POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
Maret 2011
PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY: ANALISIS FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL INDUSTRI MANUFAKTUR DI BEI PERIODE SETELAH KRISIS MONETER Sri Yuliati Jurusan Akuntansi Politeknik Pratama Mulia Surakarta
ABSTRACT The purpose of this research is to find out the influence of profitability, liquidity, asset structure, growth, company size and bussines risk on the capital structure decision of manufacturing industries in Indonesia for after moneter crisis period. The data are collected from 122 manufacture companies that are listed in Indonesian Capital Stock Exchange. The sample is selected based on purposive sampling method for 2006-2007. The two years data are pooled and then analyzed by multiple linear regression, t test. The result of this research shows that profitability and liquidity are negative effect and significant to leverage ratio which correspond well to the explanations of pecking order theory. While a significant positive relation is detected for company size. However, no meaningfull relation are found out between asset structure, growth, bussines risk to leverage ratio. Keywords: pecking order theory, capital structure and leverage ratio
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan karena mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan perusahaan sehingga manajer keuangan harus mengetahui faktor-faktor yang
Pengujian Pecking. . .
mempengaruhi struktur modal agar dapat memaksimumkan kemakmuran pemegang saham perusahaan. Ada tiga teori struktur modal yaitu: Trade-off Theory, Agency Theory dan Pecking Order Theory. Trade-off Theory menyatakan bahwa hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan terdapat suatu
56
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
tingkat leverage yang optimal. Menurut teori ini agar tercapai struktur modal yang optimal perusahaan perlu menyeimbangkan agency cost of financial distress dan the tax advantage of debt financing (Saeed, [2007]). Agency Theory adalah teori yang berhubungan dengan problem agency. Menurut teori ini potensi konflik antara agenagen yang terlibat dalam perusahaan baik itu manajer, bondholder maupun shareholder menentukan struktur modal optimal yang akan meminimalkan egency costs (Santi, [2002]). Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan keputusan pendanaan secara hierarki dari pendanaan internal ke eksternal, dari pendanaan yang bersumber pada laba ditahan, hutang sampai pada penerbitan ekuitas baru dimulai dari sumber dana dengan biaya termurah (Frank dan Goyal, [2007]). Pecking Order Theory menganut keputusan pendanaan dengan urutan preferensi logis investor terhadap prospek perusahaan dan konsisten pada tujuan agar manajer memaksimumkan kemakmuran pemegang saham.
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
B. Perumusan Masalah Apakah faktor-faktor profitabilitas, likuiditas, struktur aktiva, pertumbuhan pertumbuhan, ukuran perusahaan dan risiko bisnis mempengaruhi struktur modal pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode setelah krisis moneter. C. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh profitabilitas, likuiditas, struktur aktiva, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan risiko bisnis terhadap struktur modal pada industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode setelah krisis moneter. LANDASAN TEORI PENGEMBANGAN HIPOTESIS
DAN
A. Struktur Modal Secara umum definisi struktur modal adalah percampuran berbagai jenis dan sumber modal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai perusahaannya (Brealey dan Myers, 2002: 473). Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal menurut Riyanto [2001] adalah:
57
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
1. Susunan dari aktiva Perusahaan manufaktur sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva tetap, akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal sendiri. 2. Kadar risiko dari aktiva Semakin panjang jangka waktu penggunaan suatu aktiva semakin besar risikonya. 3. Besarnya suatu perusahaan Perusahaan yang lebih besar lebih berani mengeluarkan saham untuk membiayai pertumbuhan penjualannya dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Sedangkan Brigham dan Houston [2002] adalah sebagai berikut: 1. Struktur aktiva. Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak berhutang. 2. Tingkat pertumbuhan Perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
banyak mengandalkan modal eksternal (hutang). 3. Profitabilitas. Perusahaan yang profitabel akan sedikit menggunakan hutang. B. Pecking Order Theory Pecking Order Theory merupakan sebuah teori struktur modal yang dirumuskan oleh Myers and Majluf yang menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan keputusan pendanaan mengikuti suatu hierarki sumber dana yang paling disukai. Pecking Order Theory mengasumsikan bahwa: 1. Perusahaan cenderung memilih pembiayaan internal untuk mendanai proyekproyeknya. 2. Perusahaan menyesuaikan target devidend pay-out ratio dengan kesempatan melakukan investasi. 3. Kebijakan deviden yang kaku, fluktuasi profitabilitas dan kesempatan berinvestasi yang unpredictable menyebabkan dana yang dihasilkan dari
58
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
