49
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2
PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK SABUN DARI SOAP GLISERIN MENJADI TRIASETIN Retno Dewati, Teddy H. Prodi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya – Gunung Anyar – Surabaya Email:
[email protected] ABSTRAK Soap gliserin yang merupakan hasil samping dari pembuatan sabun belum dapat dioptimalkan kegunaannya di dalam industri. Hal ini sangat disayangkan, karena soap gliserin dapat diolah menjadi bahan lain yang berguna. Untuk memanfaatkan soap gliserin itu, maka dicoba dipelajari kemungkinan penggunaan limbah ini sebagai bahan baku pembuatan triasetin dengan proses asetilasi. Soap gliserin dan asam asetat glacial yang beratnya tertentu dimasukkan ke dalam labu asetilasi yang dilengkapi kondensor tegak, kemudian ditambahkan pula asam sulfat pekat dengan berat tertentu pula sebagai katalis. Campuran kemudian dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, lalu diambil sample untuk menentukan kadar triasetin hasil asetilasi. Peubah-peubah yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel tetapnya berupa volume sample sebanyak 10 ml dan volume NaOH 1,0 N sebanyak 100 ml. Sedangkan variabel berubahnya berupa kecepatan pengadukan yaitu 100 rpm; 200 rpm; 300 rpm; 400 rpm serta menggunakan waktu selama 30 menit; 45 menit; 60 menit; 75 menit; 90 menit dan dilengkapi dengan suhu 60 °C; 80°C; 100°C; 120°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa soap gliserin dapat diolah menjadi triasetin dengan proses asetilasi. Kadar triasetin yang diperoleh akan meningkat sesuai bertambahnya kecepatan pengadukan dan suhu reaksi, tetapi dibatasi oleh keadaan-keadaan tertentu. Keadaan proses yang tertinggi yaitu pada suhu 120°C dan waktu 75 menit serta pada kecepatan pengadukan 400 rpm. Pada keadaan ini kadar tiriasetin yang dicapai sebesar 31,72%. Kata Kunci : Limbah, Soap Gliserin, Asetilasi
ABSTRACT Soal glycerin as being a by product of soap manufacturing has not been optimized its use in industries. This case is deeply regretted, because soap glycerin can be processed into the useful other materials. To making use the soap glycerin, then it is tried to study the possibility of this waste use as the raw material of triacetyne manufacturing by the acetylation process. Soal glycerin and the glacial acetic acid of a given weights are fed into the acetylation flask equipped with the standing condenser, then also added in it the concentrated sulphuric acid of a given weight too as catalyst. This mixture then heated at a given temperature and time, then taken its sample to determine the triacetyne contents as a result of acetylation. Variables used in this research were the independent variables in the forms of sample volume as much as 10 ml and 1.0 N NaOH volume as much as 100 ml. While, the dependent variable in the forms of stirring rates namely 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm, 400 rpm and used time periods for 30 minutes, 45 minutes, 60 minutes, 75 minutes, 90 minutes and supplemented with temperatures of 60°C, 80°C, 100°C, 120°C. Results of this research indicated that soap glycerin can be processed into triacetyne by the acetylation process. Triacetyne content obtained would be increased consistent with the increase of stirring rte and reaction temperature, but confined by the certain conditions. The highest process namely at 120°C and time period of 75 minutes and at stirring rate of 400 rpm. In this condition the triacetyne content reached was of 31.72%. Key words: waste, soap glycerin, acetylation.
