79 97,62 71,67
6896
7000
98,51
6825 4383 5432
7000 7000 7000
97,50 62,61 77,60
Mesin tidak digunakan (no-order)
34
Berdasarkan Tabel 9, persentase nilai rasio kinerja mesin pada mesin Forming Line 1 selama 30 hari menunjukkan bahwa pencapaian persentase nilai rasio tertinggi tercapai pada tanggal 7 Juni 2009 dengan nilai rasio sebesar 98,57%, sedangkan pencapaian persentase nilai rasio terendah terjadi pada tanggal 15 Juni 2009 dengan nilai rasio sebesar 52,35%. Grafik persentase nilai rasio kinerja mesin Forming Line 1 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Grafik Persentase Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1 Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada kondisi yang optimal, mesin Forming Line 1 memiliki nilai rasio kinerja mesin yang sangat baik, mengingat standar ideal perusahaan kelas dunia untuk nilai rasio kinerja mesin dicapai pada persentase 95% (Dal, 2000). Berdasarkan hasil penelitian, pencapaian nilai rasio kinerja mesin ditentukan oleh dua faktor, yaitu jumlah jumlah produksi dan target produksi. Hasil pengukuran jumlah produksi dan kerugian produksi selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 dapat dilihat pada Tabel 10.
35
Tabel 10. Jumlah Kerugian Produksi Mesin Forming Line 1 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan Persentase
Jumlah Produksi (kg)
Target Produksi (kg)
Kerugian Produksi (kg)
5305 6020 6773 5375 6900 4410 4712
7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000
1695 980 228 1625 100 2590 2288
6533 6773 4085 4466 3664 3840 4092 3896 6020 4753 6450 6400 5375 6834 5017
7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000
467 228 2915 2534 3336 3160 2908 3104 980 2247 550 600 1625 166 1983
6896
7000
104
6825 4383 5432
7000 7000 7000
175 2617 1568 22,40%
77,60%
Mesin tidak digunakan (no-order)
36
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa selama 30 hari persentase nilai rataan pencapaian jumlah produksi terhadap target produksi cukup rendah, yaitu hanya sebesar 77,60%. Histogram pencapaian nilai rataan jumlah produksi terhadap kapasitas produksi selama 30 hari pada mesin Forming line 1 dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Histogram Nilai Rataan Jumlah Produksi Mesin Forming Line 1 Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 memiliki nilai rataan pencapaian jumlah produksi sebesar 5432 kg dan nilai rataan pencapaian target produksi sebesar 7000 kg. Hal ini menunjukkan bahwa selisih antara jumlah produksi dengan target produksi cukup tinggi, yaitu sebesar 1568 kg. Dengan kata lain, pada proses produksi terjadi kerugian sebesar 22,40%. Hal ini merupakan sesuatu yang seharusnya dapat dihindari mengingat mesin Forming Line 1 merupakan mesin yang paling baru diantara ketiga mesin lainnya, sehingga pada kondisi yang normal seharusnya mesin Forming Line 1 memiliki nilai rasio kinerja mesin yang lebih baik. Grafik pencapaian jumlah produksi terhadap target produksi selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 dapat dilihat pada Gambar 15.
37
Gambar 15. Grafik Pencapaian Jumlah Produksi Terhadap Target Produksi Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pencapaian terendah jumlah produksi terhadap target produksi terjadi pada periode tanggal 13 Juni 2009 sampai dengan tanggal 18 Juni 2009, sedangkan pencapaian tertinggi jumlah produksi terhadap target produksi terjadi pada tanggal 7 Juni 2009 (98,57%) dengan jumlah produksi sebesar 6900 kg pada kapasitas 7000 kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian nilai rasio kinerja mesin yang rendah disebabkan oleh dua faktor, yaitu jumlah produksi dan target produksi. Menurut Nakajima (1988) apabila pencapaian jumlah produksi kurang dari target produksi, maka dapat disimpulkan bahwa pada proses produksi terjadi kerugian, baik yang disebabkan oleh mesin dan peralatan itu sendiri, seperti berhenti sejenak dan kehilangan kecepatan, maupun operator dalam menjalankan proses produksi. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis secara lebih terperinci mengenai kerugian dari faktor kinerja mesin pada mesin Forming Line 1.
