Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Pengujian Performa Sistem Pendingin Absorpsi dengan Energi Panas Matahari di Universitas Indonesia Depok M.I.Alhamid1,a, Harinaldi1,b, Nasruddin1,c, Budihardjo1,d, Arnas Lubis1,f, Yusvardi Yusuf2,e* 1. Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat 2. Jurusan Teknik Mesin Universitas Tirtayasa, Cilegon, Banten a
[email protected],
[email protected],
[email protected],
d
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Sistem pendingin konvensional untuk pengkondisian udara pada bangunan gedung yang menggunakan fluida kerja serta sumber energi yang dikategorikan tidak ramah lingkungan maka bertanggungjawab langsung terhadap efek rumah kaca dan penipisan lapisan ozon. Implementasi konsep baru berlanjut di dalam sistem pengkondisian udara pada bangunan gedung adalah hal yang sangat krusial. Sistem pendinginan absorpsi yang memanfaatkan energi panas matahari (energi terbarukan) memiliki keuntungan, yaitu menggunakan fluida kerja yang ramah lingkungan seperti air atau berupa larutan garam kemudian sumber energi yang bersih dan ramah lingkungan. Potensi energi matahari yang besar di Indonesia menyebabkan sistem ini sangat memungkinkan untuk diimplementasikan. Oleh karena itu studi mengenai pengujian sistem ini pada kondisi cuaca di Indonesia dilakukan. Selain itu, pada akhirnya, studi ini juga dapat mengetahui besar konsumsi energi keseluruhan dan emisi gas CO2. Pada studi ini dipaparkan hasil pengujian sistem pendingin yang terdiri dari kolektor panas matahari, tangki penyimpanan, backup sumber panas, tower air pendingin, dan mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O.
Kata kunci : Pengkondisian udara, sistem absorpsi, chiller absorpsi, energi panas matahari dunia maupun Indonesia. Oleh karena itu banyak penelitian yang mengarah kepada energi terbarukan atau pemanfaatan panas buang sebagai sumber energi. Negara-negara Eropa seperti Spanyol, Jerman dan Inggris
Pendahuluan Isu mengenai lingkungan dan juga berkurangnya jumlah cadangan energi didunia menjadi perhatian khusus bagi para peneliti
Gambar 1. Global horizontal irradiation di Indonesia [4]. KE-41
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
telah melakukan penelitian mengenai sistem pendingin (absorption chiller) yang memanfaatkan energi matahari [1-3]. Penelitian tersebut menunjukan hasil positif bahwa sistem pendingin tersebut dapat bekerja dengan stabil serta memiliki performa baik. Negara-negara yang terletak di wilayah tropis memiliki keuntungan jumlah energi panas matahari pertahunnya yang lebih besar di bandingkan negara-negara non-tropis. Beberapa negara tropis seperti Thailand dan Malaysia telah melakukan penelitian sistem pendingin absorpsi yang menggunakan energi panas matahari baik secara simulasi maupun melakukan pengujian secara langsung [5,6]. Indonesia yang letaknya di wilayah tropis dan tepat digaris katulistiwa memiliki rata-rata potensi energi matahari perharinya sebesar 4,8 kW/m2 [7] untuk keseluruhan wilayahnya. Sebaran nilai radiasi matahari di seluruh wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. Latar belakang tersebutlah yang mendorong penelitian mengenai sistem pendingin absorpsi yang menggunakan energi panas matahari di Universitas Indonesia. Sistem pendingin absorpsi dengan memanfaatkan energi panas matahari telah dibangun akhir tahun 2013 di Universitas Indonesia, Depok. Dibangunnya sistem ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan performanya terhadap kondisi cuaca di Indonesia serta untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan guna berperan serta dalam pencegahan kerusakan lingkungan dan penghematan energi. Tujuan
penulisan jurnal ini adalah untuk menunjukan performa dari sistem ini di bawah kondisi cuaca Indonesia. Deskripsi Sistem Sistem pendingin absorpsi energi panas matahari berfungsi untuk mensuplai cooling ke gedung MRC (Mechanical Research Center). Gedung ini terdiri dari 5 lantai yang memiliki fungsi sebagai laboratorium, ruang staf pengajar, dan ruang rapat. Sistem pendingin ini bekerja dari pukul 8:00 pagi sampai dengan 5:00 sore. Sistem ini menggunakan solar collector berjenis evacuated tubular yang terletak di atas gedung MRC yang memiliki luas total 240 m2 (luas apperture 181,04 m2). Hot water yang dihasilkan oleh collector tidak langsung dialirkan kepada mesin pendingin absorpsi tetapi disimpan sementara di dalam tangki hot water yang memiliki kapasitas volume sebesar 1000 liter guna menjaga konstan temperatur hot water. Mesin pendingin absorpsi memiliki kapasitas pendinginan sebesar 240 kW. Pendistribusian air dingin untuk gedung dikerjakan oleh FCU (fan coil unit). Untuk membuang panas yang dihasilkan oleh mesin pendingin absorpsi maka digunakan cooling tower berkapasitas 443 kW. Pada saat hot water yang dihasilkan oleh collector melebihi 94oC maka panas tersebut akan dilepaskan kelingkungan oleh radiator. Peralatan pendukung lainnya adalah pompa, katup, dan tabung ekspansi. Pengukuran sistem ini menggunakan DAQ
Gambar 2. Skematik diagram sistem pendingin absorpsi KE-41
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
yang dapat mencatat data perdetik. Sistem ini dikontrol dengan menggunakan perangkat lunak.