kegiatan internal kadang lebih besar atau lebih kecil dari capital expenditure. Apabila dana internal lebih besar maka perusahaan akan menggunakannya untuk melunasi hutang atau berinvestasi pada marketable securities. Sebaliknya apabila perusahaan mengalami defisit, maka perusahaan akan menurunkan saldo kas atau menjual marketable securities. 4. Ketika perusahaan memerlukan sumber daya tambahan, mereka cenderung memilih utang terlebih dahulu kemudian sekuritas (Myers, 1984: 581) C. Review Penelitian Terdahulu
1. Penelitian di Luar Negeri Rajan dan Zingales (1995) menguji variabel-variabel penentu struktur modal seperti tangibility of assets, market-tobook ratio, size dan profitability di negara-negara G-7 dengan hasil variabel-variabel tersebut
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
relatif berlaku dan perbedaan institusional, hukum serta akuntansi mempunyai dampak terhadap keputusan struktur modal perusahaan. Shyam-Sunder dan Myers dalam Christianti (2008) menyimpulkan bahwa Pecking Order Theory merupakan teori struktur modal yang istimewa yang dapat menjelaskan perilaku pendanaan perusahaan. Chirinko dan Singha (2000) mengkritik hasil penelitian yang dilakukan Shyam-Sunder dan Myers (1999) adalah salah dimana pola pendanaan konsisten dengan Pecking Order Theory walaupun situasi hutang dan modal selalu diterbitkan dalam proporsi yang tetap. Penelitian Pecking Order Theory versus Trade-off Theory dilakukan Mira dan Gracia (2003). Hasil penelitian menyatakan bahwa Trade-off Theory lebih bisa menjelaskan dibandingkan dengan Pecking Order Theory . Penelitian Tong dan Green (2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara leverage dan profitability, positif signifikan antara current leverage dan past devidends sehingga mendukung Pecking Order Theory.
59
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
Vidal dan Ugedo (2005) menyatakan Pecking Order Theory lebih bisa menjelaskan struktur modal perusahaan kecilmenengah serta perusahaan dengan tingkat pertumbuhan dan tingkat hutang yang tinggi. Penelitian Yau et al., (2008) menunjukkan tangibility dan size berhubungan positif dengan rasio utang sedangkan market-to-book ratio tidak signifikan dan profitability negatif terhadap rasio hutang sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan di Malaysia lebih menggunakan Pecking Order Theory dalam struktur modalnya. Hasil penelitian Mehmet dan Eda (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara rasio leverage dengan total asset profitability, current rate dan sales amount yang menjelaskan Pecking Order Theory. 2. Penelitian di Indonesia Pengujian Pecking Order Hyphohtesis oleh Djakman dan Halomoan (2001) mengarah pada kesimpulan bahwa perilaku pendanaan emiten di BEJ periode 1994-1995 mengikuti suatu pola hierarki Pecking Order Hyphothesis. Hutagaol (2002) menyimpulkan pengeluaran
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
hutang jangka panjang yang dilakukan perusahaan tidak mempunyai hubungan “one to one “ terhadap defisit perusahaan sesuai dengan prediksi Pecking Order Theory. Tin (2004) melakukan penelitian dengan hasil struktur aktiva, tingkat pertumbuhan penjualan dan profitabilitas secara bersama-sama berpengaruh terhadap struktur modal. Hasil pengujian Sitorus (2005) menyatakan bahwa pada periode sebelum krisis tidak menggunakan Pecking Order Theory namun pada periode setelah krisis perusahaan menerapkan Pecking Order Theory dalam struktur pendanaannya. Penelitian Indrawati dan Suhendro (2006) menunjukkan bahwa hanya size yang memberikan pengaruh signifikan positif terhadap struktur modal serta profitability yang memberikan pengaruh signifikan negatif terhadap struktur modal sedangkan variabel lainnya seperti perubahan penjualan dan kepemilikan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap struktur modal. Hasil penelitian Christianti (2008) tidak
60
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
sepenuhnya mendukung Pecking Order Theory dalam menjelaskan perilaku pendanaan perusahaan di Bursa Efek Indonesia terutama sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil estimasi yang menunjukkan koefisien Pecking Order Theory negatif dan signifikan. D. Pengembangan Hipotesis 1. Profitabilitas Ha1 : Profitabilitas diduga berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage. 2. Likuiditas Ha2 : Likuiditas diduga mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage. 3. Struktur aktiva Ha3 : Struktur aktiva diduga mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage. 4. Pertumbuhan perusahaan Ha4 : Pertumbuhan diduga mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage. 5. Ukuran perusahaan Ha5 : Ukuran diduga mempunyai mempunyai
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
pengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage. 6. Risiko bisnis Ha6 : Risiko bisnis diduga mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage. METODOLOGI PENELITIAN
Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + ε (Gujarati, 2005) Keterangan : Y = Rasio leverage. X1 = Profitabilitas. X2 = Likuiditas. X3 = Struktur aktiva. X4 = Pertumbuhan perusahaan. = Ukuran perusahaan. X5 X6 = Risiko bisnis. = Konstanta / Intercept. b0 b1- b6 = Koefisien variabel X1X6. ε = Error / variabel gangguan.