E. Identifikasi Kerugian Faktor Kinerja Mesin Forming Line 1 Mesin Forming Line 1 merupakan mesin yang paling baru diantara ketiga mesin lainnya dimana dapat beroperasi dengan kecepatan mencapai 1000 kg/jam. Berdasarkan hasil penelitian ditunjukkan bahwa pada proses produksi seringkali terjadi waktu menganggur dari mesin dimana pada saat mesin sedang beroperasi tidak ada bahan baku yang diolah sehingga mengakibatkan kehilangan kapasitas.
38
Selain itu pada proses produksi juga seringkali terjadi kehilangan kecepatan, baik yang disebabkan oleh mesin itu sendiri maupun yang disebabkan oleh kesalahan operator dalam pengaturan kecepatan mesin pada saat mesin baru dinyalakan sehingga menyebabkan nilai rasio kinerja mesin menjadi rendah. Hasil pengukuran terhadap mesin Forming Line 1 selama 30 hari menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi pada kecepatan aktual mesin sehingga sulit untuk menentukan standar kecepatan mesin. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan standar deviasi (σ) untuk menentukan standar kecepatan mesin. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat ditentukan seberapa besar terjadi berhenti sejenak dan kehilangan kecepatan. Berhenti sejenak terjadi bila kecepatan aktual mesin di bawah standar, sedangkan kehilangan kecepatan terjadi bila kecepatan aktual mesin di atas standar. Hal ini terjadi karena kesalahan operator dalam mengatur kecepatan pada saat mesin baru dinyalakan dan kurangnya pengawasan oleh operator pada saat proses produksi sedang berjalan sehingga mesin tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan kedua hal tersebut dapat ditentukan seberapa besar terjadi kehilangan kapasitas dan kehilangan nisbah. Menurut Nakajima (1988) berhenti sejenak disebabkan oleh kejadiankejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, dan waktu menganggur dari mesin, dimana hal-hal tersebut dapat mengakibatkan kehilangan kapasitas sedangkan kehilangan kecepatan disebabkan mesin tidak bekerja secara optimal sesuai dengan teoretisnya. Pada kecepatan yang lebih tinggi, secara teoretis akan terjadi penurunan kualitas dari produk. Berikut akan diuraikan secara lebih terperinci mengenai faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya nilai rasio kinerja mesin selama 30 hari pada mesin Forming Line 1. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 11 dan klasifikasi standar kecepatan mesin pada Tabel 12.
39
Tabel 11. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1
Tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan σ
Kecepatan Berhenti Kehilangan Kehilangan Kehilangan Aktual Sejenak Kapasitas Kecepatan Nisbah (kg/jam) (menit) (kg) (kg/jam) (kg)
758 860 968 768 986 630 673 933 968 584 638 523 549 585 557 860 679 921 914 768 976 717
– –
– 21 71 49 20 42
–
985
–
975 626 776 164
– 40,4 –
Kecepatan Standar Kecepatan Standar 28 – Kecepatan Standar 46 – Kecepatan Standar Kecepatan Standar Kecepatan Standar 28 – 200 – Kecepatan Standar 621 – 445 – 193 – 390 – Kecepatan Standar Kecepatan Standar Kecepatan Standar Kecepatan Standar Kecepatan Standar 36 – Kecepatan Standar –
45
35 – Kecepatan Standar 369,6 36,4 – –
194 322
194 – – – – –
255
317 247 254,7 –