Pengolahan Limbah Pabrik Sabun (Retno Dewati dan Teddy H,)
PENDAHULUAN Sabun merupakan salah satu hasil industri yang cukup penting dan diproduksi selama lebih dari 2000 tahun, karena merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat. Produksi ini berkembang dalam abad ke-19 dengan dikenalkannya bahan-bahan kimia dan proses pembuatan yang lebih efisien. Di Indonesia sudah ada industri sabun yang ditunjang dengan semakin berkembangnya banyak kota dan pertumbuhan penduduk yang juga semakin cepat. Dengan ditingkatkannya sektor industri sabun diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan tetapi, dengan munculnya industri ini perlu dipikirkan juga efek sampingnya yang berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai dengan proses yang ada di perusahaannya. Perlu kiranya diperhatikan efek sampingnya yang akan ditimbulkan oleh adanya suatu industri sebelum industri tersebut mulai beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri sabun menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak. Dalam operasi industri sabun menghasilkan limbah berupa soap gliserin, minyak lemak, NaC1, H2O. Soap gliserin ini hendaknya dipisahkan dari campuran limbah tersebut dan diproses lebih lanjut. Tidak setiap pabrik sabun mengolah limbah tersebut. Hal ini disebabkan karena proses pengolahan dan peralatan yang digunakan untuk memurnikan cukup kompleks. Untuk masa sekarang soap gliserin masih diperlukan untuk diekspor. Oleh karena
50
itu akan dicoba membuat triasetin (glyceryl triacetate) dari limbah pabrik sabun dengan memakai proses asetilasi, dimana diperlukan variabel suhu, waktu dan kecepatan pengadukan yang sangat mempengaruhi hasil asetilasi disamping pereaksi dan bahan baku. Penelitian ini bertujuan untuk membuat triasetin (glyceryl triacetate) dengan menggunakan bahan baku soap gliserin yang merupakan limbah pabrik sabun dengan memakai proses asetilasi dan mempelajari variabel yang berpengaruh pada penelitian yang dilakukan. Manfaat yang dapat diharapkan dari pembuatan triasetin ini, antara lain : a. Pencemaran terhadap lingkungan yang disebabkan oleh limbah pabrik sabun dapat dikurangi. b. Dapat menambah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. c. Banyak digunakan dalam industri obat-obatan, kosmetik, fiksasi dalam parfum dan masih banyak lagi. TINJAUAN PUSTAKA Gliserin merupakan limbah pabrik sabun yang relatif berharga, limbah ini dapat diproses lebih lanjut dan banyak digunakan pada industri-industri kimia. Gliserin pertama kali dibuat tahun 1779 oleh Scheele, dengan cara memanaskan campuran litharge dan oliveoil kemudian mengekstraksi dengan air. Dengan menguapkan air, Scheele mendapatkan cairan yang rasanya manis kemudian oleh Chevrene, Polauze, Berthelot dan lainnya dipekatkan dan didapat trihidric alkohol (Gliserin). (Scheele, 1779). Secara tradisional gliserin didapat sebagai hasil samping dari minyak tumbuhan dan hewan yang disaponifikasi pada pabrik sabun. Gliserin jarang ditemukan dalam bentuk lemak bebas, tetapi biasanya terdapat sebagai trigliserida yang tercampur dengan bermacam-macam asam lemak,
51
misalnya asam stearat, asam oleat, asam palmitat dan asam laurat. Gliserin mempunyai sifat higroskopis dan digunakan dalam penyiapan tembakau sebelum proses, juga ditambahkan pada lem untuk mencegah lem tersebut terlalu cepat kering. Gliserin sintetis mulai diproduksi dalam skala besar sejak pertengahan 1948 yaitu dengan dipertemukannya metode Klorinasi Propylene yang menghasilkan Allyl Cloride dalam jumlah besar sehingga diperoleh gliserin yang cukup banyak dan masih banyak digunakan bermacam-macam produk. Reaksi yang terjadi pada zat-zat organik tersebut merupakan reaksi yang berlangsung lambat apabila dibandingkan dengan reaksi zat-zat anorganik, sehingga reaksi zat-zat organik pada umumnya membutuhkan katalis untuk mempercepat reaksi (Groggins, 1985). Beberapa ester asetat dari alkohol sederhana yang tersedia secara komersial adalah etil, propil, isopropil, butil, isobutil, amil dan benzyl. Mono-ester, di-ester dan tri-ester dari gliserol juga tersedia secara komersial. Semua ester ini berupa liquid, kebanyakan mempunyai titik didih rendah, sifat racun yang rendah dan relatif tidak mahal. Juga banyak digunakan sebagai pelarut organik pada industri-industri proses kimia dan pada beberapa produk seperti cat, pernis, dan lain-lain. Reaksi asetilasi merupakan reaksi yang sama dengan reaksi esterifikasi yaitu reaksi antara alkohol dengan asam menghasilkan ester dan air, misalnya CH3OH + C6H5COOH CH3OOCC6H5 + H2O Metonal benzoic acid metil benzoat
Reaksi ini adalah reaksi kesetimbangan, berjalan lambat pada kondisi biasa, tetapi dapat dipercepat apabila ditambahkan katalis asam kuat. (Oxford, 1984).