(3)
Pengukuran dan Perhitungan
Besarnya jumlah energi panas matahari yang dapat dimanfaatkan dihitung menggunakan bentuk Pers. 2 dengan perbedaan temperatur hot water yang keluar masuk mesin pendingin absorpsi kemudian dikalikan debit dan specific heat dari hot water. Selanjutnya untuk perhitungan besarnya penghematan energi serta pengurangan emisi gas buang CO2 dihitung dengan Pers. 4 dan Pers. 5.
Karakteristik dan performa sistem ini didapatkan dari hasil pengukuran dan perhitungan. Pengukuran temperatur disemua titik pengukuran menggunakan sensor temperatur jenis thermocouple dan thermistor, untuk sensor radiasi matahari merk Hukseflux kemudian sensor debit merk Azbil. Pengujian dilakukan dengan kondisi sistem seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1.
(4) Nilai
Satuan
Chilled water outlet temp.
7
o
Chilled water flow rate
25.7
m3/h
Cooling water inlet temp.
28-34
o
Cooling water flow rate
68
m3/h
Hot water inlet temp.
Up to 94
o
Hot water flow rate
7.8
m3/h
Untuk menghitung rasio pengurangan bahan bakar gas maka digunakan konsumsi bahan bakar ketika mesin hanya menggunakan gas (dengan nilai COP konstan 1.3 berdasarkan rekomendasi Kawasaki Thermal Engineering).
C
C
(Institute for global Environmental Strategies) (5)
C
Pengujian Data yang ditampilkan pada studi ini adalah hasil pengujian pada tanggal 22 September 2014. Gambar 3 menampilkan perubahan temperatur ambient dan radiasi matahari terhadap waktu dimulai pukul 07:00 pagi hingga 05:00 sore. Nilai radiasi matahari bergerak naik dari pagi hingga siang hari dengan nilai maksimum sekitar 800 W/m2 dan kemudian bergerak turun kembali sampai pukul 05:00 sore. Penurunan nilai yang tibatiba terjadi karena radiasi matahari yang tertutup oleh awan. Selain itu perubahan temperatur ambient pun hampir sama dengan perubahan nilai radiasi matahari dimana memiliki nilai maksimum sekitar 34 oC.
Performa dari sistem ini dihitung dengan menggunakan Pers. 1 sebagai berikut
(1)
Di mana cooling capacity menggunakan Pers. 2 yang berasal dari perbedaan temperatur masuk dan keluar chilled water di evaporator dikalikan laju massa serta specific heat.
(2) Konsumsi gas dirubah menjadi satuan energi dengan Pers. 3 KE-41
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Gambar 3. Radiasi matahari dan temp. ambient
Gambar 4. Temperatur hot water, cooling water, chilled water dan solution
Berdasarkan kondisi lingkungan pada Gambar 3 didapatkan karakteristik dari sistem ini yang dapat diperhatikan pada Gambar 4. Sistem ini mulai bekerja pukul 08:00 pagi yang ditandai dengan menurunnya secara drastis nilai chilled water temperature. Pada saat sistem ini mulai bekerja terlihat jelas bahwa hot water temperature di dalam tangki penyimpanan sebesar 56 oC. Untuk memanfaatkan hot water maka nilai temperaturnya harus lebih besar 2 oC dibandingkan dengan temperatur solution di dalam mesin. Sehingga kondisi tertentu atau khusunya pagi hari (kurangnya energi panas matahari) menyebabkan mesin pendingin ini menggunakan bahan bakar gas untuk mencapai cooling capacity. Hot water temperature terus bergerak naik hingga pukul 09:00 pagi. Tanda mulai dimanfaatkannya air panas dapat dilihat dari penurunan nilai temperatur solution di high generator. Ketika temperatur tersebut turun berarti menandakan penurunan konsumsi bahan bakar gas. Karena jumlah energi panas matahari yang tidak stabil pada setiap waktu maka bahan bakar gas berperan penting untuk membuat stabil nilai cooling capacity ditandai dengan naik turunnya nilai temperatur solution di high generator. Cooling water temperature terlihat cukup stabil dalam bekerja menyerap panas dari mesin pendingin absorpsi.