Mesin tidak digunakan (no-order)
40
Tabel 12. Klasifikasi Standar Kecepatan Mesin Forming Line 1 Kecepatan Standar Aktual Deviasi (kg/jam)
Standar Kecepatan Mesin
Rataan
SD
Rataan ± SD
776
164
776 ± 164
Klasifikasi (kg/jam) Berhenti Sejenak 776 – 164 < 612
Kehilangan Kecepatan 776 + 164 > 940
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 terjadi fluktuasi pada kecepatan aktual mesin dengan nilai rataan sebesar 776 kg/jam. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan standar deviasi untuk memudahkan untuk menentukan standar kecepatan mesin. Hasil pengukuran pada Tabel 12 menunjukkan bahwa nilai standar deviasi untuk kecepatan aktual mesin Forming Line 1 adalah 164. Grafik fluktuasi kecepatan mesin Forming Line 1 selama 30 hari dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Grafik Fluktuasi Kecepatan Mesin Forming Line 1 Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 terjadi kehilangan kapasitas dan kehilangan nisbah dengan jumlah yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan kehilangan kapasitas tertinggi terjadi pada tanggal 15 Juni 2009 dengan jumlah kerugian sebesar 510 kg,
41
sedangkan kehilangan nisbah tertinggi terjadi pada tanggal 27 Juni 2009 dengan jumlah kerugian sebesar 208 kg. Histogram jumlah rataan kerugian produksi selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 17. Histogram Rataan Jumlah Kerugian Mesin Forming Line 1
Histogram di atas menunjukkan bahwa pada mesin Forming Line 1 terjadi kerugian produksi dengan jumlah rataan kehilangan kapasitas sebesar 369,6 kg dan jumlah rataan kehilangan nisbah sebesar 254,7 kg. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah rataan total kerugian produksi mencapai 624,4 kg dengan persentase nilai rataan sebesar 11,49%. Hasil identifikasi ini dapat digunakan sebagai dasar peningkatan nilai rasio kinerja mesin pada mesin Forming Line 1.
F. Peningkatan Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1 Hasil identifikasi selama 30 hari terhadap mesin Forming Line 1 menunjukkan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai rasio kinerja mesin adalah dengan menetapkan standar kecepatan mesin. Hasil peningkatan nilai rasio kinerja mesin pada mesin Forming Line 1 dapat dilihat pada Tabel 13.
42
Tabel 13. Hasil Peningkatan Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1 Kinerja Mesin (%) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan
Sebelum Revisi
Kategori
Setelah Revisi
Peningkatan
75,79 86,00 96,75 76,79 98,57 63,00 67,32
Kec. Standar Kec. Standar Kehilangan Kec. Kec. Standar Kehilangan Kec. Kec. Standar Kec. Standar
100,00 100,00 97,21 100,00 95,55 100,00 100,00
31,94 16,28 0,48 30,23 -3,07 58,73 48,55
93,33 96,75 58,36 63,80 52,35 54,86 58,46 55,65 86,00 67,89 92,14 91,43 76,79 97,62 71,67
Kec. Standar Kehilangan Kec. Berhenti Sejenak Kec. Standar Berhenti Sejenak Berhenti Sejenak Berhenti Sejenak Berhenti Sejenak Kec. Standar Kec. Standar Kec. Standar Kec. Standar Kec. Standar Kehilangan Kec. Kec. Standar
100,00 97,21 95,34 100,00 85,51 89,61 95,50 90,91 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 96,40 100,00
7,14 0,48 63,35 56,75 63,35 63,35 63,35 63,35 16,28 47,29 8,53 9,38 30,23 -1,25 39,53
98,51
Kehilangan Kec.