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2
Reaksi Asetilasi adalah reaksi memasukkan gugus asetil (CH 3 CO-) ke dalam molekul organik seperti (-OH dan –NH 2 ), reagen yang umum dipakai adalah acetic anhydride atau ethanol chloride (CH 3 COCI). (Oxford, 1984) Maka glycerol dapat diubah menjadi glyceryl triacetate dengan campuran asam asetat. Reaksi asetilasi ini merupakan reaksi yang setimbang. Dengan mengambil satu arah reaksi yang menuju pada sisi ester, dapat diperoleh hasil yang besar dan konversi yang tinggi. Salah satu cara untuk mencapai konversi yang tinggi adalah dengan penghilangan air yang terbentuk (Groggins, 1985), misalnya : H2C – OH
H2C – O – C – CH3
O
HC – OH + 3CH3 – C – OH HC – O – C – CH3 + 3H2O H2C - OH
O
O
H2C – O – C – CH3
Glycerol
O acetate acid Glyceryl triacetate
Reaksi tersebut merupakan reaksi kesetimbangan, agar reaksi berjalan ke kanan, maka perlu adanya katalisator yang mampu menyerap air, misalnya H 2 SO 4 pekat. Usaha-usaha untuk mempercepat reaksi yang memperbesar konversi dapat ditinjau berdasarkan atas faktor yang berpengaruh terhadap reaksi yaitu temperatur, katalisator, pengadukan dan perbandingan zat pereaksi. 1. Pengaruh Suhu Jika suhu diperbesar dan bila reaksi membutuhkan panas, maka kecepatan reaksi meningkat dan hasil yang diperoleh akan bertambah besar, tetapi kenaikan suhu dibatasi oleh sifat-
Pengolahan Limbah Pabrik Sabun (Retno Dewati dan Teddy H,)
sifat fisis zat-zat yang ada dalam sistem. Mengingat reaksi asetilasi adalah reaksi kesetimbangan, maka apabila suhu terlalu tinggi kemungkinan akan terjadi reaksi samping. Reaksi esterifikasi dengan katalisator asam, suhu mendekati 100°C. Katalisator asam yang sering dipakai adalah asam sulfat. 2. Waktu Pada proses batch, makin lama waktu reaksi makin banyak hasil yang diperoleh, tetapi dalam reaksi asetilasi (esterifikasi), waktu reaksi dibatasi dalam keadaan seimbang. 3. Pengadukan Pengadukan akan menurunkan energi aktifasi karena dengan melakukan pengadukan akan memperbesar jumlah tumbukan antara dua reaktan sehingga reaksi yang terjadi lebih cepat daripada tanpa pengadukan. 4. Perbandingan Zat Pereaksi Supaya reaksi berjalan dengan baik dan diperoleh konversi tinggi, maka salah satu reaktan harus berlebih. Kelebihan salah satu pereaksi menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, tetapi pemakaian zat pereaksi berlebihan dibatasi oleh kemungkinan adanya reaksi samping dan dari segi kinetiknya mungkin ada pergantian tingkat reaksi. Perbandingan pereaksi juga berpengaruh pada faktor frekwensi dimana apabila salah satu pereaksi berlebih, maka faktor frekwensi menjadi lebih besar sehingga konstanta kecepatan reaksinya bertambah besar. 5. Faktor Tumbukan Untuk memperbesar konversi, tenaga aktifasi perlu diperkecil. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan katalisator, yang akan mengaktifkan zatzat yang bereaksi, sehingga tumbukan yang terjadi makin cepat dan reaksi makin mudah terjadi. Pada reaksi
52
kesetimbangan adanya katalisator tidak mempengaruhi letak kesetimbangan dan juga tidak berpengaruh terhadap hasil. Katalisator yang banyak dipakai adalah H 2 SO 4 dan HCI. Tetapi yang sering digunakan adalah H 2 SO 4 , sebab asam ini relatif kurang korosif dibanding HCI dan harganya lebih murah. METODE PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan di alam penelitian ini adalah : • Soap/crude Gliserin (Limbah Pabrik Sabun) dengan komposisi o Glycerin = 36,25% o Minyak lemak = 1,26% o Sabun Na = 0,42 % o Nacl = 1,03% = 61,04% o H2O
Gambar 1 Susunan Alat Keterangan : 1. Penangas Air 2. Labu Leher Tiga 3. Thermometer 4. Motor Penggerak 5. Pendingin Peubah yang Digunakan : • Peubah Tetap o Volume sample = 10 ml o Volume NaOH1,0N = 100 ml • Peubah Berubah o Kecepatan Pengadukan = 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm, 400 rpm o Waktu = 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit.