Gambar 5. Energi cooling, pemanfaatan energi matahari dan energi konsumsi gas Gambar 5 menunjukan nilai energi dari beban pendinginan, energi matahari dan bahan bakar gas terhadap waktu. Hasil dan Diskusi Berdasarkan pemaparan pada pembahasan sebelumnya maka dibuatlah grafik histogram untuk menggambarkan performa dari sistem ini selama bulan September 2014. Dari Gambar 6 dapat dibuat rata-rata prosentase penggunaan energi listrik, matahari dan gas secara keseluruhan pada bulan September 2014. Prosentasi terbesar adalah gas dengan nilai 45% sedangkan energi matahari sebesar 40% dan sisanya adalah energi listrik 15%. Jumlah energi listrik yang digunakan berasal dari peralatan-peralatan seperti pompa dan kipas cooling tower. Energi listrik tidak digunakan untuk menghasilkan panas pada generator di mesin absorpsi. Energi utama mesin pendingin absorpsi adalah energi matahari dan gas.
KE-41
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 Solar
1000
kWh
100% Pengurangan emisi gas CO2
Gas
Pengurangan emisi gas CO2, kg
Electricity 1200
800 600 400 200
Rasio pengurangan konsumsi bahan bakar
150
100
50%
50
25%
0
0 3
4
8
9
10
11
15
17
18
19
22
23
0% 1
30
2
3
Sedangkan Gambar 7 dapat dilihat perbandingan antara energi input secara keseluruhan dibandingkan dengan energi cooling yang dihasilkan. Cooling capacity
Gas, solar and electricity
kWh
1000 800 600 400 200 0 10
11
15
17
18
19
22
23
30
September 2014
Gambar 7. Perbandingan energi input dan output Energi matahari merupakan energi yang tersedia secara geratis di alam sehingga dapat diabaikan sebagai energi input kemudian energi listrik juga hanya digunakan untuk peralatan pendukung seperti pompa dan kipas sehingga juga dapat diabaikan, dengan demikian hanya energi gas yang digunakan sebagi energi input. Dari Gambar 8 dapat dilihat performa sistem ini. Sistem ini memiliki nilai COP rata-rata sebesar 2. Berdasarkan Gambar 9 maka dapat diketahui besarnya jumlah pengurangan emisi gas buang CO2 berdasarkan rasio pengurangan bahan bakar gas. Dari data tersebut kemudian dirata-rata maka nilai pengurangan emisi CO2 perharinya adalah sebesar 143.8 kgCO2. 1200
3.5 3
750
2.5
600
2
450
1.5
300
1
150
0.5
0
0 3
4
8
9
10
11
15
17
9
10
11
12
13
[1] A. Salman et. al., Solar thermally driven cooling systems: Some investigation results and perspectives, Energy Conversion and Management. 65 (2013) 663-669. [2] A. Francis et. Al., Design and experimental testing of the performance of an outdoor LiBr/H2O solar thermal absorption cooling system with a cold store, Solar Energy. 84 (2010) 735-744. [3] M. Pedro J. et. al., Design and test results of a low-capacity solar cooling system in Alicante (Spain), Solar Energy, 86 (2012) 2950-2960. [4] Suri M, Cebecauer T. Global Horizontal Radiation 2015.
COP
kWh
900
8
Referensi
4 Cooling capacity Gas COP
1050
7
Pengujian sistem pendingin absorpsi yang memanfaatkan energi panas matahari telah dilakukan pada September 2014. Karakteristik dan performa yang didapatkan belum bisa menarik kesimpulan secara menyeluruh namun sudah bisa dijadikan sebagai acuan bahwa sistem ini dapat bekerja dengan baik untuk menyuplai cooling dan dapat menfaatkan energi matahari hampir setiap harinya. Pada pengujian bulan September 2014 diketahui bahwa rata-rata prosentasi penggunaan energi panas matahari perharinya sebesar 40% dari total keseluruhan energi kemudian karena pemanfaatan energi panas matahari tersebut maka nilai rata-rata COP sistem ini perharinya sebesar 2 dan nilai ini lebih besar dibandingkan sistem pendingin absorpsi sejenis tetapi yang konvensional, selanjutnya dengan diketahui nilai pemanfaatan energi matahari maka dapat diketahui nilai pengurangan emisi gas CO2 sebesar 143.8 kgCO2 perharinya.
1200
9
6
Kesimpulan
1400
8
5
Gambar 9. Jumlah pengurangan emisi gas CO2
Gambar 6. Prosentasi total energi keseluruhan
4
4
September 2014
September 2014
3
75%
Rasio pengurangan bahan bakar
200
1400
18
19
22
23
30
September 2014
Gambar 8. COP
KE-41
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
[5] Pongtornkulpanich, a. et. al., Experience with fully operational solar-driven 10-ton LiBr/H2O single-effect absorption cooling system in Thailand, Renewable Energy, 33 (2008) 943-949. [6] Assilzadeh, F. et. al., Simulation and optimization of a LiBr solar absorption cooling system with evacuated tube collectors, Renewable Energy, 30 (2005) 1141-1159. [7] Ministry of Energy and Mineral Resources Indonesia. Energy Outlook 2013, Jakarta. Nomenclature COP : coeffecient of performance, : energi cooling, kW : energi bahan bakar gas, kW : energi bahan bakar gas (campur solar), kW : laju massa, kg s-1 : specific heat, kJ kg-1 K-1 : perbedan temp. In dan out, oC : volume, m3 : low heating value, MJ m-3 : rasio pengurangan emisi gas CO2, : massa, kg
KE-41