61
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
ANALISIS DATA PEMBAHASAN
DAN
A. Analisis Regresi Berganda Nilai P dari F untuk periode setelah krisis sebesar 0.0000 < 0.05 (α) sehingga model tersebut signifikan menentukan variabilitas variabel independent. Sedangkan nilai R square 0,397 berarti hanya 39,7% dari variasi rasio leverage yang dapat dijelaskan oleh profitabilitas, likuiditas, struktur aktiva, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan risiko bisnis dan sisanya 60,3% dijelaskan oleh variabel – variabel lain yang tidak diteliti sehingga persamaan regresi periode setelah krisis sebagai berikut: Y = 1,485 – 9,9X1 – 2,24X2 – 1,71X3 – 1,21X4 + 4,267X5 – 5,61X6 B. Pengujian Hipotesis 1. Profitabilitas (X1) Nilai koefisien regresi untuk profitabilitas setelah krisis sebesar -9,90 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0.05 (α). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan profitabilitas diduga berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage diterima (didukung data). Indikasi dari Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
hasil ini adalah semakin tinggi profitabilitas perusahaan akan semakin kecil pinjaman perusahaan dan sebaliknya ketika profitabilitas perusahaan rendah, maka aktivitas investasi laba akan berkurang sehingga perusahaan lebih bergantung pada pendanaan hutang. Hasil ini sesuai dengan teori Myers dan Majluf dalam Sitorus [2005], Tong dan Green [2004], Indrawati dan Suhendro [2006], Saeed [2007], Mehmet dan Eda [2008] serta Yau et al., [2008] yang menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. 2. Likuiditas (X2) Koefisien regresi likuiditas periode setelah krisis sebesar -2,24 dengan tingkat signifikansi 0.000 < 0.05 (α). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan likuiditas diduga mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage diterima (didukung data). Hasil ini mendukung penelitian Shyam-Sunder dan Myers [1999] serta Mehmet dan Eda [2008] yang menyatakan perusahaan yang mengalami defisit kas penggunaan hutang sangat diperlukan untuk membiayai aktivitas perusahaan
62
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
sebaliknya perusahaan yang mengalami surplus kas maka penggunaan sumber dana eksternal (dalam hal ini hutang) tidak diperlukan. 3. Struktur aktiva (X3) Struktur aktiva untuk periode setelah krisis -1,71 dengan tingkat signifikansi 0.983 > 0.05 (α). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan struktur aktiva diduga berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage tidak diterima. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Frank dan Goyal [2007] serta Saeed [2007] yang menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai proporsi struktur aktiva lebih besar akan lebih mudah penilaian asetnya sehingga permasalahan informasi asimetri menjadi semakin rendah dan hal itu akan membuat equity less costly sehingga terdapat hubungan negatif antara struktur aktiva dan rasio leverage. 4. Pertumbuhan perusahaan (X4) Untuk pertumbuhan perusahaan, nilai koefisien regresi periode setelah krisis 1,21 dengan tingkat signifikansi 0.995 > 0.05 (α). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan diduga berpengaruh
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
negatif signifikan terhadap rasio leverage tidak diterima. Pengaruh negatif dan tidak signifikan menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak mempengaruhi rasio leverage. Hasil ini tidak mendukung Myers yang mengemukakan bahwa perusahaan dengan future growth yang tinggi akan mengurangi penggunaan hutangnya dan seharusnya menggunakan jumlah ekuitas yang lebih besar disebabkan adanya masalah under investment (Hutagaol, [2002]) serta tidak sesuai dengan penelitian Rajan dan Zingales [1995]. 5. Ukuran perusahaan (X5) Ukuran perusahaan periode setelah krisis 4,267 dengan tingkat signifikansi 0.003 < 0.05 (α). Hal ini membuktikan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap rasio leverage, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ukuran diduga berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage ditolak (tidak didukung data). Hasil penelitian ini mengindikasikan adalah semakin besar penjualan bersih suatu perusahaan akan semakin besar pula hutang perusahaan tersebut dan hal ini tidak mendukung