53
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2
o Suhu = 60°C, 80°C, 100°C, 120°C BAGAN PROSEDURE PERCOBAAN : Limbah Cair (Soap Gliserin)
PEMISAHAN
Larutan Tawas
PENJERNIHAN
Panas 100°C
PENGUAPAN
Minyak Lemak keluar Endapan dibuang
BAHAN BAKU GLISERIN
CH3COOH H2SO4
PENCAMPURAN
TRIASETIN
ANALISA KADAR
Gambar 2. Bagan Prosedure Percobaan Prosedur Percobaan : 1. Proses Penjernihan Limbah : Masukkan 4 liter limbah pabrik sabun yang masih terdiri dari berbagai komposisi zat-zat lain ke dalam labu pemisah dan diamkan sejenak sehingga muncul dua lapisan, kemudian taruhlah beaker glass di bawah labu pemisah untuk tempat penampung. Ambil lapisan bawah dengan cara penutup pada labu pemisah dibuka pelan-pelan sehingga lapisan bawah keluar ke beaker glass sampai batas lapisan atas dengan bawah pada labu pemisah. Lakukan sampai minyak lemaknya tidak ada. Campurkan larutan tawas sebanyak 50 ml, kemudian
diaduk dan diamkan sampai larutan tersebut menjadi jernih. Larutan yang sudah jernih dipanaskan pada suhu 100°C, biarkan airnya menguap sampai diperoleh gliserin dan didinginkan. 2. Proses Asetilasi Pasang perlengkapan alat-alat untuk proses asetilasi dengan baik. Ambil 100 ml gliserin yang sudah didinginkan, masukkan ke dalam labu asetilasi (labu leher tiga). Ambil 200 ml CH 3 COOH glacial dan katalis H 2 SO 4 pekat 6 ml campurkan ke dalam asetilasi. Kemudian campurkan dipanaskan pada derajat panas dan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh triasetin. 3. Penetapan Kadar Triasetin : Setelah dingin, ambil hasil asetilasi sebanyak 10 ml, kemudian dinetralkan dengan larutan NaOH1,0N dan menggunakan indikator p.p. Setelah netral, ditambahkan lagi 100 ml NaOH1,0N kemudian dididihkan selama 15 menit. Setelah dingin tambahkan indikator p.p, kemudian dititrasi dengan larutan HC11,0N. Catat dengan baik dan benar pada pembacaan tritasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan kadar triasetin pada kecepatan 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm dan 400 rpm digambarkan sebagai berikut :
Pengolahan Limbah Pabrik Sabun (Retno Dewati dan Teddy H,)
54
Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu dengan kadar triasetin pada kecepatan 100 rpm.
Gambar 4. Grafik hubungan antara waktu dengan kadar triasetin pada kecepatan 200 rpm.
55
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2
Gambar 5. Grafik hubungan antara waktu dengan kadar triasetin pada kecepatan 300 rpm.
Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu dengan kadar triasetin pada kecepatan 400 rpm. Dari gambar 3 sampai 6 diambil kondisi tertinggi kadar triasetin pada kecepatan 100 rpm, 200 rpm, 300 rpm,
400 rpm kemudian ditabelkan sebagai berikut :
Kecepatan Pengadukan (rpm)
Kadar Triasetin (%)
100 200 300 400
27,57 28,52 29,32 31,72
KECEPATAN PENGADUKAN (Rpm)
500 400 300 200 100 0 27.57
28.52
29.32
31.72
KADAR TRIASETIN (%)
Gambar 7. Grafik hubungan kondisi tertinggi antara kecepatan pengaduan dengan kadar triasetin. Kondisi tertinggi dicapai pada suhu 120°C dan waktu 75 menit serta kecepatan 400 rpm, didapat kadar triasetin maksimum = 31,72%. Pengaruh Suhu Reaksi
Pada percobaan dengan peubah suhu reaksi diperoleh bahwa semakin besar suhu reaksi (batasan antara 60120°C), maka kadar triasetin makin meningkat. Hal ini disebabkan karena apabila suhu diperbesar dan reaksi
Pengolahan Limbah Pabrik Sabun (Retno Dewati dan Teddy H,)
membutuhkan panas, maka kecepatan reaksi akan meningkat dan hasil yang diperoleh akan bertambah besar, tetapi kenaikan suhu dibatasi oleh sifat-sifat fisis zat-zat yang ada dalam sistem. Pengaruh Kecepatan Pengadukan Pada percobaan dengan peubah kecepatan pengadukan (batasan antara 100-400 rpm), diperoleh bahwa semakin besar kecepatan pengadukan, maka kadar triasetin akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh jumlah tumbukan antara dua reaktan semakin besar sehingga reaksi yang terjadi lebih cepat. Pengaruh Waktu Reaksi Pada percobaan dengan peubah waktu reaksi (batasan antara 30-90 menit), diperoleh bahwa semakin besar waktu reaksi, maka kadar triasetin semakin besar. Tetapi dalam reaksi asetilasi apabila sudah mencapai waktu yang optimal (75 menit), reaksi tersebut terjadi reaksi kesetimbangan dan diperoleh kadar triasetin tertinggi. Setelah melebihi waktu optimal kadar triasetin akan menurun. KESIMPULAN 1. Limbah pabrik sabun yang berupa soap gliserin dapat diolah menjadi triasetin dengan proses asetilasi. 2. Semakin tinggi suhu reaksi (batasan antara 60°C - 120°C) dan semakin tinggi kecepatan pengadukan (batasan antara 100 – 400 rpm), maka semakin tinggi kadar triasetin yang terbentuk. Tetapi waktu reaksi dibatasi oleh keadaan optimal (75 menit), apabila keadaan tersebut melebihi keadaan optimal, maka kadar triasetin akan menurun. 3. Keadaan proses yang relatif baik, yaitu Suhu 120°C dan Waktu 75 menit serta pada kecepatan pengadukan 400 rpm, sehingga kadar traisetin yang dicapai sebesar 31,72%.
56
DAFTAR PUSTAKA Clifford, A.H. and Gessner, G.H. 1973, “The Encyclopedia of Chemistry”, ed 3th, van Nostrand Reinhold Company. Day, R.A and Underwood, A.L. 1989, “Analisis Kimia Kuantitatif”, edisi kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta. Fessenden dan Fessenden. 1990, “Kimia Organik”, Jilid dua, Penerbit Erlangga, Jakarta Groggin, P.H. 1938, “Unit Processes in Organic Synthesis”, Second edition. Mac, Grow Hill Book Company Inc, N.Y. Irving N.S. Lewis,R.Sr, 1987, “Hawley’s Condenced Chemical Dictionary”, ed. 12th, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Kolthoff.I.M., Mitchell, J. Ir. Proskaver, E.S. Weissberger, A. 1961, “Organic Analysis”, Interscience Publishers, Inc. New York. Levenspiel, O. 1972, “Chemical Reaction Engineering”, Second Edition John Willey & Sons, Canada. Othmer, K. 1964, “Encyclopedia of Chemical Technology”, vol. III Second edition, John Willey & Sons Inc. New York. Othmer, K. 1964, “Encyclopedia of Chemical Technology”, vol. VIII Second edition, John Willey & Sons Inc. New York. Othmer, K. 1964, “Encyclopedia of Chemical Technology”, vol. X, XVIII Second edition, John Willey & Sons Inc. New York. Skoog, D.A. 1982, “Fundamentals of Analytical Chemistry Fourth Edition, Holt – Sauders, Japan. Smith, J.M. 1981, “Chemical Engineering Kinetics”, Third edition Mc Graw Hill International Students Edition, New York.