95,60
-2,95
97,50 62,61 77,60
Kehilangan Kec. Kec. Standar
96,51 100,00 97,41
-1,01 59,72 25,53
Mesin tidak digunakan (no-order)
43
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 terjadi peningkatan persentase nilai rasio kinerja mesin sebesar 25,53%. Revisi dilakukan berdasarkan tiga kategori, yaitu kecepatan standar, berhenti sejenak, dan kehilangan kecepatan. Kategori kecepatan standar didasarkan pada kecepatan mesin diantara 612 kg/jam – 940 kg/jam, sedangkan untuk kategori berhenti sejenak didasarkan pada kecepatan di bawah 612 kg/jam dan kategori kehilangan kecepatan didasarkan pada kecepatan di atas 940 kg/jam. berdasarkan hasil revisi, dapat dilihat bahwa untuk kategori kecepatan standar terdapat empat belas revisi, yaitu pada tanggal 3, 4, 6, 8, 9, 11, 14, 19, 20, 21, 22, 23, 25, dan 30 Juni 2009, sedangkan untuk kategori berhenti sejenak terdapat lima revisi, yaitu pada tanggal 13, 15, 16, 17, dan 18 Juni 2009. Untuk kategori terakhir, yaitu kehilangan kecepatan, terdapat enam revisi, yaitu pada tanggal 5, 7, 12, 24, 27, dan 29 Juni 2009. Grafik fluktuasi peningkatan nilai rasio kinerja mesin Forming Line 1 selama 30 hari pada sebelum dan setelah revisi disajikan pada Gambar 18 dan histogram peningkatan persentase nilai rataan rasio kinerja mesin Forming Line 1 pada sebelum dan setelah revisi disajikan pada Gambar 19.
Gambar 18. Grafik Peningkatan Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1
44
Gambar 19. Histogram Hasil Revisi Nilai Rasio Kinerja Mesin Forming Line 1 Berdasarkan Gambar 18 dan Gambar 19 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan revisi pada mesin Forming Line 1 dengan menetapkan standar kecepatan mesin, terjadi peningkatan persentase nilai rataan rasio kinerja mesin yang sangat tinggi, yaitu mencapai 97,41% dari nilai rataan rasio kinerja mesin sebelumnya yang hanya mencapai 77,60%. Hal ini dapat dikatakan sangat baik mengingat bahwa standar ideal dari perusahaan kelas dunia untuk rasio kinerja mesin adalah 95% (Dal, 2000). Berdasarkan peningkatan persentase nilai rataan rasio kinerja mesin pada mesin Forming Line 1, dapat diasumsikan bahwa dengan peningkatan salah satu nilai rasio pada satu mesin, maka akan berdampak pada peningkatan nilai OEE mesin tersebut. Persentase peningkatan nilai OEE pada mesin Forming Line 1 dapat dilihat pada Tabel 14.
45
Tabel 14. Hasil Peningkatan Nilai OEE Mesin Forming Line 1 Kinerja Mesin (%) Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan
Ketersediaan Waktu (%)
Sebelum Revisi
OEE (%) Kualitas Setelah Produk Sebelum Setelah Peningkatan (%) Revisi Revisi Revisi
90,48 100,00 88,89 100,00 100,00 95,24 97,62
75,79 86,00 96,75 76,79 98,57 63,00 67,32
100,00 100,00 97,21 100,00 95,55 100,00 100,00
99,65 100,00 100,00 100,00 99,48 99,76 99,67
68,33 86,00 86,00 76,79 98,06 59,86 65,50
90,16 100,00 86,41 100,00 95,05 95,01 97,30
31,94 16,28 0,48 30,23 -3,07 58,73 48,55
42,86 88,89 91,67 94,05 100,00 83,33 92,86 98,57 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 52,86 100,00
93,33 96,75 58,36 63,80 52,35 54,86 58,46 55,65 86,00 67,89 92,14 91,43 76,79 97,62 71,67
100,00 97,21 95,34 100,00 85,51 89,61 95,50 90,91 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 96,40 100,00
100,00 98,84 99,53 100,00 100,00 99,38 98,55 100,00 91,16 99,07 99,69 99,84 100,00 99,00 99,22
40,00 85,00 53,25 60,00 52,35 45,43 53,50 54,86 78,40 67,26 91,86 91,29 76,79 51,09 71,11
42,86 85,41 86,99 94,05 85,51 74,21 87,39 89,61 91,16 99,07 99,69 99,84 100,00 50,45 99,22