63
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
Pecking Order Theory. Sebaliknya hasil penelitian ini mendukung Trade-off Theory, yang mengemukakan bahwa perusahaan besar pada umumnya mempunyai kemungkinan bangkrut yang relatif kecil dibandingkan perusahaan kecil sehingga lebih mudah untuk melakukan pinjaman ke bank. Hasil ini tidak mendukung penelitian Mehhmed dan Eda [2008] namun sesuai dengan penelitian Diamond dalam Sitorus [2005], Indrawati dan Suhendro [2006] serta Yau et al., [2008] yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara ukuran perusahaan dengan rasio leverage. 6. Risiko bisnis (X6) Untuk risiko bisnis pada periode setelah krisis -5,61 dengan tingkat signifikansi 0.112 > 0.05 (α). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan risiko bisnis diduga berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage tidak diterima (tidak didukung data). Hasil ini tidak mendukung penelitian Yuniningsih [2002] yang menyatakan bahwa perusahaan dengan risiko yang tinggi akan menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih sedikit
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
dibandingkan perusahaan yang berisiko rendah untuk menghindari kemungkinan kebangkrutan. Berdasarkan pengujian hipotesis secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini lebih mendukung Pecking Order Theory dalam menjelaskan perilaku pendanaan industri manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada periode sebelum dan setelah krisis. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage untuk periode sebelum dan setelah krisis. Hasil ini konsisten dengan penelitian Tong dan Green [2004], Maurin Sitorus [2005], Indrawati dan Suhendro [2006], Yau et al., [2008] serta Mehmet dan Eda [2008]. Hal ini sesuai dengan Pecking Order Theory yang menyatakan bahwa apabila profitabilitas perusahaan semakin tinggi maka akan meningkatkan sumber dana internal sehingga
64
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
penggunaan hutang menjadi semakin rendah. 2. Likuiditas mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap rasio leverage pada periode sebelum dan setelah krisis. Artinya semakin besar likuiditas perusahaan maka akan semakin kecil penggunaan hutang dikarenakan adanya kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya. Hasil ini konsisten dengan penelitian Mehmet & Eda [2008]. 3. Ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap rasio leverage untuk periode sebelum dan setelah krisis, dimana hal ini bertentangan dengan Pecking Order Theory. 4. Variabel struktur aktiva, pertumbuhan perusahaan dan risiko bisnis tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap rasio leverage perusahaan baik pada periode sebelum maupun setelah krisis.
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
B. Keterbatasan dan Saran 1. Variasi variabel-variabel independen dalam penelitian ini masih rendah sehingga untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variabel independen lain yang belum diteliti agar diperoleh gambaran hubungan yang lebih komprehensif. 2. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pooling untuk penelitian berikutnya sebaiknya menggunakan metode time series agar dapat diketahui perbedaan pengaruh pada setiap tahunnya. 3. Penelitian ini hanya menggunakan total hutang sebagai proksi rasio leverage perusahaan sebaiknya untuk penelitian mendatang juga menggunakan hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang.