7,14 0,48 63,35 56,75 63,35 63,35 63,35 63,35 16,28 47,29 8,53 9,38 30,23 -1,25 39,53
65,48
98,51
95,60
100,00
64,50
62,60
-2,95
80,00 100,00 90,51
97,50 62,61 77,60
96,51 100,00 97,41
92,69 100,00 99,02
72,30 62,61 68,48
71,57 100,00 87,34
-1,01 59,72 27,54
Mesin tidak digunakan (no-order)
46
Berdasarkan Tabel 14 ditunjukkan bahwa selama 30 hari pada mesin Forming Line 1 terjadi peningkatan rataan persentase nilai OEE sebesar 27,54%. Grafik fluktuasi peningkatan nilai OEE mesin Forming Line 1 selama 30 hari pada sebelum dan setelah revisi dapat dilihat pada Gambar 20 dan histogram peningkatan persentase nilai rataan OEE mesin Forming Line 1 pada sebelum dan setelah revisi dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 20. Grafik Peningkatan Nilai OEE Mesin Forming Line 1
Gambar 21. Histogram Hasil Revisi Nilai OEE Mesin Forming Line 1
47
Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan revisi pada mesin Forming Line 1 dengan menetapkan standar kecepatan mesin, terjadi peningkatan persentase nilai rataan OEE menjadi 87,34% dari nilai OEE sebelumnya yang hanya mencapai 68,48%. Hal ini dapat dikatakan sangat baik mengingat bahwa standar ideal dari perusahaan kelas dunia untuk nilai OEE adalah sebesar 85%. Menurut Dal (2000) nilai OEE mesin dan peralatan dalam kondisi ideal yang merupakan standar dari perusahaan kelas dunia adalah 85% dengan komposisi nilai ketiga rasio sebagai berikut: Ketersediaan waktu 90% atau lebih. Kinerja mesin 95% atau lebih. Kualitas produk 99% atau lebih.
48
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Pencapaian persentase nilai OEE tertinggi pada lini produksi Dragee terdapat pada stasiun kerja Coating-1 (99,32%) sedangkan pencapaian nilai OEE terendah terdapat pada stasiun kerja Forming Line (75,51%). Pada stasiun kerja Forming Line, pencapaian nilai OEE tertinggi terdapat pada mesin 4 (88,19%) sedangkan pencapaian nilai OEE terendah terdapat pada mesin 1 (68,48%). Permasalahan utama yang menyebabkan rendahnya nilai OEE pada mesin Forming Line 1 yaitu rendahnya pencapaian jumlah produksi terhadap target produksi, yaitu hanya sebesar 72,59%. Hal ini disebabkan oleh berhenti sejenak dan kehilangan kecepatan pada mesin dan kurangnya ketelitian operator dalam pengaturan kecepatan mesin. Untuk meningkatkan nilai OEE, dilakukan perbaikan pada faktor manusia, mesin, metode kerja, bahan baku, dan lingkungan. Khusus untuk faktor mesin, dilakukan penetapan standar kecepatan mesin, sehingga terjadi peningkatan nilai rasio kinerja mesin dari 77,60% menjadi 97,41% yang berdampak pada peningkatan nilai OEE mesin Forming Line 1 dari 68,48% menjadi 87,34%. Hal ini dapat dikatakan sangat baik mengingat nilai OEE mesin dan peralatan dalam kondisi ideal yang merupakan standar perusahaan kelas dunia adalah 85% dengan nilai rasio kinerja mesin minimal 95%.
B. Saran Peningkatan nilai rasio kinerja mesin Forming Line 1 dapat dilakukan dengan: 1. Menginstalasi indikator kecepatan mesin. 2. Melakukan kalibrasi mesin dan peralatan produksi secara berkala. 3. Membuat analisis biaya (studi kelayakan) mengenai perbandingan antara harga suku cadang asli dengan jumlah kerugian yang harus ditanggung dalam suatu periode tertentu, sehingga dapat dibuat sebuah keputusan atau tindakan korektif yang efektif dan efisien. 4. Menyusun jadwal produksi yang lebih ketat guna mengoptimalkan kinerja mesin dan peralatan produksi.
49
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009. Overall Equipment Effectiveness http://www.oee.com/oee_factors.html [15 Mei 2009].
(OEE)
Factors.
Anonim, 2009. Six Big Losses. http://www.oee.com/oee_six_big_losses.html [15 Mei 2009]. Bronson, R. 1982. Theory and Problem of Operations Research. USA : McGraw Hill Inc. Clealand, D. dan Kacaogln, D. 1980. Engineering Management. Johannesburg : McGraw Hill International Book Company. Dal, B. 2000. Overall Equipment Effectiveness as a Measure of Operational Improvement. Int’l Journal of Operations and Production Management, Vol. 20, p. 1491. Gaspersz, V. 2003. Total Quality Management. Manajemen Bisnis Total. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hartmann, E. H. P. E. 1992. Succesful Installing TPM in a Non - Japanese Plant. TPM Press Inc, p. 54. Herjanto, E. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Grasindo, Jakarta.
Jonsson, P., Lesshammar, M. 1999. Evaluation and Improvement of Manufacturing Performance Measurement Systems – The Role of OEE. Int’l, Journal of Operations and Production Management, Vol. 19, p. 55. Maarif, M. S., Machfud, dan M. Sukron. 1989. Teknik Optimasi Rekayasa Proses Pangan. PAU-IPB, Bogor. Mali, P. 1978. Improving Total Productivity. John Wiley and Sons, New York.
Nakajima, S. 1988. Introduction to Total Productive Maintenance. Productivity Press Inc, Portland, p. 21. Sawhney, S. C. 1991. Productivity Management Concept and Techniques. McGraw Hill, New Delhi.
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Sweet Candy Indonesia
52
Lampiran 2. Rumus Umum Metode Perhitungan Nilai OEE
1) Ketersediaan Waktu (Availability): Ketersediaan Waktu =
x 100%
Availability =
x 100%
2) Kinerja Mesin (Performance): Kinerja Mesin =
x 100%
Performance =
x 100%
3) Kualitas Produk (Quality): Kualitas Produk = Quality =
x 100% x 100%
4) Overall Equipment Effectiveness (OEE): OEE = Ketersediaan Waktu (%) x Kinerja Mesin (%) x Kualitas Produk (%)
OEE = Availability (%) x Performance (%) x Quality (%)
53
Lampiran 3. Data Stasiun Kerja Exterior Cooker
Mesin
Ketersediaan Waktu Kinerja Mesin Kualitas Produk Waktu Waktu Jumlah Target Produk Jumlah Operasi Operasi Produksi Produksi Baik Produksi Aktual Terjadwal (kg) (kg) (kg) (kg) (menit) (menit)
OEE (%)
#1
4005
4005
43921
44610
43894
43963
98,30
#2
3345
3345
35618
36000
35615
35623
98,92
#3
9630
9630
96672
98039
96599
96690
98,51
Jumlah
16980
16980
176211
178649
176108
176276
98,57
Mesin
Ketersediaan Waktu
Kinerja Mesin
Kualitas Produk
OEE
#1
100,00%
98,46%
99,84%
98,30%
#2
100,00%
98,94%
99,98%
98,92%
#3
100,00%
98,61%
99,91%
98,51%
Jumlah
100,00%
98,64%
99,90%
98,57%
54
Lampiran 3. Data Stasiun Kerja Exterior Cooker
55
Lampiran 4. Data Stasiun Kerja Forming Line
Mesin
Ketersediaan Waktu Kinerja Mesin Kualitas Produk Waktu Waktu Jumlah Target Produk Jumlah Operasi Operasi Produksi Produksi Baik Produksi Aktual Terjadwal (kg) (kg) (kg) (kg) (menit) (menit)
OEE (%)
#1
6845
7565