65
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
DAFTAR PUSTAKA Brealey Richard A. dan Myers Stewart C. (2002) “Principles of Corporate Finance“, 6thEdition, McGrawHill Companies, Inc. New York. Brigham, Eugene F. dan Houston Joel F. (2001) “Manajemen Keuangan“, Edisi VIII, Erlangga, Jakarta. Chirinko, R. dan Singha, A. (2000) “Testing Static Trade Off Against Pecking Order Models of Capital Structure: A Critical Comment“, Journal of Financial Economics, Vol. 58 pp. 412-425. Christianti Ari (2008) “Pengujian Pecking Order Theory (POT): Pengaruh Leverage terhadap Pendanaan Surplus dan Defisit pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia“, The National 2nd Conference UKWMS, Surabaya 6 Sepetember 2008. Djakman Chaerul D. dan Halomoan Gina (2001) ”Pengujian Pecking
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
Order Hypothesis pada Emiten di BEJ 1994 dan 1995”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 4 No. 3, September 2001, Hlm. 303-313. Frank M.Z., dan K.V. Goyal (2007) “Trade-Off and Pecking Order Theories of Debt “, Handbook of Corporate Finance: Empirical Corporate Finance, Vol.2, pp. 182. Gujarati, Damodar N. ( 2005 ) “Basic Econometrics“, Edition, 4th International Edition, Mc.Graw-Hill Companies, Inc. New York. Hutagaol Roma Uli (2002) “Pengujian Teori Pecking Order dan Teori Static Trade-Off terhadap Struktur Modal Emiten di Bursa Efek Jakarta“, Tesis Magister Manajemen Universitas Indonesia. Indrawati Titik dan Suhendro (2006) “Determinasi Capital Structure pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2004“, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia,
66
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
Vol. 3, No. 1, Hlm. 77105. Mehmet SEN dan Eda ORUC (2008) “Testing of Pecking Order Theory in ISE (Istanbul Stock Exchange Market)“, International Research Journal of Finance and Economics, ISSN 14502887 Issue 21, pp 1925. http://www.eurojournal s.com/finance.htm Myers S. C. (1984) “The Capital Structure Puzzle“, Journal of Finance 39, No. 3, pp.575-592. Myers S. C. dan N. S. Majluf (1984) “Corporate Financing and Investment Decisions When Firms Have Information That Investors Do Not Have“, Journal of Financial Economics, 13, pp. 187-221. Rajan, R. G. dan L. Zingales (1995) “What Do We Know About Capital Structure? Some Evidence from International Data“, Journal of Finance 50, No. 5, pp. 1421-1460. Riyanto Bambang (2001) “Dasar-dasar
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi Keempat, BPFE-UGM, Yogyakarta. Saeed A. (2007) “The Determinants of Capital Structure in Energy Sector“, Blekinge Institute of Technology School of Management, Master’s Thesis in Business administration, pp. 143. Santi Fitri (2003) “Determinant of Indonesia Firm’s Capital Structure Panel Data analysis“, Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia, Vol. 18, No. 3, Hlm. 243-260. Sitorus Maurin (2005) “Pengujian Empiris Struktur Modal pada Emiten di Bursa Efek Indonesia Selama Periode Sebelum dan Setelah Krisis Moneter“. Sunder Shyam L. dan Myers S. C. (1999) “Testing Static Trade Off Against Pecking Order Models of Capital Structure“, Journal of Financial Economics 51, pp. 219-244.
67
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
Tin Se (200 ) “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Multiple Regression Model “, Jurnal Ilmiah Akuntansi, Mei 2004, Vol. 3, No. 2, hlm 3043. Tong G. dan Green C. J. (2004) “Pecking Order or Tradeoff Hypothesis? Evidence on The Capital Structure of Chinese Companies”, Taylor and Francis Journal, Vol. 37, No. 19, pp. 1-14s. Vidal J. S. and Ugedo J. F. M. (2005) “Financing Preferences of Spanish Firms : Evidence on The Pecking Order Theory“, Review of Quantitative Finance and Accounting, 25, pp. 341-355. Yau J., Lau E. dan Liwan A. (2008) “Do Malaysia Firms Practice The Pecking Order Theory in Their Capital Structure?“, Proceeding of The MFA Conference 2008, pp. 244-253. Yuniningsih (2002) “Interdependensi antara Kebijakan Dividend Payout Ratio, Financial Leverage dan Investasi
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di Bursa Efek Jakarta“, Jurnal Bisnis dan Ekonomi.
68
POLITEKNOSAINS VOL. X NO. 1
Pengujian Pecking. . .
Maret 2011
69