82815
114083
82315
82815
65,29
#2
5795
6870
60130
62779
60374
60630
80,45
#3
5550
6175
50915
60125
50632
50915
75,69
#4
7410
7815
59701
64220
59458
59701
87,79
Jumlah
25600
28425
253561
301208
252779
254061
75,51
Mesin
Ketersediaan Waktu
Kinerja Mesin
Kualitas Produk
OEE
#1
90,48%
72,59%
99,40%
65,29%
#2
84,35%
95,78%
99,58%
80,45%
#3
89,88%
84,68%
99,44%
75,69%
#4
94,82%
92,96%
99,59%
87,79%
Jumlah
90,06%
84,18%
99,50%
75,51%
56
Lampiran 4. Data Stasiun Kerja Forming Line
57
Lampiran 5. Data Stasiun Kerja Coating 1
Mesin
Ketersediaan Waktu Kinerja Mesin Kualitas Produk Waktu Waktu Jumlah Target Produk Jumlah Operasi Operasi Produksi Produksi Baik Produksi Aktual Terjadwal (kg) (kg) (kg) (kg) (menit) (menit)
OEE (%)
#1
2910
2910
22565
22634
22565
22565
99,70
#2
5380
5380
42335
42485
42335
42335
99,65
#3
6630
6630
52295
53522
52295
52295
97,71
#4
6450
6450
51244
51431
51244
51244
99,64
#5
5640
5640
43952
44080
43712
43712
99,71
#6
5970
5970
46587
46811
46587
46587
99,52
#7
3510
3510
27359
27477
27359
27359
99,57
#8
2040
2040
15856
15906
15856
15856
99,69
Jumlah
38530
38530
302193
304346
301953
301953
99,32
Mesin
Ketersediaan Waktu
Kinerja Mesin
Kualitas Produk
OEE
#1
100,00%
99,70%
100,00%
99,70%
#2
100,00%
99,65%
100,00%
99,65%
#3
100,00%
97,71%
100,00%
97,71%
#4
100,00%
99,64%
100,00%
99,64%
#5
100,00%
99,71%
100,00%
99,71%
#6
100,00%
99,52%
100,00%
99,52%
#7
100,00%
99,57%
100,00%
99,57%
#8
100,00%
99,69%
100,00%
99,69%
Jumlah
100,00%
99,29%
100,00%
99,32%
58
Lampiran 5. Data Stasiun Kerja Coating 1
59
Lampiran 6. Data Stasiun Kerja Coating 2
Mesin
Ketersediaan Waktu Kinerja Mesin Kualitas Produk Waktu Waktu Jumlah Target Produk Jumlah Operasi Operasi Produksi Produksi Baik Produksi Aktual Terjadwal (kg) (kg) (kg) (kg) (menit) (menit)
OEE (%)
#1
10020
10440
26950
26950
26950
26950
95,98
#2
10156
10440
27500
27500
27500
27500
97,28
#3
9855
10440
26400
26950
26400
26400
92,47
#4
9790
10200
25300
26400
25300
25300
91,98
#5
10092
10440
25850
27500
25850
25850
90,87
#6
11140
11700
28600
30250
28600
28600
90,02
#7
11090
11700
29150
30250
29150
29150
91,34
#8
11165
11700
29700
30250
29700
29700
93,69
#9
10842
11280
29150
29150
29150
29150
96,12
#10
11000
11280
28600
29700
30250
30250
93,91
#11
11410
11700
30250
30800
30800
30800
95,78
Jumlah
116560
121320
307450
315700
309650
309650
93,58
Mesin
Ketersediaan Waktu
Kinerja Mesin
Kualitas Produk
OEE
#1
95,98%
100,00%
100,00%
95,98%
#2
97,28%
100,00%
100,00%
97,28%
#3
94,40%
97,96%
100,00%
92,47%
#4
95,98%
95,83%
100,00%
91,98%
#5
96,67%
94,00%
100,00%
90,87%
#6
95,21%
94,55%
100,00%
90,02%
#7
94,79%
96,36%
100,00%
91,34%
#8
95,43%
98,18%
100,00%
93,69%
#9
96,12%
100,00%
100,00%
96,12%
#10
97,52%
96,30%
100,00%
93,91%
#11
97,52%
98,21%
100,00%
95,78%
Jumlah
96,08%
97,39%
100,00%
93,58%
60
Lampiran 6. Data Stasiun Kerja Coating 2
61